step 1 lbm 4 sdg 21
DESCRIPTION
SGDTRANSCRIPT
Page
STEP 1
1. Kelenjar limfa: atau disebut dngan kelenjar getah bening yang merupakan sistem pertahanan tubuh .
2. Hepatosplenomegali: pembesaran hepar dan lien secara bersamaan.
3. Hematoma: pendarahan dibawah kulit (memar)
STEP 2
1. Mengapa bisa terjadi pembesaran kelenjar limfa pada leher?2. Interprestasi berdasarkan skenario dan diagnosanya?3. Mengapa terjadi hepatosplenomegali?4. Apa penyebab dari meningkatnya leukosit?5. Bagaimana fisiologi dan patologi leukosit?6. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menilai kelainan leukosit?7. Mengapa terjadi demam, memar, gusi mudah berdarah dan nyeri tulang?8. Mengapa ada leukosit blas didalam darah?9. Terapi apa yang diperlukan dalam diagnosa ini?10. Dd dalam skenario tersebut?11. Hubungan pasien dengan meninggalnya keluarga pasien dengan penyakit yang sama?12. Prognosis pasien dalam skenario?
STEP 3
1. Mengapa bisa terjadi pembesaran kelenjar limfa pada leher?Jadi penyakit pada sel leukosit yang abnormal produksinya meningkat sehingga menempati sutul hingga terjadi infiltrasi pada organ atau bagian tubuh lainnya
2. Interpretasi berdasarkan skenario dan diagnosanya?Hb: 8mg/dl (turun)MCV: 82 fl(normal)MCH: 27 pg(normal)Leukosit: 98000 (berlebihan)Trombosit: 120000 (normal/kompensasi)
3. Mengapa terjadi hepatosplenomegali?Akibat dari limfa dan hati tidak dapat memproses glukoserebrosida.Infiltrasi pada organ Pembesaran limfe pembendungan vena menuju hepar peningkatan darah terjadi hipertensi porta kompensasi pembesaranhepardan lien.
4. Apa penyebab dari meningkatnya leukosit?
Page
Karena adanya infeksi, karena adanya toksik, peradangan,keganasan, 5. Bagaimana fisiologi dan patologi leukosit dan gambar!
Merupakan sel darah yang terbesar Normalnya 4000-11000 Berfungsi sebagai fagositosis
Leukosit terdiri dari 2:o Leukosit granula: eusinofil,neutrofil,basofilo Leukosit agranula: limfosit dan monosit
6. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menilai kelainan leukosit?Pemeriksaan:
Smsum tulang, hb dan trombosit dan biopsi sutul, sel darah tepi
7. Mengapa terjadi demam, memar, gusi mudah berdarah dan nyeri tulang?Karena adanya infeksi,dan banyak ditemukannya sel leukosit muda pada darah tepi
8. Mengapa ada leukosit blas didalam darah?2hal: karena banyaknya bakteri sehinnga leukosit memproduksi sel darah putih yang terlalu banyak dan sel darah putih yang belum matang terpaksa dikeluarkan.
9. Terapi apa yang diperlukan dalam diagnosa ini?
10. Dd dalam skenario tersebut?
Kemungkinan pada skenario ini LLA (Leukimia limfosit akut)Karena ciri pada skenario ini menunjukan pada LLALeukimia juga dapat disebabkan karena faktor genetik, herediter dan akibat paparan zat kimia yang terlalu lama.
11. Hubungan pasien dengan meninggalnya keluarga pasien dengan penyakit yang sama?Prognosis pasien dalam skenario? Karena faktor genetik.
STEP 4
Pasien
Inflamasi
Demam hematomegali nyeri tulang
Page
PF darah
Px radiologi
biopsi Terapi
Page
STEP 7
1. Mengapa bisa terjadi pembesaran kelenjar limfa pada leher?
SALURAN LIMFE
Terdapat dua saluran limfe utama, ductus thoracicus dan ductus limfaticus dextra.
