hemiparesa skenario 2.doc
DESCRIPTION
Laporan PBL neuroTRANSCRIPT
Skenario 2
Seorang laki-laki berusia 60 tahun dibawa ke Puskesmas karena tidak sadar setelah
jatuh di kamar mandi dan kepalanya terbentur pada dinding. Ia selama ini selalu datang
berobat karena menderita tekanan darah tinggi.
Kata Sulit
Tidak sadar (unconsciousness) merupakan suatu keadaan di mana orang tidak
menyadari, merasakan, dan menanggapi respon, baik yang berasal dari dalam
maupun luar tubuhnya, yang disebabkan adanya gangguan pada pusat kesadarannya
(batang otak).
Hipertensi ialah suatu kondisi di mana tekanan darah sistol lebih dari 140 mmHg
dan/atau diastol lebih dari 90 mmHg.
Kata Kunci
Laki-laki 60 tahun
Tidak sadar
Pasca trauma (kepala terbentur)
Hipertensi kronis
Pertanyaan
1. Apa diagnosis dari kasus tersebut?
2. Bagaimana patomekanismenya hingga pasien tersebut tidak sadar?
3. Bagaimana terapi yang harus diberikan, beserta prognosisnya?
4. Apa saja diagnosis banding yang memungkinkan pada kasus di atas?
Jawaban
Berdasarkan data-data pada kasus di atas, maka diagnosis yang paling mendekati
ialah stroke hemoragik akibat hipertensi. Berikut ini akan dibahas mengenai stroke
hemoragik hipertensif.
“Stroke digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis atau hemiparalisis akibat
lesi vaskular yang bisa bangkit dalam beberapa detik sampai hari, tergantung pada jenis
penyakit yang menjadi kausanya.”
(Harsono, 2005)
Pendahuluan
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.
Tepat di atas tengkorak, terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat dapat
digerakkan dengan bebas yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Di antara
kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang
mengandung pembuluh-pembuluh besar. Tepat di bawah galea terdapat ruang
subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika. (Schwartz,1999).
Tulang terdiri dari 2 dinding yang disebut tabula interna dan tabula eksterna.
Tabula interna mengandung alur-alur yang berisikan arteria meningea anterior, media dan
posterior. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges yang terdiri dari 3 lapisan
yaitu dura mater, araknoid, dan pia mater. Ruangan antara duramater dengan araknoid
disebut ruang subdural. Di antara araknoid dan pia mater terdapat ruang yang disebut ruang
subaraknoid, yang memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal. Pia mater adalah
membran halus yang amat kata pembuluh darah halus.
Di dalam pia mater inilah terdapat otak yang terbagi atas hemisfer kiri dan kanan
beserta sulkus-sulkus dan gyrus-gyrusnya. Secara garis besar otak terbagi atas lobus
frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, lobus oksipitalis, dan lobus insulae/centralis.
Otak kecil (cerebellum) dan batang otak (pons, medulla oblongata dan otak tengah).
Stroke merupakan gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan
atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Secara umum, stroke dapat
dibagi menjadi 2 tipe:
Non-hemorrhagic stroke (NHS) atau stroke iskemik yang disebabkan oleh iskemia-
infark cerebrum (karena trombus atau emboli), dan
Hemorrhagic stroke (HS) yang disebabkan oleh perdarahan intrakranium.
Adapun sistem arteri yang menyuplai darah ke cerebrum membentuk sebuah siklus
yang disebut circulus Willisi, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
1
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri
yang membentuk circulus Willisi: arteri carotis interna dan sistem vertebrobasilar atau
semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus
selama 15-20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Namun, tidak selamanya
seperti itu karena mungkin saja ada sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut.
Pada dasarnya, proses patologi stroke dapat disebabkan oleh (1) keadaan penyakit
pada pembuluh itu sendiri, (2) gangguan status aliran darah, (3) embolus, dan (4) ruptur
vaskular dalam otak.
Tanda dan Gejala-Gejala Stroke
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
Bagian sistem saraf pusat : kelemahan otot (hemiparese), kaku, menurunnya fungsi
sensorik
Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurunnya kemampuan membau,
mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun,
ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA), di mana merupakan serangan kecil atau serangan awal
stroke.
2
Telah diketahui bahwa 80% pemicu stroke adalah hipertensi dan
arteriosklerosis. Menurut statistik, 93% pengidap penyakit trombosis ada hubungannya
dengan penyakit tekanan darah tinggi.
Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik (15-20% dari semua stroke), dapat terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke ruang subaraknoid atau
langsung ke dalam jaringan otak. Mekanisme lain pada stroke hemoragik ialah pemakainan
kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan
perdarahan intraserebrum atau subaraknoid.
Faktor risiko yang paling utama yang dapat menyebabkan terjadinya stroke
hemoragik ialah adanya hipertensi kronis. (Brust, 2007)
Beberapa etiologi stroke hemoragik diperlihatkan seperti di bawah ini.
Perdarahan intracerebrum hipertensif
Perdarahan subaraknoid (PSA), terdiri atas ruptura aneurisma sakular (Berry), ruptura
malformasi arteriovena (MAV), dan trauma
Penyalahgunaan kokain, amfetamin
Perdarahan akibat tumor otak
Infark hemoragik
Penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan.
Stroke Hemoragik Hipertensif
Stroke hemoragik hipertensif atau pendarahan intraserebrum (parenkimatosa)
hipertensif paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan
ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak.
Beberapa ciri-ciri yang terjadi pada penderita stroke hemoragik hipertensif antara lain:
Paling sering terjadi saat pasien terjaga dan aktif
Menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif
dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hal ini dapat menyebabkan
hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan. (Price & Wilson, 2003)
Dapat terjadi gangguan lapangan pandang (perdarahan oksipitalis) maupun
kelemahan atau paralisis (kerusakan korteks motorik di lobus frontalis).
Mekanisme Hilangnya Kesadaran
Mekanisme hilangnya kesadaran yang dialami oleh pasien dalam kasus di atas
dapat terjadi sebagai berikut.
3
Perdarahan intracranium menyebabkan banjirnya aliran darah ke sekitarnya dan
menekan pusat kesadaran yang terdapat di batang otak, sehingga fungsi batang otak
untuk mempertahankan kesadaran menjadi terganggu.
Selain menekan pusat kesadaran, bocornya pembuluh darah di otak juga dapat
menyebabkan meningkatnya tekanan intrakranial (TIK). Hal ini dapat menyebabkan
(1) tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam tengkorak yang
volumenya tetap, dan (2) vasospasme reaktif pembuluh darah-pembuluh darah yang
terpajan darah bebas di ruang subaraknoid; sehingga menyebabkan kerusakan fungsi
otak dan hilangnya kesadaran.
Alternatif lainnya ialah hilangnya kesadaran disebabkan oleh trauma kapitis berupa
benturan pada kepala yang langsung mengenai pusat kesadaran, sehingga kesadaran
menjadi terganggu. Hanya saja, patomekanisme ini kurang sesuai untuk diagnosis
stroke, melainkan untuk mendiagnosis perdarahan yang terjadi akibat trauma kapitis.
Perdarahan yang Mungkin Terjadi
Jenis perdarahan yang mungkin terjadi pada kasus di atas ialah:
Perdarahan epidural (antara sisi dalam cavum cranii dengan dura mater), yaitu
terutama mengenai arteri menigeal media yang cukup besar sehingga efek perdarahan
dan peningkatan TIK akan berlangsung dengan cepat.
Perdarahan subdural (antara dura mater dengan araknoid mater), terjadi di dalam
sinus venosus sehingga yang mengalami perdarahan ialah hanya pembuluh vena saja
(efeknya lambat terasa). Namun, perdarahan subdural ini paling banyak terjadi pada
pasien yang berusia lanjut, sebab pada pasien yang berusia lanjut (>60 tahun) maka
otaknya akan mengalami atrofi, sedangkan ukuran craniumnya tetap, menyebabkan
ruang subdural akan semakin merenggang. Akibatnya, pembuluh-pembuluh darah
yang terdapat di dalam ruang subdural akan menegang sehingga mudah terjadi ruptur
dan robek.
Perdarahan subaraknoid (antara araknoid mater dengan pia mater atau di dalam
spatium subarachnoidea), yaitu mengenai jaring-jaring pembuluh darah kapiler yang
kecil namun banyak (end artery).
Diagnosis Stroke Hemoragik Hipertensif
Untuk mendiagnosis stroke hemoragik hipertensif dari diagnosis banding yang
lainnya, dapat ditandai dengan:
Pencitraan dengan CT scan atau MRI
Pemeriksaan sinar-X toraks
Punksi lumbal
4
USG karotis
Angiografi serebrum
Doppler transkranium
Pemindaian dengan positron emission tomography (PET).
Pada umumnya, metode-metode di atas digunakan untuk memantau apakah terjadi
perdarahan pada pembuluh darah di otak, maupun untuk mengecek kausa hipertensi, atau
mengetahui keadaan iskemik pada otak pasca serangan stroke.
Terapi untuk Stroke Hemoragik Hipertensif
Terapi utama untuk stroke hemoragik hipertensif ialah menurunkan tekanan darah
dengan obat-obatan antihipertensi seperti kaptopril, beta-blocker, diuretika,
antiadrenergika, pemblokade kalsium, inhibitor enzim konvertasi angiotensin, dll. Tidak
banyak yang dapat dilakukan terhadap perdarahan yang sudah terjadi. Selain itu,
pemantauan dan terapi terhadap peningkatan TIK serta evaluasi bekuan (apabila tingkat
kesadaran memburuk) merupakan satu-satunya intervensi yang kemungkinan memiliki
dampak positif terhadap prognosis.
Alternatif lain adalah dengan dekompresi bedah yang umumnya digunakan untuk
mengatasi perdarahan yang telah terjadi. Juga dengan menggunakan endarterektomi karotis
(untuk memperbaiki sirkulasi otak) karena stroke ini disertai dengan hipertensi.
Prognosis
Prognosis dari stroke hemoragik hipertensif mencakup usia harapan hidup dan
perbaikan neurologik. Berikut ini suatu skala ICH (intracerebral hemorrhage) yang dapat
digunakan untuk menentukan prognosis dari suatu stroke hemoragik.
Komponen Poin
Glasgow Coma Scale (GCS)
3-4
5-12
13-15
2
1
0
Volume ICH
≥30 mL
<30 mL
1
0
Perdarahan inraventrikular
Ya
Tidak
1
0
5
Berasal dari infratentorial
Ya
Tidak
1
0
Usia ≥80 tahun
Ya
Tidak
1
0
Skor ICH Total 0-6
Skor Kematian dalam 30 hari (%)
0
1
2
3
4
5
0
13
26
72
97
100
(sumber: Hemphill JC, et al. The ICH Score. Stroke 2001)
6
Stroke Iskemik
Sekitar 80-85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi cerebrum. Obstruksi dapat disebabkan
oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau
organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk
di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak
sebagai suatu embolus.
Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolik primer, termasuk
aterosklerosis, arteritis, keadaan hiperkoagulasi, dan penyakit jantung struktural. Namun,
trombosis yang menjadi penyulit aterosklerosis merupakan penyebab pada sebagian besar
kasus stroke trombotik, dan embolus dari pembuluh besar atau jantung merupakan
penyebab tersering stroke embolik. (Smith et al., 2001)
Adapun patomekanisme dari stroke iskemik ini ialah karena trombus atau emboli
yang terbentuk akan menyumbat pembuluh darah di otak, di mana hal tersebut akan
menyebabkan aliran darah (dan oksigen) ke daerah tersebut terganggu. Akibatnya, jaringan
sekitar sana tidak mendapat cukup oksigen sehingga mengalami iskemik dan akhirnya
menyebabkan stroke.
Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan penyebabnya, yaitu:
stroke lakunar, stroke trombotik pembuluh besar, stroke embolik, dan stroke kriptogenik.
Adapun alasan dimasukkannya stroke iskemik sebagai salah satu diagnosis banding
ialah:
Faktor usia, di mana stroke iskemik umumnya terjadi pada orang-orang lanjut usia
yang mengalami aterosklerosis sehingga terbentuk trombus maupun emboli.
Faktor hipertensi, di mana jika pasien menderita aterosklerosis dsb, maka tekanan
darah yang tinggi serta aliran darah yang cepat akan dapat mengikis trombus yang
telah terbentuk, kemudian terbawa aliran darah hingga ke otak dan menyebabkan
stroke iskemik.
Sedangkan faktor-faktor yang kurang mendukung diagnosis stroke iskemik ini
antara lain sebagai berikut.
Faktor hilangnya kesadaran, padahal pada kasus stroke iskemik, gejala hilangnya
kesadaran sangat minim terjadi, dikarenakan stroke iskemik biasanya tidak
menunjukkan gejala-gejalanya secara cepat.
Faktor serangan yang terjadi saat pasien sedang aktif. Penderita stroke iskemik
biasanya mengalami serangan stroke saat sedang tidur (tidak aktif), berbeda dengan
7
pasien stroke hemoragik yang mengalami serangan saat sedang beraktivitas (karena
faktor pemicu hipertensinya).
Trauma Kapitis-Hematoma Subdural
Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa
tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara.
Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalu lintas.
Trauma kapitis secara garis besar dapat dikelompokkan atas komosio serebri (gegar
otak), edema serebri traumatik, kontusio serebri (memar otak), hematoma epidural,
hematoma subdural (higroma-hidroma), hematoma subaraknoidal, dan fraktura tengkorak.
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung
pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur
tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural,
subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu
gegar otak atau cedera struktural yang difus.
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini
mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan
otak di tempat benturan yang disebut “coup” atau ditempat yang berseberangan dengan
benturan (contra coup).
Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan udem yang dapat
menyebabkan herniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan otak
tersebut dapat mengalami iskemik, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian meninggal.
Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera
kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena
berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke
otak yang menurun, misalnya akibat syok. Karena itu, pada cedera kepala harus dijamin
bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu
sehingga oksigenisasi cukup
Pada skenario yang diberikan, diagnosis yang mungkin mendekati ialah hematoma
epidural maupun subdural. Untuk lokasinya, tidak dapat ditentukan dengan pasti hanya dari
skenario saja, melainkan butuh pemeriksaan lebih lanjut seperti CT scan maupun MRI.
Adapun bahan pertimbangan yang menjadi dasar dimasukkannya hematoma
epidural/subdural sebagai pilihan diagnosis banding ialah:
Faktor hilangnya kesadaran, sebab jika terjadi perdarahan pada otak (hematoma)
maka gejala yang paling umum ialah hilangnya kesadaran. Sayangnya, pada skenario
8
tidak disebutkan berapa lama pasien kehilangan kesadarannya, sebab hal itu sangat
krusial untuk menentukan jenis dan lokasi perdarahannya.
Faktor trauma, yakni pasien yang kehilangan kesadaran setelah kepalanya membentur
dinding. Hematoma epidural/subdural memang disebabkan oleh trauma kapitis,
sedangkan stroke tidak. Hal inilah yang paling menunjang diagnosis trauma kapitis
ini; dan sebaliknya paling melemahkan diagnosis stroke hemoragik; sebab tidak dapat
diketahui apakah pasien tidak sadar karena trauma kapitisnya ataukah tidak sadar
karena serangan strokenya (baru kemudian membentur dinding).
Sedangkan hal-hal yang melemahkan diagnosis trauma kapitis ini sebagai berikut:
Faktor hipertensi. Meskipun hal ini tidak terlalu berpengaruh (karena baik orang
hipertensi maupun tidak hipertensi mengalami probabilitas yang sama untuk
mengalami trauma kapitis), namun dengan dimasukkannya faktor hipertensi ini
dalam kasus menandakan hal tersebut sedikitnya harus dipertimbangkan sebagai
bagian dari kasus; dan faktor hipertensi itu lebih mengarahkan diagnosisnya kepada
stroke hemoragik hipertensif.
Tabel Diagnosis Banding
Tanda dan Gejala Stroke Hemoragik Trauma Kapitis Stroke Iskemik
Laki-laki, 60 tahun + + +
Hilang kesadaran + + -
Pasca trauma - + -
Riwayat hipertensi + - +
Onset kejadian Pasien sedang aktif Tak tentu Pasien tidak aktif
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa diagnosis pasti dari skenario yang diberikan
belum dapat ditentukan dengan pasti, jika hanya berpegang pada data-data yang diberikan
dalam skenario. Oleh sebab itu, diperlukan pemeriksaan dan penelitian yang lebih lanjut
untuk memastikan diagnosisnya.
9
Brust, John C. M. 2007. Current Diagnosis & Treatment in Neurology. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mardjono, Mahar dan Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Markam, Soemarmo. 2002. Neurologi Praktis. Jakarta: Widya Medika.
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.
10