survailans epidemiologi

Upload: ika-memei

Post on 20-Jul-2015

177 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Surveilans medis berbeda dengan surveilans kesehatan pada umumnya, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan proses manajemen risiko. Sayangnya justru surveilans kesehatan diselenggarakan sebagai bagian yang terpisah, yang menyebabkan keluar dari tujuan dan jauh dari efektif dan efisien. Pemeriksaan kesehatan tidak dilaksanakan dengan tepat tidak ditujukan pada pemeriksaan fungsi dan organ target yang relevan, serta pemantauan biologis tidak disesuaikan dengan pajanan bahaya kesehatan yang ada. Isu penting lain dalam penyelenggaraan program kesehatan dan keselamatan kerja adalah penerapan evaluasi epidemiologi status kesehatan pekerja. Evaluasi epidemiologi terhadap hasil pemeriksaan kesehatan pekerja dapat bermanfaat untuk melihat kecenderungan kelainan pada kelompok pekerja, yang pada hasil individual tidak terlihat. Dipihak lain, ketika pada kelompok pekerja kelainan tersebut tidak tampak maka kita dapat mengatakan bahwa program pengendalian bahaya kesehatan telah berjalan baik. Evaluasi secara kelompok memungkinkan kita melihat apakah pada level individual pemeriksaan kesehatan telah dilakukan sesuai kriteria standar, dan perbedaan analisis telah mendapat perhatian. Surveilans kesehatan juga merupakan sarana untuk menilai tingkat pelaksanaan manajemen risiko. Apabila disimpulkan bahwa risiko bahaya kesehatan dapat diabaikan atau dalam batas yang dapat diterima, tidak ditemukan gangguan kesehatan terkait dengan pajanan bahaya kesehatan, pemantauan biologis menunjukkan tingkat pajanan yang rendah maka dapat dikatakan program manajemen risiko adekuat. Program selanjutnya ditujukan pada zero accident. Kebiasaan dokter di Indonesia tertuju pada deteksi dan pengobatan gangguan kesehatan yang ada. Hal tersebut tidak salah tetapi tidak boleh berhenti sampai pada kegiatan tersebut. Di dalam praktik kesehatan kerja, surveilans kesehatan bukanlah tujuan utama dalam manajemen risiko kesehatan, tetapi merupakan sarana konfirmasi bahwa efek buruk pajanan bahaya kesehatan sudah tidak ada, dan selanjutnya melaksanakan program promosi

2

kesehatan. Sebagai konsekuensi manajemen dan merupakan hal yang penting adalah kebutuhan dokter yang mempunyai kompetensi dan wewenang dalam praktik kedokteran kerja. Manajemen hendaknya tidak memandang dokter perusahaan sebagai dokter yang berpraktik mengobati pekerja sakit saja

B. TUJUAN Tujuan pembuatan makalah ini ada untuk mengetahui: 1. Defenisi survailans 2. Defenisi penyakit akibat kerja 3. Defenisi survailans penyakit akibat kerja 4. Tujuan survailans penyakit akibat kerja 5. Ruang lingkup survailans penyakit akibat kerja

C. BATASAN MASALAH Batasan pembahasan masalah dalam makalah ini adalah terbatas kepada defenisi survailans, devenisi penyakit akibat kerja, defenisi penyakit akibat kerja, defenisi survailans penyakit akibat kerja, tujuan survailans penyakit akibat kerja, ruang lingkup survailans penyakit akibat kerja.

3

BAB II PEMBAHASAN

A. SURVAILANS EPIDEMIOLOGI 1. Defenisi Adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisa, interpretasi data secara sistematis dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit terkait yang membutuhkan untuk mengambil tindakan (WHO). Survailans merupakan suatu rangkaian proses pengamatan terus menerus, sistematik dan berkesinambungan terhadap terjadinya penyebaran penyakit, kondisi yang memperbesar resiko penularan, dan masalah-masalah kesehatan lainnya dengan melakukan pengumpulan data analisis dan interpretasi dan penyebaran interpretasi serta tindak lanjut perbaikan dan perubahan

2. Cirri-ciri survailans Cirri-ciri survailance secara garis besarnya ada 5 yaitu: a. Adanya keteraturan (dalam pengumpulan dan interpretasi data) b. Adanya upaya terus menerus c. Kesederhanaan (artinya mudah didapat dan dikerjakan) d. Harus ada kemudahan untuk dimengerti e. Adanya indikator yang dapat mengukur keberhasilan kegiatan survailans

3. Tujuan survailans Tujuan survailans adalah tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program dan peningkatan system kewaspadaan dini (SKD)

4

4. Komponen survailans Beberapa komponen survailans yang dikenal adalah: a. Defenisi 1) Staf yang bertanggung jawab untuk melakukan survailans harus mampu mengidentifikasi terlebih dahulu terhadap masalah/ kejadian yang dicurigai, serta dapat menentukan populasi yang akan diteliti 2) Staf harus mengidentifikasi secara tertulis masalah yang akan dikaji dalam format yang ringkas dan menghindari adanya keragaman dalam penafsiran pengertian. Defenisi yang telah ditetapkan tersebut harus konsisten dipergunakan dalam proses pengumpulan data. Misalnya : yang disebut hospital acquired adalah apabila terjadi 48-72 jan (2-3)hari setelah pasien boleh keluar. Dengan kata lain bahwa bukan termasuk dalam pengertian infeksi nosokomial apabila terjadinya saat pasien masuk

b. Pengumpulan data (collecting data) Dalam pengumpulan data bida dilakukan secara retrospective (setelah pasien meninggalkan RS/10 hari) atau prospective (memulainya pada saat/ sesaat setelah timbulnya kejadian (2-3 hari). Sumber pengumpulan data bisa berasal dari pencatatan angka kematian, laporan penyakit, laporan hasil, pemeriksaan laboratorium, dll

c. Manajemen data Proses manajemen data dilakukan secara sistematik agar proses koding dan entry data bebas dari kesalahan (error)

d. Analisis data dan interpretasi hasil 1) Analisa data dan interpretasi hasil dengan menghitung insidensi. Kesalahan dalam mengemukakan hasil survailans adalah ketika hanya melaporkan jumblah kejadian dalam kurun waktu tertentu. Seharusnya dilakukan secara terus menerus, misalnya: satu kali dalam 4 bulan. 2) Tahap ini memberikan informasi tentang peningkatan kasus, KLB, atau factorfaktor penyebab

5

3) Bisa ditampilkan dalam bentuk teks, table, grafik dan lain-lain 4) Cara melakukan analisis adalah dengan cara: a) Analisis deskripsi : memperhatikan variabel epidemiologi berdasarkan waktu, tempat dan orang b) Analisis perbandingan : dituntut untuk membandingkan terjadinya kasus pada saat ini dibanding kasus sebelumnya untuk menarik kesimpulan mengenai perkembangan penyakit c) Analisis kecenderungan : mengikuti pola penyakit untuk memprediksi kasus penyakit dimasa datang 5) Mengkomunikasikan hasil survailans: a) Sebagai audensinya adalah pemegang kebijakan, kepala inslatasi, SMF, komite medik, dan pihak-pihak terkait b) Penyebarluasaan informasi lintas program/lintas sektor c) Sebagai umpan balik pemberi laporan d) Merupakan komponen penting, sehingga dari penyebar info ini diharapkan dapat dipergunakan untuk perencanaan atau pengambilan keputusan

B. PENYAKIT AKIBAT KERJA 1. Defenisi Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Penyakit akibat kerja merupakan Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui. WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja : a. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis. b. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik. c. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis

6

d. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.

2. Faktor Penyebab Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan a. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik. b. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut. c. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur d. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja e. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

3. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman: a. Tentukan Diagnosis klinisnya Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk

mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.

7

b. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup: 1) Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara khronologis 2) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan 3) Bahan yang diproduksi 4) Materi (bahan baku) yang digunakan 5) Jumlah pajanannya 6) Pemakaian alat perlindungan diri (masker) 7) Pola waktu terjadinya gejala 8) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa) 9) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya) c. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).

8

d. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja. e. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami. f. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja. g. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.

9

Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan data epidemiologis

C. SURVAILANS PENYAKIT AKIBAT KERJA 1. Defenisi Survailans Penyakit Akibat Kerja adalah usaha pengumpulan data secara sistematis dan berkelanjutan, melakukan analisisatas data tersebut serta melakukan interpretasi dengan tujuan untuk perbaikan dari segi kesehatan dan keselamatan kerja. Surveilans Kesehatan Kerja, merupakan Strategi atau metode untuk mendeteksi dan menilai secara si stematik efek merugikan dari pekerjaan terhadap kesehatan pekerja secara dini. Dalam survailans penyakit akibat kerja perlu identifikasi faktor bahaya dilingkungan kerja baik secara Kualitatif maupun kuantitatif. Serta harus ada ditetapkan populasi terpajan (population at risk).

