down syndrome di masyarakat kelahiran di amerika serikat. meskipun wanita berusia berapapun bisa...
TRANSCRIPT
Peran Organisasi Sosial dalam Kasus Penerimaan Anak
Down Syndrome di Masyarakat
Studi kasus: Di Rumah Ceria Anak Down Syndrome (RCDS) Jakarta Selatan
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.sos)
Oleh:
Nanik Handayani
1113111000038
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439 H
v
Abstrak
Skripsi ini mengkaji mengenai Peran Organisasi Sosial terhadap
Penerimaan Anak Down Syndrome di Masyarakat Studi Kasus: Di Rumah Ceria
Anak Down Syndrome Jakarta Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa
bagaimana peran organisasi sosial POTADS terhadap kasus penerimaan anak
Down Syndrome di masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendeketan kualitatif
dengan teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara langsung.
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah para pengurus, anggota, serta
masyarakat yang terlibat pada kegiatan organisasi POTADS. Kemudian, peneliti
ingin mengetahui peran organisasi POTADS dalam melihat permasalahan
penerimaan anak Down Syndrome di masyarakat ini dianalisa dengan
menggunakan kerangka teoritis.
Kerangka teoritis yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori Pertukaran
Sosial yang dicetuskan oleh Peter M Blau. Dari hasil analisa dengan
menggunakan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kasus penerimaan anak
Down Syndrome di lingkungan keluarga maupun masyarakat dapat diatasi dengan
program-program, norma dan nilai yang ada di organisasi POTADS. Peran yang
dijalankan oleh organisasi POTADS dapat membantu para orang tua menghadapi
permasalahannya. Di mana semenjak bergabung di organisasi POTADS para
orang tua mendapatkan keuntungan seperti hal nya teman dan keluarga baru yang
merasakan hal yang sama, membuat para orang tua tidak lagi merasa sendiri,
mendapatkan informasi-informasi tentang anak Down Syndrome, mendapatkan
dukungan satu sama lain dari para orang tua lainnya, saling menguatkan,
mendapatkan cinta dan kasih sayang, serta mendapatkan apresiasi dari apa yang
dilakukan oleh anak mereka yang Down Syndrome sehingga, hal tersebut
membuat para orang tua perlahan-lahan menerima kehadiran anaknya. Walaupun
kasus penerimaan ini belum sepenuhnya berjalan dengan baik, namun organisasi
POTADS akan terus berusaha membantu untuk melakukan sosialisasi kepada
masyarakat tentang anak Down Syndrome agar diterima kehadirannya di
lingkungan keluarga maupun masyarakat.
Kata Kunci: Peran Organisasi, Pertukaran Sosial, Down Syndrome
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah
SWT, Sholawat serta salam peneliti curahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, yang telah memberikan hikmah, karunia, dan hidayah sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selama proses penulisan hingga
akhirnya terselesaikan skripsi ini, peneliti dipertemukan dengan orang-orang yang
menginspirasi yang berjasa besar selama penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Peran Organisasi Sosial dalam Kasus Penerimaan
Anak Down Syndrome di Masyarakat” Oleh karena itu, atas segalanya penulis
ucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Zulkifli, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si, selaku Ketua Prodi Sosiologi yang telah
memberi saran dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
3. Dr. Joharotul Jamilah, M.Si, selaku Sekertaris Prodi Sosiologi
sekaligus sebagai dosen pembimbing yang sangat membantu peneliti
dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas doa, pengertian,
waktu dan ilmunya dalam membimbing dan memotivasi peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini yang telah membantu dan melancarkan
skripsi ini.
4. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya Prodi
Sosiologi, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pembelajaran
berharganya.
5. Kedua orang tua tercinta, Bapak Sarimin dan Ibu Yuniarti, serta adik
peneliti, Chairul Akhdan tiada henti mendoakan dan memberikan
semangat tenaga dan pikiran kepada penulis dalam menyelesaikan
tugas akhir skripsi ini.
vii
6. Kepada seluruh pengurus dan anggota Organisasi POTADS sebagai
informan yang membantu memberiksn informasi untuk kelancaran
skripsi yang peneliti buat.
7. Sahabat peneliti yaitu HMN, Ilham, Ubay, Adi, Monji, Rizaldi, Dhana,
Nisa, Lukman, Yasser, Inu, terimakasih atas segala dukungan dan
memotivasi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini
8. Kepada keluarga besar Sosiologi A Tahun 2013 serta kakak senior kak
Wahyu dan kak Ara yang memberi dukungan selama proses penulisan
skripsi.
9. Ilham Ramadhan, yang setia mendoakan, membantu, dan manjadi
inspirasi penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
Demikianlah ucapan terima kasih, semoga segala bantuan dan
dukungannya mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Maka dengan ini
penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi. Semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Jakarta, 13 Oktober 2017
Peneliti,
Nanik Handayani
NIM. 1113111000038
viii
DAFTAR ISI
Abstrak .................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Pernyataan Masalah ..................................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 7
E. Kerangka Teoritis ....................................................................................... 13
F. Metode Penelitian....................................................................................... 21
G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 27
BAB II GAMBARAN UMUM ............................................................................. 29
A. Sejarah Terbentuknya POTADS (Persatuan Orang tua Anak Down
Syndrome) ............................................................................................................. 29
B. Pengertian POTADS .................................................................................. 31
C. Visi dan Misi Organisasi Persatuan Orang tua Anak Down Syndrome
Jakarta (POTADS) ................................................................................................ 32
D. Lambang Organisasi POTADS .................................................................. 35
E. Struktur Organisasi POTADS Jakarta ........................................................ 36
F. Gambaran Umum Anggota Anak Down Syndrome POTADS Jakarta ...... 41
G. Profil Data Pengajar di RCDS (Rumah Ceria Down Syndrome) ............... 43
H. Program-Program Organisasi POTADS .................................................... 44
BAB III TEMUAN DAN ANALISIS .................................................................. 46
A. Peran Organisasi POTADS terhadap Kasus Penerimaan Anak Down
Syndrome di Masyarakat ....................................................................................... 46
1. Realisasi Program POTADS ............................................................................. 48
ix
2. Tanggapan Anggota POTADS .......................................................................... 55
B. PROSES SOSIALISASI PENERIMAAN ANAK DOWN SYNDROME DI
MASYARAKAT .................................................................................................. 64
1. Harapan terhadap Organisasi POTADS ............................................................ 70
C. PERTUKARAN SOSIAL DALAM ORGANISASI POTADS ................ 73
1. Keuntungan Instrinsik (seperti cinta, afeksi, dan penghargaan) ....................... 76
2. Keuntungan Ekstrinsik (seperti uang atau barang-barang material lainnya)..... 80
3. Norma dan Nilai yang Ada di dalam Pertukaran Sosial ................................... 83
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................... 86
A. Kesimpulan ................................................................................................ 86
B. Saran ........................................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 91
x
DAFTAR TABEL
Tabel I.A.I Daftar Tinjauan Pustaka ..................................................................... 13
Tabel II.A.1 Data Informan ................................................................................... 24
Tabel I.B.1 Jumlah Anggota Anak Down Syndrome Berdasarkan Jenis Kelamin41
Tabel II.B.1 Jumlah Anggota Anak Down Syndrome Berdasarkan Rentang Usia 42
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.B.I Lambang Organisasi POTADS ....................................................... 35
GAMBAR II.1 LOKASI RCDS ........................................................................... 37
Gambar III.1 Struktur Kepengurusan Organisasi POTADS ................................. 38
Gambar I.2 Kegiatan Latihan Djembe .................................................................. 47
Gambar II.2 Sambutan oleh Anak Down Syndrome ............................................. 63
Gambar III.2 Suasana Sosialisasi di Posyandu ..................................................... 68
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Permasalahan penyandang disabilitas di Indonesia merupakan
permasalahan yang cukup besar. Tidak jarang penyandang disabilitas sering
mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari masyarakat yang beranggapan
bahwa kehadiran penyandang disabilitas hanya sebagai benalu atau orang
yang tidak berguna di keluarga maupun di masyarakat sekitar. Ada berbagai
jenis penyandang disabilitas di Indonesia yang masih tidak diterima
kehadirannya di keluarga maupun masyarakat salah satunya adalah para
penyandang Down Syndrome atau lebih dikenal dengan anak Down Syndrome,
yang saat ini jumlahnya setiap tahun meningkat. Di Indonesia sendiri,
diperkirakan jumlahnya ada lebih dari 300.000 kasus (3.75%) yang diperoleh
dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Sedangkan, diketahui dari data yang
dimiliki Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome (POTADS) jumlahnya
mencapai kurang lebih 600 anak yang bergabung berasal dari berbagai daerah.
Down Syndrome adalah bentuk retardasi mental bawaan yang paling
umum, yang disebabkan oleh abnormalitas kromosom dan terjadi pada 1 dari
700 kelahiran di Amerika Serikat. Meskipun wanita berusia berapapun bisa
melahirkan anak pengidap Down Syndrome, namun resiko ini meningkat
secara tajam bagi seorang ibu yang berusia mencapai 35 tahun keatas
(Agustyawati dan Solicha 2009:145). Down Syndrome adalah suatu masalah
keterbelakangan mental seperti ketidaksempurnaan bentuk fisik manusia yang
2
normal dan keterlambatan tumbuh kembang anak. Mereka yang mengidap
kelainan rata-rata memiliki wajah atau bentuk tubuh yang berbeda dengan
orang normal pada umumnya.
Masalah keterbelakangan mental seperti yang diungkapkan oleh
Budhiman di dalam tulisan jurnal Hendriani dkk, memang perlu mendapatkan
perhatian mengingat sejumlah tulisan sejak periode tahun 1981 telah
mengemukakan bahwa keterbelakangan atau retardasi mental merupakan
masalah yang cukup besar di Indonesia. Terlepas dari bagaimanapun kondisi
yang dialami, pada dasarnya setiap orang memiliki hak yang sama untuk
memperoleh kebahagian dalam hidupnya. Setiap orang berhak tumbuh dan
berkembang dalam lingkungan yang kondusif dan suportif, termasuk bagi
mereka yang mengalami keterbelakangan mental, tetapi pada realita yang
terjadi tidaklah selalu demikian. Di banyak tempat, baik secara langsung
maupun tidak langsung, mereka yang berkebutuhan khusus ini cenderung
“disisihkan” dari lingkungannya. Penolakan kepada mereka tidak hanya
dilakukan oleh masyarakat yang ada di sekitar tempat tinggalnya saja, tetapi
banyak kehadiran mereka pun tidak diterima dalam lingkungan keluarganya
sendiri (Hendriani et al. 2006:Vol 08).
Respon negatif yang diberikan lingkungan kepada anak Down
Syndrome juga menjadi masalah yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-
hari yang merupakan salah satu kekhawatiran orang tua. Sama halnya dengan
pendapat Mangunsong di dalam tulisan jurnal hendriani yang menyatakan
bahwa, umumnya sumber keprihatinan orang tua berasal dari perlakuan
3
negatif masyarakat normal terhadap anaknya yang cacat. Seorang ibu yang
memiliki anak Down Syndrome, bahkan sering mendapat pandangan negatif
dan ejekan dari masyarakat sekitar terkait dengan keterbatasan yang dimiliki
anaknya. Mangunsong mengatakan bahwa orang tua akan dengan mudah
mendapatkan kritik dari orang lain tentang masalah mereka dalam menghadapi
kondisi anak, selain itu orang tua juga sering menanggung beban dari respon
negatif yang diberikan oleh masyarakat (Ghoniyah dan Savira, 2015: Vol 03).
Tidak hanya disisihkan dan mendapat respon negatif oleh masyarakat saja,
tetapi orang tua anak Down Syndrome juga mendapatkan penolakan atau
adanya diskriminasi dalam hal pendidikan maupun kesehatan. Terlihat dari
sekolah-sekolah yang dikhususkannya bagi mereka yang berkebutuhan khusus
dan dibedakan dengan anak normal lainnya.
Menurut Organisasi POTADS (Persatuan Orang Tua Anak Down
Syndrome) kelainan anak atau abnormalitas tidak hanya dapat didekati dari
pendekatan medis. Kelainan tersebut memiliki dimensi sosiologis atau
kemasyarakatan dan juga dimensi psikologis atau kejiwaan. Dengan kata lain
kelainan fisik terhadap penderita Down Syndrome berkaitan erat dengan
penerimaan masyarakat atau Negara dan juga berkaitan dengan kesiapan orang
tua yang memiliki anak penderita Down Syndrome (Sumber data Organisasi
POTADS).
Organisasi merupakan suatu kesatuan orang-orang yang tersusun
secara teratur dengan pembagian-pembagian tugas tertentu. Sedangkan sosial
berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan interaksi manusia di dalam
4
masyarakat. Organisasi sosial merupakan suatu susunan atau struktur dari
berbagai hubungan antar manusia yang terjadi dalam masyarakat, di mana
hubungan tersebut merupakan suatu kesatuan yang teratur (Soelaeman,
1987:115).
Secara luas organisasi sosial diartikan sebagai jaringan tingkah laku
manusia dalam ruang lingkup yang kompleks pada setiap masyarakat.
Sedangkan dalam arti sempit organisasi sosial dimaksudkan sebagai tingkah
laku seseorang dalam kelompok-kelompok kecil, seperti keluarga, sekolah,
dan sebagainya. Secara ringkas organisasi sosial dapat didefinisikan sebagai
suatu rangkaian pelapisan terstruktur hubungan antar manusia yang saling
ketergantungan (Soelaeman, 1987:115).
Terbentuknya suatu organisasi sosial, pada mulanya karena adanya
desakan minat dan kepentingan individu-individu dalam masyarakat.
Kepentingan-kepentingan itu tidak disalurkan melalui bentuk lembaga-
lembaga sosial melainkan disalurkan melalui bentuk persekutuan manusia
yang relatif lebih teratur dan normal (Soelaeman, 1987:115). Seperti yang
dijelaskan oleh Organisasi POTADS sebelumnya, kelainan fisik penderita
Down Syndrome berkaitan erat dengan penerimaannya di dalam masyarakat,
keluarga maupun Negara.
Beberapa kasus tersebut diketahui masih banyak terjadi di lingkungan
masyarakat yang tidak bisa menerima kehadiran anak Down Syndrome. Tidak
jarang masyarakat yang menjauh, memandang secara berlebihan dan merasa
takut jika berhadapan langsung dengan anak Down Syndrome. Penolakan
5
dalam hal pendidikan dan kesehatan selalu terjadi di beberapa tempat. Hal ini
karena masih banyak masyarakat yang beranggapan anak Down Syndrome
adalah anak idiot yang tidak berguna dan tidak sama dengan anak normal
lainnya.
Penelitian ini sangat menarik bagi peneliti, karena peneliti mengetahui
masih ada keluarga yang tidak bisa menerima kehadiran anak Down
Syndrome. Begitupun, masyarakat yang masih merasa takut, yang secara
langsung maupun tidak langsung menolak kehadiran dan menghindari anak
Down Syndrome. Dari kasus tersebut peneliti mengetahui adanya organisasi
sosial yang menaungi permasalahan tersebut, yaitu Organisasi Persatuan
Orang tua Anak Down Syndrome (POTADS).
Organisasi POTADS ini memiliki beberapa kegiatan seperti kegiatan
jalan sehat Down Syndrome yang diadakan di tempat-tempat keramaian yaitu
acara Car Free Day (CFD) yang bertujuan untuk menunjukkan keberadaan
anak Down Syndrome dan memberikan pesan penting tentang perhatian
kesetaraan tumbuh kembang anak seperti anak normal lainnya (Car Free Day,
diakses dari POTADS.or.id/news/car-free-day). Tidak hanya itu keberadaan
organisasi POTADS ini juga bertujuan sebagai wadah informasi dan tempat
pembelajaran bagi para Orang tua untuk dapat mendampingi anak Down
Syndrome hingga dapat mandiri (Benedikta Desindria, “POTADS Ajak Orang
tua Terus Bimbing Anak Down Syndrom” akses melalui
http://m.liputan6.com/health/read/2194984/POTADS-ajak-orang tua-terus-
bimbing-anak-dengan-down-syndrom). Dari beberapa kegiatan dan peran
6
Organisasi POTADS tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih mendalam dan
secara lengkap “Bagaimana peran organisasi sosial terhadap kasus penerimaan
anak Down Syndrome di masyarakat?”
B. Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan yang ingin peneliti tanyakan yang berkaitan
dengan permasalahan tersebut adalah:
1. Bagaimana peran POTADS dalam kasus penerimaan anak Down
Syndrome di masyarakat?
2. Bagaimana proses sosialisasi yang sudah dilakukan oleh POTADS dalam
kasus penerimaan kehadiran anak Down Syndrome di masyarakat?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mendeskripsikan peran POTADS terhadap kasus penerimaan anak
Down Syndrome di masyarakat.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses sosialisasi yang telah dilakukan oleh
POTADS dalam kasus penerimaan kehadiran anak Down Syndrome di
masyarakat.
Manfaat:
Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi
terhadap kajian Sosiologi Organisasi dan sebagai referensi baru yang terkait
dengan peran organisasi sosial terhadap penerimaan anak Down Syndrome di
masyarakat.
7
Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk lebih memperkenalkan
Organisasi POTADS (Persatuan Orang tua Anak dengan Down Syndrome)
yang menaungi penderita Down Syndrome agar dapat lebih diterima
kehadirannya di lingkungan keluarga maupun masyarakat.
D. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan penerimaan
anak Down Syndrome. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah membaca
beberapa referensi yang terkait dengan masalah penerimaan penderita anak
Down Syndrome.
Pertama, penelitian ini dilakukan oleh Wiwin Hendriani, Ratih
Handariyati, dan Tirta Malia Sakti yang berjudul Penerimaan Keluarga
Terhadap Individu yang Mengalami Keterbelakangan Mental. Tujuan
penelitian ini adalah untuk peneliti juga memandang perlunya research action
untuk mengubah persepsi dan sikap keluarga-keluarga yang masih belum
mampu menerima keberadaan anggotanya yang mengalami keterbelakangan
mental tersebut sehingga optimalisasi perkembangan dapat diupayakan dengan
lebih efektif.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan metode
studi kasus. Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa terdapat
pada keluarga yang menjadi subjek penelitian, 2 keluarga (H dan D)
menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak menerima kondisi individu yang
mengalami keterbelakangan mental, dan 1 keluarga (N) menunjukkan sikap
dan perilaku yang menerima kondisi keterbelakangan mental. Penerimaan
8
terhadap individu yang mengalami keterbelakangan mental memiliki
keterkaitan dengan beberapa faktor, yaitu: (1) Hubungan/interaksi antar
anggota keluarga; (2) Ada tidaknya informasi tentang kondisi calon anak; (3)
Ada tidaknya pemahaman tentang keterbelakangan mental; (4) Ada tidaknya
kesiapan menghadapi kondisi calon anak; dan (5) Persepsi terhadap individu
yang mengalami keterbelakangan mental. Terlihat dalam penelitian ini bahwa
sulit bagi Orang tua menerima kehadiran anak Down Syndrome di dalam
lingkungan keluarganya. Tidak hanya itu perlakuan yang didapatkan juga
tidak sesuai dengan harapan (Hendriani et al. 2006:Vol 08).
Kedua, Skripsi dari Maharani Afriana Legita Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik jurusan Antropologi yang berjudul Pengasuhan Anak Down
Syndrome dalam Keluarga: Suatu Upaya Mempersiapkan Anak Down
Syndrome untuk dapat Mandiri dan Mampu Berinteraksi dengan Masyarakat.
Penelitian ini mengkaji pengasuhan anak penyandang cacat mental
Down Syndrome dalam keluarga. Kondisi fisik dan mental anak Down
Syndrome yang berbeda dengan anak normal lainnya mengakibatkan Orang
tua mengalami kesulitan dalam mengasuh anak-anak ini. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa para informan dalam penelitian ini melalui tahap reaksi
penolakan dan dukacita sebelum pada akhirnya mencapai tahap menerima
keadaan anaknya yang menyandang cacat mental. Setelah mencapai tahap
penerimaan, para informan memilki harapan pada anak penyandang Down
Syndrome ini, yaitu harapan agar anak mereka dapat mandiri dan mampu
berinteraksi dengan masyarakat. Untuk mewujudkan harapan tersebut, para
9
informan melakukan upaya mengajarkan kemandirian dan menanamkan nilai-
nilai tertentu sebagai bekal anak-anak Down Syndrome berinteraksi dengan
masyarakat (Legita, 2002).
