tbc paru paper

30
Tuberculosis Paru TUBERKULOSIS PARU Pendahuluan Insiden penyakit tuberkulosis cenderung meningkat, hal ini di pengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti sosioekonomi, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan, alkoholisme, tuna wisma dan sebagainya. Penyakit ini hampir selalu fatal tanpa pengobatan, data terbaru di Indonesia tahun 2001 di kemukakan oleh Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan penyehatan lingkungan Dep Kes RI, Prof.Dr Umar Fahcri Ahmadi, MPH kasus terbaru penderita TBC di Indonesia sekitar 583.000 kasus per tahun. Secara nasional TBC membunuh kira-kira 140.000 orang per tahun atau setiap hari 43 orang meninggal karena penyakit TBC ini. Jika tidak ditangani secara tepat, mortalitas penyakit ini mendekati 100%, tetapi dengan pengobatan yang dini dan adekuat mortalitas dapat di tekan, Karena itu penanggulangan TBC tidak hanya terkait dengan masalah kesehatan saja namun juga mencakup masalah sosial, ekonomi, sikap dan prilaku penderita perlu mendapat perhatian. Karena itu sangat penting untuk mengenal, mendiagnosa, secara dini dan melakukan pengobatan yang KKS ILMU PENYAKIT DALAM RSU. HAJI MEDAN FK-UISU 2009 1

Upload: nonieimut

Post on 25-Jun-2015

578 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Tuberculosis Paru

TUBERKULOSIS PARU

Pendahuluan

Insiden penyakit tuberkulosis cenderung meningkat, hal ini di pengaruhi oleh

berbagai macam faktor seperti sosioekonomi, dan masalah-masalah yang berkaitan

dengan kesehatan, alkoholisme, tuna wisma dan sebagainya.

Penyakit ini hampir selalu fatal tanpa pengobatan, data terbaru di Indonesia

tahun 2001 di kemukakan oleh Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan

penyehatan lingkungan Dep Kes RI, Prof.Dr Umar Fahcri Ahmadi, MPH kasus

terbaru penderita TBC di Indonesia sekitar 583.000 kasus per tahun. Secara nasional

TBC membunuh kira-kira 140.000 orang per tahun atau setiap hari 43 orang

meninggal karena penyakit TBC ini.

Jika tidak ditangani secara tepat, mortalitas penyakit ini mendekati 100%,

tetapi dengan pengobatan yang dini dan adekuat mortalitas dapat di tekan, Karena itu

penanggulangan TBC tidak hanya terkait dengan masalah kesehatan saja namun juga

mencakup masalah sosial, ekonomi, sikap dan prilaku penderita perlu mendapat

perhatian.

Karena itu sangat penting untuk mengenal, mendiagnosa, secara dini dan

melakukan pengobatan yang adekuat terhadap penderita TBC. Dan di harapkan

kepada tenaga medis agar angka-angka tersebut dapat di tekan.(1,2)

Defenisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium Tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh

manusia melalui udara pernapasan ke dalam paru. Kemudian kuman tersebut

menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem

saluran limfe, melalui saluran napas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-

bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru

maupun di luar paru.(1,2,,3,4,)

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

1

Tuberculosis Paru

Tidak semua orang yang menghirup kuman TB akan tertular penyakit tersebut.

Pada orang yang sehat, biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan orang itu

tetap sehat tetapi kuman tersebut akan jadi aktif bila:

Kekurangan gizi

Kondisi fisik yang lemah

Terkena penyakit tertentu sepeti HIVdan Diabetes melitus

Pecandu obat-obat terlarang

Menggunakan hormon steroid

Perokok berat

Kuman-kuman akan mulai berkembang-biak dan menimbulkan penyakit

TBC. Timbulnya penyakit bisa langsung terjadi setelah terinfeksi atau butuh waktu

tahunan untuk berkembang.(4,5)

Gejala klinis

Pada Tb paru dapat menimbulkan gejala klinis pada penderitanya, namun

tidak jarang pula tanpa menimbulkan gejala klinis pada penderitanya sama sekali.