2. Tujuan Survailans Penyakit Akibat Kerja Tujuan dilaksanakannya survailans penyakit akibat kerja adalah untuk: a. Dapat mengenal tren kesehatan dan masalah yang perlu penyelesaian b. Memungkinkan evaluasi epidemiologi c. Memenuhi persyaratan legal d. Tersedianya dokumentasi yang sesuai dengan pekerja dan perusahaan dalam kasus klaim kompensasi kecelakaan kerja termasuk penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan e. Memungkinkan pemantauan kinerja kesehatan pekerja. Perlu dipahami bahwa data surveilans kesehatan pekerja bersifat rahasia sehingga harus mendapat penanganan untuk menjaga kerahasiaan tersebut. Data anonim harus digunakan ketika menyampaikan laporan kepada manajemen dan pengusaha, termasuk pemantauan kinerja program kesehatan dan keselamatan kerja. Data lain yang perlu ditata

10

adalah yang terkait dengan pengendalian dan penilaian pajanan serta kegiatan surveilans kesehatan yang dilaksanakan dalam proses manajemen risiko kesehatan

3. Ruang lingkup Survailans PAK a. Identifikasi faktor risiko Identifikasi faktor risiko bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab dari penyakit akibat kerja dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya penyakit akibat kerja. Peninjauan faktor risiko biasanya dilaksanakan dengan metode kualitatif atau kuantitatif. Cara pelaksanaannya biasanya adalah Walk - through Survey, Interview, Checklist, Chemical inventory, Tinjauan dokumen, dll. Faktor-faktor yang diidentifikasi mencakup 2 hal: 1) Faktor Pekerja Faktor pekerja yang mempengaruhi biasanya adalah karakteristik individu yang mencakup kepada: a) Faktor usia b) Masa kerja c) Pendidikan d) Indeks masa tubuh e) Tekanan darah f) Gula darah g) Kebiasaan/perilaku 2) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan juga terbagi atas beberapa hal yang harus diamati, yaitu setiap faktor yang berhubungan dengan pekerjaan dan memapari pekerja selama proses kerja berlangsung. Faktor lingkungan tersebut adalah: a) Faktor fisik: yaitu meliputi noise atau kebisingan, suhu, pencahayaan, kelembaban, Panas, dll b) Faktor kimiawi: yaitu pada tempat kerja terdapat lebih dari 100000 zat kimia yang sudah digunakan baik itu bersifat powder, gas, fume dll, Namun dalam

11

ILO baru teridentifikasi sekitar 30 bahan kimia, dan bahan kimia lainnya belum dijelaskan secara rinci. c) Faktor biologis: yaitu bakteri, jamur, virus dan mikro biologi lain d) Faktor ergonomis: berhubungan dengan faktor fisiologis dan kenyamanan kerja pekerja e) Faktor psikologis: yaitu berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi kejiwaan pekerja seperti beban kerja, stress kerja serta faktor lain. f) Faktor life style: yaitu berupa kebisaan gaya hidup rekan kerja, atau gaya suatu tempat kerja dalam pelaksanaan suatu proses produksi.

b. Pemeriksaan Kesehatan Selain dilakukan identifikasi faktor risiko, pemeriksaan kesehatan pada pekerja juga perlu dilakuakan. Hal ini bertujuan agar kita mengetahui kondisi kesehatan pekerja. Pelaksanaan pemeriksaan pekerjaan dilaksanan secara bertahap, yaitu: 1) Sebelum bekerja/Pra- Penempatan kerja/ Setelah Penempatan Kerja Pemeriksaan kondisi kesehatan pekerja sebelum bekerja bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan pekerja tersebut, sebagai suatu pertimbangan apakah pekerja tersebut bisa atau layak di tempatkan pada suatu pekerjaan tertentu atau tidak. Selain itu juga mengidentifikasi kondisi kesehatan yang mungkin diperburuk oleh pajanan bahaya kesehatan, kerentananan calon pekerja terhadap bahaya kesehatan tertentu yang memerlukan eksklusi pada individu dengan pajanan tertentu. Serta pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja berfungsi untuk

menetapkan data dasar (baseline data) evaluasi sebelum pekerja ditempatkan atau melaksanakan pekerjaannya. Data dasar ini berguna sebagai pertimbangan kelak adanya gangguan kesehatan dan adanya kaitan dengan pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja Sedangkan pemeriksaan kesehatan setelah penempatan kerja bertujuan untuk meninjau apakah selama proses kerja pekerja mengalami kelainan dari

12

faktor paparan yang ada selama bekerja. Sehingga bisa dilakukan tindak lanjut secara dini jika ditemui penyakit atau gangguan/ kelaianan pada pekerja 2) Pemeriksaan Berkala atau periodic Pemeriksaan secara berkala kesehatan pekerja perlu dilaksanakan oleh setiap tempat kerja. Hal ini bertujuan sebagai deteksi dini penyakit atau meninjau perubahan kesehatan atau yang terjadi pada pekerja selama pekerja bekerja ditempat kerja tersebut. Hal ini juga bertujuan agar pengontrolan kondisi kesehatan pekerja bisa dilaksanakan lebih mudah. Seandainya terjadi kejadian atau penyakit akibat kerja pada pekerja selama proses kerja maka pihak perusahaan wajib melakukan pengobatan sesuai dengan peraturan yang ada. 3) Pemeriksaan Termination/exit/retirement (pensiunan) Pemeriksaan kesehatan pekerja saat pekerja berhenti atau pensiun, bertujuan untuk mengetahui perbedaan kondisi kesehatan pekerja saat masuk dan keluar dari perusahaan yang bersangkutan. Sehingga jika terjadi tuntutan dari pekerja berupa kejadian penyakit akibat kerja maka perusahaan mempunyai dokumen apakah pekerja mengalami penyakit akibat kerja atau tidak. Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan mencakup kepada: 1) Pemeriksaan dasar Pemeriksaan dasar berupa pemeriksaan pada kesehatan pekerja secara umum. Pemeriksaan ini berupa pemeriksaan kesehatan Head To Toe, yaitu berupa pemeriksaan kesehatan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. 2) Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan kesehatan khusus adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan untuk organ tubuh tertentu, seperti pemeriksaan jantung, paru-paru, mata dan organ lain pada tubuh manusia. Tujuan pemeriksaan kesehatan khusus Pada dasarnya adalah pemeriksaan kesehatan khusus sama dengan pemeriksaan kesehatan prakerja. Dalam hal ini hasil pemeriksaan kesehatan khusus ditempatkan sebagai data dasar

menggantikan data dasar hasil pemeriksaan kesehatan prakerja. Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan kesehatan khusus tergantung pada riwayat penyakit dan status kesehatan saat terakhir atau saat pemulihan.

13

c. Biological Monitoring Adalah penilaian tentang keberadaan substansi tertentu atau metabolitnya dalam tubuh untuk mengevaluasi pemaparan dan risiko kesehatan dengan

membandingkannya terhadap nilai ambang yang tepat. Biological monitoring terdiri dari: 1) Monitoring paparan biologi Mengukur kadar bahan kimia tertentu atau metabolit yang dihasilkannya, baik di dalam urin, darah, udara pernafasan maupun keringat. Contoh : a) Monitoring kadar timah hitam dalam darah b) Kadar 2,5-hexana dione dalam urin (metabolit dari n-hexana) c) Kadar COHb pada pekerja yang terpapar methylene chloride 2) Monitoring efek biologis Mengukur perubahan biologis sebagai efek dari keberadaan bahan kimia tertentu di dalam tubuh. Pemantauan biologis (biological monitoring) adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap bagian tubuh sebagai media biologis (darah, urin, liur, jaringan lemak, rambut, dll) yang ditujukan untuk mengetahui tingkat pajanan atau efeknya pada pekerja. Dengan melakukan pemantauan biologis memungkinkan kita untuk dapat mengetahui dosis yang masuk ke dalam tubuh dari gabungan berbagai cara masuk. Disamping itu dengan pemantauan biologis dimungkinkan pemeriksaan pajanan untuk jangka lama dan adanya akumulasi di dalam tubuh. Pada kasus pajanan bahan kimia, pemeriksaan dapat berupa bahan aktif atau metabolitnya. Pemantauan biologis juga ditujukan untuk mengetahui pengaruh suatu pajanan bahaya kesehatan terhadap tubuh dan kerentanan tubuh terhadap pajanan bahaya kesehatan tertentu.

14

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN 1. Survailans epidemiologi adalah Adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisa, interpretasi data secara sistematis dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit terkait yang membutuhkan untuk mengambil tindakan (WHO) 2. Tujuan survailans adalah tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program dan peningkatan system kewaspadaan dini (SKD) 3. Penyakit akibat kerja merupakan Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui 4. Survailans Penyakit Akibat Kerja adalah usaha pengumpulan data secara sistematis dan berkelanjutan, melakukan analisisatas data tersebut serta melakukan interpretasi dengan tujuan untuk perbaikan dari segi kesehatan dan keselamatan kerja 5. Tujuan Survailans Penyakit Akibat Kerja adalah Tersedianya dokumentasi yang sesuai dengan pekerja dan perusahaan dalam kasus klaim kompensasi kecelakaan kerja termasuk penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan 6. Ruang lingkup survailans penyakit akibat kerja adalah identifikasi faktor risiko, pemeriksaan kesehatan, dan biomonitoring