tahap 2.docx
DESCRIPTION
tahapTRANSCRIPT
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
1/23
TUGAS PENGEMBANGAN METODE ANALISIS
TAHAP II
Detection of the residues of nineteen pesticides in fresh vegetable
samples using gas chromatography mass spectrometry
OLEH:
KELOMPOK VI
Yuni Muftihatin 1108505023
Putu Eka Ayu Sunariyani 1108505046
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
2/23
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pestisida
Pestisida secara umum adalah substansi kimia yang digunakan untuk
membunuh atau mengendalikan berbagai hama (Raini, 2007). Menurut Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1350/MENKES/SK/XII/2001
Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang
dipergunakan untuk :
a.
Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak
tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
b. Memberantas rerumputan.
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman tidak termasuk pupuk.
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan
ternak.f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dn dalam alat-alat pengangkutan; dan atau
h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang-binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Penggolongan pestisida berdasarkan struktur kimianya yang merupakan sub
kelompok pestisida terbesar terdiri dari:
1. Golongan organochlorin
Organochlor adalah pestisida yang mengandung unsur-unsur karbon,
hidrogen, dan chlorin. Atom-atom chlor dalam komposisinya terikat pada atom
hidrokarbon. Secara kimiawi golongan ini relatif stabil dan kurang reaktif,
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
3/23
2
ditandai dengan dampak residunya yang lama terurai di lingkungan. Kelompok
organoklorin merupakan racun terhadap susunan syaraf baik pada serangga
maupun mamalia. Keracunan dapat bersifat akut atau kronis yang bersifat
karsinogen. Contohnya, aldrin, chlordane, DDT, dieldrin, dan endosulfan (Raini,
2007).
Endosulfan merupakan salah satu contoh pestisida golongan ini yang
memiliki titik didih 700C. Endosulfan praktis tidak larut dalam air, larut dalam
sebagian besar pelarut organik (Moffat et al, 2005).
2. Golongan organofosfat.
Jenis pestisida ini mengandung unsur-unsur fosfat, karbon dan hidrogen.
Pestisida ini terdiri dari satu gugus atau lebih fosfor yang terkait pada molekul
organik. Organofosfat dibuat dari satu molekul organik yang direaksikan dengan
fosforilat. Pestisida ini mempunyai efek memblok penyaluran inpuls syaraf
dengan cara mengikat enzim asetilkolinestrase. Keracunan kronis pestisida
golongan ini berpotensi karsinogenik. Contohnya parathion, malathion,
chlorpyrifos, diazinon, dan fenitrothion.
Gambar 1. Struktur kimia dari (A) Parathion; (B) Malathion; (C) Fenitrorthion; (D)
Chlorpyrifos (Moffat et al, 2005)
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
4/23
3
3. Golongan Karbamat
Karbamat adalah jenis pestisida yang mengandung gugus karbamat.
Kelompok ini merupakan ester asam N-metilkarbamat. Golongan ini dapat
menghambat asetilkolinesterase, tetapi pengaruhnya terhadap enzim tersebut tidak
berlangsung lama, karena prosesnya cepat reversible. Contoh golongan ini adalah
carbofuran dan carbosulfan (Raini, 2007).
4. Golongan piretroid
Piretroid berasal dari piretrum diperoleh dari bungan Chrysanthum
cinerariaefolium. Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi
dapat menimbulkan alergi pada orang yang peka. Contohnya cypermethrin,
deltamethrin, dan fenvalerate.
