skripsi - repository.stikes-bhm.ac.idrepository.stikes-bhm.ac.id/203/1/41.pdf · v pernyataan yang...

161
i SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PERILAKU SANTRIWATI DALAM PENCEGAHAN HEPATITIS A DI PONDOK PESANTREN WALI SONGO NGABAR KECAMATAN SIMAN KABUPATEN PONOROGO Oleh : IKA WAHYUNINGRUM NIM : 201302083 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2017

Upload: others

Post on 19-Nov-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP

PERILAKU SANTRIWATI DALAM PENCEGAHAN

HEPATITIS A DI PONDOK PESANTREN WALI

SONGO NGABAR KECAMATAN SIMAN

KABUPATEN PONOROGO

Oleh :

IKA WAHYUNINGRUM

NIM : 201302083

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2017

ii

SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP

PERILAKU SANTRIWATI DALAM PENCEGAHAN

HEPATITIS A DI PONDOK PESANTREN WALI

SONGO NGABAR KECAMATAN SIMAN

KABUPATEN PONOROGO

Diajukan untuk memenuhi

Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar

Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

IKA WAHYUNINGRUM

NIM : 201302083

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2017

iii

iv

v

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ika Wahyuningrum

Nim : 201302083

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan

di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar

(ahli madya/sarjana) di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.

Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan baik yang sudah maupun

belum/tidak dipublikasikan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar

pustaka.

Madiun, Juli 2017

Peneliti

Ika Wahyuningrum

201302083

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ika Wahyuningrum

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Magetan, 05 Mei 1995

Agama : Islam

Alamat : Ds. Kerik 03/01, Kec. Takeran, Kab. Magetan

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 2000-2001 : RA Nurul Hikmah Banaran

2. Tahun 2001-2007 : MI PSM Banaran

3. Tahun 2008-2010 : SMPN 1 Takeran

4. Tahun 2011-2013 : SMKN Takeran

5. Tahun 2013-Sekarang : STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Riwayat Pekerjaan : Belum Pernah Bekerja

vii

ABSTRAK

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PERILAKU

SANTRIWATI DALAM PENCEGAHAN HEPATITIS A DI PONDOK

PESANTREN WALI SONGO NGABAR KECAMATAN SIMAN

KABUPATEN PONOROGO

IKA WAHYUNINGRUM

201302083

Hepatitis A adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis A.

Virus ini menyebar terutama ketika orang yang tidak terinfeksi (dan tidak

divaksinasi) mencerna makanan atau air yang terkontaminasi dengan tinja orang

yang terinfeksi. Jika Hepatitis A ini tidak segera ditangani dan diobati, maka dapat

menyebabkan peradangan pada hati yang bisa berujung pada kematian.

Kurangnya pendidikan kesehatan tentang Hepatitis A menyebabkan santriwati

tidak mengetahui tentang cara pencegahannya. Tujuan penelitian untuk

mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku santriwati dalam

pencegahan Hepatitis A di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan

Siman Kabupaten Ponorogo.

Penelitian ini menggunakan rancangan Experiment dengan desain Pretest

Posttest dengan kelompok kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

santriwati putri kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Wali Songo

Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo berjumlah 151 santriwati.

Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster sampling dengan jumlah 36

santriwati, di bagi dalam 2 kelompok yaitu 18 santriwati termasuk kelompok

eksperimen dan 18 santriwati termasuk kelompok kontrol. Analisis data dengan

uji 2 pihak menggunakan uji statistik Willcoxon Rank Test dan besarnya

perbedaan menggunakan uji Mann Whitney U Test.

Hasil penelitian dengan uji Wilcoxon Rank Test diperoleh nilai P=0.000,

karena nilai P<0,05 maka ada perubahan perilaku pencegahan Hepatitis A setelah

pendidikan kesehatan pada kelompok eksperimen. Hasil penelitian dengan uji

Mann Whitney U Test diperoleh nilai P=0.000 karena nilai P<0,05 maka ada

perbedaan perilaku pencegahan Hepatitis A antara kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol.

Diharapkan santriwati mempertahankan perilaku pencegahan seperti cuci

tangan pakai sabun sebelum dan setelah makan, dari toilet serta tidak

menggunakan alat makan dan pakaian bergantian dengan teman. Diharapkan

kepada pihak PPWS memberikan sosialisasi tentang kesehatan secara periodik

pada semua santriwati khususnya tentang Hepatitis A dan cara pencegahannya

serta memberikan fasilitas personal hygiene yang cukup di area pesantren.

Kata Kunci : Pendidikan kesehatan, Hepatitis A, Perilaku pencegahan

viii

ABSTRACT

INFLUENCE OF HEALTH EDUCATION AGAINST THE BEHAVIOR OF

SANTRIWATI IN THE PREVENTION OF HEPATITIS A IN BOARDING

SCHOOLS WALI SONGO NGABAR SUBDISTRICT

SIMAN PONOROGO

IKA WAHYUNINGRUM

201302083

Hepatitis A is a liver disease caused by viruses Hepatitis A Virus is spread

out. Especially when people who are not infected (and not vaccinated) digest food

or water contaminated with the feces of infected people. If Hepatitis A is not

immediately addressed and treated, then it can cause inflammation of the liver that

can lead to death. The lack of health education about Hepatitis A causes santriwati

not knowing about prevention. The purpose of the study to find out the influence

of health education against the behavior of santriwati in the prevention of

Hepatitis A in boarding schools Wali Songo Ngabar Subdistrict Siman Ponorogo.

This research uses the design Experiment design with Pretest Posttest with

control group. The population in this research is the whole santriwati the daughter

of Class VII Mts Wali Songo boarding schools Ngabar Subdistrict Siman

Ponorogo totalling 151 santriwati. Sampling cluster sampling techniques with a

total 36 santriwati, divided in two groups, the experimental group included

santriwati 18 and 18 santriwati including control group. Data analysis with test 2

parties using statistical tests Willcoxon Rank Test and the magnitude of the

difference using test Mann Whitney U Test.

Research results with the Wilcoxon test Rank Test P value obtained = 0,000

because the value of P then there is 0.05 < behavior change prevention Hepatitis

A after health education group experiments. Results of the study with Mann

Whitney U test Test earned value P = 0,000 because the value P then there is a

difference 0.05 < behavior prevention Hepatitis A between the experimental and

the control group.

Expected santriwati maintain behavior prevention such as hand-washing soap

usage before and after eating, from the toilet and not use cutlery and clothes

taking turns with friends. Expected to give PPWS socialization of health

periodically on all santriwati especially about Hepatitis A and way of prevention

as well as provide sufficient personal hygiene facilities in the boarding area.

Keywords: Health education, Hepatitis A, Behavioral prevention.

ix

DAFTAR ISI

Sampul Depan ......................................................................................................... i

Sampul Dalam ......................................................................................................... ii

Lembar Persetujuan ................................................................................................. iii

Lembar Pengesahan ................................................................................................. iv

Lembar Pernyataan .................................................................................................. v

Daftar Riwayat Hidup .............................................................................................. vi

Abstrak ..................................................................................................................... vii

Abstract .................................................................................................................... viii

Daftar Isi .................................................................................................................. ix

Daftar Tabel ............................................................................................................. xii

Daftar Gambar ......................................................................................................... xiii

Daftar Lampiran ...................................................................................................... xiv

Daftar Singkatan ...................................................................................................... xv

Daftar Istilah ............................................................................................................ xvi

Kata Pengantar ......................................................................................................... xix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 6

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hepatitis A

2.1.1 Pengertian .................................................................................................. 9

2.1.2 Etiologi ...................................................................................................... 10

2.1.3 Faktor Resiko ............................................................................................ 11

2.1.4 Cara Penularan .......................................................................................... 12

2.1.5 Tanda dan Gejala ....................................................................................... 12

2.1.6 Diagnosis ................................................................................................... 13

x

2.1.7 Penatalaksanaan ........................................................................................ 13

2.1.8 Pencegahan ................................................................................................ 15

2.2 Pendidikan Kesehatan

2.2.1 Pengertian .................................................................................................. 17

2.2.2 Tujuan ........................................................................................................ 17

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi ...................................................................... 18

2.2.4 Metode ....................................................................................................... 19

2.2.5 Media ......................................................................................................... 20

2.3 Pengetahuan

2.3.1 Pengertian .................................................................................................. 25

2.3.2 Tingkat Pengetahuan ................................................................................. 26

2.3.3 Pengukuran Pengetahuan .......................................................................... 28

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi ...................................................................... 28

2.4 Perilaku Kesehatan

2.4.1 Pengertian ................................................................................................. 33

2.4.2 Bentuk Perilaku ......................................................................................... 33

2.4.3 Klasifikasi Perilaku ................................................................................... 34

2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi ...................................................................... 35

2.4.5 Pengukuran Perilaku ................................................................................. 37

2.5 Personal Hygiene

2.5.1 Definisi ...................................................................................................... 38

2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi ...................................................................... 39

2.5.3 Tipe Personal Hygiene .............................................................................. 40

2.6 Pesantren ........................................................................................................... 46

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL & HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................................ 50

3.2 Hipotesis ............................................................................................................ 51

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian .............................................................................................. 52

4.2 Populasi dan Sampel .......................................................................................... 53

4.3 Teknik Sampling ................................................................................................ 56

xi

4.4 Kerangka Kerja Penelitian ................................................................................. 57

4.5 Variabel dan Definisi Operasional .................................................................... 59

4.6 Instrumen Penelitian .......................................................................................... 61

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 64

4.8 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................................. 64

4.9 Teknik Analisa Data .......................................................................................... 66

4.10 Etika Penelitian ................................................................................................ 69

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ........................................................... 72

5.2 Hasil Penelitian .................................................................................................. 74

5.3 Pembahasan ....................................................................................................... 81

5.4 Keterbatasan Penelitian ....……………………………………………………. 90

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 91

6.2 Saran .................................................................................................................. 92

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 93

Lampiran-lampiran .................................................................................................. 96

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Definisi Operasional ..................................................................... 57

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas ……………………………………………….. 62

Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas …………………………………………….. 62

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan

persebaran populasi di kelas VII Madrasah Tsanawiyah PPWS

Ngabar Ponorogo ..........................................................................

74

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia di

kelas VII Madrasah Tsanawiyah PPWS Ngabar Ponorogo

.........................................................................................................

75

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan asal

daerah di kelas VII Madrasah Tsanawiyah PPWS Ngabar

Ponorogo ........................................................................................

75

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan sumber

informasi Hepatitis A di kelas VII Madrasah Tsanawiyah PPWS

Ngabar Ponorogo ……...................................................................

76

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan

pengetahuan Hepatitis A di kelas VII Madrasah Tsanawiyah

PPWS Ngabar Ponorogo ................................................................

77

Tabel 5.6 Hasil pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

sebelum dilakukan pendidikan kesehatan di kelas VII Madrasah

Tsanawiyah PPWS Ponorogo .......................................................

77

Tabel 5.7 Hasil posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di kelas VII Madrasah

Tsanawiyah PPWS Ponorogo .......................................................

78

Tabel 5.8 Hasil uji perbedaan pretest dan posttest kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol sesudah dilakukan pendidikan kesehatan

di kelas VII Madrasah Tsanawiyah PPWS Ponorogo ..................

79

Tabel 5.9 Hasil uji perbedaan nilai perilaku pencegahan Hepatitis A antara

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di kelas VII

Madrasah Tsanawiyah PPWS Ponorogo ......................................

80

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ......................................................................... 47

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 55

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar pengesahan judul penelitian ………………………... 96

Lampiran 2 Lembar izin pencarian data awal …….…………………….... 97

Lampiran 3 Lembar izin pengambilan data awal ……………………….... 98

Lampiran 4 Lembar izin penelitian ………………………………………. 99

Lampiran 5 Lembar izin penelitian Bakesbangpol ………………………. 100

Lampiran 6 Lembar keterangan penelitian di PPWS ………….…………. 101

Lampiran 7 Lembar keterangan menjadi responden …….……………….. 102

Lampiran 8 Lembar kuisioner identitas dan sumber informasi ………….. 104

Lampiran 9 Lembar kuisioner pengetahuan Hepatitis A ………………… 105

Lampiran 10 Lembar kuisioner perilaku pencegahan Hepatitis A ………… 109

Lampiran 11 Lembar satuan acara penyuluhan ………………….………... 110

Lampiran 12 Lembar hasil iji validitas dan reliabilitas ……………………. 121

Lampiran 13 Lembar tabulasi data ………………………………………… 123

Lampiran 14 Lembar hasil uji normalitas data ……………………………. 127

Lampiran 15 Lembar pengolahan data …………………………………….. 131

Lampiran 16 Lembar jadwal kegiatan ……………………………………... 134

Lampiran 17 Lembar konsultasi …………………………………………… 135

Lampiran 18 Lembar leaflet ……………………………………………….. 137

Lampiran 19 Lembar Poster cuci tangan ………………………………...... 139

Lampiran 20 Foto Proses Penelitian ………………………………………. 140

xv

DAFTAR SINGKATAN

BAKESBANGPOL : Bagian Kesatuan Bangsa dan Politik

CTPS : Cuci Tangan Pakai Sabun

DEPKES : Departemen Kesehatan

DNA : Deoxyribose Nucleic Acid

HAV : Hepatitis A Virus

Ig M : Imunoglobulin M

KEMENKES : Kementrian Kesehatan

KLB : Kejadian Luar Biasa

PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan

POSKESTREN : Pos Kesehatan Pesantren

PPWS : Pondok Pesantren Wali Songo

RNA : Ribo Nukleat Acid

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase

SOR : Stimulus Organisme Respon

WC : Water Closet

WHO : World Health Organization

xvi

DAFTAR ISTILAH

Analysis : Analisis

Anonimity : Tanpa nama (inisial)

Antibodi : Kekebalan tubuh

Antiemetik : Anti mual muntah

Antipiretik : Anti demam

Application : Penerapan

Audio aid : Alat bantu dengar

Audio visual aid : Alat bantu lihat-dengar

Bakteri patogen : Bakteri penyebab penyakit

Bilirubin : Pigmen kuning di dalam darah, urine dan tinja

Billboard : Papan pengumuman

Body of knowledge : Panduan berisi pengetahuan

Checklis : Tanda centang

Cleaning : Pengecekan kembali

Closed ended : Tertutup

Coding : Pemberian kode

Comprehension : Memahami

Confidentiality : Kerahasiaan

Convert Behavior : Perilaku tertutup

Counceling : Pemberian nasihat

Editing : Pengeditan

Eksplosif : Mudah menyebar

Enabling : Penguat

Enteral : Masuk ke dalam tubuh

Entry : Memasukkan data

xvii

Epidemi : Kejadian tinggi suatu penyakit

Evaluation : Evaluasi

Famili enterovirus : Satu marga suku virus penyebab infeksi

Fekal – oral : Anus – mulut (saluran pencernaan)

Fulminan : Akut atau ancaman tiba-tiba

Guidance : Pembimbing

Health maintenance : Perilaku pemeliharaan kesehatan

Health seeking behavior : Perilaku pencarian fasilitas kesehatan

Hepatitis A : Peradangan Hati karena virus hepatitis A

Informed consent : Lembar persetujuan

Inkubasi : Proses masuknya penyakit dalam tubuh

Inovasi : Pembaharuan

Input : Masuk

Kapsomer : Sub unit protein repetitiv yang membentuk kapsid

Karsinoma : Kanker

Know : Tahu

Korelasi : Hubungan

Kuratif : Penanganan

Learned : Terpelajar

Obligat intraseluler : Parasit tidak dapat bereproduksi di luar sel inang

Outer-membran envelop : Bungkus di luar membran

Output : Keluar

Overt behavior : Perilaku terbuka

Parasite : Penurun produktivitas zat yang ditumpangi

Personal hygiene : Kebersihan diri

Picornavirus : Kelompok virus yang ukurannya paling kecil

Predisposing : Predisposisi

xviii

Preicterik : Sebelum kuning

Prevalensi : Angka kejadian

Preventif : Pencegahan

Probability : Kemungkinan (acak)

Promotif : Pencegahan

Rating scale : Skala penilaian

Recall : Mengingat kembali

Rehabilitatif : Pemulihan

Reinforcing : Pemungkin

Replikasi : Penggandaan

Sanitasi : Kebersihan lingkungan

Scholar : Sarjana

Self limiting : Sembuh dengan sendirinya

Siklik : Berulang

Simple random sampling : Pengambilan sampel acak sederhana

Sklera : Selaput putih pada mata

Sporadis : Menyerang orang tertentu

Synthesis : Sintesis

Tabulating : Penyusunan data dalam bentuk tabel

Transmisi : Penularan atau penyebaran penyakit

Vaksinasi : Pemberian vaksin

Visual aid : Alat bantu lihat

xix

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi dengan judul

“Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Santriwati dalam

Pencegahan Hepatitis A di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan

Siman Kabupaten Ponorogo”.

Adapun maksud penulis menyusun skripsi ini adalah memenuhi persyaratan

dalam menyelesaikan Pendidikan Sarjana Keperawatan di STIKes Bhakti Husada

Mulia Madiun.

Penulis sadar bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat dorongan dan

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dengan setulus hati

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Zaenal Abidin, SKM., M.Kes selaku ketua STIKes Bhakti Husada Mulia

Madiun.

2. Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten

Ponorogo.

3. Mega Arianti Putri, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Prodi Sarjana

Keperawatan STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun.

4. Istikomah, S.Kep., Ns., M.Kes selaku pembimbing 1 dalam penyusunan

skripsi ini.

xx

5. Eulis Liawati, S.Kp., M.Kes selaku pembimbing 2 dalam penyusunan

skripsi ini.

6. Aris Hartono, S.Kep., Ns., M.Kes selaku ketua dewan penguji dalam

skripsi ini.

7. Keluarga tercinta yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam

penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman prodi Keperawatan dan semua pihak yang banyak

membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam

penyusunan proposal ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan

kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan

skripsi ini.

Madiun, Juli 2017

Peneliti

Ika Wahyuningrum

201302083

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hepatitis A adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis A.

Virus ini menyebar terutama ketika orang yang tidak terinfeksi (dan tidak

divaksinasi) mencerna makanan atau air yang terkontaminasi dengan tinja orang

yang terinfeksi. Penyakit ini berhubungan erat dengan air atau makanan yang

tidak aman, sanitasi yang tidak memadai dan kebersihan pribadi yang buruk.

Tidak seperti hepatitis B dan C, infeksi Hepatitis A tidak menyebabkan penyakit

hati kronis dan jarang berakibat fatal, tetapi dapat menyebabkan gejala yang

melemahkan dan hepatitis fulminan atau gagal hati akut yang sering fatal.

Hepatitis A terjadi secara sporadis dan dalam epidemi di seluruh dunia, dengan

kecenderungan untuk kambuh siklik. Virus Hepatitis A adalah salah satu

penyebab paling sering infeksi bawaan makanan. Epidemi berkaitan dengan

makanan atau air yang terkontaminasi dapat meluas eksplosif, seperti epidemi di

Shanghai pada tahun 1988 yang mempengaruhi sekitar 300.000 orang. Virus

Hepatitis A bertahan dalam lingkungan dan dapat menahan proses produksi

makanan secara rutin digunakan untuk menonaktifkan dan/atau mengendalikan

bakteri patogen (WHO, 2016).

Sekitar 1 juta orang di dunia pertahun, pernah mengidap penyakit Hepatitis

A, dengan prevalensi tertinggi pada negara berkembang. Penyakit ini jarang

ditemui di negara maju namun cukup sering ditemui di negara berkembang seperti

2

di Afrika, India, Asia, dan Amerika Selatan. Di Indonesia, penderita penyakit

Hepatitis A yang dirawat di rumah sakit tercatat lebih dari 50% dari total

penderita yang ada. Untuk penderita Hepatitis A sendiri mencapai 39,8% hingga

68,3%. Sedangkan untuk Hepatitis C kurang lebih 15,5% hingga 46,4%, dan

untuk Hepatitis B berkisar 6,4% hingga 25,9%. Jika kita melihat dari data

tersebut, penderita Hepatitis A adalah yang terbanyak, disusul Hepatitis C, dan

Hepatitis B yang paling sedikit (WHO, 2007).

Data Indonesia sesuai hasil Riskesdas Biomedis tahun 2013 menunjukkan

angka Hepatitis A di Indonesia mencapai 19,3%, terjadi peningkatan 2 kali lipat

apabila dibandingkan dari data tahun 2007. Total KLB Hepatitis A tahun 2013 di

6 provinsi dan 12 kabupaten/kota mencapai 531 kasus.

Di Jawa Timur, terdapat 6 kabupaten yang terserang KLB Hepatitis A di

antaranya Kabupaten Pasuruan 110 kasus, Kabupaten Lamongan 72 kasus,

Kabupaten Pacitan 66 kasus, Kabupaten Jember 36 kasus, Kabupaten Ponorogo

25 kasus dan Kabupaten Jombang 14 kasus. KLB Hepatitis A terjadi akibat

sanitasi lingkungan dan hygiene makanan yang buruk (Kemenkes, 2013).

Menurut data yang didapatkan peneliti dari Dinas Kesehatan Ponorogo tahun

2014, sebagian dari kasus Hepatitis A di Ponorogo terjadi di wilayah Puskesmas

kecamatan Siman, tepatnya di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar sebanyak 12

penderita, 9 di alami oleh santriwati dan 3 di alami oleh ustadz. Perilaku hidup

bersih dan sehat terutama hygiene perseorangan di pondok pesantren pada

umumnya masih kurang. Hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya berbagai

3

penyakit menular termasuk Hepatitis A. Berdasarkan observasi sebelum penelitian

ini dilakukan selama 4 jam pada tanggal 30 April 2017 mulai pukul 13.00-17.00

di pondok pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo perilaku santriwati adalah

sangat jarang ditemukan santriwati yang mau cuci tangan pakai sabun sebelum

dan setelah makan, sebelum dan sesudah dari toilet, setelah beraktifitas atau

olahraga, kebanyakan mencuci tangan menggunakan air saja, santriwati membeli

makanan dari luar pondok (seperti mie ayam, bakso) dan dimakan bersama dalam

1 kelompok bermainnya dengan menggunakan sendok bergantian.

Pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang melakukan

kegiatan kesehatan secara komprehensif. Peran pondok pesantren dalam hal ini

meliputi keterlibatan dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Semua kegiatan di dukung juga oleh sektor terkait yaitu pihak kesehatan dan

pihak lain yang ada hubungannya dengan pondok pesantren. Keterlibatan pondok

pesantren adalah salah satu bentuk kemandirian yang perlu terus di bina guna

meningkatkan derajat kesehatan yang optimal merata di semua lapisan masyarakat

termasuk warga pondok pesantren. Hubungan yang baik antara pondok pesantren

dan kesehatan di dukung lintas sektor lain merupakan kunci keberhasilan dari

kemandirian pondok pesantren dalam bidang kesehatan (Mahyuiansyah, 2009).

Jumlah santriwati di dalam pondok pesantren cukup banyak dan berasal dari

beberapa daerah dengan kebiasaan dan pola hidup yang berbeda. Kondisi seperti

ini akan mempengaruhi kesehatan santriwati jika perilaku hidup bersih dan sehat

sangat kurang. Dalam kehidupan sehari-hari para santriwati yang tinggal di

pondok pesantren selalu berinteraksi antara santriwati satu dengan santriwati yang

4

lainnya sehingga penyakit menular berbasis lingkungan seperti tuberkulosis paru,

diare, penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut serta Hepatitis A banyak di

temukan. Adanya prinsip kebersamaan seperti menggunakan alat makan, minum,

pakaian dan lain-lain secara bergantian atau bersama-sama juga akan

meningkatkan angka penularan penyakit. Pengetahuan tentang kesehatan secara

umum, khususnya tentang penyakit menular di harapkan mampu meningkatkan

perilaku pencegahan untuk menurunkan angka kesakitan penyakit menular

(Kuspriyanto 2002 dalam Sulistiani 2015).

Jika Hepatitis A ini tidak segera ditangani dan diobati, maka dapat

menyebabkan peradangan pada hati yang bisa berujung pada kematian. Selain itu

Hepatitis A juga dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), status kesehatan

dan tingkat prestasi belajar menurun terutama di kalangan remaja atau santriwati.

Karena seperti yang kita ketahui, bahwa penerapan pola hidup bersih dan sehat di

kalangan santriwati sangatlah sulit, terkadang walaupun mereka tahu apa itu arti

dari sebuah hidup bersih dan sehat, tetapi mereka tetap mengabaikannya, dan

seolah-olah mereka tidak tahu tentang arti hidup bersih dan sehat. Misalkan:

walaupun mereka tahu jajanan yang menurut kriteria bersih tetapi mereka tetap

membeli jajanan sembarang selagi mereka anggap bahwa jajanan itu enak untuk

dimakan. Padahal hal tersebut merupakan salah satu faktor risiko untuk

tertularnya penyakit Hepatitis A. Fakta tersebut menggambarkan bahwa remaja di

Indonesia kurang peduli terhadap perilaku hidup bersih dan sehat sebagai

pencegahan Hepatitis A.

5

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan warga

pesantren, di dirikan program pos kesehatan pesantren (Poskestren) yang memiliki

kesiapan, kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-

masalah kesehatan secara mandiri sesuai dengan kemampuannya. Poskestren juga

merupakan salah satu wujud upaya kesehatan berbasis masyarakat di lingkungan

pesantren dengan prinsip dari, oleh dan untuk warga pesantren yang

mengutamakan pelayanan promotif (peningkatan) dan preventif (pencegahan)

serta tidak mengabaikan aspek kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan)

dengan binaan puskesmas setempat (Depkes RI, 2007).

Upaya pencegahan Hepatitis A yang lain adalah dengan mulai menanamkan

kesadaran pentingnya masalah ini oleh pemerintah bersama masyarakat. Hal ini

seperti yang dilakukan Menteri Kesehatan (Menkes) yang mensosialisasikan

pencegahan Hepatitis A melalui media press (Depkes, 2012). Vaksinasi terhadap

Hepatitis A harus menjadi bagian dari rencana komprehensif untuk pencegahan

dan pengendalian virus Hepatitis A. Perencanaan untuk program imunisasi skala

besar harus melibatkan evaluasi ekonomi dan mempertimbangkan metode

pencegahan alternatif atau tambahan seperti, sanitasi dan pendidikan kesehatan

untuk praktik kebersihan yang lebih baik (WHO, 2016).

Pendidikan kesehatan merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk

mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan

masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup bersih dan sehat. Sama halnya

dengan proses pembelajaran pendidikan kesahatan memiliki tujuan yang sama

yaitu terjadinya perubahan perilaku yang dipengaruhi banyak faktor diantaranya

6

adalah sasaran pendidikan, pelaku pendidikan, proses pendidikan dan perubahan

perilaku yang diharapkan (Setiawati & Dermawan, 2008). Peran pendidikan

kesehatan diharapkan menjadi salah satu intervensi kesehatan yang dapat

mengubah perilaku remaja untuk selalu hidup bersih dan sehat, sehingga dapat

meningkatkan derajat kesehatan mereka.

Dan berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang

pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku santriwati dalam pencegahan

Hepatitis A di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan Siman

Kabupaten Ponorogo.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A

di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten

Ponorogo”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A

di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis

A sebelum dilakukan pendidikan kesehatan.

7

2. Untuk mengidentifikasi perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis

A sesudah dilakukan pendidikan kesehatan.

3. Untuk mengidentifikasi perbedaan perilaku santriwati dalam pencegahan

Hepatitis A sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

4. Untuk mengidentifikasi perbedaan perilaku santriwati kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol dalam pencegahan Hepatitis A dan

menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku santriwati

dalam pencegahan Hepatitis A di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar

Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini sebagai bentuk pengembangan keilmuan terutama keperawatan

komunitas dengan setting pondok pesantren. Hasil penelitian ini dapat menjadi

dasar untuk meningkatkan kualitas dan memperluas cakupan keilmuan

keperawatan komunitas.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Di harapkan peneliti mampu membuktikan secara ilmiah tentang pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap perilaku santriwati dalam pencegahan

Hepatitis A di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan Siman

Kabupaten Ponorogo.

8

b. Bagi Pondok Pesantren

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan gambaran bagi para pengasuh

pondok pesantren terhadap penyakit Hepatitis A apabila terdapat santriwati

yang terkena Hepatitis A agar tidak menjadi kejadian luar biasa di

pesantren.

c. Bagi Responden

Memberikan informasi kepada para santriwati agar mampu mencegah

penyakit Hepatitis A yang tepat.

d. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan

dalam pembentukan program Poskestren (Pos Kesehatan Pesantren).

e. Bagi Institusi Pendidikan

Menambah kepustakaan di STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun

khususnya tentang Hepatitis A dan sebagai bahan pertimbangan bagi

mahasiswa yang akan dan sedang praktek keperawatan komunitas.

f. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan atau sumber untuk penelitian

selanjutnya, dan mendorong bagi yang berkepentingan untuk melakukan

penelitian lebih lanjut.

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hepatitis A

2.1.1 Pengertian

Hepatitis A adalah salah satu penyakit peradangan di hati yang ringan namun

menular, sering kali orang dengan penyakit Hepatitis A tidak menyadari bahwa

dirinya telah terkena penyakit ini karena gejala-gejala kadang tidak tampak seperti

penyakit lainnya. Waluyo (2011) mengatakan bahwa penyakit Hepatitis A adalah

jenis Hepatitis yang paling ringan, namun sangat menular. Penyakit ini dapat

menyebabkan gejala seperti mual, muntah, lemas, hilang nafsu makan, kulit dan

sklera mata berubah menjadi kuning, demam, dan gejala lainnya (Sjaifoellah

Noer, 2007).

Hepatitis A adalah salah satu jenis penyakit yang masih dapat disembuhkan,

merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus DNA dari famili enterovirus.

Penyakit hepatitis A ini juga termasuk penyakit yang cukup berbahaya karena

dapat menyebabkan kerusakan hati bila tidak ditangani sedini mungkin.

Penyebaran dan penularan penyakit ini melalui fekal – oral, yang disebut juga

melalui mulut dan saluran pencernaan. Virus ditularkan ketika orang yang tidak

terinfeksi mencerna makanan atau air yang telah terkontaminasi dengan tinja

orang yang terinfeksi (WHO dalam Depkes RI, 2013).

10

2.1.2 Etiologi

Hepatitis A akut merupakan infeksi virus yang ditularkan melalui transmisi

enteral virus RNA yang mempunyai diameter 27 nm. Virus ini bersifat self-

limiting dan biasanya sembuh sendiri, lebih sering menyerang individu yang tidak

memiliki antibodi virus hepatitis A seperti pada anak-anak, namun infeksi juga

dapat terjadi pada orang dewasa. Jarang terjadi fulminan (0,01%) dan transmisi

menjadi hepatitis kronis tidak perlu ditakuti, tidak ada hubungan korelasi akan

terjadinya karsinoma sel hati primer. Karier HAV sehat tidak diketahui. Infeksi

penyakit ini menyebabkan pasien mempunyai kekebalan seumur hidup.

HAV terdiri dari asam nukleat yang dikelilingi oleh satu atau lebih protein,

beberapa virus juga memiliki outer-membran envelop. Virus ini bersifat parasite

obligat intraseluler, hanya dapat bereplikasi di dalam sel karena asam nukleatnya

tidak menyediakan banyak enzim yang diperlukan untuk metabolisme protein,

karbohidrat atau lipid untuk menghasilkan fosfat energi tinggi. Biasanya asam

nukleat virus menyediakan protein yang diperlukan untuk replikasi dan

membungkus asam nukleatnya pada bahan kimia sel inang. Replikasi HAV

terbatas di hati, tetapi virus ini terdapat di dalam empedu, hati, tinja dan darah

selama masa inkubasi dan fase akhir preicterik akut penyakit. HAV di golongkan

dalam picornavirus, subklasifikasi sebagai hepatovirus, diameter 27-28 nm

dengan bentuk kubus simetrik, untai tunggal (single stranded), molekul RNA

linier 7,5 kb, pada manusia terdiri dari 1 serotipe, 3 atau lebih genotipe,

mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal, mengandung 3 atau 4

polipeptida virion di kapsomer, replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi,

11

tidak terdapat bukti adanya replikasi di usus, menyebar pada galur primata non

manusia dan galur sel manusia (IPD UI, 2009).

2.1.3 Faktor Resiko

Perilaku berisiko terhadap Hepatitis A berdasarkan Kemenkes RI (2012) :

a. Kebiasaan membeli makanan di sembarang tempat, makan makanan mentah

atau setengah matang.

b. Personal hygiene yang rendah antara lain : penerapan Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat masih kurang diantaranya cuci tangan dengan air bersih dan sabun,

mengkonsumsi makanan dan minuman sehat, serta cara mengolah makanan

yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan (Kemenkes RI, 2012). Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat di sekolah berdasarkan Depkes diantaranya cuci

tangan, menjaga kuku agar tidak panjang dan kotor, menggunakan jamban

(WC) yang sehat untuk Buang Air Kecil dan Buang Air Besar, dan

membuang sampah pada tempatnya.

Kelompok risiko tinggi tertular HAV berdasarkan Cahyono,dkk (2010),

diantaranya :

1) Tinggal di daerah dengan kondisi lingkungan yang buruk (penyediaan air

minum dan air bersih, pembuangan air limbah, pengelolaan sampah,

pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat).

2) Tempat penitipan anak dan asrama (Pesantren).

3) Penyaji makanan

12

2.1.4 Cara Penularan

Cara Penularan dan penyebaran Hepatitis A terjadi melalui fekal-oral,

terutama melaui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh virus Hepatitis

A (HAV) (Sari, 2008). Virus ini masuk kedalam saluran pencernaan melalui

makanan dan minuman yang tercemar tinja penderita virus Hepatitis A (HAV).

Virus kemudian masuk ke hati melalui peredaran darah untuk selanjutnya

menginvasi sel-sel hati (hepatosit) dan melakukan replikasi di hepatosit

(Kemenkes RI, 2012). Konsentrasi virus Hepatitis A (HAV) tertinggi terdapat di

tinja, yang dikeluarkan pendeita 2 minggu sebelum dan sampai 1 minggu setelah

timbul gejala kuning, dan konsentrasi virus masih tetap tinggi 2 - 3 minggu

setelah gejala kuning timbul. Sedangkan air ludah dan cairan tubuh lain

mempunyai konsentrasi yang rendah dalam menularkan penyakit. Cara penularan

virus Hepatitis A (HAV) diantaranya makan atau minuman yang terkontaminasi

virus Hepatitis A (HAV), kontak langsung dengan barang-barang milik penderita

Hepatitis A, penampungan air yang terkontaminasi virus Hepatitis A (HAV)

(Cahyono,dkk, 2010).

2.1.5 Tanda dan Gejala

Berdasarkan Cahyono,dkk (2010), gejala hepatitis A biasanya dibagi dalam

beberapa stadium, diantaranya :

a. Masa inkubasi Hepatitis A antara 2-6 minggu, biasanya terdapat gejala letih,

lesu, nyeri telan, demam (38oC-39OC), kehilangan selera makan, mual, bahkan

muntah-muntah yang berlebihan.

13

b. Stadium dengan gejala kuning. Stadium ini ditandai urin berwarna teh tua,

disertai timbulnya kuning pada mata dan kulit, nyeri perut kanan bagian atas

karena adanya pembesaran hati, tinja berwarna teh tua, terjadi peningkatan tes

fungsi hati (bilirubin, SGOT, SGPT) dan meningkatnya antibody terhadap

virus hepatitis A, yang disebut sebagai IgM anti Virus Hepatitis A (HAV).

c. Stadium penyembuhan. Stadium ini ditandai dengan menghilangnya warna

kuning pada sklera, kulit, dan pembesaran hati tetap. Penyembuhan sempurna

infeksi Virus Hepatitis A (HAV) membutuhkan waktu 3-4 bulan.

2.1.6 Diagnosis

Disamping gejala dan tanda klinis yang kadang tidak muncul, diagnosis

Hepatitis A dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan IgM-antiHAV serum

penderita (Kemenkes RI, 2012).

2.1.7 Penatalaksanaan

2.1.7.1 Penatalaksanaan Farmakologi

Tata laksana Farmakologi sesuai dengan gejala yang dirasakan oleh pasien,

(Permenkes RI, 2014) diantaranya :

Antipiretik bila demam; ibuprofen 2x400mg/hari. Apabila ada keluhan

gastrointestinal, seperti:

1) Mual : Antiemetik seperti Metoklopropamid 3x10 mg/hari atau Domperidon

3x10mg/hari.

14

2) Perut perih dan kembung : H2 Bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau

Ranitidin 2x 150mg/hari) atau Proton Pump Inhibitor (Omeprazol 1 x 20

mg/hari).

2.1.7.2 Penatalaksanaan Non Faramakologi

a. Diet seimbang

Terapi bagi penderita penyakit hati adalah dengan diet seimbang, jumlah

kalori yang dibutuhkan sesuai dengan tinggi badan, berat badan, dan

aktivitas. Pada keadaan tertentu, diperlukan diet rendah protein, banyak

makan sayur dan buah. Tujuan terapi diet pada pasien penderita penyakit

hati adalah menghindari kerusakan hati yang permanen, meningkatkan

kemampuan regenerasi jaringan hati dengan keluarnya protein yang

memadai, memperhatikan simpanan nutrisi dalam tubuh. Diet yang

seimbang sangatlah penting, kalori berlebih dalam bentuk karbohidrat

dapat menambah disfungsi hati dan menyebabkan terjadinya penimbunan

lemak pada hati. Jumlah kalori dari lemak seharusnya tidak lebih dari

30% jumlah kalori secara keseluruhan karena dapat membahayakan

sistem kardiovaskular (Kemenkes, 2012).

b. Tirah baring

Pengobatan tidak spesifik pada Hepatitis A yaitu meningkatkan daya

tahan tubuh dengan istirahat atau tirah baring (Kemenkes, 2012).

15

2.1.8 Pencegahan

Hepatitis A memang seringkali tidak berbahaya, namun lamanya masa

penyembuhan dapat memberikan kerugian ekonomi dan sosial. Penyakit ini juga

tidak memiliki pengobatan spesifik yang dapat mengurangi lama penyakit,

sehingga dalam penatalaksanaan Hepatitis A, tindakan pencegahan adalah yang

paling diutamakan. Pencegahan Hepatitis A dapat dilakukan baik dengan

pencegahan non-spesifik (perubahan perilaku) maupun dengan pencegahan

spesifik (imunisasi) (Kemenkes RI, 2012).

a. Pencegahan Non-Spesifik

Perubahan perilaku untuk mencegah Hepatitis A terutama dilakukan dengan

meningkatkan sanitasi. Petugas kesehatan bisa meningkatkan hal ini dengan

memberikan edukasi yang sesuai, antara lain:

1) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) secara benar

2) Pengolahan makanan yang benar, meliputi:

(a) Menjaga kebersihan, yaitu degan mencuci tangan sebelum memasak

dan keluar dari toilet, mencuci alat-alat masak dan alat-alat makan,

dan dapur harus dijaga agar bersih.

(b) Memisahkan bahan makanan matang dan mentah, yaitu dengan

menggunakan alat yang berbeda untuk keperluan dapur dan untuk

makan serta menyimpan bahan makanan matang dan mentah di

tempat yang berbeda.

(c) Memasak makanan sampai matang, yaitu dengan memasak makanan

pada suhu minimal 85OC (terutama daging, ayam, telur, dan

16

makanan laut), dan memanaskan makanan yang sudah matang

dengan benar.

(d) Menyimpan makanan pada suhu aman, yaitu jangan menyimpan

makanan pada suhu ruangan terlalu lama dan memasukan makanan

yang ingin disimpan ke dalam lemari pendingin namun jangan

disimpan terlalu lama.

(e) Menggunakan air bersih dan bahan makanan yang baik, yaitu dengan

memilih bahan makanan yang segar (belum kadaluarsa) dan

menggunakan air yang bersih serta mencuci buah dan sayur dengan

baik.

(f) Membuang tinja di jamban yang saniter, yaitu menyediakan air

bersih di jamban dan memastikan sistem pendistribusian air dan

pengelolaan limbah berjalan dengan baik.

b. Pencegahan Spesifik (Imunisasi)

Pencegahan spesifik Hepatitis A dilakukan dengan imunisasi. Proses ini

bisa bersifat pasif maupun aktif. Imunisasi pasif dilakukan dengan

memberikan imunoglobulin. Tindakan ini dapat memberikan perlindungan

segera tetapi bersifat sementara. Imunoglobulin diberikan segera setelah

kontak atau untuk pencegahan sebelum kontak dengan 1 dosis secara intra-

muskular. Efek proteksi dapat dicapai bila imunoglobulin diberikan dalam

waktu 2 minggu setelah terpajan. Imunisasi aktif, memberikan efektifitas

yang tinggi pada pencegahan Hepatitis A. Vaksin dibuat dari virus yang

diinaktivasi (inactivated vaccine). Vaksin ini relatif aman dan belum ada

17

laporan tentang efek samping dari vaksin kecuali nyeri ditempat suntikan.

Vaksin diberikan dalam 2 dosis dengan selang 6 – 12 bulan secara intra-

muskular didaerah deltoid atau lateral paha (Kemenkes RI, 2012).

2.2 Pendidikan Kesehatan

2.2.1 Pengertian pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan secara umum adalah segala

upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu,

kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan

oleh pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan ini tersirat unsur -

unsur input (sasaran dan pendidik dari pendidikan), proses (upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output (melakukan apa yang

diharapkan). Hasil yang diharapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan

adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan (Notoatmodjo,

2012).

2.2.2 Tujuan pendidikan kesehatan

Promosi kesehatan mempengaruhi 3 faktor penyebab terbentuknya perilaku

tersebut menurut Green dalam (Notoatmodjo, 2012) yaitu :

a. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor predisposisi

Promosi kesehatan bertujuan untuk mengunggah kesadaran, memberikan

atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan bagi dirinya sendiri, keluarganya maupun

18

masyarakatnya. Disamping itu, dalam konteks promosi kesehatan juga

memberikan pengertian tentang tradisi, kepercayaan masyarakat dan

sebagainya, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan kesehatan.

Bentuk promosi ini dilakukan dengan penyuluhan kesehatan, pameran

kesehatan, iklan-iklan layanan kesehatan, billboard, dan sebagainya.

b. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor enabling (penguat)

Bentuk promosi kesehatan ini dilakukan agar masyarakat dapat

memberdayakan masyarakat agar mampu mengadakan sarana dan prasarana

kesehatan dengan cara memberikan kemampuan dengan cara bantuan

teknik, memberikan arahan, dan cara-cara mencari dana untuk pengadaan

sarana dan prasarana.

c. Promosi kesehatan dalam faktor reinforcing (pemungkin)

Promosi kesehatan pada faktor ini bermaksud untuk mengadakan pelatihan

bagi tokoh agama, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan sendiri dengan

tujuan agar sikap dan perilaku petugas dapat menjadi teladan, contoh atau

acuan bagi masyarakat tentang hidup sehat.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikan kesehatan dapat

mencapai sasaran (Saragih, 2010) yaitu :

a. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap

informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin

19

tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima

informasi yang didapatnya.

b. Tingkat Sosial Ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula

dalam menerima informasi baru.

c. Adat Istiadat

Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap adat istiadat

sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan.

d. Kepercayaan Masyarakat

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-

orang yang sudah mereka kenal, karena sudah ada kepercayaan masyarakat

dengan penyampai informasi.

e. Ketersediaan waktu di masyarakat

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas

masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam

penyuluhan.

2.2.4 Metode pendidikan kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2012), berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin

dicapai, penggolongan metode pendidikan ada 3 (tiga) yaitu:

(a) Metode berdasarkan pendekatan perorangan

Metode ini bersifat individual dan biasanya digunakan untuk membina

perilaku baru, atau membina seorang yang mulai tertarik pada suatu

perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan

20

individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang

berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut.

Ada 2 bentuk pendekatannya yaitu :

1) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counceling)

2) Wawancara

(b) Metode berdasarkan pendekatan kelompok

Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok. Dalam

penyampaian promosi kesehatan dengan metode ini kita perlu

mempertimbangkan besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan

formal dari sasaran. Ada 2 jenis tergantung besarnya kelompok, yaitu

kelompok besar dan kelompok kecil.

(c) Metode berdasarkan pendekatan massa

Metode pendekatan massa ini cocok untuk mengkomunikasikan pesan-

pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Sehingga sasaran dari

metode ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur,

jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan

sebagainya, sehingga pesan-pesan kesehatan yang ingin disampaikan harus

dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa.

2.2.5 Media pendidikan Kesehatan

2.2.5.1 Fungsi Media

Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Alat-alat

bantu tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012) :

a. Menimbulkan minat sasaran pendidikan

21

b. Mencapai sasaran yang lebih banyak

c. Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman

d. Menstimulasi sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan –pesan yang

diterima oran lain

e. Mempermudah penyampaian bahan atau informasi kesehatan

f. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran/ masyarakat

g. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami,

dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik

h. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh

2.2.5.2 Tujuan Media

Media ini memiliki beberapa tujuan yaitu :

a. Tujuan yang akan dicapai

1) Menanamkan pengetahuan/pengertian, pendapat dan konsep- konsep

2) Mengubah sikap dan persepsi

3) Menanamkan perilaku/kebiasaan yang baru

b. Tujuan penggunaan alat bantu

1) Sebagai alat bantu dalam latihan/penataran/pendidikan

2) Untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah

3) Untuk mengingatkan suatu pesan/informasi

4) Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan

22

2.2.5.3 Bentuk Media

Ada beberapa bentuk media penyuluhan antara lain (Notoatmodjo, 2012) :

a. Berdasarkan stimulasi indra

1) Alat bantu lihat (visual aid) yang berguna dalam membantu

menstimulasi indra penglihatan

2) Alat bantu dengar (audio aids) yaitu alat yang dapat membantu untuk

menstimulasi indra pendengar pada waktu penyampaian bahan

pendidikan/pengajaran

3) Alat bantu lihat-dengar (audio visual aids)

b. Berdasarkan pembuatannya dan penggunaannya

1) Alat peraga atau media yang rumit, seperti film, film strip, slide, dan

sebagainya yang memerlukan listrik dan proyektor

2) Alat peraga sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan –

bahan setempat

c. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur media kesehatan

1) Media Cetak

(a) Leaflet

Merupakan bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui

lembaran yang dilipat. Keuntungan menggunakan media ini antara

lain : sasaran dapat menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis

karena mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran dapat melihat isinya

disaat santai dan sangat ekonomis, berbagai informasi dapat

diberikan atau dibaca oleh anggota kelompok sasaran, sehingga bisa

23

didiskusikan, dapat memberikan informasi yang detail yang mana

tidak diberikan secara lisan, mudah dibuat, diperbanyak dan

diperbaiki serta mudah disesuaikan dengan kelompok sasaran.

Sementara itu ada beberapa kelemahan dari leaflet yaitu : tidak

cocok untuk sasaran individu per individu, tidak tahan lama dan

mudah hilang, leaflet akan menjadi percuma jika sasaran tidak

diikutsertakan secara aktif, serta perlu proses penggandaan yang

baik.

(b) Booklet

Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan

kesehatan dalam bentuk tulisan dan gambar. Booklet sebagai saluran,

alat bantu, sarana dan sumber daya pendukungnya untuk

menyampaikan pesan harus menyesuaikan dengan isi materi yang

akan disampaikan.

Manfaat booklet sebagai media komunikasi pendidikan kesehatan

adalah :

1. Menimbulkan minat sasaran pendidikan.

2. Membantu di dalam mengatasi banyak hambatan.

3. Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan

cepat.

4. Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan

yang diterima kepada orang lain.

5. Mempermudah penyampaian bahasa pendidikan.

24

6. Mempermudah penemuan informasi oleh sasaran pendidikan.

7. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui lalu mendalami

dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik.

8. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.

(c) Flyer (selembaran)

(d) Flip chart (lembar balik)

Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk

buku di mana tiap lembar berisi gambar peragaan dan lembaran

baliknya berisi kalimat sebagai pesan kesehatan yang berkaitan

dengan gambar. Keunggulan menggunakan media ini antara lain :

mudah dibawa, dapat dilipat maupun digulung, murah dan efisien,

dan tidak perlu peralatan yang rumit. Sedangkan kelemahannya yaitu

terlalu kecil untuk sasaran yang berjumlah relatif besar, mudah robek

dan tercabik.

(e) Rubrik (tulisan – tulisan surat kabar), poster, dan foto

2) Media Elektronik

(a) Video dan film strip

Keunggulan penyuluhan dengan media ini adalah dapat

memberikan realita yang mungkin sulit direkam kembali oleh mata

dan pikiran sasaran, dapat memicu diskusi mengenai sikap dan

perilaku, efektif untuk sasaran yang jumlahnya relatif penting dapat

diulang kembali, mudah digunakan dan tidak memerlukan ruangan

yang gelap. Sementara kelemahan media ini yaitu memerlukan

25

sambungan listrik, peralatannya beresiko untuk rusak, perlu adanya

kesesuaian antara kaset dengan alat pemutar, membutuhkan ahli

profesional agar gambar mempunyai makna dalam sisi artistik

maupun materi, serta membutuhkan banyak biaya.

(b) Slide

Keunggulan media ini yaitu dapat memberikan berbagai realita

walaupun terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relatif

besar, dan pembuatannya relatif murah, serta peralatannya cukup

ringkas dan mudah digunakan. Sedangkan kelemahannya

memerlukan sambungan listrik, peralatannya beresiko mudah rusak

dan memerlukan ruangan sedikit lebih gelap.

(c) Media Papan

2.3 Pengetahuan

2.3.1 Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba. Sebagian besar, pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2011).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian

26

Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru

(berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yang

disebut AIETA, yaitu:

a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap

subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang – nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adaption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2011).

2.3.2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo 2011, pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

27

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini

dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis

ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan

(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan

sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi – formulasi yang ada.

28

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

kriteria – kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2011).

2.3.3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkatan - tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2007).

Pengukuran pengetahuan dapat juga dilakukan dengan memberikan kuesioner

tentang obyek pengetahuan yang akan di ukur selanjutnya dilakukan penilaian

dimana jawaban benar pada masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika

jawaban salah diberi nilai 0 (Notoatmodjo, 2007). Penilaian dilakukan dengan

cara membandingkan jumlah skor dengan skor yang diharapkan kemudian

dikalikan 100% dan hasilnya berupa presentase.

Baik : 76-100%

Cukup : 56-75%

Kurang: ≤ 56% (A.Wawan & Dewi, 2011).

2.3.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Lukman yang dikutip oleh Hendra (2008), ada beberapa faktor yang

memperngaruhi pengetahuan, yaitu:

29

a. Umur

Singgih (1998), mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang

maka proses – proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan

tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini

tidak secepat ketika berumur belasan tahun. Selain itu, Abu Ahmadi

(2001), juga mengemukakan bahwa daya ingat seseorang itu salah satunya

dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat disimpulkan bahwa

bertambahnya umur dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan

yang diperolehnya, akan tetapi pada umur – umur tertentu atau menjelang

usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan

akan berkurang. Untuk keperluan perbandingan maka WHO menganjurkan

pembagian – pembagian umur sebagai berikut :

1. Menurut tingkat kedewasaan :

0 – 14 tahun : bayi dan anak - anak

15 – 49 tahun : orang muda dan dewasa

50 tahun ke atas : orang tua

2. Interval 5 tahun :

Kurang dari 1 tahun,

1 – 4 tahun,

5 – 9 tahun,

10 – 14 tahun dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Hardiwinoto, pembagian kategori

umur, yaitu :

30

1. Masa balita : 0 – 5 tahun,

2. Masa kanak – kanak : 5 – 11 tahun,

3. Masa remaja awal : 12 – 16 tahun,

4. Masa remaja akhir : 17 – 25 tahun,

5. Masa dewasa awal : 26 – 35 tahun,

6. Masa dewasa akhir : 36 – 45 tahun,

7. Masa lansia awal : 46 – 55 tahun,

8. Masa lansia akhir : 56 – 65 tahun,

9. Masa manula : 65 – sampai atas (Depkes RI, 2009).

b. Intelegensi

Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan

berpikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru.

Intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari

proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal

untuk berpikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia

menguasai lingkungan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap

tingkat pengetahuan.

c. Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi

seseorang, di mana seseorang dapat mempelajari hal – hal yang baik dan

juga hal – hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam

31

lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan

berpengaruh pada cara berpikir seseorang.

d. Sosial budaya

Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan

orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar

dan memperoleh suatu pengetahuan.

e. Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (2007), pendidikan adalah suatu kegiatan atau

proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan

kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri.

Menurut Wied hary A. (1996), menyebutkan bahwa tingkat pendidikan

turut pula menentukan mudah atau tidaknya seseorang menyerap dan

memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin

tinggi pendidikan seseorang makin baik pula pengetahuannya.

f. Informasi

Menurut Wied Hary A. (1996), informasi akan memberikan pengaruh

pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan

yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai

media misalnya televisi, radio atau surat kabar, maka hal itu akan dapat

meningkatkan pengetahuan seseorang.

Informasi tidak terlepas dari sumber informasinya. Menurut

Notoatmodjo (2003) dalam Rahmahayani (2010), sumber informasi adalah

32

asal dari suatu informasi atau data yang diperoleh. Sumber informasi ini

dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu :

1. Sumber informasi dokumenter

Merupakan sumber informasi yang berhubungan dengan dokumen

resmi maupun dokumen tidak resmi. Dokumen resmi adalah bentuk

dokumen yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan di bawah

tanggung jawab instansi resmi. Dokumen tidak resmi adalah segala

bentuk dokumen yang berada atau menjadi tanggung jawab dan

wewenang badan instansi tidak resmi atau perorangan. Sumber primer

atau sering disebut sumber data dengan pertamadan hukum mempunyai

wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi tersebut.

2. Sumber kepustakaan

Kita telah mengetahui bahwa di dalam perpustakaan tersimpan berbagai

bahan bacaan dan informasi dan berbagai disiplin ilmu dari buku,

laporan – laporan penelitian, majalah, ilmiah, jurnal, dan sebagainya.

3. Sumber informasi lapangan

Sumber informasi akan mempengaruhi bertambahnya pengetahuan

seseorang tentang suatu hal sehingga informasi yang diperoleh dapat

terkumpul secara keseluruhan ataupun sebagainya. (Rahmahayani

2010).

g. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat

diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau

33

pengalaman itu suatu cara memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh

sebab itu, pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk

memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang

kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan

yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 1997 dalam Rahmahayani,

2010).

2.4 Perilaku Kesehatan

2.4.1 Pengertian

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari

uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah

semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang

tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), merumuskan

bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya

stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespons, maka

teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

2.4.2 Bentuk Perilaku

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2007) :

34

1. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam

bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan,

kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus

tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh

orang lain.

2.4.3 Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) adalah suatu respon

seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit

atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta

lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3

kelompok :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau

menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan

bilamana sakit.

2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau

sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior)

35

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit dan atau kecelakaan.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun sosial budaya, dan sebagainya.

2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang

Perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor

baik dari dalam maupun dari luar subyek. Menurut Lawrence Green (1980) dalam

Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan terbagi menjadi tiga teori penyebab

masalah kesehatan yang meliputi :

1. Faktor predisposisi (Predisposing factors)

Merupakan faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya

perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan,

kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi.

Seseorang dengan pengetahuan yang rendah akan berdampak pada

perilaku perawatan, contohnya pada penderita hipertensi. Seseorang

dengan pengetahuan yang cukup tentang perilaku perawatan hipertensi

maka secara langsung akan bersikap positif dan menuruti aturan

pengobatan, disertai munculnya keyakinan untuk sembuh, tetapi terkadang

masih ada yang percaya dengan pengobatan alternatif bukan medis yang

dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat yang sudah membudaya.

36

2. Faktor pemungkin (Enabling factors)

Merupakan faktor yang memungkinkan atau menfasilitasi perilaku atau

tindakan artinya bahwa faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau

fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan. Contohnya lingkungan yang

jauh atau jarak dari pelayanan kesehatan yang memberikan kontribusi

rendahnya perilaku perawatan pada penderita hipertensi.

3. Faktor penguat (Reinforcing factors)

Adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya

perilaku antara lain :

a. Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan Petugas sangat membantu, sebab petugas adalah yang

merawat dan sering berinteraksi, sehingga pemahaman terhadap kondisi

fisik maupun psikis lebih baik, dengan sering berinteraksi akan sangat

mempengaruhi rasa percaya dan menerima kehadiran petugas bagi

dirinya, serta motivasi atau dukungan yang diberikan petugas sangat

besar artinya contohnya terhadap ketaatan pasien untuk selalu

mengontrol tekanan darahmya secara rutin.

b. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga sangatlah penting karena keluarga merupakan unit

terkecil dalam masyarakat dan sebagai penerima asuhan keperawatan.

Oleh karena itu keluarga sangat berperan dalam menentukan cara

asuhan yang diperlukan oleh anggota keluarga yang sakit, apabila

dalam keluarga tersebut salah satu anggota keluarganya ada yang

37

sedang mengalami masalah kesehatan maka sistem dalam keluarga akan

terpengaruhi.

2.4.5 Pengukuran Perilaku

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tindakan, yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,

atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung

yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo,

2007). Dalam penelitian, observasi merupakan prosedur yang berencana, yang

antara lain meliputi melihat, mendengar, dan mencatat sejumlah aktivitas tertentu

atau situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti

(Notoatmodjo, 2012).

Jenis pengukuran observasi dibedakan menjadi dua yaitu terstrukutr dan tidak

terstruktur (Nursalam, 2008).

a. Terstruktur

Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis,

tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya. Dalam

melakukan pengamatan peneliti menggunakan instrument penelitian yang telah

diuji validitas dan reliabilitasnya (Sugiyono, 2012).

b. Tidak terstruktur

Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara

sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Dalam melakukan pengamatan

penelitian tidak menggunakan instrument yang telah baku, tetapi hanya berupa

rambu-rambu pengamatan (Sugiyono, 2012).

38

Pengukuran perilaku manusia dapat dikategorikan menjadi tiga (Azwar, 2012)

yaitu :

a. Baik : jika skor jawaban x ≥ (μ+1.σ)

b. Cukup : jika skor jawaban (μ-1.σ)≤x<(μ+1.σ)

c. Kurang : jika skor jawaban x < (μ-1. σ)

Dengan ketentuan :

μ = ½ (Xmaks+Xmin) x total item pertanyaan

σ = 1/6 (Imaks-Imin)

Xmaks = skor tertinggi pada 1 item pertanyaan

Xmin = skor terendah pada 1 item pertanyaan

Imaks = jumlah total skor tertinggi

Imin = jumlah total skor terendah

2.5 Personal Hygiene

2.5.1 Definisi Personal Hygiene

Personal hygiene (kebersihan diri) merupakan perawatan diri sendiri yang

dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis.

Tujuan umum perawatan diri adalah untuk mempertahankan perawatan diri baik

secara sendiri maupun dengan bantuan; dapat melatih hidup sehat atau bersih

dengan memperbaiki gambaran atau persepsi terhadap kesehatan dan kebersihan;

serta menciptakan penampilan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan.

Membuat rasa nyaman dan relaksasi dapat dilakukan untuk menghilangkan

kelelahan, mencegah gangguan sirkulasi darah, dan mempertahankan integritas

pada jaringan (Hidayat, 2008).

39

2.5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Hygiene

Menurut Potter dan Perry (2005) sikap seseorang melakukan kebersihan diri

dipengaruhi oleh sejumlah faktor karena setiap orang memiliki perawatan diri

yang berbeda satu sama lain. Faktor yang mempengaruhi praktik kebersihan diri

seseorang diantaranya :

a. Citra Tubuh

Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan

fisiknya. Citra tubuh ini dapat seringkali berubah. Citra tubuh mempengaruhi

cara mempertahankan kebersihan diri.

b. Praktik sosial

Kelompok sosial dapat mempengaruhi praktek kebersihan diri seseorang. Pada

anak praktek kebersihan diri didapatkan dari orang tua. Pada remaja kebersihan

diri lebih diperhatikan ketika peningkatan ketertarikan mereka terhadap lawan

jenis. Selanjutnya dalam kehidupan, teman-teman dan kelompok kerja

membentuk harapan orang mengenai penampilan pribadi mereka dan

perawatan yang dilakukan dalam mempertahankan kebersihan diri yang

adekuat.

c. Status sosial ekonomi

Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik

kebersihan yang digunakan.

40

d. Pengetahuan

Pengetahuan tentang pentingnya perawatan diri berimplikasi pada kebiasaan

perawatan kebersihan diri. Pengetahuan ini harus dikombinasi dengan motivasi

untuk melakukan perawatan kebersihan diri.

e. Budaya

Keyakinan budaya dan nilai-nilai individu berpengaruh pada kebiasaan

perawatan kebersihan diri. Dengan latar belakang budaya yang berbeda

memiliki kebiasaan yang berbeda pula.

2.5.3 Tipe Personal Hygiene

Tipe personal hygiene menurut Hidayat 2012 adalah sebagai berikut :

1. Kesehatan Gigi dan Mulut

Mulut beserta lidah dan gigi merupakan sebagian dari alat pencerna makanan.

Mulut berupa suatu rongga yang dibatasi oleh jaringan lunak, dibagian

belakang berhubungan dengan tengggorokan dan didepan ditutup oleh bibir.

Lidah terdapat didasar rongga mulut terdiri dari jaringan yang lunak dan

ujung-ujung syaraf pengecap. Gigi terdiri dari jaringan keras yang terdapat di

rahang atas dan bawah yang tersusun rapi dalam lengkungan.

Makanan sebelum masuk ke dalam perut, perlu dihaluskan, maka makanan

tersebut dihaluskan oleh gigi dalam rongga mulut. Lidah berperan sebagai

pencampur makanan,penempatan makanan agar dapat dikunyah dengan baik

dan berperan sebagai indera perasa dan pengecap. Penampilan wajah

sebagian ditentukan oleh tata letak gigi. Disamping itu juga sebagai pembantu

41

pengucapan kata-kata dengan jelas dan terang. Seperti halnya dengan bagian

tubuh yang lain, maka mulut dan gigi juga perlu perawatan yang teratur sudah

dilakukan sejak kecil. Untuk pertumbuhan gigi yang sehat diperlukan sayur-

sayuran yang cukup mineral seperti zat kapur, makanan dalam bentuk buah-

buahan yang mengandung vitamin A atau C sangat baik untuk kesehatan gigi

dan mulut. Gosok gigi merupakan upaya atau cara yang terbaik untuk

perawatan gigi dan dilakukan paling sedikit dua kali dalam sehari yaitu pagi

dan pada waktu akan tidur. Dengan menggosok gigi yang teratur dan benar

maka plak yang ada pada gigi akan hilang. Hindari kebiasaan menggigit

benda-benda yang keras dan makan makanan yang dingin dan terlalu panas.

Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, bercahaya,gigi tidak berlubang

dan didukung oleh gusi yang kencang dan berwarna merah muda. Pada

kondisi normal, dari gigi dan mulut.

2. Kesehatan Rambut dan Kulit Rambut

Rambut berbentuk bulat panjang, makin ke ujung makin kecil dan ujungnya

makin kecil. Pada bagian dalam berlubang dan berisi zat warna. Warna

rambut setiap orang tidak sama tergantung zat warna yang ada didalamnaya.

Rambut dapat tumbuh dari pembuluh darah yang ada disekitar rambut.

Rambut merupakan pelindung bagi kulit kepala dari sengatan matahari dan

hawa dingin. Dalam kehidupan sehari-hari sering nampak pemakaian alat

perlindungan lain seperti topi, kain kerudung dan masih banyak lagi yang

lain.Penampilan akan lebih rapi dan menarik apabila rambut dalam keadaan

42

bersih dan sehat. Sebaliknya rambut yang dalam keadaan kotor, kusam dan

tidak terawat akan terkesan jorok dan penampilan tidak menarik.

Rambut dan kulit kepala harus selalu sehat dan bersih,sehingga perlu

perawatan yang baik. Untuk perawatan rambut dapat ditempuh dengan

berbagai cara namun demikian cara yang dilakukan adalah cara pencucian

rambut.

Rambut adalah bagian tubuh yang paling banyak mengandung minyak.

Karena itu kotoran, debu, asap mudah melekat dengan demikian maka

pencucian rambut adalah suatu keharusan. Pencucian rambut dengan

shampoo dipandang cukup apabila dilakukan dua kali dalam seminggu.

Rambut yang sehat yaitu tidak mudah rontok dan patah,tidak terlalu

berminyak dan terlalu kering serta tidak berketombe dan berkutu.

3. Kesehatan Kulit

Kulit terletak diseluruh permukaan luar tubuh. Secara garis besar kulit

dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian luar yang disebut kulit ari dan

bagian dalam yang disebut kulit jangat. Kulit ari berlapis-lapis dan secara

garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu lapisan luar yang

disebut lapisan tanduk dan lapisan dalam yang disebut lapisan malpighi. Kulit

jangat terletak disebelah bawah atau sebelah dalam dari kulit ari. Kulit

merupakan pelindung bagi tubuh dan jaringan dibawahnya. Perlindungan

kulit terhadap segala rangsangan dari luar, dan perlindungan tubuh dari

bahaya kuman penyakit. Sebagai pelindung kulit pun sebagai pelindung

43

cairan-cairan tubuh sehingga tubuh tidak kekeringan dari cairan. Melalui

kulitlah rasa panas, dingin dan nyeri dapat dirasakan. Guna kulit yang lain

sebagai alat pengeluaran ampas-ampas berupa zat yang tidak terpakai melalui

keringat yang keluar lewat pori-pori. Kulit yang baik akan dapat menjalankan

fungsinya dengan baik sehingga perlu dirawat. Pada masa yang modern

sekarang ini tersedia berbagai cara modern pula berbagai perawatan kulit.

Namun cara paling utama bagi kulit, yaitu pembersihan badan dengan cara

mandi. Perawatan kulit dilakukan dengan cara mandi 2 kali sehari yaitu pagi

dan sore. Tentu saja dengan air yang bersih. Perawatan kulit merupakan

keharusan yang mendasar. Kulit yang sehat yaitu kulit yang selalu bersih,

halus, tidak ada bercak-bercak merah, tidak kaku tetapi lentur (fleksibel).

4. Kesehatan Telinga

Telinga dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu bagian paling luar, bagian

tengah, dan daun telinga. Telinga bagian luar terdiri dari lubang telinga dan

daun telinga. Telinga bagiantengah terdiri dari ruang yang terdiri dari tiga

buah ruang tulang pendengaran. Ditelinga bagian dalam terdapat alat

keseimbangan tubuh yang terletak dalam rumah siput. Telinga merupakan

alat pendengaran, sehingga berbagai macam bunyi- bunyi suara dapat

didengar. Disamping sebagai alat pendengaran telinga juga dapat berguna

sebagai alat keseimbangan tubuh. Menjaga kesehatan telinga dapat dilakukan

dengan pembersihan yang berguna untuk mencegah kerusakan dan infeksi

telinga. Telinga yang sehat yaitu lubang telinga selalu bersih,untuk

mendengar jelas dan telinga bagian luar selalu bersih.

44

5. Kesehatan Kuku

Kuku terdapat di ujung jari bagian yang melekat pada kulit yang terdiri dari

sel-sel yang masih hidup. Bentuk kuku bermacam-macam tergantung dari

kegunaannya ada yang pipih, bulat panjang, tebal dan tumpul. Guna kuku

adalah sebagai pelindung jari, alat kecantikan, senjata, pengais dan

pemegang. Bila untuk keindahan bagi wanita karena kuku harus relatif

panjang, maka harus dirawat terutama dalam hal kebersihannya. Kuku jari

tangan maupun kuku jari kaki harus selalu terjaga kebersihannya karena kuku

yang kotor dapat menjadi sarang kuman penyakit yang selanjutnya akan

ditularkan kebagian tubuh yang lain.

6. Kesehatan Mata

Pembersihan mata biasanya dilakukan selama mandi dan melibatkan

pembersihan dengan washlap bersih yang dilembabkan kedalam air. Sabun

yang menyebabkan panas dan iritasi biasanya dihindari. Perawat menyeka

dari dalam ke luar kantus mata untuk mencegah sekresi dari pengeluaran ke

dalam kantong lakrimal. Bagian yang terpisah dari washlap digunakan sekali

waktu untuk mencegah penyebaran infeksi. Jika klien memiliki sekresi kering

yang tidak dapat diangkat dengan mudah dengan menyeka, maka perawat

dapat meletakkan kain yang lembab atau kapas pada margin kelopak mata

pertama kali untuk melunakkan sekresi. Tekanan langsung jangan digunakan

diatas bola mata karena dapat meyebabkan cedera serius.

45

Klien yang tidak sadar memerlukan perawatan mata yang lebih sering.

Sekresi bisa berkumpul sepanjang margin kelopak mata dan kantus sebelah

dalam bila refleks berkedip tidak ada atau ketika mata tidak dapat menutup

total. Mata dapat dibersihkan dengan kapas steril yang diberi pelembab

normal salin steril. Air mata buatan bisa diperlukan, dan pesanan untuk itu

harus diperoleh dai dokter. Tindakan pencegahan harus digunakan jika

potongan kecil digunakan pada mata karena dapat meyebabkan cedera

kornea.

7. Kesehatan Hidung

Klien biasanya mengangkat sekresi hidung secara lembut dengan

membersihkan ke dalam dengan tisu lembut. Hal ini menjadi hygiene harian

yang diperlukan. Perawat mencegah klien jangan mengeluarkan kotoran

dengan kasar karena mengakibatkan tekanan yang dapat mencenderai

gendang telinga, mukosa hidung, dan bahkan struktur mata yang sensitif.

Perdarahan hidung adalah tanda kunci dari pengeluaran yang kasar, iritasi

mukosa, atau kekeringan.

Jika klien tidak dapat membuang sekresi nasal, perawat membantu dengan

menggunakan washlap basah atau aplikator kapas bertangkai yang

dilembabkan dalam air atau salin. Aplikator seharusnya jangan dimasukkan

melebihi panjang ujung kapas. Sekresi nasal yang berlebihan dapat juga

dibuang dengan pengisap. Pengisap nasal merupakan kontraindikasi dalam

pembedahan nasal atau otak.

46

Upaya paling sederhana dalam mencegah hepatitis A adalah dengan cuci

tangan menggunakan sabun sesuai standart WHO 2016 sebagai berikut :

a. Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air

yang mengalir, ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua telapak

tangan secara lembut.

b. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

c. Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih

d. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan

e. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

f. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan

g. Bersihkan kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara

memutar, kemudian diakhiri dengan membilas seluruh bagian tangan

dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan memakai handuk atau

tisu.

2.6 Pesantren

Pesantren berasal dari santriwati, yang berarti terpelajar (learned) atau ulama

(scholar). Pesantren adalah tempat belajar bagi para santriwati. Pesantren disebut

juga pondok pesantren. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebut pondok dan

pesantren dengan pengertian yang sama yaitu asrama dan tempat murid-murid

belajar mengaji. Dengan kata lain, kedua sebutan tersebut mengandung arti

lembaga pendidikan Islam yang didalamnya terdapat unsur-unsur „kyai‟ (pemilik

sekaligus guru), „santriwati‟ (murid), „masjid‟ atau „mushalla‟ (tempat belajar),

47

asrama (penginapan santriwati), dan kitab-kitab klasik Islam (bahan pelajaran)

(Subhan, 2009).

Pesantren adalah institusi pendidikan Islam tradisional yang biasanya

mengkhususkan diri pada pengajaran Islam. Pola pendidikan pesantren dengan

ciri khasnya telah menjadi daya tarik bagi umat Islam, karena telah memberikan

akhlak, kemandirian dan penanaman nilai-nilai keimanan yang dibutuhkan

(Afadlal dkk, 2005 dalam Sulistiani, 2015).

Beberapa perilaku yang sering dilakukan santriwati dalam tindakan personal

hygiene yaitu sering bergantian sabun, bergantian handuk antar teman. Perilaku

santriwati tersebut disebabkan oleh faktor sosial budaya pondok yang menjunjung

tinggi kebersamaan (termasuk dalam hal mandi, berpakaian dan sebagainya),

jumlah santriwati yang banyak, pengawasan dari ustadz yang kurang, fasilitas

yang kurang mendukung dan faktor kebiasaan sebelum datang ke pondok

pesantren (Badri, 2007).

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap santriwati yang mendalami

pengetahuan agama Islam di pesantren. Tanpa pola hidup sehat menjadikan

santriwati rentan tertular penyakit karena santriwati pada umumnya tinggal

bersama dalam satu asrama yang selalu berinteraksi satu sama lain (Hidayat,

2014).

Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional yaitu masyarakat

yang sehat, mandiri dan berkeadilan. Dengan salah satu strateginya adalah

pemberdayaan masyarakat, swasta, dan masyarakat, melalui kerja sama nasional

48

dan global” merupakan Visi Kementerian Kesehatan yang tertuang dalam Renstra

Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019.

Pos kesehatan pesantren (Poskestren) adalah pesantren yang memiliki

kesiapan, kemampuan, serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah –

masalah kesehatan secara mandiri sesuai dengan kemampuannya (Depkes RI,

2007). Poskestren merupakan salah satu wujud upaya kesehatan berbasis

masyarakat dilingkungan pesantren dengan prinsip dari, oleh dan untuk warga

pesantren yang mengutamakan pelayanan promotif (peningkatan ) dan preventif

(pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif

(pemulihan kesehatan) dengan binaan puskesmas setempat.

Poskestren sebagai salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan derajat

kesehatan warga pesantren memiliki beberapa tujuan umum dan khusus sebagai

berikut :

a. Tujuan Umum

Terwujudnya pesantren yang sehat serta peduli dan tanggap terhadap

permasalahan kesehatan

b. Tujuan Khusus

1) Meningkatnya pengetahuan warga pondok pesantren tentang

kesehatan.

2) Meningkatnya sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat bagi warga

pondok pesantren.

3) Meningkatnya peran aktif warga pondok pesantren dalam

penyelenggaran upaya kesehatan.

49

4) Terpenuhinya pelayanan kesehatan dasar bagi warga pondok

pesantren.

5) Mampu melakukan survei mawas diri untuk mengetahui faktor risiko

berbagai masalah kesehatan di pesantren.

50

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Wilayah yang di teliti :

Wilayah yang tidak di teliti :

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

kesehatan (Green, 1980 dalam Notoatmodjo

2007):

1. Faktor Predisposisi

a. Kepercayaan/budaya

b. Sikap

c. Keyakinan

d. Nilai-nilai

2. Faktor Pemungkin

- Ketersediaan fasilitas dan sarana kesehatan

3. Faktor Penguat

- Dukungan Keluarga

- Dukungan petugas kesehatan

Perilaku

santriwati

mencegah HAV

Pendidikan Kesehatan

Hepatitis A

Angka

kejadian

HAV

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian

e. Pengetahuan

51

Pada gambar 3.1 dapat dijelaskan mekanisme pengaruh pendidikan kesehatan

terhadap perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A di Pondok Pesantren

Wali Songo Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo. Perilaku santriwati

dalam kehidupan sehari-hari di pondok pesantren sangat beragam termasuk

perilaku kesehatan tentang personal hygiene dalam pencegahan Hepatitis A dinilai

masih kurang. Perilaku santriwati dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor

predisposisi antara lain : Kepercayaan/budaya, sikap, keyakinan, nilai-nilai dan

pengetahuan. Di samping juga faktor pemungkin yaitu : Ketersediaan fasilitas dan

sarana kesehatan. Faktor penguat antara lain : Dukungan keluarga dan dukungan

petugas kesehatan. Untuk meningkatkan perilaku pencegahan santriwati terkait

Hepatitis A dilakukan pendidikan kesehatan tentang Hepatitis A, dengan begitu

akan meningkatkan kesadaran santriwati dalam hal kesehatan dan menurunkan

angka kejadian Hepatitis A.

3.2. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Biasanya

hipotesis ini di rumuskan dalam bentuk hubungan dua variabel, variabel bebas dan

variabel terikat (Notoatmodjo, 2012)

Berdasarkan kerangka konseptual penelitian maka hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini adalah :

Ha : Ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang hepatitis A terhadap perilaku

santriwati dalam pencegahan penyakit hepatitis A di Pondok Pesantren Wali

Songo Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo.

52

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Metode penelitian adalah metode yang dipakai sebagai dasar pengembangan

metode ilmiah yang selanjutnya akan menghasilkan ilmu (Notoatmodjo, 2012).

Sedangkan menurut Sugiyono (2012) Metode penelitian merupakan cara ilmiah

untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Desain penelitian adalah sesuatu yang vital dalam penelitian yang

memungkinkan memaksimalkan suatu kontrol beberapa faktor yang bisa

mempengaruhi validitas suatu hasil. Desain riset sebagai petunjuk dalam

perencanaan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab

suatu pertanyaan (Nursalam, 2013).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yaitu penelitian

yang dilakukan untuk mencari berbagai variabel dan menganalisis setiap variabel

yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini juga digunakan untuk meneliti pada

populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen

penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk

menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Dinamakan penelitian kuantitatif karena

data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono,

2010).

Penelitian ini menggunakan rancangan Experiment dengan desain Pretest

Posttest dengan kelompok kontrol (Pretest-Posttest with Control Group). Dalam

53

rancangan ini randomisasi, artinya pengelompokan anggota-anggota kelompok

kontrol dan kelompok eksperimen dilakukan berdasarkan acak atau random.

Kemudian dilakukan pretest (01) pada kedua kelompok tersebut, dan diikuti

intervensi (X) pada kelompok eksperimen. Setelah beberapa waktu dilakukan

posttest (02) pada kedua kelompok tersebut. Bentuk rancangan ini sebagai berikut

:

Pretest Perlakuan Posttest

R (Kel. Eksperimen)

R (Kel. Kontrol)

Dengan randomisasi (R), maka kedua kelompok mempunyai sifat yang sama

sebelum dilakukan intervensi (perlakuan). Karena kedua kelompok sama pada

awalnya, maka perbedaan hasil posttest (02) pada kedua kelompok tersebut dapat

disebut sebagai pengaruh intervensi atau perlakuan. Rancangan ini adalah salah

satu rancangan yang terkuat dalam mengontrol ancaman-ancaman terhadap

validitas (Notoatmodjo, 2012).

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan

kemuadian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi adalah keseluruhan

objek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam

wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi atau studi

sensus (Arikunto, 2010).

01 x 02

01 02

54

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santriwati putri kelas VII

Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan Siman

Kabupaten Ponorogo berjumlah 151 santriwati dengan kriteria populasi sebagai

berikut :

1. Santriwati yang tinggal di Pondok Pesantren Walisongo Ngabar Kecamatan

Siman Kabupaten Ponorogo.

2. Santriwati kelas VII Madrasah Tsanawiyah.

3. Santriwati yang sedang sakit Hepatitis A.

4. Bersedia menjadi responden.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan

penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil

penelitian sampel. Yang dimaksud dengan menggeneralisasikan adalah

mengangkut kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi

(Arikunto, 2010). Sampel merupakan bagian dari populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2013).

Sedangkan menurut Sugiyono (2012) berpendapat sampel adalah bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Rumus besar

sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Federer (1977) yang dapat

ditentukan berdasarkan total kelompok (t) yang digunakan dalam penelitian ini

sehingga jika t-2 maka sampel yang digunakan :

55

(t - 1) (n - 1) ≥ 15

(2 - 1) (n - 1) ≥ 15

1 (n - 1) ≥ 15

(n - 1) ≥ 15 : 1

n – 1 = 15

n = 15 + 1

n = 16

Maka besar sampel untuk masing-masing kelompok pada penelitian ini adalah 16

responden. Untuk menghindari adanya Drop Out dalam proses penelitian, maka

perlu penambahan jumlah sampel agar besar sampel tetap terpenuhi dengan rumus

berikut :

n‟ = n

(1 - f )

= 16

(1 – 0,1)

= 16

0,9

= 17,7

= 18

Keterangan :

n‟ = ukuran sampel setelah revisi

n = ukuran sampel asli

1-f = perkiraan proporsi Drop Out, yang di perkirakan 10% (f = 0,1)

56

Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel akhir yang dibutuhkan dalam

penelitian ini adalah 18 untuk kelompok eksperimen dan 18 untuk kelompok

kontrol sehingga total sampel adalah 36 responden.

4.3 Teknik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili

populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan

keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini

menggunakan teknik probability sampling bahwa setiap subjek dalam populasi

mempunyai kesempatan untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel. Setiap

bagian populasi mungkin beda satu dengan lainya tetapi menyediakan populasi

parameter, mempunyai kesempatan menjadi sampel yang representatif dengan

menggunakan sampling random.

Penelitian ini menggunakan teknik Cluster Sampling berarti pengelompokan

sampel berdasarkan lokasi populasi (Nursalam, 2013). Teknik memilih sebuah

sampel dari kelompok-kelompok unit yang kecil. Sesuai dengan namanya,

penarikan sampel ini didasarkan pada gugus atau cluster. Teknik cluster sampling

digunakan jika catatan lengkap tentang semua anggota populasi tidak diperoleh

serta keterbatasan biaya dan populasi geografis elemen-elemen populasi saling

berjauhan. Penelitian ini menggunakan cluster sampling dengan metode one-stage

cluster sampling yaitu membagi populasi menjadi kelompok atau kluster.

Beberapa kluster kemudian dipilih secara acak sebagai wakil dari populasi,

57

kemudian seluruh elemen dalam kluster terpilih dijadikan sebagai sampel

penelitian (Sugiyono, 2013).

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja atau kerangka operasional adalah suatu yang abstrak, logical

serta hafiah dan akan membantu penelitian dalam menghubungkan hasil

penemuan dengan body of knowledge (Nursalam, 2013). Adapun kerangka kerja

penetian ini adalah sebagai berikut :

58

Populasi

Seluruh santriwati kelas VII sebanyak 151 santriwati di Pondok

Pesantren Wali Songo Ngabar

Sampel dan Teknik Sampling

Sampel pada penelitian ini adalah 36 santriwati di Pondok Pesantren Wali

Songo Ngabar dengan menggunakan teknik cluster sampling

Eksperimen dengan desain pretest-

posttest with control group

Kelompok Eksperimen

Pretest

Intervensi

Posttest

Pengolahan Data

Editing, Coding, Skoring, Entry, Cleaning, Tabulating

Analisis Data

Willcoxon Rank Test dan

Mann Whitney U Test

Hasil, Pembahasan dan Kesimpulan

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian

Kelompok Kontrol

Pretest

Tanpa Intervensi

Posttest

59

4.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

4.5.1 Identifikasi Variabel

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-

anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain.

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang

dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian

tertentu (Notoatmodjo, 2012).

4.5.1.1 Variabel Bebas (Independent)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan

variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti

menciptakan suatu dampak pada variabel dependent. Variabel bebas dimanipulasi,

diamati, dan diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap

variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan

tentang hepatitis A.

4.5.1.2 Variabel Terikat (Dependent)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan variabel

lain. Variabel respons akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-

variabel lain. Dalam ilmu perilaku, variabel terikat adalah aspek tingkah laku yang

diamati dari suatu organisme yang dikenei stimulus. Dengan kata lain, variabel

terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya

hubungan atau pengaruh dari variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A.

60

4.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasinal adalah definisi yang berdasarkan karakteristik (variabel)

yang diamati dari suatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2013). Adapun

definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

Tabel 4.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi

Operasional

Parameter Cara Ukur Alat

Ukur

Skala

Data

Skor

Indepen-

den

Pendidi-

kan

Keseha-

tan

Peneliti

memberikan

penyuluhan

kesehatan tentang

Hepatitis A

kepada santriwati

Memberikan

pendidikan

kesehatan pada

santriwati

mengenai Hepatitis

A :

- Pengertian

- Penyebab

- Faktor resiko

- Cara penularan

- Tanda gejala

- Penatalaksanaan

- Cara pencegahan

- Responden

di kumpulkan

dalam 1

ruangan

- Responden

di beri

penyuluhan

kesehatan

Hepatitis A

- Di

observasi

respon dari

reponden saat

di berikan

penyuluhan

kesehatan.

LCD

Proyekt

dan

Leaflet

Nomi-

nal

- Dilakukan

(2)

- Tidak

Dilakukan (1)

Depen-

den

Perilaku

Pencega-

han

Upaya perilaku

santriwati dalam

mencegah

Hepatitis A

- Cuci tangan pakai

sabun sebelum

makan, setelah

buang air besar,

setelah melakukan

kegiatan (olahraga,

bersih-bersih,

bermain dll).

- Menjaga

kebersihan

makanan (mencuci

buah, menaruh

makanan di tempat

bersih dan

terhindar dari lalat)

- Menjaga

kebersihan

peralatan makan

- Responden

mengisi

lembar

kuesioner

pretest dan

posttest

tentang

perilaku

pencegahan

Hepatitis A

yang terdiri

dari 12

pernyataan

- Peneliti

mengisi

lembar

observasi

sesuai

Format

kuesio-

ner dan

observa

si

Ordi-

nal

Perilaku

pencegahan

Hepatitis A

dalam

kategori

perilaku baik,

cukup,

kurang.

Baik : jika

skor jawaban

x ≥ 36

Cukup : jika

skor jawaban

24 ≤ x < 36

Kurang : jika

skor jawaban

x < 24

61

dan pakaian

(memakai alat

makan dan pakaian

sendiri, mencuci

alat makan dan

pakaian, tidak

membiasakan

menggantung

pakaian)

- Menjaga sanitasi

lingkungan tetap

baik

(membersihkan

lingkungan

pesantren,

membersihkan

saluran air ,

membersihkan

kamar tidur).

-

perilaku

santriwati

dalam

pencegahan

Hepatitis A

yang di lihat

secara

langsung

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data

pada waktu penelitian menggunakan suatu metode (Arikunto, 2010). Dalam

penyusunan instrumen penelitian terdapat uraian dalam pengumpulan data, yaitu

validitas dan reliabilitas. Validitas merupakan pengukuran dan pengamatan yang

berarti prinsip keandalan instrumen dalam pengumpulan data. Instrumen harus

dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2013). Uji validitas

instrument penelitian ini berupa kuesioner perilaku pencegahan Hepatitis A

terdiri dari 12 pernyataan yang dilakukan di Pondok Pesantren Bani Ali Mursyad

Banaran Kecamatan Takeran Kabupaten Magetan pada bulan Mei 2015 sebanyak

30 santriwati. Metode yang digunakan pada pengujian validitas instrumen

menggunakan pendekatan korelasi pearson product moment dengan

62

menggunakan software SPSS 16. Hasil uji validitas pada kuesioner perilaku

Pencegahan Hepatitis A ini seluruh pernyataan dinyatakan valid. Ketentuan

kevalidan instrument dengan melihat hasil perhitungan r hitung. Apabila r hitung

> r tabel (0,361) maka pernyataan tersebut valid pada N 30 atau pada nilai taraf

signifikansi 5% (Sugiyono, 2010).

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all

variables in the procedure.

Reliabilitas menunjukkan bahwa kuesioner tersebut konsisten apabila

digunakan untuk mengukur gejala yang sama di tempat lain (Sugiyono 2010). Uji

reliabilitas pada penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Bani Ali Mursyad

Banaran Kecamatan Takeran Kabupaten Magetan menggunakan rumus Alpha

Cronbach dengan software SPSS 16. Hasil uji menunjukkan nilai Alpha 0,869,

nilai rtabel N 30 adalah 0,361 pada signifikansi 5%, kesimpulannya Alpha 0,869

> rtabel 0,361 artinya item-item pernyataan dikatakan reliabel atau terpercaya

sebagai alat pengumpul data penelitian. Teori lain menyebutkan suatu variabel

dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach >0,60 (Hidayat, 2007).

Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.869 12

63

Dalam penelitian ini menggunakan instrumen pengukuran observasi secara

terstruktur yaitu peneliti secara cermat mendefinisikan apa yang akan diobservasi

melalui suatu perencanaan yang matang. Peneliti tidak hanya mengobservasi

fakta-fakta yang ada pada subjek, tetapi lebih didasarkan pada perencanaan

penelitian yang sudah disusun sesuai pengelompokanya, pencatatan, dan

pemberian kode terhadap hal-hal yang sudah ditetapkan. Instrumen observasi

dalam penelitian ini menggunakan Checklist dan Rating Scale. Pada suatu

pengukuran, peneliti menggunakan pendekatan berdasarkan kategori sistem yang

telah dibuat oleh peneliti untuk mengobservasi suatu peristiwa dan perilaku dari

subjek (Nursalam, 2013).

Dalam penelitian ini juga menggunakan instrumen kuesioner yaitu peneliti

mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk menjawab pertanyaan

secara tertulis. Jenis kuesioner yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuesioner

tertutup (closed ended) yaitu pertanayan yang variasi jawaban sudah disediakan

sehingga responden tidak memiliki kebebasan untuk menjawab karena pilihan

jawabanya sudah disediakan (Arikunto, 2010). Kuesioner dalam penelitian ini

terdiri dari 11 pernyataan positif dan 1 pernyataan negatif mengenai perilaku

pencegahan Hepatitis A.

a. Baik : jika skor jawaban x ≥ (μ+1.σ)

x ≥ (30+1.6)

x ≥ 36

b. Cukup : jika skor jawaban (μ-1. 0σ)≤x<(μ+1.σ)

(30-6) )≤x< (30+6)

24 ≤x< 36

64

c. Kurang : jika skor jawaban x < (μ-1. σ)

x < (30-6)

x < 24

Dengan ketentuan :

μ = ½ (Xmaks+Xmin) x total item pertanyaan

= ½ (4+1) x 12 = 30

σ = 1/6 (Imaks-Imin)

= 1/6 (48-12) = 6

Xmaks = skor tertinggi pada 1 item pertanyaan (4)

Xmin = skor terendah pada 1 item pertanyaan (1)

Imaks = jumlah total skor tertinggi (48)

Imin = jumlah total skor terendah (12)

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan

Siman Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini dilakukan pada bulan April – Mei

2017.

4.8 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek yang

diperlukan dalam suatu penelitian. Langkah-langkah dalam pengumpulan data

tergantung dari desain penelitian dan teknik instrumen yang digunakan. Selama

proses pengumpulan data peneliti memfokuskan pada penyediaan subjek, melatih

tenaga pengumpul data jika diperlukan, memperhatikan prinsip-prinsip validitas

dan menyelesaikan masalah-masalah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan

(Nursalam, 2013).

65

Beberapa langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam pengumpulan data

adalah sebagai berikut :

a. Mengurus ijin penelitian dengan membawa surat dari STIKes Bhakti Husada

Mulia Madiun untuk ditujukan kepada Bakesbangpol Ponorogo, setelah di

ijinkan dilanjutkan ke Dinas Kesehatan Ponorogo.

b. Setelah mendapat ijin dari Dinas Kesehatan Ponorogo, surat ijin ditujukan

kepada Kepala Puskesmas Siman dan kemudian di arahkan ke Pondok

Pesantren Wali Songo Ngabar.

c. Peneliti bekerja sama Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar untuk meminta

izin dan meminta data dalam menentukan calon responden penelitian.

d. Responden yang terpilih dikelompokkan tiap kelas (kelas eksperimen dan kelas

kontrol) untuk mengisi kuesioner pretest tentang Hepatitis A dan perilaku

pencegahan.

e. Peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang maksud dan tujuan

serta informed consent.

f. Setelah mendapatkan persetujuan dari responden peneliti membagikan

kuesioner pada responden dan menjelaskan cara pengisian kuesioner serta tiap

item pernyataan pada kuesioner .

g. Kuesioner yang telah diisi secara lengkap selanjutnya diserahkan kepada

peneliti untuk pengolahan data.

h. Setelah pengisian kuesioner selesai, responden kelompok eksperimen

dikumpulkan untuk diberikan pendidikan kesehatan mengenai Hepatitis A.

Peneliti memberitahukan kepada responden kelompok eksperimen bahwa apa

66

yang di sampaikan dan diberikan ketika pendidikan kesehatan bersifat rahasia

selama 1 minggu tidak diperkenankan diberitahukan pada teman-teman lain

khususnya teman-teman dari kelompok kontrol.

i. Satu minggu setelah pendidikan kesehatan selesai, semua responden diberi

kuesioner posttest berupa pertanyaan yang sama untuk menilai perubahan

perilaku.

j. Kuesioner yang telah diisi secara lengkap selanjutnya diserahkan kepada

peneliti untuk pengolahan data.

4.9 Teknik Analisa Data

4.9.1 Teknik Pengolahan Data

Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan

mengubah data menjadi informasi. Data statistik, informasi yang diperoleh

dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan. Dalam proses pengolahan

data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya :

1. Editing

Editing adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk melihat kembali apakah

isian pada lembar pengumpulan data sudah cukup baik sebagai upaya menjaga

kualitas data agar dapat diproses lebih lanjut. Pada saat melakukan penelitian,

apabila ada soal yang belum diisi oleh responden maka responden diminta

untuk mengisi kembali.

2. Coding

Coding adalah peng”kodean” atau “coding”, yaitu mengubah data berbentuk

kalimat atau huruf menjadi angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2012). Dalam

67

penelitian ini kelompok kontrol diberi kode 1 dan kelompok eksperimen diberi

kode 2. Data pretest diberi kode 1 dan data posttest diberi kode 2. Pertanyaan

pada kuesioner diberi kode 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12.

3. Skoring

Menentukan skor atau nilai untuk setiap item pernyataan/pertanyaan dan

menentukan nilai terendah dan tertinggi. Tahapan ini dilakukan setelah

ditentukan kode jawaban atau hasil observasi sehingga setiap jawaban

responden atau hasil observasi dapat diberikan skor (Arikunto, 2010). Pada

variable perilaku pencegahan Hepatitis A pernyataan positif di beri skor 4

untuk jawaban selalu, di beri skor 3 untuk jawaban sering, di beri skor 2 untuk

jawaban kadang dan skor 1 untuk jawaban tidak pernah, dan begitu sebaliknya

pada pernyataan negatif.

4. Entry

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke

dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi

frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontingensi

(Hidayat,2009). Proses ini memasukkan data dalam bentuk kode ke dalam

program komputer.

5. Cleaning

Cleaning data adalah proses pengecekan kembali data yang sudah di entry

apakah ada kesalahan atau tidak. Tahapan cleaning data terdiri dari mengetahui

missing data, variasi data dan konsistensi data (Hidayat, 2009). Proses ini

dilakukan apabila semua data responden sudah selesai dimasukkan, perlu dicek

68

kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan dalam pengkodean,

tidak lengkap data. Kemudian akan dilakukan pembentulan atau pengoreksian

data kembali.

6. Tabulating

Tabulasi adalah penyusunan data dalam bentuk tabel nilai statistik. Setelah

proses editing, coding, entry, cleaning selanjutnya data dimasukkan ke

komputer dan dianalisis secara statistik.

4.9.2 Analisa Data

Tujuan dilakukan analisa data adalah memperoleh gambaran dari hasil

penelitian yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian, membuktikan hipotesis

- hipotesis penelitian yang telah dirumuskan, dan memperoleh kesimpulan secara

umum dari penelitian yang merupakan kontribusi dalam pengembangan ilmu yang

bersangkutan (Notoatmodjo, 2012).

1. Analisa Univariat

Analisa data univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2012). Analisa univariat

dalam penelitian ini adalah data perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A

sebelum dilakukan pendidikan kesehatan dan data perilaku santriwati dalam

pencegahan Hepatitis A sesudah dilakukan pendidikan kesehatan.

2. Analisa Bivariat

Analisa data bivariat merupakan uji terhadap dua variabel yang diduga

barhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012), untuk mengetahui korelasi

pengaruh pendidikan kesehatan tentang Hepatitis A terhadap perilaku santriwati

69

dalam pencegahan Hepatitis A dengan uji Willcoxon Rank Test yang termasuk

non-parametric test, sebagai uji alternatif dari paired t-test (karena data tidak

berdistribusi normal), uji ini digunakan untuk menguji perbedaan rank skor pada

dua kelompok sampel yang berpasangan yaitu pretest dan posttest (Swarjana,

2016). Untuk mengetahui besarnya perbedaan antara kelompok kontrol dan

kelompok eksperimen dengan uji Mann Whitney U Test yang termasuk non-

parametric test, sebagai uji alternatif dari independent t-test (karena data tidak

berdistribusi normal), uji ini digunakan untuk menguji perbedaan dua ranking

skor dari dua independent variable datanya berupa ranking (ordinal) (Berg and

Latin, 2008 dalam Swarjana, 2016). Adapun uji statistiknya menggunakan

softwere SPSS 16.

Hasil ini akan diuji signifikan 5% atau taraf kepercayaan 95% (Sugiyono, 2012).

Dengan demikian hasil analisa yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut :

1) Menolak Ho (Menerima Ha) bila diperoleh nilai p < α 0,05

2) Menerima Ho (Menolak Ha) bila diperoleh nilai p > α 0,05

4.10 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapatkan surat pengantar dari

ketua prodi S1 Keperawatan STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun untuk

mendapatkan persetujuan dari Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan

Siman Kabupaten Ponorogo. Kemudian dilakukan penelitian dengan menekankan

pada etika penelitian yang meliputi :

70

1. Lembar persetujuan menjadi responden (Informed Consent)

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian

yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau

menolak menjadi responden. Pada informed consent juga perlu dicantumkan

bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk mengembangkan

ilmu. Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Beberapa

informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain :

partisipasi responden, tujuan dilakukan tindakan, jenis data yang dibutuhkan,

komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi,

manfaaat, kerahasiaan, informasi peneliti yang mudah dihubungi dan lain-lain

(Nursalam, 2013).

2. Tanpa nama (Anonimity)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus

dirahasiakan. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner)

yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi kode dalam bentuk

nomor pada masing-masing lembar pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (Confidentility)

Data informasi yang di dapat oleh peneliti dari responden akan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya pada kelompok-kelompok tertentu saja

yang akan peneliti sajikan (Nursalam, 2013).

71

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menyajikan hasil dan pembahasan penelitian tentang

pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku santriwati dalam pencegahan

Hepatitis A di Pondok Pesantren Walisongo Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten

Ponorogo. Hasil penelitian diuraikan secara deskriptif sesuai dengan tujuan umum

dan tujuan khusus pada penelitian. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 13 Mei

2017 - 19 Mei 2017 dengan responden penelitian sebanyak 18 responden untuk

kelompok eksperimen dan 18 responden untuk kelompok kontrol. Hari pertama

peneliti melakukan pretest pada kedua kelompok, kemudian memberikan

intervensi pendidikan kesehatan tentang Hepatitis A pada kelompok eksperimen,

selama 7 hari semua responden di observasi dan di hari ke 7 kedua kelompok

diberi posttest. Data dikumpulkan peneliti untuk melihat perbedaan perilaku dari

kedua kelompok.

Hasil penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu data umum dan data

khusus. Data umum akan menyajikan mengenai karakteristik responden

berdasarkan sebaran populasi, berdasarkan umur, berdasarkan asal daerah,

berdasarkan sumber informasi Hepatitis A dan karakteristik responden

berdasarkan pengetahuan santriwati tentang Hepatitis A. Sedangkan data

khususnya menyajikan hasil perilaku pencegahan Hepatitis A sebelum dan

sesudah dilakukan pendidikan kesehatan pada kedua kelompok dan hasil uji

statistik.

72

5.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar. Pondok

Pesantren Wali Songo (PPWS) atau lebih dikenal dengan sebutan Pondok Ngabar

adalah Pondok Pesantren yang terletak di Jalan Sunan Kalijaga, RT 01/RW 02,

Ngabar, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo. Pondok Pesantren ini berdiri

sejak tahun 1961 Masehi dan sekarang dipimpin oleh Drs.KH.Moh. Ihsan, M.Ag.

Kehidupan di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar sesuai dengan panca jiwa

Pondok Pesantren yaitu keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, ukhuwah islamiyah

dan kebebasan. Di tahun 2017 ini jumlah santri berasrama yang ada di Pondok

Pesantren Wali Songo Ngabar adalah 905 santri putra dan 821 santri putri dari

jenjang MTs MA, dan 321 santri di jenjang MI. Saat ini Pondok Pesantren Wali

Songo Ngabar telah memiliki 4 jenjang pendidikan yaitu Tarbiyatul Atfal

Almanar atau setingkat dengan taman kanak-kanak, Madrasah Ibtidaiyah

Manba‟ulhuda Al Islamiyah atau setingkat dengan SD, Tarbiyatul

Mualimin/Mualimat Al Islamiyah setingkat MTs dan MA khusus santri dan

santriwati berasrama, dan Institut Agama Islam Riyodatul Mujahidin setingkat

perguruan tinggi. Jumlah santri putri yang akan dijadikan populasi dalam

penelitian ini adalah 151 santriwati dari jenjang MTs.

Fasilitas atau sarana penyediaan air yang digunakan untuk berwudhu ada 4

yaitu satu keran air yang letaknya berada dekat kelas pengajaran, dua keran air di

dekat masjid dan satu keran air di tempat pencucian alat makan di dapur. Asrama

dan ruang kelas Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar terletak di lantai 1 dan

saling bersebelahan. Tempat mencuci dan menjemur pakaian terletak di seberang

73

kelas pengajaran santri, dan kamar mandi tidak satu tempat dengan asrama tetapi

ada di paling ujung asrama dan terdapat 20 kamar mandi untuk asrama wilayah

utara dan 20 kamar mandi untuk asrama wilayah selatan , di dalam kamar mandi

terdapat 1 ember besar, keran, WC dan 1 keranjang sampah di depan pintu tiap

kamar mandi, tidak ada gantungan baju sehingga baju digantung di atas pintu,

kamar mandi dibersihkan satu kali dalam satu minggu yaitu hari jum‟at oleh

santriwati yang bertugas.

Fasilitas dapur di PPWS disebut Ngabar Kitchen yang masih tradisional,

terdapat ruang makan dan juga tempat untuk mencuci alat makan, tetapi tidak ada

wastafel, sabun dan lap kering untuk mencuci tangan. Di hari biasa santri makan

tiga kali sehari pagi jam 06.00 WIB, siang sepulang sekolah jam 13.00 WIB dan

sore jam 17.00 WIB. Saat jam makan tiba masing-masing santri membawa alat

makan dan mengantri di meja makan, sangat jarang ditemukan santri yang

mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.

Fasilitas kamar santriwati jenjang MTs terdiri dari 8 kamar, masing-masing

kamar ditempati 15-18 santriwati. Kamar tampak kurang rapi dan kurang bersih,

ada baju, jilbab dan peralatan santri yang berserakan. Santri biasa membersihkan

kamar dua kali sehari di waktu pagi sebelum sekolah dan sore sebelum mandi

sore.

Fasilitas tempat beribadah santriwati terdapat satu masjid yang dugunakan

khusus santri putri dan ustadzahnya serta staf perempuan yang ada di Pondok

Pesantren Wali Songo Ngabar.

74

Fasilitas kesehatan di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar adalah satu UKS

(Unit Kesehatan Sekolah) di pondok putri yang terdiri dari dua tenaga medis, satu

dokter dan satu perawat. UKS ini hanya berfungsi sebagai pengobatan santriwati

yang sakit. Tenaga medis ada di pondok setiap hari, perawat berjaga pada pagi

hari jam 06.00 – 07.00 WIB dan sore hari jam 16.00 - 17.00 WIB. Dokter berjaga

pada malam hari sampai jam 20.30 WIB. UKS ini merupakan salah satu bentuk

pos kesehatan pesantren yang ada di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar.

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Data Umum

Data umum akan menyajikan mengenai karakteristik responden berdasarkan

sebaran populasi, karakteristik responden berdasarkan umur, karakteristik

responden berdasarkan asal daerah, karakteristik responden berdasarkan sumber

informasi Hepatitis A dan karakteristik responden berdasarkan pengetahuan

santriwati tentang Hepatitis A.

1. Karakteristik responden berdasarkan persebaran populasi.

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan persebaran

populasi di kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren

Wali Songo Ngabar Ponorogo

Kelas Frekuensi (f) Persentase (%)

VII A 26 17,22

VII B 26 17,22

VII C 25 16,56

VII D 25 16,56

VII E 25 16,56

VII F 24 15,89

Total 151 100

(Sumber : Lembar kehadiran kelas VII Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar

tahun 2017)

75

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa jumlah santriwati yang menjadi

populasi penelitian sejumlah 151 santriwati dengan jumlah paling tinggi dari kelas

VII A dan VII B sebanyak 26 santriwati (17,22%) dan paling rendah dari kelas

VII F sebanyak 24 santriwati (15,89%).

2. Karakteristik responden berdasarkan usia

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia di kelas

VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo

Usia Frekuensi (f) Persentase (%)

11 2 5,56

12 12 33,33

13 19 52,78

14 3 8,33

Total 36 100

(Sumber : Lembar kuesioner identitas responden di Pondok Pesantren Wali

Songo Ngabar)

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar usia responden

adalah usia 13 tahun sebanyak 19 santriwati (52,78%) dan paling sedikit adalah

usia 11 tahun sebanyak 2 santriwati (5,56%).

3. Karakteristik responden berdasarkan asal daerah

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan asal daerah di

kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo

Asal Daerah (Pulau) Frekuensi (f) Persentase (%)

Jawa 20 55,56

Sumatra 5 13,89

Kalimantan 3 8,33

Papua 3 8,33

Sulawesi 2 5,56

Nusa Tenggara 1 2,78

Bangka Belitung 1 2,78

Bali 1 2,78

Total 36 100

(Sumber : Lembar kuesioner identitas responden di Pondok Pesantren Wali

Songo Ngabar)

76

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar asal daerah

responden adalah dari daerah Jawa sebanyak 20 santriwati (55,56%) dan paling

sedikit adalah dari daerah Nusa Tenggara, Bangka Belitung dan Bali yang

masing-masing daerah tersebut hanya ada 1 santriwati (2,78%).

4. Karakteristik responden berdasarkan sumber informasi Hepatitis A

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan sumber

informasi Hepatitis A di kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren

Wali Songo Ngabar Ponorogo

Sumber Informasi Frekuensi (f) Persentase (%)

Tidak Mendapat

Informasi 26 72,22

Internet 0 0

Televisi 2 5.56

Radio 0 0

Surat Kabar 1 2,78

Poster 0 0

Leaflet 0 0

Petugas Kesehatan 2 5,56

Guru

(Ustadz/Ustadzah) 3 8,33

Orang Tua 2 5,56

Total 36 100

(Sumber : Lembar kuesioner sumber informasi Hepatitis A responden di Pondok

Pesantren Wali Songo Ngabar)

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui sebagian besar responden tidak pernah

mendapatkan informasi tentang Hepatitis A sebanyak 26 responden (72,22%).

Sedangkan responden yang pernah mendapat informasi tentang Hepatitis A adalah

sebanyak 10 responden (27,78%). Sumber informasi terbanyak adalah dari guru

(Ustadz/Ustadzah) sebanyak 3 santriwati (8,33), dan sumber informasi paling

sedikit adalah dari surat kabar sebanyak 1 santriwati (2,78%).

77

5. Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan pengetahuan

Hepatitis A di kelas VII Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren

Wali Songo Ngabar Ponorogo

Pengetahuan Frekuensi (f) Persentase (%)

Baik (11-15) 0 0

Cukup (8-10) 8 22,22

Kurang (< 8) 28 77,78

Total 36 100

(Sumber : Lembar kuesioner pengetahuan Hepatitis A responden di Pondok

Pesantren Wali Songo Ngabar)

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

berpengetahuan kurang tentang Hepatitis A yaitu sebanyak 28 santriwati

(77,78%), dan berpengetahuan cukup tentang Hepatitis A sebanyak 8 santriwati

(22,22%).

5.2.2 Data Khusus

Data khusus menyajikan data hasil pretest dan posttest perilaku pencegahan

Hepatitis A pada kelompok eksperimen, data pretest dan posttest perilaku

pencegahan Hepatitis A pada kelompok kontrol dan hasil uji statistik Wilcoxon

Rank Test dan Mann Whitney U test.

1. Hasil pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum dilakukan

pendidikan kesehatan.

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi Pretest perilaku santriwati dalam pencegahan

Hepatitis A kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Perilaku

Pencegahan

HAV

Eksperimen Pretest Kontrol Pretest

Frekuensi

(f)

Persentase

(%)

Frekuensi

(f)

Persentase

(%)

Baik > 36 0 0 0 0

Cukup (24-36) 17 94,44 16 88,89

Kurang < 24 1 5,56 2 11,11

Total 18 100 18 100

(Sumber : Lembar kuesioner perilaku pencegahan Hepatitis A responden di

Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar)

78

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa perilaku santriwati kelompok

eksperimen dalam pencegahan Hepatitis A sebelum pendidikan kesehatan

sebagian besar sudah cukup baik yaitu sebanyak 17 santriwati (94,44%),

sedangkan perilaku yang masih kurang ada 1 santriwati (5,56%). Sedangkan pada

kelompok kontrol hasil pretest perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A

sebagian besar sudah cukup baik yaitu sebanyak 16 santriwati (88,89%),

sedangkan perilaku yang masih kurang ada 2 santriwati (11,11%).

2. Hasil posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah dilakukan

pendidikan kesehatan.

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi Posttest perilaku santriwati dalam pencegahan

Hepatitis A kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Perilaku

Pencegahan

HAV

Eksperimen Posttest Kontrol Posttest

Frekuensi

(f)

Persentase

(%)

Frekuensi

(f)

Persentase

(%)

Baik > 36 16 88,89 0 0

Cukup (24-36) 2 11,11 17 94,44

Kurang < 24 0 0 1 5,56

Total 18 100 18 100

(Sumber : Lembar kuesioner perilaku pencegahan Hepatitis A responden di

Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar)

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa perilaku santriwati kelompok

eksperimen dalam pencegahan Hepatitis A sesudah pendidikan kesehatan

sebagian besar sudah baik yaitu sebanyak 16 santriwati (88,89%), sedangkan

perilaku yang masih cukup ada 2 santriwati (11,11%). Pada kelompok kontrol

hasil posttest perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A sebagian besar

sudah cukup baik yaitu sebanyak 17 santriwati (94,44%), sedangkan perilaku

yang masih kurang ada 1 santriwati (5,56%).

79

3. Hasil uji perbedaan pretest dan posttest kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol sesudah dilakukan pendidikan kesehatan.

Tabel 5.8 Hasil perilaku pencegahan Hepatitis A pretest dan posttest

pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Perilaku

Pencegahan

HAV

Eksperimen Kontrol

Pretest Posttest Pretest Posttest

Mean 27,00 38,22 27,28 27,56

SD 2,086 1,396 2,191 1,977

Min 23 35 23 23

Max 30 40 30 30

N 18 18 18 18

Wilcoxon

Rank Test P = 0.000 P = 0.272

(Sumber : Lembar kuesioner perilaku pencegahan Hepatitis A responden

di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar)

Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui rata-rata nilai perilaku pencegahan

Hepatitis A pretest kelompok eksperimen adalah 27,00 dan rata-rata nilai posttest

38,22. Pada kelompok kontrol rata-rata nilai pretest adalah 27,28 dan rata-rata

nilai posttest 27.56. Hasil uji statistik pretest posttest kelompok eksperimen

menggunakan Wilcoxon Rank Test diperoleh nilai P = 0.000 karena nilai P < 0,05

maka ada perbedaan hasil perilaku santriwati kelompok eksperimen dalam

pencegahan Hepatitis A sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di

Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo.

Sedangkan hasil uji statistik pretest posttest kelompok kontrol menggunakan

Wilcoxon Rank Test diperoleh nilai P = 0.272 karena nilai P > 0,05 maka tidak ada

perbedaan hasil perilaku santriwati kelompok kontrol dalam pencegahan Hepatitis

A pada pre dan post test di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan

Siman Kabupaten Ponorogo.

80

4. Hasil uji perbedaan nilai perilaku pencegahan Hepatitis A antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol.

Tabel 5.9 Uji perbedaan perilaku pencegahan Hepatitis A pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Kelompok N Rata-Rata

Nilai Pretest

Rata-Rata

Nilai Posttest Selisih

Eksperimen 18 27,00 38,22 11,22

Kontrol 18 27,28 27,56 0,28

Mann Whitney

U Test P = 0.673 P = 0.000

Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui selisih rata-rata nilai pretest dan

posttest kelompok eksperimen adalah 11,22 yang artinya pendidikan kesehatan

sangat mempengaruhi perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A sesudah

dilakukan pendidikan kesehatan, sehingga pengetahuan meningkat dan perilaku

santriwati semakin baik. Pada kelompok kontrol selisih rata-rata nilai pretest dan

posttest adalah 0,28 yang artinya tanpa ada perlakuan pendidikan kesehatan

ternyata tidak ada perubahan perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A.

Hasil uji statistik pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

menggunakan Mann Whitney U Test diperoleh nilai P = 0.673 karena nilai P >

0,05 maka tidak ada perbedaan perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A

sebelum dilakukan pendidikan kesehatan. Sedangkan hasil uji statistik posttest

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menggunakan Mann Whitney U Test

diperoleh nilai P = 0.000 karena nilai P < 0,05 maka ada perbedaan perilaku

santriwati dalam pencegahan Hepatitis A sesudah dilakukan pendidikan

kesehatan, sehingga ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku

santriwati dalam pencegahan Hepatitis A di Pondok Pesantren Wali Songo

Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo.

81

5.3 Pembahasan

Berikut pembahasan hasil dari perhitungan masing-masing variabel dan ada

tidaknya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku santriwati dalam

pencegahan Hepatitis A.

5.3.1 Perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A sebelum dilakukan

pendidikan kesehatan di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar

Berdasarkan data hasil penelitian terhadap 36 responden yang terbagi dalam

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di Pondok Pesantren Wali Songo

Ngabar Ponorogo sebelum dilakukan pendidikan kesehatan tentang Hepatitis A

sebagian besar dalam kategori cukup yaitu sebesar 17 responden (94,44%) dari

kelompok eksperimen, sebesar 16 responden (88,89%) dari kelompok kontrol dan

sisanya dalam kategori kurang yaitu 1 responden (5,56%) dari kelompok

eksperimen, 2 responden (11,11) dari kelompok kontrol. Perilaku yang kurang

dari responden karena responden kurang mengerti cara pencegahan Hepatitis A,

selain itu sebagian besar pengetahuan responden tentang Hepatitis A juga masih

kurang yaitu mencapai 77,78%, serta berkurangnya minat responden untuk

mencari informasi kesehatan khususnya mengenai pencegahan Hepatitis A. Hal

itu disebabkan karena sarana yang minim, kurang motivasi dan lingkungan

pesantren yang memberikan peraturan larangan menggunakan telefon seluler dan

internet.

Penelitian ini menggambarkan beberapa item pernyataan perilaku personal

hygiene pencegahan Hepatitis A. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pada

82

item pernyataan “saya mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun”,

sebagian besar responden memilih jawaban kadang-kadang sebanyak 77,78%.

Namun terdapat juga responden yang memilih jawaban tidak pernah sebanyak

13,89% dan responden yang memilih jawaban sering hanya 8,33%. Hal ini dapat

dijelaskan bahwa mayoritas responden kurang melakukan cuci tangan dengan air

mengalir dan sabun. Jika dilihat dari segi fasilitas disediakan keran air untuk

mencuci tangan yang juga digunakan untuk berwudhu karena terletak di dekat

masjid, kelas dan dapur, namun tidak terdapat sabun di keran tersebut sehingga

membutuhkan kesadaran pada setiap santriwati membawa sabun miliknya untuk

mencuci tangan. Berdasarkan penelitian Hidayat (2012) bahwa cuci tangan pakai

sabun dan air mengalir dapat mengurangi resiko terkena Hepatitis A.

Pada pernyataan “saya mencuci tangan pakai sabun sebelum makan”,

sebagian besar responden memilih jawaban kadang-kadang 77,78% dan jawaban

tidak pernah sejumlah 2,78% serta yang memilih jawaban sering 19,44%. Hal ini

menjelaskan bahwa sebagian besar responden masih kurang melakukan cuci

tangan pakai sabun sebelum makan. Hal ini mungkin disebabkan responden malas

mengambil sabun karena letak kamar yang berjauhan dengan keran air. Selain itu

ruangan khusus atau aula yang disediakan untuk makan tidak terlalu besar,

sehingga tidak bisa menampung semua santriwati saat makan dan biasanya

sebagian dari mereka makan di ruang kelas, kamar atau di pelataran depan kelas

yang berlantai keramik. Pada penelitian Firdous (2005) dalam Sulistiani (2015)

menyatakan bahwa cuci tangan sebelum makan dapat menurunkan resiko kejadian

Hepatitis Akut klinis.

83

Pada pernyataan “saya mencuci tangan pakai sabun setelah buang air kecil”,

sebagian besar responden memilih jawaban kadang-kadang 69,44% dan

responden yang memilih jawaban tidak pernah 13,89%, serta sebanyak 16,67%

menjawab sering. Hal ini menjelaskan bahwa sebagian besar responden kurang

melakukan cuci tangan pakai sabun setelah buang air kecil karena tidak

disediakan sabun cair di kamar mandi dan letak kamar santri yang berjauhan

untuk mengambil sabun dengan letak kamar mandi.

Pada pernyataan “saya mencuci tangan pakai sabun setelah buang air besar”,

sebagian besar responden memilih jawaban selalu 47,22 %, namun terdapat

respondan yang menjawab kadang-kadang sejumlah 41,67% dan tidak pernah

11,11%. Hal ini menjelaskan bahwa sebagian besar responden sudah mencuci

tangan pakai sabun setelah buang air besar tetapi masih ada juga yang belum

melakukan cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar. Pada penelitian

Afudin (2003) dalam Sulistiani (2015) menyatakan bahwa cuci tangan setelah

buang air besar dapat mengurangi resiko terserang virus Hepatitis A.

Item pernyataan “saya menyikat gigi menggunakan sikat gigi milik sendiri”,

semua responden memilih jawaban selalu 100%. Hal ini menunjukkan bahwa

mayoritas responden menggunakan sikat gigi milik sendiri. Air liur dapat

menularkan Hepatitis A dalam konsentrasi yang rendah (Cahyono,dkk 2010),

sehingga penggunaan sikat gigi milik sendiri merupakan salah satu perilaku yang

dapat mencegah Hepatitis A (Dwiastuti, 2008).

Berdasarkan hasil beberapa item pernyataan yang telah dijelaskan di atas

sesuai dengan teori Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007) bahwa

84

perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi adalah

faktor yang ada dalam diri individu (pengetahuan, sikap, kepercayaan), faktor

pemungkin adalah faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku (sarana dan

prasarana), dan faktor penguat adalah faktor yang memperkuat terjadinya perilaku

(dukungan keluarga dan petugas kesehatan).

Jika dilihat berdasarkan faktor predisposisi, santri memiliki kepercayaan yang

sama, dalam Islam mengajarkan untuk selalu menjaga kebersihan jasmani salah

satunya menjaga kebersihan diri (Budiarti, 2012). Selain itu responden juga

mempelajari bahwa menjaga kebersihan adalah wujud iman mereka sebagai

muslim. Hal tersebut dikuatkan oleh tulisan yang biasanya terdapat di pesantren

“Anna Zhofatu Minnal Iman” yang menjelaskan bahwa kebersihan adalah

sebagian dari iman. Namun hal tersebut tidak dapat diterapkan apabila santri tidak

memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan diri sehingga masih terdapat

perilaku yang kurang dalam menjaga kebersihan diri (Fitrina, 2008) dalam

Sulistiani (2015).

Sedangkan jika dilihat berdasarkan sarana dan prasarana , masih kurangnya

fasilitas yang memadai untuk santri dalam melakukan personal hygiene seperti

tidak tersedianya sabun untuk mencuci tangan dan penempatan keran air di tempat

yang strategis (dekat kamar tidur), serta jumlah keran air yang kurang mencukupi

untuk semua santriwati yang ada. Sedangkan faktor penguat seperti teman dapat

mempengaruhi hygiene seseorang (Umairoh, 2013), serta peran petugas kesehatan

yang yang ada di pondok pesantren untuk melakukan penyuluhan kesehatan

mencegah Hepatitis A.

85

Pengetahuan yang kurang akan berdampak pada perilaku yang kurang karena

kurang memahami tentang cara pencegahan Hepatitis A sehingga minat untuk

mencegah juga berkurang, hal ini didukung oleh teori bahwa perilaku tertentu

terhadap suatu objek menunjukkan tentang pengetahuan orang terhadap objek

perilaku yang bersangkutan (Wawan&Dewi, 2011). Di dalam suatu Pondok

Pesantren peran Ustadzah/Guru sangat penting untuk melakukan perilaku

pencegahan Hepatitis A, serta orang tua dan teman sebagai sumber informasi

untuk berbagi ilmu tentang cara pencegahan Hepatitis A. Mencari informasi

tentang cara pencegahan Hepatitis A sangat penting karena di lingkungan Pondok

Pesantren yang mempunyai prinsip kebersamaan sangat beresiko terkena penyakit

tersebut, tujuan yang lain adalah agar para santriwati mampu mempraktikkan

tentang pencegahan Hepatitis A setelah mendapatkan informasi dan menerapkan

dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Perilaku baik yang harus dimiliki santriwati yaitu mau menerima praktik

perilaku pencegahan Hepatitis A mulai dari hal sederhana tentang personal

hygiene atau kebersihan diri sendiri yang dilakukan dengan rutin dan benar.

Menerima dapat diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan yang diberikan

objek (Wawan&Dewi, 2011).

Hasil penelitian perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A juga

didukung oleh hasil penelitian dari Febrian Lutfi (2013) bahwa sebagian besar

perilaku pencegahan Hepatitis A dalam kategori cukup sebelum dilakukan

pendidikan Kesehatan.

86

5.3.2 Perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A sesudah dilakukan

pendidikan kesehatan di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar

Berdasarkan data hasil penelitian terhadap 36 responden yang terbagi dalam

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di Pondok Pesantren Wali Songo

Ngabar Ponorogo sesudah dilakukan pendidikan kesehatan pada kelompok

eksperimen sebagian besar dalam kategori baik yaitu 16 responden (88,89%) dan

dalam kategori cukup yaitu 2 responden (11,11%). Pada kelompok kontrol tidak

dilakukan pendidikan kesehatan dan hasil perilaku posttest pada kelompok kontrol

masih hampir sama pada saat pretest sebagian besar dalam kategori cukup yaitu

sebesar 17 responden (94,44%) dan dalam kategori kurang yaitu 1 responden

(5,56%).

Pengalaman pribadi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

perilaku seseorang. Teori menyebutkan bahwa untuk dapat menjadi dasar

pembentukan perilaku, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang

kuat. Media massa juga berpengaruh terhadap perilaku seseorang karena beritanya

yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh

perilaku penulisnya, akibatnya akan berpengaruh perilaku konsumennya. Selain

faktor pengalaman pribadi dari media massa, ada tahap motivasi yang mengubah

seseorang setelah mengikuti pendidikan kesehatan benar-benar mengubah

perilaku sehari-hari (Wawan&Dewi, 2011).

Pendidikan kesehatan merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk

mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan

87

masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup bersih dan sehat. Sama halnya

dengan proses pembelajaran pendidikan kesahatan memiliki tujuan yang sama

yaitu terjadinya perubahan perilaku yang dipengaruhi banyak faktor diantaranya

adalah sasaran pendidikan, pelaku pendidikan, proses pendidikan dan perubahan

perilaku yang diharapkan (Dermawan & Setiawati, 2008). Peran pendidikan

kesehatan diharapkan menjadi salah satu intervensi kesehatan yang dapat

mengubah perilaku santriwati untuk selalu hidup bersih dan sehat guna mencegah

Hepatitis A, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan mereka.

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2007). Alasan peningkatan skor perilaku pada

santriwati dalam mencegah Hepatitis A di sini adalah karena terjadi peningkatan

pengetahuan yang menjadi salah satu faktor predisposisi perilaku, pengetahuan

diperoleh dari pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh peneliti dengan metode

ceramah dan demonstrasi salah satu jenis personal hygiene yaitu cuci tangan pakai

sabun 7 langkah dengan benar sesuai standart WHO 2016, seperti hasil penelitian

Dwi Hastuti 2012 bahwa perilaku personal hygiene merupakan salah satu cara

mencegah Hepatitis A. Keuntungan dari metode ceramah dan demonstrasi yaitu

dapat membuat proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret lebih

mudah memahami sesuatu, lebih menarik, peserta didik dirangsang untuk

mengamati, menyesuaikan teori dengan kenyataan dan dapat melakukan sendiri

(Suliha dkk 2001 dalam Viviyawati 2014). Selain kedua metode tersebut peneliti

juga menggunakan metode pembagian leaflet tentang penyakit Hepatitis dan

pencegahannya juga manfaat dan cara bergambar mengenai cuci tangan 7

88

langkah pakai sabun sehingga santriwati bisa dengan mudah mengingat dan

menginformasikan kepada teman yang lain.

Pendidikan kesehatan merupakan upaya pencegahan yang efektif untuk bekal

pengetahuan para santriwati tentang penyakit Hepatitis A dan cara

pencegahannya, sehingga dapat meningkatkan kesadaran santriwati dalam

berperilaku hidup bersih dan sehat guna menurunkan resiko terkena Hepatitis A di

Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo.

Hasil penelitian perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A juga

didukung oleh hasil penelitian dari Febrian Lutfi (2013) bahwa sebagian besar

perilaku pencegahan Hepatitis A dalam kategori baik sesudah dilakukan

pendidikan Kesehatan.

5.3.3 Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku santriwati dalam

pencegahan Hepatitis A di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar

Hasil uji statistik dengan Wilcoxon Rank Test untuk menguji perilaku

sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan diperoleh nilai p = 0,000

karena nilai p < 0,05, dan dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan perilaku

santriwati dalam pencegahan Hepatitis A sebelum dan sesudah pendidikan

kesehatan di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. Sedangkan, hasil

uji statistik dengan Mann Whitney U Test untuk membedakan hasil perilaku

pencegahan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diperoleh p =

0,000 karena nilai p < 0,05. Hal ini di dukung selisih hasil mean rank posttest

antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu sebesar 10,66. Sehingga

89

dapat disimpulkan ada perbedaan hasil perilaku santriwati dalam pencegahan

Hepatitis A antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di Pondok

Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo.

Salah satu strategi untuk memperoleh perubahan perilaku menurut WHO

yang dikutip Notoatmodjo (2007) adalah dengan pemberian informasi untuk

meningkatkan pengetahuan sehingga menimbulkan kesadaran dan pada akhirnya

seseorang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuannya tersebut. Salah satu

upaya pemberian informasi yang dapat dilakukan adalah dengan pendidikan

kesehatan.

Lucie (2005) dalam Avrianto (2014) menjelaskan bahwa pendidikan

kesehatan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah. Dalam proses

perubahan perilaku, sasaran diharapkan berubah bukan semata-mata karena

penambahan pengetahuan saja. Namun, diharapkan juga adanya perubahan pada

keterampilan sekaligus sikap mantap yang menjurus kepada tindakan pencegahan

yang lebih baik, produktif, dan menguntungkan. Lebih lanjut Notoatmodjo (2007)

menjelaskan suatu perilaku belum tentu mewujudkan suatu tindakan (overt

behaviour). Untuk mewujudkan perilaku menjadi tindakan nyata diperlukan

faktor pendukung (support) atau suatu kondisi yang memungkinkan seperti

adanya fasilitas dan dukungan dari berbagai pihak.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Pondok Wali Songo

Ngabar Ponorogo, perilaku pencegahan Hepatitis A pada santriwati kelompok

90

eksperimen setelah dilakukan pendidikan kesehatan sudah lebih baik dari pada

santriwati kelompok kontrol yang tidak dilakukan pendidikan kesehatan.

5.4 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan sampel minimal, apabila sampel lebih banyak

maka hasil penelitian bisa lebih banyak dilihat.

2. Observasi tidak maksimal karena persebaran santriwati cukup luas, sehingga

susah membedakan santriwati mana yang termasuk responden penelitian,

terlebih untuk responden kelompok kontrol.

3. Observasi dilakukan dan di awasi langsung oleh peneliti sehingga ada

responden bersikap seperti di buat-buat sehingga hasilnya baik.

91

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A dapat dirumuskan kesimpulan

sebagai berikut :

1. Perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A sebelum dilakukan

pendidikan kesehatan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

sebagian besar dalam kategori cukup.

2. Perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A sesudah dilakukan

pendidikan kesehatan pada kelompok eksperimen sebagian dalam kategori

baik. Pada kelompok kontrol tidak ada perubahan perilaku yaitu masih dalam

kategori cukup karena tidak mendapatkan pendidikan kesehatan.

3. Hasil analisis statistik dengan Wilcoxon Rank Test didapatkan p-value (0,000

< 0,05), sehingga ada perbedaan perilaku santriwati dalam pencegahan

hepatitis A sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

4. Hasil analisis statistik dengan Mann Whitney U Test didapatkan p-value

(0,000 < 0,05), maka ada perbedaan perilaku santriwati kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol dalam pencegahan Hepatitis A, sehingga ada pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap perilaku santriwati dalam pencegahan

Hepatitis A di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan Siman

Kabupaten Ponorogo.

Afrizal
Textbox

92

5.2 Saran

Sesuai dengan hasil, pembahasan dan kesimpulan penelitian, peneliti ingin

mengemukakan saran antara lain :

1. Bagi Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar

Meningkatkan program poskestren untuk mencegah kejadian penyakit

menular di pesantren termasuk penyakit Hepatitis A, serta memberikan

fasilitas kesehatan yang mencukupi di area pondok pesantren.

2. Bagi Responden

Responden harus mengetahui akibat dari penyakit Hepatitis A dan mampu

mencegahnya dengan perilaku hidup bersih dan sehat setiap hari.

3. Bagi Pelayanan Kesehatan

Memberikan sosialisasi tentang kesehatan secara periodik pada semua

santriwati khususnya tentang Hepatitis A dan cara pencegahannya.

4. Bagi Institusi Pendidikan STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun

Institusi menambah buku pustaka tentang Hepatitis A, pendidikan kesehatan,

perilaku kesehatan dan personal hygiene untuk menambah sumber dalam

penelitian yang dilakukan mahasiswa.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang

pencegahan Hepatitis A dengan menggunakan metode yang lain serta mencari

faktor lain yang menyebabkan penyakit Hepatitis A.

Afrizal
Textbox

93

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Dengan Pendekatan Praktek. Jakarta :

Rineka Cipta

Avrianto Defri. 2014. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan, Sikap Dan

Tindakan Petani Paprika Di Desa Kumbo Pasuruan Terkait Penggunaan

Alat Pelindung Diri Dari Bahaya Pestisida. Jakarta : Skripsi Universitas

Islam Indonesia.

Azwar, S. 2012. Reliabilitas dan Validitas Edisi 4. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Badri, M. 2007. Hygiene Perseorangan Santri Pondok Pesantren Walisongo

Ngabar Ponorogo. Media Litbang Kesehatan, Vol.XVII, No.2.

Budiarti. 2012. Tingkat Keimanan Islam dan Status Karies Gigi. Poltekkes Jakarta

Cahyono, SB. 2010. Hepatitis A. Yogyakarta : Kanisisus.

Cahyono, SB., dkk. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi.

Yogyakarta : Kanisius.

Depkes. (2007). Pharmatical Care Untuk Penyakit Hati. Jakarta : Direktorat

Jenderal Bina Kefarmasian dan Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Depkes. (2012). Pemerintah Upayakan Dunia Cegah Penyakit Hepatitis.

http://www.depkes.go.id/hepatitis/index.php/component/content/article/34-

press-release/798-pemerintah-upayakan-dunia-cegah-penyakit-hepatitis.html

diunduh pada 12 Maret 2017.

Depkes. 2007. Majalah Informasi & Referensi Promosi Kesehatan I No. 3/Tahun

IX. Jakarta : Penerbit Pusat Promosi Kesehatan DepKes RI.

Dermawan A.C dan Setiawan S. 2008. Proses Pembelajaran Dalam Pendidikan

Keperawatan. Jakarta : TIM.

Dwi Hastuti, S. (2008). Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan

Kejadian Hepatitis A pada Taruna Akademi Kepolisian Tahun

2008. Semarang : Tesis Kesehatan Lingkungan Universitas Dipenegoro.

Farida, Nur. 2011. 43 Siswa SMA 4 Depok Positif Hepatitis A.

http://www.republika.co.id/berita/regional/jabodetabek/11/12/15/lw3364-43-

siswa-sma-4-depok-positif-hepatitis-a diunduh pada 20 Maret 2017.

94

Hendra, A.W. 2008. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan. Jakarta :

Wordpress.

Hidayat A & Uliyah M. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia (KDM),

Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya : Health Books

Publishing.

Hidayat A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisa Data.

Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat A. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan

Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat A. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisa Data.

Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat, M. 2014. Problematika Kesehatan Di Pesantren.

Hidayat,T. 2011. Faktor-Faktor Yng Berhubungan Dengan Kebersihan Diri dan

Kesehatan Lingkungan Pesantren Nurul Huda.

Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pengendalian Hepatitis. Jakarta :

Direktorat Jendral PP dan PL Kemenkes RI.

Lutfi Febrian. 2013. Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Hepatitis A

Terhadap Perilaku Siswa dalam Pencegahan Hepatitis A di SMPN 1

Ngadirejo Pacitan. Yogyakarta : Skripsi Stikes Aisyiyah.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:

Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo.2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka

Cipta.

Notoatmodjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam, 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Ed.3. Jakarta :

Salemba Medika.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Permenkes RI. 2014. Permenkes RI No.5 Tentang Praktik Klinis Bagi Dokter di

Fasilitas Pelayanan Primer.

Potter, PA, Perry,AG. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Rahmahayani. 2010. Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang Pemberian ASI di

Klinik Raskita Binjai 2010. Medan : Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.

95

Riskesdas. 2013. Laporan Prevalensi Hepatitis. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Sari, W. , Indrawati dan Djing. 2008. Care Yourself, Hepatitis. Depok: Penebar

Sinaga, J.F. 2012. Pengetahuan Mahasiswi tentang Penyakit Hepatitis A Sebelum

dan Sesudah Penyuluhan di Asrama Esther Hall Universitas Advent

Indonesia. Bandung : Skripsi Universitas Advent Indonesia Bandung

Sjaifoellah Noer, H.M. 2003. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi

Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Subhan, Arief. 2009. Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20. Jakarta :

UIN Jakarta Press.

Sugiyono. 2010. Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2012. Metdologi Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :

Alfabeta

Sulistiani. 2015. Gambaran Perilaku Personal Hygiene & Kejadian Hepatitis A

pada Siswa Pesantren Darul Mutakin Cadas Tangerang : Skripsi Universitas

Islam Indonesia.

Swarjana, 2016. Statistik Kesehatan. Denpasar : C.V Andi Offset.

Umairoh, Cholisoh. 2013. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Perineal Hygiene Pada Remaja Putri Berbasis Precede Proceed Model Di

SMPN 45. Surabaya : Skripsi UNAIR.

Viviyawati. 2014. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang pemeriksaan sadari

sebagai deteksi dini kanker payudara terhadap pengetahuan dan sikap

remaja putri di SMKN 1 Karanganyar. Surakarta : Stikes Kusuma Husada.

Wawan dan Dewi. 2011. Teori Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.

WHO. 2007. Hepatitis A Fact Sheet.

WHO. 2016. Hepatitis A Fact Sheet.

96

Lampiran 1

97

Lampiran 2

98

Lampiran 3

99

Lampiran 4

100

Lampiran 5

Lampiran 6

101

Lampiran 7

102

SURAT KETERANGAN MENJADI RESPONDEN

Kepada

Yth. Calon Responden

Di Tempat

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa STIKES Bhakti

Husada Mulia Madiu.

Nama : Ika Wahyuningrum

NIM : 201302083

Akan mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh pendidikan kesehatan

terhadap perilaku santriwati dalam pencegahan Hepatitis A di Pondok Pesantren

Wali Songo Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo”.

Sehubungan dengan hal di atas, data yang diperoleh dari penelitian akan

sangat bermanfaat bagi tenaga kesehatan, institusi STIKES Bhakti Husada Mulia

Madiun, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Untuk kepentingan ini saya

mohon saudara untuk memberikan jawaban atas pertanyaan dan pernyataan yang

saya ajukan dengan sejujur-jujurnya. Semua data yang dikumpulkan akan

dirahasiakan.

Atas perhatian, kerjasama dan kesediaan dalam berpartisipasi sebagai

responden dalam penelitian ini, saya menyampaikan terima kasih.

Hormat Saya

(Ika Wahyuningrum)

103

PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN

Dengan menandatangani lembar ini, saya:

Nama :

Usia :

Alamat :

Memberikan persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian yang

berjudul “Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku santriwati dalam

pencegahan Hepatitis A di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan

Siman Kabupaten Ponorogo”.

Saya telah dijelaskan bahwa jawaban kuesioner ini hanya digunakan untuk

keperluan penelitian dan saya secara suka rela bersedia menjadi responden

penelitian ini.

Ponorogo, Mei 2017

Yang Menyatakan

( )

104

Lampiran 8

LEMBAR KUISIONER

IDENTITAS DAN SUMBER INFORMASI

Petunjuk Pengisian :

Isilah pertanyaan di bawah ini dengan cara menuliskan jawaban pada

pertanyaan yang bertanda titik atau memberikan tanda checklist (√) pada kolom

jawaban yang disediakan.

Jawablah pertanyaan & pernyataan berikut dengan jujur.

Di mohon kepada responden untuk mengisi semua jawaban.

Data Demografi :

1. Nama Responden : ………………………………..

2. Kelas : ………………………………..

3. Usia : ………………………………..

4. Jenis Kelamin : ………………………………..

5. Pekerjaan Orang Tua : ………………………………..

6. Agama : ………………………………..

7. Asal Daerah : ………………………………..

8. Apakah saudara pernah mendengar informasi tentang penyakit Hepatitis A :

Pernah Tidak Pernah

9. Apakah saudara mendapatkan informasi tentang penyakit Hepatiis A melalui :

No Sumber Informasi Ya Tidak

1 Internet

2 Televisi

3 Radio

4 Surat Kabar

5 Poster

6 Pamflet / Leaflet

7 Petugas Kesehatan

8 Teman

9 Guru (Ustadz/Ustadzah)

10 Orang Tua

105

Lampiran 9

LEMBAR KUESIONER

PENGETAHUAN HEPATITIS A

Nama :

Kelas :

Umur :

Hari/Tanggal :

Pilihlah jawaban pada pertanyaan di bawah ini dengan cara memberikan tanda

silang (x) pada jawaban yang anda anggap benar.

1. Penyakit peradangan hati yang ringan dan masih bisa disembuhkan disebut ...

a. Diare

b. Hepatitis

c. Hepatitis A

d. TB Paru

2. Penyakit Hepatitis A merupakan penyakit menular yang ditularkan melalui ...

a. Udara

b. Fecal – Oral (Saluran Pencernaan)

c. Cairan/Darah

d. Gigitan Nyamuk

3. Penyebab virus Hepatitis A adalah ...

a. Virus pada percikan batuk

b. Virus pada tinja penderita

c. Virus pada darah

d. Virus dari gigitan nyamuk

4. Di bawah ini yang menjadi faktor resiko terkena Hepatitis A adalah, kecuali ...

a. Makan jajan sembarangan

b. Makanan yang di rebus hingga mendidih

c. Makanan masih mentah

d. Buah segar yang tidak di cuci

106

5. Di bawah kelompok yang beresiko terkena Hepatitis A, kecuali ...

a. Masyarakat yang tinggal di lingkungan dengan kondisi yang buruk

b. Tempat penitipan anak (asrama, pesantren)

c. Penyaji makanan langsung jadi

d. Salah semua

6. Di bawah ini yang menyebabkan penyakit Hepatitis A adalah ...

a. Sering bergantian pakaian dengan teman

b. Sering bergantian alat makan dengan teman

c. a dan b salah

d. a dan b benar

7. Tanda dan gejala Hepatitis A yang paling khas dan terlihat adalah ...

a. Demam

b. Mual muntah

c. Mata dan kulit tampak kekuningan

d. Air kencing kuning tua seperti teh

8. Di bawah ini gejala apa yang pernah anda rasakan saat sakit ...

a. Demam, mual muntah, lemas dan menggigil

b. Demam, sakit perut, tidak nafsu makan dan lemas

c. Diare, lemas, mata dan badan tampak kuning

d. Demam, lemas, tidak nafsu makan, sakit perut, mual muntah dan air

kencing berwarna kuning tua

9. Penatalaksanaan awal ketika orang terkena Hepatitis A adalah ...

a. Istirahat total untuk memulihkan badan

b. Beri obat sesuai gejala

c. Segera di bawa ke rumah sakit

d. Langsung di vaksin Hepatitis A

10. Tujuan utama di lakukan pengobatan pada orang yang terkena Hepatitis A

adalah ...

a. Meringankan gejala yang dirasakan

b. Membunuh virus

c. Mencegah agar tidak semakin parah

107

d. Salah semua

11. Apa yang dimaksud vaksin Hepatitis A ...

a. Virus Hepatitis A yang di masukkan ke dalam tubuh untuk menambah

kekebalan

b. Obat yang di berikan untuk mengobati penyakit Hepatitis A

c. Imunisasi untuk mencegah terkena penyakit Hepatitis A

d. Jabawan a dan c benar

12. Apa tujuan vaksin Hepatitis A yang dilakukan sebelum terkena Hepatitis A...

a. Mengobati Hepatitis A

b. Meningkatkan kekebalan tubuh

c. Membunuh virus

d. Benar semua

13. Berikut merupakan cara pencegahan Hepatitis A, kecuali ...

a. CTPS dengan benar

b. Menjaga kebersihan makanan, pakaian dan lingkungan

c. Menyimpan makanan di suhu yang lembab dan dalam waktu yang lama

d. Membuang tinja di jamban yang saniter

14. CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) salah satu hal yang paling sederhana untuk

mencegah Hepatitis A, kapan saja kita harus melakukan CTPS ? ...

a. Sebelum dan sesudah makan

b. Setelah beraktivitas (bersih-bersih, olahraga, bermain)

c. Setelah BAB dan BAK

d. Benar semua

15. Berikut merupakan langkah cici tangan yang benar menurut WHO 2016,

urutkan langkah-langkah berikut sesuai yang anda ketahui

1) Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air

yang mengalir, ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua telapak

tangan secara lembut.

2) Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

3) Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih

4) Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan

108

5) Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

6) Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan

7) Bersihkan kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara

memutar, kemudian diakhiri dengan membilas seluruh bagian tangan

dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan memakai handuk atau tisu.

a. 1-2-3-5-6-4-7

b. 1-2-3-4-5-6-7

c. 4-3-5-6-1-2-7

d. 1-3-2-4-5-6-7

KUNCI JAWABAN :

1. C

2. B

3. B

4. B

5. D

6. D

7. C

8. D

9. B

10. A

11. D

12. B

13. C

14. D

15. A

109

Lampiran 10

LEMBAR KUESIONER

PERILAKU PERSONAL HYGIENE PENCEGAHAN HEPATITIS A

Isilah tabel pernyataan di bawah ini dengan cara memberikan tanda checklist (√)

pada kolom jawaban yang disediakan. Pilihlah jawaban yang sesuai dengan diri

anda:

Keterangan :

SL : Selalu

SR : Sering

K : Kadang-kadang

TP : Tidak Pernah

NO PERNYATAAN SL SR K TP

1 Saya mencuci tangan menggunakan air saja

2 Saya mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun

3 Saya mencuci tangan menggunakan antiseptic seperti antis,

dettol, dll

4 Saya mencuci tangan pakai sabun sebelum makan

5 Saya mencuci tangan pakai sabun setelah makan

6 Saya mencuci tangan pakai sabun setelah berolahraga

7 Saya mencuci tangan pakai sabun setelah buang air kecil

8 Saya mencuci tangan pakai sabun setelah buang air besar

9 Saya mengeringkan tangan saya dengan tisu atau lap kering

dan bersih setelah mencuci tangan

10 Saya mencuci tangan pakai sabun setelah memegang gagang

pintu dan uang

11 Saya menggunakan alat makan dan minum sendiri tidak

bergantian dengan teman

12 Saya menyikat gigi menggunakan sikat gigi milik sendiri

110

Lampiran 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN

HEPATITIS A

Topik : Hepatitis A

Sub Topik : Pengertian, penyebab, faktor resiko, cara penularan, tanda

dan gejala, penatalaksanaan dan cara pencegahan

Hepatitis A.

Sasaran : Santri putri kelas 7 Madrasah Tsanawiyah di Pondok

Pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan Siman,

Kabupaten Ponorogo.

Tempat : Masjid Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar

Hari/Tanggal : 13 Mei 2017

Waktu : 60 Menit

Penyuluh : Ika Wahyuningrum

I. Analisa Data

A. Latar Belakang

Hepatitis A adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis

A. Virus ini menyebar terutama ketika orang yang tidak terinfeksi (dan tidak

divaksinasi) mencerna makanan atau air yang terkontaminasi dengan tinja

orang yang terinfeksi. Penyakit ini berhubungan erat dengan air atau makanan

yang tidak aman, sanitasi yang tidak memadai dan kebersihan pribadi yang

buruk.

Sekitar 1 juta orang di dunia pertahun, pernah mengidap penyakit Hepatitis

A, dengan prevalensi tertinggi pada negara berkembang. Data Indonesia sesuai

hasil Riskesdas Biomedis tahun 2013 menunjukkan angka Hepatitis A di

Indonesia mencapai 19,3%, terjadi peningkatan 2 kali lipat apabila

dibandingkan dari data tahun 2007. Total KLB Hepatitis A tahun 2013 di 6

provinsi dan 12 kabupaten/kota mencapai 531 kasus.

111

Pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang melakukan

kegiatan kesehatan secara komprehensif. Jumlah santri di dalam pondok

pesantren cukup banyak dan berasal dari beberapa daerah dengan kebiasaan

dan pola hidup yang berbeda. Kondisi seperti ini akan mempengaruhi

kesehatan santri jika perilaku hidup bersih dan sehat sangat kurang. Dalam

kehidupan sehari-hari para santri yang tinggal di pondok pesantren selalu

berinteraksi antara santri satu dengan santri yang lainnya sehingga penyakit

menular berbasis lingkungan seperti tuberkulosis paru, diare, penyakit kulit,

infeksi saluran pernapasan akut serta Hepatitis A banyak di temukan.

Upaya pencegahan Hepatitis A adalah dengan mulai menanamkan

kesadaran pentingnya masalah ini oleh pemerintah bersama masyarakat. Hal ini

seperti yang dilakukan Menteri Kesehatan (Menkes) yang mensosialisasikan

pencegahan Hepatitis A melalui media press (Depkes, 2012). Vaksinasi

terhadap hepatitis A harus menjadi bagian dari rencana komprehensif untuk

pencegahan dan pengendalian virus hepatitis A. Perencanaan untuk program

imunisasi skala besar harus melibatkan evaluasi ekonomi dan

mempertimbangkan metode pencegahan alternatif atau tambahan seperti,

sanitasi dan pendidikan kesehatan untuk praktik kebersihan yang lebih baik

(WHO, 2016).

B. Kebutuhan Santri

Santri di pondok pesantren Wali Songo Ngabar Kecamatan Siman

Kabupaten Ponorogo membutuhkan penyuluhan kesehatan tentang Hepatitis A

sebagai upaya pencegahan terjadinya kembali kasus Hepatitis A di pondok

tersebut karena mengingat pernah terjadi kasus Hepatitis A sebanyak 12 kasus.

Penyuluhan kesehatan ini akan menambah pengetahuan santri dan merubah

perilaku santri sebagai faktor resiko dalam mencegah Hepatitis A.

C. Karakteristik Santri

1. Tingkat pengetahuan dasar : santri putri kelas VII Madrasah Tsanawiyah

2. Sosial : interaksi dengan lingkungan sosialnya baik.

112

3. Kepercayaan : Islam

4. Budaya : santri di pondok pesantren wali songo ngabar kecamatan siman

kabupatgen ponorogo mengutamakan prinsip kebersamaan karena berada

dalam institusi yang sama.

II. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti penyuluhan mengenai Hepatitis A, para santri di pondok

pesantren wali songo ngabar kecamatan siman kabupaten ponorogo mampu

memahami dan mencegah terjadinya Hepatitis A.

III. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti penyuluhan mengenai Hepatitis A selama 1 x 40 menit para

santri di pondok pesantren wali songo ngabar kecamatan siman kabupaten

ponorogo mampu memahami dan mencegah terjadinya Hepatitis A mampu :

1. Memahami pengertian Hepatitis A dengan benar

2. Memahami penyebab terjadinya Hepatitis A

3. Mengetahui siapa saja yang menjadi faktor resiko terkena Hepatitis A

4. Mengetahui cara penularan Hepatitis A

5. Memahami tanda dan gejala orang terkena Hepatitis A

6. Memahami cara penatalaksanaan Hepatitis A

7. Mengetahui dan menerapkan cara mencegah Hepatitis A

IV. Materi (terlampir)

1. Pengertian Hepatitis A

2. Penyebab Hepatitis A

3. Faktor resiko Hepatitis A

4. Cara penularan Hepatitis A

5. Tanda dan gejala Hepatitis A

6. Penatalaksanaan Hepatitis A

7. Cara pencegahan Hepatitis A

113

V. Metode

1. Ceramah

2. Tanya Jawab

3. Demonstrasi

VI. Media dan Alat Pengajaran

1. LCD Proyektor

2. Leaflet

3. Handrub

VII. Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta

1 Pembukaan

15 menit

Memberikan salam

Perkenalan

Menjelaskan tujuan penyuluhan

Memberikan pretest berupa kuesioner

tentang pengetahuan Hepatitis A dan

perilaku pencegahan Hepatitis A

Menyebutkan tema materi

penyuluhan

Menjawab salam

Mendengarkan

dan

memperhatikan

Menjawab

pretest

2 Inti

25 menit

Menanyakan (review) kepada santri

tentang definisi Hepatitis A menurut

pengetahuan santri

Menjelaskan materi Hepatitis A :

a. Pengertian

b. Penyebab

c. Faktor resiko

d. Cara penularan

e. Tanda dan gejala

f. Penatalaksanaan

g. Cara pencegahan Hepatitis A.

Demonstrasi cuci tangan 6 langkah

menggunakan handrub

Menjawab

pertanyaan

penyuluh Mendengarkan

dan

memperhatikan Bertanya pada

penyuluh bila

masih ada yang

kurang jelas ikut

berpartisipasi

aktif dalam

demonstrasi

cuci tangan 6

langkah

114

3 Evaluasi

15 menit

Meminta santri untuk menjawab

pertanyaan penyuluh

Memberikan reward jika jawaban

benar dan membetulkan jika masih

ada kekurangan

Memberikan post test berupa

kuesioner tentang pengetahuan

Hepatitis A

Menyebutkan

dan

menjelaskan

jawaban

Menjawab Post

Test

4 Penutup

5 menit

Mengucapkan terimakasih dan salam

penutup

Memperhatikan

Menjawab

salam

VIII. Referensi

115

LAMPIRAN MATERI SAP HEPATITIS A

1. Pengertian

Hepatitis A adalah salah satu penyakit peradangan di hati yang ringan

namun menular, sering kali orang dengan penyakit Hepatitis A tidak menyadari

bahwa dirinya telah terkena penyakit ini karena gejala-gejala kadang tidak

tampak seperti penyakit lainnya.

Hepatitis A adalah salah satu jenis penyakit yang masih dapat

disembuhkan, merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus DNA dari

famili enterovirus. Penyakit hepatitis A ini juga termasuk penyakit yang cukup

berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan hati bila tidak ditangani

sedini mungkin. Penyebaran dan penularan penyakit ini melalui fekal – oral,

yang disebut juga melalui mulut dan saluran pencernaan. Virus ditularkan

ketika orang yang tidak terinfeksi mencerna makanan atau air yang telah

terkontaminasi dengan tinja orang yang terinfeksi (WHO dalam Depkes RI,

2013).

2. Penyebab

Hepatitis A akut merupakan infeksi virus yang ditularkan melalui

transmisi enteral virus RNA yang mempunyai diameter 27 nm. Virus ini

bersifat self-limiting dan biasanya sembuh sendiri, lebih sering menyerang

individu yang tidak memiliki antibodi virus hepatitis A seperti pada anak-anak,

namun infeksi juga dapat terjadi pada orang dewasa. Jarang terjadi fulminan

(0,01%) dan transmisi menjadi hepatitis kronis tidak perlu ditakuti, tidak ada

hubungan korelasi akan terjadinya karsinoma sel hati primer. Karier HAV

sehat tidak diketahui. Infeksi penyakit ini menyebabkan pasien mempunyai

kekebalan seumur hidup.

116

3. Faktor Resiko

Perilaku berisiko terhadap Hepatitis A berdasarkan Kemenkes RI (2012) :

a. Kebiasaan membeli makanan di sembarang tempat, makan makanan

mentah atau setengah matang.

b. Personal hygiene yang rendah antara lain : penerapan Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat masih kurang diantaranya cuci tangan dengan air bersih

dan sabun, mengkonsumsi makanan dan minuman sehat, serta cara

mengolah makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan

(Kemenkes RI, 2012). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di sekolah

berdasarkan Depkes diantaranya cuci tangan, menjaga kuku agar tidak

panjang dan kotor, menggunakan jamban (WC) yang sehat untuk Buang

Air Kecil dan Buang Air Besar, dan membuang sampah pada tempatnya.

Kelompok risiko tinggi tertular HAV berdasarkan Cahyono,dkk (2010),

diantaranya :

1) Tinggal di daerah dengan kondisi lingkungan yang buruk (penyediaan

air minum dan air bersih, pembuangan air limbah, pengelolaan sampah,

pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat).

2) Tempat penitipan anak dan asrama (Pesantren).

3) Penyaji makanan

4. Cara Penularan

Cara Penularan dan penyebaran Hepatitis A terjadi melalui fekal-oral,

terutama melaui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh virus

Hepatitis A (HAV) (Sari, 2008). Virus ini masuk kedalam saluran pencernaan

melalui makanan dan minuman yang tercemar tinja penderita virus Hepatitis A

(HAV). Virus kemudian masuk ke hati melalui peredaran darah untuk

selanjutnya menginvasi sel-sel hati (hepatosit) dan melakukan replikasi di

hepatosit (Kemenkes RI, 2012). Konsentrasi virus Hepatitis A (HAV) tertinggi

terdapat di tinja, yang dikeluarkan pendeita 2 minggu sebelum dan sampai 1

minggu setelah timbul gejala kuning, dan konsentrasi virus masih tetap tinggi 2

- 3 minggu setelah gejala kuning timbul. Sedangkan air ludah dan cairan tubuh

117

lain mempunyai konsentrasi yang rendah dalam menularkan penyakit. Cara

penularan virus Hepatitis A (HAV) diantaranya makan atau minuman yang

terkontaminasi virus Hepatitis A (HAV), kontak langsung dengan barang-

barang milik penderita Hepatitis A, penampungan air yang terkontaminasi

virus Hepatitis A (HAV) (Cahyono,dkk, 2010).

5. Tanda dan gejala

Berdasarkan Cahyono,dkk (2010), gejala hepatitis A biasanya dibagi dalam

beberapa stadium, diantaranya :

a. Masa inkubasi Hepatitis A antara 2-6 minggu, biasanya terdapat gejala letih,

lesu, nyeri telan, demam (38oC-39OC), kehilangan selera makan, mual,

bahkan muntah-muntah yang berlebihan.

b. Stadium dengan gejala kuning. Stadium ini ditandai urin berwarna teh tua,

disertai timbulnya kuning pada mata dan kulit, nyeri perut kanan bagian atas

karena adanya pembesaran hati, tinja berwarna teh tua, terjadi peningkatan

tes fungsi hati (bilirubin, SGOT, SGPT) dan meningkatnya antibody

terhadap virus hepatitis A, yang disebut sebagai IgM anti Virus Hepatitis A

(HAV).

c. Stadium penyembuhan. Stadium ini ditandai dengan menghilangnya warna

kuning pada sklera, kulit, dan pembesaran hati tetap. Penyembuhan

sempurna infeksi Virus Hepatitis A (HAV) membutuhkan waktu 3-4 bulan.

6. Penatalaksanaan

a. Farmakologi

Tata laksana Farmakologi sesuai dengan gejala yang dirasakan oleh pasien,

(Permenkes RI, 2014) diantaranya :

Antipiretik bila demam; ibuprofen 2x400mg/hari. Apabila ada keluhan

gastrointestinal, seperti:

1) Mual : Antiemetik seperti Metoklopropamid 3x10 mg/hari atau

Domperidon 3x10mg/hari.

118

2) Perut perih dan kembung : H2 Bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau

Ranitidin 2x 150mg/hari) atau Proton Pump Inhibitor (Omeprazol 1 x 20

mg/hari).

b. Non Faramakologi

1) Diet seimbang

Terapi bagi penderita penyakit hati adalah dengan diet seimbang, jumlah

kalori yang dibutuhkan sesuai dengan tinggi badan, berat badan, dan

aktivitas. Pada keadaan tertentu, diperlukan diet rendah protein, banyak

makan sayur dan buah. Tujuan terapi diet pada pasien penderita penyakit

hati adalah menghindari kerusakan hati yang permanen, meningkatkan

kemampuan regenerasi jaringan hati dengan keluarnya protein yang

memadai, memperhatikan simpanan nutrisi dalam tubuh. Diet yang

seimbang sangatlah penting, kalori berlebih dalam bentuk karbohidrat

dapat menambah disfungsi hati dan menyebabkan terjadinya penimbunan

lemak pada hati. Jumlah kalori dari lemak seharusnya tidak lebih dari

30% jumlah kalori secara keseluruhan karena dapat membahayakan

sistem kardiovaskular (Kemenkes, 2012).

2) Tirah baring

Pengobatan tidak spesifik pada Hepatitis A yaitu meningkatkan daya

tahan tubuh dengan istirahat atau tirah baring (Kemenkes, 2012).

119

7. Cara Pencegahan

a. Pencegahan Non-Spesifik

Perubahan perilaku untuk mencegah Hepatitis A terutama dilakukan dengan

meningkatkan sanitasi. Petugas kesehatan bisa meningkatkan hal ini dengan

memberikan edukasi yang sesuai, antara lain:

1) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) secara benar

2) Pengolahan makanan yang benar, meliputi:

(a) Menjaga kebersihan, yaitu degan mencuci tangan sebelum memasak

dan keluar dari toilet, mencuci alat-alat masak dan alat-alat makan,

dan dapur harus dijaga agar bersih.

(b) Memisahkan bahan makanan matang dan mentah, yaitu dengan

menggunakan alat yang berbeda untuk keperluan dapur dan untuk

makan serta menyimpan bahan makanan matang dan mentah di

tempat yang berbeda.

(c) Memasak makanan sampai matang, yaitu dengan memasak makanan

pada suhu minimal 85OC (terutama daging, ayam, telur, dan

makanan laut), dan memanaskan makanan yang sudah matang

dengan benar.

(d) Menyimpan makanan pada suhu aman, yaitu jangan menyimpan

makanan pada suhu ruangan terlalu lama dan memasukan makanan

yang ingin disimpan ke dalam lemari pendingin namun jangan

disimpan terlalu lama.

(e) Menggunakan air bersih dan bahan makanan yang baik, yaitu dengan

memilih bahan makanan yang segar (belum kadaluarsa) dan

menggunakan air yang bersih serta mencuci buah dan sayur dengan

baik.

(f) Membuang tinja di jamban yang saniter, yaitu menyediakan air

bersih di jamban dan memastikan sistem pendistribusian air dan

pengelolaan limbah berjalan dengan baik.

120

b. Pencegahan Spesifik (Imunisasi)

Pencegahan spesifik Hepatitis A dilakukan dengan imunisasi. Proses ini

bisa bersifat pasif maupun aktif. Imunisasi pasif dilakukan dengan

memberikan imunoglobulin. Tindakan ini dapat memberikan perlindungan

segera tetapi bersifat sementara. Imunoglobulin diberikan segera setelah

kontak atau untuk pencegahan sebelum kontak dengan 1 dosis secara intra-

muskular. Efek proteksi dapat dicapai bila imunoglobulin diberikan dalam

waktu 2 minggu setelah terpajan. Imunisasi aktif, memberikan efektifitas

yang tinggi pada pencegahan Hepatitis A. Vaksin dibuat dari virus yang

diinaktivasi (inactivated vaccine). Vaksin ini relatif aman dan belum ada

laporan tentang efek samping dari vaksin kecuali nyeri ditempat suntikan.

Vaksin diberikan dalam 2 dosis dengan selang 6 – 12 bulan secara intra-

muskular didaerah deltoid atau lateral paha (Kemenkes RI, 2012).

121

Lampiran 12

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

SPSS 16

122

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.869 12

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-

Total Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

Ques1 27.13 42.602 .416 .868

Ques2 26.90 44.714 .398 .871

Ques3 27.40 42.110 .584 .858

Ques4 27.37 40.516 .615 .855

Ques5 26.67 38.851 .679 .851

Ques6 27.50 40.397 .620 .855

Ques7 26.67 39.816 .623 .855

Ques8 26.07 38.340 .712 .848

Ques9 26.90 40.093 .518 .863

Ques10 27.83 44.006 .478 .864

Ques11 25.53 43.430 .520 .862

Ques12 25.60 42.386 .579 .858

123

Lampiran 13 TABULASI DATA PRETEST RESPONDEN KELOMPOK EKSPERIMEN

No Usia

(Tahun)

Asal

Daerah

Sumber

Informasi

Pengetahuan

tentang HAV

Skor Pernyataan Perilaku Pencegahan HAV

Total Skor Keterangan

Perilaku 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 12 Jawa Tidak Ada Kurang 3 2 2 2 2 2 2 3 2 1 4 4 29 Cukup

2 14 Sulawesi Orang Tua Kurang 2 3 1 2 2 2 2 2 3 1 3 4 27 Cukup

3 14 Jawa Guru/Ustadz Kurang 3 2 1 3 2 2 2 3 2 1 4 4 29 Cukup

4 13 Kalimantan Tidak Ada Kurang 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 3 4 24 Cukup

5 13 Jawa Tidak Ada Kurang 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 27 Cukup

6 13 Jawa Tidak Ada Cukup 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 4 30 Cukup

7 14 Papua Tidak Ada Cukup 3 2 2 2 2 2 3 3 1 1 3 4 28 Cukup

8 13 Sumatra Tidak Ada Kurang 3 2 1 2 2 2 3 3 3 1 2 4 27 Cukup

9 13 Jawa Tidak Ada Kurang 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 4 4 26 Cukup

10 13 Jawa Tidak Ada Kurang 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 4 29 Cukup

11 12 Sumatra Tidak Ada Kurang 3 2 2 2 2 2 2 3 2 1 3 4 28 Cukup

12 12 Jawa Televisi Kurang 1 1 1 2 3 2 1 4 2 1 4 4 26 Cukup

13 13 Kalimantan Tidak Ada Kurang 1 2 2 2 1 1 2 2 2 1 4 4 24 Cukup

14 13 Jawa Televisi Kurang 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 3 4 23 Kurang

15 13 Bangka Tidak Ada Cukup 3 3 1 3 1 2 1 3 2 1 4 4 28 Cukup

16 13 Jawa Tidak Ada Kurang 3 2 2 2 3 1 2 3 2 1 3 4 28 Cukup

17 12 Bali Tidak Ada Kurang 2 2 2 2 2 1 2 3 1 1 2 4 24 Cukup

18 12 Sumatra Pet.kes Kurang 3 2 2 2 3 1 2 2 2 2 4 4 29 Cukup

124

DATA POSTTEST RESPONDEN KELOMPOK EKSPERIMEN

No Usia

(Tahun)

Asal

Daerah

Sumber

Informasi

Pengetahuan

tentang HAV

Skor Pernyataan Perilaku Pencegahan HAV Total

Skor

Keterangan

Perilaku 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 12 Jawa Tidak Ada Kurang 3 4 3 4 3 3 3 4 3 2 4 4 40 Baik

2 14 Sulawesi Orang Tua Kurang 3 4 3 4 3 3 3 4 3 2 4 4 40 Baik

3 14 Jawa Guru/Ustadz Kurang 3 4 2 3 4 2 3 4 2 2 4 4 37 Baik

4 13 Kalimantan Tidak Ada Kurang 3 4 2 3 3 3 3 4 2 2 3 4 36 Cukup

5 13 Jawa Tidak Ada Kurang 3 4 3 3 3 3 3 4 2 3 4 4 39 Baik

6 13 Jawa Tidak Ada Cukup 3 4 3 4 3 3 3 4 2 2 4 4 39 Baik

7 14 Papua Tidak Ada Cukup 2 4 3 4 2 4 3 3 2 2 4 4 37 Baik

8 13 Sumatra Tidak Ada Kurang 4 3 2 3 3 2 4 4 3 3 4 4 39 Baik

9 13 Jawa Tidak Ada Kurang 3 4 2 4 3 3 4 4 2 2 4 4 39 Baik

10 13 Jawa Tidak Ada Kurang 2 4 3 4 2 3 3 4 2 2 4 4 37 Baik

11 12 Sumatra Tidak Ada Kurang 3 4 2 4 3 3 4 4 3 2 4 4 40 Baik

12 12 Jawa Televisi Kurang 3 4 2 3 3 2 3 4 2 1 4 4 35 Cukup

13 13 Kalimantan Tidak Ada Kurang 2 4 2 4 3 3 4 4 2 2 4 4 38 Baik

14 13 Jawa Televisi Kurang 3 4 2 4 3 2 3 4 3 3 3 4 38 Baik

15 13 Bangka Tidak Ada Cukup 4 4 2 3 3 3 4 4 2 2 3 4 38 Baik

16 13 Jawa Tidak Ada Kurang 3 4 3 4 3 3 2 4 3 2 4 4 39 Baik

17 12 Bali Tidak Ada Kurang 3 4 2 4 2 3 3 4 3 2 4 4 38 Baik

18 12 Sumatra Pet.Kes Kurang 3 4 4 4 3 3 2 4 2 2 4 4 39 Baik

125

DATA PRETEST RESPONDEN KELOMPOK KONTROL

No Usia

(Tahun)

Asal

Daerah

Sumber

Informasi

Pengetahuan

tentang HAV

Skor Pernyataan Perilaku Pencegahan HAV

Total Skor Keterangan

Perilaku 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 11 Papua Tidak Ada Cukup 1 1 1 2 3 2 1 4 2 1 4 4 26 Cukup

2 13 Sumatra Tidak Ada Kurang 2 2 2 2 2 1 2 3 2 1 3 4 28 Cukup

3 12 Jawa Tidak Ada Kurang 2 1 2 2 2 1 2 3 2 1 2 4 24 Cukup

4 12 Jawa Tidak Ada Kurang 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 4 4 30 Cukup

5 13 Jawa Tidak Ada Cukup 2 2 1 1 1 1 2 2 2 1 4 4 23 Kurang

6 12 Jawa Tidak Ada Kurang 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 4 4 23 Kurang

7 12 NusaTenggara Guru/Ustadz Kurang 2 2 2 3 3 3 2 2 2 1 4 4 30 Cukup

8 13 Jawa Tidak Ada Kurang 2 2 3 3 2 2 2 2 2 1 4 4 29 Cukup

9 12 Sulawesi Tidak Ada Kurang 1 2 2 2 3 1 3 3 1 1 3 4 26 Cukup

10 13 Kalimantan Surat Kabar Cukup 2 2 2 3 3 1 2 4 2 1 2 4 28 Cukup

11 11 Jawa Tidak Ada Kurang 1 1 2 3 2 1 3 3 3 1 3 4 27 Cukup

12 13 Jawa Tidak Ada Cukup 3 2 2 2 2 2 2 4 2 1 3 4 29 Cukup

13 13 Sumatra Tidak Ada Kurang 3 2 2 3 2 2 1 3 2 1 3 4 27 Cukup

14 13 Jawa Pet.Kes Kurang 3 2 2 2 2 1 3 3 3 1 3 4 29 Cukup

15 13 Jawa Tidak Ada Kurang 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 4 4 29 Cukup

16 12 Papua Tidak Ada Kurang 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 27 Cukup

17 12 Jawa Guru/Ustadz Kurang 3 2 2 2 2 1 3 3 2 1 4 4 29 Cukup

18 13 Jawa Orang Tua Cukup 1 2 2 2 2 2 2 2 3 1 4 4 27 Cukup

126

DATA POSTTEST RESPONDEN KELOMPOK KONTROL

No Usia

(Tahun)

Asal

Daerah

Sumber

Informasi

Pengetahuan

tentang HAV

Skor Pernyataan Perilaku Pencegahan HAV

Total Skor Keterangan

Perilaku 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 11 Papua Tidak Ada Cukup 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 4 4 26 Cukup

2 13 Sumatra Tidak Ada Kurang 3 2 1 3 2 2 2 3 2 1 4 4 29 Cukup

3 12 Jawa Tidak Ada Kurang 2 1 2 2 2 1 2 3 2 1 2 4 24 Cukup

4 12 Jawa Tidak Ada Kurang 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 4 4 30 Cukup

5 13 Jawa Tidak Ada Cukup 1 1 1 2 3 2 1 4 2 1 4 4 26 Cukup

6 12 Jawa Tidak Ada Kurang 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 4 4 23 Kurang

7 12 NusaTenggara Guru/Ustadz Kurang 2 2 2 3 3 3 2 2 2 1 4 4 30 Cukup

8 13 Jawa Tidak Ada Kurang 3 2 2 2 2 2 2 3 2 1 3 4 28 Cukup

9 12 Sulawesi Tidak Ada Kurang 1 2 2 2 3 1 2 2 2 1 4 4 26 Cukup

10 13 Kalimantan Surat Kabar Cukup 2 2 2 3 3 1 2 4 2 1 2 4 28 Cukup

11 11 Jawa Tidak Ada Kurang 3 3 1 3 1 2 1 3 2 1 3 4 28 Cukup

12 13 Jawa Tidak Ada Cukup 3 2 2 2 2 2 3 3 1 1 3 4 28 Cukup

13 13 Sumatra Tidak Ada Kurang 3 2 2 3 2 2 1 3 2 1 2 4 27 Cukup

14 13 Jawa Pet.Kes Kurang 3 2 2 2 3 1 2 3 2 1 3 4 28 Cukup

15 13 Jawa Tidak Ada Kurang 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 4 4 29 Cukup

16 12 Papua Tidak Ada Kurang 3 2 2 2 2 2 2 3 2 1 4 4 29 Cukup

17 12 Jawa Guru/Ustadz Kurang 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 4 30 Cukup

18 13 Jawa Orang Tua Cukup 1 2 2 2 2 2 2 2 3 1 4 4 27 Cukup

127

Lampiran 14

Hasil Uji Normalitas Data

SPSS 16

Eksperimen

Case Processing Summary

Eksperime

n

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Skor Pretest 18 100.0% 0 .0% 18 100.0%

Posttest 18 100.0% 0 .0% 18 100.0%

Descriptives

Eksperimen Statistic Std. Error

Skor Pretest Mean 27.00 .492

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 25.96

Upper Bound 28.04

5% Trimmed Mean 27.06

Median 27.50

Variance 4.353

Std. Deviation 2.086

Minimum 23

Maximum 30

Range 7

Interquartile Range 4

Skewness -.612 .536

Kurtosis -.737 1.038

Posttest Mean 38.22 .329

95% Confidence Interval for Lower Bound 37.53

128

Mean Upper Bound 38.92

5% Trimmed Mean 38.30

Median 38.50

Variance 1.948

Std. Deviation 1.396

Minimum 35

Maximum 40

Range 5

Interquartile Range 2

Skewness -.737 .536

Kurtosis .167 1.038

Tests of Normality

Eksperime

n

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Skor Pretest .184 18 .109 .909 18 .082

Posttest .211 18 .033 .914 18 .102

a. Lilliefors Significance Correction

Kontrol

Case Processing Summary

Kontrol

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Skor Pretest 18 100.0% 0 .0% 18 100.0%

Posttest 18 100.0% 0 .0% 18 100.0%

129

Descriptives

Kontrol Statistic Std. Error

Skor Pretest Mean 27.28 .516

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 26.19

Upper Bound 28.37

5% Trimmed Mean 27.36

Median 27.50

Variance 4.801

Std. Deviation 2.191

Minimum 23

Maximum 30

Range 7

Interquartile Range 3

Skewness -.814 .536

Kurtosis -.176 1.038

Posttest Mean 27.56 .466

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 26.57

Upper Bound 28.54

5% Trimmed Mean 27.67

Median 28.00

Variance 3.908

Std. Deviation 1.977

Minimum 23

Maximum 30

Range 7

Interquartile Range 3

Skewness -.838 .536

Kurtosis .386 1.038

130

Tests of Normality

Kontrol

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Skor Pretest .173 18 .163 .892 18 .041

Posttest .200 18 .055 .916 18 .109

a. Lilliefors Significance Correction

131

Lampiran 15

Pengolahan Data

SPPS 16

Wilcoxon Signed Ranks Test Kelompok Eksperimen

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Eks_Pre_Pendkes 18 27.0000 2.08637 23.00 30.00

Eks_Post_Pendkes 18 38.2222 1.39560 35.00 40.00

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Eks_Post_Pendkes -

Eks_Pre_Pendkes

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 18b 9.50 171.00

Ties 0c

Total 18

a. Eks_Post_Pendkes < Eks_Pre_Pendkes

b. Eks_Post_Pendkes > Eks_Pre_Pendkes

c. Eks_Post_Pendkes = Eks_Pre_Pendkes

Test Statisticsb

Eks_Post_Pendk

es -

Eks_Pre_Pendk

es

Z -3.732a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

132

Wilcoxon Signed Ranks Test Kelompok Kontrol

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Kontrol_pretest 18 27.28 2.191 23 30

Kontrol_posttest 18 27.56 1.977 23 30

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Kontrol_posttest -

Kontrol_pretest

Negative Ranks 3a 3.50 10.50

Positive Ranks 5b 5.10 25.50

Ties 10c

Total 18

a. Kontrol_posttest < Kontrol_pretest

b. Kontrol_posttest > Kontrol_pretest

c. Kontrol_posttest = Kontrol_pretest

Test Statisticsb

Kontrol_posttest

- Kontrol_pretest

Z -1.098a

Asymp. Sig. (2-tailed) .272

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Mann-Whitney Test Pretest

Ranks

Pretest_HAV N Mean Rank Sum of Ranks

Nilai Kontrol 18 19.25 346.50

Eksperimen 18 17.75 319.50

Total 36

133

Test Statisticsb

Nilai

Mann-Whitney U 148.500

Wilcoxon W 319.500

Z -.434

Asymp. Sig. (2-tailed) .664

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .673a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Pretest_HAV

Mann-Whitney Test Posttest

Ranks

Posttest_HAV N Mean Rank Sum of Ranks

Nilai Kel_Kontrol 18 9.50 171.00

Kel_Eksperimen 18 27.50 495.00

Total 36

Test Statisticsb

Nilai

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 171.000

Z -5.154

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Posttest_HAV

134

Lampiran 16

JADWAL KEGIATAN

No

Kegiatan

Bulan

Januari

2017

Februari

2017

Maret

2017

April

2017

Mei

2017

Juni

2017

Juli

2017

1. Pembuatan dan

Konsul Judul

2. Penyusunan

Proposal

3. Bimbingan

Proposal

4. Ujian

Proposal

5. Revisi

Proposal

6. Pengambilan

Data

7. Penyusunan dan

Konsul Skripsi

8. Ujian

Skripsi

135

Lampiran 17

Konsultasi

136

137

Lampiran 18

Leaflet Hepatitis A

138

139

Lampiran 19

Poster Cuci Tangan

140

Lampiran 20

Foto Proses Penelitian

141