skenario 3.doc

25
LI.1 Mampu memahami dan menjelaskan tentang penyakit autoimun LO 1.1 Definisi penyakit autoimun Autoimunitas adaalah respons imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerence sel B, sel T atau keduanya. Penyakit autoimun adalah kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respons autoimun. Perbedaan tersebut adalah penting, oleh karena respons imun dapat terjadi tanpa disertai penyakit atau penyakit yang ditimbulkan mekanisme lain (seperti infeksi) Kriteria autoimun: a. Autoantibodi atau sel T autoreaktif dengan spesifitas untuk organ yang terkena ditemukan pada penyakit b. Autoantibodi dan atau sel T ditemukan dijaringa dengan cedera c. Ambang autoantibodi atau respon sel T menggambarkan aktifitas penyakit d. Penurunan respons autoimun memberikan perbaikan penyakit e. Transfer antibodi atau sel T ke pejamu sekunder menimbulkan penyakit autoimun pada resipien f. Imunisasi dengan autoantigen dan kemudian induksi respons autoimun menimbulkan penyakit. LO 1.2 Etiologi penyakit autoimun Faktor Penyebab Penyakit Autoimun 1. Genetik Beberapa peneliti menemukan adanya hubungan antara penyakit LES dengan gen Human Leukocyte Antigen (HLA) seperti DR2, DR3 dari Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II. Individu dengan gen HLA DR2 dan DR3 mempunyai risiko relatif menderita penyakit LES 2-3 kali lebih besar daripada yang mempunyai gen HLA DR4 dan HLA DR5. Peneliti lain menemukan bahwa penderita penyakit LES yang mempunyai epitop antigen HLA-DR2 cenderung membentuk autoantibodi anti-dsDNA, sedangkan penderita yang mempunyai epitop HLA-DR3 cenderung membentuk autoantibodi anti-Ro/SS-A dan anti-La/SS-B. Penderita penyakit LES dengan

Upload: juwita-cheche-kartika-ii

Post on 25-Sep-2015

226 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

LI.1 Mampu memahami dan menjelaskan tentang penyakit autoimun

LO 1.1 Definisi penyakit autoimun

Autoimunitas adaalah respons imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerence sel B, sel T atau keduanya. Penyakit autoimun adalah kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respons autoimun. Perbedaan tersebut adalah penting, oleh karena respons imun dapat terjadi tanpa disertai penyakit atau penyakit yang ditimbulkan mekanisme lain (seperti infeksi)

Kriteria autoimun:

a. Autoantibodi atau sel T autoreaktif dengan spesifitas untuk organ yang terkena ditemukan pada penyakitb. Autoantibodi dan atau sel T ditemukan dijaringa dengan cederac. Ambang autoantibodi atau respon sel T menggambarkan aktifitas penyakitd. Penurunan respons autoimun memberikan perbaikan penyakite. Transfer antibodi atau sel T ke pejamu sekunder menimbulkan penyakit autoimun pada resipienf. Imunisasi dengan autoantigen dan kemudian induksi respons autoimun menimbulkan penyakit.LO 1.2 Etiologi penyakit autoimun

Faktor Penyebab Penyakit Autoimun

1. Genetik

Beberapa peneliti menemukan adanya hubungan antara penyakit LES dengan gen Human Leukocyte Antigen (HLA) seperti DR2, DR3 dari Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II. Individu dengan gen HLA DR2 dan DR3 mempunyai risiko relatif menderita penyakit LES 2-3 kali lebih besar daripada yang mempunyai gen HLA DR4 dan HLA DR5. Peneliti lain menemukan bahwa penderita penyakit LES yang mempunyai epitop antigen HLA-DR2 cenderung membentuk autoantibodi anti-dsDNA, sedangkan penderita yang mempunyai epitop HLA-DR3 cenderung membentuk autoantibodi anti-Ro/SS-A dan anti-La/SS-B. Penderita penyakit LES dengan epitop-epitop HLA-DR4 dan HLA-DR5 memproduksi autoantibodi anti-Sm dan anti-RNP.

2. Defisiensi komplemen

Pada penderita penyakit LES sering ditemukan defisiensi komplemen C3 dan atau C4, yaitu pada penderita penyakit LES dengan manifestasi ginjal. Defisiensi komplemen C3 dan atau C4 jarang ditemukan pada penderita penyakit LES dengan manifestasi pada kulit dan susunan saraf pusat. Individu yang mengalami defek pada komponen-komponen komplemennya, seperti Clq, Clr, Cls mempunyai predisposisi menderita penyakit LES dan nefritis lupus.

Defisiensi komplemen C3 akan menyebabkan kepekaan terhadap infeksi meningkat, keadaan ini merupakan predisposisi untuk timbulnya penyakit kompleks imun. Penyakit kompleks imun selain disebabkan karena defisiensi C3, juga dapat disebabkan karena defisiensi komplemen C2 dan C4 yang terletak pada MHC kelas II yang bertugas mengawasi interaksi sel-sel imunokompeten yaitu sel Th dan sel B. Komplemen berperan dalam sistem pertahanan tubuh, antara lain melalui proses opsonisasi, untuk memudahkan eliminasi kompleks imun oleh sel karier atau makrofag. Kompleks imun akan diikat oleh reseptor komplemen (Complement receptor = C-R) yang terdapat pada permukaan sel karier atau sel makrofag. Pada defisiensi komplemen, eliminasi kompleks imun terhambat, sehingga jumlah kompleks imun menjadi berlebihan dan berada dalam sirkulasi lebih lama.

