studi tentang jamaah ahmadiyah di surabaya complete)

Upload: bekbone-van-ghozi

Post on 09-Jul-2015

216 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

STUDITENTANGJAMAAHAHMADIYAH DISURABAYA SKRIPSI

M.SHOLEHUDIN

IAINSUNANAMPEL SURABAYA 2007

BAB IPendahuluan A. Latar Belakang Masalah. Jamaah Ahmadiyah adalah sebuah gerakan keagamaan yang dicetuskan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India pada tahun 1889. 1 Sepeninggal beliau pada tanggal 1914 Ahmadiyah terbagi menjadi 2 aliran yaitu jemaah Ahmadiyah Lahore yaitu kelompok Ahmadiyah yang menganggap Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid, 2 serta jamaah Ahmadiyah Qadian yang menganggap Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Nabi. 3 Mirza Ghulam Ahmad sendiri mengaku bahwa dirinya sebagai orang yang dipilih oleh Tuhan untuk membuktikan kebenaran agama Islam pada tahun 1879, yang kemudian mengklaim dirinya sebagai mujaddid Islam pada tahun 1884, dan mengaku sebagai Massel Mesiah (seperti Messiah) pada tahun 1891. Pada tahun yang sama pula beliau mengaku sebagai Maryam yang sedang mengandung roh Isa selama 10 bulan sehingga pada bulan kesepuluh beliau menjadi Isa bin Maryam sepenuhnya. Pada tahun 1900 beliau mengaku sebagai

Hasan bin Mahmud Audah, Ahmadiyah, kepercayaan-kepercayaan dan pengalamanpengalaman, Penerjemah. Dede A. Nasruddin, E. Muhaimin, (Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), 2006), 151. 2 Maulana Muhammad Ali, The Ahmadiyya Doctrine, (Pakistan:AAIIL Lahore, t.p.), 1, di download dari http://www.aaiil.org/text/books/mali/ahmadiyyadoctrine/ahmadiyyadoctrine.shtml pada tanggal 15 Januari 2008. 3 Didapat dari http://www.aaiil.org/text/books/ahmadiyyatqadianiyyat.shtml.html pada tanggal 15 Januari 2008.

1

Nabi bahkan beliau sendiri mengaku sendiri bahwa derajatnya lebih tinggi dari pada semua Nabi yang pernah ada. 4 Jamaah Ahmadiyah telah masuk ke Indonesia sejak tahun 1925. 5 Di Indonesia sendiri jamaah Ahmadiyah terbagi menjadi dua yakni Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyah Lahore. Kedua aliran Ahmadiyah ini mempunyai cabang masing-masing di Indonesia. Secara resmi gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia berdiri pada tanggal 28 September 1929 di Yogyakarta dengan pengesahan hukum Besl. Gouvt 4 April 1930 No.1x (Extra-Bijvoegsel Yavasche Courant 22/4-30 No 32). Aliran ini menyebut dirinya Gerakan Ahmadiyah Indonesia. 6 Sementara itu jemaat Ahmadiyah Qadiani secara resmi disahkan pemerintah Republik Indonesia sebagai badan hukum dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. J.A/5/23/13 tanggal 13 Maret 1953 dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 26, tanggal 31 Maret 1953 dengan nama Jemaat Ahmadiyah Indonesia. 7 Potensi jamaah Ahmadiyah di Indonesia nampaknya sangat besar dimana sejak awal berdirinya sampai dengan saat ini jamaah Ahmadiyah berhasil tumbuh dan menyebar di seluruh provinsi Indonesia, hal ini terbukti sejak tahun 1932 jemaat Ahmadiyah berhasil tumbuh dan menyebar diberbagai wilayah dan

4 5

Didapat dari http://alhafeez.org/rashid/glance.htm, didownload tanggal 19 Desember 2007. Abdul Halim Mahally, Benarkah Ahmadiyah Sesat, (Jakarta: PT Cahaya Kirana Rajasa,

2006), 69 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, pengantar Azyumardi Azra (Yogyakarta : LKiS Yogyakarta, 2005) 202. 7 Ibidhal 196.6

saat ini diperkirakan jamaah Ahmadiyah sudah mempunyai 181 cabang yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia. 8 Sejak awal kemunculannya jamaah Ahmadiyah merupakan sebuah kontroversi. Gerakan dengan skala internasional ini selain mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, juga tidak jarang mendapatkan penolakan bahkan pengusiran dan pengkafiran dari ulama maupun pemerintah setempat. Hal yang sama terjadi di Indonesia. Pada tahun 1932 Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang berkembang di Indonesia telah mengeluarkan fatwa melarang para pengikutnya untuk memeluk Ahmadiyah atau harus memilih keluar dari Muhammadiyah. 9 Sedangkan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru dikeluarkan pada tahun 1980, 10 namun karena sifat dari fatwa ini hanya sebagai himbauan kepada umat Islam disamping sifat pemerintah yang netral terhadap permasalahan ini maka kegiatan Ahmadiyah baik Lahore maupun Qadian terus berjalan. Jemaat Ahmadiyah Indonesia berhasil mengembangkan kegiatannya dan berhasil membangun pusat kegiatannya di daerah Parung (Bogor), sedangkan Gerakan Islam Ahmadiyah yang berpusat di Jakarta perkembangannya tidak begitu pesat akibat longgarnya keorganisasiannya. 11

Abdul Halim Mahally, Benarkah Ahmadiyah Sesat, (Jakarta: PT Cahaya Kirana Rajasa, 2006), 69. 9 Lukman Firdaus, Sejarah Perkembangan Ahmadiyah Cabang Surabaya, (Surabaya, 2007), 66. 10 Fatwa MUI No. 11/MUNAS VII/MUI/15/2005 11 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, pengantar Azyumardi Azra (Yogyakarta : LKiS Yogyakarta, 2005) 264.

8

Pro dan kontra mengenai ajaran Ahmadiyah terus berlangsung yang dapat diibaratkan seperti api dalam sekam, akhirnya memunculkan penyerangan massa atas jamaah Ahmadiyah di Parung (Bogor), Cianjur dan Ketapang sepanjang tahun 2005. 12 Berbagai kejadian ini akhirnya memicu Majelis Ulama Indonesia untuk menegaskan kembali keputusan fatwa MUI dalam Munas II Tahun 1980 yang menetapkan bahwa Aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan. Hal ini tertuang dalam Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 11/MUNAS VII/MUI/15/2005. Dengan dikeluarkannya fatwa ini, berbagai daerah mulai mengeluarkan kebijakan pembekuan kegiatan jamaah Ahmadiyah di wilayahnya masing-masing, seperti yang terjadi di Tasikmalaya, Riau dan Nusa Tenggara Barat. 13 Surabaya, sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, ternyata tidak mempunyai anggota jamaah Ahmadiyah yang besar. Untuk jemaat Islam Ahmadiyah yang berkantor cabang di Jl. Bubutan I/2 Surabaya dengan wilayah kerja kotamadya Surabaya, tercatat hanya mempunyai anggota sekitar 45 orang, 14 sedangkan untuk Gerakan Ahmadiyah Indonesia yang dikenal dengan Ahmadiyah Lahore tidak mempunyai kantor di wilayah Surabaya.

Didapat dari http://ahmadiyah.info/index.php-option=com_content&task=view& id=65&Itemid=1.htm pada tanggal 29 Desember 2007. 13 Berita untuk Tasikmalaya didapat dari (http://ahmadiyah.info/index.phpoption=com_content&task=view& id=138&Itemid=1.htm), Riau (http://ahmadiyah.info/index.phpoption=com_content&task=view&id= 122&Itemid=1.htm) dan Nusa Tenggara Barat (http://ahmadiyah.info/index.php-option=com_content&task =view&id=62&Itemid=1.htm). Pada tanggal 30 Desember 2007. 14 Sukir Ahmadi, Ketua Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 23 Juni 2007.

12

Studi tentang jemaat Ahmadiyah di Surabaya ini berupaya mengkaji jemaat Ahmadiyah Surabaya yang difokuskan pada sejarah, organisasi, ajaran dan perkembangannya.

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah Jamaah Ahmadiyah di Indonesia, sebagaimana telah dijelaskan di awal pendahuluan ini, terdiri dari 2 aliran, yaitu Gerakan Ahmadiyah Indonesia dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Walaupun hanya ada 2 beberapa perbedaan mendasar dari kedua aliran ini, 15 namun hal ini berimbas kepada perbedaan lain di bidang keorganisasian serta ajaran-ajarannya. Ajaran Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam beberapa hal berbeda dengan ajaran Islam Sunni yang dianut sebagian besar umat Islam di Indonesia. Pada prinsipnya, perbedaan tersebut meliputi ajaran masalah al-Mahdi dan al-Masih, masalah mujaddid, masalah kenabian, masalah wahyu, masalah khilafah serta masalah jihad. Telah banyak buku yang membahas perbedaan ini, dimana kebanyakan buku mendasarkan pembahasaannya pada tafsir Al Quran dan Hadits versi Sunni yang sulit diterima oleh penganut Ahmadiyah. Sejauh pengetahuan penulis, buku-buku yang membahas tentang Ahmadiyah dari sisi Ahmadiyah sendiri, terutama yang berbahasa Indonesia, masih sangat jarang ditemui. Dengan

Didapat dari (http://www.aaiil.org/text/books/ ahmadiyyatqadianiyyat.shtml.html) pada tanggal 29 Desember 2007.

15

demikian, dalam studi ini penulis akan mencoba mendasarkan pembahasan dari buku-buku Ahmadiyah sendiri. Mengingat luasnya permasalahan ini, maka studi ini akan dibatasi pada : 1. Sejarah jemaat Ahmadiyah di Surabaya. 2. Keorganisasian jemaat Ahmadiyah di Surabaya. 3. Pembinaan kehidupan bermasyarakat jemaat Ahmadiyah di Surabaya. 4. Ajaran-ajaran jemaat Ahmadiyah Surabaya dengan fokus utama klaim kenabian Mirza Ghulam Ahmad, yang didasarkan pada karya-karya beliau.

C. Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana sejarah munculnya jemaat Ahmadiyah di Surabaya. 2. Bagaimana perkembangan jemaat Ahmadiyah di Surabaya. 3. Bagaimana perkembangan kegiatan-kegiatan jemaat Ahmadiyah didalam pembinaan kehidupan bermasyarakat di Surabaya. 4. Bagaimana ajaran-ajaran jemaat Ahmadiyah di Surabaya ditinjau dari klaim kenabian Mirza Ghulam Ahmad berdasarkan karya-karya beliau.

D. Penegasan dan Alasan Memilih Judul Sebelum memasuki pada inti pembahasan, maka terlebih dahulu penulis menguraikan dan menegaskan kata-kata atau istilah-istilah dalam judul tersebut

diatas. Hal itu penulis maksudkan supaya tidak terjadi pengkaburan makna atau kesalahpahaman atas permasalahan dan isi dari studi yang disusun. Adapun penegasan tersebut adalah sebagai berikut : Adapun penegasan tersebut sebagai berikut : Studi Jemaat : : Berarti penyelidikan, pelajaran dan tempat belajar. 16 Berarti kumpulan individu yang bersatu padu dan bekerja untuk suatu program bersama. 17 Ahmadiyah : Adalah gerakan dakwah yang ingin menyatukan agama dunia ke dalam Islam tanpa paksaan, dan dengan menekankan dakwah dan ajaran nubuat dan mileniarisme keagamaan. 18 Surabaya : Merupakan sebuah kota Metropolis yang berada di Jawa Timur. Dari pendefinisian beberapa istilah-istilah diatas yang berkaitan dengan judul penelitian ini, maka disimpulkan bahwa dalam penulisan skripsi ini membahas tentang jemaat Ahmadiyah di Surabaya.

Widodo, Amd. Kamus Ilmiah Populer, cet I, (Yogyakarta: Absolut Yogyakarta, 2001), 697. M.Amin Djamaluddin, Ahmadiyah dan Pembajakan Al Quran, (Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam, 2003), 195. 18 Taufik Abdullah, Organisasi Dan Gerakan Islam, Eksklopedi Tematis Dunia Islam Dinamika Masa Kini, jilid 7, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), 98.17

16

E. Alasan Memilih Judul Adapun penulis tertarik untuk mengangkat Studi Tentang Jemaat Ahmadiyah di Surabaya ini dilatar belakangi oleh beberapa hal yaitu : 1. Mengetahui lebih lanjut ajaran jemaat Ahmadiyah di Indonesia terutama di Surabaya, yang didasarkan pada karya-karya Mirza Ghulam Ahmad. 2. Mengetahui lebih lanjut tentang keorganisasian dan perkembangan jemaat Ahmadiyah di Surabaya.

F. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam memilih judul studi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui sejarah munculnya jemaat Ahmadiyah di Surabaya. 2. Untuk mengetahui ajaran-ajaran jemaat Ahmadiyah di Surabaya. 3. Untuk mengetahui perkembangan jemaat Ahmadiyah di Surabaya. 4. Untuk mengetahui kegiatan-kegiatan jemaat Ahmadiyah di Surabaya dalam pembinaan kehidupan bermasyarakat.

G. Manfaat Penelitian Diharapkan dari studi ini dapat diambil manfaat sebagai berikut: 1. Secara Ilmiah Sebagai tambahan referensi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan faham-faham yang ada dalam Islam terutama aliran Ahmadiyah.