Ketiga, adalah jurnal dengan judul Peran serta Orang Tua dan
Masyarakat untuk Mengurangi Stres Orang Tua yang Memiliki Anak
penderita Down Synjdrome yang di tulis oleh Ummu Rosida dari Fakultas
Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor jurusan Ilmu Keluarga dan
Konsumen.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan anak Down
Syndrome menjadi masalah besar ketika orang tua tidak dapat menerima
mereka sebagai anak pada umumnya. Orang tua cenderung malu dengan
memiliki anak Down Syndrome karena dianggap kurang berdaya dan tidak
berguna bagi masyarakat. Hal ini tentunya akan membuat anak Down
Syndrome mengalami keterpurukan dalam tahap perkembangannya. Untuk
mencegahnya, orang tua sebaiknya memberikan perawatan dan pengasuhan
khusus untuk anak mereka yaitu dengn menerapkan pola asuh demokratis
yang telah disesuaikan dengan keadaan anak serta melakukan perawatan baik
secara medis maupun non medis.
Diperlukan kesadaran yang tinggi bagi masyarakat untuk dapat
mengubah persepsinya bahwa anak Down Syndrome adalah anak yang tidak
berguna dan merepotkan orang lain, karena banyak fakta yang menunjukkan
bahwa anak-anak Down Syndrome dapat berprestasi di tingkat nasional
ataupun internasional yang membanggakan bagi masyarakat luas khusunya
10
bagi negara Indonesia. Anak Down Syndrome bukanlah anak yang tidak
berguna karena setiap anak mempunyai kecerdasan dan kemampuan yang
berbeda-beda sesuai dengan Teori Multiple Intelligent. Demikian juga yang
terjadi pada anak Down Syndrome, mereka memiliki kemampuan intelektual
yang sangat kurang, akan tetapi hal ini tidak membuat anak Down Syndrome
berhenti berkarya bagi bangsa. Pandangan positif dari masyarakat mengenai
anak Down Syndrome anak menurunkan tingkat stres orang tua yang tidak
mampu menerima keadaan anaknya. Untuk mengurangi stres orang tua dapat
melakukan strategi koping berupa membuat suatu komunitas orang tua peduli
Down Syndrome, pemberian informasi mengenai anak Down Syndrome,
menjadi orang tua (ibu) yang memiliki pekerjaan yang menyenangkan dan
pengobatan. Strategi koping akan menjadi lebih ringan manakala didukung
oleh pemerintah yang diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada orang
tua mengenai penanganan anak Down Syndrome dan pemberian fasilitas
khusus seperti terapi atau konsultasi dengan ahli kejiwaan dengan biaya
terjangkau. Selain itu, diperlukan pula pencegahan secara preventif yaitu
dengan memeriksakan kehamilan secara rutin agar mengetahui pertumbuhan
janin dengan baik, tidak mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka waktu lama
serta mempertimbangkan usia ibu saat hamil. (Rosida et al. 2010)
Keempat, skripsi dari Shabrina Dwi Pitarini Putri Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi Jurusan Kesejahteraan Sosial yang berjudul Dukungan
Sosial Organisas Persatuan Orang tua dengan Anak Down Syndrome
(POTADS) Kepada Orang Tua Anak Down Syndrome. Dalam skripsi ini
11
terkait dengan organisasi POTADS yang nantinya sebagai studi kasus yang
ingin peneliti ketahui. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik
pengumpulan data penulis melakukan wawancara, observasi dan dokumentasi.
Teknik pemilihan informan yang peneliti gunakan ialah purposive sampling
dan snowball di mana penulis menunjuk ketua POTADS terlebih dahulu untuk
dapat memberikan informasi yang peneliti butuhkan.
Penelitian ini menjelaskan Organisasi POTADS terbentuk berawal dari
orang tua anak Down Syndrome yang berdiskusi sambil menunggu anak yang
mengikuti terapi di Klinik Khusus Tumbuh Kembang Anak (KKTK) Rumah
Sakit Harapan Kita. Kemudian pada tahun 1997 berlanjut sering mengadakan
pertemuan-pertemuan dengan mendatangkan pembicara yaitu dokter dari
lingkup RS Harapan Kita, 3 wanita yang memiliki anak Down Syndrome
sepakat membuat suatu perkumpulan dengan nama Persatuan Orang tua Anak
Down Syndrome (POTADS). Sebagai Ketua Aryati Supriono, Sekretaris Noni
Fadhilah dan Bendahara Ellya Goestiani. Kemudian perkumpulan ini disahkan
menjadi Organisasi POTADS oleh Notaris pada tanggal 28 Juli 2003. Atas
kesadaran, kesediaan, keterbukaan dan merasakan harus membantu dan
mensosialisaskan tentang Down Syndrome, para sahabat POTADS di daerah
bersedia menjadi pengurus dan membuka cabang di daerah dengan nama
Pusat Informasi dan Kegiatan POTADS (PIK POTADS). (Putri, 2014)
Dari beberapa tinjauan pustaka yang telah dijelaskan, yang Pertama,
fokus kajiannya menjelaskan tentang penerimaan anak Down Syndrome di
lingkungan keluarga. Sedangkan, skripsi yang ingin peneliti buat adalah
12
bagaimana peran dari organisasi POTADS terhadap penerimaan anak Down
Syndrome di lingkungan masyarakatnya. Kedua, tentang pola asuh anak Down
Syndrome agar dapat berinteraksi dengan masyarakat. Sedangkan, penelitian
yang ingin peneliti lakukan adalah bagaimana peran dari sebuah organisasi
sosial agar anak Down Syndrome dapat diterima dalam masyarakat. Ketiga,
yaitu tentang peran orang tua dan masyarakat untuk mengurangi tingkat stres
kepada orang tua. Sedangkan penelitian yang ingin peneliti lakukan
bagaimana peran organisasi sosial agar orang tua dan masyarakat dapat
menerima kehadiran anak Down Syndrome secara baik dan
memperlakukannya sama seperti anak lainnya. Keempat, fokus pada dukungan
sosial terhadap organisasi POTADS. Perbedaan penelitian kelima dengan
penelitian yang peneliti lakukan adalah mencari tahu bagaimana peran
oraganisasi POTADS tersebut agar anak Down Syndrome dapat diterima di
lingkungan masyarakatnya.
Pada intinya walaupun ada beberapa persamaan seperti halnya tentang
kasus penerimaan anak Down Syndrome tetapi penelitian yang ingin peneliti
lakukan berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, seperti
perbedaan yang terdapat pada teori, studi kasus, serta pendekatan yang
digunakan. Dalam penelitian kali ini hasilnya peneliti akan mendeskripsikan
dan menganalisis peran organisasi sosial dalam kasus penerimaan anak Down
Syndrome di masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi
dengan landasan teori Pertukaran Sosial dari Peter M Blau dan juga
menggunakan konsep organisasi sosial.
13
Tabel I.A.I Daftar Tinjauan Pustaka
Matriks Tinjauan Pustaka:
No Penulis Fokus Kajian Teori Temuan
1 Wiwin
Hendriani,
Ratih
Handariyat
i, dan Tirta
Malia
Sakti
Penerimaan
Keluarga Terhadap
Individu yang
Mengalami
Keterbelakangan
Mental
Teori Pola
Interaksi,
Hunt dan
Marshall
Terdapat 2 keluarga
yang menunjukkan
sikap tidak menerima
kehadiran anak
keterbelakangan mental
Terdapat 1 keluarga
yang menerima anak
keterbelakangan mental.
2 Maharani
Afriana
Legita
Pengasuhan anak
Down Syndrome
dalam keluarga:
Suatu upaya
mempersiapkan
anak Down
Syndrome untuk
dapat mandiri dan
mampu berinteraksi
dengan Masyarakat.
Teori
Sosialisasi,
Talcott
Parson.
Para informan pada
awalya mengalami sikap
penolakan dan dukacita
sebelum pada akhirnya
menerima keadaan
anaknya yang cacat
mental. Berharap
anaknya dapat mandiri
dan mampu berinteraksi
di masyarakat.
3 Ummu
Rosida
Peran serta orang
tua dan masyarakat
untuk mengurangi
stres orang tua yang
memiliki anak
penderita Down
Syndrome.
Diperlukan kesadaran
yang tinggi bagi
masyarakat untuk dapat
mengubah persepsinya
yang negatif agar anak
Down Syndrome dapat
diterima oleh
masyarakat dengan
menunjukkan prestasi
yang dimiliki.
4 Shabrina
Dwi
Pitarini
Putri
Dukungan Sosial
Organisasi
Persatuan Orang
tua dengan Anak
Down Syndrome
(POTADS) kepada
Orang tuan Anak
Down Syndrome.
Teori
Dukungan
Sosial,
Cohen dan
Smet.
Dibutuhkannya
dukungan sosial
terhadap organsiasi
POTADS ini agar tetap
bertahan dan membantu
tumbuh kembang anak
Down Syndrome.
E. Kerangka Teoritis
1. Teori Pertukaran Peter M. Blau
14
Blau bermaksud menganalisis struktur sosial yang lebih kompleks,
melebihi Homans yang memusatkan perhatian kepada bentuk-bentuk sosial yang
mendasar. Homans sudah puas bekerja di tingkat prilaku, tetapi menurut Blau
pekerjaan seperti itu hanyalah sebagai alat saja untuk mencapai tujuan lebih besar:
“Tujuan utama sosiologi yang memperlajari interaksi tatap muka adalah untuk
meletakkan landasan guna memahami struktur sosial yang mengembangkan dan
menimbulkan kekuatan sosial yang menandai perkembangannya itu” (Ritzer dan
Goodman, 2004:368).
Blau memusatkan perhatian pada proses pertukaran yang menurutnya
mengatur kebanyakan prilaku manusia dan melandasi hubungan antar individu
maupun antar kelompok. Blau membayangkan empat langkah berurutan, mulai
dari pertukaran antara pribadi ke struktur sosial hingga keperubahan sosial:
Langkah 1: pertukaran atau transaksi antar individu yang meningkat ke …
Langkah 2: Diferensiasi status dan kekuasaan yang mengarah ke …
Langkah 3: Legitimasi dan pengorganisasian yang menyebarkan bibit dari …
Langkah 4: Oposisi dan perubahan.
Mikro ke Makro. Di tingkat individual, Blau dan Homans tertarik pada
proses yang sama. Tetapi, konsep pertukaran sosial Blau terbatas pada tindakan
yang bergantung pada reaksi pemberian hadiah dari orang lain. Tindakan yang
15
segera berhenti bila reaksi yang diharapkan tidak kunjung datang. Orang saling
tertarik karena berbagai alasan yang membujuk untuk membangun kelompok
sosial. Setelah kelompok sosial itu dibentuk , hadiah yang saling mereka berikan
akan membnatu mempertahankan dan meningkatkan ikatan. Hadiah yang
dipertukarkan dapat berupa sesuatu yang bersifat intrinsik seperti cinta, kasih
sayang, dan rasa hormat, atau yang bernilai ekstrinsik seperti uang dan tenaga dan
tenaga kerja fisik. Orang yang terlibat dalam ikatan kelompok tidak selalu
mendapatkan hadiah yang setara oleh karena itu akan menimbulkan perbedaan
kekuasaan dalam kelompok (Ritzer dan Goodman, 2004:369).
Pendapat Blau dalam buku Ritzer sesuai seperti kasus yang ingin peneliti
lakukan bahwa peneliti mengetahui individu-individu yang bergabung di dalam
organisasi POTADS bergabung karena ingin mendapatkan keuntungan dari
interaksi-interaksi yang dilakukan di dalam organisasi tersebut. keuntungannya
berupa informasi-informasi tentang tumbuh kembang anak Down Syndrome.
Bila satu orang tidak dapat sesuatu dari orang lain, maka akan tersedia
empat kemungkinan. Pertama, orang itu akan memaksas orang lain untuk
membantunya. Kedua, orang itu akan mencari sumber lain untuk memenuhi
kebutuhannya. Ketiga, orang itu akan mencoba terus bergaul dengan baik tanpa
mengharapkan apapun dari orang lain. Keempat, orang itu akan menundukkan diri
terhadap orang lain dengan demikian memberikan orang lain it dengan
penghargaan yang sama (Ritzer dan Goodman, 2004:369).
16
Hingga di sini pendapat Blau sama dengan Homans, tetapi Blau teorinya
meluas sampai ketingkat fakta sosial. Contoh ia mengatakan bahwa kita tak bisa
menganalisis interaksi sosial terpisah dari struktur sosial yang melingkunginya.
Struktur sosial ini muncul dari interaksi sosial, tetapi setelah muncul struktur
sosial terpisah keberadaannya dan mempengaruhi proses interaksi (Ritzer dan
Goodman, 2004:369-370).
Interaksi sosial mula-mula terjadi di dalam kelompok sosial. Individu
tertarik pada satu kelompok tertentu karena merasa bahwa saling berhubungan
menawarkan hadiah lebih bnayak daripada ditawarkan kelompok lain. Karena
tertarik dalam satu kelompok tertentu, mereka ingin diterima, mereka harus
menawarkan hadiah kepada anggota kelompok yang lain. Upaya pendatang baru
untuk mengesankan anggota kelompok umumnya menimbulkan persatuan
kelompok, tetapi persaingan, dan akhirnya diferensiasi sosial akan terjadi jika
terlalu banyak orang memberikan kesan. Orang yang memberikan hadiah terbaik,
paling besar peluangnya untuk menempati posisi pemimpin. Diferensiasi tak
terelakan dalam kehidupan kelompok sehingga menjadi pemimpin dan pengikut
menimbulkan kebutuhan baru sebagai intergrasi . segera setelah mereka
mengakui status pemimpin, kebutuhan pengikut akan integrasi semakin besar.
(Ritzer dan Goodman, 2004:370).
Semua uraian tersebut mengingatkan kepada bahasan Homans tentang
teori pertukaran. Namun, Blau bergerak pada tingkat kemasyarkatan dan
membedakan antara dua jenis organisasi sosial. Organisasi jenis pertama proses
17
dari pertukaran dan persaingan. Organisasi kedua tak muncul begitu saja tetapi
dengan sengaja didirikan untuk mendapatkan keuntungan. Dalam mengamati
organisasi sosial ini, Blau memusatkan perhatian kepada sub kelompok yang
terdapat di dalamnya. Ia menyatakan bahwa kelompok pemimpin dan oposisi ada
di dalam kedua jenis organisasi tersebut. kedua kelompok itu lahir dari proses
interaksi. Pada jenis organisasi kedua, kelompok pemimpin dan oposisi di bangun
di dalma struktur organisasi (Ritzer dan Goodman, 2004:371).
Dengan bergerak melampaui bentuk prilaku mendasar seperti Homans
dan masuk dalam struktur sosial yang kompleks, Blau harus menyadari bahwa ia
harus menyesesuaikan teori pertukaran ke tingkat kemasyarkatan. Ia mengakui
perbedaan enensial antara kelompok kecil dengan kehidupan kolektif luas (Ritzer
dan Goodman, 2004:371).
Norma dan Nilai. Menrut Blau, mekanisme yang menengahi antara
struktur sosial yang kompleks itu adalah norma dan nilai yang ada di dalam
masyarakat.
Kesepakatan bersama atas nilai dan norma digunakan sebagai media
kehidupan sosial dan sebagai mata rantai yang menghubungkan transaksi
sosial. Norma dan nilai memungkinkan pertukaran sosial dalam struktur
sosial yang kompleks dan menentukan perkembangan organisasi dan
reorganisasi sosial di dalamnya (Ritzer dan Goodman, 2004:372).
Ada mekanisme lain yang menegahi antara struktur sosial, tetapi Blau
memusatkan perhatiannya pada konsesus dan nilai. Konsesus dan nilai ini
mengganti pertukaran yang tak langsung menjadi langsung. Seorang anggota
harus menyesusaikan diri dengan norma kelompok dan mendapatkan persetujuan
18
karena penyesuaian itu karena kenyataan bahwa penyesuaian diri memberikan
kontribusi atas pemeliharaan dan stabilitas (Ritzer dan Goodman, 2004:372).
Konsep norma menurut Blau ini mengalihkan perhatian ketingkat
pertukaran antara individu dengan kolektivitas, tetapi konsep nilai mengalihkan
perhatiannya ketingkat hidup kemasyarakatan pada skala terluas. Blau
mengatakan:
Nilai bersama yang terdiri dari berbagai jenis dapat dibayangkan sebagai
media transaksi sosial yang meluas batas interaksi sosial dan struktur
hubungan sosial melalui waktu dan ruang sosial. Konsesus dalam nilai
sosial menyediakan basis untuk memperluas jarak transaksi sosial
melampaui batas-batas kontak sosial langsung dan mengekalkan struktur
sosial melampaui bata umur manusia (Ritzer dan Goodman, 2004:373).
Menurut Blau, nilai ini dipandang sebagai media atau alat sosial
yang berfungsi untuk memperluas transaksi-transaksi sosial. Dalam hal ini
ada empat nilai. Pertama, nilai-nilai yang bersifat khusus atau partikular.
nilai khusus (particularistic values) berfungsi sebagai media integrasi dan
solidaritas. Nilai ini membantu mempersatukan anggota dengan sebuah
kelompok berkenaan dengan suatu hal seperti patriotism atau mengenai
kualitas sekolah atau perusahaan Kedua, nilai-nilai yang bersifat universal.
Ketiga, nilai-nilai yang bersifat melegitimasi otoritas. Keempat, nilai-nilai
oposisi. (Raho SVD, 2007:180-181)
Blau mengganti peran individu ini dengan berbagai jenis fakta sosial
sebagai contoh, Blau membahas tentang kelompok, organisasi, koletivitas,
masyarakat, norma dan nilai.
19
2. Definisi Konsep
a. Peran adalah seseorang yang sudah melakukan hak-hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Antara peran dan
kedudukan sama-sama memiliki fungsi yang saling terkait
(korelasional) bagaikan dua sisi mata uang yang berarti tidak ada
kedudukan tanpa peranan (Elly. M Setiadi, 2011: 435).
b. Organisasi merupakan suatu kesatuan orang-orang yang tersusun
secara teratur dengan pembagian-pembagian tugas tertentu. Sedangkan
sosial berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan interaksi
manusia di dalam masyarakat. Organisasi sosial merupakan suatu
susunan atau struktur dari berbagai hubungan antar manusia yang
terjadi dalam masyarakat, di mana hubungan tersebut merupakan suatu
kesatuan yang teratur (Soelaeman, 1987:115).
Secara luas organisasi sosial diartikan sebagai jaringan tingkah
laku manusia dalam ruang lingkup yang kompleks pada setiap
masyarakat. Sedangkan dalam arti sempit organisasi sosial
dimaksudkan sebagai tingkah laku seseorang dalam kelompok-
kelompok kecil, seperti keluarga, sekolah, dan sebagainya. Secara
ringkas organisasi sosial dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian
pelapisan terstruktur hubungan antar manusia yang saling
ketergantungan (Soelaeman, 1987:115).
Terbentuknya suatu organisasi sosial, pada mulanya karena
adanya desakan minat dan kepentingan individu-individu dalam
20
masyarakat. Kepentingan-kepentingan itu tidak disalurkan melalui
bentuk lembaga-lembaga sosial melainkan disalurkan melalui bentuk
persekutuan manusia yang relatif lebih teratur dan normal (Soelaeman,
1987:115).
c. Penerimaan merupakan dasar bagi setisp orsng untuk dapat menerima
kenyataan hidup, semua pengalaman baik atau buruk. Penerimaan
ditandai dengan sikap positif, adanya pengakuan atau penghargaan
terhadap nilai-nilai individual tetapi, menyertakan pengakuan terhadap
tingkah lakunya (Kubler Ross,1998)
d. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang bertempat tinggal di
daerah tertentu dalam waktu yang relatif lama, memiliki norma-norma
yang mengatur kehidupannya menuju tujuan yang dicita-citakan
bersama, dan di tempat tersebut anggota-anggotanya melakukan
regenerasi (beranak pinak). Manusia memerlukan hidup berkelompok
sebagai reaksi terhadap lingkungan. Antara kehidupan manusia dan
alam lingkungan terdapat gejala tarik-menarik yang pokok
persoalannya adalah sifat alam yang tidak memberikan kemudahan
bagi kehidupan manusia itu sendiri. Bentuk-bentuk ketidakmudahan
tersebut terlihat dari sifat alam yang selalu berubah-ubah seperti cuaca
atau iklim,kondisi geografis yang tidak sama dan sebagainya. Untuk
itu lah manusia dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan
keinginannya untuk memberikan reaksi tarik-menarik dengan kekuatan
alam tersebut (Elly. M Setiadi, 2011: 37).
21
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis Penelitian dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian
kualitatif, penelitian kualitatif adalah penelitian yang sudah memiliki
prosedur-prosedur yang lengkap dan jelas yakni penelitian yang digunakan
untuk memperoleh data yang rinci. Ada beberapa jenis penelitian kualitatif
antara lain. (Creswell, 2014: 19)
Pertama, yaitu etnografis merupakan penelitian kualitatif yang di
dalamnya peneliti menyelidiki suatu kelompok kebudayaan di lingkungan
yang alamiah dalam periode waktu yang cukup lama dalam
mengumpulkan data utama, data observasi, dan data wawancara. Kedua,
Grounded Theory merupakan strategi penelitian yang di dalamnya peneliti
memproduksi teori umum dan abstrak dari suatu proses, aksi, atau,
interaksi tertentu yang berasal dari pandangan-pandangan partisipan.
Ketiga, Studi Kasus merupakan strategis penelitian di mana di dalamnya
peneliti menyelidik secara cermat suatu program, pertistiwa, aktivitas,
proses, atau, sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan
aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap. Keempat,
Fenomenologi merupakan strategi penelitian dimana di dalam
penelitiannya mengindentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang
suatu fenomena tertentu. Kelima, naratif merupakan strategi penelitian di
mana di dalamnya peneliti menyelidiki kehidupan individu-individu dan
eminta seorang atau sekelompok individu untuk menceritakan kehidupan
22
mereka adalah tentang peran organisasi sosial terhadap penerimaan anak
Down Syndrome di Masyarakat. (Creswell, 2014: 20)
Dari lima jenis penelitian tersebut, peneliti memilih studi kasus
karena peneliti ingin mengetahui secara cermat program, aktivitas, proses,
serta kegiatan yang ada di organisasi POTADS tersebut. untuk dapat
melihat bagaimana peran yang dijalankan dalam program tersebut untuk
membantu dalam permasalahan penerimaan anak Down Syndrome.
Peneliti juga menggunakan metode kualitatif didasarkan pada kebutuhan
peneliti yang ingin mendapatkan data secara mendalam dan lengkap. Data
tersebut akan dikumpulkan, diolah dan dianalisis dalam bentuk deskriptif.
2. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara
dan observasi langsung terhadap informan.
b. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai
referensi dalam bentuk karya tulis baik dalam bentuk buku, artikel,
jurnal, dokumen elektronik, dan semua data yang berkaitan dengan
peran organisasi sosial POTADS terhadap penerimaan anak Down
Syndrome.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Ceria Anak Down Syndrome
(RCDS) yang berada di Jakarta Selatan. RCDS ini adalah rumah singgah
23
para pengurus dan anggota POTADS. Jadi di sana ada beberapa kegiatan
dan juga sering diadakannya perkumpulan para orang tua anak DS.
dilaksanakan dalam waktu kurang lebih tiga bulan, dimulai dari tanggal 10
April 2017 sampai dengan 23 Juli 2017. Peneliti tertarik dengan organisasi
ini karena organisasi POTADS ini dianggap memiliki peran yang dapat
membantu permasalahan yang dihadapi oleh para orang tua anak Down
Syndrome dan memiliki kegiatan-kegiatan untuk mensosialisasikan dan
memperkenalkan anak Down Syndrome kepada masyarakat.
4. Informan/Narasumber
Dalam penelitian ini Informan yang ingin peneliti wawancarai
jumlahnya 11 orang diantaranya adalah ketua I bagian ekternal AR, ketua
II bagian Internal DN, 5 para orang tua atau anggota yang berada di dalam
Organisasi POTADS, 1 pengajar Djembe dan 3 orang masyarakat. Kriteria
informan yang peneliti pilih adalah mereka yang memiliki data sesuai
yang peneliti inginkan. Peneliti tidak memperhitungkan berapa banyak
anggota di organisasi POTADS, melainkan hanya melakukan wawancara
yang berkenaan dengan data yang peneliti ingin dapatkan.
Penentuan informan yang ingin peneliti wawancarai, pertama-tama
peneliti melakukan observasi terlebih dahulu, lalu menemui ketua dari
organisasi tersebut di rumah beliau yang berada di Kota Wisata Cibubur,
untuk melakukan izin sekaligus wawancara. Seminggu kemudian peneliti
diperbolehkan untuk datang ke RCDS (Rumah Ceria Down Syndrome),
yang berada di Jalan Pejaten Barat untuk meminta izin kepada sekretaris
24
POTADS. Lalu peneliti diberikan pilihan untuk memilih siapa saja
informan dari para orang tua yang ingin diwawancarai sesuai dengan data
yang ingin peneliti dapatkan. Berikut pemaparan tabel informan.
Tabel II.A.1 Data Informan
No. Nama Usia Keterangan Lama di
POTADS
Jenis
kelamin
1 AR 42th Ketua Bag
Eksternal
7 tahun P
2 DN 46th
Ket Bag. Internal 7 Tahun P
3 MM Pengajar 5 Tahun L
4 AN 47th
Anggota 6 Tahun P
5 EDG 65th
Anggota 2 Tahun P
6 FTR 48th
Anggota 5 Bulan P
7 EV Anggota 9 Bulan P
8 SRYT 36th
Anggota 1 Tahun P
9 YN 34th
Masyarakat - P
10 ES 37th
Masyarakat - P
11 MKRS - Masyarakat - P
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Penelitian ini menggunakan observasi langsung, yaitu peneliti
melibatkan diri dalam kegiatan yang dilakukan oleh Organisasi
POTADS untuk melihat, mengamati dan memahami kegiatan apa saja
yang dilakukan serta ingin mengetahui tujuan dari kegiatan tersebut.
Dalam observasi ini peneliti ingin melihat peran yang
dilakukan dalam kegiatan-kegiatan yang ada di organisasi POTADS.
Peneliti juga ingin terlibat dalam kegiatan tersebut untuk memahami
tujuan dan manfaat dari dilaksanakannya kegiatan tersebut. seperti
25
halnya kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh POTADS ke
Posyandu, kegiatan Djembe yang ada di RCDS, dan kegiatan-kegiatan
lainnya.
b. Wawancara
Wawancara adalah hasil bersama seorang peneliti dengan satu
atau lebih anggota. Wawancara ini berlangsung dalam berbagai cara
yaitu tidak terstruktur, mendalam, etnografis, pertanyaan terbuka,
informal, dan lama. (W. Lawrence Neuman, 2013:494)
Peneliti menggunakaan teknik wawancara untuk
mengumpulkan data dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada
ketua Organisasi POTADS serta para pengurus dan Anggota lainnya
untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan peran organisasi
sosial tersebut terhadap penerimaan anak Down Syndrome.
c. Studi Pustaka
Studi pustaka digunakan untuk mendapatkan data sekunder
berupa artikel, jurnal, dokumen elektronik, dan semua data atau
literatur yang berkaitan dengan peran Organisasi sosial POTADS dan
anak Down Syndrome.
6. Analisis Data
Pengolahan data yang nantinya dilakukan oleh peneliti yaitu
setelah data-data telah terkumpul dari data primer maupun sekunder, maka
akan dianalisis dengan menggabungkan data tertentu dengan konsep dan
26
mengidentifikasinya. Setelah dianalisis dengan cermat dan akurat,
kemudian dari hasil tersebut barulah dibuat laporan penelitian.
7. Proses Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa hambatan atau kendala dalam
pelaksanaan dalam penelitian ini. Pada awalnya peneliti mendapatkan
informasi tentang organisasi Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome
(POTADS) melalui seseorang, setelah itu peneliti mencari website
POTADS tersebut dan menemukan contact person yang tertera di forum
website. Setelah mendapatkan CP seorang pengurus yang bernama DN,
peneliti langsung menghubungi nomer tersebut dan memperkenalkan diri
serta menjelaskan maksud peneliti menghubungi beliau. Dari DN awalnya
peneliti mendapatkan respon baik, namun peneliti disuruh untuk
menghubungi pengurus lain yaitu AR. Dari AR ini, beliau seorang
perempuan karier jadi sangat sulit untuk ditemui. Beberapa kali janjian
selalu batal karena jarak yang jauh dan waktu yang kurang tepat.
Sampai pada akhirnya tanggal 17 April peneliti berhasil menemui
beliau itu pun jauh, peneliti harus mendatangi rumah beliau yang berada di
Kota Wisata Cibubur. Hambatan lainnya peneliti mendapat kesulitan dari
pembuatan surat turun lapangan atau observasi dari fakultas hampir 3
minggu surat yang peneliti buat baru jadi dikarenakan masalah teknis yang
terjadi di FISIP. Hal ini juga yang membuat mundur dari awal target
waktu peneliti saat ingin melakukan observasi langsung.
27
Hambatan kedua, saat peneliti sudah mendapatkan izin dari ketua
organisasi, peneliti di suruh datang ke RCDS rumah singgah anak Down
Syndrome dan di sini peneliti selalu dialihkan kepada pengurus-pengurus
lainnya untuk meminta izin melakukan penelitian sehingga jadi tidak pasti
harus meminta bantuan kepada satu pengurus.
Hambatan ketiga, ada beberapa orang tua yang bersikap tertutup
dan sulit untuk menceritakan secara detail tentang masalah yang sedang
dihadapinya, serta tujuannya bergabung dalma organisasi POTADS. Aada
beberapa orang tua saat di wawancarai hanya menjawab pertanyaan
seperlunya saja singkat dan padat yang membuat peneliti tidak
mendapatkan data secara lengkap.
G. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini penulis membagi ke dalam 4 bab, setiap bab nya
terdiri dari sub-sub bab pembahasan yang memiliki keterkaitan antara bab
dengan sub-sub bab yang satu dengan yang lainnya, yaitu sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini penulis memuat pernyataan masalah atau latar
belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Gambaran Umum
28
Bab ini merupakan gambaran umum lokasi penelitian, yang
meliputi: Pemaparan data dan profil Organisasi POTADS,
struktur Organisasi POTADS, kegiatan POTADS, Jumlah
anggota Orang tua / anak Down Syndrom, dan data pengajar
yang ada di Organisasi POTADS.
BAB III : Temuan dan Analisis Data
Pada bab ini memaparkan Analisis hasil penelitian yang
meliputi: Peran organisasi sosial terhadap kasus penerimaan
anak Down Syndrome di masyarakat serta bagaimana proses
sosialisasi yang telah dilakukan oleh organisasi POTADS.
BAB IV : Penutup
Sebagai bab terakhir yang merupakan penutup berisikan
kesimpulan dan saran dari seluruh pembahasan materi pokok yang
telah disajikan pada bab-bab sebelumnya.
29
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Terbentuknya POTADS (Persatuan Orang tua Anak Down
Syndrome)
Pada awalnya organisasi POTADS ini terbentuk karena adanya
beberapa orang tua anak Down Syndrome yang sering bertemu dan
mengantarkan anaknya untuk menjalani pengobatan atau terapi di Klinik
Khusus Tumbuh Kembang Anak (KKTK) yang berada di Rumah Sakit
Harapan Kita Jakarta. Lalu dari pertemuan-pertemuan tersebut, sering sekali
para orang tua melakukan diskusi-diskusi tentang tumbuh kembang anak
mereka yaitu penderita Down Syndrome (Sumber data website organisasi
POTADS, 10 April 2017). Dari diskusi-diskusi tersebut sering sekali
membahas bagaimana dan cara apa saja yang dilakukan untuk mendidik
anaknya agar tumbuh kembangnya sesuai dengan harapan. Begitu juga
pembahasan tentang tempat-tempat yang bagus untuk terapi anak mereka,
pendidikan mereka, serta bagaimana agar mereka dapat berprestasi dan
diterima di dalam lingkungan masyarakat.
Kemudian, diskusi tersebut berlanjut hingga pada tahun 1997. Dari
diskusi tersebut sering diadakannya peretemuan-pertemuan dengan
menghadirkan para narasumber ahlinya dalam bidang kesehatan dan tumbuh
kembang anak. Seperti para ilmuan Psikolog, para Dokter dari ruang lingkup
Rumah Sakit Harapan Kita serta para Orang tua yang telah lama dan
30
berpengalaman memiliki anak Down Syndrome. (Sumber data website
organisasi POTADS, 10 April 2017)
Pada akhirnya tiga perempuan hebat dari seorang ibu yang memiliki
anak Down Syndrome ini sepakat menjadikan pertemuan-pertemuan yang
sering diadakan dibuat menjadi sebuah perkumpulan dengan nama Persatuan
Orang tua Anak Down Syndrome atau disingkat dengan nama POTADS.
Mereka adalah Ibu Aryati Supriono yang menjadi ketua di POTADS, lalu Ibu
Noni Fadillah sebagai sekretaris di POTADS, dan Ibu Ellya Goestiani sebagai
bendahara di POTADS. Dari kesepakatan yang dibuat oleh mereka, kemudian
perkumpulan ini disahkan menjadi Organisasi POTADS oleh Notaris pada
tanggal 28 Juli 2003. (Sumber Data Website Organisasi POTADS, 10 April
2017) Seperti yang di ungkapkan oleh AR “Akhirnya dari obrolan-obrolan itu
ibu-ibu tiga orang ada Bu Nur Fadhilla, Bu Aryanti, dan satunya lagi. lalu
lahirlah POTADS. Secara legal formal disahkan organisasi pada tahun 2003
yaitu POTADS berdiri dan berkembang hingga sekarang”. (Data wawanacara
dengan ketua I AR, 10 April 2017).
Organisasi POTADS kini sudah berganti kepengurusan berdomisili di
kota Tangerang. Atas kesadaran, kesediaan, keterbukaannya dan merasakan
harus membantu dan mensosialisasikan tentang Down Syndrome. Oleh karena
itu para sahabat POTADS di daerah Jakarta bersedia menjadi pengurus dan
membuka cabang ke daerah-daerah yang membutuhkan segala informasi
dengan nama Pusat Informasi dan Kegiatan POTADS (PIK POTADS).
(Sumber Data Website Organisasi POTADS)
31
B. Pengertian POTADS
POTADS adalah Persatuan Orang tua Anak Down Syndrome. Di mana
Organisasi ini dibentuk oleh tiga perempuan hebat. Mereka adalah para Orang
tua yang memiliki anak penderita Down Syndrome. (Sumber Data Website
Organisasi POTADS, 10 April 2107) Organisasi POTADS ini dibentuk
bertujuan agar mereka yang memiliki anak Down Syndrome dapat mudah
mencari informasi tentang tumbuh kembang anaknya serta bagaimana cara
mengasuh anak DS sesuai dengan kondisi anak DS tersebut. Karena di
Organisasi POTADS ini tidak ingin mereka para Orang tua menyia-nyiakan
anak yang menderita Down Syndrome. Organisasi POTADS berusaha
membantu mengembalikan kepercayaan diri para Orang tua yang memiliki
anak dengan Down Syndrome agar mereka dapat mendidik anak penderita
Down Syndrome menjadi mandiri sesuai dengan kekurangan dan
kelebihannya.
Selain itu Organisasi POTADS juga menginformasikan kepada
masyarakat luas bahwa anak penderita Down Syndrome bukanlah sebuah
penyakit keturunan ataupun sebuah kutukan, karma yang diterima Orang tua
kepada anaknya. (Data website organisasi POTADS, 10 Apri 2017) Tetapi,
anak Down Syndrome hanya mengalami keterlambatan cara berfikir dan
tumbuh kembang saja akibat dari kekurangan atau kelebihan kromosom yang
dimiliki anak tersebut. Maka dengan kasih sayang Orang tuanya serta
bimbingan Orang tuanya secara maksimal dan tidak membedakan
32
perlakuannya dengan anak normal lainnya dilatih dan dididik, mereka akan
mampu meraih prestasi melebihi dari anak normal lainnya.
Pada intinya tujuan utama dalam Organisasi POTADS adalah
memberdayakan orang tua anak Down Syndrome agar selalu bersemangat
dalam membantu untuk tumbuh kembang anak spesialnya secara maksimal,
sehingga anak-anak mereka mampu menjadi pribadi yang mandiri, bahkan
bisa berprestasi sehingga dapat diterima oleh masyarakat luas. Karena pada
dasarnya mereka anak penderita Down Syndrome sama-sama memiliki hak
dan perlakuan yang sama dengan anak-anak normal lainnya di lingkungan
keluarga maupun masyarakat luas. (Sumber Data Website Organisasi
POTADS 10 April 2017)
C. Visi dan Misi Organisasi Persatuan Orang tua Anak Down Syndrome
Jakarta (POTADS)
Visi:
Visi Organisasi POTADS adalah menjadi pusat informasi dan konsultasi
terlengkap tentang Down Syndrome di Indonesia.
Misi:
a. Memiliki pusat informasi yang bisa diakses 24 jam baik melalui surat,
telepon, internet atau media komunikasi lainnya.
b. Menyediakan informasi terkini tentang perkembangan Down Syndrome
baik secara ilmiah maupun dari pengalaman orang lain.
33
c. Menyebarluaskan informasi mengenai Down Syndrome kepada anggota
yang membutuhkan dan tempat-tempat yang akan diakses oleh para orang
tua yang memiliki anak dengan Down Syndrome, seperti Rumah Sakit,
Klinik, Puskesmas sampai ke Posyandu.
d. Memberikan konsultasi secara kelompok maupun individu sesuai dengan
kebutuhan.
e. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang mendukung penyebarluasan
informasi tentang Down Syndrome kepada masyarakat luas.
f. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang akan mendorong masyarakat
untuk lebih peduli dan menghargai, sehingga mereka dapat memberi
kesempatan yang sama untuk berkembang dalam berbagai bidang
(pendidikan, seni dan budaya, dan lain-lain). (Sumber Data Website
Organisasi POTADS, 10 April 2017)
Dari visi dan misi di atas memperlihatkan tujuan dari organisasi
POTADS dalam mewujudkan keinginan para Orang tua untuk membantu
tumbuh kembang anak Down Syndrome serta membantu anak Down Syndrome
mampu dengan mandiri berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat
luas. Seperti yang dikatakan oleh ketua POTADS AR:
Misi dan Visi kita adalah memberikan memberdayakan kepada
keluarga Down Syndrome agar mampu untuk memberikan yang terbaik
kepada anak-anak Down Syndrome nya karena, sebenarnya anak-anak
Down Syndrome itu anak-anak yang bisa mandiri jadi, jika kita
memberdayakan Orang tua nya Insya Allah nanti mereka maju lebih
optimal. (Data wawanacara dengan ketua I AR, 10 April 2017)
34
Visi dan Misi yang ada di organisasi POTADS sudah berjalan sesuai
dengan yang diinginkan. Walaupun ada beberapa kendala seperti masih ada
beberapa Orang tua atau masyarakat yang kurang terbuka dan peduli dengan
anak DS. Kendala tersebut pun masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi para
pengurus organisasi POTADS dan akan terus berusaha berjalan dengan sesuai
keinginan para pengurus dan anggota organisasi POTADS.
1. Motto Organisasi Persatuan Orang tua Anak Down Syndrome Jakarta
(POTADS)
Motto Organisasi POTADS adalah Aku Ada Aku Bisa yang
merupakan kalimat pembangkit semangat para Orang tua dan anak DS.
Sehingga mereka akan selalu berusaha melakukan apapun yang terbaik
untuk mencapai keinginannya. Hal tersebut yang berarti bahwa semua
manusia dengan penderita Down Syndrome itu merupakan ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa dengan segala kelebihan dan kekurangannya, akan tetapi
mereka tetap bisa dan mampu berbuat seperti manusia lainnya dengan
dilatih dan dididik sesuai dengan kemampuannya. (Sumber Data Website
Organisasi POTADS, 10 April 2017)
Dari motto tersebut, organisasi POTADS ingin mengajak kepada
seluruh orang tua dan masyarakat untuk bekerja sama membangun
kemandirian anak DS, menerimanya agar mereka memiliki hak yang sama
untuk mencapai cita-citanya tanpa membeda-bedakan dengan anak normal
lainnya.
35
D. Lambang Organisasi POTADS
Organisasi POTADS mempunyai logo yang didalamnya memiliki arti
tersendiri, yaitu berupa tiga buah kromosom nomer 21 yang seperti orang
menari. Arti dari logo tersebut yang berarti bahwa:
Gambar I.B.I Lambang Organisasi POTADS
Sumber: Data dari Website POTADS.co.id
1. Tiga (3) buah kromosom nomer 21 yang berarti mencerminkan tipe
kelainan yang dimiliki oleh anak Down Syndrome.
2. Yang dimaksud seperti menari yaitu karena pada umumnya anak dengan
Down Syndrome memiliki sifat yang cerita, ramah, dan murah senyum
kepada siapapun.
