Download - Syndrome Nephrotic pada anak
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan
kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan
menyebabkan terjadinya sindrom ini. Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3,
yaitu kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit
sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik.
Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang
dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai
prognosis buruk.
Sindrom nefrotik (SN) pada anak yang didiagnosis secara histopatologik
sebagai lesi minimal, sebagian besar memberikan respons terhadap pengobatan
steroid (sensitif steroid). Sedangkan SN lesi nonminimal sebagian besar tidak
memberikan respons terhadap pengobatan steroid (resisten steroid).1-4 International
Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) membuat panduan gambaran klinis
dan laboratorium untuk memperkirakan jenis lesi pada anak yang menderita SN.
Gambaran klinis dan laboratorium tersebut adalah usia saat serangan pertama, jenis
kelamin, hipertensi, hematuria, rerata kadar kreatinin, komplemen C3, dan kolesterol
serum. Seperti telah diketahui, bentuk histopatologik memberikan gambaran
terhadap respons pengobatan steroid, seperti jenis glomerulonefritis mesangial
proliferatif (GNMP) sebesar 80-85% adalah resisten seroid. Sampai saat ini, belum
terdapat data gambaran histopatologik di Indonesia, sehingga pada sindrom nefrotik
resisten steroid (SNRS) dan sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) akan
memberikan gambaran klinis yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
ISKDC. Kadar protein nonalbumin diikutsertakan pula dalam penelitian ini karena
belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan
antara berbagai gambaran klinis dan laboratorium secara bersama-sama dengan
respons terhadap pengobatan steroid (SNRS dan SNSS). (Behrman, 2000)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian sindrom nefrotik ?
2. Apa etiologi dari sindrom nefrotik ?
3. Bagaimana patofisiologi sindrom nefrotik ?
4. Apa tanda dan gejala sindrom nefrotik ?
5. Bagaimana penatalaksanaan sindrom nefrotik?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari sindrom nefrotik
2. Untuk mengetahui etiologi dari sindrom nefrotik
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari sindom nefrotik
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari sindrom nefrotik
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada sindrom nefrotik
D. MANFAAT
Mahasiswa dapat mengetahui dari definisi sampai cara penatalaksanaan pada anak
yang memiliki sindrom nefrotik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan
protein dalam urin secara bermakna , penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), edema, dan serum kolestrol yang tinggi dan lipoprotein densitas
rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang sangat
merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerulus. Kadang-kadang terdapat hematuria, dan penurunan fungsi ginjal. Insiden
tertinggi pada anak usia 3-4 tahun, rasio laki-laki dibanding dengan perempuan adalah
2:1.
B. Etiologi
Sindrom nefrotik belum diketahui sebab pastinya, secara umum penyebab dibagi
menjadi berikut :
1. Sindrom Nefrotik Bawaan
Adanya reaksi fetomaternal terhadap janin ataupun karena gen resesif autosom
menyebabkan sindrom nefrotik.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Sindroma nefrotik disebabkan oleh adanya penyakit lain seperti parasit
malaria, penyakit kolagen, trombosis vena renalis, pemajanan bahan kimia
(trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa, amiloidosis dan lain-lain.
Sebab paling sering sindrom nefrotik sekunder adalah glomerulonefritis primer
dan sekunder akibat infeksi keganasan penyakit jaringan penghubung, obat atau
toksin dan akibat penyakit sistemik seperti :
a. Glomerulonefritis primer
1) Glomerulonefritis lesi minimal
2) Glomerulosklerosis fokal
3) Glomerulonefritis membranosa
4) Glomerulonefritis membranoproliferatif
5) Glomerulonefritis proliferatif lain
b. Glomerulonefritis sekunder
1) Infeksi : HIV, Hepatitis virus B dan C. Sifilis, malaria, skisotoma,
TBC, Lepra
2) Keganasan : Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma
Hodgkin, mieloma multipel, dan karsinoma ginjal.
3) Penyakit jaringan penghubung : Lupus eritematosus sistemik, artritis
reumathoid, MCTD
4) Efek obat dan toksin : obat antiinflamasi nonsteroid, preparat emas,
penisilinamin, probenesid, air raksa, kaptopril, heroin.
5) Lain-lain : DM, amiloidosis, preeklampsia, rejeksi alograf kronik,
refluks vesicoureter, atau sengatan lebah
c. Sindrom Nefrotik Idiopatik
Sindrom nefrotik yang belum diketahui jelas sebabnya.
C. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan
osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskular berpindah ke dalam
interstisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler
berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemia.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi hormon ADH dan
sekresi aldosteron yang kemudian terjaddi retensi natrium dan air. Dengan retensi
natrium dan air, akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan
onkotik plasma.Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi
lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan
lemak akan banyak dalam urin atau lipiduria. Menurunnya respon imun karena sel
imun tertekan, kemungkinan disebnabkan oleh karena hipoalbuminemia,
hiperlipidemia atau defisiensi seng.
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai berikut :
1. Kenaikan berat badan
2. Wajah tampak sembab (edema fascialis) terutama di sekitar mata, tampak pada
saat bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari
3. Pembengkakan abdomen (asites)
4. Efusi pleura
5. Pembengkakan labia atau skrotum
6. Edema pada mukosa intestinal yang dapat menyebabkan diare, anoreksia, dan
absorpsi intestinal buruk
7. Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai
8. Iritabilitas
9. Mudah letih
10. Letargi
11. Tekanan darah normal atau sedikit menurun
12. Rentan terhadap infeksi
13. Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin berbuih
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi :
1. Hipovolemi
2. Infeksi pneumokokus
3. Emboli pulmoner
4. Peritonitis
5. Gagal ginjal akut
6. Dehidrasi
7. Venous trombosis
8. Aterosklerosis
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan untuk mengatasi gejala dan akibat yang
ditimbulkan pada anak dengan sindrom nefrotik sebagai berikut :
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih
1 gram per hari, secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam
makanan dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3
gram/kgBB/hari.
2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-50
mg/hari). Selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemia,
alkalosis metabolik, atau kehilangan caitan intravaskular berat.
3. Pemberian kortikosteroid berdasarkan ISKDC (international Study of kidney
Disease in Children) : prednison dosis penuh : 60 mg/m2 luas permukaan
badan/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/kgBB/hari) selama 4 minggu
dilanjutkan pemberian prednison dosis 40 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau
2/3 dosis penuh, yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu (intermitten
dose) atau selang sehari (alternating dose) selama 4 minggu, kemudian dihentikan
tanpa tappering off lagi. Bila terjadi relaps diberikan prednison dosis penuh seperti
terapi awal sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu), kemudian dosis
diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh. Bila terjadi relaps sering atau resisten steroid,
lakukan biopsi ginjal.
4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi.
5. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.
G. Pengkajian
1. Identitas
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap
100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan
yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom
nefrotik.
2. Keluhan Utama
Badan bengkak, sesak napas, muka sembab dan napsu makan menurun
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat glomerulonefritis akut dan glomerulonefritis
kronis, terpapar bahan kimia.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare,
urine menurun.
5. Riwayat kesehatan Keluarga
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi
biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah endemik malaria sering dilaporkan terjadinya kasus sindrom nefrotik sebagai
komplikasi dari penyakit malaria.
7. Riwayat Nutrisi
Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya edema.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100
%, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi
baik).
8. Pengkajian Kebutuhan Dasar
i. Kebutuhan Oksigenasi
Dispnea terjadi karena telah terjadi adanya efusi pleura. Tekanan darah normal
atau sedikit menurun. Nadi 70 – 110 X/mnt.
ii. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya edema, nyeri daerah
perut, malnutrisi berat.
iii. Kebutuhan Eliminasi
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuria, proteinuria, oliguri. Perubahan urin seperti
penurunan volume dan urin berbuih.
iv. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Mudah letih dalam beraktivitas. Edema pada area ektrimitas (sakrum, tumit, dan
tangan). Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai.
v. Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan hospitalisasi.
vi. Kebutuhan Persepsi dan Sensori
Perkembangan kognitif anak usia pra sekolah sampai pada tahap pemikiran
prakonseptual ditandai dengan anak-anak menilai orang, benda, dan kejadian di
luar penampilan luar mereka.
vii. Kebutuhan Kenyamanan
Sakit kepala, pusing, malaise, nyeri pada area abdomen, adanya asites.
viii. Kebutuhan Seksualitas
Anak usia pra sekolah mulai membedakan perilaku sesuai jender. Anak
mulai menirukan tindakan orangtua yang berjenis kelamin sama. Eksplorasi
tubuh mencakup mengelus diri sendiri, manipulasi genital, memeluk boneka.
ix. Kebutuhan Konsep Diri
Konsep diri pada anak usia pra sekolah sudah mulai terbentuk dengan
anak mengetahui tentang identitas dirinya.
x. Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan spiritual pada anak mengikuti orangtua.
H. Pemeriksaan Fisik
Bermacam-macam pula pendekatan yang digunakan untuk pemeriksaan
anak dengan sindroma nefrotik salah satu pendekatan yang digunakan adalah
Head to toe antara lain :
i. Kepala
Oedema pada periorbital, moon face, kulit tegang dan mengkilat,
pucat, konjungtiva anemis
ii. Thorax/dada
1. Bentuk : hampir bulat dalam diameter transversa
2. Paru :bila hydrothorax, frekuensi pernafasan meningkat,
kadang sesak nafas, suara nafas normal (vasikuler)/melemah,
perkusi redup/pekak.
iii. Jantung :S1S2Redup
iv. Abdomen
- Perut membesar/cembung simetris dan mengkilat oleh karena
acites. Pada parasat baliotement dengan cara melaksanakan
penakanan mendadak kedinding perut maka pada bagian yang
berlawanan akan teraba pantulan cairan.
- Bunyi pekak di perut bagian bawah dengan batas cekung ke atas,
bunyi timpani di atas, bila anak dalam posisi tegak.
- Shiftung dulnes, anak berbaring terlentang, percusi di atas dinding
perut mungkin timpani dan di samping pekak. Jika anak miring akan
terdapat cairan bebas ke bagian bawah dan terjadi suara pekak redup
yang berpindah.
v. Extrimitas dan Punggung
Adanya edema di ekstrimitas atas maupun bawah seperti di area
sakrum, tumit, dan tangan.
vi. Oedema pada labia mayora pada anak wanita pada scrotum untuk anak
laki-laki. Pada anak yang mendapat kardioteroid dalam jangka lama
terdapat pembesaran penis.
vii. Rectum : bila terdapat diare berkepanjangan timbul iritasi daerah
perianal.
viii. Pemeriksaan Tanda Vital
Suhu : Relatif normal (355 - 375) kecuali ada infeksi penyerta
terjadi kenaikan.
Nadi : Dalam batas normal, bayi = 120 – 140x/m, anak = 100 –
120x/m
TD : Kadang-kadang meningkat
RR : Dalam batas normal (dbn), bayi = 36 – 60x/m, anak = 15-
30x/m
Bila terdapat hidrothorax : meningkat/tachipnea
I. Pemeriksaan Penunjang
Selain proteinuria masif, sedimen urin biasanya normal. Bila terjadi hematuria
mikroskopik lebih dari 20 eritrosit/LPB dicurigai adanya lesi glomerular (misal
sklerosis glomerulus fokal). Albumin plasma rendah dan lipid meningkat. IgM dapat
meningkat, sedangkan IgG menurun. Komplemen serum normal dan tidak ada
krioglobulin.
Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan berbagai infeksi, dan riwayat penyakit
sistemik klien perlu diperhatikan. Pemeriksaan serologit dan biopsi ginjal sering
diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyebab
GN sekunder. Pemeriksaan serologit sering tidak banyak memberikan informasi dan
biayanya mahal. Karena itu sebaiknya pemeriksaan serologit hanya dilakukan
berdasarkan indikasi yang kuat.
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada anak dengan sindrom nefrotik adalah
sebagai berikut :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi .
2. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien .
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum .
5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit : pusing,
malaise .
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dnegan faktor internal : perubahan status
cairan, penurunan sirkulasi .
7. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder :
imunosuprsi, malnutrisi .
8. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan faktor resiko individual
: penyakit kronis, nutrisi yang tidak adekuat .
9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hospitalisasi
10. Penurunan koping keluarga berhubungan dengan krisis situasional yang dapat
dihadapi orang yang penting bagi klien .
K. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa yang muncul adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan volume
cairan tercapai dengan kriteria hasil :
1. Tidak ada edema
2. Berat badan stabil
3. Intake sama dengan output
4. Berat jenis urin atau hasil laboratorium mendekati normal
5. TTV dalam batas normal
Intervensi yang dilakukan adalah :
1. Fluid and Electrolyte Management
i. Monitor tanda vital.
ii. Monitor hasil laboratorium terkait keseimbangan cairan dan elektrolit
seperti penurunan hematokrit, peningkatan BUN, kadar natrium serum
dan kalium.
iii. Pertahankan terapi intravena pada flow rate yang konstan.
iv. Kolaborasi dengan dokter jika tanda dan gejala kelebihan cairan tetap
atau semakin memburuk.
v. Monitor intake dan output cairan.
vi. Monitor kuantitas dan warna haluaran urin
2. Fluid monitoring
1. Pantau hasil laboratorium berat jenis urin.
2. Monitor serum albumin dan total protein dalam urin.
3. Monitor membran mukosa, turgor kulit, dan rasa haus.
4. Monitor tanda dan gejala asites.
5. Timbang berat badan setiap hari
2. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam ansietas teratasi dengan
kriteria hasil :
1. Anak tidak rewel
2. Anak tidak menangis saat dilakukan tindakan
3. Anak kooperatif dalam perawatan
Intervensi keperawatan yang akan dilakukan adalah :
Mood Management
1) Kaji perasaan anak tentang hospitalisai.
2) Kaji persepsi anak tentang hospitalisasi.
3) Tanyakan pada keluarga tentang perubahan sikap, emosi, ataupun ekspresi klien
saat dirawat di rumah sakit.
Therapeutic Play
1) Kaji kebutuhan anak tentang bermain yang dapat dilakukan di rumah sakit.
2) Lakukan pendekatan terapeutik dengan anak.
3) Rencanakan untuk terapi bermain sesuai dengan kebutuhan anak.
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka nutrisi pada
klien seimbang dnegan kriteria hasil :
a. Anak tidak mengeluh mual
b. Keluarga mengatakan nafsu makan anak meningkat
c. Protein dan albumin dalam batas normal
Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah :
Nutritiont Management
1) Kaji makanan yang disukai oleh klien
2) Anjurkan klien untuk makan sedikit namun sering, misal dengan mengemil tiap
jam
3) Anjurkan keluarga untuk menyuapi klien apabila klien kesulitan untuk makan
sendiri
Nutritiont Therapy
Anjurkan keluarga untuk tidak membolehkan anak makan-makanan yang banyak
mengandung garam.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang tepat bagi anak dengan sindrom nefrotik.
Nutritional Monitoring
1) Pantau perubahan kebiasaan makan pada klien.
2) Pantau adanya mual atau muntah.
3) Pantau kebutuhan kalori pada catatan asupan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat beraktivitas
dengan normal dengan kriteria hasil :
Energy Conservation
1) Istirahat dan aktivitas seimbang
2) Mengetahui keterbatasan energinya
3) Mengubah gaya hidup sesuai tingkat energi
4) Memelihara nutrisi yang adekuat
5) Persediaan energi cukup untuk beraktivitas
Activity Tolerance
1) Saturasi oksigen dalam batas normal / dalam respon aktivitas
2) Nadi dalam batas normal / dalam respon aktivitas
3) Pernafasan dalam batas normal / dalam respon aktivitas
4) Tekanan darah dalam batas normal/dalam respon aktivitas
5) Kekuatan ADL telah dilakukan
Intervensi keperawatan sebagai berikut :
Activity Therapy
1. Menentukan penyebab intoleransi aktivitas.
2. Berikan periode istirahat saat beraktivitas.
3. Pantau respon kardipulmonal sebelum dan setelah aktivitas.
4. Minimalkan kerja kardiopulmonal.
5. Tingkatkan aktivitas secara bertahap.
6. Ubah posisi pasien secara perlahan dan monitor gejala intoleransi aktivitas.
7. Monitor dan catat kemampuan untuk mentoleransi aktivitas.
8. Monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan sumber energy.
9. Ajarkan pasien tehnik mengontrol pernafasan saat aktivitas.
10. Kolaborasikan dengan terapi fisik untuk peningkatan level aktivitas
5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit : pusing, malaise
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, gangguan rasa
nyaman teratasi dnegan kriteria hasil :
1. Klien tidak mengeluh lemas
2. Klien tidak mengeluh merasa pusing
3. Klien dapat meningkatkan ADL
Intervensi keparawatan yang dilakukan sebagai berikut :
1. Relaxation Theraphy
b. Anjurkan klien untuk bernapas dalam ketika merasa tidak nyaman.
c. Anjurkan klien untuk beristirahat.
1. Environtmental Management : Comfort
a. Kaji ketidaknyamanan yang dirasakan oleh klien.
b. Berikan posisi yang nyaman pada klien.
c. Batasi pengunjung saat klien beristirahat.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dnegan faktor internal : perubahan status
cairan, penurunan sirkulasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kerusakan integritas kulit
teratasi dengan kriteria hasil :
1. Capilarry refill < 3 detik
2. Tidak ada pitting edema
3. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,
hidrasi, pigmentasi)
Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah :
Pressure Management
1. Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan terjadinya tekanan.
2. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
3. Hindari adanya lipatan pada tempat tidur.
4. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
5. Lakukan mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.
6. Monitor integritas kulit akan adanya kemerahan.
7. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan .
8. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
9. Monitor status nutrisi pasien.
10. Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder :
imunosuprsi, malnutrisi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, resiko infeksi tidak
terjadi dengan kriteria hasil :
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3. Jumlah leukosit dalam batas normal
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat
5. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
Intervensi keperawatan sebagai berikut :
Infection Control
1. Pertahankan teknik aseptic.
2. Batasi pengunjung bila perlu.
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawtan.
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung.
5. Tingkatkan intake nutrisi.
6. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
7. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
8. Anjurkan klien untuk meningkatkan istirahat.
9. Ajarkan keluarga pasien tanda dan gejala infeksi.
10. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam.
8. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan faktor resiko individual :
penyakit kronis, nutrisi yang tidak adekuat.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, reiko keterlambatan perkembangan dapat
teratasi dnegan kriteria hasil :
1. Anak mampu melakukan kebiasaan sesuai dengan umur.
2. Kemampuan kognitif anak sesuai dengn usia tumbuh kembang.
3. Kemampuan motorik anak sesuai dengan usia tumbuh kembang.
Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
A. Parent Education : Adolescent
1) Tanyakan pada orang tua tentang karakteristik anak.
2) Diskusikan pola asuh yang biasa dilakukan pada anak.
3) Monitor perasaan orang tua terhadap anak.
4) Ajarkan pada orang tua tentang metode komunikasi yang tepat pada anak sesuai
dengan karakteristik anak.
B. Developmental Enhancement : Adolescent
1) Informasikan pada orang tua tentang perkembangan anak yang seharusnya telah
dipenuhi.
2) Jelaskan pada orang tua tentang perkembangan yang belum terpenuhi.
3) Rencanakan untuk kegiatan stimulus perkembangan anak.
9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hospitalisasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, gangguan pola tidur
teratasi dengan kriteria hasil :
1. Klien mengatakan dapat tidur dengan nyenyak.
2. Klien tampak segar dan tidak mengantuk.
Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Sleep Enhancement
1. Kaji kebiasaan tidur klien selama di rumah.
2. Kaji penyebab klien susah tidur.
3. Modifikasi lingkungan yang nyaman agar klien bisa tidur nyenyak.
4. Batasi pengunjung saat jam klien istirahat.
5. Anjurkan keluarga untuk mengingatkan klien saat waktu tidur.
10. Penurunan koping keluarga berhubungan dengan krisis situasional yang dapat
dihadapi orang yang penting bagi klien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, koping
keluarga meningkat dengan kriteria hasil :
1. Keluarga mengungkapkan kesiapan dalam perawatan anak.
2. Keluarga menemukan solusi untuk pemcahan masalah yang sedang
dialami.
3. Keluarga kooperatif dalam perawatan.
Intervensi keperawatan yang dilakukan sebagai berikut :
E. Counseling
1) Dorong keluarga untuk mengungkapkan perasaan yang sedang dialami.
2) Gunakan teknik komunikasi terapeutik.
F. Family Therapy
1) Kaji sumber kekuatan keluarga.
2) Kaji persepsi setiap keluarga tentang kondisi yang dialami oleh klien.
3) Fasilitasi keluarga untuk diskusi.
4) Berikan informasi mengenai kondisi klien dan tindakan perawatan yang akan
dilakukan.
G. Bantu keluarga untuk mencari solusi.
1. Emotional Support
1) Berikan dukungan emosional pada keluarga dengan memberikan motivasi untuk
kooperatif dalam tindakan perawatan.
2) Informasikan kepada keluarga tentang perkembangan kondisi klien.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Nephrotic Syndrome adalah merupakan kumpulan gejala yang disebabkan
oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik;
proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema. (Suriadi,
2006)
Sindroma nefrotik adalah suatu sindroma yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya
faktor yang menyebabkan premeabilitas glomerulus. (Hidayat, A.Aziz, 2006)
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
2. Sindrom nefrotik sekunder
3. Sindrom nefrotik idiopatik
4. Glomerulosklerosis fokal segmental
B. SARAN
a. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama
mahasiswa keperawatan
b. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan.
c. Semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi dan
forum terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC
2. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : Media
Aesculapius
3. Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.
4. Surjadi dan Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Ed. 2. Jakarta :
Sugeng Seto
5. Wong, Donna L. 2006. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Ed. 6. Jakarta : EGC.
6. Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental Keperawatan :
Konsep, Proses dan Praktis Volume 2. EGC :Jakarta
7. Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendekumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.
8. NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications
2012-2014. Jakarta : EGC
9. Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012.
Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby Elsavier.
10. Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St.
Louis ,Missouri ; Mosby.
MAKALAH TUGAS INDIVIDU
SINDROM NEPROTIK
Disusun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Anak
Desi Candra Dewi P. 17420113007
PRODI KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2015