Gambar 2. Struktur kimia deltamethrin (Moffat et al, 2005)
2.2 Preparasi dan Clean-upSampel dengan Solid Phase ExtractionSolid phase extraction (SPE) merupakan metode preparasi sampel yang sering
digunakan dalam isolasi dan/atau membersihkan komponen yang diinginkan dari
larutan sampel. SPE umumnya membuat larutan sampel menjadi kontak dengan
sebuah fase padat atau sorben (penyangga) dimana komponen secara selektifteradsorpsi ke permukaan dari fase padat sebelum terelusi (Dean, 2009). SPE
merupakan merupakan metode utama untuk praperlakuan sampel atau untuk clean up
sampel-sampel yang kotor, misal sampel-sampel yang memiliki kandungan matriks
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
5/23
4
yang tinggi seperti garam-garam, protein, polimer, resin, dan lain-lain (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Ekstraksi fase padat (SPE) merupakan metode pemisahan yang banyak
digunakan dalam ekstraksi dan clean up sampel fitofarmasi. Dalam analisis residu
pestisida, sampel tanaman terdiri dari berbagai komponen dengan sifat fisiko-kimia
dan sifat biologis yang berbeda sehingga diperlukan suatu metode pemisahan dan
clean upyang tangguh dan selektif untuk mengekstraksi multi residu pestisida dari
sampel untuk selanjutnya dapat dianalisis dengan metode GC/LC-MS. Secara garis
besar, ekstraksi sampel untuk analisis residu pestisida meliputi proses ekstraksi untuk
memperoleh analit dari sampel solid bahan tanaman dan selanjutnya diclean up untuk
menghilangkan matriks yang dapat mengganggu analisis dan mempengaruhi
kromatogram yang dapat dihasilkan dari GC/LC-MS. Proses preparasi sampel dan
ektraksi merupakan titik kritis dalam suatu analisis. Metode yang tepat dalam
preparasi sampel akan sangat mempengaruhi hasil yang akan diperoleh. Berbagai
faktor harus diperhatikan dalam menentukan suatu metode preparasi yang tepat
meliputi kelarutan, volatilitas, stabilitas, sifat asam bas serta komponen matrik yang
dapat mengganggu analisis (air, lipid, resin dan pigmen) (Durovic dan Dordevic,2011).
Proses preparasi sampel umumnya merupakan tahapan yang mengkonsumsi
60-70% waktu dari analisis, sehingga dibutuhkan suatu prosedur analisis dengan
metode preparasi yang efisien secara ekonomi dan wkatu, memberikan hasil yang
akurat dan tangguh untuk digunakan sebagai metode analisis rutin, tetapi tetap mudah
dan aman untuk dilakukan (Tan dan Chai, 2011). Metode analisis yang paling umum
digunakan dalam penetapan residu pestisida adalah kromatografi gas (GC) ataupun
kromatografi cair (LC) yang dikombinasikan dengan detektor spektrometri massa
(MS), sehingga prosedur preparasi yang digunakan harus kompatibel dan dapat
menunjang sistem analisis yang digunakan. Tahapan utama dalam preparasi sampel
multi residu pestisida meliputi:
1. Homogenisasi sampel untuk memperoleh matriks yang seragam
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
6/23
5
2. Ektraksi residu pestisida dengan menggunakan pelarut yang sesuai
3. Tahap clean up yang berfungsi menghilangkan komponen matriks yang dapat
mengganggu selama proses analisis dengan LC/GC MS
4. Proses elusi dan/atau fraksinasi analit yang telah diekstraksi
5. Memekatkan eluen dan rekonstitusi dengan menggunakan solven yang
kompatibel dengan kondisi GC/LC.
(Tan dan Chai, 2011).
Preparasi sampel yang sebelumnya banyak digunakan dalam pemisahan
residu pestisida adalah ekstraksi cair-cair dan sokletasi. Metode ini memang
sederhana, akan tetapi pada metode ini membutuhkan banyak pelarut organik dan
menghasilkan limbah yang memerlukan penanganan khusus, selain itu metode ini
tidak dapat secara optimum digunakan untuk memisahkan dan clean up analit dari
berbagai komponen matriks sampel yang dapat menggangu analisis. Berdasarkan
keterbatasan dari metode tersebut, dibutuhkan suatu metode yang tangguh dan dapat
menghasilkan efisiensi pemisahan baik dalam preparasi sampel untuk analisis residu
pestisida. Metode ekstraksi fase padat (SPE) merupakan metode yang
direkomendasikan untuk preparasi dalam analisis multi residu pestisida denganmetode GC/LC-MS. Metode ini dapat memisahkan dan memurnikan analit dari
matrik yang kompleks pada sampel bahan tanaman, SPE juga memiliki durasi analisis
yang lebih pendek, konsumsi solven yang dibutuhkan lebih minimal, pemisahan yang
lebih optimum dan efisien, tahapan analisis yang lebih singkat dan mudah, dapat
secara simultan digunakan untuk berbagai jenis golongan pestisida, effective costdan
dapat secara luas dapat diaplikasikan untuk analisis residu pestisida dalam berbagai
jenis (Parada et al., 2011).
Prinsip pemisahan pada ekstraksi fase pada didasarkan atas proses penjerapan
analit pada medium SPE dengan cara memasukkannya pada selongsong di dalam
suatu pelarut yang memiliki daya mengelusi rendah. Analit tersebut kemudian dapat
dibilas dengan pelarut lain yang berdaya elusi rendah kemudian akhirnya dielusi
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
7/23
6
dengan pelarut berdaya elusi kuat dengan volume yang kecil (Watson, 2005). Metode
ini terdiri atas empat tahapan utama yaitu:
a. Pengkondisian sorben dengan pelarut
Tahap ini merupakan tahap yang sangat krusial dan meliputi proses
pembasahan packing material, solvatasi grup fungsional penjerap serta
penghilangan pengotor pada permukaan penjerap. Pelarut yang digunakan
dalam pengkondisian sangat bergantung dari sifat sorben yang digunakan.
Pencegahan terhadap pengeringan pada permukaan sampel harus dilakukan
karena permukaan sorben yang kering akan menyebabkan retensi analit yang
terjadi tidak efisien. Apabila terjadi kekeringan pada permukaan sorben, maka
perlu dilakukan tahap pengkondisian ulang (Tan dan Chai, 2011).
Pengkondisian sorben dilakukan dengan pelarut atau buffer dengan komposisi
yang sama dengan larutan sampel yang akan diekstraksi yang nantinya akan
ditarik melalui sorben (Dean, 2009). Kolom dialiri dengan pelarut sampel
untuk membasahi permukaan penjerap dan untuk menciptakan nilai pH yang
sama, sehingga perubahan-perubahan kimia yang tidak diharapkan ketika
sampel dimasukkan dapat dihindari (Gandjar dan Rohman, 2007)b. Penuangan dan tertahannya sampel
Larutan sampel dilewatkan ke cartridge untuk menahan analit yang
diharapkan dan komponen lain akan terelusi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Volume yang digunakan antara 1 mL hingga 1 L tergantung dari sistem yang
digunakan. Aplikasi larutan sampel ke dalam sorben dapat dilakukan
berdasarkan gravitasi, sistem pompa ataupun vakum. Pada tahap ini, analit
akan terkonsentrasi pada permukaan sorben. Meskipun terdapat beberapa
komponen matriks yang ikut tertahan pada sorben, umumnya matriks akan
terelusi melewati sorben sehingga terjad proses pemisahan dan pemurnian
(Tan dan Chai, 2011).
c. Pembilasan atau pencucian sorben
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
8/23
7
Tahap ini penting untuk menghilangkan seluruh komponen yang tidak
tertahan oleh penjerap selama tahap retensi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Tahap ini dilakukan dengan mencuci menggunakan pelarut denga daya elusi
yang rendah yang bertujuan untuk menghilangkan material eksternal yang
tidak diinginkan tanpa mempengaruhi elusi komponen yang diinginkan (Dean,
2009; Tan dan Chai, 2011).
d. Elusi komponen yang diinginkan.
Tahap terakhir untuk mengambil analit yang dikehendaki yang tertahan dalam
penjerap (Gandjar dan Rohman, 2007). Komponen yang diinginkan dielusi
dari sorben atau penjerap menggunakan pelarut dengan volume yang diatur
sedemikian rupa hingga dapat diperoleh perolehan kembali analit secara
kuantitatif dengan pengenceran yang rendah. Laju alir yang digunakan harus
dapat menghasilkan efisiensi selama pengelusian (Dean, 2009; Tan dan Chai,
2011).
