tahap 2.docx

Upload: yuni-muftihatin

Post on 14-Oct-2015

100 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tahap

TRANSCRIPT

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    1/23

    TUGAS PENGEMBANGAN METODE ANALISIS

    TAHAP II

    Detection of the residues of nineteen pesticides in fresh vegetable

    samples using gas chromatography mass spectrometry

    OLEH:

    KELOMPOK VI

    Yuni Muftihatin 1108505023

    Putu Eka Ayu Sunariyani 1108505046

    JURUSAN FARMASI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS UDAYANA

    2014

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    2/23

    1

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pestisida

    Pestisida secara umum adalah substansi kimia yang digunakan untuk

    membunuh atau mengendalikan berbagai hama (Raini, 2007). Menurut Keputusan

    Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1350/MENKES/SK/XII/2001

    Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang

    dipergunakan untuk :

    a.

    Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak

    tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.

    b. Memberantas rerumputan.

    c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.

    d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian

    tanaman tidak termasuk pupuk.

    e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan

    ternak.f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.

    g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam

    rumah tangga, bangunan dn dalam alat-alat pengangkutan; dan atau

    h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan

    penyakit pada manusia atau binatang-binatang yang perlu dilindungi dengan

    penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

    Penggolongan pestisida berdasarkan struktur kimianya yang merupakan sub

    kelompok pestisida terbesar terdiri dari:

    1. Golongan organochlorin

    Organochlor adalah pestisida yang mengandung unsur-unsur karbon,

    hidrogen, dan chlorin. Atom-atom chlor dalam komposisinya terikat pada atom

    hidrokarbon. Secara kimiawi golongan ini relatif stabil dan kurang reaktif,

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    3/23

    2

    ditandai dengan dampak residunya yang lama terurai di lingkungan. Kelompok

    organoklorin merupakan racun terhadap susunan syaraf baik pada serangga

    maupun mamalia. Keracunan dapat bersifat akut atau kronis yang bersifat

    karsinogen. Contohnya, aldrin, chlordane, DDT, dieldrin, dan endosulfan (Raini,

    2007).

    Endosulfan merupakan salah satu contoh pestisida golongan ini yang

    memiliki titik didih 700C. Endosulfan praktis tidak larut dalam air, larut dalam

    sebagian besar pelarut organik (Moffat et al, 2005).

    2. Golongan organofosfat.

    Jenis pestisida ini mengandung unsur-unsur fosfat, karbon dan hidrogen.

    Pestisida ini terdiri dari satu gugus atau lebih fosfor yang terkait pada molekul

    organik. Organofosfat dibuat dari satu molekul organik yang direaksikan dengan

    fosforilat. Pestisida ini mempunyai efek memblok penyaluran inpuls syaraf

    dengan cara mengikat enzim asetilkolinestrase. Keracunan kronis pestisida

    golongan ini berpotensi karsinogenik. Contohnya parathion, malathion,

    chlorpyrifos, diazinon, dan fenitrothion.

    Gambar 1. Struktur kimia dari (A) Parathion; (B) Malathion; (C) Fenitrorthion; (D)

    Chlorpyrifos (Moffat et al, 2005)

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    4/23

    3

    3. Golongan Karbamat

    Karbamat adalah jenis pestisida yang mengandung gugus karbamat.

    Kelompok ini merupakan ester asam N-metilkarbamat. Golongan ini dapat

    menghambat asetilkolinesterase, tetapi pengaruhnya terhadap enzim tersebut tidak

    berlangsung lama, karena prosesnya cepat reversible. Contoh golongan ini adalah

    carbofuran dan carbosulfan (Raini, 2007).

    4. Golongan piretroid

    Piretroid berasal dari piretrum diperoleh dari bungan Chrysanthum

    cinerariaefolium. Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi

    dapat menimbulkan alergi pada orang yang peka. Contohnya cypermethrin,

    deltamethrin, dan fenvalerate.

    Gambar 2. Struktur kimia deltamethrin (Moffat et al, 2005)

    2.2 Preparasi dan Clean-upSampel dengan Solid Phase ExtractionSolid phase extraction (SPE) merupakan metode preparasi sampel yang sering

    digunakan dalam isolasi dan/atau membersihkan komponen yang diinginkan dari

    larutan sampel. SPE umumnya membuat larutan sampel menjadi kontak dengan

    sebuah fase padat atau sorben (penyangga) dimana komponen secara selektifteradsorpsi ke permukaan dari fase padat sebelum terelusi (Dean, 2009). SPE

    merupakan merupakan metode utama untuk praperlakuan sampel atau untuk clean up

    sampel-sampel yang kotor, misal sampel-sampel yang memiliki kandungan matriks

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    5/23

    4

    yang tinggi seperti garam-garam, protein, polimer, resin, dan lain-lain (Gandjar dan

    Rohman, 2007).

    Ekstraksi fase padat (SPE) merupakan metode pemisahan yang banyak

    digunakan dalam ekstraksi dan clean up sampel fitofarmasi. Dalam analisis residu

    pestisida, sampel tanaman terdiri dari berbagai komponen dengan sifat fisiko-kimia

    dan sifat biologis yang berbeda sehingga diperlukan suatu metode pemisahan dan

    clean upyang tangguh dan selektif untuk mengekstraksi multi residu pestisida dari

    sampel untuk selanjutnya dapat dianalisis dengan metode GC/LC-MS. Secara garis

    besar, ekstraksi sampel untuk analisis residu pestisida meliputi proses ekstraksi untuk

    memperoleh analit dari sampel solid bahan tanaman dan selanjutnya diclean up untuk

    menghilangkan matriks yang dapat mengganggu analisis dan mempengaruhi

    kromatogram yang dapat dihasilkan dari GC/LC-MS. Proses preparasi sampel dan

    ektraksi merupakan titik kritis dalam suatu analisis. Metode yang tepat dalam

    preparasi sampel akan sangat mempengaruhi hasil yang akan diperoleh. Berbagai

    faktor harus diperhatikan dalam menentukan suatu metode preparasi yang tepat

    meliputi kelarutan, volatilitas, stabilitas, sifat asam bas serta komponen matrik yang

    dapat mengganggu analisis (air, lipid, resin dan pigmen) (Durovic dan Dordevic,2011).

    Proses preparasi sampel umumnya merupakan tahapan yang mengkonsumsi

    60-70% waktu dari analisis, sehingga dibutuhkan suatu prosedur analisis dengan

    metode preparasi yang efisien secara ekonomi dan wkatu, memberikan hasil yang

    akurat dan tangguh untuk digunakan sebagai metode analisis rutin, tetapi tetap mudah

    dan aman untuk dilakukan (Tan dan Chai, 2011). Metode analisis yang paling umum

    digunakan dalam penetapan residu pestisida adalah kromatografi gas (GC) ataupun

    kromatografi cair (LC) yang dikombinasikan dengan detektor spektrometri massa

    (MS), sehingga prosedur preparasi yang digunakan harus kompatibel dan dapat

    menunjang sistem analisis yang digunakan. Tahapan utama dalam preparasi sampel

    multi residu pestisida meliputi:

    1. Homogenisasi sampel untuk memperoleh matriks yang seragam

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    6/23

    5

    2. Ektraksi residu pestisida dengan menggunakan pelarut yang sesuai

    3. Tahap clean up yang berfungsi menghilangkan komponen matriks yang dapat

    mengganggu selama proses analisis dengan LC/GC MS

    4. Proses elusi dan/atau fraksinasi analit yang telah diekstraksi

    5. Memekatkan eluen dan rekonstitusi dengan menggunakan solven yang

    kompatibel dengan kondisi GC/LC.

    (Tan dan Chai, 2011).

    Preparasi sampel yang sebelumnya banyak digunakan dalam pemisahan

    residu pestisida adalah ekstraksi cair-cair dan sokletasi. Metode ini memang

    sederhana, akan tetapi pada metode ini membutuhkan banyak pelarut organik dan

    menghasilkan limbah yang memerlukan penanganan khusus, selain itu metode ini

    tidak dapat secara optimum digunakan untuk memisahkan dan clean up analit dari

    berbagai komponen matriks sampel yang dapat menggangu analisis. Berdasarkan

    keterbatasan dari metode tersebut, dibutuhkan suatu metode yang tangguh dan dapat

    menghasilkan efisiensi pemisahan baik dalam preparasi sampel untuk analisis residu

    pestisida. Metode ekstraksi fase padat (SPE) merupakan metode yang

    direkomendasikan untuk preparasi dalam analisis multi residu pestisida denganmetode GC/LC-MS. Metode ini dapat memisahkan dan memurnikan analit dari

    matrik yang kompleks pada sampel bahan tanaman, SPE juga memiliki durasi analisis

    yang lebih pendek, konsumsi solven yang dibutuhkan lebih minimal, pemisahan yang

    lebih optimum dan efisien, tahapan analisis yang lebih singkat dan mudah, dapat

    secara simultan digunakan untuk berbagai jenis golongan pestisida, effective costdan

    dapat secara luas dapat diaplikasikan untuk analisis residu pestisida dalam berbagai

    jenis (Parada et al., 2011).

