pola relasi sosial komunitas ahmadiyah dan non ahmadiyah...

111
POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH DI DESA TENJOWARINGIN KECAMATAN SALAWU KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Disusun oleh: Fauziah Gustapo 11140321000067 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

Upload: lythu

Post on 07-Mar-2019

246 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

AHMADIYAH DI DESA TENJOWARINGIN KECAMATAN SALAWU

KABUPATEN TASIKMALAYA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Agama (S.Ag)

Disusun oleh:

Fauziah Gustapo

11140321000067

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 2: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON
Page 3: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON
Page 4: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON
Page 5: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

iv

ABSTRAK

“Pola Relasi Sosial Komunitas Ahmadiyah dan Non Ahmadiyah di Desa

Tenjowaringin Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya”

Fauziah Gustapo

Skripsi ini ditulis berawal dari ketertarikan mengenai Ahmadiyah di mana

Ahmadiyah masih menjadi perbincangan yang cukup menarik baik yang pro

maupun yang kontra. Setelah terpikirkan lebih jauh maka penulis mencoba untuk

mencari lebih dalam mengenai Ahmadiyah dengan menemukan fakta di mana

Ahmadiyah banyak dibenci, dihina, bahkan dikafirkan. Namun penulis melihat

ada sesuatu yang berbeda dan unik mengenai Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin,

Tasikmalaya di mana mereka justru mengalami perkembangan yang cukup pesat

dan memiliki hubungan yang baik antara Ahmadiyah dengan non Ahmadiyah.

Penelitian ini dilakukan untuk memperlihatkan adanya fakta yang harus

diungkap untuk menjadi salah satu acuan meskipun ada perbedaan keyakinan

tetapi harmonisasi masih dapat terjalin dengan baik. Adapun metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan

pendekatan historis dan sosiologis. Selain mendapatkan data dari kepustakaan

penulis juga melakukan wawancara dan observasi langsung ke lapangan untuk

mendapatkan hasil yang maksimal.

Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa di Desa Tenjowaringin terjadi

relasi sosial yang sangat baik antara Ahmadiyah dan non Ahmadiyah karena

adanya beberapa faktor di antaranya, faktor kebudayaan, di mana bahasa yang

menjadikan mereka memiliki relasi yang baik. Faktor ekonomi, adanya hubungan

simbiosis mutualisme di mana non Ahmadiyah bekerja kepada Ahmadiyah. faktor

pendidikan, Desa Tenjowaringin memiliki sekolah formal dan non formal milik

Jemaat Ahmadiyah, tetapi tidak ada unsur diskriminasi sama sekali, semua orang

dari kalangan non Ahmadiyah berhak mendapatkan pendidikan yang sama.

Terakhir yaitu faktor lembaga sosial yang terdiri dari keluarga, agama dan

pemerintah.

Kata Kunci: Relasi Sosial, Ahmadiyah dan Non Ahmadiyah,

Tenjowaringin.

Page 6: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan

iman, islam, dan ihsan, serta kesehatan yang tidak terhingga akhirnya penulis

dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pola Relasi Sosial Komunitas

Ahmadiyah dan Non Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin Kecamatan Salawu

Kabupaten Tasikmalaya.” Shalawat serta salam tidak lupa dihaturkan kepada

Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman

kegelapan sampai zaman terang benderang seperti ini, kelak semoga mendapatkan

syafaat darinya.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang jauh dari kata sempurna ini tidak

akan dapat selesai tanpa adanya dukungan dari banyak pihak baik seacara materil

maupun moril. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak

terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini,

terutama kepada yang terhormat:

1. Syaiful Azmi S.Ag., M.A selaku penasehat akademik yang memberikan

arahan dan persetujuan dalam penulisan skripsi ini.

2. Prof. Dr. H. M. Ridwan Lubis yang telah banyak memberikan masukan-

masukan sehingga sampai kepada judul yang ditetapkan dan diberlakukan.

3. Dra. Marjuqoh, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang memberikan

arahan, motivasi, serta bimbingan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Media Zainul Bahri, M.A selaku Ketua Jurusan Studi Agama-agama

dan Dra. Halimah Mahmudy, M.A selaku Sektretaris Jurusan Studi

Page 7: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

vi

Agama-agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan

pelayanan kepada mahasiswanya dengan baik.

5. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A atas

kesempatan belajar dan fasilitas yang diberikan pada Fakultas Ushuluddin.

Tidak lupa kepada Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin.

6. Prof. Dr. Ikhsan Tanggok, M.A selaku Wadek I bidang Administrasi

Fakultas Ushuluddin. Dr. Bustamin, M.A selaku Wadek II bidang

Administrasi Umum. Dr. M. Suryadinata, M.A selaku Wadek III bidang

Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin, para staff Akademik Fakultas

Ushuluddin khususnya Bang Jamil, serta para staff Perpustakaan Fakultas

Ushuluddin dan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta Bapak Agus Sumarna dan Mamah Apong

Suryati yang telah memberikan kesempatan berjuang hingga akhir masa

studi dan tidak lupa kepada kakak-kakak dan adik yang memberikan

dukungan sampai saat ini dan selamanya.

9. A Faruq, Teh Atin, serta masyarakat Desa Tenjowaringin khususnya para

informan yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini.

10. Senior terbaik Fahad Muhammad Alfaruq yang telah membawa sampai ke

Fakultas Ushuluddin dan membantu dalam perjuangan awal masuk kuliah.

11. Teman-teman seperjuangan Prodi Studi Agama-agama angkatan 2014,

khususnya Rexy Oktaviani, Shabrina Ghaisani, Mashlihatuz Zuhroh,

Page 8: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

vii

Maulaya Arinil Haq, Mahfudloh, Feni Rifqoh, Wardah Humaeroh, dan

Lingga Irfa Binangkit yang telah menjadi teman lika-liku sampai saat ini.

12. Teman-teman KKN Cermat yang telah memberikan warna baru dalam

kehidupan.

13. Tim Yayasan Bakti Pemuda yang memberika kesempatan untuk gabung

sampai saat ini.

14. Teman-teman kosan di akhir semester (Aal, Boni, Inun, dan Opi) yang

telah memberikan kerusuhan baru dalam segala hal.

Ciputat, 30 September 2018

Fauziah Gustapo

Page 9: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................ ii

PENGESAHAN PANITIAN UJIAN MUNAQASYAH .............................................. iii

ABSTRAK ....................................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................................... viii

BAB I: PENDAHULUAN............................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ...................................................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................. 8

D. Kerangka Teori...................................................................................................... 8

E. Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 11

F. Metodologi Penelitian ........................................................................................... 13

G. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 14

H. Sistematika Penulisan ........................................................................................... 17

BAB II: GAMBARAN UMUM WILAYAH DESA TENJOWARINGIN ................. 19

A. Sejarah Desa .......................................................................................................... 19

B. Data Demografi ..................................................................................................... 19

C. Sistem Ekonomi .................................................................................................... 21

D. Sistem Keagamaan ................................................................................................ 22

E. Sosial Budaya ........................................................................................................ 24

BAB III: AHMADIYAH DI TENJOWARINGIN ....................................................... 26

A. Sejarah Masuknya Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin ........................................ 26

B. Perkembangan Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin .............................................. 36

C. Eksistensi Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin ..................................................... 41

Page 10: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

ix

BAB IV: POLA RELASI SOSIAL ANTARA AHMADIYAH DENGAN NON

AHMADIYAH DI TENJOWARINGIN ....................................................... 50

A. Relasi Sosial Ahmadiyah dengan Non Ahmadiyah di Tenjowaringin ................. 50

1. Kekerabatan..................................................................................................... 52

2. Kegiatan Keagamaan ...................................................................................... 53

3. Kegiatan Ekonomi ........................................................................................... 54

4. Kegiatan Sosial................................................................................................ 55

B. Faktor Pendorong Terbentuknya Relasi Sosial Ahmadiyah dengan Non

Ahmadiyah di Tenjowaringin ............................................................................... 57

1. Faktor Kebudayaan ......................................................................................... 57

2. Faktor Ekonomi ............................................................................................... 60

3. Faktor Pendidikan ........................................................................................... 62

4. Faktor Lembaga Sosial .................................................................................... 65

a. Keluarga .................................................................................................... 67

b. Agama ....................................................................................................... 68

c. Pemerintah................................................................................................. 72

BAB V: PENUTUP ......................................................................................................... 74

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 74

B. Saran dan Harapan ................................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari beraneka ragam

masyarakat, suku, bangsa, etnis, kelompok, sosial, kepercayaan, agama, dan

kebudayaan yang bermacam-macam. Keanekaragaman tersebut merupakan

kekayaan dan aset yang berharga. Tetapi tidak bisa dipungkiri dengan

keanekargaman yang ada di Indonesia konflik sering terjadi seperti kasus

yang menonjol adalah konflik antar-etnis Madura dan Dayak di Kalimantan.1

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua ciri yang bersifat

unik. Secara horizontal ia ditandai dengan kenyataan adanya kesatuan-

kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, adat,

serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Adapun struktur masyarakat

Indonesia secara vertikal ditandai dengan adanya perbedaan-perbedaan

lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.2

Dua kelompok masyarakat yang berbeda etnis, agama, atau budaya

tidaklah secara otomatis tidak dapat dipersatukan dan hidup berdampingan.

Meskipun kenyataannya tidak selalu terjadi konflik ataupun integrasi dalam

masyarakat berbeda tersebut. Perbedaan sosial tersebut dapat berubah

menjadi integrasi yang seutuhnya dalam masyarakat jika dipenuhi dengan tiga

hal sebagaimana hasil kajian FISIP Universitas Airlangga, yaitu: Pertama,

adanya pola hubungan simbiosis mutualis di mana sekalipun dua kelompok

1Syaripulloh, “Kebersamaan Dalam Perbedaan: Studi Kasus Masyarakat Cigugur,

Kabupaten Kuningan, Jawa Barat,” Sosio Didaktika, Vol. 1, No. 1, Mei 2014, h. 64. 2Nasikun, Sistem Sosial Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), Cet. IX, h.

28.

Page 12: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

2

berbeda keyakinan, kedudukan, adat, maupun budaya tetapi apabila

mereka saling melengkapi dan menghargai maka yang terjadi yaitu integrasi.3

Kedua, adanya forum atau zona netral yang dapat dijadikan titik

pertemuan antar-etnis maupun antar-agama, maka akan terjadi cross-cutting-

loyalities4. Dengan demikian akan terjadi saling mempelajari adat atau tradisi

masing-masing kelompok. Ketiga, adanya dukungan dan perasaan saling

memiliki yang tinggi dari tokoh masyarakat, masyarakat, maupun lembaga

sosial, maka akan terjadi cross-cutting-affiliations5.

Menarik perhatian penulis dengan keanekaragaman yang ada di

Indonesia adalah masalah Ahmadiyah, di mana Ahmadiyah masih menjadi

perbincangan yang cukup menarik di kalangan masyarakat baik itu yang pro

maupun yang kontra.

Lahirnya aliran Ahmadiyah dalam buku Dr. Masykur Hakim yang

mengutip pendapat Sir Muhammad Iqbal dalam bukunya Islam dan

Ahmadism, Ahmadiyah terbagi menjadi dua yaitu: Ahmadiyah Qodiani dan

Ahmadiyah Lahore. Perbedaan yang mendasar dari keduanya bisa dilihat dari

keyakinan terhadap Mirza Ghulam Ahmad, pertama berpendapat bahwa

Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi6 dan yang kedua berpendapat bahwa

3M. Ridwan Lubis, Sosiologi Agama: Memahami Perkembangan Agama dalam Interaksi

Sosial (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), Cet. I, h. 83. 4Setiap konflik yang terjadi di antara suatu kesatuan sosial dengan kesatuan-kesatuan

sosial yang lain segera akan dinetralisir oleh adanya loyalitas ganda dari para anggota masyarakat

terhadap berbagai kesatuan sosial (Nasikun: 1995). 5Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus

menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (Nasikun: 1995). 6Mirza Ghulam Ahmad dianggap sebagai nabi dan rosul yang wajib diyakini dan dipatuhi

perintahnya, sebagaimana nabi dan rosul lainnya. Menurut golongan ini Qadiani tidak boleh

membedakan antara nabi yang satu dengan yang lain, sebagaimana yang diajarkan oleh al-Qur’an

dan yang dipesankan Nabi Muhammad SAW untuk mengikut Al-Mahdi yang dijanjikan. (Zulkarnain: 2005).

Page 13: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

3

status Mirza Ghulam Ahmad adalah sebagai orang suci7 atau orang yang

sudah mencapai kesempurnaan rohaniah.8

Kemudian menurutnya Ahmadiyah bersifat keagamaan dan politis

(religious and political reasons). Dari segi keagamaan mereka berusaha

menafsirkan sebagian ajaran-ajaran Islam secara tidak lazim dan tidak sedikit

yang bertentangan dengan prinsip-prinsip agama yang sudah umum. Misalnya

dalam menafsirkan khotam an-Nabiyyin (Nabi yang terakhir) adalah Mirza

Ghulam Ahmad bukan Nabi Muhammad Saw., jihad tidak wajib bagi umat

Islam dan sebagainya. Sedangkan dari segi politis gerakan Ahmadiyah

dianggap sebagai gerakan reaksioner, karena pada saat itu umat Islam India

sudah dalam keadaan lemah dan tidak mempunyai kekuatan politik.

Kemudian untuk membela kepentingan kolonial Inggris di India mereka

mengeluarkan fatwa bahwa jihad dilarang.9 Maka dari itu Ahmadiyah lahir

tidak terlepas dari dukungan dan inisiatif Inggris untuk melemahkan

semangat jihad umat Islam Indonesia.10

Di samping itu, dalam konteks keindonesiaan Ahmadiyah

dikategorikan sebagai organisasi keagamaan yang tergolong ke dalam aliran

pemikiran dan gerakan. Ahmadiyah mulai masuk ke Indonesia mulai abad ke-

20. Ahmadiyah di Indonesia sendiri sampai saat ini masih tergolong eksis dan

7Mirza Ghulam Ahmad dianggap bukanlah seorang nabi, tetapi ia mempunyai persamaan

cukup besar dengan para nabi, yakni menerima wahyu. Golongan ini memandang bahwa Mirza

Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid abad ke-14 H. (Zulkarnain: 2005). 8Masykur Hakim, Kenapa Ahmadiyah Dihujat? (Jakarta: SDM Bina Utama, 2005), h. 2.

9Dalam menjelaskan konsep jihad baik Ahmadiyah Qadian maupun Lahore selalu

mendasarkan pada al-Qur’an dan hadits Nabi. Jihad yang diperintahkan adalah berusaha keras

sekuat tenaga untuk menegakkan kebenaran dan untuk mencapai tujuan suci yang diridhai Allah.

Misal untu mendekatkan diri kepada Allaj, mengorbankan harta benda dan jiwa di jalan Allah.

Kedua golongan tersebut berpendapat bahwwa jihad dalam bentuk perang sudah tidak sesuai lagi.

Untuk saat ini lebih tepat jihad dilakukan dengan pena atau dengan lisan. (Zulkarnain: 2015). 10

Hakim, Kenapa Ahmadiyah Dihujat?, h. 2-4.

Page 14: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

4

berkembang walaupun pendukungnya tidak sebanyak Muhammadiyah atau

Nahdlatul Ulama.11

Ahmadiyah di Indonesia memiliki kondisi-kondisi situasional yang

bersifat khusus. Kelaziman yang terjadi dalam penyebaran Ahmadiyah adalah

kekhalifahan menjadi aktor tunggal dalam misi dakwah. Perluasan ajaran

Ahmadiyah menjadi kepentingan kekhalifahan di mana hanya ajaran

Ahmadiyah yang menentukan arah tujuan pengiriman mubalighnya. Hal ini

berbeda dengan Ahmadiyah Indonesia di mana kaum Ahmadiyah justru

meminta kepada kekhalifahan untuk dikirim seorang mubaligh ke negerinya.

Keunikan ini menjadi kekuatan dan perkembangan Ahmadiyah di Indonesia

di mana setiap Jemaat Ahmadiyah harus memiliki kesadaran bahwa mereka

harus bekerja keras untuk Ahmadiyah, mereka harus sanggup mengorbankan

demi Islam dan Ahmadiyah. Kekuatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah

komitmen untuk menghidupi organisasi melalui kesadaran bekerja keras dan

kerelaan berkorban.12

Jemaat Ahmadiyah masuk ke Indonesia yaitu melalui Mubaligh

Maulana Rahmat Ali yang ketika itu secara khusus diutus oleh pimpinan

Ahmadiyah Internasional ke wilayah Indonesia. Beliau masuk ke wilayah

Indonesia melalui kota Tapaktuan, Aceh pada tanggal 2 Oktober tahun

1925.13

Kemudian menyebar lebih luas masuknya Ahmadiyah ke Jawab Barat

bermula ketika M. Rahmat Ali datang ke kota Batavia (Jakarta) pada tahun

1931, kemudian menuju Bogor. Di kedua kota itu, M. Rahmat Ali

11

Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, h. xi. 12

Catur Wahyudi, Marginalisasi dan Keberadaan Masyarakat (Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor Indonesia, 2015), Cet. I, h. 116. 13

Munasir Sidik, Dasar-dasar Hukum & Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Jakarta:

Neratja Press, 2014), Cet. III, h. 20.

Page 15: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

5

menyebarkan Ahmadiyah. Maka berkat jasanya dan para mubaligh lokal

Ahmadiyah menyebar ke seluruh Jawa Barat, di antaranya ke Daerah Garut,

Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, dan Bandung. Para anggotanya setiap tahun

selalu bertambah dari ratusan orang pada awalnya hingga mencapai tujuh

ratus ribu orang pada saat ini.14

Kedatangan Ahmadiyah di Indonesia khususnya di Jawa Barat

sebagian masyarakat yang dipelopori oleh para ulama menentang Ahmadiyah

karena sudah dianggap sesat dan keluar dari agama Islam. Ahmadiyah di

Jawa Barat tidak jarang mendapatkan perlakuan seperti difitnah, tindakan

pidana, bahkan pembunuhan yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang

membenci terhadap Ahmadiyah.

Beberapa contoh penentangan terhadap Ahmadiyah, di daerah

Tangerang Banten Gomar dikenakan hukuman penjara selama satu bulan

karena dianggap mengumpulkan orang tanpa izin dari pemerintah pada 1937,

yaitu pada saat ia mengadakan pengajian al-Qur’an di rumahnya yang

dihadiri oleh kurang lebih 300 orang. Kemudian di Rangkasbitung Banten,

Sastra Subrata pada 1972 dilempar asbak oleh seorang anggota Polisi Pamong

Praja bernama Djupriana pada saat berdiskusi hingga wajahnya mengalami

pendarahan. Kemudian orang-orang yang anti terhadap Ahmadiyah berusaha

untuk menghilangkan Ahmadiyah di Cianjur, di mana pada masa pendudukan

Tentara Jepang orang-orang yang anti Ahmadiyah memfitnah para anggota

Ahmadiyah sebagai pembuat kekacauan. Terjadi pula di daerah Talaga

Cianjur yaitu pemboikotan dalam pelbagai hal, di antaranya tidak boleh ada

14

Kunto Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Malaysia: Nertja Press,

2014), Cet. 1, h. 106.

Page 16: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

6

kegiatan jual-beli dengan para anggota Jemaat Ahmadiyah dan tidak boleh

mengambil pekerja dari Jemaat Ahmadiyah, mereka merusak masjid Jemaat

Ahmadiyah.15

Konflik yang terjadi di Jawa Barat tidak membuat Jemaat Ahmadiyah

meninggalkan Jawa Barat, melainkan setelah terjadinya konflik Jemaat

Ahmadiyah khususnya di Tasikmalaya semakin berkembang dan eksis di

kalangan masyarakat. Masyarakat di Tenjowaringin khususnya setelah

adanya Fatwa MUI, SKB 3 Menteri, dan Peraturan Gubernur yang secara

tidak langsung mendoktrin masyarakat yang kontra terhadap Ahmadiyah,

maka muncul penyerang yang cukup hebat. Hal tersebut tidak menjadikan

kebencian dari Jemaat Ahmadiyah sendiri, melainkan seiring berjalannya

waktu karena mereka guyub rukun dengan masyarakat maka terjadi relasi

sosial yang baik di antara mereka.

Pola relasi sosial adalah corak, model, sistem, atau aturan yang

ditempuh oleh individu atau kelompok masyarakat dalam kehidupan

bermasyarakat untuk hidup bersama dari dasar suka saling menolong

disebabkan dari perasaan sesama makhluk, di mana makhluk atau manusia

membutuhkan antara satu dengan lainnya dan tidak bisa hidup sendiri tanpa

bantuan orang lain.16

Beberapa contoh relasi sosial yang terjadi di kalangan Jemaat

Ahmadiyah dengan non Ahmadiyah adalah ketika pembangunan masjid

Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin maka non Jemaat Ahmadiyah membantu

dalam pembangunannya, begitupun sebaliknya. Kemudian mereka hidup

15

Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 163-165. 16

Achmad Rosidi, “Pola Relasi Sosial Keagamaan Umat Beragama di Lombok Nusa

Tenggara Barat,” Harmoni: Jurnal Multikultural & Multireligius, Vol. X, No. 3, 2011.

Page 17: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

7

damai berdampingan dan saling mengisi ketika ada pengajian-pengajian yang

diadakan oleh masyarakat Tenjowaringin.

Menarik perhatian untuk dibahas lebih dalam relasi seperti apa yang

mendorong adanya kedekatan antara Jemaat Ahmadiyah dan non Ahmadiyah

serta faktor apa yang mendorong terjadinya relasi antara ahmadiyah dan non

Ahmadiyah sehinggaa bisa terjadi kerukunan dengan adanya harmonisasi

dalam bermasyarakat di Desa Tenjowaringin Kabupaten Tasikmalaya, maka

dianggap perlu untuk mengangkat judul “Pola Relasi Sosial Komunitas

Ahmadiyah dan Non Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin Kecamatan Salawu

Kabupaten Tasikmalaya”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan tidak terlalu luas dan fokusnya lebih terarah,

maka penulis membatasi pada pola relasi sosial yang terjalin dan faktor

yang mendorong sehingga adanya kerukunan dan harmonisasi meskipun

adanya perbedaan keyakinan antara Jemaat Ahmadiyah dan Non

Ahmadiyah di Sukasari, Patrol, Cituak, dan Wanasigra Desa

Tenjowaringin Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya.

2. Rumusan Masalah

Setelah adanya pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut: Faktor-faktor apa saja yang mendukung

terwujudnya pola relasi sosial antara Jemaat Ahmadiyah dengan non

Ahmadiyah di Tenjowaringin?

Page 18: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dari rumusan di atas, maka tujuan yang dapat dicapai adalah

sebagai berikut: Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukung

terwujudnya relasi sosial antara Jemaat Ahmadiyah dengan non

Ahmadiyah.

2. Manfaat Penelitian

a. Sebagai upaya untuk memahami aliran agama secara objektif,

adanya perbedaan keyakinan ataupun ajaran tidak semestinya ada

bentrokan atau konflik sosial yang terjadi di masyarakat.

b. Memberikan kontribusi terhadap mahasiswa khususnya dan

masyarakat umumnya berupa buah pikiran bahwa adanya relasi

sosial yang terjaga dengan baik sangat penting dalam

menumbuhkan rasa solidaritas.

c. Memenuhi tugas akhir perkuliahan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan Strata 1 di Jurusan Studi Agama-agama Fakultas

Ushuluddin.

D. Kerangka Teori

Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu

orang dengan yang lainnya, antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.

Manusia bisa dikatakan sulit bahkan tidak bisa hidup sendiri, karena makhluk

sosial membutuhkan interaksi dan pergaulan untuk menciptakan hubungan

antar manusia dan tidak jarang pula adanya konflik.

Page 19: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

9

Konflik merupakan bagian dari proses sosial yang sangat wajar dan

tidak harus dihindari. Konflik bisa dimaknai dan berfungsi sebagai faktor

positif atau faktor pendukung bagi tumbuh kembangnya modal kedamaian

sosial. Konflik di sisi lain bisa bersifat konstruktif (membangun) terhadap

keutuhan kelompok dan integrasi sosial masyarakat dalam skala yang lebih

luas.17

Manusia selalu memiliki keinginan untuk bergaul untuk dapat

menumbuhkan hubungan yang saling mempengaruhi sehingga akan

menimbulkan suatu perasaan yang saling membutuhkan. Untuk mengenal

upaya manusia dalam menjalin hubungan terdapat beberapa perilaku dengan

tindakan dan interaksi sosial yang terdapat nilai di mana terdapat norma sosial

sebagai standar penilaian umum yang dapat membentuk keteraturan

hubungan menuju terciptanya integrasi sosial yang mantap.18

Agar dalam masyarakat integrasi dapat berjalan dengan baik, maka

perlu diperhatikan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi kehidupan

masyarakat, di antaranya:19

1. Tercapainya suatu konsensus mengenai nilai-nilai dan norma-norma

sosial.

2. Norma-norma yang berlaku konsisten dan tidak berubah-ubah.

3. Adanya tujuan bersama yang hendak dicapai.

4. Anggota masyarakatnya merasa saling bergantung dalam mengisi

kebutuhan-kebutuhannya.

17

Bagja Waluya, Sosiologi: Memahami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas XI

Sekolah Menegah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial (Bandung: PT Setia

Purna Inves, 2007), Cet. I, h. 47. 18

Waluya, Sosiologi: Memahami Fenomena Sosial di Masyarakat, h. 47. 19

Waluya, Sosiologi: Memahami Fenomena Sosial di Masyarakat, h. 47.

Page 20: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

10

5. Dilatarbelakangi oleh adanya konflik dalam suatu kelompok.

Dalam kajian sosiologi, realitas kehidupan disebut dengan realitas

sosial agama (the social reality of religion). Dalam kaitan itulah agama tidak

lagi bekerja secara monolitik, tetapi terjadi saling interaksi dengan pranata

sosial yang masing-masing telah memiliki fungsi pokok (function imperative)

yang berbeda. Dalam hal ini selanjutnya agama mempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan masyarakat. Demikian pula sebaliknya, perkembangan

masyarakat membawa pengaruh terhadap pola kehidupan beragama. Dalam

hal ini juga bukan berarti agama secara substansi mengalami perubahan, tetapi

yang terjadi adalah perubahan masyarakat dalam memahami, menghayati, dan

mengamalkan ajaran agama.20

Sejalan dengan hal di atas, dalam buku Agama dan Perdamaian

mengutip pandangan Talcoot Parsons, bahwa agama memiliki fungsi sebagai

pemberi makna eksistensial terhadap realitas yang paripurna. Talcoot Parsons

selanjtnya menformulasikan konsep functional imperatives terutama dalam

kaitannya dengan masalah kelangsungan hidup sistem sosial yaitu (1)

adaptation to the environment Perfomed by the economy (2) goal attainment

perfomed by the government (3) integration (linking the institutions together)

perfomed by the legal institutional and religion (4) latency (pattern

maintenance of values from generation to generation perfomed by the family

or education.21

Pernyataan fungsi terutama yang berkaitan dengan kelangsungan

hidup manusia dalam relasi sosial ditentukan oleh empat hal tersebut, yaitu

20

M. Ridwan Lubis, Agama dan Perdamaian Landasan, Tujuan, dan Realitas Kehidupan

Beragama di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2017), h. 8. 21

Lubis, Agama dan Perdamaian, h. 8-9.

Page 21: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

11

melalui ekonomi, pemerintah, lembaga hukum dan agama, serta keluarga dan

pendidikan. Dalam keempat hal itulah terjadi afiliasi yang saling menyilang

(cross-cutting affiliation) dan loyalitas yang saling menyilang (cross-cutting

loyalities) sehingga bisa terbentuknya integrasi sosial.22

E. Tinjauan Pustaka

Jurnal yang ditulis oleh Mardian Sulistyati dengan judul “Dinamika

Relasi Sosial Masyarakat Keagamaan Masyarakat Ahmadiyah dan Non

Ahmadiyah” membahas mengenai adanya suatu pemukiman yang bergejolak

dalam kesunyian di Desa Manislor terkadang mereka konflik, terkadang

mereka berdamai. Penelitian ini mengantarkan pada realitas-realitas sunyi

yang jarang diumbar. Kohesi sosial masyarakat Manislor dibangun dan

dipelihara melalui serangkaian ikatan antarwarga yang sifatnya mengalir, ada

kepercayaan dan tradisi yang masih tertinggal seperti tradisi nitip dan bertani

antar kelompok Jemaat Ahmadiyah dan non Ahmadiyah yang tanpa sadar

menumbuh kembangkan harmoni kedua kelompok di Manislor.

Skripsi yang ditulis oleh Fandi Akhmad dengan judul “Hubungan

Keberagaman Hidup dalam Konteks Toleransi Antara Jamaah Ahmadiyah

dengan Non Ahmadiyah di Desa Baciro D.I Yogyakarta” membahas adanya

hubungan toleransi di masyarakat dengan memiliki hak yang sama dalam

hukum, berbangsa, dan bernegara. Toleransi di Desa Baciro antara

masyarakat dengan Jamaah Ahmadiyah menandakan kedewasaan dalam

berpikir dan pemahaman yang utuh terhadap sesama manusia yang berbeda

keyakinan.

22

Lubis, Agama dan Perdamaian, h. 9.

Page 22: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

12

Skripsi yang ditulis oleh Muhadi dengan judul “Interaksi Sosial

antara Umat Muslim dalam Keberagamaan (Studi terhadap Interaksi Sosial

Masyarakat Desa Giri Asih Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta)”

membahas mengenai adanya interaksi sosial yang memperkokoh dalam

integrasi sosial bagi kehidupan Desa Giri Asih yang dibangun dengan adanya

nilai budaya yang menjadi panutan sehingga melahirkan kesadaran seperti:

adanya kesadaran toleransi terhadap sesama warga dan masalah kepercayaan

yang diyakini masyarakat bersifat privasi sehingga tercipta hubungan saling

menghargai dan menghormati, kemudian adanya kesadaran pluralitas bahwa

hidup ini terdapat berbagai macam suku, budaya, agama yang berbeda, di

mana semua ini diyakini sebagai keniscayaan, dan adanya kesadaran sikap

tolong menolong dan kepedulian sesama manusia.

Jurnal yang ditulis oleh Uwes Fatoni “Respon Da’i terhadap Gerakan

Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Tenjowaringin Tasikmalaya”

mengungkapkan tentang respon dan strategi da’i dalam menghadapi Jemaat

Ahmadiyah Indonesia di Tenjowaringin dan Kutawaringin (pemekaran

Tenjowaringin) dengan menggunakan dua kegiatan dakwah yaitu dakwah

defensif atau bertahan dan dakwah ofensif atau aktif.

Pembahasan yang berbeda dalam penulisan ini adalah pola relasi

sosial seperti apa yang dibangun serta faktor-faktor apa saja yang mendorong

adanya relasi antara Jemaat Ahmadiyah dan non Ahmadiyah di Desa

Tenjowiringin sehingga masyarakatnya rukun, aman, dan saling menghargai

antara satu dengan yang lainnya di samping adanya perbedaan yang mendasar

dari segi keyakinan.

Page 23: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

13

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bermaksud

untuk mencari data yang lebih maksimal di lokasi Desa Tenjowaringin,

Kecamata Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk

menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan

data. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi bahkan sangat

terbatas. Tetapi jenis penelitian ini jika data terkumpul sudah mendalam

dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari

sampling lainnya. Pendekatan ini lebih mengutamakan kedalaman

(kualitas) bukan banyaknya (kuantitas) data.23

3. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan historis, yaitu salah satu

pendekatan yang cukup favorit dalam Studi Agama dan Perbandingan

Agama. Pendekatan ini merupakan pendekatan pertama kalinya untuk

mempelajari, menyelidiki, dan meneliti agama-agama baik sebelum ilmu

agama menjadi disiplin yang berdiri sendiri maupun sesudahnya. Dalam

pendekatan ini berusaha menelusuri asal-usul dan pertumbuhan ide-ide dan

pranata-pranata keagamaan melalui periode perkembangan historis tertentu

dan menilai peranan kekuatan yang dimiliki agama tersebut untuk

23

M. Hariwijaya, Metodologi dan Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi untuk Ilmu

Sosial dan Humaniora (Yogyakarta: Parama Ilmu, 2015), Cet. II, h. 85-86.

Page 24: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

14

memperjuangkan dirinya selama periode tersebut.24

Pendekatan ini disebut

juga dengan penelitian sejarah, yaitu penelitian yang sacara ekslusif

memfokuskan kepada masa lalu dan mencoba merekonstruksikan apa yang

terjadi pada masa yang lalu selengkap dan seakurat mungkin, dan biasanya

menjelaskan mengapa hal itu terjadi.25

Selain pendekatan historis, dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan sosiologis, pendekatan sosiologis terhadap agama bermaksud

mencari relevansi dan pengaruh agama terhadap fenomena sosial.

Pendekatan ini berfokus pada masyarakat yang memahami dan

mempraktikan agama, bagaimana pengaruh masyarakat terhadap agama

dan pengaruh agama terhadap masyarakat.26

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dikumpulkan melalui kearsipan dan

kepustakaan, data tersebut dapat dideskripsikan secara menyeluruh,

dianalisa, dan diinterpretasikan. Kemudian data lain akan diperoleh dari

studi lapangan dengan teknik wawancara yang dipergunakan sebagai

pembanding dan mencari makna bagi pemeluknya.

G. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas

sumber primer dan sekunder:

24

Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi Indonesia (1901-

1940) Hingga Masa Reformasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), Cet. I, h. 15. 25

Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Jakarta: PT Bumi Aksara,

2007), Cet. II, h. 51. 26

Bahri, Wajah Studi Agama-agama, h.43-44.

Page 25: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

15

a. Sumber Primer

1) Tokoh

a) Informan dari Jemaat Ahmadiyah Bapak. Muslim Hidayat.

b) Informan dari Jemaat Ahmadiyah Bapak. Munawarman.

c) Informan dari Jemaat Ahmadiyah Bapak. Lili Suwarli.

d) Informan dari Jemaat Ahmadiyah Bapak. Faruq.

e) Informan dari Non Ahmadiyah Ustadz. Ana.

f) Informan dari Non Ahmadiyah Ustadz. Kostaman.

g) Informan dari Aparat Desa Ibu. Yuyu Yuningsih.

2) Buku/Jurnal/Skripsi yang berkaitan dengan penelitian

a) Kunto Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia

Malaysia: Neratja Press, Cet. 1, 2014.

b) Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia.

Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, Cet. II, 2011.

c) Uwes Fatoni, “Respon Da’i terhadap Gerakan Jemaat

Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Tenjowaringin Tasikmalaya,”

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 1, 2014.

d) Nadia Wasta Utami, “Upaya Komunikasi Forum Kerukunan

Umat Beragama (FKUB) dalam Resolusi Konflik

Ahmadiyah,” Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 13, No. 1, Juni

2016.

b. Sumber Sekunder: Buku/jurnal yang tidak terkait langsung dengan

penelitian tetapi masih relevan dengan pembahasan.

Page 26: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

16

2. Teknik Pegumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penulisan ini adalah

sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk

mendapatkan informasi yang dapat digali dari sumber data langsung

melalui percakapan atau tanya jawab. Wawancara dalam penelitian

kualitatif sifatnya wawancara mendalam karena ingin mengeksplorasi

informasi secara jelas dari informan.27

Dalam penelitian kualitatif posisi narasumber sangat penting,

bukan sekedar memberikan respon, melainkan sebagai pemilik informasi.

Hal ini berbeda dalam penelitian kuantitatif, di mana sumber data ini

disebut “responden” yaitu orang atau sejumlah orang yang memberikan

“respond” atau tanggapan terhadap apa yang diminta atau ditentukan oleh

peneliti. Dalam penelitian kualitatif peneliti dengan narasumber memiliki

kedudukan yang sama. Peneliti harus pandai-pandai dalam menggali data

dengan cara membangun kepercayaan, keakraban, dan kerjasama dengan

subjek yang diteliti, di samping tetap kritis dan analitis.28

b. Peristiwa atau Aktivitas

Data atau informasi dapat diperoleh melalui pengamatan terhadap

peristiwa atau aktivitas yang berkaitan langsung dengan permasalahan

penelitian. Dari peristiwa ini peneliti bisa mengetahui proses bagaimana

27

Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung:Alfabeta,

2013), Cet. V, h. 130. 28

Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. 2, h. 163.

Page 27: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

17

sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara

langsung.29

c. Dokumen atau Arsip

Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan

dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dokumen bisa berupa

rekaman atau dokumen tertulis seperti arsip data base surat-surat

rekeman gambar. Banyak peristiwa lama yang telah lama terjadi bisa

diteliti dan dipahami atas dasar dokumen atau arsip.30

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini ditulis untuk mempermudah melihat

masalah-masalahan serta pembahasan yang ada dalam skripsi ini, maka

sistematikanya disusun dalam bentuk uraian yang terbagi dalam beberapa

bab, di antaranya:

Bab I, pendahuluan menguraikan latar belakang masalah, pembatasan

dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, tinjauan

pustaka, metodologi penelitian, sumber dan teknik pengumpulan data, dan

sistematika penulisan.

Bab II, gambaran umum wilayah Desa Tenjowaringin menguraikan

tentang sejarah desa, demografi, sistem ekonomi, sistem keagamaan, dan

sosial budaya.

Bab III, Ahmadiyah di Tenjowaringin menguraikan tentang

bagaimana sejarah singkat masuknya Ahmadiyah di Tenjowaringin,

29

Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, h. 163. 30

Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, h. 164.

Page 28: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

18

perkembangan Ahmadiyah di Tenjowaringin, dan eksistensi Ahmadiyah di

Tenjowaringin.

Bab IV, pola realasi sosial antara Jemaat Ahmadiyah dengan non

Ahmadiyah menguraikan tentang kekerabatan, kegiatan agama, kegiatan

ekonomi, dan kegiatan sosial, serta faktor pendorong terbentuknya relasi

sosial antara Ahmadiyah dan non Ahmadiyah di Tenjowaringin, meliputi

faktor kebudayaan, faktor ekonomi, faktor pendidikan, dan faktor lembaga

sosial.

Bab V, penutup menguraikan kesimpulan, serta saran dan harapan.

Page 29: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

19

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH DESA TENJOWARINGIN

A. Sejarah Desa

Pada zaman dahulu yaitu sebelum tahun 1910 Desa Tenjowaringin

Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya masih dua desa yaitu Desa

Panenjoan dan Desa Caringin yang memiliki luas wilayah 11.457,19 Ha yang

dipimpin oleh dua orang kepala desa sebagai berikut:31

1. Desa Panenjoan dipimpin oleh Bapak Madhasan.

2. Desa Caringin dipimpin oleh Bapak Marta Warna.

Selanjutnya pada tahun 1910 Desa Panenjowan dan Desa Caringin

disatukan menjadi satu desa yaitu Desa Tenjowaringin yang dipimpin oleh

Mama Lurah Sumajibja sampai tahun 1924.

B. Data Demografi

1. Letak dan Luas Wilayah

Desa Tenjowaringin merupakan salah satu dari 12 desa di wilayah

Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Desa Tenjowaringin

mempunyai luas wilayah seluas ± 4656,27 Hektar.

Adapun batas-batas desa yang ada di wilayah Desa Tenjowaringin

yaitu:

Sebelah Utara : Desa Tanjung Karang

Sebelah Timur : Desa Kutawaringin

Sebelah Selatan : Desa Kersamaju

Sebelah Barat : Desa Sekamaju-Garut

31

RPJMDES, Desa Tenjowaringin Tahun 2015-2021 (diambil dari rancangan kerja

pembangunan Desa Tenjowaringin tahun 2015)..

Page 30: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

20

2. Jumlah Penduduk Secara Umum

Tabel 1

No Kependudukan Jumlah

1. Jumlah Penduduk 4476 orang

2. Jumlah Kepala Keluarga 1345 orang

Sumber: RPJMDES, Desa Tenjowaringin Tahun 2015-202132

3. Jumlah Penduduk Menurut Kewarganegaraan

Tabel 2

No Kewarganegaraan Jumlah

1. WNI Laki-laki 2206 orang

2. WNI Perempuan 2270 orang

Sumber: RPJMDES, Desa Tenjowaringin Tahun 2015-2021

4. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan

Tabel 3

No Pendidikan Jumlah

1. SD/Sederajat 722 orang

2. SMP/Sederajat 402 orang

3. SMA/Sederajat 113 orang

4. Perguruan Tinggi 4 orang

5. Buta Huruf -

Sumber: RPJMDES, Desa Tenjowaringin Tahun 2015-2021

32

Diambil dari rencana pembangunan Desa Tenjowaringin tahun 2015.

