syndrome nephrotic pada anak

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan terjadinya sindrom ini. Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk. Sindrom nefrotik (SN) pada anak yang didiagnosis secara histopatologik sebagai lesi minimal, sebagian besar memberikan respons terhadap pengobatan steroid (sensitif steroid). Sedangkan SN lesi nonminimal sebagian besar tidak memberikan respons terhadap pengobatan steroid (resisten steroid).1-4 International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) membuat panduan gambaran klinis dan laboratorium untuk memperkirakan jenis lesi pada anak yang menderita SN. Gambaran klinis dan laboratorium tersebut adalah usia saat serangan pertama, jenis kelamin, hipertensi, hematuria, rerata kadar kreatinin, komplemen C3, dan

Upload: riindhu-screamo

Post on 14-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kep anak

TRANSCRIPT

Page 1: Syndrome Nephrotic pada anak

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

Penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan

kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan

menyebabkan terjadinya sindrom ini. Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3,

yaitu kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit

sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik.

Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang

dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai

prognosis buruk.

Sindrom nefrotik (SN) pada anak yang didiagnosis secara histopatologik

sebagai lesi minimal, sebagian besar memberikan respons terhadap pengobatan

steroid (sensitif steroid). Sedangkan SN lesi nonminimal sebagian besar tidak

memberikan respons terhadap pengobatan steroid (resisten steroid).1-4 International

Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) membuat panduan gambaran klinis

dan laboratorium untuk memperkirakan jenis lesi pada anak yang menderita SN.

Gambaran klinis dan laboratorium tersebut adalah usia saat serangan pertama, jenis

kelamin, hipertensi, hematuria, rerata kadar kreatinin, komplemen C3, dan kolesterol

serum. Seperti telah diketahui, bentuk histopatologik memberikan gambaran

terhadap respons pengobatan steroid, seperti jenis glomerulonefritis mesangial

proliferatif (GNMP) sebesar 80-85% adalah resisten seroid. Sampai saat ini, belum

terdapat data gambaran histopatologik di Indonesia, sehingga pada sindrom nefrotik

resisten steroid (SNRS) dan sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) akan

memberikan gambaran klinis yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

ISKDC. Kadar protein nonalbumin diikutsertakan pula dalam penelitian ini karena

belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan

antara berbagai gambaran klinis dan laboratorium secara bersama-sama dengan

respons terhadap pengobatan steroid (SNRS dan SNSS). (Behrman, 2000)

Page 2: Syndrome Nephrotic pada anak

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengertian sindrom nefrotik ?

2. Apa etiologi dari sindrom nefrotik ?

3. Bagaimana patofisiologi sindrom nefrotik ?

4. Apa tanda dan gejala sindrom nefrotik ?

5. Bagaimana penatalaksanaan sindrom nefrotik?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian dari sindrom nefrotik

2. Untuk mengetahui etiologi dari sindrom nefrotik

3. Untuk mengetahui patofisiologi dari sindom nefrotik

4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari sindrom nefrotik

5. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada sindrom nefrotik

D. MANFAAT

Mahasiswa dapat mengetahui dari definisi sampai cara penatalaksanaan pada anak

yang memiliki sindrom nefrotik.

BAB II

TINJAUAN TEORI

 

A. Pengertian

Page 3: Syndrome Nephrotic pada anak

Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan

protein dalam urin secara bermakna , penurunan albumin dalam darah

(hipoalbuminemia), edema, dan serum kolestrol yang tinggi dan lipoprotein densitas

rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang sangat

merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas

glomerulus. Kadang-kadang terdapat hematuria, dan penurunan fungsi ginjal. Insiden

tertinggi pada anak usia 3-4 tahun, rasio laki-laki dibanding dengan perempuan adalah

2:1.

B. Etiologi

Sindrom nefrotik belum diketahui sebab pastinya, secara umum penyebab dibagi

menjadi berikut :

1. Sindrom Nefrotik Bawaan

Adanya reaksi fetomaternal terhadap janin ataupun karena gen resesif autosom

menyebabkan sindrom nefrotik.

2. Sindrom Nefrotik Sekunder

Sindroma nefrotik disebabkan oleh adanya penyakit lain seperti parasit

malaria, penyakit kolagen, trombosis vena renalis, pemajanan bahan kimia

(trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa, amiloidosis dan lain-lain.

