tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 phpapp01 (1)

33
Tahap perkembangan moral Kohlberg Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi , cari Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg . Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral. [1] Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 [2] yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg. Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis , mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, [3] yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. [4] Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan, [2] walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya. [5] [6] Kohlberg menggunakan ceritera-ceritera tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang- orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama. Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. [7] [8] [9] Teorinya didasarkan pada tahapan perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya. [4]

Upload: zulfikar

Post on 02-Dec-2015

230 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

teori kholber

TRANSCRIPT

Page 1: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

Tahap perkembangan moral KohlbergDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum DiperiksaLangsung ke: navigasi, cari

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral. [1] Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 [2] yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.

Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, [3] yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif.[4] Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan,[2] walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.[5][6]

Kohlberg menggunakan ceritera-ceritera tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama. Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.[7][8][9] Teorinya didasarkan pada tahapan perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya.[4]

Daftar isi

1 Tahapan-tahapan o 1.1 Pra-Konvensional o 1.2 Konvensional o 1.3 Pasca-Konvensional

2 Contoh dilema moral yang digunakan o 2.1 Dilema Heinz

3 Kritik 4 Lihat pula 5 Referensi 6 Bacaan lebih lanjut

o 6.1 Bacaan Bahasa Indonesia 7 Pranala luar

Page 2: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

Tahapan-tahapan

Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.[7][8][9] Mengikuti persyaratan yang dikemukakan Piaget untuk suatu Teori perkembangan kognitif, adalah sangat jarang terjadi kemunduran dalam tahapan-tahapan ini.[10][11] Walaupun demikian, tidak ada suatu fungsi yang berada dalam tahapan tertinggi sepanjang waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk melompati suatu tahapan; setiap tahap memiliki perspektif yang baru dan diperlukan, dan lebih komprehensif, beragam, dan terintegrasi dibanding tahap sebelumnya.[10][11]

Tingkat 1 (Pra-Konvensional) 1. Orientasi kepatuhan dan hukuman2. Orientasi minat pribadi ( Apa untungnya buat saya?)Tingkat 2 (Konvensional)3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas ( Sikap anak baik)4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial ( Moralitas hukum dan aturan)Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)5. Orientasi kontrak sosial6. Prinsip etika universal ( Principled conscience)

Pra-Konvensional

Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.

Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu.[12] Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.

Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu.”[4] Dalam tahap dua perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.

Page 3: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

Konvensional

Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.

Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut,[4] karena telah mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini. Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebih signifikan dalam penalaran di tahap ini; 'mereka bermaksud baik…'.[4]

Dalam tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang baik.

Pasca-Konvensional

Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat ‘hakekat diri mendahului orang lain’ ini membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.

Dalam tahap lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut - 'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'? Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang.[8] Hal tersebut diperoleh melalui keputusan mayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan yang demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap lima.

Dalam tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hak

Page 4: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional (lihat imperatif kategoris dari Immanuel Kant [13] ). Hal ini bisa dilakukan dengan membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadi orang lain, yang juga memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama (lihat veil of ignorance dari John Rawls [14] ). Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan tidak pernah menjadi cara tapi selalu menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya. Walau Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan seseorang yang menggunakannya secara konsisten. Tampaknya orang sukar, kalaupun ada, yang bisa mencapai tahap enam dari model Kohlberg ini.[11]

Contoh dilema moral yang digunakan

Perkembangan Moral Peserta DidikAuliya Nur Rohmah 12Apr 2012

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral.Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.

Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan,walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.

Kohlberg menggunakan ceritera-ceritera tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama. Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Teorinya didasarkan pada tahapan perkembangan konstruktif; setiap tahapan

Page 5: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

dan tingkatan memberi tanggapan yang lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya.

1. Rumusan Masalah

1)      Apa Pengertian Moral?

2)      Bagaimana Pola Perkembangan Moral?

3)      Bagaimana Tahap-Tahap Perkembangan Moral?

4)      Bagaimana Cara Mempelajari Sikap Moral?

5)      Bagaimana Implikasinya bagi pendidikan?

1. Tujuan Penulisan

1)      Mengetahui Pengertian Moral.

2)      Mengetahui Bagaimana Pola Perkembangan Moral.

3)      Mengetahui Bagaimana Tahap-Tahap Perkembangan Moral.

4)      Mengetahui Bagaimana Cara Mempelajari Sikap Moral.

5)      Mengetahui Bagaimana Implikasinya bagi pendidikan.

BAB IIPEMBAHASAN

1. Pengertian Moral

Moral berasal dari kata latin “mores” yang berarti tata cara , kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang dikembangakan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep moral inilah yang menentukan pola perilaku yang diharapakan dari seluruh anggota kelompok.[1]

Menurut piaget (sinilungan, 1997), hakikat moralitas adalah kecenderungan menerima dan menaati sistem peraturan. Selanjutnya, kohlberg (gnarsa, 1985) mengemukakan bahwa aspek moral adalah sesuatu yang tidak dibawa dari lahir, tapi sesuatu yang berkembang dan dapat diperkembangkan/dipelajari. Perkembangan moral merupakan proses internalisasi nilai/norma masyarakat sesuai dengan kematangan dan kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap aturan yang berlaku dalam kehidupannya. Jadi, perkembangan moral mencangkup aspek kognitif yaitu pengetahuan tentang baik/buruk atau benar/salah, dan aspek afektif yaitu sikap perilaku moral itu dipraktekkan. piaget mengajukan perkembangan moral, yang digambarkan pada aturan permainan. Menurut beliau hakekat moralitas adalah kecenderungan menerima dan menaati sistem peraturan.

