surimi_aninditya intan p_13.70.0184_c4_unika soegijapranata

19
Acara I SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Aninditya Intan Pertiwi 13.70.0184 Kelompok C4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

Upload: praktikumhasillaut

Post on 23-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pada Praktikum Teknologi Hasil Laut ini, dilakukan percobaan pembuatan surimi dengan menggunakan ikan bawal. Surimi merupakan salah satu produk olahan ikan yang disebut olahan setengah jadi atau intermediate product yang memiliki daya guna tinggi dalam pengembangan produk olahan ikan.

TRANSCRIPT

Page 1: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara I

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Aninditya Intan Pertiwi

13.70.0184

Kelompok C4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Page 2: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan Bahan

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, talenan, baskom, mangkok,

timbangan analitik, alat penggiling daging, kain saring, spatula, loyang, freezer, presser,

plastik bening, dan milimeter blok.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal, garam, gula pasir,

polifosfat, dan es batu.

1.2. Metode

Ikan dicuci bersih dengan air mengalir.

Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian

kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.

Page 3: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Daging ikan diambil dan ditimbang sebanyak 100 gram.

Daging ikan dimasukkan ke dalam alat penggiling dengan

ditambahkan es batu, kemudian digiling hingga halus.

Daging ikan dicuci dengan air es sambil disaring menggunakan kain

saring sebanyak 3 kali hingga didapatkan tekstur yang gempal.

Daging ikan ditaruh di dalam plastik, kemudian ditambahkan dengan

sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam

sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan polifosfat sebanyak 0,1%

(kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5).

Page 4: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk

kemudian dibekukan dalam freezer selama 1 malam.

Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya

yang meliputi kekenyalan dan aroma.

Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan

menggunakan texture analyzer.

Surimi dipress dengan

menggunakan presser.

Page 5: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok

untuk kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Page 6: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan

Kel. Perlakuan Hardness WHC Sensoris

Kekenyalan Aroma

C1 sukrosa 2,5% + garam

2,5% + polifosfat 0,1% 137,22 gF 293598,53 +++ +++

C2 sukrosa 2,5% + garam

2,5% + polifosfat 0,3% 132,55 gF 267004,22 + +

C3 sukrosa 5% + garam

2,5% + polifosfat 0,3% 214,65 gF 311814,35 ++ +

C4 sukrosa 5% + garam

2,5% + polifosfat 0,5% 126,59 gF 277084,60 ++ ++

C5 sukrosa 2,5% + garam

2,5% + polifosfat 0,5% 159,03 gF 254345,99 + +++

Keterangan:

Kekenyalan Aroma

+ : tidak kenyal + : tidak amis

++ : kenyal ++ : amis

+++ : sangat kenyal +++ : sangat amis

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui jika perlakuan yang berbeda akan

mempengaruhi hardness, water holding capacity (WHC), kekenyalan dan aroma dari

surimi yang dihasilkan. Dari hasil pengamatan karakteristik surimi mengenai WHC

(Water Holding Capacity), kekenyalan, dan aroma dari surimi diketahui bahwa bahwa

nilai WHC tertinggi dimiliki oleh kelompok C3 dengan nilai 311814,35 mg H2O

sedangkan nilai WHC terendah adalah kelompok C5 dengan nilai 254345,99 mg H2O.

Untuk hardness, nilai tertinggi adalah kelompok C3 dengan nilai sebesar 214,65 gF,

sedangkan nilai hardness terendah adalah kelompok C4 dengan nilai sebesar 126,59 gF.

Apabila diuji secara sensori yaitu uji kekenyalan dan uji aroma maka dapat diketahui

bahwa surimi yang memiliki tekstur sangat kenyal adalah kelompok C1, untuk surimi

pada kelompok C3 dan C4 memiliki tekstur kenyal, sedangkan pada kelompok C2 dan

C5 teksturnya tidak kenyal. Dari uji aroma, surimi pada kelompok C1 dan C5 memiliki

aroma sangat amis dibandingkan kelompok lain yang memiliki aroma surimi yang amis

dan bahkan tidak amis.

Page 7: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

3. PEMBAHASAN

Pada praktikum Teknologi Hasil Laut ini dilakukan percobaan pembuatan surimi.

