spondilitis

37
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Defenisi Spondilitis adalah inflamasi pada tulang vertebrae yang bisa disebabkan oleh beberapa hal, misalnya proses infeksi, imunitas. Depkes (1995) mendefenisikan spondilitas sebagai suatu peradangan kronis yang menimbulkan kekakuan dan biasanya gangguan bersifat progresif pada sendi sakro iliaka dan sendi panggul, sendi-sendi sinovial pada spinal dan jaringan-jaringan lunak di spinal. Spondilitis adalah radang ruas tulang punggung. Pada umumnya, ada 2 jenis spondilitis yang sering terjadi yaitu spondilitis ankilosa dan spondilitis tuberculosa. Spondilitis ankilosa merupakan penyakit reumatik inflamasi sistemik kronik yang terutama menyerang sendi aksial (vertebra). Yang merupakan tanda khas adalah terserangnya sendi sakroiliaka. (Arif Mansjoer: 2001) Spondilitis ankilosa berasal dari bahasa Yunani, ankylos yang berarti bengkok dan spondylos yang berarti vertebra. Spondilitis ankilosa merupakan inflamasi kronik yang melibatkan sendi-sendi aksial dan perifer, entesitis dan bisa mempunyai manifestasi ekstraartikular. (Aru W.Sudoyo: 2009). Spondilitis ankilosis adalah suatu penyakit peradangan kronik progresif yang terutama menyerang sendi sakroiliaka dan sendi-sendi tulang belakang. Dengan 1

Upload: sha-ry-dwi-putrhy

Post on 08-Nov-2015

29 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

askep spondilitis

TRANSCRIPT

BAB IKONSEP DASAR MEDIS

A. DefenisiSpondilitis adalah inflamasi pada tulang vertebrae yang bisa disebabkan oleh beberapa hal, misalnya proses infeksi, imunitas.Depkes (1995) mendefenisikan spondilitas sebagai suatu peradangan kronis yang menimbulkan kekakuan dan biasanya gangguan bersifat progresif pada sendi sakro iliaka dan sendi panggul, sendi-sendi sinovial pada spinal dan jaringan-jaringan lunak di spinal.Spondilitis adalah radang ruas tulang punggung. Pada umumnya, ada 2 jenis spondilitis yang sering terjadi yaitu spondilitis ankilosa dan spondilitis tuberculosa.Spondilitis ankilosa merupakan penyakit reumatik inflamasi sistemik kronik yang terutama menyerang sendi aksial (vertebra). Yang merupakan tanda khas adalah terserangnya sendi sakroiliaka. (Arif Mansjoer: 2001)Spondilitis ankilosa berasal dari bahasa Yunani, ankylos yang berarti bengkok dan spondylos yang berarti vertebra. Spondilitis ankilosa merupakan inflamasi kronik yang melibatkan sendi-sendi aksial dan perifer, entesitis dan bisa mempunyai manifestasi ekstraartikular. (Aru W.Sudoyo: 2009).Spondilitis ankilosis adalah suatu penyakit peradangan kronik progresif yang terutama menyerang sendi sakroiliaka dan sendi-sendi tulang belakang. Dengan semakin berkembangnya penyakit pada tulang belakang, maka jaringan lunak paravertebra dan sendi kostovertebralis mungkin terserang juga (Price & Wilson, 1985).Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 ).Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. (Rasjad, 1998).Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000).

B. Insiden1. Spondilitis ankilosaPenyakit ini ternyata lebih sering dijumpai pada pria dengan perbandingan 8: 1 atau 9: 1. Awitan biasa terjadi pada pria berusia antara 20-40 tahun dan jarang diternui sesudah mereka berusia 50 tahun ke atas (Bole, 1975, halaman 87).2. Spondilitis tuberculosa Insiden spondilitis TB masih sulit ditetapkan, sekitar 10% dari kasus TB ekstrapulmonar merupakan spondilitis TB dan 1,8% dari total kasus TB.