Page 6: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

Tokoh yang paling dikenaldalam kaitannya dengan perkembangan moral adalah lawrence E. Kohlberg (19995). Melalui disertasinya yang sangat monumental yang berjudul ” the development of modes of moral thinking and choice in the years 10 to 16 ” yang diselesaikannya di university of chicago pada tahun 1958, dia melakukan penelitian empiris lintas kelompok usia tentang cara perkembangan moral terhadap 75 orang anak dan remaja yang berasal dari daerah yang berbeda di sekitar chicago. Anak-anak itu dibagi menjadi tiga kelompok usia, yakni kelompok usia 10, 13, dan 16 tahun. Penelitiannya dilakukan dengan cara menghadapkan para subjek penelitian atau responden kepada berbagai dilema moral dan selanjutnya mencatat semua reaksi mereka. Dalam pandangan kohlberg, sebagaimana juga pandangan jean piaget yaitu salah seorang yang sangat dikaguminya, berdasarkan penelitiannya itu sangat tampak bahwa anak-anak dan remaja itu menafsirkan segala tindakan dan perilakunya sesuai dengan struktur mental mereka sendiri. Mereka menilai hubungan sosial dan perbuatan tertentu sebagai “adil” atau “tidak adil”, “ baik” atau ”buruk” juga seiring dengan tingkat perkembangan atau setruktur moral mereka masing-masing.

Disamping perilaku moral ada juga perilaku tak bermoral yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial karena sikap tidak setuju dengan standar sosial yang berlaku atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri, serta perilaku amoral atau nonmoral yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial karena ketidak acuhan atau pelanggaran terhadap standar kelompok sosial.

Berdasarkan penelitiannya itu, kohlberg menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut:

1. Penilaian dan perubahan moral pada intinya bersifat rasional. Keputusan moral bukanlah soal permasalahan atau nilai, melainkan mengandung suatu tafsiran kognitif terhadap keadaan dilema moral dan bersifat konstruksi kognitif yang bersifat aktif terhadap titik pandang maing-masing individu sambil mempertimbangkan segala macam tuntutan individu, hak,  kewajiban, dan keterlibatan setiap pribadi terhadap sesuatu yang baik dan adil. Kesemua itu merupakan tindakan kognitif.

2. Terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal harus di uraikan dan biasanya yang digunakan remaja untuk mempertamggung jawabkan perbuatan moralnya.

3. Membenarkan gagasan jean piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses perkembangan moral. Sebagaimana penelitian piaget telah membuktikan bahwa baru pada masa remaja pola pemikiran oprasional-formal berkembang. Demikian pula kohlberg menunjukkan adanya kesejajaran perkembangan kognitif dengan perkembangan moral, yaitu bahwa pada masa remaja dapat juga dicapai tahap tertinggi perkembangan moral yang ditandai dengan kemampuan remaja menerapkan prinsip keadilan universal pada penilaian moralnya.[2]

1. Pola Perkembangan Moral

Dalam mempelajari perkembangan sikap moral peserta didik usia sekolah, piaget (sinolungun, 1997) mengemukakan tiga tahap perkembangan moral sesuai dengan kajian pada aturan dalam permainan anak.

Fase absolut,

Page 7: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

Dimana anak menghayati peraturan sebagai sesuatu hal yang mutlak, tidak dapat diubah, karena berasal dari otoritas yang dihormati (orang tua, guru, anak yang lebih berkuasa)

Fase realitas,

Dimana anak menyesuaikan diri untuk menghindari penolakan orang lain. Dalam permainan, anak menaati aturan yang disepakati bersama sebagai suatu kenyataan/realitas yang dapat diubah asal disetujui bersama.

Fase subjektif,

Dimana anak memperhatikan motif atau kesengajaandalam memahami aturan dan gembira mengembangakan sertamenerapkan.

1. Tahap-Tahap Perkembangan Moral

Piaget mengatakan bahwa seorang anak melampui perkembangan melalui 4 tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda. Tahapan-tahapan tersebut adalah:

1. Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage)

Yaitu yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi (seperti melihat dan mendengar) melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.

1. Tahap praoperasional (preoperational stage),

Yaitu yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme, animisme, dan intuitif. Egosentrisme adalah suatu ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif seseorang dengan perspektif oranglain dengan kata lain anak melihat sesuatu hanya dari sisi dirinya.

Animisme adalah keyakinan bahwa obyek yang tidak bergerak memiliki kualiatas semacam kehidupan dan dapat bertindak. Seperti sorang anak yang mengatakan, “Pohon itu bergoyang-goyang mendorong daunnya dan daunnya jatuh.”

Intuitif adalah anak-anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin mengetahui jawaban atas semua bentuk pertanyaan. Mereka mengatakan mengetahui sesuatu tetapi mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran rasional

.

1. Tahap operasional konkrit (concrete operational stage)

Yaitu yang berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga piaget. Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam cotoh-contoh yang spesifik atau konkrit.

Page 8: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

1. Tahap operasional formal (formal operational stage)

Yaitu yang terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terkahir dari piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.[3]

Sebagai pemikiran yang abstrak, remaja mengembangkan gambaran keadaan yang ideal. Mereka dapat berpikir seperti apakah orangtua yang ideal dan membandingkan orangtua mereka dengan standar ideal yang mereka miliki. Mereka mulai mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan bagi masa depan dan terkagum-kagum terhadap apa yang mereka lakukan.

