telaah aspek hukum perdata terhadap kelengkapan informed consent pada pasien operasi di rumah sakit...

82
TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG TESIS Diajukan Guna Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2 Magister Hukum Konsentrasi Hukum Kesehatan Oleh : NAMA : RASMUDJITO NIM 06. 93. 0175 PROGRAM MAGISTER HUKUM KESEHATAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2008

Upload: romario

Post on 19-Dec-2015

109 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

TESIS Diajukan Guna Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2 Magister HukumKonsentrasi Hukum Kesehatan

TRANSCRIPT

Page 1: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT

DR. KARIADI SEMARANG

TESIS Diajukan Guna Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Strata 2 Magister Hukum Konsentrasi Hukum Kesehatan

Oleh : NAMA : RASMUDJITO

NIM 06. 93. 0175

PROGRAM MAGISTER HUKUM KESEHATAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG 2008

Page 2: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG
Page 3: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

ABSTRAKSI

Informed Consent merupakan suatu persetujuan pasien terhadap tindakan

medis operasi yang akan dilakukan terhadap dirinya, setelah mendapatkan informasi

tentang kondisi dirinya. Berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku

informasi yang berisi tentang segala sesuatu tindakan yang dilakukan dokter dalam

upaya penyembuhan pasien wajib diberikan baik diminta maupun tidak

Dewasa ini Informed Consent menjadi sangat penting baik bagi dokter

maupun pasien. Hal tersebut seiring dengan maraknya issue dan kasus permasalahan

hukum yang banyak mencuat dipermukaan bahkan sampai meja hijau. Kasus-kasus

ini ternyata salah satunya disebabkan karena ketidak sempurnaan dalam memberikan

Informed Consent baik secara kuantitas maupun kualitas.

Masalah : Bagaimana Telaah Aspek Hukum Perdata Terhadap

Kelengkapan Informed Consent Pada Pasien Operasi di Rumah Sakit Dr. Kariadi

Semarang

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui telaah aspek hukum perdata

terhadap kelengkapan informed consent pada pasien operasi di Rumah Sakit Dr.

Kariadi Semarang.

Metode : Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif.

Dengan menggunakan data sekunder ( studi kepustakaan ). Obyek Penelitian dalam

penelitian ini adalah form Informed Consent di RSUP. Dr. Kariadi Semarang.

Pengambilan sampel dokumen dilakukan dengan teknik simple random sampling

menggunakan kriteria inklusi pada saat pasien di timbang terimakan antara perawat

dari rawat inap dengan perawat kamar bedah.

Hasil dari penelitian ini adalah kelengkapan Informed Consent pasien

operasi di RSUP. Dr. Kariadi Semarang, secara umum tidak lengkap

Kesimpulan : Berdasarkan telaah aspek hukum perdata kelengkapan form

Informed Consent yang menjadi sampel dalam penelitian ini belum dapat dijadikan

sebagai bukti hukum yang sempurna. Oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut

secara kualitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak lengkapan Informed

consent di RSUP. Dr. Kariadi Semarang.

Kata Kunci : Dokumen Informed Consent, kelengkapan, rumah sakit,

aspek hukum perdata.

v  

Page 4: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

 

 

ABSTRACT

Informed Consent is an agreement of a patient toward medical operation which

will be carried out to him / herself, after he or she gets information about his / her

condition. According to regulation and prevailing law information containing all

measures in the efforts of treating a patient must be provided whether it is requested or

not.

Recently, Informed Consent has become very important either for a doctor or a

patient. It is in line with greater issues and legal cases arising to public and even to court.

One of the causes of these cases is the imperfection in providing Informed consent either

quantitatively or qualitatively.

Problem : How the Study of Civil Law Aspect Toward the Comprehension of

Informed Consent on Operated Patient at Dr. Kariadi Hospital Semarang.

The Objective of this Research is to identify the Study of Civil Law Aspect

Toward the Comprehension of Informed Consent on Operated Patient at Dr. Kariadi

Hospital Semarang.

Method : This Research uses juridical normative approach. The writer uses

secondary data (library study). The Research objects are Informed Consent forms at Dr.

Kariadi General Hospital. The samples are selected by simple random sampling

technique using inclusion criteria at the time a patient is handed over from in-patient

nurse to a surgery nurse.

The Result of the research finds out that the comprehension of Informed

Consent of operated patient at Dr. Kariadi General Hospital Semarang, in general is

incomprehensive.

Conclusion : Based on the Study of Civil Law Aspect, Informed Consent forms

which become samples in this research are not yet considered as the perfect legal

evidence. Thus further qualitative research is needed and the influencing factors or

incomprehension of Informed Consent at Dr. Kariadi General Hospital Semarang.

The Keywords : Informed Consent Documents, Comprehension, Hospital,

Civil Law Aspect.

vi 

 

Page 5: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

viii  

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi

Penyayang, yang telah melimpahkan rahmad-nya, maka selesailah penyusunan Tesis ini

yang berjudul “TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN

INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI ”

Dalam tesis ini menelaah tentang aspek hukum perdata terhadap kelengkapan

Informed Consent, hal mana untuk mengetahui sejauh mana kelengkapan atau ketidak

lengkapan suatu Informed Consent dapat dipergunakan sebagai alat bukti hukum

khususnya hukum perdata.

Seiring dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan tehnologi, maka meningkat

pulalah pengetahuan masyarakat terhadap hukum dan hak-haknya, khususnya dalam

pelayanan kesehatan. Hal tersebut dapat dicermati dimana saat ini masyarakat semakin

kritis dalam menanggapi dan mensikapi segala bentuk pelayanan kesehatan yang dirasa

kurang memuaskan.

Ketidak puasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan utamanya pelayanan

medis operasi, banyak di ungkapkan melalui kritikan-kritikan lewat media masa, bahkan

tidak sedikit yang sampai pada tuntutan hukum. Hal tersebut seperti yang terjadi akhir-

akhir ini banyak kasus yang menimpa para dokter, dianggap telah melakukan kesalahan

atau dianggap lalai pada saat melakukan pertolongan terhadap pasien.

Oleh karena itu masalah-masalah yang terkait dengan kondisi pasien serta

program-program pengobatan harus benar-benar dimengerti dan dipahami oleh masing-

masing pihak, baik pihak dokter maupun pihak pasien dan keluarga. Berdasarkan undang-

undang dan peraturan yang berlaku maka seorang dokter sebelum melakukan tindakan

medis khususnya tindakan medis operasi, harus memberikan Informed Consent. Informed

Consent dalam tindakan medis operasi adalah merupakan persetujuan tertulis yang harus

ditanda tangani oleh pasien atau keluarganya. Karena Informed Consent merupakan

persetujuan suatu tindakan hukum, maka harus diberikan secara lengkap baik konten dalam

proses maupun kelengkapan pengisian form itu sendiri.

Hal tersebut sangat penting karena apabila terjadi sngketa hukum antara dokter

dengan pasien dapat digunakan sebagai alat bukti yang sempurna. Sehingga Informed

  

Page 6: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

viii  

Consent dapat melindungi dokter sebagai pemberi pelayanan dan melindungi pasien dari

kesalahan dalam menentukan sikap dan keputusan tentang tindakan medis operasi yang

menyangkut dirinya.

Berdasarkan hal tersebut timbul permasalahan yang hendak diteliti dalam

penelitian ini yaitu: bagaimanakah aspek hukum perdata terhadap kelengkapan Informed

Consent pada pasien operasi, peneliti tertarik untuk mengetahui jawaban dari masalah

tersebut.

Dalam tesis ini penulis mencoba menggali teori-teori, undang-undang khususnya

perdata, serta peraturan-peraturan yang mengatur tentang penggunaan Informed Consent

dalam tindakan medis operasi, untuk mengukur sejauh mana kelengkapan Informed

Consent dan dampak kekuatan hukumnya sebagai alat bukti. Tentu saja teori yang

disajikan dalam tesis ini bukanlah sesuatu yang sempurna dan lengkap.

Setelah mengadakan penelitian di RSUP. Dr. Kariadi Semarang, maka

mendapatkan hasil berdasarkan kelengkapan Informed Consent ditinjau dari hasil telaah

aspek hokum perdata belum dapat digunakan sebagai bukti hokum yang sempurna. Hasil

dari penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan-keterbatasan, penelitian ini hanya

berorientasi pada telaah hukum perdata terhadap kelengkapan Informed Consent, sebagai

alat bukti hokum. Sehingga diharapakan kedepan dapat dilakukan penelitian tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak lengkapan Informed Consent dan penelitian

secara kualitatif.

Akhir kata, diharapkan penelitian ini bisa bermanfaat bagi akademis khususnya

Program Magister Hukum Kesehatan Universitas Soegijapranata, RSUP. Dr. Kariadi

Semarang, masyarakat, dan tentunya bagi penulis sendiri dalam memperluas dan

memperdalam pengetahuan bagi penulis dalam ilmu Hukum Kesehatan.

Semarang,………………..

Penulis

  

Page 7: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa didalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

digunakan orang lain untuk memperoleh gelar kemagisteran di suatu perguruan tinggi, dan juga

tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah di tulis atau diterbitkan orang lain; kecuali yang

secara sengaja tertulis dan diacu dalam naskah tesis ini serta di sebut dalam daftar pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk kepentingan

pernyataan keaslian ( originilitas ) tesis yang saya buat.

Hormat saya

( Rasmudjito, SKep. Ns )

xvi  

Page 8: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

Be Yourself

Hidup harus lebih bermanfaat bagi sesama, keluarga dan diri sendiri.

PERSEMBAHAN :

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada :

Tuhan Allah Bapa di Surga dan Tuhan Yesus Kristus .

Ayah almarhum dan Ibu tercinta yang sangat mengasihiku, menyayangiku

dan selalu mengharapkan keberhasilan dan kebahagiaanku.

Istri dan kedua anak-anaku yang tercinta dan selalu mengasihiku

Almamater Magister Hukum Kesehatan.

 

iv  

Page 9: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan selesainya penyusunan tesis ini, maka penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberi bantuan, dorongan, serta petunjuk-

petunjuk yang sangat besarartinya bagi penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih ini,

penulis aturkan kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Y. Bagus Wismanto, Msi, selaku Rektor Universitas Katolik

Soegijapranata Semarang.

2. Ibu Prof Dr. Agnes Widanti, M.H, selaku Kepala Program Magister Hukum

Kesehatan.

3. Bapak Valentinus Suroto, SH. MHum selaku Dosen Penguji

4. Bapak Dr. Gatot Suharto, SpF,SH,MKes selaku Dosen Pembimbing Utama

5. Ibu B. Resti Nurhayati, SH, MH selaku Dosen Pembimbing Pendamping

6. Seluruh Staff Dosen dan Karyawan Magister Hukum Kesehatan UNIKA

Semarang.

7. Seluruh Staff Perpustakaan UNIKA Semarang.

8. Bapak Dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI, selaku Direktur Utama RSUP. Dr.

Kariadi Semarang.

9. Bapak Dr. Soleh Kosim, Sp.A (K), selaku Direktur SDM dan Pendidikan Rumah

Sakit Dr. Kariadi Semarang.

10. Dokter Najatullah, SpBP selaku Kepala Instalasi Bedah Sentral dan Rawat Sehari

RSUP. Dr. Kariadi Semarang

11. Ayah almarhum dan Ibu serta Istri dan anak-anaku tercinta yang selalu

mendoakanku.

12. Teman-teman angkatan V Magister Hukum Kesehatan Universitas Katolik

Soegijapranata Semarang yang selalu memberikan spirit dan semangat.

13. Ibu Yuli, Ririn, Anik Nursanti staf Instalasi Bedah Sentral dan Rawat Sehari

RSUP. Dr. Kariadi Semarang yang selalu membatu saya dalam melakukan

observasi.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu sehingga dapat

menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

ix  

Page 10: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

x  

Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya dan civitas akademika pada khususnya.

Semarang,………………….

Penulis

 

Page 11: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

DAFTAR ISI

HAL

Halaman Judul…………………………………………………………………………………...

Lembar Pengesahan……………………………………………………………………………..

Halaman Persetujuan…………………………………………………………………………….

Moto dan Persembahan………………………………………………………………………….

Abstraksi………………………………………………………………………………………...

Abstract………………………………………………………………………………………….

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………..

Ucapan Terima Kasih……………………………………………………………………………

Daftar Isi………………………………………………………………………………………...

Daftar Tabel……………………………………………………………………………………..

Daftar Lampiran…………………………………………………………………………………

Surat Pernyataan Keaslian………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………………

B. Perumusan Masalah…………………………………………………………………

C. Tujuan Penelitian……………………………………………………………………

D. Manfaat Penelitian…………………………………………………………………..

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN

A. Informed Consent

1. Pengertian Informed Concent................................................................................

2. Jenis Informed Consent.........................................................................................

3. Informed Consent diperlukan pada saat................................................................

4. Informasi yang Diberikan pada Pasien atau Keluarga..........................................

5. Pemberi Penjelasan.............................................................................................

6. Tujuan Penjelasan dalam Informed Consent......................................................

7. Kewenangan Memberikan Informed Consent dan Cara Memberikan Informed

i

ii

iii

iv

v

vi

vii

ix

xi

xiv

xv

xvi

1

6

6

6

8

11

12

13

14

16

xi  

Page 12: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

xiii  

Consent.......................................................................................................

8. Masa Berlaku Informed Consent..........................................................................

B. Format Informed Consent..........................................................................................

1. Format persetujuan tindakan kedokteran..............................................................

C. Aspek Hukum Informed Consent Sebagai Rekam Medis...........................................

1. Aspek Hukum Informed Consent.........................................................................

2. Aspek Hukum Perdata Informed Consent ............................................................

3. Kelengkapan Formulir Informed Consent sebagai rekam medis..........................

4. Informed Consent Sebagai Perjanjian…………………………………………...

D. Tanggung Jawab Doker dari Aspek Hukum Perdata..................................................

E. Hak dan Kewajiban Pasien Selama dalam Proses Pelayanan Kesehatan..................

F. Alat Bukti Perdata.......................................................................................................

1. Alat Bukti Tulisan……………………………………………………………….

2. Alat Bukti Saksi....................................................................................................

3. Alat Bukti Persangkaan.........................................................................................

4. Alat Bukti Pengakuan...........................................................................................

5. Alat Bukti Sumpah................................................................................................

G. Dampak Tidak Adanya Informed Consent..................................................................

1. Hukum pidana.......................................................................................................

2. Hukum perdata......................................................................................................

3. Pendisiplinan oleh MKDKI..................................................................................

H. Konstruksi teori...........................................................................................................

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan………………………………………………………………….

B. Spesifikasi Penelitian………………………………………………………………..

C. Objek Penelitian………………………………………………………......................

D. Lokasi Penelitian…………………………………………………………………….

E. Desain Penelitian…………………………………………………………………….

F. Metode Pengumpulan Data………………………………………………………….

17

19

19

19

20

20

21

23

25

27

29

32

32

37

37

37

37

38

38

38

39

41

42

42

42

43

44

45

Page 13: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

xiii  

G. Metode Analisa Data………………………………………………………………...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum RSUP. Dr. Kariadi Semarang……………………………………

B. Gambaran Pelayanan Operasi……………………………………………………….

C. Pemberian Informed Consent Tindakan Medis Operasi……………………………

D. Hasil Observasi Kelengkapan Informed Consent dan Pembahasan…………………

E. Telaah Hukum Perdata............................................................................................

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………………….

Telaah dari Aspek Hukum Perdata Terhadap Kelengkapan Informed Consent

Pada Pasien Operasi..............................................................................................

B. Saran-Saran ……………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA

…………………………………………………………………………………………………...

46

47

47

48

51

59

61

61

62

64

Page 14: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

DAFTAR TABEL

HAL

Tabel 1 Rekapitulasi Hasil Observasi Kelengkapan Informed Consent…………….

Tabel 2 Bagian I Kelengkapan Bagian Kepala dari Format Informed Consent……

Tabel 3 Bagian II Kelengkapan Identitas Yang Membuat Pernyataan…………………...

Tabel 4 Bagian III Kelengkapan Pemberi Informasi, Diagnosa dan Jenis Operasi……...

Tabel 5 Bagian IV Kelengkapan Identitas Pasien & Hubungan Keluarga……………….

Tabel 6 Bagian V Kelengkapan Tanggal dan Tanda Tangan…………………………….

51

52

54

55

56

57

xiv  

Page 15: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Surat Ijin Pengambilan Data dari Direktur RSUP. Dr. Kariadi

Semarang………………………………………………………

67

LAMPIRAN 2 Surat Keterangan Telah Melakukan Observasi dari Kepala

Instalasi Bedah Sentral dan Rawat Sehari RSUP. Dr. Kariadi

Semarang………………………………………………………

68

LAMPIRAN 3 Surat Keputusan Direktur RSUP. Dr. Kariadi Semarang Nomor

: KP. 08. 02-1270, tentang Prosedur Tetap Persetujuan Tindakan

Medik ( Informed Consent )……………………………………

69

LAMPIRAN 4 Surat Edaran Dir. Jend. Pelayanan Medik Dep. Kes RI. No.

