skripsi collaborative governance dalam ......bimbingan dan binaan dalam penegetahuan agama, moral,...

78
SKRIPSI COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B SINJAI Disusun dan diusulkan oleh : SEPTIAN CAHYONO Nomor Induk Mahasiswa: 105640178113 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • SKRIPSI

    COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM PEMBINAAN

    NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA

    PEMASYARAKATAN KELAS II B SINJAI

    Disusun dan diusulkan oleh :

    SEPTIAN CAHYONO

    Nomor Induk Mahasiswa: 105640178113

    PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

    2020

  • COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM PEMBINAAN

    NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA

    PEMASYARAKATAN KELAS II B SINJAI

    Skripsi

    Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Ilmu Pemerintahan

    Disusun dan diusulkan oleh :

    SEPTIAN CAHYONO

    Nomor Induk Mahasiswa: 105640178113

    Kepada

    PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

    2020

    i

  • ii

  • PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

    Saya yang bertandatangan di bawah ini:

    Nama Mahasiswa : Septian Cahyono

    Nomor Stambuk : 105640178113

    Program Studi : Ilmu Pemerintahan

    Fakultas : Ilmu Sosial Politik Universitas

    Muhammadiyah Makkassar

    Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri

    tanpa bantuan dari pihak lain atau telah di tulis dan dipublikasikan oleh orang lain

    atau plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar - benarnya apabila di

    kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi

    akademik sesuai dengan aturan yang berlaku.

    Makassar, 23 juli 2020

    Yang menyatakan

    Septian Cahyono

    iv

  • ABSTRAK

    SEPTIAN CAHYONO.23.07.2020 “Collaborative Governance dalam

    Pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai”

    (dibimbing oleh Amir Muhiddin dan Rudi Hardi)

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Collaborative Governance

    dalam Pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B

    Sinjai dan untuk mengetahui kendala – kendala yang di hadapi dalam Pembinaan

    Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai. Metode

    penelitian ini adalah kualitatif, teknik pengumpulan data yaitu observasi,

    wawancara, dan dokumentasi. Adapun data Informan terdiri dari Kepala Lembaga

    Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai, Kepala Sub Seksi Pelayanan Tahanan Lembaga

    Pemasyarakatan, Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B

    Sinjai dan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai.

    Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa: Pelaksanaan Collaborative

    governace dalam pembinaan narapidana narkotika di lembaga pemsyarakatan

    kelas II B sinjai yaitu terdapat tiga aktor yang berpengaruh dalam proses

    governance. tiga aktor tersebut yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat.

    Pemerintah disini yang ikut serta dalam pembinaan narapidana narkotika di

    lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai yaitu, Badan Narkotika Nasional (BNN)

    yang di pimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada

    presiden melalui koordinasi kepala kepolisian negara republik indonesia dan

    bentuk kollaborasinya yaitu dengan mengelola tempat rehabilitasi khusus untuk

    membina narapidana narkotika, Pihak – pihak swasta yang ikut serta yaitu antara

    lain balai latihan kerja (BLK). Bentuk kolaborasinya yaitu memberikan

    bimbingan dan binaan dalam penegetahuan agama, moral, pendidikan, dan latihan

    kerja yang sesuai skill masing – masing, Masyarakat yang di maksud disini yaitu

    program integrasi yang di lakuakan di luar lapas oleh balai pemasyarakatan

    (BAPAS) dan narapidana menjadi klien yang di bimbing oleh pembimbing klien

    pemasyarakatan. Bentuk kolaborasinya yaitu bimbingan peningkatan ketakwaan

    agama masing – masing, intelektual, sikap dan perilaku serta kesehatan mental

    dan fisik, kemudian kendala yang di hadapi yaitu dari faktor usia dan pendidikan,

    sarana dan prasarana, kurangnya tenaga pengajar pembinaan.

    Kata kunci: Collaborative Governance, Pembinaan Narapidana Narkotika

    v

  • KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena

    limpahan Rahmat dan Karunia-Nya skripsi yang berjudul “Collaborative

    Governance Dalam Pembinaan Narapidana Narkotika Di Lembaga

    Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai” dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tak

    lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga,

    sahabat dan para pengikutnya. Merupakan suatu nikmat yang tiada ternilai dalam

    pelaksanaan penelitian skripsi yang telah dilakukan oleh penulis, walau sedikit

    mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat kerja keras penulis dan adanya

    bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak akhirnya skripsi ini dapat

    terselesaikan dengan baik.

    Skripsi yang penulis buat ini bertujuan untuk memenuhi syarat dalam

    menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik

    Universitas Muhammadiyah Makassar Teristimewa dan terutama penulis

    sampaikan ucapan terima kasih kepada Ahmad jufri dan Sitti Hawani selaku

    orang tua penulis yang senantiasa memberi harapan, semangat, perhatian, kasih

    sayang dan doa tulus tanpa pamrih. Dan saudara-saudarku tercinta yang senantiasa

    mendukung dan memberikan semangat hingga akhir studi ini. Dan seluruh

    keluarga besar atas segala pengorbanan, dukungan dan doa restu yang telah

    diberikan demi keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu. Semoga apa yang telah

    vi

  • mereka berikan kepada penulis menjadi ibadah dan cahaya penerang kehidupan di

    dunia dan di akhirat.

    Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini tidak akan terwujud

    tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Begitu pula penghargaan

    yang setinggi-tingginya dan terima kasih banyak disampaikan dengan hormat

    kepada :

    1. Bapak Dr. Amir Muhiddin, M.Si selaku pembimbing I yang telah sabar dan

    tak kenal lelah dalam membimbing penulis selama proses penyelesaian

    skripsi ini.

    2. Bapak Rudi Hardi, S.sos. M.si selaku pembimbing II yang tak kenal lelah

    membimbing dan mendorong penulis untuk menyelesaiakn skripsi ini.

    3. Bapak Dr. H. Abd Rahman Rahim, SE.,MM., Rektor Universitas

    Muhammadiyah Makassar.

    4. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial &

    Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

    5. Ibu Dr.Nuryanti Mustari, S.Ip.,M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan

    6. Bapak Ahmad Harakan, S.IP., M.H.I selaku sekertaris Jurusan Ilmu

    Pemerintahan

    7. Bapak/ibu dan asisten Dosen Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas

    Muhammadiyah Makassar yang tak kenal lelah banyak menuangkan ilmunya

    kepada penulis selama mengikuti kuliah.

    8. Seluruh civitas akademik Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas

    Muhammadiyah Makassar

    vii

  • 9. Keluarga besar Himpunan Jurusan Ilmu Pemerintahan yang senantiasa

    mendukung membrikan seangat dan suport dalam penyelesaian skripsi ini.

    10. Keluarga besar Kepmi Bone, Komisariat Taro Ada Taro Gau, DPC

    Patimpeng yang senantiasa mendukung membrikan semangat dan suport

    dalam penyelesaian skripsi ini.

    Terlalu banyak orang yang berjasa dan mempunyai andil kepada penulis

    selama menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar, sehingga

    tidak akan muat bila dicantumkan dan dituturkan semuanya dalam ruang yang

    terbatas ini, kepada mereka semua tanpa terkecuali penulis ucapkan terima kasih

    yang teramat dalam dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

    Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

    Makassar, 23 juli 2020

    Yang menyatakan

    Septian Cahyono

    viii

  • DAFTAR ISI

    Halaman Judul ....................................................................................................... i

    Halaman Persetujuan ........................................................................................... ii

    Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ................................................... iii

    Abstrak .................................................................................................................. iv

    Kata Pengantar....................................................................................................... v

    Daftar Isi ............................................................................................................. viii

    Daftar Table ............................................................................................................ x

    BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 4

    C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4

    D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6

    A. Penelitian Terdahulu .................................................................................. 6

    B. Collaborative Governance ......................................................................... 6

    C. Konsep Tentang Pembinaan Penelitian ................................................... 16

    D. Konsep Tentang Narapidana .................................................................... 19

    E. Penyalahgunaan Narkotika ...................................................................... 20

    F. Konsep Tentang Lembaga pemasyrakatan .............................................. 22

    G. Kerangka Fikir ......................................................................................... 26

    H. Fokus Penelitian ....................................................................................... 27

    I. Deskripsi Fokus Penelitian ...................................................................... 27

    BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 29

    A. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................... 29

    B. Jenis dan Sumber Data ............................................................................. 29

    C. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 30

    D. Informan Penelitian .................................................................................. 31

    E. Teknik Analisis Data................................................................................ 31

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 32

    A. Gambaran umum lokasi penelitian .......................................................... 32

    B. Collaborative governance dalam pembinaan narapidana narkotika ........ 34

    ix

  • C. Kendala-kendala yang di hadapi ............................................................. 53

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 57

    A. Kesimpulan .............................................................................................. 57

    B. Saran ........................................................................................................ 58

    DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................

    LAMPIRAN ..............................................................................................................

    xi

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 .........................................................................................................

    Tabel 4.2 .........................................................................................................

    Tabel 4.3 .........................................................................................................

    Tabel 4.4 .........................................................................................................

    Tabel 4.5 .........................................................................................................

    Tabel 4.6 .........................................................................................................

    xii

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Dalam kehidupan bermasyarakat yang akan terjadinya sesuatu tindak

    kejahatan yang di lakukan oleh individu atau kelompok sebagai akibat dari adanya

    gesekan kepentingan. suatu tindak kejahatan pada akhirnya akan menimbulkan

    pelanggaran hak - hak individu maupun kolektif dan apabila tidak ditanggulangi

    justru berpotensi timbulkan kejahatan kejahatan kejahatan-kejahatan lainnya.

    istilah narkotika bukan lagi Istilah asing bagi masyarakat mengingat begitu

    banyak berita baik dari media cetak maupun elektronik yang memberikan tentang

    penggunaan narkotika dan bagaimana korban dari berbagai kalangan dan usia

    berjatuhan akibat penggunaannya.

    Maraknya penyalahgunaan narkotika tidak hanya di kota-kota besar saja,

    tapi sudah sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah Republik

    Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi bawah sampai tingkat sosial

    ekonomi atas tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan

    gelap narkotika. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan

    pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda.

    Lembaga Pemasyarakatan atau rutan kelas II B Sinjai sebagai salah satu tempat

    pembinaan narapidana, kegiatan di dalam lembaga pemasyarakatan bukan sekedar

    menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pembinaan dan

    mendidik agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta

    tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan. Fungsi pembinaan tidak

    1

  • lagi sekedar Penjeraan tetapi juga merupakan suatu proses rehabilitasi warga

    binaan yang ada di dalam rutan kelas II B Sinjai.

    Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman No.M.02.PK.04.10 Tahun

    1990 Tentang pola pembinaan narapidana atau tahanan, menyatakan pengertian

    pembinaan meliputi tahananPola pembinaan narapidana dan bimbingan

    klien.ruang lingkup pembinaannya dapat dibagi dalam dua bidang yaitu,

    pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Rumah tahanan kelas II B

    sebagai salah satu unit pelaksanaan teknis dari Kementerian Hukum dan hak asasi

    manusia Yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan perawatan tahanan

    dan pembinaan terhadap tahanan dan narapidana. Rumah tahanan kelas II B Sinjai

    kapasitas 100 orang, 2018 tercatat jumlah penghuni rumah tahanan kelas II B

    Sinjai mencapai 142 orang warga binaan. dimana dari Warga tersebut 99 orang

    merupakan narapidana, 43 orang merupakan tekanan. karena telah melebihi

    kapasitas yang seharusnya saat ini rumah tahanan kelas II B telah dinyatakan over

    kapasitas.

    Saat ini jumlah narapidana kasus narkotika yang dibina sebanyak 68 orang

    dengan spesifikasi jumlah tahanan sebanyak 13 orang dan jumlah narapidana

    sebanyak 55 orang. Dan dari hasil yang diperoleh bahwa tahanan dan narapidana

    yang menempati rutan kelas 12 menjahit dengan kasus yang paling tinggi adalah

    penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun jumlah narapidana maupun tahanan

    Rutan kelas II B untuk kasus penyalahgunaan narkotika terus mengalami

    peningkatan. karena semakin bertambahnya jumlah kasus penyalahgunaan

    narkotika tersebut maka Pemerintah perlu melakukan tindakan pembinaan bagi

    2

  • para tahanan dan narapidana agar supaya Apabila mereka telah bebas tidak

    terjerumus lagi dengan kasus yang sama.

    Pelaksanaan pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan adalah

    sebagai jalan keluar untuk Membina dan juga untuk mengembalikan narapidana

    ke jalan yang benar. Setiap kegiatan pembinaan, tentu petugas penggunaan

    memiliki dampak dalam mengajarkan, mengawasi serta menentukan pembinaan

    paling tepat untuk narapidana yang bersangkutan serta perkembangan tingkah

    lakunya sasaran pembinaan terpidana perkara narkotika sebetulnya lebih ditujukan

    kepada kelompok pemakai atau pecandu yang menjadi korban kejahatan dari para

    pemasok atau pengedar narkotika tersebut. oleh karena itu lah para terpidana

    setelah diketahui segala sesuatunya tentang proses pengadilan, maka pola

    pembinaan nya diserahkan kepada Lembaga Pemasyarakatan Dimana mereka

    menjalani masa hukuman. jadi dalam hal ini, penanganan masalah pembinaan

    para korban penyalahgunaan narkotika tersebut adalah merupakan kewajiban

    pemerintah juga.

    Walau demikian sesuai dengan asas kebersamaan maka kewajiban untuk

    mengembalikan kondisi para korban tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab

    pemerintah tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat pada umumnya.

    Dari uraian di atas Maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan

    judul “Collaboratife Governance Dalam Pembinaan Terhadap Narapidana

    Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai “

    3

  • B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana Collaboratife Governance dalam pembinaan Terhadap

    narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B Sinjai?

    2. Apakah kendala-kendala yang di hadapi Collaborative Governance

    dengan pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan

    kelas II B Sinjai?

    C. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dan kegunaan penelitian ini berdasarkan perumusan

    masalah yang ada yaitu:

    1. Penelitian ini dilakukan agar dapat melihat dan mengetahui bagaimana

    kolaborasi yang terjalin antara pemerintah dan nonpemerintah

    (collaborative governance) dalam pembinaan narapidana narkotika di

    lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai.

    2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Collaborative

    Governance dalam pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga

    Pemasyarakatan kelas II B Sinjai.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Teoritis

    Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membuka dan menambah

    wawasan serta memperbanyak informasi mengenai Collaborative

    Governance dalam pembinaan narapidana narkotika di Lembaga

    Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai

    4

  • 2. Manfaat Praktis

    a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaatnya untuk di

    jadikan bahan masukan bagi Collaborative Governance dalam

    pembinaan narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II

    B Sinjai

    b. Dapat di jadikan dasar penelitian yang lebih mendalam terhadap

    Collaborative Governance dalam pembinaan narapidana narkotika di

    Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai

    5

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Penelitian Terdahulu

    Penelitian ini di dasari dari sebuah penelitian terdahulu, baik dari jenis

    penelitian maupun teori yang digunakan , dsn teknik metode penelitian yang

    digunakan penjelasannya dibawah ini sebagai berikut:

    Collaborative Governance antara badan narkotika nasional dengan Lapas Kelas 1

    Makassar dalam mengelola rehablitas social untuk korban penyalahgunaan

    NAPZAH di lembaga pemasyarakatan kelas 1 makassar, silawesi selatan.

    Penelitian ini dilakukan agar dapat melihat dan mengetahui bagaimana kolaborasi

    yang terjalin dipihak pemerintah yaitu Lapas Kelas 1 Makassar dalam

    melaksanakan proses pengelolaan rehabilitasi social untuk korban

    penyalahgunaan NAPZA di kota Makassar.

    Collaboratve Governance dalam penegendalian narkoba antara badan

    narkotika nasional provinsi Sulawesi selatan dengan lembaga kelas 1A Kab.

    Maros. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif

    deskriptif dengan tehnik penentuan informan secara purposive dan snow ball.

    B. Collaborative Governance

    1. Defenisi Governance

    Governance berasal dari kata “govern” yang berarti mengambil peran yang

    lebih besar, yang terdiri dari semua proses, aturan dan lembaga yang

    memungkinkan pengelolaan dan pengendalian masalah-masalah kolektif

    6

  • masyarakat. Menurut Chema dalam Keban (2008:38), governance merupakan

    suatu system nilai, kebijakan, dan kelembagaan dimana urusan-urusan ekonomi,

    sosial, politik dikelola melalui interaksi masyarakat, pemerintah, dan sektor

    swasta. Oleh karena itu, in2wstitusi dari governance meliputi tiga domain yaitu

    state (negara atau pemerintah), private sector (sektor swasta atau dunia usaha) dan

    society (masyarakat) yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-

    masing (Sedarmayanti, 2003:5). Sementara Ulum dan Ngindana (2017:6)

    menyebutkan bahwa governance mengindikasikan „disesiminasi otoritas‟ dari

    single actor menjadi multi-aktor.

    Berdasarkan beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa dalam konsep

    governance, beberapa urusan-urusan publik yang sebelumnya dikelola oleh actor

    tunggal yakni pemerintah menjadi dikelola bersama dengan aktor-aktor lain

    seperti sektor swasta dan masyarakat. dengan adanya governance menjadikan

    pemerintah tidak lagi dominan dan menciptakan demokrasi dalam

    penyelenggaraan pemerintahaan dan urusan-urusan publik. Abidin dkk (2013:10)

    memetakan bahwa terdapat 3 aktor yang berpengaruh dalam proses governance.

    Tiga aktor tersebut yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat. ketiga aktor

    tersebut saling berkolaborasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan.

    Pemerintah tidak lagi menjadi aktor tunggal yang memonopoli

    penyelenggaraan pemerintah. melainkan memerlukan aktor lain karena karena

    keterbatasan kemampuan pemerintah. Swasta dengan dukungan finansialnya

    harus mampu membantu pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan swasta

    7

  • dalam hal ini tidak diperbolehkan untuk mengurusi kepentingannya sendiri yakni

    hanya semata-mata mencari keuntungan pribadi.

    Sehubungan dengan keterlibatan multi aktor dalam governance, Stoker dalam

    (Ulum dan Ngindana, 2017:6) merumuskan parameter penerapan konsep

    governance yang dirangkumnya ke dalam 5 aspek sebagai berikut:

    a. Governance mengacu pada seperangkat institusi dan aktor yang diambil

    dari pemerintah maupun pihak di luar pemerintah

    b. Governance mengidentifikasi kaburnya batas-batas dan tanggung jawab

    untuk mengatsi masalah sosial dan ekonomi

    c. Governance mengidentifikasi keterkaitan kekuatan dalam hubungan antara

    lembaga-lembaga yang terlibat dalam aksi kolektif

    d. Governance adalah mengenai jaringan aktor pemerintahan yang otonom

    e. Governance mengakui kapasitas untuk menyelesaikan sesuatu yang tidak

    hanya bertumpu pada kekuatan atau menggunakan otoritas pemerintah.

    Parameter diatas menjelaskan bahwa governace harus mampu

    mengandalkan pihak lain selain pemerintah. Governance mengharuskan adanya

    kinerja secara kolektif antar aktor. Sehingga jejaring anatar aktor tersebut

    diupayakan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terdapat di masyarakat,

    seperti permasalahan sosial dan ekonomi.

    2. Defenisi Collaboratife governance

    Salah satu bentuk dalam konsep penyelenggaraan pemerintahan atau

    governance yakni disebut konsep collaborative governance atau penyelenggaraan

    pemerintahan yang kolaboratif. Menurut pendapat Ansell dan Grash

    8

  • “Collaborative governance is therefore a type of governance in which public and

    private actor work collectively in distinctive way, using particular processes, to

    establish laws and rules for the provision of public goods”(Ansell dan Gash,

    2007:545). Collaborative Governance dapat dikatakan sebagai salah satu dari tipe

    governance. Konsep ini menyatakan akan pentingnya suatu kondisi dimana aktor

    publik dan aktor privat (bisnis) bekerja sama dengan cara dan proses terentu yang

    nantinya akan menghasilkan produk hukum, aturan, dan kebijakan yang tepat

    untuk public atau,masyarakat.

    Konsep ini menunujukkan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan.

    Aktor publik yaitu pemerintah dan aktor privat yaitu organisasi bisnis atau

    perusahaan bukanlah suatau yang terpisah dan bekerja secara sendiri-sendiri

    melainkan bekerja bersama demi kepentingan masyarakat. Kolaborasi dipahami

    sebagai kerjasama antar aktor, antar organisasi atau antar institusi dalam rangka

    pencapain tujuan yang tidak bisa dicapai atau dilakukan secara independent.