Gejala klinik Tb paru dapat dibagi menjadi 2 golongan:

1. Gejala respiratorik (sistim pernapasan)tampak berupa:

Batuk selama 2 minggu atau lebih yang dapat berupa batuk kering

atau sampai produktif

Batuk darah (hemoptisis) akibat robeknya pembuluh darah di

sekitar bronkus.

Sesak napas

Nyeri dada dapat timbul bila infiltrasi sampai ke pleura.

2. Gejala sistemik dapat berupa:

Demam tidak terlalu tinggi terutama pada malam hari.

Kelelahan pada tubuh (malaise).

Tidak ada nafsu makan (anoreksia).

Berat badan berkurang tanpa tahu sebabnya.

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

2

Tuberculosis Paru

Sakit-sakit pada otot (mialgia)

Gambaran klinis yang berbeda akan dihasilkan bila organisme tersebut di

lepaskan ke peredaran darah secara terputus-putus dan dalam jumlah yang kecil dan

berlangsung lama.(1,2,4)

Diagnosis

Tuberkulosis dapat didiagnosis dengan tes tuberculin, pemeriksaan

radiology dan pemeriksaan bakteriologik. Menurut CDC (centers for disease control),

suatu kasus tuberculosis dapat di identifikasi. Jika bakteri tidak diperoleh maka

laporan kasus tuberkulosis dianggap benar bila hal-hal berikut dapat ditemukan

(Public Healt ServiceCDC,1980):

1. Prosedur diagnostik telah dilakukan dengan lengkap.

2. Bukti adanya infeksi tuberculosis (sepeti tes tuberkulin positif).

3. Radiologi dada dengan hasil abnormal ,dapat memperburuk dan

memperbaik bukti klinis akan adanya penyakit ini.

4. Keputusan untuk memberikan satu paket terapi yang lengkap dengan 2

atau lebih OAT.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis

selain dari gejala-gejala klinik yang sudah disebut diatas:

1. Pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan fisik sangat tergantung luas dan kelainan

struktural paru, kelainan umumnya pada puncak paru, pada pemeriksaan fisik

dapat ditemukan suara napas bronchial,amforik, suara napas melemah, ronki

basah, dan penarikan paru.

2. Tuberkulin Test, pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu

menegakkan diagnosis Tuberkulosis terutama bagi anak-anak (balita). Biasanya

dipakai tes Mantoux, yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D

(Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U. Setelah 48-72 jam

tuberculin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri

dari infiltrate, yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

3

Tuberculosis Paru

tuberculin. Dan ini dipengaruhi antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi

humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.

Berdasarkan hal diatas, Mantoux ini dibagi dalam :

1) Indurasi 0-5 mm : Mantoux negative = golongan no sensitivity. Disini peran

antibodi humoral paling menonjol.

2) Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini

peran antibodi humoral masih menonjol.

3) Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Disini

peran kedua antibody seimbang.

4) Indurasi > 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Disini

peran antibody selular paling menonjol.

Di Indonesia pada saat ini uji tuberculin tidak mempunyai arti dalam menentukan

diagnosa Tb pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah

terinfeksi M. Tuberkulosis karena tingginya prevalensi Tb. Suatu uji tuberculin

positif hanya menunjukkan bahwa yang bersagkutan pernah terpapar dengan M.

Tuberkulosa. Dilain pihak, hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang

tersebut menderita Tuberkulosis, misalnya pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi

berat, TBC miler, morbili.(6,7))

Pemeriksaan Radiologi, standar pemeriksaan adalah foto thoraks PA dengan

atau tanpa foto lateral. Tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam,

gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif TBC:

Bayangan berawan di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan

segmen superior lobus bawah.

Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan

atau nodular.

Bayangan bercak milier.

Efusi pleura unilateral.

Gambaran radiologi lesi inaktif TBC:

Fibrotik.

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

4

Tuberculosis Paru

Kalsifikasi.

Schwarte atau penebalan pleura.

3. Pemeriksaan Bakteriologik, pemeriksaan ini mempunyai arti sangat penting

dalam menegakkan diagnosis, bahannya dapat berupa sputum, bilasan bronkus,

jaringan paru, cairan pleura dan lain-lain yang disebut dengan BTA direct smear.

A. Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik 3 kali pemeriksaan (sewaktu, pagi,

sewaktu):

3 x positif mikroskopik positif

2 x positif dan 1 x negative mikroskopik positif

1 x positif, 2 x negatif ulang BTA 3 x ,

- bila 1 x positif mikroskopik positif

- bila 3 x negatif mikroskopik negatif.(8)

B. Pemeriksaan biakan kuman.

Pada pemeriksaan dengan biakan, seelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam

medium biakan, koloni kuman tuberculosis mulai tampak. Bila setelah 8 minggu

penanaman koloni tidak juga tampak, biakan dinyatakan negative. Medium

biakan yang sering dipakai yaitu Lowenstein Jensen, Kudoh atau Ogawa.(6)

4. Pemeriksaan laboratorium, darah rutin, LED yang meningkat, lekosit dapat

sedikit meninggi, dengan diftell shift to the left. Pemeriksaan ini kurang mendapat

perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitive dan

juga tidak spesifik.(6)

Klasifikasi TB paru

Klasifikasi ini berdasarkan gejala klinik, radiologik, bakteriologik dan riwayat

pengobatan sebelumnya:

TB paru BTA (+) yaitu:

- Dengan atau tanpa gejala

- Gambaran radiologi sesuai dengan TB paru

TB paru BTA (-)

- Gejala klinik dan gambaran radiologi sesuai dengan TB paru

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

5

Tuberculosis Paru

- BTA (-)

Bekas TB paru

- BTA (-)

- Gejala klinik tidak ada, ada gejala sisa akibat kelainan paru yang di

tinggalkan.

- Radiologi menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, terlebih

gambaran serial menunjukan foto yang sama

- Riwayat pengobatan TB (+)

Sedangkan WHO membagi penderita TB atas 4 kategori:

1. Kategori I: kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat

seperti meningitis, TB milier, perikarditis,peritonitis, spondilitis dengan gangguan

neurologik dan lain-lain.

2. Kategori II: kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+).

3. Kategori III: kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus

TB diluar paru selain kategori I.

4. Kategori IV: tuberkulosis kronik.(1,9)

Pengobatan Tuberkulosis

Jenis obat yang di gunakan untuk pengobatan TB:

Rifampisin (R)

INH (H)

Pirazinamid (Z)

Streptomisin (S)

Etambutol (E)

Dan cara pemberiannya dibagi menurut klasifikasinya menurut WHO:

Kategori-1 (2HRZE/4H3R)

Paduan ini terdiri atas: 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniasid(H), Rifampisin

(R), Pirazinamid (Z), Ethambutol (E) diminum setiap hari, diteruskan dengan fase

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

6

Tuberculosis Paru

lanjutan (intermitten) selama 4 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), tiga kali

dalam seminggu. Kategori ini untuk : (i) penderita baru BTA positif dan penderita

baru BTA negatif atau rontgen positif yang “sakit berat” dan “ekstra paru berat”,

yang belum pernah menelan OAT atau kalau pernah kurang dari satu bulan. “Sakit

berat” yang dimaksud adalah Tuberkulosis paru BTA negatif yang mengenai jaringan

parenkhim yang luas. Sedangkan ektra paru berat antara lain: meningitis TB,

perikarditis, pleuritis berat atau bilateral, peritonitis, milier TB, limfadenitis,

osteomielitis, penyakit pada medulla spinalis dengan komplikasi syaraf,tuberkulosis

usus,tuberkulosis saluran kemih.

Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Panduan ini terdiri atas 2 bulan fase intensif dengan Isoniasid, Rifampisin,

Pirazinamid, Ethambutol, diminum setiap hari, setiap kali selesai minum obat

langsung diberi suntikan streptomisin. Dilanjutkan 1 bulan pemberian

Isoniasid ,Rifampisin, Pirazinamid, Ethambutol, diminum setiap hari tanpa

suntikan.teruskan dengan fase lanjutan selama 5 bulan, dengan Isoniasid, Rifampisin

dan Ethambutol diminum 3 kali seminggu. Kategori ini diberikan kepada penderita

BTA positif yang sudah pernah makan OAT selama lebih sebulan. Termasuk

didalamnya adalah penderita:

1. kambuh (relaps) BTA positif

2. gagal dengan BTA positif

kategori-3 (2HRZ/4H3R3)

Panduan ini terdiri atas 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniasid, Rifampisin dan

Pirazinamid diminum setiap hari, diteruskan fase lanjutan selama 4 bulan Isoniasid

dan Rifampisin diminum 3 kali seminggu.Kategori ini diberikan pada (i) penderita

baru BTA negatif/rontgen positif dan (ii) penderita ekstra paru ringan

Kategori IV

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

7

Tuberculosis Paru

TB kronis dimana BTA tetap positif dibawah supervisi ketat, suspek suatu MDR TB.

Pengobatan merupakan suatu standar khusus dan bersifat individu.(5,9)

Prinsip-prinsip kemoterapi

Agar pengobatan dapat berjalan efektif, obat yang diberikan harus mampu

menganggu fungsi vital kuman tanpa membahayakan pasien. Stead dan Bates (1983)

menekan kan bahwa “pilihan terapi harus dipandu oleh prinsip-prinsip yang diakui

kebenarannya”.

Prinsip pengobatan Tuberkulosis menurut Stead dan Bates (1983):

1. Obat yang dipilih harus merupakan obat yang peka terhadap basil

manapun.

2. Harus diberikan obat efektif terhadap penderita guna menghindari

multiplikasimutan yang resistensi obat.

3. Jika pengobatan yang diberikan gagal, maka penambahan obat lain akan

jadi bahaya, sebaiknya di ubah menjadi rejimen baru dan dipastikan

bahwa penderita benar-benar makan obat secara teratur.

4. Terapi harus dilanjutkan cukup lama untuk eradikasi basil dari tubuh.

5. Semua obat haruus diminum sebelum makan pagi dalam dosis tunggal

agar dicapai efek maksimal.(1)

Pengobatan DM pada TB Paru

Pengobatan DM pada TB paru meliputi pengobatan terhadap DM nya dan

pengobatan terhadap TB parunya. Pengobatan DM adalah sama saja pengobatan DM

pada umumnya yang meliputi terapi perencanaan makan /diet, anti diabetes oral

maupun insulin. Perencanaan makan selain untuk menormalkan kadar glukosa darah,

juga untuk mengembalikan berat badan ke berat badan ideal. Bila pasien DM kurus

diberikan diet DM yang lebih tinggi kalori sedang apabila gemuk maka diturunkan

berat badan. Pada umumnya pengobatan diet diabetes berkisar 2000-2400 kalori.

Pemberian obat anti diabetes pada DM disertai dengan TB paru dipilih pengobatan

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

8

Tuberculosis Paru

dengan insulin. Bagi pasien yang sementara dapat pengobatan anti diabetes oral,

seperti sulfonilurea dan biguanid sebaiknya diganti dengan insulin.

Pemberian sulfonilurea pada DM dengan TB paru adalah kontra indikasi

karena tuberkulosis dianggap penyakit dengan infeksi serius yang berat. Sedang

biguanid tidak diberikan karena pada umumnya TB paru mempunyai keluhan

nafsu makan menurun, berat badan menurun dan adanya malabsorbsi glukosa,

dimana metformin mempunyai mekanisme kerja sama diatas.(10)

Pemberian rifampicin pada DM dengan TB paru dapat mempercepat

metabolisme obat-obat anti diabetik oral, menginaktifasi sulfonilurea dan

meningkatkan kebutuhan insulin. Disamping itu rifampicin menyebabkan

“hiperglikemi dini” pada non DM maupun non TB paru dan meningkatkan absorbsi

glukosa di usus. Sebaliknya isoniazid dapat mengganggu absorpsi karbohidrat di usus

dan bekerja antagonis dengan sulfonilurea. Walaupun jarang isoniazid menyebabkan

pankreatitis dan menghambat efek metformin pada absorbsi glukosa di usus.

Pada DM tipe 2 disertai tuberkulosis paru pemberian insulin dianjurkan

selama infeksi masih aktif. Telah dikenal berbagai macam insulin mulai kerja cepat,

pendek, sedang sampai lama yang disuntikkan sendiri (tunggal) atau mixed dalam

satu semprit. Saat ini tersedia insulin analog yang kerja cepat yaitu insulin lispro dan

insulin aspart. Sedang untuk kerja pendek tersedia Actrapid, HumulinR, kerja sedang

seperti monotard, insulatard dan humulin N. Sedang kerja lama atau panjang adalah

ultra lente, insulin glargine(lantus). Insulin yang dikombinasi (tercampur) antara

insulin kerja pendek dan sedang adalah Insulin mixtard, yang terdiri Monotard 70%

dan Actrapid 30%.

Insulin yang beredar sekarang insulin murni atau human insulin yang dibuat

dengan teknologi rekombinan DNA dan mempunyai kerja lebih cepat dan lama kerja

lebih pendek dibanding dengan insulin babi. Di Indonesia hanya beredar insulin

dengan dosis 40 unit per ml dan 100 unit per ml. Di luar negeri tersedia pula insulin

dengan dosis 500 unit per ml yang ditujukan pada kasus-kasus resistensi insulin

dimana memerlukan insulin dosis besar. Pemberian insulin pada DM dengan TB paru

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

9

Tuberculosis Paru

diindikasikan pada keadaan penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat

apalagi disertai ketosis, perlu penanganan lebih ketat kadar glukosa darah dan obat-

obat anti TB paru mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes.

Pemberian insulin sebaiknya dimulai dengan insulin kerja cepat seperti

actrapid atau humulin R dengan dosis kecil 5 unit diberikan tiap ½ jam sebelum

makan dan dosis ditingkatkan 2-4 unit dalam waktu 2-4 hari. Macam dan jadwal

pemberian insulin dapat diubah sesuai respons pasien.

Bila pengendalian DM berlangsung baik dan keadaan TB paru sudah

membaik maka insulin kerja pendek dapat dilanjutkan dengan insulin kerja menengah

seperti monotard atau Humulin N dengan dosis 2/3 dari dosis total insulin kerja

pendek. Bila dosis total perhari diperlukan kurang 30 unit perhari maka cukup

pemberian insulin kerja menengah sekali perhari dan apabila dosis lebih 30 unit maka

pemberian insulin diberikan 2 kali perhari yaitu 2/3 dosis sebelum makan pagi dan

1/3 dosis sebelum makan malam. Pemberian insulin mixed lebih baik dalam

menormalkan kadar glukosa darah dibanding insulin tunggal. Namun demikian

insulin campuran sebaiknya mengikuti petunjuk dan prosedur standar pemberian

seperti penyuntikan dilakukan 15 menit sebelum makan, dianjurkan hanya pada

pasien yang sudah terkontrol baik. Tidak dianjurkan menggambungkan antara lente

insulin dengan NPH karena Zink pospat dapat mempresipitasi sehingga insulin kerja

lambat akan menjadi kerja pendek. Demikian pula insulin glargine tidak dapat

dicampur dengan insulin lainnya karena pH rendah karena akan saling mengencerkan.

Dosis insulin pada pasien DM tergantung respos glikemik setiap individu dan asupan

makanan serta latihan jasmani. Pada umumya pada pemberian awal diberikan 3 kali

atau lebih suntikan perhari dengan insulin kerja pendek untuk memperoleh derajat

euglikemik. Jadwal penyuntikan tergantung dari kadar glukosa darah, jumlah asupan

makanan, aktifitas fisik (olahraga) dan tipe insulin yang dipakai.. Pada umumnya

penyuntikan dilakukan 30 menit sebelum makan khusus untuk insulin kerja pendek

karena penyuntikan setelah makan atau segera sebelum makan akan menyebabkan

hipoglikemia atau insulin tidak efektif menekan kenaikan glukosa darah postprandial.

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

10

Tuberculosis Paru

Pada saat ini setiap pemberian insulin khususnya dalam periode lama seperti DM

dengan TB paru maka perlu monitor glukosa darah sendiri. Untuk memantau kadar

glukosa dapat dipakai darah kapiler dengan memakai meter. Hasil pemeriksaan kadar

glukosa darah dengan meter dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik

dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara

berkala, hasil pemantauan dengan cara meter atau reagens kering perlu dibandingkan

dengan cara konvensional. Waktu pemeriksaan untuk pemantauan adalah pada saat

sebelum makan dan waktu tidur untuk menilai risiko hipoglikemia. Pemeriksaan

glukosa darah 2 jam setelah makan untuk menilai ekskursi maksimal glukosa selama

sehari. Pengobatan antituberkulosis untuk pasien dengan DM adalah terapi quadripel

yang meliputi rifampicin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol. Selama 2 bulan

pertama, dan diikuti 4 bulan berikutnya dengan pengobatan rifampicin dan isonoazid.

Pemberian rifampicin pada DM dengan TB paru dapat mempercepat

metabolisme obat-obat anti diabetik oral dan meningkatkan kebutuhan insulin.

Sebaliknya isoniazid dapat mengganggu absorpsi karbohidrat di usus dan bekerja

antagonis dengan sulfonilurea.

Sebagai petunjuk atau guidelines untuk pengelolalaan DM selama infeksi

adalah sebagai berikut :

Pada pasien yang berobat jalan tindakan adalah :

Monitor kadar glukosa plasma sekurang-kurangnya 4 jam terakhir.

Pada pasien yang sudah mendapat pengobatan dengan insulin,

dosis insulin ditingkatkan untuk mengantisipasi hiperglikemia

persisten.

Kebutuhan kalori disesuaikan dengan berat badan. Bagi pasien

yang kurus kebutuhan kalori lebih besar dari yang semestinya,

demikian pula pada pasien gemuk, kalori yang diberikan lebih

rendah dari kalori standard. Indeks massat tubuh dipertahankan

antara 18,5-23.

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

11

Tuberculosis Paru

Kendalikan DM seoptimal mungkin yaitu mempertahankan kadar

glukosa darah puasa antara 80-109 mg/dl, 2 jam setelah makan

antara 80-144 mg/dl, A 1c <6,5,

Kendalikan kadar dari fraksi lipid antara lain kadar kolesterol total

dipertahankan <200 mg/dl, kolesterol LDL <100mg/dl, kolesterol

HDL>45, trigliserid <150 mg/dl.

Tekanan darah dipertahankan < 130/80 mgHg .

Awasi bila timbul muntah-muntah atau terjadi hiperglikemia berat

atau hipoglikemia dan tindaki segera.

Pada pasien rawat nginap tindakan adalah sebagai berikut:

Monitor kadar glukosa plasma 4 jam terakhir;

tingkatkan dosis insulin untuk mengatasi hiperglikemia bila perlu

berikan insulin intravena atau tetes.

Pada pasien yang memakai obat hipoglikemia oral

pertimbangkan untuk mengganti atau menambah dengan insulin.

Atasi dan awasi kemungkinan adanya dehidrasi.(10)

Prognosa

Dahulu sebelum ditemukan obat anti tuberkulosis,penderita TB mempunyai masa

depan yang suram seperti penderita kanker paru dimasa sekarang.Namun setelah

ditemukan obat TB hal itu telah dapat diatasi,kecuali pada penderita dengan

kekambuhan (relaps),yang sudah berkomplikasi ke organ lain dan adanya diabetes

melitus yang penyembuhannya sukar dan lebih lama walaupun dengan regimen yang

progresif.(10)

Daftar Pustaka

1. Wilson, Price, Patofisiologi,Konsep-konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ed,4.

EGC, Jakarta, 1995.

2. Hope, RA, Long Moree, JM, Hodgets, TJ and Ramrakha, Oxford, Handbook,od,

Clinical Medicine 3rd ed Oxford University, Press, New York 1997.

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

12

Tuberculosis Paru

3. Jewetz, Mikrobiology Untuk Profesi Kesehatan edisi 16, Fransisico (terjemahan),

EGC, 1994.

4. Bahar A, Tuberkulosis Paru dalam Soeparman, WS. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II,

Balai Penerbit FKUI, 1990.

5. S, Amir, Farmakolgii Tuberkolostik, Bagian Farmakologi UI,Balai Penerbit

FKUI, 1998.

6. Amin Z, Asril B. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II.

FK UI. 2007.

7. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. DOTS Expansion Project. Sumatera Utara. 2000.

8. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta. 2006.