YM.00.03.2.2.1730, tanggal 5 Nopember 2001, Perihal

Akreditasi Rumah Sakit………………………………………..

70

LAMPIRAN 5 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

585/MEN.KES/PER/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan

Medik…………………………………………………………….

71

LAMPIRAN 6 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

269/MENKES/PER/III/2008, Tentang Rekam Medis…………..

72

LAMPIRAN 7 Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran Konsil Kedokteran

( Indonesia Medical Consil ) Jakarta 2006……………………

73

xv  

Page 16: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

Jl. Dr. Sutomo 16 Semarang

Telp.( 024 ) 8453361

SURAT KETERANGAN

No…………………..

Yang bertanda tangan dibawah ini menerangkan bahwa :

Nama : Rasmudjito, SKep. Ns

NIM : 06.93.0175

Institusi Pendidikan : Program Magister Hukum Kesehatan Universitas Katolik

Soegijapranata Semarang

Judul Peneletian : Telaah Aspek Hukum Perdata Terhadap Kelengkapan

Informed Consent Pada Pasien Operasi Di RUSP.

Dr. Kariadi Semaramg

Benar-benar telah melakukan observasi pengambilan data dokumen Informed

Consent di Instalasi Bedah Sentral dan Rawat Sehari RSUP. Dr. Kariadi Semarang

Semarang 20 Maret 2008

Kepala

Instalasi Bedah Sentral dan Rawat Sehari

Dr. Najatullah, SpBP

Nip. 140 346 207

Page 17: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak yang dimilkiki merupakan

salah satu indikator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat.

Namun ada sisi negatifnya yaitu adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga

kesehatan ataupun rumah sakit di somasi, diadukan atau bahkan dituntut pasien dan

berakibat sangat membekas bahkan mencekam para tenaga kesehatan yang pada

gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tenaga kesehatan

dikemudian hari. Secara psikologis hal ini patut dipahami mengingat berabad-abad

tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang asimetris

kedudukannya dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran (Kasimin, 2007).

Sebagai pokok permasalahan adalah tidak setiap upaya pelayanan kesehatan

hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya

dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktek

(Kasimin, 2007). Tingginya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan

sering kali menimbulkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

yang diberikan. Hal ini menyebabkan masyarakat menuduh rumah sakit atau tenaga

kesehatan telah melakukan malpraktik atau kelalaian dalam melakukan tindakan

medis. Anggapan atau dugaan malpraktik dalam pelayanan kesehatan disebabkan

karena meningkatnya kesadaran pasien dan masyarakat tentang haknya untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan. Ada 3 hal yang menjadi hak mendasar yaitu; hal

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan (the right to health care), hak untuk

mendapatkan informasi (the right to information), dan hak untuk ikut menentukan

(the right to determination) (Indradi, 2007).

Dalam memenuhi hak pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, setiap

pelaksanaan tindakan medis harus sesuai dengan standar profesi kedokteran. Karena

setiap kelalaian, kecelakaan, atau bentuk kesalahan lain yang timbul dalam

1

Page 18: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

2

pelaksanaan tindakan medis itu tetap bisa menyebabkan pasien merasa tidak puas dan

berpotensi untuk mengajukan tuntutan hukum (Indradi, 2007). Sebagai salah satu

pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa “informed consent”

benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara pihak pasien

dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak,

yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari

informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk menentukan

apakah suatu informasi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal tersebut

sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap,

sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum

yang berkenaan dengan informed consent ini (Irwandy, 2007).

Informed consent merupakan rekam medis berbentuk surat persetujuan

tindakan medis. Rekam medis ini digunakan sebagai pedoman atau perlindungan

hukum yang mengikat karena di dalamnya terdapat segala catatan tentang tindakan,

pelayanan, terapi, waktu terapi, tanda tangan dokter yang merawat, tanda tangan

pasien yang bersangkutan, dan lain-lain (Sanjoyo, 2007). Dengan kata lain, rekam

medis dapat memberikan gambaran tentang standar mutu pelayanan yang diberikan

oleh fasilitas pelayanan kesehatan maupun oleh tenaga kasehatan berwenang. Berkas

rekam medis juga menyediakan data untuk membantu melindungi kepentingan

hukum pasien, dokter dan penyedia fasilitas pelayanan kesehatan. Catatan ini juga

menyediakan data yang dapat melindungi kepentingan hukum pasien dalam kasus-

kasus kompensasi pekerja, kecelakaan pribadi atau malpraktek (Sanjoyo, 2007).

Kelengkapan pengisian formulir informed consent sangat perlu diperhatikan,

karena merupakan rekam medis yang dapat digunakan sebagai alat pembuktian dalam

mengatasi masalah hukum akibat dugaan malpraktik. Dalam hukum acara perdata

maupun pidana, informed consent dikenal sebagai alat bukti dengan tulisan. Bertolak

dari hal tersebut maka, selama ini rekam medis dianggap dapat digunakan sebagai

’alat bukti tulisan’, meskipun di dalam perkembangan selanjutnya, anggapan tersebut

masih mungkin ditinjau kembali. Rekam medis bukan alat bukti menurut undang-

Page 19: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

3

undang, meskipun dapat digunakan sebagai petunjuk pembuktian sepanjang

dilakukan dengan benar sesuai ketentuan yang berlaku (Iswandari, 2007)

Sebelum dokter melakukan tindakan operasi, dokter berkewajiban untuk

memberikan informasi tentang jenis penyakit yang diderita pasien dan tindakan medis

yang akan dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien serta resiko-resiko yang

mungkin timbul dari tindakan medik tersebut kepada pasien dan keluarganya. Karena

informed consent merupakan perjanjian untuk melakukan tindakan operasi medis,

maka keberadaan informed consent sangat penting bagi para pihak yang melakukan

perjanjian pelayanan kesehatan, sehingga dapat diketahui bahwa keberadaan informed

consent sangat penting dan diperlukan dirumah sakit. Suatu hal yang menjadi

permasalahan adalah apakah isi dari informed consent itu sudah memenuhi syarat

sahnya perjanjian dan apakah dengan adanya informed consent dapat dijadikan alat

bukti yang sah apabila timbul perselisihan dan bagaimana penyelesaiaannya (Sari,

2002).

Menurut Sari (2002) informed consent merupakan suatu perjanjian

pelaksanaan tindakan medis antara dokter dengan pasien atau keluarganya. Oleh

karena itu, isi dari informed consent harus memenuhi syarat sahnya perjanjian secara

umum yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Isi dari perjanjian itu dapat

dijadikan Undang-undang bagi mereka yang membuat perjanjian itu. Oleh karena itu

formulir informed consent dapat dijadikan alat bukti yang sah, apabila terjadi

perselisihan antara pihak rumah sakit (dokter) dengan pihak pasien, atau keluarganya

atas tindakan operasi medis. Karena informed consent merupakan surat perjanjian

pelayanan medis yang dibuat antara dokter dengan pasien atau keluarganya,

sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1875 KUHPerdata bahwa ”Suatu tulisan di

bawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau

yang dengan cara menurut undang-undang dianggap sebagai diakui, memberikan

terhadap orang-orang yang mendapat hak dari pada mereka, bukti yang sempurna

seperti suatu akta otentik, dan demikian pula berlakunya ketentuan Pasal 1871 untuk

tulisan itu.

Page 20: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

4

Hal tersebut juga sesuai dengan apa yang disebut akta (akta dibawah tangan),

bahwa akta adalah suatu tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang

suatu peristiwa dan ditandatangani ( Subekti, 1993 ). Sementara dalam kontrol catatan

medis yang tidak lengkap ( delinquent ), baik secara kuantitatif dan kualitatif

meliputi; indentifikasi defisiensi spesifik, pola-pola dokumentasi yang jelek, dan

kejadian yang berpotensi tuntutan ganti rugi. Angka kebandelan atau ketidak

lengkapan dan apabila ketidak lengkapan tersebut tidak adanya laporan riwayat

penyakit, pemeriksaan fisik, laporan operasi atau tanda tangan pada pernyataan

kebenaran ( attestation statement ), adalah lebih serius ( Edna. K. Huffman, 1994 )

Hasil studi awal yang dilakukan oleh peneliti dengan melakukan observasi

pada 35 rekam medis pasien yang akan menjalani operasi pada tanggal 26 sampai

dengan 29 Desember 2007, ditemukan 100% menggunakan informed consent, 68,6%

ditanda tangani oleh dokter yang akan melakukan tindakan operasi sementara 42,4%

tidak ada tanda tangan dokter, sedangkan 5,7% tidak terdapat tanda tangan pasien,

keluarga maupun saksi. Dari hasil observasi juga didapatkan 25,7% dari 35 rekam

medis tersebut tidak terisi jenis tindakan operasi yang akan dilakukan, sementara dari

33 informed consent yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga, terdapat 39,39%

tidak tercantum status hubungan keluarga. Studi pendahuluan juga peneliti lakukan

dengan 10 perawat bedah dan 2 dokter bedah tentang proses pembuatan persetujuan

tindakan medis atau informed consent.

Dari hasil wawancara dengan perawat, didapatkan 65% perawat mengatakan

jarang dilibatkan dalam pembuatan informed consent dan sebagian besar perawat

(85% perawat) tersebut tidak pernah memeriksa kembali rekam medis pasien,

khususnya kelengkapan informed consent sebelum pasien dikirim ke kamar bedah.

Selain itu juga 96% perawat tidak tahu akibat yang ditimbulkan dari

ketidaklengkapan formulir informed consent tersebut dari aspek hukum. Sedangkan

hasil wawancara dengan 2 dokter bedah, didapatkan kedua-duanya mengungkapkan

perasaan yang biasa-biasa saja dalam menghadapi pengisian formulis informed

consent yang tidak lengkap dan kedua dokter tersebut beranggapan selama ini tidak

Page 21: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

5

ada kejadian dugaan malpraktik yang menuntut rekam medis tersebut (informed

consent) sebagai alat bukti yang tertulis.

Adanya ketidaklengkapan dalam pengisian formulir informed consent tidak

dapat dijadikan alat bukti tertulis dalam masalah hukum. Ketidak lengkapan informed

consent tersebut akan dapat menimbulkan masalah tersendiri kaitnannya dengan alat

bukti, bila terjadi tuntutan hukum perdata maupun pidana karena dapat dianggap tidak

sah atau kurang berbobot. Hal mana sesuai dengan pasal 1321 KUHPerdata yang

berbunyi ” Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan,

atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”. Dalam pasal tersebut dapat

diartikan bahwa secara yuridis, yang dimaksud dengan kesepakatan adalah tidak

adanya kekhilafan, paksaan, atau penipuan dari para pihak yang mengikatkan dirinya.

Sepakat ini merupakan persetujuan yang dilakukan oleh kedua belah pihak dimana

para pihak mempunyai kesamaan kehendak ( Anny Isfandiarie, 2006 ).

Ketidak lengkapan informed consent dapat menimbulkan penafsiran berbeda

dari para pihak sehingga dapat terjadi pengingkaran oleh pasien atau keluarga bila

terjadi sengketa medis, terutama pengingkaran makna atau tanda tangan. Sementara

kelemahan dari informed consent ditinjau sudut informed consent sebagai akte

dibawah tangan adalah, apabila pihak yang menandatangani mengingkari tanda

tangannya, karena selama bukti tulisan tersebut masih menjadi pertengkaran maka

tidak akan bermanfaat sebagai alat pembuktian ( Subekti, 1993 ). Berdasarkan uraian

diatas maka kelengkapan informed consent tidak dapat diabaikan, karena dapat

berakibat tidak bermanfaatnya informed consent tersebut sebagai alat bukti bila

timbul tuntutan hukum di kemudian hari.

Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik membuat proposal penelitian

yang berjudul: ” Telaah Aspek Hukum Perdata Terhadap Kelengkapan Informed

Consent Pada Pasien Operasi di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang ”.

Page 22: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

6

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti tersebut di atas maka

dirumuskan masalah penelitian yaitu “ Bagaimana Telaah Aspek Hukum Perdata

Terhadap Kelengkapan Informed Consent Pada Pasien Operasi di Rumah Sakit Dr.

Kariadi Semarang ? “

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui telaah aspek

hukum perdata terhadap kelengkapan informed consent pada pasien operasi di

Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui sejauhmana kelengkapan informed consent pada pasien

operasi di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang.

b. Untuk mengetahui telaah dari aspek hukum perdata terhadap keabsahan

informed consent di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang.

c. Untuk mengetahui ketentuan perundang-undangan yang berlaku tentang

persetujuan tindakan medik yang telah diterapkan dan ditaati oleh para

dokter tentang kelengkapan informed consent di Rumah Sakit Dr. Kariyadi

Semarang.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Departemen Kesehatan, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan

masukan dalam membuat kebijakan yang menyangkut tentang persetujuan

tindakan medik dimasa yang akan dating.

2. Bagi pimpinan rumah sakit, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana

untuk mengendalikan mutu pelayanan kesehatan yang telah diberikan dan untuk

memonitor serta mengevaluasi sejauh mana persetujuan tindakan medik telah

Page 23: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

7

diterapkan di rumah sakit yang dipimpinannya, kemudian menentukan langkah-

langkah yang akan diambil dalam meningkatkan kualitas pengisian persetujuan

tindakan medis atau informed consent.

3. Bagi dokter/dokter gigi, hasil penelitian ini bisa dipakai sebagai alat untuk

intropeksi diri, sejauh mana pada dokter tersebut telah melengkapi dan

memberikan informasi kepada pada pasiennya sebelum menandatangani formulir

informed consent serta melakukan tindakan medis atau pembedahan.

4. Bagi pengguna jasa pelayanan kesehatan, hasil penelitian ini akan memberikan

gambaran sejauh mana kelengkapan informed consent sebagai alat bukti hukum

yang tertulis oleh para dokter dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

5. Bagi peneliti, hasil penelitian ini merupakan stimulus untuk mendalami lebih jauh

tentang proses pembuatan persetujuan tindakan medis, faktor-faktor yang

mempengaruhi kelengkapan pengisian formulir informed consent serta implikasi

hukumnya.

6. Bagi peneliti lain hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi untuk

melakukan penelitian lebih lanjut mengenai informed consent khususnya ditinjau

dari aspek hukum serta faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak lengkapan

pengisian formulir dengan menggunakan jenis maupun cara pengumpulan data

yang berbeda.

Page 24: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN

A. Informed Consent

1. Pengertian Informed Concent

a. Menurut Jacobalis (2005) Informed terkait dengan informasi atau

penjelasan, consent artinya persetujuan, atau lebih ‘tajam’ lagi, ”izin”.

Jadi informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien atau

keluarga yang berhak kepada dokter untuk melakukan tindakan medis

pada pasien, seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain-lain untuk

menegakkan diagnosis, memberi obat, melakukan suntikan, menolong

bersalin, melakukan pembiusan, melakukan pembedahan, melakukan

tindak-lanjut jika terjadi kesulitan. Dengan demikian, informed consent

adalah persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga yang berhak kepada

dokter untuk melakukan tindakan medis atas dirinya, setelah kepadanya

oleh dokter yang bersangkutan diberikan informasi/penjelasan yang

lengkap tentang tindakan. Mendapat penjelasan lengkap terhadap tindakan

yang akan dilakukan adalah salah satu hak pasien yang diakui oleh

undang-undang dengan kalimat pendek, informed consent adalah

Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) (Jacobalis, 2005).

b. Menurut Komalawati dalam Irwandy (2007) informed consent dirumuskan

sebagai suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan

dilakukan dokter terhadap dirinya setelah memperoleh informasi dari

dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong

dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.

Mengenai informed consent (persetujuan) masih diperlukan pengaturan

hukum lebih lengkap. Karena tidak hanya untuk melindungi pasien dari

kesewenangan dokter, tetapi juga diperlukan untuk melindungi dokter dari

8

Page 25: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

9

kesewenangan pasien yang melanggar batas-batas hukum dan perundang-

undangan (malpraktek) (Hidayat, 2007).

c. Di Indonesia terdapat ketentuan informed consent yang diatur antara lain

pada Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 dan Surat Keputusan PB IDI

No 319/PB/A4/88 (Hidayat, 2007). Pernyataan IDI tentang informed

consent tersebut antara lain :

1) Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya

menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter

tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan

kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.

2) Semua tindakan medis (diagnotik, terapeutik maupun paliatif)

memerlukan informed consent secara lisan maupun tertulis.

3) Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar,

mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien,

setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang adekuat

tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risikonya.

4) Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan

persetujuan lisan atau sikap diam.

5) Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik

diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak

boleh, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat

merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat

memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam

memberi informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran

seorang perawat/paramedik lain sebagai saksi adalah penting.

6) Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang

direncanakan, baik diagnostik, terapeutik maupun paliatif. Informasi

biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis

(berkaitan dengan informed consent).