3. Logo POTADS memiliki logo dengan warna biru dan merah. Logo ini
yang berarti bahwa Orang tua dengan anak Down Syndrome akan selalu
memiliki rasa penuh semangat dalam mengawal tumbuh kembang anaknya
hingga tumbuh dewasa sehingga anaknya akan tetap merasakan aman dan
36
nyaman dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. (Sumber Data
Website Organisasi POTADS, 10 April 2017)
Dari lambang tersebut diartikan bahwa anak Down Syndrome adalah
anak spesial yang memiliki 21 kromosom yang berbeda dari anak lainnya,
serta lambang seperti orang menari dan berwarna merah dan biru
mengambarkan keceriaan, semangat yang tinggi dan murah senyum kepada
siapapun yang dimiliki oleh anak Down Syndrome.
E. Struktur Organisasi POTADS Jakarta
Organisasi POTADS merupakan Organisasi nirlaba yang terbentuk
atas ketua, sekretaris, bendahara, dan lain-lainnya. Organisasi POTADS ini
juga dibantu oleh berbagi bidang seperti dalam bidang psikologi, kesehatan,
pendidikan serta bidang yang terkait dengan tumbuh kembang anak Down
Syndrome. Namun, bidang kesehatan, psikologi, maupun pendidikan dan
lainnya hanya dihadirkan ketika mengadakan acara-acara seminar yang
dilaksanakan oleh organisasi POTADS.
Pada awalnya perkumpulan organisasi POTADS hanya berlangsung
tiga bulan sekali biasa disebut KOPDAR atau kopi darat yang diadakan dari
rumah ke rumah para Orang tua anak Down Syndrome. Pertemuan ini
bertujuan untuk para Orang tua saling sharing, berbagi informasi dengan
Orang tua anak Down Syndrome lainnya dalam hal pendidikan, kesehatan,
tumbuh kembang anak, maupun informasi-informasi lainnya. Hal ini
dikarenakan POTADS belum memiliki rumah tetap untuk melakukan
37
pertemuan-pertemuan tersebut. Namun, kini Organisasi POTADS sudah
memiliki rumah singgah yaitu Rumah Ceria Down Syndrome atau sering
disebut RCDS, RCDS ini baru setahun yang lalu didirikan.
GAMBAR II.1 LOKASI RCDS
Sumber: https://www.google.co.id/maps
RCDS ini berlokasi di Jalan Pejaten Barat No. 16E. RCDS yang berada
di Pejaten saat ini menjadi tempat sekretariatan POTADS, tempat
berkumpulnya para orang tua anak DS, tempat les untuk anak DS, dan sebagai
tempat pertemuan para Orang tua anak DS untuk berbagi informasi serta
saling sharing dengan Orang tua lainnya. Setelah adanya RCDS ini pertemuan
orang tua tidak lagi dilakukan tiga bulan sekali melainkan bisa setiap hari.
Adapun struktur kepengurusan organisasi POTADS saat ini periode 2016-
2018 adalah sebagai berikut:
38
Gambar III.1
Struktur Kepengurusan Organisasi POTADS
Sumber: Data dari Organisasi Persatuan Orang tua Anak Down
Syndrome Jakarta 2016
Uraian Tugas Para Pengurus Organisasi POTADS
1. Ketua Umum
a. Mempersetujui kegiatan yang akan dilaksanakan.
2. Ketua Bagian I Eksternal
a. Memberikan informasi kepada para Orang tua yang memiliki anak
Down Syndrome.
Ketua Umum
Sri Handayani
Ketua 1bagian Ekternal
Aryani Saida
Sekretaris Umum
Olivia Maya Shintaresmi
Sekretaris I
Junika Sugiarsih
Humas
1. Keeke Rieuwpass
2. Niluh S Handayani
Sekretaris II Koordinasi RCDS
Oom Komariah
Bid. Pendidikan
1. Arie Dewi Munigar Arief
2. Bernadetta S.U
Ketua 2 bagian Internal
Dini Prihatini
Bendahara Umum
Syifa Nasution
Bendahara I
Ani Rachmawati
Bid. Kesenian dan Budaya
1. R.D Endang Nilawati'
2. Denny Natallia
3. Rita Endhe Ariyanti
Bendahara II
Angga Adhyarini
Bid. Olahraga
1. Endang Tr0es S
2. Arief Setiyowati
39
b. Membantu memberikan informasi kepada masyarakat umum yang
ingin mengetahui tentang anak Down Syndrome.
c. Melakukan penyuluhan-penyuluhan kebeberapa daerah seperti
posyandu untuk menginformasikan tentang anak Down Syndrome sejak
dini.
3. Ketua Bagian II Internal
a. Mendengarkan keluhan atau sharing berbagai informasi tentang anak
Down Syndrome baik melalui media sosial seperti Facebook,
Whatsapp, Email atau bertemu langsung.
b. Melakukan penyuluhan-penyuluhan kebeberapa daerah seperti
posyandu untuk menginformasikan tentang anak Down Syndrome sejak
dini.
4. Sekretaris
a. Mencatat segala kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh organisasi
POTADS.
5. Bendahara
a. Mengurus bidang keuangan dalam hal pemasukan dan pengeluaran
setiap kegiatan yang dilaksanakan.
6. Humas
a. Menyebarluaskan segala informasi yang berhubungan tentang anak
Down Syndrome kepada masyarakat.
b. Menghubungkan organisasi POTADS dnegan organisasi lainnya.
7. Bid. Pendidikan
40
a. Memberikan informasi seputar pendidikan yang akan dijalani oleh
anak Down Syndrome, seperti sekolah-sekolah Inklusi, SLB (Sekolah
Luar Biasa), dan juga tempat pelatihan atau kursus-kursus.
8. Bid. Kesenian dan Budaya
a. Memberikan informasi tentang kesenian dan budaya kepada anak
Down Syndrome.
b. Mengajarkan berbagai kesenian dan budaya seperti tari, bermain
djembe dan lain-lain kepada anak Down Syndrome. Hal ini bertujuan
untuk mengasah bakat yang dimiliki oleh anak DS, dan juga untuk
memacu perkembangan sensorik dan motoriknya.
9. Bid. Olahraga
a. Mengajarkan anak Down Syndrome dalam hal olahraga. Seperti senam,
renang dan lain-lainnya. Hal ini bertujuan untuk memacu
perkembangan interaksi anak DS kepada anak lainnya.
Struktur Organisasi POTADS ini tidak selamanya tetapi organisasi ini
memiliki pergantian kepengurusan seperti yang diungkapkan oleh ketua
organisasi POTADS.
Pengurusan POTADS itu setiap dua tahun berganti. Setiap pergantian
pengurus kita ada namanya MUNAS atau RUPS. Disitu ada pergantian
pengurus selama dua tahun sekali. Namun jika komunikasi kita selalu
melakukan meeting regular, atau meeting di dunia maya. Tetapi, jika
tidak ada kegiatan kita hanya berkomunikasi di whatsapp group atau
melalui telepon dan setiap kegiatan biasanya kita juga membuat
panitia-panitia. (Data Wawancara Ketua POTADS AR, 17 April 2017)
41
Pergantian kepengurusan ini dilakukan dengan cara musyawarah dan
mufakat serta sukarela para anggota yang bersedia menjadi anggota
kepengurusan di organisasi POTADS tanpa adanya paksaan.
F. Gambaran Umum Anggota Anak Down Syndrome POTADS
Jakarta
Di Organisasi POTADS Jakarta terdapat kurang lebih 570 anak Down
Syndrome yang terdaftar. Anak anak tersebut berasal dari berbagai daerah.
Berikut ini penjelasan mengenai anggota anak Down Syndrome yang berada di
organisasi POTADS berdasarkan jenis kelamin. (Organisasi Persatuan Orang
tua Anak Down Syndrome Jakarta)
Tabel I.B.1 Jumlah Anggota Anak Down Syndrome Berdasarkan Jenis
Kelamin
Laki-Laki 311 54,56%
Perempuan 259 45,43%
Jumlah 570 100%
Sumber: Organisasi Persatuan Orang tua Anak Down Syndrome Jakarta 2016
Tidak hanya berdasarkan jenis kelamin, anggota organisasi POTADS
juga terdiri dari berbagai rentang usia yaitu antara 0-12th
, 13th
-15th
, 16th
-18th
,
dan 19th
ke atas. Berikut penjelasan mengenai anggota anak Down Syndrome
berdasarkan rentang usia. (Organisasi Persatuan Orang tua Anak Down
Syndrome Jakarta)
42
Tabel II.B.1 Jumlah Anggota Anak Down Syndrome Berdasarkan Rentang
Usia
Sumber: Organisasi Persatuan Orang tua Anak Down Syndrome Jakarta 2016
Dari tabel di atas jumlah anggota anak Down Syndrome yang berada di
organisasi POTADS kurang lebih ada 570 anak. Menurut rentang usia 0-12th
tahun memiliki jumlah 375 anak, rentang usia dari 13th
– 15th
berjumlah 66
anak, rentang usia 16th
-18th
berjumlah 42 Anak, sedangkan anak diatas 19
tahun berjumlah 87 anak. Rentang usia 0-12th
ini lebih banyak dikarenakan
orang tua mereka terbilang masih muda dan lebih terbuka terhadap keadaan
anaknya dan didukung oleh teknologi yang canggih sehingga dengan mudah
dapat mengakses dan mencari informasi sesuai kebutuhan Orang tua dan anak
Down Syndrome.
Berbeda dengan rentang usia 13th
-15th
dan 16-18th
yang jumlahnya
paling sedikit dikarenakan, mereka anak Down Syndrome diusia seperti ini
sudah masuk tahap sekolah sehingga, sudah jarang yang aktif di organisasi
tersebut. Sedangkan rentang usia 19th
keatas sudah memasuki dewasa dari
jumlah tersebut dan hasil wawancara oleh Bu ED mengatakan bahwa mereka
Rentang Usia Jumlah Persentase
0-12 Tahun 375 Anak 65,78%
13-15 Tahun 66 Anak 11,5%
16-18 Tahun 42 Anak 7,36%
> 19 Tahun 87 Anak 15,26%
43
bergabung karena ingin mengetahui bagaimana kelanjutan hidup anak Down
Syndrome yang telah menuju dewasa dan yang akan menikah.
G. Profil Data Pengajar di RCDS (Rumah Ceria Down Syndrome)
Tabel III.B.1 Data Pengajar di RCDS
No Nama
Pengajar
Kelas Lama Tujuan
1. Taufik
Maulana
Renang 2 Tahun Melatih anak-anak renang
dan memberi manfaat untuk
masa pertumbuhannya
2. Dimas Widi
Saputra
Hiphop 5 tahun Memperkenalkan kekayaan
budaya Indonesia khususnya
di dunia tari dan juga
melestarikan budaya
Indonesia.
3. Nur Sabar
Oktaviani
Djembe 5 tahun Sebagai terpai untuk syaraf
sensorik dan motorik,
memahami instruksi
sederhana, meningkatkan
rentang perhatian atau fokus,
meningkatkan kepercayaan
diri, disiplin, dan rasa
kerjasama (team work)
4. M.
Sufirmansyah
Djembe 5 tahun Supaya bisa berinteraksi di
luar dan bisa mandiri
5. Anggie Putri Art dan
Craft
1 tahun Melatih motorik anak
6. Dominicus
Aji W
Musik
Keyboa
rd dan
Drum
1 tahun Membangun pengembangan
diri, fokus dan
mengembangkan jiwa seni.
Sumber: Data dari Organisasi Persatuan Orang tua Anak Down Syndrome
Jakarta 2016.
Dari tabel di atas dipaparkan para pengajar dan kelas-kelas yang
diajarkannya serta manfaat dari kegiatan yang akan diikuti oleh anak Down
Syndrome yang berada di rumah RCDS yang baru setahun ini berjalan. RCDS
ini adalah salah satu wujud program yang terealisasi dari organisasi POTADS
untuk memajukan tumbuh kembang anak Down Syndrome. Dengan adanya
44
RCDS ini dan program-program tambahan mengajar dalam bidang seni,
olahraga dan lainnya akan membantu para anak Down Syndrome
mengembangkan minat dan bakat yang mereka miliki.
H. Program-Program Organisasi POTADS
Ada beberapa program yang dijalankan oleh Organisasi POTADS,
diantaranya yaitu:
1. Organisasi POTADS mendirikan Pusat Informasi dan Kegiatan (PIK)
tentang anak Down Syndrome serta tumbuh kembangnya. Di seluruh
Indonesia. Kini Pusat Informasi dan Kegiatan (PIK) POTADS sudah ada
di beberapa daerah seperti di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Medan, Bali,
Surabaya dan akan dibuka di daerah-daerah lainnya.
2. Mengadakan pertemuan-pertemuan para Orang tua anak DS dengan para
ahli dibidangnya. Seperti, ahli kesehatan tentang tumbuh kembang anak,
para ahli psikolog, serta para ahli terapi, dan para ilmuan lainnya.
Pertemuan tersebut sering diadakan seperti acara seminar, diskusi-diskusi,
dll.
3. Memberdayakan para Orang tua anak DS agar mereka selalu bersemangat
untuk mendampingi anaknya dalam masa tumbuh kembang hingga mereka
menjadi anak yang mandiri terlebih bisa berprestasi. (Sumber Data
Website Organisasi POTADS, 10 April 2017
Dari program-program tersebut peneliti melihat ada program baru yang
sedang dijalankan oleh organisasi POTADS yaitu mendatangkan ke posyandu-
45
posyandu yang bertujuan untuk mensosialisasikan dan memperkenalkan anak
Down Syndrome, serta bagaimana cara merawat anak Down Syndrome.
46
BAB III
TEMUAN DAN ANALISIS
Di bab sebelumnya peneliti sudah menjelaskan beberapa gambaran umum
tentang sejarah terbentukya organisasi POTADS, struktur kepengurusan organisasi
POTADS dan program kegiatan yang ada di dalam organisasi tersebut. Selanjutnya
peneliti akan memaparkan data hasil observasi dan wawancara serta menganalisa data
yang peneliti temukan dengan menggunakan teori Peter M. Blau tentang pertukaran
sosial.
A. Peran Organisasi POTADS terhadap Kasus Penerimaan Anak Down Syndrome
di Masyarakat
Peran adalah seseorang yang sudah melakukan hak-hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya. Antara peran dan kedudukan sama-sama memiliki
fungsi yang saling terkait (korelasional) bagaikan dua sisi mata uang yang berarti
tidak ada kedudukan tanpa peranan (Elly. M Setiadi, 2011: 435).
Organisasi POTADS adalah sebuah organisasi sosial yang terbentuk atas
kesepakatan bersama tanpa bantuan dari pihak pemerintah. Prinsip dari
berorganisasi adalah bekerja sama antara pengurus dan juga anggotanya. Organisasi
tidak akan berjalan jika tidak ada peran dari pengurus maupun para anggotanya.
Tujuan dari berorganisasi sendiri adalah ingin mencapai tujuan bersama. Hubungan
organisasi dengan anggotanya bersifat simbiosis mutualisme yaitu mereka saling
mengutungkan satu sama lain, saling mengisi dan menguatkan. Dalam hal ini
47
anggota membutuhkan organisasi sebagai wadah yang bisa menampung aspirasinya
untuk pencapaian tujuannya.
Dari hasil observasi, peneliti mengamati keadaan RCDS, di dalam RCDS
tersebut peneliti melihat para Orang tua yang sedang berkumpul menunggu anaknya
yang sedang mengikuti kegiatan Djembe. Di sini peneliti mendapatkan informasi
tentang anak Down Syndrome dari para pengurus dan juga Orang tua anak Down
Syndrome, peneliti juga mengikuti kegiatan Djembe yang sedang berlangsung di
RCDS. Peneliti memperhatikan secara langsung latihan Djembe tersebut. Dalam
satu kelas Djembe tersebut ada 10 orang anak, lagu yang sedang dimainkan adalah
lagu yang berasal dari Papua yang berjudul Yamko Rambe Yamko. Seperti yang
terlihat pada gambar saat mereka latihan alat musik Djembe.
Gambar I.2 Kegiatan Latihan Djembe
Sumber: Data Dokumentasi Peneliti pada 22 April 2017
Dari gambar 1.2 adalah salah satu kegiatan yang bertujuan untuk membantu
tumbuh kembang anak DS, membantu melatih kekuatan tangan serta kemapuan
motoriknya. Setelah peneliti mengikuti kelas Djembe, peneliti menanyakan tentang
48
kepengurusan organisasi POTADS dan tentang RCDS. Ternyata RCDS ini baru satu
tahun berdiri. RCDS ini adalah impian para pengurus POTADS serta para orang tua.
Pada awalnya organisasi POTADS tidak memiliki tempat pasti untuk melakukan
pertemuan, hanya lebih aktif di media elektronik.
Dari hasil data wawancara peneliti dengan ketua I bagian eksternal bahwa
menurut beliau organisasi ini sudah berdiri sejak tahun 2003 hingga saat ini. “Secara
legal formal disahkan organisasi pada tahun 2003 yaitu POTADS berdiri dan
berkembang hingga sekarang” (Data wawanacara dengan ketua I AR, 10 April
2017).
Sejak berdirinya organisasi POTADS ini, dibuat struktur organisasi yang
para pengurusnya antara lain Ketua Umum, Ketua I dan II, Bendahara, Sekretaris,
serta para pengajar relawan dan lain-lain. Mereka semua memiliki perannya masing-
masing untuk mencapai tujuan bersama di dalam organisasi sosial POTADS ini.
Ada beberapa program di dalam organisasi POTADS.
1. Realisasi Program POTADS
1.1.KOPDAR
KOPDAR adalah sebuah kegiatan yang pada awalnya perkumpulan para
orang tua yang dilakukan secara bergilir dari rumah orang tua anak Down
Syndrome ke rumah orang tua anak Down Syndrome lainnya. Kegiatan
KOPDAR ini pada awalnya dilaksanakan tiga bulan sekali yang bertujuan untuk
para orang tua agar saling sharing satu sama lain tentang perkembangan dan
keadaan anak mereka. Hal tersebut diungkapkan oleh AR.
49
…Secara regular kita melakukan program yang dinamakan KOPDAR
yang dilaksanakan tiga bulan sekali. Itu adalah kopi darat kita berkumpul
untuk sharing tentang anak. Misalnya, tentang pendidikan untuk anak-
anak, kemudian terapinya seperti apa, kemudian masalah kesehatan
misalnya, kesehatan jantung, kesehatan mata, pencernaan dan lain
sebagainya. Ya pertemuan-pertemuan itu dulunya dilaksanakan misalnya
di rumah orang tua siapa secara bergilir. (Data wawancara dengan ketua
1 POTADS AR pada tanggal 10 April 2017)
Sejak didirikannya Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS) satu tahun
yang lalu para orang tua anak DS dan pengurus bisa datang setiap hari ke
Rumah Ceria Anak Down Syndrome (RCDS) “…Tetapi, sejak tahun lalu
pertemuan itu dilakukan di RCDS” (Data wawancara dengan ketua 1 POTADS
Bu AR pada tanggal 10 April 2017). Hal tersebut membuat mereka seperti
memiliki rumah kedua untuk berkumpul, menceritakan, serta berbagi informasi
satu sama lainnya tentang apa yang sedang mereka hadapi. Dengan adanya
sharing ini mereka merasa dikuatkan satu sama lain dan tidak lagi merasa
sendiri. Namun, jika para orang tua tidak memiliki waktu untuk berkumpul ke
RCDS organisasi ini memiliki alternatif lain, yaitu dengan adanya program
MLM HATI.
1.2.MLM HATI
MLM HATI adalah sebuah program yang berkaitan dengan hati,
perbincangan dari hati ke hati para orang tua dengan para pengurus melalui
media elektronik yang berharap semakin lama jaringanya semakin luas untuk
mensupport orang tua yang memiliki anak Down Syndrome. Diadakanya MLM
HATI ini sebagai alternatif para orang tua yang terhalang oleh jarak yang terlalu
jauh atau tidak ada waktu datang ke RCDS untuk bertemu langsung. Tujuan dari
MLM HATI ini agar seluruh pengurus bisa membantu dalam memberi solusi
50
dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh para orang tua melalui layanan
Telepon, Whatsapp, Website, Facebook, dan lain-lain untuk memberikan
dukungan. Layanan media sosial elektronik ini digunakan oleh POTADS untuk
mempermudah para orang tua yang ingin sharing serta mencari informasi secara
lengkap tentang anak Down Syndrome. Seperti yang di katakan oleh DN.
… Jadi semua pengurus bisa membantu, jadi di POTADS ada yang
namanya MLM hati jadi kami siap 24 jam melalui telepon
mendengarkan keluh kesah terutama dari orang tua yang baru memiliki
anak Down Syndrome atau yang kadang-kadang tidak yang baru juga,
tetapi yang udah lama juga dan belum tau POTADS. Melalui curhat.