2. Secara Sosial Dapat dijadikan bahan pertimbangan masyarakat luas dari berbagai kalangan untuk mengetahui, menilai, maupun mempelajari aliran Ahmadiyah dari segi ajaran dan keorganisasiannya.

H. Sumber Data Dalam studi ini akan digunakan 2 jenis data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun yang dimaksud dengan sumber data primer adalah sumber data yang didapat dari hasil wawancara (interview) sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang didapat dari studi kepustakaan. Sumber data primer dalam studi ini didapat dari : 1. Wawancara dengan Ketua jemaat Ahmadiyah di Surabaya. 2. Wawancara dengan Mubaligh jemaat Ahmadiyah di Surabaya. 3. Wawancara dengan Sekretaris jemaat Ahmadiyah di Surabaya. 4. Wawancara dengan tokoh-tokoh jemaat Ahmadiyah di Surabaya. 5. Wawancara dengan anggota jemaat Ahmadiyah di Surabaya. Untuk sumber data sekunder, penulis mengandalkan beberapa kitab karangan Mirza Ghulam Ahmad sendiri, maupun kitab lain yang mendukung pembahasan ini. Mengenai adanya pro kontra dalam masalah jemaat Ahmadiyah ini maka penulis membagi sumber pustaka menjadi 4 kategori yaitu : kitab karangan Mirza Ghulam Ahmad, sumber pustaka pro Ahmadiyah, sumber pustaka anti Ahmadiyah dan sumber pustaka pendukung. Perlu diketahui bahwa

beberapa kitab karangan Mirza Ghulam Ahmad sejumlah sekitar 80 buah, aslinya berbahasa Urdu dan sebagian besar tidak ditemukan terjemahannya dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Inggris. Adapun sumber data yang penulis pakai adalah : a. Kitab-kitab karangan Mirza Ghulam Ahmad Mirza Ghulam Ahmad, A Brief Sketch of My Life from the urdu book Kitab al Bariyya, Terj Zaid Aziz, Ahmadiyah Anjuman Ishaat Islam Lahore U.S.A Inc, 1996. Buku dalam versi elektronik (pdf) sebanyak 91 halaman, isinya merupakan 30% dari isi buku kitab Al Bariyya. Isi buku ini menjelaskan tentang biografi singkat Mirza Ghulam Ahmad, pengalaman spiritual, klaim dan pendapat beliau. Mirza Ghulam Ahmad, Exoneration, Terj Zaid Aziz, Ahmadiyah Anjuman Ishaat Islam Lahore U.S.A Inc, 1996. Buku Exoneration ( Pembebasan dari tuduhan) berformat elektronik setebal 224 halaman tanpa cover depan ini, dalam kata pengantarnya dinyatakan merupakan 70% dari isi buku Kitab Al Bariyya yang diterbitkan terpisah dengan judul diatas. Isi buku pada intinya merupakan gambaran lengkap proses pengadilan terhadap beliau atas tuduhan konspirasi pembunuhan seorang misionaris Kristen, yang berakhir dengan pembebasan beliau dari tuduhan tersebut.

Muhammad Zafrullah Khan, Tadhkirah, English translation of the dreams, visions and verbal revelations vouchsafed to the Promised Messiah on whom be peace. The London Mosque. 1976. Buku dalam format elektronik setebal 970 lembar ini merupakan terjemahan bahasa Inggris dari buku dengan judul sama, yang isinya merupakan kumpulan mimpi, kasyaf serta wahyu yang diterima Mirza Ghulam Ahmad. Buku ini dilengkapi dengan teks aslinya dalam bahasa Urdu, dan sebagian bahasa Arab.

Zaid Aziz, Al Wasiyyat (the Will), England, 2000. Buku berformat elektronik setebal 60 halaman tanpa cover depan ini berisi tentang wasiat-wasiat Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1905 tentang aturan-aturan menjalankan gerakan Ahmadiyah sepeninggal beliau.

b. Sumber Pustaka Pro Ahmadiyah www.aaiil.org (website resmi Ahmadiyah Lahore). Dalam website ini menjelaskan tentang Ahmadiyah Lahore perbedaan misi, berita dan perkembangannya. Tersedia juga buku-buku karangan Mirza Ghulam Ahmad mapun pengarang lain baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Urdu yang dikeluarkan oleh Ahmadiyah Anjuman Ishaat Islam Lahore.

www.alislam.org (website resmi Ahmadiyah Qadian). Website ini menjelaskan tentang Ahmadiyah Qadiani, misi, perkembangan serta berita-berita seputar Ahmadiyah Qadiani. Disediakan juga buku-buku Mirza Ghulam Ahmad maupun pengarang lain dalam bahasa Inggris maupun Urdu yang dikeluarkan oleh Ahmadiyah Qadiani. Bahkan dari website ini dapat diambil kitab Ruhani Khazain, yang merupakan kumpulan keseluruhan karangan Mirza Ghulam Ahmad dalam 23 Jilid dalam bahasa Urdu.

www.ahmadiyya.info merupakan website resmi Ahmadiyah Indonesia, berisi tentang beritaberita seputar Ahmadiyah Indonesia. Disini juga tersedia beberapa buku karangan Mirza Ghulam Ahmad dan pengarang lain dalam bahasa Indonesia

Mirza Ghulam Ahmad, Ajaranku, terj Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI, 1998). Buku kecil setebal 77 halaman ini merupakan kumpulan sebagian ajaran-ajaran Mirza Ghulam Ahmad yang terkandung dalam buku Kisti-e-Nuh.

Mirza Masroor Ahmad, The Essence Of Islam, Extracts from the Writings, Speeches, Announcements and Discourses of the Promised

Messiah Hadrat Mirza Ghulam Ahmad of Qadian [May peace be upon him], United Kingdom, 2007. Buku berformat elektronik dalam 5 Jilid ini merupakan kumpulan dari tulisan, perkataan, khutbah maupun pengumuman Mirza Ghulam Ahmad. Jilid 1 berisi pengenalan tentang Islam, Tuhan, Nabi dan Quran. Jilid 2 berisi pilar Islam, surga dan neraka, doa dan sebagainya. Jilid 3 berisi kebutuhan akan Imam, Jesus, Dajjal, Dzul Qarnain dan sebagainya. Jilid 4 berisi riwayat hidup Mirza Ghulam Ahmad, tujuan turunnya Mahdi yang dijanjikan, kebangkitan Islam serta beberapa persyaratan masuk ke jemaat. Jilid 5 berisi tanda-tanda kenabian, mujizat serta cerita-cerita yang mendukung tanda-tanda kenabian tersebut. Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, The Truth about The Split (Aina Shodaqot), United Kingdom, 2007. Buku ini berisi penjelasan Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad tentang perpecahan Ahmadiyah pada tahun 1914 dari sisi Ahmadiyah Qadiani.

c. Sumber Pustaka Anti Ahmadiyah www.irsyad.org Website ini merupakan website IDARA, USA, Inc., yaitu sebuah organisasi nirlaba berbasis di Amerika Serikat yang mengangkat

topik utama Nabi Muhammad sebagai penutup para nabi. Dalam website ini berisi artikel-artikel dan studi kritis kenabian Mirza Ghulam Ahmad. www.alhafeez.org\rashid Website ini merupakan website Dr. Syed Rashid Ali yang tergabung dalam Gerakan Anti Ahmadiyah. Dalam website ini terdapat studi kritis Ahmadiyah dan berita-berita seputar Ahmadiyah. Hasan bin Mahmud Audah, Ahmadiyah : Kepercayaan-Kepercayaan dan Pengalaman-Pengalaman, terjemahan Dede A Nasruddin dan E Muhaimin, Tasikmalaya, Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), 2006. Buku ini terutama menyajikan tentang pengalaman pengarang selama menganut Ahmadiyah dan bertindak sebagai direktur bahasa Arab di Ahmadiyah Qadiani Pusat di London, yang selanjutnya menyatakan keluar dari Ahmadiyah. Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia : Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2006. Buku ini menyajikan tentang beberapa paham dan aliran sesat yang berada di Indonesia baik yang berskala lokal sampai yang berskala internasional.

Ihsan Ilahi Dzahir, Mengapa Ahmadiyah Dilarang : Fakta Sejarah dan Itiqadnya, Jakarta, PT Darul Farah, 2006. Buku ini menyajikan tentang bukti-bukti dan analisa yang kuat tentang seluk beluk gerakan Ahmadiyah dan juga menjelaskan tentang berbagai kesesatan gerakan ini yang berdasarkan nukilan dari 91 buku-buku Ahmadiyah sendiri.

M. Amin Djamaluddin, Ahmadiyah dan Pembajakan Al Quran : Jakarta, Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), 2003. Buku ini menyajikan fakta-fakta pembajakan Al Quran yang dilakukan oleh Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah dalam kitabnya Tadhkirah.

Abdul Halim Mahally, Benarkah Ahmadiyah Sesat : Catatan Bagi Umat Islam Indonesia Dalam Menyikapi Gerakan Ahmadiyah Internasional, Jakarta, PT Cahaya Kirana Rajasa, 2006. Buku yang ditulis oleh mantan mahasiswa Indonesia di Pakistan ini menyajikan tentang sejarah Ahmadiyah baik dari segi historis maupun ajaran-ajarannya.

Nuzhat J Haneef, Recognizing the Messiah, Assessing Mirza Ghulam Ahmad of Qaadiyaan: His Claims, His Views, His Character, and His Movement, 2004.

Buku dalam bentuk elektronik setebal 423 halaman ini berisi analisis pribadi pengarang, seorang Ahmadi putri Pakistan selama beliau menjadi Ahmadiyah dan selanjutnya keluar dari Ahmadiyah. Buku ini belum/tidak diterbitkan. d. Sumber Pustaka Pendukung Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia : Pengantar Prof Dr Azyumardi Azra M.A, Yogyakarta, PT LKIS Pelangi Aksara, 2005. Buku yang merupakan thesis pengarang ini menyajikan secara obyektif aliran Ahmadiyah sebagai sebuah pemikiran dan gerakan dalam konteks perkembangan gerakan Islam secara keseluruhan di Indonesia.

I. Metode Penelitian 1. Metode Pengumpulan Data Metode di dalam penelitian merupakan salah satu faktor terpenting dan sangat menentukan supaya hasil yang diperoleh didalam penelitian itu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, didalam hal ini penulis menggunakan metode sebagai berikut :

a. Metode Observasi yang bersifat Partisipan Metode observasi Partisipan adalah sebuah cara pengambilan data melalui pengamatan dan pencatatan yang dilakukan secara langsung. 19 Metode ini dipergunakan untuk menggali data tentang aktivitas pengikut Ahmadiyah di Surabaya. b. Metode Wawancara (interview). Metode wawancara adalah sebuah cara dalam mengumpulkan data dengan tanya jawab yang dilakukan dengan pengikut Ahmadiyah. Data ini dipergunakan untuk menggali data tentang sejarah Ahmadiyah. c. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi didalam penelitian ini adalah sebuah metode untuk mencari data mengenai sesuatu hal yang berupa dokumen-dokumen yang sangat berkaitan dengan topik penelitian. 20 Teknik dokumentasi ini merupakan jenis data sekunder . Data ini dipergunakan untuk menggali informasi atau data tentang ajaran-ajaran Ahmadiyah di Surabaya. d. Lokasi penelitian Peneliti mengambil lokasi penelitian di daerah Jalan Bubutan kota Surabaya.

Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach II, (Yogyakarta : Andi OFFSET, 1994), 136. Koentjaradiningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), 73.20

19

e. Subyek Penelitian Subyek penelitian yang ada pada penelitian ini adalah tentang keberadaan Ahmadiyah di Surabaya baik dari segi sejarah dan ajaran-ajaran Ahmadiyah di Surabaya.

2. Metode Pembahasan Karena Penelitian ini merupakan penelitian kwalitatif maka di dalam pembahasan penulis menggunakan metode sebagai berikut : a. Metode Deduktif yaitu sebuah kajian yang berangkat dari pengetahuan yang pada dasarnya bersifat umum kemudian yang bertitik tolak pada hal-hal yang bersifat umum itu ditarik suatu kajian yang sifatnya khusus. 21 b. Metode Induktif yaitu sebuah kajian yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa konkrit yang kemudian ditarik secara generalisasi yang mempunyai sifat-sifat umum. 22

3. Metode Analisa Data Dalam hal ini penulis meneliti kembali dari beberapa metode yang telah dipergunakan, agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan maka metode yang dipakai antara lain adalah :

21 22

Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach I, Cet ke XI (Yogyakarta: Andi OFFSET, 1989), 42. Ibid, hal 42.

a. Metode Deskriptif Analisis yaitu data yang dihimpun melalui interview dan dokumentasi yang kemudian dilakukan analisis untuk memperoleh gambaran tentang semua kegiatan-kegiatan jemaat Ahmadiyah dalam upaya pembinaan terhadap masyarakat dan untuk mendapatkan hasil laporan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. b. Metode Komparative yaitu metode analisis yang digunakan untuk dapat menemukan persamaan dan perbedaan pandangan sehingga dalam analisis ini penulis dapat membandingkan dua atau tiga kejadian dengan melihat semua penyebabnya. 23 Dan Content Analisys, 24 merupakan sebuah metode comparative yang digunakan untuk menganalisis argumen dan pendapat darimasing-masing informan, sedangkan Content Analisys digunakan untuk lebih mempertajam isi sehingga dapat memberikan ringkasan padat secara langsung terhadap fokus pembahasan ini.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), 109. 24 Sumadi Soeryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), 85.

23

J. Sistematika Pembahasan Adapun sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab dengan uraian sebagai berikut: Bab I : Berisi tentang pendahuluan yang meliputi ; latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, rumusan masalah, penegasan judul, alasan memilih judul, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sumber data, metode penelitian, sistematika pembahasan. Bab II : Berisi tentang landasan teori yang meliputi : A. Biografi pendiri Ahmadiyah. B. Klaim kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Bab III : Berisi tentang obyek penelitian yang meliputi : Sejarah berdirinya Ahmadiyah di Surabaya, perkembangan Ahmadiyah di Surabaya, pengaruh jemaat Ahmadiyah di Surabaya, kegiatan-kegiatan jemaat Ahmadiyah di Surabaya dalam pembinaan kehidupan bermasyarakat. Bab IV : Berisi pembahasan yang mencakup tentang : Aliran dan keorganisasian jemaat Ahmadiyah Surabaya, serta klaim kenabian Mirza Ghulam Ahmad. BAB V : Berisi kesimpulan dan Saran

BAB II Sejarah Dan Klaim Kenabian

1. Biografi Pendiri Ahmadiyah Sejarah berdirinya Ahmadiyah tidak bisa lepas dari sejarah Mirza Ghulam Ahmad. Hal ini dikarenakan beliaulah pendiri Ahmadiyah. Mirza Ghulam Ahmad dilahirkan pada hari Jumat tepatnya pada tanggal 13 Februari 1835 (14 Syawal 1250 H) di desa Qadian dari pasangan Ghulam Murtadha dan Ciragh Bibi. 1 Beliau berasal dari keturunan Barlas, yang memiliki keterkaitan dengan nenek moyang bergaris darah Mongolia. Akar keluarganya merupakan pendatang asal Samarkand, sebuah kota yang terletak di Asia Tengah. Disebutkan bahwa nenek moyang Mirza hijrah dari Samarkand menuju ke Punjab, India pada awal abad ke enam belas atau di masa kekuasaan Emperor Babar dari Dinasti Moghul. Mirza adalah keturunan dari haji Barlas, yang merupakan paman Amir Timur. Kata Timur berasal dari suku Barlas yang terkenal dan yang menguasai kawasan Kish selama 200 tahun. Kawasan ini pada zaman dahulu dikenal dengan nama Sogdiana, dengan ibu kota yang terletak di Samarkand. Mereka adalah suku dari Persia. Kata Samarkand itu sendiri berasal dari bahasa Persia. 2

Muslih Fathoni, Paham Mahdi Syiah Dan Ahmadiyah Dalam Perspektif, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002), 54. 2 Abdul Halim Mahally, Benarkah Ahmadiyah Sesat, (Jakarta : Cahaya Kirana Rajasa, 2006),

1

Mirza Ghulam Ahmad sejak kecil tidak banyak mendapatkan pendidikan formal. Pendidikannya dimulai ketika masih berusia 6-7 tahun di rumah, dimana pada tahun 1841 M ayahnya mengundang seorang guru bernama Fadhal Ilahi untuk mengajarkan Al Quran dan kitab-kitab bahasa Persi. Pada tahun 1845 M saat Ghulam Ahmad berusia 10 tahun ayahnya mempekerjakan seorang guru bernama Fazal Ahmad untuk mengajarkan kitab-kitab nahwu-sharaf (tata bahasa bahasa Arab. Pada umur 17 tahun, Ghulam Ahmad mendapatkan pengajaran kitab-kitab Nahwu (perubahan akhir kata) dan Manthiq (ilmu logika) dari seorang guru yang bernama Gul Ali Syah. Sedangkan ilmu tentang ketabiban ia dapatkan dari ayahnya sendiri yang saat itu dikenal sebagai seorang tabib yang sangat mahir dan pandai. 3 Pada usia 16 tahun, beliau menikah dengan seorang gadis yang bernama Hurmat Bibi, dimana dari pernikahan ini mereka dikaruniai dua orang putra yaitu Mirza Sultan Ahmad dan Mirza Fadhal Ahmad (yang meninggal pada saat Mirza masih hidup). Tahun 1884, beliau menikah lagi dengan Sayyidah Nusrat Jahan Begum, putri seorang saleh terkenal bernama Mir Nasir Nawab. Dari pernikahan kedua ini, Mirza Ghulam Ahmad dikaruniai 10 orang anak. Lima dari seluruh putra dan putrinya yang hidup hingga dewasa yaitu : Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (lahir 12 Januari 1889 M dan wafat 8 November 1965 M), Mirza Bashir Ahmad (lahir 20 April 1893 M dan wafat 3 September 1963 M), Mirza Syarif Ahmad (lahir 24 Mei 1895 M dan wafat 26 Desember 1961 M), Nawab3

Asep Burhanudin, Jihad Tanpa Kekerasan, (Yogyakarta : PT LKiS Yogyakarta, 2005), 34.

Mubarakah Begum (lahir 2 Maret 1897 M) dan Nawab Amatul Hafidz (lahir 25 Juni 1904 M). 4 Setelah berumur 29 tahun (1864 M) Mirza Ghulam Ahmad diangkat menjadi pegawai pada pemerintah Inggris di kantor Bupati Sialkot. 5 Sesudah 4 tahun tinggal di Sialkot, ia dipanggil pulang oleh ayahnya untuk bertani. Merasa tidak cocok dengan pekerjaan itu, ia mencurahkan sebagian besar waktunya untuk mempelajari Al Quran. Pada saat itu, umat Islam India sedang dalam masa-masa suram. Kaum Kristen maupun Hindu dalam tulisan maupun perdebatan-perdebatan, banyak menyudutkan umat Islam. Dan berdasarkan penilaian Mirza Ghulam Ahmad, para ulama tidak ada yang membela, bahkan sibuk bertikai, saling mengkafirkan. Untuk itu di tahun-tahun ini dan selanjutnya, beliau berupaya untuk membela Islam dari serangan eksternal. 6 Mirza Ghulam Ahmad mulai mengarang buku yang berisi keterangan-keterangan untuk melawan agama Kristen dan Hindu Arya, yang pada awalnya hanya dimuat di surat-surat kabar sekitar tahun 1872 M. 7 Pada tahun-tahun ini, beliau mengaku sebagai orang yang dipilih Tuhan untuk membuktikan kebenaran Islam. Untuk itu, pada tahun 1879 beliau mengumumkan

Asep Burhanudin, Ghulam Ahmad Jihad Tanpa Kekerasan, (yogyakarta : PT LKiS Yogyakarta, 2005), 33. 5 Thaha Dasuki Hubaisy, Munculnya Aliran-aliran Sesat Di Abad Modern, Bandung : CV Pustaka Setia, 2006), 218. 6 Abdul Halim Mahally, Benarkah Ahmadiyah Sesat, (Jakarta : Cahaya Kirana Rajasa, 2006), 7 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah Indonesia, Pengantar Azyumardi Azra (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2005), 63.

4

akan menyusun kitab Barahin-e-Ahmadiyya sebanyak 50 jilid dan mengajak masyarakat untuk membantunya dalam tujuan ini. 8 Sepanjang tahun 1880-1884 M, beliau menulis 4 jilid Barahin-e-Ahmadiyya, dan menghentikan penulisan jilid berikutnya. Selanjutnya sampai tahun 1908, beliau menulis buku, majalah-majalah, dan selebaran-selebaran yang dipublikasikan ke masyarakat, surat-surat yang ditulis untuk anggota keluarganya, teman-teman beliau, pidato atau khutbah-khutbah yang dibuat, baik untuk acara yang sifatnya formal maupun non formal. Dengan terbitnya 4 jilid buku Barahin-e-Ahmadiyya ini, nama Mirza Ghulam Ahmad mulai dikenal luas. Pada tahun 1885, beliau mengaku sebagai seorang pembaharu. Berdasarkan wahyu yang diterimanya, maka pada tahun 1889, beliau menerima baiat para pengikutnya. Baiat dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 1889 di kota Ludhiana, di rumah Mia Ahmad Jaan. Yang pertama berbaiat adalah Hakim Nuruddin Sahib, yang sekaligus menyatakan Mirza Ghulam Ahmad sebagai pendiri paham ini. Setelah itu diikuti oleh Mir Abbas Ali, Mian Muhammad Husain Moradabadi dan M. Abdullah Sanauri dan yang lainnya sejumlah sekitar 40 orang. 9 Pada tahun 1891, beliau mengklaim bahwa dirinya adalah Al-Mahdi yang dijanjikan. Masih pada tahun yang sama, beliau mengaku bukan saja sebagai

8

Didapat dari http://alhafeez.org/rashid/indonesia3.htm, internet, diakses tanggal 19 Desember

2007. Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah Indonesia, Pengantar Azyumardi Azra (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2005), 64.9

Al Mahdi yang dijanjikan, namun juga sebagai nabi yang harus diikuti. Setelah itu pada tahun 1901, beliau mengumumkan bahwa dirinya adalah seorang nabi yang berdiri sendiri dan lebih utama dari semua nabi dan rasul.10 Dengan klaim ini, banyak ulama yang sebelumnya mendukung Mirza Ghulam Ahmad, berbalik menentang dan mengkafirkannya. Dalam fase-fase selanjutnya, Mirza Ghulam Ahmad sibuk menghadapi penentangan-penentangan ini dengan menerbitkan berbagai macam buku, pengumuman, selebaran yang berisi pendapat, ajakan serta wahyu-wahyu yang diterimanya dengan jumlah judul mencapai 80 buah. 11 Sebagian judul buku maupun ringkasan isinya dapat dilihat pada appendiks A. Selain itu, beliau juga menerbitkan beberapa media massa untuk menyebarkan misi dakwah Islam yang dipimpinnya yaitu majalah mingguan Al-Hakam dalam bahasa Urdu yang mulai terbit pada tahun 1897 M, majalah bulanan Al-Badr dalam bahasa Urdu yang terbit 1902 M dan majalah The Review of Religion dalam bahasa Inggris yang mulai terbit pada 1902 M. 12 Masyarakat mulai menagih janji beliau tentang penerbitan 50 jilid buku Barahin-e-Ahmadiyya. Untuk itu, pada tahun 1908 beliau menerbitkan buku Barahin-e-Ahmadiyya jilid 5, dan mengatakan dalam kata pengantarnya sebagai berikut: "Pada awalnya, saya menjanjikan untuk menulis buku ini dalam 50 jilid.

Ihsan Ilahi Dzahir, Mengapa Ahmadiyah Dilarang : Fakta Sejarah dan Itiqadnya, (Jakarta: PT Darul Farah, 2006) 164. 11 Asep Burhanuddin, Jihad Tanpa Kekerasan, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2005), 62. 12 Ibid., hal 103.

10

Karena perbedaan 50 dan 5 hanyalah nol, dengan demikian janji saya telah terpenuhi dengan keluarnya buku ini (Kata pengantar Barahin-e-Ahmadiyah, Jilid. V,Hal. 7.). 13

Pada tanggal 20 Mei 1908 Mirza Ghulam Ahmad jatuh sakit. Berbagai jenis penyakit yang bersarang di tubuhnya selama puluhan tahun telah membuat kondisi kesehatannya sangat kritis dan sehari kemudian tepatnya pada tanggal 26 Mei 1908 M, Mirza Ghulam Ahmad menghembuskan nafas yang terakhir, dan dikebumikan di Qadian pada tanggal 27 Mei 1908 M. 14 Sepeninggal beliau, Hakim Nuruddin yang mengaku telah ditunjuk tuhan untuk menjadi khalifah, tampil sebagai khalifah pertama. Beliau menjabat selama 14 tahun, yaitu tahun 1908-1914. Akhirnya, pada tanggal 13 Maret 1914, beliau meninggal setelah sakit beberapa lama akibat terjatuh dari kuda. Saat Mirza Ghulam Ahmad masih hidup, keutuhan dan kesatuan pengikut Ahmadiyah sangat dirasakan. Suasana itu berlangsung sampai menjelang meninggalnya Khalifah I. Menurut Mirza Bashir Ahmad, ada tiga persoalan yang menjadi ajang perbedaan pendapat di kalangan Ahmadiyah, yaitu masalah khalifah, keimanan terhadap kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Perpecahan semakin meruncing dengan meninggalnya khalifah I, sehingga terpecahlah Ahmadiyah menjadi 2 golongan. Golongan pertama adalah Ahmadiyah Qadiani yang berkeyakinan bahwa pintu kenabian tetap terbuka13

Didapat dari www.irshad.org\brochures\criticalstudy.php.htm pada tanggal 17 Desember Abdul Halim Mahally, Benarkah Ahmadiyah Sesat, (Jakarta: PT Cahaya Kirana Rajasa,

2007.14

2006), 11.

setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Mereka berpandangan bahwa Mirza Ghulam Ahmad tidak saja sebagai mujaddid, namun juga sebagai nabi dan rasul yang seluruh ajarannya wajib diikuti, dan mengkafirkan orang yang tidak mengakui kemahdian Mirza Ghulam Ahmad. Golongan ini dipimpin oleh Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad. Gologan kedua adalah golongan Ahmadiyah Lahore, yang disebut juga Ahmadiyah Anjuman Ishaat Islam, dipimpin oleh Maulana Muhammad Ali dan Kwaja Kamaluddin. Golongan ini berpendapat bahwa pintu kenabian telah tertutup setelah Rasulullah. Dengan demikian, Mirza Ghulam Ahmad bukanlah seorang nabi, namun sebagai mujaddid, selain sebagai al-Masih dan al-Mahdi. 15

B. Klaim Kenabian Mirza Ghulam Ahmad Sebagaimana disebutkan diatas, klaim Mirza Ghulam Ahmad tidaklah tetap, namun berubah seiring dengan perubahan tahun. Hal inilah yang juga menyebabkan terjadinya perpecahan di kalangan Ahmadiyah sendiri. Tentu saja para pengikutnya akan menafsirkan perubahan ini dengan sudut pandang yang berbeda. Untuk itu, sejarah mengenai klaim kenabian ini perlu dijelaskan secara lebih detail.

Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah Indonesia, Pengantar Azyumardi Azra (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2005), 72-73.

15

a.

Wahyu pertama (umur 35-40 tahun) Wahyu yang turun pertama kali adalah tentang kematian ayah beliau, pada umur 34 atau 35 tahun yang berbunyi ( dan demi langit dan yang datang pada malam hari). Dan beliau mengartikan turunnya wahyu ini merupakan berita ghaib bahwa ayahanda beliau akan menghadap Allah esok paginya. Perasaan takut kehilangan ayah membuat beliau sedih, namun kemudian turunlah wahyu berikutnya : ( bukannya Allah telah mencukupi hambanya) yang mampu menghibur hati beliau. Dan benarlah, esok sorenya ayah beliau meninggal dunia. Sejak saat itu beliau mulai sering menerima wahyu [Kitab-ulBariyyah, Ruhani Khazain, Jilid. 13, Hal. 162-195, catatan kaki]. 16

b.

Mengaku sebagai Mujaddid (1882) Mirza Ghulam Ahmad mulai mengaku sebagai seorang mujaddid pada tahun 1882, yaitu pada saat menerima wahyu bahwa beliau dipilih oleh Tuhan sebagai seorang pembaharu. 17 Hal ini dimuat dalam Barahin-e-Ahmadiyya Jilid I edisi pertama pada catatan kaki halaman 238, yang berbunyi :

Mirza Masror Ahmad, The Essense Of Islam Vol IV, (United Kingdom : Islam International Publication Ltd, 2006) hal 16-17, didapat dari http://www.alislam.org/library/books/Essence-4.pdf; internet (diakses tanggal 15 Desember 2007). 17 M. Zafrulla Khan, Ahmadiyyat, The Renaissance of Islam, (England, Tabshir Publication, England), 27 Didapat dari http://www.alislam.org/library/books/AhmadiyyatRenaissanceofIslam.pdf, pada tanggal 18 Desember 2007.

16

Katakanlah : Saya sudah diutus dan saya merupakan orang mumin yang pertama. 18 c. Mulai menerima baiat (1889) Mirza Ghulam Ahmad mulai mengumumkan menerima baiat para pengikutnya, yang dimuat di majalah Tableeg Risalat Vol I hal 145, sebagai berikut :I have been commanded that the seekers after truth should enter into the covenant of Ba'iah with me for the purpose of learning the way of true faith, true purity and the love of the Lord and of discarding an evil, slothful and disloyal life. Therefore, those who perceive such strength in themselves should come forward to me. Saya telah diperintahkan (oleh Tuhan) bahwa para pencari kebenaran harus masuk ke dalam perjanjian baiat kepada saya untuk mempelajari kepercayaan yang benar, keimanan dan cinta kasih Tuhan serta menghilangkan pengaruh syetan, kemalasan dan ketidakpatuhan. Karena itu, barangsiapa yang merasakan pengaruh-pengaruh itu haruslah datang kepada saya.

Disebutkan juga dalam pengumuman tersebut, bahwa beliau berani menerima baiat tersebut karena telah turun wahyu kepada beliau berbunyi:

Artinya : Jika sudah kamu putuskan dalam hatimu, maka bertawakkallah pada Allah, dan buatlah bahtera dibawah bimbingan Kami dan wahyu Kami. Orang-orang yang melakukan baiat denganmu; mereka sebenarnya melakukan baiat dengan Allah, tangan Allah berada diatas tangan mereka. 19

Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah Indonesia, Pengantar Azyumardi Azra (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2005), 19 M. Zafrulla Khan, 2006, Tadhkirah, page 212, didapat dari http://www.alislam.org/library/ books/Tadhkirah.pdf . didapat pada tanggal 19 Desember 2007.

18

d.

Mengaku sebagai Al Masih (1889 atau 1890) Masih pada tahun yang sama, atau satu tahun sesudahnya, beliau juga mengaku menerima wahyu bahwa Yesus telah meninggal dunia dan beliau adalah al Masih yang dijanjikan. Wahyu tersebut berbunyi:He has sent me and disclosed to me through His revelation that Jesus, the son of Mary, had died (Urdu): Jesus, son of Mary, Messenger of Allah, has died and you have come according to promise in his spirit. (Arabic): Allah's promise is ever fulfilled. You are with Me and you are established on patent truth. You are on the right path and are a helper of truth (Izala Auham pp. 561-562). 20 Tuhan telah mengutusku dan memberitahuku lewat wahyuNya bahwa Jesus bin Maryam telah Meninggal (Urdu: Jesus, putra Maryam, Rasul Allah telah meninggal, dan sesuai janji, engkau meneruskan semangatnya (menyandang warnanya) (Arab) Janji Allah pasti terjadi. Engkau bersamaku dan engkau berada dalam jalan kebenaran yang nyata. Engkau berada pada jalan yang lurus dan penolong kebenaran.

e.

Hanya sebagai Muhaddats (1891, 1893) Dalam bukunya Tauzih-e-Maraam, beliau menjelaskan orang-orang yang menerima wahyu kenabian pada jaman ini bukanlah nabi seutuhnya, namun hanya nabi sebagian, atau dinamakan Muhaddits (orang yang diajak berbicara oleh Tuhan), yang mana hal ini dianugerahkan oleh Tuhan karena orang tersebut sangat patuh kepada rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai nabi yang paling sempurna. 21 Beliau juga menjelaskan pada tahun 1893 bahwa Muhaddits mempunyai semua kualitas

M. Zafarullah Khan,2006, Tadhkirah, page 234, didapat dari http://www.alislam.org/library/ books/Tadhkirah.pdf . didapat pada tanggal 19 Desember 2007. 21 Didapat dari http://www.alislam.org/library/books/elucidation/ hal 16-17, pada tanggal 19 Desember 2007.

20

yang dimiliki oleh Nabi yang diikutinya (Blessing of Prayer Barakatut Dua, 31). 22 f. Tentang yang menolaknya (1893, 1894) Dalam bukunya Ainai-e-Kamalate Islam yang diterbitkan tahun 1893, beliau menyebutkan:"All Muslims regard my books with reverence and care and benefit from their sublime thoughts except those who are the offspring of prostitutes (bastards); God has put a seal upon their hearts and they do not accept me." (Roohany Khazaen, Vol. 5, Page 547-548; Mirat-o-Kamalat-i-Islam, P. 547; Aeena-eKamalat Islam, P.547-548). 23 Semua Muslim memandang buku-buku saya dengan penuh penghormatan, dan takzim, dan mendapatkan manfaat dari keagungannya (buku-buku tersebut), kecuali anak-cucu sundal (bangsat), Tuhan telah menutup rapat hatinya, dan mereka tidak menerima saya

Selain itu dalam Anwarul Islam yang terbit tahun 1894, beliau juga menyebutkan:"The one who has no belief in our ultimate victory is fond of becoming bastard and he is bound to be product of fornication. (Roohany Kazaen, Vol. 9, P. 31; Anwar ul Islam, P. 30). 24 Siapa saja yang tidak percaya dengan kemenangan kami adalah orang-orang yang lebih suka menjadi bangsat dan mereka-mereka itu adalah anak haram.

Walaupun begitu, beliau tidak menganggap orang yang tidak mempercayai beliau sebagai kafir. Hal ini disampaikan tahun 1900 M.

Mirza Ghulam Ahmad, Blessing Of Prayer,Terj Wakalat Tasnif (London : 2007). Didapat dari http://www.alislam.org/library/books/Blessings-of-Prayer.pdf, hal 31, pada tanggal 19 Desember 2007. 23 Didapat dari www.irshad.org\exposed\manner.php.htm, tanggal 31 Desember 2007. 24 Ibid.

22

It has been my madh-hab [religious ideology or policy], since the beginning, that no person becomes a kaafir or dajjaal due to rejecting my claim [reference to marginal note]. Of course [he] will become astray and will be deviating from the path of rectitude. And I do not refer to him as faithless [bay eemaan, one who has no faith]. Yes, I do consider all such people to be astray and far from the path of truth and rectitude who deny those truths that God Almighty has made known to me. [RK, v. 15, p. 432; starts at 8 line from top; Appendix No. 2 to Tiryaaq-ul-Quloob]. 25 Telah menjadi madzabku sejak awal, bahwa tidak ada orang yang menjadi kafir atau dajjal karena menolak klaimku. Tentu saja mereka akan menjadi sesat dan tidak akan melewati jalan kebenaran. Dan saya tidak menyebutnya atheis. Betul, bahwa saya menganggap orang semacam itu sebagai orang yang sesat dan jauh dari jalan kebenaran dan kejujuran, karena mereka telah menolah kebenaran yang Allah tunjukkan padaku..

Juga disebutkan dalam catatan kaki pada buku yang sama, bahwa yang dimaksud kafir adalah mereka yang menolak mengakui nabi yang membawa syariat, namun penolakan terhadap mulhim (yang mendapatkan ilham) atau muhaddats (orang yang diajak bicara dengan Tuhan) tidaklah menjadikan seseorang kafir. Namun beliau mengkafirkan orang yang mengkafirkan beliau atau menganggap beliau sebagai pendusta [RK, v. 15, p.432; Marginal note; Appendix No. 2 to Tiryaaq-ul-Quloob].26

g.

Nabi Buruz dan Zilli (1901) Adapun kata Buruz berasal dari - -yang berarti muncul, timbul, keluar. 27 Sedangkan kata Zhilli berasal dari - yang

Nuzhat J Haneef, Recognizing The Messiah, (USA: t.p., 2004) 150-151, didapat dari http://www.qarchives.com/haneef/haneef.pdf pada tanggal 19 Desember 2007. 26 Ibid, hal 151. 27 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsiran Al Quran, 1973) 61.

25

berarti menaungi, melindungi.28 Dalam buku ini beliau menjelaskan tentang Buruz, yaitu manifestasi spiritual, atau orang yang merupakan manifestasi spiritual dari seorang nabi atau orang suci,29 dan Zhill atau Zhilliyat, yaitu kesetiaan total kepada Nabi paling mulia sehingga seseorang menjadi bayangan dari Tuannya.30 Selanjutnya, masih menurut beliau, sebagai Buruz, beliau merupakan Nabi paling Mulia, dimana semua kesempurnaan dan keunggulannya, termasuk kenabiannya, tercermin dalam Zhilliyatnya.31 Dengan konsep ini, beliau bermaksud menghilangkan keraguan tentang pendakwaan kenabian dirinya, dimana beliau telah dipanggil Nabi dan Rasul sebanyak ratusan kali, walaupun tidak membawa syariat baru atau kenabian/kerasulan yang berdiri sendiri.32 h. Lebih sempurna dari Nabi Muhammad (1902) Pada tahun 1902 dalam buku Ijaz-e-Ahmadi, beliau berkata: "It is a fact that Muhammad(pbuh) worked only three thousand miracles... My Miracles exceed one million in numbers." (Ijaze-e-Ahmadi, Page 79; Tadzkiratus Syahadatain, Page 41).33

Ibid, hal 246. Mirza Ghulam Ahmad, Eik Galati Ka Izala Misconception Removed,(England, Islam International Publication Ltd, 2007), 5. Didapat pada tanggal 19 Desember 2007. 30 Ibid, hal 4. 31 Ibid, hal 13. 32 Asep Burhanuddin, Jihad Tanpa Kekerasan, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2005), 93. 33 Terjemahannya berarti adalah fakta bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam hanya mempunyai 3000 mukjizat. Mukjizatku jumlahnya melebihi 1 juta. Didapat dari www.irshad.org\exposed\i-k.php.htm pada tanggal 31 Desember 2007.29

28

"As for him (Muhammad), the moon was eclipsed but for me, two bright moons have eclipsed (solar eclipse). How dare you deny it? If his Kalam (words) were a miracle, a sign, my Kalam is also a miracle." (Ijaze-e-Ahmadi, Page 79). 34 Sebagaimana untuknya (Muhammad) terjadi gerhana bulan, namun bagi saya, terjadi gerhana 2 bulan yang terang (gerhana matahari). Bagaimana kamu berani menyangkalnya?. Bila perkataannya merupakan mukjizat, tanda kenabian, perkataanku juga merupakan mukjizat.

i.

Tentang wabah Pes (1902) Dalam bukunya Dafi al-Bala wa Miyar al-Ahl al-Ishtifa beliau menerangkan bahwa (1) wabah pes yang mewabah saat itu yang diakibatkan adanya penolakan terhadap dirinya sebagai utusan Allah (Masih Mawud), (2) wabah pes ini akan berakhir jika masyarakat percaya kepada utusan Allah atau setidaknya berhenti mencaci beliau sebagai orang kafir dan dajjal, (3) selama wabah pes berjangkit ia mendapat wahyu dari Allah bahwa penghuni kota Qadian yang beriman kepada dirinya akan selamat dari wabah pes ini dan peristiwa ini akan menjadi tanda bagi siapapun yang mengambil pelajaran. 35 Dalam kesempatan ini beliau juga menekankan kembali bahwa beliau adalah Messiah yang dijanjikan oleh Rasulullah. 36

Ibid. Mirza Masror Ahmad, The Essense Of Islam Vol V, (United Kingdom : Islam International Publication Ltd, 2006) page 96-97, didapat dari http://www.alislam.org/library/books/Essence-4.pdf; internet (diakses tanggal 15 Desember 2007). 36 Ibid, hal 105.35

34

j.

Sebagai Krishna (1904) Dalam bukunya Lecture Sialkot beliau mengaku bahwa Tuhan telah mewahyukan berkali-kali bahwa beliau adalah Krishna yang ditunggu-tunggu umat Hindu, dan Messiah yang dijanjikan untuk Islam dan Kristen (Lecture Sialkot, p 33) 37

k.

Wasiyat Terakhir (1905) Merasa bahwa ajalnya sudah dekat, beliau menulis buku Al Wasiyyat. Di dalamnya Mirza Ghulam Ahmad menyampaikan beberapa hal yaitu menyinggung tentang wahyu yang diterima mengenai kewafatan dirinya, nasihat kepada pengikutnya untuk memperbaiki kehidupan sesuai dengan standart yang telah digariskan ajaran Islam, rincian syarat untuk menggabungkan diri dalam jemaatnya (jemaat Ahmadiyah) dan syarat-syarat untuk dikuburkan di pekuburan surga (Bahesti Maqbarah) yaitu menyumbangkan 1/10 sampai 1/3 dari pendapatannya dan hartanya ke Bait al-Mal di jemaat Islam Ahmadiyah untuk keperluan memajukan agama Islam. Syarat-syarat ini berlaku untuk semua jemaat beliau, kecuali

M. Zafarullah Khan,2006, Tadhkirah, page 458, didapat dari http://www.alislam.org/library/ books/Tadhkirah.pdf . didapat pada tanggal 19 Desember 2007.

37

keluarganya. Barangsiapa yang keberatan dengan hal ini, beliau sifati dengan orang munafik. 38 l. Menjadi Semua Nabi (1907) Di tahun 1907, dalam bukunya Haqiqat Al-Wahyi, beliau menjelaskan secara panjang lebar bagaimana proses beliau menjadi Isa bin Maryam :In this revelation God has named me His Messenger, for as has been set out in Braheen Ahmadiyya God Almighty has made me a manifestation of all Prophets, and has given me their names. I am Adam, I am Seth, I am Noah, I am Abraham, I am Isaac, I am Ishmael, I am Jacob, I am Joseph, I am Moses, I am David, I am Jesus and I am the perfect manifestation of the Holy Prophet (on whom be the peace and blessings of Allah) that is to say I am Muhammad and Ahmad by way of reflection (Hageeqatul Wahi p. 72). 39 Dalam wahyu ini, Tuhan telah menamaiku sebagai utusannya, sebagaimana telah disebutkan dalam kitab Braheen Ahmaiyya, Tuhan yang maha Mulia telah menjadikanku manifestasi dari semua nabi, dan menamaiku dengan nama-nama mereka. Saya Adam, saya Sis, saya Nuh, saya Ibrahim, saya Ishaq, saya Ismail, saya Yakub, saya Yusuf, saya Musa, saya Daud, saya Yesus dan saya merupakan manifestasi sempurna dari Nabi yang sempurna; dengan kata lain saya adalah bayangan Muhammad dan Ahmad.

The word of God which I set out at some places in my book, the Braheen Ahmadiyya (p-497, footnote-3 & p-557, footnote-4) explains how God Almighty made me Isa Son of Mary. In that book God first named me Mary and then disclosed that God had breathed His spirit into this Mary and said that after the breathing of this spirit my status as Mary was converted into my status as Isa, and thus Isa having been born of Mary was called Son of Mary. At another place in the same context God said: Then the pain of childbirth brought him to the brink of a date-palm tree and he said: Would that I had died before this and had been utterly forgotten. Here God Almighty set forth a metaphor, that when the status of Mary in this commissioned one was about to be converted into the status of Isa, the need to propagate this phenomenon, which resembled the pain of childbirth, confronted him with the dried roots of the Muslim people which lacked the fresh fruit of understanding and righteousness. They were ready to condemn him as an impostor and to persecute him in diverse ways. Then he said Mirza Ghulam Ahmad, Al Wasiyyat, Terj Zahid Aziz, (Nottingham England: t.p.,2000) 32. didapat dari http://www.ahmadiyya.org/bookspdf/thewill/conts.htm, didapat tanggal 19 Desember 2007. 39 M. Zafarullah Khan,2006, Tadhkirah, page 790, didapat dari http://www.alislam.org/library/ books/Tadhkirah.pdf . didapat pada tanggal 19 Desember 2007.38

in his heart: Would that I had died before this and had been utterly forgotten so that nobody had remembered my name (Hageeqatul Wahi p. 72, footnote). 40

Kata Tuhan yang saya ungkapkan dalam beberapa tempat di buku Braheen Ahmadiyya (hal 497, catatan kaki 3 & hal 557, catatan kaki 4) menerangkan bagaimana Tuhan yang maha Mulia telah menjadikan saya Isa bin Maryam. Dalam buku tersebut, tuhan menamai saya Maryam, dan kemudian mengungkapkan bahwa Tuhan telah meniupkan rohnya ke dalam Maryam ini dan berkata bahwa setelah peniupan roh ini, status saya sebagai Maryam telah berubah menjadi Isa, karena itu Isa dipanggil sebagai Isa putra Maryam. Pada bagian lain dalam konteks yang sama, tuhan telah berkata: kemudian rasa sakit akan melahirkan tersebut membawanya ke bawah pohon kurma dan berkata: seandainya saya mati saja sebelum ini dan menjadi orang yang dilupakan. Disini Tuhan memberikan metafora bahwa ketika status Maryam akan beralih menjadi status Isa, untuk mendorong terjadinya fenomena ini, yang digambarkan sebagai sakitnya orang melahirkan, harus melalui penentangan oleh orang orang Muslim yang kurang pengetahuan dan budinya. Mereka mengutuknya sebagai penipu dan menghukumnya dengan berbagai cara. Kemudian ia berkata di dalam hatinya: Seandainya saya mati saja sebelum ini dan dilupakan orang, sehingga tak ada seorangpun yang ingat akan nama saya.

40

Ibid, hal 790.

BAB III Sejarah, Perkembangan Dan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah

A. Sejarah jemaat Ahmadiyah di Surabaya Dalam konteks Indonesia, Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan yang dapat digolongkan kedalam aliran pemikiran dan gerakan. Ahmadiyah masuk ke Indonesia mulai abad ke 20 seiring mulai dengan semaraknya faham kebangsaan sejak perempat awal abad ke 20 sekitar tahun 1900-1925. Ahmadiyah di Indonesia sampai saat ini masih tetap eksis walaupun pendukungnya tidak sebanyak organisasi Islam lainnya seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. 1 Daerah penyebaran Ahmadiyah di Indonesia terbatas hanya dibeberapa daerah. Di Sumatra misalnya hanya dibeberapa kota seperti di Tapak Tuan (Aceh), Padang, Bukit Tinggi (Sumatra Barat), Palembang, Lahat dan Lubuk Linggau (Sumatra Selatan). Di Jawa juga hanya di beberapa kota seperti di Bandung, Bogor dan Garut (Jawa Barat), Purwokerto, Wonosobo dan Surakarta (Jawa Tengah), Malang, Madiun, Kediri dan Surabaya (Jawa Timur) dan juga di Jakarta (Batavia). 2 Berdirinya Ahmadiyah di Surabaya mampu membawa perubahan yang signifikan bagi pola pikir dan pemahaman agama Islam di masyarakat sekitar,

1 2

Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta : LKiS, 2005), xi. Ibid, hal 12-13.

seiring dengan pemahaman Islam yang dibawa Ahmadiyah, dan masyarakat Surabaya mulai menerima pembaharuan yang dibawa oleh Ahmadiyah. 3 Penyebaran Ahmadiyah di Surabaya adalah dampak dari perkembangan Ahmadiyah di Indonesia dimana Ahmadiyah Indonesia berkembang begitu cepat penyebarannya hingga ke Surabaya. Inilah yang kemudian mendorong Ahmadiyah Surabaya memerlukan wadah untuk melanjutkan perjuangan para mubaligh untuk menegakkan agama Islam dalam perspektif Mirza Ghulam Ahmad, sehingga lahirlah Jemaat Ahmadiyah Cabang Surabaya. Sedangkan tujuan Ahmadiyah cabang Surabaya tidak lain historis Ahmadiyah itu sendiri yang bertujuan untuk menyebarkan Ahmadiyah ke seluruh dunia hingga akhirnya mampu memperluas penyebaran hingga ke Surabaya dan didorong sebagai kebutuhan organisasi untuk menyebarkan Islam dan untuk menghidupkan kembali agama Islam. 4 Ahmadiyah masuk ke wilayah Surabaya terutama di wilayah Jawa Timur, berbeda dengan masuknya Islam ke Nusantara, menurut berbagai teori yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui berbagai faktor yakni faktor ekonomi, politik, perdagangan dan faktor perkawinan. Hal ini sangat berbeda dengan masuknya Islam Ahmadiyah di Surabaya yakni melalui faktor sebagai profesi, yang mana faham Ahmadiyah dibawah oleh tiga orang yang berprofesi sebagai tabib.

3 4

Soendoro, Tokoh Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 1 Juni 2007. Sukir Ahmadi, Ketua Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 23 Juni 2007.

Faham Ahmadiyah mulai masuk pertama kali ke Surabaya sekitar tahun 1937-an yang dibawa oleh Abdul Ghofur, seorang tabib dari India yang menganut faham Ahmadiyah, beliau merupakan seorang mubaligh yang diutus dari Qadian. Dalam menyiarkan ajaran Ahmadiyah beliau dibantu oleh dua orang saudaranya yaitu Abdul Hamid dan Abdul Wahid. Abdul Hamid merupakan saudara dari Abdul Ghofur, sedangkan Abdul Wahid merupakan sepupu dari Abdul Ghofur, yang juga seorang pedagang. Dari tiga orang inilah Ahmadiyah mulai diperkenalkan, walaupun kegiatannya hanya sebatas kajian tentang keislaman. 5 Pada awal kemunculannya, anggota Ahmadiyah di Surabaya hanya berjumlah lima orang yaitu Abdul Ghofur, Abdul Hamid, Abdul Wahid dan dua anggota dari luar Jawa. Mereka merupakan pioner-pioner Ahmadiyah dari Qadian India. Mereka merintis dari nol untuk mendirikan Ahmadiyah cabang Surabaya. Mulai dari sinilah dakwah mereka untuk mengenalkan Ahmadiyah di Surabaya terutama di Jawa Timur. 6 Ahmadiyah mulai berkembang di Surabaya pelan tapi pasti. Hingga pada tahun 1938 seorang mubaligh yang masih muda usianya pertama kali datang yang bernama Malik Azis Ahmad Khan berusia 22 tahun dari Qadian (India) lewat Batavia (Jakarta). Kedatangan beliau disambut dengan gembira oleh tiga

Jemaat Ahmadiyah Indonesia Cabang Surabaya, Sejarah Jemaat Ahmadiyah Cabang Surabaya 1938-medio 1980, (Surabaya 1980), 1. 6 Soendoro, Tokoh Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 1 Juni 2007.

5

bersaudara ini. Untuk sementara bapak Malik bertempat tinggal di jalan Baliwerti dan beberapa tahun kemudian pindah di Kedung Anyar. 7 Sekitar tahun 1938 juga telah tiba di Surabaya seorang Ahmadi dari Bogor (Jawa Barat) bernama M Oesman. Dengan datangnya dua orang mubaligh kegiatan Ahmadiyah dalam menyiarkan faham Ahmadiyah semakin bersemangat. Walaupun dalam kegiatannya hanya sebatas tentang kajian keislaman dan ceramah-ceramah tentang Islam sejati dan wafatnya Nabi Isa Alaihissalam serta membahas Masih Mawud dan lain lainnya. Dalam kajian tersebut sering terjadi tanya jawab. Anggota-anggota perkumpulan tersebut semakin tertarik ingin tahu lebih mendalam lagi sehingga banyak pula yang mulai yakin akan kebenaran ceramah bapak Malik. Dengan seringnya mengadakan ceramah maka tak lama kemudian anggota Ahmadiyah makin bertambah. 8 Maka pada tahun 1938 bapak Malik membaiat beberapa orang diantaranya Mangkoe Wisastro, R Soelaiman, M Soepardi, M Soemawidjodjo. Dan beberapa minggu kemudian membaiat yang lain. Jadi anggota pada tahun 1938 sudah ada kurang lebih 10 orang Ahmadi. Dan akhirnya pada tahun 1938 terbentuklah sebuah susunan kepengurusan yang pertama adalah : Ketua : Mangkoe Wisastro

Sekretaris : R Soelaiman Maal7

: Abdul Ghofur

Jemaat Ahmadiyah Indonesia Cabang Surabaya, Sejarah Jemaat Ahmadiyah Cabang Surabaya 1938-medio 1980, (Surabaya 1980), 1. 8 Ibid, hal 2.

Maka dengan terbentuknya pengurus tersebut roda aktivitas jemaat mulai berjalan perlahan-lahan. Akhirnya terbentuklah jemaat Ahmadiyah cabang Surabaya yang dulu dinamakan Anjoeman Ahmadiyah Qadian Departement Indonesia Gemente Soerabadja. Pada tahun 1939 dapat dicatat beberapa nama anggota jemaat Surabaya sebagai berikut : Anggota-anggota dewasa : 1. M Abdul Ghofur 2. Abdul Hamid 3. Abdul Wahid 4. Mangkuwisastro 5. R Soelaiman 6. Soepardi 7. Soemowidjodjo 8. Usman Anggota-anggota remaja 1. Abu Hasan 2. Bambang Yuwono 3. Abd Hakim 4. Abd Manan 5. Liek Diono 6. Soebandi 9. Usman 10. Soeroso 11. Ibrahim 12. Tjoetjoe Hanafi 13. Koesen 14. Marto Djamingun 15. Haroen 16. Soerosaroso Anggota anak-anak 1. Moh Amin 2. Mahmud Ahmad 3. Abd Halim 4. Moh Naim 5. Basuki 6. Siti Rahayu

7. Rustam

7. Tjoeplik. 9

Sekitar tahun 1939 pada suatu pertemuan bapak Malik menganjurkan dengan sangat agar segera didirikan sebuah masjid yang sederhana guna tempat shalat bersama dan untuk pertemuan anggota jemaat. Maka berdirilah sebuah masjid yang terletak di kampung Kadang Sapi kini kampung Gundhi gang IV/47 Surabaya dan masjid tersebut pemberian wakaf dari salah satu jemaat Mangkoe Wisastro. Pembangunan tersebut dipimpin oleh Malik, pembangunan masjid yang sangat sederhana terbuat dari papan dan bambu. Dengan adanya masjid tersebut, shalat jumat bersama dapat dilaksanakan dengan tertib, juga pegajian-pengajian dan rapat-rapat aktivitas jemaat. 10 Selain bapak Malik memimpin pembangunan masjid, beliau juga yang melakukan peletakan batu pertama untuk pembangunan masjid tersebut. 11 Sebagai mubaligh berusia muda, bapak Malik sangat giat untuk bertabligh. Beliau melaksanakan tabligh dengan acara ceramah umum maupun terbatas, dengan menerbitkan buku-buku maupun brosur. Ceramah yang pernah dilakukan oleh bapak Malik yaitu : A. Ceramah umum di gedung sekolah Zenfont wikeling di jalan Embong Malang (Surabaya) pimpinan bapak Ayat. Pengunjung sangat banyak dari

Ibid, hal 3. Soendoro, Tokoh Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 1 Juni 2007. 11 Jemaat Ahmadiyah Indonesia Cabang Surabaya, Sejarah Jemaat Ahmadiyah Cabang Surabaya 1938-medio 1980, (Surabaya 1980), 10.10

9

golongan muslimin. Umumnya ceramah itu berhasil dengan sukses, sebab ceramah beliau itu bersifat ilmu pengetahuan, tegas dan bersemangat. B. Begitu pula ceramah umum di gedung Siswo Utomo School di jalan Genteng Besar. Dalam ceramah ini banyak yang hadir dan mereka lebih mengerti tentang hakikat Islam yang sebenarnya. C. Ceramah umum di gedung perkumpulan kebatinan , milik golongan Tionghoa di jalan Bibis yang dikenal dengan sebagai gedung gereja Pantekosta. Yang hadir umumnya orang-orang Kristen sedangkan orang-orang Islam yang hadir berpihak kepada bapak Malik selaku penceramah Islam. D. Ceramah umum yang pernah dilaksanakan sehubungan dengan hari-hari besar Islam, Misalnya Isra miraj dan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. E. Perdebatan-perdebatan terbatas yang juga dilaksanakan terhadap golongan kebatinan di halaman bapak Ibrahim di jalan Kedondong Kidul 1/42-44. Pimpinan golongan kebatinan itu adalah bapak Jenggot. F. Tulisan-tulisan Malik yang pernah diterbitkan di Surabaya dalam rangka tabligh atau tarbiyat, antara lain : 1. Jasa-jasa Imam Mahdi Alaihissalam : terjemah dari bahasa Urdu karangan Hazrat Khalifah II : Hazrat Masih Mawud ke Karname. Melalui sebuah proses sesudah konsep ditulis, dikoreksi, kemudian di ketik oleh bapak Soeroso di rumah bapak Malik di Kedondong Kidul 1/42. 2. Penerangan Ahmadiyah tahun 1939.

G. Begitu pula pamflet-pamflet yang pernah diterbitkan : 1. Agama Islam Sejati. 2. Santapan Rohani. 3. Penggugah. 12 Sekitar tahun 1941 Ketua jemaat Cabang Surabaya yang pertama bapak Mangkoe Wisastro meninggal dunia karena usia yang sudah lanjut dan sakit. Sebagai pengganti beliau yang ditetapkan sebagai ketua jemaat ialah bapak Harun yang berasal dari Jawa Barat, pegawai Marine Ujung yang bertempat tinggal di jalan Benteng Surabaya. 13 Sekitar tahun 1942 Jepang berhasil mengalahkan pemerintah Belanda dan Jepang menjajah Indonesia. Tempat dan daerah-daerah strategis dijaga dengan ketat termasuk kampung Kadang Sapi, karena didekat itu ada penyimpanan minyak ex BPM. Maka tanpa ampun lagi dengan alasan kampung itu mudah terbakar karena pemboman sekutu dan lain-lain, maka semua rumah penduduk harus dipindahkan dari situ, berarti masjid jemaat juga harus digusur dan dibongkar. Tidak ada jalan lain kecuali mentaati dengan rasa takut kepada bala tentara Dai Nipon yang terkenal kejam dalam menyiksa orang. Selama belum ada masjid, shalat jumat bersama dilakukan di rumah bapak Soelaiman yang waktu itu berumah di jalan Kranggan IV/4 Surabaya. 14

Ibid, hal 4. Sukir Ahmadi, Ketua Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 23 Juni 2007. 14 Jemaat Ahmadiyah Indonesia Cabang Surabaya, Sejarah Jemaat Ahmadiyah Cabang Surabaya 1938-medio 1980, (Surabaya 1980), 5.13

12

Pada zaman Jepang, praktis pertablighan terhenti karena jemaat dimusuhi oleh Jepang. Jepang menganggap jemaat Ahmadiyah adalah kaki tangan Inggris. Dimungkinkan orang-orang Jepang tersebut terpengaruh oleh ucapan-ucapan orang yang anti terhadap jemaat Ahmadiyah padahal jemaat Ahmadiyah bukanlah kaki tangan Inggris. Namun disekitar tahun 1943 pernah juga diselenggarakan pertablighan akbar secara berani yaitu tentang kedatangan Imam Mahdi yang dilakukan mubaligh dari Aceh. 15 Pada tahun ini pula berdiri masjid di tengah kota atas pemberian pemerintah Kota Praja Surabaya yang kini disebut dengan Kota Madya Surabaya, telah berkenaan menyewakan tanahnya kepada jemaat Ahmadiyah seluas kurang lebih 210 m2 di jalan Bubutan 1/2 Surabaya. Beberapa bulan kemudian masjid tersebut telah berdiri dan diberi nama masjid Noer yang terdiri atas beberapa bagian ruang yaitu ruang utama untuk shalat 5 waktu, ruang perpustakaan dan ruang untuk diskusi. Begitu pula didirikan ruang untuk sebuah paviliun kecil di sebelah masjid yang sederhana. Masjid tersebut terletak ditengah kota Surabaya dan kini masjid Noer merupakan pusat jemaat Ahmadiyah cabang Surabaya hingga sekarang. 16 Pada tahun 1945 keadaan kota Surabaya sangat kacau, hiruk pikuk akibat bom, mortir, dan senapan mesin meledak berjatuhan di kota Surabaya. Gedung-gedung, rumah, banyak yang terbakar dan hancur. Banyak pemuda

15 16

Sukir Ahmadi, Ketua Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 23 Juni 2007. Soendoro, Tokoh Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 1 Juni 2007.

jemaat Ahmadiyah ikut bertempur menjadi pejuang bangsa. Pemuda tersebut antara lain : Abd Hakim, Abu Hasan, M. Subari, Ibrahim, Soeroso, Soebandi, Bambang Yuwono, Soendoro S dan lain-lain. Walaupun banyak gedung yang hancur dan rumah yang hancur, terbakar, jalan-jalan rusak namun masjid Noer tetap tegak walaupun disana sini banyak yang berlubang terkena mortir atau peluru nyasar. Jemaat Ahmadiyah untuk sementara tidak terurus hal ini dikarenakan semua anggota-anggotanya pergi mengungsi. 17 Sekitar tahun 1946 bapak Ghofur sekeluarga dan bapak Hamid sekeluarga telah tiba kembali ke Surabaya dari pengungsiannya di Jakarta. Kedua bersaudara itu kembali memperbaiki masjid yang rusak itu secara bertahap maka beliau secara pribadi banyak mengeluarkan biaya untuk perbaikan masjid Noer. Akhirnya masjid itu selesai diperbaiki dan siap dipakai untuk shalat berjamaah lima waktu dan shalat Jumat. Tak lama kemudian pada tahun 1949 beberapa anggota jemaat yang mengungsi kembali ke Surabaya. Dan jemaat Ahmadiyah mulai nampak hidup kembali. 18 Pada tahun 1952 bapak Zuhdi dan keluarga telah kembali ke Surabaya sebagai mubaligh. Beliau sekeluarga pada akhir tahun 1952 terpaksa masih tinggal di paviliun. Sebelum beliau tiba anggota jemaat sudah mulai aktif mengadakan shalat jumat bersama di masjid Noer. Maka dengan kedatangan bapak Zuhdi suasana tabligh dan tarbiyat mulai lancar, suasana persaudaraanJemaat Ahmadiyah Indonesia Cabang Surabaya, Sejarah Jemaat Ahmadiyah Cabang Surabaya 1938-medio 1980, (Surabaya 1980), 7. 18 Soendoro, Tokoh Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 1 Juni 2007.17

antar jemaat Ahmadiyah semakin erat. Ketua jemaat Ahmadiyah cabang Surabaya saat itu adalah bapak Soelaiman. Bapak Zuhdi sangat aktif dalam bertabligh, baik dari rumah ke rumah, dari kampung ke kampung, termasuk kampung kadang sapi. Pendek kata beliau berhasil menambah jumlah anggota jemaat, mempererat persaudaraan antar jemaat dan orang-orang ghairu Ahmadi juga. Sesudah revolusi tahun 1945 pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan sebuah buku sejarah Jawa Timur, dimana jemaat Ahmadiyah cabang Surabaya dimasukkan kedalam golongan organisasi sosial di samping partai-partai. Maka pada tahun 1953 bapak Zuhdi harus berangkat ke Bandung untuk menjadi mubaligh di Bandung. 19 Pada permulaan tahun 1954, bapak Malik tiba kembali ke Surabaya sebagai utusan Surabaya menggantikan bapak Zuhdi. Di bawah pimpinan beliau, jemaat banyak mengalami perubahan, walaupun demikian semangat beliau dalam memimpin apa saja pasti membawa efek positif dan baik. Bapak Malik berada di Surabaya hanya untuk satu tahun saja, sebab setelah kongres ke VI di Surabaya beliau pindah ke Bandung, ke Makasar dan ke Ujung Pandang, lalu beliau kembali lagi ke Bandung dan akhirnya beliau wafat di Bandung pada tahun 1962. Beliau adalah mubaligh pertama untuk Ahmadiyah cabang Surabaya pada

Jemaat Ahmadiyah Indonesia Cabang Surabaya, Sejarah Jemaat Ahmadiyah Cabang Surabaya 1938-medio 1980, (Surabaya 1980), 9.

19

tahun 1938, dan beliau pula yang meletakkan batu pertama pendirian tiga masjid yaitu di Kadang Sapi (Gundhi), Bubutan dan Kedondong Kidul. 20 Bapak Malik tidak bisa dipisahkan dari sejarah jemaat Ahmadiyah cabang Surabaya. Jasa beliau sangat besar khususnya untuk para Ahmadi Surabaya karena dengan perantara beliaulah Ahmadiyah di Surabaya bisa hidup terutama di Jawa Timur. Dalam perkembangannya jemaat Ahmadiyah Surabaya terutama Ahmadiyah wilayah Jawa Timur pada saat ini sudah membawahi cabang Gresik, Madiun, Gedangan Sidoarjo, Kediri dan cabang Malang yang masih sangat membutuhkan pembinaan khusus dari utusan jemaat. 21 Dalam sejarah lahirnya, Ahmadiyah di Surabaya tidak lepas dari orang-orang yang pernah memperjuangkan Ahmadiyah sampai sekarang ini. Perjuangan beliau-beliau merupakan perjuangan besar yang sangat berjasa dan dicatat dalam sejarah sebagai berikut : Para mubaligh yang bertugas di jemaat Ahmadiyah Surabaya di tahun 1938-1980 : 1. Malik Azis Ahmad Khan, alm, 1938-1941 dan 1943-1944 dan 1954. 2. Moh Zuhdi Fadli HA, bangsa Malaysia, 1952-1953. 3. Imanuddin HA, bangsa Pakistan, alm, 1959-1960. 4. Saleh A Nahdi, bangsa Indonesia, 1960-1969. 5. Mahmud Ahmad Cheema HA, bangsa Pakistan, 1970-1971.

20 21

Ibid, hal 10. Soendoro, Tokoh Jemaat Ahmadiyah Surabaya,Wawancara, Surabaya, 1 Juni 2007.

6. Ghulam Yasin, bangsa Amerika asal Pakistan, 1975. 7. Raja Nasir Ahmad, bangsa Pakistan, 1975-1976. 8. Sufni Zafar Ahmad HA, bangsa Indonesia, 1977-1978. 9. Munir Islam, bangsa Indonesia, 1979.

A. Para ketua jemaat Ahmadiyah Surabaya : 1. R Mangkoe Wisastro, alm, wafat 1941, masa jabatan 1938-1941. 2. Haroen, 1941-1942. 3. Soendoro Sediono, 1953. 4. R Soelaiman, alm wafat 1970, masa jabatan 1943-1945 dan 1961 dan 1965-1968. 5. Abu Hasan, 1962-1965. 6. Mahmud Ahmad SH, 1968-1981. 22 1950-

B. Perkembangan jemaat Ahmadiyah di Surabaya Sejarah masuknya Islam ke Indonesia melibatkan sebuah proses sejarah yang sangat kompleks. Masuknya Islam di Indonesia terjadi pada abad ke 14 dan

Jemaat Ahmadiyah Indonesia Cabang Surabaya, Sejarah Jemaat Ahmadiyah Cabang Surabaya 1938-medio 1980, (Surabaya 1980), 20.

22

ke 15. 23 Proses masuknya Islam ke Indonesia menurut Uka melalui beberapa cara yakni perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, politik, seni dan budaya. 24 Ahmadiyah pertama kali masuk ke Indonesia adalah melalui hubungan guru dan murid atau utusan mubaligh, bisa juga dikarenakan faktor keluarga. Ahmadiyah Qadian masuk ke Indonesia pertama kali 1925 sedangkan Ahmadiyah Lahore pertma kali masuk ke Indonesia pada tahun 1924. untuk Ahmadiyah Qadian tidak mungkin dapat tumbuh dan berkembang tanpa adanya sebuah wadah yang jelas untuk menyalurkan ide dakwahnya. Sebagai lazimnya sebuah gerakan, Ahmadiyah tentunya juga dimulai dari tahap perintisan yakni tahap terbentuknya sebuah organisasi dan tahap kegiatan, baru kemudian mengalami sebuah pertumbuhan dan perkembangan. 25 Berkenaan dengan munculnya Ahmadiyah di Indonesia, Federspiel menyatakan bahwa Ahmadiyah pada awalnya sampai ke Indonesia melalui para siswa yang kembali dari sekolah Ahmadiyah di India pada akhir abad ke 19. Informasi tentang kedua faham Ahmadiyah di Indonesia ini tidaklah jelas. Ketidak jelasan itu terlihat dari latar belakang kehadirannya di Indonesia. Orang-orang di Indonesia mengetahui kehadiran Ahmadiyah melalui sekolah di Qadian bagi pemuda-pemuda Sumatra. Berbeda dengan Ahmadiyah Lahore yang nampaknya lebih suka memakai cara mengirim propaganda dalam hal ini

Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarrak, Metodologi Studi Islam, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2000), 169. 24 Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta : Lesfi Yogyakarta, 2003), 378. 25 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta : LKiS, 2005), 12.

23

mubaligh ke Indonesia tanpa harus melalui permintaan dari orang-orang Indonesia. 26 Namun masuknya Ahmadiyah cabang Surabaya sangatlah berbeda dengan masuknya Islam ke Indonesia, yang menurut kebanyakan teori mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia yakni melalui berbagai motif mulai dari motif perdagangan, ekonomi, politik, dan factor keturunan yang berbeda di wilayah pesisir pantai. Ahmadiyah masuk ke Indonesia khususnya ke wilayah Surabaya yakni melalui motif sebagai profesi. Pada awal masuknya Ahmadiyah Qadian ke wilayah Surabaya dibawa oleh tiga orang yang berprofesi sebagai tabib yakni Abdul Ghofur, Abdul Hamid dan Abdul Wahid. Mereka merupakan pioner-pioner Ahmadiyah dari Qadian India. Dari sinilah awal mula Ahmadiyah Qadian diperkenalkan kepada kalangan masyarakat Surabaya. Pada awal kemunculannya pada tahun 1938 Ahmadiyah dihadapkan pada masyarakat awam yang tidak mengenal atau belum mengerti tentang Ahmadiyah. Inilah yang kemudian menjadi faktor utama bagi masyarakat untuk bisa mengenal dan menerima Ahmadiyah terutama di Surabaya. Perkembangan Ahmadiyah di Surabaya tidak begitu cepat, pelan tapi pasti. Hal ini dikarenkan proses penerimaan Ahmadiyah di masyarakat sangat lamban, sangat hati-hati dalam menerima ajaran asing dan ajaran baru di masyarakat. 27

26 27

Ibid, 169. Sukir Ahmadi, Ketua Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 23 Juni 2007.

Kemunculan Ahmadiyah bukanlah sesuatu keajaiban yang muncul begitu saja melainkan karena suatu perjuangan dan suatu kebutuhan untuk mewadahi dan melanjutkan perjuangan dakwah para mubaligh. Berdirinya Ahmadiyah di Surabaya adalah suatu proses bagaimana ide-ide pergerakan pembaharuan dalam Islam menurut Mirza Ghulam Ahmad dapat diterima di masyarakat Surabaya. Pada awalnya Ahmadiyah di Surabaya pada tahun 1938 hanyalah sebuah kajian kecil tentang keislaman yang dipelopori oleh tiga bersaudara yakni Abdul Ghofur, Abdul Hamid dan Abdul Wahid yang mengkaji tentang Imam Mahdi. Kemudian ide tentang pembentukan Ahmadiyah sebenarnya hanyalah tataran sebuh ide. Namun dengan tekad yang sungguh-sungguh beliau bertiga sepakat untuk membentuk Ahmadiyah untuk mewadahi para jemaat. Di mulai dari tahun 1938 inilah modal awal untuk mendirikan Ahmadiyah dan kemudian disusul oleh beberapa Mubaligh dari beberapa utusan baik dari jemaat Ahmadiyah Indonesia maupun dari Qadian. 28 Pada tahun 1938 setelah terbentuknya Ahmadiyah di Surabaya mereka belum memiliki apa-apa, akan tetapi mereka hanya memiliki struktur kepemimpinan dan beberapa kegiatan kajian keislaman. Di tahun ini juga mubaligh yang pertama kali tiba di Surabaya yakni Malik Azis Ahmad Khan.pada tahun ini juga jemaat Ahmadiyah di Surabaya sudah beranggotakan 10 orang. Bahkan yang tercatat dalam sejarah Ahmadiyah di tahun 1938 pada awal

28

Soendoro, Tokoh Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 1 Juni 2007.

berdirinya sudah beranggotakan hampir tiga puluh orang yang terdiri dari 16 anggota dewasa, 7 anggota muda dan 7 anggota anak-anak. 29 Pada tahun 1939 masjid pertama didirikan di kampung Gundhi Surabaya, masjid ini digunakan sebagai tempat shalat jumat dan kajian. Pada tahun ini pula struktur Ahmadiyah yang pertama kali terbentuk. Dan kegiatan pertablighan besar serta ceramah akbar semakin dikerjakan agar Ahmadiyah dikenal masyarakat dan diterima kemudian mendapatkan simpati dari masyarakat. 30 Banyak sekali yang tercatat pada tahun 1939-1941 kegiatan yang pernah dilakukan misalnya ceramah, pertablighan akbar dan kajian mingguan. Begitu juga tulisan-tulisan ilmiah tentang keislaman, brosur dan pamflet. 31 Keadaan Ahmadiyah dan perkembangan organisasi dari hari ke hari semakin terorganisir dengan rapi karena dengan kemauan dan tekad serta inisiatif yang kuat mereka membangun ikatan emosional antar jemaat. 32 Keadaan jemaat pada tahun 1942 pada masa penjajahan Jepang secara praktis membuat acara pertablighan macet dan dinonaktifkan oleh Jepang. Banyak jemaat yang mengungsi ke berbagai kota untuk menghindari Jepang. Namun masjid yang didirikan oleh Ahmadiyah tidak bisa terhindarkan dari

Ibid. Jemaat Ahmadiyah Indonesia Cabang Surabaya, Sejarah Jemaat Ahmadiyah Cabang Surabaya 1938-medio 1980, (Surabaya 1980), 4. 31 Ibid, 4-5. 32 Soendoro, Tokoh Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 1 Juni 2007.30

29

amukan penjajah Jepang dan akhirnya para jemaat Ahmadiyah cabang Surabaya mengungsi untuk beberapa waktu. 33 Pada tahun 1943 jemaat kembali ke Surabaya untuk menjalani kehidupan selanjutnya dan membangun kembali Ahmadiyah, mengembalikan Ahmadiyah, mengeksiskan kembali Ahmadiyah di Surabaya dan meneruskan perjuangan para mubaligh. Di tahun ini pula pertablighan mulai dilaksanakan lagi, dan untuk memulai pertablighan jemaat Ahmadiyah memulainya dengan pertablighan akbar. 34 Pada tahun 1945 keadaan kota Surabaya kacau kembali oleh penjajahan Belanda, hiruk pikuk karena bom, mortir dan senapan mesin dari penjajah Belanda. Hal tersebut membuat jemaat Ahmadiyah semakin tidak terkendali lagi, ada yang mengungsi ke luar Surabaya dan ada yang ikut berjuang melawan Belanda. Keadaan kota Surabaya hancur oleh pertempuran tersebut, akan tetapi masjid Noer yang didirikan oleh Ahmadiyah terselamatkan dari bom dan mortir, dan sampai sekarang masjid tersebut tetap berdiri tegar. Dan sekitar tahun 1946 jemaat Ahmadiyah kembali lagi ke Surabaya. Untuk kelangsungan dan perkembangan organisasi para jemaat Ahmadiyah memperbaiki masjid yang mulai rusak secara bertahap dan setelah diperbaiki masjid tersebut digunakan kembali untuk shalat jumat dan kegiatan lainnya. Di

Jemaat Ahmadiyah Indonesia Cabang Surabaya, Sejarah Jemaat Ahmadiyah Cabang Surabaya 1938-medio 1980, (Surabaya 1980), 6. 34 Ibid, hal 6.

33

tahun 1947-1949 kegiatan Ahmadiyah sudah kembali normal seperti pada tahun yang lalu. 35 Keadaan Ahmadiyah di tahun 1950-1960 lebih membaik lagi dan keadaan Ahmadiyah di Surabaya lebih diperhitungkan lagi oleh masyarakat Surabaya. Ini semua berkat tabligh yang pernah dilakukan oleh para mubaligh dalam menyiarkan Ahmadiyah ke Surabaya. Banyak sekali aktifitas yang dilakukan pada tahun ini seperti pengajian keliling, diskusi dengan komunitas lain seperti Front Anti Komunis Surabaya dan tabligh ke luar kota misalnya di Batu, Kepanjen dan Pandaan sehingga jumlah anggota Ahmadiyah mulai bertambah. Disamping itu juga jemaat Ahmadiyah menerbitkan buku sejarah Jawa Timur dan terjemahan Al Quran kedalam bahasa Inggris. 36 Dalam kurun waktu sebelas tahun Ahmadiyah banyak melakukan hal yang positif demi meningkatkan dan memperbesar jemaat Ahmadiyah cabang Surabaya. Hingga pada tahun 1954 Ahmadiyah cabang Surabaya dipercaya menjadi panitia konggres ke VI di Surabaya. Ini merupakan sebuah prestasi yang besar dalam sejarah Ahmadiyah cabang Surabaya. Di tahun 1958 Ahmadiyah cabang Surabaya mendirikan masjid di jalan Gundhi dan diberi nama masjid Rahmat. 37

Sukir Ahmadi, Ketua Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 23 Juni 2007. Ibid. 37 Jemaat Ahmadiyah Indonesia Cabang Surabaya, Sejarah Jemaat Ahmadiyah Cabang Surabaya 1938-medio 1980, (Surabaya 1980), 8-14.36

35

Begitu juga pada tahun 1960-1970 tidak jauh berbeda dengan apa yang pernah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Dan di tahun ini Ahmadiyah cabang Surabaya banyak melakukan ceramah terutama di daerah Gresik. Ini di lakukan di daerah perumahan dinas PT Semen Gresik yang bertujuan untuk memperkenalkan Ahmadiyah kepada karyawan PT Semen Gresik. 38 Pada tahun 1964 konggres jemaat Ahmadiyah Indonesia mengadakan konggres yang ke XV. Ahmadiyah mendapatkan kepercayaan kembali dari Ahmadiyah Indonesia untuk menjadi panitia. Konggres ini dilaksanakan di Surabaya, tempatnya di SMAN Wijayakusuma. Pada konggres ini juga digunakan untuk ceramah umum yang dilaksanakan di Balai Pemuda, dan berbagai kegiatan tersebut merupakan rangkaian acara konggres ke XV. Adapun tema yang disampaikan adalah mengenai pandangan Islam tentang Nabi Isa Alaihissalam, sumbangan Islam kepada pembangunan dunia dan terbitnya matahari Islam dari Barat. Pada tahun 1970-1980 keadaan jemaat Ahmadiyah dibenturkan pada kenyataan yang menghawatirkan, karena pada tahun 1970 sampai tahun 1974 jemaat Ahmadiyah Surabaya tidak ada mubalighnya. Pada keadaan seperti ini, jemaat Ahmadiyah cabang Surabaya masih bisa melaksanakan kegiatan dan aktivitas seperti biasanya. Namun di tahun 1973 jemaat Ahmadiyah cabang Surabaya mendapat kehormatan untuk menyelenggarakan majelis musyawarah XXIV di Surabaya. Meskipun pada tahun-tahun ini jemaat Ahmadiyah Surabaya38

Ibid, hal 14.

tidak ada mubalighnya, namun aktivitas yang dilakukan oleh jemaat Ahmadiyah cabang Surabaya masih seperti biasanya karena jemaat Ahmadiyah Surabaya masih terurus oleh ketua jemaat. 39 Banyak hal yang dilakukan pada tahun 1973 seperti tabligh umum yang dilaksanakan di Surabaya dengan tema kecintaan pendiri jemaat Ahmadiyah terhadap Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam kemudian di tahun selanjutnya banyak silih berganti para utusan mubaligh yang menggantikan peranan para mubaligh sebelumnya untuk meneruskan perjuangan dan memudahkan mereka dalam berdakwah dan meneruskan cita-cita Ahmadiyah. Hal ini dikarenakan mubaligh Surabaya merupakan pimpinan wilayah Jawa Timur dan merupakan pusat kegiatan di wilayah Jawa Timur. Hingga sekarang ini juga masih banyak para mubaligh yang keluar masuk ke Ahmadiyah cabang Surabaya. Dan inilah proses bagaimana Ahmadiyah cabang Surabaya bisa tetap eksis di kota Surabaya terutama di Jawa Timur hingga sampai saat ini. Dimana Ahmadiyah sendiri pada saat ini masih menjadi sebuah perdebatan di mata masyarakat terutama dikalangan ulama.

C. Kegiatan-kegiatan jemaat Ahmadiyah di Surabaya. 1. Dalam Bidang Pendidikan. Adapun kiprah Dewan Ahmadiyah dalam bidang pendidikan untuk cabang Surabaya secara formal masih belum memiliki kelembagaan yang resmi seperti39

Ibid, 17.

Muhammadiyah, misalnya : Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan Univesitas, namun dalam pendidikan yang sifatnya non formal sangat rutin diadakan. Dalam bidang pendidikan ini Ketua Jemaat Ahmadiyah di Surabaya mengatakan : Memang sampai saat ini kami masih belum memiliki lembaga yang sifatnya formal seperti : Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan Universitas, dan untuk kepentingan pengkaderan kejemaatan masih tergantung dari hasil pengkaderan dari Ahmadiyah pusat, yakni sekolah Mubaligh di Parung Jawa Barat. Di Parung Jawa Barat bukan hanya menyiapkan para kader untuk mubaligh saja, namun di sana juga memiliki lembaga pendidikan yang sifatnya formal yakni : Fahzar Umar atau Taman Kanak-kanak, Talim High School atau Sekolah Menengah Atas, Talim Colledge atau Perguruan Tinggi, Shanah School atau sekolah dalam hal kerajinan tangan dan Jamiah Ahmadiyah atau Sekolah Calon Mubaligh. Barangkali untuk masa yang akan datang Insya Allah akan dapat mendirikan sarana pendidikan yang sifatnya formal di Surabaya. 40

40

Sukir Ahmadi, Ketua Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 23 Juni 2007.

Adapun bentuk kegiatan yang bersifat non formal dalam jemaat Ahmadiyah di Surabaya yaitu : A. Dalam bidang pendidikan agama Agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah sebuah ajaran yang sifatnya menyempurnakan ajaran agama yang dibawa oleh para nabi sebelumnya. Adapun makna tentang pendidikan Islam menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al Toumy Al Syaebani adalah sebuah usaha untuk mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan sehingga perubahan yang didapat dilandasi dengan nilai-nilai yang islami. 41 Jadi pendidikan agama Islam sebuah usaha membimbing, mengarahkan potensi manusia yang berupa kemampuan dasar dan kemampuan belajar sehingga terjadi perubahan didalam kehidupan pribadinya sebagai mahluk individu dan sosial serta hubungan dengan alam sekitarnya yang senantiasa berada di dalam nilai-nilai islami. Sebagai gerakan keagamaan Ahmadiyah meiliki peran yang sangat penting di dalam mendakwahkan agama Islam agar agama Islam tidak pernah surut dimakan oleh zaman. Adanya globalisasi dan kemajuan teknologi membuat

41

M Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), 14.

umat Islam lupa akan pentingnya sebuah agama dan selalu mengedepankan urusan duniawi untuk mengejar kemewahan dunia yang sifatnya hanya sesaat. Dalam bidang agama Ahmadiyah cabang Surabaya banyak sekali melakukan kegiatan keagamaan guna mempertebal serta memberi bekal agama pada jemaat Ahmadiyah untuk menjadi Islam yang sesuai dengan Al Quran serta tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ahmadiyah cabang Surabaya mempunyai beberapa kegiatan di bidang keagamaan diantaranya : a. Memperingati hari besar Islam seperti Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, Isra Miraj Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, Idul Fitri dan Idul Adha. b. Tarbiyah, ini dilakukan setiap satu bulan sekali tentang pendidikan agama yang di khususkan untuk anak-anak. c. Menyimak bersama khutbah khalifah kelima, Hadrat Khalifatul Masrur Ahmad dari Qadian (India) melalui Muslim Television Ahmadiyah (MTA). d. Pengajian gabungan Ahmadiyah cabang Gresik, Ahmadiyah cabang Surabaya dan Ahmadiyah cabang Sidoarjo. e. Penerjemahan khutbah jumat khalifah ke lima Mirza Masrur Ahmad. f. Shalat tahajud bersama, ini dilakukan kondisional. g. Kajian ilmiah tentang keislaman dan tentang kenabian. 42

42

Bener Djaelani, Sekretaris Tarbiat Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 23

Juni 2007.

Sedangkan dalam bidang pendidikannya Ahmadiyah Surabaya juga mempunyai peran yang sangat penting pula. Hal ini dimaksudkan agar nantinya setelah dewasa mereka mempunyai pedoman dan landasan hidup yang sesuai dengan perintah Allah Subhanahu wa Taala dan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Adapun yang dilakukan oleh Ahmadiyah didalam menyiapkan kader muda Ahmadiyah yang bermoral dan berpendidikan sebagai berikut : 1. Kursus Pendidikan Agama (KPA) didalam mengisi liburan sekolah. 2. Talimul Quran yang mana kegiatan ini difokuskan pada anak-anak untuk mempelajari Iqra dan Al Quran. Kegiatan ini dibentuk kelompok kecil karena tempat tinggal anak didik yang jauh dari masjid Noer. 3. Pendidikan jurnalistik. 4. Pelatihan pengurusan jenazah. 43 B. Dalam bidang Sosial Manusia adalah mahluk ciptaan Allah Subhanahu wa Taala yang paling sempurna, disamping manusia sebagai mahluk individu manusia juga dikodratkan sebagai mahluk sosial maka manusia tidak dapat hidup sendiri. Dimanapun dia berada pasti membutuhkan bantuan orang lain. Sebagai gerakan keagamaan Ahmadiyah cabang Surabaya juga memiliki kegiatan sosial yang mana hal tersebut mempunyai peran yang sangat penting di43

Ibid.

masyarakat yang hidup di sekitarnya. Keberadaan Ahmadiyah Surabaya lebih menonjolkan tentang kegiatan sosialnya dan hal inilah yang menjadi kunci sukses keberhasilan Ahmadiyah di Surabaya sampai saat ini. 44 Adapun kegiatan sosial yang dilakukan oleh Ahmadiyah di Surabaya adalah : a. Memberi santunan kepada fakir miskin dan anak yatim sebagai wujud kepedulian sosial. b. Pengobatan Homeoterapi, yang mana kegiatan ini titik fokusnya adalah pengobatan mental. c. Ikut sumbangsih pada kegiatan bencana alam Aceh, Yogyakarta dan Porong Sidoarjo dengan mengirimkan tenaga sukarelawan dan bantuan makanan serta barang-barang lain. d. Kerja bakti lingkuan, hal ini dilakukan sebagai wujud kepedulian jemaat Ahmadiyah Surabaya yang berjiwa sosial. e. Donor darah. 45 2. Dalam bidang Dakwah yang berbentuk Keorganisasian Adapun bentuk dakwah jemaat Ahmadiyah di Surabaya yang berbentuk keorganisasian terbagi menjadi menjadi tiga yakni : A. Lajnah Imaillah (badan koordinator orang-orang Ahmadiyah yang terdiri dari wanita Ahmadi) 46 dengan kegiatan : mengadakan pameran

Sukir Ahmadi, Ketua Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 23 Juni 2007. Ibid. 46 Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum Dan Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia, (Banten : IKAHAI, 2007), 31.45

44

sandang, buku dan bazar. Kegiatan ini dilaksanakan bertepatan dengan hari besar Islam, yang sifatnya terbuka untuk umum. Kegiatan ini dikoordinator oleh Lajnah Imaillah dan Khudamul Ahmadiyah (badan koordinator orang-orang Ahmadiyah yang terdiri dari pemuda-pemuda Ahmadi yang berusia lima belas tahun sampai dengan usia empat puluh tahun. 47 B. Ansharullah yaitu badan koordinator orang-orang Ahmadiyah dewasa, 48 dengan kegiatan : 1. Mengadakan pengajian tiap hari Jumat yang diasuh oleh Bapak Maksum selaku mubaligh Ahmadiyah di Surabaya yang bertempat di masjid An-Noor jalan Bubutan Surabaya. 2. Mengadakan seminar setiap satu bulan sekali yang sifatnya terbuka untuk umum. 49 C. Badan Koordinator pemuda Ahmadiyah (Khudamul Ahmadiyah) 50 dengan kegiatan : 1. Pengajian aqidah kejemaatan yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali yang di bina secara langsung oleh bapak Maksum selaku mubaligh Ahmadiyah di Surabaya.

Sukir Ahmadi, Ketua Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 23 Juni 2007. Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum Dan Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia, (Banten : IKAHAI, 2007), 32. 49 Sukir Ahmadi, Ketua Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 23 Juni 2007. 50 Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum Dan Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia, (Banten : IKAHAI, 2007), 32.48

47

2. Training Mental (materi keorganisasian) yang dilaksanakan tiap dua bulan sekali yang di bina secara langsug oleh Ketua jemaat Ahmadiyah di Surabaya dan bersifat tertutup. 3. Mengadakan bazar dan pameran buku kejemaatan di setiap acara expo yang diadakan oleh Dewan Penerbitan Persuratan. Ahmadiyah yang ketepatan mendapat giliran kewajiban Kongres Akbar (Muktamar Ahmadiyah). 51

51

Sukir Ahmadi, Ketua Jemaat Ahmadiyah Surabaya, Wawancara, Surabaya, 23 Juni 2007.

BAB IV Pembahasan

A. Aliran dan keorganisasian Jamaah Ahmadiyah Surabaya Di Indonesia, kedua aliran Ahmadiyah, yaitu Ahmadiyah Qadiani dan Ahmadiyah Lahore memiliki perwakilan masing-masing. Jamaah Ahmadiyah Lahore yang berkantor pusat di Yogyakarta, menyebut dirinya dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia, sedangkan Jamaah Ahmadiyah Qadiani yang berpusat di Bogor, menyebut dirinya dengan jemaat Ahmadiyah Indonesia. 1 Dengan berpatokan hal ini, dan dan juga ditinjau dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya, dapat disimpulkan bahwa jemaat Ahmadiyah Surabaya beraliran Qadiani. Keorganisasian jemaat Ahmadiyah Cabang Surabaya terlihat cukup rapi, dimana susunan pengurus yang terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, akuntan serta Auditor lokal dipilih secara musyarawah mufakat melalui rapat cabang dan disahkan oleh Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia untuk masa jabatan 3 tahun. Pada akhir masa jabatannya, pengurus cabang mempertanggungjawabkan kepengurusannya kepada Pengurus Besar. 2

Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, pengantar Azyumardi Azra (Yogyakarta : LKiS Yogyakarta, 2005) 2 Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum Dan Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia, (Banten : IKAHAI, 2007), 39.

1

Berkantor pusat di Jl. Bubutan I/2 Surabaya, jemaat Ahmadiyah Indonesia C