skenario i

49
Skenario I Kaki Kapten yang Bernanah Virza, 16 tahun adalah seorang kapten tim sepak bola di SMA N 2 Purwokerto 2 hari terakhir ini tidak bisa mengikuti latihan sepak bola bersama teman satu timnya karena demam dan betis kirinya tampak bengkak, merah, nyeri serta mengeluarkan nanah. Sekitar empat bulan yang lalu saat pertandingan sepak bola, Virza harus ditarik keluar lapangan setelah di tackling keras oleh lawan dari belakang. Saat itu Virza mengerang kesakitan karena betis kirinya terdapat luka kecil yang mengeluarkan darah. Setelah pertandingan selesai, Virza dibawa ke tukang urut oleh teman-temannya. Oleh si tukang urut dikatakan bahwa Virza mengalami retak tulang ringan dan untuk pengobatannya hanya perlu di urut teratur dan betisnya di bungkus dengan daun pisang. Dua minggu berulang betis kiri Virza bengkak dan mengeluarkan cairan kuning yang bau. Oleh keluarganya Virza dibawa ke mantri di kampung, Virza diberi suntikan, dan diberi obat untuk dibawa pulang atau berobat jalan. Virza dianjurkan kontrol tiap minggu. Setelah satu bulan berobat kaki Virza sudah tidak bengkak, tidak mengeluarkan cairan, dan tidak berbau. Virza dapat beraktivitas kembali. Karena Virza sudah tidak ada keluhan, keluarga Virza tidak melanjutkan kontrol. Sekitar dua minggu ini Virza mengeluhkan betisnya terasa sakit keluar cairan bening. Malam hari makin terasa sakit, dan bertmbah bengkak. Karena khawatir sang ayah membawa Virza ke dokter untuk diperiksa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya deformitas, jaringan parut berdiameter 12 cm pada regio 1

Upload: intan-nararia

Post on 05-Jan-2016

247 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Skenario I

Kaki Kapten yang Bernanah

Virza, 16 tahun adalah seorang kapten tim sepak bola di SMA N 2 Purwokerto 2 hari

terakhir ini tidak bisa mengikuti latihan sepak bola bersama teman satu timnya karena demam

dan betis kirinya tampak bengkak, merah, nyeri serta mengeluarkan nanah. Sekitar empat

bulan yang lalu saat pertandingan sepak bola, Virza harus ditarik keluar lapangan setelah di

tackling keras oleh lawan dari belakang. Saat itu Virza mengerang kesakitan karena betis

kirinya terdapat luka kecil yang mengeluarkan darah. Setelah pertandingan selesai, Virza

dibawa ke tukang urut oleh teman-temannya. Oleh si tukang urut dikatakan bahwa Virza

mengalami retak tulang ringan dan untuk pengobatannya hanya perlu di urut teratur dan

betisnya di bungkus dengan daun pisang. Dua minggu berulang betis kiri Virza bengkak dan

mengeluarkan cairan kuning yang bau. Oleh keluarganya Virza dibawa ke mantri di

kampung, Virza diberi suntikan, dan diberi obat untuk dibawa pulang atau berobat jalan.

Virza dianjurkan kontrol tiap minggu. Setelah satu bulan berobat kaki Virza sudah tidak

bengkak, tidak mengeluarkan cairan, dan tidak berbau. Virza dapat beraktivitas kembali.

Karena Virza sudah tidak ada keluhan, keluarga Virza tidak melanjutkan kontrol. Sekitar dua

minggu ini Virza mengeluhkan betisnya terasa sakit keluar cairan bening. Malam hari makin

terasa sakit, dan bertmbah bengkak. Karena khawatir sang ayah membawa Virza ke dokter

untuk diperiksa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya deformitas, jaringan parut

berdiameter 12 cm pada regio anterior tibia sinistra. Selain itu juga nampak adanya sinus

dengan discharge seropurulen, serta ekskorasi kulit di sekitar sinus. Dokter menyarankan

Virza untuk menjalani pemeriksaan rontgen pada kaki kirinya dan didapatkan hasil: bone

resorption, penebalan periosteum, involocrum, sklerosis sekitar tulang, sequester dan

angulasi tibia fibula. Bagaimana anda menjelaskan keadaan Virza?

1

I. KLARIFIKASI ISTILAH

A. Nanah :

Adalah cairan berwarna kuning keputihan atau kuning kehijauan yang

disebabkan bakteri. Nanah dapat ditumbulkan karena luka kecil, jerawat, dan bisul.

Pada umunya, nanah terdiri dari sel darah putih dan bakteri mati yang

disebabkan peradangan. (Price,2006)

B. Seropurulen :

Serosa adalah cairan eksudat kaya protein, tanpa sel, keluar masuk dalam jaringan

pada tahap awal inflamasi, bersifat menarik air karena kandungan proteinnya,

sehingga menyebabkan edema pada reaksi inflamasi.

Purulen adalah cairan atau eksudat yang mengandung pus, yang merupakan

kumpulan neutrofil fagositik, dan organisme penghasil pus yang terletak di area

pertahanan untuk mencegah infeksi karena penyebaran secara sistemik.

(Tjay,2013)

C. Tackling :

Adalah teknik merebut bola dari lawan menggunakan kaki dengan cara meluncur

dan menjatuhkan badan. (Mukholid,2010)

D. Sklerosis :

Indurasi atau pengerasan, seperti pengerasan sebagian dari peradangan tulang

nekrosis.(Dorland,2010)

E. Deformitas :

Kelainan bentuk secara anatomi dimana struktur tulang berubah dari bentuk yang

seharusnya.(Noor helmi,2014)

Yaitu perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi memendek karena kuatnya tarikan

otot-otot ekstremitas yang menarik patahan tulang. (Dorland,2010)

F. Angulasi :

Ketidak sejajaran tulang yang terjadi akibat tulang panjang mengalami torsional.

(Noor Helmi,2014)

G. Sequester :

Segmen tulang yang menjadi nekrotik karena luka iskemik yang disebabkan proses

peradangan (Dorland,2010)

H. Ekskoriasi :

2

(Garukan) lesi kulit yang di buat sendiri akibat garukan kuku atau cara lain.

(Dorland,2010)

I. Involocrum :

Penutup atau selubung, misalnya yang mengandung sequestrum tulang nekrosis.

(Dorland,2010)

J. Bone resoption :

Adalah proses dimana osteoklas memecah dan melepaskan mineral serta kalsium

menuju ke aliran darah. (Samiaji E,2003)

K. Jaringan parut :

Yaitu jaringan yang di awali oleh sebuah luka dan terbentuknya benang benang

fibrin yang menjadikan jaringan baru yaitu jaringan parut. (Dorland,2010)

II. IDENTIFIKASI MASALAH

A. Kalimat berita

A. Virza, 16 tahun adalah seorang kapten tim sepak bola di SMA N 2 Purwokerto 2

hari terakhir ini tidak bisa mengikuti latihan sepak bola bersama teman satu

timnya karena demam dan betis kirinya tampak bengkak, merah, nyeri serta

mengeluarkan nanah

B. Sekitar empat bulan yang lalu saat pertandingan sepak bola, Virza harus ditarik

keluar lapangan setelah di tackling keras oleh lawan dari belakang. Saat itu Virza

mengerang kesakitan karena betis kirinya terdapat luka kecil yang mengeluarkan

darah. Lalu dibawa ke tukang urut. Oleh si tukang urut dikatakan bahwa Virza

mengalami retak tulang ringan dan untuk pengobatannya hanya perlu di urut

teratur dan betisnya di bungkus dengan daun pisang.

C. Adanya riwayat berobat sebelumnya, dan pernah ada tanda infeksi sebelumnya

(timbulnya cairan kunig, bau, kaki bengkak) adanya riwayat perubahan klinis.

D. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya deformitas, jaringan parut berdiameter

12 cm pada regio anterior tibia sinistra.Selain itu juga nampak adanya sinus

dengan discharge seropurulen, serta ekskorasi kulit di sekitar sinus.

E. Rontgen pada kaki kirinya dan didapatkan hasil: bone resorption, penebalan

periosteum, involocrum, sclerosis sekitar tulang, sequester dan angulasi tibia

fibula.

B. Kalimat tanya

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi organ terkait pada skenario?

3

2. Mengapa pasien mengeluh demam, bengkak dan kemerahan pada betis disertai

keluarnya nanah?

3. Bagaimana hubungan riwayat dahulu pasien dengan keluhannya saat ini?

4. Bagaimana interpretais hasil pemeriksaan fisik pasien ?

5. Bagaimana interpretasi hasil rontgen pasien ?

6. Apa saja diagnosis banding terhadap kasus di skenario?

III. ANALISIS MASALAH

A. Bagaimana anatomi dan fisiologi organ terkait pada skenario?

1. Anatomi

Ekstremitas bawah terdiri dari regio femur, genus, crus atau cruris, dan pedis.

Dalam kasus ini lebih spesifik mengarah pada regio cruris atau tungkai bawah.

Regio ini meliputi daerah dari articulatio genu hingga ke medial malleolus. Di

regio ini ditunjang oleh dua tulang, yaitu tibia yang terletak di anteromedial, dan

fibula yang terletak di lateral. (Paulsen, 2012)

Bentuk tulang tibia dilihat dari cross section atau penampang melintang adalah

segitiga. Perbatasan anterior dan permukaan anteromedialnya adalah lapisan

subkutan, sedangkan perbatasan posteriornya adalah linea musculi solei atau garis

otot soleus tempat melekatnya musculus atau otot soleus. Batas medioinferior

terdapat malleolus medialis yang terletak di ekstremitas medial, tempat melekatnya

tendo tibialis posterior.

Struktur pada tulang tibia antara lain pada sendi lutu (genu) terdapat articulatio

femorotibialis yang menghubungkan tulang femur dengan tulang tibia. Selain itu,

terdapat articulatio tibiofibularis yang terletak di anteroposterior proksimal tibia,

menghubungkan tulang tibia dengan tulang fibula. Di bagian distal tulang tibia

terdapat syndesmosis tibiofibularis. Struktur lainnya yaitu terdapat ligamentum

collateral tibialis et fibularis di sisi lateral dan medial articulatio genu.

Vaskularisasi tulang tibia terdiri dari arteri tibialis anterior et posterior, dan vena

tibialis anterior et posterior. Inervasi tulang tibia yaitu nervus tibiaslis, sedangkan

tulang fibula dipersarafi oelh nervus fibularis. (Elis, 2006)

2. Fisiologi

4

Didalam tulang terdapat cairan yaitu disebut matrix. Dimana matrix ini

mengisi ruang-ruang dalam tulang. 2/3 matrix mengandung Ca(PO4)2 dimana

apabila senyawa ini bertemu dengan Ca(OH)2 maka akan menjadi Ca4 (PO4)6 (OH)2

(hydroxyapatite) dan 1/3 matrix mengandung collagen fiber. Hydorxyapatite ini

berfungsi untuk menahan tekanan namun hancur apabila ada pembengkokan,

permutaran, sedangakan collagen fiber sangat flexibel da kuat namun tidak bisa

menahan tekanan.

Didalam tulang terdapat beberapa sl yaitu osteosit, osteoblas, osteoprogenitor

dan osteoclas.’

- Osteosit

Terdapat pada tulang yang mature. Terdapat pada lacuna yaitu merupakan

tempat berlapis-lapis yang berada diantara matrix dan lapisannya dinamakan

lamellae. Osteosit juga mengatur kadar mineral dan calsium dalam tulang.

- Osteoblas

Osteoblas berfungsi untuk menghasilkan matrix dan berperan penting dalam

proses ossifikasi yaitu dengan memproduksi osteosit baru. Selain itu osteoblas

juga membantu meningkatkan kadar kalsium dalam tulang dengan cara

meningkatkan proses pengendapan kalsium dalam tulang.

- Osteoprogenitor

Terletak di endosteum. Fungsinya adalah mengatur jumlah populasi

osteoblas. Berperan penting dalam proses regenerasi tulang setelah fraktur.

- Osteoclas

Berfungsi untuk me-remove and recycle sel tulang yang sudah mati.

Osteoclas adalah sel yang besar memproduksi asam dan proteolitik untuk

menghancurkan matrix. Juga berperan dalam regulasi fosfat dan kalsium dalam

darah. (Martini,2013)

B. Mengapa pasien mengeluh demam, bengkak dan kemerahan pada betis disertai

keluarnya nanah?

Dari gejala atau keluhan yang dirasakan oleh Virza 16 tahun di dapatkan adanya

peningkatan suhu, bengkak, merah di betis kirinya ini bisa sebagai salah satu petunjuk

yang mengarah adanya peradangan.

Munculnya nanah atau pus di karenakan adanya infeksi bakteri. Pada saat terjadi

fraktur didapatkan luka terbuka tetapi tidak keluar pus. Ketika sistem imun turun

tubuh tidak melawan bakteri sehingga bakteri piogenik menghasilkan pus melewati

5

cloaca sehingga sinus tidak terlihat. Cloaca sendiri letaknya di sekitar sequester dan

involucrum. Sebaliknya ketika sistem imun baik bakteri akan di lawan sehingga tidak

dihasilkan pus.

Berikut merupakan teori mengenai perjalanan infeksi :

1. Teori vaskuler

Pembuluh darah didaerah metafisis berkelok-kelok dan membentuk

sinus sehingga mengakibatkan aliran darah menjadi lambat dan bakteri mudah

berkembang.

2. Teori fagositosis

Daerah metafisis merupakan daerah pembentukan sistem retikulo

endotelial.

3. Teori trauma

Trauma artifisial terjadi hematom disekitar epifisis. Bila ada fokus

infeksi yang berjalan didarah maka akan terjadi infeksi didaerah hematom.

(Jong W,2005)

C. Bagaimana hubungan riwayat dahulu pasien dengan keluhannya saat ini?

Skenario dalam kasus ini menyebutkan bahwa terdapat riwayat trauma, pada saat

jatuh, Virza mengerang kesakitan yang berarti nyeri, disertai pemeriksaan fisik yang

menunjukkan deformitas, dan pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan

angulasi tibia-fibula. Semua ini merupakan gejala klasik adanya fraktur. Fraktur yang

dimaksud dalam kasus ini tergolong fraktur terbuka karena adanya luka kecil yang

berdarah. Kemungkinan diagnosis frakturnya adalah fraktur terbuka os.tibia sinistra.

Fraktur terbuka cenderung berisiko terjadinya infeksi, terutama dalam kasus ini

dilakukan penatalaksanan yang tidak tepat dengan dibawa ke tukang urut, karena

hanya dengan adanya kontusio kecil saja, perawatannya tidak diperbolehkan untuk

memberikan tegangan atau tekanan karena dapat menyebabkan fraktur terbuka dan

osteomielitis, bergesernya fragmen fraktur, bahkan repetisi fraktur atau fraktur

berulang. Faktor lainnya yaitu dimungkinkan tidak steril atau bersihnya luka dan daun

pisang atau alat dan bahan lain yang digunakan dalam penanganan. Tindakan

pencegahan infeksi yang seharusnya dilakukan sebagai penanganan awal fraktur

terbuka adalah dilakukan debrideman, antibiotik profilaksis, dan imunisasi tetanus.

(Sjamsuhidajat, 2010)

D. Bagaimana interpretais hasil pemeriksaan fisik pasien ?

6

Dari hasil pemeriksaan fisik didapat bahwa adanya jaringan parut dengan

diameter 12 cm hal ini menunjukan bahwa pernah terjadi luka sebelumnya, juga

adanya discharge seropurulen merupakan tanda dari infeksi dan pasien juga

mengalami deformitas pada os tibia, penyebab deformitas antara lain :

- Pertumbuhan abnormal tulang bawaan

- Fraktur

- Gangguan pertumbuhan lapisan epifisis

- Pembengkakan abnormal tulang

- Pertumbuhaan berlebih pada tulang matur (Noor Helmi,2014)

E. Bagaimana interpretasi hasil rontgen pasien ?

Reaksi inflamasi yang menimbulkan adanya pelepasan mediator inflamasi yang

menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi edema periosteum.

Edema periosteum karena jaringan tulang tidak dapat meregang, sehingga terjadi

penekanan intraosseus yang mengganggu aliran darah ke jaringan tulang, sehingga

timbul iskemia hingga nekrosis jaringan tulang. Jika hal ini terjadi secara terus

menerus, maka terjadi osteolisis yang berkepanjangan sehingga muncul sequester,

yang merupakan bagian tulang yang mati, yang terlepas dari tulang yang masih hidup.

Rongga yang ditinggalkan oleh sekuester ini akan diisi oleh jaringan tulang baru yang

disebut involukrum melalui proses osteogenesis. Selain itu juga ada gambaran bone

resoption. Bone resorbtion pada saat terjadi inflamasi maka terlepasnya makrofag

maka terlepas pula mediator-mediator pengaktifan osteoklas ikut terlepas, osteoklaas

yang telah diaktifkan kemudian meresorbsi tulang sehingga kalsium dari tulang

pindah ke darah. (Jong W,2005)

F. Apa saja diagnosis banding terhadap kasus di skenario?

Diagnosis banding dari kasus diatas adalah cellulitis, myositis, ostemoielitis akut

dan ostemoielitis kronik.

7

IV. SISTEMATIKA MASALAH

8

V. LEARNING OBJECTIVE

A. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami cara mendiagnosis (anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang) osteomielitis kronik eksaserbasi akut

B. Mahasiswa mampu menyingkirkan diagnosis banding dan menegakan diagnosis dari

osteomielitis kronik eksaserbasi akut

C. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami penatalaksanaan farmakologik dan

non farmakologik osteomielitis kronik eksaserbasi akut.

D. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami komplikasi dan prognosis daro

osteomielitis kronik eksaserbasi akut.

VI. BELAJAR MANDIRI

VII.BERBAGI INFORMASI

A. Cara mendiagnosis (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang)

osteomielitis kronik eksaserbasi akut.

1. Anamnesis

Kapan timbulnya nyeri?

Apakah timbul mendadak/bertahap?

Apa yang sedang dilakukan pasien?

Dimana nyeri terasa?

Adakah nyeri di malam hari? (Bila nyeri punggung bawah terjadi karena

infeksi atau kanker, nyeri biasanya tidak berkurang bila pasien berbaring.)

Adakah gejala penyerta (penekanan sum sum tulang belakang, gangguan

fungsi buang air besar, atau kecil, kelemahan, gangguan sensoris.)

Adakah gejala skiatia?

Apakah gejala lebih berat bila meregang atau batuk?

Adakah gejala sistemik lain? (demam, penurunan berat badan, menggigil.)

Adakah gejala lain? (kaku dipagi hari)

Penyakit sistem muskuloskeletal bisa bermanifestasi sebagai :

Nyeri (khusunya pada sendi)

Deformitas

Pembengkakan

Mobilitas berkurang

9

Fungsi menurun (tidak dapat berjalan)

Gambaran sistemik seperti ruam dan demam (Gleadale, 2005)

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik muskuloskeletal meliputi inspeksi (look), palpasi (feel),

penilaian kekuatan otot (power), sendi gerak aktif dan pasif (move), dan auskultasi,

dengan uraian sebagai berikut:

a. Inspeksi (look)

Sejak penderita (pasien) datang pertama kali, dinilai:

Postur

Cara berjalan

Raut muka

Warna kulit dan tekstur kulit

Rupa tulang dan sendi

Sinus dan jaringan parut

b. Palpasi (feel)

Yang perlu dinilai pada palpasi antara lain sebagai berikut:

• Suhu kulit

• Denyutan nyeri

• Jaringan lunak :

– Spasme dan atrofi otot

– Keadaan sinovial

– Massa dan sifatnya

– Cairan di dalam dan di luar sendi

– Pembengkakan

• Nyeri tekan:

– Lokal

– Nyeri alih

• Tulang:

– Bentuk

– Permukaan

– Ketebalan

– Penonjolan tulang

– Adakah gangguan hubungan antartulang

10

• Pengukuran panjang anggota gerak

– Terutama pengukuran panjang anggota gerak bawah

• Adakah perbedaan panjang

• Adakah atrofi atau pembengkakan otot

– Dibandingkan dengan anggota gerak yang sehat

• Deformitas

c. Kekuatan otot (power)

Kekuatan otot penting dinilai untuk menentukan tindakan,

diagnosis, prognosis, dan hasil terapi. Penilaiannya meliputi 6 derajat

yang terdapat dalam tebl berikut:

Derajat Kriteria

0 Tidak ada kontraksi (tonus) otot

1 Kontraksi otot hanya berupa perubahan tonus otot

dan tidak ada gerakan sendi

2 Otot hanya mampu menggerakkan sendi tetapi

tidak mampu melawan gravitasi

3 Otot dapat melawan pengaruh gravitasi, tetapi tidak

kuat melawan tahanan yang diberikan oleh

pemeriksa

4 Kekuatan otot seperti derajat 3, tetapi mampu

melawan tahanan yang ringan

5 Kekuatan otot normal

11

d. Pergerakan (move)

Gerakan sendi:

Kisaran gerak, range of motion (ROM)

i. Normal atau abnormal

ii. Dilakukan pemeriksaan secara aktif dan/atau pasif

Stabilitas sendi

Ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dan

keadaan ligamen yang mempertahankan sendi.

Pemeriksaan:

Memberikan tekanan pada ligamen sambil mengamati gerak

sendi.

Diamati pula apakah pergerakan disertai nyeri, krepitasi, atau

spastisitas (resistensi terhadap gerakan).

e. Auskultasi

Auskultasi dilakukan jika ada krepitasi (misalnya pada fraktur)

yang dilakukan secara smooth atau untuk mendengar bising fistula

arteriovenosa.

Pada osteomielitis akut manifestasi kliniknya yang timbul

setelah 24 jam antara lain sebagai berikut:

• Demam

• Malaise

• Cengeng

• Anoreksia

• Nyeri semakin hebat

• Pembengkakan

• Kemerahan di kulit

12

Pada osteomielitis kronik manifestasi kliniknya antara lain

sebagai berikut:

• Nyeri lokal hilang timbul

• Demam

• Cairan yang keluar dari luka pascaoperasi atau bekas patah

tulang

• Fistel kronik yang mngeluarkan nanah dan kadang sekuester

kecil (Sjamsuhidajat, 2010)

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah

Sel darah putih meningkat sampai 30.000/mm terutama netropil 80%

disertai peningkatan laju endapan darah.

b. Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus

Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan

diikuti dengan uji sensitivitas.

c. Pemeriksaan feses

Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan

infeksi oleh bakteri Salmonella.

d. Pemeriksaan Biopsi tulang.

Merupakan pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan

laboratorium, dalam hal ini yang diambil adalah sumsum tulang pada

daerah yang dicurigai.

e. Pemeriksaan Rontgen

Mungkin belum ditemukan tanda peradangan tulang yang jelas, atau

hanya terlihat tanda-tanda kerusakan tulang yang lokal dan dikelilingi

daerah yang kurang kalsium (zat kapur).

13

f. CT Scan dan MRI

Seperti pada pemeriksaan rontgen, terlihat gambaran kerusakan tulang,

dan mungkin terlihat proses kerusakan mulai di daerah jaringan lunak

sekitar tulang. Tetapi pemeriksaan ini tidak selalu dapat membedakan

infeksi dari kelainan tulang. Untuk mendiagnosa infeksi tulang dan

menentukan bakteri penyebabnya, harus diambil contoh dari darah,

nanah, cairan sendi atau tulangnya sendiri.

B. Diagnosis banding dari osteomielitis kronik eksaserbasi akut eksaserbasi akut

1. Selulitis

a. Definisi

Selulitis adalah inflamasi supuratif yang disebabkan infeksi bakteri

yang menyebar kedalam jaringan.  Biasanya disebabkan oleh invasi

bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit, meskipun demikian hal

ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya terjadi pada

ekstrimitas bawah. 

b. Etiologi

Penyebab dari selulitis adalah bakteri streptokokus grup A,

streptokokus piogenes dan stapilokokus aureus.

c. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, kulit terdapat berbagai macam jenis bakteri.

akan tetapi kulit yang utuh serta kebersihannya merupakan penghalang

efektif, yang dapat mencegah proses atau masuk dan berkembangnya

bakteri di dalam tubuh kita. 

Jika kulit mengalami luka, maka bakteri dapat masuk dan berkembang

biak didalam tubuh, Bakteri patogen yang menembus lapisan luar

menimbulkan infeksi pada permukaan yang dapat menyebabkan infeksi

dan peradangan. 

14

d. Tanda & Gejala

Gejala awalnya berupa malaise, menggigil, dan demam yang

mendadak sebelum terjadinya lesi, kemerahan di daerah wajah atau

tungkai bawah. 

(Gambar 1. Selulitis)

Jika telah terjadi infeksi dapat ditemukan lepuhan kecil berisi cairan

(vesikel) atau lepuhan besar berisi cairan (bula) akan terasa panas serta

bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau d'orange),

lesi terasa nyeri jika terkena rabaan, pembengkakan kelenjar getah bening dan

mungkin ada riwayat trauma atau penyakit kulit lain yang mendasari.  

15

e. Diagnosis

- Pemeriksaan darah, menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih,

eosinofil dan peningkatan laju sedimentasi eritrosit.

- Pewarnaan gram dan kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan,

menunjukkan adanya organisme campuran.

2. Myositis

a. Definisi Myositis

Myositis adalah suatu peradangan pada otot yang dapat disebabkan

oleh infeksi, cedera, obat-obatan tertentu, olahraga, dan penyakit kronis.

Pada myositis, inflamasi menyerang serabut-serabut otot. Myositis dapat

mengenai satu atau seluruh otot di tubuh.

b. Etiologi Myositis

- Infeksi

Virus

Influenza A dan B

Hepatitis B

Coxsackievirus

Rubella (infeksi alami dan vaksin hidup yang dilemahkan)

Echovirus

HIV

Bakteri Staphylococcus

Streptococcus

Clostridium

Mycobacterium tuberculosis/Mycobacterium leprae

Parasit Trichinosis

Toksoplasmosis

- Obat dan Toksin

16

Obat penurun kolesterol

Statin

Gemfibrozil

Clofibrate

Benzafibrate

Obat untuk infeksi

Rifampisin

Sulfonamid

Griseofulvin

Zidovudin

Zat sitotoksik dan imunomodulator

Hidroksiurea

Vincristine

Ciclosporin

Interleukin-2

Toksin

L-Triptofa

Alkohol

Lainnya

Simetidin

Colchicine

D-Penicillamine

Phenylbentazone

Procainamide

Propylthiouracil

Carbimazole

Hormon pertumbuhan

Tretinoin

c. Gejala Klinis

Gejala utama dari myositis adalah kelemahan otot. Kelemahan

mungkin terlihat atau hanya dapat ditemukan dengan pemeriksaan. Nyeri

otot (myalgia) bisa ada atau tidak. Dermatomiositis, polymyositis, dan

kondisi inflamasi lainnya dari myositis cenderung menyebabkan

kelemahan yang memburuk secara perlahan selama beberapa minggu

17

atau bulan. Kelemahan ini mempengaruhi kelompok otot besar, termasuk

leher, bahu, pinggul, dan punggung. Biasanya mengenai kedua sisi otot.

Kelemahan dari myositis dapat menyebabkan jatuh dan sulit untuk

bangun dari kursi atau setelah jatuh. Gejala myositis lain yang mungkin

ada dengan kondisi inflamasi meliputi:

Ruam (rash)

Kelelahan (fatigue)

Penebalan kulit pada tangan

Kesulitan menelan (disfagia)

Kesulitan bernapas (dispnea)

Penderita miositis yang disebabkan oleh virus biasanya

memiliki gejala infeksi virus, seperti pilek, demam, batuk dan sakit

tenggorokan, atau mual dan diare. Tapi gejala infeksi virus dapat hilang

beberapa hari atau minggu sebelum gejala myositis muncul.

Beberapa orang dengan miositis memiliki gejala nyeri otot,

namun sebagian besar tidak.Kebanyakan nyeri otot tidak disebabkan

oleh miositis, tetapi pada cedera regangan, atau penyakit biasa seperti

pilek dan flu. Gejala ini dan nyeri otot lain pada umumnya disebut

mialgia.

Keluhan yang umum ditemukan pada pasien dengan myositis

adalah kelemahan otot proksimal, menyebabkan kesulitan dalam

mengangkat benda di atas kepala, ketidakmampuan untuk menyisir

atau mencuci rambut dan masalah dengan memanjat tangga dan

bangkit dari kursi.

kelemahan otot distal dan atrofi mungkin menonjol diinklusi

myositis tubuh, di mana jari fleksor kelemahan dan drop kaki yang

umum. Selain otot korset, otot lurik lainnya termasuk otot-otot bulbar

dan interkostal mungkin juga lemah, sehingga untuk suara serak,

disfonia, kesulitan memulai menelan, regurgitasi cairan dan dyspnoea.

Fitur kulit - ruam kulit dermatomiositis dapat mendahului

miositis atau mungkin terjadi tanpa keterlibatan otot. Eritematosa atau

heliotropic ruam khas mempengaruhi kelopak mata (Gambar 2), daerah

malar, daerah 'V' dari anterior dada dan punggung atas. Papula Gottron

18

adalah eritematosa, bersisik plak atas buku-buku jari atau jari (Gambar

3) yang sering memperpanjang ke lengan bawah.

Keterlibatan organ lain - idiopatik inflamasi myositis dapat

melibatkan organ lain. Gambar 4 daftar extramuscular fitur. Sebuah

upaya internasional sedang berjalan untuk menentukan cara optimal

menilai aktivitas dan kerusakan dalam rangka otot dan organ lain yang

terlibat.

Keganasan - miositis mungkin pemberita keganasan, terutama

pada pria di atas usia 45 tahun. Prevalensi neoplasia diperkirakan 5%.

Dermatomyositis lebih umum daripada polymyositis. (Aru,2006)

3. Osteomielitis akut

a. Definisi

Osteomielitis adalah infeksi tulang dan sumsum tulang. Osteomielitis

akut terutama ditemukan pada anak-anak. Tulang yang sering terkena

ialah femur bagian distal, tibia bagian proksimal, humerus, radius dan

ulna bagian proksimal dan distal, serta vertebra.

Osteomielitis = ( osteo + mielitis ) adalah radang tulang yang

disebabkan oleh organisme piogenik, walaupun berbagai organ infeksi

lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat

tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa,

dan periosteum.

b. Klasifikasi Osteomielitis

19

Osteomielitis secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan

perjalanan klinis, yaitu osteomielitis akut, sub akut, dan kronis. Hal

tersebut tergantung dari intensitas proses infeksi dan gejala yang terkait.

a) Osteomielitis Hematogen Akut

Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan

sumsum tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana

mikro – organisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar

melalui sirkulasi darah. Kelainan ini sering ditemukan pada anak –

anak dan sangat jarang pada orang dewasa. Diagnosis yang dini sangat

penting oleh karena prognosis tergantung dari pengobatan yang tepat

dan segera.

Etiologi

Sebanyak 90 % disebabkan oleh stafilokokus aureus

hemolitikus ( koagulasi positif ) dan jarang oleh streptokokus

hemolitikus. Pada anak umur dibawah 4 tahun sebanyak 50 %

disebabkan oleh Hemofilus influenza. Adapun organisme lain

seperti B. Colli, B. Aerogenus kapsulata, Pneumokokus,

Salmonella tifosa, Pseudomonas aerogenus, Proteus mirabilis,

Brucella, dan bakteri anaerobik yaitu Bakteroides fragilis juga

dapat menyebabkan osteomielitis hematogen akut.

Faktor predisposisi osteomielitis akut adalah :

Umur, terutama mengenai bayi dan anak – anak

Jenis kelamin, lebih sering pada laki – laki daripada wanita

dengan perbandingan 4:1

Trauma, hematogen akibat trauma pada daerah metafisis,

merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya osteomielitis

hematogen akut

Lokasi, osteomielitis hematogen akut sering terjadi pada daerah

metafisis karena daerah ini merupakan daerah aktif tempat

terjadinya pertumbuhan tulang

20

Nutrisi, lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus

infeksi sebelumnya ( seperti bisul, tonsilitis ) merupakan faktor

predisposisi osteomielitis hematogen akut.

Patologi dan Patogenesis

Penyebaran osteomielitis terjadi melalui dua cara, yaitu :

1) Penyebaran umum

Melalui sirkulasi darah berupa bakterimia dan septicemia

Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi

multifokal pada daerah - daerah lain

2) Penyebaran lokal

Subperiosteal abses akibat penerobosan abses melalui

periost

Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai

dibawah kulit

Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik

Penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem

sirkulasi dalam tulang terganggu. Hal ini menyebabkan

kematian tulang lokal dengan terbentuknya tulang mati

yang disebut sekuestrum.

Gambar skematis perjalanan penyakit osteomielitis

21

1) Fokus infeksi pada lubang akan berkembang dan pada tahap ini

menimbulkan edema periosteal dan pembengkakan jaringan lunak.

2) Fokus kemudian semakin berkembang membentuk jaringan

eksudat inflamasi yang selanjutnya terjadi abses subperiosteal serta

selulitis dibawah jaringan lunak

3) Selanjutnya terjadi elevasi periosteum diatas daerah lesi, infeksi

menembus periosteum dan terbentuk abses pada jaringan lunak

dimana abses dapat mengalir keluar melalui sinus pada permukaan

kulit. Nekrosis tulang akan menyebabkan terbentuknya sekuestrum

dan infeksi akan berlanjut kedalam kavum medula.

Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut

tergantung pada umur, daya tahan penderita, lokasi infeksi serta

virulensi kuman. Infeksi terjadi melalui aliran darah dari fokus

tempat lain dalam tubuh pada fase bakterimia dan dapat

menimbulkan septikemia. Embolus infeksi kemudian masuk

kedalam juksta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang.

Proses selanjutnya terjadi hiperemi dan edema didaerah metafisis

disertai pembentukan pus. Terbentuknya pus menyebabkan tekanan

dalam tulang bertambah. Peninggian tekanan dalam tulang

mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada

pembuluh darah tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis

tulang. Disamping itu pembentukan tulang baru yang ekstensif

terjadi pada bagian dalam periosteum sepanjang diafisis ( terutama

anak – anak ) sehingga terbentuk suatu lingkungan tulang seperti

peti mayat yang disebut involucrum dengan jaringan sekuestrum

didalamnya. Proses ini terlihat jelas pada akhir minggu kedua.

Apabila pus menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus

( discharge ) dari involucrum keluar melalui lubang yang disebut

kloaka atau melalui sinus pada jaringan lunak dan kulit.

Pada tahap selanjutnya akan berkembang menjadi osteomielitis

kronis. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi dapat terlokalisir serta

diliputi oleh jaringan fibrosa yang membentuk abses tulang kronik

yang disebut abses Brodie.

22

Gambaran Klinis

Osteomielitis hematogen akut berkembang secara progresif

atau cepat. Pada keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya

infeksi bakterial pada kulit dan saluran napas atas. Gejala lain dapat

berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi, nyeri tekan dan

terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan.

Gejala – gejala umum timbul akibat bakterimia dan septikemia

berupa panas tinggi, malaise serta nafsu makan yang berkurang.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya:

Nyeri tekan

Gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan

sendi dan gangguan akan bertambah berat bila terjadi

spasme lokal.

Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama, tidak

ditemukan kelainan radiologik yang berarti dan mungkin hanya

ditemukan pembengkakan jaringan lunak.

Gambar 1. Proyeksi lateral pada tibia terlihat gambaran

sklerotik di diametafisis tibia

23

Gambar 2. Proyeksi AP pada tibia terlihat gambaran sklerotik

di lateral diametafisis tibia.

Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari

( 2 minggu ) berupa refraksi tulang yang bersifat difus pada daerah

metafisis dan pembentukan tulang baru dibawah periosteum yang

terangkat.

Gambar 3. Tampak destruksi tulang pada tibia dengan

pembentukan tulang subperiosteal

24

Pemeriksaan Ultrasonografi dapat memperlihatkan

adanya efusi pada sendi.

Gambar 4.Ultrasound image of the left hip shows a

large joint effusion. (Jong W,2005)

4. Osteomielitis kronik

- Definisi

Osteomielitis adalah penyakit pada tulang, yang ditandai dengan

adanya peradangan sumsum tulang dan tulang yang berdekatan dan

sering dikaitkan dengan hancurnya kortikal dan trabekular tulang

- Epidemiologi

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat ditemukan

pada bayi dan “infant”. Anak laki – laki lebih sering dibanding anak perempuan

(4:1). Lokasi infeksi tersering adalah didaerah metafisis tulang panjang femur,

tibia, humerus, radius, ulna, dan fibula. Daerah metafisis menjadi daerah sasaran

infeksi diperkirakan karena : (1) daerah metafisis merupakan daerah

pertumbuhan sehingga sel – sel mudanya rawan terjangkit infeksi; (2) metafisis

kaya akan rongga darah sehingga resiko penyebaran infeksi secara hematogen

juga meningkat; (3) pembuluh darah di metafisis memiliki struktur yang unik

dan aliran darah didaerah ini melambat sehingga kuman akan berhenti disini dan

berproliferasi.

Dengan pengobatan yang tepat, <5% kasus osteomielitis hematogenous

berkembang menjadi osteomielitis kronis. Infeksi kronis lebih sering

25

berkembang pada focus infeksi yang berdekatan dari pada osteomielitis

hematogenous.

- Patofisiologi Osteomielitis

Mikroorganisme masuk ke tulang dengan cara penyebaran hematogen,

dari focus infeksi yang berdekatan, atau dari luka tembus. Trauma,

iskemia dan benda asing meningkatkan kerentanan tulang terhadap invasi

mikroba pada bagian yang terkena untuk dapat mengikat dan

mengaktifkan host defenses. Bakteri dapat lolos dari host defenses dengan

memasuki dan bertahan dalam osteoblast, dan dengan menyelimuti

dirinya dengan protective polysacchariderich biofilm.

Awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang

panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi

akan menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus yang menghalangi

aliran darah lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut mengalami

iskemia dan nekrosis. Bila terapi tidak memadai atau infeksi tidak

diobati, osteolisis akan terus berlangsung sehingga kuman dapat

menyebar keluar sendi dan sirkulasi sistemik dan menyebabkan sepsis.

Penyebaran kearah dalam akan menyebabkan infeksi medula dan dapat

terjadi abses yang akan mencari jalan keluar sehingga membentuk fistel.

Bagian tulang yang mati akan terlepas dari tulang yang hidup dan disebut

sebagai sekuester. Sekuester akan meninggalkan rongga yang secara

perlahan membentuk dinding tulang baru yang terus menguat untuk

mempertahankan biomekanika tulang. Rongga ditengah tulang ini

disebut involokrum.

26

Gambar proses osteolisis.

-

-

-

-

-

-

-

-

Gambar tahapan ostemielitis kronik

27

Gambar pathogenesis osteomielitis kronik

- Manifestasi klinis :

Timbulnya saluran sinus

Deformitas

Instabilitas dan tanda lokal dari vaskularisasi yang rusak

Keterbatasan gerak

Gangguan neurologis (Sabiston, 2013).

C. Penatalaksanaan osteomielitis kronik eksaserbasi akut farmakologik dan non

farmakologik.

1. Farmakologik

a. Analgetik

Berfungsi sebagai penghilang nyeri.

28

b. Antibiotik

Pemberian antibiotik pada osteomielitis kronik ini bertujuan untuk

mencegah terjadinya penyebaran infeksi dan mengontrol ekserbasi.

Streptococcus aureus or Coagulase-negative staphylococci diberikan

salah satu diantara:

Nafcillin, 2 gr IV tiap 6 jam

Clindamycin phosphate, 900 mg IV tiap 8 jam

Vancomycin, 1 gr IV tiap 12 jam

Streptococcus grup A dan grup B-hemolytic diberi:

Penicilin G, 4 million units IV tiap 6 jam

c. Pemberian cairan intravena (Noor,2014)

2. Non-Farmakologik

Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses

infeksi, Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk

mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang

infeksi disebabkan oleh lebih dari satu patogen.

Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi

antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus

yang peka terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya

adalah mengentrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun

akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus

sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah

yang terus menerus tinggi.

Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang

diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak

telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai

3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum

bersama makanan

- Pembedahan

Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika,

tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan

nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan

salin fisiologis steril. Tetapi antibiotika dianjurkan. (Rasjad,2003)

29

Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, kecacatan

berupa dekstruksi sendi, gangguan pertumbuhan karena kerusakan

cakram epifisis, dan osteomielitis kronik. Pada dasarnya penanganan

yang dilakukan adalah :

Perawatan di rumah sakit.

Pengobatan supportif dengan pemberian infus dan antibiotika.

Pemeriksaan biakan darah.

Antibiotika yang efektif terhadap gram negatif maupun gram positif

diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakan darah dan

dilakukan secara parenteral selama 3-6 minggu.

Imobilisasi anggota gerak yang terkena.

Tindakan pembedahan

Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :

Adanya sequester (tulang yang sudah mati yang sudah terpisah atau

dalam proses pemisahan diri dari tulang yang lainnya)

Adanya abses

Rasa sakit yang hebat

Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma

epidermoid)

Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan anjuran terhadap

debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum

secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang

harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam

menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago

yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang

permanen.

Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau

dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan

grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk

mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat diberikan irigasi

larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping

dengan pemberian irigasi ini.

Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus

untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga

30

dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana

suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah

yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah;

perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan

tulang dan eradikasi infeksi.

Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan

penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian

memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat

penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.

(Skinner,2006)

D. Komplikasi dan prognosis dari osteomielitis kronik eksaserbasi kronik.

Prognosis untuk osteomielitis beragam tergantung dari berbagai faktor,

seperti virulensi bakteri, imunitas host, dan penatalaksanaan. Diagnosis dini

bisa memberi prognosis yang baik pada osteomielitis sekalipun. Begitu pula

osteomielitis ringan jika penatalaksanaannya buruk, maka prognosisnya dapat

menjadi jelek. (Samiaji,2003)

Komplikasi tersering adalah terus berlangsungnya infeksi dengan

eksaserbasi akut. Infeksi yang terus-menerus akan menyebabkan anemia,

penurunan berat badan, kelemahan dan amiloidosis. Osteomielitis kronik dapat

menyebar ke organ-organ lain. Eksaserbasi akut dapat dipersulit oleh efusi

hebat ke dalam sendi di dekatnya atau oleh arhtritis purulenta. Erosi terus-

menerus dan kerusakan tulang yang progresif menyebabkan struktur tulang

yang kadang-kadang menyebabkan fraktur patologis.

Sebelum penutupan epifiseal, osteomielitis dapat menimbulkan

pertumbuhan berlebihan dari tulang panjang akibat hiperemia kronis pada

lempeng pertumbuhan. Destruksi fokal dari suatu lempeng epifiseal dapat

menimbulkan pertumbuhan yang asimetrik. Jarang setelah terjadi drainase

selama bertahun-tahun pada jaringan yang terus-menerus terinfeksi timbul

karsinoma sel skuamosa atau fibrosarkoma. (Mansjoer,2000)

A. RANGKUMAN

Pada skenario diketahui bahwa Virza usia 16 tahunmengekuhkan demam, dan pada

betis kirinya bengkak, nyeri, kemerahan dan keluarnya nanah. Hal tersebut menunjukan

bahwa sedang terjadi proses infeksi. Setelah di lakukan anamesis ternyata empat bulan

31

yang lalu virzha pernah di tackling saat bermain bola di betis kirinya hingga

mengeluarkan darah, dan oleh teman-temannya dibawa berobat ke tukang pijet. Dan

akhirnya melakukan perawatn di tukang pijet yaitu di pijat urut rutin dan luka ditutup

daun pisang. Menurut riwayat oenyakut dahulu pasien kemungkinan luka pasien

terkontaminasi oleh bakteri karena penanganan yang kurang steril saat di tukang pijet

sehingga terjadi infeksi. Setelah itu dilakukan pemeriksaan pemeriksaan fisik oleh dokter

dna didapat hasil adanya deformitas, jaringan parut 12 cm, dan discharge seropurulen.

Deformitas pada anak dapat dikarenakan oleh fraktur, kelainan bawaan dll. Namun

karena sesuai RPD bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma, kemungkinan itu

disebabkan oleh fraktur. Untuk memastikannya dilakukan rontgen pada betis kiri pasien

dan didapat hasil angulasi tibia fibula menunjukan bahwa pasien mengalami fraktur.

Karena sebelumnya pasien pernah mengeluarkan darah dari luka kemungkinan

merupakan farktur terbuka. Selain itu juga ditemukan involocrum yaitu penambahan

tulang, sclerosis sekitar tulang, sequester yaitu tulang yang mati , penebalan periosteum,

dan bone resoption. Dari hasil tersebut menunjukan bahwa teah terjadi proses nekrosis

ditambah dengan gejala infeksi yang dikeluhkan oleh karena itu kami menyimpulkan

bahwa pasien terkena osteomielitis kronik eksaserbasi akut. Yang merupakan akibat dari

penatalaksanaan fraktur terbuka yang salah sehingga menimbulkan ostemielitis, dan

kronik karena sudah terulang sejak empat bulan yang lalu dan eksaserbasi akut karena

sebelumnya sudah kambuh dan timbulnya tanda-tanda infeksi yang menunjukan

kekambuhan yang akut.

B. SARAN

Diharapkan mahasiswa dapat lebih aktif selama tutorial berlangsung. Dan mahasiswa

dapat lebih memahami semua learning objective yang diberikan.

32

DAFTAR PUSTAKA.

Aru, Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing

Dorland, W.A Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Ed.31. Jakarta : EGC

Fitzpatrick TB. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 7th edition. NewYork:

McGraw-Hill Companies.

Gleadale,J. 2005. At a glance anamnesis. Jakarta.Erlangga

Jong W, Sjamsuhidayat R. 2005. Infeksi Muskuskeletal. In Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi

Kedua. Jakarta: EGC

Mansjoer S.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Penerbit Media Aesculapius

Martini, Nath. 2012. Fundamentals ofAnatomy & Physiologi 9th Edition. San Francisco :

Perason

Mukholid,Agus.2010.Pendidikan Jasmani dan Olahraga.Jakarta:Yudhistira

Noor Helmi, Zairin. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Rasjad, Chairuddin.2003 .Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit Yarsif Watampone

Samiaji E.2003.Osteomielitis.Bagian Ilmu Bedah BRSD Wonosobo: Fakultas Kedokteran

UMY

Sjahriar,rasad.2001.Radiologi Diagnostik.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Sjamsuhidajat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong Edisi 3. Jakarta: EGC.

Skinner, Harry B, MD, PhD. 2006.Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics, Fourth

Edition. Chapter 8 : Orthopedic Infections. The McGraw Hill Companies, Inc..

Tjay, Tan Hoan. 2013. Patofisiologi. Jakarta: EGC

.

33

34