Semuanya sih bisa. Tapi mungkin kan masing-masing sudah memiliki
jabatannya sendiri-sendiri. Pengurus tuh ada ketua umum, ketua satu,
ketua dua, sekretaris umum, sekretaris satu, sekretaris dua, bendahara
umum, bendahara satu, bendahara dua, semua nya siap tapi kan pasti
mereka memilih yang lebih intens kan, saya sendiri di semua grup WA
POTADS saya ada namanya Special Parents 1,2,3,4 saya ada, otomatis
saya memonitor perkembangan terutama orang tua yang galau ya yang
harus kita support. Di dalam grup itu juga kita sesama orang tua kita
saling bantu ya kan, tapi fungsinya pengurus adalah bagaimana supaya di
grup itu tetap keadaan stabil dan tentang info-info apa yang sedang
berkembang yang mereka perlu tau. (Data Wawancara Ketua II
POTADS DN, 22 April 2017)
Dari program MLM HATI ini para pengurus dan anggota lainnya siap
membantu selama 24 jam dari pagi hingga malam. Para pengurus siap
mendengarkan keluh kesah para orang tua yang ingin bercerita atau sekedar
menanyakan informasi seputar anak Down Syndrome. Tidak hanya sharing
dengan sesama anggota dan pengurus, organisasi POTADS ini juga mengadakan
seminar ilmiah dengan mendatangkan para ahlinya untuk mengetahui informasi
secara lengkap dan tepat.
51
1.3.Seminar Ilmiah
Seminar ilmiah adalah sebuah forum diskusi yang bersifat ilmilah
dengan mendatangkan para ahli di bidangnya. Tujuan diadakannya seminar
llmiah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang tumbuh kembang anak
Down Syndrome, baik dari segi pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan lain-lain.
Seperti yang diungkapkan oleh AR.
…Kemudian juga ada namanya seminar yang lebih ilmiah. Biasanya
menghadirkan para narasumber yang ahli pada bidangnya. Misalnya
Dokter, Psikolog, terus sharing juga dengan ahli pendidikan. memandu
mereka dari rumah (Data wawancara dengan ketua 1 POTADS AR pada
tanggal 10 April 2017)
Hal serupa juga diungkapkan oleh DN
… mengadakan seminar setiap 3 atau 4 bulan sekali. Kita mengudang
teman-teman POTADS untuk datang dan hadir dan mendatangkan
narasumber yang diperlukan contohnya misalnya perlu banget dibahas
soal masalah jantung bocor. Kita datangkan dokter jantung karena kan
salah satu penyakit bawaan anak DS ada yang namanya Teroit,
Pencernaan, THT. Nah dari situ kita lihat bagaimana tentang tumbuh
kembang, tentang jantung, tentang pencernaa, atau tentang seksualnya.
Mereka kan juga sama manusia normal nanti kan pasti mengalami masa
ABG (Data wawancara dengan ketua II POTADS DN pada tanggal 22
April 2017).
Biasanya seminar ini mengundang para orang tua anak DS untuk
mengetahui tentang tumbuh kembang anaknya. Dalam acara seminar ini juga
dilakukan diskusi, sesi tanya jawab untuk membantu memberi solusi para orang
tua anak DS yang memiliki masalah pada anaknya. Setelah selesai seminar
seluruh informasi yang diberikan oleh narasumber akan disebarluaskan secara
lengkap. Para pengurus menyebarluaskan seluruh informasi hasil seminar
tersebut mulai dari pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan lain-lain melalui
Website POTADS yaitu POTADS.CO.ID, group Whatsapp, Instagram,
52
Facebook, dan Email. “Apa yang kita adakan nanti juga akan kita sebarluaskan
apa itu dari POTADS, dari FB, dari WEBSITE, INSTAGRAM” Data wawancara
dengan ketua II POTADS DN pada tanggal 22 April 2017).
Tujuan dari menyebarluaskan segala informasi dari hasil seminar
tersebut adalah agar mereka yang memiliki anak Down Syndrome mengetahui
informasi-informasi terbaru tentang anak DS, dengan begitu POTADS juga akan
terus bergerak berperan dalam menyebarluaskan informasi terbaru tentang
tumbuh kembang anak Down Syndrome sesuai dengan visi dan misi yang
mereka tanamkan.
Hal ini sangat penting karena masih banyak di luar sana yang belum
mengetahui tentang anak Down Syndrome, apa saja ciri-cirinya, bagaimana cara
merawatnya, bagaimana pendidikannya, dan masa depannya nanti untuk dapat
berinteraksi kepada masyarakat. Sehingga seluruh pengurus maupun anggota
berusaha agar masyarakat dapat mengetahui seluruh informasi tersebut.
1.4.Buku dan Compact Disk (CD)
Organisasi POTADS juga telah membuat beberapa buku dan juga CD
yang berisikan tentang bagaimana cara merawat anak DS yang baru lahir dan
terapi-terapi yang tepat bagi anak Down Syndrome.
… Kemudian, selain itu kita juga ada membuat sebuah buku. Buku
pertama yang telah di terbitkan adalah buku tentang merawat bayi
dengan anak Down Syndrome. Karena biasanya mereka yang baru punya
anak DS Bingung tuh, mau cari informasi di mana gitu kan. Kemudian
yang baru punya anak DS pertama kali bayi apa saja ciri-cirinya. Lalu
penyakit penyerta pada anak DS, ada kelainan jantung karena sebanyak
70% anak DS pasti memiliki kelainan jantung. Lalu, kelainan mata,
53
pencernaan, pendengaran, lalu juga ada leukimia (kanker darah). Selain
itu di dalam buku itu juga bagaimana menstimulus ketika bayi agar
mereka lebih optimal. Yang kedua yang sedang diterbitkan tentang terapi
anak- anak DS. Renacananya kita akan menterbitkan buku yang ketiga
tentang pendidikan untuk anak-anak Down Syndrome. Selain buku kita
juga membuat CD terapi, CD tersebut bisa dilihat di youtube. Kemudian,
kita juga menggunakan CD itu saat kita melakukan kunjungan ke daerah-
daerah. (Data wawancara dengan ketua 1 POTADS AR pada tanggal 10
April 2017)
Menurut AR Buku dan CD yang dibuat oleh organisasi POTADS ini
diperjualbelikan secara luas kepada siapa saja yang ingin mengetahui bagaimana
cara merawat anak Down Syndrome dan terapi-terapi untuk tumbuh
kembangnya. Selain memberikan informasi, hasilnya juga dipergunakan untuk
hal-hal yang bermanfaat bagi para anak Down Syndrome, seperti untuk kegiatan-
kegiatan yang menunjang perkembangan anak Down syndrome.
1.5.Kelas-kelas di Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS)
Semenjak dibangunnya rumah ceria anak Down Syndrome, organisasi
POTADS juga mengadakan kegiatan lain dengan membuka kelas-kelas untuk
melatih minat dan bakat anak Down Syndrome. Kegiatan tersebut baru berjalan
sekitar satu tahun yang lalu dan diisi oleh para pengajar yang kompeten di
bidangnya. Di rumah ceria Down Syndrome ini, para anggota maupun pengurus
dapat mendaftarkan anaknya untuk mengikuti kelas tersebut. Ada beberapa kelas
seperti Djembe, Memasak, Berenang, Hip-hop, Drum, Arts and Draf, dan
Musik. Kegiatan ini dikenakan biaya Rp. 250.000,. per kegiatan dengan
frekuensi pertemuan empat kali dalam satu bulan.
Tujuan dibentuknya kelas-kelas tersebut untuk melatih motorik dan
sensorik anak agar mereka bisa fokus, meningkatkan kepercayaan diri, disiplin,
54
serta memiliki rasa kerjasama. Walaupun pada awalnya sulit mengajar anak
Down Syndrome, hal tersebut tidak menjadi halangan untuk para pengajar untuk
tetap mengajarkan mereka. Salah satunya kelas yang unggul di RCDS yaitu
Djembe. Kelas Djembe ini sudah berjalan kurang lebih satu tahun. Kelas ini
unggul karena anak-anak DS pada dasarnya cenderung menyukai musik karena
dengan lantunan lagu yang meriah dapat membangun semangat mereka. Dari
situ juga memunculkan kerja team untuk mereka membangun irama yang
harmoni. Mereka yang mengikuti kelas Djembe pernah tampil ke berbagai
tempat tidak hanya di dalam kota, tetapi hingga keluar negeri. Seperti yang
dikatakan oleh pengajar Djembe MM.
Satu tahun saya menjadi bagian dari POTADS atau RCDS. Karena
dengan orang-orang yang lain beda, jadi saya harus belajar. Awalnya
sulit, tapi saya harus bisa, saya harus belajar. Nah yaudah ke sini-sininya
ya saya ajarkan mereka. Pokoknya kalian bisa, kalian pasti bisa belajar
dengan saya. Nah perlahan-lahan terbukti kita bisa, kita udah punya 5
lagu. Kemarin aja kita abis dari Singapura, tampil di sana. Kita udah
pernah manggung, kita udah pernah tampil di acara-acara. Sekarang ya
gitu kaka buat sukses, kalo yakin ya pasti bisa. (Data Wawancara dengan
pengajar Djembe MM, 22 Juli 2017)
Dari pernyaataan MM peneliti mengetahui pada dasarnya mereka sama
seperti anak-anak normal lainnya. Anak normal juga pernah berbuat salah dan
masalah sama seperti halnya anak DS. Pada awalnya mereka sulit untuk diatur
dan diarahkan namun, Jika dididik dan diberitahu mereka dapat mengerti. Anak
DS juga memiliki kemampuan seperti anak normal, terlebih anak DS bisa lebih
disiplin dan tertib. MM menambahkan.
…Walaupun terkadang Orang tuanya nungguin di dalam. Awalnya
mereka pernah buang-buang gelas, terus numpahin kopi ke saya.
Kemarin kejadian lagi seperti itu, terus ya udah saya bilang serahin aja
55
semuanya sama saya. Kalo misalnya ada keributan-keributan itu
semuanya udah biasa. Itu menurut saya biasa. Lama-lama juga mereka
ngerti sama saya. Saya bilangin, kalian ini ga boleh buang-buang gelas
atau buang kopi. Anak ini sama seperti anak yang lain. SD, SMP, semua
sama, sama saya ngajar anak SMA X ya sama kaya mereka. Cuma
bedanya mereka lebih tertib loh. Misalnya mereka latihan dari jam 10
sampai jam 11. Ya kalo udah jamnya selesai ya selesai, ga boleh lebih.
Beda sama anak SMA X. Jam 1 mulai, jam 2 baru datang. Iya mereka
lebih tertib. (Data Wawancara dengan pengajar Djembe MM, 22 Juli
2017).
Hal tersebut terbukti. Karena pada akhirnya apa yang diajarkan oleh MM
membuahkan hasil dan memiliki prestasi yang membanggakan yang
dipersembahkan untuk para orang tua serta kepada para pengajar dan pengurus
POTADS. Keberhasilan tersebut juga salah satu pencapaian untuk menunjukkan
kepada orang tua maupun masyarakat bahwa mereka anak DS, anak
berkebutuhan khusus juga bisa berprestasi dan sukses.
2. Tanggapan Anggota POTADS
Berdasarkan realisasi program yang sudah dijelaskan, peneliti melihat
bahwa pada dasarnya yang menjadi daya tarik para orang tua anak Down
Syndrome kepada kelompok tertentu seperti organisasi POTADS untuk ikut
bergabung dan menjalin hubungan dikarenakan, mereka merasa bahwa
hubungan dengan kelompok tersebut akan memberikan keuntungan dan
mewujudkan harapan yang diinginkannya. Para orang tua beranggapan bahwa
program atau tujuan dari kelompok POTADS tersebut sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh para orang tua anak Down Syndrome yang bergabung, serta
membawa perubahan yang signifikan terhadap para orang tua begitu juga anak
DS. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh teori Peter M Blau bahwa
seseorang memiliki alasan tersendiri untuk melakukan hubungan atau bergabung
56
dalam satu organisasi tertentu dan mengharapkan keuntungan-keuntungan saat
bergabung dalam organisasi tersebut (Raho SVD, 2007:178).
Seperti halnya orang tua yang bergabung dalam organisasi POTADS
yang ingin mendapatkan informasi secara lengkap, bisa saling sharing dengan
anggota lainnya untuk mendapatkan solusi yang tepat dan mengetahui ada
kegiatan yang dapat menunjang kreatifitas anaknya dan orang tua anak DS
mendaftarkan anaknya untuk mengikuti kegiatan tersebut, dengan harapan orang
tua menginginkan anaknya berhasil dan bisa melakukan hal seperti yang
dilakukan anak normal lainnya, serta membantu tumbuh kembang anaknya. Hal
ini terbukti tercapai di dalam kegiatan yang ada di organisasi sosial POTADS,
jadi mereka merasa mendapatkan keuntungan dari kegiatan yang anaknya ikuti.
Dari kegiatan tersebut juga menambah kepercayaan diri orang tua untuk
menerima kehadiran anak DS serta memperkenalkan anaknya kepada
masyarakat bahwa anaknya yang DS ini bisa melakukan hal seperti anak normal
lainnya.
Ada beberapa alasan orang tua yang ingin bergabung ke organisasi
POTADS, salah satunya adalah program-program yang menunjang anak DS.
Mereka ingin anaknya ada kegiatan dan pembelajaran. Seperti yang dikatakan
oleh ED yang memiliki anak DS yang sudah dewasa.
Karena saya merasa bahwa anak saya perlu berinteraksi kepada para
Orang tua yang memiliki anak Down Syndrome, dan saya pengen
sharing dari mereka yang memiliki anak Down Syndrome mereka seperti
apa, kan saya juga sudah memiliki anak yang sudah dewasa. Jadi saya
pengen tahu apa kelanjutan kehidupan anak saya di usia saat ini. Karena
selama ini kan belum pernah ada kegiatan atau tempat-tempat untuk
57
anak-anak seperti mereka-mereka ini yang sudah dewasa. (Data
Wawancara dengan anggota ED, pada tanggal 22 April 2017)
Sejak bergabungnya di organisasi ini ED juga mengharapkan yang
terbaik untuk anaknya, terutama bagi anak yang sudah menginjak remaja
menuju dewasa.
Ya saya mengharapkan yang terbaik ya. Untuk anak remaja terutama.
Karena kan anak remaja itu mau dikemanakan belum jelas. Kalo anak-
anak yang masih kecil kan langkahnya masih panjang ya. Kalo anak
remaja kan setelah ini mau kemana. Saya pengen ada kejelasan.
Bagaimana kedepannya untuk anak remaja. (Data Wawancara dengan
anggota ED, pada tanggal 22 April 2017)
Peneliti mengetahui di Indonesia sendiri belum sepenuhnya menerima
anak berkebutuhan khusus dalam bidang pekerjaan, sampai saat ini masih minim
sekali perusahaan yang menerima anak berkebutuhan khusus atau DS untuk
dapat bekerja di perusahaan swasta maupun negeri seperti yang dikatakan oleh
ketua 2 POTADS yaitu DN di Indonesia sendiri masih 1:10 yang menerima anak
berkebutuhan khusus untuk masuk dalam dunia kerja dan hal ini berbeda jauh
dengan kesempatan kerja yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus yang
berada di luar negeri.
Sementara di Indonesia itu lapangan pekerjaan susah, tidak semua
perusahaan bisa menerima seperti di Negara lain yang mengharuskan
perusahaan paling tidak menerima anak berkebutuhan khusus untuk
dapat bekerja di perusahaanya. 1:10 paling tidak ada anak berkebutuhan
khusus bisa dapat bekerja. (Data Wawancara Ketua II POTADS DN, 22
April 2017)
Ini salah satu masalah yang memang sulit, tetapi masih diusahakan oleh
para pengurus untuk membantu mereka yang berkebutuhan khusus terutama
anak DS agar lebih diberi kesempatan dalam bidang pendidikan maupun
pekerjaan.
58
Kemudian salah satu anggota yaitu FTR mengatakan bahwa alasan dia
masuk ke organisasi tersebut tidak hanya untuk mengikuti kegiatan yang ada,
tetapi juga agar mengetahui informasi-informasi tentang tumbuh kembang
anaknya. “Ya Agar bisa mengikuti kegiatan dan dapat informasi perkembangan-
perkembangan tentang anak Down Syndrome. Ya biar ada kegiatan aja.” (Data
Wawancara dengan anggota FTR, pada tanggal 22 Juli 2017) Serta dapat saling
sharing dengan para orang tua lainnya “Ya saya bergabung di sini jadi kita bisa
saling sharing dengan orangtua lainya tentang keadaan anak saya. Jadi dapat
membantu saya juga” (Data Wawancara dengan anggota FTR, pada tanggal 22
Juli 2017)
Begitupun yang dikatakan oleh anggota yaitu EV beliau masuk ke dalam
organisasi tersebut agar anaknya dapat mengikuti kegiatan yang ada di rumah
RCDS dan juga bisa saling berbagi informasi dengan orang tua lainnya.
Makanya saya masuk ke Organisasi ini dan ikut kegiatan yang ada di
sini. Terus saya juga bisa saling sharing dengan Orangtua lainnya yang
sama seperti saya. Saya mah yakin semoga bisa lebih mandiri ya karena
temannya banyak jadi ya anak saya bisa gabung main bersama. (Data
Wawancara dengan anggota EV, pada tanggal 22 Juli 2017)
Selain itu, SR menyatakan hal yang berbeda. Beliau bergabung di
POTADS agar ada perkembangan pada anaknya dalam hal bersosialisasi dan
berinteraksi. “Ada kemauan aja, biar banyak temannya, biar bisa bersosialisasi
dengan baik dan berinteraksi dengan teman lainnya.” (Data Wawancara dengan
anggota SR, pada tanggal 22 Juli 2017)
59
Dari beberapa alasan orang tua yang bergabung di organisasi POTADS
mereka mengungkapkan kesesuaian dengan apa yang mereka harapkan
semenjak bergabung di organisasi POTADS. Hal tersebut dirasakan oleh ketua
II POTADS yaitu DN.
Ya sejauh ini kalau untuk pengurus kami sendiri ehmmm si sudah banyak
yang sesuai. Ini Rumah Ceria Down Syndrome ini adalah cita-cita
pengurus yang sudah lama ya. Pendiri POTADS pun sudah
mendambakan Rumah Down Syndrome ini. Alhamdulillah ya tahun
kemarin diresmikan dengan perjalanan dan proses yang panjang karena
itu semua tidak mudah karena faktor biaya juga dan lain-lain. Kemudian,
kegiatan POTADS selain yang KOPDAR, selain hari Down Syndrome
sedunia. Setahun sekali acara besar yan sering kita adakan.
Alhamdulillah tiap tahun terlaksana. Kaya medsos bisa menerima dan
mempertemukan dari berbagai daerah. Dari member grup pun bilang ya
Alhamdulillah ya semenjak gabung di POTADS kita bisa ketemu, kita
bisa saling kenal, kita bisa saling sharing ya kan. (Data wawancara
dengan DN Ketua II pada tanggal 22 April 2017)
Walaupun menurut DN masih banyak yang kurang, karena hal-hal yang
lain, namun organisasi POTADS selalu mengusahakan segalanya yang terbaik
untuk kemajuan organisasi POTADS ini dan membantu para anggotanya untuk
mencapai tujuan bersama.
Salah satu PR besar bagi kita para pengurus POTADS. Di Masyarakat
juga belum semuanya menerima masih ada yang memandang sebelah
mata anak Down Syndrome. Bagi kami Orangtua anak Down Syndrome
bukan hanya pengurus tapi semua ikut befikir supaya bagaimana anak
Down Syndrome bisa diterima di dalam masyarakat itu juga masih PR.
Tapi ya Alhamdulillah saat ini kami juga melakukan penyuluhan atau
sosialisasi-sosialisasi ke posyandu-posyandu dan diterima. Tapi itu
semua belum selesai, masih ada beberapa yang harus dikerjakan. (Data
wawancara dengan DN Ketua II pada tanggal 22 April 2017)
Begitupun tanggapan para orang tua yaitu AN bahwa semenjak
bergabung beliau merasa mengalami perubahan dan bisa menerima kehadiran
anaknya.
60
…Jadi pas tau ada organisasi POTADS Saya langsung gabung biar ada
kegiatan untuk anak saya dan pembelajaran juga. tentang bagaimana
seharusnya memperlakukan anak DS. Kan organisasi di sini ada yang
namanya MLM HATI, jadi kita bisa saling cerita satu sama lain untuk
kemajuan anak kita juga sih. Karena saya merasa awalnya memang saya
berat menerima, lalu sejak bergabung di sini saya dibantu oleh bu noni
dapat masukan dari dia. Dan sampai akhirnya saya menerima. Dan saya
pengen agar anak saya bisa mandiri dan diterima juga oleh yang lainnya.
