streptococcus sp

17

Click here to load reader

Upload: mutiara-wulan

Post on 23-Oct-2015

777 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Streptococcus Sp

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STREPTOCOCCUS SP

I. PENDAHULUAN

Di alam populasi mikroba tidak terpisah sendiri menurut

jenisnya, tetapi terdiri dari campuran berbagai macam sel. Oleh karena

itu, dalam mempelajarinya, bakteri harus diambil dari alam lalu

diisolasikan dalam suatu biakan murni. Di dalam laboratorium

populasi bakteri ini dapat diisolasi menjadi kultur murni yang terdiri

dari satu jenis yang dapat dipelajari morfologi, sifat dan kemampuan

biokimiawinya. Biakan murni adalah biakan yang hanya berisi 1 jenis

bakteri.

Ada berbagai cara untuk mengisolasi bakteri dalam biakan

murni yaitu, cara pengenceran, cara penuangan, cara penggesekan atau

penggoresan, cara penyebaran, cara pengucilan 1 sel, dan cara

inokulasi pada hewan. Masing-masing mempunyai kelebihan dan

kekurangan.

Pembiakan dan identifikasi bakteri bersumber dari spesimen

yang merupakan hasil proses infeksi, sedangkan infeksi itu sendiri

dapat berasal dari berbagai sumber.

Streptococcus sp, sifat umumnya adalah Gram positif (bisa juga

gram negatif tua), bulat atau bulat telur dengan diameter ≤ 2 µm.

Pembelahan sel yaitu satu arah, sehingga ditemukan koloni

berpasangan (tersusun diplokokus) atau berderet panjang

Homofermentan (menghasilkan asam laktat) (Dwidjoseputro, D.1998).

II. PRINSIP

Prinsip Isolasi : memisahkan satu jenis mikroorganisme dengan

mikroorganisme lainnya yang berasal dari

campuran bermacam – macam mikroorgnanisme

tersebut

Prinsip Kerja : pemeriksaan dilakukan dengan melakukan

identifikasi berdasarkan pada pemeriksaan

mikroskopik dengan pewarnaan gram,

pembiakan (morfologi dan sifat koloni), uji

Page 2: Streptococcus Sp

resistensi terhadap basitrasin, CAMP test, dan

uji resistensi SXT.

III. TUJUAN

Untuk mengisolasi Streptococcus sp sehingga dapat

mengidentifikasi jenis spesies dari Streptococcus sp ( mengidentifikasi

S. pyogenes, S. viridian, S. gamma hemoliticus ).

IV. TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri Streptococcus sp. ( Streptokokus ) memiliki klasifikasi

sebagai berikut :

Divisio : Procaryotae

Class : Schyzomycetes

Ordo : Eubacteriales

Family : Streptococcaceae

Genus  : Streptococcus

Spesies : Streptococcus pyogenes 

Streptococcus agalactiae

 Streptococcus equisimitis

 Streptococcus faecalis ( S.bovis, S.equinus )

 Streptococcus pneumoniae

 Streptococcus viridans ( S. mitis, S. sanguis, S. milleri,

S. mutans )

Sifat umum bakteri ini adalah Gram positif (bisa juga gram

negatif tua). Bulat atau bulat telur dengan diameter ≤ 2 µm.

Pembelahan sel yaitu satu arah, sehingga ditemukan koloni

berpasangan (tersusun diplokokus) atau berderet panjang.

Page 3: Streptococcus Sp

Homofermentan (menghasilkan asam laktat). (Pelczar, Michael J,

1986)

Klasifikasi klasik :

1. Streptococcus beta hemolytic : hemolisa darah sempurna.

Merupakan pemecahan sempurna dari sel darah merah sehingga

menghsilkan zona jernih disekitar koloni.

2. Streptococcus alpha hemolytic : hemolisa tidak sempurna, mampu

melisiskan eritrosit sebagian atau mendekstruksi sebagian eritrosit

sehingga menghasilkanzona kehijauan di sekitar koloni.

3. Streptococcus gama non-hemolytic : tidak menghemolisa darah

(anhemolisis), tidak menunjukan terjadinya pemecahan eritrosit di

sekitar koloni sehingga tidak terdapat zona disekitar koloni

(Jawetz, 1991)

Sifat pertumbuhan : pH : 7,4 - 7,6, Suhu pertumbuhan : 37oC.