3. Hormon

Pada individu normal, testosteron berfungsi mensupresi sistem imuns sedangkan estrogen memperkuat sistem imun. Predominan lupus pada wanita dibandingkan pria memperlihatkan adanya pengaruh hormon seks dalam patogenesis lupus. Pada percobaan di tikus dengan pemberian testosteron mengurangi lupus-like syndrome dan pemberian estrogen memperberat penyakit.

4. Lingkungan Pengaruh fisik (sinar matahari), infeksi (bakteri, virus, protozoa), dan obat-obatan dapat mencetuskan atau memperberat penyakit autoimun. Mekanismenya dapat melalui aktivasi sel B poliklonal atau dengan meningkatkan ekspresi MHC kelas I atau II.Reaksi autoimun dapat disebabkan oleh beberapa hal,yakni:

1. Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (dan demikian disembunyikan dari system kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran darah.Misalnya,pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata dilepaskan ke dalam aliran darah.Cairan merangsang system kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan menyerangnya.

2. Senyawa normal ditubuh berubah,misalnya,oleh virus,obat,sinar matahari atau radiasi.Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi system kekebalan tubuh.Misalnya,virus bisa menulari dan demikian mengubah sel di badan.Sel yang ditulari oleh virus merangsang system kekebalan tubuh untuk menyerangnya.

3. Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki badan system kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan senyawa badan mirip dengan seperti bahan asing sebagai sasaran.Misalnya,bakteri penyebab sakit kerongkongan mempunyai beberapa antigen yang mirip dengan sel jantung manusia.Jarang terjadi,system kekebalan tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit kerongkongan (reaksi ini bagian dari demam reumatik).

4. Sel yang mengontrol produksi antibody misalnya,limfosit B (salah satu sel darah putih)mungkin rusak dan menghasikan antibody abnormal yang menyerang beberapa sel badan.

Ada beberapa mekanisme mengenai induksi autoimunitas

a. Pelepasan antigen sekuester

b. Kemiripan molekular

c. Ekspresi MHC-II yang tidak sesuai

1. Sequestered antigen

Adalah antigen sendiri yang kkarena letak anatominya tidak terpajan dengan sel b/ sel T dari sistem imun. Pada keadaan normal, sequestered antigen dilindungi dan tidak ditemukan untuk dikenal sistem imun.

Perubahan anatomi dalam jaringan seperti inflamasi (sekunder oleh infeksi, kerusakan iskemia/ trauma) dapat memajankan sequestered antigen dengan sistem imun yang tidak terjadi pada keadaan normal. Contohnya protein lensa intraokular, sperma, dan MBP.2. Gangguan presentasi

Gangguan dapat terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang meningkatkan respons MHC, kadar sitokin yang rendah (misalnya TGF-B) dan gangguan respons terhadap IL-2. Pengawasan beberapa sel autoreaktif diduga bergantung pada sel Ts/ Tr. Bila terjadi kegagalan sel Ts/ Tr, maka terjadi rengsangan ke sel Th yang akhirnya menimbulkan autoimuntas

3. Ekspresi MHC-II yang tidak benar

Pada orang sehat, sel B mengekspresikan MHC-I yang lebih sedikit dan tidak mengekspresikan MHC-II sama sekali. Namun pada penderita dengan IDDM ekspresi MHC-I dan MHC-II denga kadar tinggi. Contoh lain pada penderita Grave yang mengekspresikan MHC-II pada membran.

Ekspresi MHC-II Yng tidak pada tempatnya itu yang biasanya diekspreskan pada APC dapat mensensitasi sel Th terhadap peptida yang berasal dari sel B/ tiroid dan mengaktifkan sel B /Tc/ Th1 terhadap self antigen.

Kerusakan pada penyakit autoimun terjadi melalui antibodi (tipe II dan III), tipe IV yang mengaktifkan sel CD4+ /sel CD8+ kerusakan organ dapat juga terajdi melalui autoantibodi yang mengikat tempat fungsional self antigwn seperti reseptor hormon, reseptor neurotransmitor, dan protein plasma. Autoantibodi tersebut dapat menyerupai /menghambat efek ligan endogen untuk self protein yang menibulkan gangguan fungsi tanpa terjadinya inflamasi/ kerusakan jaringan fenomena ini terliha t pda penyakit autoimunitas endokrin dengan autoantibodi yang menyerupai/ menghambat efek hoormon seperti TSH, yang menimbulkan aktifitas berlebihan/ kurang dari tiroid.

LO 1.3 Klasifikasi dan Mekanisme penyakit autoimun

PenyakitOrganAntibodi terhadapTes diagnosis

Organ spesifikT. hashimototiroidtiroglobulinRIA

Grave D.TiroidTSH recepImmunofluorescen

Pernisious anemiaDel darah merahIntrinsik faktorImmunofluorescen

IDDMPankreasSel beta

Infertilitas lakispermaSpermaAglutinasi immunofluorescen

Non-organ spesifikVirtiligoKulit

persendianMelanositImmunofluorescen

Rheumatoid arthritisKulit

Ginjal

sendiIgGIgG-latex Aglutination

SLESendi

organDNA

RNA

nucleiproteinDNA

RNA

latex Aglutination

Berdasarkan hubungan tipe hipersensitivitas

HipersensitivitasPenyakit

Tipe II ATrombositopenia idiopatik purpura

Anemia hemolitik autoimun

Miastenia gravis

Penyakit membrane basal glomerulus

Tipe II BPenyakit Grave

Sindrom antibody reseptor insulin

Miastenia gravis

Tipe IIILES

Krioglobulinemia campuran

Beberapa bentuk vaskulitis (rheumatoid)

Tipe IVIDDM

Tiroiditis hashimoto

RA

LES

Gejala sistemik meliputi lemah, anoreksia, demam, lemah, dan menurunnya beratbadan. Gejala di kulit termasuk ruam malar (butterfly rash), ulkus di kulit dan mukosa,purpura, alopesia (kebotakan), fenomena Raynaud, dan fotosensitifitas. Gejala sendi sering ditemukan.(http://www.klikdokter.com)

Artritis rheumatoid (RA)

Respons inflamasi yang disertai peningkatan permeabilitas vascular menimbulkan pembengkakan sendi dan sakit bila eksudat bertambah banyak. (Sudoyo, AW, dkk. 2006)

Sindroma Sjogren

Perusakan kelenjar lakrimal menyebabkan berkurangnya air mata, sehingga epitel kornea menjadi mengering, diikuti dengan peradangan, erosi, dan ulserasi (keratokonjungtivitis). Dapat pula terjadi atrofi mukosa, disertai dengan fisura yang meradang dan ulserasi (xerostomia). (Robbins, et.al. 2007)

Graves disease

Manifestasi yang tersering adalah palpatasi, mudah lelah hiperkinesia, diare,berkeringat, intoleransi terhadap panas, tahan terhadap suhu dingin, pembesaran tiroid,

thyrotoxic eyes signs,takikardia ringan, lemah otot, hilangnya massa otot dan nervousness.

Serta sering sekali berkurangnya berat badan tanpa berkurangnya nafsu makan. Pada anak-anak terjadi pertumbuhan yang cepat disertai dengan maturasi tulang yang cepat. Pada pasien diatas 60 tahun, terdapat gejala kardiovaskular, miopati, palpitasi, dispnea, tremor, dan berat badan turun. (http://www.docstoc.com )

Miastenia gravis

Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang menimbulkan apotosis dan diplopia. Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak mata. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja,maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.Miastenia gravis juga menyerang otot-otot, wajah, dan laring. Keadaan ini dapatmenyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot palatum),menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal, dan pasien tak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang menggantung.Pada sistem pernapasan, terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak lagi mampu membersihkan lender dari trakea dan cabang- cabangnya. Pada kasus yang lebih lanjut,gelang bahu dan panggul dapat terserang hingga terjadi kelemahan pada semua otot-otot rangka.Biasanya gejala Miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan dengan memberikan obat antikolinesterase. Namun gejala-gejala tersebut dapat menjadi lebih atau mengalami eksaserbasi oleh sebab (Price & Wilson. 2006)

Skleroedema

Gejala skleroderma bervariasi, tergantung pada sistem organ yang terlibat. Yangpaling n gejala termasuk skleroderma:

Fenomena Raynaud. Respon berlebihan untuk suhu dingin atau tekanan emosional,kondisi ini menyempitkan pembuluh darah kecil di tangan dan kaki dan menyebabkan mati rasa, nyeri atau perubahan warna pada jari tangan atau kaki.

Gastroesophageal reflux disease (GERD).

Selain acid reflux,yang dapat merusakbagian kerongkongan terdekat perut, Anda juga mungkin memiliki masalah menyerap nutrisi jika otot usus Anda tidak bergerak makanan baik melalui usus Anda.Perubahan Kulit. Perubahan ini mungkin termasuk jari-jari bengkak dan tangan;bercak penebalan kulit, terutama pada jari, dan kulit yang kencang di sekitar tangan,wajah atau mulut. Kulit dapat tampil mengkilap, dan gerakan bagian yang terkena dapat terbatasi

(Mayo Foundation for Medical Education and Research. 2008)

LI.2 Mampu memahami dan menjelaskan tentang Sistemic Lupus EritematosusLO 2.1 Definisi Sistemic Lupus EritematosusSistemic Lupus Eritematosus adalah penyakit rematik autoimun yang ditandai adanya inflamasi yang tersebar luas,yang mempengaruhi setiap organ atau system dalam tubuh.

Sistemic Lupus Eritematosus adalah penyakit autoimun yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai yang berat.

Sistemic Lupus Eritematosus adalah suatu penyakit kompleks yang etiologinya multifactorial termasuk factor genetic,humoral,dan lingkungan yang mengakibatkan aktivasi sel T dan sel B yang berpuncak pada produksi beberapa jenis autoantibodi.

LO 2.2 Etiologi Sistemic Lupus Eritematosus1. Genetik:

a. Sering pada anggota keluarga dan saudara kembar monozigot (25%) dibanding kembar dizigotik (3%), berkaitan dengan HLA seperti DR2, DR3 dari MHC kelas II.

b. Individu dengan HLA DR2 dan DR3 risiko 2-3 kali dibanding dengan HLA DR4 dan HLA DR5.

c. Gen HLA diperlukan untuk proses pengikatan dan presentasi antigen, serta aktivasi sel T.

d. Haploptip (pasangan gen yang terletak dalam sepasang kromosom yang menetukan ciri seseorang), HLA menggangu fungsi sistem imun yang menyebabkan peningkatan autoimunitas.

Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen dari kromosom 1. Hanya 10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang tua maupun saudara kandung) yang telah maupun akan menderita lupus. Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus yang akan menderita penyakit ini.2. Defisiensi komplemen

a. Defisiensi C3 / C4 jarang pada yang manifestasi kulit dan SSP.

b. Defisiensi C2 pada LES dengan predisposisi genetik.

c. 80% penderita defisiensi komplemen herediter cenderung LES.

d. Defisiensi C3 menyebabkan kepekaan tehadap infeksi meningkat, yang akan menyebabkan predisposisi penyakit kompleks imun.

e. Defisiensi komplemen menyebabkan eliminasi kompleks imun terhambat, menaikkan jumlah kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi lebih lama, lalu mengendap di jaringan yang menyebabkan berbagai macam manifestasi LES.

3. Hormon

a. Estrogen : imunomodulator terhadap fungsi sistem imun humoral yang akan menekan fungsi sel Ts dengan mengikat reseptor menyebabkan peningkatan produksi antibodi.

b. Androgen akan induksi sel Ts dan menekan diferensiasi sel B (imunosupresor).

c. Imunomodulator adalah zat yang berpengaruh terhadap keseimbangan sistem imun.

d. 3 jenis imunomodulator :

Imunorestorasi

Imunostimulasi

Imunosupresi

4. Autoantibodi

Antigen SpesifikPrevalensiEfek klinik utama

Anti-dsDNA70 80 %Gangguan ginjal,kulit

Nukleosom60 90 %Gangguan ginjal,kulit

Ro30 40 %Gangguan ginjal,kulit,jantung fetus

La15 20 %Gangguan jantung fetus

Sm10 30 %Gangguan ginjal

Reseptor NMDA33 50 %Gangguan otak

Fosfolipid20 30 %Trombosis,abortus

-Actinin20 %Gangguan ginjal

C1q40 50 %Gangguan ginjal

5. Lingkungan

a. Bakteri atau virus yang mirip antigen atau berubah menjadi neoantigen.

b. Sinar UV akan meningkatkan apoptosis, pembentukan anti DNA kemudian terjadi reaksi epidermal lalu terjadi kompleks imun yang akan berdifusi keluar endotel setelah itu terjadi inflamasi.

Adapun factor lainnya yakni :

Faktor fisik / kimia

Obat-obatan (prokainamid,hidralazin,klorpromazin,isoniazid,fenitoin,penisilamin)

Merokok

Pewarna rambut

Sinar ultraviolet (UV)

Faktor makanan

Konsumsi lemak jenuh yang berlebihan

L-canavanine (kuncup dari alfalfa)

Agen infeksi

Retrovirus

Dna bakteri / endotoksin

Hormon dan estrogen lingkungan (environmental estrogen)

Terapi sulih hormone (HRT),pil kontrasepsi oral

Paparan estrogen prenatal

LO 2.3 Patofisiologi Sistemic Lupus EritematosusFaktor pemicu akan memicu sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi dan ekspansi sel B. Lalu, akan muncul antibodi terhadap antigen nukleoplasma, meliputi DNA, nukleoprotein, dan lain- lain yang akan membentuk kompleks imun.Kompleks imun dalam keadaan normal, dalam sirkulasi diangkut oleh eritrosit ke hati dan limpa lalu dimusnahkan oleh fagosit. Tetapi dalam LES, akan terdapat gangguan fungsi fagosit, yang akan menyebabkan kompleks imun sulit dimusnahkan dan mengendap di jaringan. Lalu, kompleks imun tersebut akan mengalami reaksi hipersensitivita tipe IV.

LO 2.4 Manifestasi Klinis Sistemic Lupus EritematosusMacam-Macam Lupus Eritematosus Sistemik

1.Lupus eritematosus sistemik

Merupakan tipe lupus yang paling serius

Menyerang organ tubuh seperti otak, hati, paru dan ginjal

2.Lupus diskoid

Hanya menyerang kulit yang menyebabkan rash pada muka, leher, kulit kepala dan telinga

3.Lupus obat

Disebabkan oleh reaksi dari beberapa jenis obat

Ketika terjadi penghentian obat, maka gejalanya akan hilang

4.Lupus neonatal

Lupus yang dipindahkan dari ibu ke bayi

Kulit

Sebesar 2 sampai 3% lupus discoid terjadi pada usia dibawah 15 tahun. Sekitar 7% Lupus diskoid akan menjadi LES dalam waktu 5 tahun, sehingga perlu dimonitor secara rutin Hasil pemeriksan laboratorium menunjukkan adanya antibodi antinuclear (ANA) yang disertai peningkatan kadar IgG yang tinggi dan lekopeni ringan.Serositis (pleuritis dan perikarditis)