Ductus thoracicus atau ductus limfaticus sinister, mengumpulkan cairan limfe dari tubuh
bagian tungkai bawah (kanan kiri), abdomen (kanan kiri), dada kiri, kepala kiri, lengan kiri, kemudian
masuk ke sirkulasi darah lewat vena subclavia sinistra
Ductus Limphaticus Dexter ialah saluran yang jauh lebih kecil dan mengumpulkan limfe dari
kepala kanan, leher kanan, lengan kanan dan dada sebelah kanan, dan menuangkan isinya ke dalam
vena subklavia dextra yang berada di sebelah bawah kanan leher.
Jika terjadi infeksi, kelenjar limfe dapat meradang (kelenjar limfe bengkak, merah dan sakit),
proses ini biasa disebut nglanjer (limfadenitis)
Limfadenitis menunjukan adanya infeksi pada pembuluh limfe (jaringan) diatasnya
Snell, 1997, Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Jakarta, EGC
Page
Hiperplasia terjadi akibat kerja limfonodus yang berlebihan dalam memproduksi limfosit. Sehingga sel-sel limfonodus yang berlebihan menyebabkan timbulnya rasa sakit (pathy).
Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Putih dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC.
Fadjari, Heri. Leukemia Granulositik Kronis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2. Interprestasi berdasarkan skenario dan diagnosanya?3. Mengapa terjadi hepatosplenomegali?
Hepatomegali. Terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infeksi; 2) akibat anemia hemolitik; atau 3) akibat infiltrasi. Namun, dalam kasus ini, kaitan yang paling mungkin adalah hepatomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke dalam jaringan hepar.
Splenomegali. Splenomegali yang terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infiltrasi; 2) infeksi; atau 3) sumbatan/gangguan aliran darah. Namun, dalam kasus ini, kemungkinan yang paling besar splenomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemia ke dalam limpa/splen.
Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Putih dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC.
Fadjari, Heri. Leukemia Granulositik Kronis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
4. Apa penyebab dari meningkatnya leukosit?
5. Bagaimana fisiologi dan patologi leukosit?
a. Leukositosis: penambahan jumlah keseluruhan leukosit dalam darah, yaitu kalau
penambahannnya melampaui 10.000 butir per milimeter kubik.
b. Leukopenia: berkurangnya sel darah putih sampai 5.000 atau kurang.
c. Limfositisosis: penambahan jumlah limfosit
d. Agranulositosis: penurunan jumlah granulosit atau sel polimorfonuklear secara
menyolok.
Page
Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta:
EGC, edisi 6
Netrofilia
Netrofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil lebih dari 7000/µl dalam darah tepi. Penyebab biasanya adalah infeksi bakteri, keracunan bahan kimia dan logam berat, gangguan metabolik seperti uremia, nekrosia jaringan, kehilangan darah dan kelainan mieloproliferatif.
Banyak faktor yang mempengaruhi respons netrofil terhadap infeksi, seperti penyebab infeksi, virulensi kuman, respons penderita, luas peradangan dan pengobatan. Infeksi oleh bakteri seperti Streptococcus hemolyticus dan Diplococcus pneumonine menyebabkan netrofilia yang berat, sedangkan infeksi oleh Salmonella typhosa dan Mycobacterium tuberculosis tidak menimbulkan netrofilia. Pada anak-anak netrofilia biasanya lebih tinggi dari pada orang dewasa. Pada penderita yang lemah, respons terhadap infeksi kurang sehingga sering tidak disertai netrofilia. Derajat netrofilia sebanding dengan luasnya jaringan yang meradang karena jaringan nekrotik akan melepaskan leukocyte promoting substance sehingga abses yang luas akan menimbulkan netrofilia lebih berat daripada bakteremia yang ringan. Pemberian adrenocorticotrophic hormone (ACTH) pada orang normal akan menimbulkan netrofilia tetapi pada penderita infeksi berat tidak dijumpai netrofilia.
Rangsangan yang menimbulkan netrofilia dapat mengakibatkan dilepasnya granulosit muda keperedaran darah dan keadaan ini disebut pergeseran ke kiri atau shift to the left.
Pada infeksi ringan atau respons penderita yang baik, hanya dijumpai netrofilia ringan dengan sedikit sekali pergeseran ke kiri. Sedang pada infeksi berat dijumpai netrofilia berat dan banyak ditemukan sel muda. Infeksi tanpa netrofilia atau dengan netrofilia ringan disertai banyak sel muda menunjukkan infeksi yang tidak teratasi atau respons penderita yang kurang.
