ta-ferdian yazid.pdf

61
UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KARYA AKHIR: UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (TINJAUAN DARI ASPEK SOCIAL CRIME PREVENTION) FERDIAN YAZID 0906523492 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI KRIMINOLOGI DEPOK 2014 Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Upload: phungdat

Post on 30-Dec-2016

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TA-Ferdian Yazid.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KARYA AKHIR:

UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI OLEH KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI (TINJAUAN DARI ASPEK

SOCIAL CRIME PREVENTION)

FERDIAN YAZID

0906523492

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI KRIMINOLOGI

DEPOK

2014

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 2: TA-Ferdian Yazid.pdf

2

Universitas Indonesia

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 3: TA-Ferdian Yazid.pdf

3

Universitas Indonesia

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 4: TA-Ferdian Yazid.pdf

4

Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Seluruh puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat,

rencana, dan pertanda melalui berbagai macam cara yang diberikan untuk

menyelesaikan tugas akhir ini.

Terimakasih yang tiada tara diucapkan kepada pihak-pihak yang telah

mendorong dan mengiringi saya dalam proses penulisan sampai penyelesaian

Tugas Karya Akhir ini:

1. Dr. Mohammad Kemal Darmawan, M.Si selaku Ketua Departemen

Kriminologi FISIP UI dan juga selaku pembimbing Tugas Karya Akhir

(TKA) yang senantiasa memberikan ilmu dan meluangkan waktunya

untuk Tugas Karya Akhir ini.

2. Dr. Iqrak Sulhin, S.Sos., M.Si, selaku pembimbing akademik saya yang

selalu membimbing dan mengarahkan perkuliahan saya.

3. Adhe, Affin, Afridah, Bagas, Drajat, Fiana, Firman, Hadist, Guruh, Laila,

Ossie, Ovan, Puti Marsha, Rangga, Reza, Rizky Anggara, Sarah, Sherlyna,

Theresia, Visindo dan Zikri yang merupakan teman-teman Kriminologi UI

angkatan 2009 yang selalu memberikan dukungan kepada saya.

4. Teman-Teman FISIP UI angkatan 2009 yang selalu memberikan

dukungan kepada saya.

5. Ayah, Ibu, dan Adik saya yang selalu memberikan dukungan kepada saya.

6. Bapak Dedie A. Rachim, David Sepriwasa, dan Ryan Utama yang

merupakan informan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

7. Martinus Basuki Sugita, Joao Fernando Dos Santos Miranda, Sandra Ayu

Benita yang merupakan informan dari Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Kanisius Kudus.

Depok, Juli 2014

Peneliti

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 5: TA-Ferdian Yazid.pdf

5

Universitas Indonesia

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 6: TA-Ferdian Yazid.pdf

6

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Ferdian Yazid

Program Studi : Kriminologi

Judul : ”Upaya Pencegahan Korupsi oleh Komisi Pemberantasan

Korupsi (Tinjauan dari Aspek Social Crime Prevention)”

Tugas Karya Akhir (TKA) ini mencoba mengkaji seberapa jauh upaya

pencegahan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), khususnya

dalam menumpas akar masalah korupsi yang sesuai dengan filosofi dari salah satu

strategi pencegahan kejahatan, yakni social crime prevention. Tugas Karya Akhir

(TKA) ini sekaligus mencoba untuk melihat kendala-kendala yang dihadapi oleh

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menerapkan social crime

prevention, dan memberikan rekomendasi agar social crime prevention dapat

diimplementasikan dalam bentuk terbaik.

Kata Kunci:

Korupsi, pencegahan korupsi, pencegahan kejahatan dengan pendekatan sosial,

sosialisasi, agen sosialisasi.

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 7: TA-Ferdian Yazid.pdf

7

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Ferdian Yazid

Study Program: Criminology

Title : “Corruption Prevention Measurements Taken By Indonesia’s

Corruption Eradication Commission ( A Review from the

Aspects of Social Crime Prevention)

This final paper try to analyze actions taken by the Indonesia‟s Corruption

Eradication Commission (KPK) as main institution who has an authority to

prevent corruption in Indonesia. This final paper use philosophy from one of the

crime prevention strategy, namely social crime prevention. This final paper also

trying to look at the obstacles faced by the Indonesia‟s Corruption Eradication

Commission (KPK), and give a recommendation to Indonesia‟s Corruption

Eradication Commission (KPK) so that social crime prevention can be

implemented at the finest form.

Keyword:

Corruption, corruption prevention, social crime prevention, socialization, agent of

socialization.

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 8: TA-Ferdian Yazid.pdf

8

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................

PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................................... 2

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ 3

KATA PENGANTAR............................................................................................ 4

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI............................................................. 5

ABSTRAK.............................................................................................................. 6

DAFTAR ISI...........................................................................................................8

1. LATAR BELAKANG........................................................................................ 9

2. RUMUSAN MASALAH...................................................................................15

3. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................17

3.1 Korupsi.................................................................................................17

3.2 Strategi Pencegahan Kejahatan............................................................20

3.3 Social Crime Prevention......................................................................22

4. TINJAUAN JURNAL......................................................................................26

5. TINJAUAN DATA SEKUNDER: PENELITIAN (UPAYA PENCEGAHAN

KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK): KAJIAN

BERDASARKAN PERSEPEKTIF SOCIAL CRIME PREVENTION).................43

6. PEMBAHASAN...............................................................................................51

7. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.........................................................56

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................58

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 9: TA-Ferdian Yazid.pdf

9

Universitas Indonesia

Upaya Pencegahan Korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi

(Tinjauan dari Aspek Social Crime Prevention)

1. Latar belakang

Korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang selalu menjadi

sorotan di dunia, karena korupsi dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan di

berbagai macam bentuk pemerintahan (Farrales, 2005). Korupsi sudah terjadi

sejak dahulu kala. Pada abad 4 SM, manifesto yang berjudul Arthashastra yang

dibuat oleh Kautilya seorang filsuf Indian, berisikan tentang asas-asas

pemerintahan dan turut mengulas di dalamnya soal permasalahan korupsi.

Machiavelli dalam karyanya “Prince” memberikan saran positif mengenai tata

pemerintahan di Florence pada abad ke-14 yang pada saat itu berada di tengah-

tengah praktek korupsi yang terus meluas (Aguilera & Vadera, 2008: 431).

MacMullen (1988) berpendapat bahwa korupsi merupakan salah satu

faktor utama dari kemundurannya Kekaisaran Roma, dan Wilson (1989)

menyatakan bahwa demokrasi di Athena bahkan tidak bebas dari korupsi, bahkan

korupsi menjadi sebuah permasalahan internal di sebuah institusi di Athena yang

bernama Council of Areopagus, yang bertugas untuk menangani tindakan korupsi

(Farrales, 2005: 5).

Pada masa kini, korupsi terus menerus terjadi. Berdasarkan data dari

Transparency International (TI), sepuluh dari seribu orang di dunia melihat atau

mengalami praktik korupsi setiap harinya (Wasow, 2011). Berdasarkan data dari

World Bank ditahun 2011, Aliran dana ilegal, termasuk korupsi, suap, pencurian

dan penggelapan pajak telah merugikan negara berkembang sebanyak US$ 1,26

milyar setiap tahunnya, dan jumlah uang sebanyak itu dapat digunakan untuk

mencukupi kebutuhan 1,4 milyar penduduk dunia yang biaya hidupnya kurang

lebih US$ 1,25 perhari selama enam tahun (Corruption Statistics, 2011).

Korupsi tidak hanya terjadi di negara berkembang atau di negara dunia

ketiga. Seperti yang telah dikemukakan oleh Farrales (2005) bahwa korupsi dapat

terjadi di negara manapun, bahkan korupsi dapat terjadi di negara yang dipandang

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 10: TA-Ferdian Yazid.pdf

10

Universitas Indonesia

bersih dari korupsi, seperti Norwegia dan Swedia. Misalkan saja korupsi juga

terjadi pada perusahaan milik negara di Norwegia dan Swedia, yang terbukti

menerima suap. Di Jerman, mantan Kanselir Helmut Kohl dan Partai Kristen

Demokrat (CDU), terbukti terlibat dalam malpraktek dan telah dihukum karena

menggunakan dana kampanye ilegal (MacDonald & Majeed, 2011: 2).

Di Indonesia korupsi sudah terjadi sejak dahulu kala. Di Indonesia, korupsi

mulai terjadi sejak zaman kerajaan. VOC bangkrut pada awal abad ke-20 akibat

korupsi para pegawainya. Setelah proklamasi kemerdekaan, banyak petinggi

Belanda yang kembali ke tanah airnya, posisi kosong mereka kemudian diisi oleh

pegawai pemerintah Hindia Belanda (ambtenaar) pribumi yang tumbuh dan

berkembang di lingkungan korup. Praktek korupsi di Indonesia juga seringkali

dihubungkan dengan bukti-bukti dari kebiasaan-kebiasaan kuno orang Jawa.

Kebiasaan yang dimaksud adalah kebiasaan menawarkan upeti atau persembahan

kepada para penguasa. Kebiasaan ini menjadi akar dari praktek-praktek

penyuapan (Wijayanto & Zachrie (ed.), 2010).

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pun di Indonesia

masih tetap terjadi korupsi, apalagi selama era Orde Baru yang dipimpin oleh

Presiden Soeharto selama tiga dekade. Soeharto memberikan kemudahan bagi

para keluarga dan relasi bisnisnya dalam berbagai bentuk, misalkan pemberian

izin penggunaan lahan dan tambang dan keringanan pajak. Sebagai balasannya

pihak-pihak yang diuntungkan tadi memberikan sebagian kepemilikan saham di

perusahaannya untuk diberikan kepada Soeharto, membantu yayasan-yayasan

yang dimiliki oleh Soeharto, atau perjanjian kontrak yang menguntungkan untuk

Soeharto (World Bank, 2003).

Setelah era Orde Baru Soeharto berakhir pada tahun 1998, kemudian

dimulailah berjalannya era Reformasi yang menjunjung tinggi demokrasi dan

mendambakan akan terciptanya good governance. Selain itu, era Reformasi juga

berkeinginan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih. Akan tetapi sampai

sejauh ini, keinginan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih tidak dapat

terwujud karena korupsi masih saja terus terjadi (Buehler, 2010). Menurut Wakil

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, kerugian negara

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 11: TA-Ferdian Yazid.pdf

11

Universitas Indonesia

akibat korupsi sepanjang tahun 2004-2011 mencapai 39,3 triliun. Dari kerugian

negara akibat korupsi tersebut apabila digunakan untuk pembangunan bisa

membangun 393 ribu unit rumah untuk orang miskin atau membangun 311 ruang

unit kelas untuk Sekolah Dasar (SD). Bahkan bisa juga diberikan untuk 68 juta

anak Sekolah Dasar (SD) agar dapat sekolah gratis (Tempo, 2012).

Perilaku korupsi yang sudah terjadi di Indonesia sejak masa kolonial

Belanda ketika lembaga perdagangan milik Belanda yaitu Vereenigde

Oostindische Compangie (VOC) masih berdiri hingga sampai saat ini pada era

Reformasi yang sedang berjalan bukannya dibiarkan begitu saja terjadi tanpa ada

upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan korupsi di Indonesia, sudah ada beberapa lembaga negara yang

didirikan khusus untuk menangani masalah korupsi, yaitu: (1) Operasi Militer

pada tahun 1957, (2) Tim Pemberantasan Korupsi pada tahun 1967, (3) Operasi

Tertib pada tahun 1977, (4) Tim Optimalisasi Penerimaan Negara dari Sektor

Pajak pada tahun 1987, (5) Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(TGPTPK) pada tahun 1999, (6) Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada

tahun 2005 (Timtas Tipikor), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang

terbentuk pada tahun 2003 (Jasin, 2008).

KPK didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 30 tahun 2002, yang

disetujui pada bulan Desember 2012. Undang-Undang yang sama

mengamanatkan pembentukan sebuah Pengadilan Khusus untuk Tindak Pidana

Korupsi. Komisi tersebut (KPK) didirikan setahun kemudian, di bulan Desember

2003 (Davidsen, Juwono, & Timberman, 2007: 67).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk karena lembaga-lembaga

utama penegak keadilan (Polisi, Jaksa) tidak mampu menjalankan fungsi

pemberantasan korupsi. Dalam sistem ketatanegaraan, KPK adalah auxiliary

organ, yaitu lembaga bantuan yang diaktifkan untuk mendorong peran normal

Jaksa dan Polisi (Kristanto & Suhanda (ed.), 2009: 149).

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 12: TA-Ferdian Yazid.pdf

12

Universitas Indonesia

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi.

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi.

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap

tindak pidana korupsi.

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi;

dan

5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan

negara (kpk.go.id).

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi

berwenang:

1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

tindak pidana korupsi;

2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan

tindak pidana korupsi;

3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana

korupsi kepada instansi yang terkait;

4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi

yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan

5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak

pidana korupsi (kpk.go.id).

Dalam melaksanakan tugas supervisi, Komisi Pemberantasan Korupsi

berwenang:

1. Melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap

instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan

pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam

melaksanakan pelayanan publik; dan

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 13: TA-Ferdian Yazid.pdf

13

Universitas Indonesia

2. Mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak

pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan

(kpk.go.id).

Dalam melaksanakan tugas pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi

berwenang:

1. Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta

kekayaan penyelenggara negara;

2. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;

3. Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap

jenjang pendidikan;

4. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi

pemberantasan tindak pidana korupsi;

5. Melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;

6. Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam

pemberantasan tindak pidana korupsi (kpk.go.id).

Dalam melaksanakan tugas monitor, Komisi Pemberantasan Korupsi

berwenang:

1. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di

semua lembaga negara dan pemerintah;

2. Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah

untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem

pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;

3. Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan,

jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan

tersebut tidak diindahkan (kpk.go.id).

Dalam pemberantasan Korupsi oleh KPK tersebut terdapat bidang

pencegahan yang secara khusus dikelola oleh Deputi Bidang Pencegahan yang

menyelenggarakan fungsi antara lain:

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 14: TA-Ferdian Yazid.pdf

14

Universitas Indonesia

1. Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui pendidikan anti korupsi, sosialisasi

pemberantasan tindak pidana korupsi dan kampanye antikorupsi;

2. Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui penelitian, pengkajian dan

pengembangan pemberantasan korupsi;

3. Koordinasi dan supervisi pencegahan tindak pidana korupsi kepada instansi

terkait dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik (kpk.go.id);

Dalam upaya pencegahan korupsi, salah satu prinsip penting yang tidak

boleh dilupakan untuk mencegah korupsi adalah adanya kesadaran dan

kepercayaan diri masyarakat untuk menegakkan hak-hak, misalkan seperti hak

mendapatkan informasi. Masyarakat yang apatis terhadap hak-hak yang

dimilikinya, akan membuka peluang yang sangat besar bagi terjadinya korupsi.

Oleh karena itu dibutuhkan kampanye terus menerus untuk menumbuhkan

kesadaran warga masyarakat, terutama kesadaran tentang kerugian akibat korupsi

(Pope, 2008: 54).

Upaya-upaya untuk mengedukasi dan mendorong keterlibatan masyarakat

untuk berperan aktif dalam upaya pencegahan korupsi dapat dilakukan dalam

berbagai bentuk, antara lain: (1) edukasi dan kampanye kepada publik lewat radio,

koran, televisi; (2) melakukan lokakarya tahunan tingkat nasional dengan isu

pembentukan integritas yang melibatkan seluruh stakeholder untuk membicarakan

persoalan tersebut; (3) menginformasikan kepada publik tentang hak-hak yang

mereka miliki dan mendorong masyarakat untuk memonitor kegiatan pemerintah

dengan cara melakukan survey berkala; (4) produksi dan diseminasi national

integrity strategy dan survey tahunan mengenai korupsi pada tingkat kota,

provinsi, dan nasional; (5) membuat survey integritas pada tingkat kota, provinsi,

atau nasional; (6) investigasi jurnalistik dan informasi mengenai korupsi oleh

media; (7) diseminasi pengalaman negara-negara lain dalam memberantas korupsi

(UNODC, 1999: 10).

Dalam mencoba menghilangkan akar penyebab korupsi, maka KPK harus

melakukan Strategi Pencegahan Korupsi dengan mengacu pada Strategi

Pencegahan Kejahatan secara umum. Salah satu strategi pencegahan kejahatan

yang dapat diterapkan oleh KPK dalam menumpas akar penyebab korupsi di

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 15: TA-Ferdian Yazid.pdf

15

Universitas Indonesia

Indonesia adalah Social Crime Prevention yang segala kegiatannya bertujuan

untuk menumpas akar penyebab kejahatan dan kesempatan individu untuk

melakukan pelanggaran (Darmawan, 1994: 17).

2. Rumusan Masalah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai sebuah lembaga negara

yang khusus menangani masalah korupsi memiliki tugas, yaitu (1) Koordinasi

dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana

korupsi; (2) Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi; (3) Melakukan penyelidikan, penyidikan,

dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; (4) Melakukan tindakan-tindakan

pencegahan tindak pidana korupsi; dan (5) Melakukan monitor terhadap

penyelenggaraan pemerintahan negara (kpk.go.id).

Tugas koordinasi, supervisi, penindakan, pencegahan dan monitoring

merupakan tugas-tugas yang tidak dapat dilepaskan satu sama lain. Antara yang

satu dengan yang lain saling berkaitan dalam pemberantasan korupsi. Hanya saja

dalam pelaksanaan, bisa saja tugas tertentu lebih menonjol dibanding yang lain.

Dalam hal ini, amatan publik tentunya lebih melihat KPK dalam pelaksanaan

tugas penindakannya (Diansyah, Yuntho, & Fariz, 2011: 8).

Dari sisi kualitas, capaian penindakan yang dilakukan oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah dapat dikategorikan diatas rata-rata karena

mampu menangani kasus-kasus grand corruption dan menjadi perhatian publik.

Contohnya kasus Bank Century, pembangunan sarana dan prasarana Hambalang,

dan Simulator SIM di Korlantas Polri. Untuk pertama kalinya pula Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadikan jenderal aktif dan menteri aktif

sebagai tersangka (Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, Laporan Tahunan

2012, 2012: 44).

Upaya penindakan yang baik yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) seharusnya turut dibarengi dengan usaha pencegahan korupsi

yang baik, melalui pendidikan dan kampanye anti korupsi yang dapat memberikan

pemahaman bahwa korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 16: TA-Ferdian Yazid.pdf

16

Universitas Indonesia

dampaknya sangatlah merugikan. Agar dapat mencegah tindakan korupsi, maka

diperlukan pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial, yang bertujuan untuk

menumpas akar penyebab kejahatan dan kesempatan individu untuk melakukan

pelanggaran (Darmawan, 1994: 17). Pencegahan kejahatan melalui pendekatan

sosial tak terelakkan lagi memusatkan perhatian utamanya pada remaja (usia

muda), termasuk anak-anak, sejak mereka secara prinsip dianggap sebagai

kelompok penerima sosialisasi (Darmawan, 1994: 34).

Pemuda tidak boleh dianggap sebagai pihak yang stagnan di dalam

masyarakat, karena pemuda memegang peranan penting didalam upaya untuk

mendorong terciptanya perubahan sosial (Transparency International (ed.), 2013:

366). Ada banyak program anti korupsi yang fokus untuk mengajarkan pemuda

akan dampak dan pengaruh dari korupsi. Seharusnya program anti korupsi tidak

berhenti sampai pada tahap itu karena pemuda dapat menjadi agen perubahan

yang dapat diandalkan (Lihat Transparency International Australia, 2006: 27).

Akan tetapi, upaya untuk memperkenalkan isu korupsi kepada pemuda merupakan

suatu hal yang sulit. Hal ini semakin diperparah apabila lingkungan yang

digunakan sebagai tempat untuk belajar oleh mereka merupakan lingkungan yang

korup (Lihat Ochse, 2004: 28). Hal ini menjadi tantangan terbesar dalam upaya

pencegahan korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pendidikan anti korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) juga tidak boleh mengesampingkan peran dari keluarga, karena

keluarga merupakan agen sosialisasi dimana seseorang mendapatkan sosialisasi

awal. Pendidikan anti korupsi yang dilakukan melalui berbagai macam bentuk

sosialisasi tidak boleh berhenti hanya sampai pada tahap generalisasi, tetapi harus

masuk sampai pada tahap identifikasi.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kebijakan dan tindakan anti

korupsi hanya berdampak kecil dalam skala nasional, dan salah satu faktor

penyebabnya adalah akibat lemahnya koordinasi antar institusi (Penailillo, 2008,

dalam Hussmann, Hechler, & Penailillo, 2009: 17). Hal tersebut terjadi karena

kebijakan dan tindakan anti korupsi seringkali melibatkan banyak institusi

pemerintah yang mempunyai tugas yang berbeda-beda dalam pencegahan korupsi,

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 17: TA-Ferdian Yazid.pdf

17

Universitas Indonesia

tetapi institusi tersebut secara keseluruhan tidak hanya memiliki tugas pencegahan

korupsi semata (Hussmann, Hechler, & Penailillo, 2009: 17). Oleh karena itu,

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga harus melakukan koordinasi dengan

berbagai instansi terkait mengenai pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi....

Dalam hal ini, KPK dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan

memperlakukan institusi yang telah ada sebagai "counterpartner" yang kondusif

sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif

(Lihat Diansyah, Yuntho, & Fariz, 2011: 23).

Dari rumusan masalah yang telah peneliti uraikan sebelumnya, peneliti

mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana upaya pencegahan korupsi yang dilakukan oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sesuai dengan filosofi social

crime prevention dilaksanakan?

3. Tinjauan Pustaka

3.1. Korupsi

Menurut Milovanovic (2001), istilah korupsi berasal dari bahasa latin

corruption yang berarti kerusakan moral, tingkah laku jahat, atau kebobrokan

(Milovanovic, 2001, dalam International Council on Human Rights Policy, 2009).

Definisi korupsi di dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

adalah:

“...Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara

dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)

tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).” (Direktorat Dikyanmas [ed.],

2006).

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 18: TA-Ferdian Yazid.pdf

18

Universitas Indonesia

“...Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau

sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)

tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit

Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).” (Direktorat Dikyanmas [ed.],

2006).

Dari istilah latin corruptio dan dari definisi korupsi didalam Pasal 2 ayat

(1) dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka korupsi merupakan sebuah

definisi yang sangat luas dan dapat mencakup beberapa hal. Menurut Michael

Johnston (2005), didalam masyarakat yang dinamis yang menjadi batasan dari

sebuah tindakan yang merupakan suatu tindakan korupsi atau tindakan bukan

korupsi sendiri tidaklah terlalu jelas (International Council on Human Rights

Policy, 2009).

Salah satu definisi korupsi yang mudah dipahami adalah definisi korupsi

menurut Transparency International (TI), yaitu korupsi adalah penyalahgunaan

kekuasaan demi keuntungan pribadi (International Council on Human Rights

Policy, 2009). Sir George Moody-Stuart dalam Corruption Glossary yang

dipublikasikan oleh Anti-Corruption Resource Centre, memperkenalkan istilah

grand corruption dan petty corruption untuk mengklasifikasi bentuk-bentuk dari

korupsi. Grand corruption mengacu pada korupsi yang dilakukan oleh kepala

negara, menteri, dan pejabat tingkat atas dan biasanya ditandai dengan jumlah

kerugian yang besar. Sedangkan itu petty corruption adalah korupsi yang

dilakukan oleh pegawai negeri sipil yang dialami oleh orang-orang yang

menggunakan layanan publik (International Council on Human Rights Policy,

2009).

Selain grand corruption dan petty corruption, akademisi lainnya juga telah

mengklasifikasikan korupsi kedalam beberapa bentuk. Heidenheimer (2002)

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 19: TA-Ferdian Yazid.pdf

19

Universitas Indonesia

menyatakan bahwa political corruption merupakan korupsi yang melibatkan para

pembuat hukum (diktator atau legislator) yang bertindak sebagai pembuat

peraturan perundang-undangan. Seseorang yang melakukan political corruption

ini menerima suap demi keuntungan politis atau keuntungan finansial dan sebagai

timbal baliknya memberikan pertolongan ilegal bagi si pemberi suap. Menurut

Johnston (2005), yang termasuk kedalam administrative corruption adalah suap

atau „pertolongan‟ untuk menurunkan biaya pajak, atau memenangkan pelelangan

barang dan jasa. Clinard dan Yeager (2005) mengatakan bahwa corporate

corruption terjadi pada ruang lingkup swasta dan yang termasuk kedalamnya

adalah tindakan ilegal yang dilakukan oleh karyawan-karyawan dari suatu

perusahaan yang dilakukan demi keuntungan pribadi. Sementara itu Bassiouni dan

Vetere (1999) menyatakan bahwa institutionalised corruption adalah perilaku dari

seseorang yang memanfaatkan jabatan yang ia duduki untuk mempengaruhi

tindakan dan proses institusional, misalkan saja proses peradilan pidana

(International Council on Human Rights Policy, 2009).

Menurut UNCAC (United Nations Convention Against Corruption),

bentuk-bentuk dari tindakan korupsi yaitu antara lain (International Council on

Human Rights Policy, 2009):

1. Bribery (Suap), dapat didefinisikan sebagai janji, tawaran atau hadiah

untuk pejabat publik atau permintaan suatu „timbal balik‟ oleh pejabat

publik secara langsung maupun tidak langsung agar pejabat publik itu

menggunakan kewenangan atau tidak menggunakan kewenangan yang

dimilikinya demi keuntungan bagi orang lain yang telah menyuapnya.

2. Embezzlement (penggelapan), dapat didefinisikan sebagai penyelewengan

yang dilakukan oleh pejabat publik, demi kegunaan yang tidak

berhubungan dengan tujuan awal dari aset yang diselewengkan olehnya

bagi keuntungan pejabat publik tersebut atau orang lain.

3. Trading in Influence, dapat didefinisikan sebagai janji, tawaran atau

pemberian kepada pejabat publik atau orang lain secara langsung maupun

tidak langsung agar dapat mempengaruhi suatu keputusan atau kebijakan

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 20: TA-Ferdian Yazid.pdf

20

Universitas Indonesia

yang dikeluarkan oleh pejabat publik sehingga orang yang memberikan

tawaran atau janji tersebut memperoleh keuntungan yang seharusnya tidak

dia dapatkan.

4. Abuse of Functions or Position (penyalahgunaan wewenang), dapat

didefinisikan sebagai tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh

pejabat publik melalui penyalahgunaan wewenang yang dia miliki agar

mendapatkan keuntungan yang seharusnya tidak dia dapatkan bagi dirinya

sendiri atau bagi orang lain.

5. Illicit enrichment, dapat didefinisikan sebagai peningkatan aset secara

signifikan yang dimiliki oleh pejabat publik dan tidak dapat dijelaskan

berdasarkan pendapatan yang seharusnya dia peroleh.

3.2. Strategi Pencegahan Kejahatan

Dalam segala hal yang berkaitan dengan usaha pencegahan, terdapat dua

proses yang saling terkait, yaitu proses dalam memprediksi hasil akibat dari

dilakukannya serangkaian tindakan dan proses menemukan cara untuk

mengintervensi atau merubah hasil prediksi tersebut. Dalam kriminologi,

pencegahan kejahatan berarti kemampuan untuk mengidentifikasi faktor penyebab

terjadinya suatu kejahatan dan berdasarkan pengetahuan terhadap faktor penyebab

terjadinya suatu kejahatan tersebut kemudian diambil tindakan yang dapat

menyebabkan kejahatan tersebut dapat dicegah (Walklate, 2005).

Akers dan Sagarin (1972) mendefinisikan pencegahan kejahatan sebagai

tindakan yang diambil untuk mencegah kejahatan atau pemberlakuan ancaman

melalui sanksi hukum (O'Block, 1981). Sedangkan itu National Crime Prevention

Institute (1986) menyatakan bahwa definisi dari pencegahan kejahatan adalah

tindakan antisipasi, perkiraan, dugaan dari suatu resiko kejahatan dan pengenalan

dari berbagai tindakan untuk menghilangkan atau menurunkan resiko tersebut

(Sudiadi & Runturambi, 2011: 35).

Beberapa akademisi mengklasifikasikan pencegahan kejahatan kedalam

tiga pendekatan, yaitu: (1) pendekatan sosial, (2) pendekatan situasional, (3)

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 21: TA-Ferdian Yazid.pdf

21

Universitas Indonesia

pendekatan kemasyarakatan. (Darmawan, 1994: 17). Pencegahan kejahatan

melalui pendekatan sosial biasa disebut sebagai social crime prevention, segala

kegiatannya bertujuan untuk menumpas akar penyebab kejahatan dan kesempatan

individu untuk melakukan pelanggaran. Yang menjadi sasarannya adalah baik

populasi umum (masyarakat) ataupun kelompok-kelompok yang secara khusus

mempunyai resiko tinggi untuk melakukan pelanggaran (Darmawan, 1994: 17).

Ditekankan pula oleh Darmawan (1994:32) bahwa pencegahan melalui

pendekatan sosial bekerja dengan melalui penetapan bagaimana wujud dan

perubahan yang ada dari struktur sosio-ekonomi dan lembaga-lembaga sosialisasi

yang dapat mempromosikan kecenderungan ke arah pelanggaran (hukum) dan di

mana memungkinkan, merubah kecenderungan tersebut dengan jalan membuat

seminim mungkin atau bahkan mengurangi akibat-akibat yang ditimbulkan.

Pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial cenderung untuk memusatkan

perhatiannya pada kelompok-kelompok tersebut (para remaja, orang yang lemah,

kaum imigran, orang miskin, orang yang tidak bekerja, tunawisma, dan

sebagainya), sejak mereka cenderung menjadi kelompok-kelompok yang

mempunyai resiko besar untuk melakukan pelanggaran hukum. Oleh sebab itu

kebijaksanaan pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial membutuhkan

sokongan untuk dapat bergerak di dalam kebijakan sosial yang berskala luas, yang

mengandung hal-hal yang dapat melahirkan kejahatan.

Pencegahan kejahatan melalui pendekatan situasional biasanya disebut

sebagai situational crime prevention, perhatian utamanya adalah mengurangi

kesempatan seseorang atau kelompok untuk melakukan pelanggaran (Darmawan,

1994: 17). Hope dan Shaw (1988) menjelaskan bahwa pencegahan kejahatan

melalui pendekatan sosial menggambarkan sebuah usaha untuk menanamkan

pengaturan yang permanen untuk melawan pelanggaran-pelanggaran secara

umum. Sebaliknya pencegahan kejahatan melalui pendekatan situasional

memusatkan perhatiannya pada pengembangan langkah-langkah jangka yang

lebih pendek untuk mencegah pelanggaran yang lebih khusus. Teori-teori

situasional lebih berguna untuk menjelaskan perbuatan jahat oleh orang-orang

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 22: TA-Ferdian Yazid.pdf

22

Universitas Indonesia

yang biasanya bertingkah laku rasional, tetapi berada dalam tekanan-tekanan

khusus dan cenderung untuk mempergunakan kesempatan (Darmawan, 1994: 67).

Situational crime prevention adalah pendekatan pencegahan kejahatan

yang berisikan tindakan yang bertujuan untuk mengurangi kesempatan bagi

pelaku yang: (1) dipusatkan langsung kepada bentuk kejahatan yang spesifik; (2)

melibatkan tindakan manajemen, desain, atau manipulasi lingkungan yang

sistematis dan permanen; (3) membuat upaya untuk melakukan kejahatan lebih

sulit dan lebih beresiko serta mengurangi reward yang kemungkinan diperoleh

seseorang apabila dia melakukan kejahatan (Clarke (ed.), 1997).

