resiliensi komunitas jamaah ahmadiyah indonesia (jai...

90
Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam Merespon Diskriminasi Sosial Keagamaan (Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh : Irvan Santoso NIM. 1113032100065 JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/ 2020

Upload: others

Post on 29-Dec-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI)dalam Merespon Diskriminasi Sosial Keagamaan

(Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh :

Irvan Santoso

NIM. 1113032100065

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/ 2020

Page 2: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

i

LEMBAR PERSETUJUAN

Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI)dalam Merespon Diskriminasi Sosial Keagamaan

(Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar SarjanaAgama (S. Ag)

Oleh:

Irvan SantosoNIM : 1113032100065

Dosen Pembimbing

Zaenal Muttaqin, MA.NUPN: 9920112756

JURUSAN STUDI AGAMA AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/ 2020 M

Page 3: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Irvan Santoso

Fakultas : Ushuluddin

Jurusan/ Prodi : Studi Agama Agama

Judul Skripsi : Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI)

dalam Merespon Diskriminasi Sosial Keagamaan

(Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat).

Dengan ini saya menyatakan bahwa,

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain maka, saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 Juli 2020

Irvan Santoso

Page 4: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAH

Skripsi ini berjudul RESILIENSI KOMUNITAS JAMA'AH

AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DALAM MERESPON DISKRIMINASI

SOSIAL KEAGAMAAN (Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat) telah

diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tanggal 28 Juli 2020, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu

syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S. Ag) Program Strata Satu (S-1) pada

Prodi Studi Agama Agama.

Ciputat, 28 Juli 2020

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Syaiful Azmi, MANIP. 19710310 199703 1 005

Lisfa Sentosa Aisyah, MANIP. 1975050506 200501 2 003

Anggota,

Penguji I Penguji II

Dr. Hamid Nasuhi, M. AgNIP. 19630908 199001 1 001

Drs. Moh. Nuh Hasan, M. AgNIP. 19610312 198903 1 002

Dosen Pembimbing,

Zaenal Muttaqin, MA.NUPN: 9920112756

Page 5: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

iv

ABSTRAK

“Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam

Merespon Diskriminasi Sosial Keagamaan

(Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat)”

Skripsi ini ingin mendeskriprisikan bagaimana komunitas JamaahAhmadiyah Indonesia (JAI) merespon kondisi diskriminatif yang mereka terimasebagai entitas sosial keagamaan yang tidak diterima di Indonesia. Beragam faktadiskriminasi, persekusi, dan teror bereskalasi diterima komunitas Ahmadiyahbeberapa waktu terakhir ini. Dari fakta yang menarik yang menjadi kehidupanmasyarakat dalam setiap kegiatan sosial yang dilakukan oleh organisasiAhmadiyah. Setelah terpikirkan lebih jauh maka penulis mencoba untuk mencarilebih dalam lagi terkait Ahmadiyah dimana Ahmadiyah mendapat perlakuandiskriminasi yang dialaminya. Namun penulis melihat ada sesuatu yang berbedadan menarik mengenai upaya untuk selalu berbuat baik meskipun banyakmengalami perlakuan diskriminasi, bahkan mereka mengalami perkembanganyang cukup pesat ditengah-tengah diskriminasi yang mereka alami.

Peneliti ingin menjawab pertanyaan penelitian ini, lalu untuk mejawabpenelitian ini metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakanpendekatan sosiologi dengan cara mendeskripsikan gejala sosial keagamaan.Kerangka teori yang digunakan didalam penelitian ini adalah resiliensi sosial.Untuk memperkuat penelitian penulis mendapatkan data dari hasil kepustakaan.Selain mendapatkan dari kepustakaan penulis juga melakukan wawancara danobservasi langsung ke lapangan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa modal resiliensi KomunitasJamaah Ahmadiyah Indonesia ditempuh dengan dua cara. Pertama, menjagakesalehan atau loyalitas Jamaah Ahmadiyah pada umatnya dengan adanyaprogram-program pembelajaran agama (Tarbiyah) dan perkumpulan anggotasecara berkala. Kedua, membangun komunikasi dengan pihak luar Ahmadiyahdengan melakukan dialog dan program sosial (Rabtah).

Kata Kunci: Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Diskriminasi, Resiliensi Sosial,Tarbiyah, dan Rabtah

Page 6: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat,

dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam Merespon

Diskriminasi Sosial Keagamaan

(Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat)”. Sholawat serta salam semoga selalu

tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang selalu kita harapkan

syafaatnya kelak di hari akhir.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi dan melengkapi

persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Agama pada Program Studi Agama

Agama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari

bahwa skripsi ini tidak mungkin terwujud sebagaimana yang diharapkan, tanpa

bimbingan dan bantuan serta tersedianya fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh

beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menggunakan kesempatan ini

untuk menyampaikan easa terimakasih dan hormat kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang tak putus-putusnya memberikan Do’a

dan Ridhonya hingga akhir masa studi berlangsung, serta tidak lupa

kepada adik-adik ku yang memberikan dukungan sampai saat ini.

2. Bapak Zaenal Muttaqin, MA., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang

selalu memberikan arahan, motivasi, serta bimbingan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Saiful Azmi, MA., selaku Kaprodi Studi Agama Agama,Fakultas

Ushuluddin dan Ibu Lisfa Sentosa Aisyah selaku Sekretaris Jurusan Studi

Agama Agama yang telah membagikan waktu, tenaga, ilmu pengetahuan

juga pengalaman yang berharga.

4. Ibu Dra. Marjuqoh, MA., selaku penasehat Akademik yang memberikan

arahan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin, para staff Fakultas Ushuluddin dan

Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah.

Page 7: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

vi

6. Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah Ahmadiyah Indonesia

Cabang Jakarta Pusat di Jalan Balikpapan I/10, dan terimakasih juga

kepada anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia di wilayah Jakarta yang

telah memberikan sumber utama dalam skripsi ini serta meluangkan

waktunya kepada penulis untuk dapat berdiskusi sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

7. Teman-teman SAA episode 2013, Barly, Najib, Wahid, Imam, Iman, Abu,

Tedi, Usup, yang senantiasa berjuang bersama hingga akhir penulisan ini

selesai.

Meskipun skripsi ini merupakan hasil kerja maksimal dari penulis, namun

penulis menyadari akan ketidaksempurnaan dari skripsi ini. maka penulis dengan

kerendahan hati sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

pembaca sekalian. Penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat

memberikan manfaat dan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan

pada umumnya.

Ciputat,

Penyusun

Page 8: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................................. i

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .............................................................. iii

ABSTRAK ........................................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... v

DAFTAR ISI.................................................................................................................... vii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................... 6

D. Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 7

E. Kerangka Teori........................................................................................................ 9

F. Metode Penelitian.................................................................................................. 13

G. Sistematika Penelitian ........................................................................................... 16

BAB II. SEJARAH SINGKAT AHMADIYAH ........................................................... 18

A. Sejarah Singkat Ahmadiyah.................................................................................. 18

B. Terpecahnya Terpecahnya Ahmadiyah dan Perkembangannya ........................... 21

C. Sejarah Masuknya Ahmadiyah di Indonesia......................................................... 25

D. Kebijakan dan Sikap Ormas Islam terhadap keberadaan Jamaah

Ahmadiyah Indonesia............................................................................................ 29

Page 9: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

viii

BAB III. GAMBARAN UMUM JAMAAH AHMADIYAH INDONESIA

JAKARTA PUSAT ......................................................................................................... 38

A. Sejarah Berdirinya Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jakarta Pusat ..................... 38

B. Aktifitas Sosial Keagamaan .................................................................................. 41

C. Respon Masyarakat Sekitar................................................................................... 44

D. Tindak Kekerasan Terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia ................................ 46

E. Respon Jamaah Ahmadiyah Indonesia Jakarta Pusat Terhadap Kebijakan

Pemerintah............................................................................................................. 49

BAB IV. RESILIENSI JAMAAH AHMADIYAH INDONESIA DALAM

MERESPON DISKRIMINASI SOSIAL KEAGAMAAN .......................................... 52

A. Paradigma Hidup Harmonis Jamaah Ahmadiyah Indonesia................................. 52

B. Membangun Kesalehan dan Komunikasi Anggota Komunitas Jamaah

Ahmadiyah Indonesia............................................................................................ 56

C. Sosial Kemanusiaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia dengan Komunitas

Non Ahmadiyah .................................................................................................... 62

BAB V. PENUTUP.......................................................................................................... 65

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 65

B. Saran...................................................................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 67

Page 10: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam merupakan agama yang memberikan konsep rahmatan lil

‘alamin tentunya selalu memberikan rasa kenyamanan bagi setiap umatnya dalam

berinteraksi antar sesama manusia dan kepada sang khalik. Namun, fakta berkata

lain sering kali terjadi ketidakharmonisan sesama muslim yang selalu berujung

pada permusuhan, penganiayaan, perusakan, dan bahkan penyerangan terhadap

sesama muslim sendiri.

Salah satu permasalahan krusial dalam konteks kehidupan beragama di

Indonesia adalah Ahmadiyah. Ahmadiyah merupakan salah satu kelompok

keagamaan yang telah lama berkembang di Indonesia. Perkembangannya di

Indonesia diawali dengan masuknya Ahmadiyah aliran Qadian ke Indonesia pada

tahun 1925 dimana ketika Rahmat Ali yang merupakan ulama Ahmadiyah Qadian

mulai menginjak Tapaktuan, pantai barat wilayah Aceh dan disusul oleh para

Muballigh Ahmadiyah Qadian lain dari India maupun Punjab untuk memperkuat

misi Ahmadiyah. Dan sejak tahun 1932 Ahmadiyah mulai berkembang di Jakarta

dan Bogor.

Perkembangan Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan di Indonesia,

mulanya Ahmadiyah mendirikan Ahmadiyah Qadian Departemen Indonesia

(AQDI) pada tanggal 16 Desember 1935 dan kemudian berganti menjadi

Anjuman Ahmadiyah Departemen Indonesia (AADI). Lalu pada bulan Desember

1949, AADI mengadakan Muktamar yang dengan penggantian Anggaran Dasar

Page 11: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

2

dan Anggaran Rumah Tangga yang baru dan merubah nama Anjuman Ahmadiyah

Departemen Indonesia menjadi Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang dalam

perkembangan selanjutnya mendapat pengesahan dari pemerintah Republik

Indonesia sebagai Badan Hukum dengan Surat Keputusan Kehakiman No.

J.A/5/23/13 tanggal 13 Maret 1953 dan diumumkan dalam Berita Negara

Republik Nomor 26 tanggal 31 Maret 1953.1

Pada kurun waktu 2010-2011 telah terjadi setidaknya 15 kali insiden

antara Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dengan sejumlah oknum masyarakat

yang mengaku memeluk agama Islam arus utama, seperti yang terliput media.

Jumlah itu cenderung menurun karena menurut Komnas HAM bahkan mencatat

bahwa hanya antara tahun 2007-2008 saja telah terjadi 342 kali aksi serangan dan

intimidasi kepada anggota JAI. Bentuk serangan bervariasi mulai pengusiran,

pengrusakan kediaman dan tempat ibadah, bahkan yang terparah hingga

pembunuhan. Tindak kekerasan terburuk yang telah terjadi adalah insiden di

Cikeusik Pandeglang, Banten, Minggu (6/2/2011), dimana 4 orang Jamaah

Ahmadiyah tewas akibat dianiaya massa.2

Tidak hanya itu, Ahmadiyah juga dianggap telah melakukan penodaan

atau penistaan terhadap agama Islam, hal tersebut dilontarkan oleh Wakil

Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pimpinan Pusat

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Luthfie Hakim. Menurut Luthfie, Ahmadiyah

jelas-jelas telah menodai agama Islam dan harus dikenai pasal penodaan agama.

1 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: Lkis PelangiAksara 2005), h. 196.

2 Rofiqoh Zuchairiyah, Kekerasan Terhadap Pengikut Aliran Yang Dinilai Sesat DalamPerspektif Hukum Islam (Studi terhadap Ahmadiyah di Indonesia), In Right Jurnal Agama danHak Azazi Manusia, Vol. 1 No. 2, Mei 2012, h. 370-371.

Page 12: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

3

Karena, kata Luthfie, aliran ini membawa nama 'Islam'. Jika aliran ini tidak

membawa nama 'Islam' mungkin tidak akan menjadi masalah. Selain itu, yang

membuat Ahmadiyah dianggap Menodai Agama Islam karena mereka telah

mengajak umat Islam lain. Alasan inilah yang membuat Islam dalam keadaan

bahaya. Menurutnya, jika Ahmadiyah tidak mengajak umat lain mungkin tidak

akan perlakuan yang demikian.3

Beberapa kelompok minoritas keagamaan yang pernah mengalami

pelarangan atau menerima peringatan keras, seperti dijelaskan di atas. Pada

kelompok saksi-saksi Yehova yang pernah dilarang oleh Jaksa Agung pada 1976

karena memiliki konsep ajaran yang berbeda dengan ajaran kekristenan pada

umumnya.4 Sementara Jamaah Ahmadiyah Indonesia pada 2008 harus menerima

peringatan keras untuk menghentikan penyebaran ajarannya melalui Surat

Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung

karena memiliki konsep ajaran atau penafsiran yang berbeda dengan ajaran Islam

arus utama.5

Terbukti bahwa pasca diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3

Menteri sebagai pengejawantahan ketentuan pasal penodaan agama, perlakuan

intoleransi yang dialami oleh pihak Jamaah Ahmadiyah diberbagai wilayah

3https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/23/nfhqdg-mui-kalau-tak-mau-menodai-ahmadiyah-jangan-sebut-dirinya-islam di akses pada tanggal 23 September 2018 pukul08.38 WIB.

4Secara resmi pengajaran Saksi-saksi Yehova di Indonesia dilarang melalui SuratKeputusan Jaksa Agung Nomor 129 Tahun 1976, lewat SK itu, Jaksa Agung telah melarangkegiatan Saksi Yehova diseluruh wilayah Indonesia. Pada Februari 1994, ada upaya untukmencabut SK ini dengan berlandaskan Pasal 29 UUD 1945, Tap MPR Nomor XVII/1998 tentangHAM, dan Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998. Pada 1 Juni 2001 atau pada zaman Presiden KH.Abdurrahman Wahid SK pelarangan ini kemudian dicabut.

5 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah AhmadiyahIndonesia di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat

Page 13: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

4

Indonesia terus terjadi bahkan relatif lebih intens dari sebelumnya. Berbagai

tindak intoleransi mulai dari intimidasi kepada para penganut ajaran Ahmadiyah,

sampai dengan penghancuran tempat ibadah, rumah tinggal, serta penjarahan harta

benda terus terjadi.

Penyebab terbesar dari penyerangan yang terjadi kepada golongan

Ahmadiyah yang mana aliran ini mempunyai dasar pemikiran dan penafsiran

berdasarkan ajaran Islam, namun ada beberapa hal yang membuat mereka berbeda

dari umat Islam pada umumnya. Beberapa hal yang membedakan adalah

penafsiran mengenai pemahaman tentang kenabian, wahyu, dan Al Masih

Mau’ud. 6 Amir Jamaah Ahmadiyah Indonesia mengklaim perbedaan Ahmadiyah

dengan Islam hanya terletak pada sosok Imam Mahdi. Menurutnya, pendiri

Ahmadiyah adalah pengikut Nabi Muhammad SAW, tidak ada penambahan atau

pengurangan dari apa yang diajarkan Nabi Muhammad saw.7

Peristiwa yang telah disebutkan di atas tidak hanya menimbulkan kerugian

secara fisik tetapi juga menimbulkan trauma secara psikis. Masalah yang mungkin

muncul setelah penyerangan terjadi selain trauma yaitu korban menarik diri dari

lingkungan sosial sehingga korban menjadi tertutup, bahkan ragu untuk

mengungkapkan identitas diri yang sebenarnya, karena ada ketakutan sendiri.

Adanya bias mayoritas dalam setiap keputusan pemerintah terhadap kasus-

kasus Jamaah Ahmadiyah Indonesia menjadikan persoalan yang tak kunjung

selesai, bahkan tekanan yang muncul membuat Jamaah Ahmadiyah Indonesia

6 Lubis, Syarif Ahmad, Jamaah Ahmadiyah: Sebuah Pengantar, Parung: JAI, 1994, h. 13.7 https://m.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2011/02/17/46575/amir-ahmadiyah-

bedanya-ahmadiyah-dengan-islam-pada-imam-mahdi.html diakses pada tanggal 25 Juni 2020pukul 20.38 WIB

Page 14: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

5

menentukan cara harus bagaimana agar bisa membangun interaksi dan pergaulan

untuk menciptakan hubungan antar manusia dan tidak jarang pula terjadi konflik

sehingga mereka terus bisa bertahan ditengah himpitan tersebut untuk

meminimalkan diskriminasi sosial keberagamaan sebagai Jamaah Ahmadiyah

Indonesia.

Fokus yang menjadi bahan penelitian pada kesempatan kali ini adalah

mengenai pengaruh komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia dalam membangun

pengaruh positif dengan masyarakat. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh

Bapak Urip Jamaah Ahmadiyah yang berada di Masjid Al Hidayah Kebayoran

Lama Jakarta Selatan, yang mana beliau menyampaikan bahwasanya Jamaah

Ahmadiyah sendiri, tidak ada masalah pasca diterbitkannya SKB yang dibuat

karena aturan tersebut dibuat demi kemaslahatan bersama. Beliau juga

menuturkan di lingkungan tempat mereka beribadah, mereka sangat bersahabat

dengan warga sekitar dan menjalin hubungan baik dengan Masjid Al Hikmah

yang berada di sekitarnya dan melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan. Beliau

juga mengungkapkan bahwa Jamaah Ahmadiyah Indonesia taat kepada apa yang

diperintahkan pemerintah Indonesia mengenai segala bentuk peraturan atau

himbauan yang disampaikan pemerintah pusat untuk mematuhi protokol

kesehatan dan melakukan kegiatan ibadahnya di rumah masing-masing di tengah

pandemi yang terjadi.8

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih

dalam tentang yang seberapa besar perkembangan pasca terjadinya konflik yang

8 Wawancara Pribadi dengan Bapak Urip, selaku Jamaah dari Ahmadiyah Indonesia,Tanggal 03 Juni 2020

Page 15: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

6

dialami oleh Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI) berdasarkan argumentasi

sosiologi, dan juga menurut penulis tema ini berkaitan dengan Jurusan Studi

Agama-agama. Oleh karena itu, penulis akan menulis skripsi dengan judul

Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam Merespon

Diskriminasi Sosial Keagamaan (Studi Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat).