Pada infeksi berat dan keadaan toksik dapat dijumpai tanda degenerasi, yang sering dijumpai pada netrofil adalah granula yang lebih kasar dan gelap yang disebut granulasi toksik. Disamping itu dapat dijumpai inti piknotik dan vakuolisasi baik pada inti maupun sitoplasma.
Eosinofilia
Page
Eosinofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah eosinofil lebih dari 300/µl darah. Eosinofilia terutama dijumpai pada keadaan alergi. Histamin yang dilepaskan pada reaksi antigen-antibodi merupakan substansi khemotaksis yang menarik eosinofil. Penyebab lain dari eosinofilia adalah penyakit kulit kronik, infeksi dan infestasi parasit, kelainan hemopoiesis seperti polisitemia vera dan leukemia granulositik kronik.
Basofilia
Basofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah basofil lebih dari 100/µl darah. Basofilia sering dijumpai pada polisitemia vera dan leukemia granulositik kronik. Pada penyakit alergi seperti eritroderma, urtikaria pigmentosa dan kolitis ulserativa juga dapat dijumpai basofilia. Pada reaksi antigen-antibodi basofil akan melepaskan histamin dari granulanya.
Limfositosis
Limfositosis adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah limfosit lebih dari 8000/µl pada bayi dan anak-anak serta lebih dari 4000/µl darah pada dewasa. Limfositosis dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti morbili, mononukleosis infeksiosa; infeksi kronik seperti tuberkulosis, sifilis, pertusis dan oleh kelainan limfoproliferatif seperti leukemia limfositik kronik dan makroglobulinemia primer.
Monositosis
Monositosis adalah suatu keadaan dimana jumlah monosit lebih dari 750/µl pada anak dan lebih dari 800/µl darah pada orang dewasa. Monositosis dijumpai pada penyakit mieloproliferatif seperti leukemia monositik akut dan leukemia mielomonositik akut; penyakit kollagen seperti lupus eritematosus sistemik dan reumatoid artritis; serta pada beberapa penyakit infeksi baik oleh bakteri, virus, protozoa maupun jamur.
Perbandingan antara monosit : limfosit mempunyai arti prognostik pada tuberkulosis. Pada keadaan normal dan tuberkulosis inaktif, perbandingan antara jumlah monosit dengan limfosit lebih kecil atau sama dengan 1/3, tetapi pada tuberkulosis aktif dan menyebar, perbandingan tersebut lebih besar dari 1/3.
Netropenia
Netropenia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil kurang dari 2500/µl
Page
darah. Penyebab netropenia dapat dikelompokkan atas 3 golongan yaitu meningkatnya pemindahan netrofil dari peredaran darah, gangguan pembentukan netrofil dan yang terakhir yang tidak diketahui penyebabnya.
Termasuk dalam golongan pertama misalnya umur netrofil yang memendek karena drug induced. Beberapa obat seperti aminopirin bekerja sebagai hapten dan merangsang pembentukan antibodi terhadap leukosit. Gangguan pembentukan dapat terjadi akibat radiasi atau obat-obatan seperti kloramfenicol, obat anti tiroid dan fenotiasin; desakan dalam sum-sum tulang oleh tumor. Netropenia yang tidak diketahui sebabnya misal pada infeksi seperti tifoid, infeksi virus, protozoa dan rickettisa; cyclic neutropenia, dan chronic idiopathic neutropenia.
Limfopenia
Pada orang dewasa limfopenia terjadi bila jumlah limfosit kurang dari 1000/µl dan pada anak-anak kurang dari 3000/µl darah. Penyebab limfopenia adalah produksi limfosit yang menurun seperti pada penyakit Hodgkin, sarkoidosis; penghancuran yang meningkat yang dapat disebabkan oleh radiasi, kortikosteroid dan obat-obat sitotoksis; dan kehilangan yang meningkat seperti pada thoracic duct drainage dan protein losing enteropathy.Eosinopenia dan lain-lain
Eosinopenia terjadi bila jumlah eosinofil kurang dari 50/µl darah. Hal ini dapat dijumpai pada keadaan stress seperti syok, luka bakar, perdarahan dan infeksi berat; juga dapat terjadi pada hiperfungsi koreks adrenal dan pengobatan dengan kortikosteroid.