Page 26: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

10

d. Dalam Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) (2006) persetujuan tindakan

kedokteran atau kedokteran gigi yang sering disebut juga informed

consent, merupakan persetujuan pasien atau yang sah mewakilinya atas

rencana tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang diajukan oleh

dokter atau dokter gigi, setelah menerima informasi yang cukup untuk

dapat membuat persetujuan. Persetujuan tindakan kedokteran ini

merupakan pernyataan sepihak dari pasien dan bukan perjanjian antara

pasien dengan dokter atau dokter gigi, sehingga dapat ditarik kembali

setiap saat persetujuan tindakan kedokteran dan kedokteran gigi

merupakan proses sekaligus hasil dari suatu komunikasi yang efektif

antara pasien dengan dokter atau dokter gigi dan bukan sekedar

penandatanganan formulis persetujuan.

e. Informed Consent adalah sebuah izin kusus atau formulir pemberian

kuasa, diperlukan untuk suatu diagnosa tidak biasa atau prosedur terapi

yang dilakukan terhadap pasien. Formulir ini menyediakan bukti tertulis

bahwa pasien menyetujui prosedur – prosedur yang tercantum dalam

pemberian kuasa. Supaya izin tersebut sah, dokter harus memberitahukan

tentang prosedur yang dilakukan, resiko-resiko, prosedur alternative dan

hasil yang mungkin didapat dengan pasien dan/atau wali pasien. Syarat

keikutsertaan atau partisipasi ( Conditions of Participation ) yang

membutuhkan staf medis, yang sesuai dengan peraturan dan ketentuan

menyatakan bahwa sebuah operasi bedah hanya bisa dilakukan atas seijin

pasien atau wakil yang sah, kecuali dalam keadaan darurat. Sebuah

formulir pengesahan izin operasi juga harus terlampir dalam catatan medis

pasien sebelum operasi bedah dilakukan. Komisi bersama mengharuskan

adanya bukti keterangan izin atas prosedur dan perawatan dimana izin

tersebut diharuskan sesuai dengan kebijakan yang telah dikembangkan

oleh staf medis, lembaga berwenang dan hokum. Apabila izin tersebut

Page 27: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

11

tidak didapat, maka dalam catatan medis pasien harus dilampirkan alasan

( Edna K. Huffman, 1994 )

f. Informed Consent adalah izin tertulis yang dibuat secara sadar dan

sukarela dari pasien diperlukan seelum suatu pembedahan dilakukan. Izin

tertulis seperti itu melindungi pasien terhadap pembedahan yang lalai dan

melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum. Demi

kepentingan semua pihak yang terkait, perlu mengikuti prinsip

medikolegal yang baik. Sebelum pasien menandatangani formulir consent,

ahli bedah harus memberikan penjelasan yang jelas dan sederhana tentang

apa yang akan diperlukan dalam pembedahan. Ahli bedah juga harus

menginformasikan pasien tentang alternatif-alternatif yang ada,

kemungkinan risiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, menimbulkan

kecacatan, ketidakmampuan, dan pengangkatan bagian tubuh, juga tentang

apa yang diperkirakan terjadi pada periode pascaoperatif awal dan lanjut

( Brunner & Suddarth, 1996 )

2. Jenis Informed Consent

Menurut FKUI (2007) Persetujuan Tindakan Medis (Informed

Consent) dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

a. Implied Consent, yaitu persetujuan yang dianggap telah diberikan

walaupun tanpa pernyataan resmi, yaitu pada keadaan biasa dan pada

keadaan darurat atau emergency. Pada keadaan gawat darurat yang

mengancam jiwa pasien, tindakan menyelamatkan kehidupan (life saving)

tidak memerlukan Informed Consent.

b. Expresed Consent, yaitu persetujuan tindakan medis yang diberikan secara

eksplisit, baik secara lisan (oral) maupun tertulis (written).

Menurut Sanjoyo (2007) pasien memiliki hak untuk memperoleh atau

menolak pengobatan dan terdapat beberapa jenis persetujuan antara lain :

Page 28: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

12

a. Ijin langsung (express consent): pasien atau wali segera menyetujui usulan

pengobatan yang ditawarkan dokter atau pihak RS (bisa lisan atau tertulis)

b. Ijin secara tidak langsung (implied consent): tindakan pengobatan

dilakukan dalam keadaan darurat yang dilakukan untuk menyelamatkan

jiwa pasien

c. Persetujuan khusus : pasien wajib mencantumkan pernyataan bahwa

kepadanya telah diberikan penjelasan suatu informasi terhadap apa yang

akan dilakukan oleh tim medis terhadap pasien. Pada informed consent,

pasien sendiri yang harus menandatangani persetujuan kecuali pasien

tersebut tidak mampu atau mempengaruhi fungsi seksual atau reproduksi

(suami/istri).

3. Informed Consent diperlukan pada saat :

Dengan mengacu kepada anjuran General Medical Council (GMC) di

Inggris, KKI (2006) memberikan petunjuk bahwa persetujuan tertulis atau

informed consent diperlukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

a. Bila tindakan terapeutik bersifat kompleks atau menyangkut risiko atau

efek samping yang bermakna

b. Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi

c. Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi

kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien

d. Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian

Rujukan di atas menjelaskan bahwa informed consent harus diberikan

pada semua tindakan yang memiliki resiko atau efek samping yang bermakna.

Hal mana juga terhadap tindakan medis yang dapat mengancam status

kepegawaian atau kehidupan pribadi juga sosial. Contoh suatu tindakan medis

yang dapat menimbulkan kecacatan sehingga sesorang harus kehilangan

pekerjaan dan perikehidupan sosial dalam masyarakat. Pemberian informed

Page 29: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

13

consent juga harus diberikan pada suatu tindakan medis yang bukan dengan

tujuan terapi, termasuk didalamnya adalah untuk penelitian atau pendidikan.

Sementara menurut Brunner dan Suddarth dalam buku ajar Medical

Bedah ( 1996 ), Informed Consent tindakan medis diperlukan pada saat;

a. Prosedur tindakan invasif seperti insisi bedah, biopsi, sistoskopi, atau

parasentesis

b. Tindakan yang menggunakan anestesi

c. Prosedur non-bedah yang dilakukan di mana risikonya pada pasien lebih

dari sekedar risiko ringan, seperti arteriogram.

d. Terapi radiasi atau kobalt.

Senada dengan General Medical Council (GMC) di Inggris, maka menurut

Brunner dan Suddarth semua tindakan medis yang beresiko lebih dari resiko

ringan harus diberikan informed consent baik tindakan medis terapetik

maupun diganostik serta tindakan yang menggunakan anestesi.

4. Informasi yang Diberikan pada Pasien atau Keluarga

Menurut UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 45

ayat (3) bahwa penjelasan sekurang-kurangnya mencakup (Jacobalis, 2005):

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;

b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;

c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;

d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;

e. Prognosis (perkiraan hasil) dari tindakan yang dilakukan;

f. Pembiayaan.

Konsil Kedokteran Indonesia (2006) bahwa dalam Pasal 45 UU

Praktik Kedokteran memberikan batasan minimal informasi yang selayaknya

diberikan kepada pasien, yaitu:

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis

b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan

Page 30: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

14

c. Alternatif tindakan lain dan risikonya

d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

Dengan mengacu kepada kepustakaan, KKI memberikan 12 kunci

informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien:

a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak

diobati

b. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding)

termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatan

c. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya,

termasuk pilihan untuk tidak diobati

d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan, rincian dari prosedur

atau pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan subsider seperti

penanganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya mempersiapkan diri,

rincian apa yang akan dialami pasiens selama dan sesudah tindakan,

termasuk efek samping yang biasanya terjadi dan yang serius.

e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang

kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya dan

diskusi tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi dan

perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut.

f. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih

eksperimental

g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan

dimonitor atau dinilai kembali

h. Nama dokter yang bertanggung jawab secara keseluruhan untuk

pengobatan tersebut, serta bila mungkin nama anggota tim lainnya

i. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan,

maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang

akan dilakukan

Page 31: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

15

j. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap

waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh atas

konsekuensi pembatalan yang akan dilakukan

k. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari

dokter lain

l. Bila memungkinkan juga diberitahu tentang perincian biaya.

5. Pemberi Penjelasan

Pemberi informasi yang berkaitan dengan informed consent adalah

dokter yang akan melakukan tindakan medis itu sendiri. Hal tersebut sesuai

dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. 585/MEN.KES/PER/IX/1989,

Pasal 6 (1) Dalam hal tindakan bedah ( operasi ) atau tindakan invasif lainnya

, informasi harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi itu

sendiri, (1) Dalam keadaan tertentu dimana tidak ada dokter sebagaimana

dimaksud ayat (1) informasi harus diberikan oleh dokter lain dengan

pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.

Penjelasan seharusnya diberikan oleh dokter yang akan melakukan

tindakan medis itu sendiri, bukan oleh orang lain, misalnya perawat.

Penjelasan diberikan dengan bahasa dan kata-kata yang dapat dipahami oleh

pasien sesuai dengan tingkat pendidikan dan ‘kematangannya’, serta situasi

emosionalnya. Dokter harus berusaha mengecek apakah penjelasannya

memang dipahami dan diterima pasien. Jika belum, dokter harus mengulangi

lagi uraiannya sampai pasien memahami benar. Dokter tidak boleh berusaha

mempengaruhi atau mengarahkan pasien untuk menerima dan menyetujui

tindakan medis yang sebenarnya diinginkan dokter (Jacobalis, 2005).

Dari uraian diatas menunjukan bahwa informsi yang harus diberikan

kepada pasien adalah sangat penting bagi pasien, sehingga harus diberikan

oleh dokter yang akan melakukan tindakan itu sendiri. Informasi juga harus

diberikan dengan cara sedemikian rupa sehingga pasien dapat mengerti dan

Page 32: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

16

memahami tentang kondisi dirinya. Dalam memberikan informasi seorang

dokter juga harus memperhatikan tingkat pendidikan dan kondisi emosional

pasien. Hal tersebut agar pasien dapat membuat keputusan tentang tindakan

medis yang akan dilakukan terhadap dirinya sebaik-baiknya. Oleh karena itu

pulalah maka seorang dokter juga tidak boleh mempengaruhi atau

mengarakan pasien dengan alasan apapun dengan tujuan agar pasien

menyetujui suatu tindakan medis terhadap dirinya, sesuai dengan keinginan

dokter.

6. Tujuan Penjelasan dalam Informed Consent

Tujuan penjelasan yang lengkap adalah agar pasien menentukan

sendiri keputusannya sesuai dengan pilihan dia sendiri (informed decision).

Karena itu, pasien juga berhak untuk menolak tindakan medis yang

dianjurkan. Pasien juga berhak untuk meminta pendapat dokter lain (second

opinion), dan dokter yang merawatnya – berbeda dengan di masa lalu – tidak

boleh merasa tersinggung, apalagi langsung mengatakan, ”silakan saudara

mau ke dokter mana pun, tapi saya tidak bertanggung jawab lagi” (Jacobalis,

2005).

Dari uraian diatas maka tujuan memberikan penjelasan dalam

informed consent adalah agar pasien dapat mengerti dan memahami tentang

kondisinya sebelum mengambil suatu keputusan bagi dirinya. Hal tersebut

juga memberikan kesempatan pada pasien untuk mempertimbangkan tentang

keputusan yang akan diambil. Pasien juga dapat mempertimbangkan tentang

alternatif lain dan bahkan melakukan second opinimum. Sungguhpun

demikian seorang dokter dituntut tetap memberikan penjelasan secara etis

dengan cara komunikasi yang sebaik-baiknya sehingga pasien dan

keluarganya tidak tersinggung.

Page 33: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

17

7. Kewenangan Memberikan Informed Consent dan Cara Memberikan Informed

Consent

Siapa yang berhak memberikan persetujuan atau menyatakan menolak

tindakan medis. Pada dasarnya, pasien sendiri jika ia dewasa dan sadar

sepenuhnya. Menurut penjelasan Pasal 45 UU No. 29/ 2004 tersebut di atas,

apabila pasien sendiri berada di bawah pengampuan, persetujuan atau

penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat, antara lain

suami/isteri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara

kandung. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien

tidak diperlukan persetujuan. Namun, setelah pasien sadar atau dalam kondisi

yang sudah memungkinkan, segera diberikan penjelasan dan dibuat

persetujuan.

Cara memberikan informed consent dapat diberikan secara tertulis,

secara lisan, atau secara isyarat. Dalam bahasa aslinya, yang terakhir ini

dinamakan implied consent. Misalnya, jika pasien mengangguk atau langsung

membuka baju jika dokter mengatakan, ”Boleh saya memeriksa saudara?”.

Untuk tindakan medis dengan risiko tinggi (misalnya pembedahan atau

tindakan invasif lainnya), persetujuan harus secara tertulis, ditandatangani

oleh pasien sendiri atau orang lain yang berhak dan sebaiknya juga saksi dari

pihak keluarga.

Menurut FKUI (2007) berpedoman pada Permenkes No 585 tahun

1989 mengenai Persetujuan Tindakan Medik, maka yang berhak memberikan

persetujuan atau menandatangani perjanjian adalah pasien yang sudah dewasa

(di atas 21 tahun atau sudah menikah) dan dalam keadaan sehat mental.

Sedapat mungkin Persetujuan Tindakan Medis ditandatangani sendiri oleh

pasien. Namun dalam praktek di lapangan Persetujuan Tindakan Medis lebih

sering ditandatangani oleh keluarga pasien. Hal ini berkaitan dengan kesiapan

mental pasien untuk menjalani tindakan medik maupun untuk

menandatangani Persetujuan Tindakan Medis tersebut. Untuk pasien di bawah

Page 34: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

18

umur 21 tahun dan pasien dengan gangguan jiwa maka yang menandatangani

Persetujuan Tindakan Medis adalah orang tua atau keluarga terdekat atau

walinya. Untuk pasien yang tidak sadar, pingsan atau tidak didampingi oleh

keluarga terdekat dan secara medis dalam keadaan gawat darurat dan perlu

dilakukan tindakan segera atau yang bersifat menyelamatkan kehidupan tidak

diperlukan persetujuan.

Dalam rangka menjaga kemanan dan kesahihan Persetujuan Tindakan

Medis diperlukan saksi dari pihak keluarga maupun dari rumah sakit.

Mengenai jumlahnya tidak ada pedoman khusus, namun biasanya ada 2 orang,

yaitu satu mewakili pasien dan satu mewakili rumah sakit. Tetapi hal ini tidak

mutlak, dapat saja dua-duanya dari pihak keluarga ataupun dari rumah sakit

(FKUI, 2007).

Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006) yang dapat memberikan

persetujuan adalah individu yang kompeten, ditinjau dari usia maka seseornag

dianggap kompeten apabila telah berusia 18 tahun atau lebih atau telah pernah

menikah. Sedangkan anak-anak yang berusia 16 tahun atau lebih tetapi belum

berusia 18 tahun dapat membuat persetujuan tindakan kedokteran tertentu

yang tidak berisiko apabila mareka dapat menunjukkan kompetensinya dalam

membuat keputusan.

Suatu persetujuan tindakan medis atau informed consent dianggap sah

apabila pasien telah diberi penjelasan/informasi, pasien atau yang sah

mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk memberikan

keputusan/persetujuan dan persetujuan harus diberikan secara sukarela.

Kadang-kadang orang menekankan pentingnya penandatanganan formulir

persetujuan tindakan kedokteran. Meskipun formulis tersebut penting dan

sangat menolong dan kadang-kadang diperlukan secara hukum, tetapi

penandatanganan formulis itu sendiri tidak mencukupi, yang lebih penting

adalah mengadakan diskusi yang rinci dengan pasien dan didokumentasikan

di dalam rekam medis (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).

Page 35: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

19

Ketika dokter mendapat persetujuan tindakan kedokteran, maka harus

diartikan bahwa persetujuan tersebut terbatas pada hal-hal yang telah

disetujui. Dokter tidak boleh bertindak melebihi lingkup persetujuan tersebut,

kecuali dalam keadaan gawat darurat, yaitu dalam rangka menyelamatkan

nyawa pasien atau mencegah kecacatan (gangguan kesehatan yang

bermakna). Oleh karena itu sangat pentingnya diupayakan agar persetujuan

juga mencakup apa yang harus dilakukan jika terjadi peristiwa yang tidak

diharapkan dalam pelaksanaan tindakan kedokteran tersebut (Konsil

Kedokteran Indonesia, 2006).

8. Masa Berlaku Informed Consent

Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) (2006) tidak ada satu

ketentuan pun yang mengatur tentang lama keberlakukan suatu persetujuan

tindakan kedokteran. Teori menyatakan bahwa suatu persetujuan akan tetap

sah sampai dicabut kembali oleh pemberi persetujuan atau pasien. Namun

demikian, bila muncul informasi baru , misalnya tentang adanya efek samping

atau alternatif tindakan yang baru, maka pasien harus diberitahu dan

persetujuannya dikonfirmasikan lagi. Apabila terdapat jeda waktu antara saat

pemberian persetujuan hingga dilakukannya tindakan, maka alangkah lebih

baik apabila ditanyakan kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku.

Hal-hal tersebut pasti juga akan membantu pasien terutama bagi mereka yang

sejak awal memang masih ragu-ragu atau masih memiliki pertanyaan.