C. Etiologi1. Spondilitis ankilosaEtiologi Patogenesis pada SA tidak begitu dipahami, tetapi SA merupakan penyakit yang diperantari oleh sistem imun, dibuktikan dengan adnya peningkatan IgA dan berhubungan erat dengan HLA B27. Secara imunologi terdapat interaksi antara class I HLA molecule B27dan Limfosit T. Kecenderungan terjadinya SA dipercayai sebagai penyakit yang diturunkan secara genetik, dan mayoritas (hampir 90%) penderita SA lahir dengan suatu gen yang disebut dengan HLA B27. Adanya gen HLA B27 ini hanya menunjukan adanya kecenderungan yang meningkat terhadap terjadinya SA ini meskipun ada faktor lain yang mempengaruhi seperti lingkungan.2. Spondilitis tuberculosaTuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. (Rasjad. 1998)

D. Patofisiologi1. Spondilitis ankilosaKeberadaan gen HLA-B27 menunjukkan kecenderungan terjadinya penyakit spondilitis ankilosa. Ketika terjadi poliferasi sinovial disertai inflamasi (sinovitis) dan diikuti infiltrasi sel-sel bulat maka untuk mengatasi inflamasi tersebut maka tubuh akan merespon dengan pembentukan jaringan granulasi pada tulang yang berdekatan. Namun, ketika inflamasi menjadi kronik (terus-menerus) maka akan terjadi destruktif sendi tulang rawan dan tulang artikuler, jaringan granulasi yang seharusnya terbentuk digantikan oleh jaringan fibrosa. Jaringan fibrosa ini akan mengalami osifikasi (kombinasi dari destruktif sendi, ketegangan selaput sendi dan ruptur tendon yang menyebabkan instabilitas dan deformitas sendi) yang selanjutnya akn membentuk struktur tulang baru yang menjadi jembatan antar vertebra dan membuat tulang belakang menyatu (Bamboo Spine). Kondisi ini akan membuat tulang belakang yang seharusya memiliki kurva normal akan menjadi lebih lurus, lebih kaku dan tidak fleksibel. Proses penyatuan vertebra ini berlangsung dari bawah (lumbosacral) menuju ke atas sehingga pada fase tertentu akan dapat mempengaruhi tulang rusuk dan menyebabkan terganggunya fungsi pernapasan. Tulang belakang yang perlahan menyatu akan membentuk struktur tulang yang kaku dan cenderung membungkuk (kifosis). 2. Spondilitis tuberculosaPatogenesis penyakit ini sangat tergantung dari kemampuan bakteri menahan cernaan enzim lisosomal dan kemampuan host untuk memobilisasi imunitas seluler. Jika bakteri tidak dapat diinaktivasi, maka bakteri akan bermultiplikasi dalam sel dan membunuh sel itu. Komponen lipid, protein serta polisakarida sel basil tuberkulosa bersifat immunogenik, sehingga akan merangsang pembentukan granuloma dan mengaktivasi makrofag. Beberapa antigen yang dihasilkannya dapat juga bersifat immunosupresif (Mansjoer, 2000).Infeksi mycobacterium tuuberculosis pada tulang selalu merupakan infeksi sekunder. Berkembnagnya kuman dalam tubuh tergantung pada keganasan kuman dan ketahanan tubuh klien. Lima stadium perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa, antara lain: (Rasjad, 2007)a. Stadium I (implantasi)Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh klien menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah torakolumbal.b. Stadium destruksi awalSetelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.c. Stadium destruksi lanjutPada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang terjadi 23 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.d. Stadium gangguan neurologisTidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.e. Stadium deformitas residualStadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan.

E. Manifestasi Klinik1. Spondilitis ankilosaa. Manifestasi konstitusional biasanya sangat ringan, seperti anoreksia, kelemahan, penurunan berat badan, dan panas ringan yang biasanya terjadi pada awal penyakit.b. Manifestasi skeletal, terdiri dari:1) Nyeri punggung bawah dan kekakuan yang sering memburuk pada pagi hari atau setelah istirahat lama. Nyeri akan menghilang dengan aktivitas fisik dan biasanya terpusat di vertebra lumbosacral meski biasa juga terasa pada sendi panggul dan pantat dan kadang-kadang menjalar ke paha. Kekakuan biasanya berlangsung lebih dari 30 menit.2) Nyeri dan kaku pada vertebra torakalis, leher dan bahu.3) Keterlibatan kostovertebral menyebabkan gangguan ekspansi dada.4) Sendi perifer dapat mengalami sinovitis, trauma sendi besar dan prokimal seperti bahu dan panggul.c. Manifestasi ekstraskeletal, teridiri dari:1) Gangguan mata, berupa uveitis anterior dan iridosiklitis. 2) Gangguan kardiovaskular, berupa oartitis, regurgitasi katup aorta, gangguan konduksi dan perikarditis.3) Gangguan paru, berupa fibrosis lobus superior yang progresif lambat.4) Sindroma kauda equine berasal dari pemadatan atau penyempitan yang simultan dari radik saraf lumbosacral multiple di bawah konus medullaris.

2. Spondilitis tuberculosaSecara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu: (Mansjoer, 2000)a. Badan lemah/ lesub. Penurunan berat badanc. Nafsu makan berkurangd. Demam subfebrise. Nyeri vertebra/lokal pada lokasi infeksi sering dijumpai dan menghilang bila istirahat.f. Deformitas tulang belakangg. Adanya spasme otot paravertebralish. Nyeri ketok tulang vertebrai. Gangguan motorikj. Adanya gibus/kifosis

F. Pemeriksaan fisik1. Spondilitis ankilosaa. Inspeksi1) Sikap/postur tubuhSelama perjalanan penyakitnya, sikap tubuh yang normal akan hilang. Lordosis lumbal yang menghilang umumnya merupakan tanda awal. Apabila vertebra cervical terserang, maka pergerakan leher akan terbatas serta menimbulkan rasa nyeri. Leher penderita mengalami pergeseran ke depan dan hal ini dapat dibuktikan dengan cara : penderita diminta berdiri tegak, apabila terjadi pergeseran maka occiput tidak dapat menempel pada dinding.2) Mobilitas tulang belakangPertama kali yang diperiksa adalah apakah ada keterbatasan gerak. Biasanya ditemukan adanya keterbatasan gerak pada tulang vertebra lumbal, yang dapat dilihat dengan cara melakukan gerakan fleksi badan ke depan, ke samping dan ekstensi.Tes Schober atau modifikasinya, berguna untuk mendeteksi keterbatasan gerak fleksi badan ke depan. Caranya : penderita diminta untuk berdiri tegak, pada prosesus spinosus lumbal V diberi tanda (titik), kemudian 10 cm lurus di atasnya diberi tanda ke dua. Kemudian penderita diminta melakukan gerakan membungkuk (lutut tidak boleh dibengkokkan). Pada orang normal jarak kedua titik tersebut akan bertambah jauh; bila jarak kedua titik tersebut tidak mencapai 15 cm, hal ini menandakan bahwa mobilitas tulang vertebra lumbal telah menurun (pergerakan vertebra lumbal mulai terbatas). Di samping itu fleksi lateral juga akan menurun dan gerak putar pada tulang belakang akan menimbulkan rasa sakit.3) Ekspansi dadaPenurunan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang, sering dijumpai pada kasus ankylosing spondylitis stadium dini dan jangan dianggap sebagai stadium lanjut. Pada pengukuran ini perlu dilihat bahwa nilai normalnya sangat bervariasi dan tergantung pada umur dan jenis kelamin. Sebagai pedoman yang dipakai adalah : ekspansi dada kurang dari 5 cm pada penderita muda disertai dengan nyeri pinggang yang dimulai secara perlahan-lahan, harus dicurigai mengarah ke adanya ankylosing spondylitis. Pengukuran ekspansi dada ini diukur dari inspirasi maksimal sesudah melakukan ekspirasi maksimalb. Palpasi, adanya enthesitis dapat dilihat dengan cara menekan pada tempat-tempat tertentu antara lain : ischial tuberositas, troc-hanter mayor, processus spinosus, costochondral dan manu-briosternal junctions serta pada iliac fasciitis plantaris juga merupakan manifestasi dari enthesitis.2. Spondilitis tuberculosaa. Inspeksi, pada klien spondilitis kelihatan lemah, pucat, dan tulang belakang terlihat bentuk kifosis (membungkuk)b. Palpasi, ditemukan adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksic. Perkusi, terdapat nyeri ketok pada tulang belakang yang mengalami infeksid. Auskultasi, tidak ditemukan adanya kelainan paru.

