t1_612005082_bab iv.pdf

17
77 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada skripsi ini dilakukan beberapa pengujian dan percobaan untuk mendapatkan hasil rancang bangun Quadcopter yang stabil dan mampu bergerak mandiri (autonomous). Pengujian dilakukan berdasarkan arsitektur perancangan yang telah dibuat dan dimulai dari layer yang paling bawah dan diteruskan ke layer-layer atasnya. Metode ini dilakukan karena berdasarkan hierarki arsitektur perancangan yang dibuat, salah satu layer tidak akan bekerja dengan baik jika tidak ditunjang layer dibawahnya yang bekerja dengan baik dan benar-benar teruji. 4.1. Pengujian Physical Layer Pengujian physical layer bertujuan untuk menguji kemampuan sistem mekanik quadcopter yang dibuat. Pengujian dilakukan dengan uji thrust, yaitu pengujian gaya dorong rotor yang diukur dengan loadcell oleh mikrokontroler dan dikirimkan ke PC (Personal Computer) seperti pada gambar 4.1. Gambar 4.1. Susunan Uji Thrust.

Upload: haquynh

Post on 12-Feb-2017

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: T1_612005082_BAB IV.pdf

77

BAB IV

PENGUJIAN DAN ANALISIS

Pada skripsi ini dilakukan beberapa pengujian dan percobaan untuk mendapatkan hasil

rancang bangun Quadcopter yang stabil dan mampu bergerak mandiri (autonomous).

Pengujian dilakukan berdasarkan arsitektur perancangan yang telah dibuat dan dimulai dari

layer yang paling bawah dan diteruskan ke layer-layer atasnya. Metode ini dilakukan karena

berdasarkan hierarki arsitektur perancangan yang dibuat, salah satu layer tidak akan bekerja

dengan baik jika tidak ditunjang layer dibawahnya yang bekerja dengan baik dan benar-benar

teruji.

4.1. Pengujian Physical Layer

Pengujian physical layer bertujuan untuk menguji kemampuan sistem mekanik

quadcopter yang dibuat. Pengujian dilakukan dengan uji thrust, yaitu pengujian gaya dorong

rotor yang diukur dengan loadcell oleh mikrokontroler dan dikirimkan ke PC (Personal

Computer) seperti pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Susunan Uji Thrust.

Page 2: T1_612005082_BAB IV.pdf

78

Dalam uji thrust, mikrokontroler mengirimkan sinyal PWM ke ESC dengan ton dari 1

mS sampai 1.9 mS dengan periode 2 mS. Setiap kenaikan 1 uS mikrokontroler membaca nilai

ADC dari loadcell yang telah dikuatkan oleh pengkondisi sinyal. Nilai ADC tersebut

dikonversikan ke berat sesuai dengan kalibrasi yang terlebih dulu dilakukan dan kemudian

dikirimkan ke PC. Data yang dikirimkan ke PC adalah PWM-1000uS dan hasil pengukuran

berat. Pada PC, data hasil pengukuran mikrokontroler ditulis dalam file.

Tegangan input ESC yang digunakan pada percobaan ini sebesar 11.1V (LiPo battery

2.25Ah 3 cell, 130C discharge), BLDC 1000kV dan baling-baling 10x4.5.

Hasil dari uji thrust yang dilakukan terlihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2. Hasil Uji Thrust.

Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa nilai gaya dorong maksimal satu rotor

adalah 9.7 Newton atau setara dengan berat 0.989 kg (g=9.8 ms-2). Dengan berat total pesawat

Page 3: T1_612005082_BAB IV.pdf

79

1200 gram, maka mikrokontroler harus mengirimkan PWM minimal 1300 uS. Nilai PWM ini

bisa dijadikan estimasi PWM minimum untuk terbang bagi kontrol pesawat.

4.2. Pengujian Low Layer Control

Low layer control merupakan bagian penting dari quadcopter yang dibuat, karena

berkaitan dengan sensor dan kendali gerak quadcopter. Kestabilan pesawat sangat dipengaruhi

oleh layer ini sehingga pengujian setiap bagian dari layer ini harus dilakukan.

