surimi_aninditya intan p_13.70.0184_c4_unika soegijapranata
DESCRIPTION
Pada Praktikum Teknologi Hasil Laut ini, dilakukan percobaan pembuatan surimi dengan menggunakan ikan bawal. Surimi merupakan salah satu produk olahan ikan yang disebut olahan setengah jadi atau intermediate product yang memiliki daya guna tinggi dalam pengembangan produk olahan ikan.TRANSCRIPT
Acara I
SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Aninditya Intan Pertiwi
13.70.0184
Kelompok C4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
1
1. MATERI METODE
1.1. Alat dan Bahan
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, talenan, baskom, mangkok,
timbangan analitik, alat penggiling daging, kain saring, spatula, loyang, freezer, presser,
plastik bening, dan milimeter blok.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal, garam, gula pasir,
polifosfat, dan es batu.
1.2. Metode
Ikan dicuci bersih dengan air mengalir.
Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian
kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.
2
Daging ikan diambil dan ditimbang sebanyak 100 gram.
Daging ikan dimasukkan ke dalam alat penggiling dengan
ditambahkan es batu, kemudian digiling hingga halus.
Daging ikan dicuci dengan air es sambil disaring menggunakan kain
saring sebanyak 3 kali hingga didapatkan tekstur yang gempal.
Daging ikan ditaruh di dalam plastik, kemudian ditambahkan dengan
sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam
sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan polifosfat sebanyak 0,1%
(kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5).
3
Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk
kemudian dibekukan dalam freezer selama 1 malam.
Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya
yang meliputi kekenyalan dan aroma.
Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan
menggunakan texture analyzer.
Surimi dipress dengan
menggunakan presser.
4
Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok
untuk kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:
5
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan
Kel. Perlakuan Hardness WHC Sensoris
Kekenyalan Aroma
C1 sukrosa 2,5% + garam
2,5% + polifosfat 0,1% 137,22 gF 293598,53 +++ +++
C2 sukrosa 2,5% + garam
2,5% + polifosfat 0,3% 132,55 gF 267004,22 + +
C3 sukrosa 5% + garam
2,5% + polifosfat 0,3% 214,65 gF 311814,35 ++ +
C4 sukrosa 5% + garam
2,5% + polifosfat 0,5% 126,59 gF 277084,60 ++ ++
C5 sukrosa 2,5% + garam
2,5% + polifosfat 0,5% 159,03 gF 254345,99 + +++
Keterangan:
Kekenyalan Aroma
+ : tidak kenyal + : tidak amis
++ : kenyal ++ : amis
+++ : sangat kenyal +++ : sangat amis
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui jika perlakuan yang berbeda akan
mempengaruhi hardness, water holding capacity (WHC), kekenyalan dan aroma dari
surimi yang dihasilkan. Dari hasil pengamatan karakteristik surimi mengenai WHC
(Water Holding Capacity), kekenyalan, dan aroma dari surimi diketahui bahwa bahwa
nilai WHC tertinggi dimiliki oleh kelompok C3 dengan nilai 311814,35 mg H2O
sedangkan nilai WHC terendah adalah kelompok C5 dengan nilai 254345,99 mg H2O.
Untuk hardness, nilai tertinggi adalah kelompok C3 dengan nilai sebesar 214,65 gF,
sedangkan nilai hardness terendah adalah kelompok C4 dengan nilai sebesar 126,59 gF.
Apabila diuji secara sensori yaitu uji kekenyalan dan uji aroma maka dapat diketahui
bahwa surimi yang memiliki tekstur sangat kenyal adalah kelompok C1, untuk surimi
pada kelompok C3 dan C4 memiliki tekstur kenyal, sedangkan pada kelompok C2 dan
C5 teksturnya tidak kenyal. Dari uji aroma, surimi pada kelompok C1 dan C5 memiliki
aroma sangat amis dibandingkan kelompok lain yang memiliki aroma surimi yang amis
dan bahkan tidak amis.
6
3. PEMBAHASAN
Pada praktikum Teknologi Hasil Laut ini dilakukan percobaan pembuatan surimi.
