askep spondilitis

32
Askep Spondilitis ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SPONDILITIS Pengertian Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 ) Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulnag belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. (Rasjad, 1998). Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000).Penyakit Pott adalah osteomielitis tuberculosis yang mengenai tulang belakang. (Brooker. 2001) Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis yang muncul pada tulang belakang merupakan tuberkulosis sekunder yang biasanya berasal dari tuberkulosis ginjal. Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease paling sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra lumbalis segmen anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada vertebra C1-2. (1,2,3,4) Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa nyeri punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila sudah timbul abses ataupun kifosis.

Upload: agungderiandriyansyah

Post on 28-Dec-2015

175 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Askep Spondilitis

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Spondilitis

Askep Spondilitis

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SPONDILITIS

Pengertian

Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 ) Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulnag belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. (Rasjad, 1998). Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000).Penyakit Pott adalah osteomielitis tuberculosis yang mengenai tulang belakang. (Brooker. 2001) Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis yang muncul pada tulang belakang merupakan tuberkulosis sekunder yang biasanya berasal dari tuberkulosis ginjal. Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease paling sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra lumbalis segmen anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada vertebra C1-2. (1,2,3,4) Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa nyeri punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila sudah timbul abses ataupun kifosis.

Etiologi

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. (Rasjad. 1998).

Page 2: Askep Spondilitis

Manifestasi Klinis

Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. (Rasjad. 1998) Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas. (Harsono,2003). Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat. (Harsono,2003).

Patofisiologi

Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui leksus Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body).Penyebaran dari jaringan yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan oleh karenadirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kiposis.

Page 3: Askep Spondilitis

GAMBAR : Perjalanan penyakit

Komplikasi

Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Pott’s paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis. Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan penyebab paraplegi ini. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus ataupun sequester membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulla spinalis dan saraf.Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess.

Page 4: Askep Spondilitis

Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan darah lengkap :leukositosis, LED meningkat

2) Uji mantoux (+) TB

3) Uji kultur : biakan batkeri

4) Biopsi, jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional

5) Pemeriksaan hispatologis : dapat ditemukan tuberkel

B. Pemeriksaan Radiologis

a) Foto toraks / X – ray

b) Pemeriksaan foto dengan zat kontras

c) Foto polos vertebra

d) Pemeriksaan mielografi

e) CT scan atau CT dengan mielografi

f) MRI

Penatalaksanaan Medis

Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :

1. Pemberian obat antituberkulosis

2. Dekompresi medulla spinalis

3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi

4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Pengobatan terdiri atas :

1. Terapi konservatif berupa:

Tirah baring (bed rest)

Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra

Page 5: Askep Spondilitis

Memperbaiki keadaan umum penderita

Pengobatan antituberkulosa

Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :

- Kategori 1

2. untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ;

Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg.

Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).

Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4

bulan (54 kali).

- Kategori 2

Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk

penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :

· Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid

1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2

bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).

· Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan

3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik,

laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme

berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.

2. Terapi operatif

Indikasi operasi yaitu:

• Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat.

Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa

diberikan obat tuberkulostatik.

• Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft.

Page 6: Askep Spondilitis

• Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa,

paraplegia dan kifosis.

Abses Dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi

spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase

bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:

a. Debrideman fokal

b. Kosto-transveresektomi

c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:

a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata

b. Laminektomi

c. Kosto-transveresektomi

d. Operasi radikal

e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Operasi kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis mempunyai tendensi

untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal.

Page 7: Askep Spondilitis

Operasi PSSW

Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan pengobatan tbc tulang belakang

yang disebut total treatment (1989).

Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan bukan hanya sebagai

infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter. Tujuannya, penyembuhan TBC tulang

belakang dengan tulang belakang yang stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang

menyolok dan dengan kembalinya fungsi tulang belakang, penderita dapat kembali ke dalam

masyarakat, kembali pada pekerjaan dan keluarganya.

8.Dampak Masalah

a) Terhadap Individu.

Sebagai orang sakit, khusus klien spondilitis tuberkolosa akan mengalami suatau

perubahan, baik iru bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak

yang di karenakan baik itu oleh proses penyakit ataupun pengobatan dan perawatan oelh

karena adanya perubahan tersebut akan mempengaruhi pola - pola fungsi kesehatan antara

lain :

1. Pola nutrisi dan metabolisme.

Akibat proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan anoreksia,

sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat sehingga klien akan

mengalami gangguan pada status nutrisinya.

Page 8: Askep Spondilitis

2. Pola aktifitas.

Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung menyebabkan klien

membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktifitas fisik

tersebut.

3. Pola persepsi dan konsep diri.

Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan

kadang - kadang mengisolasi diri.

b) Dampak terhadap keluarga.

Dalam sebuah keluarga, jika salah satu anggota keluarga sakit, maka yang lain akan

merasakan akibatnya yang akan mempengaruhi atau merubah segala kondisi aktivitas rutin

dalam keluarga itu.

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Spondilitis

Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan

keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang terdiri

dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan,

implementasi dan evaluasi. ( Lismidar, 1990 : IX ).

1. Pengkajian.

Page 9: Askep Spondilitis

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di

lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah kepada

tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada

kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga

kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan diagnosa

keperawatan. ( Lismidar 1990 : 1)

a. Pengumpulan data.

Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga

maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara , inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi.

1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama,

suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.

2) Riwayat penyakit sekarang.

Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian

bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri

radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari

dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya

keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah,

sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.

3) Riwayat penyakit dahulu

Page 10: Askep Spondilitis

Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan

adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 :

20).

4) Riwayat kesehatan keluarga.

Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah

klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis

atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.

5) Riwayat psikososial

Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih,

dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya

maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak

stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.

6) Pola - pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.

Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien

tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar

perjalanan penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan

kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi

dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.

Page 11: Askep Spondilitis

b. Pola nutrisi dan metabolisme.

Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan amnesia.

Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan

mengalami gangguan pada status nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 : 144)

c. Pola eliminasi.

Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi,

karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan

imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat.

Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses

aliminasi.

d. Pola aktivitas.

Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta

penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik

dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.

e. Pola tidur dan istirahat.

Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan

menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.

f. Pola hubungan dan peran.

Page 12: Askep Spondilitis

Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu

menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun

masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.

g. Pola persepsi dan konsep diri.

Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan

kadang - kadang mengisolasi diri.

h. Pola sensori dan kognitif.

Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi

paraplegi.

i. Pola reproduksi seksual.

Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk

sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan

perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau

dapat dilaksanakan.

j. Pola penaggulangan stres.

Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan mengalami

stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya -

tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan.

Page 13: Askep Spondilitis

Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka

semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam

hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya

pada tuhannya.

7) Pemeriksaan fisik.

a. Inspeksi.

Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang

terlihat bentuk kiposis.

b. Palpasi.

Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus

pada area tulang yang mengalami infeksi.

c. Perkusi.

Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.

d. Auskultasi.

Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.

(Abdurahman, et al 1994 : 145 ).

Page 14: Askep Spondilitis

8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.

a. Radiologi

- Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang

area posterior.

- Terdapat penyempitan diskus.

- Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).

b. Laboratorium

- Laju endap darah meningkat

c. Tes tuberkulin.

- Reaksi tuberkulin biasanya positif.

b. Analisa.

Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif yaitu data yang

didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal dan objektiv yaitu data yang

didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan radiologi maupun

laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan masalah yang di alami oleh klien.

( Mi Ja Kim,et al 1994 ).

Page 15: Askep Spondilitis

c. Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata ataupun

potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya dapat dilakukan

dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. ( Tim Departemen Kesehatan RI,

1991 : 17 ).

Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:

a. Gangguan mobilitas fisik

b. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.

c. Perubahan konsep diri : Body image.

d. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.

( Susan Martin Tucker, 1998 : 445 )

d. Perencanaan Keperawatan.

Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang akan di

laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah

di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.

( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 :20 ).

Page 16: Askep Spondilitis

Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :

a. Diagnosa Perawatan I

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.

1. Tujuan

Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.

2. Kriteria hasil

a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan

b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan

c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.

3. Rencana tindakan

a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.

b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.

c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :

Page 17: Askep Spondilitis

1) mattress

2) Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak

menimbulkan lekukan saat klien tidur.

d) mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;

1) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada tembok ) maupun

posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta

ekstremitas bawah secara bersamaan.

2) Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit.

3) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.

e) monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.

f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet – lecet.

g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.

h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak

nyaman pada lambung atau diare.

4. Rasional

a) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

Page 18: Askep Spondilitis

b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.

c) Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.

d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal.

e) Untuk mendeteksi perubahan pada klien.

f) Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.

g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.

h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat

menimbulkan efek samping.

b. Diagnosa Keperawatan II

Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan

sendi.

1) Tujuan

a. Rasa nyaman terpenuhi

b. Nyeri berkurang / hilang

2) Kriteria hasil

Page 19: Askep Spondilitis

a. klien melaporkan penurunan nyeri

b. menunjukkan perilaku yang lebih relaks

c. memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan

keberhasilan.

3) Rencana tindakan

a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang

baru.

b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.

c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.

d. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa

nyaman.

e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.

4) Rasional.

a. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.

b. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap

nyeri klien.

Page 20: Askep Spondilitis

c. Korset untuk mempertahankan posisi punggung.

d. Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot

menjadi lemas dan nyeri berkurang.

e. Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan

mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.

c. Diagnosa Keperawatan III

Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.

1) Tujuan

Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif.

2) Kriteria hasil

Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping

yang positif dalam mengatasi perubahan citra.

3) Rencana tindakan

a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus

mendengarkan dengan penuh perhatian.

Page 21: Askep Spondilitis

b. Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.

c. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta

berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image.

4) Rasional

a. meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan

ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.

b. Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.

c. Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan tidak

merasa rendah diri.

d. Diagnosa Keperawatan IV

Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan

perawatan di rumah.

1) Tujuan

Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.

2) Kriteria hasil

Page 22: Askep Spondilitis

a. Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset

b. Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan

c. Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan

gejala kemajuan penyakit.

3) Rencana tindakan

a. Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya.

b. Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.

c. Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.

d. Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur.

e. Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.

f. Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.

e. Pelaksanaan

Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di

implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.

Komponen tahap Implementasi:

Page 23: Askep Spondilitis

a. tindakan keperawatan mandiri

b. tindakan keperawatan kolaboratif

c. dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.

( Carol vestal Allen, 1998 : 105 )

f. Evaluasi

Evaluasi adalah perbandingan hasil – hasil yang di amati dengan kriteria hasil yang dibuat

pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi.

a. pencapaian kriteria hasil

b. ke efektipan tahap – tahap proses keperawatan

c. revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan.

Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis tuberkulosa adalah:

1. Adanya peningkatan kegiatan sehari –hari ( ADL) tanpa menimbulkan gangguan rasa

nyaman .

2. Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut.

Page 24: Askep Spondilitis

3. Nyeri dapat teratasi

4. Tidak terjadi komplikasi.

5. Memahami cara perawatan dirumah