    Dalam bahasa Indonesia, istilah kerjasama dan kolaborasi masih digunakan secara

    bergantian dan belum ada upaya untuk menunjukkan perbedaan dan kedalaman

    makna dari istilah tersebut.Secara definisi, para ahli mendefinisikan collaborative

    governance dalam beberpa makna yang ide utamanya sama, yakni adanya

    kolaborasi antara sektor publik dan non publik atau privat dalam penyelenggaraan

    pemerintahan atau governance. Ansell dan Gash (2007:546) mendefinisikan

    collaborative governance sebagai berikut ini: Collaborative governance adalah

    serangkain pengaturan dimana satu atau lebih lembaga publik yang melibatkan

    secara langsung stakeholder non-state di dalam proses pembuatan kebijakan yang

    9

  • bersifat formal, berorientasi consensus dan deliberative yang bertujuan untuk

    membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik atau mengatur program

    atau aset.

    Disamping pendapat tersebut, pendapat lain mengenai collaborative

    governance dikemukakan Agranoff dan McGuire dalam Chang (2009:76 77) yang

    menyatakan sebagai berikut: Secara khusus, collaborative gvernance telah

    menempatkan banyak penekanan pada kolaborasi horisontal sukarela dan

    hubungan horizontal anatara partisipan multi sektoral, karena tuntutan dari klien

    sering melampaui kapasitas dan peran organisasi publik tunggal, dan

    membutuhkan interaksi di antara berbagai organisasi yang terkait dan terlibat

    dalam kegiatan publik. kolaborasi diperlukan untuk memungkinkan governance

    menjadi terstruktur sehingga efektif memenuhi meningkatnya permintaan yang

    timbul dari pengelolaan lintas pemerintah, organisasi, dan batas sektoral.

    Berdasarkan pada pendefinisian oleh dua ahli tersebut, sebenarnya telah

    mendefinisakan collaborative governance dalam gagasan yang sama. Akan tetapi

    pada penjelasan Ansell dan Gash dapat dlihat bahwa aspek kolaborasi

    penyelenggaraan pemerintah lebih pada aspek perumusan dan impletasi kebijakan

    publik atau program dari lembaga publik, dalam hal ini yakni pemerintah. Selain

    itu, dalam praktiknya kolaboasi penyelenggaraan pemerintah haruslah menjunjung

    tinggi nilai deliberative atau musyawarah dan konsensus antar tiap aktor atau

    stakeholder ya terlbat dalam kolaborasi tersebut. Sedangkan pada gagasan

    Agranoff dan McGuire menunjukkan bahwa collaborative governance atau

    kolaborasi penyeggaran pemerintahan dalam lingkup yang lebih general yakni

    10

  • penyelenggraan pemerintahan secara keseluruhan. Collaborative governance

    dalam hal ini lebih menitik beratkan pada aspek sukarela dalam praktik

    kolaborasi. Aspek kesukarelaan tersebut diharapkan setiap aktor yang terlibat

    dalam kolaborasi bekerja secara optimal untuk tercapainya tujuan dalam

    kolaborasi. Sehingga program atau kebijakan yang yang dilaksanakan akan

    terksana lebih efektif karna melibatkan relasi oganisasi atau institusi.

    3. Tujuan Melaksanakan Collaborative Governance

    Kolaborasi dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan suatu hal

    yang dibutuhkan dalam praktik pemerintahan sekarang ini. Ada berbagai alasan

    yang melatar belakangi adanya kolaborasi tiap lembaga atau institusi. Junaidi

    (2015:8) menyebutkan bahwa Collaborative governance tidak muncul secara tiba-

    tiba karena hal tersebut ada disebabkan oleh inisiatif dari berbagai pihak yang

    mendorong untuk dilakukannya kerjasama dan koordinasi dalam menyelesaikan

    masalah yang sedang dihadapi oleh publik. Collaborative Governance atau

    kolaborasi penyelenggaraan pemerintahan muncul sebagai respon atas kegagalan

    implementasi dan tingginya biaya dan adanya politisasi terhadap regulasi (Ansell

    dan Gash, 2007:54). Lebih positif lagi bahwa orang mungkin berpendapat bahwa

    kecenderungan ke arah kolaborasi muncul dari perkembangan ilmu pengetahuan

    dan kapasitas institusi atau lembaga Pendapat di atas menyatakan bahwa

    collaborative governance muncul tidak begitu saja melainkan dilatarbelakangi

    berbagai aspek. munculnya collaborative governance dapat dilihat dari aspek

    kebutuhan dari institusi untuk melakukan kerjasama antarlembaga, karena

    keterbatasan kemampuan tiap lembaga untuk melakukan program/kegiatannya

    11

  • sendiri. Selain itu, kolaborasi juga muncul lantaran keterbatasan dana anggaran

    dari suatu lembaga, sehingga dengan adanya kolaborasi anggaran tidak hanya

    berasal dari satu lembaga saja, tetapi lembaga lain yang terlibat dalam kolaborasi.

    Kolaborasi pun juga bisa dikatakan sebagai aspek perkembangan dari ilmu

    pemerintahan, terutama dengan munculnya konsep governance yang menekankan

    keterlibatan beberapa aktor seperti pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam

    penyelenggaraan pemerintah. Kolaborasi juga dapat sebagai alternatif dalam

    mengembangkan keterlibatan kelompok kepentingan dan adanya kegagalan dalam

    manajerialisme salah satu institusi atau organisasi. Kompleksitas yang muncul

    pada peekembangannya berakibat pada kondisi saling ketergantungan antar

    institusi dan berakibat pada meningkatnya permintaan akan kolaborasi.

    Selanjutnya penjelasan lainnya yang lebih spesifik dikemukan oleh Ansell dan

    Grash dalam Sudarmo bahwa collaborative governance muncul secara adaptif atau

    dengan sengaja diciptakan secara sadar karena alasan-alasan dan pentingnya

    konsep ini dilakukan sebagai berikut ini:

    a. Kompleksitas dan saling ketergantungan antar institusi

    b. Konflik antar kelompok kepentingan yang bersifat laten dan sulit diredam

    c. Upaya mencarai cara-cara baru untuk mencapai legitimasi politik.

    d. Kegagalan implementasi kebijakan di tataran lapangan.

    e. Ketidakmampuan kelompokkelompok, terutama karena pemisahan rezim-

    rezim kekuasaan untuk menggunakan arena-arena institusi lainnya untuk

    menghambat keputusan

    f. Mobilisasi kelompok kepentingan

    12

  • g. Tingginya biaya dan politisasi regulasi (Junaedi, 2015:10)

    Pendapat diatas menyatakan bahwa kolaborasi dikakukan karena

    kompleksitas adanya saling ketergantungan dari tiap institusi. Kolaborasi juga

    dianggap munucul akibat beragamnya kepentingan antar tiap kelompok sehingga

    memunculkan adanya suatu kolaborasi. Sehingga dengan dilakukannya kolaborasi

    dapat memobilisasi kelompok-kelompok kepentingan. Kolaborasi dianggap

    menjadi solusi untuk buruknya suatu implementasi program atau kegiatan yang

    dilakukan oleh satu lembaga saja, karena keterbatasan lembaga tersebut. Selain ini

    kolaborasi juga dianggap sebagai solusi untuk mengatasi tingginya biaya dari

    suatu program atau kegiatan.

    4. Proses kolaborasi

    Proses dari suatu kolaborasi dil lakukan dalam beberapa tahapan. Suatu

    tahapan model kolaborasi menjadi penting untuk diperhatikan sebagai strategi

    dalam aspek pengelolaan suatu urusan publik. Meskipun proses kolaboratif sulit

    untuk dilaksanakan karena karakterr-karakter dari tiap stakeholder yang berbeda

    satu dengan yang lainnya. Ansell dan Grash (2007:558 - 561) sebagai berikut:

    a. Face to face dialoge

    Semua bentuk collaborative governance dibangun dari dialog tatap muka

    secara langsung dari tiap stakeholder yang terlibat. Sebagaimana

    collaborative governance yang berorientasikan proses, dialog secara

    langsung sangat penting dalam rangka mengidentifikasi peluang dan

    keuntungan bersama. Dialog secara tatap muka langsung bukanlah semata-

    mata merupakan negoisasi yang ala kadarnya. Dialog secara langsung ini

    13

  • dapat meminimalisir antagonisme dan disrespect dari antar stakeholder yang

    terlibat. Sehingga, stakeholder dapat bekerjasama sesuai dengan tujuan dan

    kebermanfaatan bersama.

    b. Trust building

    Buruknya rasa percaya antar stakeholder memang merupakan hal yang

    lumrah di awal proses kolaborasi. Kolaborasi memang bukan semata tentang

    negosiasi antar stakeholder, namun lebih dari itu merupakan upaya untuk

    saling membangun kepercayaan satu dengan yang lainnya. Membangun

    kepercayaan perlu dilakukan sesegera mungkin ketika proses kolaborasi

    pertama dilakukan. Hal ini diupayakan agar para stakeholder tidak

    mengalami egosentrisme antar institusi. Oleh karenanya, dalam

    membangunan kepercayaan ini, diperlukan pemimpin yang mampu

    menyadari akan pentingnya kolaborasi.

    c. Commitment to process

    Komitmen tentunya memiliki relasi yang kuat dalam proses kolaborasi.

    Komitmen merupakan motivasi untuk terlibat atau berpartisipasi dalam

    collaborative governance. Komitmen yang kuat dari setiap stakeholder

    diperlukan untuk mencegah resiko dari proses kolaborasi. Meskipun

    komitmen memang merupakan hal yang rumit dalam kolaborasi. Komitmen

    merupakan tanggung jawab dari stakeholder supaya memandang relasi yang

    dilakukan sebagai hal yang baru dan tanggungjawab tersebut perlu

    dikembangkan

    14

  • d. Share Understanding

    Pada poin yang sama dalam proses kolaborasi, stakeholder yang terlibat

    harus saling berbagi pemahaman mengenai apa yang dapat mereka

    (stakeholder) capai melalui kolaborasi yang dilakukan. Saling berbagai

    pemahaman ini dapat digambarkan sebagai misi bersama, tujuan bersama,

    obketivitas umum, visi bersama, ideologi yang sama, dan lain-lain. Saling

    berbagi pemahaman dapat berimplikasi terhadat kesepakatan bersama untuk

    memaknai dan mengartikan suatu masalah.

    e. Intermediate outcomes

    Hasil lanjutan dari proses kolaborasi terwujud dalam bentuk output atau

    keluaran yang nyata. Hal ini merupakan hasil proses yang kritis dan esensial

    dalam mengembangkan momentum yang dapat membimbing demi

    keberhasilan suatu kolaborasi. Intermediate outcomes ini muncul apabila

    tujuan yang mungkin dan memberikan keuntungan dari kolaborasi yang

    mana secara relative konkrit dan ketika “small wins” dari suatu kolaborasi

    dapat dimungkinkan terjadi

    5. Collaborative Governance Dalam Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan

    Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

    ditegaskan bahwa sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan

    Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga

    dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung

    jawab. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemasyarakatan sebagai wujud

    pelembagaan respons masyarakat terhadap perlakuan pelanggar hukum pada

    15

  • hakekatnya merupakan pola pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang

    berorientasi pada masyarakat, yaitu pembinaan yang dilaksanakan secara terpadu

    antara pembina, yang dibina, dan masyarakat. Peran serta masyarakat harus

    dipandang sebagai suatu aspek integral dari kegiatan pembinaan, sehingga sangat

    diperlukan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu Pasal 9 ayat

    (1) memberikan peluang bagi Menteri untuk mengadakan kerja sama dengan

    instansi pemerintah terkait, badan-badan kemasyarakatan lainnya, atau perorangan

    dalam rangka penyelenggaraan sistem pemasyarakatan. Kerja sama yang

    dimaksud perlu diatur lebih lanjut dengan peraturan Pemerintah. Peraturan

    Pemerintah ini memberikan peluang kepada instansi pemerintah, badan-

    badan kemasyarakatan dan perorangan untuk ikut berperan serta membina dan

    membimbing Warga Binaan Pemasyarakatan dalam bentuk hubungan kerjasama

    baik yang bersifat fungsional maupun kemitraan guna melaksanakan program

    pembinaan dan pembimbingan tertentu. Pembinaan dilaksanakan dalam Lembaga

    Pemasyarakatan (LAPAS), sedangkan pembimbingan diadakan oleh Balai

    Pemasyarakatan (BAPAS) agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat berintegrasi

    secara sehat dengan masyarakat.

    C. Konsep Tentang Pembinaan

    Menurut kamus bahasa Indonesia (2008:1046), Bahwa wa arti kata pola

    adalah model ( contoh, acuan, ragam, bentuk dan sebagainya) atau sesuatu yang

    akan dibuat atau dihasilkan. ditinjau dari segi bahasa pembinaan Diartikan proses

    cara perbuatan membina kegiatan dilakukan secara efisien dan efektif untuk

    memperoleh hasil yang lebih baik. Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2003:152)

    16

  • dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang pembinaan

    pembinaan warga binaan Pemasyarakatan yang dimaksud dengan pembinaan

    adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang

    Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, Profesional. kesehatan jasmani dan

    rohani narapidana dan anak didik Pemasyarakatan berdasarkan pasal 2 dan pasal 3

    PP No. 31 tahun 1999 pelaksanaan pembinaan meliputi kepribadian dan

    kemandirian.

    Pembinaan narapidana tidak hanya pembinaan terhadap mental spiritual

    pembinaan kemandirian, tapi juga pemberian pekerjaan selama berada di lembaga

    pemasyarakatan pembinaan keterampilan dan olahraga. Upaya pembinaan atau

    bimbingan menjadi inti dari kegiatan sistem Pemasyarakatan, merupakan sarana

    perlakuan cara baru Terhadap narapidana untuk mendukung pola upaya baru

    pelaksanaan pidana penjara agar mencapai keberhasilan peranan negara

    mengeluarkan kembali menjadi anggota masyarakat.

    Menurut ketentuan keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.02.PK.04.10

    Tahun 1990 tentang pola pembinaan narapidana atau tahanan, dapat dibagi dalam

    dua bidang yaitu:

    1. Pembinaan kepribadian meliputi:

    a. pembinaan kesadaran agama

    b. pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara

    c. pembinaan kemampuan intelektual dan kecerdasan

    d. pembinaan mentegrasikan diri dengan masyarakat

    17

  • 2. Pembinaan kemandirian

    a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha Mandiri

    b. keterampilan untuk mendukung usaha usaha industri kecil

    c. keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan Bakat masing-masing

    Fungsi pembinaan dalam pasal 3 undang-undang nomor 12 tahun 1995

    tentang Pemasyarakatan ditegaskan bahwa fungsi pembinaan adalah untuk

    menyiapkan warga binaan Pemasyarakatan yang dapat berinteraksi secara sehat

    dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat

    yang bebas dan bertanggung jawab. tujuan dari pembinaan yang dilakukan oleh

    lembaga pemasyarakatan adalah agar narapidana tidak mengulangi lagi perbuatan

    dan bisa menemukan kembali kepercayaan dirinya serta dapat diterima menjadi

    bagian dari anggota masyarakat selain itu pembinaan juga dilakukan terhadap

    pribadi dari narapidana itu sendiri tujuannya agar narapidana mampu mengenal

    dirinya sendiri dan kemasyarakatan merupakan bagian akhir dari sistem

    pencernaan dalam tata Peradilan Pidana yang dikenal sebagai bagian integral dari

    tata cara peradilan terpadu.

    Menurut Andi Hamzah (1983:17) tujuan pembinaan adalah

    Pemasyarakatan, dapat dibagi dalam tiga hal yaitu:

    1. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak

    pidana

    2. Menjadi manusia yang berguna berperan aktif dan kreatif dalam

    membangun bangsa dan negaranya

    18

  • 3. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapatkan

    kebahagiaan dunia maupun akhirat

    Sedangkan menurut Harsono ( 1995: 48) tujuan pembinaan adalah

    kesadaran. dalam diri seseorang maka seseorang harus mengenal dirinya

    sendiri. ada 4 komponen penting dalam pembinaan narapidana yaitu:

    1. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri

    2. Keluarga, ada anggota keluarga inti atau keluarga dekat

    3. Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekeliling narapidana saat

    masih di luar Lembaga Pemasyarakatan, masyarakat biasa atau pejabat

    setempat

    4. Petugas, Dapat berupa Kepolisian, pengacara. petugas keamanan, petugas

    sosial, Petugas Lembaga Pemasyarakatan, rutan, Hakim dan lain-lain.

    D. Konsep tentang Narapidana

    Narapidana adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani

    hukuman karena tindak pidana), terhukum. (Kamus Besar Bahasa

    Indonesia). Menurut Harsono (1995:19) dalam sistem baru pembinaan narapidana,

    perlakuan narapidana diterapkan sebagai subjek sekaligus objek. Sebagai

    keamanan kesejajaran sama-sama sebagai manusia sama-sama sebagai makhluk

    Tuhan sama-sama sebagai makhluk yang spesifik. yang mampu berpikir dan

    mampu membuat keputusan. sebagai objek Karena pada dasarnya ada perbedaan

    dalam pembinaan dan bukan sebagai manusianya. Perbedaan dalam pembinaan

    salah satu contohnya adalah dengan penggolongan narapidana.penggolongan

    narapidana mempermudah proses pencernaan karena seringkali pembinaan bukan

    19

  • dari Pembina tetapi ada pegangan sendiri atau sekelompok narapidana. pasal 12

    undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menentukan

    bahwa dalam rangka pembinaan Terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan

    dilakukan penggolongan atas dasar:

    1. Umur

    2. jenis kelamin

    3. Lama pidana yang dijatuhkan

    4. jenis jenis kejahatan

    5. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan

    E. Penyalahgunaan narkotika

    Menurut Taufik (2003:16) Secara umum, yang dimaksud dengan

    Narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh pengaruh tertentu bagi

    orang-orang yang menggunakannya, yaitu dengan cara memasukkan ke

    dalam tubuh. tindak pidana narkotika diatur dalam undang-undang Nomor 35

    tahun 2009 tentang narkotika. pembentukan undang-undang ini didasarkan pada

    pertimbangan antara lain, bahwa narkotika bisa posisi merupakan Obat atau bahan

    yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan

    pengembangan ilmu pengetahuan di sisi lain dapat pula menimbulkan

    ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan tanpa

    pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama.

    Menurut supramono (2001:39) kalau narkotika hanya untuk pengobatan

    dan kepentingan ilmu pengetahuan maka Apabila ada perubahan di luar

    kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan besarnya akibat

    20

  • yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat

    membahayakan bagi jiwa manusia.

    Menurut Bambang Gunawan (Rodliyah dan Salim. (2017:86) Iya

    mengemukakan pengertian narkotika.narkotika merupakan: obat-obatan yang

    dapat di dalam ilmu kesehatan tetapi apabila disalahgunakan maka akan

    menimbulkan dapat mematikan bagi penggunanya dan menimbulkan kerugian

    yang sangat besar.

    Ada dua unsur yang tercantum dalam Definisi yang dikemukakan oleh

    Bambang Gunawan, yaitu Obat-obatan dan penggunaannya.

    1. Penggunaan obat atau narkotika:

    Kesehatan, dan atau dapat disalah gunakan akibat obat yang

    disalahgunakan akan menimbulkan penyakit yang sangat mematikan bagi

    2. Penggunaannya menimbulkan kerugian yang sangat besar

    Menurut Soerjono dan Boy (2011:7) ada beberapa faktor yang

    menyebabkan timbulnya Penyalahgunaan narkotika diantaranya sebagai berikut:

    1. faktor individu, terdiri dari aspek kepribadian, dan kecemasan atau

    depresi.

    2. Faktor sosial budaya, terdiri dari kondisi keluarga dan pengaruh teman

    3. faktor lingkungan, lingkungan yang tidak baik maupun tidak mendukung

    dan menampung segala sesuatu yang menyangkut perkembangan

    psikologis anak dan kurangnya perhatian terhadap anak, juga bisa

    mengarahkan seorang anak untuk menjadi user atau pemakai narkotika.

    21

  • Penyalahgunaan narkotika menurut Departemen Pendidikan dan

    kebudayaan adalah penggunaan zat narkotika secara tidak wajar diluar

    pengawasan dokter.penggunaan biasanya terjadi secara terus-menerus atau

    sesekali dan berlebihan sehingga menimbulkan gangguan-gangguan pada prinsip

    dan fungsi jiwa seseorang akibat sosial yang tidak diinginkan serta merugikan

    masyarakat. akan mengakibatkan perubahan pada Pikiran, Perasaan, tingkah laku

    fungsi motorik. dampak yang timbul dari penyalahgunaan zat berbahaya tersebut

    antara lain, keracunan, ketergantungan dan kematian (Dirjen Dikdasmen, 1985).

    Menurut AW WidJajak (1985:18) Tindakan hukum perlu dijatuhkan

    secara berat dan maksimum, sehingga menjadi cerah dan tidak mengulangi lagi

    atau contoh Bagi lainnya untuk tidak berbuat penanggulangan terhadap tindak

    pidana narkotika dapat dilakukan dengan cara preventif, moralitik, abolisionistik

    dan juga kerjasama internasional penanggulangan secara preventif Maksudnya

    usaha sebelum terjadinya tindak pidana narkotika, misalnya dan dalam keluarga,

    orang tua, sekolah, guru dengan memberikan penjelasan tentang bahaya

    narkotika selain itu, juga dapat dengan cara mengobati korban, mengasingkan

    korban narkotika dalam masa pengobatan dan mengadakan pengawasan terhadap

    pecandu narkotika.

    F. Konsep tentang lembaga pemasyarakatan

    Menurut undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang lembaga

    pemasyarakatan, pengertian lembaga pemasyarakat Diatur pada pasal 1 ayat 3

    yaitu:

    22

  • “Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas Lapas adalah

    tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik

    Pemasyarakatan.lembaga Pemasyarakatan kemasyarakatan merupakan unit

    di Rektorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan hak asasi

    manusia“

    Menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

    Rhoma narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di

    lembaga pemasyarakatan.Pada prinsipnya, semua terpidana Yang menjalani

    pidana, Hilang kemerdekaannya setelah diputuskan melalui putusan pengadilan

    yang berkekuatan hukum tetap selanjutnya terpidana ditempatkan di lembaga

    pemasyarakatan sebagai narapidana untuk di sana kembali diproses sesuai dengan

    hukum yang berlaku agar nantinya dapat kembali hidup bermasyarakat. Hal ini

    sesuai dengan tujuan dari hukum pidana itu sendiri yaitu, Untuk memenuhi rasa

    keadilan dalam masyarakat dengan cara melaksanakan dan menegakkan aturan

    hukum pidana dan terciptanya keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

    (Zainal dan Edy, 2013)

    Menurut yosias dan Simon (2010:1) untuk melaksanakan proses

    pembinaan, maka dikenal 10 prinsip pokok Pemasyarakatan yaitu:

    1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal

    hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat.

    2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara.

    3. Rasa Tobat tidak lagi dicapai Dengan menyiksa, mulai melainkan

    bimbingan.

    4. Negara tidak berhak membuat seorang narapidana lebih buruk atau lebih

    jahat daripada iya sebelum masuk Lembaga Pemasyarakatan

    23

  • 5. Selama Kehilangan kemerdekaan bergerak, Narapidana harus dikenalkan

    kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat

    6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat

    Mengisi waktu semata hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga

    atau negara saja. pekerjaan yang diberikan harus ditunjukkan untuk

    pembangunan Negara

    7. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana harus

    berdasarkan Pancasila

    8. Setiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia

    meskipun ia telah tersesat

    9. Narapidana itu Dijatuhi pidana hilang kemerdekaan

    10. Sarana fisik Lembaga ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan

    sistem Pemasyarakatan

    Menurut Dwidja prianto (2009:103)Sistem kemasyarakatan merupakan

    satu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana.Suharjo pada tanggal 5 Juli

    1963 mengemukakan suatu gagasan (sistem Pemasyarakatan), sebagai tujuan

    Dari pidana penjara. Sehubungan Dengan ini maka sistem kepenjaraan telah

    ditinggalkan dan memakai sistem kemasyarakatan yang mengedepankan hak hak

    narapidana. (Widyaada, 1988:56). Hak Narapidana tersebut antara lain terdapat

    pada pasal 114 ayat 1 undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

    Pemasyarakatan yaitu:

    1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya

    2. Mendapat perawatan baik Perawatan asmani maupun rohani

    24

  • 3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran

    4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak

    Menyampaikan keluhan

    5. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya

    yang tidak dilarang

    6. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan

    7. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu

    lainnya

    8. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

    9. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

    keluarga

    10. Mendapatkan pembebasan bersyarat

    11. Mendapat cuti menjelang bebas

    12. Mendapat hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Terpenuhinya hak-hak bagi narapidana memberikan dampak positif

    terhadap kehidupan Di lembaga pemasyarakatan.terwujudnya tata kehidupan yang

    aman tertib dan mampu mewujudkan narapidana yang telah siap kembali ke

    masyarakat sebagai manusia yang bertaubat tiap menjalankan perannya sebagai

    masyarakat dan berbakti pada bangsa dan negara. Sesuai dengan tujuan utama

    dirikannya Lembaga Kemasyarakatan yang disebut dalam pasal 2 undang-undang

    Pemasyarakatan yaitu membentuk narapidana agar menjadi manusia seutuhnya

    yang menyadari kesalahannya nya Memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak

    pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat Serta

    25

  • menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Hal ini bertujuan supaya

    fungsi Lembaga Pemasyarakatan untuk menyiapkan warga binaan bermasyarakat

    agar dapat berintegritas secara sehat dan masyarakat sehingga dapat berperan

    kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab

    sebagaimana ditentukan dalam pasal 3 undang-undang Pemasyarakatan dapat

    terwujud.Tak lepas juga pola pembinaan karakter, Pembinaan mental Dan

    pembinaan iman Dalam lembaga pemasyarakatan harus benar-benar dijalankan.

    G. Kerangka Pikir

    Collaborative Governance dalam Lembaga Pemasyarakatan yaitu

    Kolaborasi Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat dengan Lembaga

    Pemasyarakatan dalam melaksanakan pembinaan narapidana narkotika. Hal

    tersebut disebabkan oleh inisiatif dari berbagai pihak yang mendorong untuk

    dilakukannya kerjasama dan koordinasi dalam menyelesaikan kendala - kendala

    yang sedang dihadapi. Bagan kerangka fikir sebagai berikut:

    Pembinaan Narapidana

    1. Pembinaan kepribadian

    2. Pembinaan kemandirian

    Kendala dalam pembinaan

    1. Faktor usia dan

    pendidikan

    2. Sarana dan prasarana

    3. Tenaga pengajar dan

    pemenuhan kesehatan

    Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai

    Collaborative Governance

    1. Pemerintah

    2. Swasta

    3. Masyarakat

    26

  • H. Fokus penelitian

    Collaborative governance dalam pembinaan narapidana narkotika di

    lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai dengan beberapa indicator yaitu

    kolaborasi pemerintah, swasta, masyarakat dan pembinaan narapidana narkotika.

    I. Deskripsi Fokus penelitian

    Adapun definisi fokus penelitian dari proposal ini adalah:

    1. Collaborative governance (kolaborasi pemerintah, swasta, masyarakat)

    adalah serangkain pengaturan dimana satu atau lebih lembaga publik

    yang melibatkan secara langsung stakeholder non-state di dalam proses

    pembuatan kebijakan yang bersifat formal, berorientasi consensus dan

    deliberative yang bertujuan untuk membuat atau mengimplementasikan

    kebijakan publik atau mengatur program atau aset.

    2. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan

    kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,

    Profesional. kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik

    Pemasyarakatan berdasarkan pasal 2 dan pasal 3 PP No. 31 tahun 1999

    pelaksanaan pembinaan meliputi kepribadian dan kemandirian.

    Ruang lingkup pembinaan Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman

    tahun 1990 no. M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang pola pembinaan narapidana

    atau tahanan, dapat dibagi dalam dua bidang yaitu:

    1. Pembinaan kepribadian meliputi:

    a. Pembinaan kesadaran agama

    27

  • b. pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara

    c. pembinaan kemampuan intelektual atau kecerdasan

    d. pembinaan kesadaran hukum

    e. pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat

    2. Pembinaan kemandirian

    a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha Mandiri

    b. keterampilan untuk mendukung usaha-usaha yang terkecil

    c. keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-

    masing

    3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam membina narapidana yaitu:

    a. Faktor manusia dan pendidikan

    Bilamana warga binaan yang sudah tua atau lanjut usia mencerna

    pengetahuan yang diberikan oleh petugas Rutan kelas II B dan faktor

    pendidikan seperti orang yang buta aksara.

    b. Sarana dan prasarana

    Sarana dan prasarana merupakan Suatu hal yang menunjang

    berhasilnya pembinaan yang dilakukan seperti fasilitas olahraga dan

    jaminan kesehatanSsemua itu bertujuan untuk mendukung jalannya

    pembinaan.

    c. Kurangnya tenaga pengajar pembinaan

    Hal ini berkaitan dengan kurangnya sumber daya manusia atau SDM

    yang ada di lembaga pemasyarakatan atau Rutan kelas II B Sinjai.

    28

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. lokasi dan waktu penelitian

    Lokasi penelitian ini yaitu di rumah tahanan kelas II B Sinjai dan waktu

    penelitian dilaksanakan selama 2 bulan setelah seminar proposal. Peneliti memilih

    tembat tersebut karena lokasi tersebut menjadi tempat pembinaan yang cocok

    untuk mengetahui lebih dalam bagaimana peran collaborative governance dalam

    pembinaan narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B Sinjai

    B. jenis dan sumber data

    1. Jenis penelitian

    Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam membahas tentang pola

    pembinaan Terhadap narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan

    kelas II B yaitu menggunakan metode deskriptif kualitatif.

    Menurut moleong (2010), Metode kualitatif digunakan karena beberapa

    pertimbangan.pertama penyelesaian masalah akan lebih mudah apabila

    Ganda. Kedua, Metode ini Menggunakan secara langsung hakikat

    hubungan antara penelitian dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka

    dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak zaman pengaruh

    bersama dan terhadap pola-pola yang dihadapi.

    2. Sumber data

    Untuk Membahas permasalahan yang penulis ajukan dalam penelitian,

    sumber yaitu yaitu:

    29

  • a) Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dengan akan

    mengadakan Wawancara langsung pada pengguna data sebagai objek

    atau sasaran untuk diteliti mengenai pola pembinaan terhadap

    narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B Sinjai.

    b) Data sekunder yaitu data yang diperoleh untuk membandingkan dengan

    beberapa hal terkait penelitian seperti jumlah pengguna, buku Di

    perpustakaan.

    C. Teknik pengumpulan data

    Adapun Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

    1. Wawancara

    Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah

    tertentu ini merupakan suatu proses tanya jawab lisan di mana dua orang

    atau lebih berhadapan hadapan secara fisik. (Kartono Oma 1980: 171)

    2. Observasi

    Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan

    dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan secara

    sistematis.( Arikunto, 2002:143)

    3. Dokumentasi

    Dokumentasi merupakan teknik yang digunakan untuk melengkapi data-

    data yang diperoleh melalui wawancara dengan cara mencatat data secara

    langsung yang berkaitan dengan pola pembinaan Terhadap narapidana

    narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B Sinjai

    30

  • D. Informan Penelitian

    Adapun informan Dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. kepala Lembaga Pemasyarakatan atau Rutan kelas II B Sinjai

    2. Kepala sub seksi pelayanan tahanan Lembaga Pemasyarakatan atau

    Rutan kelas II B di Sinjai

    3. Kepala subseksi kesatuan pengamanan Lembaga Pemasyarakatan atau

    Rutan kelas II B

    4. narapidana Lembaga Kemasyarakatan atau Rutan kelas II B Sinjai

    E. Teknik analisis data

    Analisis data yang digunakan adalah kualitatif yaitu proses mencari dan

    menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara catatan

    lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan informasikan

    kepada orang lain. Teknik Analisis data yang digunakan di dalam penelitian

    kualitatif adalah teknis analisis interaktif yang dijalankan dengan cara sebagai

    berikut:

    1. Reduksi data yang meliputi proses merangkum dan memilah data yang

    berkaitan dengan hal-hal pokok serta memfokuskan pada hal-hal penting

    2. Penyajian data dan dapat diartikan sebagai pengorganisasian data yang

    telah direduksi. dalam Penyajian data ini peneliti melakukan upaya untuk

    menyusun pola hubungan dari seluruh data yang ada sehingga data lebih

    mudah.

    31

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    1. Rumah Tahanan Kelas II B Sinjai

    Rumah tahanan Negara Kelas II B sinjai merupakan salah satu unit

    pelaksana Teknis (UPT) di bidang pemasyarakatan pada wilayah kerja kantor

    kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia sulawesi Selatan. Dalam sejarah

    berdirinya Rumah tahanan negara kelas II B sinjai telah di bangun sejak jaman

    penjajahan belanda tepatnya pada tahun 1940-an dan di kenal dengan nama

    penjara dalam bahasa bugis Tarungku dengan sistem kepenjaraan. Bangunan

    rumah tahanan Negara kelas II B sinjai sekarang di jalan Teuku umar No.03

    Sinjai,kode pos 92661, Telepon: (0482) 22188, faximile (0482) 21289, termasuk

    bangunan baru dan di pindahkan dari lokasi lama di gojeng sekitar tahun 1960-an.

    Berdasarkan Surat keputusan menteri Kehakiman Republik Indonesia

    nomor: M.02-PK.04.10Tahun 1990 rumah tahanan negara adalah pelaksana

    teknis tempat tersangka dan terdakwa ditahan selama proses penyidikan,

    penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan rumah tahanan negara klas 2B

    Sinjai mempunyai tugas dan fungsi pokok yaitu melaksanakan perawatan terhadap

    tersangka atau terdakwa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

    berlaku. dan juga melaksanakan pembinaan Terhadap narapidana yang

    ditempatkan di rumah tahanan kelas 2B Sinjai. isi badan hukum ini adalah

    menjadikan institusi sebagai tempat akhir eksekusi di mana masyarakat dapat

    memperoleh kepastian hukum misinya adalah melaksanakan pelayanan

    32

  • tahanan dalam melindungi hak asasi manusia. salah satu fungsi utama rumah

    tahanan adalah memberikan pelayanan kepada tahanan di dalamnya mencakup

    pula perawatan dan kesehatan tahanan pembinaan, bantuan hukum, penyuluhan

    jasmani dan rohani serta pembinaan bimbingan kegiatan untuk tahanan sesuai

    dengan apa yang menjadi tupoksi dalam rumah tahanan. untuk kelancaran

    pelaksanaan tugas dan fungsi rumah tahanan negara kelas 2B Sinjai memiliki

    sumber daya manusia antara lain.

    a. Data Kepegawaian Menurut tugas dan jabatan:

    1) Kepala rumah tahanan negara kelas II B sinjai oleh bapak ince Muh.

    Rizal,SH. M.Si.

    2) Kepala kesatuan pengamanan rumah tahanan negara kelas II B sinjai

    oleh Bapak H. Wajidi Hasbi,SH., MH

    3) Kepala sub seksi pengelolaan Rumah tahanan negara kelas II B sinjai

    oleh bapak Adam Malik, S.sos.

    4) Kepala sub seksi pelayanan tahanan rumah tahanan negara kelas II B

    sinjai oleh Bapak Mappiar,S.Sos.

    b. Petugas staf terdiri dari atas bagian keamanan, pengelolaan, dan

    pelayanan tahanan

    c. Petugas keamanan: Semua pegawai pada bagian keamanan yang bertugas

    sebagai penjaga tahanan/narapidana.

    33

  • d. Menurut jenis kelamin

    Jumlah pegawai rumah tahanan negara kelas II B sinjai sebanyak 48

    orang.

    Tabel 4.1 jumlah pegawai Rutan kelas II B sinjai.

    NO Jenis Kelamin Jumlah

    1.

    2.

    Laki – laki

    Perempuan

    43 Orang

    5 Orang

    Jumlah Total 48 Orang

    Berdasarkan Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa jumlah keseluruhan

    pegawai rumah tahanan negara kelas 2B Sinjai adalah 48 Orang. di mana

    komposisi pegawai yang berjenis kelamin laki-laki mendominasi yaitu sebanyak

    43 orang, sebaliknya pegawai perempuan hanya 5 orang. Sehingga laki-laki lebih

    diperlukan daripada pegawai perempuan.

    e. Menurut pangkat atau golongan

    Tabel 4.2 jumlah pegawai berdasarkan pangkat atau golongan.

    NO Jenis Kelamin Jumlah

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    Golongan III/d

    Golongan III/c

    Golongan III/b

    Golongan III/a

    Golongan II/c

    6 orang

    7 orang

    16 orang

    3 orang

    2 orang

    Jumlah 48 orang

    Berdasarkan tabel di atas, golongan III/d (penata tingkat 1) jumlah 6

    orang, golongan III/c (penata)Berjumlah 7 orang, golongan III/b (penata muda

    34

  • tingkat 1) sebanyak 16 orang, golongan III/a (penata muda) sebanyak 3 orang,

    golongan II/c (pengatur) berjumlah 2 orang, golongan II/b (pengatur muda tingkat

    1) berjumlah 4 orang dan golongan II/a berjumlah 10 orang.

    f. Menurut tingkat pendidikan

    Tabel 4.3 jumlah pegawai berdasar tingkat pendidikan

    NO Tingkat Pendidikan Jumlah

    1.

    2

    3.

    4.

    Strata 2 (S2)

    Strata 1 (S1)

    Sarjana Muda

    SMA/Sederajat

    4 Orang

    15 Orang

    1 orang

    28 0rang

    Jumlah Total 48 Orang

    Berdasarkan tabel di atas, pendidikan terakhir paling banyak di bidang

    tingkat pendidikan SMA sederajat sebanyak 28 orang. Strata 1 (S1) sebanyak 15

    orang, strata 2 (S2) sebanyak 4 orang dan diikuti Sarjana Muda 1 orang.

    2. Sejarah Kepemimpinan Rumah Tahan Kelas II B Sinjai

    Rumah tahanan negara klas 2B Sinjai sudah ada sejak beberapa tahun yang

    lalu. Adapun nama-nama yang pernah memimpin :

    a. Abdul Gani

    b. Gatot Sudrajat, Bc.IP

    c. Kaltubi Drais, Bc.IP

    d. Yang Dg. pasau

    e. Teguh Basuki, Bc, IP, S.sos

    f. Bowo Leksono, Bc, IP. SH., MH

    35

  • g. Drs. H. E. Hidayat Bc, IP. SH., MH.

    h. Hari Winarca, Bc IP.SH

    i. IP nusantara,Bc.IP.,S.sos,MH.

    j. Imam Siswoyo,Bc.IP.SH

    k. Akbar Amnur,A.Md. IP. SH., M.Si

    l. Ince Muh.Rizal, SH., M.Si

    3. Struktur Organisasi Rumah Tahanan Kelas II B Sinjai

    Gambar 4.4 Struktur Organisasi Rutan Kelas II B Sinjai

    36

  • Berdasarkan struktur rumah tahanan negara kelas 2B Sinjai yang diperoleh

    dari bapak Adam Malik selaku kepala subseksi pengelolaan berikut adalah tugas

    dari masing-masing kepala subseksi rumah tahanan negara kelas 2B Sinjai

    1. Kepala Rutan

    a. Mengkoordinir pembuatan rencana kerja, program kerja dan kalender

    kerja rumah tahanan negara klas 2B Sinjai

    b. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diperintahkan oleh

    pimpinan

    c. Mengkoordinir pelaksanaan penyusunan dan penelaahan data register

    tahanan, data register para titipan, data pelanggaran disiplin, data

    sarana dan prasarana rumah tahanan, data jumlah hari tinggal data

    keadaan tahanan dan data kepegawaian

    d. Mengkoordinir pelaksanaan administrasi dan teknis perawatan

    makanan kesehatan serta mental dan rohani tahanan

    e. Koordinasi dengan unit kerja atau instansi terkait

    f. Koordinasi penyusunan pemberitahuan habisnya masa tahanan 10 hari

    dan 3 hari.

    g. Mengkoordinir pengelolaan keamanan dan ketertiban Rutan kelas 2B

    Sinjai

    37

  • h. Mengkoordinir pelaksanaan fasilitasi pendampingan dan penyuluhan

    hukum, bimbingan dan kegiatan kerja bagi tahanan serta fasilitasi TPP

    (tim pengamat masyarakat)

    i. Mengkoordinir pengelolaan administrasi kepegawaian, ketatausahaan,

    kerumahtanggaan dan perlengkapan, serta keuangan Rutan kelas 2B

    Sinjai

    j. Menyelia dan memberikan hasil penilaian kerja bawahan di

    lingkungan Rutan kelas 2B Sinjai sesuai target indikator sasaran

    k. Mengevaluasi laporan pelaksanaan tugas di lingkungan Rutan kelas

    2B Sinjai sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas

    l. Mengkoordinir layanan informasi laporan pengaduan dan layanan

    kunjungan

    m. Mengkoordinir peningkatan peran serta (partisipasi masyarakat) atau

    kerjasama dengan pihak lain yang terkait

    n. Melaksanakan waskat di lingkungan Rutan kelas 2B Sinjai

    2. Kepala subseksi pengamanan rutan

    a. Menyusun rencana kerja kesatuan pengamanan rutan berdasarkan

    tugas dan fungsi sebagai pedoman melaksanakan tugas.

    b. Membuat laporan pelaksanaan pekerjaan kesatuan pengamanan rutan

    secara berkala sebagai bahan masukan bagi pimpinan

    38

  • c. Memberikan petunjuk dan arahan dalam pelaksanaan pekerjaan sesuai

    tugas dan tanggung jawab untuk memperoleh hasil yang maksimal

    dan meminimalisir kesalahan dalam melaksanakan tugas

    d. Melakukan pengawasan melekat terhadap bawahan berdasarkan tugas

    masing-masing agar sasaran tercapai

    e. Mengawasi pelaksanaan penerimaan penempatan dan pengeluaran

    warga binaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar dalam

    pelaksanaan tidak terjadi kesalahan

    f. Melakukan pengamanan dalam proses pemeriksaan WBP di

    rutan sesuai dengan tingkat pemeriksaan oleh kepolisian atau

    Kejaksaan agar terciptanya ketertiban dan keamanan

    g. Melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kamtib secara berkala

    sesuai protab agar kondisinya selalu terjaga dan siap digunakan dalam

    pelaksanaan tugas

    h. Melaksanakan penggeledahan kamar hunian WBP secara berkala

    sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar terciptanya suasana

    kondusif.

    3. Kepala sub seksi pengelolaan rutan

    a. Membuat rencana kerja sub seksi pengelolaan rutan\

    b. Melakukan urusan keuangan rutan

    c. Melakukan urusan perlengkapan rutan

    39

  • d. Melakukan urusan kepegawaian rutan

    e. Melakukan urusan pencairan SPM dan pembayaran tagihan beban

    anggaran belanja rutin rutan

    f. Menyelia dan memberikan penilaian hasil kerja bawahan di

    lingkungan sub seksi pengelolaan sesuai target indikator sasaran

    g. Melakukan urusan laporan kinerja rumah tahanan negara kelas 2B

    Sinjai

    h. Melakukan pengawasan di lingkungan sub seksi pengelolaan rutan

    4. Kepala sub seksi pelayanan tahanan rutan

    a. Membuat rencana kerja sub seksi pelayanan tahanan

    b. Mengevaluasi laporan pelaksanaan tugas pegawai

    c. Menyelenggarakan pemberian remisi umum dan remisi khusus

    d. Menilai hasil kerja pegawai bawahannya

    e. Menyelenggarakan bimbingan pembinaan dan kemandirian WBP

    f. Menyiapkan penyusunan buku buku registrasi napi atau tahanan

    g. Mengawasi pembuatan jurnal harian

    h. Menyelenggarakan perawatan dan kesehatan WBP

    i. Menyiapkan WBP untuk asimilasi PB. CB. CMB. dan CMK

    j. Menyiapkan penyelenggaraan sidang TPP

    40

  • 4. Keadaan Tahanan Narapidana

    Saat ini jumlah total tahanan dan narapidana yang menghuni Rutan kelas

    2B Sinjai sebanyak 142 orang, 99 orang diantaranya adalah narapidana dan 43

    orang yang adalah tahanan dengan kapasitas 100 orang. hal ini telah menyatakan

    bahwa Rutan kelas 2B Sinjai telah over kapasitas. Antara pengertian narapidana

    dan tahanan memiliki perbedaan yaitu tahanan merupakan orang yang ditahan di

    rutan selama proses penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan negeri,

    Pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung sedangkan narapidana adalah orang

    yang dibina di lembaga pemasyarakatan setelah dijatuhi putusan hakim yang

    telah berkekuatan hukum tetap.

    Jumlah tahanan dan narapidana rumah tahanan negara kelas 2B Sinjai Jika

    dilihat dari tingkat pendidikan terdiri dari tingkat pendidikan seperti yang terlihat

    dalam tabel berikut:

    Tabel 4.4 jumlah narapidana/tahanan berdasarkan tingkat pendidikan

    NO Tingkat Pendidikan Jumlah

    1.

    2

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    Buta Huruf

    Tidak Tamat SD

    Tamat SD

    Tamat SMP

    Tamat SMA

    Tamat D III

    Tamat S I

    11 orang

    26 orang

    29 orang

    18 orang

    49 orang

    2 orang

    7 orang

    Jumlah Total 142 Orang

    41

  • Berdasarkan tabel diatas tingkat pendidikan tahanan dan narapidana di

    rumah tahanan klas 2B Sinjai yang paling banyak adalah tingkat pendidikan tamat

    SMA sebanyak 49 orang, kemudian tamat SD sebanyak 29 orang, yang tidak

    tamat SD sebanyak 26 orang, yang tamat SMP sebanyak 18 orang, kemudian

    buta huruf sebanyak 11 orang, tamat D III sebanyak 2 orang dan Tamat S1

    sebanyak 8 orang. Tabel Berikut ini merupakan jumlah tahanan dan narapidana

    rutan kelas 2B Sinjai dilihat dari kasusnya sehingga mereka menjadi warga binaan

    Rutan kelas 2B Sinjai. untuk lebih rincinya dapat dilihat di tabel berikut:

    Tabel 4.6 jumlah narapidana/tahanan berdasarkan jenis kasusnya.

    NO Nama Kasus Jumlah

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    Terhadap Ketertiban

    Kesusilaan

    Pembunuhan

    Penganiayaan

    Pencurian

    Penipuan

    Narkotika

    Korupsi

    Lain – lain

    3 orang

    13 orang

    7 orang

    14 orang

    16 orang

    7 orang

    68 orang

    3 orang

    11 orang

    Jumlah Total 142 Orang

    Berdasarkan tabel di atas menerangkan bahwa tahanan dan narapidana

    yang menempati rutan kelas 2B Sinjai dengan kasus yang yang paling tinggi

    adalah narkotika sebanyak 68 orang, kemudian disusul oleh kasus pencurian

    sebanyak 16 orang, kasus penganiayaan sebanyak 14 orang, kesusilaan sebanyak

    13 orang, kasus penipuan sebanyak 7 orang, pembunuhan sebanyak 7

    44

    42

  • orang, kasus terhadap ketertiban sebanyak 3 orang, dan lain-lain sebanyak 11

    orang. Tabel Berikut ini merupakan jumlah tahanan dan narapidana rumah

    tahanan kelas 2B Sinjai terkait kasus narkotika.

    Tabel 4.6 jumlah narapidana dan tahanan terkait kasus narkotika

    NO Tingkat Pendidikan Jumlah

    1.

    2

    3.

    4.

    5.

    2014

    2015

    2016

    2017

    2018

    (Januari – Juli)

    16 orang

    20 orang

    34 orang

    43 orang

    68 orang

    Berdasarkan tabel di atas, menerangkan bahwa ada peningkatan yang

    yang terjadi pada jumlah tahanan dan narapidana yang menjadi warga binaan di

    rumah tahanan klas 2B Sinjai selama 5 tahun terakhir, Misalnya saja pada tahun

    2016 sebanyak 16 orang menjadi tahanan dan narapidana di rutan kelas 2B Sinjai

    kemudian di tahun 2018 sebanyak 43 orang Namun di 2019 belum dipastikan

    hingga akhir tahun dan terhitung mulai dari Januari sampai Juli sebanyak 68

    orang. ini membuktikan bahwa dari tahun ketahun jumlah tahanan dan narapidana

    dengan kasus narkotika semakin meningkat.

    Adapun tabel berikut ini yang menerangkan jumlah tahanan dan

    narapidana kelas 2B Sinjai ya sudah di nyatakan bebas terkait kasus narkotika itu

    sendiri dalam kurun waktu 5 tahun

    43

  • Tabel 4.7 jumlah narapidana tahanan terkait kasus narkotika yang sudah

    bebas

    NO Tingkat Pendidikan Jumlah

    1.

    2

    3.

    4.

    5.

    2014

    2015

    2016

    2017

    2018 (Januari – Juli)

    -

    7

    18

    21

    10

    Berdasarkan tabel diatas jumlah tahanan dan narapidana Rutan kelas 2B

    Sinjai pada tahun 2016 tidak ada yang bebas dalam kasus narkotika tahun 2017

    sebanyak 7 orang dan di tahun 2018 sebanyak 18 orang, pada tahun 2019

    sebanyak 21 orang dan pada tahun 2020 belum dipastikan hingga akhir tahun dan

    yang terhitung mulai bulan Januari sampai Juli sebanyak 10 orang.

    B. Collaborative Governance Dalam Pembinaan Narapidana Narkotika Di

    Rumah Tahanan Kelas II B Sinjai

    Collaborative Governance dalam Pembinaan Narapidana Narkotika di

    Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai terdapat tiga aktor yang berpengaruh

    dalam proses governance. tiga aktor tersebut yakni pemerintah, swasta, dan

    masyarakat. ketiga aktor tersebut saling berkolaborasi dalam proses

    penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah tidak lagi menjadi aktor tunggal yang

    memonopoli penyelenggaraan pemerintah. melainkan memerlukan aktor lain

    karena keterbatasan kemampuan pemerintah. Swasta dengan dukungan

    finansialnya harus mampu membantu pemerintah dalam penyelenggaraan

    44

  • pemerintahan. Swasta dalam hal ini tidak diperbolehkan untuk mengurusi

    kepentingannya sendiri yakni hanya semata-mata mencari keuntungan pribadi.

    Adapun tiga aktor Collaborative governance dalam pembinaan narapidana

    narkotika kelas II B sinjai sebagai berikut:

    1. Pemerintah

    Pemerintah disini yang ikut serta dalam pembinaan narapidana narkotika

    di lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai yaitu, Badan Narkotika Nasional

    (BNN) yang di pimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung

    kepada presiden melalui koordinasi kepala kepolisian negara republik indonesia

    dan bentuk kollaborasinya yaitu dengan mengelola tempat rehabilitasi khusus

    untuk membina narapidana narkotika.

    Seperti yang di ungkapkan oleh Bapak Ince Muh. Rizal, SH., M.Si. Selaku

    kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai bahwa:

    “Pemerintah ikut serta berperan dalam pembinaan narapidana yakni

    melalui BNN dengan membuat tempat Rehabilitasi khusus untuk pelaku

    korban narkotika di kabupaten sinjai dan membagi beberapa tahap dalam

    membina narapidana narkotika. (wawancara 12 juli 2020)

    Rehabilitasi dibedakan menjadi 4 tahap yaitu:

    a) Tahap Rehabilitasi medis

    Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu

    untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi Medis

    pecandu narkotika dapat dilakukan di Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Menteri

    Kesehatan yaitu rumah sakit yang diselenggarakan baik oleh pemerintah, maupun

    45

  • oleh masyarakat. Selain pengobatan atau perawatan melalui rehabilitasi medis,

    proses penyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh masyarakat

    melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.

    b) Tahap rehabilitasi nonmedis

    Di tempat rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program

    diantaranya program therapeutic communities (TC), 12 steps (dua belas langkah,

    pendekatan keagamaan, dan lain-lain.:

    c) Rehabilitasi Jangka Pendek (Short Term)

    Lama perawatan berlangsung antara 1 sampai dengan 3 bulan tergantung

    dari kondisi dan kebutuhan pasien. Pendekatan yang dapat dilakukan ke arah medik

    dan psikososial. Masalah medik masih menjadi fokus utama, asesmen dilakukan

    secara lengkap termasuk pemeriksaan penunjang medis. Asesmen yang perlu

    dilakukan pada model terapi ini antara lain :

    d) Rehabilitasi Jangka Panjang

    Lama perawatan rehabilitasi jangka panjang adalah 6 bulan atau lebih.

    kementrian agama kabupaten sinjai, dinas pendidikan dan dinas tenaga kerja, balai

    latihan kerja (BLK) dan sudah di laksanakan beberapa tahun yang lalu.

    2. Swasta

    Pihak – pihak swasta yang ikut serta yaitu antara lain balai latihan kerja

    (BLK).

    46

  • Bentuk kolaborasinya yaitu memberikan bimbingan dan binaan dalam

    penegetahuan agama, moral, pendidikan, dan latihan kerja yang sesuai skill

    masing - masing.

    Seperti hasil wawancara Bapak Mappiar, S. Sos selaku kepala sub seksi

    pelayanan tahanan menyatakan bahwa:

    “Pihak- pihak yang banyak membantu dalam pembinaan narapidana

    narkotika adalah balai latihan kerja (BLK) dan pihak pihak swasta

    lainnya” (wawancara 12 juli 2020)

    3. Masyarakat

    Masyarakat yang di maksud disini yaitu program integrasi yang di lakuakan

    di luar lapas oleh balai pemasyarakatan (BAPAS) dan narapidana menjadi

    klien yang di bimbing oleh pembimbing klien pemasyarakatan. Bentuk

    kolaborasinya yaitu bimbingan peningkatan ketakwaan agama masing –

    masing, intelektual, sikap dan perilaku serta kesehatan mental dan fisik.

    Hasil wawancara oleh salah satu Narapidana yang bernama Roni wahyudi

    (narkoba 41 tahun) mengungkapkan bahwa:

    “sudah puas dan sudah cukup baik peran pemerintah, swasta dan

    masyarakat dalam membina narapidana narkotika di lapas kelas II B

    Sinjai, dan saya merasa sangat bersyukur karna di bina selayaknya di

    perlakukan dengan baik disini” (wawancara 12 juli 2020)

    Hal yang serupa juga di ungkapkan oleh Devi (narkoba 22 tahun) bahwa:

    “Cukup puas, Alhamdulillah karna selama disini di rutan terjamin

    kesehatan dan keamanan karena di luar itu jarang – jarang periksa

    kesehatan dan di jamin keamanannya” (wawancara 12 juli 2020)

    47

  • Salah satu Tugas pokok dan fungsi pemerintah dalam pembinaan

    narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai yaitu menjamin

    keamanan narapidana di dalam lapas. Seperti hasil wawancara bapak H. Wajidi

    Hasbi, SH.,MH. Selaku kepala sub seksi pengamanan bahwa:

    “Setiap yang ingin mengunjungi warga binaan tertentu harus mempunyai

    identitas yang jelas, semua kebutuhan dan hak – hak narapidana itu di

    jamin oleh pihak rutan” (wawancara 12 juli 2020)

    Jadi kesimpulan dari hasil wawancara tersebut bahwa Pelaksanaan

    Collaborative Governance dalam Pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga

    Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai sudah cukup baik dan peran pemerintah swasta

    dan masyarakat sangat membantu bagi narapidana yang mebutuhkan bimbingan

    atau asupan.

    C. KENDALA - KENDALA YANG DI HADAPI

    Dari hasil penelitian Kendala - Kendala yang di hadapi dalam membina

    Narapidana Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai dapat dilihat

    dari antara lain:

    1. Faktor usia dan pendidikan

    Faktor usia itu juga kendala membuna narapidana, bilamana usia warga

    binaan yabg sudah tua sangat tidak mudah dalam memberikan pembunaan

    pada warga binaan. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Mappiar, S.sos.,

    bahwa

    “Dalam pembinaan itu di mana mana sudah pasti mampu mencerna, ada

    yang sedang, ada yang lembar untuk menerima terutama dalam pembinaan

    48

  • kepribadian, seperti sudah tua ada juga yang lambat karena beda usia tua

    dan muda” (wawancara 12 juli 2020)

    Hal itu juga di uangkapakan oleh bapak ince Muh Rizal, SH.,M.Si.,

    menyatakan bahwa:

    “Kendala itu yang sudah berumur lanjut usia, ada beberapa itu, terus dia

    punya penyakit permanen, itu yang menjadi kendala karena tidak bisa kita

    paksakan , itu juga yang dari kampung yang memang tidak pernah sekolah

    (buta aksara), tidak bisa juga berbahasa Indonesia, jadi pakai bahasa

    daerah saja. “(wawancara 12 juli 2020)

    Jadi kesimpulannya adalah baik itu petugas maupun pihak terkait yang

    melakukan pembinaan agar supaya bisa mencari cara sedemikian rupa agar proses

    pembianan yang akan dilakukan bisa dimengerti oleh tahanan/narapidana. Dengan

    begitu pembinaan bisa berjalan sebagaimana diaharapkan.

    2. Sarana dan Prasarana

    Sarana dan prasarana merupakan suatu hal yang menunjang berhasilnya

    pembinaan yang dilakukan. Seperti fasilitas olahraga dan jaminan kesehatan

    semua itu bertujuan untuk mendukung jalannyapembinaan. Oleh karena itu

    ketersediaan sarana merupakan salah satu ukuran berhasilnya sistem

    pemasyarakatan. Sarana dan prasarana juga di Rutan kelas II B Sinjai masih

    mendapatkan bantuan dari instansi dan bantuan dari petugas Rutan kelas II B

    Sinjai, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Mappiar S.Sos bahwa :

    “Masih mendapatkan bantuan-bantuan dari instansi-instansi, yayasan dan

    bantuan –bantuan pribadi dari petugas Rutan kelas II B Sinjai”

    (wawancara 12 juli 2020)

    49

  • Pola pembianaan yang ada di Rutan kelas II B Sinjai selalu terbentur oleh

    fasilitas yang tidak tersedia jadi dalam membina secara sederhana dengan apa

    yang disediakan atau yang sudah ada, dan itulah yang dikenmbangkan kepada

    narapidana-narapidana narkotika.

    Berdasarkan hasil wawancara Bapak H.Wajidi Hasbi , SH., MM Selaku Kepala

    Sub Seksi Kesatuan Pengaman bahwa:

    “fasilitas yang masih kurang contohnya diruang pendidikan, kami butuh

    banyak referensi-referensi untuk melakukan pembinaan, tapi masih kurang

    dari buku-buku referensi itu. Dalam hal olahraga kurangnya peralatan

    seperti bola, “Wawancara, 18 Juli 2018.

    Hasil wawancara yang diberikan oleh dua informan tersebut memberikan

    keterangan bahwa narapidana/tahanan masih membutuhkan sarana dan prasarana

    yang cukup dalam Rutan kelas II B Sinjai. Suapaya dalam pelaksanaan pembinaan

    dapat berjalan dengan efektif, dengan berbagai saran dan prasaran yang memadai.

    3. Kurannya tenaga pengajar pembinaan,

    Hal ini berkaitan dengan kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) Yang

    Ada Dilembaga Pemasyarakatan kelas II B Sinjai, seperti hasil wawancara Bapak

    Mappiar S.Sos, bahwa:

    “Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas untuk bidang itu , kadang dari

    warga binaan yang mampu karena mungkin dia latarbelakangnya dari

    pesantren bisa kita fungsikan, bisa mengajari teman-temannya”

    (wawancara 12 juli 2020)

    50

  • Dari hasil wawancara tersebut , bahwa kurangnya sumber daya manusia,

    semua warga binaan yang mampu mengajari teman-temannya dapat diberikan

    kebijaksanaan untuk membina dan mengajari teman-temannya.

    51

  • BAB V

    SIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Pelaksanaan Collaborative governace dalam pembinaan narapidana

    narkotika di lembaga pemsyarakatan kelas II B sinjai yaitu terdapat tiga aktor

    yang berpengaruh dalam proses governance. tiga aktor tersebut yakni pemerintah,

    swasta, dan masyarakat. Pemerintah disini yang ikut serta dalam pembinaan

    narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai yaitu, Badan

    Narkotika Nasional (BNN) yang di pimpin oleh seorang kepala yang bertanggung

    jawab langsung kepada presiden melalui koordinasi kepala kepolisian negara

    republik indonesia dan bentuk kollaborasinya yaitu dengan mengelola tempat

    rehabilitasi khusus untuk membina narapidana narkotika, Pihak – pihak swasta

    yang ikut serta yaitu antara lain balai latihan kerja (BLK) dll.Bentuk

    kolaborasinya yaitu memberikan bimbingan dan binaan dalam penegetahuan

    agama, moral, pendidikan, dan latihan kerja yang sesuai skill masing – masing,

    Masyarakat yang di maksud disini yaitu program integrasi yang di lakuakan di

    luar lapas oleh balai pemasyarakatan (BAPAS) dan narapidana menjadi klien

    yang di bimbing oleh pembimbing klien pemasyarakatan. Bentuk kolaborasinya

    yaitu bimbingan peningkatan ketakwaan agama masing – masing, intelektual,

    sikap dan perilaku serta kesehatan mental dan fisik.

    52

  • Kendala – kendala yang di hadapi yaitu dari faktor usia dan pendidikan

    faktor usia itu juga kendala narapidana, bila mana usia warga binaan yang sudah

    tua sangat tidak mudah dalam memberikan pembinaan pada warga binaan

    kemudian Sarana dan prasarana merupakan suatu hal yang menunjang berhasilnya

    pembinaan yang dilakukan. Seperti fasilitas olahraga dan jaminan kesehatan

    semua itu bertujuan untuk mendukung jalannya pembinaan. Oleh karena itu

    ketersediaan sarana merupakan salah satu ukuran berhasilnya sistem

    pemasyarakatan. Sarana dan prasarana juga di Rutan kelas II B Sinjai masih

    mendapatkan bantuan dari instansi dan bantuan dari petugas Rutan kelas II B

    Sinjai, kurangnya tenaga pengajar pembinaan hal ini berkaitan dengan kurangnya

    Sumber Daya Manusia (SDM) Yang Ada Dilembaga Pemasyarakatan kelas II B

    Sinjai.

    B. Saran

    1. Memperbanyak kerja sama antar instansi pemerintah/pihak pihak di luar

    lembaga pemasyarakatan dalam r