Bahan yang digunakan oleh kloter C adalah daging ikan bawal yang sudah difillet.
Surimi merupakan salah satu produk olahan ikan yang disebut olahan setengah jadi atau
intermediate product. Surimi memiliki daya guna tinggi dalam pengembangan produk
olahan ikan, karena dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan dan dapat
juga digunakan sebagai campuran olahan seperti bakso, sosis, abon, dan produk olahan
lainnya. Menurut Agustiani et al. (2006) terdapat dua tipe surimi yang biasa diproduksi,
yaitu mu-en surimi dan ka-en surimi. Mu-en surimi merupakan produk surimi yang
dibuat tanpa menggunakan penambahan garam, sedangkan ka-en surimi dibuat dengan
menggunakan garam pada tingkat konsentrasi tertentu. Sedangkan menurut Suzuki
(1981) ada tiga tipe surimi yaitu mu-en surimi, ka-en surimi, dan surimi yang tidak
mengalami proses pembekuan karena ketersediaan bahan bakunya yang melimpah.
Jenis surimi yang terakhir ini biasanya akan langsung diolah menjadi produk jadi.
Menurut Tanaka (2001), surimi didapatkan dari lumatan daging ikan yang telah
mengalami proses pencucian (leaching) secara berulang-ulang, pengepresan,
penambahan bahan tambahan (food additive), pengepakan, dan pembekuan. Surimi
memiliki tekstur elastis dan kenyal, hal ini disebabkan karena surimi mengandung
konsentrasi protein miofibril yang sangat tinggi.
Proses pembuatan surimi ada 2 cara, yaitu secara manual dan secara mekanis.
Pengolahan surimi secara manual meliputi filleting, mixing, leaching, dewatering, dan
straining, sedangkan pembuatan surimi secara mekanis dilakukan menggunakan mesin.
Mesin yang digunakan antara lain fish washer, leaching tank, rotary screen, meat
separator, refiner, dan screw press. Proses pembuatan surimi secara mekanis atau
dengan menggunakan mesin dilakukan secara kontinyu. Ciri-ciri surimi dengan mutu
yang baik adalah memiliki elastisitas yang tinggi, berwarna putih, serta flavor yang
baik. Ikan yang digunakan untuk membuat surimi sebaiknya memiliki lemak yang
rendah namun ikan yang memiliki kandungan lemak tinggi juga dapat digunakan, tetapi
harus mengalami proses pengekstrakan lemak terlebih dahulu. Menurut Koswara et
al.(2001). lemak pada ikan akan mempengaruhi daya gelatinasi dan menyebabkan
produk surimi cepat mengalami ketengikan. Hal ini didukung dengan pendapat
7
Peranginangin et al. (1999) bahwa, ikan yang digunakan untuk pembuatan surimi
sebaiknya memiliki daging berwarna putih, tidak terlalu amis, tidak berbau lumpur, dan
mempunyai kemampuan pembentukan gel yang baik dikarenakan mempunyai
kandungan miofibril. Kandungan protein miofibril yang tinggi akan menyebabkan
pembentukan gel yang baik. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil dari
surimi adalah kesegaran. Kesegaran ikan akan mempengaruhi elastisitas surimi.
Semakin segar ikan maka tingkat elastisitasnya akan semakin tinggi. Ikan yang
memiliki elastisitas rendah biasanya ditingkatkan dengan diberikan penambahan gula,
pati, atau protein nabati atau menambahkan daging ikan jenis yang lain. pH ikan yang
paling baik untuk pembuatan surimi adalah 6,5 hingga 7.
Menurut (Pietrowski et al., 2012) keragaman komposisi asam lemak ikan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain spesies, pakan, letak geografis, umur, dan ukuran ikan
tersebut. Ikan bawal merupakan ikan yang tergolong berlemak rendah. Hal ini didukung
oleh pendapat Stansby (1963) yang mengatakan jika ikan yang tergolong berlemak
rendah adalah ikan yang memiliki kandungan lemak kurang dari 5%. Bahan yang cocok
untuk digunakan sebagai bahan baku surimi adalah ikan yang memiliki kadar lemak
rendah, sehingga ikan bawal baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan
surimi. Kandungan asam lemak tidak jenuh seperti asam lemak omega 3 sekarang ini
sering dicari oleh konsumen. Namun sayangnya produk surimi memiliki kandungan
lemak yang rendah, sehingga kandungan PUFA di dalamnya minim. Penambahan
omega 3 baik untuk dilakukan pada produk surimi, karena penambahan ini tidak akan
merubah tekstur, namun meningkatkan gelasi protein sehingga elastisitasnya akan
meningkat (Pietrowski et al., 2012).