- Dalam tahap pengembangan moral ini menurut kohlberg ada 3 tahap perkembangan moral yaitu:

a. Tahap Prakonvensional

Dimana aturan berisi ukuran moral yang dibuat otoritas pada tahap perkembangan ini anak tidak akan melanggar aturan karena takut ancaman hukuman dari otoritas.

b. Tahap konvensional

Anak mematuhi aturan yang dibuat bersama, agar ia diterima dalam kelompok sebaya/oleh otoritasnya.

1. Tahap pascakonvensional

Anak menaati aturan untuk menghindari hukuman kata hatinya.

- Dalam tahap pengembangan moral ini menurut J. Bull perkembangan moral dibagi menjadi 4 yaitu:

a. Tahap anomi ketidakmampuan moral bayi. Moral bayi barulah suatu potensi yang siap dikembangkan dalam lingkungan.

b. Tahap heteronomi dimana moral yang berpotensial dipacu berkembang orang lai/otoritas melalui aturan dan kedisiplinan.

c. Tahap sosionomi dimana moral berkembang ditengah sebaya/dalam masyarakat, mereka lebih menaati aturan kelompok dari pada aturan otoritas.

d. Tahap otonomi moral yang mengisi dan mengendalikan kata hati serta kemampuan bebasnya untuk berperilaku tanpa tekanan lingkungan.[4]

Adapun tahap-tahap perkembangan moral yang dikenal diseluruh dunia yang di kemukakan oleh kohlberg (1995) sebagai berikut:

Tingkat 1: Prakonvensional.

Page 9: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang dibuat berdasarkan otoritas. Anak tidak melanggar aturan moral karana takut ancaman atau hukuman dari otoritas. Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung.

Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap:

Tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman

Pada tahap ini anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan ini ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Anak harus menurut, atau kalau tidak, akan mendapat hukuman.

Tahap relativistik -instrument

Pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak tergantung pada aturan yang berada di luar dirinya yang ditentukan orang lain yang memiliki otoritas. Anak mulai sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi yang bergantung pada kebutuhan (relativisme) dan kesenangan seseorang (hedonisme), perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu.” Jadi hubungan disini bukan atas dasar loyalitas, trimakasih dan keadilan.

Tingkat 2 : Konvensional.

Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama agar diterima dalam kelompoknya, Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat.. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap.

tahap orientasi mengenai anak yang baik.

Pada tahap ini anak mulai memperlihatkan orientasi perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain atau masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan benar apabila sikap dan perilakunya dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat.

tahap mempertahankan norma sosial dan otoritas.

Pada tahap ini anak menunjukkan perbuatan baik dan benar bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakat di sekitarnya, tetapi juga bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan dan norma/ nilai sosial yang ada sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral untuk melaksanakan aturan yang ada.

Tingkat 3: pasca konvensional, otonom atau berlandaskan prinsip

Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari hukuman kata hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap yaitu:

Page 10: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.

Pada tahap ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat. Seseorang menaati aturan sebagai kewajiban dan tanggung jawab dirinya dalam menjaga keserasian hidup masyarakat.

tahap prinsip etika universal.

Pada tahap ini selain ada norma pribadi yang bersifat subyektif ada juga norma etik (baik/ buruk, benar/ salah) yang bersifat universal sebagai sumber menentukan sesuatu perbuatan yang berhubungan dengan moralitas.

Teori perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg seperti halnya Piaget menunjukkan bahwa sikap dan perilaku moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan yang berhubungan dengan nilai kebudayaan semata-mata. Tetapi juga terjadi sebagai akibat dari aktivitas spontan yang dipelajari dan berkembang melalui interaksi sosial anak dengan lingkungannya.[5]

Berdasarkan tingkatan dan tahap-tahap perkembangan moral itu, kemudian Kohlberg (1995) menerjemahkannya ke dalam motif-motif individu dalam melakukan perbuatan moral. Sesuai dengan tahap-tahap perkembangan moral, maka motif-motif perilaku moral manusia adalah sebagai berikut :

Motif 1            erbuatan moral individu dimotivasi oleh penghindaran terhadap hukuman dan suara hati pada dasarnya merupakan ketakutan irasional terhadap hukuman.

Motif 2            erbuatan moral individu dimotivasi oleh keinginan untuk mendapat ganjaran dan keuntungan. Sangat boleh jadi reaksi rasa bersalah diabaikan dan hukuman dipandang secara pragmatis sehingga membedakan rasa takut, rasa nikmat. Atau rasa sakit dari akibat hukuman

Motif 3            erbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan orang lain, baik yang nyata atau yang dibayangkan secara hipotesis.

Motif 4            erbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan yang mendalam karena kegagalan dalam melaksanakan kewajiban dan rasa diri bersalah atas kerugian yang dilakukan terhadap orang lain.

Motif 5            erbuatan moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap upaya mempertahankan rasa hormat terhadap orang lain dan masyarakat yang didasarkan atas akal budi dan bukan berdasarkan emosi, keprihatinan terhadap rasa hormat bagi diri sendiri. Misalnya, untuk menghindari sikap menghakimi diri sendiri sebagai makhluk yang tidak rasional, tidak konsisten dan tanpa tujuan.

Motif 6            erbuatan moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap sikap mempersalahkan diri karena melanggar prinsip-prinsipnya sendiri. Individu cenderung membedakan antara rasa hormat terhadap diri karena mencapai rasionalitas dengan rasa hormat terhadap diri sendiri karena mampu mempertahankan prnsip-prinsip moral.[6]

D. Cara Mempelajari Sikap Moral

Page 11: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

Sikap dan perilaku moral dapat dipelajari dengan cara berikut.

1. Belajar melalui cob/ ralat (tryal and error). Anak mencoba belajar mengatahui apakah perilakunya sudah memenuhi standart sosial dan persetujuan sosial atau belum. Bila belum, maka anak dapat mencoba lagi sampai suatu ketika secara kebetulan dapat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.

2. Pendidikan langsung yang dilakukan dengan cara anak belajar memberi reaksi tertentu secara tepat dalam situasi tertentu, serta dilakukan dengan cara memenuhi peraturan yang berlaku dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat sekitar.

3. Identifikasi dengan orang yang dikaguminya. Cara ini biasanya dilakukan secara tidak sadar dan tanpa tekanan dari orang lain. Yang penting ada teladan dari orang yang diidentifikasikan untuk ditiru perilakunya.

Pendidikan saat ini umunya mempersiapkan peserta didik memilki banyak pengetahuan, tetapi tidak tahu cara memecahkan masalah tertentu yang dihadapai dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Pendidikan lebih mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anak yang pandai dan cerdas, tetapi kurang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anak yang baik. Masalah berkenaan dengan baik dan buruk menjadi kajian bidang moral. Demikian juga dalam mengembangkan aspek moral peserta didik berarti bagaimana cara membantu peserta didik untuk menjadi anak yang baik, yang mengetahui dan berperilaku atau bersikap berbuat baik dan benar. Sikap dan perilaku moral dapat dikembangkan melalui pendidikan dan penanaman nilai/ norma yang dilakukan secara terintegrasi dalam pelajaran maupun kegiatan yang dilakukan anak di keluarga dan sekolah. Pendidikan bukan hanya mempersiapkan anak menjadi manusia cerdas, tetapi juga menjadi manusia yang baik, berbudi luhur, dan berguna bagi orang lain.[7]

E. implikasinya bagi pendidikan

pengembangan moral melalui pendidikan mestinya bukan hanya mengajarkan nilai-nilai sebagai slogan saja. Hal ini tampak pada moral yang diyakini penganut dan moral budaya yang diterima warga masyarakat.

Proses pendidikan dan pembelajaran moral diteladankan orang tua dan dilakukan secara terpadu (integrated) pada tiap peluang dalam semua kegiatan sekolah.disana pendidik mengajarkan keteraturan hidup, disiplin serta melatih dan membiasakan peserta didik bermoral dalam perilaku dan kegiatannya. Otoritas mendukung berbagai kegiatan pengembangan moral warga masyarakat sebagai bagian upaya membangun karekter manusia indonesia seutuhnya. Cara yang ideal adalah dengan memantapkan pancasila melalui keteladanan pendidik pada umumnya kepada warga bangsa sebagai peserta didik sepanjang hayat. Disini berproses pembangunan watak bangsa.[8]

BAB III

PENUTUP

1. kesimpulan2. Pengertian Moral

Page 12: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

Moral berasal dari kata latin “mores” yang berarti tata cara , kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang dikembangakan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep moral inilah yang menentukan pola perilaku yang diharapakan dari seluruh anggota kelompok.

1. Pola Perkembangan Moral

Piaget (sinolungun, 1997) mengemukakan tiga tahap perkembangan moral sesuai dengan kajian pada aturan dalam permainan anak.

Fase absolut, Fase realitas, Fase subjektif,

Dimana anak memperhatikan motif atau kesengajaandalam memahami aturan dan gembira mengembangakan sertamenerapkan.

1. Tahap-Tahap Perkembangan Moral

Piaget mengatakan bahwa seorang anak melampui perkembangan melalui 4 tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda. Tahapan-tahapan tersebut adalah:

1. Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage)2. Tahap praoperasional (preoperational stage)

1. Tahap operasional konkrit (concrete operational stage) 1. Tahap operasional formal (formal operational stage)

- Dalam tahap pengembangan moral ini menurut kohlberg ada 3 tahap perkembangan moral yaitu:

a. Tahap Prokonvensional.

b. Tahap konvensional

c. Tahap pascakonvensional

Adapun tahap-tahap perkembangan moral yang dikenal diseluruh dunia yang di kemukakan oleh kohlberg (1995) sebagai berikut:

Tingkat 1: Prakonvensional.

Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang dibuat berdasarkan otoritas. Anak tidak melanggar aturan moral karana takut ancaman atau hukuman dari otoritas. Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap:

Tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman Tahap relativistik -instrument

Page 13: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

Tingkat 2 : Konvensional.

Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama agar diterima dalam kelompoknya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap.

tahap orientasi mengenai anak yang baik. tahap mempertahankan norma sosial dan otoritas.

Tingkat 3: pasca konvensional, otonom atau berlandaskan prinsip

Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari hukuman kata hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap yaitu:

tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial. tahap prinsip etika universal.

D. Cara Mempelajari Sikap Moral

Sikap dan perilaku moral dapat dipelajari dengan cara berikut.

1. Belajar melalui cob/ ralat (tryal and error).

2. Pendidikan langsung yang dilakukan dengan cara anak belajar memberi reaksi tertentu secara tepat dalam situasi tertentu, serta dilakukan dengan cara memenuhi peraturan yang berlaku dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat sekitar.