Secara umum penjerap atau sorben dibedakan menjadi 3 kelas, yakni fase
normal, fase terbalik, dan penukar ion.Penjerap fase normal memiliki gugus fungsi
yang bersifat polar seperti silika, alumina, amino, cyano, dan diol. Sifat polar inimenunjukkan bahwa penjerap lebih suka terhadap komponen-komponen polar seperti
fenol yang nantinya akan tertahan. Sebaliknya pada penjerap fase terbalik memiliki
gugus fungsi yang bersifat nonpolar seperti oktadesil, oktil, metil, dan akan menjerap
komponen yang bersifat non polar seperti hidrokarbon polisiklik aromatik. Penjerap
penukar ion memiliki gugus fungsi kationik atau anionik dan saat terionisasi akan
menarik ion dengan muatan yang berlawanan (Dean, 2009). Pada pemilihan sistem
penjerap/sorben yang digunakan dalam pemisahan residu pestisida, penjerap yang
bersifat non polar berupa oktadesil (C18) yang terikat pada silika. Sorben reverse
phase lebih dipilih karena dapat meningkatkan retensi analit organik dalam fase
berair. Sistem ini dapat diterapkan dalam ekstraksi pestisida golongan organoklorin
yang tidak membutuhkan proses clean up komponen lipid didalam sampel. Sistem ini
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
9/23
8
menghasilkan retensi dan selektifitas yang khas untuk senyawa golongan
organoklorin (Kang dan Chang, 2011).
Ekstrak atau sampel tertentu membutuhkan tahap pemurnian dengan
menggunakan berbagai metode clean up untuk menghilangkan interferen yang dapat
mengganggu analisis seperti komponen lipid. Interferen ini banyak ditemukan dalam
penetapan multi residu pestisida terutama pada sampel yang berasal dari bahan
tanaman. Metode ini menggunakan sistem ekstraksi fase pada dengan penjerap yang
terdiri dari silika netral, florisil dan silika asam. Pada tahap clean up untuk penetapan
residu pestisida golongan organoklorin, kombinasi penggunaan penjerap florisil,
silika dan penjerap netral seperti sodium fosfat dapat memberikan proses clean up
yang lebih optimum. Pada tahap pemurnian dan clean up untuk multi residu pestisida
senaywa golongan organoklorin, pelarut n-hexane dengan kombinasi diklorometan
yang digunakan dapat memberikan efisiensi dan meningkatkan perolehan kembali
selama proses pemisahan dibandingkan penggunaan pelarut hanya dengan n-hexana.
Fungsi dari penggunaan N-hexane ini untuk mengekstraksi komponen lipid dan
matriks lainnya yang terdapat dalam sampel (Lino et al., 1998).
2.3 Gas Chromatography Mass Spectrometry
Kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS) adalah metode yang
mengkombinasikan kromatografi gas dan spektrometri massa untuk mengidentifikasi
senyawa yang berbeda dalam analisis sampel. GC-MS adalah terdiri dari dua blok
bangunan utama: kromatografi gas dan spektrometer massa. Adapun kelebihan dari
GC-MS adalah:
1. Efisien, resolusi tinggi sehingga dapat digunakan untuk menganalisa partikel
berukuran sangat kecil.
2. Aliran fasa bergerak (gas) sangat terkontrol dan kecepatannya tetap.
3. Pemisahan fisik terjadi didalam kolom yang jenisnya banyak sekali, panjang
dan temperaturnya dapat diatur.
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
10/23
9
4. Sangat mudah terjadi pencampuran uap sampel kedalam fasa bergerak.
5. Analisis cepat, biasanya hanya dalam hitungan menit.
6. Tidak merusak sampel.
7. Sensitivitas tinggi sehingga dapat memisahkan berbagai senyawa yang saling
bercampur dan mampu menganalisa berbagai senyawa meskipun dalam
kadar/konsentrasi rendah.
(Hites, 1999)
Prinsip kerja Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (KG-SM) yaitu, cuplikan
diinjeksikan kedalam injektor. Aliran gas dari gas pengangkut akan membawa
cuplikan yang telah teruapkan masuk kedalam kolom. Kolom akan memisahkan
komponen-komponen dari cuplikan. Komponen-komponen tersebut terelusi sesuai
dengan urutan semakin membesarnya nilai koefisien partisi (K), selanjutnya masuk
dalam spektrofotometer massa (MS). Pada spektroskopi massa komponen cuplikan
ditembaki dengan berkas elektron dan diubah menjadi ion-ion muatan positif yang
bertenaga tinggi (ion-ion molekuler atau ion-ion induk) dan dapat pecah menjadi ion-
ion yang lebih kecil (ion-ion anak pecahan atau ion-ion induk), lepasnya elektron dari
molekul /komponen-komponen menghasilkan radikal kation. Ion-ion molekul, ion-ion pecahan, dan ion-ion radikal pecahan dipisahkan oleh ion pembelokan dalam
medan magnet yang berubah sesuai dengan massa dan muatannya. Perubahan
tersebut menimbulkan arus (arus ion) pada kolektor yang sebanding dengan limpahan
relatifnya. Kemudian dicatat sebagai spektra massa yang merupakan gambaran antara
limpahan relative dengan rasio massa/muatan (m/z) (Sastrohamidjojo, 1985).
Spektrometri massa (SM) adalah suatu instrumen yang dapat menyeleksi
molekul-molekul gas bermuatan berdasarkan massanya. Spektrum massa diperoleh
dengan mengubah senyawa cuplikan menjadi ion-ion yang bergerak cepat yang
dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/z)
(Fessenden,1992).
Spektrometer massa bekerja dengan molekul pengion yang kemudian akan
memilah dan mengidentifikasi ion menurut massa, sesuai rasio fragmentasi mereka
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
11/23
10
(m/z). Dua komponen kunci dalam proses ini adalah sumber ion (ion source) yang
akan menghasilkan ion dan analisis massa (mass analyzer) yang menseleksi ion.
Gambar 3. Instrumentasi Kromatografi Gas Spektrofotometri Massa
Komponen kromatografi gas spektrofotometri massa (GC-MS)
a. Gas Pembawa
Gas pembawa yang paling sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar),
nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan karbondioksida (CO2). Keuntungannya adalah
karena semua gas ini tidak reaktif dan dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering
yang dikemas dalam tangki tekanan tinggi. Pemilihan gas pembawa tergantung padadetektor yang dipakai. Gas pembawa harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara
lain, harus inert (tidak bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam
kolom), murni, dan mudah diperoleh (Agusta, 2000).
b. Injector (Inlet sampel)
Inlet sampel memungkinkan penghantaran sampel dalam jumlah yang sangat
kecil dari berbagai sumber menuju kolom. Kolom dengan fase gerak digunakan untuk
penghantaran sampel gas melewati kolom menuju sumber ionisasi.
- Split Inlet (Injeksi terpecah)
Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan
diuapkan dalam injector yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan (Gandjar
dan Rohman, 2012).
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
12/23
11
- Splitless Inlet
Splitless inlet menggunakan instrumentasi yang sama dengan split inlet dan
meningkatkan sensitivitas dengan mentransfer hampil seluruh sampel yang
diinjeksikan menuju kolom kapiler, Pada dasarnya, splitless injection menggunakan
instrumentasi yang sama dengan split, kecuali katup pembersih yang ditutup saat
penginjeksian dan tetap ditutup dalam jangka waktu tertentu (biasanya 30 60
detik)(Grob and Barry, 2004).
Splitless inlet dipanaskan dengan temperature yang cukup tinggi untuk
menjamin penguapan sampel dan pencampuran dengan gas pembawa tanpa
terdegradasi oleh panas. Selama periode tersebut, uap sampel tidak dapat menuju
kolom kapiler. Saat katup dibuka, uap sampel pada inlet akan dengan cepat tersapu
keluar dari katup. Sekitar 95% dari sampel yang diinjeksikan akan mencapai kolom
kapiler. Injeksi menggunakan splitless inlet dapat meningkatkan limit deteksi dan
menjadi teknik yang digunakan untuk trace analysis (konsentrasi analit dalam ppm
dan ppb), walaupun preparasi sampel yang kompleks masih diperlukan injeksi.
Selama periode ini, uap sampel tidak memiliki tempat untuk pergi tapi ke kolom
kapiler. Ketika katup pembersih dibuka, setiap uap sampel yang tersisa diinlet dengancepat menyapu keluar dari katup pembersih (Grob and Barry, 2004).
Sampel harus dilarutkan dengan pelarut yang mudah menguap seperti heksana
atau metanol dan 1-5 L larutan tersebut diinjeksikan pada inlet yang telah
dipanaskan. Untuk menghasilkan kromatogram yang baik, analit yang akan dianalisis
dengan splittles injection harus memiliki titik didih 300C di atas pelarut yang
digunakan (McNair and Miller, 1998).
c. Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya
terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada
kromatografi gas (Rohman, 2009). Keberhasilan suatu proses pemisahan terutama
ditentukan oleh pemilihan kolom. Kolom dapat terbuat dari tembaga, baja tahan
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
13/23
12
karet, aluminium, atau gelas. Kolom dapat berbentuk lurus,melengkung,atau
gulungan spiral sehingga lebih menghemat ruang (Agusta, 2000).