1.1. Proses Pembuatan Surimi
Proses pembuatan surimi meliputi penerimaan bahan baku, penyiangan dan pencucian,
pemisahan daging terhadap tulang dan kulit, leaching, straining, pengepresan,
penambahan gula dan sodium polyphosphate, pencetakan, pembekuan, serta
pengemasan. Menurut Dahar (2003) bahan baku yang tepat untuk digunakan sebagai
bahan baku pembuatan surimi adalah ikan yang memiliki kemampuan pembentukan gel
yang baik dan sesuai dengan pendapat Peranginangin et al. (1999) bahwa, ikan yang
8
digunakan untuk pembuatan surimi sebaiknya memiliki daging berwarna putih, tidak
terlalu amis, tidak berbau lumpur, dan mempunyai kemampuan pembentukan gel yang
baik. Dalam proses pembuatan surimi pada praktikum ini menggunakan cara manual.
Pertama – tama, Ikan dicuci bersih dengan air mengalir kemudian daging ikan difilllet
menggunakan pisau dengan cara dibuang bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan
kulitnya. Kedua proses tersebut harus dilakukan dengan suasana dingin (suhu chilling)
dan air yang digunakan untuk mencuci juga harus benar-benar bersih karena akan
mempengaruhi kualitas surimi. Proses pemisahan daging terhadap kulit dan tulang perlu
dilakukan, karena bahan baku pembuatan surimi merupakan daging ikan. Kemudian
daging ikan diambil dan ditimbang sebanyak 100 gram dan dimasukkan ke dalam alat
penggiling dengan ditambahkan es batu, kemudian digiling hingga halus. Daging ikan
dicuci dengan air es sambil disaring menggunakan kain saring sebanyak 3 kali hingga
didapatkan tekstur yang gempal. Setelah dipisahkan maka dilakukan proses leaching.
Proses ini meliputi pencucian daging yang sudah difillet dalam air dingin dengan tujuan
menghilangkan bau, lemak, darah, dan kotoran lainnya. Menurut Dahar (2003), proses
straining yang dilakukan setelah leaching bertujuan untuk menghilangkan sisa sisik,
jaringan ikan, membran, duri, dan bagian lainnya yang tidak digunakan agar surimi
yang dihasilkan memiliki mutu yang baik. Hancuran daging yang telah didapatkan dari
proses sebelumnya dimasukkan ke dalam bak perendaman yang berisi air, hancuran es
bertujuan untuk mengakselerasi proses pengurangan air dari daging lumat. Daging ikan
ditaruh di dalam plastik, kemudian ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5%
(kelompok 1, 2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5),
dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4,
5). Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk kemudian dibekukan dalam freezer
selama 1 malam. Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya yang meliputi
kekenyalan dan aroma. Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan menggunakan
texture analyzer. Lalu surimi dipress dengan menggunakan presser. Setelah itu surimi
diukur WHC nya dengan menggunakan milimeter blok untuk kemudian dihitung
dengan rumus.
9
Menurut Dahar (2003), surimi sebaiknya disimpan dalam keadaan beku. Penyimpanan
dalam keadaan beku dapat menyebabkan proses kerusakan struktur protein. Hal ini
menyebabkan perlu ditambahkan bahan yang biasa disebut cryoprotectant atau disebut
juga cryoprotective agent. Bahan-bahan yang termasuk dalam kelompok cryoprotectant
adalah berbagai jenis gula, misalnya sukrosa dan sorbitol. Surimi yang diberikan
penambahan sukrosa akan menyebabkan surimi menjadi manis dan warnanya berubah
selama pembekuan (Wu et al., 2008). Pada proses pencetakan dan pembekuan, menurut
Peranginangin et al. (1999), setelah campuran menjadi homogen, surimi dicetak
menjadi bentuk kotak dengan cara memasukkan surimi ke dalam pan sambil sedikit
dipadatkan. Proses pembekuan biasa dilakukan dalam freezer hingga beberapa jam.