Gejala klinisnya berupa nyeri waktu inspirasi dan pemeriksaan fisik dan radiologis menunjukkan efusi pleura atau efusi parikardial.Ginjal

Pada sekitar 2/3 dari anak dan remaja LES akan timbul gejala lupus nefritis. Lupus nefritis akan diderita sekitar 90% anak dalam tahun pertama terdiagnosanya LES. Berdasarkan klasifikasi WHO, urutan jenis lupus nefritis yang terjadi pada anak berdasarkan prevalensinya adalah : (1) Klas IV, diffuse proliferative glomerulonephritis (DPGN) sebesar 40%-50%; (2) Klas II, mesangial nephritis (MN) sebesar 15%-20%; (3) Klas III, focal proliferative (FP) sebesar 10%-15%; dan (4) Klas V, membranous pada > 20%.Hematologi

Kelainan hematologi yang sering terjadi adalah limfopenia, anemia, trombositopenia, dan lekopenia.

Pneumonitis interstitialis

Merupakan hasil infiltrasi limfosit. Kelainan ini sulit dikenali dan sering tidak dapat diidentifikasi. Biasanya terdiagnosa setelah mencapai tahap lanjut.

Susunan Saraf Pusat (SSP)

Gejala SSP bervariasi mulai dari disfungsi serebral global dengan kelumpuhan dan kejang sampai gejala fokal seperti nyeri kepala dan kehilangan memori. Diagnosa lupus SSP ini membutuhkan evaluasi untuk mengeksklusi ganguan psikososial reaktif, infeksi, dan metabolik. Trombosis vena serebralis bisanya terkait dengan antibodi antifosfolipid. Bila diagnosa lupus serebralis sudah diduga, konfirmasi dengan CT Scan perlu dilakukan.

Arthritis

Dapat terjadi pada lebih dari 90% anak dengan LES. Umumnya simetris, terjadi pada beberapa sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat responsif terhadap terapi dibandingkan dengan kelainan organ yang lain pada LES. Berbeda dengan JRA, arthritis LES umumnya sangat nyeri, dan nyeri ini tak proporsional dengan hasil pemeriksaan fisik sendi. Pemeriksaan radiologis menunjukkan osteopeni tanpa adanya perubahan pada tulang sendi.Anak dengan JRA polyarticular yang beberapa tahun kemudian dapat menjadi LES.

Fenomena Raynaud

Ditandai oleh keadaan pucat, disusul oleh sianosis, eritema dan kembali hangat. Terjadi karena disposisi kompleks imun di endotelium pembuluh darah dan aktivasi komplemen lokal.LO 2.5 Penatalaksanaan Sistemic Lupus EritematosusPada pemeriksaan fisik antara lain yang ditemukan:

Sakit pada sendi (arthralgia) 95 %Demam di atas 38oC 90 %

Bengkak pada sendi (arthriis) 90 %Penderita sering merasa lemah, kelelahan (fatigue) berkepanjangan 81 %Ruam pada kulit 74 %Anemia 71 %

Gangguan ginjal 50 %Sakit di dada jika menghirup nafas dalam 45 %Ruam bebentuk kupu-kupu melintang pada pipi dan hidung 42 %Sensitif terhadap cahaya sinar matahari 30 %Rambut rontok 27 %Gangguan abnormal pembekuan darah 20 %Jari menjadi putih/biru saat dingin (Fenomena Raynauds) 17 %Stroke 15 %Sariawan pada rongga mulut dan tenggorokan 12 %Selera makan hilang > 60 %Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dokter untuk membuat diagnosa LES, antara lain :

1. Pemeriksaan anti-nuclear antibodi (ANA)

yaitu : pemeriksaan untuk menentukan apakah auto-antibodi terhadap inti sel sering muncul di dalam darah.

2. Pemeriksaan anti ds DNA ( Anti double stranded DNA ).

yaitu : untuk menentukan apakah pasien memiliki antibodi terhadap materi genetik di dalam sel.

3. Pemeriksaan anti-Sm antibodi

yaitu : untuk menentukan apakah ada antibodi terhadap Sm (protein yang ditemukan dalam sel protein inti).

4.Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan immune complexes (kekebalan) di dalam darah

5.Pemeriksaan untuk menguji tingkat total dari serum complement (kelompok protein yang dapat terjadi pada reaksi kekebalan) dan pemeriksaan untuk menilai tingkat spesifik dari C3 dan C4 dua jenis protein dari kelompok pemeriksaan ini.6.Pemeriksaan sel LE (LE cell prep)

yaitu : pemeriksaan darah untuk mencari keberadaan jenis sel tertentu yang dipengaruhi membesarnya antibodi terhadap lapisan inti sel lain pemeriksaan ini jarang digunakan jika dibandingkan dengan pemeriksaan ANA, karena pemeriksaan ANA lebih peka untuk mendeteksi penyakit Lupus dibandingkan dengan LE cell prep.

7.Pemeriksaan darah lengkap, leukosit, thrombosit

8.Urine Rutin

9.Antibodi Antiphospholipid

10.Biopsy Kulit

11.Biopsy Ginjal

Diagnosis dan diagnosis banding Sistemic Lupus EritematosusPasien dengan lupus eritematosus sistemik bisa memiliki gejala yang sangat bervariasi dan kombinasi keterlibatan organ yang berbeda, tidak ada pengujian tunggal yang dapat mendiagnosa lupus sistemik. Untuk membantu keakuratan diagnosis lupus eritematosus sistemik, sebelas kriteria diterbitkan oleh asosiasi reumatik Amerika. Kesebelas kriteria tersebut berkaitan dengan gejala-gejala yang di diskusikan diatas. Beberapa pasien yang dicurigai menderita lupus eritematosus sistemik mungkin tidak pernah memenuhi kriteria yang cukup untuk diagnosis defenitif. Pasien yang lain mungkin mengumpulkan kriteria yang cukup hanya dalam beberapa bulan atau tahun setelah observasi. Jika seseorang memenuhi empat atau lebih kriteria berikut, diagnosis lupus eritematosus sistemik sangat mungkin. Namun demikian, diagnosis lupus eritematosus sistemik dapat ditegakkan pada pasien dengan kondisi tertentu dimana hanya sedikit kriteria yang dapat dipenuhi. Pada pasien-pasien tersebut, kriteria yang lain dapat berkembang kemudian, tapi pada kebanyakan kasus tidak demikian

NoKriteriaDefinisi

1Bercak malar (butterfly rash)Eritema datar atau menimbul yang menetap di daerah pipi, cenderung menyebar ke lipatan nasolabial

2Bercak diskoidBercak eritema yang menimbul dengan adherent keratotic scaling dan follicular plugging, pada lesi lama dapat terjadi parut atrofi

3FotosensitifBercak di kulit yang timbul akibat paparan sinar matahari, pada anamnesis atau pemeriksaan fisik

4Ulkus mulutUlkus mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri

5ArtritisArtritis nonerosif pada dua atau lebih persendian perifer, ditandai dengan nyeri tekan, bengkak atau efusi

6Serositifa. Pleuritis

Riwayat pleuritic pain atau terdengar pleural friction rub atau terdapat efusi pleura pada pemeriksaan fisik

atau

b. Perikarditis

Dibuktikan dengan EKG atau terdengar pericardial friction rub atau terdapat efusi perikardial pada pemeriksaan fisik

7Gangguan ginjala. Proteinuria persisten > 0,5 g/hr atau pemeriksaan +3 jika pemeriksaan kuantitatif tidak dapat dilakukan

atau

b. Cellular cast : eritrosit, Hb, granular, tubular atau campuran

8Gangguan sarafKejang

Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolik (uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan elektrolit)

atau

Psikosis

Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolik (uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan elektrolit)

9Gangguan darahTerdapat salah satu kelainan darah

Anemia hemolitik dengan retikulositosis

Leukopenia < 4000/mm3 pada >1 pemeriksaan

Limfopenia < 1500/mm3 pada >2 pemeriksaan

Trombositopenia < 100.000/mm3 tanpa adanya intervensi obat

10Gangguan imunologiTerdapat salah satu kelainan

Anti ds-DNA diatas titer normal

Anti-Sm(Smith) (+)

Antibodi fosfolipid (+) berdasarkan

kadar serum IgG atau IgM antikardiolipin yang abnormal

antikoagulan lupus (+) dengan menggunakan tes standar

tes sifilis (+) palsu, paling sedikit selama 6 bulan dan dikonfirmasi dengan ditemukannya Treponema palidum atau antibodi treponema

11Antibodi antinuklearTes ANA (+)

*Empat dari 11 kriteria positif menunjukkan 96% sensitivitas dan 96% spesifisitas

Sebagai tambahan dari sebelas kriteria tersebut, pengujian lainnya dapat membantu mengevaluasi pasien dengan lupus eritematosus sistemik untuk menentukan keparahan organ-organ yang terlibat. Termasuk diantaranya darah rutin dengan laju endap darah, pengujian kimia darah, analisa langsung cairan tubuh lainnya, serta biopsi jaringan. Kelainan cairan tubuh dan sampel jaringan dapat membantu diagnosis lanjut lupus eritematosus sistemikDiagnosis banding

Dengan adanya gejala di berbagai organ, maka penyakit-penyakit yang didiagnosis banding banyak sekali. Beberapa penyakit yang berasosiasi dengan LES mempunyai gejala-gejala yang dapat menyerupai LES, yaitu arthritis reumatika, sklerosis sistemik, dermatomiositis, dan purpura trombositopenik.

Prognosis Sistemic Lupus EritematosusAngka harapan hidup :

5 tahun : 85-88%

10 tahun : 76-87%

Penyebab utama kematian pada LES adalah akibat :

a. Infeksi penyakit

b. Nefritis lupus

c. Konsekuensi gagal ginjal (termasuk terapinya)

d. Penyakit kardiovaskular

e. Lupus sistem saraf pusat

Trombosis arteri mempunyai prognosis buruk. Penyakit ginjal merupakan indikator prognosis yang paling buruk pada LES, dikarenakan tuter antibodi pengikat DNA positif/meningkat, yang berkaitan dengan keterlibatan ginjal, dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk.LI.3 Mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan laboratorium untuk penyakit autoimun

Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan darah lengkap untuk melihat jumlah leukosit, trombosit, limfosit dan kadar Hb dan LED. LED yang meningkat menandakan aktifnya penyakit.

Pemeriksaan CRP sangat membantu untuk membedakan lupus aktif dengan infeksi. Pada lupus yang aktif kadar CRP norma atau meningkat tidak bermakna, sedangkan pada infeksi terdapat peningkatan CRP yang sangat tinggi. Pemeriksaan komplemen C3 dan C4 membantu untuk menilai aktivitas penyakit. Pada keadaan aktif kadar kedua komplemen ini rendah.Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Lab yang dilakukan thd pasien LES:

a. Tes ANA (Anti Nuclear Antibody)

Tes ANA memiliki sensitivitas yang tinggi namun spesifitas yang rendah

b. Tes Anti dsDNA (double stranded)

Tes ini sangat spesifik untuk LES, biasanya titernya akan meningkat sebelum LES kambuh.

c. Tes Antibodi anti-S (Smith)

Antibodi spesifik terdapat 20-30% pasien

d. Tes Anti-RNP (Ribonukleoprotein), anti-ro/anti-SS-A, anti-La (antikoagulan lupus anti SSB, dan antibodi antikardiolipin).Titernya tidak terkait dengan kambuhnya LESe. Komplemen C3, C4, dan CH50 (komplemen hemolitik)

f. Tes sel LE

Kurang spesifik dan juga positif pada arthritis rheumatoid, syndrome sjogren, scleroderma, obat, dan bahan-bahan kimia lain

g. Tes anti ssDNA (single stranded)

Pasien dengan anti ssDNA positif cenderung menderita nefritisPemeriksaan serologiTes ANA merupakan pemeriksaan serologi awal. ANA tes juga di pakai untuk menilai aktivitas penyakit. Antibodi antibodi lainnya mempunyai sensitivitas dan spesivitas yang berbeda beda.

Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dokter untuk membuat diagnosa LES, antara lain :

a. Pemeriksaan anti-nuclear antibodi (ANA) yaitu : pemeriksaan untuk menentukan apakah auto-antibodi terhadap inti sel sering muncul di dalam darah.

b. Pemeriksaan anti ds DNA ( Anti double stranded DNA ) yaitu : untuk menentukan apakah pasien memiliki antibodi terhadap materi genetik di dalam sel.

c. Pemeriksaan anti-Sm antibodi yaitu : untuk menentukan apakah ada antibodi terhadap Sm (protein yang ditemukan dalam sel protein inti).

d. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan immune complexes (kekebalan) di dalam darah

e. Pemeriksaan untuk menguji tingkat total dari serum complement (kelompok protein yang dapat terjadi pada reaksi kekebalan) dan pemeriksaan untuk menilai tingkat spesifik dari C3 dan C4 dua jenis protein dari kelompok pemeriksaan ini.

f. Pemeriksaan sel LE (LE cell prep) yaitu : pemeriksaan darah untuk mencari keberadaan jenis sel tertentu yang dipengaruhi membesarnya antibodi terhadap lapisan inti sel lain pemeriksaan ini jarang digunakan jika dibandingkan dengan pemeriksaan ANA, karena pemeriksaan ANA lebih peka untuk mendeteksi penyakit Lupus dibandingkan dengan LE cell prep.

g. Pemeriksaan darah lengkap, leukosit, thrombosit

h. Urine Rutin

i. Antibodi Antiphospholipid

j. Biopsy Kulit

k. Biopsy Ginjal

Hasil pemeriksaan ANA positif pada hampir semua pasien dengan sistemik lupus dan ini merupakan pemeriksaan diagnosa terbaik yang ada saat ini untuk mengenali sistemik lupus.

Hasil pemeriksaan ANA negatif merupakan bukti kuat bahwa lupus bukanlah penyebab sakitnya orang tersebut --- walaupun sangat jarang terjadi dimana LES muncul tanpa ditemukannya ANA.

Kemungkinan seseorang mempunyai pemeriksaan ANA positif akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pola dari hasil pemeriksaan ANA sangat membantu dalam menentukan jenis penyakit auto imun yang muncul dan menentukan program pengobatan seperti apa yang cocok bagi seorang pasien Lupus. Hasil pemeriksaan ANA bisa positif pada banyak keadaan, oleh karena itu dalam pemeriksaan ANA harus di dukung dengan catatan kesehatan pasien serta gejala-gejala klinis lainnya. Karena itu apabila hasil tes laboratorium ANA positif (hanya ANA saja) tidak cukup untuk mendiagnosa lupus. Lain halnya jika ANA negatif merupakan bantahan terhadap lupus akan tetapi tidak sepenuhnya mengesampingkan adanya penyakit tersebut.

Bagaimanapun juga jika hasil pemeriksaan ANA positif, bukanlah bukti keberadaan Lupus, karena hasil pemeriksaan juga bisa positif terhadap :

a. Orang - orang dengan penyakit jaringan connective lainnya.

b. Pasien yang sedang diobati dengan obat-obatan tertentu, misal menggunakan obat prokrainamid, hidralazin, isoniazidklorpromazin. dan

c. Orang-orang dengan kondisi selain dari lupusseperti skeloderma, sjogrens syndrome,rematik arthritis, penyakit kelenjar gondok (thyroid), penyakit hati (liver)

LI.4 Mampu menjelaskan tentang perspektif islam, tentang sabar, ikhlas, ridha menghadapi musibah1. SABAR

Secara etimologi, sabar (ash-shabr) berarti: al-habs atau al-kaff (menahan), Allah berfirman: Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari. (Al-Kahfi: 28)

Maksudnya: tahanlah dirimu bersama mereka.Secara istilah, definisi sabar adalah: menahan diri dalam melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu untuk mencari keridhaan Allah

Allah berfirman:

Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Rabbnya (Ar-Rad: 22).Macam macam sabarSabar terdiri dari 3 macam, yaitu:

a. Sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah

b. Sabar dalam meninggalkan perbuatan maksiat terhadap Allah

c. Sabar dalam menerima taqdir yang menyakitkan.

2. IKHLAS

Ikhlas menurut bahasa adalah sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan hal-hal yang bisa mencampurinya.

Definisi ikhlas menurut istilah syari (secara terminologi)Syaikh Abdul Malik menjelaskan, Para ulama bervariasi dalam mendefinisikan ikhlas namun hakikat dari definisi-definisi mereka adalah sama. Diantara mereka ada yang mendefenisikan bahwa ikhlas adalah menjadikan tujuan hanyalah untuk Allah tatkala beribadah, yaitu jika engkau sedang beribadah maka hatimu dan wajahmu engkau arahkan kepada Allah bukan kepada manusia.

Ada yang mengatakan juga bahwa ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia, yaitu jika engkau sedang melakukan suatu amalan tertentu maka engkau membersihkan dirimu dari memperhatikan manusia untuk mengetahui apakah perkataan (komentar) mereka tentang perbuatanmu itu. Cukuplah Allah saja yang memperhatikan amalan kebajikanmu itu bahwasanya engkau ikhlas dalam amalanmu itu untukNya. Dan inilah yang seharusnya yang diperhatikan oleh setiap muslim, hendaknya ia tidak menjadikan perhatiannya kepada perkataan manusia sehingga aktivitasnya tergantung dengan komentar manusia, namun hendaknya ia menjadikan perhatiannya kepada Robb manusia, karena yang jadi patokan adalah keridhoan Allah kepadamu (meskipun manusia tidak meridhoimu).

Ayat ayat al-quran tentang ikhlas :"Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)." (QS. Az-Zumar: 2-3)."Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama."

(QS. Az-Zumar: 2-3).3. RIDHO

Ridho () berarti suka, rela, senang, yang berhubungan dengan takdir (qodha dan qodar) dari Allah. Ridho adalah mempercayai sesungguh-sungguhnya bahwa apa yang menimpa kepada kita, baik suka maupun duka adalah terbaik menurut Allah. Dan apapun yang digariskan oleh Allah kepada hamba-Nya pastilah akan berdampak baik pula bagi hamba-Nya.

Macam macam ridhoMenurut Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, ridho terhadap takdir Allah terbagi menjadi tiga macam:1. Wajib direlakan, yaitu kewajiban syariat yang harus dijalankan oleh umat Islam dan segala sesuatu yang telah ditetapkan-Nya. Seluruh perintah-Nya haruslah mutlak dilaksanakan dan seluruh larangan-Nya haruslah dijauhkan tanpa ada perasaan bimbang sedikitpun. Yakinlah bahwa seluruhnya adalah untuk kepentingan kita sebagai umat-Nya.

2. Disunnahkan untuk direlakan, yaitu musibah berupa bencana. Para ulama mengatakan ridho kepada musibah berupa bencana tidak wajib untuk direlakan namun jauh lebih baik untuk direlakan, sesuai dengan tingkan keridhoan seorang hamba. Namun rela atau tidak, mereka wajib bersabar karenanya. Manusia bisa saja tidak rela terhadap sebuah musibah buruk yang terjadi, tapi wajib bersabar agar tidak menyalahi syariat. Perbuatan putus asa, hingga marah kepada Yang Maha Pencipta adalah hal-hal yang sangat diharamkan oleh syariat.

3. Haram direlakan, yaitu perbuatan maksiat. Sekalipun hal tersebut terjadi atas qodha Allah, namun perbuatan tersebut wajib tidak direlakan dan wajib untuk dihilangkan. Sebagaimana para nabi terdahulu berjuang menghilangkankemaksiatan dan kemungkaran di muka bumi.

Ayat al-quran tentnag ridho Sesungguhnya dien atau agama atau jalan hidup (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS Ali Imran ayat 19) Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah shollallahu alaih wa sallam itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS Al-Ahzab ayat 21)Sumber :

eramuslim ( media islam rujukan )

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja KG, Rengganis I. (2010). Imunologi Dasar. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Davey P. (2002). Medicine at a Glance. England : Blackwell Science Ltd.

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. (2005). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Isbagio H, Kasjmir Y.I, Setyohadi B, Suarjana N. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, vol III Jakarta : Departemen Penyakit Dalam FKUI.

Scrib, Interisti B. (2010). LES.

Silbernagl S, Lang F. (2007). Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC.