skenario 3 kedkom

50
Vivi Vionita 1102012303 1. Memahami dan Menjelaskan RISKESDAS DEFINISI Riset Kesehatan Dasar adalah riset berbasis masyarakat untuk mendapatkan gambaran kesehatan dasar masyarakat, termasuk biomedis yang menggunakan sampel Susenas Kor dan informasinya mewakili tingkat kabupaten/kota, Propinsi dan nasional. TUJUAN dan MANFAAT a.Tujuan Umum Mengetahui data dasar kesehatan untuk keperluan perencanaan di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional. b. Tujuan khusus: a. Mengukur prevalensi penyakit menular dan tidak menular, riwayat penyakit keturunan termasuk data biomedisnya b. Mengetahui faktor risiko penyakit menular dan tidak menular c. Mengetahui ketanggapan sistem kesehatan di unit pelayanan kesehatan d. Mengukur angka kematian dan menelusuri sebab kematian MANFAAT PENELITIAN 1. Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota: - Mampu merencanakan, melaksanakan survei kesehatan lanjutan di wilayahnya. - Mampu menyusun perencanaan program lebih akurat, sesuai situasi dan kondisi tiap kabupaten/kota. - Mempunyai bahan advokasi yang berbasis bukti. 2. Untuk Provinsi dan Pusat - Mampu memetakan masalah kesehatan dan menajamkan

Upload: vivi-vionita

Post on 08-Nov-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kedkom

TRANSCRIPT

Vivi Vionita11020123031. Memahami dan Menjelaskan RISKESDASDEFINISIRiset Kesehatan Dasar adalah riset berbasis masyarakat untuk mendapatkan gambaran kesehatan dasar masyarakat, termasuk biomedis yang menggunakan sampel Susenas Kor dan informasinya mewakili tingkat kabupaten/kota, Propinsi dan nasional.TUJUAN dan MANFAATa.Tujuan Umum

Mengetahui data dasar kesehatan untuk keperluan perencanaan di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional.

b. Tujuan khusus:a.Mengukur prevalensi penyakit menular dan tidak menular, riwayat penyakit keturunan termasuk data biomedisnya

b.Mengetahui faktor risiko penyakit menular dan tidak menular

c.Mengetahui ketanggapan sistem kesehatan di unit pelayanan kesehatan

d.Mengukur angka kematian dan menelusuri sebab kematian

MANFAAT PENELITIAN1.Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota:

-Mampu merencanakan, melaksanakan survei kesehatan lanjutan di wilayahnya.

-Mampu menyusun perencanaan program lebih akurat, sesuai situasi dan kondisi tiap kabupaten/kota.

-Mempunyai bahan advokasi yang berbasis bukti.

2.Untuk Provinsi dan Pusat

-Mampu memetakan masalah kesehatan dan menajamkan prioritas pembangunan kesehatan antar wilayah.

METODOLOGI1. Kerangka Konsep

2. Disain RisetDisain penelitian adalah survei berskala besar, potong lintang (cross-sectional), non-intervensi/observasi

3. Tempat dan WaktuLokasi riset adalah seluruh provinsi (33 provinsi), di seluruh kabupaten/ kota (+ 400 kabupaten/ kota), di Indonesia.

4. Populasi dan SampelPopulasi riset untuk Riskesdas adalah semua rumah-tangga di Indonesia. Sampel untuk Riskesdas adalah rumah-tangga terpilih di BS terpilih menurut sampling yang dilakukan oleh BPS untuk Susenas 2007 (sampel Kor).

Seluruh anggota rumah-tangga terpilih merupakan unit observasi/ pengamatan dalam rumah-tangga, sesuai dengan kuesioner yang telah disiapkan. Instrumen untuk wawancara, pemeriksaan antropometri dipergunakan untuk seluruh anggota rumah tangga terpilih.

Sampel garam rumah-tangga untuk pemeriksaan titrasi kadar Yodium dan sampel pemeriksaan yodium dalam urin sebesar 10 persen dari BS terpilih. Responden pemeriksaan urin adalah anak usia sekolah (6-12 tahun), laki-laki atau perempuan.

Untuk data biomedis dengan pengambilan spesimen darah, hanya 10 persen BS yang dipilih di daerah perkotaan dan pedesaan, atau sebesar 28 ribu rumah-tangga. Sampel untuk biomedis sebanyak 4 anggota rumah tangga dengan klasifikasi 2 orang dewasa laki-laki dan perempuan (kepala rumah tangga dengan istri/suami), satu anak balita (1-4 tahun), dan satu anak (5-14 tahun).

5. Kerangka SampelKerangka pengambilan sampel (sampling frame) menggunakan blok sensus (BS) dari Badan Pusat Statistik (BPS). Cara pengambilan sampel adalah cluster sampling dengan menggunakan blok sensus BPS. Rancangan sampel 2 tahap di daerah perkotaan dan 3 tahap di daerah perdesaan. Untuk rancangan sampel 2 tahap, tahap-1 dari kerangka sampel BS dipilih sejumlah BS secara PPS (probability proportional to size) menggunakan linear systematic sampling dengan size adalah banyaknya rumah-tangga hasil listing di setiap BS hasil P4B (Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan). Pada tahap-2, dari jumlah rumah-tangga hasil listing di tiap BS terpilih, dipilih 16 rumah-tangga secara linear systematic sampling. Untuk rancangan sampel 3 tahap, hampir sama dengan 2 tahap, hanya sesudah tahap-1, dibentuk sejumlah sub-BS. Selanjutnya dipilih satu sub-BS secara PPS dengan size banyaknya rumah-tangga hasil listing di setiap sub-BS hasil P4B. Pada tahap-3, dari jumlah rumah-tangga hasil listing di tiap BS terpilih, dipilih 16 rumah-tangga secara linear systematic sampling.

6. Besar SampelBerdasarkan perhitungan dengan rumus:

n =Z2 x P (1-P) x DE d2

Bila digunakan p=50%, z=1,96 dan d=0,15 maka besar sampel adalah 171 rumah tangga / kecamatan. Penggunaan cluster sampling memerlukan design effect, yang biasanya dipakai angka 2, sehingga jumlah sampel per kecamatan adalah 171 x 2 = 342 rumah tangga. Perkiraan drop out sebesat 10%, maka sampel yang dibutuhkan adalah 100/90 x 342 = 381 rumah tangga. Untuk kepraktisan di lapangan maka dibulatkan besar sampel per kabupaten adalah 400 rumah tangga.

Dengan menggunakan kerangka sampling BPS dan perkiraan jumlah sampel di atas, di seluruh Indonesia didapatkan 280 ribu rumah-tangga terpilih. Jumlah rumah-tangga tiap provinsi dan kabupaten/ kota berbeda sesuai dengan prinsip PPS tersebut.