Setelah dibekukan, surimi tersebut dapat dikemas menggunakan plastik jenis PE
(polyethylene). Pengemasan menggunakan jenis plastik ini disebabkan karena surimi
yang sudah dikemas membutuhkan penyimpanan dengan suhu dingin dan plastik yang
paling tepat adalah jenis PE. Proses pengepresan yang dilakukan dengan menggunakan
alat pengepres, sentrifuge, atau menggunakan screw press. Proses ini bertujuan untuk
mengurangi kadar hingga sekitar 85% (Dahar, 2003).
Surimi yang dibuat dalam praktikum ini adalah jenis ka-en surimi, karena menurut
Suzuki (1981), ka-en surimi merupakan surimi yang dibuat dengan gula dan garam
dengan kosentrasi tertentu. Penambahan garam berfungsi untuk mempercepat proses
penurunan jumlah air dari daging lumat. Surimi merupakan daging ikan cincang yang
telah diproses dengan dihilangkan tulangnya, dicuci dengan air dingin, serta mengalami
penghilangan sebagian air. Oleh karena itu proses penambahan garam merupakan tahap
yang penting karena dapat membantu penurunan jumlah air. Selain itu, penambahan
garam juga berfungsi supaya terbentuk gel yang fleksibel dan elastis pada surimi. Jika
surimi dicampurkan dengan garam, maka dengan bantuan proses pelumatan akan
terbentuk sol dan jika ada pemanasan maka gel akan terbentuk Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pembentukan gel menurut Lan et al. (1995) adalah bahan baku,
kekuatan ion, pH, suhu dan laju pemanasan, serta jenis ikan. Penggunaan garam pada
proses pembentukan gel adalah sebagai bahan pelarut miofibril. Jika konsentrasi garam
yang ditambahkan kurang dari 2% maka miofibril tidak dapat terlarut, sedangkan jika
konsentrasinya lebih dari 12% maka miofibril akan terhidrasi dan menyebabkan salting
10
out (Tan et al., 1988). Konsentrasi garam yang paling umum digunakan untuk
membuat produk surimi adalah 2-3%, karena jika lebih tinggi akan memberikan rasa
yang terlalu asin (Shimizu et al., 1992). Penambahan cryoprotectant berupa gula dalam
praktikum ini dapat meningkatkan tingkat N-aktomiosis dari 350 mg% menjadi 520
mg% dan meningkatkan kekuatan gel dari 400 gram menjadi 480 gram. Selain itu,
penambahan polyphosphate dapat memperbaiki sifat surimi, terutama sifat elastisitas
dan kelembutannya. Polyphosphate yang ditambahkan di dalam praktikum ini adalah
jenis natrium tripolifosfat atau sering disebut STTP. Polyphosphate tidak termasuk
dalam cryoprotectant, namun sering ditambahkan untuk memperbaiki daya ikat air
(water holding ability) dan memberikan sifat pasta yang lebih lembut pada produk
olahan surimi. Jumlah polyphosphate yang biasanya ditambahkan adalah sebanyak 0,2-
0,3% dalam bentuk garam natrium tripolifosfat atau natrium pirofosfat.
1.2. Karakteristik Surimi
Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat diketahui jika hardness dari surimi yang
paling tinggi didapatkan oleh kelompok B2 yang menggunakan penambahan sukrosa
sebesar 2,5%; garam 2,5%; dan polyphosphate 0,3% yaitu dengan hardness 2020,2 gf.
Sedangkan hardness yang paling rendah didapatkan oleh kelompok B5 yang
menggunakan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%; dan polyphosphate 0,5%.