B. Format Informed Consent

1. Format persetujuan tindakan kedokteran

Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006) format persetujuan

tindakan kedokteran harus mencakup atau berisi antara lain :

a. Dokter pelaksana tindakan

b. Pemberi informasi

Page 36: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

20

c. Penerima informasi/pemberi persetujuan

d. Jenis informasi yang meliputi : Diagnosis (WD & DD), Dasar diagnosis,

Tindakan kedokteran, Indikasi tindakan, Tata cara tindakan, Tujuan

tindakan, Risiko tindakan, komplikasi dari tindakan, prognosis dan

alternatif dan risiko tindakan yang lain

e. Pernyataan dari dokter yang memberikan infomasi, bahwa telah

memberikan informasi secara benar dan jelas dan memberikan

kesempatan untuk bertanya atau berdiskusi yang disertai kolom tanda

tangan.

f. Pernyataan dari yang menerima informasi, bahwa telah menerima

informasi sebagaimana yang diberikan pemberi informasi dan kolom

tanda tangan untuk penerima informasi

g. Identitas pemberi persetujuan yang meliputi: nama, umur, jenis kelamin

dan alamat

h. Pernyataan persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh

dokter terhadap nama, hubungan kekerabatan, umur, jenis kelamin dan

alamat

i. Tempat, tanggal, bulan, tahun dan jam dibuat

j. Tanda dan nama terang yang memberikan pernyataan dan nama serta

tanda tangan dua orang saksi

C. Aspek Hukum Informed Consent Sebagai Rekam Medis

1. Aspek hukum informed Consent

Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis

(dokter, dan pasien) bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang

mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai

“obyek hukum” yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang

sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan

yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja

Page 37: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

21

maupun oleh dua pihak (Irwandy, 2007). Dalam masalah “informed consent”

dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis, disamping terikat oleh

KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak

dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukum perdata, hukum pidana

maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.

Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata,

tolok ukur yang digunakan adalah “kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga

jika terjadi kesalahan kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien,

maka sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini

disebabkan pada hukum perdata secara umum berlaku adagium “barang siapa

merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi”. Sedangkan pada masalah

hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah “kesalahan berat” (culpa

lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan

tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan

sanksi pidana (Irwandy, 2007).

2. Aspek Hukum Perdata Informed Consent

Informed Consent merupakan akta dibawah tangan, hal tersebut sesuai

dengan S. 1867 No. 29 yang berbunyi antara lain ” Sebagai surat-surat dibawa

tangan dipandangnya akta-akta yang ditanda tangani dibawah tangan, surat-

surat regester, catatan-catatan mengenai rumah tangga dan lain-lain tulisa,

yang dibuat tidak dengan memakai perantraan seorang pegawai umum “. Hal

tersebut terkait pula dengan bunyi pasal 1b. “ Surat bawah tangan, berasal dari

bangsa Indonesia atau yang dipersamakan dengan bangsa Indonesia, yang

diakui oleh orang terhadap siapa surat itu digunakannya atau yang dianggap

dakui menurut cara yang sah, menjadi bukti yang cukup seperti suatu akta

otentik terhadap yang menanda tanganinya dan ahli waris mereka serta yang

mendapat haknya. Dari uraian diatas maka Informed Consent memenuhi

syarat untuk disebut sebagai akta dibawah tangan.

Page 38: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

22

Informed Consent merupakan alat bukti yang penting dalam hukum

perdata, karena informed consent merupakan bukti tulisan tentang suatu

peristiwa dalam hal ini informed yang dilakukan oleh dokter kepada

pasiennya dan ditandatangani oleh pasien atau yang berhak. Hal tersebut

sesuai dengan apa yang disebut akta (akta dibawah tangan), bahwa akte

adalah suatu tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu

peristiwa dan ditandatangani ( Subekti, 1993 ). Mencermati apa yang

disampaikan oleh Subekti di atas maka menurut peneliti, suatu tulisan tersebut

ditulis terlebih dahulu dan bermakna tentang suatu peristiwa dan disepakati

oleh pihak yang menandatangani. Oleh karena itu suatu tulisan yang tidak

lengkap sehingga kurang bermakna tentang suatu peristiwa akan tidak

bermakna pula sebagai bukti hukum, karena tidak memenuhi kaidah-kaidah

sebagai akta dibawah tangan. Sementara sesuai dengan bunyi KUHPerdata

Pasal 1867 ” Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan

otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan”, tulisan-tulisan di

bawah tangan tersebut tentu harus sesuai dengan kaidah-kaidah akte di bawah

tangan sesuai yang disampaikan oleh Subekti 1993.

Suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa tindakan

medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan

medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu

memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis

dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan

hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu

” Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut”.

Pelanggaran hukum yang terkait dengan informed Consent dalam tindakan

medis berdasarkan UUPK No. 29 tahun 2004 Pasal 45 (5) Setiap tindakan

kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung resiko tinggi harus diberikan

Page 39: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

23

dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan

persetujuan. Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga

dokter harus menghormatinya. Oleh karena itu tidak memberikan informed

Consent pada suatu tindakan medis yang beresiko tinggi adalah suatu perbuatan

melawan hukum. Hal tersebut sesuai dengan bunyi KUHPerdata Pasal 1233 yaitu

” Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang-

undang, dan Pasal 1234 yang berbunyi ” Tiap-tiap perikatan adalah untuk

memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.

Uraian diatas menunjukan bahwa seorang dokter berkewajiban memberikan

informed consent karena terikat oleh Undang-undang, sehingga apabila tidak

memberikan informed consent maka seorang dokter telah melakukan perbuatan

melanggar hukum.

Aspek Hukum Pidana “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan

adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang

penganiayaan antara lain berbunyi (1) Penganiayaan diancam dengan pidana

penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu

lima ratus rupiah (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, yang bersalah

diancam paling lama penjara selama lima tahun (3) Jika mengakibatkan mati,

diancam penjara paling lama tujuh tahun. Suatu tindakan invasive (misalnya

pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa

tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan

medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah

melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP (Irwandy, 2007).

3. Kelengkapan Formulir Informed Consent sebagai rekam medis

Menurut Sanjoyo (2007) maksud dari aspek hukum adalah mempunyai

nilai hukum dan isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian

hukum atas dasar keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum serta

Page 40: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

24

penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan. Sedangkan Rekam

medis yang bermutu adalah (Sanjoyo, 2007):

a. Akurat, menggambarkan proses dan hasil akhir pelayanan yang diukur

secara benar

b. Lengkap, mencakup seluruh kekhususan pasien dan sistem yang

dibutuhkan dalam analisis hasil ukuran

c. Terpercaya, dapat digunakan dalam berbagai kepentingan

d. Valid atau sah sesuai dengan gambaran proses atau produk hasil akhir

yang diukur

e. Tepat waktu, dikaitkan dengan episode pelayanan yang terjadi

f. Dapat digunakan untuk kajian, analis, dan pengambilan keputusan

g. Seragam, batasan sebutan tentang elemen data yang dibakukan dan

konsisten penggunaaannya di dalam maupun di luar organisasi

h. Dapat dibandingkan dengan standar yang disepakati diterapkan

i. Terjamin kerahasiaannya

j. Mudah diperoleh melalui sistem komunikasi antar yang berwenang.

Menurut Sanjoyo (2007) beberapa kewajiban pokok yang menyangkut

isi informed consent sebagai rekam medis yang berkaitan dengan aspek

hukum adalah:

a. Segala gejala atau peristiwa yang ditemukan harus dicatat secara akurat

dan langsung

b. Setiap tindakan yang dilakukan tetapi tidak ditulis, secara yuridis

dianggap tidak dilakukan

c. Rekam medis harus berisikan fakta dan penilaian klinis

d. Setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien harus dicatat dan dibubuhi

paraf

e. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca (juga oleh orang lain)

f. Kesalahan yang diperbuat oleh tenaga kesehatan lain karena salah baca

dapat berakibat fatal.

Page 41: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

25

g. Tulisan yang tidak bisa dibaca, dapat menjadi bumerang bagi si penulis,

apabila rekam medis ini sampai ke pangadilan.

h. Jangan menulis tulisan yang bersifat menuduh atau mengkritik teman

sejawat atau tenaga kesehatan yang lainnya.

i. Jika salah menulis, coretlah dengan satu garis dan diparaf, sehingga yang

dicoret masih bisa dibaca.

j. Jangan melakukan penghapusan, menutup dengan tip-ex atau mencorat

coret sehingga tidak bisa dibaca ulang.

k. Bila melakukan koreksi di komputer, diberi space untuk perbaikan tanpa

menghapus isi yang salah.

l. Jangan merubah catatan rekam medis dengan cara apapun karena bisa

dikenai pasal penipuan.

4. Informed Consent Sebagai Perjanjian

Berdasarkan KUHPerdata Pasal 1313, merumuskan pengertian

perjanjian sebagai berikut “ Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu

orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih “

Menurut Guwandi ( 2003 ), secara yuridis timbulnya hubungan

hukum antara dokter dan pasien salah satu hal adalah berdasarkan perjanjian

(lus contractu) yang artinya timbulnya hubungan hukum antara dokter dan

pasien berdasarkan perjanjian mulai pada saat pasien datang ketempat praktek

dokter atau ke rumah sakit, dan dimulainya anamnesa dan pemeriksaan oleh

dokter. Dari seorang dokter harus dapat diharapkan, ia akan berusaha sebaik

mungkin, untuk menyembuhkan pasiennya. Namun seorang dokter tidak

dapat menjamin atas hasil dari suatu pengobatan terhadap pasien, karena hal

tersebut sangat tergantung pada banyak factor. Dengan demikian maka

perjanjian antara dokter dan pasien secara yuridis dimasukan dalam golongan

“ perjanjian berusaha sebaik mungkin“ (inspanningsverbintenis)

Page 42: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

26

Menurut Anny Isfandyarie (2006), Informed Consent adalah

hubungan antara dokter dengan pasien yang terjalin dalam transaksi terapeutik

menimbulkan kewajiban masing-masing pihak yaitu pihak pemberi pelayanan

( medical providers ) dan pihak penerima pelayanan ( medical receivers ), dan

harus dihormati oleh para pihak.

Jenis-jenis perjanjian yang ada relavansinya dengan Informed Consent

adalah jenis-jenis perjanjian menurut Djaja S. Meliala ( 2007) antara lain :

1) Perianjian Konsensual dan Riil

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul (lahir) karena

kata sepakat para pihak, sedang dalam perjanjian riil, kata sepakat para

pihak terjadi bersamaan dengan penyerahan (levering) barangnya.

2) Perjanjian Formil

Perjanjian formil adalah perjanjian yang harus dibuat secara

tertulis, jika tidak maka perjanjian ini menjadi batal.

3) Perjanjian Standar/baku (standard contract)

Peranjian standar bentuknya tertulis berupa formulir-formulir yang

isinya telah distandarisasi (dibakukan) terlebih dulu secara sepihak oleh

produsen, serta bersifat masal, tanpa mempertimbangkan perbedaan

kondisi yang dimiliki oleh konsumen.

Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, suatu perjanjian adalah sah, apabila

memenuhi empat syarat sebagai berikut:

1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3) suatu hal tertentu;

4) suatu sebab yang halal.

Page 43: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

27

Dua syarat pertama, disebut syarat subjektif, karena menyangkut

subjeknya atau para pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat

terakhir adalah mengenai objeknya disebut syarat objektif.

Sahnya suatu perjanjian juga berdsarkan Pasal 1321 KUHPerdata yang

berbunyi ” Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena

kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan” Pasal tersebut

menjelaskan bahwa suatu perjanjian dianggap tidak sah bila dibuat dengan

adanya unsur kekhilafan, adanya unsur paksaan atau penipuan.

Sementara berdasarkan Pasal 1335 KUHPerdata ” Suatu perjanjian

tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau

terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Pasal tersebut menjelaskan bahwa suatu

perjanjian tidak memiliki kekuatan bila dibuat dengan adanya unsur suatu

sebab yang palsu atau terlarang

Pasal 1337 KUHPerdata ” Suatu sebab adalah terlarang, apabila

dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik

atau ketertiban umum” Pasal tersebut menjelaskan bahwa suatu perjanjian sah

apabila dibuat karena suatu sebab yang tidak berlawanan dengan undang-

undang, atau kesusilaan baik atau ketertiban umum.

D. Tanggung Jawab Doker dari Aspek Hukum Perdata

Berdasarkan berdasarkan UUPK No. 29 tahun 2004 Pasal 45 (5) Setiap

tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung resiko tinggi harus

diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak

memberikan persetujuan. Berdasakan pasal tersebut maka njelas bahwa seorang

dokter mempunyai tanggung jawab secara hukum untuk memberikan Informed

Consent sebelum melakukan suatu tindakan medis yang beresiko tinggi. Oleh

karena itu pula seorang dokter juga terikat dengan suatu perjanjian dengan pasien

yaitu perjanjian formil. Artinya perjanjian yang harus dibuat secara tertulis jika

tidak maka perjanjian ini menjadi batal. Sehingga tidak memberikan Informed

Page 44: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

28

Consent atau memberikan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah dan cara yang sudah

diatur dalam peraturan perundangan sehingga mengakibatkan tidak sahnya

Informed Consent. Maka dokter dapat di sebut telah melakukan perbuatan

melawan hukum atau dalam bahasa hukum perdata disebut wanprestasi.

Tanggung jawab perdata dokter terhadap keterikatan kerjasama dengan

pasien dapat sebagai suatu hubungan kontraktual sesuai dengan KUHPerdata

Pasal 1313 yaitu ” Suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Oleh karenanya

antara dokter dan pasien memiliki hubungan saling mengikat satu sama lain untuk

masing-masing pihak dapat berbuat atau melakukan sesuatu untuk masing-masing

pihak.

Hal terebut juga sesuai dengan bunyi KUHPerdata Pasal 1233 yaitu ”

Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang-

undang. Artinya bahwa dokter telah terikat oleh sumpah dan janji serta Undang-

undang untuk memberikan Informed Consent. Oleh karenanya sesuai dengan

KUHPerdata Pasal 1234 yang berbunyi ” Tiap-tiap perikatan adalah untuk

memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.

Maka apabila tidak berbuat sesuatu dalam hal ini memberikan Informed Consent

maka dapat dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ingkar

janji atau wanprestasi.

Tanggung jawab perdata dokter karena perbuatan melawan hukum

( onrechtmatig daad ) adalah dapat dituntut berdasarkan KUHPerdata Pasal 1365

” Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut”. Dari rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa

ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, mempunyai unsur antara lain; ada perbuatan

melawan hukum, ada kesalahan, ada kerugian, dan ada hubungan sebab-akibat

antara kerugian dan perbuatan.

Page 45: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

29

E. Hak dan Kewajiban Pasien Selama dalam Proses Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan Undang-undang RI No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek

Kodokteran, Paragraf 7, Hak dan Kewajiban Pasien, Pasal 52, adalah sebagai

berikut : Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktek kedokteran,

mempunyai hak :

1. mendapatkan pejelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);

2. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

3. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

4. menolak tindakan medis dan;

5. mendapat isi rekam medis.

Pasal 53, pasien, dalam menerima pelayanan praktik kedokteran,

mempunyai kewajiban;

1. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;

2. mematuhi nasehat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

3. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan

4. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Menurut Sri Praptianingsih ( 2006 ), hak-hak pasien yang harus dihormati

oleh tenaga kesehatan dalam upaya pelayanan kesehatan, antara lain :

1. hak atas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan;

2. hak atas informasi yang berupa penjelasan berkait dengan penyakitnya,

tindakan medis, dan keperawatan beserta pengobatan yang dapat dilakukan

serta akibat atas tindakan medis dan pengobatan yang dilakukan; informasi

diberikan oleh tenaga kesehatan, khususnya dokter untuk tindakan medis dan

perawat apabila berkait dengan pelayanan/asuhan keperawatan;

3. hak untuk menetukan nasib sendiri, merupakan hak pasien untuk menentukan

pilihan tindakan pengobatan dan atau perawatan yang akan dilakukan

terhadap dirinya/penyakitnya; keputusan untuk memilih ini dilakukan setelah

Page 46: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

30

mendapatkan informasi yang jelas dan lengkap dari dokter/atau perawat

tentang segala sesuatu yang berkait dengan penyakitnya dan upaya yang dapat

ditempuhnya untuk mendapatkan kesembuhan;

4. hak atas second opinium, merupakan hak pasien untuk memperoleh masukan

dari tenaga kesehatan lain, baik dokter, perawat, maupun tenaga kesehatan

yang lainterhadap penyakit dan upaya kesembuhan yang dapat ditempuhnya.

Menurut Indradi (2007) terdapat 3 hak dan kewajiban pasien selama

proses pelayanan kesehatan :

1. Hak atas informasi

Sebelum melakukan tindakan medis tersebut, dokter seharusnya akan

meminta persetujuan dari pasien. Untuk jenis tindakan medis ringan,

persetujuan dari pasien dapat diwujudkan secara lisan atau bahkan hanya

dengan gerakan tubuh yang menunjukkan bahwa pasien setuju, misalnya

mengangguk. Untuk tindakan medis yang lebih besar atau beresiko,

persetujuan ini diwujudkan dengan menandatangani formulir persetujuan

tindakan medis. Dalam proses ini, pasien sebenarnya memiliki beberapa hak

sebelum menyatakan persetujuannya, yaitu : Pasien berhak mendapat

informasi yang cukup mengenai rencana tindakan medis yang akan

dialaminya. Informasi ini akan diberikan oleh dokter yang akan melakukan

tindakan atau petugas medis lain yang diberi wewenang.