Bahan yang digunakan oleh kloter C adalah daging ikan bawal yang sudah difillet.

Surimi merupakan salah satu produk olahan ikan yang disebut olahan setengah jadi atau

intermediate product. Surimi memiliki daya guna tinggi dalam pengembangan produk

olahan ikan, karena dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan dan dapat

juga digunakan sebagai campuran olahan seperti bakso, sosis, abon, dan produk olahan

lainnya. Menurut Agustiani et al. (2006) terdapat dua tipe surimi yang biasa diproduksi,

yaitu mu-en surimi dan ka-en surimi. Mu-en surimi merupakan produk surimi yang

dibuat tanpa menggunakan penambahan garam, sedangkan ka-en surimi dibuat dengan

menggunakan garam pada tingkat konsentrasi tertentu. Sedangkan menurut Suzuki

(1981) ada tiga tipe surimi yaitu mu-en surimi, ka-en surimi, dan surimi yang tidak

mengalami proses pembekuan karena ketersediaan bahan bakunya yang melimpah.

Jenis surimi yang terakhir ini biasanya akan langsung diolah menjadi produk jadi.

Menurut Tanaka (2001), surimi didapatkan dari lumatan daging ikan yang telah

mengalami proses pencucian (leaching) secara berulang-ulang, pengepresan,

penambahan bahan tambahan (food additive), pengepakan, dan pembekuan. Surimi

memiliki tekstur elastis dan kenyal, hal ini disebabkan karena surimi mengandung

konsentrasi protein miofibril yang sangat tinggi.

Proses pembuatan surimi ada 2 cara, yaitu secara manual dan secara mekanis.

Pengolahan surimi secara manual meliputi filleting, mixing, leaching, dewatering, dan

straining, sedangkan pembuatan surimi secara mekanis dilakukan menggunakan mesin.

Mesin yang digunakan antara lain fish washer, leaching tank, rotary screen, meat

separator, refiner, dan screw press. Proses pembuatan surimi secara mekanis atau

dengan menggunakan mesin dilakukan secara kontinyu. Ciri-ciri surimi dengan mutu

yang baik adalah memiliki elastisitas yang tinggi, berwarna putih, serta flavor yang

baik. Ikan yang digunakan untuk membuat surimi sebaiknya memiliki lemak yang

rendah namun ikan yang memiliki kandungan lemak tinggi juga dapat digunakan, tetapi

harus mengalami proses pengekstrakan lemak terlebih dahulu. Menurut Koswara et

al.(2001). lemak pada ikan akan mempengaruhi daya gelatinasi dan menyebabkan

produk surimi cepat mengalami ketengikan. Hal ini didukung dengan pendapat

Page 8: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

Peranginangin et al. (1999) bahwa, ikan yang digunakan untuk pembuatan surimi

sebaiknya memiliki daging berwarna putih, tidak terlalu amis, tidak berbau lumpur, dan

mempunyai kemampuan pembentukan gel yang baik dikarenakan mempunyai

kandungan miofibril. Kandungan protein miofibril yang tinggi akan menyebabkan

pembentukan gel yang baik. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil dari

surimi adalah kesegaran. Kesegaran ikan akan mempengaruhi elastisitas surimi.

Semakin segar ikan maka tingkat elastisitasnya akan semakin tinggi. Ikan yang

memiliki elastisitas rendah biasanya ditingkatkan dengan diberikan penambahan gula,

pati, atau protein nabati atau menambahkan daging ikan jenis yang lain. pH ikan yang

paling baik untuk pembuatan surimi adalah 6,5 hingga 7.

Menurut (Pietrowski et al., 2012) keragaman komposisi asam lemak ikan dipengaruhi

oleh beberapa faktor, antara lain spesies, pakan, letak geografis, umur, dan ukuran ikan

tersebut. Ikan bawal merupakan ikan yang tergolong berlemak rendah. Hal ini didukung

oleh pendapat Stansby (1963) yang mengatakan jika ikan yang tergolong berlemak

rendah adalah ikan yang memiliki kandungan lemak kurang dari 5%. Bahan yang cocok

untuk digunakan sebagai bahan baku surimi adalah ikan yang memiliki kadar lemak

rendah, sehingga ikan bawal baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan

surimi. Kandungan asam lemak tidak jenuh seperti asam lemak omega 3 sekarang ini

sering dicari oleh konsumen. Namun sayangnya produk surimi memiliki kandungan

lemak yang rendah, sehingga kandungan PUFA di dalamnya minim. Penambahan

omega 3 baik untuk dilakukan pada produk surimi, karena penambahan ini tidak akan

merubah tekstur, namun meningkatkan gelasi protein sehingga elastisitasnya akan

meningkat (Pietrowski et al., 2012).