Rumah tangga terpilih oleh BPS dalam KOR Susenas 2007, apabila dalam proses pengumpulan data Riskesdas menolak, tidak dapat digantikan dengan rumah-tangga lainnya

7. Kriteria Inklusi dan EksklusiSeluruh anggota rumah tangga dalam rumah tangga terpilih dijadikan sebagai responden untuk wawancara dengan kuesioner yang telah disiapkan, dan dilakukan pengukuran antropometri.

Pemeriksaan visus pada responden usia 5 tahun.

Pemeriksaan gigi permanen. pada responden usia 12 tahun.Pemeriksaan tekanan darah pada responden usia 12 tahunSampel responden pemeriksaan yodium dalam urin adalah anak usia sekolah (6-12 tahun) laki-laki atau perempuan.

Sedangkan pengambilan spesimen darah dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria inklusiSemua orang yang terpilih dalam DSRT-BPS dimasukkan sebagai responden dengan kriteria sebagai berikut : Anak usia 12 59 bulan Anak usia 5 14 tahun Perempuan dewasa usia 15 tahun Laki-laki dewasa usia 15 tahun

b. Kriteria eksklusi Usia diluar kriteria inklusi Ibu hamil Sakit berat Jompo Menolak menjadi responden

8. Data yang DikumpulkanJenis data yang dikumpulkan secara lengkap dapat dilihat pada Instrumen terlampir. Secara garis besar data yang dikumpulkan terdiri dari blok-blok pertanyaan sebagai berikut:a.Pengenalan Tempat

b.Keterangan Rumah-tangga

c.Keterangan Pewawancara

d.Keterangan Anggota Rumah-tangga

e.Mortalitas

f.Autopsi Verbal untuk Kejadian Kematian

g.Manajemen Pelayanan Kesehatan

h.Sanitasi Lingkungan

i.Konsumsi Makanan Rumah-tangga

j.Penyakit Menular, Tidak Menular, dan riwayat penyakit turunan

k.Ketanggapan Pelayanan Kesehatan (Rawat Inap dan Rawat Jalan)

l.Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Kesehatan

m.Disabilitas/ ketidak mampuan

n.Kesehatan Mental

o.Imunisasi dan Pemantauan Pertumbuhan Balita

p.Kesehatan bayi

q.Pengukuran dan Pemeriksaan

Jenis data biomedis dari spesimen darah yang dikumpulkan menghasilkan data tentang:a.Penyakit menular (DHF, TB paru, malaria, rubella, HIV, demam typhoid, PMS, CMV).

b.Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (DPT, polio, campak, hepatitis).

c.Penyakit tidak menular/ kronik degeneratif (DM, dislipidemia, thyroid, kardiovaskuler, thrombosis, neoplasma).

d.Kelainan gizi (anemia, defisiensi mikronutrien).

e.Penyakit kelainan bawaan (thalasemia).

Semua sampah biomedis akan dikelola oleh RS yang ditunjuk untuk dimusnahkan sesuai proseduruniversal precaution.

9. Prosedur Pengambilan, Transportasi, Penyimpanan dan Pemeriksaan Spesimen Darah*Prosedur Pengambilan, Transportasi, Penyimpanan dan Pemeriksaan Spesimen Darah.

*Untuk pemeriksaan spesimen secara biologi molekuler dan imunologi akan dilakukan secara bertahap. Seluruh spesimen darah akan disimpan di laboratorium Badan Litbang Kesehatan, Jakarta.

*Sebagian hasil pemeriksaan akan disampaikan kepada responden, sebagian ke Puskesmas, sebagian ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk ditindak-lanjuti.

*Seluruh pemeriksaan spesimen darah dilakukan sesuai prosedur baku yang dilakukan di laboratorium kesehatan.

10. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan DataPengembangan instrumen kuesioner dilakukan oleh Pokja Persiapan Riskesdas berdasarkan indikator yang telah disepakati di tingkat global seperti Millennium Development Goals (MDGs), Grand Strategy Kesehatan, Standar Pelayanan Minimal (SPM), maupun masukan dari Unit Utama Depkes.

Instrumen dan peralatan terdiri dari:a.Kuesioner (Daftar Sampel Rumah Tangga DSRT, instrumen rumah-tangga dan Individu).

b.Kantong plastik untuk sampel garam

c.Peralatan medis (pengukur tekanan darah digital, alat pemeriksaan visus, alat pemeriksaan gigi)

d.Peralatan antropometri (alat ukur tinggi dan panjang badan (microtoise, length measuring board), timbangan berat badan digital, pita lingkar lengan atas LILA, pita ukur lingkar perut).

e.Pot penampung urin

f.Peralatan pengambilan darah vena

g.Peralatan penyimpanan spesimen darah (sebelum dikirim ke Badan Litbang Kesehatan).

Prosedur pengumpulan data akan dilakukan dengan membentuk tim yang terdiri dari 4 orang yaitu: 1 orang ketua tim sekaligus sebagai koordinator lapangan 3 orang pewawancara, sekaligus melakukan pengukuran dan pemeriksaan

Setiap tim bertanggung jawab pada 10 15 BS yang akan diselesaikan dalam waktu 4-6 minggu. Jumlah tim pengumpul data di tiap Kabupaten/ Kota bervariasi, tergantung pada jumlah BS.

Pengumpulan data Riskesdas dilakukan sesudah pengumpulan data Susenas 2007 (yang dilakukan oleh BPS). Bila pengumpulan data Susenas dilakukan bulan Juli Agustus 2007, pelaksanaan pengumpulan data Riskesdas akan dilakukan segera sesudahnya yaitu bulan September November 2007. Semua sampel Susenas (Kor) sebanyak 280 ribu rumah-tangga merupakan juga sampel Riskesdas (tidak dapat dilakukan penggantian sample).

Pengukuran antropometri, pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan visus dan gigi-mulut, dilakukan sesuai dengan prosedur baku (lihat lampiran).

Untuk pengumpulan data biomedis (spesimen darah), dilakukan oleh tim tersendiri yang terdiri dari 2 orang petugas laboratorium yang ditunjuk. Pengumpulan data biomedis dilakukan hanya pada sub-sampel (10 persen dari BS terpilih di daerah perkotaan dan pedesaan).

Untuk pengambilan spesimen, berdasarkan kelaziman di lapangan, diputuskan hal-hal sebagai berikut:1.Bayi tidak diambil darah.

2.Anak balita (1-4 tahun) dan anak (5-14 tahun) diambil darahnya sebanyak 5 cc, separuh untuk pemeriksaan langsung di lapangan, separuh disimpan untuk selanjutnya dikirim ke pusat (Balitbangkes) untuk pemeriksaan serologis.

3.Dewasa perempuan dan laki-laki diambil darahnya sebanyak 15 cc, 5 cc untuk pemeriksaan langsung di lapangan dan sisanya disimpan untuk selanjutnya dikirim ke pusat (Balitbangkes) untuk pemeriksaan serologis.

Jumlah subyek yang diambil darahnya adalah sebagai berikut:SubyekVolumePeruntukan

Anak balita5 cc 2 cc untuk pemeriksaan langsung 3 cc untuk pemeriksaan serologis

Anak5 cc 2 cc untuk pemeriksaan langsung 3 cc untuk pemeriksaan serologis

Dewasa perempuan15 cc 5 cc untuk pemeriksaan langsung 10 cc untuk pemeriksaan serologis

Dewasa laki-laki15 cc5 cc untuk pemeriksaan langsung 10 cc untuk pemeriksaan serologis

Darah untuk pemeriksaan serologis akan dimasukkan ke dalam tabung dan secara berkala (diperkirakan setiap 3 hari atau 2 kali seminggu) dibawa oleh kurir ke laboratorium terdekat yang mempunyai fasilitas penyimpanan darah.

11. Bahan Pengumpulan DataBahan pengumpulan data terdiri dari instrumen pengumpulan data (kwesioner) dan peralatan.Kuesioner untuk wawancara telah diuji-coba terlebih dahulu untuk mengetahui masalah dalam tingkat kesulitan, pemahaman bahasa dan istilah kesehatan, alur pertanyaan. Kuesioner hari uji coba direvisi. Alat pengukuran akan ditera sebelumnya, untuk meningkatkan validitasnya.

12. Organisasi Pengumpulan DataOrganisasi pengumpulan data Riskesdas adalah sebagai berikut:1.Di tingkat pusat dibentuk Tim Penasehat, Tim Pengarah, Tim Pakar, Tim Teknis, Tim Manajemen dan Tim Pelaksana Pusat:

-Tim Penasehat terdiri dari Menkes dan Kepala BPS, Kepala BKKBN dan Pejabat eselon I Depkes.

-Tim Pengarah terdiri dari Kabadan, Pejabat eselon I, eselon II Depkes dan sektor terkait.

-Tim Pakar terdiri dari para ahli di bidangnya masing-masing.

-Tim Teknis terdiri dari Pejabat eselon II di lingkungan Balitbangkes dan BPS

-Tim Manajemen terdiri dari Pejabat eselon II, eselon III Balitbangkes

-Tim Pelaksana Pusat membentuk Koordinator Wilayah (korwil), setiap korwil mengkoordinir beberapa provinsi.

2.Di tingkat provinsi dibentuk Tim Pelaksana Riskesdas Provinsi:

-Tim Pelaksana di tingkat provinsi diketuai oleh Kadinkes Provinsi, Kasubdin Bina Program, Peneliti Balitbangkes, dan Kasie Litbang/ Kasie Puldata Dinkes Provinsi.

3.Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Tim Pelaksana Riskesdas Kabupaten/Kota :

-Tim Pelaksana di tingkat kabupaten/ kota diketuai oleh Kadinkes Kabupaten, Kasubdin Bina Program tingkat kabupaten, Peneliti Balitbangkes, Politeknik Kesehatan (Poltekes), dan Kasie Litbangda.

Di tingkat Kabupaten/ Kota dibentuk Tim Pengumpul Data. Banyaknya tim pengumpul data tergantung kepada jumlah Blok Sensus (BS) di Kabupaten/ Kota tersebut. Setiap tim pengumpul data mencakup 10 15 BS. Tiap tim pengumpul data terdiri dari 4 orang yang diketuai oleh Ketua Tim (Katim). Kriteria tim pengumpul data (termasuk Katim) adalah minimal D3 bidang kesehatan terutama keperawatan, dapat bekerja penuh selama pengumpulan data Riskesdas yang diperkirakan selama 1 bulan di lapangan.

Tenaga pengumpul data akan direkrut dari tenaga Poltekkes, tenaga Stikes. Kekurangan tenaga pengumpul data dapat menggunakan staf Dinas Kesehatan kabupaten dengan persetujuan kepala bidang masing-masing untuk dibebaskan dari tugas rutin.

Tenaga pengumpul darah adalah tenaga laboratorium yang telah disepakati

13. Manajemen dan Analisis DataData hasil pengukuran dan wawancara tiap tim dikumpulkan di Tim Pelaksana tingkat Kabupaten. Kelengkapan data tersebut telah diverifikasi oleh Ketua Tim. Manajemen data dilakukan oleh Korwil masing-masing. Manajemen data di korwil meliputi penomoran, editing, pemrosesan data (data entry, dan cleaning). Program komputer untuk manajemen data tersebut disiapkan oleh Badan Litbang Kesehatan. Untuk data autopsi verbal (sebab kematian), setelah diberi nomor/dibukukan, dikirim ke tingkat pusat (Balitbangkes) untuk dianalisis dan ditegakkan diagnosis penyebab kematian, sesuai International Classification of Diseases, tenth revision (edisi 2006).

Setelah masing-masing korwil menyelesaikan manajemen data, data dikirim ke pusat (Balitbangkes) untuk disatukan, dilakukan verifikasi akhir dan pembobotan. Analisis awal tingkat nasional akan dilakukan di tingkat pusat. Data yang telah bersih, akan dikembalikan ke masing-masing korwil guna dilakukan analisis. Analisis data di tingkat Kabupaten/Kota berupa frekuensi distribusi dan tabulasi silang terhadap berbagai variabel. Untuk data yang representatif pada tingkat provinsi, akan dianalisis di tingkat provinsi. Dinas Kesehatan Povinsi melakukan analisis data untuk membandingkan indikator kesehatan antar kabupaten dan profil kesehatan tingkat provinsi.

Balitbangkes melakukan analisis di tingkat pusat untuk membandingkan indikator kesehatan antar provinsi, profil kesehatan nasional dan membuat analisis kecenderungan, membandingkan dengan hasil survei sejenis yang sudah dilakukan pada periode sebelumnya dan membandingkan hasil survei serupa dengan negara lain.

Memahami dan menjelaskan PHBS

Visi pembangunan kesehatan saat ini adalah Indonesia sehat 2014 untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berkeadilan.

Visi ini dituangkan kedalam empat misi salah satunya adalah meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani (Depkes RI, 2009). Misi pembangunan kesehatan tersebut diwujudkan dengan menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).Perilaku hidup bersih dan sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran atas hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Dinkes, 2009). Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dilakukan melalui pendekatan tatanan yaitu: PHBS di rumah tangga, PHBS di sekolah, PHBS di tempat kerja, PHBS di institusi kesehatan dan PHBS di tempat umum.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tersebut harus dimulai dari tatanan rumah tangga, karena rumah tangga yang sehat merupakan aset modal pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Beberapa anggota rumah tangga mempunyai masa rawan terkena penyakit infeksi dan non infeksi, oleh karena itu untuk mencegahnya anggota rumah tangga perlu diberdayakan untuk melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Depkes RI, 2009).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga merupakan salah satu upaya strategis untuk menggerakan dan memberdayakan keluarga atau anggota rumah tangga untuk hidup bersih dan sehat. Melalui ini setiap anggota rumah tangga diberdayakan agar tahu, mau dan mampu menolong diri sendiri dibidang kesehatan dengan mengupayakan lingkungan yang sehat, mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi, serta memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Setiap rumah tangga juga digerakkan untuk berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat (Depkes RI, 2006).

Pemberdayaan keluarga atau anggota rumah tangga untuk melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat tidak terlepas dari peran orangtua, karena orangtua akan menjadi panutan dan teladan bagi anggota keluarga lainnya sehingga pemberian informasi kesehatan akan lebih efektif apabila disampaikan oleh orangtua pada anggota keluarga yang lain (Dermawan dan Setiawan, 2008). Orangtua juga memiliki fun gsi afektif untuk memberikan pengetahuan dasar kepada anggota keluarga yang lain (Friedman, 1998). Agar dapat memberikan pengetahuan dasar tentang perilaku hidup bersih dan sehat kepada anggota keluarga lainnya diperlukan pengetahuan yang memadai dari orangtua. Pengetahuan merupakan hasil proses pembelajaran dengan melibatkan indra pengelihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap pengambilan keputusan dan dalam berprilaku (Dermawan dan Setiawan, 2008). Pengetahuan juga merupakan domain yang sangat penting untuk terbetuknya prilaku sesesorang (over behavior), karena dari pengalaman dan penelitian ternyata prilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari prilaku yang tidak di dasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2007).

2. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat ( PHBS ) A. Pengertian

PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kasadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri da bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.

Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga oleh karna itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah tangga serta diperjuangkan oleh semua pihak.

Rumah Tangga Ber-PHBS berarti mampu menjaga,meningkatkan dan melindungi kesehatan setiap anggota rumah tangga dari gangguan ancaman penyakit dan lingkungan yang kurang konduktif untuk hidup sehat.

Penerapan PHBS di rumah tangga merupakan tanggung jawab setiap anggota rumah tangga, yang juga menjadi tanggung jawab pemerintah/ kota beserta jajaran sektor terkait untuk memfasilitasi kegiatan PHBS di rumah tangga agar dapat dijalaankan secara efektif.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah salah satu strategiyang dapat ditempuh untuk menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan baik pada masyarakat maupun pada keluarga. artinya harus ada komunikasi antara kader dengan kaluarga/ masyarakat atau memberikan informasi dan melakukan pendidikan kesehatan.

B. Tujuan PHBS 1. Tujuan Umum Meningkatnya Rumah Tangga Ber-PHBS di desa kabupaten/ kota seluruh Indonesia 2. Tujuan Khusus Meningkatnya pengetahuan, kemauan dan kemampuan anggota rumah tangga untuk melaksanakan PHBS Berperan aktif dalam gerakan PHBS di masyarakat

C. Manfaat PHBS Manfaat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat bagi rumah tangga: 1. Setiap rumah tangga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit 2. Anak tumbuh sehat dan cerdas 3. Prokduktifitas kerja anggota keluarga meningkat dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang tadinya dialokasikan untuk kesekahatan dapat diahlikan untuk biaya investasi seperti biya pendidikan, Pemenuhan gizi keluarga dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan keluarga

Manfaat Perilaku Hidup dan Sehat bagi masyarakat : 1. Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat 2. Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan 3. Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada 4. Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) seperti posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan, tabungan bersalin (tabulin), arisan jamban, kelompok pemakai air, ambulans desa dll.

D. Sasaran PHBS Sasaran PHBS di rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga yaitu : 1. Pasangan Usia Subur 2. Ibu hamil dan ibu menyusui 3. Anak dan Remaja 4. Usia lanjut 5. Pengasuh anak

E. Indikator dan Definisi Operasional PHBS

Pembinasan PHBS di rumah tangga dilakukun untuk mewujudkan Rumah Tangga Ber-PHBS adalah rumah tangga yang memenuhi 10 indikator PHBS da Rumah Tangga. Namun, apabila dalam rumah tangga tidak ada ibu yang melahirkan tidak ada bayi dan tidak ada balita, maka pengertian Rumah Tangga Ber-PHBS adalah rumah tangga yang memenuhi hanya 7 indikator Indikator PHBS di rumah tangga : 1. Persalinan oleh tenaga kesehatan 2. Memberi bayi ASI Ekslusif 3. Menimbang balita setiap bulan 4. Menggunakan air bersih 5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6. Menggunakan jamban sehat 7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu 8. Makan sayur dan buah setiap hari 9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari 10. Tidak merokok di dalam rumah

Memahami dan menjelaskan PHBS di Keluarga Apa itu PHBS di Rumah Tangga?PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu mempraktikkan PHBS untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu tatanan rumah tangga sehat dapat diwujudkan dengan perilaku sehat dan lingkungan sehat.

Perilaku sehat meliputi : Persalinan ditolong oleh petugas kesehatan, mengikuti KB, balita diberikan ASI, balita ditimbang, sarapan pagi dan gosok gigi sebelum tidur.Lingkungan sehat meliputi : Tersedia air bersih dan jamban, kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni serta lantai rumah bukan dari tanah.

Mengapa perlu PHBS di Rumah Tangga? Rumah tangga sehat merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkakan dan dilindungi kesehatannya. Berapa anggota rumah tangga mempunyai masa rawan terkena gangguan berbagai penyakit. Angka kesakitan dan kematian penyakit infeksi dan non infeksi dapat dicegah dengan PHBS.Apa tujuan PHBS di Rumah Tangga?Tujuan umum : Meningkatnya rumah tangga sehat di kabupaten/kota.Tujuan khusus : Meningkatkan pengetahuan, kemauan dan kemampuan anggota rumah tangga untuk melaksanakan PHBS. Berperan aktif dalam gerakan PHBS di masyarakat.Apa Manfaat PHBS di Rumah Tangga? Setiap anggota rumah tangga meningkatkan kesejahteraannya dan tidak mudah sakit karena faktor perilaku mempunyai andil dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (30-35%). Rumah tangga sehat dapat meningkatkan produktifitas kerja anggota rumah tangga. Dengan meningkatnya kesehatan rumah tangga, biaya yang tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat ialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan dan usaha lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan anggota rumah tangga. PHBS merupakan salah satu indikator untuk menilai kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota di bidang kesehatan, yaitu pencapaian 65% rumah tangga sehat pada tahun 2010 (sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang kewenangan wajib standar Pelayanan Minimal (KW SPM) bidang kesehatan). Meningkatkan citra puskesmas dalam bidang kesehatan.10 Cara Hidup Bersih & Sehat di rumah Tangga

( Pertongan persalinan oleh tenaga kesehatan)

( Balita diberikan ASI )

( Mempunyai Jaminan Pemeliharaan Kesekatan )

( Tidak Merokok )

( lakukan aktivitas fisik setiap hari )

(makanlah dengan gizi seimbang < makan sayur dan buah setiap hari>)

( Tersedia air bersih )

( Tersedia jamban )

( Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni)

( Lantai rumah bukan dari tanah )

Siapa Pelaku dan Sasaran PHBS di Rumah Tangga?Pelaku PHBS di rumah tangga yaitu petugas kesehatn, petugas lintas sektor, tokoh masyarakat dan kader kesehatan. Sasaran PHBS di rumah tangga yaitu seluruh anggota keluarga (Ibu, bapak, anak, nenek, dll).

Memahami dan menjelaskan PHBS di TatananPendidikan (Sekolah)Pengertian PHBS di SekolahPHBS di sekolah adalah upaya untuk memperdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat juga merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya , serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat (Depkes RI, 2007).

Tujuan PHBS di SekolahPerilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah mempunyai tujuan yakni:Tujuan Umum:Memperdayakan setiap siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tau, mau, dan mampu menolong diri sendiri di bidang kesehatan dengan menerapkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat.Tujuan Khusus:a. Meningkatkan pengetahuan tentang PHBS bagi setiap siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah.b. Meningkatkan peran serta aktif setiap siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah ber PHBS di sekolah.c. Memandirikan setiap siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah ber PHBS.

Manfaat PHBS di SekolahManfaat bagi siswa:a. Meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakitb. Meningkatkan semangat belajarc. Meningkatkan produktivitas belajard. Menurunkan angka absensi karena sakitManfaat bagi warga sekolah:a. Meningkatnya semangat belajar siswa berdampak positif terhadap pencapaian target dan tujuanb. Menurunnya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan oleh orangtuac. Meningkatnya citra sekolah yang positifManfaat bagi sekolah:a. Adanya bimbingan teknis pelaksanaan pembinaan PHBS di sekolahb. Adanya dukungan buku pedoman dan media promosi PHBS di sekolahManfaat bagi masyarakata. Mempunyai lingkungan sekolah yang sehatb. Dapat mencontoh perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan oleh sekolahManfaat bagi pemerintah provinsi/kabupaten/kotaa. Sekolah yang sehat menunjukkan kinerja dan citra pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang baikb. Dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di sekolah

Sasaran PHBS di Sekolaha. Siswa Peserta Didikb. Warga Sekolah (Kepala Sekolah, Guru, Karyawan Sekolah, Komite Sekolah, dan Orangtua Siswa)c. Masyarakat Lingkungan Sekolah (penjaga kantin, satpam, dll)

Strata PHBS di SekolahTabel Strata PHBS di SekolahStrata PratamaStrata MadyaStrata Utama

1. Memelihararambut agar bersihdanrapih2. MemakaipakaianbersihdanrapihPerilaku di strata pertamaditambah:8. memberantasjentiknyamukPerilaku di strata madyaditambah:13. mengkonsumsijajanansehat di kantinsekolah

3. Memelihara kuku agar selalupendekdanbersih9. menggunakanjamban yang bersihdansehat14. menimbangberatbadandanmengukurtinggibadansetiapbulan

4. Memakaisepatubersihdanrapih10. menggunakan air bersih

5. Berolahragateraturdanterukur11. mencucitangandengan air mengalirdanmemakaisabun

6. Tidakmerokok di sekolah12. membuangsampahketempatsampah yang terpilah (sampahbasah, sampahkering, sampahberbahaya)

7. Tidakmenggunakan NAPZA

Indikator PHBS di SekolahA. Memelihara Rambut Agar Bersih dan RapihMencuci rambut secara teratur dan menyisirnya sehingga terlihat rapih. Rambut yang bersih adalah rambut yang tidak kusam, tidak berbau, dan tidak berkutu. Memeriksa kebersihan dan kerapihan rambut dapat dilakukan oleh dokter kecil/kader kesehatan/guru UKS minimal seminggu sekali.B. Memakai Pakaian Bersih dan RapihMemakai baju yang tidak ada kotorannya, tidak berbau, dan rapih. Pakaian yang bersih dan rapih diperoleh dengan mencuci baju setelah dipakai dan dirapikan dengan disetrika. Memeriksa baju yang dipakai dapat dilakukan oleh dokter kecil/kader kesehatan/guru UKS minimal seminggu sekali.C. Memelihara Kuku Agar Selalu Pendek dan BersihMemotong kuku sebatas ujung jari tangan secara teratur dan membersihkannya sehingga tidak hitam/kotor. Memeriksa kuku secra rutin dapat dilakukan oleh dokter kecil/kader kesehatan/guru UKS minimal seminggu sekali.D. Memakai Sepatu Bersih dan RapihMemakai sepatu yang tidak ada kotoran menempel pada sepatu, rapih misalnya ditalikan bagi sepatu yang bertali. Sepatu bersih diperoleh bila sepatu dibersihkan setiap kali sepatu kotor. Memeriksa sepatu yang dipakai siswa dapat dilakukan oleh dokter kecil/kader kesehatan/guru UKS minimal seminggu sekali.E. Berolahraga Teratur dan TerukurSiswa/Guru/Masyarakat sekolah lainnya melakukan olahraga/aktivitas fisik secara teratur minimal tiga kali seminggu selang sehari. Olahraga teratur dapat memelihara kesehatan fisik dan mental serta meningkatkan kebugaran tubuh sehingga tubuh tetap sehat dan tidak mudah jatuh sakit. Olahraga dapat dilakukan di halaman secara bersama-sama, di ruangan olahraga khusus (bila tersedia), dan juga di ruangan kerja bagi guru/ karayawan sekolah berupa senam ringan dikala istirahat sejenak dari kesibukan kerja. Sekolah diharapkan membuat jadwal teratur untuk berolahraga bersama serta menyediakan alat/sarana untuk berolahraga.