Gambar 4. Skema GC/MS
d. Jet Separator
Senyawa yang keluar dari kolom GC bersama dengan gas pembawa
dilewatkan interface/transfer lineyang suhunya juga tinggi untuk menjaga agar yang
akan masuk ke MS tetap dalam fase gas. Alat biasanya dilengkapi dengan jet
separator untuk memisahkan gas pembawa dengan senyawa yang akan dianalisis.
Gambar 5. Jet Separator
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
14/23
13
e. Sumber IonElectrospray Impact Ionization
Inonisasi pada kromatografi gas spektrofotometri massa dapat dilakukan
denganElectrospray Impact Ionization. Electrospray Impact Ionization adalah nergi
ionisasi yang sering digunakan adalah 70 eV. Proses ionisasi electron impactdapat
dijelaskan dengan model gelombang atau partikel. Teorinya didasarkan atas interaksi
antara elektron yang berenergi tinggi dengan elektron terluar dari molekul.
Penyerapan energi awalnya mengarah pada pembentukan molekul M+ dengan
melepaskan sebuah elektron. Kelebihan energi ini menyebabkan eksitasi pada tingkat
energi rotasi dan vibrasi dari redikal kation ini. Proses selanjutnya dari fragmentasi
tergantung dari banyaknya jumlah kelebihan energi dan kemampuan molekul untuk
stabilisasi internal (Hubschmann, 2009).
Ketika analit keluar dari kolom kapiler, ia akan diionisasi oleh elektron dari
filamen tungsten yang diberi tegangan listrik. Ionisasi ini terjadi bukan karena
tumbukan elektron dan molekul, tapi karena interaksi medan elektron dan molekul
ketika berdekatan. Hal tersebut menyebabkan satu elektron terlepas, sehingga
terbentuk ion molecular M+yang memiliki massa sama dengan molekul netral tetapi
bermuatan lebih positif.Untuk analisis keragaman jenis pestisida dengan metode analisis multi residu,
EI lebih banyak digunakan pada sebagian besar pestisida halogen karena
sensitivitasnya yang tinggi pada senyawa halogen. Keuntungan EI lainnya adalah
tersedia library yang luas pada full scan mode dalam konfirmasi senyawa yang
diidentifikasi dengan membandingkannya dengan pustaka (Raina and Hall, 2008).
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
15/23
14
Gambar 6. Proses ionisasi sampel
Gambar 7. Reaksi Ionisasi Elektron
Setelah molekul diubah menjadi ion kemudian ion ini masuk ke mass analyzer.
Gambar 8. Sumber ionisasi electron
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
16/23
15
f. Mass Analyzer
Quadrupole Analyzer
Pada Quadrupole terdapat empat batang yang menyerupai kolom yang
tersusun paralel dengan arus searah atau Direct Current (DC) tegangan dan
potensial frekuensi radio atauRadio-Frequency(RF) (Siuzdak, 1996).
Gambar 9. QuadrupoleAnalyzer
Medan quadrupoles digunakan untuk menentukan ion mana yang dapat
masuk untuk mencapai detektor. Quadrupolejuga memiliki fungsi sebagai filter
massa. Pada medan quadrupole, ion akan bergerak ke wilayah medan dan akan
berosilasi tergantung pada rasio massa per muatan dan frekuensi radio, dimana
hanya ion tertentu dalam batas nilai potensial terhadap muatan dibiarkan
terbawa dengan cepat yang melewati filter. M/z dari ion dengan demikian
ditentukan dengan mengkorelasikan medan yang diterapkan pada quadrupoles
dengan ion yang mencapai detektor. Spektrum massa dapat diperoleh dengan
penandaan RF, dimana menggambarkan jalur ion yang memiliki nilai m/z
berbeda yang memasuki quadrupole dengan DC tetap dan pada RF hanya ion
dengan m/z tertentu yang dapat untuk melewatinya (Siuzdak, 1996).
g. Detektor
Detektor pada kromatografi gas spektrofotometri massa berfungsi untuk
mendeteksi ion-ion yang sudah dipisahkan menurut ratio m/z (mass to charge ratio).