3. Identifikasi dengan orang yang dikaguminya.

E. implikasinya bagi pendidikan

pengembangan moral melalui pendidikan mestinya bukan hanya mengajarkan nilai-nilai sebagai slogan saja. Hal ini tampak pada moral yang diyakini penganut dan moral budaya yang diterima warga masyarakat.

Makalah Perkembangan Moral pada Remaja

9:12 AM |

BAB I

PENDAHULUAN

Page 14: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

1.      LATAR BELAKANG

Remaja merupakan suatu masa dari umur manusia yang paling banyak mengalami

perubahan, sehingga membawanya pindah dari masa kanak-kanak menuju kepada masa

dewasa. Perubahan-perubahan yang terjadi itu, meliputi : jasmani, rohani, pikiran, perasaan

dan sosial. Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki

tahap progresif.

Meskipun perkembangan aspek-aspek kepribadian telah diawali pad masa-masa

sebelumnya, tetapi puncaknya boleh dikatakan terjadi pada masa remaja. Sebab setelah

melewati masa remaja ini remaja telah berubah menjadi seorang dewasa yang boleh

dikatakan telah terbentuk suatu pribadi yang relative tetap.

Perkembangan moral, nilai dan sikap (tingkah laku) ini berkembang sangat pesat pada

masa remaja. Dapat dikatakan bahwa pada masa remaja menjadi penentu perkembangan hal-

hal tersebut.

2.      RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dari makalah ini antara lain:

1.      Apakah pengertian dari perkembangan mora?

2.      Bagaimana karakteristik perkembangan moral pada remaja?

3.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral pada remaja?

4.      Bagaimanakah perbedaan individu dalam perkembangan moral?

5.      Bagaimana hubungan antara nilai, moral, sikap, dan tingkah laku?

6.      Bagaimana tahap-tahap perkembangan moral?

7.      Bagaimana implementasi perkembangan moral dalam kehidupan sehari-hari?

3.      TUJUAN

Adapun tujuan dari makalah ini antara lain:

1.      Mahasiswa memahami pengertian dari perkembangan moral

2.      Mahasiswa mengetahui karakteristik perkembangan moral pada remaja

3.      Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral pada

remaja

4.      Mahasiswa mengetahui perbedaan individu dalam perkembangan moral

5.      Mahasiswa mengetahui hubungan antara nilai, moral, sikap, dan tingkah laku

Page 15: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

6.      Mahasiswa mengetahui tahap-tahap perkembangan moral

7.      Mahasiswa mengetahui implementasi dari perkembangan moral dalam kehidupan sehari-hari

BAB II

PEMBAHASAN

1.      PENGERTIAN PERKEMBANGAN MORAL

Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan,

peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Moral dapat juga diartikan sebagai ajaran

tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral

diatur segala perbuatan yang dinilai baik, perlu dilakukan,dan suatu perbuatan yang dinilai

tidak baik dan perlu dihindari.  Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima

dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:

a.       Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan,

memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan

b.      Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.

Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan

yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam  bertingkah laku. Seseorang

dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral

yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja

adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh masyarakat dan kemudian mau membentuk

perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan

diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.

Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan

nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang

lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya

terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya

berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar

memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana

yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.

2.      KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MORAL

Page 16: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai

dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional

formal, yakni:

a. mulai mampu berfikir abstrak.

b. mulai mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis, maka pemikiran

remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi,

tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka.

c. Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan

kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai

suatu yang bernilai walau belum mampu mempertanggungjawabkannya secara pribadi.

d. Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. e.

Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.

f. Penilaian moral menjadi kurang egosentris.

g. Penilaian secara psikologis menjadi lebih mahal.

3.      FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI  PERKEMBANGAN MORAL

Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral:

a. Hubungan harmonis dalam keluarga, yang merupakan tempat penerapan  pertama sebagai

individu. Begitupula dengan pendidikan agama yang diajarkan di lingkungan keluarga sangat

berperan dalam perkembangan moral remaja.

 b. Masyarakat, tingkah laku manusia bisa terkendali oleh kontrol dari yang   mempunyai

sanksi-sanksi buat pelanggarnya.

c. Lingkungan sosial, lingkungan sosial terutama lingkungan sosial terdekat yang bisa

sebagai pendidik dan pembina untuk memberi pengaruh dan membentuk tingkah laku yang

sesuai.

d. Perkembangan nalar, makin tinggi penalaran seseorang , maka makin tinggi pula moral

seseorang.        

e. peranan media massa dan perkembangan teknologi modern.  Hal ini berpengaruh pada

moral remaja. Karena seorang remaja sangat cepat untuk terpengaruh terhadap hal-hal yang

baru yang belum diketahuinya.

4.      PERBEDAAN INDIVIDU DALAM PERKEMBANGAN MORAL

Page 17: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

            Setiap individu mempunyai perbedaan dalam menyikapi nilai, moral, dan sikap,

tergantung dimana individu tersebut berada. Pada anak-anak terdapat anggapan

bahwa aturan-aturan adalah pasti dan mutlak oleh karena diberikan oleh orang dewasa

atau Tuhan yang tidak bisa diubah lagi (Kohlberg,1963). Sedangkan pada anak-anak yang

berusia lebih tua, mereka bisa menawar aturan-aturan tersebut kalau disetujui oleh

semua orang.