9. A.Muhammad, A.Hood, Pengantar Ilmu Penyakit Paru,edisi II,Penerbit

Universitas Airlangga,1993.

10. Johnston CLW Infections and diabetes mellitus in Pickup JC, Williams G.

Textbook of diabetes 2nd ed.vol.2 Blackwell Science Ltd. 1997;S71-70.14.

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 61 tahun, menikah yang berdomisili di kota Medan

dengan tinggi badan 170 cm dan berat badan 55 Kg, datang ke Rumah Sakit Haji

Medan pada hari selasa, tanggal 10 Februari 2009 dengan keluhan sesak nafas.

Dari Anamnese:

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

13

Tuberculosis Paru

Sesak dirasakan penderita sejak 1 minggu ini, rasa sesak timbul secara terus-

menerus, tidak berhubungan dengan cuaca dan tidak berhubungan dengan

aktivitas. Penderita tetap merasa sesak walaupun dalam keadaan istirahat,

penderita merasa lebih baik dengan memakai 2-3 bantal.

Batuk (+) dialami penderita sejak 2 bulan ini. Batuk berdahak berwarna

kuning ± 2 sendok makan tiap batuk. Batuk dirasakan semakin berat dengan

dahak yang kental menjelang pagi hari. Pilek (-).

Demam (+) selama 1 hari sebelum penderita dibawa ke Rumah Sakit Haji

Mina Medan dan 2 hari ketika dirawat di Rumah Sakit.

Penderita sering berkeringat malam hari, sudah ± 1 minggu ini.

Penderita mengalami penurunan berat badan sekitar 15 Kg yang dirasakan

penderita dalam 1 tahun belakangan ini.

Mual (+), muntah (-).

Penderita merasa sakit menelan dan selera makan menurun.

Lemas (+)

BAK (+) biasa

BAB (-) sudah 3 hari.

RPT : Penderita mengalami Diabetes Melitus type II sejak tahun 2006, dan efusi

pleura pada tahun 2006.

RPO : Tidak jelas

Anamnese Famili : -

Status Present :

Keadaan umum

Sensorium : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/60 mmHg

Nadi : 100x/menit

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

14

Tuberculosis Paru

Pernafasan : 36x/menit

Temperatur : 37ºC

Keadaan Penyakit

Dyspnoe (+)

Pancaran wajah : lemah

Sikap paksa : (+)

Pemeriksaan Fisik

Kepala : Dalam batas normal

Leher : TVJ : R – 2 CmH2O

Thorax :

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : Iktus teraba pada 1 cm medial LMCS pada ICR V

Perkusi : - Sonor pada kedua lapangan paru.

- Batas paru-paru R/A = ICR V / ICR VI dextra,

Peranjakan : tidak dilakukan pemeriksaan.

- Batas jantung relatif atas : ICR III sinistra

- Batas jantung relatif kiri : ICR V LMCS 1 cm ke

medial.

- Batas jantung relatif kanan : LPSD

Auskultasi :

Paru : Suara pernafasan : bronchial pada lapangan paru atas

sebelah kanan.

Suara tambahan :

Ronchi basah di sebelah kanan

lapangan paru atas.

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

15

Tuberculosis Paru

Jantung : HR : 100x/menit, regular, T/V cukup.

M1>M2, P2>P1, A2>A1, A2>P2

Desah sistole (-)

Desah diastole (-)

Abdomen : Nyeri tekan (-)

Pinggang : Tidak dilakukan pemeriksaan.

Inguinal : Tidak dilakukan pemeriksaan.

Ekstremitas : Superior dan Inferior dalam batas normal.

Diagnosa banding :

1. TB paru + DM type II

2. Pneumonia + DM type II

3. Mycosis + DM type II

Diagnosa Sementara

TB paru + DM type II

Penatalaksanaan

Aktivitas : Tirah baring

Diet : MB DM 1900 kkal

Medikamentosa : 1.

