isi referat spondilitis

56
BAB I PENDAHULUAN Spondilitis (spondylitis) mengacu pada rasa sakit punggung kronis dan kekakuan yang disebabkan oleh infeksi parah atau peradangan pada sendi tulang belakang. Peradangan pada tulang belakang dapat disebabkan oleh infeksi atau peradangan kronik pada jaringan di sekitar tulang belakang seperti pada ankylosis spondilitis. Ankylosis spondilitis menyerang bagian dari insersi tendon, ligamen, fascia dan jaringan fibrosa kapsul sendi. Ankylosis spondilitis dianggap sebagai penyakit rematik yang relatif jarang terjadi. Sedangkan infeksi pada tulang belakang yang sering di temukan adalah infeksi bakterial TB. Tuberkulosis merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang karena insidensnya cukup tinggi dengan morbiditas yang serius. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang menyebabkan spondilisis tuberkulosa. Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. 1

Upload: tri-widiastuti

Post on 26-Jul-2015

149 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Referat Spondilitis

BAB I

PENDAHULUAN

Spondilitis (spondylitis) mengacu pada rasa sakit punggung kronis dan kekakuan yang

disebabkan oleh infeksi parah atau peradangan pada sendi tulang belakang. Peradangan pada

tulang belakang dapat disebabkan oleh infeksi atau peradangan kronik pada jaringan di

sekitar tulang belakang seperti pada ankylosis spondilitis. Ankylosis spondilitis menyerang

bagian dari insersi tendon, ligamen, fascia dan jaringan fibrosa kapsul sendi. Ankylosis spondilitis

dianggap sebagai penyakit rematik yang relatif jarang terjadi. Sedangkan infeksi pada tulang

belakang yang sering di temukan adalah infeksi bakterial TB.

Tuberkulosis merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang karena

insidensnya cukup tinggi dengan morbiditas yang serius. Mycobacterium tuberculosis

merupakan bakteri yang menyebabkan spondilisis tuberkulosa. Insidensi spondilitis

tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas

pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut.

Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi.

Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20

tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua.

1

Page 2: Isi Referat Spondilitis

BAB II

ANATOMI TULANG BELAKANG [1,2]

Tulang belakang (vertebra) terdari dari 33 tulang: 7 buah tulang cervical, 12 buah

tulang thoracal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral dan 4 tulang coccygeus. Tulang

cervical, thoracal dan lumbal membentuk columna vertebralis, sedangkan tulang sacral dan

coccygeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sacrum dan

coccygeus. Discus intervertebralis merupakan penghubung antara dua corpus vertebra.

Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan

memungkinkan mobilitas vertebra.

Fungsi columna vertebralis adalah menopang tubuh manusia dalam posisi tegak, yang

secara mekanik sebenarnya melawan pengaruh gaya gravitasi agar tubuh secara seimbang

tetap tegak.

Vertebra cervical, thoracal, lumbal bila diperhatikan satu dengan yang lainnya ada

perbedaan dalam ukuran dan bentuk, tetapi bila ditinjau lebih lanjut tulang tersebut

2

Page 3: Isi Referat Spondilitis

mempunyai bentuk yang sama. Corpus vertebra merupakan struktur yang terbesar karena

mengingat fungsinya sebagai penyangga berat badan.

Prosesus transversus terletak pada ke dua sisi corpus vertebra, merupakan tempat

melekatnya otot-otot punggung. Sedikit ke arah atas dan bawah dari prosesus transversus

terdapat fasies artikularis vertebra dengan vertebra yang lainnya. Arah permukaan facet join

mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan arah dengan permukaan facet join.

Pada daerah lumbal facet terletak pada bidang vertical sagital memungkinkan gerakan

fleksi dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi

lubal) kedua facet saling mendekat sehingga gerakan kelateral, obique dan berputar

terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua facet saling

menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar.

Bagian lain dari vertebrae, adalah “lamina” dan “predikel” yang membentuk arkus

tulang vertebra, yang berfungsi melindungi foramen spinalis. Prosesus spinosus merupakan

bagian posterior dan vertebra yang bila diraba terasa sebagai tonjolan, berfungsi tempat

melekatnya otot-otot punggung. Diantara dua buah tulang vertebra terdapat discus

intervertebralis yang berfungsi sebagai bentalan atau “shock absorbers” bila vertebra

bergerak.

3

Page 4: Isi Referat Spondilitis

Discus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa fibroelastik yang

membungkus nucleus pulposus, suatu cairan gel kolloid yang mengandung

mukopolisakarida. Fungsi mekanik discus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air

yang diletakkan diantara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata

bekerja pada vertebrae maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus

intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nucleus polposus akan

melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan

ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi.

Karena proses penuaan pada discus intervebralis, maka kadar cairan dan elastisitas

discus akan menurun. Keadaan ini mengakibatkan ruang discus intervebralis makin

menyempit, “facet join” makin merapat, kemampuan kerja discus menjadi makin buruk,

annulus menjadi lebih rapuh.

4

Page 5: Isi Referat Spondilitis

Akibat proses penuaan ini mengakibatkan seorang individu menjadi rentan mengidap

nyeri punggung bawah. Gaya yang bekerja pada discus intervebralis akan makin bertambah

setiap individu tersebut melakukan gerakan membungkuk, gerakan yang berulang-ulang

setiap hari yang hanya bekerja pada satu sisi discus intervebralis, akan menimbulkan robekan

kecil pada annulus fibrosus, tanpa rasa nyeri dan tanpa gejala prodromal. Keadaan demikian

merupakan “locus minoris resistensi” atau titik lemah untuk terjadinya HNP (Hernia Nukleus

Pulposus). Sebagai contoh, dengan gerakan yang sederhana seperti membungkuk memungut

surat kabar di lantai dapat menimbulkan herniasi discus. Ligamentum spinalis berjalan

longitudinal sepanjang tulang vertebra. Ligamentum ini berfungsi membatasi gerak pada arah

tertentu dan mencegah robekan.

Diskus intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior dan ligamentum posterior.

Ligamentum longitudinal anterior berjalan di bagian anterior corpus vertebrae, besar dan

kuat, berfungsi sebagai alat pelengkap penguat antara vertebrae yang satu dengan yang

lainnya. ligamentum longitudinal posterior berjalan di bagian posterior corpus vertebrae,

yang juga turut membentuk permukaan anterior canalis spinalis. Ligamentum tersebut

melekat sepanjang columna vertebralis, sampai di daerah lumbal yaitu setinggi L 1, secara

progresif mengecil, maka ketika mencapai L 5 – sacrum ligamentum tersebut tinggal

sebagian lebarnya, yang secara fungsional potensiil mengalami kerusakan. Ligamentum yang

mengecil ini secara fisiologis merupakan titik lemah dimana gaya statistik bekerja dan

dimana gerakan spinal yang terbesar terjadi, disitulah mudah terjadi cidera kinetik.