Media isolasi primer adalah agar darah dengan oksigen yang

rendah karena oksidasi intraseluler dapat menghasilkan hidrogen

peroksida yang bersifat toksik bagi bakteri. (Jawetz, 1991)

Penyakit klinis yang ditimbulkan :

Infeksi tenggorokan dan kulit (S.pyogenes/grup A) bersifat paling

virulen. Sepsis neonatus, infeksi purpuralis, meningitis (

S.agalactiae/grup B ). Penyakit pada hwan ( S.equisimitis ). Infeksi

saluran kemih dan empedu, septikemia, endokarditis ( S.faecalis/grup

D ). Pembentukan plak pada gigi ( S.mutans ) (Ganiswarna, S.G, 2000)

Terdapat sekitar 20 spesies dari streptococcus sp., sehingga

perlu klasifikasi untuk dapat ditentukan jenisnya. Ada 3 cara

klasifikasi, yaitu berdasarkan karakteristik pertumbuhan koloni, pola

hemolisis pada media agar darah/kaldu pepton darah ( untuk

mengetahui jenis alpha, beta, dan gama ), serta dengan cara serologi

yaitu mengetahui komposisi antigenik dari substansi dinding sel

(Pelczar, Michael J, 1986).

Page 4: Streptococcus Sp

Spesimen yang digunakan untuk pemeriksaan streptococcus

dapat berupa sputum, urin, tinja, usapan luka, usapan kulit maupun

faring. Pengambilan specimen dari sptum dapat dilakukan dengan

cara :

1. Penjelasan prosedur pengambilan sampel

Persiapan pasien : Jelaskan pada pasien apa yang dimaksud dengan

sputum agar yang dibatukkan benar-benar merupakan sputum, bukan

air liur/saliva ataupun campuran antara sputum dan saliva. Selanjutnya,

jelaskan cara mengeluarkan sputum.

Persiapan Alat :

a. Sputum pot (tempat ludah) yang bertutup

b. Botol bersih dengan penutup

c. Hand scoon

d. Formulir dan etiket

e. Perlak

f. Pengalas

g. Bengkok

h. Tissue

Prosedur pengambilan :

a. Sebelum mengambil spesimen, pasien diminta untuk berkumur

dengan air. Bila memakai gigi palsu, sebaiknya dilepas.

b. Pasien berdiri tegak atau duduk tegak.

c. Pasien diminta untuk menarik nafas dalam, 2-3 kali kemudian

keluarkan nafas bersamaan dengan batuk yang kuat dan berulang

kali sampai sputum keluar.

d. Sputum yang dikeluarkan ditampung langsung di dalam wadah,

dengan cara mendekatkan wadah ke mulut. Amati keadaan sputum.

Sputum yang berkualitas baik akan tampak kental purulen dengan

volume cukup 3-5 ml (Pelczar, Michael J, 1986).

Tutup wadah dengan erat dan segera kirim ke laboratorium.  Untuk

penanganan spesimen, dapaat digunakan beberapa cara, antara lain :

Page 5: Streptococcus Sp

Jika sampel kurang dari 2 jam dilakukan pemeriksaan, maka tidak

diperlukan perlakuan khusus. Bakteri Streptococcus cukup tahan pada

lingkungan kering, spesimen berupa kapas lidi dapat dimasukkan ke

dalam kantong kertas steril atau tabung steril untuk dibawa ke

labratorium.

Jika membutuhkan waktu selama 24 jam (baru dikirim esok

harinya) atau jika dicurigai terdapat bakteri patogen lainnya, misalnya

pada infeksi luka, sangat diperlukan media lain seperti media stuart

atau amies ( media transport ).

Jika transpor membutuhkan waktu lebih dari 1 hari, perlu silika gel

atau sistem transpor dengan kertas filter kering. Sistem ini dapat

digunakan untuk spesimen usapan kulit atau faring.

Ada 3 jenis pemeriksaan untuk menentukan jenis Stretococcus :

Cara langsung, cara ini merupakan cara yang paling sederhana,

cepat, dan murah. pemeriksaan langsung bersifat pengujian

pendahuluan dengan melakukan pemeriksaan mikrosopis dengan

pengecatan gram. kelemahan pemeriksaan langsung yaitu karena hanya

dapat menentukan bentuk koloni, susunan bakteri dan sifat pengecatan.

Bentuk khas dari Streptococcus gama non-hemolytic adalah berbentuk

bulat telur, tampak sebagai diplokokus, dan kadang-kadang enyerupai

batang. Cara isolasi dan kutur ( dengan mengamati pertumbuhan pada

media/kultur ). Identfikasi ( dengan pengecatan, tes katalase, tes

tehadap antigen pada dinding sel, dll ) (Pelcza.r, Michael J, 1986).