Informasi ini meliputi : bentuk tindakan medis, prosedur

pelaksanaannya, tujuan dan keuntungan dari pelaksanaannya, resiko dan efek

samping dari pelaksanaannya, resiko / kerugian apabila rencana tindakan

medis itu tidak dilakukan dan alternatif lain sebagai pengganti rencana

tindakan medis itu, termasuk keuntungan dan kerugian dari masing-masing

alternatif tersebut.

Pasien berhak bertanya tentang hal-hal seputar rencana tindakan medis

yang akan diterimanya tersebut apabila informasi yang diberikan dirasakan

masih belum jelas, pasien berhak meminta pendapat atau penjelasan dari

Page 47: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

31

dokter lain untuk memperjelas atau membandingkan informasi tentang

rencana tindakan medis yang akan dialaminya, Pasien berhak menolak

rencana tindakan medis tersebut. Semua informasi diatas sudah harus diterima

pasien sebelum rencana tindakan medis dilaksanakan. Pemberian informasi

ini selayaknya bersifat obyektif, tidak memihak, dan tanpa tekanan. Setelah

menerima semua informasi tersebut, pasien seharusnya diberi waktu untuk

berfikir dan mempertimbangkan keputusannya.

Tidak semua pasien boleh memberikan pernyataan, baik setuju

maupun tidak setuju. Syarat seorang pasien yang boleh memberikan

pernyataan, yaitu (Indradi, 2007) :

a. Pasien tersebut sudah dewasa. Masih terdapat perbedaan pendapat pakar

tentang batas usia dewasa, namun secara umum bisa digunakan batas 21

tahun. Pasien yang masih dibawah batas umur ini tapi sudah menikah

termasuk kriteria pasien sudah dewasa.

b. Pasien dalam keadaan sadar. Hal ini mengandung pengertian bahwa

pasien tidak sedang pingsan, koma, atau terganggu kesadarannya karena

pengaruh obat, tekanan kejiwaan, atau hal lain. Berarti, pasien harus bisa

diajak berkomunikasi secara wajar dan lancar.

c. Pasien dalam keadaan sehat akal.

Jadi yang paling berhak untuk menentukan dan memberikan

pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medis adalah pasien itu

sendiri, apabila dia memenuhi 3 kriteria diatas, bukan orang tuanya,

anaknya, suami/istrinya, atau orang lainnya. Namun apabila pasien

tersebut tidak memenuhi 3 kriteria tersebut diatas maka dia tidak berhak

untuk menentukan dan menyatakan persetujuannya terhadap rencana

tindakan medis yang akan dilakukan kepada dirinya. Dalam hal seperti ini,

maka hak pasien akan diwakili oleh wali keluarga atau wali hukumnya.

Misalnya pasien masih anak-anak, maka yang berhak memberikan

persetujuan adalah orang tuanya, atau paman/bibinya, atau urutan wali

Page 48: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

32

lainnya yang sah. Bila pasien sudah menikah, tapi dalam keadaan tidak

sadar atau kehilangan akal sehat, maka suami/istrinya merupakan yang

paling berhak untuk menyatakan persetujuan bila memang dia setuju.

F. Alat Bukti Perdata

Menurut Hapsoro Hadiwidjojo alat bukti/pembuktian adalah bahan atau

alat yang dipakai dalam suatu proses pemeriksaan perkara untuk membuktikan

kebenaran sesuatu.

Alat – alat bukti yang disebut dalam KUHPerdata Pasal 1866, Pasal 164 HIR

Pasal 284 RBg maka yang disebut bukti yaitu : bukti surat, bukti saksi, sangka,

pengakuan, sumpah.

Adapun yang dimasud alat bukti antara lain : 1. Alat Bukti Tulisan

Menurut Hugens Holtz, tulisan adalah semua benda yang mengandung

memuat tanda-tanda bacaan yang dapat dibaca. Menurut Pilto tulisan adalah

tanda bacaan yang dapat dimengerti isinya yang mengungkapkan pikiran ,

atas apa dituliskan bukan menjadi soal apa diatas kertas, karton, sutera, kayu.

Sedangkan akta sendiri dibagi menjadi dua:

1) Akta Otentik

Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang

untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah

ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang

berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di

dalamnya oleh yang berkepentingan. Akta otentik terutama memuat

keterangan seorang pejabat, yang menerangkan apa yang dilakukannya,

dan dilihat di hadapannya.

Menurut Pasal 1868 KUHPerdata suatu akta otentik ialah suatu akta

yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh

Page 49: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

33

atau di hadapan pegawai – pegawai umum yang berkuasa untuk itu

ditempat di mana akta dibuat.

Kekuatan Pembuktian akta otentik

Menurut Pasal 1870 KUHPerdata maka akta otentik bagi para

pihak dan ahli warisnya, serta mereka yang memperoleh hak, merupakan

bukti sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya dan bahkan

tentang yang terdapat dalam akta dituturkan itu ada hubungannya

langsung dengan pokok akta. Kalau yang dituturkan dalam akta itu tidak

ada hubungannya langsung dengan pokok akta, menurut Pasal 1871

KUHPerdata hal itu hanya sebagai permulaan bukti tertulis.

(1) Kekuatan pembuktian lahir akta otentik

Berlaku asas acta publica probantsese ipsa, yang bahwa suatu akta

yang lahirnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi syarat-

syarat yang telah ditentukan, maka akta itu berlaku atau dapat

dianggap sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya. Berarti

bahwa tanda tangan pejabat dianggap sebagai aslinya, sampai ada

pembuktian sebaliknya.

Kekuatan pembuktian lahir ini berlaku bagi

kepentingan atau keuntungan terhadap setiap orang dan tidak

terbatas para pihak saja. Sebagai alat bukti maka akta otentik, baik

akta pejabat maupun akta para pihak ini keistimewaannya terletak

pada kekuatan pembuktian lahir.

(2) Kekuatan pernbuktian formil akta otentik

Dalam arti formil akta otentik membuktikan kebenaran dari apa yang

dilihat, didengar atau dilakukan pejabat ini adalah pembuktian tentang

kebenaran dari keterangan pejabat sepanjang mengenai apa

dilakukannya dan dilihatnya. Dalam hal ini yang telah pasti ialah

Page 50: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

34

tentang tanggal tempat akta dibuat serta keaslian tanda tangan. Pada

pejabat tidak terdapat pernyataan atau keterangan dari para pihak :

pejabatlah yang menerangkan. Maka bahwa pejabat menerangkan

demikian itu sudah pasti bagi siapapun. Dalam hal akta para pihak

bagi siapapun telah pasti bahwa pihak-pihak dan pejabat menyatakan

seperti tercantum di atas tanda tangan.

(3) Kekuatan pembuktian materiil akta otentik

Akta pejabat tidak lain hanya untuk membuktikan kebenaran apa yang

dilihat dan dilakukan oleh pejabat. Akta pejabat yang mempunyai

kekuatan pembuktian materid ialah akta yang dikeluarkan oleh Kantor

catatan Sipil.

Kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan

hakim. Lain halnya dengan akta yang dibuat oleh para pihak mereka

meperoleh haknya dari bukti yang sempurna. Semua akta para pihak

mempunyai kekuatan pembuktian materiil. Bagi kepentingan pihak

kekuatan pembuktian materiil diserahkan kepada pertimbangan hakim.

2) Akta di bawah tangan Adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak

tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara

pihak yang berkepentingan. Menurut Pasal 1867 yaitu ”Pembuktian

dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan di bawah tangan”.

Kekuatan Pembuktian akta di bawah tangan

Orang terhadap siapa akta di bawah tangan itu digunakan

diwajibkan membenarkan atau memungkiri tanda tangannya,

sedangkan ahli warisnya cukup hanya mengenalkan bahwa ia tidak

kenal akan tanda tangan tersebut.

Page 51: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

35

(1) Kekuatan pembuktian formil akta di bawah tangan

Kalau tanda tangan akta di bawah tangan telah diakui, maka itu

berarti bahwa keterangan atau pernyataan di atas tanda tangan itu

adalah keterangan atau pernyataan dari si penandatangan.

Kekuatan pembuktian formil dari akta di bawah tangan ini sama

dengan kekuatan pembuktian formil dari akta otentik. Jadi disini

pasti bagi siapapun bagi sipenandatangan menyatakan seperti yang

di atas.

(2) Kekuatan pembuktian materiil akta di bawah tangan

Menurut pasal 1875 KUHPerdata maka akta di bawah tangan yang

diakui menurut undang-undang bagi yang menandatanganinya,

ahli warisnya serta orang yang mendapat hak dari mereka

merupakan bukti yang sempurna seperti akta otentik.

Akta adalah surat yang diberi tanda tangan memuat

peristiwa menjadi dasar dari pihak, hak atau perikatan yang dibuat

sejak ia dengan sengaja untuk pembuktian. Untuk dapat

digolongkan dalam pengertian akta maka surat harus ditanda

tangani. Keharusan ditanda tangani surat untuk dapat disebut akta

dari Pasal 1869 KUHPerdata. Keharusan adanya tanda tangan

tidak lain bertujuan untuk membedakan akta yang satu dari akta

yang lain atau dari akta yang dibuat oleh orang lain. Fungsi tanda

tangan adalah untuk memberi ciri untuk mengindividualisir sebuah

akta.

Surat-surat yang ditanda tangani oleh orang-orang yang

tidak cakap melakukan perbuatan hukum tidak dapat diajukan

sebagai alat bukti. Penanda tanganan ialah membubuhkan nama

dari si penanda tangan, hingga membubuhkan paraf yaitu

singkatan tanda tangan saja dianggap belum cukup. Nama harus

Page 52: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

36

ditulis tangan oleh si pendatangan sendiri atas kehendaknya

sendiri.

Ada kemungkinan dua penanda tanganan yang dibuat

oleh satu orang itu berbeda, disebabkan karena berbeda jarak

waktu pembuatan tanda tangan itu jauh. Hal ini sepenuhnya

diserahkan kepada tanpa mendengar saksi ahli.

Tanda tangan yang dibubuhkan pada akta di bawah

tangan dengan perantaraan kertas karbon hanyalah berlaku sebagai

penandatanganan apabila si penanda tangan menghendaki

demikian.

(3) Kekurangan Alat Bukti Akta Di Bawah Tangan

Apabila tanda tangan di dalam akta dibantah kebenarannya maka

lawan pembantah tersebut yang harus membuktikan ke

benarannya.

Sementara menurut KUH Perdata Persangkakan palsu

Pasal 1872 yang berbunyi ” Jika suatu akta otentik, yang berupa

apa saja, dipersangkakan palsu, maka pelaksanaannya dapat

ditangguhkan menurut ketentuan-ketentuan Reglemen Acara

Perdata”.

Terkait dengan hal tersebut diatas adalah Pasal 1977

KUH Perdata yang berbunyi ” Jika seseorang memungkiri tulisan

atau tanda tangannya, ataupun jika para ahli warisnya atau orang-

orang yang mendapat hak daripadanya menerangkan tidak

mengakuinya, maka harus memerintahkan supaya kebenaran dari

tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa dimuka pengadilan.

Page 53: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

37

2. Alat Bukti Saksi

Kesaksian adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang

bukan merupakan pihak dalam suatu sengketa, di persidangan, di bawah

sumpah, mengenai peristiwa yang menjadi sengketa yang dilihat, didengar

atau dialami sendiri.

Menurut Hari Sasangka (2005), saksi menurut keadaan saksi dapat

dibagi atas :

a. Saksi kebetulan, yaitu saksi yang secara kebetulan melihat atau

mendengar atau mengalami sendiri tentang perbuatan atau peristiwa

hukum yang menjadi perkara.

b. Saksi sengaja, yaitu saksi yang pada waktu pembuatan atau peristiwa

hukum itu dibuat, sengaja telah diminta menyaksikannya.

3. Alat Bukti Persangkaan

Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang

atau hakim ditarik dari suatu peristiwa yang terang nyata kearah peristiwa lain

yang belum terang kenyataannya sesuai yang termaktub dalam Pasal 1915

KUHPerdata.

4. Alat Bukti Pengakuan

Menurut Pitlo (1978 : 150 ), pengakuan adalah keterangan sepihak

dari di salah satu pihak dalam suatu perkara, dimana ia mengakui apa yang

dikemukakan oleh pihak lawan atau sebagian dari apa yang dikemukakan oleh

pihak lawan.

5. Alat Bukti Sumpah

Menurut Pitlo ( 1978 : 172 ), sumpah adalah hal menguatkan suatu

keterangan dengan berseru kepada Tuhan.

Page 54: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

38

G. Dampak Tidak Adanya Informed Consent

Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), jika sesorang dokter tidak

memperoleh persetujuan tindakan kedokteran yang sah, maka dampaknya adalah

bahwa dokter tersebut akan dapat mengalami masalah antara lain :

1. Hukum pidana

Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan dapat

dikategorikan sebagai ”penyerangan” (assault). Hal tersebut dapat menjadi

alasan pasien untuk mengadukan dokter ke peyidik polisi, meskipun kasus

semacam ini sangat jarang terjadi.

Aspek Hukum Pidana “informed consent” mutlak harus dipenuhi

dengan adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

tentang penganiayaan antara lain berbunyi (1) Penganiayaan diancam dengan

pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak

empat ribu lima ratus rupiah (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka berat,

yang bersalah diancam paling lama penjara selama lima tahun (3) Jika

mengakibatkan mati, diancam penjara paling lama tujuh tahun. Suatu tindakan

invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan

pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka

pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana

penganiayaan.

2. Hukum perdata

Untuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap dokter,

maka pasien harus dapat menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan

sebelumnya mengenai hasil akhir tertentu dari tindakan dimaksud padahal

apabila dia telah diperingatkan sebelumnya maka dia tentu tidak akan mau

menjalaninya, atau menunjukkan bahwa dokter telah melakukan tindakan

tanpa persetujuan (perbuatan melanggar hukum).

Page 55: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

39

Hal tersebut sesuai KUHPerdata Pasal 1234 yang berbunyi ” Tiap-tiap

perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk

tidak berbuat sesuatu. Maka apabila tidak berbuat sesuatu dalam hal ini

memberikan Informed Consent maka dapat dikatakan telah melakukan

perbuatan melawan hukum karena ingkar janji atau wanprestasi.

Tanggung jawab perdata dokter karena perbuatan melawan hukum

( onrechtmatig daad ) adalah dapat dituntut berdasarkan KUHPerdata Pasal

1365 ” Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada

seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian

itu, mengganti kerugian tersebut”.

3. Pendisiplinan oleh MKDKI

Bila MKDKI menerima pengaduan tentang seorang dokter atau dokter gigi

yang melakukan hal tersebut, maka MKDKI akan menyidangkan dan dapat

memberikan sanksi disiplin kedokteran, yang dapat berupa teguran hingga

rekomendasi pencabutan Surat Tanda Resgistrasi.

Menurut Soeraryo Darsono ( 2006 ) penerapan hukum kedokteran

berdasarkan Pasal 1239 KUHPerdata menyatakan bahwa dokter dapat dituntut

secara perdata apabila; melakukan wanprestasi atau ingkar janji, wanprestasi

tersebut juga termasuk tidak memberikan informed consent dalam suatu

tindakan medis.

Sedangkan menurut Brunner dan Suddarth ( 1996 ) informed consent

adalah untuk melindungi pasien terhadap pembedahan yang lalai dan

melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum.

Sementara ditinjau dari KUHPidana Pasal 354, ayat (1) Barangsiapa

sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan berat dengan

pidana penjara paling lama delapan tahun (2) Jika perbuatan itu

mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara

paling lama sepuluh tahun.

Page 56: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

40

Terkait juga dengan dampak ketidak adanya informed consent adalah

KUHPidana Pasal 359 adalah ” Barang siapa karena kesalahannya

( kealpaannya menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara

lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Sementara ketidak lengkapan informed consent juga dapat dikaitkan

dengan pemalsuan surat sesuai dengan bunyi KUHPidana Pasal 263 ayat (1)

Barang siapa membuat surat paslu atau memalsukan surat yang dapat

menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang

diperuntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal yang diperuntukan dengan

maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut

seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut

dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana paling

lama enam tahun.