1.1. Proses Pembuatan Surimi

Proses pembuatan surimi meliputi penerimaan bahan baku, penyiangan dan pencucian,

pemisahan daging terhadap tulang dan kulit, leaching, straining, pengepresan,

penambahan gula dan sodium polyphosphate, pencetakan, pembekuan, serta

pengemasan. Menurut Dahar (2003) bahan baku yang tepat untuk digunakan sebagai

bahan baku pembuatan surimi adalah ikan yang memiliki kemampuan pembentukan gel

yang baik dan sesuai dengan pendapat Peranginangin et al. (1999) bahwa, ikan yang

Page 9: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

digunakan untuk pembuatan surimi sebaiknya memiliki daging berwarna putih, tidak

terlalu amis, tidak berbau lumpur, dan mempunyai kemampuan pembentukan gel yang

baik. Dalam proses pembuatan surimi pada praktikum ini menggunakan cara manual.

Pertama – tama, Ikan dicuci bersih dengan air mengalir kemudian daging ikan difilllet

menggunakan pisau dengan cara dibuang bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan

kulitnya. Kedua proses tersebut harus dilakukan dengan suasana dingin (suhu chilling)

dan air yang digunakan untuk mencuci juga harus benar-benar bersih karena akan

mempengaruhi kualitas surimi. Proses pemisahan daging terhadap kulit dan tulang perlu

dilakukan, karena bahan baku pembuatan surimi merupakan daging ikan. Kemudian

daging ikan diambil dan ditimbang sebanyak 100 gram dan dimasukkan ke dalam alat

penggiling dengan ditambahkan es batu, kemudian digiling hingga halus. Daging ikan

dicuci dengan air es sambil disaring menggunakan kain saring sebanyak 3 kali hingga

didapatkan tekstur yang gempal. Setelah dipisahkan maka dilakukan proses leaching.

Proses ini meliputi pencucian daging yang sudah difillet dalam air dingin dengan tujuan

menghilangkan bau, lemak, darah, dan kotoran lainnya. Menurut Dahar (2003), proses

straining yang dilakukan setelah leaching bertujuan untuk menghilangkan sisa sisik,

jaringan ikan, membran, duri, dan bagian lainnya yang tidak digunakan agar surimi

yang dihasilkan memiliki mutu yang baik. Hancuran daging yang telah didapatkan dari

proses sebelumnya dimasukkan ke dalam bak perendaman yang berisi air, hancuran es

bertujuan untuk mengakselerasi proses pengurangan air dari daging lumat. Daging ikan

ditaruh di dalam plastik, kemudian ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5%

(kelompok 1, 2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5),

dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4,

5). Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk kemudian dibekukan dalam freezer

selama 1 malam. Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya yang meliputi

kekenyalan dan aroma. Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan menggunakan

texture analyzer. Lalu surimi dipress dengan menggunakan presser. Setelah itu surimi

diukur WHC nya dengan menggunakan milimeter blok untuk kemudian dihitung

dengan rumus.

Page 10: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

Menurut Dahar (2003), surimi sebaiknya disimpan dalam keadaan beku. Penyimpanan

dalam keadaan beku dapat menyebabkan proses kerusakan struktur protein. Hal ini

menyebabkan perlu ditambahkan bahan yang biasa disebut cryoprotectant atau disebut

juga cryoprotective agent. Bahan-bahan yang termasuk dalam kelompok cryoprotectant

adalah berbagai jenis gula, misalnya sukrosa dan sorbitol. Surimi yang diberikan

penambahan sukrosa akan menyebabkan surimi menjadi manis dan warnanya berubah

selama pembekuan (Wu et al., 2008). Pada proses pencetakan dan pembekuan, menurut

Peranginangin et al. (1999), setelah campuran menjadi homogen, surimi dicetak

menjadi bentuk kotak dengan cara memasukkan surimi ke dalam pan sambil sedikit

dipadatkan. Proses pembekuan biasa dilakukan dalam freezer hingga beberapa jam.

