stress emosional dan hubungannya dengan penyakit fisik
DESCRIPTION
saraf dan jiwaTRANSCRIPT
1. Stress Emosional dan Hubungannya Dengan Penyakit Fisik
Secara umum, respons terhadap stress dapat muncul dalam bentuk respons fisiologis
berikut ini:1
1. Neurotransmitter response1
a. Peningkatan sintesis norepinefrin otak
b. Peningkatan turnover serotonin yang dapat menurunkan serotonin
c. Peningkatan transmisi dopaminergic
2. Endocrine response1
a. Pelepasan ACTH sehingga merangsang kortisol adrenal
b. Penurunan testosteron pada stress berkepanjangan
c. Penurunan hormon tiroid
3. Immune Response1
a. Pada stress akut, dapat mengaktivasi sistem imun melalui peningkatan
sitokin
b. Pada stress kronik, jumlah dan aktivitas natural killer cells berkurang
Keterangan:
Neurotransmitter response
- Banyak bentuk stressor yang meningkatkan produksi norepinefrin, di locus
ceruleus otak dan menyebabkan pelepasan katekolamin dari sistem saraf otonom.
Hal tersebut terjadi dengan didahului peningkatan tirosin hidroksilase.
- Peningkatan turnover serotonin rupanya dapat terjadi dengan menggunakn
glukokortikoid sebagai efek penguatnya, tetapi efek tersebut mungkin berbeda
karena baru diketahui demikian pada reseptor 5-HT2 yang dapat memperkuat
aktivitas sistem saraf pusat. Stress dapat pula meningkatkan jalur dopaminergic
melalui jalur mesoprefrontal.
- Melalui sistem saraf simpatis, melepaskan norepinefrin dan neuropeptide Y. Ada
pula yang bersambung denga kelenjar adrenal sehingga menyebabkan pelepasan
epinefrin.
Endocrine Response
- Stress merangsang pelepasan corticotropin releasing hormone (CRH). CRH akan
dilepaskan dari hipotalamus menuju aliran darah dalam hipofisis.
Adrenocorticotropin hormone (ACTH) akan dilepaskan ke dalam aliran sistemik
tubuh. Sesampainya di korteks adrenal, ACTH akan menstimulasi produksi
glukokortikoid yang secara umum berguna untuk meningkatkan penggunaan
energy, aktivitas kardiovaskular untuk respons fight or fligt, dan inhibisi fungsi
(pertumbuhan, reproduksi, dan imunitas)
- Ada pula beberapa substansi yang dapat memicu pelepasan glukokortikoid
dengan mem-bypass sekresi CRH, seperti katekolamin, vasopressin, dan
oksitosin.
Dalam hubungannya dengan psychophysiology, terjadi beberapa perubahan dalam
tubuh yang dapat menyebabkan efek secara sistemik. Dasar dari pernyataan tersebut
adalah adanya stressor, baik fisik maupun emosi, yang dapat merubah set point dalam
berbagai refleks homeostasis di dalam tubuh. Dasar-dasar tersebut termasuk pula
mekanisme adaptasi terhadap stressor serta kemampuan kembali ke keadaan normal.
Kegagalan melakukan hal tersebut dapat menyebabkan disregulasi, termasuk sistem
persarafan otonom.
→ Pada saat marah, misalnya, perubahan tersebut antara lain:
a. Sympatethic Arousal
b. Peningkatan perbandingan norepinefrin dengan epinefrin
c. Peningkatan vasokonstriksi
d. Peningkatan lipid serum, LDL
e. Penurunan IL-10 dan peningkatan ekspresi TNF-α
f. Peningkatan inflamasi
Contoh tersebut memang menyebutkan adanya perubahan dari faktor-faktor yang
umumnya kita ketahui sebagai pathogenesis dari suatu penyakit. Pada kenyataannya,
tidak semua keadaan tersebut memicu timbulnya penyakit secara langsung. Namun,
stress lebih bersifat sebagai pemicu dari penyakit yang bersifat laten atau subklinis. 2
Contoh dari penyakit-penyakit yang dapat dipicu oleh stress antara lain berupa
angina, aritmia, asma, penyakit pada jaringan ikat (SLE, rheumatoid arthritis), sakit
kepala, hipertensi, sindrom hiperventilasi, inflammatory bowel diseases, ulcerative
colitis, neurodermatitis, obesitas, osteoarthritis, peptic ulcer disease, Raynaud
disease, syncope, hypotension, urticaria, dan angioedema.
Gambar 2. Sitokin pada saat respons stress2
1. Sadock BJ, Sadock VA. Psychosomatic disorder. In: Kaplan and Sadock’s pocket
handbook of clinical psychiaty. 4th Ed. Philadelphia: LWW. p256-7, 2005.
2. Dimsdale JE, Irwin M, Keefe FJ, Stein MB. Stress and psychiatry. In: Sadock BJ,
Sadock VA, Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiaty. 8th Ed.
Philadelphia: LWW. p2180-4, 2005.