Pengujian low layer control terdiri dari pengujian sensor akselerometer, pengujian

sensor giroskop, pengujian sensor magnetometer, pengujian sensor ultrasonik, pengujian

algoritma DCM-IMU untuk AHRS dan tuning statis kontrol PID.

4.2.1. Pengujian Sensor Akselerometer

Fungsi utama sensor akselerometer pada quadcopter pada skripsi ini adalah mengukur

arah percepatan gravitasi. Pengujian dilakukan dengan melakuakan akuisisi data sensor

akselerometer tiga aksis dan responnya terhadap kemiringan. Akuisisi data sensor dilakukan

dengan mikrokontroler LPC1114 dan dikirimkan ke PC melalui serial port. Proses akuisisi

oleh mikrokontroler LPC1114 menggunakan metode interrupt driven, sehingga pengujian ini

sekaligus menguji fungsionalitas dari program akuisisi sensor dengan metode interrupt driven.

Sensor akselerometer LIS3LV02DL yang digunakan diinisialisasi dengan jangkauan

pengukuran ±2g dan representasi data yang digunakan 16 bit [5].

Pengujian sensor dilakukan dengan memposisikan sensor pada posisi awal mendatar

(sumbu z mengarah ke atas) dan selanjutnya sensor diputar perlahan dengan sumbu rotasi x

sebesar 90° dan -90°. Dengan proses yang sama, pengujian juga dilakukan dengan sumbu

rotasi y. Gambar 4.3 dan gambar 4.4 merupakan grafik hasil pengujian sensor akselerometer

Page 4: T1_612005082_BAB IV.pdf

80

yang telah dilakukan. Sumbu mendatar adalah sample dan sumbu vertikal adalah nilai

keluaran akselerometer.

Gambar 4.4. Hasil uji akselerometer dengan diputar pada sumbu X.

Gambar 4.3. Hasil uji akselerometer dengan diputar pada sumbu Y.

Pada saat kondisi datar, percepatan gravitasi yang bersifat statis bekerja pada sumbu z

negatif, sehingga data pada sumbu z bernilai positif. Pada hasil percobaan, respon terhadap

percepatan statis ini juga berlaku pada sumbu-sumbu pengukuran yang lain. Untuk sumbu

-20000

-15000

-10000

-5000

0

5000

10000

15000

20000

0 100 200 300 400 500 600

Acc

ele

rom

ete

r raw

dat

a

Sample

X

Y

Z

-20000

-15000

-10000

-5000

0

5000

10000

15000

20000

0 100 200 300 400 500 600

Acc

ele

rom

ete

r ra

w d

ata

sample

X

Y

Z

Page 5: T1_612005082_BAB IV.pdf

81

yang digunakan sebagai sumbu rotasi dibuktikan dalam pengujian bahwa nilainya mendekati

0. Hal ini menandakan secara fungsional, akselerometer dapat bekerja.

Nilai absolut maksimum dari satu sumbu pada pengujian ini merupakan besarnya nilai

sensor untuk merepresentasikan percepatan gravitasi, karena tidak ada percepatan dinamis

yang bekerja dan setiap sumbu ‘pernah’ diarahkan searah percepatan gravitasi.

Nilai absolut maksimum sumbu z pada pengujian ini adalah 15804, sumbu y sebesar

16800 dan sumbu x sebesar 16858. Idealnya, sensor LIS3LV02DL merepresentasikan 1g

dengan nilai 16384 (216/4, resolusi=16bit, jangkauan ±2g). Perbedaan ini dapat diatasi dengan

proses kalibrasi.

4.2.2. Pengujian Sensor Giroskop

Sensor giroskop pada skripsi ini digunkan untuk mendeteksi kecepatan sudut sebagai

pembentuk matrik rotasi pada algoritma DCM-IMU. Pengujian yang dilakukan pada sensor

giroskop hampir sama dengan pengujian pada akselerometer, yaitu dengan akuisisi data sensor

yang dikirimkan ke PC.