1. IVFD RL 20 gtt/menit

2. Inj. Streptomycin 1 gr/hari

3. Rifampicin 600 mg 1x1

4. INH 400 mg 1x1

5. Etambutol 500 mg 1x1

6. Pirazinamid 2x1

7. Glibenclamid 1x1

8. Metformin 500 mg 2x1

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

16

Tuberculosis Paru

9. Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam

10. Pharmaton 3x1

Rencana Penjajakan :

1. Darah rutin / urine rutin / feses rutin

2. BTA Sputum

3. Kultur Sputum

4. Foto Thorax

5. Faal hati

6. Faal ginjal

Foto thorax tanggal 10 Februari 2009

Paru : Tampak fibroinfiltrat di lapangan atas paru kanan, dan lapangan tengah paru

kiri.

Kesan : TB Paru

Hasil BTA sputum tanggal 13 Februari 2009

Sewaktu (+)

Pagi (+)

Pemeriksaan Lab tanggal 10 Februari 2009

KGD : 195 mg/dl

Alkali phospatase : 85 u/dl

Ureum : 15 mg/dl

Creatinin : 0,64 mg/dl

SGOT : 23 u/dl

SGPT : 25 u/dl

Uric acid : 2,47 mg/dl

Hb : 11,6 gr%

Leukosit : 10.000/mm3

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

17

Tuberculosis Paru

Hematokrit : 33,0%

Trombosit : 267.000/mm3

DISKUSI KASUS

Penderita datang ke RSHM dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas

dirasakan penderita sejak 1 minggu ini, rasa sesak timbul secara terus-menerus, tidak

berhubungan dengan cuaca dan tidak berhubungan dengan aktivitas. Penderita tetap

merasa sesak walaupun dalam keadaan istirahat, penderita merasa lebih baik dengan

memakai 2-3 bantal. Pada penderita TBC paru, sesak nafas akan ditemukan pada

penyakit yang sudah lanjut, yang infiltratnya sudah meliputi setengah bagian paru-

paru.

Penderita mengalami batuk, sejak 2 bulan yang lalu, dengan dahak yang

berwarna kuning sebanyak 2 sendok makan setiap batuk, batuk dirasakan memberat

dengan dahak yang kental menjelang pagi hari. Batuk pada penderita TBC paru

terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang

produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif)

kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).

Penderita mengalami riwayat demam selama 1 hari sebelum penderita dibawa

ke RSHM dan 2 hari ketika penderita di rawat di RSHM. Keadaan demam pada

penderita TBC paru dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya

infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

Penderita juga mengalami penurunan nafsu makan, badan yang semakin

kurus, dan sering berkeringat pada malam hari. Hal diatas dialami penderita TBC

paru yang semakin lama semakin memberat dan terjadi hilang timbul secara tidak

teratur.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai suara pernafasan bronchial, dan suara

tambahan ronchi basah disebelah kanan lapangan paru bagian atas. Suara pernafasan

bronchial pada penderita TBC paru disebabkan bila adanya infiltrate yang agak luas

di paru. Suara tambahan ronchi basah terjadi karena terbukanya alveoli yang berisi

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

18

Tuberculosis Paru

cairan eksudat atau gelembung-gelembung udara melalui mukus dalam bronkus yang

besarnya bermacam-macam.

Dari pemeriksaan bakteriologi ditemukan hasil BTA sputum sewaktu (+), pagi

(+) yang merupakan salah satu kriteria untuk menegakkan diagnosa TBC paru.

Pada pemeriksaan radiologis, foto thorax dijumpai gambaran fibro infiltrate di

lapangan atas kanan, dan lapangan tengah kiri paru, sehingga dapat membantu

menegakkan diagnosa TBC paru.

Dari hasil anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi dan

pemeriksaan radiology, serta riwayat Diabetes Mellitus positif sejak 3 tahun yang

lalu, yang didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorium dimana KGD ad random

penderita adalah 195 mg/dl, maka kami menyimpulkan diagnosa dari pasien ini

adalah TB Paru + DM Type II.

Pada pasien ini diberikan therapy OAT seperti kategori WHO type I. Selain

itu ditambahkan therapy untuk DM nya yakni Glibenklamid 1x1 dan Metformin 500

mg 2x1. Pengobatan pada TB Paru + DM sebaiknya obat golongan sulfonilurea tidak

diberikan karena efektivitasnya akan berkurang bila diberikan bersama Rifampicin

sehingga insulin eksogen adalah pilihan utama untuk pasien ini.

KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009

19