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
17/23
16
Electron Multiplier (EM)
Pada detektor EM, ion dari analyser dipercepat hingga kecepatan yang tinggi
intuk menjamin efesiensi pendeteksian. Sebuah electron multiplier (pengganda
elektron) merupakan salah satu dari deteksi ion yang memiliki sensitifitas yang
tinggi melalui pengembangan prinsip yang digunakan padaFaraday Cup. Dimana
pada Faraday Cup menggunakan satu dynode, sedangkan pada electron
multiplierterdiri dari serangkaian dynode yang dipertahankan pada potensial yang
semakin meningkat.Ion menumbuk permukaan dynode, menghasilkan emisi
elektron. Elektron sekunder ini yang kemudian terikat pada dynode kedua dimana
akan dihasilkan elektron sekunder yang selanjutnya. Pada akhirnya akan
dihasilkan 106 elektron. Masa hidup dari electron multiplier adalah 1-2 tahun
(Siuzdak, 1996).
2.4 Validasi Metode
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter
tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Tujuan dari validasi metodeanalisis ini adalah untuk menjamin bahwa prosedur analisis yang dilakukan akurat,
presisi dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (ICH, 2005).
Berikut parameter validasi yang harus dipertimbangkan dalam validasi
metode analisis dalam penetapan kadar suatu sediaan atau produk obat akan diuraikan
sebagai berikut.
1. Akurasi
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit yang sebenarnya yang dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery). Cara penentuan akurasi ada dua yaitu metode
simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard
addition method).
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
18/23
17
Dalam metode simulasi, sejumlah analit murni (senyawa pembanding
kimia CRM (Certified Reference Material) atau SRM (Standard Reference
Material) ditambahkan ke dalam campuran bahan pemawa sediaan farmasi
(plasebo) kemudian campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan
dengan kadar analit sebenarnya. Sedangkan pada metode penambahan baku,
sampel dianalisis kemudian sejumlah tertentu analit yang diperiksa
ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis kembali. Selisih kedua
hasil dibandingkan dengan kadar sebenarnya.
Persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat
sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit
dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit
yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi.
Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya
tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu
senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat
dipakai metode adisi. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan
sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, laludianalisis dengan metode tersebut.
(Ravichandran et al, 2010)
2. Presisi
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil
uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku,
simpangan baku relatif (koefisien variasi) atau koefisien variasi. Keseksamaan
dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability),Intermediate Precision,
dan ketertiruan (reproducibility). Namun pada prosedur analisis penetapan
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
19/23
18
kadar suatu sediaan obat, ketertiruan telah dilakukan sehingga Intermediate
precisiontidak perlu dilakukan.
Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh
analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek.
Penentuan dari keterulangan adalah harus menggunakan minimal 9
penentuan dengan 3 konsentrasi yang berbeda yang masing-masing diulangi
sebanyak 3 kali. Selain itu keterulangan dapat dinilai dengan menggunakan
minimal 6 penentuan pada 100% konsentrasi analit (larutan uji).
Ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang
berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang
berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda
pula. Ketertiruan ini penting dalam proses standarisasi prosedur analisis
misalnya jika prosedur akan dimuat dalam farmakope.
Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku
relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat
fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel,
dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai bahwa koefisien variasimeningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis. Ditemukan
bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi
analit. Pada kadar 1% atau lebih, standar deviasi relatif antara laboratorium
adalah sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah 5%. Pada kadar satu per
sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar part per bilion (ppb) adalah
32%. Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD
harus lebih dari 2%. Keseksamaan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.
(Ravichandran et al, 2010)
3. Linearitas dan Rentang
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
20/23
19
Linearitas adalah kemampuan suatu metode analisis untuk memberikan
respon secara langsung dengan bantuan tranformasi matematik yang baik,
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Sedangkan rentang
adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang ditunjukkan dan
dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat
diterima.
Umunya rentang yang digunakan untuk membuat seri standar berkisar
50 150% dari kadar analit (50%). Menurut ICH, rentang spesifik minimum
yang harus dipenuhi adalah :
Uji assay (uji kandungan) dari suatu senyawa obat atau produk obat :
umumnya minimal mencakup rentang 80 120% dari kadar analit.