G. Pemeriksaan Penunjang1. Spondilitis ankilosaa. Pemeriksaan lab Biasanya reumatoid faktor negatif. Peningkatan LED pada stadium aktif penyakit HLA-B-27 positif pada 90 % penderitab. Pemeriksaan radiologis Pada stadium awal dapat terlihat perkabutan dan erosi sendi sakro-iliaca Pada tahap selanjutnya terlihat sklerosis peri-artikuler vertebra bagian depan vertebra yang normalnya konkaf berubah menjadi datar, terdapat diskus intervertebralis yang membentuk jembatan di antara vertebra yang membentuk gambaran seperti ruas bambu (Bamboo spine) Terdapat perubahan sinar X yang terjadi pada spndilitis ankilosis ini. Rongga sendi sakroiliaka menyempit dan terjadi erosi ruang sendi sakroiliaka. Akhirnya terjadi penyatuan (fusi) antara tulang-tulang tersebut. Akhirnya korpus vertebra tampak nyata mengalami perubahan bentuk menjadi bentuk persegi, Sindesmofit atau pertumbuhan tulang vertikal dapat diperagakan dengan membentuk jembatan penghubung antara celah-celah antara korpus vertebra. Kalsifikasi diskus intervertebralis dapat diikuti dengan kalsifikasi dan osifikasi ligamentum paravertebralis pada stadium lanjut penyakit. (Sylvia A,Price.1995)2. Spondilitis tuberculosaAdapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit spondilitis tuberkulosa antara lain: (Rasjad, 2007)a. Pemeriksaan laboratorium Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai leukositosis Uji Mantoux : positif tb Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan Mycobacterium Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkelb. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik, dan destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada diantara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis Pemeriksaan mielografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum tulang Pemeriksaan CT scan Pemeriksaan MRIH. Penatalaksanaan1. Spondilitis ankilosaa. Penatalaksanaan medis Dosis aspirin yang teratur dan konsisten dapat membantu memperingan spondilitis ankilosis. Tetapi fenilbutazon atau indometasin yang merupakan agen anti peradangan yang lebih kuat kadang-kadang lebih efektif daripada salisilat. Kortikosteroid jarang digunakan dan kadang-kadang hanya digunakan untuk kasus-kasus yang parah saja. Pengobatan dengan obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) untuk mengurangi nyeri, mengurangi inflamasi, dan memperbaiki kualitas hidup penderita. Indometasin 25-50 mg diberikan 3 x sehari, bila telah terjadi perbaikan gejala dengan dosis yang lebih kecil, sebaiknya dipakai dosis tersebut. Dapat pula dipakai obat lain seperti proksikan, naproksan, dsb. Bila keluhan sangat mengganggu dalam kegiatan sehari-hari dapat dipertimbangkan untuk dilakukan artroplasti atau koreksi deformitas spinal. Tindakan ini sangat berguna untuk mengurangi keluhan akibat deformitas tersebutPembedahan, kadang diperlukan misalnya : Wedge osteotomy pada deformitas tulang belakang, stabilisasi sendi atau artoplasti costa, hip replacement pada artritis berat dan fleksion deformity. Penyinaran tidak menunjukan hasil, mungkin dipakai untuk daerah-daerah tertentu ditulang belakang dimana proses terus aktif.b. Penatalaksanaan keperawatan Mengurangi / menghilangkan nyeri Memberikan pendkes tentang penyakitnya dan motivasi untuk kontrol secara teratur. Fisiotherapi Memakai tempat tidur yang dialasi papan di bawah kasur dengan ganjal di daerah lumbal untuk mengembalikan lordosis. Bantal kepala sebaiknya tipis. Penyesuaian pekerjaan, terutama bila terdapat gangguan tulang punggung, punggung hendaknya dipertahankan lurus, bila perlu meja ditinggikan atau kursi dirandahkan, jangan terlalu lama duduk. Latihan-latihan untuk menjaga postur tubuh, mengurangi deformitas dan memelihara ekspansi dada setelah serangan akut diatasi, latihan fisik terbaik adalah renang.

2. Spondilitis tuberculosaPada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosis harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Pengobatan terdiri atas: (Rasjad, 2007)a. Terapi konservatif, berupa: Tirah baring (bed rest) Memperbaiki keadaan umum klien Pemasangan brace pada klien, baik yang dioperasi ataupun yang tidak dioperasi Pemberian obat antituberkulosa, seperti : Isonikotinik hidrasit (INH) dengan dosis oral 5 mg/kg berat badan per hari dengan dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10 mg/kg berat badan. Asam para amino salisilat. Dosis oral 8-12 mg/kg berat badan Etambutol. Dosis per oral 15-25 mg/kg berat badan per hari Rifampisin. Dosis oral 10 mg/kg berat badan diberikan pada anak-anak. Pada orang dewasa 300-400 mg per hari. Streptomisin, pada saat ini tidak digunakan lagi.b. Terapi operatif, diindikasikan ketika: Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.

I. Komplikasi1. Spondilitis ankilosaa. Kerusakan neurologisb. Disfungsi pernafasan, tergantung pada tahap progresifnya.c. Anemia.d. Tromboplebitis.e. Fraktur vertebra.f. Poliartritis.2. Spondilitis tuberculosa a. Pottds paraplegiaa. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester atau invasi jaringangranulasi pada medula spinalis. Paraplegia ini membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulaspinalis dan saraf. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatantulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.b. Ruptur abses paravertebraa. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberculosis Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan coldabsces (Lindsay, 2008).c. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pustuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Pottds paraplegia prognosabaik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa (contoh :menigomyelitis prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis padatumor). MRI dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dancorda spinalis.

J. Prognosis1. Spondilitis ankilosaPerjalanan spondilitis ankilosa sangat bervariasi. Beberapa pasien mengalami progresi yang berat meski dengan terapi. Sebagian mengalami ankilosis secara grandual dengan sedikit ketidaknyamanan dan beberapa hanya mengalami sakrolitis tanpa keterlibatan spinal.Meski spondilitis ankilosa tidak bisa disembuhkan, program rehabilitasi mempunyai pencapaian yang cukup impresif sehingga dianjurkan untuk tetap dilaksanakan.2. Spondilitis tuberculosa Prognosis spondilitis tuberkulosis bergantung pada cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasi neurologik. Untuk spondilitis dengan paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan sarafnya lebih baik, sedangkan spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosis biasanya kurang baik. Bila paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosis, prognosisad functionamjuga buruk.Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit menahun dan apabila dapat sembuh secara spontan akan memberikancacat pembengkokan pada tulang punggung. Dengan jalan radikal operatif, penyakit ini dapat sembuh dalam waktusingkat sekitar 6 bulan. Prognosis dari spondilitis tuberkulosa bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasineurologis. Diagnosis sedini mungkin dan pengobatan yang tepat, prognosisnya baik walaupun tanpa operasi. Penyakitdapat kambuh apabila pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat karena terjadi resistensiterhadap pengobatan (Lindsay, 2008).Untuk spondilitis dengan paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan saraf lebih baik sedangkan spondilitis denganparaplegia akhir, prognosis biasanya kurang baik. Apabila paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosa prognosisnyaad functionam juga buruk (Lindsay, 2008).

K. 13

L. Penyimpangan KDM

Proses progresif dan kronisSpondilitiskurang informasi(infeksi pada vertebra)Persatuan tulang pada sendi Proses peradangan kurang pengetahuansakroiliaka dan spinal-spinal fusi vertebraPeradangan pada vertebra (sakroiliaka)intoleransi aktivitas Penekanan syaraf-syaraf nyeri (stimulasi nosiseptor)Gangguan mobilitas fisik Impuls nyeri ke otak Gangguan rasa nyaman : nyeri sendiKifosis Tinggi badan berkurangPerubahan konsep diri: Body image/malu/rendah diri

BAB IIKONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian1. Identitas klienIdentitas klien meliputi: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nomor RM, diagnosa medis, dan alamat.2. Identitas penanggung jawabIdentitas penanggung jawab meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.3. Riwayat kesehatan a. Keluhan utamaKeluhan yang berisi tentang keluhan yang dirasakan klien saat melakukan pengkajian. Keluhan utama yang biasa dirasakan adalah nyeri punggung bagian bawah.b. Riwayat kesehatan dahuluTanyakan pada klien atau keluarga tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyakit klien, kebiasaan klien sebelumnya yang berhubungan dengan penyakit yang dialami klien. Tanyakan juga penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya, riwayat penyakit klien yang pernah dirawat di rumah sakit serta pengobatan yang pernah didapatkan dan hasilnya. Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru.c. Riwayat kesehatan sekarangTanyakan pada klien atau keluarga tentang keluhan klien saat ini, mulai dari saat serangan awal, klien dibawa kerumah sakit, penanganan klien,sampai kondisi klien saat ini serta dampaknya terhadap aktivitas saat ini. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.d. Riwayat kesehatan keluargaTanyakan pada klien atau keluarga mengenai penyakit yang berhubungan dengan penyakit yang diderita klien saat ini.e. Riwayat psikososialKlien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.4. Pola-pola fungsi kesehatana. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.b. Pola nutrisi dan metabolismeAkibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. (Abdurahman, et al 1994 : 144)c. Pola eliminasiKlien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi.d. Pola aktivitasSehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.e. Pola tidur dan istirahatAdanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.f. Pola hubungan dan peranSejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.g. Pola persepsi dan konsep diriKlien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.h. Pola sensori dan kognitifFungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi paraplegi.i. Pola reproduksi seksualKebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.j. Pola penaggulangan stressDalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.k. Pola tata nilai dan kepercayaanPada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.

5. Pemeriksaan fisika. InspeksiPada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.b. PalpasiSesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.c. PerkusiPada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.d. AuskultasiPada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan. (Abdurahman, et al 1994 : 145 ).

B. Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan yang biasa timbul pada pasien spondilitis adalah:1. Gangguan mobilitas fisik b/d fusi vetebra.2. Gangguan rasa nyaman nyeri sendi dan otot b/d proses peradangan.3. Perubahan konsep diri : Body image/ malu/ rendah diri b/d kifosis.4. Kurang pengetahuan tentang perawatan b/d kurang informasi.

C. IntervensiDari diagnosa di atas dapat disusun perencanaan sebagai berikut:1. Gangguan mobilitas fisik b/d fusi vertebraTujuanKreteria hasilIntervensiRasional

Pasien dapat melakukan mobilitas secara optimal1. Klien dapat ikut serta dalam program latihan2. Mencari bantuan sesuai kebutuha3. Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.1. Kaji kembali tingkat mobilitas dan observasi apakah ada penurunan atau peningkatan.2. Bantu pasien untuk melakukan latihan ROM, ambulasi dan perawatan diri.3. Memelihara bentuk spinal dengan cara :a) Mattressb) Bed Board (tempat tidur dengan alas kayu atau kasur busa yang keras tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur)4. Pertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernafasan.

5. Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam.6. Kaji status neurologic

7. Berikan otot antiinflamasi sesuai denagn resep dokter1. Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.

2. Meningkatkan sirkulasi, mempertahankan torus otot dan meningkatkan mobilitas sendi serta mencegah kontraktun dan atrofi.3. Matras dan Bed Board akan memberikan pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat.

4. Untuk menegakkan dan postur tubuh dan menormalkan tinggi badan, menguatkan otot-oto para spinal dan untuk meningkatkan kapasitas pernapasan.5. Mendeteksi perubahan keadaan pasien

6. Kemungkinan terjadi perubahan status neurologik pada pasien dengan spondilitas seperti perubahan sensasi, tingkat kelelahan, dll.7. Mencegah infeksi dan inflamasi lebih lanjut serta untuk mengatasi proses inflamasi pada spondilitas.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri sendi dan otot b/d proses peradangan.TujuanKreteria hasilIntervensiRasional

Pasien merasa nyaman dan terhindar dari nyeri1. klien melaporkan penurunan nyeri2. menunjukkan perilaku yang lebih relaks

1. Observasi perkembangan nyeri apakah menyebar ke area lain 2. Kaji status respirasi dan latih untuk nafas dalam

3. Memberikan terapi panas untuk sendi-sendi

4. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.5. Berikan analgetik sesuai terapi dokter.1. Mengetahui tingkat nyeri dan penyebarannya sehingga dapat menentukan intervensi

2. Mengetahui kemampuan respirasi dan merelaksasikan otot-otot sehingga nyeri berkurang dan fungsi paru dapat ditinggkatkan 3. Panas mempunyai efek meningkatkan sirkulasi, otot-otot menjadi rileks dan menurunkan kekakuan serta merangsang endorphin4. Dengan ganti ganti posisi agar otot otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.

5. Analgetik efektif untuk mengurangi dan mengatasi rasa nyeri.

3. Perubahan konsep diri : Body image/ malu/ rendah diri b/d kifosis.TujuanKreteria hasilIntervensiRasional

Klien dapat mengekspresikn perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptifKlien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.1. Beri kesempatan pada pasien mengungkapkan perasaannya dan dengarkan keluhannya2. Bersama-sama pasien mencari alternatif coping yang positif.3. Kembangkan komunikasi verbal dan bina hubungan antara pasien keluarga dan teman4. Berikan aktivitas relaksasi dan permainan1. Eksperasi dapat penerimaan diri

2. Coping yang positif meningkatkan rasa percaya diri dan penerimaan terhadap apa yang dialami. 3. Klien akan merasa diperhatikan karena diperdulikan oleh orang lain dan akan meningkatkan rasa percaya diri

4. Mengetasi perubahan body image pasien atau perasaan rendah diri yang dialami oleh pasien.

4. Kurang pengetahuan tentang perawatan b/d kurang informasi.TujuanKreteria hasilIntervensiRasional

Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.1. Klien dapat mengetahui tujuan latihan2. Klien dapat menggunakan obat dengan tepat3. Klien mengetahui pentingnya nutrisi4. Klien dapat mengetahui tanda dan gejala perubahan penyakitnya1. Jelaskan program latihan2. Jelaskan penggunaan obat-obatan

3. Jelaskan perlunya nutrisi yang adekuat

4. Ajarkan tanda dan gejala perubahan penyakit.1. Pasien memahami tujuan dari latihan2. Pasien memahami tujuan daricara pemberian obat sehingga pasien dapat menggunakan obat dengan tepat3. Pasien mengerti tentang pentingnya nutrisis dan gizi untuk penyembuhan penyakitnya4. Klien mengetahui proses perjalanan penyakitnya sehingga ia akan dapat mengerti apa yang dialami.

D. Evaluasi Untuk mengevaluasi hasil tindakan berdasarkan dari tujuan yang ingin dicapai:1. Adanya peningkatan kegiatan sehari-hari (ADL) tanpa menimbulkan gangguan rasa nyaman.2. Tidak terjadi deformitas spinal lebih lanjut.3. Nyeri dapat teratasi.4. Tidak terjadi komplikasi.5. Memahami cara perawatan di rumah.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanSpondilitis adalah radang ruas tulang punggung. Pada umumnya, ada 2 jenis spondilitis yang sering terjadi yaitu spondilitis ankilosa dan spondilitis tuberculosa.Spondilitis ankilosa berasal dari bahasa Yunani, ankylos yang berarti bengkok dan spondylos yang berarti vertebra. Spondilitis ankilosa merupakan inflamasi kronik yang melibatkan sendi-sendi aksial dan perifer, entesitis dan bisa mempunyai manifestasi ekstraartikular. (Aru W.Sudoyo: 2009).Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 ).

B. SaranDalam pembuatan makalah ini, kami sebagai penulis kamu menyadari kekurangan-kekurangan dan mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Gede. 2008. Spondilitis Tuberkulosis. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/10-3-6.pdf. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2014 pukul )8:17 WITA.Kasaga. 2014. Askep tentang tulang. http://kasaganu.blogspot.com/2014/05/askep-spondilitis-ankilosis.html. diakses pada tanggal 9 Oktober 2014 pukul 10:53 WITA.Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media Aesculapius.Muttaqin, Arif. 2008. Buku Saku Gangguan Muskuloskletal: Aplikasi pada Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Nopri. 2013. Askep Spondilitis Tuberculosa. http://nopriafrilaa.blogspot.com/2013/04/askep-spondilitis-tuberculosa.html. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2014 pukul 10:06 WITA.Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsi & Watampone. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing.Sylvia A. Price. 1995.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-proses PenyakitEdisi 4 Buku 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedoketran EGC.Yatim, Wildan. 2007. Kamus Biologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.