Pencegahan kejahatan melalui pendekatan kemasyarakatan sering disebut

sebagai community based crime prevention, segala langkahnya ditujukan untuk

memperbaiki kapasitas masyarakat untuk mengurangi kejahatan dengan jalan

meningkatkan kapasitas mereka untuk menggunakan kontrol sosial informal

(Darmawan, 1994: 17).

Menurut Rosenbaum (1988) poin-poin yang membedakan antara

community crime prevention dengan social crime prevention dan situational crime

prevention adalah community crime prevention dilakukan oleh agen-agen yang

bukan termasuk ke dalam sistem peradilan pidana. Elemen-elemen dari komunitas

yang menjalankan community crime prevention sangat bersifat bottom-up melalui

pendekatan partisipatoris kedalam masyarakat dan bergantung kepada partnership

yang tumbuh diantara kelompok-kelompok diluar dari sistem peradilan pidana

(Gilling, 1997).

3.3. Social Crime Prevention

Social crime prevention bertujuan untuk memperkuat ikatan sosial antara

individu dengan kelompoknya sehingga dapat membentuk moral individu yang

baik dan mampu mengarahkan individu tersebut untuk memiliki tujuan hidup

yang positif. Social crime prevention tidak berusaha untuk mengidentifikasi

sebab-sebab individu melakukan kejahatan yang berasal dari dalam individu itu

sendiri, tetapi bekerja melalui mekanisme pencegahan yang bekerja di dalam

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 23: TA-Ferdian Yazid.pdf

23

Universitas Indonesia

struktur sosial yang diharapkan mampu mengurangi tingkat kejahatan (Evans,

2011).

Proses belajar nilai dan norma serta bekal pendorong seseorang untuk

menjadi orang yang mematuhi hukum secara umum ditransmisikan melalui

struktur sosio-ekonomi dan lembaga-lembaga sosialisasi di dalam masyarakat.

Perubahan-perubahan di dalam wujud struktur dan lembaga tersebut

mempengaruhi kecenderungan dilakukannya penyimpangan dan pada akhirnya

mempengaruhi tingkat kejahatan. Oleh sebab itu pencegahan melalui pendekatan

sosial bekerja dengan melalui penetapan bagaimana wujud dan perubahan yang

ada dari struktur sosio-ekonomi dan lembaga-lembaga sosialisasi yang dapat

mempromosikan kecenderungan ke arah pelanggaran (hukum) dan di mana

memungkinkan, merubah kecenderungan tersebut dengan jalan membuat seminim

mungkin atau bahkan mengurangi akibat-akibat yang ditimbulkan. Kebijaksanaan

pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial membutuhkan sokongan untuk

dapat bergerak di dalam kebijakan sosial yang berskala luas, yang mengandung

hal-hal yang dapat melahirkan kejahatan (Darmawan, 1994: 31-32).

Pencegahan kejahatan dengan pendekatan sosial terpengaruh dari “control

theory” dari Hirschi (1969) yang berusaha menjelaskan kenapa seseorang

cenderung untuk berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di

masyarakat, daripada mereka melakukan kejahatan, yang tentunya malah

bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Hirschi

menjelaskan bahwa seseorang tidak perlu motivasi khusus untuk melakukan

kejahatan dan menurut dia kenapa seseorang tidak melakukan kejahatan adalah

akibat adanya kontrol sosial. Dengan adanya ikatan sosial antara masyarakat dan

individu, individu cenderung tidak melakukan kejahatan karena mereka mampu

mengalahkan motivasi pribadi individu itu sendiri yang cenderung egoistik dan

didorong untuk berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di

masyarakat (Crawford, 1998).

Kemudian Gottfredson dan Hirschi (1990) berpendapat bahwa setiap orang

cenderung mempunyai motivasi yang sama, akan tetapi yang membedakan kenapa

seseorang melakukan kejahatan atau tidak adalah karena adanya self-control yang

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 24: TA-Ferdian Yazid.pdf

24

Universitas Indonesia

telah diinternalisasikan sejak dini. Apabila ada seseorang yang melakukan

kejahatan, hal itu diakibatkan oleh self-control seseorang yang rendah. Hal ini

bersumber dari sosialisasi yang buruk (Crawford, 1998).

Seperti yang dikatakan Gottfredson dan Hirschi (Darmawan, 1994: 34),

bahwa self-control yang dimiliki seseorang itu dapat diperkuat sejak dini. Oleh

karena itu, Pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial tak terelakkan lagi

memusatkan perhatian utamanya pada remaja (usia muda), termasuk anak-anak,

sejak mereka secara prinsip dianggap sebagai kelompok penerima sosialisasi.

Gottfredson dan Hirschi (1990) juga menyatakan bahwa kurangnya

sosialisasi yang diberikan kepada seseorang adalah sumber yang menyebabkan

rendahnya self-control seseorang, dan karenanya sosialisasi memainkan peranan

yang sangat penting dalam upayanya untuk menciptakan individu-individu yang

memiliki self-control yang kuat. Sosialisasi merupakan suatu proses dimana

anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai

masyarakat dimana dia menjadi anggota (Soekanto, 2007: 59). Proses sosialisasi

dimana seseorang belajar untuk mempelajari norma-norma dan nilai-nilai yang

berlaku, dapat berjalan lewat adanya mekanisme pembelajaran melalui tahap

generalisasi, imitasi, dan identifikasi (Parsons & Shils, 2001).

Generalisasi dapat disebut sebagai suatu hal yang berkaitan dengan

pembentukan gagasan atau simpulan umum dari suatu kejadian, hal, dan

sebagainya (Dhohiri, et. al, 2007: 112). Faktor imitasi mempunyai peranan yang

penting dalam interaksi sosial. Imitasi dapat mendorong seseorang untuk

mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun demikian, imitasi

mungkin pula mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif dimana misalnya,

yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang menyimpang. Sedangkan itu,

identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan

dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya

lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk

atas dasar proses ini (Soekanto, 2007: 57).

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 25: TA-Ferdian Yazid.pdf

25

Universitas Indonesia

Didalam proses sosialisasi itu sendiri ada agen-agen sosialisasi, yaitu pihak

yang melaksanakan sosialisasi. Fuller dan Jacobs (1973: 168-208)

mengidentifikasikan empat agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain,

media massa, dan sistem pendidikan (Sunarto, 2004: 26). Gottfredson dan Hirschi

(1990) menyatakan bahwa penguatan dua agen sosialisasi yang utama yaitu

sekolah dan keluarga menjadi dua aspek yang fundamental dalam upaya

pencegahan kejahatan (Crawford, 1998).

Agen sosialisasi yang paling awal adalah keluarga. Didalam keadaan yang

normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya,

saudara-saudaranya yang lebih tua (kalau ada), serta mungkin kerabat dekatnya

yang tinggal serumah. Melalui lingkungan itulah si anak mengenal dunia

sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Melalui lingkungan

itulah anak mengalami proses sosialisasi awal. Orang tua, saudara, maupun

kerabat dekatnya lazimnya mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak

supaya anak memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar dan baik

(Soekanto, 2007: 386).

Keluarga juga merupakan agen sosialisasi yang dapat mempengaruhi

setiap anggota keluarga untuk tidak terlibat di dalam kejahatan. Hubungan antar

anggota keluarga yang baik mampu mentransmisikan nilai-nilai dan norma yang

berlaku di masyarakat sehingga anggota-anggota keluarga itu dapat hidup sesuai

dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat

(Department of Social Development Republic of South Africa, 2011). Ada

keterbatasan dalam melakukan upaya pencegahan kejahatan berbasis keluarga,

karena para politisi dan pakar kadang kala enggan untuk intervensi di dalam

bidang kehidupan yang sangat pribadi (Lihat Darmawan, 1994: 36).

Selain keluarga, sekolah menjadi agen sosialisasi yang berperan penting

sebagai tempat seseorang untuk mempelajari nilai dan norma yang berlaku di

masyarakat. Menurut Emile Durkheim, fungsi terpenting dari sekolah adalah

membentuk pola perilaku individu. Sekolah harus dapat menjadi tempat yang

mampu mendorong pelajar untuk membentuk disiplin diri dan memiliki ikatan

kepada kelompok (Brint, 2006).

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 26: TA-Ferdian Yazid.pdf

26

Universitas Indonesia

Sekolah adalah agen yang memiliki kapasitas untuk memotivasi dan

menginterasikan para pelajar ke dalam masyarakat lewat sosialisasi yang

diberikan melalui sekolah, dan sekolah dipandang mampu untuk mempengaruhi

para pelajar untuk bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku di

masyarakat dan agar mereka tidak ikut terlibat dalam suatu tindak kejahatan

(Crawford, 1998).

Sosialisasi yang dilakukan melalui sekolah haruslah memiliki bentuk

sosialisasi yang berbeda pada setiap jenjang pendidikan. Hal ini dikarenakan

pendekatan pencegahan yang berbeda diterapkan pada tahap perkembangan sosial

yang berbeda. Jenis dari strategi pencegahan dimana akan dapat berguna pada

Sekolah Dasar tidak dapat digunakan pada Sekolah Lanjutan (SLP) (Darmawan,

1994: 35).

4. Tinjauan Jurnal

Jurnal Corruption in Asian Countries: Can It Be Minimized? (Quah, 1999)

Membahas tentang korupsi dan tindak pencegahan dan pemberantasan korupsi di

Asia. Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan korupsi di Asia, yaitu (1) penyebab dasar terjadinya korupsi di

suatu negara; dan (2) tingkat efektivitas dari suatu tindakan yang diambil oleh

suatu negara untuk memberantas korupsi. Penyebab tumbuh suburnya korupsi,

sehingga tindakan korupsi itu sudah menjadi semacam way of life harus dapat

didiagnosa dengan tepat sehingga pemerintah dapat mengambil langkah yang

tepat untuk meminimalisasi tindakan korupsi. Strategi pencegahan dan

pemberantasan korupsi hanya akan dapat berjalan efektif apabila didukung oleh

pemimpin negara, apabila tidak didukung oleh pemimpin negara maka strategi

pencegahan dan pemberantasan korupsi akan percuma dilakukan karena tidak

akan berhasil.

Tindak pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia tidak

dapat berjalan dengan efektif karena hukum tidak ditegakkan dan implementasi

dari peraturan mengenai korupsi sangatlah buruk. Selain itu hukum yang

diterapkan juga bersifat tebang-pilih, hanya menyasar koruptor „kelas teri‟ dan

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 27: TA-Ferdian Yazid.pdf

27

Universitas Indonesia

koruptor „kelas kakap‟ bebas berkeliaran. Singapura dan Hongkong dipandang

mampu melaksanakan kebijakan yang tepat karena kedua negara tersebut mampu

mengidentifikasi penyebab dasar tumbuhnya korupsi di negara masing-masing.

Strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh Singapura

dapat berjalan dengan efektif karena Pemerintah Singapura mampu mengubah

persepsi publik terhadap korupsi dari tindakan yang “low-risk, high reward”

menjadi sebaliknya, yaitu „high-risk, low-reward”. Selain itu tindakan yang

diambil antara lain dengan memperkuat peraturan mengenai korupsi dan hukum

tersebut dapat diimplementasikan dengan baik.

Jurnal Singapore‟s Experience in Curbing Corruption and the Growth of

the Underground Economy (Sam, 2005) membahas tentang bagaimana usaha

pemerintah Singapura untuk mencegah dan memberantas korupsi yang terjadi

akibat adanya Underground Economy (UGE) yang berdampak merugikan bagi

pertumbuhan ekonomi Singapura. Underground Economy (UGE) dianggap

merugikan pemerintah Singapura karena kegiatan ilegal mereka yang

menyebabkan para pelaku Underground Economy (UGE) tidak dapat dikenakan

pajak, akibat dari transaksi perdagangan yang mereka lakukan tidak tercatat

kedalam pemasukan negara sehingga memperkecil pemasukan negara dari pajak.

Selain itu dalam kaitannya dengan perilaku korupsi ini, Underground Economy

(UGE) sangat rentan terjadi tindakan suap yang diberikan kepada pegawai negeri

yang mengetahui aksi mereka dan berusaha untuk memeras para pelaku

Underground Economy (UGE).

Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Singapura dilakukan

dengan mengambil beberapa tindakan, yaitu: (1) gaji yang besar bagi pegawai

negeri sehingga gaji mereka tidak terlalu jauh berbeda dengan pegawai di sektor

swasta; (2) pencegahan tindak pidana korupsi yang dilakukan melalui penetapan

undang-undang dengan hukuman yang berat dan pembentukan komisi anti-

korupsi yang memiliki kewenangan yang luar biasa dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan korupsi; (3) political will yang kuat dari petinggi politik di

Singapura untuk menciptakan kondisi zero tolerance bagi perilaku korupsi; (4)

administrasi yang efektif melalui layanan yang baik dan easy to follow procedure

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 28: TA-Ferdian Yazid.pdf

28

Universitas Indonesia

sehingga mampu mencegah para pelaku bisnis untuk memberikan suap bagi

pegawai negeri. Penggunaan teknologi canggih dalam birokrasi juga mampu

menjadikan kegiatan administrasi menjadi lebih efektif; (5) dukungan masyarakat

yang kuat untuk menciptakan Singapura yang bebas dari korupsi dan turut

didukung oleh media-media di Singapura untuk mempromosikan budaya anti

korupsi.

Jurnal Deterring White-Collar Crime membahas tentang perilaku white-

collar crime (Ivancevich, Duening, Gilbert, & Konopaske, 2005) di Amerika

Serikat yang menjadi sorotan di media karena kasus ini melibatkan orang-orang

yang memiliki jabatan dengan posisi tertinggi di perusahaan atau institusi tempat

dia bekerja sehingga tindak kejahatan yang mereka lakukan sangat berdampak

buruk bagi perusahaan karena dari segi finansial jumlah kerugiannya sangat besar

dan tindak kejahatan yang mereka lakukan juga menandakan bahwa banyak

„celah‟ yang dapat mereka masuki sehingga mereka menjadi pelaku white-collar

crime. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya untuk menutupi „celah‟ yang

telah dimasuki oleh para pelaku white-collar crime dan juga pelaku potensial

white-collar crime yang diakibatkan oleh lemahnya penegakan hukum dan

pengawasan kepada mereka sehingga perlu adanya tindakan antisipasi untuk

mengatasi kejahatan yang mereka lakukan.

Jurnal Deterring White-Collar Crime memberikan beberapa rekomendasi

mengenai tindakan apa yang sebaiknya diambil oleh pemerintah, perusahaan, atau

institusi untuk mencegah dan mengatasi white-collar crime yang dapat

menimbulkan deterrence effect bagi para pelaku white-collar crime maupun

pelaku potensial white-collar crime. Beberapa tindakan yang direkomendasikan

untuk mencegah dan mengatasi white-collar crime yaitu adalah: (1) management

action, para petinggi di sebuah perusahaan atau institusi harus mampu menjadi

role model bagi para bawahannya dan sebagai orang pertama yang menyerukan

adanya reformasi demi berjalannya birokrasi yang lebih baik dan bersih; (2)

accounting systems yang tidak menyebabkan adanya konflik kepentingan pada

proses konsultasi dan auditing dan harus dapat menghasilkan data audit yang baik

karena adanya pengawasan dari auditor terhadap pekerjaan auditor lain; (3)

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 29: TA-Ferdian Yazid.pdf

29

Universitas Indonesia

governance system, kebijakan yang diambil oleh organisasi untuk kedepannya

harus mampu dijelaskan secara logis karena telah mempertimbangkan segala

macam resiko yang akan timbul apabila sebuah organisasi memutuskan untuk

menjalankan atau tidak menjalankan sebuah kebijakan, sehingga tidak ada kesan

bahwa kebijakan yang diambil hanyalah kebijakan „coba-coba‟; (4) sentencing

and deterrence, hukuman yang diberikan kepada pelaku white-collar crime

haruslah mempunyai kepastian hukum, berat hukumannya, dan cepat dalam

penetapan hukuman; (5) national code of conduct, sebuah peraturan yang

berisikan pedoman apa yang harus dilakukan oleh organisasi agar kegiatan yang

mereka jalankan dapat menunjukkan tindakan yang berusaha untuk menjauhi

white-collar crime; (6) ethical behavior awards dan ethical award program,

adanya pemberian penghargaan kepada karyawan dengan kinerja terbaik akan

mampu mendorong para karyawan untuk berlomba-lomba menjadi yang terbaik

dan tentunya terhindar dari white-collar crime; (7) independent board members,

sebuah perusahaan harus mempunyai dewan pengurus yang berkompetensi tinggi

dan tidak tergantung pada kinerja dari direktur sehingga memiliki independensi

dalam bekerja; (8) governance institute; pembentukan institut yang mampu

menciptakan orang-orang yang berkompetensi tinggi dengan moralitas yang baik;

(9) board member evaluations, tindakan evaluasi kepada petinggi sebuah

perusahaan atau institusi; (10) board member hotline; alur komunikasi langsung

antara atasan-bawahan yang dapat digunakan untuk menerima laporan akan

adanya white-collar crime; (11) white-collar crime education; pelatihan bagi

seluruh karyawan perusahaan atau institusi tentang penjelasan mengenai white-

collar crime, disertai dengan dampak yang ditimbulkan apabila melakukan white-

collar crime; (12) white-collar crime newsletter; pemberitaan tentang pelaku

white-collar crime juga penting demi menggalakkan program anti-korupsi.

Jurnal Corruption and its Control in Botswana (Sebudubudu, 2003)

membahas mengenai korupsi dan pengalaman Botswana dalam upaya penanganan

permasalahan korupsi. Botswana merupakan negara yang terletak di benua Afrika,

dimana kebanyakan negara-negara di Afrika penuh dengan konflik,

ketidakstabilan politik, dan tentunya permasalahan tentang korupsi. Botswana

berbeda dengan negara tetangganya seperti Kenya dan Nigeria dimana perilaku

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 30: TA-Ferdian Yazid.pdf

30

Universitas Indonesia

korupsi sangat menjamur, di Botswana perilaku korupsi dapat ditekan sehingga

ada ilustrasi yang menggambarkan bahwa Botswana bagaikan oase di tengah-

tengah gurun. Penyebab korupsi dapat ditekan di Botswana adalah karena ada

Komisi yang mempunyai fungsi khusus dalam tindakan anti-korupsi yang

didirikan sejak tahun 1994, yaitu The Directorate on Corruption and Economic

Crime (DCEC).

Walaupun dalam kehidupan sehari-hari di Botswana sendiri korupsi bukan

menjadi semacam way of life, akan tetapi korupsi merupakan sebuah bentuk

white-collar crime yang selalu terjadi di negara yang sedang berkembang yang

sedang gencar-gencarnya melaksanakan pembangunan sehingga korupsi

dipandang hanya sebagai additional cost semata, termasuk di Botswana. Korupsi

yang terjadi di Botswana tidak hanya dilakukan oleh para birokrat level rendah,

tetapi juga dilakukan oleh para petinggi-petinggi dari suatu institusi. Kegelisahan

atas korupsi dan economic crime yang semakin marak di Botswana mendorong

pemerintah Botswana membentuk komisi anti-korupsi, yaitu The Directorate on

Corruption and Economic Crime (DCEC).

Tugas yang dilakukan oleh The Directorate on Corruption and Economic

Crime (DCEC) tidak hanya berkutat pada investigasi dan penindakan kasus

korupsi, tetapi juga fokus pada pencegahan korupsi, yaitu dengan cara

mengamandemen peraturan yang berpotensi dapat dijadikan bagi pelaku korupsi

atau calon pelaku korupsi sebagai „celah‟ bagi mereka untuk lolos dari hukuman,

dan edukasi pada publik dengan cara merubah persepsi publik terhadap korupsi

sebagai tindakan yang tidak boleh ditoleransi dan terus mengampanyekan pesan-

pesan anti korupsi.

Tugas yang dilakukan The Directorate on Corruption and Economic Crime

(DCEC) dalam memberantas dan mencegah korupsi, serta mengampanyekan

kepada publik mengenai pesan-pesan anti korupsi tidaklah berjalan tanpa adanya

hambatan. Hambatan yang dialami oleh The Directorate on Corruption and

Economic Crime (DCEC) antara lain: (1) otonomi DCEC, komisi anti-korupsi ini

bukanlah institusi yang independen, misalkan saja Director of DCEC masih

ditunjuk oleh presiden dan juga bertanggung jawab kepada presiden dan

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 31: TA-Ferdian Yazid.pdf

31

Universitas Indonesia

seringkali pemerintahan Botswana menginterupsi tindakan yang DCEC lakukan

dalam usaha pemberantasan dan pencegahan korupsi; (2) personel, dari sisi

sumber daya manusia, DCEC kekurangan karyawan yang terlatih dalam

menghadapi white-collar crime; (3) finansial, dari segi keuangan DCEC tidak

dapat berdiri sendiri karena kegiatan operasional mereka masih berasal dari

anggaran Ministry of Presidential Affairs and Public Administration; (4)

peradilan, sistem peradilan pidana yang ada di Botswana masih kekurangan

sumber daya manusia, serta proses peradilan pidananya sendiri pun berjalan

lambat. Selain itu, pencegahan dan pemberantasan korupsi di Botswana

dipandang hanya terkonsentrasi untuk menangkap “small fish” sedangkan “big

fish” dibiarkan bebas.

Jurnal Promise and Peril in Combating Corruption: Hong Kong‟s ICAC

(Skidmore, 1996) membahas mengenai permasalahan mengenai korupsi yang

terjadi di Hong Kong yang pada akhirnya melatarbelakangi berdirinya Komisi

Anti Korupsi di Hong Kong yaitu Independent Commission Against Corruption

(ICAC). Hong Kong merupakan sebuah tempat yang unik, dimana ada

percampuran antara kebudayaan Barat dan kebudayaan Timur. Akibat adanya

percampuran tersebut maka pada akhirnya akan menghasilkan keberagaman, dan

keberagaman yang dihasilkan tidak hanya keberagaman „positif‟ tetapi juga

keberagaman „negatif‟. Korupsi pun didefinisikan sebagai tindakan yang

dipersepsikan berbeda-beda oleh masyarakat Hong Kong. Suatu tindakan yang

dianggap sebagai salah satu tindakan korupsi oleh A belum tentu dianggap

sebagai tindakan korupsi oleh B. Akan tetapi, diantara dua kebudayaan tadi

tentunya ada „titik temu‟ mengenai apa yang dipandang sebagai tindakan korupsi.

Pemerintah Hong Kong kemudian membuat Undang-Undang mengenai

korupsi untuk menegakkan aturan hukum mengenai korupsi. Akan tetapi, Polisi

Hong Kong sebagai pihak yang memiliki wewenang untuk menegakkan aturan

hukum tentang korupsi tersebut tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik,

karena Polisi Hong Kong sendiri merupakan institusi yang kental dengan budaya

korupsi. Berangkat dari sebuah fakta bahwa Kepolisian Hong Kong tidak dapat

memberantas korupsi karena institusi kepolisian itu sendiri adalah sebuah institusi

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 32: TA-Ferdian Yazid.pdf

32

Universitas Indonesia

yang korup, maka lembaga yang khusus menangani korupsi harus terpisah dari

kepolisian.

Kemudian Independent Commission Against Corruption (ICAC) dibentuk

pada tahun 1974. Resep sukses dari Independent Commission Against Corruption

(ICAC) berbeda dengan komisi anti korupsi yang ada di Singapura dan Malaysia

karena tidak terbatasi oleh wewenang pada penindakan saja, resep sukses mereka

terlihat dari tiga departemen yang ada di dalamnya, yaitu: (1) Operations

(Enforcement), Corruption Prevention, dan Community Relations. Corruption

Prevention Department bekerjasama dengan lembaga negara dan perusahaan

swasta untuk mencegah tindakan korupsi, sedangkan Community Relations

Department melakukan kampanye dan memberikan edukasi kepada publik

mengenai bahaya dari korupsi sehingga pada akhirnya akibat pemberian edukasi

tersebut maka masyarakat akan sadar bahaya dari tindakan korupsi dan

memberikan dukungan moral kepada Independent Commission Against

Corruption (ICAC).

Kinerja dari Independent Commission Against Corruption (ICAC) tidaklah

sempurna. Independent Commission Against Corruption (ICAC) dianggap terlalu

memiliki kewenangan yang berlebihan sehingga cenderung membahayakan

seseorang. Misalkan saja apabila didalam common law hak untuk diam dapat

dilakukan oleh tersangka atau saksi. Akan tetapi, Undang-Undang memberikan

hak kepada Independent Commission Against Corruption (ICAC) untuk

menginterogasi seseorang dan menuntut akan adanya jawaban. Selain itu proses

pengawasan internal di dalam Independent Commission Against Corruption

(ICAC) pada awalnya dilakukan sangat rahasia, hanya segelintir orang yang tahu

mengenai pelaksanaannya, tetapi pada akhirnya Independent Commission Against

Corruption (ICAC) sadar bahwa akuntabilitas kepada publik merupakan hal yang

harus dilakukan. Akan tetapi dibalik semua kekurangan itu, Independent

Commission Against Corruption (ICAC) tetap mendapat dukungan dari publik

dan dipandang sebagai salah satu lembaga penegak hukum yang berhasil dalam

menjalankan tugasnya dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 33: TA-Ferdian Yazid.pdf

33

Universitas Indonesia

Paper dengan judul Corruption Prevention: The Hong Kong Experience

(Chan, 2000) menjelaskan tentang faktor penyebab terjadinya korupsi di Hong

Kong dan pengalaman penegak hukum di Hong Kong dalam mencegah korupsi.

Di Hong Kong, Korupsi sudah menjalar ke berbagai sektor, mulai dari proyek

pembuatan infrastruktur seperti pada proyek pembangunan jembatan dan jalan

raya, penerbitan izin dalam industri ekstraktif, proyek pembangunan rumah susun,

sampai kepada jasa-jasa yang menggunakan tenaga konsultan seperti amdal.

Dampak dari korupsi yang terjadi di semua sektor tersebut adalah

meningkatnya cost yang ditimbulkan dari sebuah transaksi. Misalkan saja apabila

ada uang pelicin dengan nilai 10% persen dari harga suatu barang, maka uang

pelicin senilai 10% tersebut tidak dibebankan kepada pihak penjual yang menjadi

pemberi suap, tetapi dibebankan kepada konsumen. Atau bisa juga uang pelicin

senilai 10% tersebut tidak dibebankan kepada konsumen, tetapi dampak dari uang

pelicin tersebut akan menurunkan tingkat kualitas dari suatu barang demi

menutupi 10% biaya yang dikeluarkan sebagai uang pelicin. Dampak terburuk

yang disebabkan oleh korupsi adalah rusaknya kepercayaan yang diberikan oleh

rakyat. Selain itu reputasi dan image pemerintah menjadi hancur.

Kemudian Independent Commission Against Corruption (ICAC) dibentuk

pada tahun 1974 untuk memberantas korupsi, terutama korupsi yang terjadi di

lembaga kepolisian dan sektor publik. ICAC memiliki tiga tugas utama, yaitu

investigasi, pencegahan dan edukasi. Ketiga tugas utama tersebut dapat dilihat

dari tiga divisi yang ada di ICAC yaitu (1) Operations Department, yang bertugas

untuk menerima laporan dan menginvestigasi kasus korupsi; (2) Community

Relations Department, yang bertugas untuk memobilisasi dukungan publik untuk

memerangi korupsi, (3) dan Corruption Prevention Department, yang bertugas

untuk melakukan upaya pencegahan korupsi dalam sebuah institusi dengan cara

memonitor kegiatan harian dalam sebuah institusi dan juga dengan cara

mendorong sebuah institusi untuk menerapkan management dan sistem

administrasi yang tidak menoleransi terjadinya korupsi.

Untuk melakukan pencegahan korupsi, ICAC lebih sering melakukan

pendekatan yang bertujuan untuk merubah suatu sistem. ICAC sendiri sering

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 34: TA-Ferdian Yazid.pdf

34

Universitas Indonesia

melakukan assignment study terhadap sebuah institusi dan kemudian output-nya

ada dalam bentuk laporan disertai dengan serangkaian rekomendasi yang

bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya korupsi dengan cara mendorong akan

adanya transparansi dan akuntabilitas dan juga bertujuan untuk meningkatkan

kinerja dari institusi tersebut.

ICAC juga sering melakukan pelatihan yang bertujuan untuk

meningkatkan corruption awareness peserta dan agar peserta menomorsatukan

etika dan integritas diatas segalanya. Selain itu, agar mendapatkan “teman” yang

setia dalam upayanya untuk memberantas korupsi, ICAC percaya bahwa

masyarakatlah yang bisa dijadikan sebagai teman. Misal dalam kaitannya dengan

layanan publik, apabila masyarakat mengetahui hak yang dimilikinya dan

kewajiban yang harus dipenuhi oleh lembaga pelayanan publik, maka masyarakat

akan lebih peka apabila ada penurunan kualitas layanan publik yang disebabkan

oleh korupsi.

Jurnal Minimising Corruption: Applying Lessons From the Crime

Prevention Literature (Gorta, 1998) mencoba untuk memberikan suatu ide yang

dapat diaplikasikan untuk mencegah korupsi dengan cara melakukan pencegahan

korupsi yang selaras dengan kriminologi. Jurnal ini mencoba untuk

mengeksplorasi perspektif dari pelaku korupsi dan mengklasifikasikan berbagai

macam bentuk korupsi. Dengan begitu, jurnal ini diharapkan dapat membantu

pembaca untuk memahami faktor-faktor penyebab dari korupsi, dan untuk

mencegah korupsi, jurnal ini memperkenalkan berbagai metode yang dapat

digunakan untuk mencegah korupsi. Jurnal ini memberikan enam aspek penting

dalam pencegahan kejahatan yang selaras dengan kriminologi dan dapat

digunakan untuk mencegah korupsi, disertai dengan cara pengaplikasiannya.

Pertama, kita harus memandang semua orang berpotensi menjadi pelaku

kejahatan. Dahulu kriminolog memandang bahwa kejahatan merupakan sifat

alamiah dari pelakunya, tetapi sekarang kriminolog sudah banyak yang tidak

beranggapan seperti itu. Seseorang melakukan kejahatan karena ada faktor

situasional yang mempengaruhi dirinya dan juga karena ada kesempatan yang

dimiliki seseorang untuk melakukan kejahatan, termasuk korupsi. Untuk

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 35: TA-Ferdian Yazid.pdf

35

Universitas Indonesia

mencegah korupsi, maka harus dilakukan penerapan strategi pencegahan

kejahatan dan edukasi kepada masyarakat luas dan jangan berasumsi bahwa

karena seseorang menduduki posisi tertentu maka dia menjadi seseorang yang

bebas dari korupsi.

Kedua, kita harus mengeksplorasi sudut pandang dari pelaku kejahatan.

Kejahatan akan dilakukan oleh seseorang apabila dia memperoleh kesempatan

untuk melakukannya. Akan tetapi, kenapa kesempatan tersebut diambil, akan

menjadi pertanyaan selanjutnya. Dalam kriminologi terdapat rational choice

perspective, yaitu dimana seseorang melakukan kejahatan karena ada alasan-

alasan rasional yang mendorong dirinya untuk melakukan kejahatan, termasuk

korupsi. Untuk mencegah korupsi, maka disarankan untuk bertanya kepada pelaku

korupsi. Kenapa dia melakukan korupsi dan kondisi seperti apa yang mendorong

dirinya untuk melakukan korupsi.

Ketiga, gunakan crime-specific approach untuk menciptakan sebuah

strategi pencegahan kejahatan, karena diperlukan teknik pencegahan kejahatan

yang berbeda-beda, tergantung dari tipe kejahatan yang ingin dicegah. Cornish

(1994) mendorong untuk dilakukannya procedural analysis of offending dengan

menggunakan script, semacam naskah yang digunakan untuk menjelaskan

storyline dan mengarahkan aktor dalam pertunjukan seni. Script digunakan

sebagai alat untuk menganalisis kejahatan dan mengidentifikasi strategi

pencegahan kejahatan yang cocok untuk diterapkan. Contohnya dalam kasus

korupsi, script ini digunakan menjelaskan berbagai macam tahapan yang

dilakukan seseorang untuk melakukan korupsi. Untuk mencegah korupsi, langkah

pertama yang harus dilakukan adalah dengan membuat sistem yang digunakan

untuk mengklasifikasikan berbagai macam tindakan yang dipandang sebagai

sebuah tindakan korupsi. Langkah berikutnya adalah dengan cara mengobservasi

atau bertanya kepada pelaku korupsi tentang proses yang harus mereka lalui untuk

melakukan korupsi.

Keempat, coba identifikasi lalu “benturkan” dengan eksplanasi yang

diberikan oleh pelaku korupsi. Merupakan suatu hal yang sangat jelas bahwa

seseorang cenderung melakukan sebuah tindakan yang dia anggap sebagai sebuah

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 36: TA-Ferdian Yazid.pdf

36

Universitas Indonesia

tindakan yang lazim untuk dilakukan, walaupun tindakan tersebut di mata

masyarakat merupakan sebuah bentuk penyimpangan atau kejahatan. Orang

tersebut pasti mempunyai sebuah alasan yang menjustifikasi dirinya untuk

melakukan kejahatan, termasuk korupsi. Untuk mencegah korupsi, maka kita

harus bertanya kepada pelaku korupsi mengenai tindakan seperti apa yang dia

pandang sebagai sebuah tindakan yang lazim, dan apabila orang tersebut memang

telah melakukan korupsi, dan kenapa mereka melakukan korupsi, dalam upayanya

untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjustifikasi dirinya untuk

melakukan korupsi.

Kelima, cobalah untuk mengeksaminasi kultur dari suatu organisasi.

Kultur organisasi dapat mendorong seseorang melakukan korupsi atau mencegah

seseorang untuk melakukan korupsi. beberapa hal yang dapat dapat mendorong

atau mencegah seseorang untuk melakukan korupsi yaitu (1) apakah terdapat

sebuah garis pemisah yang jelas dan digunakan untuk mengklasifikasikan

tindakan-tindakan seperti apa yang dipandang lazim dan sebaliknya; (2) perilaku

kolega; (3) contoh perilaku yang diberikan oleh petinggi organisasi; (4) berbagai

praktek lainnya dalam lingkungan kerja organisasi tersebut. Untuk mencegah

korupsi, maka perlu dilakukan survey kepada para anggota organisasi mengenai

tindakan seperti apa yang dipandang lazim dan tindakan seperti apa yang

dipandang sebagai korupsi, dan juga perlu melakukan sosialisasi didalam

organisasi mengenai resiko yang muncul akibat melakukan korupsi.

Keenam, coba pertimbangkan untuk mengaplikasikan strategi pencegahan

kejahatan. Clarke (1992) memperkenalkan 12 teknik pencegahan kejahatan yang

ia kategorikan kedalam tiga kelompok: (1) those which involve increasing the

effort required by the offender; (2) those which involve increasing the risks; dan

(3) those which involve reducing the rewards. Kemudian ada kategori keempat

yaitu inducing guilt or shame. Untuk mencegah korupsi, kita harus mempunyai

pemahaman yang lebih baik dalam dinamika dan mekanisme terjadinya korupsi.

Setelah mempertimbangkan hal-hal tersebut, kemudian kita dapat

mempertimbangkan pendekatan pencegahan kejahatan seperti apa yang akan

digunakan untuk mencegah korupsi.

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 37: TA-Ferdian Yazid.pdf

37

Universitas Indonesia

Jurnal Causes of Corruption: Towards a Contextual Theory of Corruption

(Graaf, 2007) memperkenalkan faktor-faktor penyebab kenapa seseorang

melakukan korupsi. Dengan mengetahui faktor penyebab korupsi, maka dapat

diputuskan instrumen kebijakan seperti apa yang cocok diterapkan untuk

mencegah korupsi. Jurnal ini memberikan penjelasan pada beberapa teori

penyebab korupsi beserta upaya pencegahan yang cocok pada masing-masing

teori.

Pertama, public choice theory. Teori ini menyatakan bahwa seseorang

melakukan korupsi karena orang tersebut telah melakukan analisis untung-rugi,

dan orang tersebut menyadari bahwa keuntungan yang akan dia peroleh apabila

dia melakukan korupsi lebih besar daripada kerugian yang akan dia peroleh

apabila dia melakukan korupsi. Untuk mencegah korupsi menurut public choice

theory adalah dengan cara memaksimalkan cost dari tindakan korupsi dan

meminimalkan benefit dari tindakan korupsi. Karena susah untuk meminimalisasi

benefit dari korupsi, maka mayoritas orang fokus untuk memaksimalkan cost dari

korupsi, yaitu dengan cara memperbesar kemungkinan seseorang untuk ditangkap

dan diadili apabila orang tersebut melakukan korupsi serta menjatuhkan hukuman

yang sangat berat kepada pelaku korupsi.

Kedua, bad apple theories. Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang

melakukan korupsi disebabkan oleh kecacatan moral dan terdapat hubungan

kausal antara kecacatan moral dengan kecenderungan untuk melakukan korupsi.

Seseorang memiliki kecacatan moral karena di dalam proses sosialisasi yang dia

terima, dia „meresapi‟ nilai-nilai yang menyimpang dari masyarakat sehingga dia

bertindak atas dasar nilai-nilai menyimpang yang dia terima pada proses

sosialisasi itu sendiri. Upaya pencegahan korupsi menurut bad apple theories ini

adalah ketika akar permasalahan didalam pertanyaan mengapa seseorang

melakukan korupsi dan jawabannya terletak pada self-control pada diri individu

itu sendiri. Agar dapat memperbaiki self-control yang ada di dalam diri individu

itu sendiri adalah dengan cara menciptakan nilai-nilai moral yang kuat.

Ketiga, organizational culture theories. Teori ini fokus pada kultur dan

struktur organisasi tempat seseorang bekerja. Teori ini berpendapat bahwa ada

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 38: TA-Ferdian Yazid.pdf

38

Universitas Indonesia

kultur kelompok tertentu yang berperan dalam membentuk mental atau perilaku

seseorang. Mental atau perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh kultur kelompok

cenderung mengarah kepada tindakan korupsi. Punch (2000) berpendapat tentang

kepolisian di seluruh dunia bahwa korupsi yang terjadi di institusi kepolisian

bukanlah sesuatu yang hanya terjadi pada tingkat individual saja, tetapi perilaku

korupsi sudah mengakar didalam struktur dan kultur organisasi tersebut. Dapat

dikatakan bahwa korupsi merupakan sebuah tindakan yang “menular”. Upaya

pencegahan korupsi menurut organizational culture theories ini adalah melalui

intervensi kepada kultur dari suatu organisasi agar kultur suatu organisasi yang

sebelumnya kental terhadap budaya korupsi diubah menjadi kultur organisasi

yang tidak mentoleransi akan adanya korupsi di dalam organisasi tersebut atau

dengan cara yang disebut sebagai cultural instruments, misalkan saja dengan

merubah atau memutasi jajaran petinggi di suatu organisasi.

Keempat, clashing moral values theories. Teori ini berpendapat bahwa

kultur dari sebuah organisasi dipengaruhi oleh masyarakat. Maka yang terjadi

selanjutnya adalah terciptanya suatu kondisi yang tumpang-tindih antara nilai dan

norma masyarakat yang berlaku di masyarakat dengan kultur organisasi tempat

seseorang bekerja. Hubungan kausal dari teori ini dimulai dari adanya nilai dan

norma tertentu di masyarakat yang secara langsung memengaruhi nilai dan norma

individu. Nilai dan norma tersebut mempengaruhi perilaku seseorang sehingga

menyebabkan mereka cenderung melakukan korupsi.

Di masyarakat sendiri tidak ada tolak ukur jelas yang membedakan

diantara private obligation dan mana yang public roles. Karena adanya benturan

antara mana yang menjadi private obligation dan mana yang public roles maka

harus menentukan mana yang menjadi prioritas, dan beberapa nilai yang

berkembang di masyarakat mengarah pada korupsi. Upaya pencegahan korupsi

berdasarkan clashing moral values theories ini mengarah kepada pembentukan

kode etik di dalam lingkungan kerja agar seseorang yang berada pada posisi

rawan untuk melakukan korupsi mampu membedakan mana yang merupakan

public role dan mana yang merupakan private obligation sehingga dia tidak

melakukan korupsi. Satu hal penting yang tidak dapat dilupakan juga bahwa

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 39: TA-Ferdian Yazid.pdf

39

Universitas Indonesia

penegakan dari kode etik dalam lingkungan kerja ini juga penting. Apabila

terdapat kode etik di dalam lingkungan kerja tetapi tidak ada penegakannya, maka

usaha pencegahan korupsi yang dilakukan akan percuma.

Kelima, The ethos of public administration theories. Teori ini berpendapat

bahwa kinerja dari pejabat publik mempunyai hubungan kausal dengan tekanan

dari masyarakat. Hal ini dikombinasikan dengan kurangnya perhatian terhadap isu

integritas, mengarahkan pejabat publik pada tindakan „efisiensi‟ yang salah,

sehingga menyebabkan pejabat publik melakukan korupsi. Jurnal Causes of

Corruption: Towards a Contextual Theory of Corruption memberikan contoh

pada kasus seorang pejabat publik yang mendapat tekanan dari konstituen dan

atasan politiknya untuk mempercepat penyelesaian tugasnya, yaitu percepatan

penyelesaian pembangunan jalan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu

yang sangat singkat. Akibat diminta untuk menyelesaikan pembangunan jalan

dalam waktu yang sangat singkat, pejabat tersebut pada akhirnya fokus hanya

kepada hasil akhirnya, yaitu agar pembangunan jalan cepat diselesaikan.

Kemudian pejabat tersebut melakukan kontak secara intensif dengan kontraktor

bangunan untuk berkonsultasi dengan tujuan agar dapat menyelesaikan

pembangunan jalan tersebut secepat mungkin. Akibat dikejar-kejar target untuk

menyelesaikan pembangunan jalan, pejabat publik tersebut mengesampingkan

integritas, akuntabilitas dan legitimasi dari cara yang dia tempuh untuk

mempercepat penyelesaian pembangunan jalan tersebut, sehingga pada akhirnya

pejabat tersebut melakukan korupsi.

Upaya pencegahan korupsi berdasarkan The ethos of public administration

theories ini menyatakan bahwa memang benar apabila efektivitas dan efisiensi

merupakan merupakan salah satu aspek penting dalam penciptaan tata kelola yang

baik. Tidak boleh dilupakan juga bahwa integritas juga merupakan hal yang

penting. Terkadang, upaya pencegahan korupsi yang mengandalkan efisiensi dan

efektivitas dalam tata kelola pemerintahan masih kurang mampu untuk mencegah

korupsi. Oleh karena itu, kampanye kepada publik juga diperlukan agar dapat

menciptakan kepedulian masyarakat agar mereka ikut mengawasi pejabat

pemerintahan supaya mereka tidak melakukan korupsi.

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 40: TA-Ferdian Yazid.pdf

40

Universitas Indonesia

Paper yang berjudul Corruption Around the World: Causes,

Consequences, Scope, and Cures (Tanzi, 1998) membahas mengenai perilaku

korupsi yang terjadi di berbagai belahan dunia yang menimbulkan dampak

merugikan terutama dari segi ekonomi dan demokrasi. Di Indonesia, korupsi

sangat menjamur terutama di dalam sistem birokrasi. Uang suap yang diberikan

kepada birokrat diibaratkan seperti „oli mesin‟ yang mampu mempercepat kerja

birokrat. Pihak yang dirugikan adalah orang-orang yang berurusan dengan

birokrat, dan mereka yang mengurus segala macam bentuk izin harus

mengeluarkan uang dengan jumlah yang tidak sedikit padahal sebenarnya mereka

tidak perlu mengeluarkan uang sama sekali agar dapat mengakses layanan publik.

Peran negara untuk mencegah dan memberantas tindakan korupsi

sangatlah penting karena negara tidak boleh menjadi pihak yang pasif dalam

upaya pencegahan korupsi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah dan

memberantas korupsi antara lain: (1) komitmen yang tegas dari pemimpin negara

bahwa mereka akan memerangi korupsi, menunjukkan bahwa tidak ada toleransi

bagi perilaku korupsi; (2) membuat atau mengamendemen regulasi yang

mempertegas akan pentingnya upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dan

mengutamakan asas transparansi dan nondiscretionary; (3) mengurangi supply

dari korupsi dengan cara meningkatkan gaji pegawai negeri, memberikan

dukungan dan insentif terhadap perilaku jujur para pegawai negeri, kontrol

internal institusi yang dijalankan secara efektif dan hukuman bagi para pelaku

korupsi; (4) memberikan solusi nyata terkait dengan sumber pendanaan partai

politik yang tidak terlalu jelas.

Paper yang berjudul Mobilizing Civic Action to End Corruption (Beyerle

& Zunes, 2006) menyatakan bahwa civic action merupakan salah satu mekanisme

yang efektif untuk memberantas korupsi. Bahkan civic action dapat diterapkan di

negara yang otoriter, asalkan civic action tersebut dilakukan dengan menggunakan

cara-cara yang benar. Kesuksesan dari civic action tidaklah bergantung pada

faktor situasional ataupun tekanan yang sangat kuat yang berasal dari

pemerintahan yang korup. Akan tetapi sebuah civic action akan berhasil apabila

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 41: TA-Ferdian Yazid.pdf

41

Universitas Indonesia

menggunakan skill dan strategi yang baik. Civic action bukanlah sebuah gerakan

yang pasif, tetapi aktif dan hampir serupa dengan resolusi konflik.

Ada tiga syarat agar civic action dapat menjadi sebuah aksi yang sukses.

Pertama, harus adanya rasa persatuan, termasuk didalamnya adalah dengan

adanya persamaan tujuan dan juga adanya rasa persatuan karena semua kelompok

menginginkan adanya perubahan. Disini, gerakan anti korupsi dapat melakukan

framing issue agar dapat membuka hati nurani masyarakat yang apatis. Tidak

boleh dilupakan bahwa civic action tersebut harus berisikan orang-orang yang

berasal dari berbagai macam kalangan, kalangan tua dan muda, masyarakat

pedesaan dan perkotaan, laki-laki dan perempuan.

Kedua, harus ada perencanaan agar dapat menjadi sebuah aksi yang

sukses. Disini, gerakan anti korupsi dapat sukses dengan cara: (1) menentukan

tujuan bersama; (2) menentukan sasaran yang ingin diubah, misalkan pelayanan

publik yang buruk; (3) mengidentifikasi dan menganalisa berbagai macam pillar

of support dari target; (4) membentuk strategi komunikasi yang fokus pada pillar

of support di satu sisi, dan pada publik di sisi lainnya; (5) merencanakan

serangkaian taktik non-kekerasan untuk memperkuat strategi komunikasi yang

ingin dilakukan, berusaha untuk membuang rasa takut dan apatis yang ada di

masyarakat dan terutama ikut melibatkan masyarakat secara aktif.

Ketiga, unsur non-kekerasan merupakan hal yang penting dalam civic

action karena unsur tersebut menjadikan sebuah civic action bertahan lama.

Sangat berbeda apabila civic action dilakukan melalui kekerasan, hanya sebagian

kecil anggota masyarakat yang akan ikut terlibat secara aktif didalamnya.

Terakhir, civic action tidak dapat dilakukan oleh aktor eksternal, civic action yang

bertujuan untuk memberantas korupsi harus tumbuh mengakar dari dalam

masyarakat.

Report yang berjudul National Integrity Workshop “Institutional

Cooperation and Coordination Mechanisms” (Transparency International Bosnia

and Herzegovina, 2012) bertujuan untuk mencari sumber permasalahan yang

muncul dalam kerjasama mutual antar institusi pemerintah di Bosnia Herzegovina

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 42: TA-Ferdian Yazid.pdf

42

Universitas Indonesia

dan kerjasama antar institusi pemerintah dengan berbagai macam elemen

masyarakat yaitu media, civil society, dan pebisnis.

Korupsi merupakan salah satu gejala dari “penyakit” yang jauh lebih

parah, yaitu kegagalan suatu institusi yang diakibatkan oleh manajemen

perpajakan, resources dan layanan publik yang sangat buruk. Institusi yang

independen dan berfungsi dengan baik merupakan sebuah prasyarat agar dapat

memerangi korupsi secara efektif. Kerjasama antar institusi yang konsisten

merupakan salah satu hal yang sangat diperlukan agar dapat menjalankan sistem

integritas nasional, mulai dari tahap drafting dan perencanaan pembentukan

kerangka hukum, kemudian masuk kedalam tahap pembuatan strategi dan tahap

pengesahan kebijakan, sampai pada akhirnya masuk kedalam tahap implementasi.

Sumber permasalahan terbesar yang dihadapi oleh Bosnia dan Herzegovina

disebabkan oleh adanya kesenjangan yang sangat besar antara kerangka hukum

perundang-undangan dengan prakteknya.

Koordinasi antar lembaga penegak hukum di Bosnia dan Herzegovina jauh

dari memuaskan karena tidak adanya progress dalam memproses laporan

masyarakat tentang korupsi dan organized crime. Legal system yang ada di negara

tersebut terfragmentasi, mempunyai empat sistem judisial yang terpisah, dan juga

tidak ada upaya untuk meningkatkan kapasitas kepolisian. Hambatan utama dalam

koordinasi antar lembaga penegak hukum di Bosnia disebabkan oleh adanya

pengaruh politik di lembaga-lembaga tersebut, terutama karena penunjukan kepala

lembaga penegak hukum di negara tersebut sangat politis.

Ada empat strategi untuk memerangi korupsi dalam rentang waktu lima

belas tahun belakangan yang dimiliki oleh Bosnia dan Herzegovina. Letak

permasalahan kenapa keempat strategi tersebut berujung pada kegagalan adalah

karena implementasi strategi yang buruk, dan juga karena tidak adanya

mekanisme koordinasi dan monitoring. Di Bosnia ada Agency for the Prevention

of Corruption and Coordination of the Fight against Corruption yang didirikan

sejak 2009 yang bertujuan untuk mengantisipasi permasalahan yang dihadapi oleh

tiga strategi sebelumnya. Sangat disayangkan bahwa lembaga tersebut juga tidak

mampu memerangi korupsi karena tidak ada political will yang mendukung penuh

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 43: TA-Ferdian Yazid.pdf

43

Universitas Indonesia

fungsi dari lembaga tersebut dan juga karena banyak tekanan untuk membatasi

gerak dari lembaga tersebut, misalkan dengan cara tidak mengalokasikan dana

untuk kegiatan operasional lembaga tersebut.

Selain itu, didalam strategi pemberantasan korupsi yang terakhir

menyebutkan bahwa lembaga-lembaga yang berada di bawah tingkat pusat harus

mengadopsi strategi dan rencana aksi pemberantasan korupsi yang

diimplementasikan di tingkat pusat. Implementasinya ternyata sama sekali

berbeda dengan strategi yang dicanangkan oleh pemerintah pusat, karena

lembaga-lembaga yang ada di level bawah malah membuat strategi

pemberantasan korupsi secara otonom, tanpa memperhatikan rekomendasi yang

berasal dari tingkat pusat. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya koordinasi

dan harmonisasi dalam melakukan tindakan pemberantasan korupsi, dan strategi

pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan menjadi percuma.

Dari jurnal, paper, dan report yang telah dibahas sebelumnya diketahui

bahwa selain melakukan penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi,

Komisi Anti Korupsi di beberapa negara juga melakukan upaya pencegahan

korupsi. Social crime prevention merupakan salah satu pendekatan pencegahan

kejahatan yang digunakan oleh Komisi Anti Korupsi di beberapa negara untuk

mencegah korupsi. Tindakan-tindakan yang umumnya dilakukan adalah melalui

sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dengan cara mengampanyekan pesan-

pesan anti korupsi. Dengan begitu diharapkan agar masyarakat tidak menoleransi

(zero tolerance) adanya praktek korupsi. Selain itu agar kebijakan pencegahan dan

pemberantasan korupsi dapat berhasil, maka dibutuhkan koordinasi dan

monitoring yang kuat antara lembaga-lembaga yang mempunyai kewenangan

untuk mencegah dan memberantas korupsi.

5. Tinjauan Data Sekunder : Penelitian (Upaya Pencegahan Korupsi

oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK): Kajian Berdasarkan

Perspektif Social Crime Prevention)

Data Sekunder yang dibahas oleh peneliti pada bab ini merupakan data

primer yang peneliti peroleh dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh peneliti

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 44: TA-Ferdian Yazid.pdf

44

Universitas Indonesia

pada tahun 2013. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah

dengan cara wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti

kepada pihak-pihak yang memahami dan ikut ambil bagian dalam upaya

pencegahan korupsi di Indonesia yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK).

Berdasarkan data sekunder yang peneliti dapatkan dari penelitian yang

dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dilakukan pada 31 Mei 2013, Bapak

Dedie Rachim yang merupakan Direktur Dikyanmas (Pendidikan dan Pelayanan

Masyarakat) KPK menyatakan bahwa KPK menyadari bahwa tidak hanya sistem

yang perlu diubah untuk memberantas korupsi, perilaku manusianya juga harus

diubah, dan oleh karenanya dibutuhkan upaya pencegahan korupsi yang bertujuan

untuk menciptakan budaya anti korupsi. Dalam membentuk budaya anti korupsi,

KPK menggunakan pendekatan pendidikan. KPK sendiri memang memiliki tugas

untuk melakukan pencegahan korupsi melalui pendekatan pendidikan pada setiap

jenjang pendidikan. KPK sendiri lebih memprioritaskan untuk melakukan

pencegahan pada sektor pendidikan formal, yaitu TK, SD, SMP, SMA, dan

Perguruan Tinggi. Langkah awalnya dengan membuat modul pendidikan anti

korupsi yang berbeda-beda untuk setiap jenjang pendidikan.

KPK sendiri bukanlah sebuah lembaga pendidikan, melainkan yang

menjadi pemain utama dalam sektor pendidikan di Indonesia adalah Kementerian

Pendidikan Nasional. Dalam upaya pencegahan korupsi melalui penanaman nilai-

nilai anti korupsi yang merupakan proyek jangka panjang ini, KPK kemudian

bekerjasama dengan Kemendiknas untuk menyebarluaskan penggunaan modul

tersebut. Setelah diuji cobakan di sepuluh provinsi, modul pendidikan anti korupsi

tersebut akhirnya diputuskan agar disisipkan kedalam mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan. Selain itu juga sudah terbit Surat Edaran Dirjen Dikti tahun

2012 kepada seluruh Perguruan Tinggi agar mengimplementasikan modul

pendidikan anti korupsi.

Berdasarkan data sekunder yang peneliti dapatkan dari penelitian yang

dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dilakukan pada 11 Juni 2013, Bapak

Ryan Utama yang merupakan pejabat fungsional pada Direktorat Dikyanmas

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 45: TA-Ferdian Yazid.pdf

45

Universitas Indonesia

(Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat) KPK menyatakan bahwa KPK fokus

untuk melakukan penanaman nilai-nilai anti korupsi kepada sektor pendidikan

melalui pembuatan modul pendidikan anti korupsi yang mulai dibentuk pada

tahun 2007 karena dipandang strategis. Sasaran modul tersebut adalah guru-guru

di tiap-tiap jenjang pendidikan. Kemudian nilai-nilai anti korupsi yang terkandung

di dalam modul tersebut diharapkan agar disebarluaskan oleh guru-guru kepada

anak muridnya. KPK sendiri telah menyerahkan modul pendidikan anti korupsi

tersebut kepada Kemendiknas, yang kemudian bertugas untuk melakukan

monitoring dan evaluasi.

KPK sendiri menyadari bahwa pendidikan anti korupsi sebenarnya tidak

cukup hanya dilakukan di dalam kelas. Agar dapat menyentuh semua aspek

didalam dalam sekolah, dalam artian tidak hanya kepada guru semata, KPK pada

tahun 2011 bekerjasama dengan Pusat Kurikulum untuk membuat panduan

penyelenggaraan pendidikan anti korupsi. Akan tetapi, panduan tersebut belum

dapat diimplementasikan secara utuh karena masih dalam tahap pengembangan.

Ryan Utama menyatakan bahwa KPK tidak sampai melakukan monitoring

dan evaluasi dalam kaitannya dengan para anak murid yang telah diberikan mata

pelajaran anti korupsi tersebut dapat memahami dan mempraktekkannya dalam

kehidupan sehari-hari, karena yang namanya pendidikan itu prosesnya tidaklah

mudah dan instan dan output-nya sendiri mungkin baru dapat terlihat 10 tahun

kedepan.

Berdasarkan data sekunder yang peneliti dapatkan dari penelitian yang

dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dilakukan pada 8 November 2013,

Martinus Basuki Sugita yang merupakan Kepala Sekolah dari Sekolah Menengah

Pertama (SMP) Kanisius Kudus, Jawa Tengah menyatakan bahwa faktor

penyebab sekolahnya mengimplementasikan pendidikan anti korupsi adalah

karena adanya artikel di salah satu koran nasional yang menantang guru-guru di

Indonesia untuk memulai pendidikan anti korupsi, dan selain itu juga karena

jumlah murid yang masuk ke sekolah tersebut selalu turun jumlahnya dari tahun

ke tahun. Oleh karena itu pendidikan anti korupsi dinilai dapat menjadi nilai plus

bagi SMP Kanisius Kudus yang berharap agar dapat memperbanyak jumlah

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 46: TA-Ferdian Yazid.pdf

46

Universitas Indonesia

muridnya secara signifikan pada tahun-tahun kedepannya. Ternyata terbukti

bahwa pendidikan anti korupsi menjadi nilai plus yang sangat berpengaruh positif

bagi SMP Kanisius Kudus, hal ini terlihat dari jumlah muridnya yang semakin

meningkat dari tahun ke tahun.

Mulai pada tanggal 19 Desember 2005 akhirnya pendidikan anti korupsi

diimplementasikan di sekolah tersebut, walaupun pada saat itu belum ada

instruksi dari pemerintah untuk mengimplementasikan pendidikan anti korupsi.

Pada awal pelaksanaan pendidikan anti korupsi di SMP Kanisius Kudus, sekolah

sering mengundang ahli-ahli hukum untuk memberikan penjelasan mengenai

korupsi kepada siswa-siswi dari perspektif hukum. Akan tetapi, respon yang

diberikan oleh siswa-siswi negatif, karena mereka tidak dapat memahami apa itu

korupsi apabila diberi penjelasan dari perspektif hukum.

Guru-guru SMP Kanisius Kudus menyadari bahwa anak-anak masih

belum mengerti apabila anak-anak diberi penjelasan mengenai korupsi secara

teoretis, dan memang tidak cukup apabila pendidikan anti korupsi hanya

dilakukan melalui diskusi didalam kelas saja, akan tetapi pendidikan anti korupsi

sebisa mungkin harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian guru-

guru di SMP Kanisius Kudus memutuskan untuk mendirikan warung kejujuran

sebagai media pembelajaran anak-anak untuk berperilaku anti korupsi. selain itu

juga karena konsepnya yang dinilai tepat dan praktis, dan tidak memerlukan biaya

yang terlampau besar untuk mendirikan warung kejujuran. Konsep dari warung

kejujuran adalah tempat dimana siswa-siswi dapat membeli barang-barang

kebutuhan sekolah seperti buku, topi, dasi, dan perlengkapan sekolah lainnya.

Untuk membayar barang-barang tersebut tidak perlu melalui kasir, akan tetapi

cukup dimasukkan kedalam kotak apabila uangnya pas. Apabila ada uang

kembalian, maka uang kembaliannya bisa diambil di guru. Agar dapat

memberikan pemahaman mengenai nilai-nilai anti korupsi, warung kejujuran ini

diibaratkan seperti negara. Apabila barang-barang di warung kejujuran selalu

diambil tapi barang-barang tersebut tidak dibayar, maka lama kelamaan warung

kejujuran tersebut akan bangkrut. Sama saja seperti Indonesia, apabila kekayaan

yang dimiliki oleh Indonesia terus-menerus dikorupsi, lama-kelamaan juga akan

bangkrut.

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 47: TA-Ferdian Yazid.pdf

47

Universitas Indonesia

Selain warung kejujuran, ada juga telepon kejujuran. Pada awalnya,

banyak siswa-siswi SMP Kanisius Kudus yang membawa telepon genggam ke

sekolah. Karena lebih banyak efek negatifnya, maka siswa-siswi dilarang untuk

membawa telepon genggam ke sekolah. Sebagai penggantinya kemudian

didirikan telepon kejujuran dengan tujuan agar siswa-siswi SMP Kanisius Kudus

dapat menelepon apabila ada hal-hal yang penting. Selain itu, untuk menerapkan

nilai-nilai kejujuran siswa-siswi SMP Kanisius Kudus dilarang untuk

mengendarai sepeda motor ke sekolah. Alasannya adalah karena untuk usia siswa-

siswi setingkat SMP tentunya belum memiliki SIM, karena usia mereka yang

belum cukup untuk mendapatkan SIM. Jadi, selain untuk mempraktekkan

tindakan-tindakan anti korupsi kedalam kehidupan sehari-hari, warung kejujuran,

telpon kejujuran, dan larangan mengendarai sepeda motor ke sekolah bagi siswa-

siswi sekaligus juga berfungsi sebagai suatu solusi atas permasalahan yang

dihadapi oleh pihak sekolah.

Dalam prakteknya selama bertahun-tahun, untuk menerapkan nilai anti-

anti korupsi kedalam warung kejujuran, telepon kejujuran, atau larangan

mengendarai sepeda motor ke sekolah bukanlah suatu hal yang mudah. Warung

kejujuran pernah hampir bangkrut karena barang-barang yang dijual banyak yang

hilang, tetapi tidak ada yang membayar. Telepon kejujuran juga seperti itu,

pulsanya habis, tapi tidak ada yang membayar, dan ada juga siswa-siswi yang

ketahuan membawa telepon genggam ke sekolah. Terkait dengan larangan

mengendarai sepeda motor ke sekolah, hambatan juga berasal dari orangtua

karena terkadang orangtua sendiri yang menyuruh anaknya mengendarai sepeda

motor ke sekolah dengan alasan supaya lebih praktis.

Untuk menyadarkan siswa-siswi agar berperilaku anti korupsi memang

bukan suatu hal yang mudah, harus sabar karena segala sesuatunya butuh proses.

Walaupun hampir bangkrut, warung kejujuran kemudian bisa dapat terus berjalan

sampai sekarang karena siswa-siswi sudah dapat diajarkan untuk berperilaku

jujur. Selain itu peran orangtua juga penting agar siswa-siswi dapat berperilaku

anti korupsi, misalnya dengan melarang anaknya membawa telepon genggam ke

sekolah dan mengantar anaknya ke sekolah.

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 48: TA-Ferdian Yazid.pdf

48

Universitas Indonesia

Selain lewat warung kejujuran, telepon kejujuran, dan larangan

mengendarai sepeda motor ke sekolah, agar siswa–siswi SMP Kanisius Kudus

semakin cepat memahami dan berperilaku anti korupsi, maka pendidikan anti

korupsi juga dilakukan dalam bentuk permainan, misalkan saja melalui permainan

ular tangga. Selain itu juga melalui pagelaran teater yang meniru jalannya

pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Indonesia. Melalui permainan ular

tangga dan pagelaran teater pengadilan tipikor ini diharapkan agar siswa-siswi

tidak jenuh diberikan pendidikan anti korupsi.

SMP Kanisius Kudus seringkali didatangi oleh orang-orang yang

penasaran bagaimana bentuk pendidikan anti korupsi yang diimplementasikan

disana. Berdasarkan pengalaman Martinus Basuki Sugita, suatu sekolah tidak

akan mampu menjalankan program pendidikan anti korupsi secara

berkesinambungan apabila didalam pelaksanaannya hanya karena instruksi dari

pemerintah. Agar pendidikan anti korupsi dapat terus-menerus dilaksanakan,

maka harus timbul kesadaran dari diri sendiri terlebih dahulu. Walaupun warung

kejujuran yang ada di SMP Kanisius hanyalah warung kecil, karena modalnya

juga kecil. Akan tetapi hal itu tidaklah menjamin bahwa program pendidikan anti

korupsi tersebut akan berhenti di tengah jalan. Di sekolah lain yang program

pendidikan anti korupsinya disokong dana oleh pemerintah dalam jumlah yang

cukup besar saja apabila dananya habis, maka program pendidikan anti

korupsinya juga akan berhenti.

Salah satu pertanyaan terbesar berikutnya adalah apakah siswa-siswi SMP

Kanisius Kudus setelah lulus nanti dan kemudian naik ke jenjang pendidikan

berikutnya masih berperilaku anti korupsi atau tidak, Martinus Basuki Sugita

sendiri tidak bisa menjamin hal tersebut. Peran orangtua sendiri juga diperlukan

agar dapat mengawasi anak-anaknya agar berperilaku anti korupsi. Selain itu juga

dibutuhkan pendidikan anti korupsi yang berkelanjutan di setiap jenjang

pendidikan. Apabila lulusan SMP Kanisius Kudus kemudian di jenjang SMA

nanti malah berperilaku curang dan tidak jujur karena tidak ada yang

membimbing, mendukung, dan mengawasi mereka, maka pendidikan anti korupsi

yang mereka dapatkan di SMP menjadi percuma karena tidak diterapkan di

kehidupan mereka selanjutnya.

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 49: TA-Ferdian Yazid.pdf

49

Universitas Indonesia

Berdasarkan data sekunder yang peneliti dapatkan dari penelitian yang

dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dilakukan pada 8 November 2013, Joao

Fernando Dos Santos Miranda dan Sandra Ayu Benita yang merupakan siswa-

siswi dari SMP Kanisius Kudus menyatakan bahwa pendidikan anti korupsi yang

ada di sekolahnya tidak hanya melalui pemberian materi pada saat mata pelajaran

anti korupsi di sekolahnya, tetapi guru-guru mereka juga turut mengawasi siswa-

siswinya agar menerapkan nilai-nilai anti korupsi di dalam kehidupan sehari-hari

di dalam lingkungan sekolah. Selain itu guru-guru SMP Kanisius tidak hanya

mengawasi siswa-siswinya berperilaku anti korupsi, tetapi juga memberikan

pemahaman kepada para orangtua siswa-siswi SMP Kanisius untuk turut

mengawasi anak-anak mereka agar mereka tetap berperilaku anti korupsi di dalam

kehidupan sehari-hari.

Apabila ada siswa-siswi yang ketahuan bertindak curang atau tidak jujur,

guru-guru biasanya menyindir para siswa-siswi yang berbuat curang dan tidak

jujur tersebut, tujuannya tentu agar siswa-siswa yang berperilaku curang dan tidak

jujur tersebut tidak mengulangi perbuatannya lagi. Di SMP Kanisius tidak hanya

guru-guru yang mengingatkan siswa-siswinya agar berperilaku jujur, Joao sendiri

seringkali mengingatkan teman-temannya agar berperilaku jujur. Selain itu Joao

juga sering melaporkan teman-temannya yang melanggar peraturan sekolah

kepada guru-guru. Misalkan saja di SMP Kanisius Kudus tidak boleh membawa

telepon genggam ke sekolah, maka Joao akan melaporkan teman-temannya yang

membawa telepon genggam ke guru-guru. Agar dapat menghindari prasangka

buruk dari teman-temannya yang tidak suka dengan sikapnya yang kadang-

kadang melaporkan temannya yang membawa telepon genggam, Joao lebih

memilih melapor secara diam-diam.

Joao dan Sandra menyatakan bahwa berperilaku anti korupsi di tengah-

tengah siswa-siswi lainnya merupakan suatu hal yang sangat sulit. Mereka berdua

yang selalu mengingatkan teman-temannya agar berperilaku anti korupsi

seringkali mendapatkan respon negatif dari teman-temannya. Siswa-siswi seperti

Joao dan Sandra yang berperilaku anti korupsi di sekolah mereka sendiri masih

menjadi minoritas, sehingga dihina atau dikucilkan oleh teman-temannya adalah

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 50: TA-Ferdian Yazid.pdf

50

Universitas Indonesia

resiko yang harus mereka tanggung ketika mereka mengingatkan teman-temannya

untuk berperilaku anti korupsi.

Menurut Joao dan Sandra, hambatan-hambatan lain yang ada ketika

mereka mengingatkan teman-teman mereka untuk berperilaku anti korupsi juga

ada berkaitan dengan sikap orangtua teman-teman mereka. Misalnya, SMP

Kanisius Kudus melarang siswa-siswinya untuk tidak mengendarai sepeda motor

ke sekolah, karena dengan usia siswa-siswi SMP yang berkisar pada 12-15 tahun,

siswa-siswi tersebut tentunya belum mempunyai Surat Izin Mengemudi (SIM).

Sehingga dapat dikatakan siswa-siswi yang mengendarai sepeda motor tersebut

berperilaku curang dan tidak jujur, karena mereka belum pantas untuk

mengendarai sepeda motor. Di sekolah mereka sendiri sering terjadi kasus apabila

ada siswa-siswi yang ketahuan mengendarai sepeda motor ke sekolah, maka guru-

guru SMP Kanisius Kudus akan memanggil orangtua siswa-siswi tersebut. Akan

tetapi respon orangtua terkadang negatif terkait dengan larangan mengendarai

sepeda motor ke sekolah tersebut. Terkadang orangtua siswa-siswi yang

mengendarai sepeda motor tersebut memang menyuruh anaknya mengendarai

sepeda motor sendiri ke sekolah dengan alasan supaya praktis, walaupun anak-

anak mereka memang belum pantas mengendarai sepeda motor karena belum

mempunyai SIM. Hal-hal seperti inilah yang semakin menghambat guru-guru dan

siswa-siswi agar memiliki konsistensi dalam berperilaku anti korupsi dan untuk

mengingatkan teman-teman mereka yang lain untuk berperilaku anti korupsi,

karena dari orangtua mereka sendiri tidak mendidik anak-anaknya untuk

berperilaku anti korupsi.

Tantangan berat lainnya adalah ketika siswa-siswi SMP Kanisius Kudus

sudah lulus dan naik ke jenjang pendidikan berikutnya, yaitu Sekolah Menengah

Atas (SMA). Ketika siswa-siswi tersebut masih bersekolah di SMP Kanisius

Kudus, masih banyak guru-guru dan teman-teman mereka yang selalu

mengingatkan mereka agar selalu konsisten dalam berperilaku anti korupsi. Akan

tetapi ketika siswa-siswi tersebut sudah masuk ke jenjang pendidikan SMA dan

ketika sudah tidak ada lagi guru-guru dan teman-teman mereka yang

mengingatkan agar berperilaku anti korupsi seperti pada saat siswa-siswi tersebut

masih berada di jenjang pendidikan SMP, maka siswa-siswi tersebut seringkali

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 51: TA-Ferdian Yazid.pdf

51

Universitas Indonesia

goyah pendiriannya dan kemudian berperilaku curang dan tidak jujur mengikuti

teman-teman SMA mereka. Siswa-siswi tersebut tidak tahan menjadi minoritas

ketika mereka memilih untuk berperilaku anti korupsi.

Dari data sekunder yang peneliti dapatkan dari penelitian yang peneliti

lakukan sebelumnya diketahui bahwa social crime prevention merupakan salah

satu pendekatan pencegahan korupsi yang telah diimplementasikan oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK), melalui sosialisasi dan edukasi nilai-nilai anti

korupsi kepada masyarakat luas. Pencegahan korupsi melalui sosialisasi dan

edukasi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sudah

menyasar kepada anak-anak dan remaja, mulai dari jenjang pendidikan TK-SMA,

hingga Perguruan Tinggi, yang merupakan kelompok yang dianggap sebagai

kelompok penerima sosialisasi. Dalam pelaksanaannya, penanaman nilai-nilai anti

korupsi melalui edukasi dan sosialisasi bukanlah suatu hal yang mudah untuk

dilakukan. Agar seseorang dapat berperilaku anti korupsi, tidaklah cukup apabila

sosialisasi dan edukasi nilai-nilai anti korupsi diberikan hanya melalui

penyampaian nilai-nilai anti korupsi melalui diskusi, ceramah, atau kegiatan

belajar mengajar semata. Nilai-nilai anti korupsi harus diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari agar seseorang dapat berperilaku anti korupsi secara utuh.

6. Pembahasan

Dalam kriminologi, pencegahan kejahatan berarti kemampuan untuk

mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya suatu kejahatan dan berdasarkan

pengetahuan terhadap faktor penyebab terjadinya suatu kejahatan tersebut

kemudian diambil tindakan yang dapat menyebabkan kejahatan tersebut dapat

dicegah (Walklate, 2005). Termasuk juga ketika berkeinginan untuk memberantas

korupsi, institusi yang memiliki kewenangan untuk memberantas korupsi terlebih

dahulu harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya

korupsi. Setelah diketahui faktor-faktornya, kemudian institusi tersebut dapat

menciptakan sebuah strategi yang digunakan untuk mencegah korupsi.

Dedie Rachim yang merupakan Direktur Dikyanmas (Pendidikan dan

Pelayanan Masyarakat) KPK mengakui bahwa tidak hanya sistem yang perlu

diubah, KPK juga harus menciptakan budaya anti korupsi di seluruh Indonesia

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 52: TA-Ferdian Yazid.pdf

52

Universitas Indonesia

agar Indonesia dapat bersih dari korupsi. Disini, social crime prevention yang

segala kegiatannya bertujuan untuk menumpas akar penyebab kejahatan dan

kesempatan individu untuk melakukan pelanggaran (Darmawan, 1994: 17) dan

bertujuan untuk membentuk moral individu yang baik (Evans, 2011) harus

mendapat tempat dalam upaya pencegahan korupsi yang dilakukan oleh KPK.

Seperti yang telah dikatakan oleh Gottfredson dan Hirschi (1969, dalam

Crawford 1998) bahwa setiap orang cenderung mempunyai motivasi yang sama

untuk melakukan kejahatan. Akan tetapi yang membedakan kenapa seseorang

melakukan kejahatan atau tidak adalah karena self-control yang telah

diinternalisasikan sejak dini. Apabila ada seseorang yang melakukan kejahatan,

hal itu diakibatkan oleh self-control seseorang yang rendah, yang diakibatkan oleh

sosialisasi yang buruk yang diperoleh seseorang. Hal ini selaras dengan temuan

KPK yang menunjukkan bahwa hanya 4% keluarga yang menerapkan nilai

kejujuran di dalam keluarganya masing-masing (Lihat Tim Penyusun Laporan

Tahunan KPK, Laporan Tahunan KPK 2013, 2013: 19), dan hal ini semakin

menegaskan bahwa social crime prevention memang harus dilakukan sesegera

mungkin.

Social crime prevention memusatkan perhatian utamanya pada remaja

(usia muda), termasuk anak-anak, karena mereka secara prinsip dianggap sebagai

kelompok penerima sosialisasi (Lihat Darmawan, 1994: 34), dan Gottfredson dan

Hirschi (1990, dalam Crawford 1998) menyatakan bahwa penguatan dua agen

sosialisasi yang utama yaitu sekolah dan keluarga menjadi dua aspek yang

fundamental dalam upaya pencegahan kejahatan. Pada tahap ini, KPK sudah

masuk kedalam lingkungan sekolah sejak beberapa tahun yang lalu dan juga

sudah mulai melakukan langkah-langkah awal untuk masuk kedalam lingkungan

keluarga.

Dalam kaitannya dengan lingkungan keluarga, KPK sendiri sudah

membuat baseline study yang berusaha mengkaji seberapa penting upaya

pencegahan korupsi dilakukan didalam keluarga. Ternyata hasil temuannya

memang menunjukkan bahwa pencegahan korupsi melalui keluarga memang

sudah seharusnya dilaksanakan. Apalagi keluarga merupakan agen sosialisasi

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 53: TA-Ferdian Yazid.pdf

53

Universitas Indonesia

paling awal, tempat dimana seorang anak dididik untuk memperoleh dasar-dasar

pola pergaulan hidup yang baik dan benar (Lihat Soekanto, 2007: 386), dan

keluarga juga mempunyai tiga fungsi yang dapat dijadikan sebagai sarana

penanaman nilai anti korupsi, yaitu (1) fungsi sosialisasi, yaitu fungsi keluarga

untuk menginternalisasi nilai-nilai; (2) fungsi identitas sosial; yaitu fungsi

keluarga sebagai elemen vital untuk menentukan identitas sosial seorang anggota

keluarga; dan (3) fungsi afeksi, yaitu keluarga sebagai sarana tempat seseorang

mendapatkan dan mencurahkan kasih sayang (Lihat Tim Penyusun Laporan

Tahunan KPK, Laporan Tahunan KPK 2013, 2013: 18). Upaya pencegahan

korupsi melalui keluarga adalah sebuah tindakan pencegahan yang baik, karena

adanya keterbatasan bahwa politisi dan pakar kadang kala enggan untuk

melakukan intervensi di dalam bidang kehidupan yang sangat pribadi (Lihat

Darmawan, 1994: 36).

Upaya pencegahan korupsi melalui keluarga yang berfungsi sebagai agen

sosialisasi ini juga tidak boleh hanya berhenti sampai pada tahap generalisasi,

yaitu tahap yang hanya sekedar memberikan simpulan umum mengenai korupsi.

Akan tetapi sosialisasi yang dilakukan harus sampai pada tahap identifikasi, tahap

dimana seorang anak mempunyai kesadaran untuk berperilaku anti korupsi.

Dengan melaksanakan sosialisasi sampai pada tahap identifikasi, fungsi keluarga

sebagai pembentuk identitas sosial dapat berfungsi dengan baik.

Pertanyaan selanjutnya apakah upaya pencegahan korupsi melalui

keluarga dengan menggunakan berbagai macam pendekatan seperti kampanye di

media massa, pemanfaatan teknologi informasi melalui jejaring sosial, dan juga

melalui seminar-seminar dan pelatihan-pelatihan (Lihat Tim Penyusun Laporan

Tahunan KPK, Laporan Tahunan KPK 2013, 2013: 19), apakah cukup efektif.

Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi dari pelaksanaan pencegahan korupsi

melalui pendekatan tersebut.

Seperti yang dikatakan oleh Emile Durkheim bahwa fungsi terpenting dari

sekolah adalah untuk membentuk pola perilaku individu. Sekolah harus dapat

menjadi sebuah tempat yang mampu mendorong pelajar untuk membentuk

disiplin diri dan memiliki ikatan kepada kelompok (Brint, 2006). Oleh karena itu

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 54: TA-Ferdian Yazid.pdf

54

Universitas Indonesia

memang sudah seharusnya KPK mulai membangun budaya anti korupsi dalam

lingkungan sekolah.

Untuk melakukan pencegahan korupsi dalam lingkungan sekolah, KPK

sudah membuat modul-modul pendidikan anti korupsi untuk berbagai macam

jenjang pendidikan, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.

Modul pendidikan anti korupsi yang berbeda-beda untuk setiap jenjang

pendidikan memang diperlukan, karena sosialisasi yang dilakukan melalui

sekolah harus memiliki bentuk sosialisasi yang berbeda pada setiap jenjang

pendidikan. Hal ini dikarenakan pendekatan pencegahan yang berbeda diterapkan

pada tahap perkembangan sosial yang berbeda (Darmawan, 1994: 35). KPK juga

telah melakukan Training of Trainers (TOT) Pendidikan Anti Korupsi kepada

ribuan guru dan dosen (Lihat Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, Laporan

Tahunan KPK 2013, 2013: 28-29), yang bertujuan untuk memperbanyak orang-

orang yang berperan sebagai agen-agen yang bertugas untuk mensosialisasikan

nilai-nilai anti korupsi.

Berdasarkan pengalaman yang diperoleh oleh Martinus Basuki Sugita

yang merupakan Kepala Sekolah dari SMP Kanisius Kudus, dia menyatakan

bahwa diskusi ataupun ceramah didalam kelas semata tidaklah cukup untuk

membangun budaya anti korupsi. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah strategi agar

perilaku-perilaku yang merefleksikan nilai-nilai anti korupsi dapat dipraktekkan

dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mencerminkan bahwa sosialisasi yang

dilakukan tidak akan efektif apabila hanya sampai pada tahap generalisasi saja,

tetapi sosialisasi harus sampai pada tahap identifikasi, dimana siswa-siswi

diajarkan untuk senantiasa berperilaku anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari.

SMP Kanisius Kudus memilih untuk menggunakan media pembelajaran

seperti warung kejujuran dan telepon kejujuran karena dianggap praktis, cocok

untuk diterapkan, dan tidak memakan biaya yang sangat besar. Selain itu siswa-

siswi SMP Kanisius Kudus juga dilarang untuk membawa sepeda motor kedalam

lingkungan sekolah, karena rata-rata usia siswa-siswi SMP masih dibawah 17

tahun dan belum memiliki SIM dan hal ini bertentangan dengan nilai-nilai anti

korupsi yang telah diajarkan oleh pihak sekolah.

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 55: TA-Ferdian Yazid.pdf

55

Universitas Indonesia

Salah satu hambatan yang dialami oleh SMP Kanisius Kudus dalam

penerapan nilai-nilai anti korupsi melalui warung kejujuran dan telepon kejujuran

yang ada di SMP Kanisius yaitu warung kejujuran dan telepon kejujuran pernah

hampir bangkrut yang diakibatkan karena banyak siswa-siswi yang tidak

berperilaku jujur. Hal ini wajar karena proses sosialisasi memerlukan waktu yang

tidak sedikit, dan pada akhirnya warung kejujuran dan telepon kejujuran masih

bertahan karena siswa-siswi SMP Kanisius Kudus sedikit demi sedikit sudah

mulai berperilaku anti korupsi.

Upaya untuk memperkenalkan isu korupsi kepada anak-anak dan remaja

merupakan suatu hal yang sulit. Hal ini semakin diperparah apabila lingkungan

yang digunakan sebagai tempat untuk belajar oleh mereka merupakan lingkungan

yang korup (Lihat Ochse, 2004: 28). Hal ini terlihat dari pengalaman Joao dan

Sandra yang merupakan siswa-siswi SMP Kanisius Kudus, mereka menyatakan

bahwa mereka berada dalam kondisi yang sulit karena mereka berdua yang

berperilaku anti korupsi dan kadang-kadang suka mengingatkan teman-temannya

agar berperilaku anti korupsi ternyata dikucilkan dan masih menjadi minoritas

didalam sekolah tersebut. Mereka berdua menilai bahwa teman-temannya yang

mengucilkan mereka tidak diajarkan nilai-nilai anti korupsi oleh orangtuanya

sendiri, sehingga hal ini menghambat proses pembentukan budaya anti korupsi

didalam sekolah tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Penailillo (2008, dalam Hussmann,

Hechler, & Penailillo, 2009: 17) menunjukkan bahwa kebijakan dan tindakan anti

korupsi hanya akan berdampak kecil dalam skala nasional, dan salah satu faktor

penyebabnya adalah karena lemahnya koordinasi antar institusi. Hal tersebut

dapat terlihat dalam pernyataan Joao dan Sandra terkait dengan senior-senior yang

sudah lulus dan kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya (SMA,

SMK), karena banyak diantara senior mereka yang sebelumnya berperilaku anti

korupsi pada saat masih duduk di bangku SMP kemudian berubah berperilaku

tidak anti korupsi ketika duduk di bangku SMA, karena selain tidak ada program

pendidikan anti korupsi di SMA, senior-senior mereka seringkali dikucilkan dan

pada akhirnya lebih memilih untuk berperilaku tidak anti korupsi.

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 56: TA-Ferdian Yazid.pdf

56

Universitas Indonesia

Kebijaksanaan pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial

membutuhkan sokongan untuk dapat bergerak di dalam kebijakan sosial yang

berskala luas (Darmawan, 1994: 31-32). Oleh karena itu, koordinasi sangat

diperlukan peranannya pada situasi seperti diatas. KPK dapat menyusun jaringan

kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan institusi yang telah ada sebagai

"counterpartner" yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat

dilaksanakan secara efisien dan efektif (Lihat Diansyah, Yuntho, & Fariz, 2011:

23). KPK memang bukanlah sebuah lembaga pendidikan, walaupun demikian

koordinasi dan kerjasama memang perlu dilakukan kepada institusi-institusi

pemerintah yang juga mempunyai peran dalam upaya pencegahan korupsi.

Apabila diperlukan, KPK harus mendesak institusi pemerintah yang mempunyai

peran dalam upaya pencegahan korupsi untuk menyebarluaskan program-program

dan nilai anti korupsi dalam ruang lingkup nasional, dengan tujuan agar hambatan

yang dialami oleh senior-senior Joao dan Sandra tidak terulang kembali.

7. Kesimpulan dan Rekomendasi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah melakukan pencegahan

korupsi yang sesuai dengan filosofi dari social crime prevention yang berupaya

untuk menumpas akar penyebab kejahatan dan bertujuan untuk memperkuat

ikatan sosial antara individu dan kelompok sehingga dapat membentuk moral

individu yang baik dan mampu mengarahkan individu tersebut untuk memiliki

tujuan hidup yang positif. Hal ini dapat dilihat dari upaya pencegahan korupsi

yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui edukasi dan

penguatan dua agen sosialisasi utama, yaitu keluarga dan sekolah. Edukasi yang

dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sudah sejalan dengan

filosofi dari social crime prevention karena upaya pencegahan korupsi yang

dilakukan menyasar kepada para pemuda. Pembentukan modul anti korupsi dan

pelatihan kepada para pengajar seperti kepada guru dan dosen merupakan

langkah-langkah yang diambil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk

mengedukasi masyarakat.

Baseline study yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

yang menunjukkan bahwa hanya 4% keluarga yang menerapkan nilai kejujuran di

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 57: TA-Ferdian Yazid.pdf

57

Universitas Indonesia

dalam keluarganya masing-masing, dan pengalaman dari Joao dan Sandra yang

merupakan pelajar dari SMP Kanisius Kudus yang sering dikucilkan oleh teman-

temannya karena berperilaku anti korupsi menunjukkan bahwa filosofi dari social

crime prevention yang bertujuan untuk membentuk moral individu yang baik

bukanlah sebuah hal yang populer di mata masyarakat. Hal ini menjadi kendala

yang dihadapi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Disini, Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bekerja keras agar pencegahan korupsi yang

sesuai dengan filosofi social crime prevention dapat dijadikan sebagai sebuah

solusi nyata dalam upaya untuk mewujudkan budaya anti korupsi.

Agar dapat menciptakan budaya anti korupsi, Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) harus menggalakkan program-program yang berupaya untuk

menerapkan perilaku anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari karena tidaklah

cukup apabila pencegahan korupsi dilakukan hanya melalui ceramah dan diskusi

dalam ruang kelas semata. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang bukan

sebuah lembaga pendidikan. Oleh karena itu dibutuhkan koordinasi dengan pihak-

pihak yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pendidikan dalam

berbagai tingkatan, karena social crime prevention membutuhkan sokongan agar

dapat bergerak di dalam kebijakan sosial yang berskala luas.

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 58: TA-Ferdian Yazid.pdf

58

Universitas Indonesia

Daftar Pustaka:

Buku:

Brint, S. G. (2006). School and Societies: Second Edition. California: Stanford

University Press.

Clarke, R. V. (1997). Situational Crime Prevention: Successful Case Studies .

New York: Harrow and Heston .

Crawford, A. (1998). Crime Prevention and Community Safety: Politics, Policies,

and Practices. London: Longman.

Darmawan, M. K. (1994). Strategi Pencegahan Kejahatan. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti.

Davidsen, S., Juwono, V., & Timberman, D. G. (2007). Menghentikan Korupsi di

Indonesia, 2004-2006: Sebuah Survei tentang Berbagai Kebijakan dan

Pendekatan pada Tingkat Nasional. CSIS; USINDO.

Department Social Development Republic of South Africa. (2011). Integrated

Social Crime Prevention Strategy.

Evans, K. (2011). Crime Prevention: A Critical Introduction. London: SAGE

Publications.

Gilling, D. (1997). Crime Prevention: Theory, Policy and Politics. London: UCL

Press.

International Council on Human Rights Policy, T. I. (2009). Corruption and

Human Rights: Making the Connection. Geneva: International Council on Human

Rights Policy.

KPK, T. P. (2012). Laporan Tahunan 2012. Jakarta: Komisi Pemberantasan

Korupsi.

KPK, T. P. (2013). Laporan Tahunan KPK 2013.

Kristanto, T. A., & Suhanda, I. (2009). Jangan Bunuh KPK: Perlawanan

Terhadap Usaha Pemberantasan Korupsi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

O'Block, R. L. (1981). Security and Crime Prevention. St. Louis: C.V. Mosby

Company.

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 59: TA-Ferdian Yazid.pdf

59

Universitas Indonesia

Ochse, K. L. (2004). Preventing Corruption in the Education System: A Practical

Guide. Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ).

Parsons, T., & Shils, E. A. (2001). Toward a General Theory of Action:

Theoretical Foundations for the Social Sciences. Harvard University Press.

Pope, J. (2008). Strategi Memberantas Korupsi (Edisi ringkas). Jakarta.

Soekanto, S. (2007). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Sudiadi, D., & Runturambi, A. J. (2011). Pengantar Manajemen Sekuriti. Depok:

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbitan Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia.

Taufiq Rohman Dhohiri. (2007). Sosiologi: Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat.

Yudhistira.

Transparency International. (2013). Global Corruption Report: Education.

Routledge.

Transparency International Australia. (2006). What Works and Why in

Community-Based Anti-Corruption Program.

UNODC. (1999). Prevention: An Effective Tool to Reduce Corruption. GLOBAL

PROGRAMME AGAINST CORRUPTION . Vienna.

World Bank. (2003). Combating Corruption in Indonesia: Enhancing

Accountability for Development.

Walklate, S. (2005). Criminology: The Basics. Routledge.

Wijayanto, & Zachrie, R. (2010). Korupsi Mengorupsi Indonesia:Sebab, Akibat

dan Prospek Pemberantasan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Jurnal:

Aguilera, R. V., & Vadera, A. K. (2008). The Dark Side of Authority:

Antecedents, Mechanisms, and Outcomes of Organizational Corruption. Journal

of Business Ethics , 431.

Farrales, M. J. (2005). What is Corruption? A History of Corruption Studies and

the Great Definitions Debate. 3.

Gorta, A. (1998). Minimising corruption: Applying lessons from the crime.

Crime, Law & Social Change .

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 60: TA-Ferdian Yazid.pdf

60

Universitas Indonesia

Graaf, G. D. (2007). Causes of Corruption: Towards a Contextual Theory of

Corruption. Public Administration Quarterly .

Hussmann, K., Hechler, H., & Penailillo, M. (2009). Institutional Arrangements

for Corruption Prevention: Considerations for the Implementation of the United

Nations Convention against Corruption Article 6. U4: Anti-Corruption Resource

Center.

Ivancevich, J. M., Duening, T. N., Gilbert, J. A., & Konopaske, R. (2003).

Deterring White-Collar Crime.

MacDonald, R., & Majeed, M. T. (2011). Causes of Corruption in European

Countries: History, Law, and Political Stability. 2.

Quah, J. S. (1999). Corruption in Asian Countries: Can It Be Minimized? Public

Administration Review .

Sam, C.-Y. (2005). Singapore's Experience in Curbing Corruption and the Growth

of the Underground Economy. Sojourn: Journal of Social Issues in Southeast Asia

Sebudubudu, D. (2003). Corruption and its Control in Botswana. Botswana Notes

and Records .

Skidmore, M. J. (1996). Promise and Peril in Combating Corruption: Hong

Kong's ICAC. Annals of the American Academy.

Paper:

Beyerle, S., & Zunes, S. (2006). Mobilizing Civic Action To End Corruption.

Chan, T. (2000). Corruption Prevention: The Hong Kong Experience.

Tanzi, V. (1998). Corruption Around the World: Causes, Consequences, Scope,

and Cures. Staff Papers - International Monetary Fund.

Report:

Diansyah, F., Yuntho, E., & Fariz, D. (2011). Laporan Penelitian: Penguatan

Pemberantasan Korupsi melalui Fungsi Koordinasi dan Supervisi Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK). Jakarta: Indonesia Corruption Watch.

Transparency International Bosnia and Herzegovina. (2012). National Integrity

Workshop: Institutional Cooperation and Coordination Mechanisms.

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014

Page 61: TA-Ferdian Yazid.pdf

61

Universitas Indonesia

Internet:

Buehler, M. (2010). Countries at the Crossroads. Dipetik Maret 4, 2013, dari

Freedomhouse.org: http://www.freedomhouse.org/report/countries-

crossroads/2010/indonesia

Corruption Statistics. (2011). Dipetik Maret 3, 2013, dari Transparency

International UK: http://www.transparency.org.uk/corruption/statistics-and-quotes

Jasin, M. (2008). Pola Pemberantasan Korupsi Sistemik melalui Pencegahan dan

Penindakan. Dipetik April 15, 2013, dari Setneg.go.id:

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=2259&It

emid=219

KPK. (t.thn.). Fungsi dan Tugas. Dipetik April 15, 2013, dari Kpk.go.id:

http://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/fungsi-dan-tugas

kpk.go.id. (t.thn.). Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dipetik Maret 19, 2014, dari www.kpk.go.id: http://www.kpk.go.id/id/tentang-

kpk/struktur-organisasi/deputi-pencegahan

Tempo. (2012, Desember 4). Negara Rugi 39,3 Triliun Akibat Korupsi. Dipetik

Maret 16, 2013, dari Tempo.co:

http://www.tempo.co/read/news/2012/12/04/087445787/Negara-Rugi-Rp-393-

Triliun-Akibat-Korupsi

Wasow, B. (2011, Maret 11). A (Very) Brief History of Corruption. Dipetik Maret

3, 2013, dari The Globalist:

http://www.theglobalist.com/storyid.aspx?StoryId=9025

Undang-Undang:

Direktorat Dikyanmas KPK. (2006). Kumpulan Undang-Undang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi. Direktorat Pembinaan Kerja Antar Komisi dan Instansi

Komisi Pemberantasan Korupsi.

Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014