F. Tidak Merokok di SekolahAnak sekolah/guru/masyarakat sekolah tidak merokok di lingkungan sekolah. Merokok berbahaya bagi kesehatan perokok dan orang yang berada di sekitar perokok. Dalam satu batang rokok yang diisap akan dikeluarkan 4000 bahan kimia berbahaya diantaranya: Nikotin (menyebabkan ketagihan dan kerusakan jantung serta pembuluh darah); Tar (menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker) dan CO (menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen sehingga sel-sel tubuh akan mati). Tidak merokok di sekolah dapat menghindarkan anak sekolah/guru/masyarkat sekolah dari kemungkinan terkena penyakit-penyakit tersebut diatas. Sekolah diharapkan membuat peraturan dilarang merokok di lingkungan sekolah. Siswa/guru/masyarakat sekolah bisa saling mengawasi diantara mereka untuk tidak merokok di lingkungan sekolah dan diharapkan mengembangkan kawasan tanpa rokok/kawasan bebas asap rokok.

G. Tidak Menggunakan NAPZAAnak sekolah/guru/masyarkat sekolah tidak menggunakan NAPZA (Narkotika Psikotropika Zat Adiktif). Penggunaan NAPZA membahayakan kesehatan fisik maupun psikis pemakainya.H. Memberantas Jentik Nyamuk Upaya untuk memberantas jentik di lingkungan sekolah yang dibuktikan dengan tidak ditemukan jentik nyamuk pada: tempat-tempat penampungan air, bak mandi, gentong air, vas bunga, pot bunga/alas pot bunga, wadah pembuangan air dispenser, wadah pembuangan air kulkas, dan barang-barang bekas/tempat yang bisa menampung air yang ada di sekolah. Memberantas jentik di lingkungan sekolah dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui kegiatan: menguras dan menutup tempat-tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas, dan menghindari gigitan nyamuk. Dengan lingkungan bebas jentik diharapkan dapat mencegah terkena penyakit akibat gigitan nyamuk seperti demam berdarah, cikungunya, malaria, dan kaki gajah. Sekolah diharapkan dapat membuat pengaturan untuk melaksanakan PSN minimal satu minggu sekali.

I. Menggunakan Jamban yang Bersih dan SehatAnak sekolah/guru/masyarakat sekolah menggunakan jamban/WC/kakus leher angsa dengan tangki septic atau lubang penampungan kotoran sebagai pembuangan akhir saat buang air besar dan buang air kecil. Menggunakan jamban yang bersih setiap buang air kecil ataupun buang air besar dapat menjaga lingkungan di sekitar sekolah menjadi bersih, sehat, dan tidak berbau. Disamping itu tidak mencemari sumber air yang ada disekitar lingkungan sekolah serta menghindari datangnya lalat atau serangga yang dapat menularkan penyakit seperti: diare, disentri, tipus, kecacingan, dan penyakit lainnya. Sekolah diharapkan menyediakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan dalam jumlah yang cukup untuk seluruh siswa serta terpisah antara siswa laki-laki dan perempuan. Perbandingan jamban dengan pemakai adalah 1:30 untuk laki-laki dan 1:20 untuk perempuan.

J. Menggunakan Air Bersih Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari di lingkungan sekolah. Sekolah diharapkan menyediakan sumber air yang bisa berasal dari air sumur terlindung, air pompa, mata air terlindung, penampungan air hujan, air ledeng, dan air dalam kemasan (sumber air berasal dari smur pompa, sumur, mata air terlindung berjarak minimal 10 meter dari tempat penampungan kotoran atau limbah/WC). Air diharapkan tersedia dalam jumlah yang memenuhi kebutuhan dan tersedia setiap saat.

K. Mencuci Tangan dengan Air Mengalir dan Memakai SabunSekolah/guru/masyarakat sekolah selalu mencuci tangan sebelum makan, sesudah buang air besar/sesudah buang air kecil, sesudah beraktivitas, dan atau setiap kali tangan kotor dengan memakai sabun dan air bersih yang mengalir. Air bersih yang mengalir akan membuang kuman-kuman yang ada pada tangan yang kotor, sedangkan sabun selain membersihkan kotoran juga dapat membunuh kuman yang ada di tangan. Diharapkan tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman serta dapat mencegah terjadinya penularan penyakit seperti: diare, disentri, kolera, tipus, kecacingan, penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan flu burung.L. Membuang Sampah ke Tempat Sampah yang TerpilahAnak sekolah/guru/masyarakat sekolah membuang sampah ke tempat sampah yang tersedia. Diharapkan tersedia tempat sampah yang terpilah antara sampah organik, non-organik, dan sampah bahan berbahaya. Sampah selain kotor dan tidak sedap dipandang juga mengandung berbagai kuman penyakit. Membiasakan membuang sampah pada tempat sampah yang tersedia akan sangat membantu anak sekolah/guru/masyarakat sekolah terhindar dari berbagai kuman penyakit.

M. Mengkonsumsi Jajanan Sehat dari Kantin SekolahAnak sekolah/guru/masyarakat sekolah mengkonsumsi jajanan sehat dari kantin/warung sekolah atau bekal yang dibawa dari rumah. Sebaiknya sekolah menyediakan warung sekolah sehat dengan makanan yang mengandung gizi seimbang dan bervariasi, sehingga membuat tubuh sehat dan kuat, angka absensi anak sekolah menurun, dan proses belajar berjalan dengan baik.

N. Menimbang Berat Badan dan Mengukur Tinggi Badan Setiap BulanSiswa ditimbang berat badan dan diukur tinggi badan setiap bulan agar diketahui tingkat pertumbuhannya. Hasil penimbangan dan pengukuran dibandingkan dengan standar berat badan dan tinggi badan sehingga diketahui apakah pertumbuhan siswa normal atau tidak normal.

3. Memahami dan Menjelaskan Status GiziSering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dari keluarga, jantung dalam tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apabila jantung berhenti berdenyut maka orang itu tidak bisa melangsungkan hidupnya. Dari perumpaan ini bisa disimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral dan sangat penting untuk melaksanakan kehidupan. Pentingnya seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya. (Gunarsa, 1993) Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, disamping harus mengatur pola makan yang benar juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh serta kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga. Dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan dan perawatan orang tua oleh karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya untuk mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang berlaku dilingkungannya. Dengan demikian dasar pengembangan dari seorang individu telah diletakkan oleh orang tua melalui praktek pengasuhan anak sejak ia masih bayi (Supanto, 1990). Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil. Wagnel dan Funk menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi bimbingan menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Pengertian lain diutarakan oleh Webster yang mengatakan bahwa mengasuh itu membimbing menuju ke pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan dan sebagainya terhadap mereka yang di asuh (Sunarti, 1989). Dari beberapa pengertian tentang batas asuh, menurut Whiting dan Child dalam proses pengasuhan anak yang harus diperhatikan adalah orang-orang yang mengasuh dan cara penerapan larangan atau keharusan yang dipergunakan. Larangan maupun keharusan terhadap pola pengasuhan anak beraneka ragam. Tetapi pada prinsipnya cara pengasuhan anak mengandung sifat : pengajaran (instructing), pengganjaran (rewarding) dan pembujukan (inciting) (Sunarti, 1989). Di negara timur seperti Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut dan peran ibu seringkali di pegang oleh beberapa orang lainnya seperti nenek, keluarga dekat atau saudara serta dapat juga di asuh oleh pembantu (Nadesul, 1995). Kerangka konseptual yang dikemukan oleh UNICEF yang dikembangkan lebih lanjut oleh Engle et al (1997) menekankan bahwa tiga komponen makanan kesehatan asuhan merupakan faktor-faktor yang berperan dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Engle et al (1997) mengemukakan bahwa pola asuh meliputi 6 hal yaitu : (1) perhatian / dukungan ibu terhadap anak,(2) pemberian ASI atau makanan pendamping pada anak, (3) rangsangan psikososial terhadap anak, (4) persiapan dan penyimpanan makanan, (5) praktek kebersihan atau higiene dan sanitasi lingkungan dan(6) perawatan balita dalam keadaan sakit seperti pencari pelayanan kesehatan.

Perhatian / Dukungan Ibu terhadap Anak dalam Praktek Pemberian Makanan Semua orangtua harus memberikan hak anak untuk tumbuh. Semua anak harus memperoleh yang terbaik agar dapat tumbuh sesuai dengan apa yang mungkin dicapainya dan sesuai dengan kemampuan tubuhnya. Untuk itu perlu perhatian/dukungan orangtua. Untuk tumbuh dengan baik tidak cukup dengan memberinya makan, asal memilih menu makanan dan asal menyuapi anak nasi. Akan tetapi anak membutuhkan sikap orangtuanya dalam memberi makan. Semasa bayi, anak hanya menelan apa saja yang diberikan ibunya. Sekalipun yang ditelannya itu tidak cukup dan kurang bergizi. Demikian pula sampai anak sudah mulai disapih. Anak tidak tahu mana makanan terbaik dan mana makanan yang boleh dimakan. Anak masih membutuhkan bimbingan seorang ibu dalam memilih makanan agar pertumbuhan tidak terganggu. Bentuk perhatian/dukungan ibu terhadap anak meliputi perhatian ketika makan, mandi dan sakit (Nadesul, 1995). Wanita yang berstatus sebagai ibu rumah tangga memiliki peran ganda dalam keluarga, terutama jika memiliki aktivitas di luar rumah seperti bekerja ataupun melakukan aktivitas lain dalam kegiatan sosial. Wanita yang bekerja di luar rumah biasanya dalam hal menyusun menu tidak terlalu memperhatikan keadaan gizinya, tetapi cenderung menekankan dalam jumlah atau banyaknya makanan. Sedangkan gizi mempunyai pengaruh yang cukup atau sangat berperan bagi pertumbuhan dan perkembangan mental maupun fisik anak. Selama bekerja ibu cenderung mempercayakan anak mereka diawasi oleh anggota keluarga lainnya yang biasanya adalah nenek, saudara perempuan atau anak yang sudah besar bahkan orang lain yang diberi tugas untuk mengasuh anaknya (Sunarti, 1989).

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping Pada Anak Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya secepatnya diberikan karena ASI merupakan makanan terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan gizi selama 3 4 bulan pertama. ASI yang diproduksi pada 1 5 hari pertama dinamakan kolostrum, yaitu cairan kental yang berwarna kekuningan. Kolostrum ini sangat menguntungkan bayi karena mengandung lebih banyak antibodi, protein, mineral dan vitamin A. Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat. Produksi ASI dirangsang oleh isapan bayi dan keadaan ibu yang tenang. Disamping itu perlu diperhatikan kesehatan ibu pada umumnya, status gizi dan perawatan payudara. Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat terutama ASI eksklusif (Asad, 2002).

ASI eksklusif adalah bayi yang diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur, biskuit dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2000).

Dibandingkan dengan susu lainnya, ASI memiliki beberapa keunggulan yaitu: 1. Mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 3 4 bulan pertama. 2. Tidak memberatkan fungsi saluran pencernaan dan ginjal. 3. Mengandung beberapa zat antibodi, sehingga mencegah terjadinya infeksi. 4. Mengandung laktoferin untuk mengikat zat besi. 5. Tidak mengandung beta laktoglobulin yang dapat menyebabkan alergi. 6. Ekonomis dan praktis. Tersedia setiap waktu pada suhu yang ideal dan dalam keadaan segar serta bebas dari kuman. 7. Berfungsi menjarangkan kehamilan. 8. Membina hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang antara ibu dan bayi.

Bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia 6 bulan. Pada keadaan-keadaan khusus dibenarkan untuk mulai memberi makanan padat setelah bayi berumur 4 bulan tetapi belum mencapai 6 bulan. Misalnya karena terjadi peningkatan berat badan bayi yang kurang dari standar atau didapatkan tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik. Namun, sebelum diberi makanan tambahan sebaiknya coba diperbaiki dahulu cara menyusuinya. Cobalah hanya memberi bayi ASI saja tanpa memberi minuman atau makanan lain. Selain itu, bayi harus sering disusui, perhatikan posisi menyusui. Secara umum usahakan dahulu agar cara pemberian ASI dilakukan sebaik mungkin. Apabila setelah 1 2 minggu ternyata upaya perbaikan tersebut tidak menyebabkan peningkatan berat badan, maka pemberian makanan tambahan atau padat diberikan bagi bayi berusia diatas 4 bulan (Roesli, 2000). Bila oleh suatu sebab (misalnya ibu bekerja atau hamil lagi) bayi tidak memperoleh ASI, maka kepada bayi diberikan PASI (Pengganti Air Susu Ibu). PASI dibuat dari susu sapi yang susunan gizinya sudah diubah menjadi hampir sama dengan susunan gizi ASI, sehingga dapat diberikan kepada bayi tanpa menyebabkan akibat sampingan. Akan tetapi belum ada PASI yang tepat menyerupai susunan ASI (Asad, 2002). Proses penyapihan dimulai pada saat yang berlainan. Pada beberapa kelompok masyarakat (budaya) tertentu, bayi tidak akan disapih sebelum berusia 6 bulan. Bahkan ada yang baru memulai penyapihan setelah bayi berusia 2 tahun. Sebaliknya, pada masyarkat urban bayi disapih terlalu dini yaitu baru beberapa hari lahir sudah diberi makanan tambahan (Arisman, 2004). Menurut Sulistjani (2001), seiring bertambahnya usia anak, ragam makanan yang diberikan harus bergizi lengkap dan seimbang yang mana penting untuk menunjang tumbuh kembang dan status gizi anak. Dalam hal pengaturan pola konsumsi makan, ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam memilih jenis makanan yang bergizi seimbang. Setelah berumur 6 bulan, bayi memerlukan makanan pendamping karena kebutuhan gizi bayi meningkat dan tidak seluruhnya dapat dipenuhi oleh ASI. Menurut Arisman (2004), pemberian makanan pendamping harus bertahap dan bervariasi, dari mulai bentuk bubur cair kebentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat. Pemberian pertama cukup 2 kali sehari, satu atau dua sendok teh penuh. Pada usia 6-9 bulan bayi setidak-tidaknya membutuhkan empat porsi. Menginjak usia 9 bulan bayi telah mempunyai gigi dan mulai pandai menguyah makanan. Sekitar usia 1 tahun bayi sudah mampu memakan makanan orang dewasa. Anak usia 2 tahun memerlukan makanan separuh takaran orang dewasa. Makanan sapihan yang ideal harus mengandung makanan pokok, lauk pauk, sayur-sayuran, buah-buahan dan minyak atau lemak. Makanan sapihan baru boleh diberikan setelah bayi disusui atau diantara dua jadwal penyusunan. Sebab, diawal masa penyapihan, ASI masih merupakan makanan pokok. Sementara makanan sapihan hanyalah sebagai pelengkap. Kemudian secara berangsur ASI berubah fungsi sebagai makanan tambahan, sementara makanan sapihan menjadi santapan utama (Arisman, 2004). Pemberian makanan padat atau tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu, tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian makanan padat atau tambahan pada usia 4 6 bulan lebih menguntungkan. Bahkan sebaliknya, hal ini akan mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi (Roesli, 2000).