Sebab paling sering sindrom nefrotik sekunder adalah glomerulonefritis primer

dan sekunder akibat infeksi keganasan penyakit jaringan penghubung, obat atau

toksin dan akibat penyakit sistemik seperti :

a. Glomerulonefritis primer

1) Glomerulonefritis lesi minimal

2) Glomerulosklerosis fokal

3) Glomerulonefritis membranosa

4) Glomerulonefritis membranoproliferatif

5) Glomerulonefritis proliferatif lain

b. Glomerulonefritis sekunder

1) Infeksi : HIV, Hepatitis virus B dan C. Sifilis, malaria, skisotoma,

TBC, Lepra

2) Keganasan : Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma

Hodgkin, mieloma multipel, dan karsinoma ginjal.

Page 4: Syndrome Nephrotic pada anak

3) Penyakit jaringan penghubung : Lupus eritematosus sistemik, artritis

reumathoid, MCTD

4) Efek obat dan toksin : obat antiinflamasi nonsteroid, preparat emas,

penisilinamin, probenesid, air raksa, kaptopril, heroin.

5) Lain-lain : DM, amiloidosis, preeklampsia, rejeksi alograf kronik,

refluks vesicoureter, atau sengatan lebah

c. Sindrom Nefrotik Idiopatik

Sindrom nefrotik yang belum diketahui jelas sebabnya.

C. Patofisiologi

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada

hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari

proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan

osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskular berpindah ke dalam

interstisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler

berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemia.

Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan

merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi hormon ADH dan

sekresi aldosteron yang kemudian terjaddi retensi natrium dan air. Dengan retensi

natrium dan air, akan menyebabkan edema.

Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan

stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan

onkotik plasma.Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi

lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan

lemak akan banyak dalam urin atau lipiduria. Menurunnya respon imun karena sel

imun tertekan, kemungkinan disebnabkan oleh karena hipoalbuminemia,

hiperlipidemia atau defisiensi seng.

D. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai berikut :

1. Kenaikan berat badan

Page 5: Syndrome Nephrotic pada anak

2. Wajah tampak sembab (edema fascialis) terutama di sekitar mata, tampak pada

saat bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari

3. Pembengkakan abdomen (asites)

4. Efusi pleura

5. Pembengkakan labia atau skrotum

6. Edema pada mukosa intestinal yang dapat menyebabkan diare, anoreksia, dan

absorpsi intestinal buruk

7. Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai

8. Iritabilitas

9. Mudah letih

10. Letargi

11. Tekanan darah normal atau sedikit menurun

12. Rentan terhadap infeksi

13. Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin berbuih

E. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi :

1. Hipovolemi

2. Infeksi pneumokokus

3. Emboli pulmoner

4. Peritonitis

5. Gagal ginjal akut

6. Dehidrasi

7. Venous trombosis

8. Aterosklerosis

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan untuk mengatasi gejala dan akibat yang

ditimbulkan pada anak dengan sindrom nefrotik sebagai berikut :

Page 6: Syndrome Nephrotic pada anak

1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih

1 gram per hari, secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam

makanan dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3

gram/kgBB/hari.

2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,

biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema dan respon

pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-50

mg/hari). Selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemia,

alkalosis metabolik, atau kehilangan caitan intravaskular berat.

3. Pemberian kortikosteroid berdasarkan ISKDC (international Study of kidney

Disease in Children) : prednison dosis penuh : 60 mg/m2 luas permukaan

badan/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/kgBB/hari) selama 4 minggu

dilanjutkan pemberian prednison dosis 40 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau

2/3 dosis penuh, yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu (intermitten

dose) atau selang sehari (alternating dose) selama 4 minggu, kemudian dihentikan

tanpa tappering off lagi. Bila terjadi relaps diberikan prednison dosis penuh seperti

terapi awal sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu), kemudian dosis

diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh. Bila terjadi relaps sering atau resisten steroid,

lakukan biopsi ginjal.

4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi.

5. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.

G. Pengkajian

1. Identitas

Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap

100.000 anak terjadi pada  usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan

yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom

nefrotik.

2. Keluhan Utama

Badan bengkak, sesak napas, muka sembab dan napsu makan menurun

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Page 7: Syndrome Nephrotic pada anak

Edema masa neonatus, malaria, riwayat glomerulonefritis akut dan glomerulonefritis

kronis, terpapar bahan kimia.