5

Page 6: Isi Referat Spondilitis

Otot punggung bawah dikelompokkan sesuai dengan fungsi gerakannya. Otot yang

berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak dan secara aktif mengekstensikan

vertebrae lumbalis adalah : M. quadratus lumborum, M. sacrospinalis, M. intertransversarii

dan M. interspinalis. Otot fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup : M.

obliqus eksternus abdominis, M. internus abdominis, M. transversalis abdominis dan M.

rectus abdominis, M. psoas mayor dan M. psoas minor. Otot latero fleksi lumbalis adalah M.

quadratus lumborum, M. psoas mayor dan minor, kelompok M. abdominis dan M.

intertransversarii. Jadi dengan melihat fungsi otot di atas otot punggung di bawah berfungsi

menggerakkan punggung bawah dan membantu mempertahankan posisi tubuh berdiri.

Medulla spinalis dilindungi oleh vertebrae. Radix saraf keluar melalui canalis spinalis,

menyilang discus intervertebralis di atas foramen intervertebralis.

Ketika keluar dari foramen intervertebralis saraf tersebut bercabang dua yaitu ramus

anterior dan ramus posterior dan salah satu cabang saraf tersebut mempersarafi “face t”.

Akibat berdekatnya struktur tulang vertebrae dengan radix saraf cenderung rentan terjadinya

gesekan dan jebakan radix saraf tersebut. Semua ligamen, otot, tulang dan facet join adalah

struktur tubuh yang sensitive terhadap rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris.

6

Page 7: Isi Referat Spondilitis

7

Page 8: Isi Referat Spondilitis

Kecuali ligament flavum, discus intervertebralis dan Ligamentum interspinosum ;

karena tidak dirawat oleh saraf sensoris. Dengan demikian semua proses yang mengenai

struktur tersebut di atas seperti tekanan dan tarikan dapat menimbulkan keluahan nyeri.

Nyeri punggung bawah sering berasal dari ligamentum longitudinalis anterior atau posterior

yang mengalami iritasi. Nyeri artikuler pada punggung bawah berasal dari facies artikularis

vertebrae beserta kapsul persendiannya yang sangat peka terhadap nyeri. Nyeri yang berasal

dari otot dapat terjadi oleh karena : aktivitas motor neuron, ischemia muscular dan

peregangan miofasial pada waktu otot berkontraksi kuat.

Tulang belakang mempunyai tiga lengkungan fisiologis yaitu lordosis servikalis,

kyphosis thorakalis dan lordosis lumbalis. Bila dilihat dari samping dalam posisi tegak ketiga

lengkungan fisiologis ini disebut posture atau sikap. Posture yang baik adalah posture tidak

memerlukan tenaga, tidak melelahkan, tidak menimbulkan nyeri, yang dapat dipertahankan

untuk jangka waktu tertentu dan secara estetis memberikan penampilan yang dapat diterima.

Disini terjadi keseimbangan antara kerja ligamen dan torus minimal otot.

Secara keseluruhan posture dipengaruhi oleh keadaan anatomi, suku bangsa, latar

belakang kebudayaan, lingkungan pekerjaan, sex dan keadaan psikis seseorang. Sudut

lumbosakral adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan os. sakrum dengan garis horizontal.

Normal besar sudut lumbosakral (sudut Ferguson) 30 derajat. Rotasi pelvis ke atas

memperkecil sudut lumbosakral sedangkan rotasi pelvis ke bawah memperbesar sudut

lumbosakralis.

Bila seseorang membungkuk untuk mencoba menyentuh lantai dengan jari tangan

tanpa fleksi lutut, selain fleksi dari lumbal harus dibantu dengan rotasi dari pelvis dan sendi

cocsae. Perbandingan antara rotasi pelvis dan fleksi lumbal disebut ritme lumbal-pelvis.

Secara singkat punggung bawah merupakan suatu struktur yang kompleks; dimana tulang

vertebrae, discus intervertebralis, ligamen dan otot akan akan bekerjasama membuat manusia

tegak, memungkinkan terjadinya gerakan dan stabilitas. Vertebrae lumbalis berfungsi

menahan tekanan gaya static dan gaya kinetik (dinamik) yang sangat besar maka dari itu

cenderung terkena ruda paksa dan cedera.

8

Page 9: Isi Referat Spondilitis

BAB III

SPONDILITIS TUBERKULOSA

3.1 DEFINISI

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama Pott’s

disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang

banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap

tahunnya dikarenakan penyakit ini. [3]

Spondilitis tuberkulosa merupakan salah satu kasus penyakit tertua dalam sejarah

dengan ditemukan dokumentasi kasusnya pada mummi di Mesir dan Peru. Sir Percival Pott

(1799) mendeskrispsikan penyakit ini dalam monografnya yang klasik. Tuberkulosis

merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang karena insidensnya cukup tinggi

dengan morbiditas yang serius. Indonesia adalah kontributor pasien tuberkulosis nomor 5 di

dunia. Diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru tuberkulosis per tahun, sebagian besar

berada dalarn usia produktif (15-54 tahun), dengan tingkat sosioekonomi dan pendidikan

yang rendah.

Spondilitis tuberkulosa merupakan fokus sekunder dari infeksi tuberkulosis dengan

penyebaran sebagian besar secara hematogen melalui pembuluh darah arteri epifiseal atau

melalui plexus vena Batson. Telah ditemukan spondilitis tuberkulosa setelah instilasi BCG

(Bacillus Calmelle Guerin) intravesical pada karsirnoma buli-buli. Juga telah dilaporkan

kasus osteomyelitis tuberkulosa sebagai komplikasi dari vaksinasi BCG . Fokus primer

infeksi cenderung berbeda pada kelompok umur yang berbeda. Banerjee melaporkan pada

499 pasien dengan spondilitis tuberkulosa, radiologis memperlihatkan 31% fokus primer

adalah paru-paru dan dan kelompok tersebut 78% adalah anak-anak, sedangkan 69% sisanya

memperlihatkan foto rantgen paru yang normal dan sebagian besar adalah dewasa.

Pada usia dewasa, discus intervertebralis avaskular sehingga lebih resisten terhadap

infeksi dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari corpus vertebra. Pada anak-anak karena

discus intervertebralis masih bersifat vaskular, infeksi diskus dapat terjadi primer.

Penyempitan discus intervertebralis terjadi akibat destruksi tulang pada kedua sisi discus

sehingga discus mengalami herniasi ke dalam corpus vertebra yang telah rusak. Kompresi

struktur neurologis terjadi akibat penekanan oleh proses ekstrinsik maupun intrinsik. Proses

9

Page 10: Isi Referat Spondilitis

ekstrinsik pada fase aktif diakibatkan oleh akumulasi cairan akibat edema, abses kaseosa,

jaringan granulasi, sequester tulang atau diskus. [3,4,5]

3.2 INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya

berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta

kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber

morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama

di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi merupakan masalah

utama. Pada negara-negara yang sudah berkembang atau maju insidensi ini mengalami

penurunan secara dramatis dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. [4,5]

Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi.

Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20

tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua.

Meskipun perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih

sering terkena dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Umumnya penyakit ini menyerang orang-

orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah. [4]

Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang paling sering

terkena tuberkulosa tulang (kurang lebih 50% kasus), diikuti kemudian oleh tulang panggul,

lutut dan tulang-tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena.

Area torako-lumbal terutama torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian atas

merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan

dari weight bearing mencapai maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sakral. [5,6]

3.3 ETIOLOGI [3,4]

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat

lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tipik (2/3 dari tipe human

dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh Mycobacterium tuberculosa atipik.

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang bersifat acid

fastnon-motile atau disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Dipergunakan teknik

Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tumbuh secara lambat dalam media egg-

enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik

Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies

lain. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup

10

Page 11: Isi Referat Spondilitis

beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat

dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.

3.4 PATOLOGI [3,5,7,8]

Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau

penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari

fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya,

fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering

adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.

Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan

suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra

diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batson’s yang

mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal

inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan

terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau

lebih vertebra.

Walaupun semua vertebrae dari columna vertebralis dapat diserang namun yang

terbanyak menyerang bagian thorax. Vertebra lumbalis juga dapat terserang dan akhirnya

vertebra cervicalis pun tidak terlepas dari serangan ini. focus yang pertama dapat terletak

pada centrum corpus vertebrae atau pada metaphyse, bisa juga pertama kali bersifat

subperiosteal. Penyakit ini juga dapat menjalar, sehingga akhirnya corpus vertebrae tidak lagi

kuat untuk menahan berat badan dan seakan-akan hancur sehingga dengan demikian columna

11

Page 12: Isi Referat Spondilitis

vertebralis membengkok. Kalau hal ini terjadi pada bagian thorax, maka akan terdapat

pembengkokan hyperkyphose yang kita kenal sebagai gibbus. Sementara itu proses dapat

menimbulkan gejala-gejala lain, diantaranya dapat terkumpulnya nanah yang semakin lama

semakin banyak, nanah ini dapat menjalar menuju ke beberapa tempat diantaranya dapat

berupa :

1. Suatu abscess paravertebrae, abscess terlihat dengan bentuk spoel di kiri-kanan columna

vertebralis.

2. Abscess dapat pula menembus ke belakang dan berada di bawah fasia dan kulit di sebelah

belakang dan di luar columna vertebralis merupakan suatu abscess akan tetapi tidak panas.

Umumnya abscess ini dinamakan abscess dingin. Abscess dingin artinya abscess tuberculose.

3. Dapat pula abscess menjalar mengelilingi tulang rusuk, sehingga merupakan senkung’s

abscess yang terlihat di bagian dada penderita.

4. Abscess juga dapat menerobos ke pleura sehingga menimbulkan empyme.

5. Pada leher dapat juga terjadi abscess yang terletak dalam pharynx sehingga merupakan

retropharyngeal abscess.

6. Dapat pula abscess terlihat sebagai supraclavicular abscess.

7. Pada lumbar spine abscess dapat turun melalui musculus iliopsoas yang kemudian menurun

sampai terjadi abscess besar yang terletak di bagian dalam dari paha.

Semua abses tersebut di atas dapat menembus kulit dan menyebabkan timbulnya fistel

yang bertahun-tahun. Kecuali abses-abses tersebut di atas, tuberculose pada vertebrae dapat

pula memberikan komplikasi, ialah paraplegia, umumnya disebut Pott’s Paraplegia.

Komplikasi ini disebabkan karena adanya tekanan pada Medulla Spinalis. Adapun

pathogenesis dari proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut : tekanan dapat berasal dari

proses yang terletak di dalam canalis spinalis. Jika di dalam canalis spinalis ada proses

tuberculose yang terletak pada corpus bagian belakang yang merupakan dasar dari canalis

spinalis, maka proses tadi menimbulkan pengumpulan nanah/jaringan granulasi langsung

menekan medulla spinalis. Dalam hal ini meskipun nanah hanya sedikit, akan tetapi cukup

untuk memberikan tekanan yang hebat pada Medulla Spinalis. (2,4)

12

Page 13: Isi Referat Spondilitis

Sorrel-Dejerine mengklasifikasikan Pott’s paraplegia menjadi:

(1) Early onset paresis

Terjadi kurang dari dua tahun sejak onset penyakit

(2) Late onset paresis

Terjadi setelah lebih dari dua tahun sejak onset penyakit

Sementara itu Seddon dan Butler memodifikasi klasifikasi Sorrel menjadi

tiga tipe:

(1) Type I (paraplegia of active disease) / berjalan akut

Onset dini, terjadi dalam dua tahun pertama sejak onset penyakit, dan dihubungkan

dengan penyakit yang aktif. Dapat membaik (tidak permanen).

(2) Type II

Onsetnya juga dini, dihubungkan dengan penyakit yang aktif, bersifat permanen

bahkan walaupun infeksi tuberkulosa menjadi tenang.

Penyebab timbulnya paraplegia pada tipe I dan II dapat disebabkan oleh karena :

(a) Tekanan eksternal pada korda spinalis dan duramater

Dapat disebabkan oleh karena adanya granuloma di kanalis spinalis, adanya abses,

material perkijuan, sekuestra tulang dan diskus atau karena subluksasi atau

dislokasi patologis vertebra. Secara klinis pasien akan menampakkan kelemahan

alat gerak bawah dengan spastisitas yang bervariasi, tetapi tidak tampak adanya

spasme otot involunter dan reflek withdrawal.

(b) Invasi duramater oleh tuberkulosa

Tampak gambaran meningomielitis tuberkulosa atau araknoiditis tuberkulosa.

Secara klinis pasien tampak mempunyai spastisitas yang berat dengan spasme otot

13

Page 14: Isi Referat Spondilitis

involunter dan reflek withdrawal. Prognosis tipe ini buruk dan bervariasi sesuai

dengan luasnya kerusakan korda spinalis. Secara umum dapat terjadi

inkontinensia urin dan feses, gangguan sensoris dan paraplegia.

(3) Type III / yang berjalan kronis

Onset paraplegi terjadi pada fase lanjut. Tidak dapat ditentukan apakah dapat

membaik. Bisa terjadi karena tekanan corda spinalis oleh granuloma epidural, fibrosis

meningen dan adanya jaringan granulasi serta adanya tekanan pada corda spinalis,

peningkatan deformitas kifotik ke anterior, reaktivasi penyakit atau insufisiensi vaskuler

(trombosis pembuluh darah yang mensuplai corda spinalis).

Klasifikasi untuk penyebab Pott’s paraplegia ini sendiri dijabarkan oleh Hodgson

menjadi:

I. Penyebab ekstrinsik :

(1) Pada penyakit yang aktif

a. abses (cairan atau perkijuan)

b. jaringan granulasi

c. sekuester tulang dan diskus

d. subluksasi patologis

e. dislokasi vertebra

(2) Pada penyakit yang sedang dalam proses penyembuhan

a. transverse ridge dari tulang anterior ke corda spinalis

b. fibrosis duramater

II. Penyebab intrinsik :

Menyebarnya peradangan tuberkulosa melalui duramater melibatkan meningen dan

corda spinalis.

III. Penyebab yang jarang :

(1) Trombosis corda spinalis yang infektif

(2) Spinal tumor syndrome

Dapat pula proses tuberculosa menghancurkan corpus sehingga canalis spinalis

membengkok dan menekan pada tulang dindingnya. Tekanan tadi menyebabkan paraplegia.

Kemungkinan lain ialah terdapat sequestra dan pus di sekeliling canalis spinalis tadi yang

juga menekan pada medulla spinalis. Dengan demikian banyak sebab-sebab yang dapat

menekan medulla spinalis dengan keras sehingga menimbulkan gejala paraplegia. Secara

klinis paraplegia dapat dibagi menjadi early onset, ialah jika paraplegia segera timbul sebagai

14

Page 15: Isi Referat Spondilitis

kelanjutan dari proses spondylitis tuberculose. Type kedua adalah paraplegia late onset,

paraplegia ini terjadi setelah penyakit spondylitis sifatnya tenang untuk beberapa waktu

lamanya kemudian timbul gejala-gejala paraplegia secara perlahan-lahan.

Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis:

(1) Peridiskal / paradiskal

Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di

bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang

dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di

regio lumbal.

(2) Sentral

Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga

disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering

menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga

menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat

spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.

(3) Anterior

Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan

dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di bagian

anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya

pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah ligamentum

longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.

(4) Bentuk atipikal

Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat

diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan

lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang

(tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler

yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen

posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.

Lesi Spondilitis tuberkulosa berawal suatu tuberkel kecil yang berkembang lambat,

bersifat osteolisis lokal, awalnya pada tulang subkhondral di bagian superior atau inferior

anterior dari corpus vertebra. Proses infeksi Myocobacterium tuberkulosis akan

mengaktifkan chaperonin 10 yang merupakan stimulator poten dari proses resorpsi tulang

sehingga akan terjadi destruksi korpus vertebra dianterior. Proses perkijuan yang terjadi

akan menghalangi proses pembentukan tulang reaktif dan mengakibatkan segmen tulang

15

Page 16: Isi Referat Spondilitis

yang terinfeksi relatif avaskular sehingga terbentuklah sequester tuberkulosis. Destruksi

progresif di anterior akan mengakibatkan kolapsnya corpus vertebra yang terinfeksi dan

terbentuklah kifosis ( angulasi posterior ) tulang belakang. Proses terjadinya kifosis dapat

terus berlangsung walaupun telah terjadi resolusi dari proses infeksi. Kifosis yang progresif

dapat mengakibatkan problem respirasi dan paraplegi.

Dengan adanya peningkatan sudut kifosis di regio torakal, tulang-tulang iga akan

menumpuk menimbulkan bentuk deformitas rongga dada berupa barrel chest.

Infeksi akhirnya menembus korteks vertebra dan membentuk abses paravertebral.

Diseminasi lokal terjadi melalui penyebaran hematogen dan penyebaran langsung dibawah

ligamentum longitudinal anterior. Apabila telah terbentuk abses paravertebral, lesi dapat

turun mengikuti alur fascia muskulus psoas yang dapat mencapai trigonum femoralis.

Pada usia dewasa , discus intervertebralis avaskular sehingga lebih resisten terhadap

infeksi dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari corpus vertebra. Pada anak–anak karena

discus intervertebralis masih bersifat avaskular, infeksi discus dapat terjadi primer. Gejala

utama adalah nyeri tulang belakang, nyeri biasanya bersifat kronis dapat lokal maupun

radikular. Pasien dengan keterlibatan vertebra segmen cervical dan thorakal cenderung

menderita defisit neurologis yang lebih akut sedangkan keterlibatan lumbal biasanya

bermanifestasi sebagai nyeri radikular. Selain nyeri terdapat gejala sistemik berupa demam,

malaise, keringat malam, peningkatan suhu tubuh pada sore hari dan penurunan berat

badan. Tulang belakang terasa nyeri dan kaku pada pergerakan.

3.5 PATOFISIOLOGI [3,4,5]

Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. Pada

saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia.

Penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal

dan tulang. Enam hingga delapan minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus

tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh

sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit

ini paling sering menyerang corpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari

satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial corpus

vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan

perlunakan corpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis

dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan corpus ini akan menyebabkan

terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung

16

Page 17: Isi Referat Spondilitis

menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra

di dekatnya.

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis

serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior dan

mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan

berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah. Pada daerah cervical,

eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang

muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol

ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum

mengisi tempat trakea, esophagus, atau cavum pleura. Abses pada vertebra thoracalis

biasanya tetap tinggal pada daerah thoraks setempat menempati daerah paravertebral,

berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla

spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk

mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial

paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti

pembuluh darah femoralis pada trigonum scarpei atau regio glutea.

Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah

vertebra thoracalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981) paling sering pada

vertebra thoracalis 12 dan bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan

nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis 10 sedang yang non

paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk

yang mempengaruhi medulla spinalis segmen thoracal paling sering terdapat pada vertebra

thoracal 8-lumbal 1 sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan paraplegia.

Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla spinalis dengan

canalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra

thoracalis 10, sedang canalis vertebralis di daerah tersebut relative kecil. Pada vertebra

lumbalis 1, canalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang

gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa

paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi vertebra thoracal 10.

Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu :

1. Penekanan oleh abses dingin

2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis

3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya

4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak

17

Page 18: Isi Referat Spondilitis

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu :

1. Stadium implantasi. Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh

penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung

selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada

anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra.

2. Stadium destruksi awal, Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi

corpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung

selama 3-6 minggu.

3. Stadium destruksi lanjut. Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps

vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses

dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat

terbentuk sequestrum serta kerusakan discus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk

tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan corpus

vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.

4. Stadium gangguan neurologis. Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya

kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis.

Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa.

Vertebra thoracalis mempunyai canalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan

neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis,

maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :

Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan

aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi

gangguan saraf sensoris.

Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih

dapat melakukan pekerjaannya.

Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi

gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.

Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan

defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat

terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari

abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya

granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh

karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan

18

Page 19: Isi Referat Spondilitis

fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi

secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler

vertebra.

5. Stadium deformitas residual. Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah

timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena

kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan.

3.6 GAMBARAN KLINIS [3,5,8,9]

Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung pada banyak

faktor(7). Biasanya onset Pott's disease berjalan secara mendadak dan berevolusi lambat.

Durasi gejala-gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu diagnosa pasti bervariasi dari bulan

hingga tahun; sebagian besar kasus didiagnosa sekurangnya dua tahun setelah infeksi

tuberkulosa.

Gambaran Spondilitis Tuberkulosa antara lain : :

- Badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun,

- Suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung, Pada anak-anak

sering disertai dengan menangis pada malam hari.

- Pada awal dapat dijumpai nyeri intercostal yaitu nyeri yang menjalar dari tulang

belakang ke garis tengah keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini karena

tertekannya radiks dorsalis ditingkat thoracal

- Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal.

Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus karena proses destruksi lanjut berupa :

- Paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf, akibat penekanan medulla spinalis

yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri,

- Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai bersifat UMN dan adanya batas deficit

sensorik setinggi tempat gibus/lokalisasi nyeri interkostal

Pemeriksaan fisik

- Adanya gibus dan nyeri setempat

- Spastisitas

- Hiperreflesia tendon lutut/Achilles dan reflex patologik pada kedua belah sisi

- Batas deficit sensorik akibat mielitis transversa dan gangguan miksi jarang dijumpai

Spondylitis corpus vertebra dibagi menjadi tiga bentuk :

1. Pada bentuk sentral.

Detruksi awal terletak di sentral corpus vertebra, bentuk ini sering ditemukan pada anak.

19

Page 20: Isi Referat Spondilitis

2. Bentuk paradikus.

Terletak di bagian corpus vertebra yang bersebelahan dengan discus intervertebral, bentuk ini

sering ditemukan pada orang dewasa.

3. Bentuk anterior.

Dengan lokus awal di corpus vertebra bagian anterior, merupakan penjalaran per

kontinuitatum dari vertebra di atasnya.

3.7 DIAGNOSIS [5,7,8,9,10,11]

Anamnesa dan inspeksi :

1. Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat malam, demam

yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam hari serta cachexia. Pada

pasien anak-anak, dapat juga terlihat berkurangnya keinginan bermain di luar rumah.

Sering tidak tampak jelas pada pasien yang cukup gizi sementara pada pasien dengan

kondisi kurang gizi, maka demam (terkadang demam tinggi), hilangnya berat badan dan

berkurangnya nafsu makan akan terlihat dengan jelas.

2. Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah disertai nyeri

dada. Pada beberapa kasus di Afrika terjadi pembesaran dari nodus limfatikus, tuberkel di

subkutan, dan pembesaran hati dan limpa.

3. Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang menjalar. Infeksi

yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di daerah telingan atau nyeri

yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan menampakkan nyeri yang terasa di dada

dan intercostal. Pada lesi di bagian torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar

ke bagian perut. Rasa nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi

nyeri pasien akan menahan punggungnya menjadi kaku.

4. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah kaki pendek,

karena mencoba menghindari nyeri di punggung.

5. Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan kepalanya,

mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam posisi dagu disangga oleh

satu tangannya, sementara tangan lainnya di oksipital. Rigiditas pada leher dapat bersifat

asimetris sehingga menyebabkan timbulnya gejala klinis torticollis. Pasien juga mungkin

mengeluhkan rasa nyeri di leher atau bahunya. Jika terdapat abses, maka tampak

pembengkakan di kedua sisi leher. Abses yang besar, terutama pada anak, akan

mendorong trakhea ke sternal notch sehingga akan menyebabkan kesulitan menelan dan

adanya stridor respiratoar, sementara kompresi medulla spinalis pada orang dewasa akan

20

Page 21: Isi Referat Spondilitis

menyebabkan tetraparesis (Hsu dan Leong 1984). Dislokasi atlantoaksial karena

tuberkulosa jarang terjadi dan merupakan salah satu penyebab kompresi cervicomedullary

di negara yang sedang berkembang. Hal ini perlu diperhatikan karena gambaran klinisnya

serupa dengan tuberkulosa di regio servikal.

6. Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku. Bila berbalik

ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi panggulnya. Saat mengambil

sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara tetap mempertahankan punggungnya

tetap kaku (coin test) Jika terdapat abses, maka abses dapat berjalan di bagian kiri atau

kanan mengelilingi rongga dada dan tampak sebagai pembengkakan lunak dinding dada.

Jika menekan abses ini berjalan ke bagian belakang maka dapat menekan korda spinalis

dan menyebabkan paralisis.

7. Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang terjadi di

atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui fistel dalam pelvis

dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien tampak berjalan dengan lutut

dan hip dalam posisi fleksi dan menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan

tangannya diatas paha. Adanya kontraktur otot psoas akan menimbulkan deformitas fleksi

sendi panggul.

8. Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang belakang)

9. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis). Terjadi pada

kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitis lebih banyak di temukan

pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul paraplegia akan tampak spastisitas

dari alat gerak bawah dengan refleks tendon dalam yang hiperaktif, pola jalan yang spastik

dengan kelemahan motorik yang bervariasi. Dapat pula terjadi gangguan fungsi kandung

kemih dan anorektal.

10. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut seperti

pada infeksi septik. Onset yang lambat dari pembengkakan tulang ataupun sendi

mendukung bahwa hal tersebut disebabkan karena tuberkulosa.

Palpasi :

1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya terasa

sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan dengan abses piogenik yang teraba

panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di sisi leher

(di belakang otot sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di

sekitar dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara ukuran lesi destruktif

dan kuantitas pus dalam cold abscess.

21

Page 22: Isi Referat Spondilitis

2. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena.

Perkusi :

1. Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus vertebrae yang

terkena, sering tampak tenderness.

Pemeriksaan Penunjang :

1. Laboratorium :

1.1 Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari

100mm/jam.

1.2 Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative

(PPD) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu maupun

yang baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini dikatakan positif jika

tampak area berindurasi, kemerahan dengan diameter ³ 10mm di sekitar tempat suntikan

48-72 jam setelah suntikan. Hasil yang negatif tampak pada ± 20% kasus (Tandon and

Pathak1973; Kocen 1977) dengan tuberkulosis berat (tuberkulosis milier) dan pada pasien

yang immunitas selulernya tertekan (seperti baru saja terinfeksi, malnutrisi atau disertai

penyakit lain)

1.3 Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum

dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paruparu yang aktif)

1.4 Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat

relatif.

1.5 Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin haemolysins,

typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus yang sulit dan pada pusat

kesehatan dengan peralatan yang cukup canggih) untuk menyingkirkan diagnosa banding.

1.6 Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis

tuberkulosa). Normalnya cairan serebrospinal tidak mengeksklusikan kemungkinan infeksi

Pemeriksaan cairan serebrospinal secara serial akan memberikan hasil yang lebih baik.

Cairan serebrospinal akan tampak:

Xantokrom

Bila dibiarkan pada suhu ruangan akan menggumpal.

Pleositosis (dengan dominasi limfosit dan mononuklear). Pada tahap akut responnya

bisa berupa neutrofilik seperti pada meningitis piogenik.

Kandungan protein meningkat.

Kandungan gula normal pada tahap awal tetapi jika gambaran klinis sangat kuat

mendukung diagnosis, ulangi pemeriksaan.

22

Page 23: Isi Referat Spondilitis

Pada keadaan arachnoiditis tuberkulosa (radiculomyelitis), punksi lumbal akan

menunjukkan genuine dry tap. Pada pasien ini adanya peningkatan bertahap

kandungan protein menggambarkan suatu blok spinal yang mengancam dan sering

diikuti dengan kejadian paralisis. Pemberian steroid akan mencegah timbulnya hal ini

(Wadia 1973). Kandungan protein cairan serebrospinal dalam kondisi spinal terblok

spinal dapat mencapai 1-4g/100ml.

Kultur cairan serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan tes konfirmasi yang

absolut tetapi hal ini tergantung dari pengalaman pemeriksa dan tahap infeksi.

2. Radiologis : [5,7,12]

Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.

o Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya

tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang abnormal).

o Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti adanya

tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat setelah 3-8

minggu onset penyakit.

o Jika mungkin lakukan rontgen dari arah antero-posterior dan lateral.

o Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudut inferior

corpus vertebrae, osteoporosis regional yang kemudian berlanjut sehingga tampak

penyempitan diskus intervertebralis yang berdekatan, serta erosi corpus vertebrae

anterior yang berbentuk scalloping karena penyebaran infeksi dari area

subligamentous

o Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus transversus atau

prosesus spinosus.

o Keterlibatan bagian lateral corpus vertebra akan menyebabkan timbulnya deformita

scoliosis (jarang)

o Pada pasien dengan deformitas gibbus karena infeksi sekunder tuberkulosa yang

sudah lama akan tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi lebih besar dari

lebarnya (vertebra yang normal mempunyai rasio lebar lebih besar terhadap

tingginya). Bentuk ini dikenal dengan nama long vertebra atau tall vertebra, terjadi

karena adanya stress biomekanik yang lama di bagian kaudal gibbus sehingga

vertebra menjadi lebih tinggi. Kondisi ini banyak terlihat pada kasus tuberkulosa

dengan pusat pertumbuhan korpus vertebra yang belum menutup saat terkena

penyakit tuberkulosa yang melibatkan vertebra torakal.

23

Page 24: Isi Referat Spondilitis

o Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti abses paravertebral dan psoas.

Tampak bentuk fusiform atau pembengkakan berbentuk globular dengan kalsifikasi.

Abses psoas akan tampak sebagai bayangan jaringan lunak yang mengalami

peningkatan densitas dengan atau tanpa kalsifikasi pada saat penyembuhan. Deteksi

(evaluasi) adanya abses epidural sangatlah penting, oleh karena merupakan salah satu

indikasi tindakan operasi (tergantung ukuran abses).

Figure:   Tuberculous spondylitis. Lateral

radiograph demonstrates obliteration of the disk

space (straight arrow) with destruction of the

adjacent end plates (curved arrow) and anterior

wedging

Figure.  Subligamentous spread of spinal

tuberculosis. Lateral radiograph demonstrates

erosion of the anterior margin of the vertebral body

(arrow) caused by an adjacent soft-tissue abscess.

3. Computed Tomography – Scan (CT)

Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga yang

sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior seperti pedikel tampak

lebih baik dengan CT Scan.

Figure.  Tuberculous spondylitis. Axial CT scan

demonstrates lytic destruction of the vertebral body

(black arrow) with an adjoining soft-tissue abscess

(white arrow).

24

Page 25: Isi Referat Spondilitis

Figure.  Calcified psoas abscess. Axial CT scan

demonstrates bilateral tuberculous psoas abscesses

with peripheral calcification (arrows).

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang bersifat kompresif

dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang belakang. Bermanfaat untuk :

o Membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan bersifat konservatif atau

operatif.

o Membantu menilai respon terapi. Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen

tulang kecil dan kalsifikasi di abses.

Figure.  Tuberculous spondylitis. Sagittal T2-

weighted MR image demonstrates areas of

increased signal intensity due to edema in

vertebral bodies. Accompanying disk

narrowing (white arrow) and extension of the

disease into the spinal canal (black arrow) are

also seen.

5. Neddle biopsi / operasi eksplorasi (costotransversectomi) dari lesi spinal

Mungkin diperlukan pada kasus yang sulit tetapi membutuhkan pengalaman dan

pembacaan histologi yang baik (untuk menegakkan diagnosa yang absolut)(berhasil pada

50% kasus).

6. Diagnosis juga dapat dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi pus

Paravertebral yang diperiksa secara mikroskopis untuk mencari basil tuberkulosa

dan granuloma, lalu kemudian dapat diinokulasi di dalam guinea babi.

Diagnose dari penyakit ini dapat kita ambil melalui bebertapa tanda khas dibawah ini,

Penyakit ini berkembang lambat, tanda dan gejalanya dapat berupa :

o Nyeri punggung yang terlokalisir

o Bengkak pada daerah paravertebral

o Tanda dan gejala sistemik dari TB

o Tanda defisit neurologis, terutama paraplegia

25

Page 26: Isi Referat Spondilitis

Pemeriksaan Laboratorium

o Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat

digunakan untuk uji tapis. Al-marri melaporkan 144 anak dengan spondilitis

tuberkulosis didapatkan 33 % anak dengan laju endap darah yang normal.

o Uji Mantoux positif

o Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin

ditemukan mikobakterium

o Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.

o Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

o Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati, karena jarum dapat menembus

masuk abses dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan didapati tekanan

cairan serebrospinalis rendah, test Queckenstedt menunjukkan adanya blokade

sehingga menimbulkan sindrom Froin yaitu kadar protein likuor

serebrospinalis amat tinggi hingga likuor dapat secara spontan membeku.

o Peningkatan CRP ( C-Reaktif Protein ) pada 66 % dari 35 pasien spondilitis

tuberkulosis yang berhubungan dengan pembentukan abses.

o Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.

o Pemeriksaan dengan ELISA ( Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay )

dilaporkan memiliki sensitivitas 60-80% , tetapi pemeriksaan ini

menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan alergi.Pada populasi dengan

endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung tinggi sehingga sulit mendeteksi

kasus tuberkulosis aktif.

o Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction ( PCR ) masih terus

dikembangkan. Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman

tuberkulosis melekatkan nucleotida tertentu pada fragmen DNA , amplifikasi

menggunakan DNA polymerase sampai terbentuk rantai DNA utuh yang dapat

diidentifikasi dengan gel.

Pada pemeriksaan mikroskopik dengan pulasan Ziehl Nielsen membutuhkan 10 basil

permililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 10 basil permililiter spesimen.

Kesulitan lain dalam menerapkan pemeriksaan bakteriologik adalah lamanya waktu yang

diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4

minggu sesudahnya.Saat ini mulai dipergunakan system BATEC ( Becton Dickinson

Diagnostic Instrument System ), Dengan system ini identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10

hari.Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga

26

Page 27: Isi Referat Spondilitis

alat dan juga karena system ini memakai zat radioaktif maka harus dipikirkan bagaimana

membuang sisa-sisa radioaktifnya.

Pemeriksaan Radiologis:

o Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal in sangat

diperlukan untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain

o Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus

vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara

korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses

paravertebral. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk

sarang burung (bird’s net), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah

lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada stadium lanjut terjadi destruksi

vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis.

o Dekalsifikasi suatu korpus vertebra (pada tomogram dari korpus tersebut

mungkin terdapat suatu kaverne dalam korpus tersebut) oleh karena itu maka

mudah sekali pada tempat tersebut suatu fraktur patologis. Dengan demikian

terjadi suatu fraktur kompresi, sehingga bagian depan dari korpus vertebra itu

adalah menjadi lebih tipis daripada bagian belakangnya (korpus vertebra jadi

berbentuk baji) dan tampaklah suatu Gibbus pada tulang belakang itu.

o “Dekplate” korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak

teratur.

o Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.

o Abses dingin.

Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk

kumparan (“Spindle”). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan

paling jarang pada vertebra C1-2.

Pemeriksaan CT scan

o CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi

irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.

o Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan

kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra

(panah hitam) dengan abses soft-tissue (panah putih).

Pemeriksaan MRI

27

Page 28: Isi Referat Spondilitis

o Mengevaluasi infeksi diskus intervertebra dan osteomielitis tulang belakang.

o Menunjukkan adanya penekanan saraf.

Dilaporkan 25 % dari pasien mereka memperlihatkan gambaran proses infeksi pada

CT-Scan dan MRI yang lebih luas dibandingkan dengan yang terlihat dengan foto polos.CT-

Scan efektif mendeteksi kalsifikasi pada abses jaringan lunak . Selain itu CT-Scan dapat

digunakan untuk memandu prosedur biopsi.

3.8 PENATALAKSANAAN [4,5,13,14]

Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis ditujukan untuk eradikasi infeksi ,

memberikan stabilitas pada tulang belakang dan menghentikan atau memperbaiki kifosis.

Kriteria kesembuhan sebagian besar ditekankan pada tercapainya favourable status yang

didefenisikan sebagai pasien dapat beraktifitas penuh tanpa membutuhkan kemoterapi atau

tindakan bedah lanjutan, tidak adanya keterlibatan system saraf pusat , focus infeksi yang

tenang secara klinis maupun secara radiologis.

Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera

mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.

Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :

1. Pemberian obat antituberkulosis

2. Dekompresi medulla spinalis

3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi

4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Pengobatan terdiri atas :

1. Terapi konservatif berupa:

a. Tirah baring (bed rest)

b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra

c. Memperbaiki keadaan umum penderita

d. Pengobatan antituberkulosa

Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :

Kategori 1

Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ;

Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500

mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).

Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten)

selama 4 bulan (54 kali).

28

Page 29: Isi Referat Spondilitis

Kategori 2

Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk

penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :

o Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg,

Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari ,

Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama

3 bulan (90 kali).

o Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg.

Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita

bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis

berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan

adanya union pada vertebra.

Di bawah adalah penjelasan singkat dari obat anti tuberkulosa yang primer:

Isoniazid (INH)

o Bersifat bakterisidal baik di intra ataupun ekstraseluler

o Tersedia dalam sediaan oral, intramuskuler dan intravena.

o Bekerja untuk basil tuberkulosa yang berkembang cepat.

o Berpenetrasi baik pada seluruh cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal.

o Efek samping : hepatitis pada 1% kasus yang mengenai lebih banyak pasien

berusia lanjut usia, peripheral neuropathy karena defisiensi piridoksin secara

relatif (bersifat reversibel dengan pemberian suplemen piridoksin).

o Relatif aman untuk kehamilan

o Dosis INH adalah 5 mg/kg/hari – 300 mg/hari

Rifampin (RMP)

o Bersifat bakterisidal, efektif pada fase multiplikasi cepat ataupun lambat dari

basil, baik di intra ataupun ekstraseluler.

o Keuntungan : melawan basil dengan aktivitas metabolik yang paling rendah

(seperti pada nekrosis perkijuan).

o Lebih baik diabsorbsi dalam kondisi lambung kosong dan tersedia dalam

bentuk sediaan oral dan intravena.

o Didistribusikan dengan baik di seluruh cairan tubuh termasuk cairan

serebrospinal. Efek samping yang paling sering terjadi : perdarahan pada

29

Page 30: Isi Referat Spondilitis

traktus gastrointestinal, cholestatic jaundice, trombositopenia dan dose

dependent peripheral neuritis. Hepatotoksisitas meningkat bila dikombinasi

dengan INH.

o Relatif aman untuk kehamilan

o Dosisnya : 10 mg/kg/hari – 600 mg/hari.

Pyrazinamide (PZA)

o Bekerja secara aktif melawan basil tuberkulosa dalam lingkungan yang

bersifat asam dan paling efektif di intraseluler (dalam makrofag) atau dalam

lesi perkijuan.

o Berpenetrasi baik ke dalam cairan serebrospinalis.

o Efek samping :

1. Hepatotoksisitas dapat timbul akibat dosis tinggi obat ini yang

dipergunakan dalam jangka yang panjang tetapi bukan suatu masalah bila diberikan

dalam jangka pendek.

2. Asam urat akan meningkat, akan tetapi kondisi gout jarang tampak.

Arthralgia dapat timbul tetapi tidak berhubungan dengan kadar asam urat.

o Dosis : 15-30mg/kg/hari

Ethambutol (EMB)

o Bersifat bakteriostatik intraseluler dan ekstraseluler

o Tidak berpenetrasi ke dalam meningen yang normal

o Efek samping : toksisitas okular (optic neuritis) dengan timbulnya kondisi buta

warna, berkurangnya ketajaman penglihatan dan adanya central scotoma.

o Relatif aman untuk kehamilan

o Dipakai secara berhati-hati untuk pasien dengan insufisiensi ginjal

o Dosis : 15-25 mg/kg/hari

Streptomycin (STM)

o Bersifat bakterisidal

o Efektif dalam lingkungan ekstraseluler yang bersifat basa sehingga

dipergunakan untuk melengkapi pemberian PZA.

o Tidak berpenetrasi ke dalam meningen yang normal

o Efek samping : ototoksisitas (kerusakan syaraf VIII), nausea dan vertigo

(terutama sering mengenai pasien lanjut usia)

30

Page 31: Isi Referat Spondilitis

o Dipakai secara berhati-hati untuk pasien dengan insufisiensi ginjal

o Dosis : 15 mg/kg/hari – 1 g/kg/hari

2. Terapi operatif

Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian

korpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko – spongiosa.

Pott’s paraplegia sendiri selalu merupakan indikasi perlunya suatu tindakan operasi

(Hodgson) akan tetapi Griffiths dan Seddon mengklasifikasikan indikasi operasi menjadi:

a. Indikasi absolut

Paraplegia dengan onset selama terapi konservatif; operasi tidak dilakukan bila

timbul tanda dari keterlibatan traktur piramidalis, tetapi ditunda hingga terjadi

kelemahan motorik.

Paraplegia yang menjadi memburuk atau tetapi statis walaupun diberikan terapi

konservatif

Hilangnya kekuatan motorik secara lengkap selama 1 bulan walaupun telah diberi

terapi konservatif

Paraplegia disertai dengan spastisitas yang tidak terkontrol sehingga tirah baring

dan immobilisasi menjadi sesuatu yang tidak memungkinkan atau terdapat resiko

adanya nekrosis karena tekanan pada kulit.

Paraplegia berat dengan onset yang cepat, mengindikasikan tekanan yang besar

yang tidak biasa terjadi dari abses atau kecelakaan mekanis; dapat juga

disebabkan karena trombosis vaskuler yang tidak dapat terdiagnosa

Paraplegia berat; paraplegia flasid, paraplegia dalam posisi fleksi, hilangnya

sensibilitas secara lengkap, atau hilangnya kekuatan motorik selama lebih dari 6

bulan (indikasi operasi segera tanpa percobaan pemberikan terapi konservatif)

b. Indikasi relatif

Paraplegia yang rekuren bahwa dengan paralisis ringan sebelumnya

Paraplegia pada usia lanjut, indikasi untuk operasi diperkuat karena kemungkinan

pengaruh buruk dari immobilisasi

Paraplegia yang disertai nyeri, nyeri dapat disebabkan karena spasme atau

kompresi syaraf

Komplikasi seperti infeksi traktur urinarius atau batu

c. Indikasi yang jarang

Posterior spinal disease

31

Page 32: Isi Referat Spondilitis

Spinal tumor syndrome

Paralisis berat sekunder terhadap penyakit servikal

Paralisis berat karena sindrom kauda ekuina

Abses Dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase

bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:

a. Debrideman fokal

b. Kosto-transveresektomi

c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:

a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata

b. Laminektomi

c. Kosto-transveresektomi

d. Operasi radikal

e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Operasi kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat, Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal.

3.9 DIAGNOSIS BANDING [3,5]

1. Osteitis Piogen : khasnya demam lebih cepat timbul

2. Poliomielitis : paresis/paralisis tungkai, skoliosis dan bukan kifosis

3. Skoliosis idiopatik : tanpa gimus dan tanda paralisis

4. Penyakit paru dengan bekas empiema : tulang belakang bebas penyakit

5. Metastasis tulang belakang : tidak mengenai diskus, adanya karsinoma prostat

6. Kifosis senilis : kifosis tidak local, osteoporosis seluruh kerangka

3.10 KOMPLIKASI [3,5]

32

Page 33: Isi Referat Spondilitis

Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan

ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus

intervertebralis (contoh : Pott’s paraplegia – prognosa baik) atau dapat juga langsung

karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa (contoh :

menigomyelitis – prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik (berbeda

dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan mielografi dapat membantu

membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dan corda spinalis.

Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke dalam

pleura.

3.11 PROGNOSIS [5]

Prognosa dari penyakit ini bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada

tidaknya komplikasi neurologic, unutk paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan

sarafnya lebih baik, sedangkan spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosisnya biasanya

kurang baik. Bila paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosa proggnosisnya ad

functionam juga buruk.

33

Page 34: Isi Referat Spondilitis

BAB IV

KESIMPULAN

Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi

granulomatosisdi sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium tuberculosa yang

mengenai tulang vertebra.

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat

lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human

dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mycobacterium tuberkulosa atipik. Kuman ini

berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh

karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar

matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.

Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala

tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan

menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada

punggung.

Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulangvertebra, demikian pula

belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap,

terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya

destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus, termasuk

akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri

radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus),

bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah

disebutkan di atas.

34

Page 35: Isi Referat Spondilitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Martini F.H., Welch K. Fundamentals of Anantomy and Physiology. 5th ed. New

Jersey : Upper Saddle River, 2001: 132,151pg

2. Anatomi fungsional vertebra, accessed on 1 july, Available from

http://fisiosby.com/anatomi-fungsional-vertebrae

3. Medlinux, Spondilitis Tuberkulosa, accessed on 1 july, Available from

http://medlinux.blogspot.com/2007/09/spondylitis-tuberkulosa.html

4. Rasjad C, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Jakarta: hal 144-149

5. Hidalgo JA, Pott Disease (Tuberculous Spondylitis), Herchline T, Talavera F, Jhon

JF, Mlonakis E, Cunha BA, accessed on 1 july, Available from

http://www.emedicine.com/med/infecMEDICAL_TOPICS.htm

6. Wim de Jong, Spondilitis TBC, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta; hal. 1226-

1229

7. Bohndorf K., Imhof H. Bone and Soft Tissue Inflammation. In :Musculoskeletal

Imaging: A Concise Multimodality Approach. New York :Thieme, 2001 : 150, 334-

36.

8. Lindsay, KW, Bone I, Callander R. Spinal Cord and Root Compresion. In : Neurology

and Neurosurgery Illustrated. 2nded. Edinburgh : Churchill Livingstone, 1991 : 388

9. Savant C, Rajamani K. Tropical Diseases of the Spinal Cord. In : Critchley E,Eisen

A., editor. Spinal Cord Disease : Basic Science, Diagnosis and Management.

London :Springer-Verlag, 1997 : 378-87.

10. Sidharta P, Spondilitis Tuberculosa, in Lazuardi S, Hok TS, Sudibjo AI, at all eds,

Neurologi Klinik dalam Praktek Umum,Dian Rakyat, Jakarta 1999:341

11. Dewi LK, Edi A, Suarthana E, Spondilitis Tuberkulosa, in Mansjoer A, Suprohaita,

Wardhani WI, Setiowulan W, eds, Kapita Selekta Kedokteran Media Aesculapius

Jakarta 2000 : 58

12. Lauerman WC, Regan M. Spine. In : Miller, editor. Review of Orthopaedics. 2nd ed.

Philadelphia : W.B. Saunders, 1996 : 270-91

13. Currier B.L, Eismont F.J. Infections of The Spine. In : The spine. 3rd ed.Rothman

Simeone editor. Philadelphia : W.B. Sauders, 1992 : 1353-64

35

Page 36: Isi Referat Spondilitis

14. Graham JM, Kozak J. Spinal Tuberculosis. In : Hochschuler SH, Cotler HB, Guyer

RD. editor. Rehabilitation Of The Spine : Science and Practice. St. Louis : Mosby-

Year Book, Inc., 1993 : 387-90.

36