Sejak bergabung di sini saya merasa oh berarti saya tidak sendiri yang
memiliki anak DS, tetapi banyak ibu-ibu lainnya yang sama seperti saya.
(Data wawancara dengan anggota POTADS AN, 22 April 2017)
Dari pernyataan AN bahwa realisasi program MLM HATI, terbukti
sangat membantu orang tua anak Down Syndrome yang dapat menyelesaikan
masalahnya sedikit demi sedikit. Walaupun awalnya beliau tidak bisa menerima
kehadiran anaknya namun, semenjak bergabung beliau mendapatkan banyak
informasi tentang anak DS.
Selanjutnya, kegiatan POTADS semakin berkembang seiring
berjalannya waktu. Terdapat kelas-kelas yang juga dapat menunjang
keterampilan anak DS. Organisasi ini, tidak hanya fokus pada kepedulian
terhadap orang tua yang memiliki anak DS, melainkan juga kepada anak DS itu
sendiri agar dapat hidup mandiri. Oleh sebab itu, dibuat kelas-kelas belajar,
salah satunya kelas Djembe. Dalam kelas tersebut. menurut pengajar yaitu MM,
anak DS tidak hanya bisa memainkan alat musik Djembe dan berprestasi hingga
ke luar negeri, manfaat lain dari kelas Djembe ini adalah anak juga lebih disiplin
dan tanggap. Seperti yang diungkapkan oleh SR yang merasakan perubahan
terhadap anaknya, “Dia sekarang displin, mengerti jadwal-jadwal yang dia
lakuin, mandiri, terus lebih banyak komunikasi dengan teman-temannya juga
sudah hafal. Pokoknya makin baik, jadi lebih bisa diajak ngobrol” (Data
61
wawancara dengan anggota SR, pada tanggal 22 Juli 2017). Kegiatan ini juga
membuat anaknya menjadi lebih lancar berkomunikasi. “Iya sesuai karena anak
saya bisa lebih lancar berkomunikasi, disiplin, banyak teman, lebih baik dari
sebelumnya. Sekarang udah lebih banyak komunikasi dengan saya dan ayahnya,
dan orang lain” (Data wawancara dengan anggota POTADS SR, 22 Juli 2017).
Hal serupa dikatakan oleh EV. Anaknya yang bernama RF, awalnya
mengeluh kesakitan tangannya, namun lama-kelamaan anaknya senang dan bisa
mengikuti kelas Djembe.
… Hehehe Jadi saya ikutin satu kegiatan aja Djembe dia nya juga suka
walaupun, awalnya ngeluh mah… sakit tangannya capek, namanya
mukul-mukul si ya kayanya jadi sakit. Ya saya bilang gpp nanti juga ga
sakit. Eh bener dia jadi seneng dan ga ngeluh sakit lagi. Bergabung di
sini melatih kekuatan tangan ya kan anak-anak seperti ini tangannya
berbeda gitu lemes gitu..” (Data Wawancara dengan anggota EV, 22 Juli
2017)
Kelebihan dari organisasi ini tidak hanya mewujudkan keinginan para
anggotanya, tetapi organisasi ini juga memberikan kenyamanan para anggotanya
sehingga para anggotanya seperti memiliki keluarga baru dan teman yang saling
mendukung satu sama lainnya, memberi cinta dan kasih sayang antara pengurus
dan juga para anggota, agar mereka tidak merasa sendiri dalam menghadapi
masalahnya. ”Selama ini sih sesuai karena, kalau saya si di sini, kita semua
beranggapan sahabat dunia akhirat. Alhamdulillah kita disini saling mengisi
seperti memiliki keluarga baru, keluarga kedua” (Data wawancara dengan
anggota POTADS AN, 22 April 2017). FTR juga mengatakan hal serupa ”Ya
baik, sesuai dengan yang saya mau.” (Data wawancara dengan anggota
POTADS FTR, 22 Juli 2017) Begitu juga ED.
62
Ya Karena POTADS ini kan mensosialisasikan anak Down Syndrome
dan keluarga yang masih baru, dan kemudian yang sudah dewasa pun
juga diberikan wawasan dan wacana untuk kedepannya. Itu yang
membuat saya lebih nyata, bahwa Down Syndrome itu bisa dididik, bisa
diajak ngobrol, bisa dikembangkan kemampuannya, walaupun prosesnya
lama. (Data wawancara dengan anggota POTADS ED, 22 April 2017)
Dari pernyataan para orang tua dan pengurus peneliti juga melihat
realitas tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan. Saat peneliti mengikuti
acara Halal-Bihalal yang diadakan oleh organisasi POTADS. Di acara tersebut
organisasi POTADS mengundang seluruh anggotannya untuk hadir mengikuti
acara Halal Bihalal. Dari acara itu POTADS juga menampilkan anak-anak DS
yang mengikuti kegiatan di RCDS.
Dari pembukaan acara saja yang memberikan kata sambutan adalah anak
DS, selanjutnya menampilkan bakat seni dan keterampilan yang dimiliki anak
DS yaitu pembacaan puisi, dance hip hop, tari tradisional dan yang terakhir
diskusi. Dalam acara diskusi ini POTADS menghadirkan seorang aktifis anak
DS yang sudah dewasa.
63
Gambar II.2 Sambutan oleh Anak Down Syndrome
Dari gambar tersebut peneliti melihat realisasi program yang diadakan
oleh organisasi POTADS, membuat mereka anak DS berani untuk tampil
didepan umum walaupun. Anak DS tersebut masih didampingi oleh orangtuanya
namun, dia sudah bisa berani manampilkan dirinya, mengajak, memberikan
informasi, serta menunjukkan bahwa anak DS bisa. Kelebihan lainnya saat ini
anak DS juga sudah bisa menjadi pembicara di acara-acara diskusi atau seminar.
Hal ini memberi energi positif untuk membangun motivasi kepada para orang
tua anak DS yang hadir dan melihat di acara Halal Bihalal tersebut bahwa yang
pada awalnya ditakutkan oleh orang tua saat memiliki anak DS, akan merubah
ketakutan tersebut menjadi kepercayaan diri bahwa anaknya kelak bisa menjadi
anak yang berprestasi dan sukses seperti anak normal lainnya serta diterima di
lingkungan masyarakat.
64
B. PROSES SOSIALISASI PENERIMAAN ANAK DOWN SYNDROME DI
MASYARAKAT
Sosialisasi merupakan satu hal yang mendasar bagi perkembangan kita
sebagai manusia. Dengan berinteraksi dengan orang lain kita belajar bagaimana
berfikir, mempertimbangkan dengan nalar, dan perasaan. Hasil dari sosialisasi ini
ialah pembentukan prilaku kita termasuk pikiran dan emosi sesuai dengan keinginan
masyarakat (James M Heslin,2006:74).
Organisasi POTADS juga memiliki acara setiap tahunnya yaitu peringatan
hari anak Down Syndrome yang dilaksanakan setiap tanggal 21 Maret. Program ini
bertujuan untuk mensosialisasikan dan memperkenalkan para anak Down Syndrome
kepada seluruh masyarakat agar seseorang dengan Down Syndrome dapat diterima
dengan baik oleh lingkungannya, sehingga mereka bisa bersosialisasi bahkan
berkreasi sesuai dengan bidang yang mampu dicapai.
Acara ini dihadiri oleh semua anggota POTADS. Seperti yang dikatakan
oleh AR selaku ketua 1 POTADS.
… Kemudian, kita juga ada setiap tahun memperingatan hari Down
Syndrome sedunia, yang diperingati setiap tanggal 21 Maret. Biasanya kita
kumpul semua dan banyak aktifitas di situ, dengan menampilkan anak-anak
seperti tarian, musik, dan menghadirkan para artis yang perduli kepada anak
Down Syndrome. Kemarin itu dilaksanakan di BLOK M PLAZA kemarin itu
yang datang sekitar 700 sampai dengan 1000 orang di situ. (Data wawancara
dengan ketua 1 POTADS AR pada tanggal 10 April 2017)
Kegiatan ini adalah salah satu bentuk kegiatan di mana POTADS
memperkenalkan anak DS serta memberikan informasi kepada masyarakat bahwa
kehadiran anak DS bukanlah sebuah aib, hal yang memalukan, sebuah kutukan dan
tidak berguna untuk orang lain, tetapi mereka hadir juga memiliki kelebihan dan
65
kekurangan serta hak untuk mendapat perlakuan yang sama seperti anak-anak lain
pada umumnya.
Masyarakat yang memandang sebelah mata anak DS pada dasarnya karena
mereka tidak mengetahui informasi tentang anak DS. Masyarakat tidak tahu bahwa
anak DS memiliki kelebihan jika dilatih dan dididik sama seperti anak normal
lainnya, terlebih mereka dapat lebih pintar dari anak normal lainnya. Oleh karena
itu, setiap peringatan hari anak Down Syndrome sedunia POTADS selalu
memperkenalkan dan memberikan informasi serta menampilkan bakat yang dimiliki
oleh anak Down Syndrome.
Jadi, itu memang PR berat ya. Jadi dari dulu kita dari POTADS ini mengajak
Agar mereka itu tidak meng under-estimate anak-anak berkebutuhan khusus
atau anak Down Syndrome. Karena, dulu itu ya orang menganggap bahwa
orang yang memiliki anak DS adalah kutukan, punya anak DS itu karma, oia
kamu punya dosa besar kemudian anaknya menjadi DS, nah itu sebenarnya
yang ingin kita rubah. Jadi memang bukan pekerjaan yang ringan karena itu
adalah pekerjaan yang berat. Tapi, seiring dengan apa yang sudah di
advokasikan dengan POTADS saat ini anggapan-anggapan seperti itu sudah
mulai berkurang. Karena nyatanya kita ingin membuktikan kepada
masyarakat bahwa anak DS bisa kok mampu dididik dan dilatih asal orang
tuanya berperan disitu. Jika ada anak lahir DS tidak di apa-apain ya anak
DS tidak akan bisa apa-apa. Tetapi, kalau Orangtuanya itu memberikan
stimulus yang baik, pengenalan sejak dini, lalu di terapi, kemudian diajarkan
di rumah dianggap seperti anak normal yang lain. Ternyata mereka bisa
sekolah kok, mereka bisa berprestasi, bahkan mereka bisa mempunyai skill-
skill yang bisa dibanggakan. Seperti, olahraga, musik, kemudian
keterampilan-keterampilan lainnya. (Data wawancara dengan ketua II
POTADS DN pada tanggal 22 April 2017)
Berdasarkan pernyataan tersebut peneliti juga mengetahui bahwa pada
dasarnya sosialisasi utama adalah dari orang tua yang berperan untuk mendidik
anak-anak mereka. Gertrude Jaeger mengemukakan bahwa peran agen sosialisasi
pada tahap awal ini adalah orang tua yang sangat penting. Arti penting agen
66
sosialisasi ini terletak pada kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi dengan
orang lain. (Kamanto Sunarto, 2004: 24)
Dalam pernyataan tersebut orang tua harus menjadi agen utama untuk
mengajarkan anaknya dalam kondisi apapun, baik anaknya berkebutuhan khusus
ataupun normal. Tetapi jika dibiarkan mereka juga tidak akan bisa menjadi apa yang
kita harapkan. Misalnya, orang tua ingin anaknya bisa berinteraksi dengan orang
lain, tetapi anak tersebut tidak pernah dilatih untuk melakukan interaksi tersebut.
tentu mereka akan bisa melakukan tindakan tersebut, mereka akan merasa takut.
Begitupun sebaliknya, jika kita ajarkan, kita memberi contoh, kita didik, mereka
pasti bisa. Seperti yang dikatakan sebelumnya oleh AR, mereka yang berkebutuhan
khusus juga tidak boleh diperlakukan beda dengan anak normal lainnya, mereka
harus diperlakukan sama agar mereka pun merasa bahwa kehadiran mereka
dianggap ada. Karena hal tersebut yang akan membuat mereka percaya diri dan
berani tampil dengan kekurangan maupun kelebihan yang mereka dimiliki.
Organisasi POTADS dalam kegiatan sosialisasi ini juga bertujuan
memberikan kepercayaan diri kepada orang tua agar tidak malu dan
memperkenalkan anaknya kepada masyarakat. Karena masih ada beberapa orang tua
yang merasa malu menampilkan anak-anaknya yang berkebutuhan khusus. Tidak
hanya dalam acara peringatan hari anak Down Syndrome, peneliti juga mengetahui
bahwa saat ini organisasi POTADS sudah menambah kegiatan sosialisasinya ke
posyandu-posyandu tentang Down Syndrome kepada masyarakat yang berada di
kota maupun di desa. Tujuan dari kegiatan ini sama untuk memberi informasi serta
mensosialisasikan anak Down Syndrome kepada masyarakat yang belum
67
mengetahui. Seperti yang dikatakan oleh AR, “Tahun ini itu POTADS mulai aktif
ke Posyandu untuk memberikan penyuluhan ketika mereka mendapatkan anak
Down Syndrome” (Hasil Data Wawancara ketua 1 POTADS AR, 17 April 2017)
Dari kegiatan baru tersebut, kedatangan organisasi POTADS mendapatkan
respon positif. Seperti yang diungkapkan oleh ketua 1 POTADS AR.
…Ternyata saat kita datang ke Posyandu sambutannya sangat positif sekali.
Mereka lebih tahu oh ternyata DS ini bukan kutukan, oh DS ini tidak
menular, DS ini juga bukan penyakit. Karena, memang kelainan genetika,
mereka bisa berprestasi, ternyata mereka jika dilatih dan dididik dengan baik
mereka bisa sama dengan anak lainnya. (Hasil data wawancara ketua 1
POTADS, AR 17 April 2107)
Begitu juga yang di katakan oleh DN.
… baru tahun ini kami sosialisasi-sosialisasi ke Posyandu-posyandu dan
kami juga akan melakukan sosialisasi-sosialisasi lainnya dan rencananya
kami akan lebih dan lebih lagi melakukan sosialisasi ke rumah-rumah sakit,
sekolah-sekolah, baik yang SD, SMP, dari sejak DN memberitahu bahwa
dari yang anak-anak biasa ini loh ada juga anak-anak special yang harus tahu
jadi harus bisa menerima juga. (Data wawancara dengan DN Ketua II
POTADS pada tanggal 22 April 2017)
Kegiatan sosialisasi ini berlangsung kurang lebih 3 jam, dari jam 9 pagi
sampai dengan jam 12 siang. Saat peneliti mengikuti acara tersebut suasana di acara
sosialisasi ini cukup ramai, namun kurang kondusif karena para orang tua banyak
yang membawa anaknya. Jadi banyak anaknya yang tidak terlalu nyaman berada di
dalam seperti gambar berikut.
68
Gambar III.2 Suasana Sosialisasi di Posyandu
Sumber: Data Dokumentasi Peneliti pada 10 Oktober 2017
Dari gambar tersebut, peneliti melihat memang benar dengan kedatangan
POTADS ke posyandu ini mendapatkan respon positif dari masyarakatnya,
masyarakat juga menjadi lebih tahu tentang anak DS. Karena pada awalnya ada
masyarakat yang masih merasa takut jika bertemu dengan anak DS. Namun, setelah
mengikuti acara sosialisasi ini masyarakat menjadi tahu informasi tentang anak DS
dan bagaimana seharusnya memperlakukan mereka. Hal ini dikatakan oleh
masyarakat yang mengikuti kegiatan sosialisasi ini di Posyandu Dahlia, Kebon
Jeruk, Jakarta Barat.
Saya awalnya biasa-biasa saja, rasa takut sih ada, mungkin kalau terlalu aktif
agak takut juga ya, tapi kalau masih biasa gini kaya anak normal ya ga
takut. Ya pokonya jadi ga takut banget kalau ngeliat yang biasa kaya gini,
yang pendiam. Ya setelah ada sosialisasi ini saya jadi tidak terlalu takut. Jadi
tahu tentang anak Down Syndrome. Walaupun tadi hanya sebentar aja si saya
didepan pintu karena anaknya minta keluar. Tetapi saya jadi tahu. Saya fikir
awalnya anak Down Syndrome ini faktor keturunan, tetapi ternyata tidak
(Data wawancara dengan YN masyarakat pada tanggal 10 Oktober 2017).
69
Hal serupa dikatakan oleh ES, namun beliau awalnya mengetahui tentang
anak Down Syndrome, tetapi hanya tidak tahu bagaimana seharusnya beliau
memperlakukan anak Down syndrome ini.
…Saya sering liat di luar itu banyak anak Down Syndrome ya, Selama ini si
paling hanya ngeliat mereka di rumah sakit, di mall. Kita mau nyapa agak
takut, takut salah. Kalau sejujurnya kasian cuma kan ga semua orang mau di
kasihani. Insya Allah saya tidak memandang sebelah mata. Saya hanya
kasihan bagaimana orangtuanya menghadapi anaknya yang mengalami
Down Syndrome. itu yang perlu kita dapat juga ilmunya, dengan adanya
sosialisasi ini kan kita jadi tau ya tentang Down Syndrome itu apa,
penyebabnya apa. Tadi si selama acara saya jadi tau kenapa mereka Down
Syndrome, ternyata ada kromosomnya yang berbeda. Terus ternyata mereka
bisa seperti anak normal bahkan lebih untuk menunjukkan bakat dia. (Data
wawancara dengan ES masyarakat pada tangal 10 Oktober 2017)
Berbeda yang dikatakan oleh MKSR selaku wakil kepala sekolah yang
mengikuti kegiatan sosialisasi tersebut. beliau mengatakan bahwa pernah memiliki
murid Down Syndrome di sekolah TK yang dipimpinnya. Beliau juga sudah
mengetahui tentang anak Down Syndrome dan beliau serta guru-guru lainnya
memperlakukan anak DS sama seperti anak murid lainnya.
Ada satu, tapi sekarang dia udah lulus. Setau saya anak Down Syndrome itu
kalau dari omongan masyarakat dan saya sendiri itu dia kekurangan dari
kandungan, ada kekurangan dari saat dia hamil itu menurut saya. Tetapi,
kalau menurut masyarakat ya gimana ya pokoknya sama. Saya terima
dengan senang hati ya walaupun dia anak DS. Karena mereka itu kan sama
dengan hamba Allah, sama dengan manusia. Kita terima dengan senang.
Kita bimbing, kita didik biar bagaimana anak itu biasa bergaul dengan yang
lainnya yang lebih sempurna. Walaupun anak DS itu sempurna, tetapi
mereka punya kelebihan tersendiri. Saat saya mengajar mereka, kayanya
mereka itu asik dengan dunianya sendiri. Dia kalau pengen nulis ya, ya nulis
terus. Kalau pengen nyanyi, ya nyanyi terus. Pokonya setelah keluar dari sini
mereka udah berani menyanyi, sudah berani untuk tampil. Saya ya
memperlakukannya sama seperti anak-anak lainnya, begitupun guru-guru
yang lain juga menganggap seperti anak yang lainnya, walaupun dia anak
Down Syndrome, tetapi mereka juga punya kelebihannya sendiri. Saya
sangat senang sekali ya, ternyata anak DS itu di jaman sekarang tidak
70
dikucilkan, tidak dipinggirkan dan tidak direndahkan. Mereka
menganggapnya semua sama, masyarakat juga menganggapnya semua sama.
(Data wawancara dengan MKSR masyarakat pada tangal 10 Oktober 2017)
Peneliti melihat setelah acara sosialisasi ini selesai, organisasi POTADS
tidak hanya mendapatkan respon positif, tetapi juga membuat masyarakat
termotivasi untuk membantu dan ingin mengikutsertakan dirinya dalam kegiatan
sosialisasi tersebut. Hal ini dikatakan oleh ES “Apalagi jika ada yang dilibatkan
gitu. Saya sih juga sebenarnya ingin dilibatkan karena pengen tau seperti apa dan
ingin lebih tau informasinya. Biar ada manfaatnya, biar dapat ilmu” (Data
wawancara dengan ES masyarakat pada tangal 10 Oktober 2017).
1. Harapan terhadap Organisasi POTADS
Ada harapan yang diungkapkan oleh para pengurus, orang tua serta
masyarakat kepada organisasi POTADS terhadap program yang dijalankanya
terutama harapan besar kepada masyarakat yang belum tahu tentang anak Down
Syndrome untuk dapat menerima kehadiran anak mereka yang hal tersebut
diungkapkan oleh DN.
… Harapan besar buat saya dan pengurus pastinya serta pendiri
POTADS dan juga para Orangtua anak Down Syndrome lainnya. Pasti
dong kita pengen diterima di masyarakat. Biar tidak diperlakukan beda,
tidak dipandang sebelah mata. (Data wawancara dengan DN Ketua II
pada tanggal 22 April 2017)
Lalu, diungkapkan juga oleh pengajar Djembe MM.