Uji homogenitas, umumnya minimal mencakup rentang 70 130% dari
kadar analit, kecuali apabila rentang yang lebih besar dapat memberikan
hasil lebih baik (lebih cocok).
Untuk uji disolusi : 20% terhadap rentang spesifik.
(Ravichandran et al, 2010)
4. Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi (LOD & LOQ)
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.
LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas
atau di bawah nilai tertentu (Gandjar dan Rohman, 2013).
Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima
pada kondisi operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LOD dan LOQ
juga diekpresikan sebagai konsentrasi (Gandjar dan Rohman, 2013).
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
21/23
20
Pada analisis instrument batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur
respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko.
Berikut adalah formula yang dapat digunakan untuk perhitungan
Keterangan :
Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi
Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko
Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadapkonsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx)
(Harmita, 2004)
Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis
regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b
pada persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama
dengan simpangan baku residual (Sy/x.). Dibawah ini adalah rumus LOD dan
LOQ- Batas deteksi (Q)
Karena k = 3 atau 10 Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka
Q =
- Batas kuantitasi (Q)
Q =
(Harmita, 2004)
DAFTAR PUSTAKA
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
22/23
21
Agusta, Andria. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung : ITB
Press, hal 1-7.
Dean, J.R. 2009.Extraction Techniques in Analytical Sciences.United Kingdom: John
Wiley & Sons Inc.
Durovic, R. dan T. Dordevic. 2011. Modern Extraction Techniques for Pesticide
Residues Determination in Plant and Soil Samples. Strategies for Pesticides
Analysis, Prof. Margarita Stoytcheva (Ed.). Shanghai: Intech. Hal. 221-246
Fessenden, R.J dan Fessenden, J.S 1992. Kimia Organik, Jilid 2. Edisi Ketiga
Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka Ph.D. Jakarta : Erlangga.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Hites. Ronald. 1999. Gas Chromatography Mass Spectrometry. School of Public and
Enviromental Affairs and Departement of Chemstry. Indiana Universitas.
Kang, J. H and Y. S. Chang. 2011. Organochlorine Pesticides in Human Serum,
Pesticides. Strategies for Pesticides Analysis, Prof. Margarita Stoytcheva
(Ed.). Shanghai: Intech. Hal. 215-240
Lino, E. M., C. B. F. Azzolini, D. S. V. Nunes, J. M. R. Silva dan M. I. N. D.Silveira. 1998. Methods for the Determination of Organochlorine Pesticide
Residues in Human Serum. Journal of Chromatography B, Vol. 716. Hal.
147-152
McMaster, M. C. 2005.LC/MS a Practical Users Guide. New Jersey: John Wiley
& Sons, Inc.
McNair H M dan J M. Miller. 1998. Basic Gas Chromatogaphy. Canada John Wiley
& Sons. Inc.
Moffat, C.A., M. D. Osselton, B. Widdop. 2005. Clarke's Analysis of Drugs and
Poisons. London :Pharmaceutical PressPublications division of the Royal
Pharmaceutical Society of Great Britain.
Parada, A. P., M. Colazzo, N. Besil, E. Dellacassa, V. Cesio, H. Heinzen dan A. R. F.
Alba. Pesticide Residues in Natural Products with Pharmaceutical Use:
-
5/24/2018 Tahap 2.docx
23/23
22
Occurrence, Analytical Advances and Perspectives. Strategies for Pesticides
Analysis, Prof. Margarita Stoytcheva (Ed.). Shanghai: Intech. Hal. 358-388
Raini, M. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida.
Media Litbang Kesehatan. Vol XVII (3).
Siuzdak, G. 1996.Mass Sepctrometry for Biotechnology. London: Academic Press.
Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi. Edisi I. Cetakan I. Yogyakarta : Liberty.
an, G. H. dan M. K. Chai. 2011. Sample Preparation in the Analysis of Pesticides
Residue in Food by Chromatographic Techniques. Strategies for Pesticides
Analysis, Prof. Margarita Stoytcheva (Ed.). Shanghai: Intech. Hal. 27-58
Vogeser, M. and Christoph, S. 2008. A Decade of HPLC-MS/MS in The Routine
Clinical Laboratory-Goals for futher Development. Clinical Biochemistry.
Vol. 41.