Status Gizi Menurut penelitian Hafrida (2004), terdapat kecendrungan pola asuh dengan status gizi. Semakin baik pola asuh anak maka proporsi gizi baik pada anak juga akan semakin besar. Dengan kata lain, jika pola asuh anak di dalam keluarga semakin baik tentunya tingkat konsumsi pangan anak juga akan semakin baik dan akhirnya akan mempengaruhi keadaan gizi anak. Dari hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa dari 40 responden terdapat 30 orang (75%) dengan pola asuh baik mempunyai status gizi yang baik pula. Dan 10 orang (25%) dengan pola asuh buruk mempunyai status gizi yang kurang. Berdasarkan penelitian Jahari yang dikutip oleh Hafrida, di Jakarta, Bogor dan Lombok Timur menunjukkan adanya perbedaan kelompok keadaan gizi rendah dan tinggi yang disebabkan oleh perbedaan pola pengasuhan anak yang hasilnya menyatakan bahwa pemberian kolostrum pada bayi dihari-hari pertama kehidupan berdampak positif pada keadaan gizi anak di umur-umur selanjutnya. Anak-anak dengan kelompok keadaan gizi yang lebih baik berkaitan erat juga dengan perilaku pemberian ASI dimana mereka yang sudah tidak diberi ASI lagi ternyata keadaan gizinya lebih rendah. Anak-anak yang selalu diupayakan mendapatkan makanan walaupun dalam keadaan menangis maka keadaan gizinya relatif baik dibandingkan dengan mereka yang tidak diperhatikan atau didiamkan saja. Berdasarkan penelitian Perangin-angin (2006), bahwa terdapat hubungan antara praktek pemberian makan dengan status gizi anak. Dimana dari 36 orang yang mempunyai status gizi baik terdapat 26 orang (83,87%) dengan praktek pemberian makan yang baik dan 10 orang (58,82%) dengan praktek pemberian makan yang tidak baik. Sedangkan dari 8 orang responden yang mempunyai status gizi kurang terdapat 2 orang (6,45%) dengan praktek pemberian makan yang baik dan 6 orang (35,29%) dengan praktek pemberian makan yang tidak baik.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Menurut Apriadji (1986), ada dua faktor yang berperan dalam menentukan status gizi seseorang yaitu:

1. Faktor Gizi Eksternal Faktor gizi eksternal adalah faktor-faktor yang berpengaruh diluar diri seseorang, yaitu daya beli keluarga, latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi, jumlah anggota keluarga dan kebersihan lingkungan.

2. Faktor Gizi Internal Faktor gizi internal adalah faktor-faktor yang menjadi dasar pemenuhan tingkat kebutuhan gizi seseorang, yaitu nilai cerna makanan, status kesehatan, status fisiologis, kegiatan, umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh. Secara langsung status gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Kedua penyebab langsung ini sangat terkait dengan pola asuh anak diberikan oleh ibu/pengasuh. Dan penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketiga faktor ini saling berkaitan dengan pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga (Dinkes Sumatera Utara, 2006).

Penilaian Status Gizi Untuk mengetahui pertumbuhan anak, secara praktis dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan secara teratur. Ada beberapa cara menilai status gizi yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia dan biofisik yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah jenis pengukuran yang paling sederhana dan praktis karena mudah dilakukan dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Secara umum antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) dan lingkaran bagian-bagian tubuh serta tebal lemak dibawah kulit (Supariasa, dkk, 2001). Sampai saat ini, ada beberapa kegiatan penilaian status gizi yang dilakukan yaitu kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG), kegiatan bulan penimbangan dan dalam kegiatan penelitian. Jenis pengukuran yang paling sering dilakukan adalah antropometri, karena mudah, prosedurnya sederhana dan dapat dilakukan berulang serta cukup peka untuk mengetahui adanya perubahan pertumbuhan tertentu pada anak balita. Cara pengukuran dengan antopometri dilakukan dengan mengukur beberapa parameter antara lain : umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Pilihan indeks antropometri tergantung pada tujuan penilaian status gizi. Indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu karena dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan tinggi badan atau panjang badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap perrtumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan indeks BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini, dapat dikategarikan sebagai kurus merupakan pengukuran antropometri yang terbaik (Soekirman, 2000).

Menurut Soekirman (2000), untuk menilai status gizi balita dengan menggunakan indeks Berat Badan / Tinggi Badan (BB/TB) yang dikonversikan dengan baku rujukan WHO NCHS, status gizi dapat dibagi empat kategori : 1. Gemuk, bila nilai Z Score > + 2 SD 2. Normal, bila nilai Z Score terletak antara - 2 SD sampai + 2 SD 3. Kurus, bila nilai Z Score terletak anrtara < 2 SD sampai - 3SD 4. Kurus Sekali, bila nilai Z Score < - 3 SD

Kekurangan Gizi dan Kelebihan Gizia. DefinisiPengertian gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)