Page 31: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

21

Gambar 1

Peta Desa Tenjowaringin

Sumber: Hasil Dokumentasi Penulis

C. Sistem Ekonomi

Kondisi ekonomi masyarakat Desa Tenjowaringin terbagi menjadi

beberapa bidang, namun dilihat secara keseluruhan di desa ini sebagian besar

bermata pencaharian bertani dengan penghasilan yang masih rendah. Sehingga

secara umum masih tergolong masyarakat yang masih belum sejahtera. Selain

itu pada bidang lain seperti usaha mikro masyarakat masih memanfaatkan

bantuan pinjaman dari bantuan pemodalan pemerintah ataupun bantuan

pinjaman pemodalan dari pihak-pihak lain.33

Desa Tenjowaringin memiliki wilayah yang luas dan penduduk yang

cukup banyak. Wilayah Desa Tenjowaringin sebagian besar merupakan lahan

persawahan, perkebunan, bukit, serta pegunungan yang di dalamnya tersebar

sumber-sumber air, sangat yang cukup banyak. Hal tersebut menjadikan Desa

Tenjowaringin memiliki potensi sumber daya alam yang besar khususnya

untuk sektor pertanian, peternakan, dan lain sebagainya.

33

RPJMDES, Desa Tenjowaringin Tahun 2015-2021 (diambil dari rancangan kerja

pembangunan Desa Tenjowaringin tahun 2015).

Page 32: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

22

Tabel 4

Jumlah Sistem Ekonomi Menurut Mata Pencaharian di Desa

Tenjowaringin

No Mata Pencaharian Jumlah

1. Petani Pemilik Tanah 1345 orang

2. Buruh Tani 587 orang

3. Pengusaha Dagang 248 orang

4. Pengrajin 72 orang

5. Pengusaha Angkutan 42 orang

6. PNS 58 orang

7. TNI 3 orang

8. Pensiun PNS/TNI/POLRI 42 orang

9. Peternak 2 orang

Sumber: RPJMDES, Desa Tenjowaringin Tahun 2015-2021

D. Sistem Keagamaan

Sistem keagamaan di Desa Tenjowaringin yang sangat mencolok

terbagi dalam dua aliran keagamaan atau dua keyakinan dasar yang berbeda

yaitu Nahdhatul Ulama dan Ahmadiyah. Penganut Ahmadiyah di Desa

Tenjowaringin merupakan mayoritas, tetapi di setiap dusun ada perbandingan

warga yang berbeda antara Ahmadiyah dan non Ahmadiyah. Sebagaimana

tabel di bawah ini:

Tabel 5

Perbandingan Jumlah Persentase Ahmadiyah dan Non Ahmadiyah di Desa

Tenjowaringin

Nama Dusun Jumlah RT Ahmadiyah Non Ahmadiyah

Citeguh 7 RT 70% 30%

Page 33: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

23

Wanasigra 7 RT 90% 10%

Sukasari 8 RT 50% 50%

Cigunung Tilu 5 RT 40% 60%

Ciomas 4 RT 20% 80%

Sumber: Hasil Wawancara September 2018

Dalam sistem keagamaan seperti dijelaskan sebelumnya, maka di Desa

Tenjowaringin ada beberapa masjid yang merupakan masjid milik Ahmadiyah

dan masjid milik non Ahmadiyah (Nahdhatul Ulama) yang biasa dijadikan

sebagai tempat peribadahan maupun tempat kajian ilmu keagamaan. Berikut

tabel jumlah masjid Ahmadiyah maupun non Ahmadiyah:

Tabel 6

Jumlah Masjid Ahmadiyah dan Non Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin

Nama Dusun Masjid Ahmadiyah Masjid Non Ahmadiyah

Citeguh Baitus Subhan

Baitur Rahim

At-Taufiq

Nurul Khilafat

Wanasigra Al-Fadhal

Al- Mubarok

-

Sukasari Al-Falah Al-Aqsha

Al-Ikhlas

Nurul Ihsan

Cigunung Tilu Al-Ihsan Khusnul Jamaah

Ar-Rasyid

Ciomas - Al-Barakah

Mahbatul Anwar

Sumber: Hasil Wawancara September 2018

Page 34: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

24

E. Sosial Budaya

Kondisi sosial masyarakat Desa Tenjowaringin memegang teguh pada

adat istiadat daerah dengan ciri-ciri budaya Sunda yang terlihat masih kental

seperti gotong royong, kesopanan dan budaya-budaya luhur lainnya. Kondisi

sosial inilah yang selalu dijadikan dasar dan modal dalam melakukan setiap

proses pembangunan yang senantiasa dijaga, dipelihara dan dikembangan.

Pada Periode 1910-1924 selama 14 tahun, Bapak Mamak Lurah

Sumajibja di bawah kendali penjajah Belanda, beliau dalam memimpin Desa

Tenjowaringin mulai menata desa dengan membuat sarana-sarana sosial

umum dengan mengandalkan gotong royong. Bukti dari hasil kentalnya

budaya gotong royong, maka terbangun 3 saluran air yang besar untuk

mengairi lahan pertanian. Pada periode 1924-1946 selama 22 tahun, Bapak

Sobandi memimpin Desa Tenjowaringin dengan meneruskan kinerja dari

periode sebelumnya. Pada masa ini beliau mengembangkan sektor pertanian

padi sawah dan padi darat atau biasa disebut oleh masyarakat dengan istilah

padi huma. Kemudian di periode-periode selanjutnya gotong royong masih

tetap terjaga dan pembangunan terus dilakukan, sehingga berhasil membangun

beberapa terowongan, gedung sekolah dasar.34

Pada periode 1946-1960 Bapak Pakih melanjutkan dan memperbaiki

atas pekerjaan yang ditinggalkan oleh kepala desa sebelumnya. Kemudian

pada periode 1960-1967 yang dipimpin oleh Bapak Wiraperaja bersama

dengan masyarakat secara gotong royong meneruskan pembangunan dan

berhasil membangun beberapa terowongan, gedung sekolah tingkat SD. Pada

34

RPJMDES, Desa Tenjowaringin Tahun 2015-2021 (diambil dari rancangan kerja

pembangunan Desa Tenjowaringin tahun 2015).

Page 35: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

25

periode 1967-1978 yang dipimpin oleh Bapak H. Aca Sukarja bersama

masyarakat membangun dan menata desa secara bergotong royong.35

Pada periode 1978-1981 yang dipimpin oleh Bapak Odo Desa

Tenjowaringin mengalami pemekaran menjadi 2 desa yaitu Desa

Tenjowaringin dan Desa Kutawaringin. Kemudian pada periode 1981-1996

Bapak H. Aca Sukarja menjabat yang kedua kalinya dengan banyak

memberikan keberhasilan untuk desa, bahkan Desa Tenjowaringin

menyandang desa teladan tingkat nasional. Pada periode 1996-2001 dipimpin

oleh Bapak Ir. Muslih Nasir Ahmad mendirikan pabrik tenun sutra dan budi

daya ulat sutra dan mampu menyerap banyak tenaga kerja lokal. Periode

2001-2007 dijabat oleh Bapak Kodir dan melanjutkan pembangunan yang

ditinggalkan oleh kepada desa sebelumnya. Kemudian pada periode 2007-

2013 dipimpin oleh Bapak Ihin Solihin dan terakhir periode 2013-sekarang

dipimpin oleh Bapak Kodir untuk kedua kalinya banyak kemajuan yang

dicapai.36

35

RPJMDES, Desa Tenjowaringin Tahun 2015-2021 (diambil dari rancangan kerja

pembangunan Desa Tenjowaringin tahun 2015). 36

RPJMDES, Desa Tenjowaringin Tahun 2015-2021 (diambil dari rancangan kerja

pembangunan Desa Tenjowaringin tahun 2015).

Page 36: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

26

BAB III

AHMADIYAH DI TENJOWARINGIN

A. Sejarah Masuknya Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin

Awal masuknya Ahmadiyah ke Jawa Barat terjadi ketika M. Rahmat

Ali37

tiba di Batavia (Jakarta) pada tahun 1931 dan tinggal di daerah

Bungur.38

M. Rahmat Ali pun berusaha untuk melakukan aktivitas tabligh di

Jakarta. Cara yang beliau lakukan untuk mendekati masyarakat adalah dengan

cara menghargai budaya lokal dan menggunakan Bahasa Indonesia. Tetapi

dalam hal berpakaian M. Rahmat Ali mempunyai strategi yang khas, yaitu

mengenakan pakaian Punjabi yang biasa digunakan di India. Kekhususan

cara berpakaian ini yaitu pagri (sorban) putih untuk penutup kepala, achikrn

(jas India), dan shalwar (celana khas India). Selain itu, beliau juga

memelihara janggut dan selalu membawa tongkat ke mana pun pergi. Hal ini

membuat orang Indonesia tertarik akan menjumpainya dan berbincang-

bincang dengannya.39

Strategi yang M. Rahmat Ali terapkan ternyata menarik perhatian, ada

dua orang yang datang menghampiri ke tempat tinggalnya untuk menanyakan

beberapa hal mengenai Ahmadiyah. Pada mulanya beliau tidak langsung

tabligh tentang Ahmadiyah, tetapi beliau berusaha untuk mengadakan

37

Rahmat Ali lahir tahun 1893, merupakan lulusan pelajar generasi pertama dari

Madrasah Ahmadiyah di Qadian, kemudian pada tahun 1917 ia menjadi guru bahasa Arab dan

Agma di Ta’limul Islam High School, Qadian. Pada tahun 1924 ia dipindah ke Departemn Tabligh

(Nizarat ad-Da’wah wa at-Tabligh). Kemudian di bulan Juli 1925 sampai Mei 1950 ia bertugas

sebagai mubaligh Indonesia. (Iskandar Zulkarnain: 2011). 38

Sebelum menuju ke Batavia (Jakarta) M. Rahmat Ali pertama ke Indonesia pada tahun

1925 menuju Indonesia melalui Penang, Medan, dan Sabang-kota pelabuhan di ujung Sumatra

yang terletak di Pulau Weh. Kemudian pada tahun 1926 ia menuju Padang sampai berdirinya

Ahmadiyah pada tahun 1929 menyebar luas ke Padang Panjang, seperti Bukit Tinggi. Dua tahun

berikutnya 1931 ia pergi ke Jawa yaitu Yogyakarta. (Iskandar Zulkarnain: 2011). 39

Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 123.

Page 37: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

27

pendekatan dengan cara memberikan kursus bahasa arab di rumahnya. Cara

ini cukup berhasil untuk menarik orang mengikuti kursus yang beliau

selenggarakan. Para peserta kursus itu diikuti antara lain oleh R. Hidayat, R.

Moh. Anwar, R. Moh. Tohamihardja, Undun Abdullah, dan Soemarna (asal

dari Garut). Kemudian ada juga dari luar Jawa seperti dari Palembang dan

Manado. Dengan banyaknya orang yang datang ke rumahnya, maka beliau

memanfaatkan waktu untuk memberikan penjelasan tentang Ahmadiyah.

Akhirnya mereka merasa bahwa penjelasan dari M. Rahmat Ali sangat

menarik dan membawa mereka masuk ke dalam Ahmadiyah. Setelah kejadian

itu maka Ahmadiyah terus menyebar dari mulut ke mulut sehingga lebih

banyak orang yang mendatangi kediaman M. Rahmat Ali untuk mendapatkan

penjelasan mengenai Ahmadiyah.40

Melihat ada respon yang baik dari sebagaian masyarakat terhadap

Ahmadiyah maka M. Rahmat Ali dan para anggota Jemaat Ahmadiyah

bersepakat untuk mendirikan Jemaat Ahmadiyah pada tahun 1923 dengan

melantik Abd. Razak sebagai ketua, Simon Sirait Kohongia sebagai

sekretaris, Th. Dengah, Ahmad Jupri, dan Murdan sebagai komisaris dengan

jumlah anggota lainnya sebanyak 27 orang. Setelah berhasil mendirikan

kepengurusan Jemaat Ahmadiyah di Jakarta, M. Rahmat Ali pun berusaha

untuk menyebarkan Ahmadiyah supaya pengikut dan wilayah Ahmadiyah

semakin luas. Pada November 1932 berdirilah cabang Jemaat Ahmadiyah di

40

Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 124-125.

Page 38: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

28

Bogor dengan melantik R. Hidayat sebagai ketua, Jakaria sebagai sekretaris,

N. Madjid sebagai bendahara, dan para anggotanya sebanyak 10 orang.41

Pada akhir 1934 M. Rahmat Ali menugaskan Entoy Muhammad

Tayyib yang berasal dari Singaparna untuk melakukan pentablighan

Ahmadiyah di daerah Jawa Barat, khususnya daerah Priangan. Kota pertama

yang didatanginya ialah Tasikmalaya. Adapun usaha yang pertama dilakukan

di Tasikmalaya adalah mengadakan tabligh di gedung Sekar Putih. Hasil dari

tabligh ini yang dihadiri oleh banyak orang, maka Ahmadiyah mulai dikenal

oleh masyarakat Tasikmalaya. Selain mengadakan tabligh di gedung Sekar

Putih, beliau mengadakan tabligh mengenai Ahmadiyah kepada para

pedagang dari Tasikmalaya di Hotel Mataram, Jakarta. Para pedagang itu

sering datang ke Jakarta pada tahun 1934-1935 untuk menjual kerajinan

buatan sendiri, terutama kain kerudung. Di tempat menginap mereka sering

berbincang dan berdiskusi tentang Ahmadiyah dengan Entoy M. Tayyib.42

Cerita tentang adanya seseorang yang mengaku nabi sangat menarik

perhatian para pemuda di kampungnya. Di antara pemuda itu bernama Enggit

Syarif, ia tertarik untuk mengetahui kebenaran berita itu. Akhirnya ia mencari

kabar berita tersebut dengan mendatangi beberapa kyai Nahdatul Ulama (NU)

cabang Tasikmalaya. Tetapi para kyai itu menasihati agar jangan mendekati

Ahmadiyah. Oleh karena itu tidak merasa puas, maka ia dengan dikirim oleh

kawannya Surjah dan Endi berusaha untuk menemukan Entoy di Jakarta.

Pada akhirnya mereka bertemu dengan Entoy M. Tayyib yang sedang berada

41

Seiring dengan berkembangnya Jemaat Ahmadiyah di Jakarta dan Bogor, maka dari

beberapa orang Ahmadiyah timbul suatu gagasan untuk menerbitkan majalah bulanan agar seruan

Ahmadiyah lebih meluas. Majalah tersebut (majalah Sinar Islam) pertama kali terbit pada bulan

September 1932. (Zulkarnain: 2011). 42

Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 129.

Page 39: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

29

di Garut. Setelah beberapa kali mengadakan perbincangan dan mendapatkan

penjelasan yang memuaskan tentang Ahmadiyah, akhirnya mereka masuk

Ahmadiyah dan kembali ke Tasikmalaya untuk mendirikan Jemaat

Ahmadiyah Tasikamala. Pada awalnya E. Syarif merasa ragu karena belum

ada persiapan dan di Tasikmalaya belum ada anggota Ahmadiyah sedikitpun.

Tetapi dengan modal keberanian, Surjah membuat pamflet yang ditempelkan

di berbagai tempat, terutama di pasar dan di jalan-jalan. Pamflet itu berisi

pengumuman singkat, yaitu “Imam Mahdi sudah datang.” Dengan beredarnya

pamflet itu, masyarakat di Tasikmalaya menjadi gempar karena orang yang

setuju dan tidak setuju dengan Ahmadiyah. Salah satu usaha mereka

mewujudkan pendirian Ahmadiyah yaitu dengan cara mendirikan sebuah

komite di Indihiang pada tahun 1935.43

Selain cara tersebut, E. Syarif dan Surjah sering membawa orang-

orang supaya berjumpa dengan M. Rahmat Ali untuk bertanya dan

mendapatkan penjelasan lebih jauh tentang Ahmadiyah. salah satunya adalah

Kepala Sekolah Swasta Karang Kamulyan bernama Suryasumirat yang bai’at

masuk Ahmadiyah. Selain itu, E. Syarif berhasil mengajak temannya untuk

masuk Ahmadiyah dan mereka secara resmi menyatakan bai’at pada tahun

1939. Sejak saat ini lah aktivitas Jemaat Ahmadiyah mulai berjalan di

Sukapura, terutama pentablighan untuk mengembangkan Ahmadiyah,

mengaji al-Qur’an, shalat berjamaah, dan shalat Jum’at yang diadakan secara

bergantian di rumah-rumah para anggota jemaat. Meskipun tekanan dan

tentangan makin ramai dari masyarakat, namun Jemaat Ahmadiyah terus

43

Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 131.

Page 40: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

30

bertahan, bahkan pada tahun 1941 ada lagi beberapa orang yang melakukan

bai’at. Kemudian pada tahun tersebut keluarga E. Syarif pindah ke kota

Tasikmalaya dan mendirikan kepengurusan Ahmadiyah Cabang Tasikmalaya

pada tanggal 1 Mei 1941. Ketua cabangnya yaitu Rasli dengan jumlah

anggotanya hanya lima keluarga.44

Setelah berhasil menyebarkan Ahmadiyah di Tasikmalaya, Entoy M.

Tayyib berusaha untuk menyebarkan Ahmadiyah di kampung halamannya di

Singaparna. Setelah dari Singaparna, Ahmadiyah menyebar ke daerah lainnya

yaitu Wanasigra. Penyebaran itu terjadi pada tahun 1949 ketika seorang

penduduk Wanasigra bernama Rosyid yang pindah ke Garut akibat gangguan

gerombolan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Kartosuwiryo

berjumpa dengan Ujer. Dari hasil perbincangan itu, Rosyid tertarik dengan

Ahmadiyah yang kemudian masuk Ahmadiyah dan berhasil mempengaruhi

Agen untuk masuk Ahmadiyah dan menyebarkan Ahmadiyah ke Wanasigra.

Kemudian Rosyid terus berusaha bertabligh dengan menyebarkan Ahmadiyah

di Wanasigra, maka pada tahun 1950 terdapat 50 orang kaum wanita yang

bai’at masuk Ahmadiyah. mengingat Wanasigra berada di wilayah Kabupaten

Tasikmalaya maka Wanasigra dijadikan Anak Cabang Tasikmalaya.45

Dalam melakukan wawancara mengenai awal masuknya ke Desa

Tenjowaringin khususnya ke Wanasigra maka didapati sebelum tahun 1950

masih sangat gencar dengan DI TII, mereka mengincar para pemuka agama

yaitu M. Ejen, Rosyid, dan H. Faqih dari Desa Tenjowaringin khususnya dari

Wanasigra. Jika sudah malam hari mereka pindah ke Garut untuk mengungsi

44

Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 132. 45

Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 134-135.

Page 41: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

31

karena takut akan serbuan dari DI TII, kemudian di tempat pengungsian

mereka diberikan tabligh oleh mubaligh Ahmadiyah lulusan dari Markas

Rabwah Pakistan Maulana H. Abdul Wahid. Singkat cerita para pemuka

agama ketika pulang dari pengungsian waktu siang atau sore hari mereka

bercerita kepada masyarakat di Wanasigra bahwa dewasa ini Ahmadiyah

telah datang dengan wujud Mirza Ghulam Ahmad. Pada tahun 1951 mulai

banyak orang yang masuk Ahmadiyah sekitar puluhan sampai ratusan orang

ikut melakukan bai’at. Menurut orang tua tempo dulu ada pepatah bahwa

Ahmadiyah datang kalau tidak ke Wanaraja, mereka datang ke Wanasigra.

Masyarakat di Wanasigra setiap kali mendapatkan cerita-cerita dari pemuka

agama, mereka langsung ikut masuk Ahmadiyah dan berbai’at.46

Menurut versi lain masuknya Ahmadiyah ke Tenjowaringin yaitu

ketika bapak Rosyid melakukan bai’at di Garut oleh bapak Sadkar. Kemudian

beliau menyampaikan tentang kebenaran Ahmadiyah kepada ulama besar

Tenjowaringin yaitu bapak Ejen sekitar tahun 1951-1953. Kemudian dari

sinilah bapak Ejen melakukan tabligh kepada masyarakat. Orang-orang

tertarik untuk masuk Ahmadiyah karena mereka mengerti terhadap ajarannya

dan perilaku orangnya. Adapun ajaran-ajaran Ahmadiyah tertera dalam 10

syarat bai’at di antaranya:

46

Wawancara dengan Lili Suwarli, Desa Tenjowaringin, 06 Mei 2018.

Page 42: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

32

Gambar 3

Syarat-syarat Bai’at

Sumber: Hasil Dokumentasi Penulis

a. Orang yang bai’at, berjanji dengan hati jujur bahwa di masa yang akan

mendatang sampai masuk ke dalam kubur, akan senantiasa menjauhi

syirik.

b. Akan senantiasa menghindari diri dari dusta, zina, pandangan birahi,

perbuatan fasiq, kejahatan, aniaya, khianat, hura-hara, pemberontakan,

serta tidak akan dikalahkan oleh gejolak-gejolak hawa nafsu tatkala

bergejolak, meskipun sangat hebat dorongan yang timbul.

c. Akan senantiasa mendirikan shalat lima waktu tanpa putus, sesuai

perintah Allah dan Rasul-Nya. dan sedapat mungkin akan berusaha

dawam mengerjakan shalat Tahajjud, mengirimkan shalawat kepada

Nabi KarimNya, shallallaahu’alaihi wasallam, dan setiap hari memohon

ampunan atas dosa-dosanya serta melakukan istigfar, dan dengan hati

yang penuh kecintaan mengingat kebaikan-kebaikan Allah Ta’ala, lalu

menjadikan pujian serta sanjungan terhadap-Nya sebagai ucapan

wiridnya setiap hari.

Page 43: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

33

d. Tidak akan mendatangkan kesushahan apa pun yang tidak pada

tempatnya- karena gejolak-gejolak nafsunya terhadap makhluk Allah

umumnya dan kaum Muslimin khususnya, melalui lidah, tangan,atau

melalui cara lainnya.

e. Dalam segala keadaan sedih dan gembira, suka duka, nikmat dan

musibah akan tetap setia kepada Allah Ta’ala. Dan dalam setiap kondisi

akan rela atas putusan Allah. Dan akan senantiasa siap menanggung

segala kehinaan serta kepedihan di jalan-Nya. dan tidak akan

memalingkan wajahnya dari Allah Ta’ala ketika ditimpa suatu musibah

melainkan akan terus melangkah maju.

f. Akan berhenti dari adat kebiasaan buruk dan dari menuruti hawa nafsu.

Dan akan menjunjung tinggi perintah Alquran Suci di atas dirinya. Dan

menjadikan firman Allah dan sabda Rasul-Nya sebagai pedoman dalam

setiap langkahnya.

g. Akan meninggalkan takabur dan kesombongan sepenuhnya. Dan akan

menjalani hidup dengan merendahkan diri, dengan kerendahan hati, budi

pekerti yang baik, lemah lembut, dan sederhana.

h. Agama dan kehormatan agama serta solidaritas Islam akan dianggap

lebih mulia daripada nyawanya, hartanya, kehormatan dirinya, anak

keturunannya, dan dari segala yang dicintainya.

i. Semata-mata demi Allah, senantiasa sibuk dalam solidaritas terhadap

makhluk Allah umumnya, dan dengan kekuatan-kekuatan serta nikmat-

nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepadnya, sedpat mungkin akan

mendatangkan manfaat bagi umat manusia.

Page 44: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

34

j. Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini, semata-mata demi

Allah dengan ikrar taat dalam hal ma’ruf dan akan senantiasa berdiri

teguh di atasnya sampai akhir hayat. Tali persaudaraan ini begitu tinggi

derajatnya sehingga tidak akan diperoleh bandingannya dalam ikatan

persaudaraan maupun hubungan-hubungan duniawi atau dalam segala

bentuk pengkhidmatan/penghambaan. 47

Gambar 4

Tujuan Bai’at

Sumber: Hasil Dokumentasi Penulis

Ajaran yang tertera dalam 10 syarat bai’at menunjukkan bahwa tidak

ada perbedaan ajaran yang signifikan antara Ahmadiyah dengan Non

Ahmadiyah (Ahlu Sunnah Wal Jama’ah) sehingga ketika Ahmadiyah masuk

ke Desa Tenjowaringin, maka masyarakat menerima bahkan ikut gabung dan

berbai’at untuk masuk Jemaat Ahmadiyah.

Pengakuan dari masyarakat yang masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah

di Tenjowaringin mengaku bahwa awal ketertarikannya setelah mereka

47

Wawancara dengan Muslim Hidayat, Desa Tenjowaringin, 05 Mei 2018.

Page 45: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

35

melihat ajaran Ahmadiyah dan melihat kegiatan sehari-hari dari orang

Ahmadiyah.48

Ahmadiyah masuk ke Tenjowaringin khususnya ke Kampung

Sukasari Desa Tenjowaringin sekitar tahun 1953, di mana pada waktu itu

masih sangat terbelakang, dibawa oleh tokoh agama yang cukup populer di

masyarakat yaitu Pak Ejen. Pak Ejen sendiri dalam penyebaran ideologi

Ahmadiyah dengan mengajarkan kepada masyaraktnya dalam hal shalat,

ngaji, dan lain sebagainya. Salah satu cara yang dilakukan Pak Ejen adalah

mengingat pada zaman dahulu masih kental amanat-amanat leluhur dengan

pepatah bahwa di akhir zaman akan ada yang disebut Imam Mahdi yang

ditunggu-tunggu kini telah datang maka kami (Jemaat Ahmadiyah)

mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai juru selamat,

mempercayai sebagai Nabi Buruzi (nabi yang tidak membawa syari’at).49

بكم شيء ٱنههوكان ن ٱننبيوخاتم ٱنههمن رجانكم ونكن رسول كان محمد أبا أحد ما

٠٤ا عهيم

Artinya: “Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu,

tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha

Mengetahui segala sesuatu.”50

Sebagian orang menyangka bahwa Jemaat Ahmadiyah tidak percaya

kepada Nabi Muhammad SAW sebagai khataman nabiyyin. Prasangka itu

tidak benar dan tidak berdasar sama sekali. Jemaat Ahmadiyah beriman bahwa

48

Wawancara dengan Muslim Hidayat, Desa Tenjowringin, 05 Mei 2018. 49

Wawancara dengan Munawarman, Desa Tenjowringin, 05 Mei 2018. 50

Al-Hikmah, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: Diponegoro, 2011), h. 423.

Page 46: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

36

Nabi Muhammad SAW itu memang benar khataman nabiyyin dan siapa yang

ingkar kepadanya berarti tidak diragukan lagi bahwa dia itu seorang kafir.51

Perbedaan antara Ahmadiyah dan non Ahmadiyah terletak dalam surat

Al-Ahzab ayat 40 tersebut. Dalam ayat itu terdapat kata khataman nabiyyin,

kaum muslimin pada umumnya menyatakan bahwa ayat tersebut mengandung

arti “tidak akan ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW.” Namun bagi Jemaat

Ahmadiyah ayat tersebut bukan berarti “penutup nabi-nabi” melainkan bahwa

Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang termulia di antara semua nabi.

Khataman tidak selalu mempunyai arti “penutup” tetapi boleh juga diartikan

yang termulia atau memiliki derajat yang paling tinggi.52

Seperti keterangan di atas bahwa Jemaat Ahmadiyah Indonesia

mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi Buruzi (nabi yang

tidak membawa syari’at/nabi bayangan) dan menjadi Imam Mahdi yang

dtunggu-tunggu. Kenyataan inilah yang menjadi salah satu faktor masyarakat

Tenjowaringin terbuka untuk menerima ajaran Ahmadiyah.

B. Perkembangan Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin

Perkembangan Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin khususnya di

Wanasigra mulai pada tahun 1951 setelah M. Ejen, Rosyid, dan H. Faqih

mendapatkan cerita-cerita mengenai Ahmadiyah, sebulan sekali atau bahkan

setiap minggu beliau pulang ke Wanasigra untuk menyebarkan dakwahnya

mengenai Ahmadiyah. Ahmadiyah semakin berkembang karena menurut

cerita, para pemuka agama melakukan itu sebagai salah satu usaha manusia

dan adanya wahyu kepada pendiri Jemaat Ahmadiyah bahwa “tabligh engkau

51

Abdul Rozzaq, Muhammad SAW Khatamun Nabiyyin: Tidak Ada Nabi Sesudah beliau

(Bogor: Jemaat Ahmadiyah Indonesia: 2008), h. 4. 52

Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 88.

Page 47: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

37

akan disampaikan kepada seluruh penjuru dunia.” Ahmadiyah sendiri

memiliki misi hanya untuk menyampaikan, karena dalam beragama tidak ada

paksaan di dalamnya. Ahmadiyah semakin berkembang karena orang-orang

ketika masuk Ahmadiyah bukan karena dia kalah dalil, kalah debat dan lain-

lain, tetapi mereka masuk Ahmadiyah karena melihat keseharian Ahmadiyah

yang memiliki akhlak yang terbaik dan mencontoh akhlak Rasulullah Saw,

jadi orang-orang sangat tertarik untuk masuk Ahmadiyah karena melakukan

tabligh pada dewasa ini bukan dengan kekerasan, paksaan, pakai senjata

seperti pedang, ataupun dengan iming-iming uang, pakaian dan sebagainya.53

Perkembangan Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin khususnya di

Wanasigra cukup pesat karena banyak orang-orang yang berminat menjadi

anggota Ahmadiyah, maka pada tahun 1952 Wanasigra menjadi Cabang

Jemaat Ahmadiyah Wanasigra. Hasil tabligh dari para mubaligh Ahmadiyah

pada masa selanjutnya sangat berhasil, di mana 90 persen dari jumlah

penduduknya sekitar 2.000 orang adalah pengikut Ahmadiyah.54

Menurut

versi lain hasil wawancara yang berkaitan dengan perkembangan Ahmadiyah

di Desa Tenjowaringin sendiri cukup pesat, di mana penduduknya sekitar 85

persen berkeyakinan sebagai Ahmadiyah dengan melakukan proses tabligh.55

Kemudian Ahmadiyah bisa berkembang dengan cepat karena para

mubaligh Ahmadiyah berhasil menarik tokoh-tokoh agama di Tenjowaringin

termasuk kepala desa masuk Ahmadiyah. beberapa kepala desa pada periode

merupakan mantan pengurus Ahmadiyah sehingga ketika menjabat mereka

turut melakukan upaya tabligh mengajar warga masuk Ahmadiyah. Pada

53

Wawancara dengan Lili Suwarli, Desa Tenjowaringin, 06 Mei 2018. 54

Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 134-135. 55

Wawancara dengan Munawarman, Desa Tenjowringin, 05 Mei 2018.

Page 48: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

38

masa itu penyebaran Ahmadiyah di Tenjowaringin sangat memiliki peluang

yang besar untuk menyebarkan ajarannya. Sekalipun MUI telah

mengeluarkan fatwa pada tahun 1985 yang menyatakan Ahmadiyah sesat,

namun hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi Ahmadiyah untuk

memperkuat cengkramannya di Tenjowaringin.56

Perkembangan Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin sangat pesat salah

satu faktornya adalah ketika seseorang menikah dan memiliki anak maka

anaknya akan masuk Ahmadiyah. Adapun penduduk Desa Tenjowaringin

mayoritas orang asli, namun ada beberapa pendatang yang masuk Ahmadiyah

di Desa Tenjowaringin karena melihat ajaran dan mengikuti kegitan sehari-

hari. Misal ada orang yang bai’at berasal dari Rancaekek Bandung yaitu

Bapak Udih, ketika dia menghabiskan waktu di Bandung jika disuruh shalat

sama saudaranya sering menolak dan tidak melaksanakan. Tetapi ketika dia

ke Tenjowaringin dan melihat kegiatan serta memahami ajaran Ahmadiyah

akhirnya dia tertarik dan semakin rajin dalam hal beribadah.57

Perkembangan Ahmadiyah dewasa ini bisa dilihat dalam bidang

pendidikan, di mana usahanya dalam bidang pendidikan meliputi dua macam

sekolah, yaitu sekolah agama dan sekolah umum. Pendidikan yang berbentuk

sekolah agama terdiri atas tiga tingkatan madrasah, yakni Madrasah Diniyah

Awaliyah (tingkat dasar), Madrasah Diniyah Wustho (tingkat menengah), dan

Jami’ah (akademi). Sedangkan pendidikan berbentuk sekolah umum hanya

berupa taman kanak-kanak (TK).58

56

Uwes Fatoni, “Respon Da’i terhadp Gerakan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di

Tenjowaringin Tasikmalaya,” Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 1, 2014, h. 56. 57

Wawancara dengan Muslim Hidayat, Desa Tenjowringin, 05 Mei 2018. 58

Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, h. 285.

Page 49: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

39

Gambar 5

Madrasah Diniyah Jemaat Ahmadiyah

Sumber: Hasil Dokumentasi Penulis

Pada tahun 1988 telah dibangun TK Siti Khadijah di daerah

Wanasigra, Tenjowaringin, Tasikmalaya dengan jumlah murid 55 orang dan

tiga orang guru. Tujuannya sama saja pada umumnya dengan Taman

Pendidikan Kanak-kanak yang dibangun oleh organisasi lain, yaitu tempat

bermain sambil belajar. Kemudian Madrasah Diniyah Wustho dan Diniyah

Ulya masing-masing berjumlah satu. Sebelumnya sekolah tersebut

merupakan sekolah agama yang dibangun oleh M. Edjen pada tahun 1980.

Tujuannya untuk membimbing keagamaan bagi anak-anak dari anggota

Jemaat Ahmadiyah yang ada di Wanasigra dan sekitarnya. Di mana mata

pelajarannya berupa shalat, membaca al-Qur’an, dan ideologi Ahmadiyah.

tempat yang dijadikan sebagai belajarnya di Masjid Al-Fadhal Wanasigra59

59

Sofianto, Tinjauan Krisis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 221.

Page 50: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

40

Gambar 6

Masjid Alfadhal Wanasigra

Sumber: Hasil Dokumentasi Penulis

Melihat perkembangan dalam bidang pendidikan di Desa

Tenjowaringin ini ada beberapa sekolah yakni Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD) tepatnya berada di Kampung Sukasari, SMP PGRI dan SMA Plus

Al-Wahid tepatnya berada di Kampung Wanasigra berkembang dengan baik,

dan sampai sekarang justru malah semakin berkembang. Bukan hanya dari

Jemaat Ahmadiyah saja yang belajar di sekolah-sekolah tersebut, melainkan

dari pihak non Ahmadiyah yang berada di sekitar Desa Tenjowaringin.

Sekolah Menengah Umum jemaat Ahmdiyah yang bernama SMA

Plus Al-Wahid didirikan pada 26 Juli 2000. Jumlah pelajar yang diterima

pada waktu itu awalnya sekitar 35 orang untuk satu kelas. Sebagian besar

pelajar berasal dari anak-anak anggota Jemaat Ahmadiyah sekitar Wanasigra,

Garut, dan Tasikmalaya. Setelah beberapa tahun para pelajar datang dari luar

pulau Jawa, ada dari Sumatera, Maluku, Lombok, dan Alor.60

60

Sofianto, Tinjauan Krisis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 224-225.

Page 51: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

41

Gambar 7

Sekolah Jemaat Ahmadiyah

Sumber: Hasil Dokumentasi Penulis

C. Eksistensi Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin

Eksistensi berkaitan dengan strategi atau cara bertahan para penganut

Ahmadiyah dalam menghadapi tekanan yang luar biasa. Konsep pertahanan

diri tersebut sesuatu yang penting untuk melihat bagaimana proses sosial

yang terjalin antara Jemaat Ahmadiyah dengan sesama anggotanya atau

bahkan Ahmadiyah dengan non Ahmadiyah.61

Jika melihat arti dari eksistensi seperti itu, maka sebenarnya

bagaimana Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin setelah menghadapi serangan-

serangan atau konflik seperti adanya pengrusakan masjid, rumah, sekolah

dengan lemparan-lemparan batu yang menyebabkan kaca-kaca pecah tidak

dapat dipungkiri menyisakan trauma yang cukup dalam, tetapi tidak

menjadikan Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin menjauh dan pindah ke

tempat lain, atau bahkan menjadi pindah keyakinan karena adanya tekanan

dari luar.

61

Pranita Ikhtiyarini, Eksistensi Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Yogyakarta Pasca

SKB 3 Menteri Tahun 2008 tentang Ahmadiyah (Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, 2012), h. 11.

Page 52: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

42

Munculnya kasus kekerasan atas nama agama yang menodai

perdamaian sebenarnya tidaklah terjadi secara serta merta atau muncul secara

tiba-tiba. Persoalan-persoalan kecil yang berkaitan dengan keagamaan atau

masalah politik yang tidak terselesaikan kemudian mengakumulasi menjadi

persoalan besar dan ruwet. Akhirnya sulit diurai sehingga terjadilah

disharmoni dalam kehidupan sosial keagamaan maupun sosial politik.62

Kemauan politik pemerintah dalam menerbitkan banyak peraturan

yang mengatur kehidupan beragama yang bertujuan untuk menumbuhkan

sikap hidup beragama yang harmonis dan saling hormat menghormati.

Namun demikian kemauan positif pemerintah itu tidak selalu mampu

menumbuhkan kerukunan dalam kehidupan keagamaan masyarakat. Berbagai

kasus penodaan agama dan konflik masih saja terjadi. Seperti kasus Surga

Adn, Millah Ibrahim, Ahmadiyah Cikeusik, Ahmadiyah Kuningan,

Tasikmalaya, dan kekerasan atas nama agama lainnya yang terus

bermunculan.63

Salah satu upaya pemerintah yaitu dengan mengeluarkan Surat

Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri pada tahun 2008 mengenai peringatan

dan perintah kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat

Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan warga masyarakat. Memutuskan dan

menetapkan:

62

Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin, “Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-

Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) Jawa Tengah,” dalam Nuhrison M. Nuh, Ed., Respon

Masyarakat terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia (Jakarta: Badan

Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012), Cet. I, h. 42. 63

Wakhid Sugiyarto dan Zaenal Abidin, “Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir Al-

Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) Jawa Tengah,” h. 42.

Page 53: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

43

KESATU : Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga

masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau

mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang

suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan

keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu

yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

KEDUA : Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut,

anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia

(JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan

penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari

pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang

mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi

Muhammad Saw.

KETIGA : Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat

Ahmadiyah Indoseia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan

dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan

Diktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan, termasuk orgnaisasi dan badan

hukumnya.

KEEMPAT : Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga

masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat

beragama serta ketentraman dan ketertiban kehidupan

bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau

Page 54: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

44

tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau

anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).

KELIMA : Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan

perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan

Diktum KEEMPAT dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

KEENAM : Memerintahkan kepada aparat pemerintah dan pemerintah daerah

untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka

pengamanan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama

ini.

KETUJUH : Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.64

Peraturan SKB 3 Menteri dikeluarkan untuk meredam konflik yang

sering terjadi, salah satu caranya dengan mengeluarkan fatwa untuk tidak

menyebarkan ajaran agama kepada non Ahmadiyah dan kepada non

Ahmadiyah untuk tidak melakukan penyerang-penyerangan terhadap

Ahmadiyah

Fakta yang terjadi setelah adanya kebijakan pemerintah dalam

Peraturan Bersama Tiga Mentri (SKB 3 Mentri). Kemudian turun lagi

regulasi yang dibuat oleh gubernur untuk larangan kegiatan. Kemudian turun

lagi peraturan daerah untuk pelarangan kegiatan dan sebagainya. Semua

peraturan-peraturan tersebut dianggap oleh masyarakat non Ahmadiyah

seolah-olah menghalalkan untuk mendiskriminasi kelompok Ahmadiyah.65

64

Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri dalam Negeri Republik

Indonesia, No. 3 Tahun 2008. 65

Wawancara dengan Munawarman, Desa Tenjowaringin, 05 Mei 2018.

Page 55: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

45

Hasil dari semua kebijakan tersebut membuat masyarakat menjadi

lebih intoleran, pasca 2013 sempat ada gesekan akibat dampak dari beberapa

kebijakan pemerintah di tingkat pusat. Misal pada tahun 2013 sendiri

kelompok Ahmadiyah di Wanasigra diserang dan menyebabkan adanya

kerusakan masjid, rumah, sekolah, dan sebagainya. Kejadian ini tentu

menyisakan trauma yang sangat besar, karena kajadian ini merupakan

dampak dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang

seolah-olah mendiskriminasi kelompok Ahmadiyah.66

.

Tasikmalaya dijuluki sebagai kota santri dengan ciri khasnya untuk

mengurangi permasalahan daerahnya. Tasikmalaya memiliki budaya yang

sangat kental dengan penghormatan kepada para ulama/kyai serta adanya

peran aktif aktor-aktor yang peduli terhadap konflik sehingga konflik tersebut

dapat segera diredam.67

Masyarakat di Desa Tenjowaringin adalah masyarakat yang guyub

rukun, saling menghargai untuk hidup masing-masing dalam masalah ibadah.

Seperti paparan salah satu informan yang menyebutkan bahwa:

“Meskipun telah ada penyerangan/bentrokan yang terjadi di Desa

Tenjowaringin, tetapi karena masyarakat Desa Tenjowaringin guyub rukun,

maka kami butuh mereka dan mereka butuh kami maka keadaan pulih

kembali. Mereka dengan asik dengan kegiatan mereka dan kami pun asik

dengan kegiatan kami.”68

Sekitar tahun 2013 akhir sampai 2015 ke Tenjowaringin juga sempat

ada ulama (kalangan FPI) dari luar kota yang kontra terhadap Ahmadiyah

datang untuk berceramah dan menebar kebencian. Misalkan ujaran untuk

66

Wawancara dengan Munawarman, Desa Tenjowaringin, 05 Mei 2018. 67

Nadia Wasta Utami, “Upaya Komunikasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)

dalam Resolusi Konflik Ahmadiyah,” Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, h. 62. 68

Wawancara dengan Munawarman, Desa Tenjowringin, 05 Mei 2018.

Page 56: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

46

tidak bekerja dengan Ahmadiyah “kita tidak butuh terhadap Ahmadiyah”.

Tetapi pada akhirnya itu hanya ujaran-ujaran mereka (ulama luar kota) saja,

setelah dua atau beberapa hari kemudian mereka pulang dan tidak berdampak

bagi masyarakat untuk tetap ada hubungan yang baik.69

Setelah turun SKB 3 Menteri, maka turun lagi regulasi pemerintah

yang dimuat dalam Surat Edaran Bersama Sekretaris Jendral Departemen

Agama, Jaksa Agung Muda Intelejen, dan Direktur Jendral Kesatuan Bangsa

dan Politik Departemen Dalam Negeri. Surat edaran ini dikeluarkan untuk

menindaklanjuti SKB 3 Menteri minta agar saudara melakukan sosialisasi,

pembinaan, pengamanan, pengawasan, koordinasi, dan pelporan. Di mana

SKB 3 Menteri bukanlah intervensi pemerintah terhadap keyakinan

seseorang, melainkan upaya pemerintah sesuai kewenangan yang diatur oleh

undang-undang untuk menjaga dan memupuk ketentraman beragama,

ketertiban kehidupan bermasyarakat.70

Surat Edara Bersama berisi mengenai sosialisasi kepada penganut,

anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)

untuk tidak melakukan usaha, upaya, kegiatan atau perbuatan penyebaran

kepada orang lain. Kemudian sosialisasi terhadap warga masyarakat untuk

menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketentraman dan

ketertiban kehidupan masyarakat dengan tidak melakukan perbuatan melawan

hukup terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Surat Edaran Bersama memuat

juga mengenai pembinaan bagi pemerintah daerah dan pemerintah.

69

Wawancara dengan Munawarman, Desa Tenjowringin, 05 Mei 2018. 70

Surat Edaran Bersama Sekretaris Jendral Departemen Agama, Jaksa Agung Muda

Intelejen, dan Direktur Jendral Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri, Agustus

2008.

Page 57: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

47

Pemerintah daerah diminta secara proaktif mengadakan pertemuan dengan

Jemaat Ahmadiyah dan warga masyarakat untuk melakukan pembinaan-

pembinaan dalam rangka mewujudkan kerukunan dan persatuan nasional.

Kemudia pemerintah diarahkan untuk memantapkan kesadaran kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta menjamin persatuan dan

kesatuan nasional. Dalam surat edaran ini memuat arahan untuk

melaksanakan pengamanan dan pengawasan terhadap ketaatan Jemaat

Ahmadiyah dan warga masyarakat dalam melaksanakan SKB, pemerintah

melakukan monitoring, evaluasi, dan supervisi atas pengamanan dan

pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah serta koordinasi dan

pelaporan.71

Tantangan dari masyarakat luar terhadap Ahmadiyah tidak akan

pernah ada habisnya sampai hari kiamat. Hal tersebut merupakan sunnah

nabi. Menurut Rasulullah Saw, beliau pernah mengalami hal seperti itu ketika

beliau mendapat wahyu dari Allah SWT dan menyebarkan kepada

masyarakat maka mulai gencar penyerangan-penyerangan yang terjadi pada

masa itu. Terhadap Ahmadiyah pun sama seperti itu, ketika Ahmadiyah

datang dan menyebarkan ajarannya banyak masyarakat yang benci dan tidak

menerima sama sekali. Tetapi Ahmadiyah sudah tidak merasa aneh lagi kalau

ada orang yang menghina, menyalahkan, dan mengkafirkan mereka, karena

mereka sendiri beranggapan bahwa penentangan pasti ada dan itu merupakan

salah satu jalan seperti Rasulullah Saw.72

71

urat Edaran Bersama Sekretaris Jendral Departemen Agama, Jaksa Agung Muda

Intelejen, dan Direktur Jendral Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri, Agustus

2008. 72

Wawancara dengan Lili Suwarli, Desa Tenjowringin, 06 Mei 2018.

Page 58: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

48

Salah satu bentuk eksistensi dari Ahmadiyah dari dulu sampai

sekarang dan seterusnya mereka sudah mempunyai keyakinan bahwa khalifah

mereka sudah datang, berbeda dengan non Ahmadiyah yang mereka ingin

mendirikan khalifah tetapi tidak pernah ada sampai saat ini. Khalifah yang

ada di Ahmadiyah bukan secara langsung mereka yang memilih, tetapi

khalifah asal mulanya harus ada nabi yang diutus. Seperti Mirza Ghulam

Ahmad sendiri beliau sebagai nabi buruzi yaitu nabi yang tidak membawa

syari’at. Nabi yang membawa syari’at yaitu Nabi Muhammad Saw setelah

wafat ada Khulafaur Rosyidin, begitu juga di Ahmadiyah setelah wafatnya

nabi buruzi yaitu Mirza Ghulam Ahmad ada khalifah yang sampai sekarang

sudah khalifah yang ke lima.73

Eksistensi Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin untuk sampai saat ini

tidak akan sepenuhnya benar-benar bebas dari ancaman dan tekanan, karena

tidak dapat dipungkiri masyarakat meskipun menerima baik dalam hubungan

sosial, tetapi dalam hal aqidah ada yang berbeda sehingga masih ada saja

masyarakat di manapun yang kontra terhadap Ahmadiyah.

Maka salah satu cara untuk bertahan dan tetap eksis hingga saat ini

adalah dengan adanya kekuatan organisasi yang terstruktur dan mengatur

semua kegiatan. Ahmadiyah sendiri merupakan organisasi secara

internasional di berbagai belahan dunia, maka organisasi di Tenjowaringin

merupakan cabang-cabangnya.

Eksistensi Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin salah satunya di cabang

Sukasari dalam seluruh aspek kehiudupan ada yang mengatur dan mengelola

73

Wawancara dengan Lili Suwarli, Desa Tenjowringin, 06 Mei 2018.

Page 59: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

49

sehingga para anggota Ahmadiyah semakain kuat dan solid. Berikut struktur

kepengurusan Ahmadiyah di Cabang Sukasari, Tenjowaringin:

Ketua: Muslim Hidayat

Sekretaris Umum: Munawarman

Tarbiyat dan Ta’lim (Pengajaran): Wawan Setiawan dan Ihin Solihin

Tabhlig (Penyampaian): Maman Abdurahman

Ristanata (pernikahan): Solih Hidayat

Mal (Keuangan): Ade Yaya

Amin (Memberikan Uang): Ade Natsir

Muhasib (Penghitungan Uang): Yadi Mujafar

Mal Tambahan (Pengorbanan): Ade Uha

Jayyidan (Mengurus Kekayaan Jemaat): Atik Sutisno

Tahrik Jadid dan Waqfi Jadid (perjanjian tahunan keuangan): Nanang Natisr

Ahmad

Ta’limul Quran (Pengajaran al-Qur’an): Ao Supriadi

Audio Video (Mengatur Muslim Televisi Ahmadiyah Internasional): Faruq

Sanat wa tijarot (Perdagangan): Absor

Jiroat (Pertanian): Syarif

Diapat (Menerima Tamu): Munir

Audit (KPK): Oing

Umur Khorojiah (Relasi Pemerintah): Muksin

Umur Amah (Bidang Sosial): Soleh Abdul Ghafur

Waqaf (Pewakafan Mubaligh): Udi Nurdin.74

74

Wawancara dengan Munawarman, Desa Tenjowringin, 05 Mei 2018.

Page 60: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

50

BAB IV

POLA RELASI SOSIAL ANTARA AHMADIYAH DENGAN NON

AHMADIYAH DI TENJOWARINGIN

A. Relasi Sosial Ahmadiyah dengan Non Ahmadiyah di Tenjowaringin

Relasi sosial atau disebut juga hubungan sosial dipergunakan untuk

menggambarkan suatu keadaan dua orang atau lebih yang terlibat dalam suatu

proses perilaku. Proses perilaku tersebut terjadi berdasarkan tingkah laku para

pihak yang masing-masing memperhitungkan perilaku pihak lain dengan cara

mengandung arti bagi masing-masing. Dengan demikian maka kriterium

menuntut adanya perilaku masing-masing pihak yang dihubunginya. Isinya

mungkin berupa konflik, sikap bermusuhan, daya tarik seksual, persahabatan,

kepercayaan, dan lain sebagainya. Di pihak lain isinya kemungkinan

menyangkut pemenuhan suatu kebutuhan, pengelakan terhadap suatu

kewajiban, ketegasan agar mentaati perjanjian, dan sebagainya.75

Hubungan sosial merupakan proses dari keserasian sosial yang

bersifat mutualis dan berkelanjutan. Keserasian sosial adalah proses

kehidupan bersama manusia yang mencerminkan adanya sikap dan perilaku

harmonis yang meliputi; rukun, tepo saliro, akrab, saling menghormati,

kesatuan dan keseimbangan, tanggung jawab, saling kebergantungan

fungsional, tidak terjadi dominasi eksploitasi, pertukaran yang saling

menguntungkan, saling pengertian, dan adanya kesamaan pandangan.76

75

Soejono Soekanto, Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2011), Cet. 3, h. 45. 76

Bambang Rustanto, Masyarakat Multikultural di Indonesia (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2015), Cet. I, h. 73.

Page 61: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

51

Hubungan sosial harus dilandasi oleh saling percaya dan kesepakatan

bersama untuk hidup berdampingan secara damai, menjamin terhindarnya

masalah baru antara korban bencana sosial dan komunitas, terselesaikan

berbagai masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama dan

memantapkan sistem kerukunan dan perdamaian sosial yang abadi di

lingkungan masyarakat.77

Salah satu bentuk dalam hubungan sosial yaitu adanya proses sosial

asimilasi yang ditandai dengan adanya upaya-upaya mengurangi perbedaan-

perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau antarkelompok sosial

yang diikuti pula usaha-usaha untuk mencapai kesatuan tindakan, sikap, dan

proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan bersama. Salah

satu faktor untuk terbentuknya asimilasi adalah sikap toleransi.78

Hubungan sosial menciptakan kehidupan yang harmonis, rukun, dan

damai dalam sebuah masyarakat sekalipun berbeda suku, budaya, ataupun

agama. Berikut beberapa contoh adanya hubungan sosial yang baik dalam

kelompok masyarakat yang berbeda keyakinan dan kepercayaan yang

mendasar, di antaranya:

77

Rustanto, Masyarakat Multikultural di Indonesia, h. 73. 78

Konsep toleransi dalam kehidupan beragama, sebagai berikut: Pertama, menghargai

keberadaan religi yang diperluk oleh masyarakat tertentu diwujudkan dengan: a) dapat

melaksanakan ritus peribadatan dengan baik, b) dapat merayakan hari-hari besar agama secara

aman, c) dapat menjalankan tradisi yang didasarkan pada religi dengan baik tanpa ada campur

tangan pihak lain. Kedua, tidak mengganggu kehidupan pemeluk dari religi lain. Ketiga,

antarpemeluk religi dapat saling membantu apabila diperlukan, sejauh tidak bertentangan dengan

ajaran masing-masing. (Mukhlis paEni, Ed: 2009)

Page 62: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

52

1. Kekerabatan

Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu berinteraksi79

dengan

sesamanya karena untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan yang dikehendaki

bergantung bantuan dari orang lain, jelasnya manusia tidak bisa hidup sendiri

tanpa adanya hubungan dengan orang lain di sekitarnya.

Kekerabatan bisa terjalin jika proses interaksi diaplikasikan. Salah

satu proses interaksi adalah kerja sama, beberapa sosiolog menganggap

bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Kerja sama

yaitu sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok

manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk dan pola-

pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia, seperti

kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-

kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan.80

Hubungan sosial yang sangat erat dan akrab biasanya terjadi karena

adanya hubungan darah atau bisa disebut keluarga di mana masih ada

hubungan kekerabatan yang sangat dekat, misal saudara istri seorang non

Ahmadiyah yang istrinya itu memiliki keluarga yang Ahmadiyah.81

Pola relasi sosial yang dibangun antara Ahmadiyah dan non

Ahmadiyah dengan mereka menjalin persahabatan yang baik. Karena tidak

dapat dipungkiri khususnya bagi anak muda yang senang bergaul pasti

memiliki kedekatan yang luar biasa.

79

Menurut Soerjono Soekanto (1990) mengutip dalam buku Masyarakat Multikultur di

Indonesia, Interaksi sosial yaitu “hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut

hubungan antar orang perorangan antara kelompok-kelompok manusia maupun antara orang

perseorang dengan kelompok manusia.” (Bambang Rustanto: 2015). 80

Soejono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 65. 81

Wawancara dengan Kostaman, Desa Tenjowaringin, 07 Mei 2018.

Page 63: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

53

Misal adanya informasi bahwa dalam bidang olahraga seperti pencak

silat, badminton, dan voli antar masyarakat baik itu Ahmadiyah maupun non

Ahmadiyah mengadakan kompetisi bersama.82

2. Kegiatan Keagamaan

Dalam masyarakat beragama seperti Indonesia ini hidup dengan

berbagai keagamaan dan tradisi-tradisi yang perlu dibina dan dikembangkan

dengan penuh kebijaksanaan agar kegiatan ritual keagamaan sekaligus

mempunyai arti bagi pembangunan bangsa, negara, dan agama. Membangun

kehidupan agama berarti mendinamisasikan dan menfungsikan perwujudan-

perwujudan sosial kultur agama tersebut. Agama yang mengajarkan tentang

cinta kasih hendaknya tercermin dalam kehidupan umat beragama yang saling

cinta mencintai antar sesamanya dan melahirkan kemanusiaan yang murni

dan tulus untuk saling membantu.83

Relasi yang dibangun di Desa Tenjowaringin khususnya Wanasigra

sangat baik, dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan. Hal

ini bisa dilihat contoh hubungan yang mereka bangun seperti ketika shalat

Jum’at orang non Ahmadiyah ikut bersama Ahmadiyah, kemudian hari besar

Islam seperti Maulid Nabi dari non Ahmadiyah mengundang Ahmadiyah

untuk menghadiri. Dan sebaliknya ketika ada acara hari besar di Ahmadiyah

seperti Hari Khilafat, Hari Masih Mau’ud mereka mengundang non

Ahmadiyah untuk menghadiri.84

Relasi lain yang dibangun antara Ahmadiyah

82

Wawancara dengan Ana, Desa Tenjowaringin, 06 Mei 2018. 83

Alamsjah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama (Jakarta:

Departemen Agama RI, 1982), h. 41. 84

Wawancara dengan Lili Suwarli, Desa Tenjowringin, 06 Mei 2018.

Page 64: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

54

dan non Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin ketika ada mukhotiban orang non

Ahmadiyah diundang dan begitupun sebaliknya.85

Relasi harus tetap dibangun dalam kehidupan masyarakat sekalipun

memiliki keyakinan dan kepercayaan yang berbeda seperti di Desa

Tenjowaringin memiliki keyakinan dasar yang berbeda antara Ahmadiyah

dengan non Ahmadiyah. Desa Tenjowaringin adalah salah satu wujud nyata

bahwa meskipun berbeda tetapi mereka memiliki hubungan yang baik untuk

memakmurkan masyarakat Tenjowaringin.

3. Kegiatan Ekonomi

Dalam kegiatan ekonomi pola relasi yang dibangun antara Jemaat

Ahmadiyah dengan non Ahmadiyah berjalan dengan baik tidak ada yang

mencolok seperti kasta yang berlaku di masyarakat. Ahmadiyah Sukasari

khususnya memiliki usaha atau koperasi yang mereka atur sendiri. Tetapi

untuk skala yang lebih besar terdapat di Desa Tenjowaringin di mana yang

mengelola adalah semua masyarakat baik itu dari kalangan Ahmadiyah

maupun non Ahmadiyah.86

Kegiatan ekonomi lainnya yaitu dari pihak non Ahmadiyah ada yang

bekerja di Ahmadiyah.87

Di sini mereka rupanya bekerja sebagai buruh tani

kepada Ahmadiyah yang memiliki sebidang tanah karena di Desa

Tenjowaringin masih banyak sawah-sawah, maka tidak lain bentuk pola relasi

antara Ahmadiyah dengan non Ahmadiyah bisa dilihat mereka saling

membutuhkan dalam kegiatan ekonomi antara satu dengan yang lainnya

untuk keberlangsungan hidup yang mencukupi.

85

Wawancara dengan Ana, Desa Tenjowaringin, 06 Mei 2018. 86

Wawancara dengan Faruq, Tenjowaringin, 04 Mei 2018. 87

Wawancara dengan Munawarman, Desa Tenjowaringin, 05 Mei 2018.

Page 65: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

55

4. Kegiatan Sosial

Kerja sama dan dialog oleh orang-orang biasa pertama-tama harus

dicari pada bidang-bidang lain selain pada bidang agama langsung.

Masyarakat yang berbeda agama atau keyakinan bekerja sama untuk

menegakkan prinsip-prinsip etis dan hak-hak asasi, sehingga masyarakat

bernuansa human dan membahagiakan. Mereka masyarakat yang berbeda

agama atau keyakinan dalam melakukan kerja sama selain dialog antar agama

adalah bekerja sama dalam semua bidang human yang tidak langsung

agamani yaitu seni, pendidikan dan pengajaran, bidang sosial, politis,

ekonomis, psikologi, dan lain sebagainya.88

Salah satunya di sini yang ditampilkan relasi sosial atau hubungan

baik yang terjadi di Desa Tenjowaringin adalah dalam bidang sosial atau

kegiatan yang bersifat sosial seperti gotong royong membangun

masjid/membangun wc umum, donor darah, dan donor mata.

Relasi sosial yang dibangun dalam hal kegiatan sosial masih sangat

kental dan membaur seperti bikari amal (gotong royong), donor mata, donor

darah yang dilakukan setiap 3 bulan sekali.89

Kemudian hubungan lainnya

dibangun ketika ada orang yang sakit mereka saling perhatian dan

mengunjungi, ketika ada orang yang membutuhkan darah dari pihak

Ahmadiyah membantu, dan ada juga kegiatan pengobatan gratis dari

Ahmadiyah bagi masyarakat Tenjowaringin.90

88

Anton Bakker, Dilema Umat Beragama dalam Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia

(Beberapa Permasalahan) Kumpulan Makalah Seminar, (Jakarta: INIS, 1990), Seri INIS, Jilid. VII,

h. 119. 89

Wawancara dengan Lili Suwarli, Desa Tenjowaringin, 06 Mei 2018 90

Wawancara dengan Muslim Hidayat. Desa Tenjowaringin, 05 Mei 2018.

Page 66: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

56

Pola relasi sosial lainnya dalam kegiatan tidak ada masalah, seperti

ada orang sakit, ada orang yang membangun rumah mereka saling membantu

dalam hal pembangunan. Kemudian relasi yang masih hidup adalah gotong

royong di mana ketika ada pembangunan masjid Ahmadiyah dan non

Ahmadiyah dibangun secara bersama-sama saling membantu baik dalam hal

bekerja maupun dalam hal materi.91

Relasi sosial terlihat sangat apik dan seolah tidak ada konflik sama

sekali di dalamnya. Pola relasi konflik tapi damai pasti ada di dalam

masyarakat terlebih lagi dalam kepercayaan yang berbeda. Konflik di

masyarakat tidak dapat dipungkiri pasti masih tetap ada dan akan terjadi,

bedanya ada yang terlihat dan tidak terlihat/tidak muncul ke permukaan.

Fenomena konflik dipandang sebagai proses sosiasi, di mana sosiasi

tersebut dapat menciptakan asosiasi, yaitu para individu yang berkumpul

sebagai kesatuan kelompok masyarakat. Sebaliknya sosiasi juga bisa

melahirkan disasosiasi, yaitu para individu mengalami interaksi saling

bermusuhan karena adanya feeling of hostility secara alamiyah.92

Melihat

adanya pola relasi sosial yang mengakitabkan kerukunan dalam masyarakat,

maka selanjutnya adalah pola relasi konflik tapi damai bisa dilihat ketika

berbicara masalah akidah atau keyakinan.

Jika menyangkut masalah keyakinan, Ahmadiyah sudah berbeda

dengan Nahdlatul Ulama. Bahkan Ahmadiyah bisa dikatakan organisasi yang

91

Wawancara dengan Munawarman, Desa Tenjowaringin, 05 Mei 2018 92

Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009), h. 33.

Page 67: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

57

sesat.93

Hal ini yang menyebabkan adanya rasa toleransi yang cukup

mendasar terhadap Ahmadiyah.

Tetapi konflik seperti ini tidak muncul ke permukaan pada saat ini

dengan sebab masih banyak faktor pendorong lain yang menyebabkan adanya

hubungan sosial yang dibangun di Desa Tenjowaringin, Kecamata Salawu,

Kabupaten Tasikmalaya.

B. Faktor Pendorong Terbentuknya Relasi Sosial Ahmadiyah dengan

Non Ahmadiyah di Tenjowaringin

1. Faktor Kebudayaan

Kata budaya adalah sebagai suatau perkembangan dari kata

majemuk budi daya yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka

membedakan budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi

berupa cipta, karsa, dan rasa, sedangkan kebudayaan94

adalah hasil dari

cipta, karsa, dan rasa tersebut. Maka kebudayaan secara keseluruhan

adalah hasil usaha manusia untuk mencukupi semua kebutuhan

hidupnya.95

Berbicara masalah kebudayaan tidak akan terlepadas dari kata

masyarakat. Di mana keduanya memiliki hubungan yang erat sekali satu

sama lain.96

Walau demikian, tapi antara keduanya bisa dipisahkan

93

Wawancara dengan Kostaman, Desa Tenjowaringin, 07 Mei 2018. 94

Menurut seorang Antropolog yaitu E.B. Tylor (1871) dalam buku Sosiologi Suatu

Pengantar, terjemahannya adalah sebagai berikut: “Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-

kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota

masyarakat” (Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati: 2013). 95

Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), Cet. II, h. 58. 96

Kebudayaan berisikan tradisi, nilai-nilai, ide-ide, dan artifak sosial (karya-karya yang

dihasilkan oleh individu sebagai anggota masyarakat, seperti buku, TV show, temuan ilmiah, puisi,

patung, lukisan, dan lain sebagainya. sementara masyarakt adalah orang-orang yang saling

Page 68: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

58

minimal dalam tataran konsep. Jika masyarakat adalah sekumpulan orang

dengan berbagai interaksi mereka, maka kebudayaan adalah perilaku,

keyakinan, perasaan, nilai-nilau yang diperlajari secara sosial oleh anggota

masyarakat. Kebudayaan itu apa yang dialami masyarakat, termasuk

kebiasaan dan bahasa. Kebudayan mempengaruhi bagaimana orang-orang

itu berinteraksi dan bagaimana interaksi itu diorganisir. Masyarakat itu

seperti aktor yang memainkan peran, sementara kebudayaan itu seperti

naskah yang harus mereka jalankan.97

Kebudayaan mencakup semuanya yang didapatkan atau dipelajari

oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala

sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya

mencakup segala cara seperti pola berpikir, merasakan, dan bertindak.

Dalam kajian sosiologi lebih menaruh perhatian pada perilaku sosial, yaitu

pola-pola perilaku yang membentuk struktur sosial.98

Kebudayaan menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia

baik material maupun nonmaterial. Jadi, kebudayaan adalah keseluruhan

sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka

kehiduapan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Kebudayaan bisa dikatakan sebagai suatu sistem dalam masyarakat di

mana terjadi interaksi antar individu/kelompok dengan individu/kelompok

berinteraksi dalam suatau wilayah terbatas yang diarahkan oleh kebudayaan mereka. (M. Amin

Nurdin dan Ahmad Abrori: 2006). 97

M. Amin Nurdin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi: Pengantar untuk Memahami

konsep-konsep Dasar (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. I, h. 61. 98

Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT

Grafindo Persada, 2013), Cet. 45, h. 150-151.

Page 69: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

59

lain sehingga menimbulkan suatu pola tertentu, kemudian menjadi sebuah

kesepakatan bersama (baik langsung ataupun tidak langsung).99

Adapun unsur-unsur umum kebudayaan adalah sebagai berikut:100

a. Simbol

Simbol adalah bentuk objek atau tanda apapun yang melahirkan

respon sosial yang diakui bersama. Contohnya adalah uang, di mana uang

menjadi simbol untuk alat pertukaran yang sah dalam proses jual beli.

Simbol juga memiliki beberapa karakteristik: Pertama, simbol dibuat dan

dikembagkan secara bersama-sama dalam masyarakat. Sebagai contoh

bahwa sapi adalah simbol suci bagi umat Hindu dan hanya mereka yang

meyakiki demikian. Kedua, simbol yang mungkin memiliki lebih dari satu

makna. Ketiga, ada keterkaitan langsung antara budaya dengan pemaknaan

terhadap sebuah simbol dan simbol bis berbeda sesuai waktu dan

tempatnya.

b. Bahasa

Bahasa adalah seperangkat simbol-simbol tulisan dan ucapan yang

ada aturannya. Tanpa bahasa kita akan sulit mentransmisikan kebudayaan

dan juga tanpa bahasa kebudayaan akan mengalami perkembangan yang

sangat lambat. Bahasalah yang menjadi kunci penting dalam memahami

kebudayaan dan masyarakat manapun.

Ahmadiyah yang ada di Desa Tenjowaringin khususnya di

Wanasigra yang pertama kali mendapatkan tabligh dari beberapa tokoh

99

Rustanto, Masyarakat Multikultur di Indonesia, h. 26. 100

M. Amin Nurdin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi: Pengantar untuk Memahami

konsep-konsep Dasar, h. 62-63.

Page 70: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

60

agama yang sudah bai’at masuk Ahmadiyah adalah mereka asli orang

Wanasigra, bukan dari masyarakat luar kota atau pendatang.101

Dalam hal ini bisa dilihat bahwa salah satu faktor pendorong dari

terjadinya relasi sosial antara Ahmadiyah dengan non Ahmadiyah di Desa

Tenjowaringin adanya kesamaan budaya, di mana mayoritas masyarakat di

Desa Tenjowaringin adalah masyarakat asli dari budaya sunda dan hampir

semua masih memakai bahasa daerah yaitu bahasa sunda.

2. Faktor Ekonomi

Ekonomi sebagai suatu usaha dalam pembuatan keputusan dan

pelaksanaannya yang berhubungan dengan pengalokasian sumberdaya

masyarakat (rumah tangga dan pembisnis/perusahaan) yang terbatas di

antara anggotanya dengan mempertimbangkan kemampuan, usaha, dan

keinginan masing-masing. Jadi kegiatan ekonomi merupakan gejala

bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka

terhadap barang dan jasa.102

Titik tolak analisis ekonomi adalah individu. Di mana individu

merupakan makhluk yang rasional, senantiasa menghitung pribadi atau

keuntungan pribadi, dan bagaimana mengurangi penderitaan atau menekan

biaya untuk keberlangsungan hidup. Sebagai contoh, untuk bertahan hidup

setiap individu perlu bekerja dan individu sendirilah yang lebih

mengetahui dibandingkan dengan orang lain, dia harus bekerja apa. Hal ini

dikarenakan individu lebih mengetahui tentang dirinya sendiri dari sisi

101

Wawancara dengan Lili Suwarli, Desa Tenjowaringin, 06 Mei 2018. 102

Damsar, Pengantar Sosiologi Ekonomi (Jakarta: Kencana, 2011), Cet. II, h. 35-36.

Page 71: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

61

kemampuan, pengetahuan, keterampilan jaringan dan lainnya yang

dimilikinya.103

Perekonomian di Desa Tenjowaringin mayoritas adalah petani.

Desa Tenjowaringin masih banyak sawah-sawah yang menghasilkan untuk

menjadi salah satu sumber perekonomian masyarakat. Kemudian kenapa

faktor ekonomi menjadi salah satu pendorong adanya suatu hubungan

antara Ahmadiyah dan non Ahmadiyah? Maka sedikitnya jawaban dari

wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Sekitar tahun 2013 sampai 2015 datang ke Tenjowaringin ulama

dari luar kota yang kontra terhadap Ahmadiyah dengan motif untuk

berceramah dan menebar kebencian. Misalkan ujaran untuk tidak bekerja

dengan Ahmadiyah, dengan dalih kita tidak butuh terhadap Ahmadiyah.

Tetapi pada akhirnya itu hanya ujaran-ujaran mereka (ulama luar kota)

saja, setelah dua atau beberapa hari kemudian mereka pulang dan tidak

berdampak sama sekali bagi masyarakat untuk tetap adanya hubungan,

seperti dalam bidang ekonomi dari pihak non Ahmadiyah ada yang bekerja

di orang Ahmadiyah.104

Setelah melakukan wawancara tersebut bisa dilihat di sini ada

hubungan yang baik bahkan hubungan saling menguntungkan antara satu

dengan yang lainnya. Di mana non Ahmadiyah yang tidak bekerja di luar

kota atau tidak memiliki usaha apapun mereka bekerja kepada orang

Ahmadiyah yang mereka memiliki sawah dan membutuhkan pekerja untuk

mengurusi sawah-sawah mereka.

103

Damsar, Pengantar Sosiologi Ekonomi, h. 36. 104

Wawancara dengan Munawarman, Desa Tenjowaringin, 05 Mei 2018.

Page 72: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

62

3. Faktor Pendidikan

Pengertian pendidikan sendiri secara sederhana dapat merujuk pada

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan proses pengubahan

sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usahan

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dari

pengertian tersebut dalap dilihat melalui pendidikan: Pertama, orang

mengalami pengubahan sikap dan tata laku; dua, orang berproses menjadi

lebih dewasa, matang dalam sikap dan tata laku; tiga, proses pendewasaan

ini dilakukan melalui upaya pengajaran dan pelatihan.105

Menurut Brown dalam bukunya Abu Ahmadi pengertian dari

pendidikan adalah proses pengendalian secara sadar di mana perubahan-

perubahan di dalam tingkah laku dihasilkan di dalam diri orang itu melalui

kelompok dan suatu proses yang mulai sejak lahir dan berlangsung

sepanjang hidup. Menurutnya ada 3 pelaku dalam pendidikan:

a. Lembaga-lembaga pendidikan formal, misalnya sekolah lembaga-

lembaga keagamaan, museum, perpustakaan, rekreasi yang diorganisi,

dan sebagainya.

b. Kelompok-kelompok yang terorgansir yang mempunyai fungsi

pendidikan yang penting.

c. Organisasi-organisasi yang bersifat komersial dan industri, misalnya

toko-toko, industri, dan perkebunan.106

Menurut Payne dalam bukunya Abu Ahmadi fungsi-fungsi

daripada pendidikan ada 3 macam, di antaranya:

105

Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2012), Cet. II, h. 8. 106

Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, h. 74-75.

Page 73: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

63

a. Assimilasi dari tradisi-tradisi. Di sini mengakui bahwa assimilasi

adalah merupakan hal yang penting. Payne menggambarkan proses

assimilasi dari tradisi sebagai imitasi dan tekanan sosial.

b. Pengembangan dari pola-pola sosial yang baru. Kalau ada masalah-

masalah yang baru maka perlu dipecahkan, misalnya:

1) Masalah perkembangan penduduk

2) Masalah urbanisasi

3) Masalah pekerjaan

4) Masalah penempatan wanita di dalam pekerjaan.

c. Kreatifitas/peranan yang bersifat membangun di dalam pendidikan.

Kreatif adalah kemampuan pemikiran yang bersifat asli.107

Tujuan pendidikan sebagaimana diungkapkan oleh A. Tresna

Sastrawijaya (1991) dalam bukunya Abdullah Idi adalah mancakup

kesiapan jabatan, keterampilan, memecahkan maslah, penggunaan waktu

senggang secara membangun, dan sebagainya karena setiap siswa/anak

mempunyai harapan yang berbeda. Sementara itu tujuan pendidikan yang

berkaitan dengan bidang studi dapat dinyatakan lebih spesifik, misalnya

dalam pelajaran bahasa yang digunakan untuk mengembangkan

kemampuan berkomunikasi mahir secara lisan dan tulisan. Adapaun tujuan

pendidikan secara umum menyangkut kemampuan luas yang akan

membantu siswa untuk berpartisipasi dalam masyarakat.108

Berbicara masyarakat, antara pendidikan dengan masyarakat tidak

dapat dipisahkan. Kemajuan suatu masyarakat dan suatu bangsa sangat

107

Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, h. 74. 108

Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat, dan Pendidikan (Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada, 2011), Cet. I, h. 59.

Page 74: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

64

ditentukan pembangunan sektor pendidikan dalam penyiapan Sumber

Daya Manusia (SDM) yang sesuai dengan perkembangan zaman.109

Dari adanya pemaparan tentang pendidikan di atas, hal ini

dikarenakan pendidikan menjadi salah satu faktor dari adanya hubungan

baik antara Ahmadiyah dengan non Ahmadiyah yang terjalin di Desa

Tenjowaringin. Mengingat setelah melakukan wawancara dan observasi

langsung maka bisa sedikitnya dipaparkan alasannya sebagai berikut:

Relasi dalam hal pendidikan formal maupun non formal, misalnya

di lembaga formal terjalin seperti biasa saja, tidak lantas karena itu sekolah

Ahmadiyah dan mayoritas jadi gurunya harus dari Ahmadiyah.

Pengelolaan guru sendiri di Desa Tenjowaringin nyaris semua yang

ditugaskan dari dinas pendidikan. Unsur diskriminasi sendiri tidak ada dari

pihak non Ahmadiyah maupun pihak Ahmadiyah sendiri yang merupakan

mayoritas. Bahkan anak-anak SD yang belajar non formal misalkan

pendidikan madrasah yang berskala di desa maupun di kampung terjalin

seperti biasa dicampur.110

Kemudian ada juga di mana Ahmadiyah sudah memiliki SMP

sendiri yaitu SMP PGRI dan di sana murid-muridnya campuran ada dari

kalangan Ahmadiyah sendiri dan ada juga dari luar Ahmadiyah. Dan

sekolah berbasis menengah ke atas yaitu SMA Al-Wahid di Wanasigra.

Pola relasi lain terlihat ketika ustadz dari Nahdhatul Ulama

dipanggil untuk menjadi salah satu pengajar di SMA Al-Wahid (milik

Ahmadiyah). Selain dipanggil untuk menjadi pengajar ustadz Ana juga

109

Idi, Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat, dan Pendidikan, h. 60. 110

Wawancara dengan Munawarman, Desa Tenjowaringin, 05 Mei 2018

Page 75: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

65

dibutuhkan dan saling berbagi ilmu dan kemampuan dengan pihak-pihak

Ahmadiyah untuk mengadakan pengajaran berupa:

a. Malam minggu melatih bela diri silat di Sukasari.

b. Setiap hari minggu ke kampung Gunung Tilu melatih bela diri silat

dan Ta’liman Qur’an.

c. Malam rabu dan sabtu ke Citeguh melatih bela diri silat.111

4. Faktor Lembaga Sosial

Lembaga sosial yang keberadaannya disadari dengan baik oleh

anggota masyarakat dan bahkan diharapkan kehadirannya akan berfungsi

secara nyata dalam masyarakat.112

Adapun tipe-tipe dari lembaga sosial

adalah sebagai berikut:

a. Berdasarkan perkembangannya dapat dibedakan menjadi crescive

institution dan enaced institution. Lembaga yang tumbuh dari adat

istiadat satu mayarakat secara tidak didasari maka lembaga sosial

seperti itu tergolong kepada tipe crescive institution seperti keluarga

dan agama. Adapun yang tergolong kepada tipe enaced institution

seperti sekolah, rumah sakit di mana lembaga sosial itu sengaja

dibentuk untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan tujuan sendiri.

b. Dari segi sistem nilai yang menjadi sumber awal terciptanya lembaga

sosial dapat dibedakan menjadi basic institution dan subsidiary

institution. Lembaga sosial yang tergolong basic institution apabila

diperlukan untuk memelihara dan mempertahankan keteraturan secara

mendasar dalam masyarakat, seperti lembaga-lembaga negara pada

111

Wawancara dengan Ana, Desa Tenjowaringin, 06 Mei 2018 112

Yusran Razak, Ed., Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi

Perspektif Islam (Ciputat: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), Cet. I, h. 69.

Page 76: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

66

konteks yang paling kecil termasuk keluarga. Subsidiary institution

adalah lembaga sosial yang oleh masyarakat dianggap kurang penting

tapi ada, seperti lembaga-lembaga yang bersifat menghibur yaitu

bioskop dan lembaga pariwisata.

c. Dari sisi penerimaan masyarakat terhadap lembaga, lembaga sosial

dapat dibedakan sanction institution (dapat diterima) seperti rumah

sakit atau sekolah dan unsanction institution (tidak dapat diterima)

seperti tempat perjudian atau tempat pelacuran.

d. Berdasarkan penyebarannya lembaga sosial terbagi menjadi dua yang

general institution dan ungeneral institution. Apabila lembaga sosial

tersebut dikenal dan disadari oleh mayoritas anggota masyarakat maka

lembaga tersebut tergolong general institution, seperti agama.

Sedangkan ungeneral institution adalah lembaga sosial yang hanya

disadari dan dikenal oleh kelompok tertentu saja dalam satu

masyarakat, seperti lembaga tarekat dalam agama Islam.

e. Dilihat dari peran dan fungsi lembaga sosial dalam masyarakat, ada

bentuk lembaga sosial yang disebut operative institution dan

regulative institution. Operative institution berfungsi menghimpun

pola-pola yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan lembaga tersbut

seperti lembaga perindustrian. Sedangkan bentuk regulative institution

bertujuan dan berfungsi untuk mengawasi perilaku masyarakat secara

keseluruhan.113

113

Razak, Ed., Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 70-71.

Page 77: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

67

Secara mendasar bentuk-bentuk lembaga sosial yang nyata adalah

keluarga, agama, dan pemerintahan.

1) Keluarga

Keluarga adalah lembaga sosial yang sangat fundamental dan

utama. Pada masyarakat-masyarakat lama keluarga menjadi pusat

kehidupan sosial untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu dan

kelompok. Sebagai sebuah lembaga sosial, keluarga adalah unit dasar

terbentuknya satu kekerabatan, hubungan darah atau ketutunan, hubungan

perkawinan, dan adopsi yang di dalamnya ada seperangkat nilai, norma,

dan kesepakatan yang menggambarkan struktur kekerabatan dan

hubungan-hubungan.114

Keluarga adalah wadah yang sangat penting di antara individu dan

group, serta merupakan kelompok sosial yang pertama di mana anak-anak

menjadi anggotanya. Dan keluargalah yang pertama-tama menjadi tempat

untuk mengadakan sosialisasi kehidupan anak-anak. Ibu, ayah, dan

saudara-saudara serta keluarga-keluarga yang lain adalah orang-orang

yang pertama di mana anak-anak mengadakan kontak dan yang pertama

pula untuk megajarkan pada anak-anak itu sebagaimana dia hidup dengan

orang lain.115

Keluarga berfungsi untuk memperkuat solidaritas sosial,

penanaman nilai budaya, kerja sama ekonomi, pengisian kebutuhan

114

Razak, Ed., Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 74. 115

Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, h. 108.

Page 78: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

68

psikologis, seperti kebutuhan kepada cinta kasih, saling perhatian,

perlindungan, dan untuk mengusir rasa kesepian.116

Di sini keluarga termasuk dalam lingkup faktor pendorong

terciptanya relasi sosial antara Ahmadiyah dan non Ahmadiyah, karena di

Tenjowaringin sendiri sangat masih erat hubungan kekeluargaannya. Hal

itu terjadi karena masyarakat di sana rata-rata hampir semua orang asli

bukan orang pendatang.

Membahas faktor yang mendorong adanya hubungan baik antara

Ahmadiyah dan non Ahmadiyah yang paling menonjol adalah faktor

keturunan. Di mana hampir di Desa Tenjowaringin ada pertalian keluarga,

entah itu saudara kandung, saudara sepupu, ataupun saudara jauh mereka

ada yang masuk Ahmadiyah ada juga yang tidak melakukan bai’at dan

masih tetap dengan keyakinan awalnya memeluk agama Islam (Nahdhatul

Ulama).117

2) Agama

Agama menurut Emile Durkheim mengutip dalam buku Pengantar

Sosiologi karya Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, bahwa agama dapat

mengantar individu-individu anggota masyarakat menjadi makhluk sosial.

Agama melestarikan masyarakat, memeliharanya di hadapan manusia

dalam arti memberi nilai bagi manusia, menanamkan sifat dasar manusia

untuk-Nya.118

116

Bustanuddin Agus, Agama dan Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama

(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 206. 117

Wawancara dengan Kostaman, Desa Tenjowaringin, 07 Mei 2018. 118

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiolog: Pemahaman Fakta dan Gejala

Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana, 2011), h. 331.

Page 79: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

69

Secara fungsional lembaga agama berperan secara fundamental

dalam menggerakan kehidupan manusia secara personal atau kolektif.

Agama dipandang oleh Durkheim sebagai basis moral dari masyarakat, di

mana anggota-anggota masyarakat secara bersama berpegang dan

berpedoman kepada keyakinan, nilai-nilai, dan norma-norma suci. Di

samping fungsinya secara umum dapat mempersatukan dan menyatukan

orang-orang dalam satu komunitas yang sama/seiman, agama juga dapat

menimbulkan konflik karena fakta fanatisme yang berlebihan.119

Jika melihat pernyataan tersebut, maka pemeluk agama sendiri

yang harus berpegang teguh terhadap keyakinan agama yang dipatuhi

tetapi jangan terlalu menganggap bahwa agama yang diyakini adalah satu-

satunya yang paling benar. Hal ini perlu diaplikasikan sebagai salah satu

bentuk menjaga agar selalu terhindar dari sikap intoleran.

Secara sosiologis, agama penting bagi kehidupan manusia di mana

pengetahuan dan keahlian tidak berhasil memberikan sarana adaptasi

untuk penyesuaian yang dibutuhkan dalam perilaku manusia. Maka

kedudukan agama menjadi penting sehubungan dengan proses

pembentukan karakter, sikap, dan perilaku manusia dalam kehidupan

sosial.120

Dalam memahami dan menghayati ajaran agama dalam pendekatan

jarak psikologi akan melahirkan dua macam pandangan yaitu melihat masa

lalu keberagamaan sebagai pencapaian paripurna dan tugas manusia pada

masa kini untuk memelihara kelestarian ajaran tanpa melakukan upaya

119

Razak, Ed., Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 75. 120

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiolog, h. 332.

Page 80: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

70

mengutak-atik pemikiran masa lalu. Sebagian lain berpendapat bahwa

konstruk pemahaman pada masa lalu tidak pernah terlepas dari kondisi

objektif yang dihadapi oleh umat manusia pada waktu itu. Oleh karena

kehidupan sekarang terikat oleh hasil perubahan maka perlu dilakukan

upaya penafsiran yang baru yang tentunya tidak keluar dari substansi

ajaran agama masing-masing.121

Perubahan sosial adalah suatu keniscayaan yang terus menerus

terjadi, oleh karena itu menjadi tugas semua umat beragama untuk

melakukan antisipasi meningkatkan kualitas kehidupan dalam persoalan-

persoalan mendasar seperti kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.

Logikanya bukankan semua agama menolak kemiskinan, menolak

kekerasan, dan kebiadaban. Apabila umat beragama tidak mewujudkan

wujud dari konstruk keberagamaan terhadap kelompok sosial dalam

persoalan-persoalan yang mendasar, maka di sinilah letak dan tugas agama

dan lembaga keagamaan untuk menawarkan alternatif solusi sebagai dasar

filosofi peneguhan etos kerja yang berdasar syari’at melakukan aksi

gerakan pembebasan terhadap penderitaan umat manusia. Langkah

tersebut tidak bisa dipikul oleh hanya satu kelompok agama baik penganut

mayoritas maupun minoritas karena akan saling terkait antara satu

kelompok dan kelompok lainnya.122

Mengatasi berbagai gejala negatif tersebut membutuhkan kerja

sama dan konsolidasi yang masif antara lembaga-lembaga agama, pemuka

agama, dan umat beragama. Kerja sama seperti ini dapat dibangun apabila

121

Lubis, Agama dan Perdamaian, h. 64. 122

Lubis, Agama dan Perdamaian, h. 65.

Page 81: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

71

masyarakatnya sudah memiliki modal sosial. Unsur-unsur yang

merupakan terbentuknya modal sosial dalam bentuk kerja sama adalah

membangun kepedulian pada semua kelompok umat beragama dan

menetapkan tekad guna mengatasi ketidakadilan sosial dan umat beragama

hendaknya tidak larut dalam mempertentangkan perbedaan antara doktrin

ajaran agama-agama karena perbedaan itu sudah melekat dalam ajaran

masing-masing.123

Ajaran agama sudah menegaskan bahwa kesuksesan dari wujud

keberagaaan tidak hanya bersifat ritual, melainkan dalam bentuk

kepedulian sosial. Tugas dari pemuka agama dengan menjelaskan bahwa

pada umumnya agama harus bisa membangun nilai-nilai yang universal,

nilai-nilai yang diterima secara rasional yang dapat melintas batas-batas

perbedaan teologis karena setiap agama datang adalah membawa

kesejahteraan hidup umat manusia.124

Lembaga sosial berupa agama maupun peran tokoh sangat

dibutuhkan untuk menjalin hubungan yang baik antar agama antar

kelompok/organisasi. Hal ini menjadi salah satu faktor yang mendorong

adanya hubungan antara Ahmadiyah dan non Ahmadiyah di Desa

Tenjowaringin yaitu peran dari tokoh agama sendiri.

Pada tahun 2016 di hotel Padjajaran dengan kurun waktu 3 hari,

membahas perselisihan yang paling resah di Tenjowaringin 2 kejadian di

mana non Ahmadiyah merusak masjid, rumah, dan kaca-kaca dilempar,

kemudian ketika ada pengajian atau tausiah berisi tentang cacian terhadap

123

Lubis, Agama dan Perdamaian, h. 65. 124

Lubis, Agama dan Perdamaian, h. 66-67.

Page 82: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

72

golongan Ahmadiyah. Setelah itu ustadz Ana diberikan kesempatan untuk

menyampaikan usulan kepada ketua MUI (kelompok Nahdhatul Ulama),

ada 3 usulan yang dikemukakan di antaranya:125

a) Kerjasama di bidang sosial pembangunan.

b) Kerjasama dalam bidang olahraga kepemudaan.

c) Kerjasama dalam bidang keagamaan, contohnya pada kegiatan 17

Agustus. Karena awalnya Ahmadiyah tidak dipersilahkan untuk

mengikuti acara keagamaan dalam kegiatan lomba 17 Agustus.

3) Pemerintah

Kekuasaan adalah konsep para ahli ilmu-ilmu sosial yang

sebenarnya sama dengan energi dalam konsep ahli-ahli fisika.

Sebagaimana halnya energi, kekuasaan memiliki beberapa bentuk seperti

kekayaan, peralatan atau perangkat-perangkat, wewenang pemerintahan,

mempengaruhi opini, dan sebagainya. Pemerintah adalah salah satu

lembaga politik yang nyata.126

Berbicara masalah pemerintah, setelah adanya SKB 3 Menteri dan

ditindaklanjuti dengan adanya SEB, maka konflik yang terjadi sedikitnya

bisa diredam dengan adanya aktor/tokoh yang cukup berpengaruh dalam

meredam konflik. Salah satunya ada peran FKUB yang dibentuk oleh

masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah dalam rangka membangun,

memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan

kesejahteraan.127

125

Wawancara dengan Ana, Desa Tenjowaringin, 06 Mei 2018. 126

Razak, Ed., Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 76. 127

Utami, “Upaya Komunikasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam

Resolusi Konflik Ahmadiyah,” h. 62.

Page 83: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

73

Dalam hal pemerintah dimasukan ke dalam salah satu faktor yang

mendorong adanya relasi sosial antara Ahmadiyah dan non Ahmadiyah

karena melihat dari salah satu informan dengan mengatakan bahwa: Relasi

yang terjadi di Desa Tenjowaringin salah satunya masalah pemerintahan.

Di Desa Tenjowaringin kepala desa diduduki oleh orang Ahmadiyah,

adapun staf-staf di bawahnya ada juga yang non Ahmadiyah. Jadi

hubungan antara Ahmadiyah dengan non Ahmadiyah baik-baik saja dalam

hal pemerintahan.128

Relasi sosial lainnya yang dibangun antara Ahmadiyah dan non

Ahmadiyah dari pemerintah, setelah ada masukan-masukan sebelumnya

dan seiring berjalannya waktu hubungan mereka menjadi lebih baik bukan

karena ada hubungan kekeluargaan saja.

Relasi yang dibangun oleh ketua MUI desa yang merupakan non

Ahmadiyah misalkan untuk menyambut perayaan 17 agustus mengadakan

lomba kerohanian seperti MTQ dan lain sebagainya, digabung dan

mengadakan kerja sama bersama masyarakat Ahmadiyah.129

.

128

Wawancara dengan Kostaman, Desa Tenjowaringin, 07 Mei 2018 129

Wawancara dengan Munawarman, Desa Tenjowaringin, 05 Mei 2018.

Page 84: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

74

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan sebelumnya maka dalam penulisan skripsi ini dapat

disimpulkan sebagai berikut:

Kerukunan ini bukan kerukunan yang tuntas, di sisi lain masih ada

konflik ideologi yang sangat sulit untuk diredam. Namun konflik tersebut

tidak muncul ke permukaan atau bisa disebut sebagai relasi konflik tapi damai

karena banyak faktor-faktor lain yang menyebabkan adanya relasi sosial

antara Ahmadiyah dengan Non Ahmadiyah di Tenjowaringin. Faktor-faktor

tersebut di antaranya: Faktor kebudayaan, di mana bahasa menjadi salah satu

faktor adanya hubungan sosial antara Ahmadiyah dan non Ahmadiyah di

Desa Tenjowaringin karena mayoritas masyarakat Tenjowaringin adalah

masyarakat asli dari budaya sunda dan hampir semua masih memakai bahasa

daerah sunda.

Faktor kedua adalah faktor ekonomi, di mana non Ahmadiyah yang

tidak bekerja di luar kota atau tidak memiliki usaha apapun mereka bekerja

kepada orang Ahmadiyah yang memiliki sawah dan membutuhkan pekerja

untuk mengelola sawah tersebut. Ketiga adanya faktor pendidikan, misalnya

pengelolaan guru di Desa Tenjowaringin hampir semua yang ditugaskan dari

dinas pendidikan. Unsur diskriminasi sendiri tidak ada dari pihak non

Ahmadiyah maupun pihak Ahmadiyah yang merupakan mayoritas, muridnya

campuran ada dari kalangan Ahmadiyah sendiri dan ada juga dari luar

Ahmadiyah. Pola relasi lain bisa dilihat dari ustadz Ana (ustadz dari

Page 85: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

75

Nahdhatul Ulama) dipanggil untuk menjadi salah satu pengajar di SMA Al-

Wahid (milik Ahmadiyah) dan melatih bela diri silat di Desa Tenjowaringin.

Terakhir adalah faktor lembaga sosial yang terdiri dari keluarga,

agama, dan pemerintah. Di mana keluarga adalah unit dasar terbentuknya satu

kekerabatan, hubungan darah atau keturunan, dan lain sebagainya. kemudian

agama maupun peran tokoh agama menjadi sentral adanya pola relasi sosial

di Tenjowaringin. Kemudian dalam pemerintah di Desa Tenjowaringin

kepala desa diduduki oleh orang Ahmadiyah, adapun staf-staf di bawahnya

ada juga yang non Ahmadiyah. Relasi yang dibangun oleh ketua MUI desa

yang merupakan non Ahmadiyah mengadakan kerja sama bersama

masyarakat Ahmadiyah.

B. Saran dan Harapan

Melihat adanya relasi sosial yang baik di Desa Tenjowaringin penulis

menyarankan supaya tetap terjaga dengan baik, tetap harmoni dalam

keberagaman. Bahkan harus jauh lebih memajukan bersama-sama untuk

terbentuknya desa yang maju dan makmur dalam segala bidang. Terlebih lagi

menyarankan supaya tetap mempertahankan kegaiatan keagamaan khususnya

bagi para pemuda yang tidak dipungkiri semakin berkembangnya zaman,

kegiatan keagamaan sudah mulai terkikis.

Pola relasi sosial yang terjadi di Desa Tenjowaringin sangat baik. Hal

ini diharapkan bisa menjadi cerminan bagi seluruh masyarakat Indonesia

untuk lebih mengenal, saling menghargai, menghormati, saling mengenal, dan

saling membantu antar masyarakat untuk menciptakan harmonisasi dalam

kehidupan disamping adanya perbedaan akidah/keyakinan yang mendasar

sangat.

Page 86: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustanuddin. Agama dan Kehidupan Manusia: Pengantar

Antropologi Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.

Ahmadi, Abu. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. II.

2007.

Al-Hikmah, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Diponegoro. 2011.

Akhmad, Fandi. Hubungan Keberagaman Hidup dalam Konteks Toleransi

Antara Jamaah Ahmadiyah dengan Non Ahmadiyah di Desa Baciro

D.I Yogyakarta. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2008.

Bahri, Media Zainul. Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi

Indonesia (1901-1940) Hingga Masa Reformasi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, Cet. I. 2015.

Bakker, Anton. Dilema Umat Beragama dalam Ilmu Perbandingan Agama

di Indonesia (Beberapa Permasalahan) Kumpulan Makalah Seminar.

Jakarta: INIS, Seri INIS, Jilid. VII. 1990.

Damsar. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana, Cet. II. 2011.

______. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, Cet. II. 2012.

Fatoni, Uwes. “Respon Da’i terhadap Gerakan Jemaat Ahmadiyah Indonesia

(JAI) di Tenjowaringin Tasikmalaya,” Jurnal Dakwah, Vol. XV, No.

1, 2014.

Hakim, Masykur. Kenapa Ahmadiyah Dihujat?. Jakarta: SDM Bina Utama,

2005.

Hariwijaya, M. Metodologi dan Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi

untuk Ilmu Sosial dan Humaniora. Yogyakarta: Parama Ilmu, Cet. II.

2015.

Page 87: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

Idi, Abdullah. Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat, dan Pendidikan.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. I. 2011.

Ikhtiyarini, Pranita. Eksistensi Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di

Yogyakarta Pasca SKB 3 Menteri Tahun 2008 tentang Ahmadiyah.

Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, 2012.

Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri dalam

Negeri Republik Indonesia, No. 3 Tahun 2008.

Komariah, Aan dan Djam’an Satori. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:

Alfabeta, Cet. V. 2013.

Lubis, M. Ridwan. Agama dan Perdamaian Landasan, Tujuan, dan Realitas

Kehidupan Beragama di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2017.

_______________. Sosiologi Agama: Memahami Perkemangan Agama

dalam Interaksi Sosial. Jakarta: Prenadamedia Group, Cet. I. 2015.

Muhadi, Interaksi Sosial Antar Umat Muslim dalam Keberagamaan (Studi

terhadap Interaksi Sosial Masyarakat Desa Giri Asih Kabupaten

Gunung Kidul, Yogyakarta). Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN

Kalijaga Yogyakarta, 2013.

Nasikun. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet.

IX. 1995.

Nurdin, M. Amin dan Ahmad Abrori. Mengerti Sosiologi: Pengantar untuk

Memahami konsep-konsep Dasar. Ciputat: UIN Jakarta Press, Cet. I.

2006.

Paeni, Mukhlis Ed,. Sejarah dan Kebudayaan Indonesia: Religi dan

Falsafah. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Perwiranegara, Alamsjah Ratu. Pembinaan Kerukunan Hidup Umat

Beragama. Jakarta: Departemen Agama RI, 1982.

Page 88: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

Razak, Yusran, Ed. Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran

Sosiologi Perspektif Islam. Ciputat: Laboratorium Sosiologi Agama,

Cet. I. 2008.

Rosidi, Achmad. “Pola Relasi Sosial Keagamaan Umat Beragama di

Lombok Nusa Tenggara Barat,” Harmoni: Jurnal Multikultural &

Multireligius, Vol. X, No. 3, 2011.

Rozzaq, Abdul. Muhammad SAW Khatamun Nabiyyin: Tidak Ada Nabi

Sesudah beliau. Bogor: Jemaat Ahmadiyah. 2008.

RPJMDES, Desa Tenjowaringin Tahun 2015-2021.

Rustanto, Bambang. Masyarakat Multikultural di Indonesia, Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, Cet. I. 2015.

Satori, Djam’an dan Aan Komariah. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:

Alfabeta, Cet. V. 2013.

Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. Pengantar Sosiolog: Pemahaman Fakta

dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan

Pemecahannya. Jakarta: Kencana, 2011.

Sidik, Munasir. Dasar-dasar Hukum & Legalitas Jemaat Ahmadiyah

Indonesia. Jakarta: Neratja Press, Cet. III. 2014.

Sofianto, Kunto. Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Malaysia:

Neratja Press, Cet. 1. 2014.

Soekanto, Soejono. Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, Cet. 3. 2011.

Soekanto, Soerjono dan Budi Sulistyowati. Sosiologi Suatu Pengantar.

Jakarta: PT Grafindo Persada, Cet. 45. 2013.

Sugiyarto, Wakhid dan Zaenal Abidin, “Dinamika Sosial Keagamaan

Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) Pusat di Kota Surakarta (Solo) Jawa

Tengah,” dalam Nuhrison M. Nuh, Ed., Respon Masyarakat

Page 89: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia

(Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Cet. I.

2012.

Suprayogo, Imam dan Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial-Agama.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. 2. 2003.

Surat Edaran Bersama Sekretaris Jendral Departemen Agama, Jaksa Agung

Muda Intelejen, dan Direktur Jendral Kesatuan Bangsa dan Politik

Departemen Dalam Negeri, Agustus 2008.

Susan, Novri. Pengantar Sosiologi Konflik. Jakarta: Prenadamedia Group.

2009.

Syaripulloh. “Kebersamaan Dalam Perbedaan: Studi Kasus Masyarakat

Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat,” Sosio Didaktika, Vol.

1, No. 1, Mei 2014.

Utami, Nadia Wasta “Upaya Komunikasi Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) dalam Resolusi Konflik Ahmadiyah,” Jurnal

Ilmu Komunikasi, Vol. 13, No. 1, Juni 2016.

Wahyudi, Catur. Marginalisasi dan Keberadaan Masyarakat. Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Cet. I. 2015.

Waluya, Bagja. Sosiologi: Memahami Fenomena Sosial di Masyarakat

untuk Kelas XI Sekolah Menegah Atas/Madrasah Aliyah Program

Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: PT Setia Purna Inves, Cet. I.

2007.

Zulkarnain, Iskandar. Gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Yogyakarta: LkiS

Yogyakarta, Cet. II. 2011.

Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT

Bumi Aksara, Cet. II. 2007.

Page 90: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

Wawancara:

Wawancara dengan Faruq, Desa Tenjowaringin, 04 Mei 2018.

Wawancara dengan Muslim Hidayat, Desa Tenjowaringin, 05 Mei 2018.

Wawancara dengan Munawarman, Desa Tenjowringin, 05 Mei 2018.

Wawancara dengan Lili Suwarli, Desa Tenjowaringin, 06 Mei 2018.

Wawancara dengan Ana, Desa Tenjowaringin, 06 Mei 2018.

Wawancara dengan Kostaman, Desa Tenjowaringin, 07 Mei 2018.

Wawancara dengan Yuyu, Desa Tenjowaringin, 13 September 2018.

Page 91: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

LAMPIRAN I

SURAT IZIN PENELITIAN

Page 92: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

LAMPIRAN II

SURAT KETERANGAN DESA TENJOWARINGIN

Page 93: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

LAMPIRAN III

HASIL WAWANCARA

A. Wawancara dengan Muslim Hidayat

1. Sejarah masuknya Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin?

Pada awalnya yang masuk ke Ahmadiyah yaitu bapak Rosyid yang

melakukan bai’at di Garut oleh bapak Sadkar. Kemudian beliau

menyampaikan tentang kebenaran Ahmadiyah kepada ulama besar

Tenjowaringin yaitu bapak Ejen antara pada tahun 1951-1953. Dari sini

lah bapak Ejen melakukan tabligh kepada masyarakat.

Orang tertarik masuk Ahmadiyah karena mengerti terhadap

ajarannya dan orangnya. Adapun ajarannya tertera dalam syarat bai’at di

antaranya ada 10 syarat bai’at untuk masuk Ahmadiyah:

a. Orang yang bai’at, berjanji dengan hati jujur bahwa di masa yang akan

mendatang sampai masuk ke dalam kubur, akan senantiasa menjauhi

syirik.

b. Akan senantiasa menghindari diri dari dusta, zina, pandangan birahi,

perbuatan fasiq, kejahatan, aniaya, khianat, hura-hara, pemberontakan,

serta tidak akan dikalahkan oleh gejolak-gejolak hawa nafsu tatkala

bergejolak, meskipun sangat hebat dorongan yang timbul.

c. Akan senantiasa mendirikan shalat lima waktu tanpa putus, sesuai

perintah Allah dan Rasul-Nya. dan sedapat mungkin akan berusaha

dawam mengerjakan shalat Tahajjud, mengirimkan shalawat kepada

Nabi KarimNya, shallallaahu’alaihi wasallam, dan setiap hari

memohon ampunan atas dosa-dosanya serta melakukan istigfar, dan

dengan hati yang penuh kecintaan mengingat kebaikan-kebaikan Allah

Ta’ala, lalu menjadikan pijian serta sanjungan terhadap-Nya sebagai

ucapan wiridnya setiap hari.

d. Tidak akan mendatangkan kesushahan apa pun yang tidak pada

tempatnya- karena gejolak-gejolak nafsunya terhadap makhluk Allah

umumnya dan kaum Muslimin khususnya, melalui lidah, tangan,atau

melalui cara lainnya.

Page 94: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

e. Dalam segala keadaan sedih dan gembira, suka duka, nikmat dan

musibah akan tetap setia kepada Allah Ta’ala. Dan dalam setiap

kondisi akan rela atas putusan Allah. Dan akan senantiasa siap

menanggung segala kehinaan serta kepedihan di jalan-Nya. dan tidak

akan memalingkan wajahnya dari Allah Ta’ala ketika ditimpa suatu

musibah melainkan akan terus melangkah maju.

f. Akan berhenti dari adat kebiasaan buruk dan dari menuruti hawa nafsu.

Dan akan menjunjung tinggi perintah Alquran Suci di atas dirinya. Dan

menjadikan firman Allah dan sabda Rasul-Nya sebagai pedoman

dalam setiap langkahnya.

g. Akan meninggalkan takabur dan kesombongan sepenuhnya. Dan akan

menjalani hidup dengan merendahkan diri, dengan kerendahan hati,

budi pekerti yang baik, lemah lembut, dan sederhana.

h. Agama dan kehormatan agama serta solidaritas Islam akan dianggap

lebih mulia daripada nyawanya, hartanya, kehormatan dirinya, anak

keturunannya, dan dari segala yang dicintainya.

i. Semata-mata demi Allah, senantiasa sibuk dalam solidaritas terhadap

makhluk Allah umumnya, dan dengan kekuatan-kekuatan serta nikmat-

nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepadnya, sedpat mungkin

akan mendatangkan manfaat bagi umat manusia.

j. Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini, semata-mata demi

Allah dengan ikrar taat dalam hal ma’ruf dan akan senantiasa berdiri

teguh di atasnya sampai akhir hayat. Tali persaudaraan ini begitu tinggi

derajatnya sehingga tidak akan diperoleh bandingannya dalam ikatan

persaudaraan maupun hubungan-hubungan duniawi atau dalam segala

bentuk pengkhidmatan/penghambaan.

2. Bagaimana perkembangan Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin?

Rata-rata setelah seseorang menikah dan memiliki anak, maka

anaknya akan berkeyakinan terhadap Ahmadiyah. di Desa Tenjowaringin

ini kebanyakan orang asli dari Tenjowaringin tetapi ada beberapa

pendatang juga yang masuk Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin karena

melihat ajaran dan mengikuti kegitan sehari-harinya. Misalnya ada yang

Page 95: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

baru-baru bai’at rentan waktu ini dia dari Rancaekek Bandung yaitu

Bapak. Udih dia waktu di Bandung katanya ketika disuruh shalat sama

saudaranya dia malah menolak. Tetapi ketika dia ke Tenjowaringin dan

melihat kegiatan serta memahami ajarannya akhirnya dia tertarik dan

semakin rajin dalam hal beribadah.

3. Pola relasi sosial seperti apa yang terjadi di Desa Tenjowaringin?

Kalau ada orang sakit suka saling menengok, kalau ada orang yang

membutuhkan darah kita orang Ahmadiyah membantu. Kemudian ada

juga kegiatan pengobatan gratis dari Ahmadiyah bagi masyarakat

Tenjowaringin.

B. Wawancara dengan Munawarman.

1. Bagaimana sejarah awal masuknya Ahmadiyah ke Desa Tenjowaringin?

Ahmadiyah masuk ke Tenjowaringin khususnya ke kampung

Sukasari sekitar tahun 1953 yang pada waktu itu masih sangat terbelakang,

dibawa oleh tokoh agama yang cukup populer di masyarakat yaitu Pak

Ejen. Pak Ejen sendiri dalam penyebaran ideologi Ahmadiyah seperti

biasa saja mengajarkan kepada masyaraktnya dalam hal shalat, ngaji, dan

lain sebagainya. Kemudian caranya, karena dulu masih kental dengan

amanat-amanat leluhur dengan pepatah leluhur mereka bahwa di akhir

zaman akan ada yang disebut Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu kini

telah datang dan kami (Jemaat Ahmadiyah) mempercayai bahwa Mirza

Ghulam Ahmad sebagai juru selamat.

2. Bagaimana perkembangan Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin?

Perkembangan Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin cukup pesat, di

mana penduduknya sekitar 85 persen berkeyakinan sebagai Ahmadiyah

dengan melakukan proses tabligh.

3. Bagaimana eksistensi Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin?

Pasca 2013 sempat terkotak-kotak, maksudnya sempat ada gesekan

akibat dampak dari beberapa kebijakan pemerintah di tingkat pusat. Pada

tahun 2008 itu ada kebijakan pemerintah adanya peraturan bersama tiga

mentri (SKB 3 Mentri). Kemudian turun lagi ada regulasi yang dibuat oleh

gubernur untuk larangan kegiatan. Kemudian turun lagi di daerah ada

Page 96: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

peraturan bupati untuk pelarangan kegiatan dan sebagainya. Semua

pertauran-peraturan tersebut seolah-olah menghalalkan untuk

mendiskriminasi kelompok Ahmadiyah karena dari pemerintah sendiri

sudah ada larangan-larangan terhadap kelompok Ahmadiyah. Hasil dari

semua ini masyarakat begitu intoleran, pada tahun 2013 kelompok

Ahmadiyah di Wanasigra diserang dan menyebabkan adanya kerusakan

masjid, rumah, sekolah, dan sebagainya. Kejadian ini tentu menyisakan

trauma yang sangat besar, karena kajadian ini merupakan dampak dari

kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendiskriminasi kelompok

Ahmadiyah.

Tetapi karena kami guyub rukun dengan masyarakat, kami butuh

mereka dan mereka butuh kami maka keadaan pulih kembali. Mereka

dengan asik dengan kegiatan mereka dan kami pun asik dengan kegiatan

kami.

Kemudian sekitar tahun 2013 sampai 2015 ke Tenjowaringin juga

sempat ada ulama dari luar kota yang kontra terhadap Ahmadiyah datang

untuk berceramah dan menebar kebencian. Misalkan ujaran untuk tidak

bekerja dengan Ahmadiyah, kita tidak butuh terhadap Ahmadiyah. Tetapi

pada akhirnya itu hanya ujaran-ujaran mereka (ulama luar kota) saja,

setelah dua atau beberapa hari kemudian mereka pulang dan tidak

berdampak bagi masyarakat untuk tetap adanya hubungan, seperti dalam

bidang ekonomi dari pihak non Ahmadiyah ada yang bekerja di orang

Ahmadiyah.

4. Bagaimana pola relasi yang terjadi di Desa Tenjowaringin?

Pola relasi di sini cenderung tidak ada masalah, cara kita berelasi

cukup baik dan hubungan kemasyarakat antara Ahmadiyah dengan non

Ahmadiyah itu nyaris tidak ada sekat. Karena dilihat dari garis keturunan

antara Ahmadiyah dengan non Ahmadiyah masih ada hubungan

kekeluargaan. Kemudian untuk pola relasi sosial sebetulnya tidak ada

masalah, seperti ada orang sakit, orang yang membangun rumah mereka

seperti biasa saja. Misalnya salah satunya adalah gotong royong yang

masih sangat hidup di sini. Masjid Ahmadiyah dan non Ahmadiyah

Page 97: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

dibangun secara bersama-sama dalam hal bekerja. Kemudian dalam hal

materi mereka saling membantu.

Relasi dalam hal pendidikan formal maupun non formal, misalnya

di lembaga formal seperti biasa saja, tidak lantas karena itu sekolah

Ahmadiyah dan mayoritas jadi gurunya harus dari Ahmadiyah.

Pengelolaan guru sendiri di Desa Tenjowaringin nyaris semua yang

ditugaskan dari dinas pendidikan. Unsur diskriminasi sendiri tidak ada dari

pihak non Ahmadiyah maupun pihak Ahmadiyah sendiri yang merupakan

mayoritas. Bahkan anak-anak SD yang belajar non formal misalkan

pendidikan madrasah yang berskala di desa maupun di kampung ya seperti

biasa dicampur.

Relasi yang dibangun oleh ketua MUI desa yang merupakan non

Ahmadiyah misalkan untuk menyambut perayaan 17 agustus mengadakan

lomba kerohanian seperti MTQ dan lain sebagainya, ya dicampur

mengadakan kerja sama bersama masyarakat Ahmadiyah.

Masalah politik sangat menarik jika Ahmadiyah diikutsertakan,

bagaimana tidak jika mereka yang kontra terhadap Ahmadiyah tentu

mereka akan berjanji bagaimana mengkerdilkan Ahmadiyah dengan cara

mereka dengan pimpinan yang akan mereka pilih. Ataupun sebaliknya

misalkan calon kepala daerah karena memandang untuk Tenjowaringin

suaranya banyak itu sangat menarik karena dapat mempengaruhi jumlah

suara mereka. Dan dari kelompok Ahmadiyah sendiri tidak pernah

memandang harus memilih calon dari Ahmadiyah dan sebagainya, kita

dari pihak Ahmadiyah memberikan kebebasan kepada para anggota untuk

memilih secara hati nurani.

C. Wawancara dengan Lili Suwarli

1. Bagaimana sejarah masuknya Ahmadiyah ke Desa Tenjowaringin?

Sebelum tahun 1950 masih sangat gencar dengan DI TII, mereka

mengincar para pemuka agama yaitu M. Ejen, Rosyid, dan H. Faqih dari

Desa Tenjowaringin khususnya dari Wanasigra jika sudah malam hari

pindah ke Garut untuk mengungsi karena takut akan serbuan dari DI TII,

kemudian di tempat pengungsian mereka diberikan tabligh oleh Mubaligh

Page 98: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

Ahmadiyah lulusan dari Markas Rabwah Pakistan Maulana H. Abdul

Wahid. Singkat cerita para pemuka agama kalau sudah pulang dari

pengungsian waktu siang atau sore hari mereka bercerita kepada

masyarakat di Wanasigra bahwa dewasa ini Ahmadiyah telah datang

dengan wujud Mirza Ghulam Ahmad. Menurut Rasulullah apabila Imam

Mahdi telah datang maka kita harus Bai’at. Kemudian pada tahun 1951

mulai banyak orang yang masuk Ahmadiyah sekitar puluhan sampai

ratusan orang ikut melakukan Bai’at. Menurut orang tua tempo dulu ada

pepatah bahwa Ahmadiyah datang kalau tidak ke Wanaraja, mereka

datang ke Wanasigra. Masyarakat di Wanasigra setiap kali mendapatkan

cerita-cerita dari pemuka agama, mereka langsung ikut masuk Ahmadiyah

dan berbai’at.

2. Bagaimana perkembangan Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin?

Perkembangan Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin khususnya di

Wanasigra mulai pada tahun 1951 setelah M. Ejen, Rosyid, dan H. Faqih

mendapatkan cerita-cerita mengenai Ahmadiyah, sebulan sekali atau

bahkan setiap minggu beliau pulang ke Wanasigra untuk menyebarkan

dakwahnya mengenai Ahmadiyah. Ahmadiyah semakin berkembang

karena menurut cerita, para pemuka agama melakukan itu sebagai salah

satu usaha manusia dan adanya wahyu kepada pendiri Jemaat Ahmadiyah

bahwa “tabligh engkau akan disampaikan kepada seluruh penjuru dunia.”

Ahmadiyah sendiri memiliki misi hanya untuk menyampaikan, karena

dalam beragama tidak ada paksaan di dalamnya. Ahmadiyah semakin

berkembang karena orang-orang ketika masuk Ahmadiyah bukan karena

dia kalah dalil, kalah debat dan lain-lain, tetapi mereka masuk Ahmadiyah

karena melihat keseharian Ahmadiyah yang memiliki akhlak yang terbaik

dan mencontoh akhlak Rasulullah Saw, jadi orang-orang sangat tertarik

untuk masuk Ahmadiyah karena melakukan tabhlig pada dewasa ini bukan

dengan kekerasan, paksaan, pakai senjata seperti pedang, ataupun dengan

iming-iming uang, pakaian dan sebagainya.

3. Bagaimana eksistensi Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin?

Page 99: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

Tantangan dari masyarakat luar terhadap Ahmadiyah tidak akan

pernah ada habisnya sampai hari kiamat. Hal tersebut merupakan sunnah

Nabi. Menurut Rasulullah Saw, beliau pernah mengalami hal seperti itu

ketika beliau mengumumkan mendapat wahyu dari Allah SWT mulai

gencar penyerangan-penyerangan dan terhadap Ahmadiyah pun sama

seperti itu. Maka dari itu orang-orang Ahmadiyah tidak aneh lagi kalau

ada orang yang menghina, menyalahkan dan mengkafirkan karena mereka

beranggapan bahwa penentangan pasti ada dan itu merupakan salah satu

jalan seperti Rasulullah Saw. Salah satu bentuk eksistensi dari Ahmadiyah

mereka sudah mempunyai keyakinan bahwa khalifah mereka sudah datang

berbeda dengan non Ahmadiyah yang mereka ingin mendirikan khalifah

tetapi tidak pernah ada sampai saat ini. Khalifah yang ada di Ahmadiyah

bukan secara langsung mereka yang memilih, tetapi khalifah asal mulanya

harus ada nabi yang diutus. Seperti Mirza Ghulam Ahmad sendiri beliau

sebagai nabi buruzi yaitu nabi yang tidak membawa syari’at. Nabi yang

membawa syari’at yaitu Nabi Muhammad Saw setelah wafat ada

Khulafaur Rosyidin, begitu juga di Ahmadiyah setelah wafatnya nabi

buruzi yaitu Mirza Ghulam Ahmad ada khalifah yang sampai sekarang

sudah khalifah yang ke lima.

Wanasigra sendiri untuk sampai saat ini sudah banyak yang

menjadi Mubaligh salah satunya ada yang lagi meneruskan pendidikan di

Ghana (hampir setingkat dengan S-3).

4. Bagaimana pola relasi sosial yang terjadi antara Jemaat Ahmadiyah

dengan non Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin?

Relasi yang dibangun di Wanasigra khususnya sangat baik, dalam

hal keagamaan ataupun dalam kegiatan sosial. Dalam hal keagamaan

seperti shalat Jumat orang non Ahmadiyah ikut bersama Ahmadiyah,

kemudian hari besar Islam seperti Maulid dari non Ahmadiyah

mengundang Ahmadiyah untuk menghadiri. Kemudian acara hari besar di

Ahmadiyah sendiri seperti hari khilafat, hari masih mau’ud mengundang

non Ahmadiyah. Adapun hubungan dalam hal kegiatan sosial masih sangat

Page 100: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

kental dan membaur seperti bikari amal (gotong royong), donor mata,

donor darah yang dilakukan setiap 3 bulan sekali.

D. Wawancara dengan Ana

1. Bagaimana hubungan yang terjadi antara non Ahmadiyah dengan

Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin?

Pada tahun 2016 di hotel Padjajaran dengan kurun waktu 3 hari,

membahas perselisihan yang paling resah di Tenjowaringin 2 kejadian di

mana non Ahmadiyah merusak masjid, rumah, dan kaca-kaca dilempar

dan ketika ada pengajian atau tausiah isinya semua tentang cacian terhadap

golongan Ahmadiyah. kemudian ustadz Ana diberikan kesempatan untuk

menyampaikan usulan kepada ketua MUI (kelompok Nahdhatul Ulama),

dan ada 3 usulan:

d) Kerjasama di bidang sosial pembangunan.

e) Kerjasama dalam bidang olahraga kepemudaan.

f) Kerjasama dalam bidang keagamaan, contohnya pada kegiatan 17

Agustus. Karena awalnya Ahmadiyah tidak dipersilahkan untuk

mengikuti acara keagamaan dalam kegiatan 17 Agustus.

Pola relasi lain bisa dilihat dari ustadz Ana dipanggil untuk

menjadi salah satu pengajar di SMA Al-Wahid (milik Ahmadiyah). selain

dipanggil untuk menjadi pengajar ustadz Ana juga dibutuhkan dan saling

berbagi ilmu dan kemampuan dengan pihak-pihak Ahmadiyah untuk

mengadakan pengajaran berupa:

d. Malam Ahad ngajar bela diri silat di Sukasari.

e. Hari Minggu ke kampung Gunung Tilu ngajar silat dan ta’liman

qur’an.

f. Malam rabu dan sabtu ke Citeguh bela diri silat.

Relasi lainnya yang terjadi di Desa Tenjowaringin yaitu:

a. Dalam bidang olah raga seperti pencak silat, badminton, dan voli

mereka mengadakan kompetesi.

b. Dalam acara walimahan diundang dan turut hadir.

c. Dalam acara mukhotiban diundang dan turut hadir.

Page 101: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

2. Faktor apa saja yang mendorong terjadinya relasi sosial antara

Ahmadiyah dan non Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin?

Faktor yang mendorong adanya relasi sosial antara Ahmadiyah

dengan non Ahmadiyah di antaranya sebagai berikut:

a. Adanya suatu hubungan baik antar tokoh yaitu Ustadz Nahdathul

Ulama dengan Mubalaligh Ahmadiyah.

b. Adanya rasa toleransi yang mengibaratkan jika toleransi tidak

dibangun hal itu mengisyaratkan seperti bangkai hidup-hidup.

E. Wawancara dengan Kostaman

1. Apakah ada kegiatan sosial seperti gotong royong yang dilakukan

bersama antara Ahmadiyah dengan non Ahmadiyah di Desa

Tenjowaringin?

Ya ada, gotong royong tetap terjaga dan dilaksanakan bersama-

sama ketika ada perintah dari RT/RW setempat. Tetapi tidak ada jadwal

tertentu/rutin kecuali kalau ada kegiatan-kegiatan yang cukup besar dan

membutuhkan kerja sama antar masyarakat di Desa Tenjowaringin.

2. Bagaimana relasi yang terjadi antara Ahmadiyah dan non Ahmadiyah di

Desa Tenjowaringin?

Relasi yang terjadi di Desa Tenjowaringin salah satunya masalah

pemerintahan. Di Desa Tenjowaringin kepala desa diduduki oleh orang

Ahmadiyah, adapun staf-staf di bawahnya ada juga yang non Ahmadiyah.

Jadi ya hubungannya baik-baik saja dalam hal pemerintahan. Kemudian

ada juga di mana Ahmadiyah sudah memiliki SMP sendiri yaitu SMP

PGRI dan di sana murid-muridnya campuran ada dari kalangan

Ahmadiyah sendiri dan ada juga dari luar Ahmadiyah.

3. Faktor-faktor apa saja yang mendorong adanya relasi sosial antara

Ahmadiyah dengan non Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin?

Membahas faktor yang mendorong adanya hubungan baik antara

Ahmadiyah dan non Ahmadiyah yang paling menonjol adalah faktor

keturunan. Di mana hampir di Desa Tenjowaringin ada pertalian keluarga,

entah itu saudara kandung, saudara sepupu, ataupun saudara jauh mereka

ada yang masuk Ahmadiyah ada juga yang tidak melakukan bai’at dan

Page 102: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

masih tetap dengan keyakinan awalnya memeluk agama Islam (Nahdhatul

Ulama).

F. Wawancara dengan Yuyu

1. Berapa persen perbandaingan jumlah Ahmadiyah dan non Ahmadiyah

Desa Tenjowaringin?

Nama Dusun Jumlah RT Ahmadiyah Non Ahmadiyah

Citeguh 7 RT 70% 30%

Wanasigra 7 RT 90% 10%

Sukasari 8 RT 50% 50%

Cigunung Tilu 5 RT 40% 60%

Ciomas 4 RT 20% 80%

2. Berapa jumlah masjid Ahmadiyah maupun non Ahmadiyah di Desa

Tenjowaringin?

Nama Dusun Masjid Ahmadiyah Masjid Non Ahmadiyah

Citeguh Baitus Subhan

Baitur Rahim

At-Taufiq

Nurul Khilafat

Wanasigra Al-Fadhal

Al- Mubarok

-

Sukasari Al-Falah Al-Aqsha

Al-Ikhlas

Nurul Ihsan

Cigunung Tilu Al-Ihsan Khusnul Jamaah

Ar-Rasyid

Ciomas - Al-Barakah

Mahbatul Anwar

Page 103: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

LAMPIRAN IV

SURAT KETERANGAN WAWANCARA

Page 104: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON
Page 105: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON
Page 106: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON
Page 107: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON
Page 108: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON
Page 109: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

LAMPIRAN V

FOTO-FOTO

Page 110: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

Kegiatan Mukhotiban

Kegiatan Bakti Sosial Renovasi Masjid

Page 111: POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON AHMADIYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42106/1/FAUZIAH... · POLA RELASI SOSIAL KOMUNITAS AHMADIYAH DAN NON

Masjid Al-Aqsho (Non Ahmadiyah)

Masjid Al-Falah (Ahmadiyah)