…Harapan kaka pengen punya album. Kan kalau keluar negeri udah,
berarti kan tinggal album dan mereka bisa lebih berprestasi, karena kan
udah waktunya ya kan belajar-belajar belajar goal nya apa ni ya. Ya buat
album. Kita mau buat album. Kita akan rekaman. Sedangkan harapan
untuk masyarakat yang mengatakan seharusnya mereka tidak boleh
seperti itu, memandang sebelah mata dan mengecilkan anak
berkebutuhan khusus seperti kasus yang terjadi di Universitas X
71
kemarin, mau orang normal pun pasti tidak akan menerima sikap
bullying seperti itu, ya seharusnya mereka tidak harus mengucilkan
seperti itu. Padahal kemampuan mereka lebih besar dari orang normal
pada umumnya. (Data Wawancara dengan pengajar Djembe MM, 22 Juli
2017)
Begitu juga para orang tua “Ya, lebih ditingkatkan lagi kegiatannya yang
ada” (Data Wawancara dengan anggota FTR, pada tanggal 22 Juli 2017).
Ya harapan saya ditingkatin lagi kegiatannya. Cuma jangan mahal-
mahal. Kaya Djembe aja 250 ribu, kalo ikut empat kegiatan kan bisa 1
juta. Kasihan kan kalo yang ga ada biayanya hehehe dan juga berharap
POTADS bisa bekerja sama dengan pemerintah, biar bisa kontribusi
dana dan meringankan biaya bagi orang tua yang tidak mampu. Karena
250 kan tidak sedikit, biar ada keringanan. Ketuanya biar bisa
menghubungkan kepada pemerintah. (Data Wawancara dengan anggota
EV, pada tanggal 22 Juli 2017)
Hal serupa juga di ungkapkan oleh SR.
… Biar bisa menghasilkan anak-anak yang berprestasi tidak hanya di
tingkat nasional, tetapi juga di tingkat internasional. Biar bisa mencetak
anak lebih berprestasi aja masyarakat di luar sana dan biar anak
disabilitas yang lain kenal organisasi ini karena bagus juga. Jadi lebih di
perluas sosialisasi POTADSnya, karena kan udah banyak juga program-
programnya yang bagus. Biar anak yang lain bisa merasakan. Buat
pemerintah juga biar bisa lebih memperhatikan anak-anak spesial seperti
ini. memberikan danalah setidaknya bagi mereka yang tidak mampu, biar
bisa mengikuti kegiatan demi tumbuh kembang dan kebaikan anak-anak
seperti mereka. Harapannya si ya biar orang awam bisa paham dan kita
yang mengetahui memberi pemahaman atau sosialiasasi dari
POTADSnya juga kepada masyarakat. Kan kadang masih ada orang
yang memandang gimana gitu ya. Kadang yang kaya gitu-gitu mungkin
masih belum paham, kok beda gitu. Keinginannya ya biar bisa diterima
di manapun gitu kaya anak yang lain. (Data Wawancara dengan anggota
SR, pada tanggal 22 Juli 2017)
Hal serupa juga dikatakan oleh masyarakat yang mengikuti kegiatan
sosialisasi anak Down syndrome di Posyandu. Dari beberapa tanggapan
masyarakat pada kegiatan sosialisasi tersebut, masyarakat juga mengharapkan
sosialisasi ini terus berjalan agar masyarakat yang memiliki anak DS dan belum
72
mengetahui informasi secara lengkap bisa mengetahuinya serta agar masyarakat
lebih bisa menerima kehadiran mereka.
Ya harus terus berjalan, biar para orang tua jadi pada lebih tau tentang
Down syndrome. Mudahan-mudahan di tahun depan ada lagi karena, di
posyandu ini ada juga yang anak DS. Kan kalau ada acara seperti ini
lagi. Kita biar ada komunikasi, kerjasama dan dapat informasi-informasi
terbaru tentang anak DS, untuk para orang tua serta untuk organisasinya
yang menaungi agar bisa berkerja sama. Saya ingin ini terus berjalan.
Pesan saya lanjutkan terus, jangan sampai anak DS ini dikucilkan,
dijauhkan dari masyarakat, dari orang tua yang kurang menyukai. Saya
berharap orang tua yang memiliki anak DS sangat senang, sangat
menyangi anak itu, karena itu semua adalah amanat dari Allah (Data
wawancara dengan MKSR masyarakat pada tangal 10 Oktober 2017).
Begitu juga dikatakan oleh ES “Kalau bisa continue, ga hanya sesaat.
Informasinya juga tentang sosialisasi ini kurang ya mba. Taunya baru tadi pagi.
Mungkin bisa lebih istiqomah untuk menyemangati, saling bantu.” (Data
wawancara dengan ES masyarakat pada tangal 10 Oktober 2017)
Dari pernyataan tersebut peneliti mengetahui bahwa peneliti mengetahui
bahwa para orang tua dan masyarakat sangat mengharapkan sosialisasi yang
dilakukan oleh organisasi POTADS terus berjalan, lebih diperluas dan
ditingkatkan lagi. Agar anak Down Syndrome lebih dikenal masyarakat. Peneliti
juga melihat bahwa peran dari organiasi POTADS tidak hanya ingin
berpengaruh terhadap anggota-anggota yang ada di dalamnya saja, tetapi juga
ingin berpengaruh ke semua orang di luar sana yaitu masyarakat, sehingga
masyarakat tidak lagi memandang negatif terhadap anak DS serta menerima
kehadiran mereka di lingkungan masyarakat.
73
C. PERTUKARAN SOSIAL DALAM ORGANISASI POTADS
Berdasarkan gagasan yang diungkapkan oleh Blau bahwa Interaksi sosial
pada awalnya terjadi di dalam kelompok sosial. Di mana individu-individu tertarik
kepada kelompok tertentu karena merasa bahwa berhubungan dengan kelompok
tersebut akan mendapatkan sebuah imbalan yang lebih banyak dibandingkan dengan
kelompok lainnya (Ritzer dan Goodman, 2004:370).
Dalam kasus yang peneliti temukan awal terbentuknya sebuah organisasi
POTADS. Di mana organisasi POTADS ini terbentuk dari interaksi-interaksi para
orang tua yang sedang menunggu anaknya yang Down Syndrome melakukan terapi
di Rumah Sakit Harapan Kita. Dari pertemuan-pertemuan yang sering dilakukan
biasanya membahas tentang tumbuh kembang anak mereka, pendidikan, serta
bagaimana agar mereka dapat diterima di masyarakat. Pertemuan-pertemuan dan
diskusi tersebut berlanjut hingga tahun 1997. Dan pada akhirnya, pada tahun 2003
organsiasi ini yaitu Persatuan Orang Tua anak Down Syndrome (POTADS)
disahkan secara legal dan formal. Organisai POTADS ini sebagai wadah para orang
tua untuk melakukan interaksi dan juga bertukar informasi. Hal tersebut
diungkapkan oleh AR.
Akhirnya dari obrolan-obrolan itu ibu-ibu tiga orang ada Bu Nur Fadhilla,
Bu Aryanti, dan satunya lagi. lalu lahirlah POTADS. Secara legal formal
disahkan organisasi pada tahun 2003 yaitu POTADS berdiri dan
berkembang hingga sekarang (Data wawanacara dengan ketua I AR, 10
April 2017).
Setelah terbentuknya organisasi ini banyak para orang tua yang bergabung di
dalam organisasi POTADS tersebut. Alasan mereka yang bergabung di dalam
74
organisasi tersebut karena ingin anaknya dapat berinteraksi dengan yang lainnya,
mendapatkan informasi, dan sharing tentang tumbuh kembang anak mereka. Seperti
yang di ungkapkan oleh anggota ED.
Karena saya merasa bahwa anak saya perlu berinteraksi kepada para Orang
tua yang memiliki anak Down Syndrome, dan saya pengen sharing dari
mereka yang memiliki anak Down Syndrome mereka seperti apa, kan saya
juga sudah memiliki anak yang sudah dewasa. Jadi saya pengen tahu apa
kelanjutan kehidupan anak saya di usia saat ini. Karena selama ini kan
belum pernah ada kegiatan atau tempat-tempat untuk anak-anak seperti
mereka-mereka ini yang sudah dewasa. (Data Wawancara dengan anggota
ED, pada tanggal 22 April 2017)
Begitu juga yang diungkapkan oleh anggota EV.
Makanya saya masuk ke Organisasi ini dan ikut kegiatan yang ada di sini.
Terus saya juga bisa saling sharing dengan Orangtua lainnya yang sama
seperti saya. Saya mah yakin semoga bisa lebih mandiri ya karena temannya
banyak jadi ya anak saya bisa gabung main bersama (Data Wawancara
dengan anggota EV, pada tanggal 22 Juli 2017).
Dari pernyataan para anggota POTADS sesuai seperti yang diungkapkan
oleh Blau di dalam buku Ritzer bahwa mereka mengharapkan adanya imbalan dari
interaksi yang mereka lakukan di dalam organisasi POTADS tersebut.
Setelah terbentuknya sebuah organsiasi POTADS dan banyak yang
bergabung di dalam organsiasi tersebut. Muncul sebuah diferensiasi kekuasan yang
ada didalam kegiatan-kegiatan di Organsiasi POTADS. Menurut Blau Diferensiasi
kekuasaan tak terelakan dalam kehidupan kelompok sehingga ada yang menjadi
pemimpin dan pengikut menimbulkan kebutuhan baru akan integrasi (Ritzer dan
Goodman, 2004:370). Diferensiasi ini terdapat dalai kegiatan KOPDAR, MLM
Hati, Seminar Ilmiah, sosialisasi di Posyandu dan kegiatan-kegiatan lainya.
Biasanya kegiatan-kegiatan ini di koordinasikan oleh panitia-panitia kecil yang
75
terintegrasi. Ada pemimpin dan ada pengikut didalam setiap kegiatan yang
dilakukan. Seperti halnya saat peneliti mengikuti kegiatan sosialisasi di Posyandu.
Peneliti hanya melihat beberapa orang tua anak Down Sydnrome yang mengikuti
kegiatan ini. Ada bagian-bagian yang diperankan oleh para panitia dalam kegiatan
sosialisasi di Posyandu. Ada yang menjadi Ketua, Sekretaris, bagian Dokumentasi,
bagian konsumsi, ada yang menjadi informan yang memberi informasi tentang
tumbuh kembang anak Down Syndrome dan lain-lain.
Dari diferensiasi tersebut muncul legitimasi atau kepercayaaan di setiap
kegiatan yang akan diadakan oleh organisasi POTADS. Jadi nantinya setiap
kegiatan akan di buat panitia-panitia. Dari kepanitiaan tersebut akan dipilih siapa
yang dapat menduduki tempat atau peran yang ada dalam struktur-struktur
kepanitian kegiatan tersebut. Legitimasi ini bertujuan untuk menguatkan setiap
program atau kegiatan yang akan dibuat oleh organsiasi POTADS agar terstruktur
dan lancar acaranya. Dari legitimasi ini muncul Oposisi dimana setiap terbentuknya
sebuah strukktur organisasi atau struktur setiap program pasti ada timbulnya sebuah
konflik atau ketidaksetujuan kepada individu yang menempati kedudukan atau
peran yang ada didalam struktur tersebut. Namun, oposisi ini tidak peneliti temukan
didalam organisasi POTADS. Peneliti tidak menemukan konflik dari struktur-
struktur setiap program yang ada di ogranisasi POTADS.
Berdasarkan gagasan yang diungkapkan oleh Blau, teori pertukaran sosial ini
berusaha mengembangkan dari mikro ke makro. Pada tingkat makro ini Blau ingin
melihat tingkah laku sosial dengan struktur masyarakat yang lebih luas, yakni di
dalam organiasi sosial seperti halnya POTADS. Syarat terjadinya pertukaran sosial
76
ini dikarenakan adanya interaksi individu antar individu atau individu dengan
kelompok yang memberi keuntungan satu sama lain yang terbatas kepada tingkah
laku, di mana tingkah laku tersebut akan berhenti sendiri jika individu tersebut tidak
mendapatkan keuntungan yang mereka berikan satu dengan yang lainnya. Menurut
Blau pertukaran sosial yang ada di dalam organisasi ini juga berfungsi untuk
menguatkan dan mempertahankan organisasi sosial tersebut seperti POTADS agar
tetap bertahan (Ritzer dan Goodman, 2004:369)
Keuntungan-keuntungan tersebut yang dipertukarkan secara langsung oleh
individu kepada individu atau kelompok ini bersifat instrinsik seperti cinta, afeksi,
dan penghargaan, kemudian ekstrinsik seperti uang atau barang-barang material
lainnya, dan pertukaran secara tidak langsung berupa norma dan nilai yang ada di
organisasi POTADS.
1. Keuntungan Instrinsik (seperti cinta, afeksi, dan penghargaan)
Dari studi kasus yang peneliti teliti yaitu organisasi POTADS peneliti
melihat adanya pertukaran sosial di dalam organisasi tersebut. pertukaran sosial
itu terwujud dari beberapa program yang diadakan di dalam organisasi
POTADS. Salah satunya keuntungan yang didapat sejak bergabung di organisasi
POTADS yaitu orang tua yang memiliki anak Down Syndrome menjadi lebih
mudah mencari informasi tentang tumbuh kembang anaknya, tidak hanya
melalui media sosial, tetapi juga dari para orang tua lainnya yang bergabung di
organisasi POTADS. Lalu mendapatkan informasi dari acara-acara seminar
yang diadakan organisasi POTADS. Hal ini juga sebagai salah satu alasan
seseorang ingin bergabung atau menjalin hubungan dengan sebuah organisasi
77
karena ingin mendapatkan keuntungan-keuntungan yang ada di dalam organisasi
tersebut.
Selain itu, keuntungan lain yang di dapat berupa cinta dan kasih sayang
yang terwujud dari program kopi darat (KOPDAR) maupun MLM HATI yaitu
di dalam program KOPDAR atau MLM HATI ini terdapat sharing para orang
tua dengan pengurus dan anggota lainnya. Sharing dilakukan bagi para orang tua
yang ingin menceritakan atau meluapkan perasaannya semenjak memiliki anak
Down Syndrome.
Biasanya orang tua yang melakukan sharing ini tidak hanya didengarkan
curahan isi hatinya oleh orang tua lain, tetapi juga diberikan solusi atas
permasalahan yang dihadapinya. Dari sini terlihat adanya kepedulian anggota
terhadap anggota lainnya sehingga hal ini membuat mereka tidak merasa sendiri
dalam menghadapi permasalahannya. Oleh karena itu, semenjak bergabung
mereka seperti memiliki teman yang juga merasakan hal yang sama, sehingga
membuat para anggotanya seperti memiliki keluarga baru yang saling
menguatkan, mendukung serta memberikan cinta satu sama lainnya.
Dari keuntungan-keuntungan tersebut peneliti melihat bahwa ada realitas
sosial dengan teori Blau ini yang sesuai dengan fakta di lapangan yang peneliti
temukan. Peneliti juga mengetahui bahwa cinta yang diberikan tidak hanya
kepada anggotanya saja, tetapi juga kepada anak Down Syndrome itu sendiri
seperti perhatian, orang tua siapa pun yang sedang menunggu jika ada anak
Down Syndrome orang tua lainnya mereka diajak berkomunikasi, menanyakan
hal-hal yang sederhana “lagi ngapain” atau “sudah makan atau belum”. Lalu
78
diajak bermain bersama, dan diajarkan hal-hal yang menstimulus
perkembangannya. Dari perlakuan sederhana tersebut dapat membuat anak
Down Syndrome merasa senang dan nyaman berada didekat orang-orang yang
memperlakukannya dengan baik. Dengan begitu mereka juga belajar
berinteraksi dengan orang lain selain keluarganya.
Tidak hanya cinta dan kasih sayang keuntungan yang didapat juga
berupa penghargaan. Semenjak bergabung di organisasi POTADS anak DS juga
di beri kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada untuk melatih
minat dan bakat yang dimiliki oleh anak DS. Seperti halnya kegiatan bermain
Djembe, Alat musik, Art and Draf, memasak, dan berenang. Dari kegiatan
tersebut membuat mereka memiliki rasa tanggung jawab, displin, serta kerja
team terhadap apa yang mereka lakukan. Dari kegiatan tersebut juga melatih
daya motorik dan sensorik anak Down Syndrome.
Realisasi dari kegiatan tersebut membuat mereka memiliki banyak
prestasi tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat internasional.
Seperti halnya kegiatan Djembe, anak DS pernah meraih prestasi untuk tampil di
singapura. Dari prestasi dan bakat yang dimiliki oleh anak DS ini juga sebagai
realisasi keuntungan mendapatkan penghargaan dan apresiasi yang didapatkan
dari usaha yang mereka lakukan.
Hal sederhananya saja saat peneliti berada di dalam organisasi POTADS
setiap anak DS yang melakukan sesuatu hal yang baik seperti halnya dapat
membuang sampah pada tempatnya, saat di suruh menyanyi dia bisa menyanyi
dan kita mengapresiasinya dengan tepuk tangan atau pujian kepada mereka hal
79
tersebut juga membuat mereka merasa bahwa dirinya dianggap ada. Mereka
akan merasa senang, apa yang mereka lakukan itu dapat apresiasi dan direspon
kembali oleh kita.
Di organisasi POTADS ini peneliti juga mengetahui para orang tua
diajarkan untuk selalu mengapresiasi prilaku yang baik yang dilakukan oleh
anaknya agar anak mereka saat berada di rumah atau di luar rumah merasa
bahwa kehadirannya dianggap ada oleh orang tua mereka dengan begitu mereka
akan memiliki kepercayaan diri untuk dapat keluar, berani berinteraksi dan
mengembangkan bakat dan kemampuannya di lingkungan masyarakat.
Peneliti juga melihat saat sosialisasi yang dilakukan di posyandu saat
menampilkan anak-anak DS memainkan alat musik Djembe dan memainkan alat
musik piano dengan nada yang merdu, anak DS tersebut mendapatkan apresiasi
berupa tepuk tangan, pujian dan juga ucapan selamat. Dari apresiasi ini peneliti
melihat bahwa anak DS merasa bahagia dan pastinya akan terus melakukan hal
yang lebih baik lagi karena, yang mereka lakukan terbukti membuat kita yang
menyaksikan terhibur dan memberikan penghargaan atas apa yang telah
dilakukannya. Sama seperti anak normal lainnya, mereka anak DS ingin
dihargai, diberi apresiasi serta mendapatkan perlakuan yang sama dari keluarga
maupun masyarakat. Dengan begitu mereka akan memiliki kepercayaan diri
untuk tampil dan dapat berinteraksi dengan baik. Hal ini juga cara untuk
memaksimalkan penerimaan kehadiran anak Down Syndrome yang sesuai
dengan salah satu visi dan misi dari POTADS di mana organsiasi POTADS
80
ingin kehadiran anak Down Syndrome dapat diterima, diperlakukan dengan baik
di lingkungan keluarga maupun masyarakat.
2. Keuntungan Ekstrinsik (seperti uang atau barang-barang material lainnya)
Keuntungan-keuntungan yang di dapat dalam organisasi POTADS yang
bersifat ekstrisnsik yaitu berupa donasi yang didapat dari beberapa instasi atau
perusahaan swasta yang perduli terhadap keberadaan anak Down Syndrome.
Biasanya donasi tersebut dipergunakan untuk keperluan kegiatan yang diadakan
oleh POTADS. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua AR.
…Walaupun kita dapat biaya dari donator cuma gak semahal yang seperti di luar.
Karena, kami kan memiliki pengajar yang jiwa sosialnya lebih tinggi jadi mungkin
dia mau sukarela dan dibayarnya seadanya tidak seperti jika mengajar di luar. Jadi
masalah bayar ya tetap bayar. Ya itu tadi POTADS adalah yayasan Nirlaba jadi
setiap kegiatan kita dana dari donator. (Data wawanacara dengan ketua I AR, 10
April 2017).
Keuntungan berupa uang juga didapat dari penjualan kaset atau CD yang
diperjual belikan secara bebas kepada masyarakat yang ingin mengetahui lebih
banyak informasi tentang merawat anak DS dan tempat-tempat terapi yang tepat
untuk anak DS. Diungkapkan oleh Ketua AR“… Bagi masyarakat yang ingin
membeli buku dan CD yang kita buat, ingin memberikan donasi ke POTADS bisa
hubungi langsung ke POTADS”. (Data wawancara dengan Ketua I AR, 10 April 2017)
Dari penjualan ini juga mengutungkan bagi pihak masyarakat yang
membeli tidak hanya menyumbangkan donasinya kepada POTADS, tetapi juga
mendapatkan informasi dan ilmu yang bermanfaat dari isi CD tersebut. Begitu
juga organisasi POTADS tidak hanya dapat membantu masyarakat yang ingin
mengetahui tentang anak Down Syndrome, tetapi juga mendapatkan donasi
81
berupa uang yang dapat dipergunakan untuk kelangsungan kegiatan organisasi
POTADS.