    Prinsip pemisahan pada ekstraksi fase pada didasarkan atas proses penjerapan

    analit pada medium SPE dengan cara memasukkannya pada selongsong di dalam

    suatu pelarut yang memiliki daya mengelusi rendah. Analit tersebut kemudian dapat

    dibilas dengan pelarut lain yang berdaya elusi rendah kemudian akhirnya dielusi

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    7/23

    6

    dengan pelarut berdaya elusi kuat dengan volume yang kecil (Watson, 2005). Metode

    ini terdiri atas empat tahapan utama yaitu:

    a. Pengkondisian sorben dengan pelarut

    Tahap ini merupakan tahap yang sangat krusial dan meliputi proses

    pembasahan packing material, solvatasi grup fungsional penjerap serta

    penghilangan pengotor pada permukaan penjerap. Pelarut yang digunakan

    dalam pengkondisian sangat bergantung dari sifat sorben yang digunakan.

    Pencegahan terhadap pengeringan pada permukaan sampel harus dilakukan

    karena permukaan sorben yang kering akan menyebabkan retensi analit yang

    terjadi tidak efisien. Apabila terjadi kekeringan pada permukaan sorben, maka

    perlu dilakukan tahap pengkondisian ulang (Tan dan Chai, 2011).

    Pengkondisian sorben dilakukan dengan pelarut atau buffer dengan komposisi

    yang sama dengan larutan sampel yang akan diekstraksi yang nantinya akan

    ditarik melalui sorben (Dean, 2009). Kolom dialiri dengan pelarut sampel

    untuk membasahi permukaan penjerap dan untuk menciptakan nilai pH yang

    sama, sehingga perubahan-perubahan kimia yang tidak diharapkan ketika

    sampel dimasukkan dapat dihindari (Gandjar dan Rohman, 2007)b. Penuangan dan tertahannya sampel

    Larutan sampel dilewatkan ke cartridge untuk menahan analit yang

    diharapkan dan komponen lain akan terelusi (Gandjar dan Rohman, 2007).

    Volume yang digunakan antara 1 mL hingga 1 L tergantung dari sistem yang

    digunakan. Aplikasi larutan sampel ke dalam sorben dapat dilakukan

    berdasarkan gravitasi, sistem pompa ataupun vakum. Pada tahap ini, analit

    akan terkonsentrasi pada permukaan sorben. Meskipun terdapat beberapa

    komponen matriks yang ikut tertahan pada sorben, umumnya matriks akan

    terelusi melewati sorben sehingga terjad proses pemisahan dan pemurnian

    (Tan dan Chai, 2011).

    c. Pembilasan atau pencucian sorben

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    8/23

    7

    Tahap ini penting untuk menghilangkan seluruh komponen yang tidak

    tertahan oleh penjerap selama tahap retensi (Gandjar dan Rohman, 2007).

    Tahap ini dilakukan dengan mencuci menggunakan pelarut denga daya elusi

    yang rendah yang bertujuan untuk menghilangkan material eksternal yang

    tidak diinginkan tanpa mempengaruhi elusi komponen yang diinginkan (Dean,

    2009; Tan dan Chai, 2011).

    d. Elusi komponen yang diinginkan.

    Tahap terakhir untuk mengambil analit yang dikehendaki yang tertahan dalam

    penjerap (Gandjar dan Rohman, 2007). Komponen yang diinginkan dielusi

    dari sorben atau penjerap menggunakan pelarut dengan volume yang diatur

    sedemikian rupa hingga dapat diperoleh perolehan kembali analit secara

    kuantitatif dengan pengenceran yang rendah. Laju alir yang digunakan harus

    dapat menghasilkan efisiensi selama pengelusian (Dean, 2009; Tan dan Chai,

    2011).