Pada sebagian remaja dan orang dewasa yang penalarannya terhambat,

pedoman mereka hanyalah menghindari hukuman. Sedangkan untuk tingkat kedua

sudah ada pengertian bahwa untuk memenuhi kebutuhan sendiri seseorang juga harus

memikirkan kepentingan orang lain. Perbedaan perseorangan juga dapat dilihat pada latar

belakang kebudayaannya. Jadi, ada kemungkinan terdapat individu atau remaja yang

tidak mencapai perkembangan nilai, moral dan sikap serta tingkah laku yang diharapkan

padanya.

5.      HUBUNGAN ANTARA NILAI, MORAL, SIKAP, DAN TINGKAH LAKU

Nilai Merupakan sesuatu yang baik, diinginkan atau dicita-citakan dan dianggap

penting oleh warga masyarakat, misalnya kebiasaan dan sopan santun. Menurut Green, sikap

merupakan kesediaan bereaksi individu terhadap suatu hal, sikap berkaitan dengan motif dan

mendasari tingkah laku seseorang. Tingkah laku adalah implementasi dari sikap yang

diwujudkan dalam perbuatan.

Dalam kaitan dengan pengamalan nilai-nilai hidup, maka moral merupakan kontrol

dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Dalam

hal ini aliran Psikonalisis tidak membeda-bedakan antara moral, norma dan nilai. Semua

konsep itu menurut Freud menyatu dalam konsepnya super ego. Super ego sendiri dalam teori

Freud merupakan bagian dari jiwa yang berfungsi untuk mengendalikan tingkah laku ego,

sehingga tidak bertentangan dengan masyarakat.

6.      TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN MORAL

Dari hasil penyelidikan kohlberg mengemukakan 6 tahap (stadium) perkembangan moral

yang berlaku secara universal dan dalam urutan tertentu. Ada 3 tingkat perkembangan moral

menurut kohlberg, yaitu tingkat :

I     Prakonvensional

II    Konvensional

Page 18: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

III   Pasca-konvensional

            Masing-masing tingkat terdiri dari 2 tahap, sehingga keseluruhan ada 6 tahapan yang

berkembang secara bertingkat dengan urutan yang tetap. Tidak setiap orang dapat mencapai

tahap terakhir perkembangan moral. Dalam stadium nol, anak menganggap baik apa yang

sesuai dengan permintaan dan keinginannya. Hingga sesudah stadium ini datanglah:

Tingkat I; prakonvensional, yang terdiri dari stadiun 1 dan 2

            Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman. Anak menganggap

baik atau buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya. Anak hanya mengetahui bahwa

aturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Ia harus

menurut atau kalau tidak, akan memperoleh hukuman.

            Pada stadium 2, berlaku prinsip Relaivistik-Hedonism.  Pada tahap ini, anak tidak lagi

secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau ditentukan oleh orang

lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai berbagai segi. Jadi, ada

Relativisme. Relativisme ini artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan sesorang.

Misalnya mencuri kambing karena kelaparan. Karena perbuatan “mencuri” untuk memenuhi

kebutuhanya, maka mencuri dianggap sebagai perbuatan yang bermoral, meskipun perbuatan

mencuri itu diketahui sebagai perbuatan yang salah karena ada akibatnya, yaitu hukuman.

Tingkat II : konvensional

            Stadium 3, menyngkut orientasi mengenai anak yang baik. Pada stadium ini, anak

mulai memasuki umur belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi perbuatan-

perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orag lain, masyarakat adalah sumber yang

menentukan, apakah perbuatan sesorang baik atau tidak. Menjadi “anak yang manis” masih

sangat penting daam stadium ini.

            Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dari otoritas. Pada

stdium ini perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang bukan hanya agar dapat diterima oleh

lingkungan masyarakatnya, melainkan bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan-

aturan atau norma-norma soisal. Jadi perbuatan baik merupakan kewajiban untuk ikut

melaksanakan aturan-aturan yang ada, agar tidak timbul kekacauan.

Tingkat III: Pasca-Konvensional

            Stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan

lingkungan sosial, pada stadium ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan

lingkungan sosial, dengan masyarakat. Seseorang harus memperlihatkan kewajibannya, harus

sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial kerena sebaiknya, lingkungan sosial atau

masyarakat akan memberikan perlindungan kepadanya.

Page 19: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

            Stadium 6, tahap ini disebut prinsisp universal. Pada tahap ini ada norma etik

disamping norma pribadi dan subjektif. Dalam hubungan dan perjanjian antara seseorang ada

unsur subjektif ynag menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak. Dalam hal ini, unsur

etika akan menentukan apa yang boleh dan baik dilakukan atau sebaliknya. Menurut Furter

(1965), menjadi remaja berarti mengerti nila-nilai. Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti hanya

memperoleh pengertian saja melainkan juga dapat menjelaskanya/mengamalkannya. Hal ini

selanjutnya berarti bahwa remaja sudah dapat menginternalisasikan penilaian-penilaian

moral, menjadikanya sebagai nilai-nilai pribadi. Untuk selanjutnya penginternalisasian nilai-

nilai ini akan tercemin dalam sikap dan tingkah lakunya.