V. CARA KERJA

Hari I :

1. Lakukan pemeriksaan mikroskopik pada bahan pemeriksaan dengan

pewarnaan gram, anati di bawah mikroskop

2. Tanam bahan pemeriksaan pada lempeng agar darah, lalu inkubasi

37℃ selama 24 jam.

Page 6: Streptococcus Sp

Hari II :

1. Amati morfologi dan sifat hemolitik pada koloni agar darah. Cirri

koloni Streotococcus bentuk koloni : bulat halus, ukuran kurang dari 1

mm.

2. Lakukan pewarnaan gram pada koloni tersangka dan amti hasilnya di

bawah mikroskop

3. Laakukan uji katalase*, amati hasilnya, Streptococcus memberikan

hasil negative

4. Pad koloni Streptococcus beta hemolitik, untuk mengetahui grup A

lakukan uji resistensi terhadap Basitrasin

5. Untuk mengetahui grup B, lakukan uji CAMP test

6. Untuk mengetahui grup C, lakukan uji resistensi terhadap SXT

*untuk uji katalase dapat di bandingkan hasilnya dengan uji katalse

Staphylococcus.

Uji resistensi Basitrasin :

Cara kerja yaitu dengan menanam cakram antibiotic basitrasin

pada media agar darah yang sudah terlebih dahulu di tanam bakteri

tersangka, demikian pula halnya dengan uji resistensi terhadap SXT.

Uji CAMP test :

(tidak dilakukan dalam praktikum)

Tanamkan S. aureus pada agar darah dengan cara membuat

garis di tengah – tengah agar darah dengan menggunakan ose.

Tanamkan koloni Streptococcus membentuk garis tegak lurus dengan

S. aureus , inkubasi 37℃ selama 24 jam. Amati adanya zona hemolisis

membentuk panah diantara goresan S. aureus dan Streptococcuc.

Hari III :

1. Amati hasil uji resistensi terhadap Basitrasin

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil pengamatan

Hari I :

Page 7: Streptococcus Sp

1. Hasil direct preparat dengan pewarnaan gram

Sampel 1 : sp

bentuk : coccuss

susunan : berantai, diplokokuc,

streptokokus

sifat : gram positif

tersangka : Streptococcus sp

Sampel 2 : sv

Bentuk : coccus

Susunan : berantai

Sifat : gram positif

Tersangka :Streptococcus sp

Sampel 3 : sg

Bentuk : coccus

Susunan : berantai, diplokokuc,

monokokus

Sifat : gram positif

Tresangka : Streptococcus sp

Hari II :

2. Pembiakan

Morfologi koloni

Ciri-ciri koloniAgar darah

Koloni : sp Koloni : sv Koloni : sg

Bentuk koloni bulat bulat bulat

Diameter (mm) 0.1 mm 1 mm 0.01 mm

Warna Putih bening hitam putih

Elevasi convex convex convex

Permukaan molst molst molst

Pinggiran rata rata rata

Sifat hemolisis sempurna Tidak

sempurna

anhemolisis

Page 8: Streptococcus Sp

3. Hasil uji kalatase

Koloni + H2O2 → tidak terbentuk gelembung , negatif (-)

4. Penanaman pada media agar darah dan gula-gula

Sesudah pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, uji katalase lalu

bahan pemeriksaan di tanam pada media agar darah dan media

gula-gula lalu di inkubasi pada suhu 37℃ selama 24 jam.

Hasil penanaman pada Agar darah :

Makroskopik : Koloni : sp Koloni : sv Koloni : sg

Bentuk koloni bulat Bulat Bulat

Diameter (mm) 0.1 mm 0.5 mm 1 mm

Warna putih Putih Putih

Elevasi convex Convex Convex

Permukaan molst Molst Molst

Pinggiran rata Rata Rata

Sifat hemolisis Beta hemolisis Alfa

hemolisis

Anhemolisis

Hari III :

Pengujian Koloni : sp Koloni : sv Koloni : sg

Penanaman

pada gula-

gula

Positif (+)

memfermentasi

glukosa

Positif (+)

memfermentasi

glukosa

Positif (+)

memfermentasi

glukosa, gas (+)

Uji

resistensi

Basitrasin

Sensitive

Diameter : 28

mm, terdapat

zona

Sensitif

(terdapat zona)