Setelah dibekukan, surimi tersebut dapat dikemas menggunakan plastik jenis PE

(polyethylene). Pengemasan menggunakan jenis plastik ini disebabkan karena surimi

yang sudah dikemas membutuhkan penyimpanan dengan suhu dingin dan plastik yang

paling tepat adalah jenis PE. Proses pengepresan yang dilakukan dengan menggunakan

alat pengepres, sentrifuge, atau menggunakan screw press. Proses ini bertujuan untuk

mengurangi kadar hingga sekitar 85% (Dahar, 2003).

Surimi yang dibuat dalam praktikum ini adalah jenis ka-en surimi, karena menurut

Suzuki (1981), ka-en surimi merupakan surimi yang dibuat dengan gula dan garam

dengan kosentrasi tertentu. Penambahan garam berfungsi untuk mempercepat proses

penurunan jumlah air dari daging lumat. Surimi merupakan daging ikan cincang yang

telah diproses dengan dihilangkan tulangnya, dicuci dengan air dingin, serta mengalami

penghilangan sebagian air. Oleh karena itu proses penambahan garam merupakan tahap

yang penting karena dapat membantu penurunan jumlah air. Selain itu, penambahan

garam juga berfungsi supaya terbentuk gel yang fleksibel dan elastis pada surimi. Jika

surimi dicampurkan dengan garam, maka dengan bantuan proses pelumatan akan

terbentuk sol dan jika ada pemanasan maka gel akan terbentuk Faktor-faktor lain yang

mempengaruhi pembentukan gel menurut Lan et al. (1995) adalah bahan baku,

kekuatan ion, pH, suhu dan laju pemanasan, serta jenis ikan. Penggunaan garam pada

proses pembentukan gel adalah sebagai bahan pelarut miofibril. Jika konsentrasi garam

yang ditambahkan kurang dari 2% maka miofibril tidak dapat terlarut, sedangkan jika

konsentrasinya lebih dari 12% maka miofibril akan terhidrasi dan menyebabkan salting

Page 11: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

out (Tan et al., 1988). Konsentrasi garam yang paling umum digunakan untuk

membuat produk surimi adalah 2-3%, karena jika lebih tinggi akan memberikan rasa

yang terlalu asin (Shimizu et al., 1992). Penambahan cryoprotectant berupa gula dalam

praktikum ini dapat meningkatkan tingkat N-aktomiosis dari 350 mg% menjadi 520

mg% dan meningkatkan kekuatan gel dari 400 gram menjadi 480 gram. Selain itu,

penambahan polyphosphate dapat memperbaiki sifat surimi, terutama sifat elastisitas

dan kelembutannya. Polyphosphate yang ditambahkan di dalam praktikum ini adalah

jenis natrium tripolifosfat atau sering disebut STTP. Polyphosphate tidak termasuk

dalam cryoprotectant, namun sering ditambahkan untuk memperbaiki daya ikat air

(water holding ability) dan memberikan sifat pasta yang lebih lembut pada produk

olahan surimi. Jumlah polyphosphate yang biasanya ditambahkan adalah sebanyak 0,2-

0,3% dalam bentuk garam natrium tripolifosfat atau natrium pirofosfat.

1.2. Karakteristik Surimi

Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat diketahui jika hardness dari surimi yang

paling tinggi didapatkan oleh kelompok B2 yang menggunakan penambahan sukrosa

sebesar 2,5%; garam 2,5%; dan polyphosphate 0,3% yaitu dengan hardness 2020,2 gf.

Sedangkan hardness yang paling rendah didapatkan oleh kelompok B5 yang

menggunakan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%; dan polyphosphate 0,5%.

Menurut Shimizu et al. (1992), Pengukuran kekuatan gel dilakukan dengan

menggunakan alat texture analyzer. Jumlah polyphosphate yang ditambahkan akan

mempengaruhi tekstur dari surimi. Polyphosphate akan menyebakan surimi memiliki

tekstur lembut dan tidak keras. Penambahan polyphosphate dapat menyebabkan surimi

tahan disimpan selama lebih dari satu tahun. Polyphosphate akan memisahkan

aktomiosin dan berikatan dengan miosin. Miosin dan polifosfat tersebut akan berikatan

dengan air dan menahan mineral dan vitamin. Penambahan polyphosphate bertujuan

untuk menambah nilai kelembutan dan memperbaiki sifat surimi, khususnya sifat

elastisitas dan kelembutannya, sehingga dapat disimpulkan jika jumlah polyphosphate

yang ditambahkan semakin banyak maka hardness yang dihasilkan akan semakin

rendah (Peranginangin et al., 1999).

Page 12: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

Hasil pengamatan yang didapatkan pada praktikum ini kurang sesuai dengan teori.

Berdasarkan hasil pengamatan, hardness kelompok C1 yang menggunakan penambahan

polyphosphate 0,1% lebih rendah dibandingkan dengan kelompok C3 yang

menggunakan konsentrasi polyphosphate sebesar 0,3%. Seharusnya hardness yang

didapatkan oleh kelompok C1 lebih besar dibandingkan dengan kelompok C3, begitu

juga yang lainnya. Kesalahan ini dapat disebabkan karena kurang telitinya praktikan

dalam menimbang polyphosphate yang ditambahkan, sehingga hasilnya kurang sesuai.

Selain itu, ketidak sesuaian hasil pengamatan ini dengan teori juga dapat disebabkan

karena ikan bawal yang digunakan sebagai bahan pembuatan surimi memiliki

karakteristik yang berbeda. Keragaman komposisi asam lemak ikan dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain spesies, pakan, letak geografis, umur, dan ukuran ikan

tersebut. Keragaman ini juga akan mempengaruhi surimi yang dihasilkan. Menurut

Rodiana et al.(2011), Jumlah pati akan mempengarihi elastisitas pada produk surimi.

Pati memiliki kaitan dengan interaksi antara pengembangan atau gelatinisasi pada

produk surimi.

Menurut Rodiana et al.(2011), surimi merupakan produk olahan yang terbuat dari ikan,

yang awalnya berasal dari Jepang. Untuk melindungi protein miofibrilar surimi apabila

dalam kondisi frozen, maka ditambahkan cryoprotectant. Macam-macam

cryoprotectant yaitu sorbitol, sukrosa, polydextrose, lactitol, maltodextrin dan

sebagainya. Yang digunakan dalam praktikum ini adalah sukrosa. Menurut Habib Allah

(2013), chitosan yang ditambahkan pada surimi dengan konsentrasi tertentu dapat

meningkatkan viskositas, warna, WHC, kekuatan gel, serta karakteristik secara sensoris.

Hal ini dapat meningkatkan mutu surimi sehingga dapat lebih diterima oleh konsumen.

Dari hasil uji secara sensori yaitu uji kekenyalan dan uji aroma maka dapat diketahui

bahwa surimi yang memiliki tekstur sangat kenyal adalah kelompok C1, untuk surimi

pada kelompok C3 dan C4 memiliki tekstur kenyal, sedangkan pada kelompok C2 dan

C5 teksturnya tidak kenyal. Hal ini kurang sesuai dengan teori, karena seharusnya

kekenyalan akan meningkat jika konsentrasi penambahan polyphosphate juga

meningkat. Kesalahan ini dapat disebabkan karena pengujiannya tidak menggunakan

alat, namun hanya menggunakan uji sensoris. Hal ini dapat menyebabkan hasil berbeda

karena hanya menggunakan penilaian dengan panca indera, yaitu tangan. Dari uji

Page 13: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

aroma, surimi pada kelompok C1 dan C5 memiliki aroma sangat amis dibandingkan

kelompok lain yang memiliki aroma surimi yang amis dan bahkan tidak amis. Ikan yang

digunakan untuk pembuatan surimi seharusnya tidak amis. Menurut Peranginangin et

al. (1999), ikan berdaging putih seperti ikan bawal seharusnya tidak terlalu amis, serta

memiliki kemampuan pembentukan gel yang bagus dan menghasilkan surimi yang baik.

Jika bahan baku tidak terlalu amis, seharusnya produk surimi yang dihasilkan juga tidak

akan menimbulkan bau yang terlalu amis. Surimi yang lebih disukai adalah surimi yang

tidak memiliki aroma terlalu amis.

Dari hasil pengamatan karakteristik surimi mengenai WHC (Water Holding Capacity),

kekenyalan, dan aroma dari surimi diketahui bahwa bahwa nilai WHC tertinggi dimiliki

oleh kelompok C3 dengan nilai 311814,35 mg H2O sedangkan nilai WHC terendah

adalah kelompok C5 dengan nilai 254345,99 mg H2O. Untuk hardness, nilai tertinggi

adalah kelompok C3 dengan nilai sebesar 214,65 gF, sedangkan nilai hardness terendah

adalah kelompok C4 dengan nilai sebesar 126,59 gF. Sukrosa termasuk dalam

kelompok cryoprotectant. Cryoprotectant adalah bahan yang biasa digunakan pada

proses pembuatan surimi yang tidak langsung diolah menjadi produk lanjutan,

melainkan disimpan terlebih dahulu pada suhu beku dalam waktu tertentu. Fungsi dari

penambahan cryoprotectant adalah untuk menghambat proses denaturasi protein selama

pembekuan dan penyimpanan beku. Bahan ini mampu menginaktifkan kondensasi

dengan cara mengikat molekul air melalui ikatan hidrogen. Pada gula memiliki gugus

polihidroksi yang dapat bereaksi dengan molekul air oleh ikatan hidrogen, sehingga

dapat meningkatkan tegangan permukaan dan mencegah keluarnya molekul air dari

protein dan juga menjaga stabilitas protein (Fennema 1985). Berdasarkan teori tersebut

dapat diketahui jika peningkatan jumlah cryoprotectant yang ditambahkan akan

meningkatkan water holding capacity atau daya ikat air. Pada hasil pengamatan

kelompok C4 dan C5 yang menggunakan penambahan sukrosa 5% memiliki water

holding capacity yang lebih rendah dibandingkan kelompok C1 dan C2 yang

menggunakan penambahan sukrosa 2,5%. Kesalahan ini dapat disebabkan karena

adanya perbedaan jenis ikan yang digunakan. Selain itu, dapat juga disebabkan karena

adanya kesalahan dalam pengukuran water holding capacity, yaitu waktu untuk

pressing surimi lebih dari waktu yang ditentukan, yaitu 5 menit. Menurut Satya (2011),

Page 14: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

protein miofibrilar akan dibantu kerja nya karena penambahan chitosan dengan

konsentrasi tertentu. Hal ini ditunjukkan dengan percobaaan bahwa protein miofibrilar

pada surimi dalam kondisi beku, dapat tetap baik teksturnya selama 6 bulan

penyimpanan. Aktivitas ATPase dan kekuatan gel dari surimi yang diberi chitosan,

lebih tinggi dari pada surimi yang tidak diberi chitosan. Menurut Ali (2009), dalam

pembuatan surimi dapat digunakan kombinasi ikan yang berbeda agar menghasilkan

produk surimi yang lebih baik, baik secara tekstur, warna, maupun sensori. Menurut

Hamzah (2015), pembuatan surimi dengan menambahkan atau dengan melakukan

pencucian dengan garam,dan CaCl2 dapat meningkatkan kualitas surimi yang

dihasilkan, dan juga menambah kekuatan gel dari surimi tersebut.

Page 15: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

4. KESIMPULAN

Surimi merupakan produk olahan setengah jadi atau disebut juga intermediate

product yang terbuat dari ikan.

Ciri-ciri surimi dengan mutu yang baik adalah memiliki warna putih, flavor yang

baik, dan elastisitasnya tinggi.

Ikan yang digunakan untuk pembuatan surimi harus segar, tidak berbau lumpur,

tidak terlalu amis, memiliki daging berwarna putih, memiliki kadar lemak rendah,

dan memiliki kemampuan pembentukan gel yang baik.