Page 57: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

41

H. Konstruksi teori

Informed Consent: I. Identitas Rekam Medis

II. Identitas yang membuat menandatangani persetujuan III. Identitas dokter pemberi informasi dan isi informasi meliputi

1. Diagnosis & tata cara tindakan medis 2. Tujuan tindakan medis yang dilakukan 3. Alternatif tindakan lain & resikonya 4. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi 5. Prognosis terhadap tindakan

IV. Identitas pasien yang akan dioperasi V. Tanda tangan dokter pemberi informasi

VI. Tanda tangan yang membuat pernyatakan VII. Tanda tangan saksi

Aspek Hukum Keperdataan

Kelengkapan pengisian format informed consent

Gambar 1. Konstruksi Teori (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006; Jacobalis, 2005.; Sanjoyo, 2007)

Page 58: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan Yuridis

Normatif. Hal ini karena data yang dipergunakan adalah data sekunder (studi

kepustakaan dokumen informed consent) dengan mengingat bahwa permasalahan

berkisar tentang kelengkapan format informed consent dan kelengkapan pengisian

informed concent.

B. Spesifikasi Penelitian

Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik maka penulis menggunakan

spesifikasi penelitian ini secara deskriptif analisis artinya menggambarkan ruang

lingkup yang luas sekaligus memberikan batasan-batasan yang tegas yang

didiskripsikan dalam penelitian ini : Analisis kelengkapan informed consent pada

pasien operasi di RSUP. Dr. Kariadi Semarang ditinjau dari aspek hukum perdata.

C. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah dokumen informed concent

pasien operasi. Data diambil pada saat pasien dilakukan timbang terima pasien antara

perawat ruangan sebagai pengantar dengan perawat kamar bedah sebagai penerima.

Karena jumlah dokumen informed consent yang ada di rekam medis Rumah Sakit Dr.

Kariadi Semarang sampai bulan Januari Desember 2007 terdapat 200 dokumen, maka

jumlah dari populasi di bawah 10.000, oleh karena itu penentuan besar sampel

dihitung menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2003).

)(1 2dNNn

+=

Gambar 3. Rumus Perhitungan Sampel

Dimana : N : Besar Populasi n : Besar sampel d : Penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan sebesar 20% atau 0,02.

42

Page 59: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

43

Jika jumlah pasien yang memenuhi kriteria inklusi 200 pasien, maka :

)02,0(2001200

+=n

41+200

=

= 40

akan

gunakan kriteria inklusi.

nstalasi Bedah Sentral, dengan usia lebih dari 21 tahun atau sudah

. Pasien dalam kondisi sadar dan tidak dalam kondisi kesakitan.

D. mengambil lokasi di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Dr.

Kariadi Semarang.

Setelah jumlah dokumen informed consent yang akan dijadikan sampel

penelitian ditentukan, maka selanjutnya pengambilan sampel dokumen

dilakukan dengan teknik simple random sampling meng

Kriteria inklusi informed consent tersebut antara lain :

1. Pasien operasi elektif atau operasi yang direncanakan

2. Pasien sedang di timbang terimakan antara perawat ruang inap dan perawat kamar

bedah di I

menikah.

3

Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan

Page 60: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

44

E. Desain Penelitian

Keleng tinjau

dari aspek hukum perdata kapan informed consent di

Objek penelitian: Dokumen informed consent

Per

Kelengkapan informed consent ditinjau dari aspek hukum keperdataan umusan masalah :

Metode

Lokasi : Pengumpulan data: Data sekunder : 1. Dokumen informed consent 2. Peraturan-peraturan tentang

Kamar Bedah RS Dr. Kariadi Semarang

informed consent

Pengolahan dan Analisa data

K leng ormed kapan infe Aspek hukum keperdataan ngkapan infoconsent ketidakle rmed consent

Kesimpulan dan saran

Page 61: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

45

F. Metod

unan tesis ini penulis

pulkan data, yaitu :

1. Studi K

aik dalam bentuk ketetapan formal maupun

yang

hukum primer antara lain :

adalah literatur, jurnal, hasil

an pendaftaran rawat inap, dokumen pernyataan

persetujuan tindakan medis.

e Pengumpulan data

Dalam usaha pengumpulan data untuk keperluan penyus

menggunakan beberapa cara untuk mengum

epustakaan/Libarary Research

Data yang digunakan untuk keperluan penyusunan tesis ini menggunakan

data sekunder yaitu penelitian dari kepustakaan. Metode pengumpulan data

dengan studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis berupa pendapat-

pendapat atau tulisan-tulisan para ahli atau pihak-pihak lain yang berwenang dan

juga untuk memperoleh informasi b

data melalui naskah resmi yang ada.

Data sekunder di bidang hukum dapat dibedakan menjadi :

a. Bahan-bahan hokum primer yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan

ilmiah yang baru atau mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta

diketahui maupun gagasan atau idea. Bahan

1). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2). UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

3). Undang-Undang Praktek Kedokteran No 29 Tahun 2004

4). Peraturan Menteri kesehatan No 585/MEN.KES/PER/IX/1989

5). Dokumen-dokumen informed consent Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang

b. Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan yang erat hubungannya dengan

bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan

hukum primer. Bahan-bahan hukum sekunder

penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan-bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi

tentang bahan primer dan bahan sekunder, bahan-bahan hukum tertier antara

lain berupa brosur, lampiran-lampiran, dokumen pernyataan-pernyataan

pemberian keterangan tertulis, dokumen pernyataan tindakan medik umum,

dokumen pernyataan persetuju

Page 62: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

46

2.

akukan dengan menggunakan lembar observasi

ang telah disusun sebelumnya.

G. Metod

pan format informed consent dan

keleng

menganalisa data yang satu dengan data yang lainnya

disusun

asalahan

dan dapat dipakai sebagai cara untuk menarik kesimpulan dalam tesis ini.

Observasi

Observasi dilakukan pada dokumen informed consent. Fokus observasi diarahkan

pada kelengkapan format informed consent dan kelengkapan pengisian format

informed consent. Observasi dil

y

e Analisa data

Hasil penelitian yang terkumpul dianalisia secara kualitatif yaitu dengan

menganalisa data yang ada untuk dikaitkan dengan teori-teori, konsep-konsep,

doktrin-doktrin dari para ahli serta didasarkan pada peraturan perundang-undangan.

Dimana dengan metode ini diharapkan akan memperoleh jawaban teori dan konsep

mengenai pokok permasalahan yaitu kelengka

kapan pengisian format informed consent.

Setelah data terkumpul dan tersusun secara sistematis, selanjutnya diolah dan

dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Metode analisis kualitatif disebut analisis

normatif karena penelitian ini bertitik tolak pada peraturan perundang-undangan yang

ada sebagai norma hukum positif, juga berdasarkan pada doktrin yang terkait dan

teori-teori untuk dapat menghasilkan data dan informasi agar mencapai kejelasan

masalah, maksudnya dalam

secara sistematis.

Hasil data diperoleh dari instansi yang terkait baik secara tertulis maupun

secara lisan ini diharapkan dapat memberi penjelasan mengenai pokok perm

Page 63: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum RSUP. Dr. Kariadi Semarang

RSUP. Dr. Karadi Semarang merupakan rumah sakit rujukan yang berdasarkan

Peraturan Pemerintah RI Nomor : 23 Tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Berdasarkan PP-BLU Pasal 37 ayat (2)

bahwa status Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perusahaan jawatan (Perjan)

beralih menjadi instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU.

Sebagai rumah sakit terbesar di Jawa Tengah RSUP. Dr. Kariadi Semarang

menjadi rumah sakit pusat rujukan. RSUP. Dr. Kariadi Semarang memberikan pelayanan

operasi dari operasi kecil sampai operasi jantung terbuka. Prestasi yang telah dicapai

meliputi operasi kembar siam beberapa kali, operasi cakok hepar pertama di Indonesia,

operasi jantung satu-satunya di rumah sakit di luar Jakarta. Data yang didapatkan di

Kamar Bedah SRUP. Dr. Kariadi Semarang jumlah operasi pada tahun 2007 mencapai

7000 operasi meliputi operasi kecil, sedang, besar, canggih dan khusus.

Dari jumlah tersebut 54% pasien kelas III dengan menggunakan ASKESKIN dan

46% pasien kelas II, kelas I, kelas VIP. Data 46% pasien kelas menunjukan bahwa

hampir 50% pasien operasi di RSUP. Dr. Kariadi Semarang adalah pasien dari kalangan

menengah keatas yang dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang relative tinggi. Oleh

karena itu rumah sakit harus dapat memberikan tigkat akontabilitas pelayanan yang tinggi

pula. Karena hampir 50% dari pasien kelas relative lebih kritis dan tahu tentang hokum

dan hak-haknya.

B. Gambaran Pelayanan Operasi

Pelayanan tindakan medis operasi dilakukan secara tim meliputi dokter operator,

anestesi dan keperawatan. Pengelolaan pasien meliputi pre operatif yaitu dimulai sejak

pasien dinyatakan oleh dokter bahwa pasien harus operasi, sampai dengan pasien masuk

kamar operasi. Pada fase ini pasien dipersiapkan mulai pemeriksaan diganostik,

pemeriksaan penunjang meliputi laboratorium, radiologi, EKG dan USG sesuai

kebutuhan. Pada fase inilah pasien juga harus dipersiapkan secara psikologi termasuk

47  

Page 64: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

48  

didalamnya adalah pemberian informed consent. Sehingga seharusnya informed consent

sudah siap dan lengkap pada saat pasien dikirim ke kamar operasi.

Fase berikutnya adalah fase intra operasi, dimana fase ini mulai dari saat pasien

masuk kamar operasi, saat pasien dioperasi sampai dengan pasien keluar dari kamar

operasi. Sementara fase paska operasi adalah mulai saat pasien keluar dari kamar operasi

sampai dengan pasien pulang bahkan mungkin sampai dengan perawatan dirumah.

C. Pemberian Informed Consent Tindakan Medis Operasi

Pemberian Informed Consent pasien untuk tindakan medis operasi diberikan pada

fase pra operasi dimana mulai saat pasien diputuskan oleh dokter bahwa pasien harus

operasi. Pada saat itulah seharusnya dokter memberikan Informed Consent agar pasien

dapat mengambil keputusan tentang dirinya sesuai dengan kondisinya setelah

mendapatkan informasi dari dokter yang akan melakukan operasi.

Informed Consent pada pasien operasi di RSUP. Dr. Kariadi mengacu pada

Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/Men.Kes./Per/IX/1989 tentang Persetujuan

Tindakan Medis. Hal mana didalamnya sudah termasuk format baku informed consent.

Dalam pelaksanaannya RSUP. Dr. Kariadi Semarang berdasarkan Surat Keputusan

Direktur Utama RSUP. Dr. Kariadi No. Kp.08.02-1270 tanggal 20 Desember 2004,

tentang Prosedur Tetap Persetujuan Tindakan Medik ( informed consent ).

Dari format baku tidak ada perbedaan dari kedua dasar hukum yang digunakan

oleh RSUP. Dr. Kariadi , hanya pada isi ada perbedaan yang berarti yaitu yang termaktup

pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/Men.Kes./Per/IX/1989 Pasal 5 ayat (1)

Dalam hal tindakan bedah ( operasi ) atau tindakan infasif lainnya, informasi harus

diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri. (2) Dalam keadaan

tertentu dimana tidak ada dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) informasi harus

diberikan oleh dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung

jawab. (3) Dalam hal tindakan yang bukan bedah ( operasi ) dan tindakan yang bukan

invasif lainnya, informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat.

Sementara hal tersebut berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama RSUP. Dr.

Kariadi No. Kp.08.02-1270 tanggal 20 Desember 2004, berbunyi seperti dalam

kebijakan No. 5 yaitu “Tenaga kesehatan yang mempunyai kewajiban memberikan

Page 65: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

49  

penjelasan adalah dokter yang hendak melakukan tindakan medik, tetapi kewajiban

tersebut dapat didelegasikan kepada dokter lain, perawat, atau bidan dengan catatan, jika

terjadi kesalahan dalam memberikan penjelasan maka yang bertanggung jawab adalah

dokter yang melakukan tindakan medik”. Hal mana tidak dibedakan antara tindakan yang

invasif maupun tindakan bukan invasif yang artinya perawat dan bidan boleh

memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diinformasikan kepada pasien baik

tindakan invasif maupun bukan invasif.

Surat Keputusan Direktur Utama RSUP. Dr. Kariadi No. Kp.08.02-1270 tanggal

20 Desember 2004, tentang Prosedur Tetap Persetujuan Tindakan Medik ( informed

consent ) sebagai Standar Operasional Prosedur tidak sesuai dengan surat edaran Dir. Jen.

Pelayanan Medis Dep. Kes. RI. No. YM.00.03.2.2.1730, 5 Nopember 2001 perihal

Akreditasi Rumah Sakit. Hal mana secara definisi standar operasional prosedur adalah

suatu perangkat atau instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan

suatu proses kerja rutin tertentu. Standar operasional prosedur memberikan langkah-

langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsesus bersama untuk melaksanakan

berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan. Sementara Surat Keputusan Direktur Utama

RSUP. Dr. Kariadi No. Kp.08.02-1270 tanggal 20 Desember 2004, tentang Prosedur

Tetap Persetujuan Tindakan Medik ( informed consent ) berisi tentang paraturan-

peraturan tentang informed consent dan memuat sangat banyak isi. Hal tersebut kurang

memberikan arah dan petunjuk langkah-langkah dalam memberikan informed consent

baik dalam pengisian dokumen maupun prosesnya sendiri.

Format baku informed consent yang dipergunakan oleh RSUP. Dr. Kariadi adalah

sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/Men.Kes./Per/IX/1989 tentang

Persetujuan Tindakan Medis. Format baku informed consent sebagai bagian dari rekam

medis maka secara anatomi menurut peneliti dapat dibagi menjadi beberapa bagian dari

format baku tersebut antara lain; bagian I adalah bagian kepala dari format baku tersebut

yang berisi antara lain bangsal asal pasien, kelas, nomor rekam medis, nama pasien dan

umur pasien; bagian II bagian yang berisi identitas orang yang membuat pernyataan

meliputi antara lain nama yang membuat persetujuan, umur, jenis kelamin, alamat dan

nomor bukti diri ( KTP/SIM ), bagian III berisi antara lain nama dokter yang memberi

penjelasan ( informasi ), diagnose, dan aspek yang harus diinformasikan kepasien

Page 66: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

50  

meliputi purpose of medical prosedur, contampletedal prosedur medic, risk inherent in

such medical prosedur, alternative medical prosedur and risk, prognosis with and

without medical prosedur; bagian IV berisi persetujuan yang berisi operasi yang akan

dilakukan,hubungan keluarga antara pembuat pernyataan dengan pasien yang akan

dioperasi meliputi pasien sendiri/isteri/suami/anak/ayah kandung, nama pasien, umur dan

jenis kelamin, alamat, bukti diri ( KTP/SIM ), ruang dimana pasien dirawat, nomor rekam

medis; bagian ke V adalah bagian penandatanganan antara lain berisi; tanggal dan nama

kota tempat penandatanganan dilakukan, tanda tangan dokter dan nama terang, tanda

tangan dan nama terang yang membuat persetujuan, tanda tangan nama terang saksi satu

dan saksi kedua, masing-masing saksi dari keluarga pasien dan perawat sebagai saksi dari

pihak rumah sakit. Dari semua item yang harus diisi dalam format baku informed consent

tersebut sejumlah 31 ( tiga puluh satu ) item, seperti dalam tabel I rekapitulasi dibawah

ini.

Page 67: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

51  

D. HASIL OBSERVASI KELENGKAPAN INFORMED CONSENT DAN PEMBAHASAN

1. Tabel I ( 1 dalam setiap kolom berarti diisi 0 berarti tidak dalam kolom tidak diisi )

REKAPITULASI HASIL OBSERVASI KELENGKAPAN INFORMED CONSENT I  II  III  IV  V 

IDENTITAS RM  YG MENYTAKAN   DOKTER   IDENTITAS PASIEN  PENANDATANGANAN 

No 

Nam

a Pasien

 

 Um

ur ( TH

 ) 

Bangsal  

Kelas 

No. RM 

Nam

a Pasien

 

Umur 

Nam

a yg m

enyatakan 

Umur 

Jenis Kelamin 

Alamat 

No. KTP/SIM

 

Dr. yg men

jelaskan

 

Diganosa  

Jenis op

erasi 

Hub

' klg dg pasin  

Nam

a pasien

 

Umur pasein 

Jenis Kelamin 

Alamat pasien 

No. KTP/SIM

 pasien 

Bangsal 

Kelas 

No. RM  

Tgl di tanda

 tangani 

TT yg men

yatakan 

Nm te

rang

 pernytaan

 

TT dokter 

Nm te

rang

 dokter 

TT saksi I 

Nm te

rang

 saksi I 

TT saksi II 

Nm Terang saksi II 

Kolom yg terisi 

         1  2  3  4  5  6  7  8  9  10  11  12  13  14  15  16  17  18  19  20  21  22  23  24  25  26  27  28  29  30  31    1  Sukarti   78  1  1  1  1  1  1  1  0  1  0  0  1  1  1  1  1  1  1  0  1  0  1  1  1  1  0  0  1  1  0  0  22 2  Suhartini  49  0  0  0  0  0  1  1  1  0  0  1  1  1  1  1  1  1  1  0  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  23 3  Rahayu   34  1  1  1  1  1  1  1  1  1  0  1  0  1  1  1  1  1  1  0  1  1  0  1  1  1  1  1  1  1  1  1  27 4  Rifan R  70  1  1  1  1  1  1  1  0  0  0  0  1  1  1  1  1  1  0  0  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  25 5  Cahyo  48  0  0  0  0  0  1  1  1  1  0  1  1  1  0  1  1  1  1  0  1  1  0  1  1  1  1  1  0  0  1  1  20 6  Ngadiran  55  1  1  1  1  1  1  1  1  1  0  1  1  1  0  1  1  0  0  0  0  0  0  1  1  1  1  1  0  0   0  20   17  M Moen  54  0  0  0  0  0  1  1  0  0  0  0  0  0  0  1  1  0  0  0  0  0  0  0  1  0  1  1  1   1  1  11   18  Riayatul   48  0  0  0  0  0  1  1  1  1  0  1  1  1  0  1  1  1  0  0  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  22 9  Ratnawen  27  0  0  0  0  0  1  1  1  1  0  0  0  0  1  1  1  1  0  0  1  1  0  1  1  1  1  1  1  1   0  17   010  Sadiman  44  0  0  0  0  0  1  1  1  1  0  0  0  1  1  1  1  1  1  0  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1   1  22   111  Suyatmi  57  1  1  1  1  1  1  1  0  1  0  1  0  1  0  1  1  0  1  0  1  1  1  1  1  1  0  0  1  1   1  23   112  Ngasrini  35  1  1  1  1  1  1  1  1  0  0  1  1  1  0  1  1  1  0  0  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  26 13  Slamet B  39  0  0  0  0  0  1  1  0  1  0  1  1  0  1  1  1  0  1  0  1  1  0  0  0  1  0  0  1  1  1  1  16 14  Syahroni  53  1  1  1  1  1  1  1  1  0  0  1  1  1  0  1  1  1  0  0  1  1  1  1  1  1  0  0  1  1  1  1  24 15  Sukanto  37  1  1  1  1  1  1  1  1  0  0  0  0  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  1  1  0  0  0  0   1  13   116  Jari  70  1  1  1  1  1  1  1  1  0  0  1  1  1  1  1  1  0  0  1  0  0  0  1  1  1  1  1  1  1  0  0  22 17  Sulipah  60  1  1  1  1  0  1  1  1  1  0  1  1  1  0  1  1  1  1  0  1  1  1  1  1  1  1  1  0  0   0  23   018  Sapto  69  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  1  1  1  1  1  1   1  1  9   119  Atminah  67  1  1  1  1  1  1  1  1  1  0  1  1  1  1  1  1  1  1  0  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1   0  27   020  Wahyuti  49  0  0  0  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  1  1  0  0   0    0   321  Panganli  49  0  0  0  0  0  1  1  1  1  0  0  0  1  1  1  1  1  1  1  0  1  0  1  1  1  1  0  0  0  1  1  18 22  Atmanto  41  1  1  1  1  1  0  0  0  0  0  1  1  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  1  1  1  1  1  1  0   0  15   123  Mulyadi  50  0  0  0  0  0  1  1  0  0  0  1  1  1  0  1  1  0  0  0  0  0  0  0  1  1  1  1  0  0   0  11   024  Patonah  49  0  0  0  0  0  1  1  1  1  0  0  1  1  0  0  0  0  0  0  0  0  0  1  1  1  1  1  1  1   1  15   125  Rasipah  77  1  0  1  1  1  1  1  1  1  0  1  1  1  1  0  1  1  1  0  1  1  0  1  1  1  1  1  1  1   0  25   126  Susilowa  40  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  1  1  1  0  1  1  1  0  0  1  1  0  1  1  1  1  1  1  1  1  1  17 27  Slamet  44  0  0  0  0  0  1  1  0  1  0  1  1  1  1  1  1  0  1  0  0  1  0  0  1  1  1  1  1  1  1  1  19 28  Kasni  69  1  1  1  0  1  1  1  0  1  0  0  1  0  1  1  1  0  1  0  1  1  1  1  1  1  1  1  1   1  1  24   129  Kamini  65  1  1  1  1  1  1  1  1  0  0  1  1  1  1  1  1  0  0  0  1  1  1  1  1  1  0  0  0  0  1  1  22 30  Suyami  43  1  1  1  1  1  1  1  1  1  0  0  0  0  1  1  1  1  1  1  0  1  1  0  0  0  0  0  1  1  1  1  21 31  Budiono  21  1  1  1  1  1  1  1  1  1  0  1  1  1  1  1  1  1  1  1  0  0  0  0  0  0  1  1  1  1   0  23   132  Samsuri  61  1  1  1  1  1  1  1  0  0  0  1  1  1  0  1  1  0  0  0  0  0  0  1  1  1  1  1  1  1   1  21   133  Darto  29  1  1  1  1  1  1  1  0  1  0  1  1  1  1  1  1  0  0  0  1  1  1  1  1  1  1  1  1   1  0  24   034  Suntari  50  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0  0 35  Fatimah  41  1  1  1  1  1  1  1  1  0  0  1  1  1  1  1  1  1  0  0  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1   1  27   136  Masnun  55  0  0  0  0  0  1  1  1  1  0  0  0  1  0  1  1  1  0  0  1  1  0  0  1  1  0  0  1  1  1  1  16 37  Firman  28  1  0  1  1  1  1  0  0  0  0  1  1  1  0  1  0  0  0  0  0  0  0  1  1  1  1  1  1  1  0  0  16 38  Suwardi  53  1  1  1  1  1  1  1  0  1  0  0  0  0  1  1  0  1  1  0  1  1  0  1  1  1  1  1  1  1   0  21   039  Lalu  56  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  1  0  1  1  1  1  0  1  1  1  1  1  1  1  1  0  0  0  0  25 40  Kusuman  30  1  0  0  0  0  1  1  1  0  0  1  1  1  1  0  0  0  0  0  0  0  0  1  1  1  1  1  1  1  1  1  17          24  21  23  23  22  35  34  23  22  1  25  27  30  20  33  31  21  17  4  23  25  16  30  35  35  31  30  30  28  29  24    

Page 68: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

52  

Berdsarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis Pasal 2 ayat (1) Rekam Medis harus

dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik. Pada ayat tersebut jelas

bahwa Informed Consent merupakan bagian dari Rekam Medis juga harus ditulis secara

lengkap dan jelas.

Ketidak lengkapan informed consent sebagai rekam medis berdasarkan Buku

Pedoman Pelaporan IKP atau Insiden Keselamatan Pasien ( Patient Safety Incident

Report ) di rumah sakit oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit ( KPP-RS ) tahun

2007, adalah termasuk dalam kategori insiden dokumentasi. Hal yang merupakan insiden

dan harus dilaporkan dalam kategori insiden dokumentasi antara lain adalah meliputi bila

terjadi; informed consent tidak dilakukan atau tidak ada, pelanggaran kerahasiaan, catatan

medis tidak diisi atau tidak dicatat ( termasuk instruksi dokter ), catatan medis tidak

terbaca atau salah baca, catatan medis hilang, salah menulis data di catatan medis atau

tertukar, salah menulis hasil tes atau pemeriksaan diagnosis, salah menulis identitas

pasien atau nomor rekam medis, tidak menulis identitas pasien atau nomor rekam medis.

Menurut Sanjoyo (2007) beberapa kewajiban pokok yang menyangkut isi

informed consent sebagai rekam medis yang berkaitan dengan aspek hukum adalah antara

lain setiap tindakan yang dilakukan tetapi tidak ditulis, secara yuridis dianggap tidak dilakukan.

Sementara merubah catatan rekam medis dengan cara apapun karena bisa dikenai pasal

penipuan. Hal tersebut juga menurut peneliti, penandatanganan informed consent dengan

belum lengkap dan dilengakpi setelah ditandatangani juga termasuk didalamnya.

Tabel 2

Bagian I Kelengkapan Bagian Kepala dari Format Informed Consent

NO ITEM YG HARUS

DI ISI YANG TERISI

TDK TERISI TDK TERISI DLM %

1 Bangsal 24 16 40 % 2 Kelas 21 19 47.5 % 3 No. Rekam Medis 23 17 42.5 % 4 Nama Pasien 23 17 42.5 % 5 Umur 22 18 45 %

Sumber : Informed Consent RSUP. Dr. Kariadi ( diolah ) Maret 2008

Page 69: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

53  

Data dalam table II adalah merupakan hasil observasi pada bagian kepala

rekam medis dimana terisi antara lain bangsal asal pasien, kelas, nomor rekam medis,

nama pasien dan umur. Dari 40 sampel maka 40 % bangsal asal pasien tidak terisi,

42.5 % kelas pasien tidak terisi, 42.5 % nomor rekam medis tidak terisi, 42.5 % nama

pasien tidak terisi dan 42.5 % umur tidak terisi.

Data tersebut menunjukan bahwa berdasarkan Buku Pedoman Pelaporan IKP

atau Insiden Keselamatan Pasien ( Patient Safety Incident Report ) Komite

Keselamatan Pasien Rumah Sakit ( KPP-RS ) tahun 2007 maka nomor rekam medis

tidak terisi 42.5 %, nama pasien tidak terisi 45 % adalah termasuk kategori insiden

komponen dokumentasi dan harus dilaporkan kepada Tim Pasien Safety tingkat

rumah sakit.

Kemungkinan kejadian yang tidak diinginkan dapat terjadi antara lain

tertukarnya form ( dokumen ) informed consent dengan pasien lain, hilangnya form

informed consent, atau penyangkalan oleh pasien terhadap form informed consent

nya karena tidak terisinya bagian ini pada saat menandatangani form persetujuan

tersebut. Oleh karenanya dampak hukum yang dapat timbul adalah informed consent

tidak dapat sebagai bukti hukum apabila terjadi sengketa hukum.

Sementara informed consent menurut Pasal 1875 KUHPerdata maka akta di

bawah tangan yang diakui menurut undang-undang bagi yang menandatanganinya,

ahli warisnya serta orang yang mendapat hak dari mereka merupakan bukti yang

sempurna seperti akta otentik. Hilangnya form ( dokument ) informed consent juga

dapat berakibat suatu masalah pidana dimana meurut KUHPidana Pasal 354, ayat (1)

Barangsiapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan berat

dengan pidana penjara paling lama delapan tahun (2) Jika perbuatan itu

mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama

sepuluh tahun.

Page 70: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

54  

Tabel 3

Bagian II Kelengkapan Identitas Yang Membuat Pernyataan

NO ITEM YG HARUS DI ISI

YANG TERISI

TDK TERISI

TDK TERISI DLM %

1 Nama yang membuat pernyataan 35 5 12.5 % 2 Umur 34 6 15 % 3 Jenis Kelamin 23 7 17.5 % 4 Alamat 22 8 2 % 5 No. KTP/SIM 1 39 97.5 %

Sumber : Informed Consent RSUP. Dr. Kariadi ( diolah ) Maret 2008

Dari hasil yang terdapat pada tabel III maka terdapat beberapa item yang

tidak terisi antara lain nama yang membuat pernyataan 12.5 %, umur 15 %, jenis

kelamin 17.5 %, alamat 2 % sementara 97.5 %. Hal mana termasuk kategori insiden

catatan medis tidak diisi yang harus dilaporkan pada tim pasien safety tingkat rumah

sakit. Sementara ditinjau dari kaidah-kaidah informed consent sebagai akte dibawah

tangan maka hal mana adalah, suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat

untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan di tanda tangani. Oleh karena itu

menurut peneliti tulisan yang dibuat dan ditanda tangani harus lengkap dan bermakna

terlebih dahulu setelah itu baru ditanda tangani. Tidak adanya nama pembuat

pernyataan dalam form informed consent maka dapat dianggap bahwa form informed

consent tersebut tidak sah. Ketidak absahan form informed consent akan berdampak

tidak dapat digunakan sebagai alat bukti secara sempurna dalam hukum keperdataan.

Ketidak absahan form informed consent menurut Konsil Kedokteran

Indonesia (2006), adalah jika seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan

kedokteran yang sah, maka dampaknya adalah bahwa dokter tersebut akan dapat

mengalami masalah antara lain; hukum pidana hal mana menyentuh atau melakukan

tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan dapat dikategorikan sebagai

”penyerangan” (assault). Hal tersebut dapat menjadi alasan pasien untuk mengadukan

dokter ke peyidik polisi, meskipun kasus semacam ini sangat jarang terjadi. Hal mana

khusunya hukum perdata untuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap

dokter, maka pasien harus dapat menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan

sebelumnya mengenai hasil akhir tertentu dari tindakan dimaksud-padahal apabila dia

telah diperingatkan sebelumnya maka dia tentu tidak akan mau menjalaninya, atau

Page 71: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

55  

menunjukkan bahwa dokter telah melakukan tindakan tanpa persetujuan (perbuatan

melanggar hukum).

Tabel 4

Bagian III Kelengkapan Pemberi Informasi, Diagnosa dan Jenis Operasi

NO ITEM YANG HARUS DIISI YANG TERISI

TDK TERISI

TDK TERISI DLM %

1 Dokter yang memberikan informasi 25 15 37,5 % 2 Diagnosa 27 13 32,5 % 3 Jenis operasi 30 10 25%

Sumber : Informed Consent RSUP. Dr. Kariadi ( diolah ) Maret 2008

Pada tabel IV merupakan gambaran pada bagian III yang mana isian

format informed consent yang harus disi adalah dokter yang memberikan informasi,

diagnose dan jenis tindakan operasi. Data yang didapatkan adalah antara lain; adalah

dokter yang memberikan informasi 37,5 % tidak terisi, diagnose 32,5 % tidak terisi

dan jenis operasi 25 % tidak terisi. Bagian III adalah merupakan bagian yang sanggat

penting mengingat dalam bagian ini adalah memuat identitas dokter yang

bertanggung jawah tentang apa yang harus diinformasikan pada pasien sehingga tidak

adanya nama dokter yang memberikan informasi maka informasi yang harusnya

diberikan kepada pasien tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Aspek yang penting juga tentang diagnose dan tindakan operasi mengingat

hal tersebut merupakan informasi yang penting yang harus diberikan pada pasien, hal

mana adalah sebagai suatu pertimbangan pasien dalam menentukan sikap dan

membuat keputusan setuju atau tidak untuk dilakukan operasi yang terkait. Hal

tersebut juga sesuai dengan Undang-undang RI No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek

Kodokteran, Paragraf 7, Hak dan Kewajiban Pasien, Pasal 52, adalah sebagai berikut :

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktek kedokteran, mempunyai hak antara

lain mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3). Dampak dari hal tersebut adalah penandatangan

persetujuan oleh yang membuat pernyataan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah atau

aturan informed consent hal mana pembuat pernyataan menandatangani form

informed consent setelah mendapatkan informasi termasuk didalamnya adalah aspek-

Page 72: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

56  

aspek yang terdapat pada bagian III ini, oleh karenanya dapat dianggap tidak sahnya

suatu persetujuan.  

Dengan mengacu kepada kepustakaan, KKI memberikan 12 kunci informasi

yang sebaiknya diberikan kepada pasien antara lain adalah nama dokter yang

bertanggung jawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut, serta bila mungkin

nama anggota tim lainnya. Oleh karena itu tidak mencatumkan nama dokter berarti

menyimpang dari kepustakaan Konsil Kedokteran Indonesia.

Tabel 5

Bagian IV Kelengkapan Identitas Pasien & Hubungan Keluarga

NO ITEM YANG HARUS DIISI YANG TERISI

TIDAK TERISI

TDK TERISI DLM %

1 Hubungan keluarga dg pasien 20 20 50% 2 Nama pasien 33 7 17,5 % 3 Umur pasien 31 9 22,5 % 4 Jenis Kelamin 21 11 27,5 % 5 Alamat pasien 17 13 32,5 % 6 Nomor KTP/SIM 4 36 90 % 7 Bangsal tempat pasien dirawat 23 17 47,5 % 8 Kelas 25 15 37,5 % 9 Nomor rekam medis 16 14 92,5 %

Sumber : Informed Consent RSUP. Dr. Kariadi ( diolah ) Maret 2008

Data yang terdapat pada tabel V yang termasuk aspek penting adalah

antara lain; hubungan keluarga dengan pasien tidak terisi 50 %, nama pasien tidak

terisi 17,5 %, dan nomor rekam medis tidak terisi 92,5 %. Dari data tersebut diatas

maka pada tabel IV dan ketiga aspek diatas merupakan kategori insiden menurut

Buku Pedoman Pelaporan IKP atau Insiden Keselamatan Pasien ( Patient Safety

Incident Report ) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit ( KPP-RS ) tahun 2007.

Hubungan pasien dengan yang memberikan persetujuan merupakan aspek yang

penting karena hal tersebut telah diatur dalam  Pasal 45 UUPK No. 29/ 2004 yang

berbunyi, apabila pasien sendiri berada di bawah pengampuan, persetujuan atau

penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat, antara lain

suami/isteri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung.

Page 73: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

57  

Oleh karena kejelasan hubungan keluarga dengan pasien adalah harus terisi demi

sahnya form informed consent.

Tidak terisinya nama pasien 17,% % dan tidak terisinya nomor rekam

medis 92,5 % dapat menimbulkan kejadian penolakan atau pengingkaran pasien

ketika terjadi sengketa hukum, yang apabila hal tersebut terjadi maka informed

consent tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti hukum dalam keperdataan.

Tabel 6

Bagian V Kelengkapan Tanggal dan Tanda Tangan

NO ITEM YANG HARUS DIISI YANG TERISI

TDK TERISI

TDK TERISI DLM %

1 Tanggal ditanda tangani 30 10 25 % 2 Tanda tangan yg membuat persetujuan 35 5 12,5 % 3 Nama terang yg membuat pernyataan 35 5 12,5 % 4 Tanda tangan dokter 31 9 22,5 % 5 Nama terang dokter 30 10 25 % 6 Tanda tangan saksi satu 30 10 25 % 7 Nama terang saksi satu 28 12 30 % 8 Tanda tangan saksi dua 29 11 27,5 % 9 Nama terang saksi dua 24 16 40 %

Sumber : Informed Consent RSUP. Dr. Kariadi ( diolah ) Maret 2008

Bagian ke V adalah merupakan bagian yang sangat penting mengingat

sahnya suatu persetujuan tergantung dari tanda tangan baik dokter yang menjelaskan,

pasien, maupun saksi – saksi. Sementara data dalam tabel V menunjukan antara lain;

tanda tangan pasien atau yang membuat persetujuan dan nama terang tidak terisi

sebanyak 25 %. Hal ini menunjukan bahwa 25 % informed consent adalah tidak sah

dan tidak dapat dipergunakan sebagai bukti hukum. Hal tersebut sesuai dengan suatu

iformed consent dapat digolongkan dalam pengertian akta apabila ditandatangani oleh

yang membuat persetujuan.

Hal tersebut juga sesuai dengan Pasal 1875 KUHPerdata maka akta di

bawah tangan yang diakui menurut undang-undang bagi yang menandatanganinya,

ahli warisnya serta orang yang mendapat hak dari mereka merupakan bukti yang

sempurna seperti akta otentik. Ketidak sahnya form informed consent juga menurut

Irwandi dapat berakibat pidana sesuai dengan Pasal 351 Kitab Undang-Undang

Page 74: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

58  

Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya

pembedahan, tindakan (radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan

medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat

dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan

pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHPidana (Irwandy, 2007).

Tidak adanya tanda tangan dokter sebanyak 22,5 % dan tidak adanya

nama terang sebanyak 25, 5 %, memberikan makna tidak adanya tanggung jawab

oleh dokter terhadap informasi yang harus diberikan kepada pasien. Mengingat

bahwa tanda tangan dokter dan nama terang tersebut sebagai bentuk tanggung jawab

hukum terhadap apa yang telah dilakukan pada pasien termasuk memberikan

informasi pada pasien yang meliputi antara lain; diagnose, purpose of medical

prosedur, contampletedal prosedur medic, risk inherent in such medical prosedur,

alternative medical prosedur and risk, prognosis with and without medical prosedur.

  Sesuai dengan Pasal 45 UUPK No. 29 tahun 2004, minimal informasi

yang selayaknya diberikan kepada pasien, yaitu; diagnosis dan tata cara tindakan

medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan lain dan risikonya,

risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, prognosis terhadap tindakan yang

dilakukan. Oleh karena itu tanpa informasi diberikan terlebih dahulu sebelum pasien

atau ahli waris menandatangani informed consent adalah tidak sah.

Hal tersebut sesuai dengan Konsil Kedokteran Indonesia (2006) Suatu

persetujuan tindakan medis atau informed consent dianggap sah apabila pasien telah

diberi penjelasan/informasi, pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap

(kompeten) untuk memberikan keputusan/persetujuan dan persetujuan harus

diberikan secara sukarela.

Sementara dalam data di atas juga ditemukan tidak adanya tanda tangan

saksi 25 % dan tidak ada nama terang saksi satu 30 %, sedangkan saksi dua yang

tidak ada tanda tangan sebanyak 27,5 % dan tidak ada nama terang sebanyak 40 %.

Tanda tangan para saksi adalah sangat penting baik saksi dari pihak pasien maupun

saksi dari pihak rumah sakit. Hal tersebut mengingat peran saksi sangat penting

karena apabila masing pihak, baik dokter maupun pasien atau ahli waris pasien terjadi

sengketa hukum dan memerlukan telaah mengenai informed consent yang menyakut

Page 75: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

59  

keabsahannya maka saksi menjadi kunci juga tentang sah atau tidaknya informed

consent.

E. Telaah Hukum Perdata

Informed Consent ditinjau sebagai suatu perjanjian maka sahnya suatu perjanjian

berdsarkan Pasal 1321 KUHPerdata ” Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu

diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan” Pasal

tersebut menjelaskan bahwa suatu perjanjian dianggap tidak sah bila dibuat dengan

adanya unsur kekhilafan, adanya unsur paksaan atau penipuan. Uraian di atas

menjelaskan bahwa pemberian informed consent yang dapat menyesatkan pasien dalam

menentukan persetujuan baik secara verbal maupun tulisan dapat dianggap khilaf dan

mengakibatkan tidak sahnya suatu persetujuan.

Ditinjau dari KUHPerdata Pasal 1867 ” Pembuktian dengan tulisan dilakukan

dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan”, maka

dokumen form informed consent merupakan bukti hukum perdata yang sangat penting.

Oleh karena itu harus dibuat dan diberikan pada psien sesuai kaidah-kaidah pemberian

informed consent karena ketidak sahnya form informed consent tidak dapat digunakan

sebagai bukti hukum. Apabila suatu dokumen informed consent dianggap tidak ada atau

tidak sah maka ada konsekuensi hukum yang harus dipertanggungjawabkan. Hal mana

pemberian informed consent merupakan keawajiban dan tanggung jawab hukum dokter,

maka oleh karenanya bila dokter tidak memberikan atau memberikan tetapi tidak sah

dokter dapat dianggap melakukan pebuatan melawan hukum.

Dokumen Informed Consent merupakan alat bukti yang penting dalam hukum

perdata, karena form informed consent merupakan bukti tulisan tentang suatu peristiwa

yaitu peristiwa dimana seorang dokter memberikan informasi kepada pasiennya dan

persetujuan oleh pasien yang artinya menyetujui setelah mendapatkan informasi sesuai

dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut sesuai dengan apa

yang disebut akta (akta dibawah tangan), bahwa akta adalah suatu tulisan yang sengaja

dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani (Subekti, 1993).

Oleh karena itu suatu tulisan yang tidak lengkap sehingga kurang bermakna tentang suatu

peristiwa akan tidak bermakna pula sebagai bukti hukum, karena tidak memenuhi kaidah-

Page 76: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

60  

kaidah sebagai akte dibawah tangan. Artinya form informed consent seharusnya lengkap

terlebih dahulu sehingga bermakna bagi yang memberikan persetujuan kemudian setelah

lengkap dan telah disetujui oleh yang membuat persetujuan baru ditandatangani. 

Ketidaklengkapan form informed consent sebagai bukti hukum dapat

menimbulkan permasalahan hukum bila terjadi sengketa hukum, dimana suatu tindakan

medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya

persetujuan atau tidak sahnya form informed consent dari pihak pengguna jasa tindakan

medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan

persetujuan. Maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan

digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)

berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu ” Tiap perbuatan melanggar hukum, yang

membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya

menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

    Tidak adanya atau tidak sahnya suatu informed consent juga dapat menimbulkan

konsekuensi Hukum Pidana dimana “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan

adanya Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan

antara lain berbunyi (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua

tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah (2) Jika

perbuatan mengakibatkan luka berat, yang bersalah diancam paling lama penjara selama

lima tahun (3) Jika mengakibatkan mati, diancam penjara paling lama tujuh tahun. Suatu

tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan.

Page 77: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelittian Telaah dari Aspek Hukum Perdata Terhadap

Kelengkapan Informed Consent Pada Pasien Operasi di Rumah Sakit Dr. Kariadi

Semarang, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Telaah dari Aspek Hukum Perdata Terhadap Kelengkapan Informed Consent Pada

Pasien Operasi.

Informed Consent ditinjau sebagai suatu perjanjian maka sahnya suatu

perjanjian berdsarkan Pasal 1321 KUHPerdata ” Tiada sepakat yang sah apabila

sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau

penipuan” Pasal tersebut menjelaskan bahwa suatu perjanjian dianggap tidak sah bila

dibuat dengan adanya unsur kekhilafan, adanya unsur paksaan atau penipuan. Uraian

di atas menjelaskan bahwa pemberian informed consent yang dapat menyesatkan

pasien dalam menentukan persetujuan baik secara verbal maupun tulisan dapat

dianggap khilaf dan mengakibatkan tidak sahnya suatu persetujuan.

Dasar hukum pelaksanaan informed consent operasi di RSUP. Dr. Kariadi

adalah berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama RSUP. Dr. Kariadi No.

Kp.08.02-1270 tanggal 20 Desember 2004. Surat keputusan tersebut mengacu pada

Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/Men.Kes./Per/IX/1989 tentang Persetujuan

Tindakan Medis termasuk format baku yang digunakan.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa ada perbedaan antara Surat Keputusan

Direktur Utama RSUP. Dr. Kariadi No. Kp.08.02-1270 tanggal 20 Desember 2004

tentang Prosedur Tetap Persetujuan Tindakan Medis, dengan Peraturan Menteri

Kesehatan No. 585/Men.Kes./Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis.

Perbedaan tersebut adalah pada Surat Keputusan Direktur Utama RSUP. Dr. Kariadi

No. Kp.08.02-1270, adalah perawat dan bidan boleh memberikan informasi pada

pasien termasuk tindakan invasif tetapi pada Peraturan Menteri Kesehatan No.

585/Men.Kes./Per/IX/1989, semua tindakan invasif pemberi informasi adalah dokter

yang akan melakukan operasi atau apabila dalam keadaan tertentu dimana tidak ada

dokter sebagaimana dimaksud maka informasi harus diberikan oleh dokter lain

dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.

61  

Page 78: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

62  

Ketidak lengkapan informed consent berdasarkan Buku Pedoman Pelaporan

IKP atau Insiden Keselamatan Pasien ( Patient Safety Incident Report ) di rumah sakit

oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit ( KPP-RS ) tahun 2007 juga termasuk

dalam katagori insiden dokumentasi.

Surat Keputusan Direktur Utama RSUP. Dr. Kariadi No. Kp.08.02-1270

tanggal 20 Desember 2004, tentang Prosedur Tetap Persetujuan Tindakan Medik

( informed consent ) kurang dapat amemberikan arah dan petunjuk karena sebagian

besar secara keseluruhan lebih berisi peraturan-peraturan, bukan langkah-langkah

sesuai dengan panduan dari edaran Dir. Jen. Pelayanan Medis Dep. Kes. RI. No.

YM.00.03.2.2.1730, 5 Nopember 2001 perihal Akreditasi Rumah Sakit.

Hasil penelitian pada kelengkapan dokumen informed consent secara

keseluruhan dari jumlah sampling ( 40 paisen ) pada periode 6 hari yaitu mulai

tanggal 12 Maret sampai degan tanggal 17 Maret 2008. Didapatkan tidak satupun

dokumen informed consent dari 40 pasien tersebut ada yang lengkap pengisiannya.

Artinya dari 31 item yang harus diisi tidak semua terisi, masing-masing pasien

berfariasi. Secara terperinci maka ketidak lengkapan yang mengakibatkan tidak

sahnya informed consent tersebut, tinjau dari aspek hukum keperdataan, maka

disebabkan karena ketidak lengkapan dari, antara lain; 42.5 % nomor rekam medis

tidak terisi, 42.5 % nama pasien tidak terisi, nama yang membuat pernyataan 12.5 %,

dokter yang memberikan informasi 37,5 % tidak terisi, diagnose 32,5 % tidak terisi

dan jenis operasi 25 % tidak terisi, hubungan keluarga dengan pasien tidak terisi 50

%, nama pasien tidak terisi 17,5 %, dan nomor rekam medis pada identitas pasien

tidak terisi 92,5 %, tanda tangan pasien atau yang membuat persetujuan dan nama

terang tidak terisi sebanyak 25 %, tidak adanya tanda tangan dokter sebanyak

22,5 % dan tidak adanya nama terang sebanyak 25, 5 %. Sehingga dapat diambil

kesimpulan bahwa 100% dari 40 pasien form informed consent pasien operasi di

RSUP. Dr. Kariadi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti perdata yang sempurna.

Dalam penelitian pula ditemukan 1 pasien tidak meggunakan informed consent.

B. Saran-Saran

1. Bagi RSUP. Dr. Kariadi Semarang, perlunya melakukan revisi menyesesuaikan

antara Surat Keputusan Direktur Utama RSUP. Dr. Kariadi No. Kp.08.02-1270

tanggal 20 Desember 2004 tentang Prosedur Tetap Persetujuan Tindakan Medis,

  

Page 79: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

63  

dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/Men.Kes./Per/IX/1989 tentang

Persetujuan Tindakan Medis.

2. Sosialisasi tentang aspek hukum perdata maupun pidana terhadap informed consent

kepada dokter-dokter yang melakukan operasi di di RSUP. Dr. Kariadi Semarang.

3. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang factor-faktor yang menyebabkan banyaknya

ketidaklengkapan pengisian informed consent untuk pasien operasi di RSUP. Dr.

Kariadi Semarang.

  

Page 80: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Anny Isfandyarie, 2006. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, Prestasi Pustaka, Jakarta

Bambang Sofari, 2006. Sistem Rekam Medis Pelayanan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Dian Nuswantoro Program Studi RMIK, Semarang

Brunner & Suddarth, 2002. Keperawatan Medical Bedah, EGC, Jakarta

Djaja S. Meliala, 2007. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Periktanan, Nuansa Aulia, Bandung

Edna K. Huffman, 1994. Health Information Management, Physician Record Company Bernoyn Ielinois, USA

Guwandi, 2003. Dokter, Pasien, dan Hukum, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Soeraryo Darsono, 2006. Etik Hukum Kesehatan Kedokteran, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit, 2007, Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien ( IKP ), KKP-RS, Jakarta

Hapsoro Hadiwidjojo, 1989, Hukum Pembuktian, Fakultas Hukum UNIKA Soegijapranata, Semarang

Subekti, 1993. Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Soesilo, Pramudji, , 2007, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Wacana

Intelektual, Jakarta

Undang-undang No. 29 tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran

Undang-undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan

64

Page 81: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

65

Hari Sasangka, 2005. Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata, CV. Mandar Maju, Bandung

Tresna, 1993, Komentar HIR, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/Men. Kes./Per/IX/1989 tentang Persetujuan tindakan Medis

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Manual Persetujuan Tindakan Medis. Edisi I. Jakarta : Konsil kedokteran Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008, Tentang Rekam Medis

RS Dr. Kariadi. 2004. Prosedur Informed Consent. 24 Desember 2004. tidak diterbitkan.

Dir. Jen. Pelayanan Medis Dep. Kes. RI. No. YM.00.03.2.2.1730, 5 Nopember 2001 perihal Akreditasi Rumah Sakit

C. Down Load

FKUI. 2007. Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent). Retrieved Desember 28, 2007. from http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php

Hidayat, T. 2007. Perlu Diungkap Hak dan Kewajiban Pasien . Retrieved Desember 28, 2007. from http://www.duniaesai.com/hukum/hukum9.html

Indradi, R. 2007. Informed Consent, Hak-Hak Pasien dalam Menyatakan Persetujuan Rencana Tindakan Medis. Retrieved Januari 25, 2007. from http://ranocenter.blogspot.com/2007_01_01_archive.html

Irwandy, 2007. Mengenal”Informed Consent”. retrieved November 1, 2007. from http://irwandykapalawi.wordpress.com/2007/11/01/mengenal-informed-consent/

Iswandari, H.D. 2007. Aspek Hukum Penyelenggaraan Praktik Kedokteran: Suatu Tinjauan Berdasarkan Undang-Undang no. 9/2004 Tentang Praktik Kedokteran. Retrieved Juli 30, 2007. from http://catatan-dini.blogspot.com/2007/07/aspek-hukum-penyelenggaraan-praktik.html

Page 82: TELAAH ASPEK HUKUM PERDATA TERHADAP KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN OPERASI DI RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

66

Jacobalis,S.2005.Informed Consent–Persetujuan Tindakan Medis. Retrieved Juni 24, 2005.from http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2005/0624/kes3.html

Kasimin, 2007. Modul Hukum Kesehatan, Pokok Bahasan Malpraktik Keperawatan. Retrieved Desember 28, 2007. from http://www.jmpk-online.net/files/iii.mk.hargianti.pdf

Sanjoyo, R. 2007. Aspek Hukum Rekam Medis. Retrieved Desember 28, 2007, from http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/aspekhukumrekammedis.pdf

Sari, D. P., 2002. Eksistensi Formulir Informed Consent Dalam Pelaksanaan Tindakan Operasi Medik Dilihat Dari Segi Hukum Perjanjian. Retrieved Juli 22, 2007. from http://digilib.unikom.ac.id/go.php?id