Keuntungan lainnya didapat dari kegiatan-kegiatan yang ada di RCDS.
Dari kegiatan ini tidak hanya mendapatkan prestasi atau penghargaan dari apa
yang anak Down Syndrome lakukan, tetapi juga mendapatkan keuntungan
berupa uang yaitu yang di dapat dari pembayaran anak DS yang mengikuti
kegiatan-kegiatan yang ada di RCDS. Tetapi, uang hasil pembayaran tersebut
dipergunakan kembali untuk menunjang kegiatan-kegiatan lainnya.
Berdasarkan keuntungan-keuntungan yang ada di dalam organisasi
POTADS. Peneliti melihat bahwa keuntungan tersebut lebih didominasi oleh
keuntungan Intrinsik karena, program yang ada di dalam organisasi POTADS
yang lebih dibutuhkan oleh para orang tua dan juga anak Down Sydnrome
adalah mendapatkan kepedulian, kasih sayang, serta dukungan yang kuat untuk
para orang tua dan juga anak Down Syndrome agar mereka tidak merasa bahwa
mereka sendiri dalam menghadapi masalah tersebut. Keuntungan bersifat
instrinsik ini juga berpengaruh tidak hanya terhadap tumbuh kembang anak DS,
tetapi juga kepada penerimaan orang tua agar tetap optimis merawat dan
membimbing anaknya untuk dapat mandiri dan bisa berinteraksi di dalam
masyarakat.
Dengan begitu jika anak DS sudah diterima dalam lingkungan keluarga,
para orang tua tidak akan malu lagi memperkenalkan mereka kepada
masyarakat. Anak DS pun akan memiliki kepercayaan diri untuk dapat tampil
82
dan berinteraksi dengan masyarakat sehingga masyarakat pun akan mengetahui
keberadaan dan akan menerima kehadiran mereka. Karena, kasus penolakan
yang terjadi dikarenakan ketidaktahuan tentang anak Down Syndrome, tidak
pernah diperkenalkan dan tidak pernah berinteraksi dengan mereka sehingga
takut jika bertemu anak DS.
Menurut Blau seorang tertarik kepada sebuah organsiasi sosial karena
mereka merasa bahwa dalam kelompok tersebut akan memberikan keuntungan
atau imbalan yang sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Seperti halnya para
orang tua anak Down Syndrome yang bergabung ke dalam organisasi POTADS.
Dimana para orang tua anak DS merasa bahwa jika menjalin hubungan terhadap
organisasi POTADS ini akan memberikan perubahan yang lebih baik untuk
anaknya. Seperti halnya peran yang terwujud di dalam program-program yang
ada di organisasi POTADS untuk tumbuh kembang anak DS serta program
mensosialisasikan anak DS Agar lebih diterima di dalam lingkungan keluarga
maupun masyarakat (Ritzer dan Goodman, 2004:370)
Pernyataan tersebut terbukti sesuai fakta sosial dimana para orang tua
merasa ada perubahan yang lebih baik pada dirinya, anaknya serta perlakuan
masyarakat terhadap anaknya yang berkebutuhan khusus. Semenjak bergabung
di organisasi POTADS para orang tua juga mendapatkan informasi tentang
merawat dan memperlakukan dengan baik anak DS. Program yang ada di
organisasi POTADS seperti halnya sosialisasi ke posyandu-posyandu juga dapat
meminimalisir pandangan buruk terhadap anak DS, dimana masih ada yang
merasa takut jika bertemu dengan anak-anak berkebutuhan khusus seperti
83
mereka, masih ada perlakuan yang kurang baik. Namun, setelah sosialisasi yang
terus berjalan membuat masyarakat sedikit demi sedikit dapat menerima
kehadiran anak DS.
3. Norma dan Nilai yang Ada di dalam Pertukaran Sosial
Blau juga menjelaskan bahwa struktur sosial yang kompleks mencirikan
kolektif yang lebih luas. Dalam hal ini tidak ada interaksi langsung dari
anggotanya oleh karena itu diciptakan sarana dan mekanisme. Sarana dan
mekanisme ini adalah nilai dan norma yang menggantikan pertukaran yang tidak
langsung dengan pertukaran yang langsung (Raho SVD, 2007:180). Seperti
halnya norma pertukaran sosial individu dengan kelompok di dalam sebuah
organisasi POTADS, anggota POTADS harus menaati norma atau aturan yang
ada di dalam organsiasi tersebut. seperti halnya tidak boleh membahas yang
berbau SARA (Suku, Agama, dan Ras) dan politik. Seperti yang diungkpkan
oleh DN.
Ada pastinya SARA gak boleh, politik apalagi. Disini hanya
konsentrasikan untuk tumbuh kembang anak Down Syndrome. Di group
WA juga kita tidak perbolehkan membahas tentang SARA dan Politik
karena, POTADS Visi Misinya hanya untuk kemajuan anak Down
Syndrome. Bagi para Orangtua POTADS tidak ada yang boleh
membahas itu, kalau di luar grup itu terserah. Karena, kan kita juga
anggotanya dari berbagai daerah bukan Jakarta saja (Data wawancara
dengan DN Ketua II pada tanggal 22 April 2017).
Pernyataan DN tersebut memiliki alasan kuat dari peraturan yang dibuat
oleh organisasi POTADS yang harus ditaati oleh seluruh anggota yang ada di
organisasi POTADS, dikarenakan anggota yang ada di dalamnya tidak hanya
berasal dari Jakarta saja, tetapi juga berasal dari berbagai daerah lainnya.
84
Adanya peraturan ini bertujuan agar tidak ada yang saling menyudutkan orang-
orang tertentu yang ada di dalamnya dan juga agar tidak ada perlakuan yang
beda terhadap anggota-anggota lainnya. Semua anggota dianggap sama dalam
organisasi ini sehingga meminimalisir ketimpangan yang nantinya terjadi jika
membahas masalah SARA maupun Politik. Jika para anggota atau individu
tersebut telah menaati norma atau aturan yang ada di dalam organisasi
POTADS, maka individu tersebut mendapat pengakuan dan diterima sebagai
anggota POTADS.
Sedangkan nilai yang ada pada pertukaran sosial Peter M Blau adalah
pertukaran kelompok dengan kelompok, terdapat 4 nilai. Pertama, nilai-nilai
yang bersifat khusus atau partikular suatu media solidaritas untuk menyatukan
kelompok ke dalam (Raho SVD, 2007:181). Seperti halnya organisasi POTADS
yang memberikan kenyamanan dan kesejahteraan kepada anggota-anggotanya
seperti halnya sebuah organsiasi yang di dalamnya terdapat anggota-anggota
yang dianggap seperti keluarga sendiri yang memberikan cinta dan kasih sayang
satu sama lain, sehingga dapat memperkuat ikatan organisasi POTADS.
Kedua, nilai-nilai yang bersifat umum di dalam organisasi POTADS ini
terdapat pada pertukaran sosial berupa saling sharing para orang tua dengan
orang tua lainnya. Secara tidak langsung biasanya dari sharing tersebut mereka
mendapatkan imbalan berupa pertukaran informasi-informasi yang bermanfaat
tentang tumbuh kembang anak DS, tempat-tempat terapi, memberikan solusi
atas permasalahan yang dihadapi, kasih sayang, dan akan lebih dihormati. Hal
85
tersebut terbukti dalam interaksi yang terjadi di organisasi POTADS dan
mempersatukan anggota yang ada didalamnya.
Ketiga, nilai-nilai yang bersifat melegitimasi otoritas. Seperti halnya para
pemimpin yang memberikan kontrol sosial. Pada organisasi POTADS pemimpin
atau ketua organsiasi POTADS akan selalu mengontrol dan mengawasi anggota
kelompoknya dalam keadaan yang sesuai dengan aturan dan nilai-nilai yang ada
di organisasi POTADS seperti yang dikatakan oleh DN yang selalu mengawasi
keadaan di dalam organsiasi POTADS dan pengawasi pembahasan yang ada di
dalam grup Whatsapp.
Saya sendiri di semua grup WA POTADS saya ada namanya Special
Parents 1,2,3,4 saya ada, otomatis saya memonitor perkembangan
terutama orang tua yang galau ya yang harus kita support. Di dalam grup
itu juga kita sesama orang tua kita saling bantu ya kan, tapi fungsinya
pengurus adalah bagaimana supaya di grup itu tetep keadaan stabil dan
tentang info-info apa yang sedang berkembang yang mereka perlu tau
(Data wawancara dengan DN Ketua II pada tanggal 22 April 2017).
Pernyatan DN tersebut betujuan untuk mengontrol dan meminitor
keadaan agar tetap stabil.
Keempat, nilai-nilai yang bersifat oposisi. Dalam hal ini anggota ingin
ada program-program yang baru yang menunjang tumbuh kembang anak DS.
Para anggota juga ingin lebih ditingkatkannya lagi program-program yang ada di
RCDS, serta ingin agar biaya kegiatan yang ada Di RCDS bisa dikurangi
harganya agar semua anggota yang mungkin kurang mampu dapat mengikuti
kegiatan tersebut.
86
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil data dan analisa yang peneliti dapatkan di dalam
organisasi POTADS tentang konsep pertukaran sosial yang dicetuskan oleh Peter M
Blau ternyata benar. Data dan temuan tersebut didapat oleh peneliti dari hasil
observasi dan wawancara langsung kepada para pengurus, anggota dan masyarakat
yang terlibat di dalam kegiatan organisasi tersebut. Konsep pertukaran sosial yang
ada di dalam organisasi ini terdapat pada peran yang dijalankan terhadap kasus
penerimaan anak Down Syndrome di masyarakat dan terwujud dalam program yang
dijalankan oleh organisasi sosial POTADS.
Di dalam program tersebut terdapat pertukaran sosial dari prilaku tindakan
atau interaksi yang dilakukan oleh para pengurus, orang tua maupun masyarakat
yang mengharapkan dari interaksi atau hubungan yang dilakukannya itu
memberikan dampak positif bagi mereka yaitu keuntungan-keuntungan.
Keuntungan tersebut bersifat intrinsik (seperti cinta, afeksi, dan penghargaan),
keuntungan ekstrinsik (seperti uang atau barang-barang material lainnya) dan
keuntungan yang terdapat pada norma dan nilai yang ada di organisasi POTADS.
1. Keuntungan Instrinsik (seperti cinta, afeksi, dan penghargaan)
Keuntungan intrinsik ini adalah keuntungan-keuntungan yang didapat
dari kegiatan yang ada di dalam organsiasi POTADS. Seperti halnya KOPDAR
dan MLM HATI. Kegiatan ini di dalamnya terdapat sharing para orangtua dari
87
sharing tersebut mereka akan mendapatkan sebuah informasi yang diberikannya
saran serta solusi dari para orang tua lainnya tidak hanya anggota, tetapi juga
pengurus. Dari kegiatan KOPDAR ini keuntungan yang didapat berupa
dukungan yaitu saling menguatkan satu sama lain sehingga mereka tidak akan
merasa sendiri dalam menghadapi permasalahan tersebut.
2. Keuntungan Ekstrinsik (seperti uang atau barang-barang material lainnya)
Keuntungan ekstrinsik ini didapat dari penjualan BUKU dan CD tentang
cara merawat anak Down Syndrome dan terapi-terapi anak Down Syndrome.
Selain itu, juga didapat dari donasi dari instansi swasta yang perduli terhadap
anak Down Syndrome. serta yang terakhir keuntungan yang didapat dari
kegiatan yang ada di rumah RCDS dan keuntungan tersebut juga dimanfaatkan
untuk kegiatan anak Down Syndrome itu sendiri.
Peneliti juga melihat hasil dari sosialisasi yang dilakukan oleh organisasi
POTADS terbukti berhasil membuka mata dan hati masyarakat yang mengikuti
kegiatan tersebut. walaupun ada beberapa masayarakat yang awalnya takut,
namun ketakutan itu juga dikarenakan masyarakat yang pada awalnya tidak
mngetahui tentang anak Down Syndrome, tetapi setelah mengikuti kegiatan ini
menjadikan masyarakat tahu akan informasi tentang anak tersebut. hal ini juga
membuat para masyarakat tidak takut lagi dan menerima kehadiran anak Down
Syndrome. Terlebih ada beberapa masyarakat yang ingin mengikutsertakan
dirinya dalam membantu setiap acara sosialisasi anak Down Syndrome yang
bertujuan tidak hanya ingin mendapatkan ilmu dan informasi, tetapi mereka
88
ingin agar anak Down Syndrome diterima, tidak lagi disisihkan dan dikucilkan di
dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.
3. Norma dan Nilai
Norma dan nilai yang ada di dalam pertukaran sosial terwujud pada
peraturan yang ada di dalam organisasi POTADS. Di mana para anggotanya
harus menaati peraturan yang ada agar dapat pengukuan sebagai anggota di
organisasi tersebut seperti halnya tidak boleh membahas masalah SARA dan
Politik.
Sedangkan nilai dalm pertukaran sosial di organisasi POTADS terwujud
dalam empat nilai. Pertama, nilai khusus yaitu memberikan kenyamanan dan
kesejahteraan para anggotanya untuk dapat memperkuat ikatan organisasi
POTADS. Kedua, nilai yang bersifat umum, yaitu dengan melakukan sharing
satu sama lain dnegan anggotannya. Ketiga, nilai yang melegitimasi otoritas,
yaitu nilai dari pemimpin organisasi POTADS yang memiliki kontrol sosial
kepada para anggotanya untuk mengawasi dan memastikan organsiasi tersebut
dalam keadaaan stabil. Keempat, nilai oposisi, yaitu terwujud dalam nilai-nilai
perubahan yang diinginkan anggotanya yaitu adanya program-program yang
baru yang menunjang tumbuh kembang anak DS.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Akademis
89
Disarankan kepada peneliti selanjutnya dibidang sosiologi terutama sosiologi
organisasi untuk dapat meneruskan penelitian ini yang berfokus pada sosialisasi
dan stigma yang ada pada masyarakat. Dengan menganalisis secara mendalam
serta lengkap. Peneliti juga menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk
membahas tentang anak berkebutuhan khusus di tempat lainnya, selain
organisasi POTADS agar semakin kaya ilmu pengetahuan dan informasi yang
didapatkan.
2. Praktis
a. Pemerintah
Disarankan kepada pemerintah agar dapat membantu mereka yang
berkebutuhan khusus dalam hal dana untuk kegiatan tumbuh kembang anak
Down Syndrome seperti anak-anak disabilitas lainnya. Serta memberikan
peraturan utuk tidak membeda-bedakan dalam hal fasilitas umum dalam
akses yang mudah bagi para anak berkebutuhan khusus dalam bidang
kesehatan, pendidikan, serta pekerjaan.
b. Organisasi POTADS
Program yang ada di organisasi POTADS sudah dijalankan dengan baik.
Disarankan untuk dapat ditingkatkan lagi seluruh kegiatan seperti yang
dikatakan oleh para informan. Para informan juga mengharapkan kerjasama
dari pihak oeganisasi dengan pihak pemerintah agar dapat membantu
organisasi POTADS.
c. Masyarakat
90
Disarankan kepada masyarakat untuk tidak memandang sebelah mata kepada
mereka yang berkebutuhan khusus terutama pada anak Down Syndrome.
Peneliti mengharapkan agar masyarakat dapat menerima kehadiran mereka
serta memperlakukan sama dengan anak normal lainnya.
91
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Agustyawati. SNE dan Solicha. Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus. Jakarta: UIN Jakarta, 2009.
Creswell, John W. Research Design: Pendekatan Kualitatif, dan Metode
Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Heslin, James M. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. Jakarta: Erlangga,
2006.
Kubler-Ross E. Kematian Sebagai Kehidupan: On Death and Dying. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1998.
Neuman, W. Lawrence, Metodelogi Penelitian Sosial Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Jakarta: PT Indeks, 2013
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. Teori Sosial Modern. Edisi Keenam.
Jakarta: Prenada Media. 2004.
Salam, Syamsir. Metodelogi Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Setiadi, M Elly dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2011.
Soelaeman, Munandar. Ilmu Sosial Dasar. Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Jakarta:
Eresco, 1987.
Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2004.
Raho, Bernard SVD. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Perpustakaan Nasional:
Katalog dalam Terbitan, 2007.
Skripsi:
Afriana Legita, Maharani. “Pengasuhan anak Down Syndrome dalam keluarga:
Suatu upaya mempersiapkan anak Down Syndrome untuk dapat mandiri
dan mampu berinteraksi dengan Masyarakat”. Skripsi: Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Antropologi, Universitas Indonesia, 2004.
Dwi Pitarini Putri, Shabrina Skripsi jurusan kesejahteraan sosial. ” Dukungan
Sosial OrganisasiPersatuan Orang tua dengan Anak Down Syndrome
(POTADS) kepada Orang tuan Anak Down Syndrome”, Skripsi: Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Kesejahteraan Sosial, Universitas Islam
Negeri Jakarta, 2014.
92
Jurnal:
Ghoniyah, Zulifatul dan Siti Ina Savira. “Gambaran Psychological Well Being
pada Perempuan yang Memiliki Anak Down Syndrome” Volume 03
Nomor 02 Tahun 2015. Akses pada 28 September 2016 dari
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1
&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjfw_yXxJXQAhWMK48KHUpeBIIQ
FggaMAA&url=http%3A%2F%2Fejournal.unesa.ac.id%2Farticle%2F142
95%2F17%2Farticle.pdf&usg=AFQjCNG1xCzFoKQeDE-
VOIAGWPSDu-yFxA&bvm=bv.137904068,d.c2I
Hendriani, Wiwin dkk. “Penerimaan Keluarga Terhadap Individu yang
Mengalami Keterbelakangan Mental” jurnal Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga INSAN Vol. 8 No. 2, Agustus 2006. Akses pada 30
September 2016 dari
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/03%20%20Penerimaan%20Keluarga%2
0Terhadap%20Individu%20yang%20Mengalami%20Keterbelakangan%2
0Mental.pdf
POTADS.co.id akses pada tanggal 10 november 2016
Rosida, Umu dkk, “Peran serta orang tua dan masyarakat untuk mengurangi stres
orang tua yang memiliki anak penderita Down Syndrome” Jurnal Fakultas
Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor jurusan IlmuKeluarga dan
Konsumen, 2010. Akses pada 5 Oktober 2016 dari
https://core.ac.uk/download/pdf/32359678.pdf
Berita:
Benedikta Desindria, “POTADS Ajak Orang tua Terus Bimbing Anak Down
Syndrom” akses melalui
http://m.liputan6.com/health/read/2194984/POTADS-ajak-orang tua-terus-
bimbing-anak-dengan-down-syndrom pada 1 Desember 2016.
Tsm, Orang tua Down Syndrome selalu merasakan diskriminasi. di akses melalui
http://jabar.tribunnews.com/2014/04/23/orang tua-anak-down-syndrome-
selalu-merasakan-diskrimasi pada tanggal 3 november 2016
Sumber wawancara
Wawancara pribadi dengan informan AR ketua I, di RCDS Jakarta Selatan. Senin,
17 April 2017.
Wawancara pribadi dengan informan DN II, di RCDS Jakarta Selatan. Sabtu, 22
April 2017.
93
Wawancara pribadi dengan informan AN anggota POTADS, di RCDS Jakarta
Selatan. Sabtu, 22 April 2017.
Wawancara pribadi dengan informan ED anggota POTADS, di RCDS Jakarta
Selatan. Sabtu, 22 April 2017.
Wawancara pribadi dengan informan FTR anggota POTADS, di RCDS Jakarta
Selatan. Sabtu, 22 April 2017
Wawancara dengan informan EV anggota POTADS, di RCDS Jakarta Selatan.
Sabtu 22 Juli 2017.
Wawancara dengan informan MM pengajar, di RCDS Jakarta Selatan. Sabtu, 22
Juli 2017.
Wawancara dengan informan SRY anggota, di RCDS Jakarta Selatan, Sabtu, 22
Juli 2017.
Wawancara dengan informan YN masyarakat, di Posyandu Dahlia Jakarta Barat.
Selasa, 10 Oktober 2017.
Wawancara dengan informan ES masyarakat, di Posyandu Dahlia Jakarta Barat.
Selasa, 10 Oktober 2017
Wawancara dengan informan MKSR masyarakat, di Posyandu Dahlia Jakarta
Barat. Selasa, 10 Oktober 2017.
DATA DOKUMENTASI
Ket: Kegiatan Halal Bihalal
Ket: Kegiatan Sosialisasi di Posyandu
Ket: Rumah Ceria Anak Down Syndrome (RCDS)