Resisten

Page 9: Streptococcus Sp

B. Pembahasan

Umumnya Streptococcus bersifat anaerob fakultatif, hanya

beberapa jenis yang bersifat anaerob obligat. Pada perbenihan biasa

pertumbuhan kurang subur jika ke dalam media tidak ditambahkan

darah atau serum. Terdapat beberapa spesies Streptococcus diantaranya

:

a. Streptococcus hemoliticus meragi glukosa dengan membentuk

asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhannya. Tumbuh

subur bila diberi glukosa berlebuih dan diberikan bahan yang dapt

menetralkan asam laktat yang terbentuk

b. Streptococcus pyogenes mudah tumbuh dalam semua enriched

media. Untuk isolasi primer harus dipaki media yang mengandung

darah lengkap, serum atau transudat misalnya cairan asites atau

pleura. Penambahan glukosa dalm konsentrasi 0.5% meningkatkan

pertumbuhan tetapi menyebabkan penurunan daya lisisnya

terhadap sel darah merah. (Ganiswarna, S.G, 2000)

Pemeriksaan langsung dapat di lakukan dari sputum dan

seringkali hasilnya menemukan kokus tunggal atau bepasangan, jarang

ditemukan kokus berantai. Jika pada pemeriksaan lagsung terlihat

adanya Streptococcus tetapi tidak tumbuh dalam suatu perbenihan,

harus dipikirkan kemungkinan kuman bersifat anaerob. Bahan

pemeriksaan dapt ditanam pada lempengan adar darah, jika diduga

kumanya bersifat anaerob juga di tanam dalm perbenihan tioglikolat.

Pada lempeng agar darah Streptococcus hemoliticus grup A akan

tumbuh dalam beberapa jam atau hari. Di dalm perbenihan dari bahn

kuman Streptococcus viridan dan enterococcus tumbuhnya dapat

sangat lambat. Kadar CO2 10 % dapat mempercepat terjadinya

hemolisis. Cakram basitrasin yang mengandung 0.2 unit dapat pula

menghambat pertumbuhan Streptococcus grup A (Sumadio, H., dan

Harahap, 1994)

Pada praktikum kali ini diguanakan tiga sampel tersangka yaitu

sp, sv dan sg. Identifikasi dilakuakan melalui bebrapa cara dan

didapatkan hasil :

Page 10: Streptococcus Sp

1. Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan gram, didapat hasil :

Bentuk : coccus

Susunan : berantai, diplokokus, monokokus

Sifat : gram positif

Tersangka : Streptococcus sp

2. Pembiakan (morfologi dan difat koloni pada agar darah)

Kriteria Koloni : sp Koloni : sv Koloni : sg

Bentuk koloni Bulat, koloni

kecil tipis

Bulat, koloni

kecil tipis

Bulat, koloni

kecil tipis

Warna koloni Putih Hitam Putih

Susunan Berantai, atau

berpasangan

Berantai, atau

berpasangan

Berantai, atau

berpasangan

Elevasi Convex Convex Convex

Permukaan Molst Molst Molst

Pinggiran Rata Rata Rata

Karakteristik

hemolisis

Hemolisis

sempurna,

terdapt zona

terang

hemolisis

disekitar

koloni.

Hemolisisi

tidak

sempurna,

perubahan

warna agak

hijau-

kehitaman

disekitar

koloni

Tidah

hemolisis,

tidak lisis,

koloni tetap

berwarna putih

(anhemolisis)

3. Uji resistensi terhadap basitrasin dan penanaman pada gula-gula

Pengujian Koloni : sp Koloni : sv Koloni : sg

Penanaman

pada gula-

gula

Positif (+)

memfermentasi

glukosa

Positif (+)

memfermentasi

glukosa

Positif (+)

memfermentasi

glukosa, gas (+)

Page 11: Streptococcus Sp

Uji

resistensi

Basitrasin

Sensitive

Diameter : 28

mm, terdapat

zona

Sensitif

(terdapat zona)

Resisten

VII. KESIMPULAN

Diagnostik bakteriologik :

Dari bahan pemeriksaan dengan sampel sp didapatkan bakteri

Streptococcus pyogenes sedangkan dari sampel sv didapatkan bakteri

Streptococcus viridan dan dari sampel sg dodaptkan bakteri Streptococcus

gamma hemoliticus.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

1. Dwidjoseputro, D.1998,  Dasar-Dasar Mikrobiologi, Djambatan,

Jakarta.

2. Ganiswarna, S.G, 2000. Mikrobiologi. Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta.

3. Jawetz, G., Melnick, J. L., dan Adelberg, E. A. 1991, Mikrobiologi

untuk Profesi Kesehatan, Jakarta, EGC.

4. Pelczar, Michael J, 1986, Dasar-Dasar Mikrobiologi, UI-Press, Jakarta.

5. Sumadio, H., dan Harahap, 1994, Biokimia dan Farmakologi

Antibiotika, USU Press, Medan.

IX. LAMPIRAN