B. Rumusan Masalah

Setelah memaparkan latar belakang tersebut, tentunya terdapat persoalan-

persoalan mendasar yang ingin diungkap dalam penelitian ini. Adapun rumusan

masalah yang dapat diuraikan dengan penulisan skripsi ini adalah, Bagaimana

Jamaah Ahmadiyah Indonesia melakukan resiliensi atau mempertahankan diri

mereka ditengah diskriminasi sosial keagamaan dari masyarakat yang kontra

terhadap Ahmadiyah?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan

di atas. Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Memenuhi persyaratan akhir memperoleh gelar Sarjana Agama pada

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

2. Mengetahui bagaimana respon yang dilakukan oleh Jamaah

Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam menjaga identitas sosial keagamaan

dari tindak pelarangan maupun diskriminasi yang dialami kelompok

keagamaan yang kontra terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia.

Page 16: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

7

Adapun manfaat hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai

berikut:

1. Akademis

Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan akhir

perkuliahan dalam meraih gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Jurusan Studi

Agama Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran kepada Komunitas Jamaah

Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam merespon diskriminasi sosial

keagamaan.

3. Praktis

Melalui penelitian ini diharapkan penulis dapat memahami sejauh mana

Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam merespon

diskriminasi sosial keagamaan atas keberlangsungan kelompoknya.

D. Tinjauan Pustaka

Tujuan adanya tinjauan pustaka, yaitu untuk membuktikan orisionalitas

penelitian dan menguraikan penelitian sebelumnya yang memiliki obyek

penelitian dan menguraikan penelitian dan kajian yang relevan dengan penelitian

ini.

Dari hasil penelusuran penulis, kajian-kajian yang telah dilakukan dalam

bentuk karya ilmiah, antara lain penelitian dilakukan oleh Intan Hanifatunisa

Fakultas Psikologi dengan skripsinya yang berjudul Pengaruh Positive Religious

Page 17: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

8

Coping, dan Social Support Terhadap Post-Traumatic Growth Pada

Anggota Ahmadiyah Korban Penyerangan. Penelitian ini membahas tentang

Posttraumatic growth pada anggota Ahmadiyah sebagai korban penyerangan yang

dipengaruhi oleh variabel-variabel diantaranya positive religious coping, dan

Social Support.9

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Farkhan dengan skripsinya yang

berjudul "Jamaah Ahmadiyah Indonesia” yang menyoroti pada segi dakwah

dan ajaran pokok yang dibawa oleh Mirza Ghulam Ahmad. Penelitian ini

merupakan skripsi yang disusun oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya Program Studi Arab.10

Penelitian berikutnya merupakan sebuah riset yang dilakukan oleh Rosidin

yang berjudul "Sikap Pemerintah Terhadap Konflik Keagamaan; Kasus

Ahmadiyah Manislor". Penelitian ini dilakukan pada tahun 2013, membahas

tentang faktor yang menyebabkan konflik antara Ahmadiyah dengan non

Ahmadiyah di Manislor Kuningan, serta bagaimana sikap pemerintah terhadap

konflik Ahmadiyah di daerah Manislor Kuningan.11

Disertasi yang berjudul "Gerakan Ahmadiyah di Indonesia 1920-1942",

yang disusun oleh Iskandar Zulkarnain, yang membahas tentang pengaruh

9 Intan Hanifatunisa, Pengaruh Positive Religious Coping, dan Social Support TerhadapPost-Traumatic Growth Pada Anggota Ahmadiyah Korban Penyerangan, Skripsi, diterbitkan olehUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarat, Tahun. 2019.

10 Farkhan, Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Skripsi, diterbitkan oleh UniversitasIndonesia, Tahun 2012. h. 6.

11 Rosidin, Sikap Pemerintah Terhadap Konflik Keagamaan; (Kasus AhmadiyahManislor) Riset, diterbitkan oleh Institut Studi Islam Fahmina (ISIF), Tahun 2013.

Page 18: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

9

Ahmadiyah terhadap Gerakan Islam di Indonesia dan Kontribusinya bagi

perkembangan gerakan Islam Modern di Indonesia.12

Setelah melihat penelitian yang dihasilkan oleh para kaum intelektual, baik

itu Skripsi, Tesis, dan Disertasi, penulis bukanlah yang pertama menulis mengenai

Ahmadiyah. Akan tetapi hal yang membedakan Skripsi penulis dengan penelitian-

penelitian sebelumnya adalah topik pembahasannya. Skripsi ini menekankan

kepada sejauh mana komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI)

mempertahankan identitas dan eksistensinya di tengah pelarangan dan

diskriminasi.

E. Kerangka Teori

Dalam menelaah permasalahan di atas tidak hanya diselesaikan dengan

pemikiran saja, melainkan harus menganalisa dengan landasan teori, sehingga

dapat terwujud karya ilmiah yang memiliki bobot keilmuan. Penelitian ini fokus

menjelaskan bagimana kelompok Jamaah Ahmadiyah Indonesia dalam

mempertahankan identitas di tengah pelarangan dan sikap diskriminasi. Untuk itu,

penelitian ini memanfaatkan teori resiliensi sosial.

Istilah resiliensi berasal dari Bahasa Inggris resilience yang berarti daya

pegas, daya kenyal.13 Resiliensi sebagai kemampuan untuk tetap berusaha

mengatasi dan bertahan setelah menghadapi sesuatu yang sulit atau buruk yang

12 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia 1920-1942, Disertasi,diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2000.

13 https://www.u-dictionary.com/word/Resilience/from/en/to/id, diakses pada tanggal05 Agustus 2020. Pukul 22.00.

Page 19: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

10

telah dialaminya.14 Kemampuan itulah yang membuat seseorang bisa beradaptasi

dalam masa kesulitan.

Resiliensi sosial adalah kemampuan kelompok atau komunitas untuk

mengatasi tekanan dan gangguan eksternal sebagai hasil perubahan sosial, politik

dan lingkungan hidup. Dalam hal ini, kemampuan untuk mempertahankan diri

dalam menjalani kehidupan setelah kesusahan dan kesulitan untuk terus

melanjutkan tujuan hidup setelah mengalami kesulitan secara positif.15

Resiliensi juga merupakan konsep ketahanan yang berkembang dari

penekanan untuk bertahan, sehingga mereka bisa beradaptasi dan melakukan

penyesuaian dengan keadaan positif guna menjawab permasalahan secara kritis

tentang transformasi sosial dalam menghadapi perubahan global.16

Dengan demikian arti dari resiliensi sosial adalah segala ketahanan sosial

yang menyangkut suatu golongan atau komunitas untuk menyesuaikan diri dari

berbagai ancaman demi keberlangsungan suatu komunitas tersebut. Ketahanan

sosial itu sendiri ditandai dengan ancaman yang terus menerus yang merujuk pada

bahaya-bahaya yang mengancam suatu komunitas. Bahkan, mereka akan tertekan

pada peristiwa sosial maupun dinamika yang terjadi, bahkan dapat dianggap

sebagai ancaman bagi komunitas tersebut.17

14 https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/resilience, diakses pada tanggal 16Juli 2020. Pukul 23.00.

15 https://hijauku.com/2018/03/08/resiliensi-sosial-sebagai-virus-positif-lingkungan/,diakses pada Tanggal 16 juli 2020, pukul 23.15.

16 Markus Keck dan Patrick Sakdapolrak, What is Social Resilience Lessons Learned andWays Forward, Erkunde, 2013, Vol.67, No 1, h.6.

17 Markus Keck dan Patrick Sakdapolrak, What is Social Resilience Lessons Learned andWays Forward, Erkunde, 2013, Vol.67, No 1, h.8.

Page 20: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

11

Thabet (2017) mengatakan bahwa resiliensi merupakan kemampuan agar

terus menjalankan kehidupan setelah kesulitan dan kesusahan yang telah dialami,

atau untuk terus melanjutkan hidup setelah mengalami kesulitan.

Kobylarczyk dan Bulik (2015) juga menjelaskan bahwa resiliensi

diperlakukan sebagai kelompok luas karakteristik pribadi, yang dilakukan oleh

kebiasaan dan adaptasi untuk tuntutan kehidupan, kemampuan untuk mengambil

tindakan perbaikan dalam kesulitan situasi dan toleransi terhadap emosi.

Tugade dan Fredrickson (2004) dengan menekankan pentingnya resiliensi

terhadap kemampuan seseorang dalam mengatasi kesulitan dan penderitaan

sehingga membantu individu agar lebih cepat beradaptasi dalam menghadapi

kehidupan setelah kehidupan yang stres.

Grotberg (2001), mengatakan bahwa sangat mudah untuk fokus pada

dampak setelah musibah yang dialami. Bagaimanapun, manusia memiliki

kapasitas untuk menghadapi, mempertahankan dan menyelesaikan masalah atau

kesulitan. Kapasitas manusia itu adalah daya tahan (resilience). Resiliensi

membantu kelompok yang hidup dalam kondisi buruk atau mengalami kesulitan

lainnya agar tetap bertahan meskipun dalam tingkat yang rendah atau berada

dalam tekanan. Sehingga dapat meningkatkan harapan dan memiliki keyakinan

yang tinggi dalam fungsi sosial dan menjadi komunitas yang efektif.18

Dalam penelitian ini yang digunakan adalah teori yang telah disampaikan

Grotberg (2001) yang menyebutkan bahwa resiliensi merupakan kapasitas

kelompok atau komunitas yang dapat bertahan ditengah diskriminasi sosial.

18 Intan Hanifatunisa, Pengaruh Positive Religious Coping, dan Social Support TerhadapPost-Traumatic Growth Pada Anggota Ahmadiyah Korban Penyerangan, Skripsi, diterbitkan olehUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarat, Tahun. 2019

Page 21: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

12

Menurut Grotberg (2001), terdapat tiga dimensi yang ada dalam resiliensi:

1. I Have (eksternal supports), yang merupakan dukungan eksternal yang

terdapat cinta yang diberikan kepada orang lain, sehingga orang lain

tersebut mengetahui kapan harus lanjut dan berhenti, dengan

mengajarkan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan membantu

ketika mengalami kesulitan dan dalam keadaan yang membahayakan.

2. I am (inner streght), kepercayaan diri yang dibangun dengan

menghormati diri sendiri dan orang lain, senang melakukan perbuatan

baik, bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan oleh diri sendiri

dan menolong orang lain dengan mempercayai bahwa semua akan

baik-baik saja.

3. I can (interpersonal and problem-solving skills), dengan mengahadapi

suatu masalah selalu berusaha mencari bantuan orang lain jika

diperlukan, berbicara kepada orang lain tentang hal yang membuat

ketakutan dan mengganggu, serta mampu dalam mengendalikan diri

ketika ingin melakukan sesuatu, mengetahui kapan waktu yang tepat

dalam mengambil tindakan dan kapan waktu untuk berbicara.19

Dengan adanya tiga dimensi yang telah disebutkan, kemampuan seseorang

untuk selalu terus berusaha menjalani kehidupan dalam keadaan sulit

sekalipun dan banyaknya tekanan. Kemampuan tersebut bisa didapatkan

melalui dukungan eksternal yang diberikan kepada orang lain. Dengan

kekuatan yang berasal dari diri sendiri dengan mempercayai bahwa apa yang

19 Intan Hanifatunisa, Pengaruh Positive Religious Coping, dan Social Support TerhadapPost-Traumatic Growth Pada Anggota Ahmadiyah Korban Penyerangan, Skripsi, diterbitkan olehUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarat, Tahun. 2019

Page 22: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

13

dialami itu akan baik-baik saja. Kemudian untuk mengidentifikasi masalah

lalu menyelesaikannya dengan baik merupakan interpersonal dan problem

solving skills.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan yaitu, penelitian kepustakaan dan

penelitian lapangan untuk memperoleh data dalam membangun dan

memperkaya tulisan ilmiah ini. Penulis menggunakan studi kepustakaan

(library research), yaitu suatu penelitian untuk memperoleh data, baik

untuk data primer dan data sekunder, yang bersumber dari buku, majalah,

artikel, jurnal, dan lain-lain. Berdasarkan hasil bacaan, catatan, dan bahan-

bahan lainnya yang diolah untuk dikumpulkan.20 Studi kepustakaan

digunakan penulis, sebab Jama’ah Ahmadiyah Indonesia memiliki buku-

buku yang merupakan pedoman dalam mereka beragama. Deskriptif

analitik digunakan penulis untuk menganalisis data-data berdasarkan

bahan-bahan yang telah ditelaah secara mendalam.

Kemudian penelitian lapangan (field research), yaitu penulisan yang

dilakukan secara langsung di medan terjadinya gejala melalui

pengamatan/observasi maupun wawancara mendalam. Penelitian ini

menggunakan informasi yang diperoleh dari para informan melalui

wawancara, abstraksi, atau lainnya. Penelitian ini dilakukan di Masjid Al

Hidayah, Jalan Balikpapan I, Jakarta Pusat dan melakukan pengamatan

20Mestika Zed, Motode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,cetakan pertama, 2004), h. 3.

Page 23: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

14

lapangan serta wawancara, apa saja yang dilakukan oleh para anggota

Jama’ah Ahmadiyah Indonesia.

2. Sumber

Ada dua bentuk sumber data dalam penelitian ini yang akan penulis

jadikan sebagai pusat informasi bagi data yang dibutuhkan dalam hal

penelitian. Sumber data tersebut terbagi atas dua kelompok, yaitu sumber

data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber Primer

Peneliti memperoleh data yang diperlukan dengan melakukan

wawancara terhadap mereka yang bersangkutan. Kemudian

melalui buku, artikel, jurnal, ceramah, arsip, dokumen,

majalah, dan surat kabar yang terkait langsung dengan topik

penelitian ini.

b. Sumber Sekunder

Sumber data sekunder atau dapat diartikan sumber ini dapat

memberikan informasi atau data tambahan yang dapat

memperkuat data primer. Data sekunder dapat penulis peroleh

dari dokumentasi atau buku-buku yang berhubungan dengan

penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat tiga teknik yang penulis gunakan dalam melakukan

pengumpulan data.

a. Kajian Kepustakaan

Page 24: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

15

Seperti diketahui kajian kepustakaan dilakukan dengan cara

menggali informasi dari sumber-sumber yang relevan dalam

penelitian ini, yang bersumber dari buku, majalah, artikel, jurnal,

dan lain-lain. Berdasarkan hasil pembacaan, catatan, dan bahan-

bahan lainnya yang diolah untuk dikumpulkan.21 Adapun, penulis

mengumpulkan data baik dari kepustakaan atau library reseach

untuk memperoleh data yang berkaitan dengan tema yang akan

diambil dalam penelitian.

b. Wawancara (Indepth Interview)

Teknik wawancara yaitu, penelitian yang diajukan secara lisan

(pengumpul data bertatap muka dengan responden).22 Penulis

mewawancarai pengurus Jama’ah Ahmadiyah indonesia, untuk

melengkapi data yang telah ada dan memperoleh informasi secara

langsung, serta mengetahui bagaimana pandangan Komunitas

Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam merespon diskriminasi

sosial keagamaan.

c. Observasi

Observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan dalam suatu

penelitian melalui pengamatan secara langsung di tempat atau

obyek yang diteliti.23 Penulis mengamati setiap apa yang

diinformasikan kepada responden dalam meninjau upaya komunitas

21Mestika Zed, Motode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,cetakan pertama, 2004), h. 3.

22Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (Jakarta: Rajawali Pers, 2010). h. 52.23Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka

Cipta, 2006). h. 124

Page 25: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

16

Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam merespon diskriminasi

sosial keagamaan.

4. Metode Penelitian

Dalam melakukan kajian ini penulis menggunakan pendekatan

sosiologi24 terhadap agama dengan maksud mencari relevansi dan

pengaruh agama terhadap fenomena sosial. Pendekatan ini berfokus

pada masyarakat yang memahami dan mempraktekan agama,

bagaimana pengaruh masyarakat terhadap agama dan pengaruh agama

kepada masyarakat.25 Penulis harus melihat seperti apa landasan atau

teori-teori Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah Indonesia (JAI)

dalam Merespon Diskriminasi Sosial Keagamaan (Studi Jamaah

Ahmadiyah Jakarta Pusat).

G. Sistematika Penelitian

Sebagai pertimbangan dalam mempermudah penulisan skripsi ini, penulis

menyusun melalui sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, yaitu:

BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan. Dalam bab ini tercakup di

dalamnya tujuh pasal pembahasan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Kerangka

Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika Penelitian.

BAB II : Bab ini akan menjelaskan tentang Sejarah Singkat Ahmadiyah,

Terpecahnya Ahmadiyah dan Perkembangannya, Sejarah Masuknya Ahmadiyah

24 Pendekatan ini berfokus pada masyarakat yang memahami dan mempraktekan agama,bagaimana pengaruh masyarakat terhadap agama dan pengaruh agama terhadap masyarakat,(Bahri, Wajah Studi Agama-agama, h. 43-44).

25 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga Masa Reformasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015, cet. 1, h. 43-44.

Page 26: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

17

di Indonesia, Kebijakan dan Sikap Ormas Islam terhadap keberadaan Jamaah

Ahmadiyah Indonesia.

BAB III : Bab ini akan membahas tentang Gambaran Umum Jamaah

Ahmadiyah Indonesia Jakarta Pusat terkait Sejarah Berdirinya Jamaah Ahmadiyah

Indonesia di Jakarta Pusat, Aktifitas Sosial Keagamaan, Respon Masyarakat

Sekitar, Tindak Kekerasan Terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Respon

Jamaah Ahmadiyah Indonesia Jakarta Pusat Terhadap Kebijakan Pemerintah.