7.      IMPLEMENTASI PERKEMBANGAN MORAL

Adapun implementasi dari perkembangan moral pada remaja adalah:

a.       Dalam bergaul, remaja sudah mulai selektif dalam memilih teman

b.      Remaja sudah peka terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya dan sudah mulai

mencari solusi terhadap permasalahan tersebut

c.       Sudah mulai mencoba untuk membahagiakan orang lain

d.      Timbul rasa kepedulian jika melihat hal-hal yang menyentuh hati

e.       Remaja sudah mulai membentuk kepribadiannya yang sesuai dengan nilai-nilai yang

diyakininya

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

                Menjadi remaja berarti mengerti nilai-nilai, yang berarti tidak hanya memperoleh

pengertian saja tetapi juga dapat menjalankannya atau mengamalkannya. Faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan moral yaitu hubungan harmonis dalam keluarga, masyarakat,

lingkungan sosial, perkembangan nalar, dan peranan media massa dan perkembangan

teknologi modern.

Karakteristik perkembangan moral antara lain: mulai mampu berfikir abstrak, mulai

mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis, mulai tumbuh kesadaran akan

kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada, keyakinan moral lebih berpusat

pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah, keadilan muncul sebagai kekuatan

Page 20: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

moral yang dominan, penilaian moral menjadi kurang egosentris, dan penilaian secara

psikologis menjadi lebih mahal.

Perbedaan individu dalam perkembangan nilai, moral dan sikap,sesuai dengan umur,

faktor kebudayaan, dan tingkat pemahamannya.

perubahan bagi saya....!!!!

0inShare

Perkembangan Moral Peserta DidikOPINI | 26 September 2012 | 16:55 Dibaca: 3286   Komentar: 0   Nihil

Oleh: Alim Sumarno,

Notulen: M. SAIFUL

Perkembangan Moral Peserta Didik

Di dalam kehidupan bermasyarakat arti nilai sebuah moral sangat penting. Dalam hal ini orang dapat dikatakan bermoral apabila dalam menjalani kehidupan Hurlock, istilah moral berasal dari kata latin mos(moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai- nilai atau prinsip-prinsip moral (Yusuf,2002). Konsep moral sudah dapat dibentuk sejak masa anak yaitu lebih kurang awal dari usia 2 tahun. Meskipun sudah dipelajari sejak kecil, namun setelah dewasa manusia tetap berhadapan dengan masalah-masalah moral dan meningkatkan konsep moralnya dalam berhubungan dengan orang lain. Bahwa perkembangan moral seorang anak sejalan dengan perkembangan kognitifnya. Dengan makin bertambahnya tingkat pengetahuan, makin banyak pula nilai-nilai moral. Menurut Hurlock (dalam Sianawati,dkk, 1992) meskipun perkembangan peserta didik melewati pentahapan yang tetap, namun usia mereka dalam mencapai tahapan tertentu berbeda menurut tingkat perkembangan kognitif mereka

Pola asuh adalah perlakuaan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan, dan mendidik anak dalam kehidupan sehar-ihari (Meichati,1978). Menurut Gunarsa (1989) keluarga merupakan lingkungan kehidupan yang dikenal anak untuk pertama kalinya, dan untuk seterusnya peserta didik banyak belajar di dalam kehidupan keluarga. Karena itu peranan orang tua dianggap paling besar pengaruhnya terhadap perkembangaan moral seorang anak. Dalam hal ini dapat dilihat perbedaan perkembangan moral anak ditinjau dari persepsi pola asuh, yaitu pada orang tua yang menerapkan pola asuh anak yang duduk di TK mulai memperlihatkan keinginan untuk menjadi “anak baik” dan menunjukkan kesetiaan/loyalitas terhadap orang-orang tertentu. Ia sedang memasuki suatu tahap penting perkembangan moral, yang oleh ahli teori Lawrence Kohlberg disebut sebagai tahap “norma-norma interpersonal”. Anak mulai menginternalisir moral-moral sebagaimana yang orang dewasa tunjukan.

Page 21: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

Menurut Piaget, perkembangan moral anak menengah dan akhir berada dalam suatu transisi antara dua tahap yaitu tahap realisme moral atau heteronomous morality dan tahap moralitas berdasarkan hubungan timbal balik atau disebut juga autonomous morality. Dalam tahap realisme moral, anak melihat peraturan dari orang tua dan orang dewasa lainnya sebagai sesuatu yang tidak akan pernah berubah sehingga mereka harus senantiasa mentaati tanpa perlu mempertanyakannya. Mereka juga cenderung menaati peraturan secara kaku dan menilai kebenaran atau kebaikan berdasarkan konskuensi perilaku, bukan berdasarkan maksud atau motivasi si pelaku. Pada tahap ini juga berkembang ide immanent justice (keadilan abadi), yaitu suatu pemikiran bahwa pelanggaran peraturan pasti akan mendapatkan hukuman dengan segera, maupun itu dari orang, objek atau tuhan. Misalnya peserta didik yang berbohong kepada ibunya dan kemudian jatuh dari sepeda sehingga lututnya terluka, akan berpikir bahwa kecelakaan itu terjadi sebagai hukuman karena ia telah berbohong kepada ibunya

Pada tahap moralitas berdasarkan hubungan timbal balik, anak sudah menyadari bahwa peraturan merupakan kesepakatan sosial yang dapat berubah dan dapat dipertanyakan. Anak jjuga sudah mampu melihat bahwa ia tidak perlu patuh terhadap keinginan orang lain dan bahwa pelanggaran peraturan tidak merupakan kesalahan atau pasti akan mendapat hukuman. Dalam menilai perilaku orang lain, anak sudah mampu mempertimbangkan perasaan dan melihat dari sudut pandang orang tersebut. Pada tahap ini juga berkembang ide equalitarianisme, dimana anak percaya bahwa keadilan hukum harus ditetapkan pada semua orang. Anak sudah menyadari bahwa pemberian hukuman harus berdasarkan pertimbangan maksud si pelaku dan kondisi saat terjadinya pelanggaraan, dan hukuman yang diberikan tidak harus berbentuk kekerasan, namun juga dapat berupa pembelajaran agar si pelaku menjadi lebih baik dikemudian hari

Piaget berpendapat bahwa seraya berkembang, anak juga menjadi lebih canggih dalam berfikir tentang persoalan-persoalan sosial. Piaget yakin bahwa peningkatan pemahaman sosial ini terjadi melalui interaksi peserta didik dengan lingkungannya, terutama orang tua dan teman sebaya. Sejalan dengan Piaget yang melihat perkembangan moral dari segi kognitif, Kohberg juga menjelaskan tahapan perkembangan peserta didik . Hanya saja lebih kompleks dari teori piaget . Menurut Kohlberg, perkembangan moral peserta didik menengah dan akhir secara umum berada pada tingkat prakonvensional dan konvensional.

Menurut Hurlock (1993), perkembangan moral anak yang sesungguhnya dapat dilihat dari dua aspek yaitu perkembangan konsep moral dan perkembangan perilaku moral.       Perkembangan konsep moral, seperti yang dijelaskan oleh Piaget dan Kohlberg, tidak menjamin timbulnya tingkah laku moral, karena tingkah laku moral tidak hanya semata-mata dipengaruhi oleh pengetahuan tentang konsep moral, tetapi juga ditentukan oleh banyak faktor seperti tuntutan sosial, konsep diri anak, dan sebagainya. Salah satu faktor yang penting dalam menentukan prilaku moral anak adalah adanya self regulation (pengaturan diri) yaitu kemampuan mengontrol perilaku perilaku sendiri tanpa harus diawasi atau diingatkan oleh orang lain. Dengan adanya pengaturan ini, anak akan mampu menunjukan atau menahan perilaku tertentu secara tepat sesuai dengan kondisi yang dihadapinya.

Dibawah ini diberikan contoh aspek moral dan nilai-nilai agama yang perlu dikembangkan pada jenjang pendidikan anak usia ini yang dikutif dari Standar Kompetensi Taman Kanak-Kanak (TK) /Raodhatul Anfhal (RA) tahun 2004 (Depdi8knas, 2004).

Review artikel tentang perkembangan peserta didik.

Page 22: Tahapperkembanganmoralkohlberg 130317123941 Phpapp01 (1)

Dari artikel di atas setelah saya pelajari terlintas bahwa seseorang yang menulis artikel tersebut memfokuskan bahasan yang di tulis tentang perkembangan moral peserta didik. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwasanya konsep moral sudah dapat dibentuk sejak masa anak yaitu lebih kurang awal dari usia 2 tahun atau pada tahapan pertumbuhan kedua yakni berkisar pada usia 2 sampai 3 tahun menurut teorinya Erikson salah satu pakar perkembangan psikologi.

Anak juga menjadi lebih canggih dalam berfikir tentang persoalan-persoalan sosial sehingga anak itu lebih matang dalam menananmkan moral yang telah terwujud sejak usia dini agar perkrmbanganya menjadi lebih baik dan sempurna sesuai dengan apa yang diharapkan sebelumnya.Namun setelah dewasa manusia tetap berhadapan dengan masalah-masalah moral dan meningkatkan konsep moralnya dalam berhubungan dengan orang lain. Bahwa perkembangan moral seorang anak sejalan dengan perkembangan kognitifnyamaka dari itu dengan makin bertambahnya tingkat pengetahuan, makin banyak pula nilai-nilai moral yang didapat oleh anak tersebut.

Anak juga harus sudah mengerti tentang adanya tahapan-tahapan dalam peraturan karena merupakan kesepakatan sosial yang dapat berubah dan dapat dipertanyakan. Anak juga sudah mampu melihat bahwa ia tidak perlu patuh terhadap keinginan orang lain dan bahwa pelanggaran peraturan tidak merupakan kesalahan atau pasti akan mendapat hukuman. Dalam menilai perilaku orang lain, anak sudah mampu mempertimbangkan perasaan dan melihat dari sudut pandang orang tersebut sehingga anak menjadi mandiri tampa tergantung kepada orang lain sehingga anak juga dapat menilai sendiri mana yang baik dan mana yang buruk yang dapat merugikan dirinya sendiri.

Pertumbuhan dan perkembangan anak berawal pada saat konsepsi hingga masa pertumbuhan dan perkembangan itu berakhir yaitu saat dewasa. Namun, terkadang pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut dapat5 mengalami suatu gangguan. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan bentuk anatomi, fisiologi maupun psikososial seorang anak yang dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor yang mempengaruhi.

Dengan adanya pengaturan ini, anak akan mampu menunjukan atau menahan perilaku tertentu secara tepat sesuai dengan kondisi yang dihadapinya. Dibawah ini diberikan contoh aspek moral dan nilai-nilai agama yang perlu dikembangkan pada jenjang pendidikan anak dalam perkembangan sosio emosional dalam perkembangan bakat anak yang dalam usia perkembangannya mengalami perkembangan.dan Perkembangan moral itu harus didasarkan pada sikap dan kemampuan yang dimiliki anak tersebut. Maka dari itu kita harus pandai-pandai mengembangkan kepribadian kita. Dan semoga apa yang telah saya paparkan diatas menjadi acuan kita untuk menjadi lebih baik di kedepanya amin………!