Surimi didapatkan dari lumatan daging ikan yang telah mengalami proses pencucian

(leaching) secara berulang-ulang, pengepresan, penambahan bahan tambahan (food

additive), pengepakan, dan pembekuan.

Keragaman komposisi asam lemak ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain letak geografis, umur, spesies, pakan, serta ukuran ikan tersebut akan

mempengaruhi kualitas surimi yang dihasilkan.

Penambahan polyphosphate bertujuan untuk menambah nilai kelembutan dan

memperbaiki sifat surimi, khususnya sifat elastisitas dan kelembutannya.

Semakin tinggi jumlah polyphosphate yang ditambahkan maka hardness surimi

akan menurun atau semakin elastis.

Sukrosa merupakan bahan cryoprotectant.

Sukrosa berfungsi menghambat proses denaturasi protein selama pembekuan dan

penyimpanan beku serta dapat meningkatkan daya ikat air.

Fungsi penambahan garam adalah untuk membantu penurunan jumlah air dan

membentuk gel yang fleksibel dan elastis.

Semarang, 18 Oktober 2015 Mengetahui,

Praktikan, Asisten Dosen

- Yusdhika Bayu S.

Aninditya Intan Pertiwi

13.70.0184

Page 16: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

5. DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, T. W., Akhmad S.F, dan Ulfah, A. (2006). Modul Diversifikasi Produk

Perikanan Universitas Diponegoro Press. Semarang.

Dahar, D. (2003). Pengembangan Produksi Hasil Perikanan. Sidoarjo.

Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New

York: Marcel Dekker, Inc.

Hajidoun, H and Jafarpour, A. (2013). The Influence of Chitosan on Textural Properties

of Common Carp (Cyprinus Carpio) Surimi. Journal Food Process Technology

4:5

Hamzah N, Sarbon M, and Amin M. (2015). Physical Properties of Cobia

(Rachycentron canadum) Surimi : Effect of Washing Cycle at Different Salt

Concentrations. Journal of Food Science Technology 52(8):4773-4784.

Jafarpour A, M Elisabeth, Gorecyca. (2009).Rheological Characteristics and

Microstructure of Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi and Kamaboko Gel.

Food Biophysics 4:172-179.

Koswara S, Hariyadi P, dan Purnomo EH. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri.

Jakarta: UI Press.

Lan, H. Y., Mu W., Nikolic-Paterson D.J., and Atkins R.C. (1995). A Novel, Simple,

Reliable, and Sensitive Method for Multiple Immunoenzyme Staining: Use of

Microwave Oven Heating to Block Antibody Cross-Reactivity and Retrieve

Antigens. J Histochem Cytochem 43:97–10.

Nopianti R, Huda N, and Ismail N. (2011). A Review on The Loss of The Functional

Properties of Proteins During Frozen Storage and The Improvement of Gel-

Forming Properties of Surimi. American Journal of Food Technology.

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, dan Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan

Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian

Perikanan Laut.

Pietrowski, B. N., Reza Tahergorabi, Jacek J. (2012). Dynamic Rheology and Thermal

Transitions of Surimi Seafood Enhanced with ɷ-3-Rich-Oils. Food

Hydrocolloids 27:384-389.

Page 17: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

Sadhan, S and Chandra K. (2011). Suitability of Chitosan as Cryoprotectant on Croaker

Fish (Johnius gangeticus) Surimi During Frozen Storage. Journal of Science

Technology 48(6):699-705

Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-

Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi

Technology. New York: Marcel dekker. Page. 425-442.

Stansby, M. E. (1963). Industrial Fishery Technology. London: Reinhold Publisher. Co.

Chapman and Hall Ltd.

Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein : Processing Technology. London: Applied

Science Publ Ltd.

Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the

Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia. Marine

Fisheries. Research Department-South East Asia Fisheries Development Center.

Singapore.

Tanaka, M. (2001). Surimi and Surimi Products. Department of Food Science and

Technology. Jepang.

Wu, Shaowen, C. Ford and G. Horn. (2009). Stable Natural Color Process, Products and

Use Thereof.

Page 18: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

17

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Kelompok C1

Kelompok C2

Kelompok C3

Page 19: Surimi_Aninditya Intan P_13.70.0184_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

18

Kelompok C4

Kelompok C5

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal