skenario b bimo
DESCRIPTION
FKTRANSCRIPT
Skenario Bimo, laki–laki, usia 26 bulan, dibawa ke klinik karena belum bisa bicara. Bimo hanya bias mengoceh dengan kata-kata yang tidak dimengerti oleh orang tuanya dan orang lain. Bila dipanggil sering kali tidak bereaksi terhadap panggilan. Bimo juga selalu bergerak kesan kemari tanpa tujuan. Bimo tidak suka bermain dengan anak lain, senang membalik-balik buku gambar atau kalender berwarna.
Bimo anak pertama dari ibu usia 25 tahun. Lahir spontan pada kehamilan 40 minggu. Selama hamil ibu sehat dan periksa kehamilan 3 x ke bidan. Segera setelah lahir langsung menangis. Berat badan waktu lahir 3.500 gram. Bimo bisa tengkurap pada usia 4 bulan dan berjalan pada usia 14 bulan.
Tidak ada riwayat kejang. Sepupu Bimo, laki-laki usia 5 tahun juga menderita seperti ini. Pemeriksaan fisik dan pengamatan: berat badan 15 kg, tinggi badan, 89 cm, lingkar kepala 50 cm. Tidak ada gambaran dismorfik. Anak sadar, tetapi tidak mau melihat dan tersenyum kepada pemeriksa. Tidak menoleh ketika dipanggil namanya. Anak selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan. Ketika diberikan bola, dia melemparkan nola ke lantai dan dilakukan berulang-ulang. Tidak ada gerakan-gerakan aneh yang diulang-ulang. Tidak mau bermain dengan anak lain, tetapi sangat tertarik dan senang membalik-balik kalender bergambar. Bila memerlukan bantuan, dia menarik tangan ibunya untuk melakukan. Tidak bias bermain pura-pura. Tidak melihat ke benda yang di tunjuk. Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan. Tidak ada kelainan neurologis. Tes pendengaran bias mendengar pada 25 dB.
1. Apa penyebab dan mekanisme dari:
a. Selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan
Gangguan di lobus frontalis dan ganglia basalis ( berperan dalam
representasi dalam action plans, motoric plans, dan working memory ) →
menganggu pengaturan motorik dan bermanifestasi sebagai hiperaktivitas
(tidak bisa diam )
Diduga adanya peningkatan serotonin plasma & homovanilic acid (metabolit
utama dopamin)→ anak autistik lebih aktif, stereotipik.
Seperti yang kita tahu, serotonin sendiri merupakan hormon yang berperan
dalam impulsivity. Ketika kadarnya meningkat dalam tubuh, anak akan lebih
hiperaktif dan tidak menutup kemungkinan nantinya akan berperilaku
‘impulsif’
b. Tidak suka bermain dengan anak lain
Adanya peningkatan homovanilic acid sebagai metabolit utama dopamin
diduga berperan dalam sikap penarikan diri seseorang, sehingga pada kasus ini
Bimo ‘menarik diri’ dari teman sebayanya, ia memilih untuk bermain sendiri.
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan?
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan digolongkan menjadi
dua, yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal
Faktor internal yang mempengaruhi perutumbuhan dan perkembangan adalah
perbedaan ras, etnik atau bangsa, usia mengalami pubertas, jenis kelamin (wanita
lebih cepat dewasa dibandingkan laki - laki), kelainan gen atau kromosom.
Faktor eksternal
Faktor eksternal atau peranan lingkungan adalah faktor prenatal ibu yang
termasuk status gizi ibu pada saat hamil, posisi fetus normal atau tidak, salah
satu kelainan kongenital yang bisa disebabkan oleh abnormalitas posisi fetus
adalah club foot. Toksin atau obat-obatan yang bisa menyebabkan kelainan
kongenital seperti thalidomide.
Kelainan gejala endokrin seperti yang dialami oleh ibu hamil yang menderita
gestational diabetes mellitus, (GDM), bayinya bisa mengalami makrosomia
atau kardiomegali atau hiperplasia adrenal.
Paparan terhadap sinar radiasi seperti X-ray dapat mengakibatkan kelainan
pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas
anggota gerak, kelainan kongenital mata dan jantung. Ibu yang mengalami
infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma,
Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks) dan penyakit menular seksual
dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu, tuli,
mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung congenital.
Jika sang ibu memiliki golongan darah yang berbeda antara dirinya dan janin
maka ada kemungkinan terjadi Eritroblastosis fetalis, dimana tubuh sang ibu
akan membentuk antibodi terhadap darah sel darah merah janin, dan akan
mengalir ke dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis
yang akan mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kern ikterus, yang akan
menyebabkan kerusakan jaringan otak janin.
Gangguan fungsi plasenta seperti anoksia embrio juga dapat mengganggu
pertumbuhan janin. Psikologis ibu juga berperan penting dalam perkembangan
janin.
Faktor eksternal yang lainnya adalah faktor pasca natal, yaitu bila gizi yang
diperlukan bayi untuk bertumbuh dan berkembang mencukupi. Jika sang anak
atau bayi mengalami penyakit kronis atau kelainan congenital, serta
lingkungan fisik dan kimia, contohnya adalah tempat tinggal anak sanitasinya
baik atau tidak, kecukupan terpapar dengan sinar matahari untuk membentuk
vitamin D, terpapar terhadap rokok, merkuri dan biji timah hitam, yang
memberikan dampak negatif pada anak. Psikologis sang anak, caranya
berhubungan dan berinteraksi dengan orang sekitarnya, apakah sang anak
tidak dikehendaki oleh orang tuanya dan merasa tertekan. Gangguan hormon
tiroid anak dapat mengakibatkan anak mengalami dwarfnism (hypothyroid)
atau gigantism (hyperthyroid) dan juga retardasi mental pada hypothyroid.
Sosioekonomi keluarga sang anak, apakah kebutuhannya ditemui, serta apakah
ia tumbuh pada lingkungan yang mendukung atau tidak (Tanuwidjaya, 2002).
Pemeriksaan fisik:
Tidak ada gambaran dismorfik. Tidak ada kelainan neurologis. Tes pendengaran bias
mendengar pada 25 dB.
3. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Tidak ada gambaran dismorfik Normal Tidak ada dismorfik
Tidak ada kelainan neurologis Normal
Tes pendengaran bisa mendengar
pada 25 dB
Normal 0-25 dB Normal
26-40 dB Tuli ringan
41-60 dB Tuli sedang
61-90 dB Tuli berat
>90 dB Tuli sangat berat
Ketulian pada anak dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli sensorineural. Menurut
Hendarmin (2000), tuli pada anak dapat disebabkan karena faktor prenatal dan
postnatal. Faktor prenatal antara lain adalah genetic dan infeksi TORCH yang terjadi
selama kehamilan. Sedangkan faktor post natal yang sering mengakibatkan ketulian
adalah infeksi bakteri atau virus yang terkait dengan otitis media.
Tidak adanya kelainan dismorfik dan kelainan neurologis menunjukkan tidak adanya
gangguan perkembangan motorik, kelainan cerebral palsy (keterbatasan
perkembangan motorik akibat dari spastisitas, athetosis, ataksia atau hipotonia), dan
spina bifida, muscular distrofi (keterlambatan dalam kemampuan berjalan)
4. Bagaimana patogenesis dari diagnosis pada kasus?
Persepsi yang tidak mantap disertai disfungsi batang otak ketidakmampuan otak
untuk mengatur rangsangan sensoris yang masuk yang membuat anak autisme
berperilaku menyimpang dari realitas lingkungan yang ada.
Gangguan fungsi limbik gangguan fungsi limbik ini diperkirakan sama dengan
amnesia (sama-sama menyerang fungsi limbik, yaitu bagian hipokampus dan
amigdala). Amigdala memiliki peran dalam perilaku terhadap rangsangan emosi
dalam mengendalikan emosi. Anak autisme biasanya tidak bisa mengendalikan
emosi dan seringkali agresif pada diri sendiri dan orang lain, sebaliknya bisa juga
sangat pasif. Sedangkan hipokampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar
dan daya ingat, jika terjadi kerusakan di sana akan menyebabkan kesulitan dalam
menyerap dan mengingat informasi baru, juga menimbulkan perilaku yang
steriotipik,dan stimulasi diri. Pada anak-anak autis, diketemukan neuron di
amigdala dan hipokampusnya neuron yang sangat padat dan kecil-kecil.
Gangguan Hemispher Kiri: kelainan kognitif dan bahasa diakibatkan oleh
gangguan ini. Beberapa anak autisme menunjukkan kemampuan yang tinggi pada
otak kanan. Hal ini disebabkan karena otak kanan mengkompensasi kerusakan
otak kirinya. Jika otak kanan tidak mampu mengkompensasi maka yang terjadi
adalah kerusakan pada kedua otak.
Gangguan neurotransmiter: peningkatan serotonin pada 1/3 anak autis. Diduga
gangguan fungsi neurotransmiter tersebut yang menyebabkan adanya gangguan
kognitif dan perilaku. Serotonin : hiperserotonin pada sepertiga anak autis
Dopamin: hiperdopaminergik menyebabkan adanya gerakan stereotipi.
Kenaikan zat lainnya: epinefrin, norefineprin, dan oksitosin.
5. Apa saja gejala klinis dari diagnosis pada kasus?
Seseorang diduga mengalami autism jika ia memiliki gangguan perkembangan dalam
tiga aspek yaitu kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang
kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas disertai
gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan Ciri-ciri tersebut harus sudah terlihat sebelum
anak berumur 3 tahun.
1. Gangguan dalam komunikasi
- terlambat bicara, tidak ada usaha untuk berkomunikasi dengan gerak dan
mimik
- meracau dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain
- sering mengulang apa yang dikatakan orang lain
- meniru kalimat-kalimat iklan atau nyanyian tanpa mengerti
- bicara tidak dipakai untuk komunikasi
- bila kata-kata telah diucapkan, ia tidak mengerti artinya
- tidak memahami pembicaraan orang lain
- menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu
2. Gangguan dalam interaksi sosial
- menghindari atau menolak kontak mata
- tidak mau menengok bila dipanggil
- lebih asik main sendiri
- bila diajak main malah menjauh
- tidak dapat merasakan empati
3. Gangguan dalam tingkah laku
- asyik main sendiri
- tidak acuh terhadap lingkungan
- tidak mau diatur, semaunya
- menyakiti diri
- melamun, bengong dengan tatapan mata kosong
- kelekatan pada benda tertentu
- tingkah laku tidak terarah, mondar mandir tanpa tujuan, lari-lari, manjat-
manjat, berputar-putar, melompat-lompat, mengepak-ngepak tangan,
berteriak-teriak, berjalan berjinjit-jinjit.
4. Gangguan dalam emosi
- rasa takut terhadap objek yang sebenarnya tidak menakutkan
- tertawa, menangis, marah-marah sendiri tanpa sebab
- tidak dapat mengendalikan emosi; ngamuk bila tidak mendapatkan
keinginannya
5. Gangguan dalam sensoris atau penginderaan
- menjilat-jilat benda
- mencium benda-benda atau makanan
- menutup telinga bila mendengar suara keras dengan nada tertentu
- tidak suka memakai baju dengan bahan yang kasar
6. Lain-lain :
- Gangguan tidur
- Gangguan makan
- Gangguan efek & mood
- Gangguan kejang
- Aktifitas & minat terbatas
- Gangguan kognisi ( 75 – 80 % RM )
Pada kasus, Bimo mengalami tiga gangguan, yaitu :
1. Gangguan dalam komunikasi
- Belum bisa bicara/terlambat bicara
- Meracau dengan bahsa yang tidak dimengerti orang lain
- Bila memerlukan bantuan, menarik tangan ibunya
- Tidak memahami pembicaaran orang lain (tidak bisa menunjuk benda yang
ditanyakan dan tidak melihat benda yang ditunjuk)
2. Gangguan dalam interaksi social
- Tidak mau melihat dan tersenyum kepada pemeriksa
- Tidak menengok saat dipanggil
- Tidak bermain dengan anak-anak sebaya
3. Gangguan dalam tingkah laku
- Hiperaktifitas motorik, mondar-mandir tidak terarah
Autisme
Pengertian Autisme
Autisme berasal dari bahasa Yunani “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada
diri sendiri. Autisme pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943, seorang psikiatri
Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-
anak yang unik dan menonjol yang sering disebut dengan sindroma Kanner.
Autisme adalah salah satu defisit perkembangan pervasif pada awal kehidupan anak yang
disebabkan oleh gangguan perkembangan otak yang ditandai dengan ciri pokok yaitu
terganggunya perkembangan interaksi sosial, bahasa dan wicara, serta munculnya perilaku
yang bersifat repetitif, stereotipik dan obsesif.
Ahli lain mendefinikan autisme adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh
adanya kelainan atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan
ciri kelainan fungsi dalam tiga bidang interaksi sosial, komunikasi dan perilaku yang terbatas
dan berulang.
Epidemiologi
Gangguan autisme dapat terjadi dengan angka 2-5 kasus/100.000 anak (0,02- 0,05%) di
bawah usia 12 tahun. Jika retardasi mental berat dengan ciri autistik dimasukkan, angka dapat
meningkat sampai setinggi 20/10.000. Pada sebagian kasus autisme mulai sebelum 36 bulan
tetapi mungkin tidak terlihat oleh orangtua, tergantung pada kesadaran mereka dan keparahan
gangguan.6 Jumlah anak yang terkena autisme semakin meningkat pesat di berbagai belahan
dunia. Di Kanada
dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun
2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autisme per-harinya. Di Amerika Serikat disebutkan
autisme terjadi pada 15.000 – 60.000 anak dibawah 15 tahun.
Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisme meningkat
sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autisme. Di Indonesia yang berpenduduk
200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penderita namun
diperkirakan jumlah anak autisme dapat mencapai 150-200 ribu orang.
Gangguan autisme ditemukan lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan pada anak
perempuan. Tiga sampai lima kali lebih banyak anak laki-laki yang memiliki gangguan
autistik dibandingkan anak perempuan. Tetapi anak perempuan yang memiliki gangguan
autistik cenderung terkena lebih serius dan lebih mungkin memiliki riwayat keluarga
gangguan kognitif dibandingkan anak laki-laki.
Penelitian permulaan menemukan gangguan ini lebih sering pada status sosioekonomi tinggi,
namun hal ini mungkin dipengaruhi oleh bias, karena dalam 25 tahun terakhir terdapat
peningkatan kasus pada kelompok sosio-ekonomi rendah. Penemuan ini mungkin akibat
bertambahnya kewaspadaan akan ganguan ini dan bertambahnya fasilitas kesehatan untuk
anak-anak miskin.
Penyebab Autisme
Beberapa tahun yang lalu, penyebab autisme masih merupkan suatu misteri, oeh karena itu
banyak hipotesis yang berkembang mengenai penyebab autisme. Salah satu hipotesis yang
kemudian mendapat tanggapan yang luas adalah teori “ibu yang dingin”. Menurut teori ini
dikatakan bahwa anak masuk ke dalam dunianya sendiri oleh karena merasa ditolak oleh ibu
yang dingin. Teori ini banyak yang menentang karena banyak ibu yang bersifat hangat tetap
mempunyai anak yang menunjukkan ciri-ciri autisme. Teori tersebut tidak memberi
gambaran secara pasti, sehingga hal ini mengakibatkan penanganan yang diberikan kurang
tepat bahkan tidak jarang berlawanan dan berakibat kurang menguntungan bagi pekembangan
individu autisme.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang kedokteran akhir-akhir ini
telah menginformasikan individu dengan gangguan autisme mengalami kelainan
neurobiologis pada susunan saraf pusat. Kelainan ini berupa pertumbuhan sel otak yang tidak
sempurna pada beberapa bagian otak. Gangguan pertumbuhan sel otak ini, terjadi selama
kehamilan, terutama kemahilan muda dimana sel-sel otak sedang dibentuk.
Pemeriksaan dengan alat khusus yang disebut Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada otak
ditemukan adanya kerusakan yang khas di dalam otak pada daerah apa yang disebut dengan
limbik sistem (pusat emosi). Pada umumnya individu autisme tidak dapat mengendalikan
emosinya, sering agresif terhadap orang lain dan diri sendiri, atau sangat pasif seolah- olah
tidak mempunyai emosi. Selain itu muncul pula perilaku yang berulang-ulang (stereotipik)
dan hiperaktivitas. Kedua peilaku tersebut erat kaitannya dengan adanya gangguan pada
daerah limbik sistem di otak. Terdapat beberapa dugaan yang menyebabkan terjadinya
kerusakan pada otak yang menimbulkan gangguan autisme di antaranya adanya pertumbuhan
jamur Candida yang berlebihan di dalam usus. Akibat terlalu banyak jamur , maka sekresi
enzim ke dalam usus berkurang. Kekurangan enzim menyebabkan makanan tak dapat dicerna
dengan sempurna. Beberapa protein jika tidak dicerna secara sempurna akan menjadi “racun”
bagi tubuh. Protein biasanya suatu rantai yang terdiri dari 20 asam amino. Bila pencernaan
baik, maka rantai tersebut seluruhnya dapat diputus dan ke-20 asam amino tersebut akan
diserap oleh tubuh. Namun bila pencernaan kurang baik, maka masih ada beberapa asam
amino yang rantainya belum terputus. Rangkaian yang terdiri dari beberapa asam amino
disebut peptida. Oleh karena adanya kebocoran usus , maka peptida tersebut diserap melalui
dinding usus, masuk ke dalam aliran darah, menembus ke dalam otak. Di dalam otak peptida
tersebut ditangkap oleh reseptor oploid, dan ia berfungsi seperti opium atau morfin.
Melimpahnya zat-zat yang bekerja seperti opium ini ke dalam otak menyebabkan
terganggunya kerja susunan saraf pusat. Yang terganggu biasanya seperti persepsi, kognisi
(kecerdasan), emosi, dan perilaku. Dimana gejalanya mirip dengan gejala yang ada pada
individu autisme. Tentu masih terdapat dugaan-dugaan lain yang menimbulkan keruskan
pada otak seperti adanya timbal , mercury atau zat beracun lainnya yang termakan bersama
makanan yang dikonsumsi ibu hamil, yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan otak
janin yang dikandungnya. Apapun yang melatarbelakangi penyebab gangguan pada individu
autisme, yang jelas bukan karena ibu yang frigit (ibu yang tidak memberi kehangatan kasih
sayang), seperti yang dianut dahulu, akan tetapi gangguan pada autisme terjadi erat kaitannya
dengan gangguan pada otak.
Karakteristik autisme
Karakteristik gangguan autisme pada sebagian individu sudah mulai muncul sejak bayi. Kciri
yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi yang sangatminim terhadap
ibunya atau pengasuhnya.Ciri ini semakin jelas dengan bertambahnya umur. Pada sebagian
kecil lainnya dari individu penyandang autisme, perkembangannya sudah terjadi secara
“.relatif normal”. Pada saat bayi sudah menatap, mengoceh, dan cukup menunjukkan reaksi
pada orang lain, tetapi kemudian pada suatu saat sebelum usia 3 tahun ia berhenti
berkembang dan terjadi kemunduran. Ia mulai menolak tatap mata, berhenti mengoceh, dan
tidak bereaksi terhdap orang lain.
Oleh karena itu kemudian diketahui bahwa seseorang baru dikatakan mengalami gangguan
autisme , jika ia memiliki gangguan perkembangan dalam tiga aspek yaitu kualitas
kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan
komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas disertai gerakan-gerakan berulang tanpa
tujuan Ciri-ciri tersebut harus sudah terlihat sebelum anak berumur 3 tahun. Mengingat
bahwa tiga aspek gangguan perkembangan di atas terwujud dalam berbagai bentuk yang
berbeda, dapat disimpulkan bahwa autisme sesungguhnya adalah sekumpulan gejala/ciri yang
melatar-belakangi berbagai faktor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama lain dan unik
karena tidak sama untuk masing-masing anak. Dengan demikian, maka sering ditemukan ciri-
ciri yang tumpang tindih dengan beberapa gangguan perkembangan lain. Gradasi manifestasi
gangguan juga sangat lebar antara yang berat hingga yang ringan. Di satu sisi ada individu
yang memiliki semua gejala, dan di sisi lain ada individu yang memiliki sedikit gejala.
Adapun ciri gangguan pada autisme tersebut adal;ah sebagai berikut:
1. Gangguan dalam komunikasi
terlambat bicara, tidak ada usaha untuk berkomunikasi dengan gerak dan mimik
meracau dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain
sering mengulang apa yang dikatakan orang lain
meniru kalimat-kalimat iklan atau nyanyian tanpa mengerti
bicara tidak dipakai untuk komunikasi
bila kata-kata telah diucapkan, ia tidak mengerti artinya
tidak memahami pembicaraab orang lain
menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu
2. Gangguan dalam interaksi sosial
menghindari atau menolak kontak mata
tidak mau menengok bila dipanggil
lebih asik main sendiri
bila diajak main malah menjauh
tidak dapat merasakan empati
3. Gangguan dalam tingkah laku
asyik main sendiri
tidak acuh terhadap lingkungan
tidak mau diatur, semaunya
menyakiti diri
melamun, bengong dengan tatapan mata kosong
kelekatan pada benda tertentu
tingkah laku tidak terarah, mondar mandir tanpa tujuan, lari-lari, manjat-manjat,
berputar-putar, melompat-lompat, mengepak-ngepak tangan, berteriak-teriak,
berjalan berjinjit-jinjit.
4. Gangguan dalam emosi
rasa takut terhadap objek yang sebenarnya tidak menakutkan
tertawa, menangis, marah-marah sendiri tanpa sebab
tidak dapat mengendalikan emosi; ngamuk bila tidak mendapatkan keinginannya
5. Gangguan dalam sensoris atau penginderaan
menjilat-jilat benda
mencium benda-benda atau makanan
menutup telinga bila mendengar suara keras dengan nada tertentu
tidak suka memakai baju dengan bahan yang kasar
Karakteristik tersebut di atas sering juga disertai dengan adanya ketidakmampuan untuk
bermain, seperti; tidak menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya,kurang mampu
bermain spontan dan imjinatif, tidak mampu meniru orang lain, dan sulit bermain pura-pura.
Gangguan makan seperti; sangat pemilih dalam hal menu makanannya, cenderung ada
maslah dalam pecernaan atau sangat terbatas asupannya, dan gangguan tidur seperti; sulit
tidur atau terbangun tengah malam dan berbagai permasalahan lainnya.
Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan autistik
A. Total enam atau lebih hal dari 1, 2 dan 3 dengan sekurangnya dua dari 1 dan masing-
masing satu dari 2 dan 3
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial seperti ditujukan oleh sekurangkurangnya
dua dari berikut:
Gangguan jelas dalam penggunaan perilaku nonverbal multipel seperti tatapan
mata, ekspresi wajah, postur tubuh dan gerak-gerik untuk mengatur interaksi
sosial.
Gagal untuk mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sesuai
menurut tingkat perkembangan.
Tidak adanya keinginan spontan untuk berbagi kesenangan, minat, atau
pencapaian dengan orang lain (misalnya tidak memamerkan, membawa, atau
menunjukkan benda yang menarik minat).
Tidak ada timbal balik sosial atau emosional.
2. Gangguan kualitatif dalam komunikasi seperti yang ditujukkan oleh sekurangnya satu
dari berikut :
Keterlambatan dalam atau sama sekali tidak ada, perkembangan bahasa ucapan
(tidak disertai oleh usaha untuk berkompensasi melalui cara komunikasi lain
seperti gerak-gerik atau mimik).
Pada individu dengan bicara yang adekuat gangguan jelas dalam kemampuan
untuk memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain.
Pemakaian bahasa atau bahasa idiosinkratik secara stereotipik dan berulang.
Tidak adanya berbagai permainan khayalan atau permainan pura-pura sosial yang
spontan yang sesuai menurut tingkat perkembangan.
3. Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, berulang, dan stereotipik, seperti
ditunjukkan oleh sekurangnya satu dari berikut :
Preokupasi dengan satu atau lebih pola minat yang stereotipik dan terbatas, yang
abnormal baik dalam intensitas maupun fokusnya.
Ketaatan yang tampaknya tidak fleksibel terhadap rutinitas atau ritual yang
spesifik dan nonfungsional.
Manerisme motorik stereotipik dan berulang (misalnya menjentikkan, atau
memuntirkan tangan atau jari atau gerakan kompleks seluruh tubuh).
B. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada sekurangnya satu bidang berikut dengan
onset sebelum usia 3 tahun :
1. Interaksi sosial.
2. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial.
3. Permainan simbolik atau imaginatif.
C. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Rett atau gangguan
disintegratif masa anak-anak.
Pedoman Diagnostik (PPDGJ III)
Biasanya tidak ada riwayat perkembangan abnormal yang jelas, tetapi jika dijumpai,
abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun.
- Selalu dijumpai hendaya kualitatif dalam interaksi sosialnya. Ini berbentuk tidak
adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio emosional yang tampak sebagai
kurangnya respon terhadap emosi orang lain dan/atau kurangnya modulasi terhadap
perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan isyarat sosial dan lemah
dalam integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan khususnya,
kurangnya respon timbal balik sosial emosional.
- Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk
kurangnya penggunaan sosial dari kemampuan bahasa yang ada; hendaya dalam
permainan imaginatif dan imitasi sosial; buruknya keserasian dan kurangnya interaksi
timbal balik dalam percakapan; buruknya fleksibilitas dalam bahasa ekspresif dan
relatif kurang dalam kreativitas dan fantasi dalam proses pikir; kurangnya respons
emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang lain; hendaya dalam
menggunakan variasi irama atau tekanan modulasi komunikatif; dan kurangnya
isyarat tubuh untuk menekankan atau mengartikan komunikasi lisan.
- Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas,
pengulangan dan stereotipik. Ini berbentuk kecendrungan untuk bersikap kaku dan
rutin dalam aspek kehidupan sehari-hari; ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru
atau kebiasaan sehari-hari yang rutin dan pola bermain. Terutama sekali dalam masa
kanak, terdapat kelekatan yang aneh terhadap benda yang tak lembut. Anak dapat
memaksa suatu kegiatan rutin seperti upacara dari kegiatan yang sebetulnya tidak
perlu; dapat menjadi preokupasi yang stereotipik dengan perhatian pada tanggal, rute
atau jadwal; sering terdapat stereotipik motorik; sering menunjukkan perhatian yang
khusus terhadap unsur sampingan dari benda (seperti bau dan rasa); dan terdapat
penolakan terhadap perubahan dari rutinitas atau dalam tata ruang dari lingkungan
pribadi (seperti perpindahan dari hiasan dalam rumah).
- Anak autisme sering menunjukkan beberapa masalah yang tak khas seperti
ketakutan/fobia, gangguan tidur dan makan, mengadat (terpertantrum) dan agresivitas.
Mencederai diri sendiri (seperti menggigit tangan) sering kali terjadi, khususnya jika
terkait dengan retardasi mental. Kebanyakan individu dengan autis kurang dalam
spontanitas, inisiatif dan kreativitas dalam mengatur waktu luang dan mempunyai
kesulitan dalam melaksanakan konsep untuk menuliskan sesuatu dalam pekerjaan
(meskipun tugas mereka tetap dilaksanakan dengan baik). Abnormalitas
perkembangan harus tampak dalam usia 3 tahun untuk dapat menegakkan diagnosis,
tetapi sindrom ini dapat didiagnosis pada semua usia.
PENATALAKSANAAN
Autisme merupakan gangguan yang tidak bisa disembuhkan (not curable), namun bisa
diterapi (treatable), maksudnya kelainan yang terjadi pada otak tidak bisa diperbaiki namun
gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin sehingga anak tersebut nantinya
dapat berbaur dengan anakanak lain secara normal.
Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
A. Berat ringannya gejala atau kelainan otak.
B. Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat
dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.
C. Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya
D. Bicara dan bahasa, 20 % anak autis tidak mampu berbicara seumur hidup, sedangkan
sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang berbeda-beda.
E. Terapi yang intensif dan terpadu.
Terapi yang terpadu
Penanganan/intervensi terapi pada anak autisme harus dilakukan dengan intensif dan terpadu.
Terapi secara formal sebaiknya dilakukan antara 4 – 8 jam sehari. Selain itu seluruh keluarga
harus terlibat untuk memacu komunikasi dengan anak. Penanganan anak autisme
memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara lain
psikiater, psikolog, neurolog, dokter anak, terapis bicara dan pendidik.
Beberapa terapi yang harus dijalankan antara lain :
- Terapi medikamentosa
- Terapi psikologis
- Terapi wicara
- Fisioterapi
Terapi medikamentosa
Menurut dr. Melly Budiman (1998), pemberian obat pada anak harus didasarkan pada
diagnosis yang tepat, pemakaian obat yang tepat, pemantauan ketat terhadap efek samping
dan mengenali cara kerja obat. Perlu diingat bahwa setiap anak memiliki ketahanan yang
berbeda-beda terhadap efek obat, dosis obat dan efek samping. Oleh karena itu perlu ada
kehati-hatian dari orang tua dalam pemberian obat yang umumnya berlangsung jangka
panjang.
Saat ini pemakaian obat diarahkan untuk memperbaiki respon anak sehingga diberikan obat-
obat psikotropika jenis baru seperti obat-obat antidepressan SSRI (Selective Serotonin
Reuptake Inhibitor) yang bisa memberikan keseimbangan antara neurotransmitter serotonin
dan dopamin. Yang diinginkan dalam pemberian obat ini adalah dosis yang paling minimal
namun paling efektif dan tanpa efek samping.
Pemakaian obat akan sangat membantu untuk memperbaiki respon anak terhadap lingkungan
sehingga ia lebih mudah menerima tata laksana terapi lainnya. Bila kemajuan yang dicapai
cukup baik, maka pemberian obat dapat dikurangi bahkan dihentikan.
Terapi psikologis
Dalam penanganan autisme, seringkali perkembangan kemampuan berjalan lambat dan
mudah hilang. Umumnya intervensi difokuskan pada meningkatkan kemampuan bahasa dan
komunikasi, self-help dan perilaku sosial dan mengurangi perilaku yang tidak dikehendaki
seperti melukai diri sendiri (self mutilation), temper tantrum dengan penekanan pada
peningkatan fungsi individu dan bukan “menyembuhkan” dalam arti mengembalikan anak
autisme ke kondisi normal.
Terapi Wicara
Umumnya hampir semua anak autisme menderita gangguan bicara dan berbahasa. Oleh
karena itu terapi wicara pada anak autisme merupakan keharusan. Penanganannya berbeda
dengan penderita gangguan bicara oleh sebab lain. Anak yang mengalami hambatan bicara
dilatih dengan proses pemberian reinforcement dan meniru vokalisasi terapis.
Fisioterapi
Pada anak autisme juga diberikan fisioterapi yang berfungsi untuk merangsang
perkembangan motorik dan kontrol tubuh.
Alternatif terapi lainnya
Selain itu ada beberapa terapi lainnya yang menjadi alternatif penanganan anak autisme
menurut pengalaman Sleeuwen ( 1996 ) , yaitu :
Terapi musik
Meliputi aktivitas menyanyi, menari mengikuti irama dan memainkan alat musik.
Musik dapat sangat bermanfaat sebagai media mengekspresikan diri, termasuk pada
anak autisme.
Son-rise program
Program ini berdasarkan pada sikap menerima dan mencintai tanpa syarat pada anak-
anak autistik. Diciptakan oleh orangtua yang anaknya didiagnosa menderita autisme
tetapi karena program latihan dan stimulasi yang intensif dari orangtua anak dapat
berkembang tanpa tampak adanya tanda-tanda autistik.
Program Fasilitas Komunikasi
Meskipun sebenarnya bukan bentuk terapi, tetapi program ini merupakan metode
penyediaan dukungan fisik kepada individu dalam mengekspresikan pikiran atau ide-
idenya melalui papan alfabet, papan gambar, mesin ketik atau komputer.
Terapi vitamin
Anak autis mengalami kemajuan yang berarti setelah mengkomsumsi vitamin tertentu
seperti B6 dalam dosis tinggi yang dikombinasikan dengan magnesium, mineral dan
vitamin lainnya.
Diet Khusus ( Dietary Intervention)
Keluhan autisme dipengaruhi dan diperberat oleh banyak hal, salah satunya karena
manifestasi alergi. Renzoni A dkk tahun 1995 melaporkan setelah melakukan eliminasi/diet
makanan beberapa gejala autisme tampak membaik secara bermakna. Proses alergi dapat
mengganggu saluran cerna, gangguan saluran cerna itu sendiri akhirnya dapat mengganggu
susunan saraf pusat dan fungsi otak. Teori gangguan pencernaan berkaitan dengan sistem
susunan saraf pusat saat ini sedang menjadi perhatian utama. Teori inilah juga yang
menjelaskan tentang salah satu mekanisme terjadinya gangguan perilaku seperti autisme
melalui Hipermeabilitas Intestinal atau dikenal dengan Leaky Gut Syndrome. Secara
patofisiologi kelainan Leaky Gut Syndrome tersebut salah satunya disebabkan karena alergi
makanan. Salah satu teori yang menjelaskan gangguan pencernaan berkaitan dengan
gangguan otak adalah kekurangan enzim dipeptidilpeptidase IV (DPP IV) pada gangguan
pencernaan ternyata menghasilkan zat caseo morfin dan glutheo morphin (semacam morfin
atau neurotransmiter palsu) yang mengganggu dan merangsang otak.
Prognosis
Prognosis yang lebih baik adalah berkaitan dengan inteligensi yang lebih tinggi, kemampuan
berbicara fungsional dan kurangnya gejala-gejala dan perilaku aneh. Gejala-gejala sering
berubah karena anak-anak tumbuh semakin tua. Sebagai aturan umum, anak-anak autistik
dengan IQ diatas 70 dan mereka yang menggunakan bahasa komunikatif pada usia 5-7 tahun
memliki prognosis yang terbaik.Prognosis membaik jika lingkungan atau rumah adalah
suportif dan mampu memenuhi kebutuhan anak tersebut yang sangat banyak.
Daftar Pustaka Sugiarmin, Mohamad. a/n. Individu dengan Gangguan Autisme. Bogor: Universitas Pendidikan Indonesia (dilansir dari file.upi.edu/.../INDIVIDU_DENGAN_GANGGUAN_AUTISME.pdf tanggal 9 November 2015 pukul 21:23)
Yusuf EA. Autisme Masa Kanak. http://www.library.usu.ac.id [diakses tanggal 9 November 2015].
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Jilid II, Edisi Ketujuh. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997. 712-722.