sp-emiria dita prasanti.pdf

79
i UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN EFEK TRIPLE ANTIBIOTIC PASTE, PASTA LEDERMIX ® , DAN KALSIUM HIDROKSIDA TERHADAP VIABILITAS SEL PUNCA PULPA MESENKIM TESIS EMIRIA DITA PRASANTI 1206309144 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS KONSERVASI GIGI JAKARTA NOVEMBER 2014

Upload: phungthuan

Post on 12-Jan-2017

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

i  

UNIVERSITAS INDONESIA

PERBANDINGAN EFEK TRIPLE ANTIBIOTIC PASTE, PASTA

LEDERMIX®, DAN KALSIUM HIDROKSIDA TERHADAP VIABILITAS

SEL PUNCA PULPA MESENKIM

TESIS

EMIRIA DITA PRASANTI

1206309144

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

KONSERVASI GIGI

JAKARTA

NOVEMBER 2014

Page 2: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf
Page 3: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 4: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

iv  

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang atas segala limpahan karunia dan kuasa-Nya yang

tak terhingga sehingga saya dapat menyelesaikan tugas tesis ini, sebagai salah satu

syarat untuk mencapai gelar spesialis konservasi gigi pada FKG UI. Saya

menyadari sepenuhnya bahwa p enelitian dan penulisan tesis ini tidak dapat

diselesaikan tanpa bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak,

tidaklah mungkin bagi saya untuk menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu,

perkenankanlah saya dengan penuh kerendahan hati, menyampaikan rasa terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang

membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Pj Rektor Universitas

Indonesia Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met beserta jajarannya yang telah

memberikan kesempatan kepada saya untuk menempuh dan menyelesaikan

pendidikan spesialis ini. Demikian pula kepada Dr. Yosi Kusuma Eriwati, drg,

M.Si dan jajarannya selaku Dekan dan Pimpinan FKG UI yang telah memberikan

izin kepada saya untuk mengikuti program ini.

Rasa terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada pembimbing I

saya, Dr. Anggraini Margono, drg., Sp.KG(K) yang sejak awal pendidikan telah

banyak meluangkan waktu, memberikan ide, arahan serta motivasi yang sangat

berarti kepada saya. Kemudian juga terima kasih saya ucapkan kepada

pembimbing II, Nilakesuma Djauharie, drg., MPH, Sp.KG(K) yang telah

memberikan motivasi serta masukan yang sangat berharga.

Kepada Munyati Usman, drg., SpKG(K), Prof. (E) Dr. Siti Mardewi

Soerono Akbar, drg., SpKG(K), dan Gatot Sutrisno, drg., SpKG(K) selaku tim

penguji yang telah berkenan meluangkan waktu untuk menguji, memberikan

masukan, kritik, serta saran yang membangun sejak awal penulisan sampai

selesainya tesis ini saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 5: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

v  

Rasa terima kasih saya sampaikan kepada Dr. Endang Suprastiwi, drg.,

SpKG(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG UI yang telah

memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program pendidikan

spesialis. Serta kepada yang terhormat staf pengajar, Prof. Dr. Narlan

Soemawinata, drg., Sp.KG(K), Kamizar, drg., SpKG(K), Dini Asrianti,

drg.,Sp.KG, Dr. Ratna Meidyawati, drg., SpKG(K), Daru Indrawati, drg.,

SpKG(K), Ike Dwi Maharti, drg., SpKG(K), Aditya Wisnu Putranto, drg.,

SpKG(K), Shalina Ricardo, drg., SpKG(K), tiada kata-kata yang dapat

mengungkapkan rasa terima kasih saya yang telah diberikan bekal yang sangat

berharga selama masa pendidikan ini. Serta para karyawan/ti Departemen

Konservasi Gigi FKG UI, Mba Yuli, Mba Devi, Mba Minah, Mas Erwin, dan Pak

Yani dan juga kepada karyawan perpustakaan FKG UI, Pak Yanto, Pak Asep, Pak

Enoh, dan Pak Norman saya mengucapkan terima kasih atas dukungan dan doa

yang diberikan kepada saya.

Kepada Ariadna Djais, M.Biomed., Ph.D selaku Ketua Departemen

Biologi Oral FKG UI serta Dr. drh. Diah Iskandriati selaku Kepala Laboratorium

dan Imunologi PSSP IPB Bogor yang telah mengizinkan saya menggunakan

fasilitas laboratorium untuk melaksanakan penelitian ini, saya ucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya. Juga kepada Ibu Silmi Mariyah, analis molekuler

dari PSSP IPB Bogor dan Mbak Maysaroh, peneliti di Laboratorium OB FKG UI

yang selalu siap membantu jalannya penelitian ini, dan tak ada yang lebih berarti

selain rasa syukur dikelilingi oleh orang-orang yang sangat luar biasa.

Kepada semua teman-teman seperjuangan saya, PPDGS angkatan 2012

yang telah bersama-sama melalui suka dan duka pendidikan spesialis dari awal

sampai akhir, drg. Bunga Cahya Mustikasari, drg. Vika Hapsari Pratiwi, drg. Arie

Fitriana Sari, drg. Asri Mariani, drg. Iffi Aprillia Soedjono, drg. Kurniawan, drg.

Mahardhika, drg. Rininta Aprilia Kasdjono, drg. Priscilla Arlyta Simanjuntak,

drg. Theresia Peggy Hartanti, drg, Shelvy Soetanto, dan drg. Fitri Reflan. Tanpa

kalian semua saya tidak akan bisa sampai akhir pendidikan ini. Selamat

melanjutkan perjuangan kalian, kita akan selalu bersama dalam doa dan harapan,

saling mendukung dan menjaga kekompakan sampai di masa yang akan datang.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 6: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

vi  

Secara khusus, tesis ini saya persembahkan untuk Suamiku tercinta, Win

Cesario dan anakku Sheraz Aufar Rasheed, dua orang yang sangat penting dalam

hidupku. Terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya, terima kasih atas semua

waktu yang tak dapat tergantikan selama pendidikan spesialis ini. Dan juga

kepada kedua orang tua saya Papa dan Mama yang selalu mendukung, membantu,

mendoakan dalam suka dan duka, serta kepada adik saya Firdha dan Ghea yang

selalu menambahkan keceriaan dan suka dalam keseharian, saya ucapkan terima

kasih dan syukur yang tak terhingga memiliki keluarga yang sangat hebat seperti

kalian.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan penghargaan setinggi-

tingginya, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang tidak

mungkin disebutkan satu persatu yang telah membantu sehingga saya dapat

menyelesaikan tesis ini dan semoga semua bantuannya mendapatkan balasan

kebaikan dari Allah SWT. Pada kesempatan ini pula saya memohon maaf yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak, apabila dalam masa penelitian dan

penulisan tesis ini ada kata-kata dan perilaku saya yang kurang berkenan di hati.

Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak terutama dalam

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang kedokteran gigi.

Jakarta, November 2014

Emiria Dita Prasanti

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 7: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 8: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

viii  

ABSTRAK

Nama : Emiria Dita Prasanti

Program Studi : Ilmu Konservasi Gigi

Judul : Perbandingan efek triple antibiotic paste, pasta

Ledermix®, dan kalsium hidroksida terhadap viabilitas sel

punca mesenkim pulpa.

Latar Belakang: Perawatan endodontik regeneratif merupakan perawatan yang bertujuan untuk mencapai kesembuhan biologis yaitu regenerasi jaringan pulpa. Aspek penting dari perawatan ini adalah disinfeksi dengan bahan irigasi dan obat saluran akar. Umumnya, obat saluran akar yang digunakan adalah triple antibiotic paste (TAP), kalsium hidroksida (Ca(OH)2), dan Ledermix®. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui efek TAP, Ca(OH)2, dan Ledermix® terhadap sel punca mesenkim pulpa (DPSC) Metode: DPSC dikultur dan sel yang positif terhadap STRO-1 melalui uji imunofluoresens, diberi perlakuan kontak langsung dengan TAP, Ca(OH)2, dan Ledermix berkonsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml. Viabilitas DPSC dihitung dengan uji MTT. Hasil: Viabilitas sel pada kelompok perlakuan menunjukkan penurunan yang bermakna secara statistik, dan yang paling toksik adalah Ledermix. Kesimpulan: Ketiga obat saluran akar dapat menyebabkan penurunan viabilitas sel punca mesenkim pulpa. Namun, obat saluran akar yang memiliki efek paling tidak toksik adalah TAP dan Ca(OH)2.  

Kata kunci: sel punca mesenkim pulpa, triple antibiotic paste, kalsium hidroksida, Ledermix®, viabilitas sel

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 9: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

ix  

ABSTRACT

Name : Emiria Dita Prasanti

Study Program : Ilmu Konservasi Gigi

Title : Effect of triple antibiotic paste, calcium hydroxide, Ledermix® on viability of pulp mesenchymal stem cells

Background: The goal for regenerative endodontic therapy is biological healing of pulp tissue. The procedure consists of disinfection with irrigants and medicaments. Medicaments that used recently today is triple antibiotic paste (TAP), calcium hydroxide (Ca(OH)2), dan Ledermix®. Therefore, the purpose of this study is to evaluate the effect of TAP, Ca(OH)2, and Ledermix® on viability of dental pulp stem cells (DPSC) Methods: Primary cultures of DPSC taken from immature third molars. DPSC was detected by STRO-1 marker using immunofluorescence assay. Cells were exposed to TAP, Ca(OH)2, and Ledermix®

with concentration of 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml. Cell viability was analyzed using MTT assay. Results: There were significant differences from the viability of group with medicaments that demonstrated decreased viability compared to controls (P < 0.05). Conclusion: All of the medicaments causes decreased viability on DPSC. Medicaments that have the most toxic effect is Ledermix®.

Keywords: dental pulp stem cells, triple antibiotic paste, calcium hydroxide, Ledermix®, cell viability

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 10: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

x  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN ORSINALITAS .......................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ iv HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................... vii ABSTRAK ....................................................................................................... viii ABSTRACT ..................................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii DAFTAR SINGKATAN................................................................................ . xiv DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ .... xv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Regenerasi dalam Perawatan Endodontik ................................................... 6 2.2 Rekayasa Jaringan ........................................................................... 9 2.2.1 Sel Punca .......................................................................... 11 2.2.2 Growth Factors ................................................................ 15 2.2.3 Scaffold ............................................................................. 16 2.3 Macam-macam Obat Saluran Akar ............................................... 17 2.3.1 Antibiotik ......................................................................... 17 2.3.1.1 Triple Antibiotic Paste (TAP) .............................. 18 2.3.1.2 Ledermix® ............................................................. 19 2.3.2 Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2) ....................................... 21 2.4 Efek Obat Saluran Akar terhadap Viabilitas Sel Punca ................ 23 2.5 Uji Imunofluoresens ...................................................................... 24 2.6 Uji MTT ........................................................................................ 26 2.7 Kerangka Teori.............................................................................. 27

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 29 3.2 Hipotesis ........................................................................................ 29 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian .............................................................................. 30 4.2 Sampel Penelitian dan Bahan Uji .................................................. 30 4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 30 4.4 Variabel Penelitian ........................................................................ 31

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 11: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

xi  

4.4.1 Variabel Bebas ................................................................. 31 4.4.1 Variabel Bebas ................................................................. 31 4.5 Definisi Operasional ..................................................................... 31 4.6 Alat, Bahan, dan Cara Kerja ......................................................... 32 4.6.1 Alat ................................................................................... 32 4.6.2 Bahan ............................................................................... 33 4.6.3 Cara Kerja ........................................................................ 34 4.6.3.1 Persiapan Alat dan Bahan ................................... 34 4.6.3.2 Pembuatan Medium Kultur Lengkap .................. 34 4.6.3.3 Kultur Sel Punca Mesenkim Pulpa ..................... 35 4.6.3.4 Uji Imunofluoresens ............................................ 36 4.6.3.5 Aplikasi Bahan Uji .............................................. 36 4.6.3.6 Uji MTT .............................................................. 37 4.7 Alur Penelitian .............................................................................. 38 4.4 Analisis Data ................................................................................. 38 BAB 5 HASIL PENELITIAN ........................................................................... 40 BAB 6 PEMBAHASAN ................................................................................. ….46 BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ....................................................................................... 51 7.2 Saran .............................................................................................. 51 DAFTAR REFERENSI ................................................................................. ….52

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 12: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

xii  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema prosedur endodontik regeneratif.......................................... 8

Gambar 2.2 Triad rekayasa jaringan ................................................................. 10

Gambar 2.3 Simulasi rekayasa jaringan ............................................................ 11

Gambar 2.4 Ilustrasi skematik dari sumber sel punca dewasa potensial di

dalam rongga mulut....................................................................... 13

Gambar 2.5 Skema imunofluoresens direk dan indirek .................................... 25

Gambar 2.6 Kerangka teori ............................................................................... 28

Gambar 3.1 Kerangka konsep ........................................................................... 29

Gambar 4.1 Alur penelitian ............................................................................... 28

Gambar 5.1 Gambaran mikroskopis hasil uji imunofluoresens ........................ 40

Gambar 5.2 Gambaran mikroskopis sel kelompok kontrol .............................. 41

Gambar 5.3 Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan TAP.................. 41

Gambar 5.4 Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan Ledermix® ........ 42

Gambar 5.5 Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan Ca(OH)2 ........... 42

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 13: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

xiii  

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Nilai rerata OD dan persentase viabilitas sel kelompok kontrol

dan kelompok perlakuan ............................................................... 43

Tabel 5.2 Nilai kemaknaan viabilitas sel kelompok perlakuan

dibandingkan dengan kelompok kontrol ....................................... 44

Tabel 5.3 Nilai kemaknaan perbandingan viabilitas sel antara kelompok

perlakuan yang dipapar dengan bahan uji dengan konsentrasi

0.1 mg/ml dan 1 mg/ml ................................................................. 44

Tabel 5.3 Nilai kemaknaan perbandingan viabilitas sel kelompok

perlakuan TAP, Ledermix®, dan Ca(OH)2 berdasarkan

pengelompokan konsentrasi bahan uji .......................................... 45

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 14: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

xiv  

DAFTAR SINGKATAN

DPSCs : Dental Pulp Stem Cells

SCAPs : Stem Cells of the Apical Papilla

TAP : Triple Antibiotic Paste

Ca(OH)2 : Kalsium hidroksida

CEJ : Cementoenamelo Junction

MTA : Mineral Trioxide Aggregate

MRI : Magnetic Resonance Imaging

MSCs : Mesenchymal Stem Cells

DFSCs : Dental Follicle Stem Cells

SHED : Stem Cells From Human Exfoliated Deciduous Teeth

PDLSCs : Periodontal Ligament Stem Cells

BMMSCs : Bone Marrow-derived Mesenchymal Stem Cells

EDTA : Ethylenediamine Tetra-Acetic Acid

PRP : Platelet-rich Plasma

PLA : Polylactic Acid

PGA : Polyglycolic Acid

PLGA : Polylactic-Coglycolic Acid

PEG : Polyethylene Glycol

LPS : Lipopolisakarida

FITC : Fluorescein Isothiocyanate

TRITC : Tetramethyl Rhodamine Isothiocyanate

MTT : Methythiazol Tetrazolium

OD : Optical Density

DMEM : Dulbecco’s Modified Eagle Medium

FBS : Fetal Bovine Serum

PBS : Phosphate Buffer Saline

CFU-F : Colony Forming Unit Fibroblast

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 15: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

xv  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Foto tahap-tahap kultur sel ............................................................ 58

Lampiran 2 Foto tahap-tahap uji MTT ............................................................. 60

Lampiran 3 Data mentah/ nilai optical density ................................................. 61

Lampiran 4 Hasil uji statistik ............................................................................ 62

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 16: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

 

Universitas Indonesia

 

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pulpa memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga vitalitas

gigi karena pulpa memiliki fungsi suportif antara lain sebagai pemberi

nutrisi dan bertindak sebagai sensor biologis yang dapat mendeteksi

rangsang patogen.1, 2 Jika jaringan pulpa terekspos karena cedera atau

invasi bakteri maka pulpa akan mengalami inflamasi dan sulit bagi sistem

imun untuk menghilangkan infeksi, sehingga menyebabkan keadaan

bertambah parah sampai pada akhirnya terjadi nekrosis pulpa. Berdasarkan

konsep umum endodontik, perawatan mutlak untuk pulpitis ireversibel

atau nekrosis pulpa adalah dengan perawatan endodontik.1

Tujuan akhir dari perawatan endodontik adalah tercapainya

kesembuhan secara biologis yaitu berupa terjadinya regenerasi. Regenerasi

jaringan adalah proses penyembuhan dengan pengembalian arsitektur

alami dan fungsi biologis jaringan yang rusak seperti jaringan asli,

sedangkan repair adalah perbaikan jaringan dengan jaringan pengganti

atau jaringan parut, tanpa pengembalian fungsi.3 Hasil dari proses

regenerasi adalah dicapainya gigi yang vital sehingga fungsi-fungsi gigi

dapat kembali seperti gigi sehat. Sedangkan, pada prosedur perawatan

endodontik konvensional yang dilakukan saat ini hasilnya adalah

penggantian jaringan yang rusak dengan material sintetis yang

biokompatibel tetapi tidak mengembalikan fungsi biologis yang

menyerupai jaringan sebelumnya.4

Konsep regenerasi gigi berawal pada tahun 1952 ketika Dr. B. W

Herman melaporkan penggunaan kalsium hidroksida dalam laporan

kasusnya mengenai amputasi pulpa vital atau pulpotomi.5 Kemudian

prosedur regeneratif pada gigi imatur pertama kali diperkenalkan oleh

Nygaard-Ostby pada tahun 1961 yang mengevaluasi efek dari pendarahan

dengan cara overinstrumentasi pada sistem saluran akar.6 Selanjutnya pada

1

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 17: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

 

Universitas Indonesia

 

tahun 1980 berkembang konsep modern endodontik regeneratif yaitu

dengan menggunakan aplikasi rekayasa jaringan. Perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi rekayasa jaringan ini menjadi suatu terobosan

baru dalam bidang endodontik yang meliputi sel punca, growth factors,

dan scaffold atau yang disebut dengan triad rekayasa endodontik.

Elemen pertama dalam teknik rekayasa jaringan ini adalah sel

punca. Penelitian mengenai isolasi sel punca gigi mengalami

perkembangan pesat terutama setelah Gronthos pada tahun 2000 berhasil

mengisolasi sel punca pulpa.7 Dental pulp stem cells (DPSC) memiliki

tingkat proliferasi yang tinggi bahkan setelah subkultur yang banyak.

Selain itu, DPSC juga memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri dan

memiliki tingkat diferensiasi yang tinggi. Pada apeks yang masih terbuka,

DPSC merupakan satu kesatuan dengan stem cells of apical papilla

(SCAP) sehingga DPSC masih membawa informasi morfogenetik yang

berasal dari SCAP. Karakteristik dan potensi diferensiasi multilini dari

DPSC inilah yang menjadikannya memiliki peran penting dalam

perawatan regeneratif.8

Perawatan endodontik regeneratif telah menjadi alternatif

perawatan yang menjanjikan khususnya untuk merawat gigi imatur dengan

nekrosis pulpa.9, 10 Di masa yang akan datang konsep endodontik

regeneratif dengan rekayasa jaringan ini dapat menggantikan metode

perawatan endodontik konvensional.1, 11, 12 Hal inilah yang mengubah

paradigma perawatan endodontik konvensional/ reparatif menjadi

endodontik regeneratif.Konsep dari perawatan endodontik regeneratif

adalah penggantian atau regenerasi dari kompleks pulpa-dentin dan akar

yang rusak atau hilang dengan mengembalikan fungsi fisiologis yang

normal.3, 13 Di masa yang akan datang, jangkauan dari endodontik

regeneratif dapat meluas meliputi penggantian jaringan periapikal,

lligamen periodontal, gingival, dan bahkan gigi utuh.9

Selama periode tahun 1993-2007 telah dipublikasikan banyak

penelitian tentang endodontik regeneratif. Beberapa kasus revaskularisasi

yang didokumentasikan keberhasilannya pada gigi imatur dengan nekrosis

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 18: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

 

Universitas Indonesia

 

pulpa dilakukan dengan disinfeksi dan dilanjutkan dengan pendarahan ke

dalam sistem saluran melalui tindakan overinstrumentasi.3, 9 Aspek

terpenting dari prosedur klinis ini adalah disinfeksi kimia dari sistem

saluran akar dengan penggunaan bahan irigasi dan peletakkan obat saluran

akar selama beberapa minggu.9, 10

Sifat obat saluran akar yang ideal adalah selain memiliki sifat

antibakteri juga harus dapat menyediakan lingkungan yang kondusif

sehingga sel punca dapat beregenerasi atau mengalami penyembuhan.14, 15

Murray dkk menyatakan bahwa obat saluran akar dapat mempengaruhi sel

punca karena adanya ekstrusi atau difusi ke papila apikal serta

kemungkinan adanya sisa antimikroba yang dapat mempengaruhi sel

punca di dalam saluran akar yang berasal dari perdarahan dari apikal.9

Oleh karena itu, obat saluran akar yang digunakan pada prosedur

endodontik regeneratif harus dengan konsentrasi efektif terhadap bakteri

sehingga tidak toksik terhadap sel punca.10

Obat saluran akar yang banyak digunakan dalam prosedur

regeneratif/ revaskularisasi ini adalah campuran antibiotik ciprofloxacin,

metronidazole, dan minocycline/ doxycycline atau yang biasa disebut

dengan triple antibiotic paste (TAP). Kombinasi antibiotik ini terbukti

sangat efektif terhadap bakteri-bakteri di dalam sistem saluran akar secara

in vitro dan in vivo.11, 16-18 Penelitian terakhir menunjukkan bahwa

penggunaan TAP dengan konsentrasi yang tinggi memiliki efek yang

berbahaya terhadap kelangsungan hidup sel punca yaitu viabilitas selnya

menjadi 20% setelah dipaparkan dengan antibiotik tersebut.10

Beberapa penelitian juga menggunakan kalsium hidroksida sebagai

disinfektan saluran akar dalam prosedur endodontik regeneratif.10, 19 Hasil

penelitian Ruparel tahun 2012 menunjukkan bahwa pemakaian kalsium

hidroksida dengan berbagai konsentrasi dapat menginduksi kelangsungan

hidup sel. Kalsium hidroksida dengan konsentrasi rendah pun dapat

memicu proliferasi sel punca pulpa dan ligamen periodonsium.10 Obat

saluran akar lain yang masih dipakai pada prosedur endodontik

konvensional adalah Ledermix®. Taylor dkk yang meneliti viabilitas sel

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 19: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

 

Universitas Indonesia

 

fibroblas tikus yang dipapar dengan pasta Ledermix® dan Pulpdent

menunjukkan bahwa Ledermix® dapat mematikan fibroblas tikus pada

konsentrasi 0,001 mg/ml.

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa penelitian tentang

perbandingan efek obat saluran akar yang digunakan tersebut terhadap

viabilitas sel punca pulpa masih kurang, khususnya di Indonesia.20 Hal

inilah yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian ini yaitu untuk

mengevaluasi perbandingan efek dari obat saluran akar TAP, Ledermix®,

dan kalsium hidroksida yang sering digunakan dalam perawatan

endodontik.

1.2 Rumusan masalah

Prosedur disinfeksi kimia dengan menggunakan bahan irigasi dan

obat saluran akar sangat penting dalam perawatan endodontik regeneratif.

Pada penelitian ini akan dievaluasi perbandingan efek obat saluran akar

terhadap sel punca. Obat-obatan saluran akar yang banyak digunakan saat

ini diketahui efektif dalam membunuh bakteri namun juga memiliki efek

yang dapat menurunkan viabilitas sel, sedangkan sel punca harus tetap

hidup untuk dapat beregenerasi atau mengalami proses penyembuhan.14, 15

Dari uraian tersebut di atas yang menjadi pertanyaan pada penelitian ini

adalah:

1.2.1 Pertanyaan penelitian umum

Apakah obat saluran akar TAP, Ledermix®, dan kalsium hidroksida

bubuk murni (Ca(OH)2) dapat menurunkan viabilitas sel punca mesenkim

pulpa?

1.2.2 Pertanyaan penelitian khusus

1. Bagaimana efek TAP terhadap viabilitas sel punca mesenkim pulpa

dibandingkan dengan Ledermix®?

2. Bagaimana efek TAP terhadap viabilitas sel punca mesenkim pulpa

dibandingkan dengan Ca(OH)2?

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 20: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

 

Universitas Indonesia

 

3. Bagaimana efek Ca(OH)2 terhadap viabilitas sel punca mesenkim

pulpa dibandingkan dengan Ledermix®?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian umum

Menganalisis obat saluran akar yang dapat menurunkan viabilitas sel

punca mesenkim pulpa.

1.3.2 Tujuan penelitian khusus

1. Membandingkan efek dari obat saluran akar TAP, Ledermix®, dan

Ca(OH)2 terhadap viabilitas sel punca mesenkim pulpa.

2. Menganalisis obat saluran akar yang dapat menurunkan viabilitas sel

punca mesenkim pulpa paling rendah.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan:

Secara teoritis menjelaskan efek obat saluran akar TAP, Ledermix®,

dan Ca(OH)2 terhadap viabilitas sel punca mesenkim pulpa.

Secara klinis dapat memberikan informasi dalam memilih obat-obat

saluran akar yang memiliki sifat antibakteri yang poten tetapi tidak

menurunkan viabilitas sel punca pulpa.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 21: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

 

Universitas Indonesia

 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Regenerasi dalam Perawatan Endodontik

Tujuan akhir perawatan endodontik adalah tercapainya

kesembuhan secara biologis yaitu berupa terjadinya regenerasi. Namun

regenerasi sempurna setelah injuri pada manusia hanya dapat terjadi pada

fetus pra-natal. Penyembuhan luka atau cedera pasca-natal adalah dengan

repair atau kombinasi repair dengan regenerasi.21 Regenerasi jaringan

adalah proses penyembuhan dengan pengembalian arsitektur alami dan

fungsi biologis jaringan yang rusak seperti jaringan asli, sedangkan repair

adalah perbaikan jaringan dengan jaringan pengganti atau jaringan parut,

tanpa pengembalian fungsi.3 Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, konsep regenerasi ini dapat dicapai dengan menggunakan

aplikasi rekayasa jaringan yang telah menjadi suatu terobosan baru dalam

bidang endodontik dimana sel punca berperan utama dalam proses

tersebut. Hal inilah yang mengubah paradigma perawatan endodontik

reparatif menjadi endodontik regeneratif.1

Prosedur regeneratif pada bidang kedokteran gigi memiliki sejarah

yang panjang berawal pada tahun 1952 ketika Dr. B. W Herman

melaporkan penggunaan kalsium hidroksida dalam laporan kasusnya

mengenai amputasi pulpa vital atau pulpotomi.5 Pada penyembuhan

pulpotomi diharapkan terjadi regenerasi dari jaringan pulpa yang

ditinggalkan. Kemudian potensi dari terapi regeneratif ini juga digunakan

oleh Nygaard-Ostby pada tahun 1961 untuk menentukan apakah pengisian

ruang pulpa dengan bekuan darah dapat mengarah pada regenerasi

jaringan pulpa. Kemudian konsep modern dari terapi regeneratif ini

muncul pada tahun 1980 dengan penggunaan teknik rekayasa jaringan

yang menggunakan sel punca dan salah satu komponennya adalah

penggunaan scaffold sebagai bahan sintetis yang bersifat biodegradable

sehingga dapat menyediakan lingkungan tiga dimensi agar sel dapat

6

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 22: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

 

Universitas Indonesia

 

tumbuh dan berkembang menyerupai kondisi in vivo. Di samping itu

bahan sintetis ini dapat difabrikasi sehingga dapat dirancang untuk

membawa growth factor untuk memandu proses diferensiasi sel dan

pembentukan jaringan.22

Endodontik regeneratif didefinisikan sebagai prosedur biologis

yang didesain untuk menggantikan struktur-struktur yang rusak atau

hilang, termasuk dentin, struktur akar dan kompleks pulpa-dentin, serta

mengembalikan fungsi fisiologis normal.3, 13, 22 Tujuan dari regenerasi

jaringan yaitu formasi jaringan baru yang menghasilkan anatomi dan

fungsi dari jaringan gigi asli yang vital, berbeda dengan perbaikan jaringan

seperti perkembangan dari jaringan pengganti, seperti jaringan parut, tanpa

pengembalian fungsi.3 Berbagai pro dan kontra terjadi dalam

perkembangan prosedur regenerasi endodontik yang menyatakan bahwa

pulpa pada gigi yang telah matur tidak memiliki peranan dalam

pembentukan, fungsi, dan estetik, sehingga penggantian dengan bahan

pengisi dalam perawatan saluran akar merupakan perawatan yang paling

baik. Namun hal ini sangat bertentangan dengan konsep endodontik

regeneratif saat ini dimana vitalitas pulpa sangat penting dalam

kelangsungan hidup gigi di dalam rongga mulut. Sebuah penelitian

retrospektif menunjukkan bahwa gigi vital yang masih memiliki

vaskularisasi yang baik akan bertahan lebih lama dibandingkan gigi non

vital yang sudah dirawat saluran akar.9

Indikasi dari perawatan endodontik regeneratif sangat luas, yaitu

dari regenerasi pulpa pada kasus pulpitis, nekrosis pulpa pada gigi

permanen, sampai di masa yang akan datang jangkauan perawatan ini

meliputi penggantian jaringan periapikal, lligamen periodontal, gingival,

dan bahkan gigi utuh.9 Selama periode tahun 1993-2007 telah

dipublikasikan banyak penelitian tentang endodontik regeneratif. Banyak

laporan kasus yang menunjukkan keberhasilan revaskularisasi dari sistem

saluran akar nekrotik pada gigi imatur melalui disinfeksi yang dilanjutkan

dengan overinstrumentasi. Dalam overinstrumentasi ini terdapat bekuan

darah yang berperan sebagai scaffold dimana sel punca dari pulpa

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 23: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

 

Universitas Indonesia

 

terkumpul dalam bekuan darah tersebut. Selain itu, growth factors dari

keeping darah (platelet) dan dinding dentin membantu proses diferensiasi.

Pada gigi imatur ini hanya dilakukan instrumentasi minimal atau tanpa

instrumentasi sama sekali karena dinding saluran akar yang tipis sehingga

harus meminimalisasi risiko fraktur akar. Selanjutnya setelah bekuan darah

terbentuk sampai kurang lebih 3 mm di bawah CEJ kavitas ditutup dengan

MTA dan bahan restorasi. Tujuan akhir perawatan adalah tidak adanya

sinus tract, nyeri, dan pembengkakan, penyembuhan periodontitis apikal

serta penambahan panjang dan ketebalan dinding akar secara radiografis

setelah 0.5-2 tahun perawatan dilakukan.23 (Gambar 2.1) Keberhasilan dari

perawatan pada gigi permanen imatur dengan pulpa nekrosis yang

disebabkan oleh trauma, defek, atau karies telah banyak dilaporkan.

Analisis retrospektif yang dilakukan oleh Bose dkk pada 48 laporan kasus

regeneratif menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dalam

perkembangan akar dari segi pemanjangan dan penebalan dinding secara

radiografis jika dibandingkan dengan prosedur apeksifikasi dengan

menggunakan kalsium hidroksida dan MTA.3

Gambar 2.1. Skema prosedur endodontik regeneratif.24 Gigi permanen imatur

dengan pulpa nekrosis. Sel punca pulpa dimasukkan ke dalam saluran akar dengan melakukan pendarahan sampai sebatas 3 mm di bawah CEJ, kemudian dilakukan penutupan koronal ganda yaitu dengan MTA dan resin komposit. Hasil akhir yang

diharapkan adalah revitalisasi pulpa dan berlanjutnya formasi akar.

Pada umumnya, hasil dari protokol perawatan tersebut di atas

adalah banyak elemen histologis dari jaringan pulpa yang terbentuk

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 24: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

 

Universitas Indonesia

 

(seperti, fibroblas, pembuluh darah, dan kolagen), namun jenis sel lain

seperti odontoblas tidak terbentuk, serta sel atau jaringan yang tidak

diinginkan seperti osteoblas dan sementum dapat terbentuk. Sebaliknya,

beberapa penelitian yang menggunakan penghantaran growth factors

spesifik, scaffold, dan sel punca menunjukkan secara histologis bahwa

jaringan pulpa yang terbentuk hampir memenuhi semua kriteria dari

kompleks pulpa-dentin, termasuk menghasilkan sel dengan fenotip seperti

odontoblas. Oleh karena itu, masih dibutuhkan banyak penelitian yang

dapat mengevaluasi efek dari penambahan growth factors spesifik dan

scaffold untuk menentukan apakah elemen-elemen ini mempengaruhi

regenerasi dari kompleks pulpa-dentin secara histologis pada pasien.3

Salah satu hal yang menentukan keberhasilan dari perawatan

endodontik regeneratif ini adalah dengan melakukan disinfeksi sistem

saluran akar tanpa menghalangi proses penyembuhan dan integrasi dari

rekayasa jaringan pulpa di dalam saluran akar. Prosedur disinfeksi terdiri

dari penggunaan bahan irigasi dan peletakkan obat saluran akar selama

beberapa minggu. Pemilihan bahan irigasi dan obat saluran akar sangat

penting karena dapat memberikan efek terhadap kelangsungan hidup sel

punca yang akan beregenerasi selain sifat antibakterinya. Terdapat

beberapa keuntungan dari pendekatan teknik revaskularisasi ini

diantaranya, teknik ini sederhana dan dapat diselesaikan dengan obat dan

alat tanpa teknologi yang mahal. Selain itu, regenerasi jaringan pulpa

dengan menggunakan sel darah pasien sendiri dapat mencegah

kemungkinan terjadinya penolakan sistem imun.25

Keberhasilan dari perawatan ini hanya dapat diketahui secara klinis

dan tidak dapat dilakukan pemeriksaan histologis. Pemeriksaan yang dapat

dilakukan adalah uji vitalitas seperti uji termal panas, dingin, dan listrik;

laser Doppler blood flowmetry; dan tidak adanya gejala dari kelainan

periapikal. Magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan

kemampuannya untuk membedakan antara pulpa gigi yang vital dan

nonvital, namun mesin MRI sangat mahal. Sehingga hasil klinis yang ideal

adalah gigi asimtomatik yang tidak membutuhkan perawatan ulang.9

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 25: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

10 

 

Universitas Indonesia

 

1.2 Rekayasa Jaringan

Rekayasa jaringan merupakan gabungan dari cabang-cabang

biologi dan merupakan suatu ilmu yang berfokus pada regenerasi jaringan

dan bukan perbaikan jaringan. Menurut Langer dan Vacanti, rekayasa

jaringan adalah bidang interdisiplin yang menerapkan prinsip rekayasa dan

ilmu pengetahuan untuk mengembangkan bahan biologis, yang bertujuan

untuk merestorasi, mempertahankan, atau meningkatkan fungsi jaringan.21

MacArthur dan Oreffo mendefinisikan rekayasa jaringan sebagai

pemahaman dari prinsip pertumbuhan jaringan dan pengaplikasiannya

untuk menghasilkan jaringan pengganti secara klinis.26 Selain itu Murray

dkk mendefinisikan rekayasa jaringan sebagai penggunaan strategi

terapeutik biologis yang bertujuan untuk menggantikan, memperbaiki,

mempertahankan, serta meningkatkan fungsi jaringan yang rusak akibat

penyakit atau cedera. Walaupun banyak definisi tentang proses regenerasi,

namun dalam praktiknya istilah ini merujuk pada perbaikan atau

penggantian jaringan secara fungsional.9

Faktor-faktor yang harus tersedia pada teknik rekayasa jaringan

adalah sumber sel punca/ progenitor yang sesuai, growth factors, dan

scaffold untuk mengontrol perkembangan dari jaringan yang dituju. Ketiga

faktor ini merupakan triad rekayasa jaringan (Gambar 2.2), dimana tiap

komponen dari triad ini dapat diimplementasikan dalam berbagai cara,

secara tunggal atau kombinasi.3

Gambar 2.2. Triad rekayasa jaringan.3

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 26: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

11 

 

Universitas Indonesia

 

Faktor pertama dari rekayasa jaringan adalah sumber sel-sel yang

dapat berdiferensiasi menjadi komponen jaringan yang diinginkan. Sel

punca ditemukan di dalam pulpa gigi, ligamen periodontal maupun

jaringan periapeks. Faktor kedua adalah growth factors atau mediator

penginduksi jaringan lainnya. Sel punca memiliki kapasitas untuk

berdiferensiasi menjadi berbagai fenotip sel tergantung dari turunannya

dan paparan dari growth factors. Faktor yang ketiga adalah scaffold

(perancah). Scaffold berperan dalam meregulasi diferensiasi sel punca

dengan melepaskan growth factors lokal atau dengan pensinyalan yang

diinisiasi jika sel punca berikatan dengan matriks ekstrasel dan dengan sel

punca lain. Scaffold ada yang endogen/ alami (seperti kolagen, dentin) atau

substansi sintetik/ buatan (seperti hidrogel, MTA dan senyawa lainnya).3

Gambar 2.3. Simulasi rekayasa jaringan

1.2.1 Sel Punca

Sel punca didefinisikan sebagai sel yang klonogenik yaitu memiliki

kemampuan untuk terus membelah dan memproduksi sel-sel progenitor

yang dapat berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel atau jaringan.9, 27 Sel

punca dapat memperbaharui diri sendiri sehingga dapat menghasilkan

jaringan apapun sepanjang hidupnya. Hal inilah yang merupakan kunci

dari keberhasilan suatu perawatan.27

Sel  Scaffold Growthfactors 

Konstruksi rekayasa jaringan  

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 27: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

12 

 

Universitas Indonesia

 

Kini, sel punca telah banyak digunakan dalam berbagai macam

disiplin ilmu medis untuk perbaikan dan/ atau regenerasi dari jaringan dan

organ yang defektif (seperti tulang, ligamen, jantung). Sel punca umumnya

dikategorikan berdasarkan asalnya menjadi embrionik dan dewasa (pasca-

natal atau somatik).8, 27 Identifikasi jenis sel ini adalah penting artinya

karena masing-masing sel punca tersebut memiliki potensi diferensiasi

yang berbeda untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel yang spesifik.

Plastisitas dari sel punca didefinisikan sebagai kemampuan suatu

sel untuk menghasilkan jaringan yang berbeda. Berdasarkan plastisitasnya

sel punca juga dibagi menjadi subdivisi totipoten, pluripoten, dan

multipoten. Sel punca totipoten didapat dari sel-sel embrio muda yang

berusia 1-3 hari, tiap selnya dapat berkembang menjadi satu organisme

baru. Sel punca lainnya adalah sel punca pluripoten yang didapatkan dari

sel embrio dan sel-sel ini dapat membentuk semua jenis sel. Jenis sel

punca yang terakhir adalah sel punca multipoten yang merupakan sel

punca dewasa yang mampu menciptakan berbagai galur sel. Tipe pertama

dan kedua merupakan sel punca embrionik dan yang terakhir adalah sel

punca dewasa termasuk sel punca gigi.9, 28

Sel punca dikategorikan berdasarkan sumbernya dan aplikasi klinis

yang paling praktis pada terapi sel punca adalah dengan menggunakan sel

donor pasien itu sendiri. Sel punca autologenik didapatkan dari individual

yang sama dengan individu yang akan diimplan. Sel-sel punca didapatkan

dari sumsum tulang belakang, darah perifer, lemak, ligamen periodontal,

mukosa oral, atau kulit. Untuk mencapai endodontik regeneratif, sel yang

dapat dipakai adalah sel punca dewasa autogenik.9 Kelebihan dari aplikasi

autogenik adalah tidak menginduksi respon imun seperti reaksi penolakan

jaringan.22 Sel-sel alogenik berasal dari donor spesies yang sama,

contohnya adalah sel darah untuk transfusi darah, sel sumsum tulang untuk

transplantasi sumsum tulang. Yang terakhir adalah sel-sel xenogenik

adalah sel yang diisolasi dari individu dengan spesies yang berbeda.9

Sel punca mesenkimal dewasa (MSC) merupakan sel multipoten

yang memiliki kapasitas pembaharuan diri yang tinggi dan berpotensi

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 28: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

13 

 

Universitas Indonesia

 

untuk berdiferensiasi menjadi galur mesodermal yang membentuk

kartilago, tulang, jaringan lemak, otot skeletal dan stroma dari jaringan

ikat.8, 27 MSC ditemukan di dalam stroma sumsum tulang belakang

dewasa.8 MSC dikarakteristikkan secara in vitro oleh ekspresi marker

seperti STRO-1, CD146 atau CD44. STRO-1 yang merupakan antigen

permukaan sel yang digunakan untuk mengidentifikasi prekursor

osteogenik di dalam sumsum tulang,

Terdapat beberapa tipe sel punca mesenkimal dewasa (MSC) di

dalam rongga mulut yang dilaporkan dapat berdiferensiasi menjadi sel lir

odontoblas, yaitu dental pulp stem cells (DPSC), stem cells of human

exfoliated deciduous teeth (SHED), stem cells of the apical papilla

(SCAP), dental follicle progenitor cells (DFPC), periodontal ligament

stem cells (PDLSC) dan bone marrow-derived mesenchymal stem cells

(BMMSC) (Gambar 2.3).22

Gambar 2.4. Ilustrasi skematik dari sumber sel punca dewasa potensial di dalam rongga

mulut.3

Dental pulp stem cells (DPSC) merupakan sel punca yang berasal

dari gigi yang pertama kali diisolasi. Sel ini didapat dari jaringan pulpa

yang dihancurkan secara enzimatik dari gigi molar tiga yang impaksi.

Morfologi sel ini seperti fibroblas dan dapat mempertahankan tingkat

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 29: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

14 

 

Universitas Indonesia

 

proliferasi yang tinggi bahkan setelah subkultur yang banyak.8 DPSC yang

dinamakan juga dengan sel-sel odontoblastoid karena sel ini dapat

mensintesis dan mensekresi matriks dentin seperti sel odontoblas dengan

sinyal-sinyal tertentu. Sinyal-sinyal tersebut antara lain adalah bahan yang

mengandung kalsium hidroksida atau kalsium fosfat yang biasa digunakan

sebagai bahan pulp capping.27

DPSC memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri dan memiliki

tingkat diferensiasi yang tinggi. DPSC masih membawa informasi

morfogenetik yang berasal dari sel papila apikal (SCAP) pada tahap awal

odontogenesis. Karakteristik dan potensi diferensiasi multilini dari DPSC

menjadikannya memiliki peran yang menjanjikan pada perawatan

regeneratif. Tidak ada biomarker spesifik yang dapat mengidentifikasi

DPSC. Namun DPSC mengekspresikan beberapa marker seperti marker

sel punca mesenkim yaitu STRO-1 dan CD146. 8

Stem cells of the apical papilla (SCAP) berpotensi untuk

berdiferensiasi menjadi odontoblas. Selama proses pembentukan gigi,

papila gigi berkembang menjadi pulpa dan berkontribusi dalam

perkembangan akar. Pulpa berada menempel pada akar yang sedang

berkembang dan dipisahkan dari jaringan pulpa oleh cell rich zone. SCAP

menunjukkan tingkat proliferatif yang lebih tinggi dan lebih efektif

dibandingkan dengan DPSC dalam formasi gigi. Selain itu, SCAP juga

memiliki kemampuan yang lebih baik dalam formasi jaringan lir dentin,

kapasitas regenerasi dentin, dan motilitas sel.29 Seperti sel punca gigi yang

lain, SCAP mengekspresikan marker permukaan mesenkimal seperti

STRO-1 dan CD146.

SCAP memiliki kapasitas untuk mengalami diferensiasi

dentinogenik, oseteogenik, adipogenik, kondrogenik dan neurogenik.8

Hasil penelitian Sonoyama dkk (2008), SCAP yang ditransplantasikan ke

tikus dengan matriks yang sesuai membentuk strukur lir dentin-pulpa

dengan sel-sel lir odontoblas.30 Yang paling penting adalah SCAP sangat

mudah didapat karena dapat diisolasi dari gigi molar tiga manusia.27

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 30: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

15 

 

Universitas Indonesia

 

Stem cells of human exfoliated deciduous teeth (SHED) dapat

diisolasi dari jaringan pulpa di mahkota gigi sulung.8 SHED memiliki

tingkat proliferasi yang tinggi dibandingkan DPSC. Sel ini menunjukkan

plastisitas yang tinggi karena sel ini dapat berdiferensiasi menjadi neuron,

adiposit, osteoblas dan odontoblas.27 SHED mengekspresikan marker

MSC yaitu STRO-1 dan SD146. Tidak seperti DPSC, SHED tidak

membentuk kompleks dentin-pulpa setelah transplantasi in vivo. Hal ini

mengindikasikan bahwa SHED memiliki potensi diferensiasi odontogenik

yang berbeda dari DPSC. SHED tidak dapat berdiferensiasi menjadi

osteoblas atau osteosit, namun dapat menginduksi sel inang untuk

melakukan diferensiasi osteogenik. Dengan demikian SHED memiliki

potensi osteoinduktif.8

Periodontal ligament stem cells (PDLSC) adalah jaringan spesifik

yang berlokasi antara sementum dan tulang alveolar dan berperan dalam

sistem penyangga gigi.27 Selain itu PDL juga berkontribusi dalam

pemberian nutrisi, homeostasis dan proses perbaikan. Regenerasinya

berhubungan dengan progenitor mesenkimal dari folikel gigi. PDL

mengandung sel STRO-1 positif yang memiliki plastisitas karena dapat

berkembang menjadi fenotip adipogenik, osteogenik dan kondrogenik in

vitro. Oleh karena itu PDL sendiri mengandung progenitor yang dapat

diaktivasi untuk memperbaharui diri dan beregenerasi menjadi jaringan

sementum dan tulang alveolar.8, 27

Bone marrow-derived mesenchymal stem cells (BMMSC) telah

diuji kemampuannya untuk membentuk jaringan periodontal. Sel-sel ini

secara in vivo dapat membentuk sementum, PDL dan tulang alveolar

setelah implantasi ke dalam jaringan periodontal yang rusak. Oleh karena

itu, sumsum tulang dapat menjadi sumber alternatif dari MSC untuk

perawatan penyakit periodontal. BMMSC memiliki banyak kesamaan

karakteristik dengan DPSC dan keduanya dapat membentuk struktur lir

tulang atau lir gigi. Namun BMMSC menunjukkan potensi odontogenik

yang lebih rendah daripada DPSC yang mengindikasikan bahwa MSC dari

asal embrionik yang berbeda tidak ekuivalen.27

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 31: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

16 

 

Universitas Indonesia

 

1.2.2 Growth Factors

Growth factors merupakan sinyal ekstraselular yang mengatur

pembelahan atau spesialisasi dari sel punca menjadi jenis sel yang

diinginkan dan memperantarai proses selular dalam regenerasi jaringan.31

Beberapa growth factors telah dievaluasi kemampuannya untuk memicu

diferensiasi populasi sel punca mesenkim tertentu menjadi sel lir

odontoblas. Komposisi growth factors yang berbeda dapat mengubah

diferensiasi suatu sel, contohnya di dalam populasi sel yang sama sel dapat

mengekspresikan marker dari odontoblas, kondrosit, atau adiposit

tergantung dari kombinasi growth factors yang dipaparkan.22

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dentin atau aplikasi

dentin dapat mendukung pembentukan fenotip odontoblas. Hal ini

disebabkan oleh banyak growth factors yang tertanam dalam matriks

dentin selama proses dentinogenesis. Selain itu, aplikasi dari

ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) dapat melepaskan TGF-β1 yang

imunoreaktif dari dentin manusia, dengan perbandingan aktivitas yang

lebih kecil dilepaskan setelah perawatan dengan Ca(OH)2, natrium

hipoklorit (NaOCl), mineral trioxide aggregate 2 atau asam sitrat. Selain

itu, dentin mengandung protein nonkolagen yang dapat menginduksi

diferensiasi odontoblas atau angiogenesis.22

1.2.3 Scaffold

Scaffold merupakan analog dari matriks ekstraselular yang dapat

mendukung adhesi sel, proliferasi, diferensiasi, dan sekresi mariks

ekstraselular alami.32 Scaffold dapat diimplantasikan secara tunggal atau

dikombinasi dengan sel punca dan growth factor untuk menyediakan

microenvironment secara tiga dimensi baik secara fisikokimia maupun

biologis atau konstruksi jaringan bagi pertumbuhan dan diferensiasi sel.22,

31 Untuk mencapai rekonstruksi jaringan, scaffold harus memenuhi syarat

yaitu mempunyai porositas yang tinggi untuk memfasilitasi pemberian

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 32: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

17 

 

Universitas Indonesia

 

nutrisi bagi sel serta harus bersifat biodegradable supaya scaffold dapat

diabsorbsi oleh jaringan sekitarnya.31

Scaffold dapat diklasifikasi berdasarkan asalnya menjadi alami atau

buatan. Scaffold alami adalah kolagen, glikosaminoglikan, matriks dentin

terdemineralisasi, dan fibrin. Kolagen merupakan komponen utama dari

matriks ekstraselular dan memberikan tensile strength yang besar pada

jaringan. Contohnya adalah platelet-rich plasma (PRP). PRP merupakan

scaffold autologus, cenderung mudah didapat dan disiapkan di klinik,

mengandung banyak growth factor, terdegradasi seiring dengan

bertambahnya waktu, dan membentuk matriks fibrin tiga dimensi.22

Scaffold buatan merupakan polimer sintetik contohnya adalah

polylactic acid (PLA), polyglycolic acid (PGA), polylactic-coglycolic acid

(PLGA), polyepsilon caprolactone, hidroksiapatit/ trikalsium fosfat,

biokeramik, titanium, dan hidrogel seperti alginat atau jenis-jenis

polyethylene glycol (PEG). Selain itu kombinasi scaffold dengan growth

factor tertentu merupakan kombinasi yang penting untuk perkembangan

optimal dari sel lir odontoblas.22

1.3 Macam-macam Obat Saluran Akar

Obat saluran akar digunakan untuk membantu meningkatkan

prediktabilitas dan prognosis dari perawatan endodontik. Saluran akar

yang ideal harus dapat mengeliminasi atau membunuh bakteri di dalam

sistem saluran akar yang masih ada setelah preparasi kemomekanis. Selain

itu obat saluran akar juga harus dapat mengurangi inflamasi dan

meredakan nyeri, membantu mengeliminasi eksudat jika ada, mencegah

atau menghentikan resorpsi akar, serta mencegah reinfeksi dari sistem

saluran akar.14, 33, 34

Teknik instrumentasi saluran akar cenderung membentuk hasil

preparasi yang bulat sehingga meninggalkan area yang tidak

terinstrumentasi yang dapat menjadi tempat berkumpulnya debris.

Diperkirakan sebanyak 50% dari dinding saluran akar yang tidak

terpreparasi. Jaringan nekrotik yang tersisa dapat menjadi nutrisi bakteri

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 33: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

18 

 

Universitas Indonesia

 

yang masih ada di dalam tubulus.34 Oleh karena itu obat saluran akar

sangat dibutuhkan dalam prosedur perawatan endodontik.

1.3.1 Antibiotik

Obat saluran akar golongan ini dapat berupa satu atau kombinasi

dari beberapa antibiotik, dan kadang dicampur dengan senyawa lain

seperti kortikosteroid.34 Menurut Gulabivala tidak ada antibiotik tunggal

yang dapat melawan bakteri saluran akar, sehingga digunakan kombinasi

antibiotik dengan aktivitas yang berbeda. Sediaan antibiotik saluran akar

yang umum tersedia adalah dalam bentuk pasta. Substansi ini tidak

bersifat toksik terhadap jaringan periapeks namun penggunaannya perlu

dipertimbangkan kemungkinan akan terbentuknya resistensi, adanya

respon alergi pasien serta terjadinya diskolorasi gigi.33 Aplikasi lokal

antibiotik di dalam sistem saluran akar merupakan cara yang lebih efektif

dibandingkan dengan melalui administrasi sistemik.35

1.3.1.1 Triple Antibiotic Paste (TAP)

Penggunaan bahan antibiotik secara topikal dalam saluran akar

banyak dilakukan, karena sifatnya yang tidak toksik terhadap jaringan

periapeks dan kemampuan antibakterinya yang sudah terbukti. Namun

karena bakteri yang menyebabkan infeksi di dalam saluran akar terdiri

bakteri aerob dan anaerob serta sistem saluran akar yang kompleks, tidak

ada antibiotik yang dapat mendisinfeksi secara efektif semua saluran akar.

Penelitian in vitro yang dilakukan oleh Hoshino dkk menunjukkan bahwa

penggunaan antibiotik tunggal tidak dapat mengeliminasi semua bakteri,

namun jika dikombinasikan obat antibakteri tersebut dapat mensterilisasi

sampel.16 Oleh karena itu perlu dibuat kombinasi dari beberapa antibiotik

untuk dapat membunuh semua mikroba yang ada. Selain itu dengan

menggunakan cara kombinasi, dapat menurunkan kemungkinan resistensi

bakteri.18, 34, 36

Triple antibiotic paste merupakan campuran dari ciprofloxacin,

metronidazole, dan minocycline/ doxycycline di dalam macrogol dan

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 34: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

19 

 

Universitas Indonesia

 

propylene glycol yang diaduk sampai konsistensi pasta dempul.16, 37 TAP

diletakkan di dalam saluran akar dan berkontak dengan jaringan pulpa

nekrotik selama 1 bulan sebelum dilakukan prosedur revaskularisasi.13

Penelitian in situ yang dilakukan oleh Sato dkk menunjukkan bahwa TAP

sangat efektif dalam membunuh bakteri pada lapisan dentin yang dalam.11

TAP juga digunakan pada laporan kasus yang dipublikasikan oleh Iwaya

dkk dan Banchs dan Trope yang mendemonstrasikan disinfeksi dan

revaskularisasi dari gigi imatur dengan periodontitis apikalis.17

Ciprofloxacin merupakan bakterisidal yang beraksi melalui inhibisi

DNAgyrase yang menyebabkan degradasi DNA. Aktivitas bakterisidalnya

bertahan selama fase multiplikasi dan juga pada fase istirahat bakteri.

Ciprofloxacin memiliki aktivitas yang poten terhadap bakteri Gram-negatif

namun sangat terbatas terhadap bakteri Gram-positif. Hampir semua

bakteri anaerob resisten terhadap ciprofloxacin, oleh karena itu antibiotik

ini seringkali dikombinasikan dengan metronidazole. Black dkk

menyatakan bahwa jika diaplikasikan sebagai obat saluran akar pada dosis

yang rendah, efek sampingnya menjadi minimal.18

Metronidazole merupakan antimikroba bakterisid yang memiliki

spektrum luas terhadap bakteri anaerob obligat dan juga terhadap bakteri

yang menyebabkan nekrosis pulpa. Aktivitas antibakterinya sangat kuat

terhadap bakteri Gram-negatif dan Gram-positif. Mekanisme kerjanya

dengan cara masuk ke dalam membran sel bakteri untuk mengikat DNA

dan merusak struktur heliksnya yang menyebabkan kematian sel.18 Lebih

dari 99% bakteri yang diisolasi dari lesi karies pada gigi permanen tidak

dapat hidup setelah dipapar dengan metronidazole 10µg/ml.16, 37, 38

Tetracycline, diantaranya adalah doxycycline dan minocycline

merupakan kelompok antimikroba bakteriostatik. Kelompok ini memiliki

spektrum yang luas terhadap mikroorganisme Gram-positif dan Gram-

negatif. Antibiotik ini dapat mengakses sel bakteri melalui difusi pasif ke

membran luar dan diikuti dengan transpor aktif ke membran dalam.

Selanjutnya terjadi inhibisi sintesis protein pada permukaan ribosom.

Minocycline dan doxycycline merupakan turunan semisintetik dari

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 35: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

20 

 

Universitas Indonesia

 

tetracycline dengan aktivitas yang sama.18 Penggunaannya di dalam

saluran akar dapat menyebabkan diskolorasi gigi dan menyebabkan

masalah kosmetik sehingga kombinasinya seringkali dimodifikasi dengan

menggunakan antibiotik lain seperti cefaclor, cefrodaxine, fosfomycin,

rokitamycin.14, 33, 37

1.3.1.2 Ledermix®

Ledermix® pertama kali dikembangkan oleh Schroeder dan Triadan

pada tahun 1960. Pasta Ledermix® digunakan secara komersial sebagai

obat saluran akar yang memiliki komponen antibiotik (demeclocycline

calcium 3.2% yang merupakan turunan dari tetracycline) dan komponen

steroid (triamcinolone acetonide 1%). Kedua komponen ini dicampur

dengan basis polyethylene glycol. Pasta ini merupakan bahan yang non-

setting dan larut dalam air.14, 34, 39-41

Triamcinolone acetonide merupakan kortikosteroid poten yang

sangat efektif untuk mengeliminasi atau mengurangi reaksi inflamasi.

Namun penggunaan topikal dari steroid dapat menurunkan mekanisme

pertahanan tubuh yang dapat memberikan akses bakteri untuk masuk ke

sirkulasi sistemik. Oleh karena itu Schroeder menambahkan antibiotik

spektrum luas yang efektif terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-

negatif untuk mencegah invasi bakteri.42

Komponen terapeutik Ledermix® ini dapat berdifusi melalui

tubulus dentin dan sementum untuk mencapai jaringan periodontal dan

periapikal.14,35 Agen aktif ini dilepaskan ke dalam sistem saluran akar

dengan cepat pada hari pertama dan makin lama menurun secara

eksponensial.39,43 Heling dan Pecht mengevaluasi keefektifan dari

Ledermix® dalam mendisinfeksi tubulus dentin. Temuannya adalah bahwa

Ledermix® efektif mengurangi Staphylococcus aureus di dalam tubulus

dentin setelah 7 hari inkubasi, Ledermix® tidak efektif setelah 24 jam.44

Oleh karena itu penggunaannya disarankan oleh Abbot dkk untuk

ditinggalkan di dalam saluran akar selama 2 sampai 12 minggu bergantung

pada kondisi patologisnya.45

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 36: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

21 

 

Universitas Indonesia

 

Beberapa penelitian tentang efek Ledermix® terhadap jaringan

periapeks telah dilakukan. Penelitian in vivo yang dilakukan oleh Pierce

dkk menyimpulkan bahwa Ledermix® merupakan obat saluran akar yang

efektif untuk perawatan resorpsi akar peradangan pada gigi yang trauma

karena Ledermix® tidak memiliki efek yang merusak jaringan ligamen

periodonsium.46 Selain itu, Bryson dkk meneliti penggunaan pasta

Ledermix® pada gigi anjing yang avulsi menunjukkan bahwa 59%

permukaan akar menunjukkan penyembuhan setelah replantasi

dibandingkan dengan jika digunakan kalsium hidroksida dengan

penyembuhan hanya sebesar 14%.47

Pasta Ledermix® juga dapat dicampur dengan kalsium hidroksida

atau pasta Pulpdent, khususnya digunakan untuk perawatan gigi imatur

yang nekrosis.48 Taylor dkk yang meneliti viabilitas sel fibroblas tikus

yang dipapar dengan pasta Ledermix® dan Pulpdent® menunjukkan bahwa

Ledermix® dapat mematikan fibroblas tikus pada konsentrasi 0,001 mg/ml,

sedangkan Pulpdent® pada konsentrasi 1 mg/ml. Efek toksik dari

Ledermix® sedikit dihambat dengan mencampurkannya dengan

Pulpdent®.20 Campuran Ledermix® dan kalsium hidroksida yang dibuat

dengan perbandingan 50:50 menghasilkan pelepasan dan difusi komponen

pasta Ledermix® yang lebih lama sehingga obat saluran akar dapat

bertahan lebih lama di dalam saluran akar.43 Thong dkk juga

membandingkan efek Pulpdent® dan Ledermix® terhadap penyembuhan

dan resorpsi akar setelah replantasi. Hasilnya adalah bahwa inflamasi

ligamen periodontal dan resorpsi akar peradangan dihambat oleh kalsium

hidroksida dan kortikosteroid-antibiotik.49

1.3.2 Kalsium hidroksida (Ca(OH)2)

Penggunaan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dalam perawatan

endodontik pertama kali diperkenalkan oleh Herman pada tahun 1920.

Saat ini, kalsium hidroksida merupakan obat saluran akar yang sering

digunakan. Kalsium hidroksida memiliki kelarutan yang rendah di dalam

air, pH yang tinggi (sekitar 12.5-12.8), dan tidak larut di dalam alkohol.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 37: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

22 

 

Universitas Indonesia

 

Sifat biologisnya antara lain, biokompatibilitas karena kelarutannya yang

rendah dan difusi yang terbatas sehingga mampu memicu penyembuhan

jaringan keras periapikal di sekitar gigi serta mencegah resorpsi akar dan

stimulasi penyembuhan periapikal setelah trauma.34

Pasta kalsium hidroksida membunuh bakteri dengan kontak

langsung melalui efek pH. Aktivitas antimikrobanya dengan pelepasan dan

difusi ion hidroksil (OH-) yang menciptakan lingkungan yang sangat basa

dan tidak kondusif untuk kelangsungan hidup mikroorganisme. Kecepatan

difusi ion hidroksil lambat karena adanya kapasitas buffer dentin. Ion

kalsium berguna memberikan efek terapeutik yang dimediasi melalui

kanal ion yaitu stimulasi, migrasi, proliferasi sel dan mineralisasi.34

Telah banyak penelitian yang mendukung keefektifan dari

antibakteri kalsium hidroksida dan penggunaannya sebagai obat saluran

akar antar kunjungan dalam perawatan endodontik.14 Efek antibakteri dari

kalsium hidroksida berdasarkan beberapa mekanisme yaitu aksi kimia dan

fisik. Aksi kimianya adalah dengan ion hidroksilnya yang dapat merusak

membran sitoplasma mikroba, menekan aktivitas enzim dan mengganggu

metabolisme sel, serta inhibisi replikasi DNA dengan memotongnya.

Kalsium hidroksida juga memiliki kemampuan untuk menghidrolisis lipid

dari lipopolisakarida (LPS) bakteri yang kemudian dapat menginaktivasi

aktivitas biologis dari lipopolisakarida dan mengurangi efeknya. Hal ini

sangat penting karena bahan dinding sel bakteri yang mati dapat terus

menstimulasi respon peradangan di dalam jaringan periradikular.14 Secara

fisik, kalsium hidroksida beraksi sebagai barrier yang mengisi ruang di

dalam saluran dan mencegah masuknya bakteri ke sistem saluran akar dan

membunuh sisa mikroorganisme dengan menahan pertumbuhan substrat

dan membatasi ruang untuk bermultiplikasi.34

Penelitian yang dilakukan oleh Min dkk, Yasuda dkk, Furey dkk

menunjukkan bahwa kalsium hidroksida dapat menurunkan viabilitas sel

pada sel kultur pulpa dan sel punca benih gigi manusia.50 Hal ini karena

kalsium hidroksida menyebabkan nekrosis di daerah yang berdekatan

dengan mineralisasi. Schroeder dan Granath menyatakan bahwa lapisan

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 38: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

23 

 

Universitas Indonesia

 

nekrosis tersebut menghasilkan iritasi ringan pada jaringan dibawahnya

sehingga terbentuk matriks yang termineralisasi. Kalsium tertarik ke

daerah tersebut dan terbentuk mineralisasi dari matriks kolagen.

Gulabivala juga menyebutkan bahwa bahan ini dapat mengiritasi jika

terekstrusi dan dapat menyebabkan nekrosis terlokalisasi yang self-

limiting. Ekstrusi dapat diikuti dengan nyeri yang parah selama 12-24 jam.

Oleh karena itu disarankan untuk menyampur bahan ini dengan pasta

steroid.33 Namun penelitian Ruparel dkk menunjukkan bahwa kalsium

hidroksida pada semua konsentrasi dapat mempertahankan kelangsungan

hidup sel. Temuan ini juga sejalan dengan hasil dari beberapa penelitian

yang mengatakan bahwa kalsium hidroksida memiliki potensi untuk

menginduksi perbaikan dengan formasi barrier jaringan keras pada

perawatan endodontik pulpa vital atau formasi dentin reaksioner ketika

digunakan sebagai liner pada prosedur pulp capping indirek.10, 33

Kalsium hidroksida dapat dibuat dengan mencampur bubuk dengan

air steril, salin, maupun larutan anestetikum, atau terdapat di pasaran

sediaan yang sudah dibuat steril oleh pabrik menjadi kemasan siap pakai.

Campurannya harus kental atau konsistensinya seperti pasta sehingga

dapat membawa partikel kalsium hidroksida sebanyak mungkin ke dalam

saluran akar. Untuk keefektifan yang maksimal, saluran akar harus diisi

dengan homogen sampai sepanjang kerja.14 Namun terdapat beberapa

hambatan dalam penggunaan kalsium hidroksida yaitu dalam

pembersihannya dari dalam saluran akar yang biasanya meninggalkan

20% sampai 45% pada permukaan dinding saluran akar bahkan setelah

irigasi yang banyak dengan salin, NaOCl, atau EDTA.33 Sisa-sisa kalsium

hidroksida dapat mempengaruhi setting time dari siler saluran akar

berbasis zinc oxide eugenol.33, 34

1.4 Efek Obat Saluran Akar terhadap Viabilitas Sel Punca

Obat saluran akar digunakan dalam perawatan endodontik untuk

menghambat proliferasi dan mengeliminasi bakteri di dalam saluran akar

yang masih ada setelah pembersihan kemomekanis khususnya bakteri di

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 39: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

24 

 

Universitas Indonesia

 

lapisan dentin yang lebih dalam serta meminimalisasi bakteri baru yang

masuk dari saluran akar lateral. Penggunaan obat saluran akar sangat

penting pada prosedur perawatan endodontik regeneratif karena

instrumentasi yang dilakukan minimal atau tanpa instrumentasi sama

sekali. Dengan kata lain keberhasilan dari perawatan endodontik

regeneratif sangat dipengaruhi oleh disinfeksi dari saluran akar dan bahan-

bahan yang digunakan untuk disinfeksi tersebut.10

Obat saluran akar yang sering digunakan pada perawatan

endodontik regeneratif antara lain adalah berbagai kombinasi dari

antibiotik, khususnya TAP dan kalsium hidroksida. Penelitian-penelitian

telah dilakukan untuk mengevaluasi toksisitas dari obat-obat saluran akar

tersebut terhadap viabilitas sel punca. Secara garis besar efek antibakteri

dari obat-obat saluran akar telah diketahui sangat efektif terhadap bakteri

di dalam saluran akar, namun beberapa obat memiliki efek toksik terhadap

sel punca mesenkim manusia.10

Triple Antibiotic Paste digunakan pada hampir semua penelitian

regeneratif. Ruparel dkk meneliti efek obat saluran akar terhadap

kelangsungan hidup sel punca pada prosedur endodontik regeneratif dan

menyatakan bahwa TAP memiliki efek letal pada konsentrasi 1-6 mg/ml,

namun pada konsentrasi 0.1 mg/ml efek toksiknya tidak ada.10 Hasil yang

sama juga dinyatakan oleh penelitian Phumpatrakom dan Srisuwan bahwa

1 mg/ml TAP memiliki toksisitas yang sangat tinggi terhadap sel pulpa

dengan kematian sel sebesar 100% setelah dipapar selama 7 hari.51

Sedangkan aplikasi kalsium hidroksida tidak memiliki efek yang

mematikan terhadap sel punca, bahkan kalsium hidroksida dengan

konsentrasi yang tinggi dapat meningkatkan proliferasi/ kelangsungan

hidup sel punca pulpa.10 Obat saluran akar lain yang masih digunakan

adalah Ledermix®. Taylor dkk menyatakan bahwa Ledermix® dapat

mematikan fibroblas tikus pada konsentrasi 0,001 mg/ml, sedangkan

Pulpdent® atau pasta kalsium hidroksida pada konsentrasi 1 mg/ml. Efek

toksik dari Ledermix® sedikit dihambat dengan mencampurkannya dengan

Pulpdent®.20

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 40: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

25 

 

Universitas Indonesia

 

Obat-obat saluran akar dapat mempengaruhi sel punca pada 2

waktu yang berbeda yaitu pada saat obat terekstrusi atau berdifusi ke

dalam pulpa atau efek dari residu antimikroba pada saat sel punca dibawa

ke dalam saluran akar melalui pendarahan. Beberapa obat saluran akar

pada konsentrasi tertentu memiliki efek yang mematikan terhadap

kelangsungan hidup sel. Oleh karena itu obat saluran akar yang digunakan

dalam prosedur endodontik regeneratif harus dipilih secara selektif dan

menggunakan konsentrasi yang sesuai untuk mendapatkan keefektifan

antibakteri namun tidak mengiritasi sel punca yang ada.10

1.5 Uji Imunofluoresens52-54

Imunofluoresens merupakan suatu teknik pewarnaan histokimia

dengan menggunakan reaksi antigen-antibodi dimana antibodi ditandai

dengan pewarna fluorescent dan kompleks antigen-antibodi divisualisasi

menggunakan mikroskop fluoresens. Dalam teknik ini, antibodi berikatan

secara kimiawi dengan pewarna seperti fluorescein isothiocyanate (FITC)

atau tetramethyl rhodamine isothiocyanate (TRITC). Antibodi yang sudah

ditandai ini berikatan (secara direk atau indirek) dengan antigen yang

sesuai kemudian dideteksi melalui teknik Imunofluoresens.

Terdapat dua metode imunofluoresens yaitu direk dan indirek.

Imunofluoresens direk lebih jarang dipakai karena antibodi berikatan

secara kimiawi dengan pewarna fluorescent. Pada metode indirek, antibodi

spesifik (antibodi primer) belum ditandai, kemudian antibodi anti-

immunoglobulin (antibodi sekunder) yang sudah ditandai dengan pewarna

fluorescent. diarahkan ke antibodi primer (Gambar 2.4).

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 41: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

26 

 

Universitas Indonesia

 

Gambar 2.5. Skema imunofluoresens direk dan indirek

Kelebihan dari teknik direk adalah waktu yang lebih singkat dan

prosedur penandaannya lebih sederhana. Pada kasus dimana terdapat

beberapa antibodi yang ditumbuhkan pada spesies yang sama, seperti 2

mouse monoclonal, diperlukan penandaan direk. Kekurangannya adalah

hasil yang didapat lebih tidak akurat, secara umum lebih mahal, lebih tidak

fleksibel dan prosedur penandaannya sulit dilakukan jika tidak terdapat

konjugat direk. Sedangkan kelebihan dari teknik indirek adalah memiliki

sensitivitas yang lebih tinggi daripada teknik direk. Hal ini disebabkan

oleh adanya amplifikasi dari sinyal pada immunofluoroscence indirek

karena lebih dari 1 antibodi sekunder dapat berikatan dengan tiap antibodi

primer. Antibodi sekunder yang diproduksi secara komersial biasanya

tidak mahal, tersedia dalam warna beberapa warna, dan kualitasnya

terkontrol. Sementara kekurangannya meliputi potensi reaktivitas silang

dan perlu memakai antibodi primer yang tidak dibuat pada spesies yang

sama.

1.6 Uji MTT55, 56

Viabilitas sel adalah kemungkinan sel untuk dapat bertahan hidup.

Viabilitas sel dapat digunakan sebagai ukuran sitotoksisitas dari suatu

bahan yang dapat dilihat dari adanya respon sel jangka pendek seperti

perubahan permeabilitas membrane atau gangguan metabolism tertentu.

Uji sitotoksisitas merupakan suatu metode untuk mengetahui apakah suatu

bahan bersifat toksik terhadap sel tertentu. Sitotoksisitas ditandai dengan

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 42: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

27 

 

Universitas Indonesia

 

adanya penurunan proliferasi sel/ viabilitas sel/ sintesis asam nukleat atau

protein.

Berbagai macam assay telah dikembangkan untuk mempelajari

viabilitas dan proliferasi dalam populasi sel. Assay yang paling modern

dan paling tepat adalah assay dengan format microplate (96-well plates).

Metode ini mengukur aktivitas meabolisme dari pertumbuhan sel setelah

diapapar dengan bahan yang akan diuji. Uji ini dapat dilakukan dengan

menggunakan substrat colorimetric MTT. MTT (3-(4,5-dimethythiazol-2-

yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide) yang merupakan garam tetrazolium

berwarna kuning yang larut dalam air.

MTT assay pertama kali diperkenalkan oleh Mosmann pada tahun

1983 untuk mengukur sitotoksisitas dan proliferasi sel atau aktivitas sel.

Prinsip dasarnya adalah untuk mengukur aktivitas selular berdasarkan

aktivitas succinate dehydrogenase di dalam mitokondria sel untuk

mereduksi garam methyhiazol tetrazolium (MTT). Pada proses

metabolisme, sel-sel yang hidup akan menghasilkan succinic

dehydrogenase. Enzim ini akan bereaksi dengan MTT dan membentuk

kristal formazan berwarna ungu yang jumlahnya sebanding dengan

aktivitas sel yang hidup karena kristal ini bersifat impermeable terhadap

membran sel yang mati.

Nilai absorbansi atau optical density (OD) dari kristal formazan

yang telah dilarutkan dapat diukur menggunakan spektrofotometer dengan

panjang gelombang antara 550-670 nm. Selanjutnya, viabilitas sel

dinyatakan dengan membandingkan nilai absorbansi kelompok perlakuan

dengan kelompok kontrol menggunakan rumus dari In Vitro Technologies

sebagai berikut:

Viabilitas sel = Nilai absorbansi kelompok perlakuan x 100% (% dari kontrol) Nilai absorbansi kelompok kontrol

Persentase dari viabilitas sel yang telah dihitung kemudian dikelompokkan

berdasarkan kriteria Dalh dkk sebagai berikut:57

1. Viabilitas sel <30% = sitotoksik berat

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 43: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

28 

 

Universitas Indonesia

 

2. Viabilitas sel 30%-60% = sitotoksik sedang

3. Viabilitas sel 60%-90% = sitotoksik rendah

4. Viabilitas sel >90% = tidak sitotoksik

1.7 Kerangka Teori

Tujuan akhir perawatan endodontik adalah tercapainya

kesembuhan yang biologis yaitu terjadinya regenerasi. Perawatan

endodontik konvensional yang dilakukan saat ini menghasilkan

kesembuhan jaringan berupa repair yaitu penggantian jaringan yang rusak

dengan material sintetik biokompatibel tetapi tidak mengembalikan fungsi

biologis dan bentuk fisik yang menyerupai jaringan sebelumnya. Konsep

perawatan endodontik regeneratif dilakukan untuk menggantikan jaringan

pulpa yang rusak atau hilang dengan jaringan baru yang memiliki struktur

dan fungsi yang sama.

Prosedur endodontik regeneratif ini dapat dicapai dengan

dilakukannya disinfeksi saluran akar dan diikuti dengan aplikasi teknik

rekayasa jaringan. Disinfeksi saluran akar pada konsep endodontik

regeneratif ini didapatkan dari irigasi saluran akar dan penggunaan obat-

obatan saluran akar. Pemilihan bahan disinfektan ini sangat penting karena

dapat memberikan efek terhadap sel punca dalam proses regenerasi selain

sifat antibakterinya. Pemeran utama pada rekayasa jaringan adalah sel

punca yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi jaringan yang

diinginkan. Sel punca yang �ropyl di dalam saluran akar yang steril akan

menghasilkan regenerasi dari sel pulpa yang vital.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 44: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

29 

 

Universitas Indonesia

 

Gambar 2.6. Kerangka teori

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 45: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

30 

 

Universitas Indonesia

 

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Sel punca mesenkim pulpa dipaparkan dengan TAP, Ledermix®,

dan kalsium hidroksida, kemudian viabilitas selnya diukur dengan uji

MTT.

Gambar 3.1. Kerangka Konsep.

3.2 Hipotesis

3.2.1 Hipotesis Mayor

Obat saluran akar triple antibiotic paste (TAP), Ledermix®, dan

kalsium hidroksida bubuk murni (Ca(OH)2) dapat menurunkan viabilitas

sel punca mesenkim pulpa.

3.2.2 Hipotesis Minor

1. Ledermix® dapat menurunkan viabilitas sel punca mesenkim pulpa

lebih rendah dibandingkan dengan TAP.

2. TAP dapat menurunkan viabilitas sel punca mesenkim pulpa lebih

rendah dibandingkan dengan Ca(OH)2.

3. Ledermix® dapat menurunkan viabilitas sel punca mesenkim pulpa

lebih rendah dibandingkan dengan Ca(OH)2.

30 

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 46: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

31 

 

Universitas Indonesia

 

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimental laboratorik

4.2 Sampel Penelitian dan Bahan Uji

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel punca

mesenkim dari pulpa gigi molar 3 permanen imatur dengan apeks yang

masih terbuka (kultur primer). Kriteria inklusinya adalah:

1. Gigi molar 3 permanen yang diindikasikan untuk diekstraksi

2. Pasien pria atau wanita dengan usia antara <20 tahun

3. Pemeriksaan radiografik menunjukkan bahwa gigi imatur pada

tahap perkembangan dengan apeks terbuka (>1.5 mm)

4. Pasien bersedia untuk berpartisipasi dan menandatangani

informed consent

Kriteria eksklusinya adalah:

1. Gigi molar 3 permanen dengan karies atau penyakit pulpa dan

periapikal

2. Kultur terkontaminasi jamur/ bakteri lain, warna media berubah

3. Sel-sel tidak tumbuh baik pada pasase 1 dan seterusnya

Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah Triple Antibiotic Paste (TAP)

yang merupakan campuran ciprofloxacin 200 mg (Bernofarm, Indonesia),

metronidazole 500 mg (Indofarma, Indonesia), dan doxycycline 100 mg

(OGB Dexa, Indonesia); Ledermix® (Riemser Pharma GmbH, Germany),

dan Ca(OH)2 (Merck, Germany) bubuk murni.

31

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 47: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

32 

 

Universitas Indonesia

 

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Studi

Satwa Primata Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dari bulan Juli-

Oktober 2014.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel Bebas

TAP, Ledermix®, dan Ca(OH)2 bubuk murni

4.4.2 Variabel Terikat

Viabilitas sel punca mesenkim pulpa.

4.5 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Pengukuran Skala

Sel punca

mesenkim

pulpa

(DPSC)

Sel punca diperoleh dari isolasi

kultur primer jaringan pulpa

gigi molar 3 dewasa muda

(<20 tahun). Sel ini dideteksi

dengan penanda molekuler

STRO-1 yang dipropagasi

secara in vitro.

Diidentifikasi dengan

uji imunofluoresens

untuk melihat

penandaSTRO-1.

Numerik

Triple

Antibiotic

Paste (TAP)

Pasta campuran antibiotik yang

terdiri 5 bagian campuran

antibiotik (ciprofloxacin

masukin merk, metronidazole,

dan doxycycline dengan rasio

1:1:1) yang dicampur dengan 1

bagian pelarut (macrogol dan

propylene glycol dengan rasio

1:1) sampai konsistensinya

dempul.58

Dilarutkan di dalam

DMEM dengan

konsentrasi 1 mg/ml

dan 0.1 mg/ml

Numerik

Ledermix® Pasta campuran triamcinolone

acetonide dengan konsentrasi

Dilarutkan di dalam

DMEM dengan

Numerik

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 48: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

33 

 

Universitas Indonesia

 

1% dan demeclocycline dengan

konsentrasi 3.2% dicampur

dengan basis polyethylene

glycol.

konsentrasi 1 mg/ml

dan 0.1 mg/ml

Kalsium

hidroksida

bubuk murni

(Ca(OH)2)

Kalsium hidroksida bubuk

murni dicampur dengan

aquades dengan rasio 2:1

sampai mencapai konsistensi

berbentuk pasta berpasir atau

slurry.

Dilarutkan di dalam

DMEM dengan

konsentrasi 1 mg/ml

dan 0.1 mg/ml

Numerik

Viabilitas sel Kemampuan sel untuk dapat

hidup setelah terpapar suatu

bahan/ senyawa bioaktif.

Uji MTT dihitung

pada microplate

reader dengan

panjang gelombang

595 nm dan

didapatkan nilai

optical density (OD).

Kemudian nilai

viabilitas sel

dinyatakan dalam

persen perbandingan

kelompok perlakuan

terhadap kelompok

kontrol.

Numerik

4.6 Alat, Bahan, dan Cara Kerja

4.6.1 Alat

1. Botol Schott

2. Tube 15 ml

3. Tube 50 ml

4. Flask 25 ml

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 49: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

34 

 

Universitas Indonesia

 

5. Vial

6. Centrifuge

7. 6 well plate

8. 96 microwell plate

9. Micropipettor

10. Tips micropippet

11. Syringe 50 ml

12. Sartorius Minisart single use syringe filter sterile-EO (0.20 µm)

13. Inkubator

14. Orbital Shaker

15. Microplate reader (Bio-Rad)

16. Biohazard cabinet

17. Vortexer

18. Mikroskop inverted

19. Mikroskop fluoresens

20. Hemocytometer glass

21. Scalpel

22. Kertas parafilm

23. Spidol

24. Masker dan sarung tangan

25. Carborandum Disc

26. Mikromotor

4.6.2 Bahan

1. Medium kultur: Dulbecco’s Modified Eagle Medium (DMEM), rendah

glukosa dan mengandung L-Glutamine, 110 mg/L Sodium Pyruvate

dan Pyridoxine Hydrochloride.

2. Penicillin – Streptomycin yang mengandung 10.000 Units/ml

Penicillin G Sodium dan 10.000 µg/ml Streptomycin Sulfate dalam

salin 0.85%

3. Fetal Bovine Serum (FBS)

4. Gigi molar 3 imatur yang baru diekstraksi

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 50: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

35 

 

Universitas Indonesia

 

5. Trypsin EDTA

6. Phosphate Buffer Saline (PBS)

7. Trypan blue

8. Slide chamber

9. Aceton methanol absolute

10. Primary antibody STRO-1 mouse monoclonal IgM (sc-47733)

11. Secondary antibody goat anti mouse IgM FITC (sc-2082)

12. Ciprofloxacin 200 mg (Bernofarm, Indonesia)

13. Metronidazole 500 mg (Indofarma, Indonesia)

14. Doxycycline 100 mg (OGB Dexa, Indonesia)

15. Ledermix® (Riemser Pharma GmbH, Germany)

16. Bubuk Ca(OH)2 (Merck, Germany)

17. Aquades

18. Larutan MTT 5 mg/ml

19. Ethanol

20. Evans blue

4.6.3 Cara Kerja

4.6.3.1 Persiapan Alat dan Bahan

Seluruh alat, bahan dan prosedur kerja harus dijaga agar tetap

steril. Oleh karena itu sebelum memulai penelitian, beberapa alat dan

bahan seperti tips micropippette, botol Schott, dan PBS disterilisasi dengan

autoclave (120 °C) selama 20 menit. Seluruh prosedur kerja dilakukan di

dalam biohazard cabinet.

4.6.3.2 Pembuatan Medium Kultur Lengkap (dilakukan di dalam biohazard

cabinet)

Medium kultur lengkap adalah medium DMEM yang mengandung

Penicillin Streptomycin dan FBS 20 %. Kemudian medium kultur tersebut

difiltrasi dengan menggunakan Sartorius Minisart single use syringe filter

sterile 50 ml dengan diameter 0.2 µm. Simpan di lemari pendingin.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 51: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

36 

 

Universitas Indonesia

 

4.6.3.3 Kultur Sel Punca Mesenkim Pulpa

a. Isolasi sel primer

Gigi molar 3 imatur yang baru diekstraksi (kurang dari 24 jam)

dibersihkan, lalu direndam di dalam 20 ml medium kultur lengkap.

Gigi dibelah dengan menggunakan carborandum disc. Jaringan pulpa

diambil dan dipotong menjadi fragmen 2x2x1 mm dan diinkubasi di

dalam petri dish dengan trypsin 0.25% selama 5 menit. Kemudian sel

dimasukkan ke dalam 6 well plate dengan DMEM lengkap. Sel

diinkubasi di dalam inkubator 37 °C, 5 % CO2 sampai confluent.

b. Subkultur sel

Setelah sel tumbuh confluent, medium dibuang dan sel dicuci

dengan 10 ml PBS untuk membersihkan sisa medium yang ada

Trypsin (0.125%) ditambahkan ke dalam flask sebanyak 5 mL,

kemudian inkubasi pada 37oC selama 5 menit. Tambahkan medium

sebanyak 10 ml untuk mengehentikan kerja trypsin. Sel yang telah

lepas dari substratnya dimasukkan ke dalam tabung 15 mL kemudian

disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit.

Supernatan dibuang kemudian sel diresuspensi di dalam flask 25 ml

dengan DMEM lengkap.

c. Perhitungan jumlah sel dan penempatan ke dalam well plate

Sel dihitung dengan menggunakan hemocytometer. Sel

disiapkan pada 96 well plate dengan jumlah sel 5000 per well. Jumlah

sel dihitung dengan rumus: C1 x V1 = C2 x V2. Sel kemudian diinkubasi

selama 24 jam di dalam medium pada suhu 37 °C dan 5 % CO2.

4.6.3.4 Uji Imunofluoresens

Sel ditanam di dalam slide chamber sebanyak 5000 sel kemudian

diinkubasi pada suhu 37 °C dan 5% CO2 selama 3 hari. Pada hari ke-3,

medium dibuang dan difiksasi menggunakan larutan aceton methanol

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 52: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

37 

 

Universitas Indonesia

 

absolute selama 2 menit. Setelah difiksasi, sel dicuci dengan larutan PBS

sebanyak tiga kali, pencucian terakhir dilakukan selama 5 menit.

Setelah kering preparat diberi antibodi primer yang dilarutkan

dalam PBS dengan konsentrasi 100%, 50%, dan 25% dengan jumlah per

chamber 100 µl.. Kemudian inkubasi pada suhu 37°C selama 60 menit

untuk memberi waktu bagi antibodi untuk berikatan dengan antigen.

Preparat kembali dicuci dengan larutan PBS sebanyak tiga kali dengan

pencucian terakhir dilakukan selama 5 menit, kemudian ditambahkan

antibodi sekunder FITC yang akan berikatan dengan antibodi pertama.

Preparat diinkubasi selama 60 menit menit pada suhu 37°C untuk memberi

waktu bagi antibodi sekunder berikatan dengan antibodi primer.

Preparat kembali dicuci menggunakan larutan PBS sebanyak tiga

kali dengan pencucian terakhir dilakukan selama 5 menit. Setelah itu

preparat diberi pewarna Evans Blue untuk memberi warna latar belakang,

kemudian preparat dibilas dengan aquabides. Setelah kering, diakukan

pengamatan preparat sel dengan menggunakan mikroskop fluoresens.

4.6.3.5 Aplikasi Bahan Uji

a. Pembuatan TAP59

Tablet metronidazole dan ciprofloxacin digerus menggunakan

lumpang dan alu porselen sampai menjadi bubuk halus. Doxycyclin

dibuka dari kapsulnya dan dikeluarkan bubuknya. Masing-masing

antibiotik disimpan di dalam botol porselen dengan tutup. TAP

dipersiapkan dengan 2 tahap: yang pertama antibiotik bubuk dicampur

dengan rasio 1:1:1 (3Mix) dan yang kedua campuran macrogol (M)

dan propylene glycol (P) dengan rasio 1:1 sebagai bahan pelarutnya

(MP). Campuran antibiotik dan pelarut kemudian diaduk rata sampai

konsistensi dempul.

b. Pembuatan pasta kalsium hidroksida

Bubuk kalsium hidroksida dicampur dengan aquades sampai

membentuk konsistensi pasta berpasir.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 53: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

38 

 

Universitas Indonesia

 

c. Dilusi dan perendaman bahan

Pasta TAP, Ledermix®, pasta Ca(OH)2 dimasukkan ke dalam

tube 15 ml kemudian ditimbang. Tambahkan medium sampai

konsentrasi bahan 1 mg/ml dengan rumus: C1 x V1 = C2 x V2.

Kemudian didilusi dengan medium sampai konsentrasi 0.1 mg/ml.

Masing-masing bahan diinkubasi selama 1 dan 2 hari di dalam

inkubator. Kecuali untuk bahan yang dibuat fresh tidak diinkubasi dan

langsung dipapar ke sel.

4.6.3.6 Uji MTT

Setelah inkubasi 24 jam, medium kultur sel dibuang dan bahan uji

dipaparkan sebanyak 100 µl per well dengan 3 kali ulangan. Sel tanpa

perlakuan disertakan sebagai kelompok kontrol. Setelah itu diinkubasi

pada suhu 37 °C dan 5% CO2 selama 48 jam.

Senyawa 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium

bromide (MTT) ditambahkan sebanyak 100 µl kemudian diinkubasi pada

suhu 37 °C dan 5% CO2 selama 4 jam. Supernatan sel dibuang dan kristal

formazan yang terbentuk dilarutkan dengan etanol 70%. Pembacaan

optical density dilakukan menggunakan microplate reader dengan panjang

gelombang 595 nm. Nilai absorbansi (OD) tiap kelompok perlakuan

kemudian dipersentasekan terhadap kelompok kontrol untuk menentukan

viabilitas sel.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 54: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

39 

 

Universitas Indonesia

 

4.7 Alur Penelitian

Gambar 4.1. Alur Penelitian

4.8 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk menentukan

rata-rata dan simpang baku. Uji normalitas data dengan menggunakan

Shapiro-Wilk karena jumlah data kecil (n < 50). Data tersebut memiliki

distribusi normal jika P > 0.05. Apabila distribusi data normal dan data

homogen serta diketahui bahwa jenis data kategorik dan numerik maka

selanjutnya dilakukan analisis statistik parametrik dengan One-Way

ANOVA dengan confidence interval 95%. Uji ANOVA dan post hoc

Bonferroni dilakukan untuk membandingkan optical density (OD) antara

kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 55: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

40 

 

Universitas Indonesia

 

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini telah dilakukan uji eksperimental laboratorik untuk

mengevaluasi efek obat saluran akar terhadap kultur sel punca mesenkim pulpa.

Untuk memastikan bahwa sel kultur primer dari pulpa gigi yang digunakan adalah

benar merupakan sel punca mesenkim, maka dilakukan uji imunofluoresens

dengan menggunakan antibodi STRO-1. Gambaran mikroskopis dari hasil uji

tersebut dapat dilihat pada gambar 5.1.

Gambar 5.1. Gambaran mikroskopis hasil uji imunofluoresens. Gambaran dengan pendaran berwarna hijau menandakan bahwa sel-sel tersebut positif terhadap STRO-1. (A) Kelompok

kontrol yaitu sampel yang tidak ditambahkan dengan antibodi primer STRO-1, (B) Kelompok perlakuan pertama, ditambahkan dengan antibodi primer tanpa pengenceran, (C) Kelompok

perlakuan kedua, ditambahkan antibodi primer dengan pengenceran 2x, (D) Kelompok perlakuan ketiga, sampel ditambahkan antibodi primer dengan pengenceran 4x.

Pada gambar 5.1 (A) terlihat gambaran sel berwarna merah yang

menunjukkan bahwa tidak ada antibodi primer yang berikatan dengan antigen sel

sehingga antibodi sekunder tidak dapat bereaksi dengan antibodi primer dan

A  B 

C  D 

40 

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 56: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

41 

 

Universitas Indonesia

 

menghasilkan pendaran warna hijau. Sedangkan pada gambar 5.1 (B) – (D)

terlihat gambaran pendaran warna hijau yang menandakan bahwa sel tersebut

positif terhadap STRO-1 dan merupakan sel punca mesenkim.

Selanjutnya sel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan adalah kelompok sel yang dipapar

dengan bahan uji/ senyawa bioaktif yaitu Triple Antibiotic Paste (TAP),

Ledermix® dan kalsium hidroksida bubuk murni (Ca(OH)2), dengan konsentrasi

masing-masing 0.1mg/ml dan 1mg/ml. Gambaran mikroskopis kelompok kontrol

dan perlakuan setelah diinkubasi selama 2 hari pada 96-wellplate dapat dilihat

pada gambar 5.2 - 5.5.

Gambar 5.2. Gambaran mikroskopis sel kelompok kontrol dengan medium pada 96-

wellplate setelah inkubasi selama 2 hari dengan pembesaran 32x

Gambar 5.3. Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan yang dipapar TAP dengan medium

pada 96-wellplate setelah inkubasi selama 2 hari dengan pembesaran 32x. (A) Kelompok perlakukan yang dipapar TAP 0.1 mg/ml, (B) Kelompok perlakukan yang dipapar TAP 1 mg/ml.

A  B 

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 57: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

42 

 

Universitas Indonesia

 

Gambar 5.4. Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan yang dipapar Ledermix® dengan

medium pada 96-wellplate setelah inkubasi selama 2 hari dengan pembesaran 32x. (A) Kelompok perlakukan yang dipapar Ledermix® 0.1 mg/ml, (B) Kelompok perlakukan yang dipapar

Ledermix® 1 mg/ml.

Gambar 5.5. Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan yang dipapar Ca(OH)2 dengan

medium pada 96-wellplate setelah inkubasi selama 2 hari dengan pembesaran 32x. (A) Kelompok perlakukan yang dipapar Ca(OH)2 0.1 mg/ml, (B) Kelompok perlakukan yang dipapar Ca(OH)2 1

mg/ml.

Gambar 5.2 memperlihatkan gambaran mikroskopis kultur sel kontrol

yaitu yang tidak dipaparkan dengan senyawa bioaktif. Morfologi selnya seperti

fibroblas yaitu badan sel kecil berbentuk spindel dan panjang tipis yang

merupakan ekstensi sitoplasmik, serta terlihat jumlah sel yang cukup padat dan

tersebar merata (confluent).60 Sedangkan pada gambar 5.3, gambaran mikroskopis

kelompok perlakuan TAP menunjukkan bentuk morfologi sel memendek dengan

kepadatan yang berkurang jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Kemudian pada gambar 5.4 yang merupakan gambaran mikroskopis kelompok

perlakuan Ledermix® memperlihatkan bahwa bentuk morfologi sel sudah berubah

dengan kepadatan yang juga berkurang. Pada gambar 5.5 yaitu gambaran

B A 

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 58: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

43 

 

Universitas Indonesia

 

mikroskopis kelompok perlakuan Ca(OH)2 menunjukkan bentuk morfologi sel

yang hampir sama dengan kelompok kontrol dan dengan jumlah sel yang cukup

padat.

Selanjutnya parameter yang digunakan untuk mengukur viabilitas sel

adalah dengan uji MTT dan dibaca dengan microplate reader. Hasil

pengukurannya berupa optical density (OD) dan kemudian dinyatakan dalam

persentase terhadap kelompok kontrol sebagai viabilitas sel pulpa. Untuk dapat

menyatakan bahwa hasil pemeriksaan yang menunjukkan adanya perbedaan

kondisi antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan adalah akibat dari

intervensi pada penelitian ini, dilakukan uji statistik kemaknaan One-Way ANOVA

dan post hoc Bonferroni dengan confidence interval 95%. Sebelumnya data harus

memenuhi syarat yaitu memiliki data kategorik dan numerik dengan kelompok

perlakuan lebih dari 2 kelompok serta memiliki distribusi data yang normal. Nilai

rerata OD dan persentase viabilitas sel dapat dilihat pada tabel 5.1 sedangkan nilai

kemaknaan viabilitas sel kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok

kontrol dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.1. Nilai rerata OD dan persentase viabilitas sel kelompok kontrol dan kelompok perlakuan

Kelompok Rerata OD ± SD Viabilitas Sel ± SD (%)

Kontrol 0.325 ± 0.025 100 ± 7.7 Konsentrasi 0.1 mg/ml TAP Ledermix®

Ca(OH)2

0.139 ± 0.016 0.049 ± 0.011 0.148 ± 0.019

42.8 ± 4.9 15.1 ± 3.4*

45.5 ± 5.8** Konsentrasi 1 mg/ml TAP Ledermix®

Ca(OH)2

0.121 ± 0.003 0.024 ± 0.006 0.097 ± 0.014

37.2 ± 0.9** 7.4 ± 1.8* 29.8 ± 4.3

Keterangan Tabel 5.1: Nilai viabilitas sel yang dipapar dengan larutan bahan tanpa perendaman berkonsentrasi 0.1 mg/ml yang tertinggi (**) adalah Ca(OH)2 dan yang terendah (*) adalah Ledermix®, sedangkan yang dipapar dengan larutan berkonsentrasi 1 mg/ml nilai tertinggi adalah TAP dan yang terendah tetap Ledermix®.

Tabel 5.1 menunjukkan nilai viabilitas sel yang dipapar dengan larutan

bahan uji tanpa perendaman. Pada kelompok sel yang dipapar dengan bahan uji

berkonsentrasi 0.1 mg/ml, nilai yang tertinggi dicapai oleh Ca(OH)2 (45.5% ±

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 59: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

44 

 

Universitas Indonesia

 

5.8%) dan yang terendah adalah Ledermix® (15.1% ± 3.4%). Kemudian pada sel

yang dipapar dengan bahan uji berkonsentrasi 1 mg/ml nilai tertinggi adalah TAP

dan yang terendah tetap Ledermix®.

Tabel 5.2. Nilai kemaknaan viabilitas sel kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol. (P < 0.05)

Kontrol vs TAP Kontrol vs Ledermix® Kontrol vs Ca(OH)2

0.1 mg/ml 0.000* 0.000* 0.000*

1 mg/ml 0.015* 0.000* 0.000*

Keterangan tabel 5.2: Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada semua perbandingan kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol(*).

Pada Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dari pemaparan larutan bahan uji tanpa

perendaman dengan konsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml, viabilitas sel semua

kelompok perlakuan lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok kontrol dan

secara statistik perbedaan itu bermakna (P < 0.05).

Tabel 5.3. Nilai kemaknaan perbandingan viabilitas sel antara kelompok perlakuan yang dipapar dengan bahan uji dengan konsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml. (P < 0.05)

Kelompok perlakuan Nilai P 0.1 mg/ml vs 1 mg/ml

TAP 1.000

Ledermix® 0.000*

Ca(OH)2 0.000*

Keterangan tabel 5.3: Perbedaan yang bermakna (*) terlihat pada perbandingan nilai viabilitas sel kelompok Ledermix® dan pada kelompok Ca(OH)2.

Tabel 5.3 menunjukkan hasil perbandingan nilai viabilitas sel kelompok

perlakuan yang dipapar dengan bahan uji berkonsentrasi 0.1 mg/ml dengan 1

mg/ml. Perbedaan yang tidak bermakna secara statistik pada kelompok perlakuan

TAP. Sedangkan pada kelompok perlakuan Ledermix® dan Ca(OH)2 menunjukkan

perbedaan yang bermakna secara statistik.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 60: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

45 

 

Universitas Indonesia

 

Tabel 5.4. Nilai kemaknaan perbandingan viabilitas sel kelompok perlakuan TAP, Ledermix®, dan Ca(OH)2 berdasarkan pengelompokan konsentrasi bahan uji. (P < 0.05)

TAP vs Ledermix® TAP vs Ca(OH)2 Ca(OH)2 vs Ledermix®

0.1 mg/ml 0.002* 1.000 0.000*

1 mg/ml 0.000* 1.000 0.004*

Keterangan tabel 5.4: Perbedaan bermakna (*) terlihat pada perbandingan nilai viabilitas sel antara kelompok Ledermix® dengan TAP serta dengan Ca(OH)2 pada konsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml.

Pada tabel 5.4 dapat dilihat bahwa viabilitas sel yang dipapar dengan

bahan uji berkonsentrasi 0.1 mg/ml, kelompok perlakuan TAP (42.8%) lebih

tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan Ledermix® (15.1%), begitu juga

dengan kelompok perlakuan TAP konsentrasi 1 mg/ml (37.2%) nilainya lebih

tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan Ledermix® (7.4%), perbedaan ini

berbeda secara statistik. Sama halnya dengan perbandingan viabilitas sel

kelompok perlakuan Ca(OH)2 semua konsentrasi lebih tinggi dibandingkan

dengan Ledermix® dan perbedaannya bermakna secara statistik. Sedangkan nilai

viabilitas sel pada kelompok perlakuan Ca(OH)2 semua konsentrasi lebih rendah

dibandingkan dengan nilai pada kelompok perlakuan TAP, namun perbedaannya

tidak bermakna secara statistik.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 61: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

46 

 

Universitas Indonesia

 

BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian tentang regenerasi endodontik sudah banyak dilakukan sejak

tahun 1993. Adapun tujuan dari perawatan regenerasi ini adalah tercapainya

kesembuhan yang biologis yaitu terjadinya regenerasi. Regenerasi jaringan

menghasilkan arsitektur alami dan fungsi biologis seperti jaringan asli. Tahapan

yang sangat penting dalam perawatan ini adalah disinfeksi kimia dari sistem

saluran akar dengan irigasi dan peletakkan obat saluran akar selama beberapa

minggu untuk membunuh bakteri dan kuman yang masih ada di tubulus dentin

dalam. Penelitian tentang regenerasi endodontik di Indonesia ini masih sangat

sedikit, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efek obat saluran

akar yang biasa digunakan dalam perawatan saluran akar terhadap viabilitas sel

punca mesenkim pulpa.

Pada penelitian ini digunakan kultur primer sel punca mesenkim pulpa

(DPSC) sesuai dengan pernyataan Perez dkk (2003) bahwa hasil penggunaan sel

primer untuk menguji suatu bahan endodontik akan jauh lebih mendekati keadaan

yang sebenarnya jika dibandingkan dengan sel sekunder.61 Sel yang umum

digunakan dalam penelitian regeneratif adalah sel punca yang berasal dari papila

apikal (SCAP), karena SCAP memiliki kemampuan proliferasi yang lebih tinggi

jika dibandingkan dengan DPSC.62 Namun, pada penelitian ini digunakan DPSC

karena sel ini masih membawa informasi morfogenetik yang berasal dari SCAP.

DPSC merupakan suatu kesatuan dengan SCAP yang dipisahkan oleh apical cell

rich zone pada tahap odontogenesis, khususnya pada gigi imatur dengan apeks

akar yang belum menutup sempurna.63 Chuensombat dkk (2013) juga menyatakan

bahwa DPSC mungkin dapat bertahan di dalam saluran akar yang terinfeksi

sehingga terdapat kemungkinan bahwa DPSC adalah sel yang mengalami

regenerasi.64 Selain itu, volume DPSC lebih banyak sepuluh kali lipat

dibandingkan dengan sel primer dari SCAP, mempunyai tingkat kontaminasi yang

46

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 62: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

47 

 

Universitas Indonesia

 

lebih rendah karena letaknya lebih ke koronal dari ujung apeks gigi, sehingga

meminimalisasi risiko kontak dengan lingkungan luar pada saat pengambilan.

Terdapat heterogenitas di dalam populasi sel punca mesenkim, dengan sel-

sel yang mengekspresikan penanda molekuler yang berbeda-beda. DPSC

merupakan sel punca mesenkimal dewasa yang dapat dikarakteristikkan secara in

vitro oleh ekspresi marker STRO-1.29, 62, 65 Antibodi STRO-1 merupakan antibodi

monoklonal yang menandai subpopulasi sel punca mesenkim sebagai colony

forming unit fibroblast (CFU-F) karena sel punca mesenkim memiliki morfologi

yang menyerupai fibroblas secara in vitro.66, 67 Pemilihan STRO-1 sebagai

penanda molekuler DPSC pada penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian

terdahulu yang menunjukkan spesifisitas yang konsisten dari STRO-1 sebagai

penanda sel punca mesenkim.29, 68 Pada penelitian ini, marker STRO-1 dideteksi

pada DPSC dengan menggunakan metode uji imunofluoresens indirek.

Imunofluoresens merupakan suatu teknik pewarnaan histokimia dengan

menggunakan reaksi antigen-antibodi dimana antibodi ditandai dengan pewarna

fluorescent dan kompleks antigen-antibodi divisualisasi menggunakan mikroskop

fluoresens. Pada penelitian ini, digunakan metode imunofluoresens indirek karena

adanya amplifikasi sinyal dari antibodi sekunder yang dapat berikatan dengan tiap

antibodi primer, sehingga mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi.52-54

Terdapat beberapa metode untuk menguji sitotoksistas suatu bahan/

senyawa bioaktif. Parameter viabilitas sel yang digunakan pada penelitian ini

adalah uji MTT. Metode ini dipilih karena mempunyai sensitivitas yang baik

dalam mengevaluasi sitotoksisitas bahan uji, selain itu memiliki tahapan prosedur

yang relatif cepat, serta mudah dilakukan kembali apabila diperlukan uji ulang.

Metode ini mengukur aktivitas metabolisme pertumbuhan sel setelah dipapar

dengan bahan uji. Prinsip dasarnya adalah untuk mengukur aktivitas selular

berdasarkan aktivitas enzim succinate dehydrogenase di dalam mitokondria sel

untuk mereduksi garam methyhiazol tetrazolium (MTT). Enzim ini akan bereaksi

dengan MTT dan membentuk kristal formazan berwarna ungu yang jumlahnya

sebanding dengan aktivitas sel yang hidup karena kristal ini bersifat impermeabel

terhadap membran sel yang mati.55, 56

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 63: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

48 

 

Universitas Indonesia

 

Selanjutnya untuk mengetahui apakah perbedaan bahan uji dengan

konsentrasi yang berbeda pada penelitian ini memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap viabilitas sel punca mesenkim pulpa dilakukan uji statistik kemaknaan

One-Way ANOVA, dan perbandingan antar kelompok perlakuan didapatkan

dengan uji post hoc Bonferroni. Pada penelitian ini diperoleh hasil secara

keseluruhan bahwa viabilitas sel pada kelompok perlakuan lebih rendah

dibandingkan dengan kelompok kontrol (Tabel 5.1 dan 5.2). Dengan demikian

hipotesis pertama yaitu TAP dan Ledermix® dapat menurunkan viabilitas sel

DPSC diterima sedangkan hipotesis kedua yaitu kalsium hidroksida dapat

meningkatkan viabilitas sel DPSC ditolak.

Viabilitas sel pada kelompok perlakuan TAP dengan konsentrasi 0.1

mg/ml dan 1 mg/ml memiliki nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan

kelompok kontrol, dan hasil ini memiliki perbedaan yang bermakna secara

statistik. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Chuensombat dkk (2013) yang

menunjukkan bahwa TAP memiliki efek toksik terhadap sel pulpa dan sel papila

apikal pada konsentrasi 25 µg/ml. Hal ini disebabkan karena pH TAP yang rendah

(pH= 4-4,6), disebabkan oleh pelepasan ion hidrogen dari gugus hidroklorid pada

minosiklin hidroklorit dan ciprofloksasin hidroklorit, sehingga menyebabkan

kondisi asam yang tidak menguntungkan untuk kultur sel. pH yang rendah juga

dapat mempertahankan kelarutan TAP, serta masuk ke dalam sel, sehingga

menambah sitotoksisitasnya. Sedangkan diketahui bahwa metronidazole tidak

memiliki sifat toksik karena memiliki pH yang netral.64 Oleh karena itu, antibiotik

lain dengan pH netral harus dipilih sebagai pengganti minosiklin dan

ciprofloksasin. Namun, antibiotik alternatif tersebut juga harus memiliki sifat

antibakteri yang poten.

Pada Tabel 5.1, dapat dilihat bahwa nilai viabilitas sel pada kelompok

perlakuan Ledermix® sangat rendah yaitu dibawah 30%. Berdasarkan kriteria

Dahl, kondisi tersebut termasuk dalam kategori toksisitas tinggi.57 Ledermix®

dengan konsentrasi 1 mg/ml juga secara signifikan menurunkan viabilitas sel lebih

rendah dibandingkan dengan konsentrasi 0.1 mg/ml. Hal ini didukung oleh

penelitian Taylor dkk (2009) pada sel fibroblas tikus, yang menunjukkan bahwa

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 64: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

49 

 

Universitas Indonesia

 

Ledermix® dapat mematikan sel pada konsentrasi sangat rendah yaitu 0.001

mg/ml.20 Sifat sitotoksik dari Ledermix® khususnya dari komponen

kortikosteroidnya adalah dengan menghambat fagositosis dan sintesis DNA/

protein dalam proses mitosis sel. Sehingga replikasi sel terhambat dan proses

penyembuhan terganggu.20, 69 Hal ini dibuktikan oleh Oliveira dkk (2009) yang

menggunakan sel pulpa tikus yang dipapar dengan kortikosteroid-antibiotik

(Otosporin®) selama 72 jam menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam proses

penyembuhan jaringan setelah perawatan.70 Namun Taylor dkk (2009)

menyatakan bahwa efek toksiknya dapat dihambat dengan cara dicampur dengan

Pulpdent® (kalsium hidroksida). Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan

Ledermix® sebagai medikamen dalam prosedur endodontik regeneratif harus

dihindari karena dapat mengganggu proses regenerasi sel atau dapat digunakan

dengan konsentrasi yang sangat rendah dan dikombinasikan dengan kalsium

hidroksida.

Nilai viabilitas sel kelompok yang dipapar dengan Ca(OH)2 0.1 mg/ml

maupun 1 mg/ml juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kelompok

kontrol. Hal ini dapat disebabkan oleh pH kalsium hidroksida yang tinggi (pH =

12.5 – 12.8) dapat menyebabkan nekrosis sel/ jaringan segera setelah berkontak,

oleh karena itu dapat menghancurkan sel yang berpotensi untuk beregenerasi.17

Giro dkk (2010) meneliti efek kalsium hidroksida pada prosedur kaping pulpa

direk terhadap sel pulpa. Hasil dari penelitian ini ditemukan adanya lapisan

nekrosis koagulasi di bawah agen kaping pada semua kelompok perlakuan setelah

7 hari, namun sel-sel pulpa masih terdapat di dalam jaringan nekrotik ini dan

terdapat sedikit infiltrat sel peradangan. Kemudian setelah 30 hari, spesimen

menunjukkan pemanjangan sel monolayer normal yang berhubungan dengan

deposisi jaringan keras di dekat daerah luka.71 Sehingga dapat disimpulkan bahwa

Ca(OH)2 harus digunakan dalam jangka waktu panjang. Menurut Holland (1971)

pembentukan jaringan termineralisasi setelah berkontaknya kalsium hidroksida

dan jaringan dapat dilihat pada hari ke-7 sampai ke-10 setelah aplikasi, sedangkan

pada penelitian ini inkubasi setelah pemaparan bahan uji hanya 2 hari. Lama

pemaparan ini didasarkan dari jumlah sel yang ditanam sebanyak 5000 sel

membutuhkan waktu tumbuh confluent maksimal 48 jam di dalam 96 well plates.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 65: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

50 

 

Universitas Indonesia

 

Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini dilarutkan di dalam medium

kultur sampai didapatkan konsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml. Pemilihan besarnya

konsentrasi ini didasarkan pada penelitian terdahulu oleh Ruparel dkk (2012) yang

menyatakan bahwa konsentrasi TAP diatas 1 mg/ml memiliki efek yang

mematikan. Konsentrasi bahan uji yang digunakan berpengaruh dalam

menurunkan viabilitas sel terutama pada kelompok perlakuan Ledermix® dan

Ca(OH)2. Namun pada kelompok perlakuan TAP, penurunan viabilitas sel tidak

berbeda bermakna secara statistik. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian

Ruparel dkk bahwa pada konsentrasi 1 mg/ml TAP memiliki efek toksik

sedangkan pada konsentrasi 0.1 mg/ml tidak terdeteksi adanya efek toksik

terhadap sel. Sedangkan Ca(OH)2 pada konsentrasi tinggi (100 mg/ml) pun dapat

meningkakan proliferasi/ viabilitas sel.10 Perbedaan dari hasil ini dapat disebabkan

oleh perbedaan metode yang digunakan dimana Ruparel dkk menggunakan cell

insert sehingga bahan tidak berkontak langsung dengan sel, sedangkan penelitian

ini menggunakan metode kontak langsung. Karena dengan kontak langsung

hasilnya akan lebih mendekati ke keadaan klinis dimana obat saluran akar yang

digunakan pada perawatan endodontik saat ini harus berkontak langsung supaya

efektif.

Obat saluran akar yang menurunkan viabilitas sel paling rendah di antara

ketiga bahan yang diuji berdasarkan hasil uji statistik adalah TAP dan Ca(OH)2.

Nilai viabilitas sel pada kelompok TAP berkonsentrasi 0.1 mg/ml lebih rendah

daripada Ca(OH)2 0.1 mg/ml. Sedangkan nilai viabilitas sel pada kelompok TAP

berkonsentrasi 1 mg/ml lebih tinggi daripada Ca(OH)2 1 mg/ml namun

perbedaannya tidak bermakna secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa TAP

dan Ca(OH)2 memiliki efek yang sama terhadap viabilitas sel DPSC.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga obat saluran akar yaitu

TAP, Ledermix®, dan Ca(OH)2 dapat menurunkan viabilitas sel punca mesenkim

pulpa. Penelitian in vitro ini, murni merupakan penelitian secara seluler yang tidak

dapat dibandingkan langsung dengan hasil penelitian in vivo ataupun dengan

keadaan klinis. Namun dari hasil pada penelitian ini, perlu diperhatikan bahwa

pemilihan bahan obat yang akan digunakan dalam perawatan regeneratif harus

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 66: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

51 

 

Universitas Indonesia

 

sesuai dengan konsentrasi dan lama pemaparan sehingga efektif dari segi

antibakteri serta tidak sitotoksik terhadap sel punca. Selain itu, diperlukan

penelitian lebih lanjut baik secara in vivo pada hewan maupun manusia untuk

mengevaluasi kembali sitotoksisitas dan biokompatibilitasnya.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 67: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

52 

 

Universitas Indonesia

 

BAB 7

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Obat saluran akar TAP, Ledermix® dan Ca(OH)2 dapat menyebabkan

penurunan viabilitas sel punca mesenkim pulpa.

2. Obat saluran akar yang memiliki efek paling rendah dalam

menurunkan viabilitas sel adalah TAP dan Ca(OH)2. Sedangkan yang

memiliki efek paling tinggi dalam menurunkan viabilitas sel adalah

adalah Ledermix®.

7.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan konsentrasi dan lama

pemaparan yang berbeda.

2. Perlu dilakukan penelitian secara in vivo agar dapat

mempresentasikan hasil yang sesuai dengan keadaan klinis.

52 

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 68: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

53 

 

Universitas Indonesia

 

DAFTAR REFERENSI

1. Margono A. Potensi Sel Punca Mesenkhim Asal Jaringan Lemak dengan Produk Plasma untuk Regenerasi Sel Odontoblas Jaringan Pulpa In Vitro [Jakarta; 2012.

2. Syed-Picard FN, Ray HL, Kumta PN, Sfeir C. Scaffoldless Tissue-engineering Dental Pulp Cell Constructs fir Endodontic Therapy. J Dent Res 2014;93(3):250-5.

3. Hargreaves KM, Diogenes A, Teixeira FB. Treatment Options: Biological Basis of Regenerative Endodontic Procedures. Pediatric Dentistry 2013;35(2):129-40.

4. Rosa V, Bona AD, Cavalcanti BN, Nor JE. Tissue Engineering: From Research to Dental Clinics. Dental Material 2012;28:341-48.

5. Herman BW. On the Reaction of the Dental Pulp to Vital Amputation and Calxyl Capping. Dtsch Zahnarztl 2002;7:1446-7.

6. Nygard-Ostby B. The Role of the Blood Clot in Endodontic Therapy: an Experimental Histologic Study. Acta Odont Scand 1961;19:323-53.

7. Gronthos S, Mankani M, Brahim J, Robey PG, Shi S. Postnatal Human Dental Pulp Srem Cells (DPSCs) in Vitro and in Vivo. PNAS Desember 2000;97(25):13625-30.

8. Jamal M, Chogle S, Goodis H, Karam SM. Dental Stem Cells and Their Potential Role in Regenerative Medicine. Journal of Medical Sciences 2011;4(2):53-61.

9. Murray PE, Garcia-Godoy F, Hargreaves KM. Regenerative Endodontics: A Review of Current Status and a Call for Action. Jounal of Endodontics 2007;33(4):377-90.

10. Ruparel NB, Teixeira FB, Ferraz CCR, Diogenes A. Direct Effect of Intracanal Medicaments on Survival of Stem Cells of the Apical Papilla. Jounal of Endodontics 2012;38(10):1372-5.

11. Sato I, Ando-Kurihara N, Kota K, Iwaku M, Hoshino E. Sterilization of infected root-canal dentine by topical application of mixture of ciprofloxacin, metronidazole and minocycline in situ. International Endodontic Journal 1996;29:118-24.

12. Tziafas D. The Future Role of a Molecular Approach tu Pulp-Dentinal Regeneration. Caries Research 2004;38:314-20.

13. Garcia-Godoy F, Murray PE. Recommendations for Using Regenerative Endodontic Procedures in Permanent Immature Traumatized Teeth. Dental Traumatology 2012;28:33-41.

14. Metzger Z, Basrani B, Goodis HE. Instruments, Materials, and Devices. In: Hargreaves KM, Cohen S, Berman LH, editors. Cohen's Pathway of the Pulp. 10 ed. Missouri: Mosby Elsevier; 2011. p. 253-55.

53 

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 69: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

54 

 

Universitas Indonesia

 

15. Bhangdia MB, Nandlal B, Vijaykumar GS, Kulkarni PK, Shanbhog R. Clinical Evaluation of Sustained-release Metronidazole Gel Versus Metronidazole Solution as an Intracanal Medicament in Abscessed Primary Molar. Eur Arch Paediar Dent 2014;15:19-26.

16. Hoshino E, Kurihara-Ando N, Sato I, Uematsu H, Sato M, Kota K, et al. In-vitro antibacterial susceptibility of bacteria taken from infected root dentine to a mixture of ciprofloxacin, metronidazole and minocycline. International Endodontic Journal 1996;29:125-30.

17. Banchs F, Trope M. Revascularization of immature permanent teeth with apical periodontitis: new treatment protocol? J Endod 2004:196-200.

18. Windley W, Teixeira F, Levin L, Sigurdsson A, Trope M. Disinfection of immature teeth with a triple antibiotic paste. J Endod 2005;31:439-43.

19. Cebreli ZC, Isbitiren B, Sara S, Erbas G. Regenerative Endodontic Treatment (Revascularization) of Immature Necrotic Molars Medicated with Calcium Hydroxide: A Case Series. Jounal of Endodontics 2011;37(9):1327-30.

20. Taylor MA, Hume WR, Heithersay GS. Some Effects of Ledermix Paste and Pulpdent Paste on Mouse Fibroblasts and Bacteria in vitro. Endod Dent Traumatol 2009;15:266-73.

21. Langer R, Vacanti JP. Tissue Engineering. Science 1993;260:920-6. 22. Hargreaves KM, Law AS. Regenerative Endodontics. In: Hargreaves KM,

Cohen S, Berman LH, editors. Cohen's Pathway of the Pulp. 10 ed. Missouri: Mosby Elsevier; 2011. p. 602-16.

23. Nostrat A, Li KL, Vir K, Hicks ML, Fouad AF. Is Pulp Regeneration Necessary for Root Maturation. Journal of Endodontics Oktober 2013;39(10):1291-95.

24. Cracking up? Getting getting to grips with cracked tooth syndrome. Journal of dental nursing 2012;8(5):290-93.

25. Murray PE, Godoy FG, Hargreaves KM. Regenerative Endodontics: A Review of Current Status and a Call for Action. Journal of Endodontics April 2007;33(4):377-90.

26. MacArthur BD, Oreffo ROC. Bridging the Gap. Nature 2005;433:19. 27. Bluteau G, Luder H-U, Bari CD, Mitsiadis TA. Stem Cells for Tooth

Engineering. European Cells and Materials 2008;16:1-9. 28. Huang GTJ. A Paradigm Shift in Endodontic Management of Immature

Teeth: Conservation of Stem Cells for Regeneration. Journal of Dentistry 2008;36:379-86.

29. Trevino EG, Patwardhan AN, Henry MA, Perry G, Dybdal-Hargreaves N, Hargreaes KM, et al. Effects of Irrigants on the Survival of Human Stem Cells of the Apical Papilla in a Platelet-rich Plasma Scaffold in Human Root Tips. Jounal of Endodontics 2011;37(8):1109-15.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 70: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

55 

 

Universitas Indonesia

 

30. Sonoyama W, Liu Y, Yamaza T, Tuan RS, Wang S, Shi S, et al. Characterization of the apical papilla and its residing stem cells from human immature permanent teeth: a pilot study. J Endod 2008;34:166-71.

31. Saber SE-DM. Tissue Engineering in Endodontics. Journal of Oral Science 2009;51(4):495-507.

32. Scheller EL, Krebsbach PH, Kohn DH. Tissue Engineering: State of the Art in Oral Rehabilitation. J Oral Rehabil 2009;36(5):368-89.

33. Gulabivala K. Intracanal Medication and Temporary Seal. In: Stock C, Walker R, Gulabivala K, editors. Endodontics. 3rd ed. UK: Mosby Elsevier. p. 173-80.

34. Athanassiadis B, Abbott PV, Walsh LJ. The Use of Calcium Hydroxide, Antibiotics, and Biocides as Antimicrobial Medicaments in Endodontics. Australian Dental Journal 2007;52:S64-82.

35. Mittal N, Jain J. Antibiotics as an Intracanal Medicament in Endodontic: a Review. Indian Journal of Dentistry 2013;4:29-34.

36. Ahmed N. ANtiseptics and Antibiotics Used in Regenerative Endodontics. International Journal of Pharmaceutical and Clinical Research 2013;5(4):141-4.

37. Sato I, Ando-Kurihara N, Kota K, Iwaku M, Hoshino E. Sterilization of infected root-canal dentine by topical application of a mixture of ciprofloxacin, metronidazole and minocycline in situ. International Endodontic Journal 1996;29:118-24.

38. Tamse, Aviad. Vertical Root Fractures of Endodontically Treated Teeth. In: Ingle JI, Bakland LK, Baumgartner JC, editors. Ingle’s Endodontic. Connecticut: PMPH-USA; 2008. p. 686.

39. Bryson EC, Levin L, Banchs F, Abbott PV, Trope M. Effect of immediate intracanal placement of Ledermix Paste on healing of replanted dog teeth after extended dry times. Dental Traumatology 2002;28:316-21.

40. Gutmann J, Regan J. Surgical Endodontics. In: Chong BS, editor. Harty's Endodontics in Clinical Practice. 6th ed. London: Churchill Livingstone; 2010. p. 161-3.

41. Kim ST, Abbott PV, McGinley P. The Effect of Ledermix Paste on Discolouration of immature teeth. International Endodontic Journal 2000;33:233-7.

42. Negm MM. Intracanal Use of a Corticosteroid-anibiotic Compund for the Management of Posttreatment Endodontic Pain. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 2001;92:435-9.

43. Abbott P, Hume WR, Heithersay GS. Effects of combining Ledermix and calcium hydroxide pastes on the diffusion of corticosteroid and tetracycline through human tooth roots in vitro. Endod Dent Traumatol 1989;5:188-92.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 71: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

56 

 

Universitas Indonesia

 

44. Heeling I, Pecht M. Efficacy of Ledermix Paste in Eliminating Staphylococcus Aureus from Infected Dentinal Tubuluse In Vitro. Endod Dent Traumatol 1991;7:251-4.

45. Kim ST, Abbott PV, McGinley P. The effects of Ledermix paste on discolouration of immature teeth. International Endodontic Journal 2000;33:233-7.

46. Pierce A, Lindskog S. The effect of an antibiotic/corticosteroid paste on inflammatory root resorption in vivo. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1987;64:216-20.

47. Bryson E, Levin L, Banchs F, Abbott P, Trope M. Effect of immediate intracanal placement of Ledermix paste on healing of replanted dog teeth after extended dry times. Dent Traumatol 2002;18:316-21.

48. Schroeder A. Endodontics – Science and Practice. Chicago: Quintessence Publishing C0; 1981.

49. Thong Y, Messer H, Siar C, Saw L. Periodontal Response to Two Intracanal Medicaments in Replanted Monkey Incisors. Dent Traumatol 2001;17:254-9.

50. Wheater MA, Falvo J, Ruiz F, Byars M. Chlorhexidine, ethanol, lipopolysaccharide and nicotine do not enhance the cytotoxicity of a calcium hydroxide pulp capping material. International Endodontic Journal 2012;45:989–95.

51. Phumpatrakom P, Srisuwan T. Regenerative Capacity of Human Dental Pulp and Apical Papilla Cells after Treatment with a 3-Antibiotic Mixture. Jounal of Endodontics 2014;40(3):399-405.

52. Bao S. Immunofluorescence. JJMMC 2006. 53. Mohan KH, Pai S, Rao R, Sripathi H, Prabhu S. Techniques of

Immunofluorescence and their significance. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2008;74(4):415-9.

54. Robinson JP, Sturgis J, Kumar GL. Immunofluorescence. IHC Staining Method. 5th ed.

55. Gerlier D, Thomasset N. Use of MTT colorimetric assay to measure cell activation. Journal of Immunological Methods 1986;94(1-2):57-63.

56. Fotakis G, Timbrell JA. In vitro cytotoxicity assays: Comparison of LDH, neutral red, MTT and protein assay in hepatoma cell lines following exposure to cadmium chloride. Toxicology Letters 2006;160(2):171-7.

57. Dahl J, Frangou-Polyzois M, Polyzois G. In Vitro Biocompatibility of Denture Relining Materials. Gerodontology 2006;23:17-22.

58. Gomes-Filho J, Duarte P, Olieveira Cd. Tissue Reaction to a Triantibiotic Paste Used for Endodontic Tissue Self-Regeneration of Nonvital Immature Permanent Teeth. Int Endod J 2012;38:91-4.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 72: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

57 

 

Universitas Indonesia

 

59. Takushige T, Cruz EV, Moral AA, Hoshino E. Endodontic Treatment of Primary Teeh Using a Combination of Antibacterial Drugs. Inernational Endodontic Journal 2004;37:132-8.

60. Souza LMd, Bittar JD, Silva ICRd, Toledo OAd, Brigido MdM, Pocas-Fonseca MJ. Comparative Isolation Protocols and Characterization of Stem Cells from Human Primary and Permanent Teeth Pulp. Braz J Oral Sci 2010;9(4):427-33.

61. Perez AL, Spears R, Gutmann JL, Opperman LA. Osteoblasts and MG-63 Osteosarcoma Cells Behave Differently When in Contact with ProRoot MTA and White MTA. International Endodontic Journal 2003;36:564-70.

62. Karamzadeh R, Eslaminejad MB. Dental-Related Stem Cells and Their Potential in Regenerative Medicine. Regenerative Medicine and Tissue Engineering; 2013.

63. Brar GS, Toor RSS. Dental Stem Cells: Dentinogenic, Osteogenic, and Neurogenic Differentiation and its Clinical Cell Based Therapies. Indian J Dent Res 2012;23(3):393-7.

64. Chuensombat S, Khemaleelakul S, Chattipakorn S, Srisuwan T. Cytotoxic Effects and Antibacterial Efficacy of a 3-Antibiotic Combination: An In Vitro Study. Jounal of Endodontics 2013;39(6):813-9.

65. Wang Y, Zhao Y, Jia W, Yang J, Ge L. Preliminary Study on Dental Pulp Stem Cell-mediated Pulp Regeneration in Canine Immature Permanent Teeth. Jounal of Endodontics 2013;39(2):195-201.

66. D’aquino R, Rosa AD, Laino G, Caruso F, Guida L, Rullo R, et al. Human Dental Pulp Stem Cells: From Biology to Clinical Applications. Journal Of Experimental Zoology (Mol Dev Evol) 2008:7.

67. Lovelace TW, Henry MA, Hargreaves KM, Diogenes A. Evaluation of The Delivery of Mesenchymal Stem Cells into The Root Canal Space of Necrotic Immature Teeth After Clinical Regenerative Endodontic Procedure Journal of Endodontics 2011;37(2):135.

68. Pereira LO, Rubini MR, Silva JR, Oliveira DM, Silva ICR, Pocas-Fonseca MJ, et al. Comparison of Stem Cell Properties of Cells Isolated from Normal and Imflamed Dental Pulps. Int Endod J 2013;45:1080-90.

69. Ehrmann EH, Messer HH, Adams GG. The Relationship of Intracanal Medicaments to Postoperative Pain in Endodontics. Int Endod J 2003;36:868-75.

70. Oliveira MdF, Giro EMA, Ramalho LTdO, Abbud R. Tissue Response to Direct Pulp Capping with Calcium Hydroxide Preceded by Costicosteroid or Corticosteroid/ Antibiotic Dressing: a Histological Study in Rats. Rev Odonto Cienc 2009;24(4):377-82.

71. Giro EMA, Gondim JO, Hebling J, Costa CAdS. Response of Human Dental Pulp to Calcium Hydroxide Paste Preceded by a Corticosteroid/ Antibiotic Agent. Braz J Oral Sci 2010;9(3):337-43.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 73: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

58 

 

Universitas Indonesia

 

Lampiran 1

Kultur Sel

Gigi dimasukkan ke dalam tabung 15 ml berisi DMEM lengkap

Gigi dibelah menggunakan carborandum disc di dalam biohazard cabinet

Sel pulpa dicincang, kemudian ditambahkan trypsin EDTA dan inkubasi 5 menit

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 74: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

59 

 

Universitas Indonesia

 

Sentrifugasi pada 1500rpm selama 15 menit

Supernatan dibuang, kemudian tambahkan DMEM lengkap, pipetting

Dipindahkan ke dalam 6 well plates, inkubasi di inkubator dengan 370C dan 5%

CO2

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 75: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

60 

 

Universitas Indonesia

 

Lampiran 2

Uji MTT

Setelah inkubasi selama 48 jam, bahan uji dibuang dari well. Senyawa 3-(4, 5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide) (MTT) ditambahkan sebanyak 100 µl.

Inkubasi pada suhu 37 °C dan 5% CO2 selama 4 jam

Supernatan sel dibuang dan kristal formazan yang terbentuk dilarutkan dengan etanol 70%. Pembacaan OD menggunakan microplate reader dengan panjang gelombang 595 nm.

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 76: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

61 

 

Universitas Indonesia

 

Lampiran 3

 

Nilai optical density (OD) pada 3 sampel.

Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

Kontrol 0.296 0.337 0.342TAP 0.1 mg/ml 0.127 0.157 0.133TAP 1 mg/ml 0.124 0.12 0.118Ledermix 0.1 mg/ml 0.037 0.052 0.058Ledermix 1 mg/ml 0.03 0.019 0.022Ca(OH)2 0.1 mg/ml 0.127 0.161 0.157Ca(OH)2 1 mg/ml 0.107 0.102 0.081

 

 

 

 

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 77: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

62 

 

Universitas Indonesia

 

Lampiran 4

Hasil Uji Statistik

Uji Normalitas Data

Tests of Normality

Bahan

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig. Nilai Kontrol .349 3 .830 3 .189

TAP 0.1 .314 3 .893 3 .363

TAP 1 .253 3 .964 3 .637

Ledermix 0.1 .276 3 .942 3 .537

Ledermix 1 .282 3 .936 3 .510

CaOH 0.1 .346 3 .837 3 .206

CaOH 1 .317 3 .888 3 .348

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Homogenitas Data

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig. 3.458 6 14 .026

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 78: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

63 

 

Universitas Indonesia

 

Uji One-Way ANOVA dan Uji Post Hoc Bonferroni

Multiple Comparisons Dependent Variable: Nilai Bonferroni

(I) Bahan Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound

Kontrol TAP 0.1 .186000* .012280 .000 .14057 .23143

TAP 1 .204333* .012280 .000 .15891 .24976Ledermix 0.1 .276000* .012280 .000 .23057 .32143

Ledermix 1 .301333* .012280 .000 .25591 .34676

CaOH 0.1 .176667* .012280 .000 .13124 .22209CaOH 1 .228333* .012280 .000 .18291 .27376

TAP 0.1 Kontrol -.186000* .012280 .000 -.23143 -.14057TAP 1 .018333 .012280 1.000 -.02709 .06376Ledermix 0.1 .090000* .012280 .000 .04457 .13543

Ledermix 1 .115333* .012280 .000 .06991 .16076

CaOH 0.1 -.009333 .012280 1.000 -.05476 .03609CaOH 1 .042333 .012280 .082 -.00309 .08776

TAP 1 Kontrol -.204333* .012280 .000 -.24976 -.15891TAP 0.1 -.018333 .012280 1.000 -.06376 .02709Ledermix 0.1 .071667* .012280 .001 .02624 .11709

Ledermix 1 .097000* .012280 .000 .05157 .14243

CaOH 0.1 -.027667 .012280 .857 -.07309 .01776CaOH 1 .024000 .012280 1.000 -.02143 .06943

Ledermix 0.1

Kontrol -.276000* .012280 .000 -.32143 -.23057TAP 0.1 -.090000* .012280 .000 -.13543 -.04457TAP 1 -.071667* .012280 .001 -.11709 -.02624Ledermix 1 .025333 .012280 1.000 -.02009 .07076

CaOH 0.1 -.099333* .012280 .000 -.14476 -.05391CaOH 1 -.047667* .012280 .035 -.09309 -.00224

Ledermix 1

Kontrol -.301333* .012280 .000 -.34676 -.25591TAP 0.1 -.115333* .012280 .000 -.16076 -.06991TAP 1 -.097000* .012280 .000 -.14243 -.05157Ledermix 0.1 -.025333 .012280 1.000 -.07076 .02009

CaOH 0.1 -.124667* .012280 .000 -.17009 -.07924CaOH 1 -.073000* .012280 .001 -.11843 -.02757

CaOH Kontrol -.176667* .012280 .000 -.22209 -.13124

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014

Page 79: SP-Emiria Dita Prasanti.pdf

64 

 

Universitas Indonesia

 

0.1 TAP 0.1 .009333 .012280 1.000 -.03609 .05476TAP 1 .027667 .012280 .857 -.01776 .07309Ledermix 0.1 .099333* .012280 .000 .05391 .14476

Ledermix 1 .124667* .012280 .000 .07924 .17009

CaOH 1 .051667* .012280 .018 .00624 .09709CaOH 1 Kontrol -.228333* .012280 .000 -.27376 -.18291

TAP 0.1 -.042333 .012280 .082 -.08776 .00309

TAP 1 -.024000 .012280 1.000 -.06943 .02143

Ledermix 0.1 .047667* .012280 .035 .00224 .09309

Ledermix 1 .073000* .012280 .001 .02757 .11843

CaOH 0.1 -.051667* .012280 .018 -.09709 -.00624

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

 

 

 

 

 

Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014