    Secara umum penjerap atau sorben dibedakan menjadi 3 kelas, yakni fase

    normal, fase terbalik, dan penukar ion.Penjerap fase normal memiliki gugus fungsi

    yang bersifat polar seperti silika, alumina, amino, cyano, dan diol. Sifat polar inimenunjukkan bahwa penjerap lebih suka terhadap komponen-komponen polar seperti

    fenol yang nantinya akan tertahan. Sebaliknya pada penjerap fase terbalik memiliki

    gugus fungsi yang bersifat nonpolar seperti oktadesil, oktil, metil, dan akan menjerap

    komponen yang bersifat non polar seperti hidrokarbon polisiklik aromatik. Penjerap

    penukar ion memiliki gugus fungsi kationik atau anionik dan saat terionisasi akan

    menarik ion dengan muatan yang berlawanan (Dean, 2009). Pada pemilihan sistem

    penjerap/sorben yang digunakan dalam pemisahan residu pestisida, penjerap yang

    bersifat non polar berupa oktadesil (C18) yang terikat pada silika. Sorben reverse

    phase lebih dipilih karena dapat meningkatkan retensi analit organik dalam fase

    berair. Sistem ini dapat diterapkan dalam ekstraksi pestisida golongan organoklorin

    yang tidak membutuhkan proses clean up komponen lipid didalam sampel. Sistem ini

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    9/23

    8

    menghasilkan retensi dan selektifitas yang khas untuk senyawa golongan

    organoklorin (Kang dan Chang, 2011).

    Ekstrak atau sampel tertentu membutuhkan tahap pemurnian dengan

    menggunakan berbagai metode clean up untuk menghilangkan interferen yang dapat

    mengganggu analisis seperti komponen lipid. Interferen ini banyak ditemukan dalam

    penetapan multi residu pestisida terutama pada sampel yang berasal dari bahan

    tanaman. Metode ini menggunakan sistem ekstraksi fase pada dengan penjerap yang

    terdiri dari silika netral, florisil dan silika asam. Pada tahap clean up untuk penetapan

    residu pestisida golongan organoklorin, kombinasi penggunaan penjerap florisil,

    silika dan penjerap netral seperti sodium fosfat dapat memberikan proses clean up

    yang lebih optimum. Pada tahap pemurnian dan clean up untuk multi residu pestisida

    senaywa golongan organoklorin, pelarut n-hexane dengan kombinasi diklorometan

    yang digunakan dapat memberikan efisiensi dan meningkatkan perolehan kembali

    selama proses pemisahan dibandingkan penggunaan pelarut hanya dengan n-hexana.

    Fungsi dari penggunaan N-hexane ini untuk mengekstraksi komponen lipid dan

    matriks lainnya yang terdapat dalam sampel (Lino et al., 1998).

    2.3 Gas Chromatography Mass Spectrometry

    Kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS) adalah metode yang

    mengkombinasikan kromatografi gas dan spektrometri massa untuk mengidentifikasi

    senyawa yang berbeda dalam analisis sampel. GC-MS adalah terdiri dari dua blok

    bangunan utama: kromatografi gas dan spektrometer massa. Adapun kelebihan dari

    GC-MS adalah:

    1. Efisien, resolusi tinggi sehingga dapat digunakan untuk menganalisa partikel

    berukuran sangat kecil.

    2. Aliran fasa bergerak (gas) sangat terkontrol dan kecepatannya tetap.

    3. Pemisahan fisik terjadi didalam kolom yang jenisnya banyak sekali, panjang

    dan temperaturnya dapat diatur.

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    10/23

    9

    4. Sangat mudah terjadi pencampuran uap sampel kedalam fasa bergerak.

    5. Analisis cepat, biasanya hanya dalam hitungan menit.

    6. Tidak merusak sampel.

    7. Sensitivitas tinggi sehingga dapat memisahkan berbagai senyawa yang saling

    bercampur dan mampu menganalisa berbagai senyawa meskipun dalam

    kadar/konsentrasi rendah.

    (Hites, 1999)

    Prinsip kerja Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (KG-SM) yaitu, cuplikan

    diinjeksikan kedalam injektor. Aliran gas dari gas pengangkut akan membawa

    cuplikan yang telah teruapkan masuk kedalam kolom. Kolom akan memisahkan

    komponen-komponen dari cuplikan. Komponen-komponen tersebut terelusi sesuai

    dengan urutan semakin membesarnya nilai koefisien partisi (K), selanjutnya masuk

    dalam spektrofotometer massa (MS). Pada spektroskopi massa komponen cuplikan

    ditembaki dengan berkas elektron dan diubah menjadi ion-ion muatan positif yang

    bertenaga tinggi (ion-ion molekuler atau ion-ion induk) dan dapat pecah menjadi ion-

    ion yang lebih kecil (ion-ion anak pecahan atau ion-ion induk), lepasnya elektron dari

    molekul /komponen-komponen menghasilkan radikal kation. Ion-ion molekul, ion-ion pecahan, dan ion-ion radikal pecahan dipisahkan oleh ion pembelokan dalam

    medan magnet yang berubah sesuai dengan massa dan muatannya. Perubahan

    tersebut menimbulkan arus (arus ion) pada kolektor yang sebanding dengan limpahan

    relatifnya. Kemudian dicatat sebagai spektra massa yang merupakan gambaran antara

    limpahan relative dengan rasio massa/muatan (m/z) (Sastrohamidjojo, 1985).

    Spektrometri massa (SM) adalah suatu instrumen yang dapat menyeleksi

    molekul-molekul gas bermuatan berdasarkan massanya. Spektrum massa diperoleh

    dengan mengubah senyawa cuplikan menjadi ion-ion yang bergerak cepat yang

    dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/z)

    (Fessenden,1992).

    Spektrometer massa bekerja dengan molekul pengion yang kemudian akan

    memilah dan mengidentifikasi ion menurut massa, sesuai rasio fragmentasi mereka

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    11/23

    10

    (m/z). Dua komponen kunci dalam proses ini adalah sumber ion (ion source) yang

    akan menghasilkan ion dan analisis massa (mass analyzer) yang menseleksi ion.

    Gambar 3. Instrumentasi Kromatografi Gas Spektrofotometri Massa

    Komponen kromatografi gas spektrofotometri massa (GC-MS)

    a. Gas Pembawa

    Gas pembawa yang paling sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar),

    nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan karbondioksida (CO2). Keuntungannya adalah

    karena semua gas ini tidak reaktif dan dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering

    yang dikemas dalam tangki tekanan tinggi. Pemilihan gas pembawa tergantung padadetektor yang dipakai. Gas pembawa harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara

    lain, harus inert (tidak bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam

    kolom), murni, dan mudah diperoleh (Agusta, 2000).

    b. Injector (Inlet sampel)

    Inlet sampel memungkinkan penghantaran sampel dalam jumlah yang sangat

    kecil dari berbagai sumber menuju kolom. Kolom dengan fase gerak digunakan untuk

    penghantaran sampel gas melewati kolom menuju sumber ionisasi.

    - Split Inlet (Injeksi terpecah)

    Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan

    diuapkan dalam injector yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan (Gandjar

    dan Rohman, 2012).

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    12/23

    11

    - Splitless Inlet

    Splitless inlet menggunakan instrumentasi yang sama dengan split inlet dan

    meningkatkan sensitivitas dengan mentransfer hampil seluruh sampel yang

    diinjeksikan menuju kolom kapiler, Pada dasarnya, splitless injection menggunakan

    instrumentasi yang sama dengan split, kecuali katup pembersih yang ditutup saat

    penginjeksian dan tetap ditutup dalam jangka waktu tertentu (biasanya 30 60

    detik)(Grob and Barry, 2004).

    Splitless inlet dipanaskan dengan temperature yang cukup tinggi untuk

    menjamin penguapan sampel dan pencampuran dengan gas pembawa tanpa

    terdegradasi oleh panas. Selama periode tersebut, uap sampel tidak dapat menuju

    kolom kapiler. Saat katup dibuka, uap sampel pada inlet akan dengan cepat tersapu

    keluar dari katup. Sekitar 95% dari sampel yang diinjeksikan akan mencapai kolom

    kapiler. Injeksi menggunakan splitless inlet dapat meningkatkan limit deteksi dan

    menjadi teknik yang digunakan untuk trace analysis (konsentrasi analit dalam ppm

    dan ppb), walaupun preparasi sampel yang kompleks masih diperlukan injeksi.

    Selama periode ini, uap sampel tidak memiliki tempat untuk pergi tapi ke kolom

    kapiler. Ketika katup pembersih dibuka, setiap uap sampel yang tersisa diinlet dengancepat menyapu keluar dari katup pembersih (Grob and Barry, 2004).

    Sampel harus dilarutkan dengan pelarut yang mudah menguap seperti heksana

    atau metanol dan 1-5 L larutan tersebut diinjeksikan pada inlet yang telah

    dipanaskan. Untuk menghasilkan kromatogram yang baik, analit yang akan dianalisis

    dengan splittles injection harus memiliki titik didih 300C di atas pelarut yang

    digunakan (McNair and Miller, 1998).

    c. Kolom

    Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya

    terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada

    kromatografi gas (Rohman, 2009). Keberhasilan suatu proses pemisahan terutama

    ditentukan oleh pemilihan kolom. Kolom dapat terbuat dari tembaga, baja tahan

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    13/23

    12

    karet, aluminium, atau gelas. Kolom dapat berbentuk lurus,melengkung,atau

    gulungan spiral sehingga lebih menghemat ruang (Agusta, 2000).

    Gambar 4. Skema GC/MS

    d. Jet Separator

    Senyawa yang keluar dari kolom GC bersama dengan gas pembawa

    dilewatkan interface/transfer lineyang suhunya juga tinggi untuk menjaga agar yang

    akan masuk ke MS tetap dalam fase gas. Alat biasanya dilengkapi dengan jet

    separator untuk memisahkan gas pembawa dengan senyawa yang akan dianalisis.

    Gambar 5. Jet Separator

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    14/23

    13

    e. Sumber IonElectrospray Impact Ionization

    Inonisasi pada kromatografi gas spektrofotometri massa dapat dilakukan

    denganElectrospray Impact Ionization. Electrospray Impact Ionization adalah nergi

    ionisasi yang sering digunakan adalah 70 eV. Proses ionisasi electron impactdapat

    dijelaskan dengan model gelombang atau partikel. Teorinya didasarkan atas interaksi

    antara elektron yang berenergi tinggi dengan elektron terluar dari molekul.

    Penyerapan energi awalnya mengarah pada pembentukan molekul M+ dengan

    melepaskan sebuah elektron. Kelebihan energi ini menyebabkan eksitasi pada tingkat

    energi rotasi dan vibrasi dari redikal kation ini. Proses selanjutnya dari fragmentasi

    tergantung dari banyaknya jumlah kelebihan energi dan kemampuan molekul untuk

    stabilisasi internal (Hubschmann, 2009).

    Ketika analit keluar dari kolom kapiler, ia akan diionisasi oleh elektron dari

    filamen tungsten yang diberi tegangan listrik. Ionisasi ini terjadi bukan karena

    tumbukan elektron dan molekul, tapi karena interaksi medan elektron dan molekul

    ketika berdekatan. Hal tersebut menyebabkan satu elektron terlepas, sehingga

    terbentuk ion molecular M+yang memiliki massa sama dengan molekul netral tetapi

    bermuatan lebih positif.Untuk analisis keragaman jenis pestisida dengan metode analisis multi residu,

    EI lebih banyak digunakan pada sebagian besar pestisida halogen karena

    sensitivitasnya yang tinggi pada senyawa halogen. Keuntungan EI lainnya adalah

    tersedia library yang luas pada full scan mode dalam konfirmasi senyawa yang

    diidentifikasi dengan membandingkannya dengan pustaka (Raina and Hall, 2008).

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    15/23

    14

    Gambar 6. Proses ionisasi sampel

    Gambar 7. Reaksi Ionisasi Elektron

    Setelah molekul diubah menjadi ion kemudian ion ini masuk ke mass analyzer.

    Gambar 8. Sumber ionisasi electron

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    16/23

    15

    f. Mass Analyzer

    Quadrupole Analyzer

    Pada Quadrupole terdapat empat batang yang menyerupai kolom yang

    tersusun paralel dengan arus searah atau Direct Current (DC) tegangan dan

    potensial frekuensi radio atauRadio-Frequency(RF) (Siuzdak, 1996).

    Gambar 9. QuadrupoleAnalyzer

    Medan quadrupoles digunakan untuk menentukan ion mana yang dapat

    masuk untuk mencapai detektor. Quadrupolejuga memiliki fungsi sebagai filter

    massa. Pada medan quadrupole, ion akan bergerak ke wilayah medan dan akan

    berosilasi tergantung pada rasio massa per muatan dan frekuensi radio, dimana

    hanya ion tertentu dalam batas nilai potensial terhadap muatan dibiarkan

    terbawa dengan cepat yang melewati filter. M/z dari ion dengan demikian

    ditentukan dengan mengkorelasikan medan yang diterapkan pada quadrupoles

    dengan ion yang mencapai detektor. Spektrum massa dapat diperoleh dengan

    penandaan RF, dimana menggambarkan jalur ion yang memiliki nilai m/z

    berbeda yang memasuki quadrupole dengan DC tetap dan pada RF hanya ion

    dengan m/z tertentu yang dapat untuk melewatinya (Siuzdak, 1996).

    g. Detektor

    Detektor pada kromatografi gas spektrofotometri massa berfungsi untuk

    mendeteksi ion-ion yang sudah dipisahkan menurut ratio m/z (mass to charge ratio).

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    17/23

    16

    Electron Multiplier (EM)

    Pada detektor EM, ion dari analyser dipercepat hingga kecepatan yang tinggi

    intuk menjamin efesiensi pendeteksian. Sebuah electron multiplier (pengganda

    elektron) merupakan salah satu dari deteksi ion yang memiliki sensitifitas yang

    tinggi melalui pengembangan prinsip yang digunakan padaFaraday Cup. Dimana

    pada Faraday Cup menggunakan satu dynode, sedangkan pada electron

    multiplierterdiri dari serangkaian dynode yang dipertahankan pada potensial yang

    semakin meningkat.Ion menumbuk permukaan dynode, menghasilkan emisi

    elektron. Elektron sekunder ini yang kemudian terikat pada dynode kedua dimana

    akan dihasilkan elektron sekunder yang selanjutnya. Pada akhirnya akan

    dihasilkan 106 elektron. Masa hidup dari electron multiplier adalah 1-2 tahun

    (Siuzdak, 1996).

    2.4 Validasi Metode

    Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter

    tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter

    tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Tujuan dari validasi metodeanalisis ini adalah untuk menjamin bahwa prosedur analisis yang dilakukan akurat,

    presisi dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (ICH, 2005).

    Berikut parameter validasi yang harus dipertimbangkan dalam validasi

    metode analisis dalam penetapan kadar suatu sediaan atau produk obat akan diuraikan

    sebagai berikut.

    1. Akurasi

    Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

    analisis dengan kadar analit yang sebenarnya yang dinyatakan sebagai persen

    perolehan kembali (recovery). Cara penentuan akurasi ada dua yaitu metode

    simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard

    addition method).

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    18/23

    17

    Dalam metode simulasi, sejumlah analit murni (senyawa pembanding

    kimia CRM (Certified Reference Material) atau SRM (Standard Reference

    Material) ditambahkan ke dalam campuran bahan pemawa sediaan farmasi

    (plasebo) kemudian campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan

    dengan kadar analit sebenarnya. Sedangkan pada metode penambahan baku,

    sampel dianalisis kemudian sejumlah tertentu analit yang diperiksa

    ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis kembali. Selisih kedua

    hasil dibandingkan dengan kadar sebenarnya.

    Persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat

    sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit

    dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit

    yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi.

    Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya

    tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu

    senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat

    dipakai metode adisi. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan

    sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, laludianalisis dengan metode tersebut.

    (Ravichandran et al, 2010)

    2. Presisi

    Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil

    uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika

    prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari

    campuran yang homogen. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku,

    simpangan baku relatif (koefisien variasi) atau koefisien variasi. Keseksamaan

    dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability),Intermediate Precision,

    dan ketertiruan (reproducibility). Namun pada prosedur analisis penetapan

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    19/23

    18

    kadar suatu sediaan obat, ketertiruan telah dilakukan sehingga Intermediate

    precisiontidak perlu dilakukan.

    Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh

    analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek.

    Penentuan dari keterulangan adalah harus menggunakan minimal 9

    penentuan dengan 3 konsentrasi yang berbeda yang masing-masing diulangi

    sebanyak 3 kali. Selain itu keterulangan dapat dinilai dengan menggunakan

    minimal 6 penentuan pada 100% konsentrasi analit (larutan uji).

    Ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang

    berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang

    berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda

    pula. Ketertiruan ini penting dalam proses standarisasi prosedur analisis

    misalnya jika prosedur akan dimuat dalam farmakope.

    Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku

    relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat

    fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel,

    dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai bahwa koefisien variasimeningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis. Ditemukan

    bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi

    analit. Pada kadar 1% atau lebih, standar deviasi relatif antara laboratorium

    adalah sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah 5%. Pada kadar satu per

    sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar part per bilion (ppb) adalah

    32%. Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD

    harus lebih dari 2%. Keseksamaan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.

    (Ravichandran et al, 2010)

    3. Linearitas dan Rentang

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    20/23

    19

    Linearitas adalah kemampuan suatu metode analisis untuk memberikan

    respon secara langsung dengan bantuan tranformasi matematik yang baik,

    proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Sedangkan rentang

    adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang ditunjukkan dan

    dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat

    diterima.

    Umunya rentang yang digunakan untuk membuat seri standar berkisar

    50 150% dari kadar analit (50%). Menurut ICH, rentang spesifik minimum

    yang harus dipenuhi adalah :

    Uji assay (uji kandungan) dari suatu senyawa obat atau produk obat :

    umumnya minimal mencakup rentang 80 120% dari kadar analit.

    Uji homogenitas, umumnya minimal mencakup rentang 70 130% dari

    kadar analit, kecuali apabila rentang yang lebih besar dapat memberikan

    hasil lebih baik (lebih cocok).

    Untuk uji disolusi : 20% terhadap rentang spesifik.

    (Ravichandran et al, 2010)

    4. Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi (LOD & LOQ)

    Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam

    sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.

    LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas

    atau di bawah nilai tertentu (Gandjar dan Rohman, 2013).

    Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam

    sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima

    pada kondisi operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LOD dan LOQ

    juga diekpresikan sebagai konsentrasi (Gandjar dan Rohman, 2013).

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    21/23

    20

    Pada analisis instrument batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur

    respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko.

    Berikut adalah formula yang dapat digunakan untuk perhitungan

    Keterangan :

    Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)

    k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi

    Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko

    Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadapkonsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx)

    (Harmita, 2004)

    Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis

    regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b

    pada persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama

    dengan simpangan baku residual (Sy/x.). Dibawah ini adalah rumus LOD dan

    LOQ- Batas deteksi (Q)

    Karena k = 3 atau 10 Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka

    Q =

    - Batas kuantitasi (Q)

    Q =

    (Harmita, 2004)

    DAFTAR PUSTAKA

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    22/23

    21

    Agusta, Andria. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung : ITB

    Press, hal 1-7.

    Dean, J.R. 2009.Extraction Techniques in Analytical Sciences.United Kingdom: John

    Wiley & Sons Inc.

    Durovic, R. dan T. Dordevic. 2011. Modern Extraction Techniques for Pesticide

    Residues Determination in Plant and Soil Samples. Strategies for Pesticides

    Analysis, Prof. Margarita Stoytcheva (Ed.). Shanghai: Intech. Hal. 221-246

    Fessenden, R.J dan Fessenden, J.S 1992. Kimia Organik, Jilid 2. Edisi Ketiga

    Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka Ph.D. Jakarta : Erlangga.

    Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka

    Pelajar.

    Hites. Ronald. 1999. Gas Chromatography Mass Spectrometry. School of Public and

    Enviromental Affairs and Departement of Chemstry. Indiana Universitas.

    Kang, J. H and Y. S. Chang. 2011. Organochlorine Pesticides in Human Serum,

    Pesticides. Strategies for Pesticides Analysis, Prof. Margarita Stoytcheva

    (Ed.). Shanghai: Intech. Hal. 215-240

    Lino, E. M., C. B. F. Azzolini, D. S. V. Nunes, J. M. R. Silva dan M. I. N. D.Silveira. 1998. Methods for the Determination of Organochlorine Pesticide

    Residues in Human Serum. Journal of Chromatography B, Vol. 716. Hal.

    147-152

    McMaster, M. C. 2005.LC/MS a Practical Users Guide. New Jersey: John Wiley

    & Sons, Inc.

    McNair H M dan J M. Miller. 1998. Basic Gas Chromatogaphy. Canada John Wiley

    & Sons. Inc.

    Moffat, C.A., M. D. Osselton, B. Widdop. 2005. Clarke's Analysis of Drugs and

    Poisons. London :Pharmaceutical PressPublications division of the Royal

    Pharmaceutical Society of Great Britain.

    Parada, A. P., M. Colazzo, N. Besil, E. Dellacassa, V. Cesio, H. Heinzen dan A. R. F.

    Alba. Pesticide Residues in Natural Products with Pharmaceutical Use:

  • 5/24/2018 Tahap 2.docx

    23/23

    22

    Occurrence, Analytical Advances and Perspectives. Strategies for Pesticides

    Analysis, Prof. Margarita Stoytcheva (Ed.). Shanghai: Intech. Hal. 358-388

    Raini, M. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida.

    Media Litbang Kesehatan. Vol XVII (3).

    Siuzdak, G. 1996.Mass Sepctrometry for Biotechnology. London: Academic Press.

    Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi. Edisi I. Cetakan I. Yogyakarta : Liberty.

    an, G. H. dan M. K. Chai. 2011. Sample Preparation in the Analysis of Pesticides

    Residue in Food by Chromatographic Techniques. Strategies for Pesticides

    Analysis, Prof. Margarita Stoytcheva (Ed.). Shanghai: Intech. Hal. 27-58

    Vogeser, M. and Christoph, S. 2008. A Decade of HPLC-MS/MS in The Routine

    Clinical Laboratory-Goals for futher Development. Clinical Biochemistry.

    Vol. 41.