syndrome mallory weiss

20
REFERAT SINDROMA MALLORY-WEISS OLEH: Nesatelge Ginting ( 07-032 ) PEMBIMBING: dr. , SpPD

Upload: fitri-haerani

Post on 23-Oct-2015

57 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Syndrome Mallory Weiss

REFERAT

SINDROMA MALLORY-WEISS

OLEH:

Nesatelge Ginting

( 07-032 )

PEMBIMBING:

dr. , SpPD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

PERIODE 02 MEI – 20 JUNI 2011

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Page 2: Syndrome Mallory Weiss

2011

SYNDROME MALLORY-WEISS

PENDAHULUAN(1,2)

Pada tahun 1929 Kenneth Mallory dan Soma Weiss pertama kali

menggambarkan adanya suatu syndrome dengan karakteristik adanya

perdarahan esophagus yang disebabkan oleh robekan mukosa esophagus

pada pasien dengan keluhan mual dan muntah yang menetap akibat

konsumsi alkohol, namun Syndrome Mallory Weiss dapat terjadi pada semua

kejadian yan mengakibatkan tekanan lambung yang mendadak atau

prolapsus lambung ke dalam esophagus. Walaupun robekan biasanya terjadi

pada kejadian muntah atau muntah berulang tetapi dapat juga terjadi pada

kejadian yang pertama kali.

Syndrome Mallory Weiss digambarkan sebagai perdarahan

gastrointestinal sekunder akibat robekan mukosa longitudinal pada

gastroesophageal junction atau cardia gaster. Di Amerika Serikat frekuensi

terjadinya Syndrome Mallory –Weiss sekitar 1-15 % dari perdarahan

perdarahan gastrointestinal bagian atas. Walaupun kasus robekan

esophagus ini yang dilaporkan banyak terjadi pada orang dewasa namun

Syndrome Mallory-Weiss juga dapat terjadi pada anak-anak. Tidak ada

predileksi untuk ras tertentu pada syndrome ini. Syndrome Mallory-Weiss

banyak dilaporkan dominan pada laki-laki, rasio kejadian laki-laki dan

perempuan adalah 2-4 : 1. Rentang umur pada pasien dengan robekan

Mallory-Weiss cukup lebar, biasanya sekitar 40-50 tahun.

Page 3: Syndrome Mallory Weiss

PATHOPHYSIOLOGY(3,4)

Robekan Mallory – Weiss ini timbul karena adanya tekanan gradien

transmural yang besar, timbul cepat dan transien di sepanjang regio junction

gastro esophageal. Distensi akut dari esofagus bawah yang tidak dapat

berdistensi juga bisa menyebabkan robekan linear pada regio ini.

Dengan peningkatan tekanan intragaster yang disebabkan faktor-

faktor presipitasi seperti mual atau muntah, gradien tekanan transmural

meningkat secara dramatis di sepanjang hiatus hernia, yang menimbulkan

zona tekanan intratoraks rendah. Jika kekuatan merobek cukup tinggi,

laserasi longitudinal akhirnya timbul. Dari dalam hernia, robekan lebih

berkaitan dengan kurvatura minor kardia gaster, yang relatif immobile

dibanding bagian lambung lainnya.

Mekanisme potensial lainnya dari robekan Mallory-Weiss adalah

prolapsus akibat trauma atau intususepsi lambung atas esophagus, yang

bisa dilihat selama dilakukan endoskopi.

MORTALITAS / MORBIDITAS (1,2,3)

Perdarahan dari robekan Mallory-Weiss berhenti spontan pada 80-90%

pasien. Dengan terapi konservatif, sebagian besar robekan sembuh

dalam 48 jam. Maka dari itu robekan Mallory-Weiss dapat dengan

mudah tidak terdeteksi bila endoskopi ditunda.

Derajat hilangnya darah bervariasi. Penelitian awal melaporkan bahwa

proporsi pasien membutuhkan transfusi darah adalah 40-70%. Nilai ini

tampaknya tidak berlaku lagi saat ini dan mungkin lebih rendah lagi.

Page 4: Syndrome Mallory Weiss

Instabilitas hemodinamik dan syok dapat timbul pada 10% pasien.

Pada satu penelitian mortalitas 8,6% disebabkan oleh robekan Mallory-

Weiss. Pengalaman klinis terbaru menujukkan angka mortalitas yang

lebih rendah secara signifikan dari robekan Mallory-Weiss.

ETIOLOGI(1,2)

Adanya hernia hiatus adalah faktor predisposisi dan ditemukan pada

35-100% pasien dengan syndrome ini . Selama mual atau muntah, gradien

tekanan transmural lebih besar didalam hernia dibanding bagian lain

lambung, dan lokasi tersebut kemungkinan besar mengalami robekan.

Faktor-faktor presipitasi termasuk mual, muntah, cegukan, batuk, trauma

tumpul abdomen, dan resusitasi cardiopulmoner. Robekan iatrogenik jarang

terjadi, tergantung frekuensi mual pasien selama endoscopy, prevalensinya

dilaporkan sekitar 0,07-0,49 %.

Pada sedikit kasus, tidak ada faktor presipitasi jelas yang dapat

dikenali. Pada satu penelitian,25% pasien tidak memiliki faktor resiko yang

dapat dikenali.

GEJALA KLINIS(2,3,4,5)

Robekan Mallory-Weiss tidak menunjukkan gejala yang spesifik.

Gambaran klinis yang dapat ditemukan tergantung dari tingkatan atau

derajat perdarahan gastrointestinal. Gambaran klasik termasuk episode

hematemesis setelah mual atau muntah, meskipun gambaran ini bisa tidak

sebanyak yang diduga sebelumnya. Graham dan Schwartz menemukan

riwayat semacam ini didapat hanya pada sekitar 30% pasien. Pada

penelitian yang dilakukan oleh Harris dan DiPalma, hematemesis pada

muntah pertama dilaporkan pada 50% pasien.

Page 5: Syndrome Mallory Weiss

Gejala klinis lainnya yang jarang ditemukan tetapi dapat terjadi pada

syndrome Mallory-Weiss adalah melena, takikardi, hipotensi, hematochezia,

sinkop, nyeri abdomen bisa juga terjadi syok.

DIAGNOSA BANDING(1,2,3,4)

o Sindrom Boerhaave

o Esofagotis

o Ulkus Peptikum

o Erosi Cameron

PEMERIKSAAN PENUNJANG(1,2,3,4,5)

Pemeriksaan Laboratorium:

o Pemeriksaan Hb dan Ht dilakukan untuk menilai episode perdarahan

awal dan untuk memonitor pasien.

o Hitung Platelet APTT dan PTT, dilakukan untuk menilai keparahan

trombositopenia dan koagulopaty sebagai faktor komplikasi.

Pemeriksaan koagulasi diperlukan pada pasien-pasien yang

mengkonsumsi antikoagulan atau dengan asupan oral minimal atau

tidak sama sekali mengkonsumsi antibiotik. Hitung platelet bisa rendah

karena menkonsumsi alcohol.

o Tingkat BUN creatinin dan elektrolit diukur untuk patokan terapi cairan

IV.

o Pemeriksaan golongan darah dan antibody dilakukan untuk

kemungkinan transfusi darah.

Page 6: Syndrome Mallory Weiss

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan Barium atau Gastrografin tidak boleh dilakukan karena nilai

diagnostik yang rendah dan mengganggu penilaian endoscopi dan terapi.

Pemeriksaan lainnya

EKG dan Enzym jantung (jika ada indikasi) untuk menilai iskemia miokard

akibat kehilangan darah gastrointestinal terutama pada pasein dengan

anemia signifikan, instabilitas hemodinamik, penyakit cardivaskuler, adanya

nyeri dada, dan atau usia lanjut.

PENATALAKSANAAN(1,2,3,4,5)

Penatalaksanaan Medis

Penanganan awal termasuk melakukan tindakan resusitatif yang diperlukan,

melakukan endoskopi secepatnya, dan menila pasien untuk perawatan ICU,

rawat inap rawat jalan, terantung pada keparahan perdarahan, penykit

penyerta dan resiko perdarahan ulang dan komplikasi.

Dilakukan endoskopi lebih awal pada pemeriksaan klinis. Endoskopi

adalah prosedur pilihan untuk diagnosa dan terapi. Diagnosa endoskopi dari

perdarahan Mallory-Weiss ditegakkan dengan adanya pedarahan aktif,

bongkahan fibrin yang menempel pada robekan mukosa didalam atau

didekat junction gastroesofagus. Rata-rata robekannya 2-3 cm dan selebar

beberapa mm. Sebagian besar pasien (>80%) datang dengan robekan

tunggal. Lokasi robekan biasanya terletak tepat dibawah junction

gastroesofagus di curvatura minor gaster (antara jam 2 dan 6 pada tampilan

endoskopi dengan posisi LLD).

Robekan Mallory-Weiss biasanya berhubungan dengan lesi mukosa

lainnya. Pada satu penelitian, 83% pasien memiliki abnormalitas mukosa

Page 7: Syndrome Mallory Weiss

tambahan yang secara potensial mempengaruhi perdarahan atau

menyebabkan mual dan muntah yang akan menginduksi robekan ini.

Beberapa tindakan endoskopi efektif untuk menangani perdarahan

Mallory-Weiss.Pilihannya biasanya tergantung pada kebiasaan ahli endoskopi

dengan teknik tertentu dan peralatan yang ada.Pasien dengan perdarahan

aktif ( Muncratan arteri,mengalir dari titik fokal ) bisa ditangani. Stigmata

seperti pembuluh darah yang terlihat tidak berdarah atau perlekatan bekuan

darah tidak sepenuhnya perlu penanganan, seperti pada ulkus

peptikum.Stigmata seperti ini biasanya tidak ditangani kecuali bila terdapat

episode perdarahan berulang dari lesi yang sama atau berhubungan dengan

koagulopati . Robekan dengan dasar yang bersih, fibrinous atau bercak yang

rata berpigmen tidak ditangani karena resiko perdarahan ulang minimal.

Peralatan termal kontak, seperti elektrokoagulasi multipolar ( EKMP)

atau probe panas dengan / tanpa injeksi epinefrin,umumnya digunakan

untuk menangani perdarahan aktif.Efektifitas dan keamanan telah

ditetapkan hanya dalam beberpa sample acak dengan kontrol. Sebagai

contoh, Laine mendemonstrasikan efektifitas hemostatik yang lebih

besar,interfnsi gawat darurat yang lebih sedikit.dan kecenderungan kearah

penurunan kebutuhan transfusi. EKMP atau probe panas ditempelkan pada

titik perdarahan dengan tekanan rendah sampai sedang. Parameter

penanganan yang disarankan untuk EKMP adalah 14-16 watt selama 3-4

detik per kali ,dan rata-rata 1-5 kali. Parameter penanganan yang disarankan

untuk probe panas termasuk 15-20 J per pulsasi dengan 2-3 pulsasi. Titik

akhirnya adalah penghentian perdarahan dan pembentukan koagulum putih.

Injeksi epinefrin ( 1 : 10.000 - 1 : 20.000 ) mengurangi atau

menghentikan perdarahan melalui mekanisme vasokonstriksi dan

tamponade. Biasanya dikombinasi dengan terapi yang lebih definitive (terapi

panas ). Aliquots 0.5- 1 ml diinjeksikan disekitar titik perdarahan. Tidak ada

batas maksimal volume yang diketahui,dan sering digunakan epinefrin

Page 8: Syndrome Mallory Weiss

sebesar 20 ml. Diperlukan monitor yang hati-hati, karena injeksi epinefrin

submukosa bisa memasuki sirkulasi sistemik tanpa adanya proteksi, yang

berpotensial menyebabkan komplikasi kardiovaskular serius. Injeksi epinefrin

paling baik dihindari pada pasien-pasien dengan penyakit kardiovaskular.

Keberhasilan dari penggunaan sklerosant seperti alcohol atau

polidokanol telah dilaporkan. Jika ada alternatif lain yang lebih aman injeksi

sklerosant tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan kerusakan

jaringan dan nekrosis jaringan juga berpotensi terjadi perforasi.

Penggunaan argon plasma koagulator ( APC) dalam pengobatan

syndrom Mallory Weiss masih terbatas, tetapi alat non kontak ini menjadi

popular karena kemudahan penggunaannya. Pada esofagus dinding halus,

tenaga output disetel 40-45 W dan menggunakan aliran gas argon yang

relatif rendah (1L/menit). APC harus dipertahankan dekat dengan lokasi

target,yang bisa menyulitkan untuk menyesuaikan peristaltic

Ligasi pita endoskopi telah menunjukkan efetif untuk menangani

perdarahan pada robekan . Perbedaan harus dideteksi untuk efektifitas atau

keamanan ligasi pita terhadap injeksi epinefrin. Ligasi pita harus digunakan

terutama pada perdarahan. yang berkaitan engan hipertensi portal dan

varices esophagus,yang mana terapi panas tidak dianjurkan.

Endoskopi hemoklip juga efektif , tepi dari robekan bisa didekatkan.

Dimulai dari ujung distal robekan,dan diteruskan kearah proksimal,cara

lain,hanya titik perdarahan yang menjadi target untuk hemoklip. Hemoklip

bisa tidak berhasil oleh sebab lokasinya miring,atau robekannya terlalu

besar. Pada penelitian sebanyak 26 pasien,hemoklip pada semua kasus

berhasil secara teknik, jumlah klip yang digunakan rata-rata 2.8 + 1.6

( kisaran 1-8 ). Pada penelitian prospektif acak terhadap 35 pasien dengan

perdarahan aktif akibat robekan, hemoklip dan injeksi epinefrin sama efektif

untuk tercapainya hemostasis primer. Bila memungkinkan,pengarang lebih

memilih penggunaan hemoklip dibanding panas,karena dapat menyebabkan

Page 9: Syndrome Mallory Weiss

perlukaan jaringan berlebihan,yang dapat mengarah ke nekrosis dan

perforasi.

Meskipun penelitian awal melaporkan tamponade balon

menguntungkan,teknik ini mungkin harus dihindari,karena menciptakan

kekuatan yang merupakan pedisposisi untuk laserasi dan dapat melebarkan

robekan.

Angioterapi dengan infus vasopresin selektif atau embolisasi arteri

gastrika sinistra dapat dilakukan pada pasien yang tidak memberikan respon

terhadap terapi endoskopi / beresiko tinggi terhadap komplikasi endoskopi.

Penatalaksanaan Operatif

Penjahitan bedah pada robekan dilakukan hanya pada kasus pedarahan

refrakter terhadap terapi endoskopi atau angioterapi.

Konsultasi

Radiologi vaskuler intervensi : angioterapi ntk perdarahan tidak

terkontrol dengan menggunakan endoskopi.

Konsultasi bedah : pembedahan bisa diperlukan sebagai terapi

terakhir untuk intervensi endoskopi dan atau radiology yang gagal.

Diet

Puasa hanya dilakukan pada pasien dengan hemodinamik tidak

stabil dan pada pasien yang membutuhkan intervensi endoskopi

berulang, dalam jangka waktu pendek karena ketidak pastian

efektifitas terapi endoskopi atau kemungkinan komplikasi dari

terapi awal.

Page 10: Syndrome Mallory Weiss

Bila pasien mempunyai keluhan mual atau muntah maka ia dapat

menruskan asupan oral setelah endoskopi, dimulai dengan/ cair dan

berlanjut ke diet reguler yang bisa ditoleransi dalam 48 jam

Supresan asam (pompa proton inhibitor) atau protektan mukosa

biasanya diresepkan dalam 1 –2 minggu untuk mempercepat

penyembuhan walaupun prakteknya belum terbukti bermanfaat.

Antiemetik ( proklorperazine) berguna untuk mengontrol mual dan

muntah yang merupakan faktor pencetus tersering pada Robekan

Mallory Weiss.

Perawatan Lebih Lanjut Pada Pasien Rawat Inap :

o Pasien tanpa faktor resiko untuk terjadinya perdarahan berulang

(hipertensi portal koagulopati), perdarahan berat ( hematochezia,

hemodinamik yang tidak stabil ) atau perdarahan aktif saat

endoskopi yang dapat diatasi cara konservatif dengan observasi

ketat atau hospitalisasi dini (dalam periode 24 jam). Hospitalisasi

pasien dengan perdarahan aktif akibat robekan setidaknya

dilakukan dalam 48 jam. Pasien dengan faktor klinis dengan

perdarahan berulang dan stigmata endoskopi dengan perdarahan

tidak terlihat, bekuan darah, harus diobservasi dalam 48 jam. Jika

terjadi perdarahan berulang biasanya terjadi dalam kurun waktu

periode tersebut.

o Monitor tanda vital, periksa Hb serial dan Ht ( q6h inisial) perhatikan

tanda klinis, perdarahan berulang, mengawasi kemungkinan terjadi

koagulopati, perawatan hemodinamik dengan cairan dan transfusi

darah.

o Tansfusi, bila Hb < 8 ( < 10 gr/dl untuk pasien dengan riwayat

penyakit kardiopulmonar).

o Mengontrol atau mengurangi faktor pencetus serpti mual dan

muntah. Mengobati lesi-lesi yang lain secaa endoskopi.

Page 11: Syndrome Mallory Weiss

Perawatan Lebih Lanjut Pada Pasien Rawat Jalan

Perhatikan gejala yang muncul, tanda-tanda yang berulang.

Medikamentosa

Pompa proton inhibitor (omeprazole) 20 mg PO) atau

sucralfate (1gr/oral) untuk 1-2 minggu untuk mengurangi faktor

yang menyebabkan perlukaan, misalnya : asam, pepin, aam

empedu yang menggangu penyembuhan robekan mukosa

Terapi khusus terhadap faktor pencetus Robekan Mallory Weiss

(antiemetik unuk mual dan muntah)

PENCEGAHAN(1,2)

Kekambuhan jarang terjadi

Konsul pasien dengan robekan Mallory-Weiss yang sebelumnya

sudah memiliki faktor pencetus (alkoholik, muntah yang sering,

batuk rejan) yang menyebabkan robekan berulang.

KOMPLIKASI(2,3,4,5)

o Iskemia miokardial atau infark,syok hipovolemik,kematian

biasanya berhubungan dengan sering dan banyaknya terjadi

perdarahan, dan faktor-aktor yang berhubungan.tetapi dengan

terapi standart yang terkini komplikasi ini jarang terjadi.

o Perforasi dan perdarahan selama dilakukan

endoskopi,merupakan komplikasi yang potensial terjadi.

o Iskemi organ dan infak mrupakan komplikasi dari angioterapi.

Page 12: Syndrome Mallory Weiss

PROGNOSIS(3,4,5)

Prognosis biasanya baik, banyak pasien yang perdarahannya berhenti

spontan,dan robekan sembuh cepat (48-72 jam ).

LAMPIRAN(1,2)

Drug Category: Gastrointestinal agents -- Protect the gastrointestinal lining and promote faster healing of the mucosa.

Drug Name

Sucralfate (Carafate) -- Forms a viscous adhesive substance that protects GI lining against pepsin, peptic acid, and bile salts. Used for short-term management of ulcers.

Adult Dose 1 g PO qid

Pediatric DoseNot established; 40-80 mg/kg/d PO divided q6h suggested

Contraindications Documented hypersensitivity

InteractionsMay decrease effects of ketoconazole, ciprofloxacin, tetracycline, phenytoin, warfarin, quinidine, theophylline, and norfloxacin

PregnancyB - Usually safe but benefits must outweigh the risks.

PrecautionsCaution in renal failure and conditions that impair excretion of absorbed aluminum

Drug Category: Antiemetic agents -- Control precipitating factors of nausea and vomiting in initiating or aggravating the tears.

Drug Name Prochlorperazine (Compazine) -- May relieve

Page 13: Syndrome Mallory Weiss

nausea and vomiting by blocking postsynaptic mesolimbic dopamine receptors through anticholinergic effects and depressing reticular activating system. In addition to antiemetic effects, it has the advantage of augmenting hypoxic ventilatory response, acting as a respiratory stimulant at high altitude.

Adult Dose

5-10 mg PO/IM tid/qid; not to exceed 40 mg/d2.5-10 mg IV q3-4h prn; not to exceed 10 mg/dose or 40 mg/d25 mg PR bid

Pediatric Dose

2.5 mg PO/PR q8h or 5 mg q12h prn, not to exceed 15 mg/d; IV dosing not recommended for children0.1-0.15 mg/kg/dose IM; change to PO as soon as possible

ContraindicationsDocumented hypersensitivity, bone marrow suppression, narrow-angle glaucoma, and severe liver or cardiac disease

Interactions

Coadministration with other CNS depressants or anticonvulsants may cause additive effects; coadministration with epinephrine may cause hypotension

PregnancyC - Safety for use during pregnancy has not been established.

Precautions

Drug-induced Parkinson syndrome or pseudoparkinsonism occurs quite frequently; akathisia is most common extrapyramidal reaction in elderly patients; lowers seizure threshold; caution with history of seizures

Drug Category: Proton pump inhibitors -- Reduce or eliminate acid secretion to allow faster healing of the mucosal tear.

Drug Name Omeprazole (Prilosec) -- Decreases gastric acid secretion by inhibiting parietal cell H+/K+-ATPase pump. For short-term (4-8 wk) treatment of active benign gastric ulcer and active duodenal ulcer, treatment of H pylori infection in combination with antibiotics, short-term treatment of symptomatic GERD poorly responsive to customary medical treatment, maintenance of healing of erosive esophagitis,

Page 14: Syndrome Mallory Weiss

and pathological hypersecretory conditions.Adult Dose 20 mg PO qd/tid

Pediatric Dose Not establishedContraindications Documented hypersensitivity

InteractionsMay decrease effects of itraconazole and ketoconazole; may increase toxicity of warfarin, digoxin, and phenytoin

PregnancyC - Safety for use during pregnancy has not been established.

Precautions Bioavailability may increase in elderly patients

Drug Name

Esomeprazole (Nexium) -- S-isomer of omeprazole. Inhibits gastric acid secretion by inhibiting H+/K+-ATPase enzyme system at secretory surface of gastric parietal cells.

Adult Dose 20-40 mg PO qd for 4-8 wkPediatric Dose Not established

Contraindications Documented hypersensitivityInteractions None reported

PregnancyC - Safety for use during pregnancy has not been established.

PrecautionsSymptomatic relief with proton pump inhibitors may mask symptoms of gastric malignancy

Diambil dari www.emedicine.com

GAMBARAN ROBEKAN MALLORY-WEISS

GASTER NORMAL GASTER ABNORMAL

Page 15: Syndrome Mallory Weiss

DAFTAR PUSTAKA

1. Louis MWK : Mallory-Weiss Tear. 2004 Available on www.emedicine.com

2. Chris AL : Mallory-Weiss Syndrome. 2003 Available on www.emedicine.com

3. Principles of Internal Medicine,Vol.1,16th Harrisons,2002.

4. Graw Mc,Hill,Mallory Weiss Syndrome in Gastroenterology And Hepatology,1999.9,31

5. Kenneth Mc, Gastrointestinal Bleeding in Current Medical diagnosis & Treatment,41st edition,2002.