Pemberian epinefrin akan menyebabkan penurunan jumlah eosinofil dan basofil, sedang jumlah monosit akan menurun pada infeksi akut. Walaupun demikian, jumlah basofil, eosinofil dan monosit yang kurang dari normal kurang bermakna dalam klinik. Pada hitung jenis leukosit pada orang normal, sering tidak dijumlah basofil maupun eosinofil.
sumber: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenilaianHasilPemeriksaan.pdf/10_PenilaianHasilPemeriksaan.htmloleh: dr. R. Dharma, dr S. Immanuel, dr R. WirawanBagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta
Page
6. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menilai kelainan leukosit?
Menurut Doengoes dkk (1999) menyatakan bahwa pemeriksaan penunjang mengenai
leukemia adalah :
Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
Retikulosit : jumlah biasanya rendah
Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur (mungkin
menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
PT/PTT : memanjang
LDH : mungkin meningkat
Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan
mielomonositik.
Copper serum : meningkat
Zinc serum : meningkat
Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP pada
sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel matur, dan
megakariositis menurun.
Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
Untuk leukimia akut:
a. Pemeriksaan darah tepi: dijumpai anemia normokrom normositer,
trombositopenia, leukosit meningkat (tetapi dapat juga normal/menurun
aleukemic leukemia). Apusan darah tepi: terdapat sel muda (mieloblast,
promieloblast, limfoblast, monoblast, erithroblast atau megakariosit), dan
sering dijumpai pseudo Pelger-Huet Anomaly (nefrofil dengan lobus sedikit)
b. BMP (pemeriksaan sumsum tulang): hiperseluler, hampir semua sel sumsum
tulang diganti sel leukemia (blast), tampak monoton oleh sel blast
Page
c. Pemeriksaan immunophenotyping: untuk menentukan imunologik leukemia
akut, dikerjakan untuk pemeriksaan surface marker guna membedakan jenis
leukemia.
d. Pemeriksaan sitogenetik: pemeriksaan kromosom karena kromosom dapat
dihubungkan dengan prognosis seperti klasifikasi WHO (AML dengan
recurrent chromosome translocations: t(15;17); t(8;21)(q22;q22) dan inv 16
p13q22). AML dengan karyotipe kompleks, delesi parsial atau hilangnya
kromosom 5 dan/atau 7)
Prof. Dr. I Made Bakta, Hematologi Klinik Ringkas, hal 127-128
7. Mengapa terjadi demam, memar, gusi mudah berdarah dan nyeri tulang?
Gingivitis pada leukemia merupakan tanda awal dari leukemia pada sekitar 25%
penderita anak-anak.
Penyusupan (infiltrasi) sel-sel leukemia ke dalam gusi menyebabkan gingivitis dan
berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi akan semakin memperburuk
keadaan ini. Gusi tampak merah dan mudah berdarah.
Perdarahan seringkali berlanjut sampai beberapa menit atau lebih karena pada
penderita leukemia, darah tidak membeku secara normal
http://doktersehat.com/2010/01/10/apa-penyebab-gusi-berdarah/#ixzz1I22cf9c4
Akibat dari terjadinya penekanan hematopoiesis lainnya di sumsum tulang, maka produksi trombosit menurun. Padahal, trombosit berperan penting dalam sistem hemostasis primer. Jika trombosit berkurang, maka akan terjadi perdarahan yang waktunya lebih panjang daripada jika kondisi dan jumlah trombositnya normal. Kapiler pada keadaan normal memang sering mengalami ruptur, tetapi hal ini dapat cepat diatasi oleh sistem hemostasis primer, yaitu trombosit. Jika terjadi trombositopenia maka salah satu gejala yang timbul adalah perdarahan hidung akibat pecahnya dinding kapiler.
Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Putih dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC.
Fadjari, Heri. Leukemia Granulositik Kronis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Page
8. Mengapa ada leukosit blas didalam darah?9. Terapi apa yang diperlukan dalam diagnosa ini?10. Dd dalam skenario tersebut?
a. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Merupakan kanker yang paling sering menyerang anak-anak dibawah umur 15 tahun,
dengan puncak insidensi antara umur 3 sampai 4 tahun.
Manifestasi dari LLA adalah berupa proliferasi limpoblas abnormal dalam sum-sum tulang
dan tempat-tempat ekstramedular. Paling sering terjadi pada laiki - laki dibandingkan
perempuan, LLA jarang terjadi (Smeltzer dan Bare, 2001).
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah
merah dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa: lemah dan sesak nafas, karena anemia
(sel darah merah terlalu sedikit) infeksi dan demam karena, berkurangnya jumlah sel darah
putih perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit. (www.medicastore.com)
Manifestasi klinis :
Hematopoesis normal terhambat
Penurunan jumlah leukosit
Penurunan sel darah merah
Penurunan trombosit
b. Leukeumia Limfositik Kronik (LLK)
Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit (salah satu
jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah bening.
Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering menyerang
pria. Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar getah
bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan kedua nya mulai membesar. Masuknya
limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga terjadi
anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah. Kadar dan
aktivitas antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang. Sistem kekebalan yang
Page
biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar, seringkali menjadi salah arah dan
menghancurkan jaringan tubuh yang normal. (www.medicastore.com)
Manifestasinya adalah :
Adanya anemia
Pembesaran nodus limfa
Pembesaran organ abdomen
Jumlah eritrosi dan trombosit mungkin normal atau menurun
Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)
2. Leukemia Mieloid
a. Leukemia Mielositik akut (LMA)
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), Leukemia akut ini mengenai sel stem hematopoetik
yang kelak berdiferensiasi ke sua sel mieloid;monosit, granulosit, eritrosit, dan trombosit.
Semua kelompok usia dapat terkena , insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya
usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
Gambaran klinis LMA, antara lain yaitu ;terdapat peningkatan leukosit, pembesaran pada
limfe, rasa lelah, pucat, nafsu makan menurun, anemia, ptekie, perdarahan , nyeri tulang,
Infeksi
b. Leukemia Mielogenus Kronik (LMK)
Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK) adalah suatu penyakit dimana
sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan sejumlah
besar granulosit (salah satu jenis sel darah putih) yang abnormal (www.medicastore.com).
Dimasukkan kedalam keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak terdapat sel normal
dibaniding dalam bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan, jarang menyerang individu
di bawah umur 20 tahun, namun insidensinya meningkat sesuai pertambahan umur.
Gambaran klinis LMK mirip dengan LMA, tetapi gejalanya lebih ringan yaitu ; Pada stadium
awal, LMK bisa tidak menimbulkan gejala. Tetapi beberapa penderita bisa mengalami:
Faktor predisposisiFaktor etiologiFaktor pencetus
Mutasi somatik sel induk
Proliferasi neoplastik & differentiation arrest
Akumulasi sel muda dalam sutul
GAGAL SUTUL
INFILTRASI KE ORGAN
HIPERKATABOLIK
Katabolisme meningkat
Kaheksia
Keringat Malam
Gagal Ginjal
Asam Urat
Gout
AnemiaPerdarahan & Infeksi
Inhibisi hemopoiesis normalSel Leukimia
Tulang Darah RES
HepatosplenomegaliLimfadenopati
Tempat ekstrameduler lain
Nyeri tulang Sindroma Hiperviskositas
Meningitis, Lesi kulit, Pembesaran Testis
Page
kelelahan dan kelemahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam atau
berkeringat dimalam hari, perasaan penuh di perutnya (karena pembesaran limpa)
(Smeltzer dan Bare, 2001),
Prof. Dr. I Made Bakta, Hematologi Klinik Ringkas.
A. Etiologi Leukemia
Page
Walaupun penyebab dari leukemia tidak diketahui, predisposisi genetik maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan (Baldy, 2006). Diduga hal ini dapat disebabkan oleh interaksi sejumlah faktor, diantaranya 1) Neoplasia; 2)Infeksi; 3) Radiasi; 4) Keturunan; 5) Zat kimia; dan 6) Perubahan kromosom (Hoffbrand and Petit, 1996).
1. B. Klasifikasi Leukemia
t: translokasi
*sel null: limfosit yang kekurangan sel B (immunoglobulin membrane) atau penanda sel T (pembentukan rosette-E)
Badan auer: badan berwarna merah yang terlihat dalam sitoplasma mieloblas yang khas pada leukemia mielogenosa akut
‡CD10: dahulu cALLa (antigen LLA yang lazim)—kompleks glikoprotein membran permukaan yang jelas dibawa oleh 70% limfoblas leukemia sel bukan-T
(Baldy, 2006)
Klasifikasi besar adalah leukemia akut dan kronis. Leukemia akut, dimana terdapat lebih 50% mieloblas atau limfoblas dalam sumsum tulang pada gambaran klinis, lebih lanjut dibagi dalam leukemia mieloid (mieloblastik) akut (AML) dan leukemia limfoblastik akut (ALL).
Leukemia kronis mencakup dua tipe utama, leukemia granulositik (mieloid) kronis (CGL/CML) dan leukemia limfositik kronis (CLL). Tipe kronis lain termasuk leukemia sel berambut, leukemia prolimfositik, dan berbagai sindroma mielodisplastik, yang sebagian dianggap sebagai bentuk leukemia kronis dan lainnya sebagai “pre-leukemia” (Hoffbrand and Petit, 1996).
Leukemia limfositik disebabkan oleh produksi sel limfoid yang bersifat kanker, biasanya dimulai di nodus limfe atau jaringan limfositik lain dan menyebar ke daerah tubuh lainnya. Leukimia mielogenosa dimulai dengan produksi sel mielogenosa muda yang bersifat kanker di sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh, sehingga leukosit diproduksi di banyak organ ekstramedular, terutama di nodus limfe, limpa, dan hati (Guyton and Hall, 2007).
1. C. Pemeriksaan dan Diagnosis Leukemia
Hematologi rutin dan Hitung darah lengkapdigunakan untuk mengetahui kadar Hb-eritrosit, leukosit, dan trombosit.
Apus darah tepi digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah, berupa bentuk, ukuran, maupun warna sel-sel darah, yang dapat menunjukkan kelainan hematologi.
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang digunakan untuk mengetahui kondisi sumsum tulang, apakah terdapat kelainan atau tidak.
Karyotipik digunakan untuk mengetahui keadaan kromosom dengan metode FISH (Flurosescent In Situ Hybridization).
Immunophenotyping mengidentifikasi jenis sel dan tingkat maturitasnya dengan antibodi yang spesifik terhadap antigen yang terdapat pada permukaan membran sel.
Page
Sitokimia merupakan metode pewarnaan tertentu sehingga hasilnya lebih spesifik daripada hanya menggunakan morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang.
Analisis sitogenetik digunakan untuk mengetahui kelainan sitogenetik tertentu, yang pada leukemia dibagi menjadi 2: kelainan yang menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom dan kelainan yang menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom.
Biologi molekuler mengetahui kelainan genetik, dan digunakan untuk menggantikan analisis sitogenetik rutin apabila gagal.
(Sudoyo et.al, 2007).
1. D. Patogenesis dan Patofisiologi Leukemia
Populasi sel leukemik ALL dan banyak AML mungkin diakibatkan proliferasi klonal dengan pembelahan berturut-turut dari sel blas tunggal yang abnormal. Sel-sel ini gagal berdiferensiasi normal tetapi sanggup membelah lebih lanjut. Penimbunannya mengakibatkan pertukaran sel prekursor hemopoietik normal pada sumsum tulang, dan akhirnya mengakibatkan kegagalan sumsum tulang. Keadaan klinis pasien dapat berkaitan dengan jumlah total sel leukemik abnormal di dalam tubuh. Gambaran klinis dan mortalitas pada leukemia akut berasal terutama dari neutropenia, trombositopenia, dan anemia karena kegagalan sumsum tulang (Hoffbrand and Petit, 1996).
Blokade maturitas pada AML menyebabkan terhentinya diferensiasi sel-sel mieloid pada sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast di dalam sumsum tulang akan mengakibatkan gangguan hematopoiesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, leukopenia, dan trombositopenia). Selain itu, infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi tergantung organ yang diinfiltrasi, misalnya kulit, tulang, gusi, dan menings (Kurnianda, 2007).