4. Riwayat Penyakit Sekarang

Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare,

urine menurun.

5. Riwayat kesehatan Keluarga

Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi

biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.

6. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Daerah endemik malaria sering dilaporkan terjadinya kasus sindrom nefrotik sebagai

komplikasi dari penyakit malaria.

7. Riwayat Nutrisi

Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya edema.

Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8

Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.

Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100

%, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi

baik).

8. Pengkajian Kebutuhan Dasar

i. Kebutuhan Oksigenasi

Page 8: Syndrome Nephrotic pada anak

Dispnea terjadi karena telah terjadi adanya efusi pleura. Tekanan darah normal

atau sedikit menurun. Nadi 70 – 110 X/mnt.

ii. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan

Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya edema, nyeri daerah

perut, malnutrisi berat.

iii. Kebutuhan Eliminasi

Urine/24 jam 600-700 ml, hematuria, proteinuria, oliguri. Perubahan urin seperti

penurunan volume dan urin berbuih.

iv. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan

Mudah letih dalam beraktivitas. Edema pada area ektrimitas (sakrum, tumit, dan

tangan). Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai.

v. Kebutuhan Istirahat dan Tidur

Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan hospitalisasi.

vi. Kebutuhan Persepsi dan Sensori

Perkembangan kognitif anak usia pra sekolah sampai pada tahap pemikiran

prakonseptual ditandai dengan anak-anak menilai orang, benda, dan kejadian di

luar penampilan luar mereka.

vii. Kebutuhan Kenyamanan

Sakit kepala, pusing, malaise, nyeri pada area abdomen, adanya asites.

viii. Kebutuhan Seksualitas

Page 9: Syndrome Nephrotic pada anak

Anak usia pra sekolah mulai membedakan perilaku sesuai jender. Anak

mulai menirukan tindakan orangtua yang berjenis kelamin sama. Eksplorasi

tubuh mencakup mengelus diri sendiri, manipulasi genital, memeluk boneka.

ix. Kebutuhan Konsep Diri

Konsep diri pada anak usia pra sekolah sudah mulai terbentuk dengan

anak mengetahui tentang identitas dirinya.

x. Kebutuhan Spiritual

Kebutuhan spiritual pada anak mengikuti orangtua.

H. Pemeriksaan Fisik

Bermacam-macam pula pendekatan yang digunakan untuk pemeriksaan

anak dengan sindroma nefrotik salah satu pendekatan yang digunakan adalah

Head to toe antara lain :

i. Kepala

Oedema pada periorbital, moon face, kulit tegang dan mengkilat,

pucat, konjungtiva anemis

ii. Thorax/dada

1. Bentuk : hampir bulat dalam diameter transversa

2. Paru :bila hydrothorax, frekuensi pernafasan meningkat,

kadang sesak nafas, suara nafas normal (vasikuler)/melemah,

perkusi redup/pekak.

iii. Jantung :S1S2Redup

iv. Abdomen

-     Perut membesar/cembung simetris dan mengkilat oleh karena

acites. Pada parasat baliotement dengan cara melaksanakan

penakanan mendadak kedinding perut maka pada bagian yang

berlawanan akan teraba pantulan cairan.

-     Bunyi pekak di perut bagian bawah dengan batas cekung ke atas,

bunyi timpani di atas, bila anak dalam posisi tegak.

Page 10: Syndrome Nephrotic pada anak

-     Shiftung dulnes, anak berbaring terlentang, percusi di atas dinding

perut mungkin timpani dan di samping pekak. Jika anak miring akan

terdapat cairan bebas ke bagian bawah dan terjadi suara pekak redup

yang berpindah.

v. Extrimitas dan Punggung

Adanya edema di ekstrimitas atas maupun bawah seperti di area

sakrum, tumit, dan tangan.

vi. Oedema pada labia mayora pada anak wanita pada scrotum untuk anak

laki-laki. Pada anak yang mendapat kardioteroid dalam jangka lama

terdapat pembesaran penis.

vii. Rectum :  bila terdapat diare berkepanjangan timbul iritasi daerah

perianal.

viii. Pemeriksaan Tanda Vital

Suhu      :     Relatif normal (355 - 375) kecuali ada infeksi penyerta

terjadi kenaikan.

Nadi      :     Dalam batas normal, bayi = 120 – 140x/m, anak = 100 –

120x/m

TD         :     Kadang-kadang meningkat

RR        :     Dalam batas normal (dbn), bayi = 36 – 60x/m, anak = 15-

30x/m

Bila terdapat hidrothorax :  meningkat/tachipnea

I. Pemeriksaan Penunjang

Selain proteinuria masif, sedimen urin biasanya normal. Bila terjadi hematuria

mikroskopik lebih dari 20 eritrosit/LPB dicurigai adanya lesi glomerular (misal

sklerosis glomerulus fokal). Albumin plasma rendah dan lipid meningkat. IgM dapat

meningkat, sedangkan IgG menurun. Komplemen serum normal dan tidak ada

krioglobulin.

Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan berbagai infeksi, dan riwayat penyakit

sistemik klien perlu diperhatikan. Pemeriksaan serologit dan biopsi ginjal sering

diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyebab

GN sekunder. Pemeriksaan serologit sering tidak banyak memberikan informasi dan

Page 11: Syndrome Nephrotic pada anak

biayanya mahal. Karena itu sebaiknya pemeriksaan serologit hanya dilakukan

berdasarkan indikasi yang kuat.

J. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada anak dengan sindrom nefrotik adalah

sebagai berikut :

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi .

2. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi.

3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien .

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum .

5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit : pusing,

malaise .

6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dnegan faktor internal : perubahan status

cairan, penurunan sirkulasi .

7. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder :

imunosuprsi, malnutrisi .

8. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan faktor resiko individual

: penyakit kronis, nutrisi yang tidak adekuat .

9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hospitalisasi

10. Penurunan koping keluarga berhubungan dengan krisis situasional yang dapat

dihadapi orang yang penting bagi klien .

K. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa yang muncul adalah sebagai berikut:

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan volume

cairan tercapai dengan kriteria hasil :

1. Tidak ada edema

2. Berat badan stabil

Page 12: Syndrome Nephrotic pada anak

3. Intake sama dengan output

4. Berat jenis urin atau hasil laboratorium mendekati normal

5. TTV dalam batas normal

Intervensi yang dilakukan adalah :

1. Fluid and Electrolyte Management

i. Monitor tanda vital.

ii. Monitor hasil laboratorium terkait keseimbangan cairan dan elektrolit

seperti penurunan hematokrit, peningkatan BUN, kadar natrium serum

dan kalium.

iii. Pertahankan terapi intravena pada flow rate yang konstan.

iv. Kolaborasi dengan dokter jika tanda dan gejala kelebihan cairan tetap

atau semakin memburuk.

v. Monitor intake dan output cairan.

vi. Monitor kuantitas dan warna haluaran urin

2. Fluid monitoring

1. Pantau hasil laboratorium berat jenis urin.

2. Monitor serum albumin dan total protein dalam urin.

3. Monitor membran mukosa, turgor kulit, dan rasa haus.

4. Monitor tanda dan gejala asites.

5. Timbang berat badan setiap hari

2. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi

Setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam ansietas teratasi dengan

kriteria hasil :

1. Anak tidak rewel

2. Anak tidak menangis saat dilakukan tindakan

3. Anak kooperatif dalam perawatan

Intervensi keperawatan yang akan dilakukan adalah :

Mood Management

Page 13: Syndrome Nephrotic pada anak

1)      Kaji perasaan anak tentang hospitalisai.

2)      Kaji persepsi anak tentang hospitalisasi.

3)      Tanyakan pada keluarga tentang perubahan sikap, emosi, ataupun ekspresi klien

saat dirawat di rumah sakit.

Therapeutic Play

1)      Kaji kebutuhan anak tentang bermain yang dapat dilakukan di rumah sakit.

2)      Lakukan pendekatan terapeutik dengan anak.

3)      Rencanakan untuk terapi bermain sesuai dengan kebutuhan anak.

3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka nutrisi pada

klien seimbang dnegan kriteria hasil :

a. Anak tidak mengeluh mual

b. Keluarga mengatakan nafsu makan anak meningkat

c. Protein dan albumin dalam batas normal

Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah :

Nutritiont Management

1)      Kaji makanan yang disukai oleh klien

2)      Anjurkan klien untuk makan sedikit namun sering, misal dengan mengemil tiap

jam

3)      Anjurkan keluarga untuk menyuapi klien apabila klien kesulitan untuk makan

sendiri

Nutritiont Therapy

Page 14: Syndrome Nephrotic pada anak

Anjurkan keluarga untuk tidak membolehkan anak makan-makanan yang banyak

mengandung garam.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang tepat bagi anak dengan sindrom nefrotik.

Nutritional Monitoring

1)      Pantau perubahan kebiasaan makan pada klien.

2)      Pantau adanya mual atau muntah.

3)      Pantau kebutuhan kalori pada catatan asupan.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat beraktivitas

dengan normal dengan kriteria hasil :

Energy Conservation

1)      Istirahat dan aktivitas seimbang

2)      Mengetahui keterbatasan energinya

3)      Mengubah gaya hidup sesuai tingkat energi

4)      Memelihara nutrisi yang adekuat

5)      Persediaan energi cukup untuk beraktivitas

Activity Tolerance

1)      Saturasi oksigen dalam batas normal / dalam respon aktivitas

2)      Nadi dalam batas normal / dalam respon aktivitas

3)      Pernafasan dalam batas normal / dalam respon aktivitas

Page 15: Syndrome Nephrotic pada anak

4)      Tekanan darah dalam batas normal/dalam respon aktivitas

5)      Kekuatan ADL telah dilakukan

Intervensi keperawatan sebagai berikut :

Activity Therapy

1. Menentukan penyebab intoleransi aktivitas.

2. Berikan periode istirahat saat beraktivitas.

3. Pantau respon kardipulmonal sebelum dan setelah aktivitas.

4. Minimalkan kerja kardiopulmonal.

5. Tingkatkan aktivitas secara bertahap.

6. Ubah posisi pasien secara perlahan dan monitor gejala intoleransi aktivitas.

7. Monitor dan catat kemampuan untuk mentoleransi aktivitas.

8. Monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan sumber energy.

9. Ajarkan pasien tehnik mengontrol pernafasan saat aktivitas.

10. Kolaborasikan dengan terapi fisik untuk peningkatan level aktivitas

5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit : pusing, malaise

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, gangguan rasa

nyaman teratasi dnegan kriteria hasil :

1. Klien tidak mengeluh lemas

2. Klien tidak mengeluh merasa pusing

3. Klien dapat meningkatkan ADL

Intervensi keparawatan yang dilakukan sebagai berikut :

1. Relaxation Theraphy

b. Anjurkan klien untuk bernapas dalam ketika merasa tidak nyaman.

c. Anjurkan klien untuk beristirahat.

1. Environtmental Management : Comfort

a. Kaji ketidaknyamanan yang dirasakan oleh klien.

Page 16: Syndrome Nephrotic pada anak

b. Berikan posisi yang nyaman pada klien.

c. Batasi pengunjung saat klien beristirahat.

6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dnegan faktor internal : perubahan status

cairan, penurunan sirkulasi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kerusakan integritas kulit

teratasi dengan kriteria hasil :

1. Capilarry refill < 3 detik

2. Tidak ada pitting edema

3. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,

hidrasi, pigmentasi)

Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah :

Pressure Management

1. Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan terjadinya tekanan.

2. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.

3. Hindari adanya lipatan pada tempat tidur.

4. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.

5. Lakukan mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.

6. Monitor integritas kulit akan adanya kemerahan.

7. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan .

8. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.

9. Monitor status nutrisi pasien.

10. Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat.

7. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder :

imunosuprsi, malnutrisi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, resiko infeksi tidak

terjadi dengan kriteria hasil :

1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

Page 17: Syndrome Nephrotic pada anak

3. Jumlah leukosit dalam batas normal

4. Menunjukkan perilaku hidup sehat

5. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

Intervensi keperawatan sebagai berikut :

Infection Control

1. Pertahankan teknik aseptic.

2. Batasi pengunjung bila perlu.

3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawtan.

4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung.

5. Tingkatkan intake nutrisi.

6. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

7. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

8. Anjurkan klien untuk meningkatkan istirahat.

9. Ajarkan keluarga pasien  tanda dan gejala infeksi.

10. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam.

8. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan faktor resiko individual :

penyakit kronis, nutrisi yang tidak adekuat.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, reiko keterlambatan perkembangan dapat

teratasi dnegan kriteria hasil :

1. Anak mampu melakukan kebiasaan sesuai dengan umur.

2. Kemampuan kognitif anak sesuai dengn usia tumbuh kembang.

3. Kemampuan motorik anak sesuai dengan usia tumbuh kembang.

Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

A. Parent Education : Adolescent

1)      Tanyakan pada orang tua tentang karakteristik anak.

2)      Diskusikan pola asuh yang biasa dilakukan pada anak.

Page 18: Syndrome Nephrotic pada anak

3)      Monitor perasaan orang tua terhadap anak.

4)      Ajarkan pada orang tua tentang metode komunikasi yang tepat pada anak sesuai

dengan karakteristik anak.

B. Developmental Enhancement : Adolescent

1)      Informasikan pada orang tua tentang perkembangan anak yang seharusnya telah

dipenuhi.

2)      Jelaskan pada orang tua tentang perkembangan yang belum terpenuhi.

3)      Rencanakan untuk kegiatan stimulus perkembangan anak.

9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hospitalisasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, gangguan pola tidur

teratasi dengan kriteria hasil :

1. Klien mengatakan dapat tidur dengan nyenyak.

2. Klien tampak segar dan tidak mengantuk.

Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Sleep Enhancement

1. Kaji kebiasaan tidur klien selama di rumah.

2. Kaji penyebab klien susah tidur.

3. Modifikasi lingkungan yang nyaman agar klien bisa tidur nyenyak.

4. Batasi pengunjung saat jam klien istirahat.

5. Anjurkan keluarga untuk mengingatkan klien saat waktu tidur.

10. Penurunan koping keluarga berhubungan dengan krisis situasional yang dapat

dihadapi orang yang penting bagi klien

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, koping

keluarga meningkat dengan kriteria hasil :

Page 19: Syndrome Nephrotic pada anak

1. Keluarga mengungkapkan kesiapan dalam perawatan anak.

2. Keluarga menemukan solusi untuk pemcahan masalah yang sedang

dialami.

3. Keluarga kooperatif dalam perawatan.

Intervensi keperawatan yang dilakukan sebagai berikut :

E. Counseling

1)      Dorong keluarga untuk mengungkapkan perasaan yang sedang dialami.

2)      Gunakan teknik komunikasi terapeutik.

F. Family Therapy

1)      Kaji sumber kekuatan keluarga.

2)      Kaji persepsi setiap keluarga tentang kondisi yang dialami oleh klien.

3)      Fasilitasi keluarga untuk diskusi.

4)      Berikan informasi mengenai kondisi klien dan tindakan perawatan yang akan

dilakukan.

G. Bantu keluarga untuk mencari solusi.

1. Emotional Support

1)      Berikan dukungan emosional pada keluarga dengan memberikan motivasi untuk

kooperatif dalam tindakan perawatan.

2)      Informasikan kepada keluarga tentang perkembangan kondisi klien.

 

Page 20: Syndrome Nephrotic pada anak

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Nephrotic Syndrome adalah merupakan kumpulan gejala yang disebabkan

oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik;

proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema. (Suriadi,

2006)

Sindroma nefrotik adalah suatu sindroma yang ditandai dengan proteinuria,

hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya

faktor yang menyebabkan premeabilitas glomerulus. (Hidayat, A.Aziz, 2006)

Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini

dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi.

Umumnya etiologi dibagi menjadi :

1.         Sindrom nefrotik bawaan

2.         Sindrom nefrotik sekunder

3.         Sindrom nefrotik idiopatik

4.         Glomerulosklerosis fokal segmental

B. SARAN

a. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama

mahasiswa keperawatan

b. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa

keperawatan.

c. Semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi dan

forum terbuka.

Page 21: Syndrome Nephrotic pada anak

DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC

2. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : Media

Aesculapius

3. Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.

4. Surjadi dan Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Ed. 2. Jakarta :

Sugeng Seto

5. Wong, Donna L. 2006.  Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Ed. 6. Jakarta : EGC.

6. Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental  Keperawatan :

Konsep, Proses dan Praktis Volume 2. EGC :Jakarta

7. Doengoes, Marilynn E. 2000.  Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk

Perencanaan Dan  Pendekumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.

8. NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications

2012-2014. Jakarta : EGC

9. Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012.

Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby Elsavier.

10.  Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St.

Louis ,Missouri ; Mosby.

Page 22: Syndrome Nephrotic pada anak

MAKALAH TUGAS INDIVIDU

SINDROM NEPROTIK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Anak

Desi Candra Dewi P. 17420113007

PRODI KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2015

Page 23: Syndrome Nephrotic pada anak