BAB IV : Bab ini akan membahas tentang Upaya Komunitas Jama'ah

Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam Merespon Diskriminasi Sosial Keagamaan

pada Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat terkait Paradigma Hidup Harmonis

Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Membangun Kesalehan dan Komunikasi Anggota

Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Sosial Kemanusiaan Jamaah

Ahmadiyah Indonesia dengan Komunitas Non Ahmadiyah.

BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari

seluruh kajian dalam skripsi ini, dan saran-saran yang sifatnya membangun dari

penulis.

Page 27: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

18

BAB II

SEJARAH AHMADIYAH DAN PERKEMBANGANNYA

DI INDONESIA

A. Sejarah Singkat Ahmadiyah

Beberapa faktor yang menyebabkan lahirnya sekte dalam Islam ialah

adanya perebutan kekuasaan, perbedaan interpretasi dan fanatisme.1 Hal tersebut

yang menyebabkan kemunduran umat Islam, seperti yang terjadi di India pada

masa terakhir kerajaan Mughal. Dimana umat Islam cenderung statis, eklusif,

rigid, dan konservatif, sehingga tidak peduli atas realitas sosial. Sebenarnya,

kesadaran untuk mencari solusi tentang kelatarbelakangan dalam segala bidang

yang dialami oleh kalangan umat Islam pada masa itu.

Fenomena tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Inggris yang berkoloni

dengan India. Eklusivisme yang menjadi karakter, membuat umat Islam terisolasi

karena sikap antipati atas keragaman yang ada di India. Sehingga menambah

keyakinan Inggris bahwa umat Islam adalah aktor dari pemberontakan yang

terjadi. Puncaknya setelah terjadinya pemberontakan umat Islam pada saat dalam

garis kemiskinan, ta\asshub, percaya tahayul dan mencampuradukan ajaran agama

dan budaya.2

Pada wilayah berbeda, problem sosial seperti kemiskinan, kelaparan. Dan

sikap konservatisme yang melekat pada umat Islam menjadi salah satu faktor

1 Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Jakarta: Husni Zikra, Tahun 2001), h. 542 Kunto Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, (Islamabad: Neratja

Press, 2014), h. 64.

Page 28: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

19

yang melatarbelakangi lahirnya Ahmadiyah di India. Kemiskinan yang melanda

umat Islam menjadi pintu masuk bagi non muslim dalam mempengaruhi umat

Islam untuk berpindah keyakinan. Oleh sebab itu, Mirza Ghulam Ahmad

membuat seruan untuk menghidupkan kembali ajaran agama.3

Fenomena diatas memberikan catatan bahwa, lahirnya Ahmadiyah secara

umum tidak lepas dari tiga faktor, yaitu keagamaan, sosial, dan politik. Faktor

keagamaan adalah faktor internal umat Islam, yaitu pemurnian sikap pengakuan

(taassub) yang menyelimuti umat Islam menjadi salah satu faktor stagnasi

pemikiran dan peradaban Islam.

Pada tahun 1889 M, pasca terjadinya pembaiatan pertama yang dilakukan

oleh Mirza Ghulam Ahmad kepada seorang muridnya yang sangat taat dan setia,

yang berada di kota Ludhiana. Maka lahirlah aliran baru pada Tahun 1889

menurut aliran Qadian.4 Sedangkan dari aliran Lahore berpendapat bahwa

Ahmadiyah berdiri pada tahun 1888 M, berdasarkan ilham yang diterimanya dan

melakukan bai’at kepada Mirza Ghulam Ahmad.5

Tujuan Ahmadiyah didirikan untuk memperbaiki kehidupan beragama

umat Islam dan menjalin Ukhuwah Islamiyah. Selaras dengan tugas dan apa yang

3 Mirza Ghulam Ahmad, Ajaranku, R.A (ttp: ttm) Tahun 2012, h. 27.4 Kunto Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, (Islamabad: Neratja

Press, 2014), h. 705 Saleh A. Nahdi, Ahmadiyah Selayang Pandang,( Jakarta: Yayasan Raja Pena, 2001),

cet. IV, h. 5

Page 29: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

20

dibawa oleh Mirza Ghulam Ahmad bahwa kehadirannya untuk memajukan dan

menegakan syari’at Islam.6

Ahmadiyah meyakini bahwasanya Mirza Ghulam Ahmad sebagai seorang

yang sangat istimewa, seorang yang membawa syariat yang telah ada yakni

syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.7 Dalam hal ini, penempatan

keistimewaan yang dimiliki Mirza Ghulam Ahmad akan dibahas pada sub bab

berikutnya.

Mirza Ghulam Ahmad mengakui dalam kasyaf-nya bertemu dengan Nabi

Muhammad saw, Sayyidina Ali, Siti Fatimah, Hasan dan Husain. Dalam

pertemuannya tersebut diceritakan dalam kitab Tadzkirah, dimana sekitar tahun

1875 M dalam keadaan sadar bertemu dengan keluarga Nabi, dan Sayyidina Ali

menyerahkan sebuah buku sebagai pedoman dalam menafsirkan Al Quran.8

Dengan demikian kejadian tersebut merupakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad

adalah orang pilihan untuk menghidupkan agama.

Datangnya utusan di dunia ini adalah untuk memperbaiki perilaku umat

yang meyalahi aturan tuhan, yang mana seorang utusan tersebut mempunyai tugas

menghilangkan konsep asing dalam ajaran agama Islam. Sehingga seorang utusan

diperintah oleh tuhan untuk melakukan pembaharuan yang dilakukan tidak

6 Saleh A. Nahdi, Ahmadiyah Selayang Pandang,( Jakarta: Yayasan Raja Pena, 2001),cet. IV, h. 14-15.

7 A. Fajar Kurniawan, Teologi Kenabian Ahmadiyah, (Jakarta: RM Books, 2006), h. 15.8 Mirza Ghulam Ahmad, Tadzkirah, Wahyu, Mimpi dan Kasyafnya yang diterima,

(Islamabad:Neratja Press, 2014), h. 19.

Page 30: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

21

datangnya dari diri sendiri, melainkan tugas dari tuhan.9 Dengan pandangan

tersebut merupakan awal dari perdebataan dan berakhir dengan mayoritas umat

Islam.

Saat ini Jamaah Ahmadiyah dipimpin oleh Mirza Masroor Ahmad,

khalifah ke-5 penerus dari Mirza Ghulam Ahmad, sejak pertama kali didirikan

sampai sekarang, Jamaah Ahmadiyah berkembang pesat dan tersebar keseluruh

dunia yang meliputi lebih dari 200 bangsa dengan keanggotaan yang melebihi

puluhan juta orang.10 Dilihat dari perkembangan sampai saat ini, Jamaah

Ahmadiyah berhasil melakukan ekspansinya dengan jumlah yang tergolong

sangat signifikan dari salah satu kelompok besar dalam Islam.

B. Terpecahnya Ahmadiyah dan Perkembangannya

Ahmadiyah adalah nama yang diambil dari nama akhir pendirinya, yakni

Mirza Ghulam Ahmad. Menurut Ahmad Lubis, nama Ahmadiyah berasal dari

nama dan sifat Nabi Muhammad SAW, yakni Ahmad yang berarti terpuji.11

Komunitas ini terdiri dari orang-orang yang menerima pengakuan pendirinya

bahwa beliau adalah Imam Mahdi dan Al Masih yang dijanjikan oleh tuhan serta

bertugas menegakan ajaran-ajaran yang dibawakan oleh Nabi Muhammad saw

dengan pemahaman yang benar.

9 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: Lkis PelangiAksara 2005), h. 97.

10 https://www.alislam.org/ahmadiyya-muslim-community, diakses pada tanggal 14 juni2020, Pukul 21.00 wib.

11 Lubis, Syarif Ahmad, Jemaat Ahmadiyah: Sebuah Pengantar, (Parung: JAI, 1994), h.2.

Page 31: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

22

Setelah Ahmadiyah dipimpin oleh pendirinya sampai tahun 1908,

kemudian dilanjutkan oleh penerusnya yakni Hakim Nuruddin sampai tahun 1914.

Sepeninggal Hakim Nuruddin, bibit perpecahan sudah mulai terlihat di kalangan

mereka. Menurut Bashir Ahmad, ada tiga faktor yang menyebabkan Golongan

Ahmadiyah terpecah, yaitu masalah Khalifah, iman kepada Mirza Ghulam

Ahmad, dan masalah kenabian.12

Permasalahan khilafah, di kalangan Ahmadiyah terjadi perbedaan

pendapat yang cukup signifikan. Perbedaaan ini sangat berpengaruh pada

manajemen organisasi Ahmadiyah yang telah mempunyai jangkauan luas, baik di

kalangan muslim maupun non muslim. Ada dua pendapat yang berbeda tentang

masalah tersebut di kalangan ahmadiyah. Pertama, kelompok yang mengatakan

bahwa organisasi khilafah masih diperlukan untuk mengikuti apa yang telah

diajarkan Mirza Ghulam Ahmad. Aliran ini menyakini bahwa Ahmadiyah harus

berada dan bergerak dengan sistem khilafah sebagaimana yang ada terdahulu pada

masa Mirza Ghulam Ahmad dan Hakim Nuruddin yang sudah berjalan. Sistem

khilafah juga harus ada pada masa yang akan datang dan seterusnya harus tetap

ada.13 Sementara pendapat kedua, mengatakan bahwa organisasi khilafah sudah

tidak diperlukan lagi dan sudah cukup dengan organisasi Anjuman yang sudah

terbentuk saja, tetapi untuk menghormati wasiat khilafah Hakim Nuruddin boleh

ditetapkan seorang Amir dan posisinya tidak wajib ditaati oleh Jamaah, bahkan

jabatannya terbatas dan mempunyai syarat-syarat yang cukup ketat.

12 Mirza Bashiruddin Ahmad, Silsilah Ahmadiyah, Penerjemah Abdul Wahid H. A.Kemang: 1997, h. 71.

13 Mirza Bashiruddin Ahmad, Silsilah Ahmadiyah, Penerjemah Abdul Wahid H. A.Kemang: 1997, 40.

Page 32: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

23

Kedua, yang menjadi titik perpecahan di kalangan Ahmadiyah adalah

masalah iman kepada Mirza Ghulam Ahmad. Terjadi perbedaan yang sengit,

diantara dua kelompok dalam Ahmadiyah. Pertama, kelompok yang berpendapat

bahwa iman kepada Mirza Ghulam Ahmad adalah suatu kewajiban yang harus

ditaati. Siapa saja orang yang tidak mempercayainya adalah kafir dan keluar dari

Islam. Kelompok ini yang oleh sebagian umat Islam dinilai telah melampaui batas

dan dikatagorikan kelompok radikal yang sesat. Sementara kelompok Kedua,

adalah kelompok yang mengatakan bahwa mereka yang tidak beriman kepada

Mirza Ghulam Ahmad tidak ada masalah, karena mereka mempunyai kebebasan

untuk tidak melakukan hal itu selama mereka mengucapkan dua kalimat syahadat.

Menurut Maulana Muhammad Ali, faktor yang kedua adalah faktor yang memicu

perpecahan di kalangan Ahmadiyah.

Faktor yang ketiga, yang menjadi pemicu perpecahan di kalangan

Ahmadiyah adalah masalah kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Di kalangan

Ahmadiyah terjadi perbedaan pendapat yang cukup tajam diantara dua kelompok.

Permasalahan tersebut sangat krusial, karena masalah kenabian seperti yang sudah

disebutkan diatas merupakan masalah yang khas dari Ahmadiyah dan

kontroversial di kalangan umat Islam. Dua kelompok tersebut antara lain,

Pertama, kelompok yang mengatakan bahwa kenabian sesudah Nabi Muhammad

saw tetap terbuka sampai kapan pun, sementara pendapat kedua, mengatakan

sesudah kenabian Nabi Muhammad saw pintu kenabian sama sekali sudah

tertutup dan mengakui Mirza Ghulam Ahmad tidak mendakwahkan diri sebagai

Page 33: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

24

nabi.14 Pendapat yang kedua merupakan paham yang dianut oleh kelompok yang

kemudian dinamakan golongan Lahore. Golongan Lahore memperkuat

argumentasinya melalui Qanun Asasi Ahmadiyah Lahore yang mengatakan bahwa

Nabi Muhammad saw adalah nabi terakhir dan sesudah beliau tidak akan datang

lagi nabi.15

Sejak munculnya dua pendapat yang kontroversial dari internal

Ahmadiyah, pada tahun 1914 Ahmadiyah terpecah menjadi dua golongan.

Pertama, golongan Qadiani yang mana ajarannya mencela tuduhan muslim lain

sebagai kafir. Golongan yang berkeyakinan bahwa kenabian tetap terbuka sesudah

Nabi Muhammad SAW. Kelompok ini dipimpin oleh Mirza Bashiruddin Mahmud

Ahmad. Golongan ini juga berpandangan bahwa Mirza Ghulam Ahmad tidak

hanya sebagai mujadid, tetapi juga sebagai nabi dan rasul yang seluruh ajarannya

harus ditaati.

Golongan kedua adalah golongan Lahore yang disebut juga dengan

Ahmadiyah Anjuman Isha’at Islam. Golongan ini dipimpin oleh Maulana Rahmat

Ali dan Kwaja Kamaluddin yang menyetujui prinsip golongan pertama. Golongan

ini berkeyakinan bahwa pintu kenabian setelah Nabi Muhammad saw telah

tertutup. Dengan demikian, Mirza Ghulam Ahmad bukanlah seorang nabi,

melainkan seorang Mujadid, selain sebagai al Masih dan al Mahdi.16

14 PB. GAI, Benarkah Ahmadiyah Sesat, (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2003), cet.Ke 2, h. 10.

15 PB. GAI, Anggaran Dasar (Qanun Asasi), (Yogyakarta: PB. GAI), h. 85-86.16 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: Lkis Pelangi

Aksara 2005), h. 72-73.

Page 34: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

25

Menurut Syafi’i R. Batuah, seorang pengikut golongan Qadian, golongan

Ahmadiyah Lahore bermula dari kegagalan Maulana Muhammad Ali dalam

mencapai ambisinya untuk menjadi khalifah II. Oleh karena itu, ia dan

pengikutnya memisahkan diri dan membentuk golongan yang berpusat di Lahore.

Dengan terpilihnya Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad sebagai khalifah

tidaklah mendapat dukungan penuh dari warga Ahmadiyah. Tampaknya,

perpecahan akibat perbedaan pandangan tersebut sangat sulit untuk dipersatukan

kembali. Meski demikian, kedua golongan tersebut sangat aktif dan intensif dalam

usaha mewujudkan cita-cita kemahdian.

Pada wawancara yang dilakukan peneliti terhadap Mubaligh Ahmadiyah

cabang Jakarta Pusat Bapak Djusmansyah, memberikan penjelasan bahwa

perbedaan antara Ahmadiyah Qadian dan Lahore bukan karena masalah teologi

melainkan terletak pada tataran prinsip kepemimpinan pada saat pergantian

khalifah ke-2, ada semacam ambisi dari pendiri Lahore untuk menjadi pemimpin.

Kemudian dalam Lahore, tidak ada khalifah.17

C. Sejarah Masuknya Ahmadiyah di Indonesia

Pada masa khalifah Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Jamaah

Ahmadiyah mulai mengembangkan pahamnya ke berbagai negara, termasuk

Indonesia. Ahmadiyah Lahore adalah golongan yang pertama masuk ke

Indonesia, yang dibawa oleh seorang mubaligh Kwajah Kamaluddin pada tahun

17 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah AhmadiyahIndonesia di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat.

Page 35: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

26

1922.18 Sementara Golongan Qadian menyebarkan gerakannya di Indonesia pada

tahun 1925, melalui para santri yang belajar di Sumatera dan melanjutkan sekolah

di Qadian kemudian menyebarkan ajaran Ahmadiyah.19 Atas permohonan mereka,

seorang mubaligh Ahmadiyah yang bernama Maulana Rahmat Ali diutus ke

Indonesia.20

Maulana Rahmat Ali yang saat itu secara khusus diutus oleh pemimpin

Ahmadiyah internsional membawa Ahmadiyah masuk ke wilayah Indonesia

melalui Tapaktuan, Aceh pada tanggal 02 Oktober 1925.21 Kemudian ia tinggal di

rumah seorang mantan pelajar Indonesia yang belajar di Qadian, yaitu

Muhammad Samin, kegiatan pengajian dan ceramah keberbagai pelosok desa di

Tapaktuan. Yang dilakukan Maulana Rahmat Ali telah menarik banyak orang

untuk masuk Ahmadiyah. Dan materi yang disampaikannya mengenai Mirza

Ghulam Ahmad dan Imam Mahdi, kewafatan Isa bin Maryam dan lain-lain.

Dengan banyak antusias dari kalangan masyarakat berdirilah cabang Ahmadiyah

di Tapaktuan. Dengan datangnya Maulana Rahmat Ali mengundang banyak reaksi

dari ulama yang berada di Bukit Tinggi dan Padang Panjang.22

Reaksi keraspun datang mengecam Ahmadiyah yang mana menganggap

bahwa Ahmadiyah adalah sesat dan kafir. Bahkan ejekan dan penghinaan menjadi

18 M. Amin Djamaluddin, Ahmadiyah dan Pembajakan Al Quran, (Jakarta: LPPI,2008),h. 197.

19 A. Fajar Kurniawan, Teologi Kenabian Ahmadiyah, (Jakarta: RM Books, Tahun. 2006),h. 24.

20 M. Amin Djamaluddin, Ahmadiyah dan Pembajakan Al Quran, (Jakarta: LPPI, 2008),h. 198.

21 Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum dan Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia,(Banten: IKAHAI, Tahun, 2007), h. 20.

22 JAI, Riwayat Hidup Maulana Rahmat Ali, Bogor: JAI, Tahun 2000, h. 40.

Page 36: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

27

warna setiap hari dari kegiatan dakwah Mubaligh Ahmadiyah. Disisi lain, Banyak

orang yang ternyata juga tertarik dengan Ahmadiyah dari berbagai kalangan dan

latarbelakang sosial di Padang. Dengan disusulnya Mubaligh lainya yang sudah

lulus belajar di Qadian dan menjadi Mubaligh Ahmadiyah di Padang dengan

tujuan untuk memperkuat misi Ahmadiyah. Bertambahnya tenaga Mubaligh untuk

membantu gerakan dakwah Ahmadiyah sehingga bedirilah Jamaah Ahmadiyah

Qadian di Padang. Dengan demikian, sebenarnya Maulana Rahmat Ali dan para

pemuda Indonesia yang belajar di Qadian adalah orang yang membawa ajaran

Ahmadiyah Qadian ke Indonesia dan sebagai perintis Ahmadiyah di Indonesia.23

Dari sana Jamaah Ahmadiyah berkembang ke wilayah Sumatera Barat dan pada

tahun 1931 masuk ke Batavia (sekarang Jakarta). Pada tahun 1932, Jamaah

Ahmadiyah mulai berkembang di wilayah Jakarta dan Bogor.24 Kepengurusan

Organisasi Jamaah Ahmadiyah dikedua wilayah itu pun ketika itu terbentuk

Jamaah Ahmadiyah Betawi dan Jamaah Ahmadiyah Bogor. Dari wilayah Betawi

dan Bogor Jamaah Ahmadiyah kemudian berkembang dibeberapa cabang lainnya.

Setelah Jamaah Ahmadiyah tersebar dan kepengurusannya terbentuk

dibeberapa kota di Sumatera dan hampir di seluruh bagian pulau Jawa, maka pada

tahun 1935 Jamaah Ahmadiyah Indonesia membentuk Hoofdbestuur atau

pengurus besar. Di awal pembentukan organisasi ini diberi nama Ahmadiyah

Qadian Departemen indonesia (AQDI), Anggaran Rumah Tangga Ahmadiyah

Qadian Departemen Indonesia disesuaikan dengan organisasi pusat Ahmadiyah di

23 JAI, Riwayat Hidup Maulana Rahmat Ali, Bogor: JAI, Tahun 2000, h. 44-45.24 Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum dan Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia,

(Banten: IKAHAI, Tahun, 2007), h. 20.

Page 37: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

28

Qadian. Nama Ahmadiyah telah diganti dari Ahmadiyah Qadian Departemen

Indonesia menjadi Anjuman Ahmadiyah Departemen Indonesia (AADI).

Muktamar Ahmadiyah yang diselenggarakan pada bulan Desember 1949 di

Jakarta, selain menyetujui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang

baru, juga mengganti nama Ahmadiyah Anjuman Departemen Indonesia menjadi

Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI).25

Pada akhir tahun 1952, Pengurus Besar Jamaah Ahmadiyah Indonesia

mengajukan surat kepada pemerintah Republik Indonesia yaitu surat permohonan

pengesahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Jamaah Ahmadiyah

untuk diakui sebagai Badan Hukum. Dan pada tanggal 13 Maret 1953 Menteri

Kehakiman RI melalui Surat Keputusan No. J.A/5/23/13 menetapkan, bahwa

perkumpulan atau organisasi Jamaah Ahmadiyah Indonesia diakui sebagai Badan

Hukum. Surat Keputusan Menteri Kehakiman tersebut dimuat dalam tambahan

berita Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 31 Maret 1953.26

Berbeda dengan Ahmadiyah Lahore yang tidak terlalu struktural pada

awal berdirinya, hanya saja inisiatif dari Djojosugito dan Muhammad Husni yang

ingin membuat wadah untuk berdiskusi dan berkumpul bersama. Tepatnya pada

tahun 1928, mereka mendirikan Gerakan Ahmadiyah Indonesia Centrum Lahore

25 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, Yogyakarta, LKis: Tahun,2005), h. 196.

26 Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum dan Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia,(Banten: IKAHAI, Tahun, 2007), h. 21.

Page 38: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

29

dan secara resmi mendapatkan badan hukum pada tahun 1929, dengan Gerakan

Ahmadiyah Indonesia (GAI) Lahore sampai sekarang.27

Nama pergerakan ini telah beberapa kali mengalami perubahan yaitu, pada

zaman kolonial Belanda bernama ”Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Centrum

Lahore)”. Pada zaman kemerdekaan sampai tahun 1973, bernama “Gerakan

Ahmadiyah Lahore”. Sejak tahun 1975-1994, bernama “Gerakan Ahmadiyah

Lahore Indonesia” dan sejak 1994 sampai sekarang bernama “Gerakan

Ahmadiyah Indonesia” yang disingkat dengan GAI.28

D. Kebijakan Pemerintah dan Sikap Ormas Islam Terhadap

Keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia

Salah satu fenomena sosial yang mewarnai kehidupan beragama di

Indonesia. Eksistensi keberadaan Jamaah Ahmadiyah telah menyita perhatian

publik dan tidak sedikit pula yang mengundang perdebatan di tengah

masyarakat.sejumlah lembaga fatwa memberikan fatwa mengenai katagori aliran

sesat seperti, MUI mendesak pemerintah membubarkan secara resmi ajaran

Ahmadiyah di Indonesia. Desakan tersebut disampaikan MUI dengan cara

menyebutkan fatwa sesat Ahmadiyah ke Kejaksaan Agung, “Jaksa Agung pernah

mengatakan belum pernah menerima fatwa sesat Ahmadiyah dari MUI, jadi hari

ini kami serahkan fatwa itu” tutur ketua MUI, KH. Kholil Ridwan di Gedung

27 Gerakan Ahmadiyah Lahore dan Qadian, Buku Kenang-Kenangan 50 Tahun, h. 85.Lihat juga S. Yasir Ali dan yatimin, 100 Tahun Ahmadiyah, Yogyakarta: Pedoman Besar GAIBagian Tabligh dan Tarbiyah, h. 35.

28 M. Amin Djamaluddin, Sejarah Kelam Perjalanan Hidup sang Pendusta Agama,Pengkhianat Negara Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani dan Fakta Penghinaan AhmadiyahTerhadap Agama, Jakarta: LPPI, Tahun, 2009, cet. 1.h. 198-199.

Page 39: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

30

Kejaksaan Agung.29 Diantara pernyataan dan argumentasi MUI yang memutuskan

Ahmadiyah sesat dan berada di luar Islam.

Pada tahun 2005 keluarlah fatwa sesat dari MUI yang mengatakan

kesesatan Ahmadiyah, yaitu :

1. Menegaskan fatwa MUI dalam Munas II tahun 1980 yang menetapkan

bahwa aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan,

serta orang yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam).

2. Bagi mereka yang terlanjur mengikuti aliran Ahmadiyah, supaya

segera kembali kepada ajaran Islam yang haq (al ruju’ ila al haq),

yang sejalan dengan Al Quran dan Al Hadist.

3. Pemerintah berkewajiban untuk melarang penyebaran faham

Ahmadiyah diseluruh Indonesia dan membekukan organisasi serta

menutup semua tempat kegiatan.30

Fatwa MUI tahun 2005 yang menegaskan kembali tentang sesatnya

Ahmadiyah memperkuat resistensi terhadap Ahmadiyah dan memancing reaksi

yang kuat dari ormas-ormas Islam. Desakan pelarangan Ajaran Ahmadiyah dan

pembubaran organisasi tak hanya sebatas wacana dan aksi unjuk rasa, tetapi

disertai aksi kekerasan terhadap sejumlah aset pendidikan dan fasilitas ibadah

milik JAI.

29 M. Amin Djamaluddin, Sejarah Kelam Perjalanan Hidup sang Pendusta Agama,Pengkhianat Negara Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani dan Fakta Penghinaan AhmadiyahTerhadap Agama, Jakarta: LPPI, 2009, cet. 1, h. 189.

30 Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nomor: 11/MUNAS VII/15/2005, tentangaliran Ahmadiyah pada tahun 2005.

Page 40: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

31

Di tengah derasnya perlawanan terhadap Ahmadiyah, pada tahun 2008 JAI

membuat penjelasan tentang Ahmadiyah dihadapan Departemen Agama dan

beberapa tokoh ormasi Islam. Dalam penjelasan PB JAI tentang pokok-pokok

keyakinan dan kemasyarakatan warga Jamaah Ahmadiyah Indonesia tercantum

dalam 12 butir pernyataan:

1. Kami warga Jamaah Ahmadiyah sejak semula meyakini dan

mengucapkan dua kalimah syahadat sebagaimana yang diajarkan oleh

Yang Mulia Nabi Muhammad SAW, yaitu Asyhaduanlaailaaha

illallahu wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, artinya: aku

bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan aku

bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah.

2. Sejak semula kami warga jamaah Ahmadiyah meyakini bahwa

Muhammad Rasulullah adalah Khataman Nabiyyin (Nabi penutup).

3. Di antara keyakinan kami bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad

adalah seorang guru, Mursyid, pembawa berita dan peringatan serta

pengemban mubasysyirat, pendiri dan pemimpin jamaah Ahmadiyah

yang bertugas memperkuat dakwah dan syiar Islam yang dibawa ole

Nabi Muhammad SAW.

4. Untuk memperjelas bahwa kata Rasulullah dalam 10 syarat bai’at yang

harus dibaca oleh setiap calon anggota jamaah Ahamdiyah bahwa yang

dimaksud adalah Nabi Muhammad SAW. Maka kami mencantumkan

kata Muhammad di depan kata Rasulullah.

Page 41: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

32

5. Kami warga Ahmadiyah meyakini bahwa tidak ada wahyu syariat

setelah Al Qur’anul Karim yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

SAW. Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW adalah sumber

ajaran Islam yang kami pedomani.

6. Buku Tadzkirah bukanlah kitab suci Ahmadiyah, melainkan catatan

pengalaman rohani Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad yang dikumpulkan

dan dibukukan serta diberi nama Tadzkirah oleh pengikutnya pada

1935, yakni 27 tahun setelah beliau wafat (1908).

7. Kami warga Jamaah Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan

mengafirkan orang Islam di luar Ahmadiyah, baik dengan kata maupun

perbuatan.

8. Kami warga Jamaah Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan

menyebut Masjid yang kami bangun dengan Masjid Ahmadiyah.

9. Kami menyatakan bahwa setiap masjid yang dibangun dan dikelola

oleh Jamaah Ahmadiyah selalu terbuka untuk seluruh umat Islam dari

golongan manapun.

10. Kami warga Jamaah Ahmadiyah sebagai muslim malakukan

pencatatan perkawinan di Kantor Urusan Agama dan mendaftarkan

perkara perceraian dan perkara lainnya berkenaan dengan itu ke kantor

Pengadilan Agama sesuai dengan perundang-undangan.

11. Kami warga Jamaah Ahmadiyah akan terus meningkatkan

silahturahim dan bekerja sama dengan seluruh kelompok/golongan

umat Islam dan masyarakat dalam perkhidmatan sosial

Page 42: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

33

kemasyarakatan untuk kemajuan Islam, bangsa dan Negara kesatuan

Republik Indonesia (NKRI).

12. Dengan penjelasan ini, kami pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah

mengharapkan agar warga Jemaat Ahmadiyah khususnya dan umat

Islam umumnya serta masyarakat Indonesia dapat memahaminya

dengan ukhuwah Islamiyah, serta persatuan dan kesatuan bangsa.31

Dengan 12 butir pernyataan diatas, Badan Koordinasi Pengawasan

Kepercayaan Masyarakat (BAKORPAKEM) yang terdiri dari Kejaksaan Agung,

Polri, dan BIN, memutuskan untuk tidak melarang Ahmadiyah dan memberi

kesempatan golongan tersebut. Pada saat itu, Bakorpakem dapat memahami

penjelasan tertulis yang disampaikan oleh Ahmadiyah dan akan terus memantau

dan mengevaluasi. Oleh karena itu masyarakat diharapkan untuk bisa memahami

i’tikad baik Jamaah Ahmadiyah dengan tidak melakukan tindakan anarkis.32

Namun pada bulan April 2008 Bakorpakem memutuskan ajaran

Ahmadiyah menyimpang dari pokok ajaran Islam yang dianut di Indonesia dan

memperingatkan kepada pengikut ajaran Jamah Ahmadiyah untuk menghentikan

seluruh aktivitas dari ajaran mereka. Kemudian Bakorpakem pun

merekomendasikan dibuatnya SKB 3 Menteri yakni Menteri Agama, Jaksa

Agung, dan Menteri Dalam Negeri terkait keputusan yang disampaikan

Bakorpakem dan jika tidak dilaksanakan maka Bakorpakem akan

merekomendasikan agar ajaran Ahmadiyah dibubarkan.

31 Wawan H. Purwanto, Menusuk Ahmadiyah, (Jakarta: CMB Press, 2008), h. 85-87.32 Wawan H. Purwanto, Menusuk Ahmadiyah, (Jakarta: CMB Press, 2008), h. 89.

Page 43: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

34

Keputusan tersebut berkaitan dengan tiga bulan kesempatan yang

diberikan sekaligus berdasarkan pantauan terhadap Jamaah Ahmadiyah, namun

mereka tidak mentaati kesempatan yang ditentukan. Dalam masa tersebut

pengikut ajaran Ahmadiyah tetap tidak mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai

penutup. Kondisi ini oleh Bakorpakem dianggap telah menimbulkan keresahan di

tengah masyarakat.33

Hingga pekan pertama bulan Juni 2008, Surat Keputusan Bersana Menteri

Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri soal dibahas dan tinggal

dikeluarkan. Wakil Presiden Jusuf Kalla memberi jaminan, SKB mengenai

Ahmadiyah yang akan dikeluarkan akan sejalan dengan Undang-Undang dan

UUD 45. Jaksa Agung Hendarman Supandji, menyatakan, konsep SKB tentang

Ahmadiyah sudah selesai. Ia berharap SKB tersebut secepatnya diterbitkan.

Menurut Hendarman Supandji, sesuai UU nomor 1 PNPS tahun 1965 tentang

Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama, SKB itu berisi peringatan

bagi Jamaah Ahmadiyah Indonesia. 34

Dengan menyikapi banyaknya konflik yang dialami Ahmadiyah

pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan

Bersama (SKB) 3 Menteri pada tahun 2008, yang isinya berupa keputusan dan

ketetapan sebagai berikut :

1. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat

untuk tidak menceritakan, menganjurkan dukungan umum dan

33 Wawan H. Purwanto, Menusuk Ahmadiyah, (Jakarta: CMB Press, 2008), h. 91.34 Wawan H. Purwanto, Menusuk Ahmadiyah, (Jakarta: CMB Press, 2008), h. 158-159.

Page 44: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

35

menafsirkan suatu agama di Indonesia yang menyimpang sesuai UU

penodaan agama.

2. Memberi peringatan dan memerintahkan bagi para anggota, pengurus

Jamaah Ahmadiyah Indonesia, sepanjang menganut agama Islam agar

menghentikan kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran agama

Islam pada umumnya, seperti dengan mengakui adanya nabi setelah

Nabi Muhammad SAW.

3. Memberi peringatan dan memerintahkan bagi para anggota dan

pengurus Jamaah Ahmadiyah Indonesia, baangsiapa yang tidak

mengindahkan peringatan tersebut dapat dikenai sanksi sesuai

peraturan perundang-undangan.

4. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada masyarakat warga

negara agar menjaga dan memelihara kehidupan umat beragama dan

tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum terhadap komunitas

Jamaah Ahmadiyah Indonesia.

5. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat

yang tidak mengindahkan peringatan dapat dikenai sanksi sesuai

dengan perundang-undangan yang berlaku.

6. Memerintahkan kepada setiap pemerintah daerah agar selalu

melakukan pembinaan terhadap keputusan ini.

7. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.35

35 Keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri RepublikIndonesia, Nomor 3 Tahun 2008, Nomor KEP-033/A/JA/6/2008, Nomor: 199 Tahun 2008,

Page 45: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

36

Dalam keputusan bersama tersebut, pemerintah memerintahkan kepada

Jamaah Ahmadiyah Indonesia untuk menghentikan syiar, yakni penyebaran,

penafsiran, dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama

Islam. Maftuh Basuni selaku Menteri Agama menjelaskan SKB 3 Menteri Nomor

3 tahun 2008, “Penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala

ajarannya setelah Nabi Muhammad saw”. KEP-033/A/JA/6/2008 dan Nomor 199

Tahun 2008.36

Serangkaian kebijakan dan peraturan dijadikan legitimasi oleh kelompok

mayoritas untuk mengerdilkan kelompok minoritas. Bahkan, implementasi

peraturan tersebut justru lebih diskriminatif. Organisasi masyarakat yang menolak

hidup bersama Ahmadiyah mendorong pemerintah untuk membuat peraturan yang

diskriminatif, kemudian menggunakan peraturan tersebut sebagai dasar tindakan

kekerasan mereka. Meskipun demikian perkembangan kelompok Ahmadiyah

yang belum terlalu signifikan, namun Ahmadiyah telah menjadi organisasi

keagamaan internasional yang besar. Sejak awal tahun 1920 mereka mulai

mengirimkan pengikutnya keseluruh dunia. Dengan payung Humanity First, disini

kelompok Ahmadiyah banyak melakukan proyek-proyek sosial untuk membantu

negara miskin di Benua Eropa.37

Tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, dan/atau Anggota Pengurus JamaahAhmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat.

36 M. Amin Djamaluddin, Sejarah kelam Perjalanan Hidup Sang Pendusta Agama,Penghianat Negara Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani dan Fakta Penghinaan Ahmadiyah TerhadapAgama, h. 197.

37 Cahyo Pamungkas, Mereka Terusir: Studi tentang Ketahanan Sosial PengungsiAhmadiyah dan Syiah di Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Tahun 2017, Cet, 1,h. 55.

Page 46: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

37

Berdasarkan fatwa sesat atas kelompok Ahmadiyah masuk dalam aliran

sesat. Fatwa terkait juga pernah dikeluarkan oleh Majelis Tarjih pada tahun 1926,

Persatuan Islam pada tahun 1932, kemudian NU pada tahun 1942 dan 1995

kemudian ditegaskan kembali pada tahun 2005, yang menyebutkan bahwasanya

Ahmadiyah merupakan aliran yang menyimpang.38 ormas Islam pun mengamini

tentang kebijakan tersebut, yang didasarkan legitimasi oleh masyarakat dalam

menyikapi persoalan aktual yang muncul di Indonesia.

38 https://minanews.net/fatwa-ahmadiyah-sesat-sudah-ada-sejak-1926, diakses padatanggal, 16 Juni 2020

Page 47: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

38

BAB III

GAMBARAN UMUM

JAMAAH AHMADIYAH INDONESIA JAKARTA PUSAT

A. Sejarah Berdirinya Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jakarta Pusat

Penyebaran Ahmadiyah di negara-negara lain, dimulai dari tersebarnya

para mubaligh atas permintaan Kantor Pusat Ahmadiyah yang dikirim ke negara-

negara lain atau daerah, kemudian atas pemintaannya tersebut barulah para

Mubaligh dikirim oleh Khalifah. Namun Masuknya Ahmadiyah di Indonesia yang

dibawa oleh pemuda Indonesia yaitu Abu Bakar Ayyub, Ahmad Nuruddin, dan

Zaini Dahlan.1 Ketiga pemuda tersebut berasal dari Madrasah Tawalib di Padang,

Sumatera Barat, kemudian melanjutkan pendidikan dan menimba ilmu agama ke

India, yang didasari atas kekaguman mereka terhadap seorang Da’i Islam asal

India.

Pada tahun 1925 Jamaah Ahmadiyah berupaya untuk mengembangkan

ajarannya dengan mengirimkan Mubalighnya yang bernama Maulana Rahmat Ali

ke Indonesia lebih tepatnya yang berada di Tapaktuan Aceh. Dan melanjutkan

misinya ke Padang, Sumatera Barat. kemudian dilanjutkan ke Jakarta. Lalu pada

tahun 1932 Pengurus Besar Ahmadiyah di Jakarta terbentuk dengan ditunjuknya

R. Muhyiddin sebagai ketua. Kemudian Pusat Jamaah Ahmadiyah dipindahkan ke

1 Najib Burhani, Melintas Batas Identitas dan Kesarjanaan: Studi Tentang Ahmadiyah diIndonesia, (Jakarta: LIPI dan Singapura: ISEAS- Yusof Ishak Institute,2008), h. 261.

Page 48: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

39

Parung Bogor pada tahun 1987. Dan pada saat ini, Perkembangan Jamaah

Ahmadiyah telah tersebar di beberapa cabang di seluruh Provinsi Indonesia.2

Dalam rangka menyebarluaskan ajarannya, strategi yang disampaikan oleh

mubaligh sangat menarik perhatian, dengan cara melalui kepribadian atau

pembawaan mubaligh yang bersikap dan bertindak sopan santun, sehingga

membuat orang lain ingin menanyakan beberapa hal terkait Ahmadiyah.

kemudian dengan melakukan pendekatan dengan memberikan kursus bahasa Arab

di rumahnya yang beliau selenggarakan. Para peserta kursus diikuti oleh R.

Hidayat, R. Moh. Anwar, R. Moh Tohamihardja, Undun Abdullah, dan Soemarna.

Kesemua peserta yang telah disebutkan berasal dari Garut, ada juga yang berasal

dari luar Jawa misalnya, Palembang dan Manado. Dengan banyaknya peserta

yang mengikuti kursus tersebut, beliau juga menyampaikan penjelasan mengenai

Ahmadiyah.3

Pada awal kedatangan Mubaligh yang dikirim untuk mengajarkan

ajarannya dan telah tersebar dibeberapa wilayah kota, baik di Sumatera maupun

Jawa, Pada tahun 1933 Jamaah Ahmadiyah di wilayah kota Jakarta berdirilah

Masjid Hidayah yang berada di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat, yang juga

sebagai awal pusat Jamaah Ahmadiyah Indonesia dan disini pulalah terbentuknya

2 Lukman Nul Hakim, Tindak Kekerasan Terhadap Jamaah Ahmadiyah, (Aspirasi, Vol.2, 2011), h. 19

3 Sofianto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 124-125.

Page 49: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

40

Pengurus Besar Jamaah Ahmadiyah Indonesia sebelum akhirnya dipindahkan ke

Parung Bogor.4

Pada tanggal 25-26 Desember 1935, dibentuklah Pengurus Besar di

Jakarta, yang dihadiri oleh tiga belas para mubaligh Ahmadiyah dengan susunan

sebagai berikut:

Ketua : R. Mohammad Muhyidin

Sekretaris I : Sirati Kohongia

Sekretaris II : Mohammad Usman Kartawijaya

Anggota : R. Markas Atmasasmita

R. Hidayath

R. Sumadi Gandakusuma

R. Kaartatmaja5

Di masa Maulana H. Mahmud Ahmad Cheema HA, Sy sebagai amir dan

Rais Tabligh, dan Ir. Syarif Ahmad Lubis sebagai ketua Pengurus Besar atau

Ketua Nasional perkembangan Jamaah Ahmadiyah Indonesia di luar wilayah

Jakarta pun sangat meningkat, sehingga untuk keperluan kegiatan-kegiatan

Jamaah Ahmadiyah yang berskala Nasional seperti, Jalsah Salanah diperlukan

tempat yang cukup luas.

4 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah AhmadiyahIndonesia di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat.

5 Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Suvenir Peringatan, h. 71.

Page 50: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

41

Pada tahun 1975 Maulana Imamuddin HA selaku Raissutabligh

membentuk sebuah panitia dan Ir. Pipip Sumantri ditunjuk untuk mengurus

pembelian tanah dan membangun pusat pendidikan.6 Sejalan dengan rencana yang

telah diusahakan pembelian tanah di daerah Pinang Kabupaten Tangerang namun

disebabkan ketidakjujuran seorang oknum, usaha tersebut menjadi gagal. Pada

tahun 1976 mengadakan Majelis di Jakarta, dan memutuskan bahwa lokasi Pusat

Pendidikan dipindahkan ke Sindang Barang, Bogor.

Sebagai sebuah organisasi keagamaan, keberadaan Jamaah Ahmadiyah

Indonesia Jakarta Pusat tidak lepas dari peranan pusat Jamaah Ahmadiyah

Indonesia yang berada di Bogor. Jamaah Ahmadiyah Indonesia merupakan

organisasi yang terhubung dengan dunia internasional dalam setiap aktifitas

sosial. Dengan begitu, keorganisasian dalam Jamaah Ahmadiyah Indonesia dibagi

menjadi dua jalur, yang mana pada tiap jalurnya mempunyai garis komando

langsung dari Khalifah dan Amir Nasional.7 Dengan demikian, kekuatan

organisasi bagi Jamaah Ahmadiyah Indonesia merupakan hal penting dalam

mempertahankan keberadaannya, dengan mengatur masing-masing kegiatan yang

dilakukan oleh anggota..

B. Aktifitas Sosial Keagamaan

Aktivitas sosial keagamaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia terbagi dalam

beberapa kegiatan diantaranya, kegiatan kerohanian yaitu diadakan pengajian

6 Qoyum Wahid, Sejarah Pembangunan Kampus Mubarak, (Jakarta: Jemaat AhmadiyahIndonesia 2010), h. 1

7 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah AhmadiyahIndonesia di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat

Page 51: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

42

setiap minggu sekali, pengajian ini bisa berbentuk ceramah atau diskusi. Topik

yang dibahas adalah masalah-masalah yang sedang dihadapi Ahmadiyah maupun

masalah sosial. Topik ceramah atau diskusi bisa berdasarkan dari usulan Jamaah

bisa juga dari seorang Mubaligh. Penceramah dilakukan biasanya dilakukan oleh

Mubaligh, akan tetapi topik permasalahan tertentu dengan mengundang

penceramah dari luar. Dan di setiap cabang Ahmadiyah ditempatkan seorang

Mubaligh. Mubaligh ini biasanya yang diberikan tugas untuk memberi wawasan

terhadap para Jamaah Ahmadiyah yang menetap disetiap cabang-cabang yang

ada.

Seorang Mubaligh Sebelum diamanahkan untuk diterjunkan menjadi

Mubaligh disetiap cabang, mereka dididik dahulu di Pusat Ahmadiyah yang

berada di Parung. Dan biaya pendidikannya pun ditanggung Pengurus Pusat

(Amir Nasional). Selain kegiatan ceramah maupun diskusi ada kegiatan belajar

membaca Al Quran bagi anak-anak. Kegiatan ini dilakukan di Masjid Ahmadiyah

atau di rumah Jamaah Ahmadiyah yang berada dilokasi yang terdekat.

Kemudian dengan melakukan Kegiatan sosial yang diadakan oleh para

Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jalan Balikpapan, Jakarta Pusat, demi

memperkuat keperdulian antar sesama dan membantu meringankan beban bagi

mereka yang tertimpa musibah. Dengan kepedulian tersebut kemudian mereka

Page 52: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

43

melakukan berbagai program sosial, misalnya dengan membagikan sembako,

melakukan bazar murah, membagikan alat pelindung diri, dan lain sebagainya.8

Dalam menjalankan aktivitas sosial keagamaan Jamaah Ahmadiyah

Indonesia di Jalan Balikpapan Jakarta Pusat, selalu meningkatkan rasa kepedulian

antar sesama dengan berusaha menjalin hubungan baik dengan berbagai

kelompok masyarakat sebagai upaya membangun komunikasi yang harmonis dan

menghapus kecurigaan pada mereka.

Pada prinsip kepedulian sosial keagamaan yang dilakukan oleh Jamaah

Ahmadiyah Indonesia di Jalan Balikpapan. Dengan membangun hubungan sosial

yang dilandasi rasa saling percaya dan bersepakat untuk hidup damai, menjamin

terhindar dari diskriminasi sosial keagamaan dapat terselesaikan masalah-masalah

yang berkaitan dengan kepentingan bersama dan melakukan perdamaian sosial di

lingkungan masyarakat.9

Secara aktivitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia cabang Ahmadiyah di Jalan

Balikpapan juga melakukan kegiatan-kegiatan yang dimiliki oleh tiap-tiap badan

kepengurusan, yang berdasarkan dari klasifikasi usia dan jenis kelamin,

diantaranya:

a. Khudam, badan yang menangani Jamaah Ahmadiyah Indonesia yang

berusia 15-40 tahun.

8 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah AhmadiyahIndonesia di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat.

9 Bambang Rustanto, Masyarakat Multikultural di Indonesia, (Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2015), h. 73

Page 53: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

44

b. Anshorullah, badan yang menangani Jamaah Ahmadiyah Indonesia

yang berusia 40 tahun keatas.

c. Lajnah Imaillah, badan yang menangani Jamaah Ahmadiyah Indonesia

wanita yang berusia diatas dari 15 tahun.

Masing-masing pada setiap badan memliliki kegiatan-kegiatan sosial yang

berbeda. Yang mana kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan untuk meningkatkan

rasa kepedulian kepada manusia dan menambah wawasan terhadap Jamaah

Ahmadiyah.10 Dengan demikian Jamaah Ahmadiyah di Jalan Balikpapan I/10

Jakarta Pusat berusaha menanamkan modal dasar dalam rangka penguatan nilai-

nilai ke-Ahmadiyahan ketika menghadapi tekanan, sehingga dapat terjaga

keharmonisan dengan warga sekitar dengan nilai-nilai pengamalan sebagai

Ahmadiyah dan pada akhirnya terjalin suasana yang baik dalam bertetangga

maupun beragama.

C. Respon Masyarakat Sekitar

Pada dasarnya klaim aliran sesat pada Ahmadiyah lebih banyak diukur

dari kuantitas pendukung pernyataan tersebut, artinya klaim konsep sesat atau

tidak sesat tersebut tidak lahir dari kalangan minoritas terhadap mayoritas.

Dengan begitu Jamaah Ahmadiyah Indonesia memiliki strategi dengan cara

mengamankan diri kelompoknya, dengan memberikan pemahaman kepada warga

non Ahmadiyah demi terciptanya keharmonisan antar sesama.

10 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah AhmadiyahIndonesia di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat.

Page 54: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

45

Berkaitan dengan strategi sosial yang dilakukan Jamaah Ahmadiyah

Indonesia di Jalan Balikpapan ini, masyarakat sekitar mensikapi bahwa organisasi

tersebut tak fanatis. Disamping karena kesibukan pekerjaan aktifitas ekonomi

sehari-hari masyarakat sekitar.11

Lain lagi halnya tanggapan dari Bapak Waryo, menurut beliau keberadaan

Jamaah Ahmadiyah di daerah Cideng, sama sekali tidak mengganggu apapun

aktifitas maupun berbagai kegiatan lainnya yang biasa dilakukakan oleh warga

sekitar. Warga di daerah Cideng pada dasarnya sudah mengetahui tentang

keberadaan di Wilayahnya, akan tetapi warga disini lebih bersikap skeptis karena

sibuk dengan urusan masing-masing. Malah warga disini cenderung senang

dengan keberadaan mereka disini karena biasanya jika mereka mengadakan acara

sosial seperti bagi-bagi sembako dan semacamnya, warga disini suka mendapat

bantuan dari mereka.12

Hal tersebut seperti diamini oleh Ibu Eli, Kebedaraan Jamaah Ahmadiyah

disini malah menimbulkan dampak positif dari pada hal negatifnya, disamping

mereka yang sering mengadakan acara sosial yang melibatkan warga sekitar,

mereka juga jika berjumpa dimanapun itu selalu bersikap ramah dan baik kepada

kami.13

11 Wawancara Pribadi dengan Bapak Burhan, warga sekitar Cabang Jamaah AhmadiyahIndonesia Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat.

12 Wawancara Pribadi dengan Bapak Waryo warga sekitar Cabang Jamaah AhmadiyahIndonesia Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat.

13 Wawancara Pribadi dengan Ibu Eli warga sekitar Cabang Jamaah AhmadiyahIndonesia Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat.

Page 55: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

46

Jika penulis melihat sikap yang ditunjukan masyarakat sekitar terhadap

keberadaan Jamaah Ahmadiyah di Jalan Balikpapan I. tidak akan sepenuhnya

Jamaah Ahmadiyah benar-benar bisa dikatakan bebas dari ancaman dan tekanan,

karena tidak dapat dipungkiri meskipun masyarakat menerima baik dalam

hubungan sosial, akan tetapi dalam hal lain masih ada saja masyarakat dimanapun

yang tidak setuju dengan keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia.

D. Tindak Kekerasan Terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia

Dalam perkembangannya, Jamaah Ahmadiyah Indonesia banyak

mendapat perlakuan kekerasan dan intimidasi oleh masyarakat Muslim Indonesia

yang menganggap bahwa Ahmadiyah adalah sesat. Pada kurun waktu 2010-2011

telah terjadi setidaknya 15 kali insiden antara Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI)

dengan sejumlah oknum masyarakat yang mengaku memeluk agama Islam arus

utama, seperti yang terliput media. Komnas HAM bahkan mencatat bahwa hanya

antara tahun 2007-2008 saja telah terjadi 342 kali aksi serangan dan intimidasi

kepada anggota JAI. Bentuk serangan bervariasi mulai pengusiran, pengrusakan

kediaman dan tempat ibadah, hingga pembunuhan. Tindak kekerasan terburuk

yang telah terjadi adalah insiden di Cikeusik Pandeglang, Banten, Minggu

(6/2/2011), dimana 4 orang Jamaah Ahmadiyah tewas akibat dianiaya massa.14

14 Rofiqoh Zuchairiyah, Kekerasan Terhadap Pengikut Aliran Yang Dinilai Sesat DalamPerspektif Hukum Islam (Studi terhadap Ahmadiyah di Indonesia), In Right Jurnal Agama danHak Azazi Manusia, Vol. 1 No. 2, Mei 2012, h. 370-371.

Page 56: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

47

Dari rentetan akar kekerasan yang dialami oleh Jamaah Ahmadiyah

Indonesia Berikut rincian kejadian kekerasan Cikeusik dan beberapa kasus serupa

lainnya yang dialami oleh anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia:

1. 6 Februari 2011 Cikeusik Banten, Jawa Barat Massa menyerang Jamaah

Ahmadiyah 4 orang tewas, rumah dan mobil dibakar.

2. 29 Januari 2011 Makassar Massa FPI berunjuk rasa memaksa Jamaah

Ahmadiyah untuk keluar dari Masjid Ahmadiyah.

3. 27 Desember 2010 Cianjur, Jawa Barat Madrasah milik Ahmadiyah

dibakar orang tak dikenal. Seminggu sebelumnya sebuah mushola juga

dibakar. Gedung, Madrasah dan Mushola 4.

4. 10 Desember 2010 Sukabumi, Jawa Barat Sekitar seribu santri di

Sukabumi, Jawa Barat membongkar masjid Ahmadiyah di Kampung

Panjalu Sukabumi.

5. 8 Desember 2010 Tasikmalaya, Jawa Barat. Sejumlah sarana milik

Ahmadiyah di kota Tasikmalaya ditutup.

6. 3 Desember 2010 Ciputat, Tangerang Selatan Sekelompok orang

bersepeda motor menyerang dan merusak sebuah masjid Ahmadiyah di

Jalan Ciputat Raya.

Dan masih banyak lagi kasus intimidasi dan kekerasan terhadap anggota

JAI yang tidak hanya mengalami kerugian materi oleh karena pengrusakan sarana

ibadah Ahmadiyah namun juga sampai menimbulkan korban jiwa.15

15Lukman Nul Hakim, Tindakan Kekerasan Terhadap Jemaah Ahmadiyah Indonesia:Sebuah Kajian Psikologi Sosial, Jurnal Aspirasi Vol. 2 No. 1, Juni 2011, h. 23-24.

Page 57: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

48

Secara hukum pemerintah sudah memberikan jaminan dan kebebasan

terhadap warga Negara dalam memeluk agama sesuai dengan kepercayaannya dan

keyakinannya masing-masing. Hal ini tertuang dalam UUD 1945 yang sudah di

amandemen pasal 28 (e) ayat (1): “Setiap orang bebas memeluk agama dan

beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih

kewarganegaraan, serta memilih tempat dimana dia tinggal dan meninggalkannya

dan berhak untuk kembali”. Kemudian pada ayat (2): “Setiap orang berhak atas

kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati

nuraninya”. Hal tersebut ditegaskan lagi dalam pasal 29 ayat (1): “Negara

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ayat (2): “Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan

untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.16 Oleh karena itu, negara

harus melindungi segenap bangsa Indonesia dengan berdasarkan persatuan dengan

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan dikeluarkannya SKB 3 Menteri yang diharapkan bisa meberikan

solusi terhadap keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia, namun belakangan ini

menimbulkan permasalahan baru, karena dengan keberadaan SKB itu sendiri

dianggap kurang tegas dan ironisnya keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia

masih diganggu oleh massa dan banyak menimbulkan konflik.

16 H. Oemar Seno Adji, Hukum Acara Pidana Prospeksi, (Jakarta: Erlangga, 1981), h. 71.

Page 58: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

49

E. Respon Jamaah Ahmadiyah Indonesia Terhadap Kebijakan

Pemerintah

Keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia sudah lama berada di

Indonesia, akan tetapi sampai saat ini masih menyisahkan kontroversi. Bahkan

beberapa kelompok Islam garis keras kerap melakukakan penyerangan terhadap

Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Sebagaimana yang dulu pernah terjadi pada tahun

2008 kelam dimana sejumlah tokoh berusaha menyegel keberadaan Masjid Al

Hidayah Jl. Balikpapan I yang diketahui sebagai kantor cabang Jamaah

Ahmadiyah Indonesia.17

Setelah dikeluarkannya kebijakan terhadap Ahmadiyah melalui

Bakorpakem, yang mana gerakan massa menuntut pembubaran Ahmadiyah

bermunculan diberbagai daerah. Begitu juga, pada kantor sekaligus Masjid

Jamaah Ahmadiyah di Jakarta Pusat ini dilakukan penjagaan ketat guna

mengantisipasi serangan dari kelompok yang berusaha bertindak anarkis.

Terbukti bahwa pasca diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3

Menteri sebagai pengejawantahan ketentuan pasal penodaan agama, perlakuan

intoleransi yang dialami oleh pihak Jamaah Ahmadiyah diberbagai wilayah

Indonesia terus terjadi bahkan relatif lebih intens dari sebelumnya. Berbagai

tindak intoleransi mulai dari intimidasi kepada para penganut ajaran Ahmadiyah,

sampai dengan penghancuran tempat ibadah, rumah tinggal, serta penjarahan harta

benda terus terjadi.

17https://m.liputan6.com/news/read/106266/tempat-ibadah-jemaah-ahmadiyah-disegel,diakses pada Tanggal, 16 Juni 2020.

Page 59: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

50

Penyebab terbesar dari penyerangan yang terjadi kepada golongan

Ahmadiyah yang mana aliran ini mempunyai dasar pemikiran dan penafsiran

berdasarkan ajaran Islam, namun ada beberapa hal yang membuat mereka berbeda

dari umat Islam pada umumnya. Beberapa hal yang membedakan adalah

penafsiran mengenai pemahaman tentang kenabian, wahyu, dan Al Masih

Mau’ud.18 Sehingga dengan demikian menimbulkan keresahan dalam masyarakat.

Amir Jamaah Ahmadiyah Indonesia mengklaim perbedaan Ahmadiyah dengan

Islam hanya terletak pada sosok Imam Mahdi. Menurutnya, pendiri Ahmadiyah

adalah pengikut Nabi Muhammad SAW, tidak ada penambahan atau pengurangan

dari apa yang diajarkan Nabi Muhammad saw.19

Dengan adanya SKB 3 Menteri tahun 2008 yang memiliki tujuan untuk

membangun kerukunan umat beragama terutama antara Jamaah Ahmadiyah

Indonesia dan non Ahmadiyah pada umumnya, akan tetapi kendala yang dihadapi

justru berasal dari peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah penegasan

tentang keberadaan Jamaah Ahmadiyah itu sendiri. Hal inilah yang menyebabkan

tindak kekerasan yang menimpa anggota Ahmadiyah seperti yang telah

dipaparkan.20 Menurut pemaparan tersebut, keadaan yang dialami Jamaah

Ahmadiyah Indonesia mempengaruhi keadaan psikologis seseorang sehingga

membuat resah para anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia.

18 Lubis, Syarif Ahmad, Jamaah Ahmadiyah: Sebuah Pengantar, Parung: JAI, 1994, h.13.

19 https://m.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2011/02/17/46575/amir-ahmadiyah-bedanya-ahmadiyah-dengan-islam-pada-imam-mahdi.html diakses pada tanggal 25 Juni 2020pukul 20.38 WIB

20 Wawancara Pribadi dengan Bapak Urip, selaku Jamaah dari Ahmadiyah Indonesia,Tanggal 03 Juni 2020

Page 60: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

51

Kebijakan yang diberikan kepada Jamaah Ahmadiyah Indonesia sendiri

sebenarnya tidak hanya mengatur bagi Jamaah Ahmadiyah Indonesia saja,

melainkan juga masyarakat luas untuk tidak melakukan tindakan yang melanggar

hukum terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia. Dengan adanya kebijakan dan

kasus kekerasan yang diterima Jamaah Ahmadiyah Indonesia upaya yang

dibangun dalam merespon diskriminasi sosial keagamaan akan disampaikan pada

bab berikutnya.

Page 61: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

52

BAB IV

RESILIENSI JAMAAH AHMADIYAH INDONESIA

DALAM MERESPON DISKRIMINASI SOSIAL KEAGAMAAN

A. Paradigma Hidup Harmonis Jamaah Ahmadiyah Indonesia

Di tengah berbagai bentuk kekerasan baik yang dilakukan secara aksi maupun

ideologi mulai dari fatwa maupun sikap ormas dari penentang Jamaah Ahmadiyah Indonesia

tetap mempromosikan nilai-nilai harmoni. Jamaah Ahmadiyah berupaya menepis pandangan

yang keliru terhadap umat Islam pada umumnya. Meskipun pada faktanya tidak jarang

Jamaah Ahmadiyah mendapatkan perlakuan buruk dari para penentangnya, mereka berupaya

untuk membalas dengan cara yang tidak sama, misalnya dengan bersikap baik. Sebagai mana

yang disampaikan oleh Mirza Masroor Ahmad dalam pidatonya:

“Jangan pernah meninggalkan keadilan bahkan kepada musuh anda sekalipun. ..

perdamaian akan ditegakan hanya jika syarat keadilan juga diberikan kepada musuh,

tidak hanya dalam perang melawan kelompok ekstrimis agama, tetapi juga dalam

seluruh bentuk perang. Hanya dengan hal demikian perdamaian bisa terjadi.”1

“... kita telah diajarkan prinsip emas oleh Nabi suci Muhammad SAW, yaitu

membantu korban dan pelaku kekejaman sekaligus. .... jadi, dari belas kasih, kita

mencoba untuk menyelamatkan. Prinsip ini melampaui sekat terkecil dari masyarakat

ke tingkat internasional. ”2

Dengan prinsip-prinsip yang dibangun diatas merupakan suatu tindakan kemaslahatan

dan menjadi tanda positif dalam upaya menghindari konflik kekerasan serta menumbuhkan

nilai-nilai keharmonisan terhadap masarakat dengan bersikap baik.

1 Pidato bersejarah Mirza Masroor Ahmad, Khalifah Kelima, yang bertempat di House of CommonsInggris, pada 22 Oktober 2008. Lihat Mirza Masroor Ahmad, Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian, terj.Ekky O. Sabandi (Bandung: Neratja Press, 2014), h. 16.

2 Mirza Masroor Ahmad, Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian, (Bandung: Neratja Press, 2014),h. 17.

Page 62: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

53

Secara empiris normatif, pembangunan karakter bisa dilihat dari syarat baiat bagi

calon anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia. Secara umum, sepuluh poin syarat baiat

mengarahkan calon Ahmadiyah kepada perilaku yang berasaskan nilai-nilai kemanusiaan,

penghormatan, permusyawaratan, dan kekuatan spiritual yang transendental, yakni kekuatan

keyakinan yang rasionalitasnya yang membentuk mental seorang Ahmadiyah.

Adapun sepuluh poin baiat Ahmadiyah diantaranya:

1. Orang yang baiat, berjanji dengan hati jujur bahwa di masa yang akan mendatang

sampai masuk ke dalam kubur, akan senantiasa menjauhi syirik.

2. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan

birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasiq,kejahatan, aniaya, khianat,

mengadakan hura hara, dan memberontak serta tidak dikalahkan oleh hawa

nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya.

3. Akan senantiasa mendirikan shalat lima waktu tanpa putus, sesuai perintah Allah

dan Rasul-Nya dan sebisa mungkin akan berusaha mendirikan shalat Tahajud

serta bershalawat kepada yang maha mulia Rasulallah SAW. Kemudian memohon

ampun atas kesalahan dan memohon perlindungan dosa dan ingat akan nikmat

Allah, kemudian mensyukuri dengan hati tulus dan memuji dengan hati yang

tulus.

4. Tidak akan mendatangkan kesusahan apapun yang tidak pada tempatnya terhadap

makhluk Allah umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena dorongan hawa

nafsunya, biar dengan lisan atau dengan tangan atau dengan cara apapun.

5. Akan tetap setia terhadap Allah Ta’ala baik dalam segala keadaan susah ataupun

senang, dalam duka atau suka, nikmat atau musibah; pendeknya, akan rela atas

keputusan Allah Ta’ala. Dan senantiasa akan bersedia menerima segala kehinaan

Page 63: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

54

dan kesusahan di jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah

Ta’ala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka.

6. Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu, dan benar-

benar akan menjunjung tinggi perintah Al-quran Suci di atas dirinya. Firman Allah

dan sabda Rasul-Nya itu akan menjadi pedoman baginya dalam tiap langkahnya.

7. Meninggalkan takabur dan sombong; akan hidup dengan merendahkan diri,

beradat lemah-lembut, berbudi pekerti yang halus, dan sopan santun.

8. Agama dan kehormatan agama serta solidaritas Islam akan dianggap lebih mulia

daripada nyawanya, hartanya, kehormatan dirinya, anak keturunannya, dan dari

segala yang dicintainya.

9. Akan selamanya menaruh belas kasih terhadap makhluk Allah umumnya, dan

akan sejauh mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia dengan

kekuatan dan nikmat yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepadanya.

10. Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini, semata-mata demi Allah

dengan ikrar taat dalam hal ma’ruf dan akan senantiasa berdiri teguh di atasnya

sampai akhir hayat. Tali persaudaraan ini begitu tinggi derajatnya sehingga tidak

akan diperoleh bandingannya dalam ikatan persaudaraan maupun hubungan

duniawi atau dalam segala bentuk pengkhidmatan/penghambaan.

Secara khusus, peneliti mendapati enam dari sepuluh syarat baiat tersebut

mengandung konvensi nilai-nilai perdamaian dan cinta kasih, baik vertikal maupun

horizontal, yang menjadi komitmen dasar kepribadian sang Ahmadi. Keenam dari sepuluh

janji seorang Ahmadi itu adalah sebagai berikut:3

3 Hazrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud, Syarat-Syarat Baiat dalam Jemaat Ahmadiyah, terj. IsytiharTakmil Tabligh. Keseluruhan syarat baiat terlampir.

Page 64: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

55

a. (Poin Baiat Nomor 2) akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong,

zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasiq,kejahatan, aniaya,

khianat, mengadakan hura hara, dan memberontak serta tidak dikalahkan oleh hawa

nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya.

b. (Poin baiat nomor 4) Tidak akan mendatangkan kesusahan apapun yang tidak pada

tempatnya terhadap makhluk Allah umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena

dorongan hawa nafsunya, biar dengan lisan atau dengan tangan atau dengan cara

apapun.

c. (Poin baiat nomor 5) Akan tetap setia terhadap Allah Ta’ala baik dalam segala keadaan

susah ataupun senang, dalam duka atau suka, nikmat atau musibah; pendeknya, akan

rela atas keputusan Allah Ta’ala. Dan senantiasa akan bersedia menerima segala

kehinaan dan kesusahan di jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah

Ta’ala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka.

d. (Poin baiat nomor 6) Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu,

dan benar-benar akan menjunjung tinggi perintah Al-quran Suci di atas dirinya. Firman

Allah dan sabda Rasul-Nya itu akan menjadi pedoman baginya dalam tiap langkahnya.

e. (Poin baiat nomor 7)Meninggalkan takabur dan sombong; akan hidup dengan

merendahkan diri, beradat lemah-lembut, berbudi pekerti yang halus, dan sopan santun.

f. (Poin baiat nomor 9) Akan selamanya menaruh belas kasih terhadap makhluk Allah

umumnya, dan akan sejauh mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia

dengan kekuatan dan nikmat yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepadanya.

Dengan demikian untuk menjadi seorang Jamah Ahmadiyah tidaklah mudah karena

berusaha sebisa mungkin untuk tidak menaruh kebencian kepada siapapun sekalipun orang

tersebut pernah melakukan tindak kekerasan atau bahkan menentang atas keberadaannya

sebagai Jamaah Ahmadiyah.

Page 65: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

56

Paradigma tersebut, secara jelas dan terperinci disebutkan dalam risalah Mirza

Ghulam Ahmad. Setidaknya ada sembilan belas kode etik kepribadian ideal seorang Ahmadi:

(1) tidak cemas dengan laknat dunia; (2) tidak bersikap menonjol-nonjolkan diri; (3)

luruskan hati, bersihkan jiwa dan teguhkan tekad; (4) tidak angkuh, tidak egois, dan tidak

bermalasmalasan; (5) tidakmudahberprasangka; (6) menyudahi pertentangan satu sama lain

dengan aman dan damai, serta memaafkankesalahan saudara; (7) tidak menghamba pada

nafsu; (8) menghindari bersitegang;(9) meski berada di pihak yang benar, tetap rendah diri;

(10) saling bersatu-paduselayaknya saudarasaudara kandung; (11)pemaaf; (12) tidak

berperilaku buruk dan zalim; (13)berlaku jujur, tidak tergila-gila keduniawian; (14)

membersihkan hati agar menyadari kehadiran Tuhan;(15) tidak takut menderita; (16)

menjadikan diri sebagai sahabat Tuhan; (17) berbelas-kasih kepada siapapun; (18) bersabar

dan tidak pernah berhenti ikhtiar; (19) bertawakal dengan kehendak Tuhan. Tentu saja,

prinsip-prinsip pembentukan karakter dan relasi kemanusiaan ini sejatinya sudah ada di

dalam Alquran dan ajaran Rasullullah Saw.4

Bagi Jamaah Ahmadiyah salah satu pola dalam merealisasikan kode etik kepribadian

ideal seorang Ahmadi dengan membangun hubungan yang harmonis dengan dilandasi

kerendahan hati, rasa saling percaya dan membangun hubungan sosial yang berkaitan dengan

kepentingan bersama serta memantapkan nilai-nilai perdamaian di lingkungan masyarakat

khususnya dengan keberadaan Jamaah Ahmadiyah di Jakarta Pusat.

B. Membangun Kesalehan dan Komunikasi Anggota Komunitas Jamaah

Ahmadiyah Indonesia

Dalam rangka menyebarluaskan ajarannya, Jamaah Ahmadiyah Indonesia memiliki

misi dakwah sebagai suatu organisasi. Sehingga dalam konsep dakwah yang dilakukan oleh

4 Disarikan dari Mirza Ghulam Ahmad, Ajaranku, terj. Ahmad Anwar (Bogor: Jemaat AhmadiyahIndonesia, 1993), h. 1-4

Page 66: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

57

Jamaah Ahmadiyah Indonesia misalnya, dengan cara berdakwah melalui kepribadian atau

pembawaan para Mubaligh Ahmadiyah yang bersikap dan bertindak secara sopan dan baik.

Secara garis besar metode dakwah yang dilakukan oleh Ahmadiyah di Jakarta Pusat

terbagi menjadi dua bagian. Pertama, dakwah internal yaitu dakwah yang dilakukan dalam

rangka menjaga identitas anggota Ahmadiyah. Kedua, dakwah eksternal yaitu dakwah secara

umum kepada masyarakat umum yang belum bergabung dalam Jamaah Ahmadiyah

Indonesia.

1. Tarbiyah

Dakwah yang digunakan Jamaah Ahmadiyah dikenal dengan Tarbiyah. Dakwah ini

dibangun oleh badan-badan organisasi Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jakarta Pusat yang

bertanggung jawab pada setiap kegiatan-kegiatan anggota Ahmadiyah seperti,

a. Khudamul, yaitu terdiri dari pemuda Ahmadiyah yang berusia 15-40 tahun.

Terbentuknya badan ini pernah dijabat oleh putra dari Mirza Tahir Ahmad.

Kegiatan yang dilakukan pada badan ini seperti menolong orang miskin dan

warga yang kurang mampu baik dari Jamaah Ahmadi atau non Ahmadiyah.

b. Lajnah Imaillah. Yaitu badan yang terdiri dari perempuan Ahmadiyah yang

berusia 15 tahun keatas. Kegiatan ini berupaya mendidik kaum perempuan

Ahmadiyah dan pada badan ini sering sekali mengadakan kajian tarbiyah, yang

mengisi kegiatan ini bisa dari laki atau perempuan, jika yang mengisi Mubaligh

laki-laki harus diberi pembatas antara Mubaligh dan Jamaah.

c. Ansharullah, yaitu badan Ahmadiyah yang mengatur orang-orang Ahmadiyah

yang berusia 40 tahun keatas. Jamaah Ahmadiyah yang sudah dewasa dengan usia

lebih dari 21 tahun keatas, pendidikannya berupa pemantapan. Pemantapan ini

Page 67: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

58

misalnya sudah keluarga dan mempunyai anak yang harus dididik putra dan putri

anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia.5

Pada badan organisasi Khudamul, yaitu terdiri dari pemuda Ahmadiyah setiap

bulannya mengadakan pembinaan rohani dan dilanjutkan dengan melakukan shalat Tahajud.

Kegiatan ini bertujuan untuk memantau aktifitas para pemuda dalam aspek keagamaan. Pada

kegiatan lain, mereka juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan wikari amal seperti, bakti sosial,

ikut serta dlam kegiatan donor darah dan donor mata sebagai bentuk kemanusiaan yang

dilakukan di Masjid Al Hidayah Jakarta Pusat yang selama ini digunakan shalat dan kegiatan

anggota Ahmadiyah.

Kemudian pada badan organisasi Lajnah Imaillah. Yaitu badan yang terdiri dari

perempuan Ahmadiyah, yang mana mereka mengisi kegiatannya dengan ikut berpartisipasi

dan berperan aktif dalam berbagai kegiatan di lingkungan Rw 06 misalnya, program

bercocok tanam hidroponik dengan ibu-ibu PKK Rw 06, yang mana menjadi program

unggulan di wilayah tersebut, kemudian dengan mengadakan bakti sosial bagi masyarakat,

pemeriksaan kesehatan gratis. Kegiatan yang ditujukan bagi masyarakat ini merupakan

agenda rutin yang dilakukan Jamaah Ahmadiyah Indonesia Jakarta Pusat serta mendapat

apresiasi bagi pemerintahan setempat. Di samping itu, pada badan organisasi Lajnah Imaillah

juga mengadakan wisata ke suatu tempat yang kemudian diisi dengan siraman rohani dengan

tujuan untuk memperoleh nilai-nilai keagamaan dalam membentuk loyalitas sebagai anggota

Jamaah Ahmadiyah Indonesia.

Pada badan Ansharullah, yaitu badan Ahmadiyah bagi anggota Ahmadiyah yang

berusia 40 tahun keatas. Kegiatan yang dilakukan pada tiap bulannya yaitu setiap Jum’at

kedua setelah Jum’atan seperti, Ijtima, dimana pada kegiatan ini dilakukan oleh bapak-bapak

5 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah Ahmadiyah Indonesia diJalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat

Page 68: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

59

yang diisi dengan pengajian ta’lim Al Qur’an dan pengkajian buku-buku Ahmadiyah dengan

tujuan mendorong keaktifan dalam membaca buku-buku seputar Ahmadiyah sehingga

menambah pemahaman pada anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia.6 Dengan demikian,

dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jakarta Pusat di atas adalah

dengan membangun kesalehan dan loyalitas anggota komunitas Jamaah Ahmadiyah

Indonesia melalui kegiatan-kegiatan yang di bangun pada tiap-tiap badan organisasi yang ada

di dalamnya.

Kemudian kegiatan internal Ahmadiyah yang dilakukan pada tiap tahun oleh seluruh

anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia adalah Majelis Syura Nasional dan Jalsah Salanah,

dimana kegiatan ini bertujuan untuk mendidik anggota Jamaah Ahmadiyah dan tabligh

setahun sekali serta sebagai sarana untuk menambah pengalaman mereka sebagai anggota

Ahmadiyah.

2. Rabtah

Strategi dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Ahmadiyah Indonesia dilakukan dalam

tiga kegiatan yaitu, komunikasi melalui kegiatan Rabtah, kerjasama melalui Wikari Amal dan

pendidikan melalui Tarbiyah.7 Strategi yang dilakukan oleh Jamaah Ahmadiyah yang telah

penulis sebutkan di atas, merupakan modal dasar dalam rangka penguatan nilai-nilai ke-

Ahmadiyahan ketika menghadapi tekanan.

Kegiatan Rabtah dilakukan untuk memperkuat tali silaturahmi antar Pengurus

Ahmadiyah dan komunikasi diantara Jamaah Ahmadiyah dengan tokoh di luar Ahmadiyah

sekaligus menepis isu-isu negatif dan provokatif yang ditujukan kepada Jamaah Ahmadiyah

yang membentuk citra buruk terhadap Ahmadiyah dengan tanpa dasar yang kuat. Di samping

6 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah Ahmadiyah Indonesia diJalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat

7 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah Ahmadiyah Indonesia diJalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat

Page 69: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

60

itu kegiatan Rabtah merupakan moment silaturahmi antara pengurus Ahmadiyah dengan para

pejabat pemerintah, tokoh masyarakat dan khususnya komunikasi antar anggota Ahmadiyah8

seperti halnya dengan diadakannya kunjungan-kunjungan ke Instansi tertentu. Dengan adanya

kegiatan Rabtah merupakan strategi bertahan eksternal yang dibangun dengan adanya

kedekatan dari pihak-pihak tokoh atau pemerintah setempat di daerah manapun Jamaah

Ahmadiyah selalu melakukan pendekatan dan menghindari adanya konflik serta perselisihan

dengan pemerintah yang ada.

Kegiatan Rabtah dilakukan oleh anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia, sesuai

dengan tujuan organisasi Ahmadiyah dimana hendak memperkenalkan Ahmadiyah, pengurus

Ahmadiyah, dan anggota Ahmadiyah kepada pihak yang akan diajak berkomunikasi misalnya

dengan melakukan kunjungan ke Kecamatan atau Kelurahan setempat kemudian ke Polres.9

Maka bisa diketahui proses strategi dakwah Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jakarta Pusat

dalam rabtah yaitu, dengan menentukan orang-orang yang akan melaksanakan rabtah,

persiapan biaya, persiapan bahan ketika pelaksanaan, dan penentuan target dalam kegiatan

rabtah. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Mubaligh Ahmadiyah di Jakarta Pusat.

Bahwasanya demi menjalin hubungan komunikasi dengan pihak-pihak sekitar Jakarta Pusat

melalui rabtah tersebu. Dengan demikian, dapat peneliti simpulkan bahwasanya terdapat tiga

jenis komunikasi yang dilakukan Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jakarta Pusat, yaitu

komunikasi yang dibangun dengan pejabat pemerintah setempat, dimana komunikasi ini

dibangun dengan tujuan mencari penyelesaian konflik yang dihadapi Jamaah Ahmadiyah.

Kemudian dengan pihak kepolisian setempat, dan masyarakat sekitar.

8 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah Ahmadiyah Indonesia diJalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat

9 Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah Ahmadiyah Indonesia diJalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat.

Page 70: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

61

Selain kegiatan rabtah, dalam organisasi Ahmadiyah melakukan kegiatan melalui

Wikari Amal. Kegiatan ini merupakan kegiatan sosial yang dikhususkan bagi kebutuhan

anggota atau organisasi yang dilakukan secara gotong royong. Disamping untuk anggota

ataupun organisasi kegiatan ini juga dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum dengan

tujuan untuk kepentingan masyarakat secara umum.

Kegiatan Wikari Amal ini dilakukan untuk menepis anggapan bahwa kelompok

Ahmadiyah adalah kelompok eklusif. Pada kegiatan Wikari amal ini dikoordinir oleh

pengurus pusat Jamaah Ahmadiyah sedangkan cabang hanya sebatas mengirimkan utusan

untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Secara sosial hubungan Jamaah Ahmadiyah

dengan masyarakat berlangung cukup baik seperti halnya yang terjadi pada kantor cabang

Ahmadiyah Jakarta Pusat dengan diselenggarakannya bakti sosial di Gedung Rahmat Ali

Jalan Balikpapan Jakarta pusat. Dalam bakti sosial tersebut diisi dengan kegiatan penjualan

pakaian layak pakai, pemeriksaan kesehatan gratis dan paket sembako sembako murah untuk

warga, disamping itu anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia yang ikut berpartisipasi di dalam

kegiatan baksos tersebut menyiapkan paket sembako gratis kepada beberapa warga.10

Dengan terbangunnya relasi sosial Jamaah Ahmadiyah dengan masyarakat sekitar

memainkan peranan penting dalam menjaga sebuah identitas demi keberlangsungan Jamaah

Ahmadiyah serta menghilangkan stigma negatif.

Berdasarkan dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Ahmadiyah di Jakarta Pusat,

sebagai sebuah organisasi yang mencoba untuk keluar dari berbagai tekanan yang

menyelimutinya. Langkah-langkah yang dilakukannya mendapatkan apresiasi dari pihak-

pihak non Ahmadiyah dengan membangun jaringan dan kerja sama dari pihak luar,

disamping itu juga dapat menyanggah bahwa Ahmadiyah merupakan kelompok yang eklusif.

10 https://warta-ahmadiyah.org/baksos-jemaat-ahmadiyah-jakpus-diapresiasi-lurah.html, diakses padatanggal 15 Juni 2020, pukul, 21.58 wib.

Page 71: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

62

C. Sosial Kemanusiaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia dengan Komunitas Non

Ahmadiyah

Dengan memahami upaya dalam pencegahan diskriminasi sosial keagamaan, tidak

dapat dilepaskan dari paradigma yang menjadi pedoman atasnya. Dalam dunia Jamaah

Ahmadiyah Indonesia, jihad menempati posisi yang sentral. Sebab, dengan jihad merupakan

titik tolak dengan membangun ideologi yang mampu menggerakkan anggota Jamaah

Ahmadiyah Indonesia sekaligus memperluas pengaruhnya. Dalam tataran normatif, jihad

bagi Jamaah Ahmadiyah Indonesia terbagi ke dalam tiga tipe: (1) jihad melawan hawa nafsu,

jihad besar; (2) jihad dengan Al Quran dengan jalan dakwah untuk menghapus berbagai

kejahatan, jihad hakiki; (3) jihad dengan pedang/jihad kecil. Masa berlaku jihad tipe pertama

dan kedua adalah sepanjang zaman, sedangkan jihad tipe ketiga berlaku apabila suatu bangsa

atau kaum memerangi umat Islam.

Jihad dalam logika Ahmadiyah, dapat sangat fleksibel dengan konteks zaman. Pada

masa yang tenang, dalam jihad bukan berarti perang, jihad dipahami dalam bentuknya yang

pertama dan kedua, yaitu pengorbanan dengan dakwah, harta, termasuk program menerbitkan

buku ke dalam seratus bahasa dunia. Dalam tataran aplikatif, segala macam dan bentuk

program Ahmadiyah sejatinya adalah jihad, atau berkorban.11

Di Indonesia, program-program Ahmadiyah dilakukan melalui berbagai kerja sosial

kemanusiaan yang dilakukan secara rutin/berkala, seperti posyandu yang rutin diadakan

sebulan sekali pada minggu ketiga, bantuan untuk anak asuh dan anak yatim dengan santunan

pendidikan dan sandang per tiga bulan sekali, santunan untuk janda yang kurang mampu,

bakti sosial tahunan di bulan Ramadhan, Khitan massal, sistem pengobatan Homeopathy,

11 Mardian Suliasti, Jurnal: Love For All, Hatred For None: Narasi Kemanusiaan dan PrimasiPerlawanan Stigma Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, Volume 2, Nomor 2,2015) h. 1.

Page 72: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

63

donor darah, dan donor mata. Tiap-tiap lokasi Jamaah Ahmadiyah Indonesia juga memiliki

fasilitas dapur umum yang sangat aktif dan responsif baik untuk keperluan internal kegiatan

Ahmadiyah, maupun untuk keperluan subsidi/ sumbangan bagi korban bencana alam.

Gerakan ini secara struktur yang diinisiasi oleh Pengurus Pusat hingga Pengurus Cabang JAI.

Hal menarik yang peneliti temukan dari sekian bentuk program sosial, yang dilakukan JAI

cenderung mengenai kesehatan atau pengobatan. Pengobatan ini, secara akidah tidak ada

hubungannya dengan Ahmadiyah, namun secara tidak langsung mengusung kekuatan dalam

menunjang program penyebaran Ahmadiyah.

Dengan motivasi kemanusiaan, pengobatan homeopathy mulai dikembangkan sejak

tahun 1998 oleh para Jamaah Ahmadiyah yang kompeten. Dua tahun setelahnya pada tahun

2000, atas saran dari Khalifah Ahmadiyah ke IV Mirza Tahir Ahmad saat mengunjungi

Indonesia, pengobatan homeopathy pun mulai diterapkan dan dapat dinikmati gratis oleh

masyarakat Indonesia hingga saat ini. Dalam salah satu keyakinan Ahmadiyah, seorang

Ahmadiyah layak dikatakan berhasil jika telah belajar berkorban demi kepentingan orang

lain. Prinsip memberi dan berkorban ini, tidak hanya ditujukan untuk Jamaah Ahmadiyah

saja, tetapi juga masyarakat secara umum tanpa pandang sekat. Donor mata dan donor darah

misalnya. Hampir bisa dipastikan, setiap laki-laki dewasa Ahmadiyah memiliki kartu donor

darah dan donor mata di dompet mereka. Khusus untuk donor mata, meski di Indonesia

masih sangat minim dan kurang lazim, tidak demikian jika kita berada di tengah-

tengah Jamaah Ahmadiyah. Tak heran bila di Indonesia, jumlah pendonor mata terbesar

adalah dari kalangan Jamaah Indonesia.12 Berdasarkan yang disampaikan oleh Mubaligh

Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jakarta Pusat kegiatan ini terkait kegiatan donor mata ini

dilaksanakan juga secara nasional pada tiap-tiap kota.

12 Suliasti, Jurnal: Love For All, Hatred For None: Narasi Kemanusiaan dan Primasi PerlawananStigma Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 159.

Page 73: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

64

Contoh-contoh kegiatan Ahmadiyah tersebut, cukup untuk menyiratkan kepada kita

bahwa salah satu kekuatan jihad Jamaah Ahmadiyah Indonesia ada pada ranah kemanusiaan.

Berbicara aspek sosial kemanusiaan dalam pergerakan Ahmadiyah, maka kurang afdol bila

tidak menyinggung Humanity First. Humanity First adalah organisasi sosial kemanusiaan

bentukan Ahmadiyah berskala dunia yang memberi bantuan kepada semua orang tanpa

pandang ras, agama, atau politik. Organisasi ini bersifat kesukarelawanan dengan lingkup

garapan bantuan bencana dan pengembangan masyarakat. Tidak satu pun dari relawan

gerakan ini yang menerima kompensasi untuk berjam-jam kerja dan pengeluaran pribadi

mereka. Humanity First telah aktif-efektif merespon bencana di berbagai belahan dunia.

Sistem kerjanya yakni dengan mengarahkan lebih dari 93 persen seluruh dana yang dihimpun

untuk proyek-proyek kemanusiaan.13 Ahmadiyah, dalam hal ini tampak satu langkah lebih

maju, karena telah menciptakan sebuah organisasi yang berfokus kepada kebutuhan-

kebutuhan kemanusiaan yang melampaui arogansi kebangsaan.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, tergambar upaya yang dibangun Jamaah

Ahmadiyah dalam merespon diskriminasi sosial keagamaan dengan menjalin hubungan

komunikasi melalui pihak-pihak terkait yang dibangun oleh Jamaah Ahmadiyah, dalam hal

ini dapat menciptakan rasa aman bagi pihak Ahmadiyah karena pihak-pihak terkait mampu

memberikan keuntungan seperti perlindungan dari ancaman kekerasan yang datang dari

kelompok yang menolak keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia.

13 Suliasti, Jurnal: Love For All, Hatred For None: Narasi Kemanusiaan danPrimasi PerlawananStigma Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 160.

Page 74: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat penulis simpulkan bahwa dalam melakukan

resiliensi untuk mempertahankan diri ditengah diskriminasi sosial, Jamaah

Ahmadiyah Indonesia menerapkan beberapa strategi. Strategi, yaitu dakwah tarbiyah

dan dakwah rabtah. Dakwah tarbiyah dilakukan dengan kegiatan pembelajaran

keagamaan bagi komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia seperti mengaji, dan diskusi

topik-topik keagamaan. Sedang rabtah dilakukan dengan dialog dan bakti sosial.

Dakwah pertama bertujuan menjaga kesalehan dan loyalitas anggota komunitas,

sedang dakwah kedua dilakukan untuk menjalin hubungan baik dengan komunitas di

luar komunitas Ahmadiyah. Dengan begitu diharapkan anggota komunitas Jamaah

Ahmadiyah Indonesia tetap terjaga loyalitas dan kesalehan keagamaannya, sedang

yang kedua diharapkan komunitas Ahmadiyah bisa tetap bertahan dalam lingkungan

sosial yang menekan identitas keagamaan Ahmadiyah. Dengan adanya kegiatan

tersebut guna menepis isu-isu negatif dan provokatif yang ditujukan kepada Jamaah

Ahmadiyah yang membentuk citra buruk terhadap Ahmadiyah dengan tanpa dasar

yang kuat.

B. Saran

Dari hasil penelitian mengenai Resiliensi Jamaah Ahmadiyah Indonesia dalam

mencegah diskriminasi sosial keagamaan, penulis melihat ada beberapa hal yang

harus diperhatikan terkait kegiatan sosial yang dilakukan oleh Jamaah Ahmadiyah

Indonesia, alangkah baiknya kegiatan sosial tersebut dapat menginspirasi kita semua.

Page 75: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

66

Dengan tersenyum merupakan cara terbaik untuk menghadapi setiap masalah dan

menghancurkan ketakutan serta untuk menyembunyikan setiap rasa sakit.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari

sempurna, oleh karenanya dengan segala kerendahan hati, penulis akan menerima

dengan tangan terbuka segala saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Page 76: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

67

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Mirza Bashiruddin, Silsilah Ahmadiyah, Penerjemah Abdul Wahid H. A.

Kemang: 1997.

Ahmad, Mirza Ghulam, Ajaranku, terj. Ahmad Anwar (Bogor: Jemaat

Ahmadiyah Indonesia, 1993).

Ahmad, Mirza Ghulam, Tadzkirah, Wahyu, Mimpi dan Kasyafnya yang diterima,

(Islamabad:Neratja Press, 2014).

Ahmad, Mirza Masroor, Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian, terj. Ekky

O. Sabandi (Bandung: Neratja Press, 2014).

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta:

Rineka Cipta, 2006).

Burhani, A. Najib, Melintas Batas Identitas dan Kesarjanaan: Studi Tentang

Ahmadiyah di Indonesia, (Jakarta: LIPI dan Singapura: ISEAS- Yusof

Ishak Institute,2008.

Djamaluddin, M. Amin, Ahmadiyah dan Pembajakan Al Quran, (Jakarta: LPPI,

2008).

Djamaluddin, M. Amin, Sejarah Kelam Perjalanan Hidup sang Pendusta Agama,

Pengkhianat Negara Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani dan Fakta

Penghinaan Ahmadiyah Terhadap Agama, Jakarta: LPPI, Tahun, 2009,

cet. 1.

Gerakan Ahmadiyah Lahore dan Qadian, Buku Kenang-Kenangan 50 Tahun

Hakim, Lukman Nul, Tindak Kekerasan Terhadap Jamaah Ahmadiyah, (Aspirasi,

Vol. 2, 2011).

Page 77: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

68

Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Jakarta: Husni Zikra, Tahun 2001).

Hazrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud, Syarat-Syarat Baiat dalam Jemaat

Ahmadiyah, terj. Isytihar Takmil Tabligh. Keseluruhan syarat baiat terlampir.

JAI, Riwayat Hidup Maulana Rahmat Ali, Bogor: JAI, Tahun 2000.

Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Suvenir Peringatan.

Kurniawan, A. Fajar, Teologi Kenabian Ahmadiyah, (Jakarta: RM Books, 2006).

Lubis, Syarif Ahmad, Jamaah Ahmadiyah: Sebuah Pengantar, Parung: JAI, 1994.

Markus Keck dan Patrick Sakdapolrak, What is Social Resilience Lessons

Learned and Ways Forward, Erkunde, 2013, Vol.67, No 1.

Mestika Zed, Motode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

cetakan pertama, 2004).

Nahdi, Saleh A., Ahmadiyah Selayang Pandang,( Jakarta: Yayasan Raja Pena,

2001), cet. IV.

Pamungkas, Cahyo, Mereka Terusir: Studi tentang Ketahanan Sosial Pengungsi

Ahmadiyah dan Syiah di Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, Tahun 2017, Cet, 1.

PB. GAI, Anggaran Dasar (Qanun Asasi), (Yogyakarta: PB. GAI).

PB. GAI, Benarkah Ahmadiyah Sesat, (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2003),

cet. Ke 2.

Rustanto, Bambang, Masyarakat Multikultural di Indonesia, (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2015).

S. Yasir Ali dan yatimin, 100 Tahun Ahmadiyah, Yogyakarta: Pedoman Besar

GAI Bagian Tabligh dan Tarbiyah.

Page 78: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

69

Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (Jakarta: Rajawali Pers, 2010).

Seno Adji, H. Oemar, Hukum Acara Pidana Prospeksi, (Jakarta: Erlangga, 1981).

Sidik, Munasir, Dasar-Dasar Hukum dan Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia,

(Banten: IKAHAI, Tahun, 2007).

Sofianto, Kunto, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia, (Islamabad:

Neratja Press, 2014).

Wahid, Qoyum, Sejarah Pembangunan Kampus Mubarak, (Jakarta: Jemaat

Ahmadiyah Indonesia 2010).

Wawan H. Purwanto, Menusuk Ahmadiyah, (Jakarta: CMB Press, 2008).

Zainul Bahri, Media, Wajah Studi Agama-a gama Dari Era Teosofi Indonesia

(1901-1940) Hingga Masa Reformasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2015, cet. 1.

Zulkarnain, Iskandar, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: Lkis

Pelangi Aksara 2005).

Skripsi

Farkhan, Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Skripsi, diterbitkan oleh Universitas

Indonesia, Tahun 2012.

Hanifatunisa, Intan, Pengaruh Positive Religious Coping, dan Social Support

Terhadap Post-Traumatic Growth Pada Anggota Ahmadiyah Korban

Penyerangan, Skripsi, diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarat, Tahun. 2019.

Page 79: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

70

Jurnal

Hakim Lukman Nul, Tindakan Kekerasan Terhadap Jemaah Ahmadiyah

Indonesia: Sebuah Kajian Psikologi Sosial, Jurnal Aspirasi Vol. 2 No. 1,

Juni 2011.

Suliasti, Mardian, Jurnal: Love For All, Hatred For None: Narasi Kemanusiaan

dan Primasi Perlawanan Stigma Jemaat Ahmadiyah Indonesia

(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, Volume 2, Nomor 2, 2015).

Zuchairiyah, Rofiqoh, Kekerasan Terhadap Pengikut Aliran Yang Dinilai Sesat

Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi terhadap Ahmadiyah di

Indonesia), In Right Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia, Vol. 1 No.

2, Mei 2012.

Disertasi

Zulkarnain, Iskandar, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia 1920-1942, Disertasi,

diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

Tahun 2000.

Riset

Page 80: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

71

Rosidin, Sikap Pemerintah Terhadap Konflik Keagamaan; (Kasus Ahmadiyah

Manislor) Riset, diterbitkan oleh Institut Studi Islam Fahmina (ISIF),

Tahun 2013.

Wawancara

Wawancara Pribadi dengan Bapak Djusmansyah, selaku Mubaligh Jamaah

Ahmadiyah Indonesia di Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat

Wawancara Pribadi dengan Bapak Urip, selaku Jamaah dari Ahmadiyah

Indonesia, Tanggal 03 Juni 2020.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Burhan, warga sekitar Cabang Jamaah

Ahmadiyah Indonesia Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Waryo warga sekitar Cabang Jamaah

Ahmadiyah Indonesia Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat.

Wawancara Pribadi dengan Ibu Eli warga sekitar Cabang Jamaah Ahmadiyah

Indonesia Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat.

Website

https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/23/nfhqdg-mui-kalau-

tak-mau-menodai-ahmadiyah-jangan-sebut-dirinya-islam di akses pada

tanggal 23 September 2018 pukul 08.38 WIB.

https://m.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2011/02/17/46575/amir-

ahmadiyah-bedanya-ahmadiyah-dengan-islam-pada-imam-mahdi.html

diakses pada tanggal 25 Juni 2020 pukul 20.38 WIB.

Page 81: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

72

https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/resilience, diakses pada

tanggal 16 Juli 2020. Pukul 23.00.

https://hijauku.com/2018/03/08/resiliensi-sosial-sebagai-virus-positif-lingkungan/,

diakses pada Tanggal 16 juli 2020, pukul 23.15.

https://www.alislam.org/ahmadiyya-muslim-community, diakses pada tanggal 14

juni 2020, Pukul 21.00 wib.

https://minanews.net/fatwa-ahmadiyah-sesat-sudah-ada-sejak-1926, diakses pada

tanggal, 16 Juni 2020.

https://m.liputan6.com/news/read/106266/tempat-ibadah-jemaah-ahmadiyah-

disegel, diakses pada Tanggal, 16 Juni 2020.

https://warta-ahmadiyah.org/baksos-jemaat-ahmadiyah-jakpus-diapresiasi-

lurah.html, diakses pada tanggal 15 Juni 2020, pukul, 21.58 wib.

Page 82: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

LAMPIRAN

HASIL WAWANCARA

Wawancara dengan Bapak Djusmansyah Selaku Mubaligh JamaahAhmadiyah di Jakarta Pusat

1. Sejak kapan Jamaah Ahmadiyah Indonesia ini berada di sini?

Masjid Al-Hidayah ini berdiri dari tahun 1933 dan termasuk bangunanawal dari pada bangunan lain yang ada disekitarnya. Dan di sini juga merupakanawal terbentuknya Pengurus Ahmadiyah

Disini juga awal terbentuknya kesekretariasan nasional, baru setelah itu,merasa ingin membuat markas yang lebih luas baru dipindahkan ke Parung.

Pada jaman dahulu disini juga merupakan tempat berkumpulnya paraMubaligh-mubaligh yang berasal dari Pakistan kumpul semuanya disini. Perintispertama Ahmadiyah yaitu Maulana Rahmat Ali HAOT dari padang kemudiandatang ke pulau jawa lebih tepatnya di Batavia, awalnya tinggal dipasar baru(ngontrak), kemudian pindah kesini sampai akhirnya dibuatlah bangunan kecilsederhana dengan menggunakan kayu papan.

Dulu disini dikenal dengan sebutan Gang Gerobak, karena di sekelilingbangunan Ahmadiyah ini merupakan tanah lapang yang dijadikan tempat menaruhgerobak.

2. Apa saja Upaya dan Aktifitas Sosial Keagamaan yang dilakukan JAIdi Jakarta Pusat ini?

Aktifitas yang dilakukan cabang sini ada beberapa kegiatan yang manakegiatan tersebut dibagi berdasarkan usia dan jenis kelamin misalnya, ada LajnahImaillah, kegiatan yang dilakukan bagi para wanita yang usianya sekitar 15 tahunkeatas.

Terus ada Khudamul Ahmadiyah kegiatan yang dilakukan oleh pemudayang usianya 40 tahun kebawah,

Ada Ansharullah, kegiatan yang dilakukan oleh bapak-bapak, kemudianada juga pengajian yang dilakukan bagi wanita yang usianya masih dibawah 15tahun, biasanya pembimbing yang ditugaskan pada usia ini diambil dari anggotaLajnah Imaillah

Masing-masing disetiap badan ada kegiatannya masing-masing. Danmelakukan kajian keilmuan yang dikaji biasanya pada materi dari masing-masing

Page 83: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

pengajian yang dilakukan bisa merujuk pada tiap-tiap tema tertentu atau buku-buku Ahmadiah atau bahkan dari Al Quran /Hadist.

Begitu juga dalam masalah sosial, ada sekretaris yang membidangimasalah sosial yang namanya Ummu Ammah, nah dalam kesekretariatan ini yangmembawahi organisasi Humanity First, jadi seluk beluk masalah Ahmadiyahdisisi sosial dengan membuat suatu event apa yang bisa dirancang oleh organisasiAhmadiyah untuk mempertahankan diri agar bisa bangkit dari penderitaan.Seperti dulu kejadian di Lombok mereka (anggota Ahmadiyah) yang dipersekusiakan tetapi pada saat ‘Idul Adha, Ahmadiyah malah memberi bantuan kepadayang melakukan persekusi dikampungnya tersebut.

Jadi dalam melakukan aktifitas sosial keagamaan disini dilakukan olehsemua anggota Ahmadiyah dikerahkan dalam memberikan bantuan, jadisebelumnya membuat satu event, diadakan peretemuan terlebih dahulu kemudiankegiatan itu dilaksanakan secara serempak. Misalnya, merencanakan untuksekedar berkumpul bersama kemudian dari perkumpulan itu diadakan suatukegiatan yang sifatnya sosial kemudian serempak menjalankan kegiatan sosial itudengan cara bergotong royong satu sama lain. Seperti membagi sembako,memberikan takjil pada saat Ramadhan, bahkan memberikan alat pelindung diriberupa Hand Sanitaizer dsb.

Humanity First sebenarnya lembaga terpisah maksudnya independent, jaditidak mengatasnamakan Ahmadiyah akan tetapi bagian dari Ahmadiyah, jadiberdirinya Humanity First itu, awalnya pada perang bosnia kemudian duniaperhatian kesana, banyak korban perang kemudian khalifah Ahmadiyah yang ke 4merasa bahwa kita ini perlu berpartisipasi untuk memberikan peran pada duniaini, jadi tercetus untuk membentuk satu badan kemanusiaan. Kata khalifah ke 4bahwa Humanity First ini murni untuk sosial tanpa ada embel-embel dakwahsecara tersembunyi. Walaupun pada dasarnya secara pengorganisasian adalahorang-orang Ahmadiyah termasuk dari sisi pendanaan tapi tidak menutupkemungkinan untuk kerjasama dengan organisasi-organisasi luar Ahmadiyah. danini merupakan badan amalnya Ahmadiyah, ada juga moment dimana denganmelakukan kegiatan sosial disitu adalah moment memperkenalkan Ahmadiyahpada masyarakat.

Justru dengan adanya badan amal jadi nilai plus yang dimiliki olehAhmadiyah karena tidak setiap orang akan menerima atau ada penolakantersendiri karena bantuan yang diberikan berasal dari organisasi Ahmadiyah.maka dari itu badan kemanusiaan itu tidak memakai embel-embel Ahmadiyahmeskipun demikian orang bisa merasakan kebaikan yang dilakukan oleh anggotaAhmadiiyah.

Page 84: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

Sejauh ini ketika orang lain mendengar nama Humanity First ada sebagainorang yang tidak mau menerima bantuan yang diberikan tapi jumlah yang tidakmau menerima sedikit justru mayoritas memberi sambutan yang positif. Bahkanada yang menangis ketika Ahamdiyah membagikan alat pelindung diri padahaldia orang yang sangat menentang adanya Ahmadiyah. orang itu mengatakanwalaupun Ahmadiyah sudah mengalami persekusi tapi mereka masih maumemberikan bantuan kepada orang yang melakukan persekusi tersebut. Karenamereka tidak pernah mendapat fasilitas tersebut dari pusat kesehatan yang adadisana. Jadi dengan melakukan niat baik tersebut merupakan jembatan supayaorang tidak memberikan stigma negatif kepada ahmadiyah.

3. Apakah Jamaah Ahmadiyah Indonesia yang berada disini pernahmengalami diskriminasi yang ditujakan JAI sendiri

Kalau sekarang tidak ada, kalau pun pernah mengalami sikap diskriminasitidak separah yang dialami oleh Jamaah Ahmadiyah yang berada di daerah, yangsampai sekarang masih dipersekusi misalnya, di depok, Disini juga pernah dipersekusi tapi sudah lama sekali dan itu hanya sekedar didemo aja tidak sampaimelakukan tindak anarkis seperti didaerah, karena di Jakarta sendiri ring satu, jadikalaupun ada polisi langsung turun.

Dulu ada sekelompok orang yang pernah melakukan demo disini cumasudah dicegah oleh Polisi terlebih dahulu. kalau di daerah sampai ditutup, dibakar,dirubuhkan seperti kejadian di Manislor, Cianjur. Sedangkan di sini hanyapenyegelan Masjid saja.

Jadi adanya persekusi it awalnya dari ormas kemudian mereka menekanPemerintah Kota lalu dari Pemerintah Kota yang melakukan eksekusi. Kalaudahulu pola penyerangannya Ormas langsung turun jadi sehingga merekamendapat kesan negatif dengan cara yang dilakukan, sedangkan sekarang merekamendatangi ke Pemerintah/ Walikota kemudian mengadakan audensi danmenekan pemerintah untuk melakukan penutupan cabang tersebut. Jadi dengancara tersebut merupakan cara yang efektif bagi mereka untuk menyerangAhmadiyah, karena dengan begitu yang kami lawan bukan Ormas akan tetapiPemerintah Kota sekalipun regulasi yang berlaku sikapnya inkonstitusional cumatetap jalan yang dihadapi berliku.

4. Kira-kira menurut Bapak Perbedaan Antara JAI dengan GAI itusendiri apa?

JAI adalah sumber pertama Ahmadiyah di Qadian, sedangkan Gai bagiandari Ahmadiyah kemudian memisahkan diri menjadi Ahmadiyah Lahore, tidak

Page 85: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

ada perbedaan yang mendalam dari kedua golongan ini, jadi dari sisi sejarah lebihdari kekecewaan dari sisi organisasi, jadi waktu pemilihan khalifah di zamankhalifah kedua, yang menjadi pimpinan Ahmadiyah Lahore merasa tidak puaskarena harusnya yang dipilih pimpinan Ahmadiyah Lahore, sedangkan yangdipilih adalah Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, yang saat itu berusia 24 tahun.

Dalam prakteknya agak berbeda bahwa mereka memahami khalifah-khalifah Ahmadiyah yang sekarang tidak sah menurut mereka dan strukturnyabukan lewat khalifah tapi lewat anjuman seperti organisasi besar lainnya. Merekajuga meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanya sebagai Guru/ Mujadid.

5. Upaya yang dilakukan JAI, jika mengalami persekusi dari pihakluar?

Masyarakat yang tinggal lama disekitar sini disini tahu bahwasanya inimerupakan bangunan yang dimiliki Ahmadiyah, disamping itu bangunan tersebutsudah lama berdiri disekitar tempat tersebut, tapi bagi orang-orang pendatangyang baru mengetahui bahwa bangunan ini merupakan tempat berkumpulnyakami ada yang melihat kami dari bentuk gestur, termasuk dulu waktu ada demodisini dengan tujuan untuk menghentikan kegiatan kami. Akan tetapi dalang darisemua itu bukan berasal dari warga sini melainkan warga luar (FPI) akan tetapi dytidak langsung kesini melainkan dengan mempengaruhi DKM masjid disekitarsini. Setelah kejadian itu, Kemudian kami berupaya membangun komunikasidengan baik dengan DKM Masjid setempat barulah setelah itu tidak ada lagikeributan.

Hubungan komunikasi kami dengan masyarakat sekitar masih terjalindengan baik dan kami juga rutin dalam mengadakan bakti sosial kepadamasyarakat sekitar misalnya sembako murah, pengobatan, di gedung serba gunayang ada disebelah Masjid. Bisa jadi karena disekeliling kami tidak terlalu banyakjadi, yang tinggal mungkin tidak terlalu peduli atas keberadaan Ahmadiyah disini.

Wawancara dengan Bapak Burhan, Bapak Waryo, dan Ibu Eli.

1. Bagaimana hubungan masyarakat dengan Jamaah AhmadiyahIndonesia?

Baik sekali, bahkan keberadaan mereka disini cenderung menimbilkandampak positif dari pada negatifnya.

2. Apakah ada aktifitas/ kegiatan Jamaah Ahmadiyah yang meresahkanwarga?

Page 86: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

Tidak ada, mereka sering mengadakam kegiatan sosial dengan wargasekitar, bagaimana itu bisa disebut meresahkan warga.

3. Bagaimana pandangan bapak/ibu terkait kegiatan sosial yangdilakukan oleh Jamaah Ahmadiyah Indonesia?

Sangat senang sekali, karena dengan situasi pandemi seperti sekarang kegiatanyang mereka adakan sangat membantu warga sekitar, ditambah warga punmenuggu bantuan dari pemerintah yang tak kunjung datang.

Page 87: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

LAMPIRAN

DOKUMENTASI

Foto Bersama Bapak Djusmansyah Selaku Mubaligh Jamaah AhmadiyahIndonesia di Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat

Pembagian Sembako kepada warga

Page 88: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

Pembagian Hand Sanitaizer

Pembagian Bantuan Kepada Warga Sekitar

Page 89: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

Kegiatan Donor Darah dalam Gerakan Donor Darah Nasional, diGedung RahmatAli Jakarta Pusat

Pembagian Takjil pada warga sekitar di Jalan Balikpapan I/10

Page 90: Resiliensi Komunitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52035/1/Br Skrip… · LEMBAR PERSETUJUAN Resiliensi Komunitas Jama'ah Ahmadiyah

Anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jalan Balikpapan I/10 Jakarta Pusat

Menanam Tanaman Hidroponik bersama ibu-ibu Pkk RW 06

Persiapan Baksos