Pengujian sensor dilakukan dengan merotasi sensor giroskop pada setiap sumbu-sumbu

pengukurannya. Pengujian tiap sumbu pengukuran dilakukan dengan 5 langkah perlakuan

yaitu diam→rotasi arah positif→rotasi arah negatif→diam→ rotasi arah negatif→ rotasi arah

positif. Tiga langkah pengujian tersebut dilakukan dengan dua kecepatan rotasi yang berbeda.

Page 6: T1_612005082_BAB IV.pdf

82

Gambar 4.4. Hasil uji giroskop sumbu X.

Gambar 4.5. Hasil uji giroskop sumbu Y.

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

0 50 100 150 200 250 300

Gyr

o r

aw d

ata

Sample

X

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

0 50 100 150 200 250 300

Y

Page 7: T1_612005082_BAB IV.pdf

83

Gambar 4.6. Hasil uji giroskop sumbu Z.

Dari hasil percobaan masing-masing sumbu dapat merespon kecepatan sudut yang

diberikan baik pada rotasi positif dan negatif. Masing-masing sumbu juga memilki keluaran

data yang proporsional terhadap besarnya kecepatan sudut yang dilakukan.

Untuk menguji akurasi besarnya keluaran sensor terhadap kecepatan sudut yang

dilakukan, dibutuhkan media berputar dengan kecepatan sudut yang konstan di mana sensor

giroskop diletakan pada media tersebut. Alat pengujian ini bagi penulis sulit untuk

direalisasikan. Sehingga sensitifitas data keluaran sensor ITG3205 ini sepenuhnya merujuk

pada datasheet yaitu 14.375 LSB/(°/s) [4].

Hasil pengujian pada sumbu z menunjukan rata-rata ZRO giroskop yang cukup besar

yaitu 59 LSB atau 4.1 °/s, sehingga pada penggunaanya, perlu untuk mengurangkan data

keluaran sumbu z dari giroskop dengan nilai rata-rata ZRO ini.

-2000

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

2000

0 50 100 150 200 250

Z

Page 8: T1_612005082_BAB IV.pdf

84

4.2.3. Pengujian Sensor Magnetometer

Magnetometer atau kompas digital digunakan untuk referensi arah hadap serta yaw

cancelation. Sama seperti sensor akselerometer dan giroskop, pengujian dilakukan dengan

akuisisi data sensor CMPS10 dan dikirimkan ke PC.

Untuk menguji data keluaran, magnetometer diputar 360° secara bertahap pada bidang

datar. Setiap berputar 22.5° (terukur dengan busur) nilai sensor disimpan. Pada saat pengujian

pada sudut 0°, nilai dari kompas digital dipakai sebagai nilai awal pengukuran, hal ini

dilakukan untuk menguji liniearitas dari kompas digital. Tabel 4.1 merupakan hasil pengujian

sensor magnetometer.

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Magnetometer

Sudut hadap (°) Keluaran Kompas (°) Selisih (°)

2.5 2.5 0

25 21 4

47.5 39.3 8.2

70 59.3 10.7

92.5 81.5 11

115 105.5 9.5

137.5 131.5 6

160 162.5 -2.5

182.5 193.5 -11

205 222.4 -17.4

227.5 247.5 -20

250 269.5 -19.5

272.5 288.9 -16.4

295 307.6 -12.6

317.5 326.4 -8.9

340 345.5 -5.5

Dari hasil pengujian sensor magnetometer, didapatkan sensor magnetometer dapat

merespon perubahan arah hadap. Hasil pengukuran menunjukan bahwa sensor magnetometer

Page 9: T1_612005082_BAB IV.pdf

85

yang digunakan memilki nilai selisih maksimum dari sudut hadap aktual sebesar 20°. Nilai

error ini terlalu besar terutama jika digunakan untuk navigasi berdasarkan arah kutub magnet

bumi. Tetapi keuntungan dari sensor ini adalah tidak mengalami drift. Sehingga meskipun

tidak akurat, tetapi dapat digunakan untuk drift correction pada algoritma DCM-IMU.

4.2.4. Pengujian AHRS

Pengujian AHRS dilakukan untuk menguji koreksi drift dan respon dari implementasi

algoritma DCM-IMU pada AHRS yang telah dibuat. Pengujian dilakukan dengan melakukan

pengiriman data hasil (roll, pitch dan yaw) algoritma DCM-IMU oleh mikrokontroler

LPC1114 ke PC. Pada pengujian ini AHRS sudah terpasang pada kerangka Quadcopter. Ada

dua pengujian yang dilakukan, yaitu uji koreksi drift dan uji respon.

4.2.4.1. Uji Respon

Uji respon dilakukan untuk menguji respon dari AHRS dengan algoritma DCM-IMU

terhadap perubahan sudut. Pengujian dilakukan dengan membandingkan keluaran AHRS dan

pengukuran sudut dengan akselerometer. Metode ini dilakukan dengan asumsi bahwa

akselerometer memiliki respon yang cepat dalam mendeteksi percepatan, termasuk percepatan

statis gravitasi bumi.

Pengujian pertama dilakukan dengan merotasikan AHRS pada sumbu x (roll) dan pada

sumbu y (pitch). Hasil dari pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan 4.8.

Page 10: T1_612005082_BAB IV.pdf

86

Gambar 4.7. Perbandingan DCM-IMU dan Akselerometer pada Sudut Pitch.

Gambar 4.8. Hasil Uji DCM-IMU dan Akselerometer pada Sudut Roll.

Berdasarkan hasil yang ditunjukan pada Gambar 4.7 dan 4.8, keluaran DCM-IMU

mampu mengikuti perubahan sudut yang terjadi. Hal ini membuktikan bahwa AHRS yang

dirancang dapat merespon perubahan sudut yang terjadi.

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

0 200 400 600 800

pit

ch(r

ad*1

000)

sample

Akselerometer(pitch)

DCM(pitch)

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

0 200 400 600 800

roll(

rad

*100

0)

sample

akselerometer(roll)

DCM(roll)

Page 11: T1_612005082_BAB IV.pdf

87

Pengujian kedua adalah menguji pengaruh vibrasi terhadap AHRS yang dirancang.

Vibrasi dibuat dengan menghidupkan rotor pada Quadcopter. Langkah pengujian sama

dengan pengujian sebelumnya. Hasil dari pengujian ini ditunjukan pada Gambar 4.9 dan 4.10.

Gambar 4.9. Hasil Uji DCM-IMU pada Sudut Roll dengan Vibrasi Rotor.

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

0 500 1000 1500

roll(

rad

*100

0)

sample

Accelerometer (roll)

DCM-IMU(roll)

Page 12: T1_612005082_BAB IV.pdf

88

Gambar 4.10. Hasil Uji DCM-IMU pada Sudut Pitch dengan Vibrasi Rotor.

Dari hasil pengujian dengan vibrasi, didapatkan sudut akselerometer terpengaruh oleh

vibrasi rotor dan sudut hasil algoritma DCM-IMU lebih tidak terpengaruh vibrasi. Juga dapat

dilihat bahwa AHRS dapat merespon perubahan sudut meskipun ada pengaruh vibrasi.

4.2.4.2. Uji Koreksi Drift

Uji koreksi drift dilakukan untuk mengetahui apakah AHRS mempunyai nilai yang

bergerak merambat saat dalam kondisi diam. Ada dua langkah yang diambil, yaitu dengan

menonaktifkan fungsi drift_correction() pada algoritma DCM-IMU dan langkah kedua

mengaktifkan fungsi itu lagi. Pengujian dilakukan pada kondisi diam dan AHRS pada kondisi

mendatar. Waktu pengujian adalah 300 detik. Gambar 4.11 dan 4.12 menunjukan hasil

pengujian ini.

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

0 200 400 600 800 1000

pit

ch(r

ad*1

000)

Sample

Akselerometer (pitch)

DCM-IMU(pitch)

Page 13: T1_612005082_BAB IV.pdf

89

Gambar 4.11. Hasil Uji DCM-IMU tanpa Drift Correction.

Gambar 4.12. Hasil Uji DCM-IMU dengan Drift Correction.

Dari hasil uji drift, didapatkan bahwa keluaran algoritma DCM-IMU tanpa fungsi

drift_correction() mengalami perubahan sudut 0.53 radian pada sudut roll setelah didiamkan

selama 300 detik. Setelah fungsi drift_correction() digunakan ketiga sudut keluaran DCM-

IMU tidak mengalami perubahan saat diam selama 300 detik. Hal ini menandakan bahwa

algoritma DCM-IMU yang dibuat mampu mengatasi drift.

-100

0

100

200

300

400

500

600

0 500 1000 1500 2000 2500

sud

ut(

rad

*10

00)

sample

roll

pitch

yaw

Page 14: T1_612005082_BAB IV.pdf

90

4.2.5. Uji Kontrol PID

Pengujian kontrol PID dilakukan untuk mendapatkan parameter kontrol dari

Quadcopter. Ada beberapa tahap pengujian (tuning) yang dilakukan yaitu uji statis dan

dinamis.

4.2.5.1. Uji Statis

Uji statis dilakukan pada kontrol sudut roll dan pitch. Pengujian ini dilakukan dengan

menempatkan Quadcopter dengan mekanik pada sumbu rotasi uji, sehingga Quadcopter

dapat bergerak bebas pada sumbu tersebut.

Gambar 4.13. Uji statis pada sumbu roll dan pitch.

Metode tuning untuk mendapatkan parameter PID pada sudut uji roll dan pitch

dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Set 0 nilai kp, ki, kd dan sudut set.

Page 15: T1_612005082_BAB IV.pdf

91

2. Kecepatan dua rotor uji dinaikan samapi mendekati kecepatan minimum terbang

yang diperoleh dari uji thurst.

3. Nilai offset motor disesuaikan sehingga kedua rotor dalam kondisi seimbang. Hal

ini dilakukan untuk membantu kerja kontrol I agar tidak terlalu banyak melakukan

kompensasi.

4. Nilai kp dinaikan sampai terjadi osilasi. Kenaikan nilai kp ini dijaga agar tidak

melebihi batas dan osilasi yang terjadi tidak membahayakan saat pengujian statis

dilakukan.

5. Nilai kd dinaikan sampai osilasi yang terjadi menjadi teredam dan berhenti pada

kondisi steady state.

6. Nilai ki dinaikan sampai steady state error dapat dikoreksi dan pesawat

mempertahankan kondisi seimbang.

7. Keseimbangan pesawat diuji dengan memberikan gangguan dan perubahan sudut

set yang mendadak. Nilai kp, ki dan kd disesuaikan untuk mendapatkan kontrol

yang memiliki overshoot kecil dan settling time yang pendek.

Untuk mengatur parameter dan memvisualisasikan dalam bentuk grafik dari besaran-besaran

kontrol dalam pesawat, digunakan Android tablet yang terhubung secara nirkabel dengan

pesawat melalui bluetooth. Berikut adalah hasil plot dari uji yang dilakukan:

Page 16: T1_612005082_BAB IV.pdf

92

Gambar 4.14. Hasil uji statis sudut pitch dengan perubahan sudut set mendadak.

Gambar 4.15. Hasil uji statis sudut roll dengan perubahan sudut set mendadak.

Page 17: T1_612005082_BAB IV.pdf

93

Dari hasil uji statis pada sudut roll dan pitch, dengan memberikan perubahan sudut set

yang mendadak dapat dilihat bahwa kontrol PID untuk kedua sudut ini dapat menyesuaikan

kecepatan rotor agar sudut aktual sesuai dengan sudut set yang diberikan.

4.3. Pengujian Mid Layer Control

Pengujian mid layer control dilakukan untuk menguji rutin-rutin autonomous pesawat.

Pada bagian ini hanya pengujian sistem autonomous take-off yang akan dibahas.

Pengujian autonomous take-off dilakukan untuk mendapatkan parameter-parameter

kontrol PID untuk take off. Langkah tuning yang dilakukan pada prinsipnya sama dengan

langkah-langkah saat uji statis. Berikut adalah hasil dari sistem autonomous take-off yang

diplot dalam Android tablet:

Gambar 4.16. Plot data ketinggian pada sistem autonomous take-off