Pada umumnya gejala klinis ALL menggambarkan kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di darah perifer dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan. Demam atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada separuh pasien ALL, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga pasien yang baru didiagnosis ALL (Fianza, 2007).
CGL/CML adalah penyakit gangguan mieloproliferatif, yang ditandai oleh seri grabulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi kita dapat dengan mudah melihat tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit (bahkan mieloblas), meta mielosit, mielosit, sampai granulosit. Pada awalnya, pasien sering mengeluh pembesaran limpa, atau keluhan lain yang tidak spesifik, seperti rasa cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu tinggi, keringat malam, dan penurunan berat badan yang berlangsung lama. Semua keluhan tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia. Anemia dan trombositopenia terjadi pada tahap akhir penyakit (Fadjari, 2007).
CLL pada awal diagnosis, kebanyakan pasien CLL tidak menunjukkan gejala (asimptomatik). Gejala yang paling sering ditemukan pada pasien adalah limfadenopati generalisata, penurunan berat badan, dan kelelahan. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan
Page
penurunan kemampuan latihan/olahraga. Demam, keringat malam, dan infeksi jarang terjadi pada awalnya, tetapi semakin menyolok sejalan dengan penyakitnya. Akibat penuumpukan sel B neoplastik, pasien mengalami limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali. Kegagalan sumsum tulang yang progresif pada CLL ditandai dengan memburuknya anemia dan atau trombositopenia (Rotty, 2007).
1. E. Penatalaksanaan Leukemia
Pengobatan utama untuk keganasan hematologi selama beberapa dekade adalah pembedahan, kemoterapi, dan terapi radiasi (Baldy, 2006). Saat ini, pengobatan yang lain tersedia terbatas tetapi penggunaannya meningkat, dengan kemajuan dalam uji klinis, yang dikenal sebagai Biological. Kelompok obat ini adalah zat alami yang diambil dari sumber alami atau disintesis dalam laboratorium untuk menyerang target biologi tertentu (Finley, 2000). Biological dianggap menjaga sel induk hematopoietik dan oleh karena itu kurang toksik dan bersifat kuratif (Baldy, 2006).
Kemoterapi atau Terapi Obat Sitotoksik. Obat sitotoksik merusak kapasitas sel untuk reproduksi. Tujuan terapi sitotoksik mula-mula menginduksi remisi dan selanjutnya mengurangi populasi sel leukemik yang tersembunyi, dan memulihkan sumsum tulang dengan kombinasi siklik dua, tiga atau empat obat. Pemulihan ini tergantung pada pola pertumbuhan kembali (differential regrowth pattern) sel hemopoietik normal dan sel leukemik.
Transplantasi Sumsum Tulang. Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk memulihkan sistem hemopoietik pasien setelah penyinaran seluruh tubuh dan kemoterapi intensif diberikan dalam usaha membunuh semua leukemmik yang tinggal (Hoffbrand and Petit, 1996).
Terapi ALL dibagi menjadi:
Induksi remisi
Terapi ini biasanya terdiri dari prednisone, vinkristin, antrasiklin dan L-asparaginase.
Intensifikasi atau konsolidasi
Berbagai dosis mielosupresi dari obat yang berbeda diberikan tergantung protocol yang dipakai.
Profilaksis SSP
Terdiri dari kombinasi kemoterapi intratekal, radiasi cranial, dan pemberian sistemik obat yang mempunyai bioavailabilitas yang tinggi seperti metotreksat dosis tinggi dan sitarabin dosis tinggi.
Pemeliharaan jangka panjang
Terapi ini terdiri dari 6-merkaptopurin tiap hari dan metotreksat seminggu sekali selama 2 tahun (Fianza, 2007).
Page
Epidemiologi leukemie
- Umur:
ALL: terbanyak pada anak-anak dan dewasa muda
AML: lebih sering pada orang dewasa
CML: tersering umur 40-60 tahun
CLL: terbanyak pada orang tua
- Jenis kelamin:
Leukemia lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita dengan
perbandingan 1,2-2 : 1.
Prof. Dr. I Made Bakta, Hematologi Klinik Ringkas, hal 122.
11. Hubungan pasien dengan meninggalnya keluarga pasien dengan penyakit yang sama?12. Prognosis pasien dalam skenario?