Menurut Shimizu et al. (1992), Pengukuran kekuatan gel dilakukan dengan
menggunakan alat texture analyzer. Jumlah polyphosphate yang ditambahkan akan
mempengaruhi tekstur dari surimi. Polyphosphate akan menyebakan surimi memiliki
tekstur lembut dan tidak keras. Penambahan polyphosphate dapat menyebabkan surimi
tahan disimpan selama lebih dari satu tahun. Polyphosphate akan memisahkan
aktomiosin dan berikatan dengan miosin. Miosin dan polifosfat tersebut akan berikatan
dengan air dan menahan mineral dan vitamin. Penambahan polyphosphate bertujuan
untuk menambah nilai kelembutan dan memperbaiki sifat surimi, khususnya sifat
elastisitas dan kelembutannya, sehingga dapat disimpulkan jika jumlah polyphosphate
yang ditambahkan semakin banyak maka hardness yang dihasilkan akan semakin
rendah (Peranginangin et al., 1999).
11
Hasil pengamatan yang didapatkan pada praktikum ini kurang sesuai dengan teori.
Berdasarkan hasil pengamatan, hardness kelompok C1 yang menggunakan penambahan
polyphosphate 0,1% lebih rendah dibandingkan dengan kelompok C3 yang
menggunakan konsentrasi polyphosphate sebesar 0,3%. Seharusnya hardness yang
didapatkan oleh kelompok C1 lebih besar dibandingkan dengan kelompok C3, begitu
juga yang lainnya. Kesalahan ini dapat disebabkan karena kurang telitinya praktikan
dalam menimbang polyphosphate yang ditambahkan, sehingga hasilnya kurang sesuai.
Selain itu, ketidak sesuaian hasil pengamatan ini dengan teori juga dapat disebabkan
karena ikan bawal yang digunakan sebagai bahan pembuatan surimi memiliki
karakteristik yang berbeda. Keragaman komposisi asam lemak ikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain spesies, pakan, letak geografis, umur, dan ukuran ikan
tersebut. Keragaman ini juga akan mempengaruhi surimi yang dihasilkan. Menurut
Rodiana et al.(2011), Jumlah pati akan mempengarihi elastisitas pada produk surimi.
Pati memiliki kaitan dengan interaksi antara pengembangan atau gelatinisasi pada
produk surimi.
Menurut Rodiana et al.(2011), surimi merupakan produk olahan yang terbuat dari ikan,
yang awalnya berasal dari Jepang. Untuk melindungi protein miofibrilar surimi apabila
dalam kondisi frozen, maka ditambahkan cryoprotectant. Macam-macam
cryoprotectant yaitu sorbitol, sukrosa, polydextrose, lactitol, maltodextrin dan
sebagainya. Yang digunakan dalam praktikum ini adalah sukrosa. Menurut Habib Allah
(2013), chitosan yang ditambahkan pada surimi dengan konsentrasi tertentu dapat
meningkatkan viskositas, warna, WHC, kekuatan gel, serta karakteristik secara sensoris.
Hal ini dapat meningkatkan mutu surimi sehingga dapat lebih diterima oleh konsumen.
Dari hasil uji secara sensori yaitu uji kekenyalan dan uji aroma maka dapat diketahui
bahwa surimi yang memiliki tekstur sangat kenyal adalah kelompok C1, untuk surimi
pada kelompok C3 dan C4 memiliki tekstur kenyal, sedangkan pada kelompok C2 dan
C5 teksturnya tidak kenyal. Hal ini kurang sesuai dengan teori, karena seharusnya
kekenyalan akan meningkat jika konsentrasi penambahan polyphosphate juga
meningkat. Kesalahan ini dapat disebabkan karena pengujiannya tidak menggunakan
alat, namun hanya menggunakan uji sensoris. Hal ini dapat menyebabkan hasil berbeda
karena hanya menggunakan penilaian dengan panca indera, yaitu tangan. Dari uji
12
aroma, surimi pada kelompok C1 dan C5 memiliki aroma sangat amis dibandingkan
kelompok lain yang memiliki aroma surimi yang amis dan bahkan tidak amis. Ikan yang
digunakan untuk pembuatan surimi seharusnya tidak amis. Menurut Peranginangin et
al. (1999), ikan berdaging putih seperti ikan bawal seharusnya tidak terlalu amis, serta
memiliki kemampuan pembentukan gel yang bagus dan menghasilkan surimi yang baik.
Jika bahan baku tidak terlalu amis, seharusnya produk surimi yang dihasilkan juga tidak
akan menimbulkan bau yang terlalu amis. Surimi yang lebih disukai adalah surimi yang
tidak memiliki aroma terlalu amis.
Dari hasil pengamatan karakteristik surimi mengenai WHC (Water Holding Capacity),
kekenyalan, dan aroma dari surimi diketahui bahwa bahwa nilai WHC tertinggi dimiliki
oleh kelompok C3 dengan nilai 311814,35 mg H2O sedangkan nilai WHC terendah
adalah kelompok C5 dengan nilai 254345,99 mg H2O. Untuk hardness, nilai tertinggi
adalah kelompok C3 dengan nilai sebesar 214,65 gF, sedangkan nilai hardness terendah
adalah kelompok C4 dengan nilai sebesar 126,59 gF. Sukrosa termasuk dalam
kelompok cryoprotectant. Cryoprotectant adalah bahan yang biasa digunakan pada
proses pembuatan surimi yang tidak langsung diolah menjadi produk lanjutan,
melainkan disimpan terlebih dahulu pada suhu beku dalam waktu tertentu. Fungsi dari
penambahan cryoprotectant adalah untuk menghambat proses denaturasi protein selama
pembekuan dan penyimpanan beku. Bahan ini mampu menginaktifkan kondensasi
dengan cara mengikat molekul air melalui ikatan hidrogen. Pada gula memiliki gugus
polihidroksi yang dapat bereaksi dengan molekul air oleh ikatan hidrogen, sehingga
dapat meningkatkan tegangan permukaan dan mencegah keluarnya molekul air dari
protein dan juga menjaga stabilitas protein (Fennema 1985). Berdasarkan teori tersebut
dapat diketahui jika peningkatan jumlah cryoprotectant yang ditambahkan akan
meningkatkan water holding capacity atau daya ikat air. Pada hasil pengamatan
kelompok C4 dan C5 yang menggunakan penambahan sukrosa 5% memiliki water
holding capacity yang lebih rendah dibandingkan kelompok C1 dan C2 yang
menggunakan penambahan sukrosa 2,5%. Kesalahan ini dapat disebabkan karena
adanya perbedaan jenis ikan yang digunakan. Selain itu, dapat juga disebabkan karena
adanya kesalahan dalam pengukuran water holding capacity, yaitu waktu untuk
pressing surimi lebih dari waktu yang ditentukan, yaitu 5 menit. Menurut Satya (2011),
13
protein miofibrilar akan dibantu kerja nya karena penambahan chitosan dengan
konsentrasi tertentu. Hal ini ditunjukkan dengan percobaaan bahwa protein miofibrilar
pada surimi dalam kondisi beku, dapat tetap baik teksturnya selama 6 bulan
penyimpanan. Aktivitas ATPase dan kekuatan gel dari surimi yang diberi chitosan,
lebih tinggi dari pada surimi yang tidak diberi chitosan. Menurut Ali (2009), dalam
pembuatan surimi dapat digunakan kombinasi ikan yang berbeda agar menghasilkan
produk surimi yang lebih baik, baik secara tekstur, warna, maupun sensori. Menurut
Hamzah (2015), pembuatan surimi dengan menambahkan atau dengan melakukan
pencucian dengan garam,dan CaCl2 dapat meningkatkan kualitas surimi yang
dihasilkan, dan juga menambah kekuatan gel dari surimi tersebut.
14
4. KESIMPULAN
Surimi merupakan produk olahan setengah jadi atau disebut juga intermediate
product yang terbuat dari ikan.
Ciri-ciri surimi dengan mutu yang baik adalah memiliki warna putih, flavor yang
baik, dan elastisitasnya tinggi.
Ikan yang digunakan untuk pembuatan surimi harus segar, tidak berbau lumpur,
tidak terlalu amis, memiliki daging berwarna putih, memiliki kadar lemak rendah,
dan memiliki kemampuan pembentukan gel yang baik.
Surimi didapatkan dari lumatan daging ikan yang telah mengalami proses pencucian
(leaching) secara berulang-ulang, pengepresan, penambahan bahan tambahan (food
additive), pengepakan, dan pembekuan.
Keragaman komposisi asam lemak ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain letak geografis, umur, spesies, pakan, serta ukuran ikan tersebut akan
mempengaruhi kualitas surimi yang dihasilkan.
Penambahan polyphosphate bertujuan untuk menambah nilai kelembutan dan
memperbaiki sifat surimi, khususnya sifat elastisitas dan kelembutannya.
Semakin tinggi jumlah polyphosphate yang ditambahkan maka hardness surimi
akan menurun atau semakin elastis.
Sukrosa merupakan bahan cryoprotectant.
Sukrosa berfungsi menghambat proses denaturasi protein selama pembekuan dan
penyimpanan beku serta dapat meningkatkan daya ikat air.
Fungsi penambahan garam adalah untuk membantu penurunan jumlah air dan
membentuk gel yang fleksibel dan elastis.
Semarang, 18 Oktober 2015 Mengetahui,
Praktikan, Asisten Dosen
- Yusdhika Bayu S.
Aninditya Intan Pertiwi
13.70.0184
15
5. DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, T. W., Akhmad S.F, dan Ulfah, A. (2006). Modul Diversifikasi Produk
Perikanan Universitas Diponegoro Press. Semarang.
Dahar, D. (2003). Pengembangan Produksi Hasil Perikanan. Sidoarjo.
Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New
York: Marcel Dekker, Inc.
Hajidoun, H and Jafarpour, A. (2013). The Influence of Chitosan on Textural Properties
of Common Carp (Cyprinus Carpio) Surimi. Journal Food Process Technology
4:5
Hamzah N, Sarbon M, and Amin M. (2015). Physical Properties of Cobia
(Rachycentron canadum) Surimi : Effect of Washing Cycle at Different Salt
Concentrations. Journal of Food Science Technology 52(8):4773-4784.
Jafarpour A, M Elisabeth, Gorecyca. (2009).Rheological Characteristics and
Microstructure of Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi and Kamaboko Gel.
Food Biophysics 4:172-179.
Koswara S, Hariyadi P, dan Purnomo EH. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri.
Jakarta: UI Press.
Lan, H. Y., Mu W., Nikolic-Paterson D.J., and Atkins R.C. (1995). A Novel, Simple,
Reliable, and Sensitive Method for Multiple Immunoenzyme Staining: Use of
Microwave Oven Heating to Block Antibody Cross-Reactivity and Retrieve
Antigens. J Histochem Cytochem 43:97–10.
Nopianti R, Huda N, and Ismail N. (2011). A Review on The Loss of The Functional
Properties of Proteins During Frozen Storage and The Improvement of Gel-
Forming Properties of Surimi. American Journal of Food Technology.
Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, dan Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan
Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian
Perikanan Laut.
Pietrowski, B. N., Reza Tahergorabi, Jacek J. (2012). Dynamic Rheology and Thermal
Transitions of Surimi Seafood Enhanced with ɷ-3-Rich-Oils. Food
Hydrocolloids 27:384-389.
16
Sadhan, S and Chandra K. (2011). Suitability of Chitosan as Cryoprotectant on Croaker
Fish (Johnius gangeticus) Surimi During Frozen Storage. Journal of Science
Technology 48(6):699-705
Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-
Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi
Technology. New York: Marcel dekker. Page. 425-442.
Stansby, M. E. (1963). Industrial Fishery Technology. London: Reinhold Publisher. Co.
Chapman and Hall Ltd.
Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein : Processing Technology. London: Applied
Science Publ Ltd.
Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the
Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia. Marine
Fisheries. Research Department-South East Asia Fisheries Development Center.
Singapore.
Tanaka, M. (2001). Surimi and Surimi Products. Department of Food Science and
Technology. Jepang.
Wu, Shaowen, C. Ford and G. Horn. (2009). Stable Natural Color Process, Products and
Use Thereof.
17
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
Kelompok C1
Kelompok C2
Kelompok C3
18
Kelompok C4
Kelompok C5
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal