skenario-2-respi

76
RIZKA METYA/1102010250 Skenario 2 BATUK DARAH Seorang laki-laki berumur 50 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk darah. Pada pemeriksaan didapatkan habitus asthenikus dan ronki basah halus yang nyaring pada apeks paru kanan. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, laju endap darah yang tinggi dan ditemukan bakteri tahan asam (BTA) pada pemeriksaan sputum. Hasil pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya ilfiltrat di apeks paru kanan. Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) dan menganjurkan keluarga serumah dengan beliau melakukan pemeriksaan serta menunjuk seorang keluarganya sebagai pengawas minum obat (PMO). Dan dokter juga mengajarkan etika batuk untuk mencegah penularan.

Upload: r-metya

Post on 18-Jan-2016

218 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bkabkabkbak

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario-2-Respi

RIZKA METYA/1102010250

Skenario 2

BATUK DARAH

Seorang laki-laki berumur 50 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk darah. Pada pemeriksaan didapatkan habitus asthenikus dan ronki basah halus yang nyaring pada apeks paru kanan.

Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, laju endap darah yang tinggi dan ditemukan bakteri tahan asam (BTA) pada pemeriksaan sputum. Hasil pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya ilfiltrat di apeks paru kanan.

Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) dan menganjurkan keluarga serumah dengan beliau melakukan pemeriksaan serta menunjuk seorang keluarganya sebagai pengawas minum obat (PMO). Dan dokter juga mengajarkan etika batuk untuk mencegah penularan.

Page 2: Skenario-2-Respi

Sasaran Belajar

LI.1 Memahami dan menjelaskan saluran pernafasan bawah

LO1.1 Anatomi Makroskopis

LO1.2 Anatomi Mikroskopis

LI.2 Memahami dan menjelaskan fisiologi saluran pernafasan

LO2.1 Mekanisme

LO2.2 Cara kerja

LO2.3 Pengaturan

LI.3 Memahami dan menjelaskan Mycobacterium sp.

LO3.1 Klasifikasi

LO3.2 Morfologi

LO3.3 Sifat Biokimia

LO3.4 Struktur dinding sel

LO3.5 Identifikasi

LI.4 Memahami dan menjelaskan Tuberkulosis paru berdasarkan program P2M di Puskesmas

LO4.1 Faktor predisposisi, prevalensi dan sebaran geografik

LO4.2 Preventif dan promotif

LO4.3 Sumber dan cara penularan

LO4.4 Prinsip dasar program P2M

LO4.5 Cara menemukan kasus Tb paru

LO4.6 Tugas dan peran Pengawas Minum Obat (PMO)

LO4.7 Tujuan kunjungan petugas Puskesmas

Page 3: Skenario-2-Respi

LI.5 Memahami dan menjelaskan Patogenesis

LI.6 Memahami dan menjelaskan Diagnosis dan pemeriksaan, komplikasi dan prognosis

LI.7 Memahami dan menjelaskan terapi

LI.8 Memahami dan menjelaskan Etika batuk dalam Islam

Page 4: Skenario-2-Respi

LI.1 Memahami dan menjelaskan saluran pernafasan bawah

LO1.1 Anatomi Makroskopis

1) Tracheaa) Trachea terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa, panjangnya

12 cm untuk pria dan 10 cm untuk wanitab) terletak di tengah-tengah leher sampai incisura jugularis dibelakang

manubrium sterni c) masuk ke cavum toraks melalui apertura thoracis superior,pada mediastinum

superior.d) Dimulai dari bagian bawah cartilago cricoid, sampai bercabang menjadi

bronkus dextra dan sinistra.e) Percabangan menuju bronkus dextra dan sinistra disebut “bifurcatio trachea”f) Terdiri dari 16-20 cincin berbentuk lingkaran, berhubungan dengan laring

melalui lig. Cricotrachealis.g) Diantara tulang rawan terdapat jar ikat lig. Intertrachealis (lig.annulare)

2) Bronchus

Page 5: Skenario-2-Respi

Terdiri dari bronchus dextra dan sinistra, brouncus akan memberikan cabat cabang ke setiap lobus paru

a) Bronchus dextra, terdiri dari 10 buah cabang segmen bronchiolus / broncho pulmonalis segmen (BPS)a.1 Lobus Superior, mempunyai 3 buah BPS : Segmen apikal, posterior,

anterior

a.2 Lobus Media, mempunyai 2 buah BPS : Segmen lateral dan medial

a.3 Lobus Inferior, mempunyai 5 buah BPS : Segmen superior, media, lateral, anterior, dan posterior

b) Bronchus sinistra, terdiri dari 9 buah cabang BPS

b.1 Lobus superior, mempunyai 4 buah segmen : Cabang atas (2 buah) apico posterior dan anterior. Cabang bawah (2 buah) Segmen superior dan inferior

b.2 Lobus Inferior, mempunyai 5 buah segmen : Segmen superior, mediobasal, laterobasal, anterobasal, posterobasal.

3) Paru-paru

Page 6: Skenario-2-Respi

Paru - paru (pulmo) berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam cavitas pleuralisnya;hanya diletakkan pada mediastinum oleh radix pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul,yang menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5 cm di atasclavicula. Basis pulmonis yang konkaf merupakan tempat yangterdapat diaphragma. Facies costalis yang konveks disebabkanoleh dinding thorax yang konkaf. Facies mediastinaliis yang konkaf merupakan cetakan pericardium dan struktur mediastinum lainnya.Di sekitar pertengahan facies mediastinalis ini, terdapat hilum pulmonis, yaitu suatu cekungan tempat masuknya bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis masukdan keluar dari paru.Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung. Pada margoanterior pulmo sinister,

terdapat incisura cardiaca pulmonissinistri. Pinggir posterior lebih tebal dan terletak di samping columna vertebralis. Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagioleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dextri menjadi tiga lobus: lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Fissura obliqua berjalan dari pinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar 6,25 cm di bawah apex pulmonis. Fissura horizontalis berjalan menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan fissura obliqua pada linea axillaris media. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua.Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yangsama menjadi dua

lobus, lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmo sinister, tidak terdapat fissura horizontalis.Pendarahan Paru Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens.Venae bronchiales (yang berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos.Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales. Darah yang teroksigenasi

Page 7: Skenario-2-Respi

meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septaintersegmentalis ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.Persarafan Paru Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri

atas serabut eferen dan aferen saraf otonom. Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus. Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokonstriksi. Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.Impuls aferen yang berasal dari mucosa bronchus dan dari reseptor regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan parasimpatis.

Page 8: Skenario-2-Respi

LO1.2 Anatomi Mikroskopis

1) Trachea

Dinding trakea mempunyai empat lapisan : Mukosa dalam, submukosa, muskularis yang tidak berbatas tegas dan lapis adventisia luar.

Sel epitel trakea : Epitel berlapis torak bersilia yang mengandung 6 jenis sel atau lebih, yaitu :a. Sel Goblet

Mensintesis dan mensekresi butiran – butiran mukus. Melalui rangsangan yang cukup, sel goblet akan melepaskan butiran mukus dan beberapa deretan sitoplasma di apikal (sekresi apokrin)

b. Sel BersiliaMempunyai sejumlah silia menonjol ke dalam mukus dan bergerak ke arah laring.

c. Sel pendek yang belum derdiferensiasi, namun sel-sel ini mampu membelah dan bisa berdiferensiasi menjadi sel jenis lainnya dalam epitel

d. Dua jenis brush sel : 1. Sel sikat yang mempunyai mikrovili yang sangat panjang dipersarafi oleh serat-serat saraf aferen kecil. 2. Sel sikat yang punya sepasang sentriol apikal dan mungkin sel pendek salam proses diferensiasi menjadi sel bersilia.

e. Sel bergranula kecil yang terletak di basal dipenuhi dengan granula dalam sitoplasma. Granula ini bahan seperti katekolamin yang mengatur aktivitas sekresi sel-sel goblet dan kelenjar dan yang mempengaruhi aktivitas silia. Biasanya granula terletak di bagian basal sel dekat pembuluh darah mukosa, yang diduga membawa hasil sekresinya.Dinding trakea juga mengandung tulang rawan berbentuk huruf C. Bagian

terbuka dari C menghadap ke posterior, ke arah esofagus, dan dijembatani oleh jaringan ikat dan berkas serat-serat otot polos. Perikondrium tulang rawan trakea

Page 9: Skenario-2-Respi

menyatu dengan jaringan ikat yang dipenuhi lemak dari tunika adventisia, yang juga mengandung pembuluh darah, saraf dan pembulu getah bening.

2) Bronkus dan BronkiolusA. Bronkusa. Bronkus mempunyai epitel bertingkat torak bersilia dengan sel goblet, makrofag,

dan fibroblas. Tunika submukosa bronkus lebih tipis dari pada trakea.b. Tulang rawannya berbentuk tidak beraturan tapi tetap membentuk rangka untuk

membantu mempertahankan lumen bronkus tetap terbuka.c. Keseluruhan dinding bronkus terdiri dari serat-serat otot polos dan lempeng tulang

rawan yang tidak beraturan.B. Bronkiolus

a. Bronkiolus besar (primer) mempunyai epitel selapis torak bersilia. Saluran udara ini juga mengandung sel-sel otot polos yang saling bersilang dan fibroblas tapi tidak ada tulang rawan. Terdapat sel clara yaitu sel torak tidak bersilia yang berbentuk kubah untuk mengekskresi surfaktan.

b. Bronkiolus terminalisc.Bronkiolus respiratorius

Mempunyai alveoli pada dindingnya, maka epitelnya terputus- putus. Kadang masih terlihat epitel bersilia tapi akan menghilang semakin ke ujung. Tidak terdapat sel goblet.

d. Ductus alveolarisCabang dari bronkus respiratorius, berupa saluran dengan dinding terdiri dari alveolus.

e.Atria, saccus alveoli dan alveoliDuctus alveolaris bermuara ke atria, berupa ruang tidak beraturan yang berhubungan dengan alveolus dan saccus alveolaris. Dari tiap atria muncul 2 atau lebih saccus alveolaris. Dari saccus alveolaris terbuka pintu menuju ke setiap alveolus. Alveolus berupa kantong dilapisi epitel selapis gepeng yang sangat tipis

LI.2 Memahami dan menjelaskan fisiologi saluran pernafasan

LO2.1 Mekanisme

Paru dan dinding dada adalah struktur elastik. Pada keadaan normal, hanya ditemukan selapis tipis cairan di antara paru dan dinding dada. Paru dengan mudah dapat bergeser sepanjang dinding dada, tetapi sukar untuk dipisahkan dari dinding dada seperti halnya dua lempengan kaca yang direkatkan dengan air dapat digeser tetapi tidak dapat dipisahkan. Tekanan di dalam ‘ruang’ antara paru dan dinding dada (tekanan intrapleura) bersifat subatmosferik. Apabila dinding dada dibuka, paru akan kolaps; dan apabila paru kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai bentuk gentong (barrel

Page 10: Skenario-2-Respi

shaped).Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan volume intratorakal. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal sekitar –2,5 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi –6  mmHg. Jaringan paru semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif, dan udara mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih positif, dan udara mengalir meninggalkan paru. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal. Namun, pada awal ekspirasi, masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.

VOLUME PARUJumlah udara yang masuk ke dalam/keluar dari paru setiap inspirasi/ekspirasi dinamakan volume alun napas (tidal volume/TV). Jumlah udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal, setelah inspirasi normal disebut volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume/IRV). Begitu juga sebaliknya, jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa disebut volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume/ERV), dan udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut volume residu (residu volume/RV). Ruang di dalam saluran napas yang berisi udara yang tidak ikut serta dalam proses pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi pernapasan.

SURFAKTANTegangan permukaan yang rendah pada waktu alveolus kecil disebabkan oleh adanya surfaktan (suatu lipid yang merendahkan tegangan permukaan) di dalam cairan yang melapisi alveolus. Surfaktan merupakan campuran dipalmitoilfosfatidilkolin (DPPC), berbagai lipid lain, dan protein. Apabila tegangan permukaan tersebut tidak dipertahankan rendah saat alveolus mengecil selama ekspirasi, sesuai dengan hukum LaPlace, alveolus akan kolaps. Surfaktan juga berfungsi membantu mencegah terjadinya edema paru.Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II. Badan Lamelar spesifik, yaitu organel yang mengandung gulungan fosfolipid dan terikat pada membran sel, dibentuk dalam sel-sel tersebut dan disekresikan ke dalam lumen alveolus secara eksositosis.Surfaktan mempunyai peranan penting pada kelahiran. Janin di dalam uterus melakukan gerakan pernapasan, namun jaringan parunya tetap kolaps sampai saat kelahiran. Setelah lahir, bayi melakukan beberapa kali gerakan inspirasi kuat dan parunya akan mengembang. Adanya surfaktan mencegah agar jaringan paru tidak kolaps kembali.

Page 11: Skenario-2-Respi

Defisiensi surfaktan merupakan penyebab penting terjadinya surfaktan gawat pernapasan bayi baru lahir (IRDS = infant respiratory distress syndrome; penyakit membran hyaline), suatu penyakit paru serius yang terjadi pada bayi yang lahir sebelum sistem surfaktannya berfungsi. Proses pematangan surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormon glukokortikoid. Menjelang umur kehamilan cukup bulan, didapatkan peningkatan kadar kortisol fetal dan maternal, serta jaringan parunya kaya akan reseptor glukokortikoid.

INSPIRASITepatnya proses inspirasi adalah sebagai berikut; diafragma berkontraksi, bergerak ke arah bawah, dan mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah. Otot-otot interkosta eksternal menarik iga ke atas dan ke luar, yang mengembangkan rongga dada ke arah samping kiri dan kanan serta ke depan dan ke belakang.Dengan mengembangnya rongga dada, pleura parietal ikut mengembang. Tekanan intrapleura menjadi makin negatif karena terbentuk isapan singkat antara membran pleura. Perlekatan yang diciptakan oleh cairan serosa, memungkinkan pleura viseral untuk mengembang juga, dan hal ini juga mengembangkan paru-paru.Dengan mengembangnya paru-paru, tekanan intrapulmonal turun di bawah tekanan atmosfir, dan udara memasuki hidung dan terus mengalir melalui saluran pernapasan sampai ke alveoli. Masuknya udara terus berlanjut sampai tekanan intrapulmonal sama dengan tekanan atmosfir; ini merupakan inhalasi normal. Tentu saja inhalasi dapat dilanjutkan lewat dari normal, yang disebut sebagai napas dalam. Pada napas dalam diperlukan kontraksi yang lebih kuat dari otot-otot pernapasan untuk lebih mengembangkan paru-paru, sehingga memungkinkan masuknya udara lebih banyak. Skema mekanisme inspirasi disajikan pada Gambar 1-8.

Page 12: Skenario-2-Respi

EKSPIRASIEkspirasi atau yang juga disebut ekshalasi dimulai ketika diafragma dan otot-otot interkosta rileks. Karena rongga dada menjadi lebih sempit, paru-paru terdesak, dan jaringan ikat elastiknya yang meregang selama inhalasi, mengerut dan juga mendesak alveoli. Dengan meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas tekanan atmosfir, udara didorong ke luar paru-paru sampai kedua tekanan sama kembali.Perhatikan bahwa inhalasi merupakan proses yang aktif yang memerlukan kontraksi otot, tetapi ekshalasi yang normal adalah proses yang pasif, bergantung pada besarnya regangan pada elastisitas normal paru-paru yang sehat. Dengan kata lain, dalam kondisi yang normal kita harus mengeluarkan energi untuk inhalasi tetapi tidak untuk ekshalasi.Namun begitu kita juga dapat mengalami ekshalasi diluar batas normal, seperti ketika sedang berbicara, bernyanyi, atau meniup balon. Ekshalasi yang demikian adalah proses aktif yang membutuhkan kontraksi otot-otot lain. Gambar 1-9 meringkaskan tentang mekanisme ekspirasi.

Page 13: Skenario-2-Respi

LO2.2 Cara kerja

a.    VentilasiVentilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses ini terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari paru-paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udaraakan tertiup keluar dari paru-paru.Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi kontraksi dari otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma)sehingga terjadi elevasi dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax (rongga dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan intra pulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru.Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam (menarik nafas

Page 14: Skenario-2-Respi

dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan isnpirasi yaitu muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum thorax akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka terjadilah ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan muskulus abdominis.Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat pernafasan (medula oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron inspirasi dan ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan eksitasi pada neuron-neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga terjadilah peristiwa inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area ekspirasi ini terdapat pada daerah berirama medula (medulla rithmicity) yang menyebabkan irama pernafasan berjalan teratur dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi : ekspirasi).

Ventilasi dipengaruhi oleh :1.    Kadar oksigen pada atmosfer2.    Kebersihan jalan nafas3.    Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru4.    Pusat pernafasan

Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.

Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 – 3% energi total yang dibentuk oleh tubuh. Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa mencapai 25 kali lipat.Saat terjadi ventilasi maka volume udara yang keluar masuk antara atmosfer dan paru-paru dapat dilihat pada tabel di bawah ini :·                Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi dalam pernafasan normal.·                IRV (volume cadangan inspirasi) adalah volume udara yang masih bisa dihirup paru-paru setelah inspirasi normal.·                ERV (volume cadangan ekspirasi) adalah volume udara yang masih bisa diekshalasi setelah ekspirasi normal.·                RV (volume sisa) adalah volume udara yang masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat

b. Difusi

Page 15: Skenario-2-Respi

Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang sangat banyak dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli dan bila dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa normal.Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dDilatasi kapiler yang menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi karbondioksida saat istirahat adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit.

Difusi dipengaruhi oleh :1. Ketebalan membran respirasi2. Koefisien difusi3. Luas permukaan membran respirasi*4. Perbedaan tekanan parsial

a.      Transportasi         Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru. Sekitar 97 - 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan dengan Hb (HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7 % karbondioksida larut dalam plasma, 23 – 30% berikatan dengan Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 – 70% dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat).         Saat istirahat, 5 ml oksigen ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit. Jika curah jantung 5000 ml/menit maka jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan sekitar 250 ml/menit. Saat olah raga berat dapat meningkat 15 – 20 kali lipat.         Transportasi gas dipengaruhi oleh :1. Cardiac Output2. Jumlah eritrosit3. Aktivitas4. Hematokrit darah

Page 16: Skenario-2-Respi

         Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada sel/jaringan terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2 kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida (PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel sebagai sisa metabolisme.

b.      Regulasi

         Kebutuhan oksigen tubuh bersifat dinamis, berubah-ubah dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah aktivitas. Saat aktivitas meningkat maka kebutuhan oksigen akan meningkat sehingga kerja sistem respirasi juga meningkat. Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut :            Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.Daerah berirama medula mempertahankan irama nafas I : E = 2” : 3”. Stimulasi neuron inspirasi menyebabkan osilasi pada sirkuit inspirasi selama 2” dan inhibisi pada neuron ekspirasi kemudian terjadi kelelahan sehingga berhenti. Setelah inhibisi hilang kemudian sirkuit ekspirasi berosilasi selama 3” dan terjadi inhibisi pada sirkuit inspirasi. Setelah itu terjadi kelelahan dan berhenti dan terus menerus terjadi sehingga tercipta pernafasan yang ritmis

LO2.3 Pengaturan

Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.

Page 17: Skenario-2-Respi

1)

Daerah berirama medula mempertahankan irama nafas I : E = 2” : 3”. Stimulasi neuron inspirasi menyebabkan osilasi pada sirkuit inspirasi selama 2” dan inhibisi pada neuron ekspirasi kemudian terjadi kelelahan sehingga berhenti. Setelah inhibisi hilang kemudian sirkuit ekspirasi berosilasi selama 3” dan terjadi inhibisi pada sirkuit inspirasi. Setelah itu terjadi kelelahan dan berhenti dan terus menerus terjadi sehingga tercipta pernafasan yang ritmis.

Pengaturan respirasi dipengaruhi oleh

1.Korteks serebri yang dapat mempengaruhi pola respirasi.

2.Zat-zat kimiawi : dalam tubuh terdapat kemoresptor yang sensitif terhadap perubahan konsentrasi O2, CO2 dan H+ di aorta, arkus aorta dan arteri karotis

3.Gerakan : perubahan gerakan diterima oleh proprioseptor.4. Refleks Heuring Breur : menjaga pengembangan dan pengempisan paru agar optimal.5. Faktor lain : tekanan darah, emosi, suhu, nyeri, aktivitas spinkter ani dan iritasi saluran nafas

Page 18: Skenario-2-Respi

Pengukuran Kapasitas Vital Paru-paru.

Spirometer Collin atau Autospirometer merupakan alat yang akan mengukur kapasitas vital fungsional paru dengan beberapa variabel yakni, Tidal Volume (TV), Inspiratory Reserve Volume (IRV), Expiratory Reserve Volume (ERV), Residual Volume (RV), Vital Capacity (VC), Inspiratory Capacity (IC), Functional Residual Capacity (FRC), Total Lung Capacity (TLC).

Adapaun beberapa penjelasan tentang beberapa variabel tersebut :

1. Tidal volume (TV) Adalah jumlah volume yang dihirup (inspirasi) dan dikeluarkan (ekspirasi) pada saat bernapas. Normal = 500 ml.

2. Inspirastory reserve volume (IRV) Adalah jumlah maksimal udara yang dapat dihirup (hiperinspirasi) diatas angka normal inspirasi tidal volum. Normal = 3100 ml.

3. Expiratory reserve volume (ERV) Adalah jumlah maksimal udara yang dapat dikeluarkan (hiperekspirasi). diatas angka normal eskpirasi tidal volum Normal = 1200 ml.

4. Residual volume (RV) Adalah jumlah udara yang tersisa di paru-paru setelah ekspirasi maksimal. Normal = 1200 ml.

5. Total lung capacity (TLC) Adalah volume total dari paru-paru ( IRV+ERV+RV+VT). Normal = 6000 ml.

6. Vital capacity (VC) Adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah inspirasi maksimal (TV+ERV+IRV). Normal = 4800 ml.

7. Inspiratory capacity (IC) Adalah jumlah total udara yang dapat dihirup (VT+IRV). Normal = 3600 ml.

8. Functional residual capacity (FRC) Adalah volume yang tertinggal di paru-paru setelah ekshalasi (ERV+RV). Normal = 2400 ml

Variabel Range Normal1. Tidal Volume (TV)2. Inspiratory Reserve Volume (IRV).3. Expiratory Reserve Volume (ERV)4. Residual Volume (RV),

500 ml3100 ml1200 ml1200 ml

Page 19: Skenario-2-Respi

5.Total Lung Capacity (TLC).6. Vital Capacity (VC), 7. Inspiratory Capacity (IC), 8. Functional Residual Capacity (FRC),

6000 ml4800 ml3600 ml2400 ml

LI.3 Memahami dan menjelaskan Mycobacterium sp.

LO3.1 Klasifikasi

Kuman golongan Mycobacteria berbentuk batang yang agak sulit diwarnai, tetapi sekali berhasil diwarnai, sulit untuk dihapus dengan zat asam. Oleh karena itu disebut juga bakteri tahan asam (BTA).

1) Mycobacterium tuberculosisKuman penyebab tuberkulosis ini berbentuk batang ramping atau sedikit

bengkok dengan kedua ujungnya membulat.Koloninya yang kering dengan permukaan berbentuk bunga kol dan

berwarna kuning tumbuh secara lambat walaupun dalam kondisi optimal. Diketahui bahwa pH optimal pertumbuhannya adalah antara 6,8-8,0. Untuk memelihara virulensinya harus dipertahankan kondisi pertumbuhannya pada pH 6,8. Sedangkan untuk merangsang pertumbuhannya dibutuhkan karbondioksida dengan kadar 5-10%. Umumnya koloni baru nampak setelah kultur berumur 8 minggu.

M.tuberculosis memproduksi katalase, tetapi ia akan berhenti memproduksi bila dipanaskan pada suhu 65°C selama 20 menit dalam dapar fosfat. Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis INH, tidak memproduksi katalase.

Uji biokimia yang sering digunakan untuk membedakan M.tuberculosis dengan spesies lain adalah uji niasin dan nitrat. Mycobacterium tuberculosis memberikan hasil uji niasin positif serta ia juga mereduksi nitrat. Marmot merupakan hewan yang peka terhadap M.tuberculosis, maka dari itu ia sering digunakan sebagai hewan percobaan. Bila marmot disuntik dengan kuman M.tuberculosis, maka 10 hari kemudian akan nampak pembengkakan ditempat suntikan diikuti pembengkakan kelenjar limfe serta penyebaran kuman ke seluruh tubuh.

2) Mycobacterium bovisKuman ini sulit dibedakan dari M.tuberculosis, bahkan untuk pertama

kalinya Robert Koch mengira kedua kuman ini adalah sama. Baru pada tahun 1900 Theobald Smith berhasil membedakan kedua kuman ini dengan uji biokimia.

Page 20: Skenario-2-Respi

Mycobacterium bovis adalah penyebab Tuberkulosis pada ternak sapi. Kuman ini sangat virulen bagi manusia dan mamalia lain. Air susu dan produk lain dari sapi yang berpenyakit Tuberkulosis merupakan bahan yang dapat menularkan penyakit.

Mycobacterium bovis berbentuk lebih pendek dan lebih gemuk dibandingkan M.tuberculosis. Kuman ini tumbuh lebih lambat daripada M.tuberculosis. Suhu optimal pertumbuhannya adalah 35°C. Koloninya mempunyai permukaan datar berwarna putih agak basah dan mudah pecah bila disentuh. Seperti halnya  M.tuberculosis, kuman ini membutuhkan karbondioksida 5-10% untuk merangsang pertumbuhannya. Derajat keasaman optimal untuk pertumbuhan adalah 6,5-6,8.

Pada uji biokimia ternyata M.bovis tidak mereduksi nitrat, uji niasinnya negatif dan resisten terhadap pirazinamid. M.bovis bagi kelinci sangatlah patogen, sedangkan M.tuberculosis tidaklah demikian, maka dari itu pada percobaan hewan, kelinci digunakan untuk membedakan kedua jenis kuman ini.

3) Mycobacterium aviumMycobacterium avium adalah penyebab tuberkulosis pada unggas dan

kadang-kadang babi, tetapi tidak patogen bagi marmot. Kuman ini dapat pula menyerang manusia dan menimbulkan penyakit yang sulit diobati, karena kuman ini dapat dikatakan resisten terhadap hampir semua jenis obat anti tuberkulosis kecuali rifampisin. Pada anak-anak kuman ini menimbulkan limfadenitis servikalis. Bentuk kuman ini agak lebih kecil dari M.tuberkulosis. koloninya halus berwarna putih dan tumbuh optimal pada suhu 41°C dimana spesies laitidak dapat tumbuh.

Mycobacterium avium hanya memproduksi sedikit katalase. Uji niasin dan nitrat memberikan hasil negatif. Untuk membedakannya dengan spesies lain dilakukan uji telurit dimana M.avium mereduksi telurit dalam waktu 3 hari.

4) Mycobacterium lepraeKuman kusta ditemukan pertama kali oleh A.Hansen pada tahun 1868 (14

tahun sebelum kuman tuberculosis ditemukan) dari seorang penderita kusta.Kuman ini dikenal sebagai parasit yang obligat intraseluler dan manusia adalah satu-satunya hospes yang dikenal sampai saat ini. Kuman ini dapat ditemukan banyak sekali di dalam sel makrofag (disebut sel lepra) yang mempunyai sitoplasma berbuih. Pada seorang penderita kusta, kuman ini dapat diisolasi dari kerokan kulit, selaput lendir (terutama hidung) dan endotel pembuluh darah.

Dikenal beberapa macam tipe penyakit kusta misalnya tipe lepromatous,tipe tuberkuloid, tipe borderline dan tipe indeterminate. Salah satu cara untuk menentukan tipe penyakit ini adalah dengan uji lepromin.

Sebagai kuman yang obligat intraseluler, maka M.leprae tidak dapat dikultur pada media buatan seperti halnya Mycobacterium lain. Kuman ini juga tidak dapat dikultur pada sel manusia, tetapi dapat tumbuh dan berkembang bila

Page 21: Skenario-2-Respi

diinokulasi pada telapak kaki tikus atau kulit trenggiling (armadillo). Dengan menggunakan hewan tersebut diatas sebagai hewan percobaan, maka telah berhasil dilakukan uji resistensi kuman terhadap obat anti kusta dan berbagai penelitian lain.

LO3.2 Morfologi

Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang aerob yang tidak membentuk spora. Bakteri ini tidak dapat terwarnai dengan mudah, namun sekali terwarnai, bakteri ini dapat menhan warnanya walaupun sudah diberikan asam atau alcohol, itulah yang menyebabkan bakteri ini disebut sebagai basil “tahan asam”. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis dan merupakan patogen manusia yang sangat penting.Mycobacterium leprae menyebabkan lepra. Mycobacterium avium-intracellular (komplek M-Avium, atau MAC) dam mikobakterium atipikal lainnya yang sering menginfeksi penderita AIDS, adalah patogen oppurtunistik pada pasien yang imunokompromais lainnya, dan kadang – kadang menyebabkan penyakit pada pasien dengan system imun normal. Terdapat lebih dari 50 spesies mycobacterium, termasuk banyak yang bersifat saprofit.

Mikobakterum adalah aerob obligat dan mendapatkan energy dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana. Peningkatan tekanan CO2 mendukung pertumbuhan. Aktivitas biokimia tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri. Waktu replikasi basilus tuberculosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofitik cenderung untuk tumbuh lebih cepat, untuk berproliferasi dengan baik pada suhu 22-23oC, untuk memproduksi pigmen, dan tidak terlalu bersifat tahan asam bila dibandingkan dengan bentuk patogennya.

LO3.3 Sifat Biokimia

M. tb cenderung lebih resistan terhadap bahan-bahan kimia daripada bakteri lainnya karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang berkelompok.

Bahan celup ( misalnya Malakit hijau) atau zat antibakteri (misalnya penisilin) yang bersifat bakteriostatik terhadap bakteri lain dapat dimasukkan ke medium tanpa mengganggu pertumbuhan M.tb. M.tb juga tahan pengeringan dan dapat hidup di waktu yang lama dalam sputum yang dikeringkan.

LO3.4 Struktur dinding sel

Page 22: Skenario-2-Respi

Dinding sel mycobacterium dapat menginduksi hipersensitifitas lambat dan beberapa resistensi terhadap infeksi seta dapat menggantikan seluruh sel mikobakterium hanya membangkitkan reaksi hipersensitivitas lambat pada binatang yang sebelumnya disensitisasi.

a. LipidMikobakterium kaya akan lipid, yang yang terdiri dari asam mikolat (asam lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan fofat. Di dalam sel lipid banyak yang terikat dengan protein dan polisakarida. Muramil peptide (peptidoglikan) yang mebuat kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fosfolipid penginduksi nekrosis kaseosa. Lipid pada beberapa hal bertanggung jawab pada sifat asamnya. Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam pada bakteri ini, yang tergantung dari integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid tertentu. Sifat tahan asam juga dapat dihilangkan setelah sinokasi sel mikobakterium. Analisis lipid oleh kromatografi gas menunjukkan pola yang dapat membantu klasifikasi spesies yang berbeda.

Strain virulen basil tuberkel membentuk “serpentine cords” mikroskopik; pada bentuk ini basil tahan asam tersusun dalam untai parallel. Pembentukan cord berkaitan dengan virulensi. Sebuah “factor cord” (trehalosa -6,6’- dimikolat) telah diekstraksi dari basil virulen dengan petroleum eter. Factor ini menghambat migrasi leukosit, menyebabkan granuloma kronis, dan dapat berfungsi sebagai “adjuvant” imunologik

b. ProteinSetiap tipe mikobakterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan reaksi tuberculin. Protein berikatan dengan wax fraction can , setelah injeksi, akan menginduksi sensitivitas tuberculin. Protein ini juga dapat merangsang pembentukan antibodi.

c. PolisakaridaMikobakterium mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida dalam pathogenesis penyakit manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan sebagai antigen dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi.

LO3.5 Identifikasi

Pada jaringan, basil tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4x3 µm. pada medium atifisial, bentuk kokoid dan filament terlihat dengan bentuk morfologi yang bervariasi dari satu spesies ke spesies yang lainnya. Mikobakterium tidak dapat diklasifikasikan menjadi gram ppositif atau gram negative. Basil tuberculosis sejati ditandai dengan “tahan asam” yaotu 95% etil alcohol mengandung 3% asam hidroklorat (asam-alkohol) dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. Sifat tahan sam ini tergantung pada integritas

Page 23: Skenario-2-Respi

selubung yang terbuat dari lilin. Tekhnik pewarnaan Ziehl-neelsen digunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam. Pada sediaan apus seputum atau potongan jaringan, mikobakterium dapat ditunjukkan dengan fluorosensi kuning-orange setelah pewarnaan dengan fluorokom (misalnya : auramin, rodamin).

Cara pengambilan sample :

Karena basil tuberkel dapat mengenai setiap system orgammanifestasinya bervariasi. Fatigue, lemas, penurunan berat badan dan demam mungkin merupakan tanda penyakit tuberculosis. Keterlibatan pulmonal yang mengakibatkan batuk kronis dan sputum berbecak darah biasanya terjadi akibat lesi yang sudah lanjut. Meningitis atau keterlibatan traktus urinarius dapat muncul, pada saat tanda-tanda lain tuberculosis tidak dijumpai. Penyebaran melalui aliran darah menyebabkan tuberculosis militer dengan lesi pada banyak organ dan laju mortalitas yang tinggi.

Uji laboratorium Diagnostik

Uji tuberculin yang positif bukan merupakan bukti adanya penyakit yang aktif akibat basil tuberkel. Isolasi basi tuberkel dapat dijadikan sebagai bukti.

a. Specimen

Specimen terdiri dari sputum segar, hasil bilas lambung, urine, cairan pleura, cairan serebrospinal, cairan sendi, material biopsy, darah atau material lainnya yang dicurigai.

b. Dekontaminasi dan konsentrasi specimen

Specimen dari sputum dan tempat nonsteril lainnya harus dicairkan dengan N-asetil-L-sistein, didekontaminasai dengan NaOH (membunuh banyak bakteri dengan fungsi lainnya), dinetralisir dengan buffer, dan dikonsentrasi dengan sentrifugasi. Specimen yang diproses dengan cara ini dapat digunakan untuk pewarnaan tahan asam dan untuk biakan. Specimen dari tempat yang steril, seperti cairan serebrospinal, tidak memerlukan prosedur dekontaminasi tetapi dapat langsung disentrifugasi, diperiksa, dan dibiakkan.

c. Sediaan apus

Sputum,cairan eksudasi, atau material lain diperiksa untuk basil tahan-asam dengan pewarnaan zielh_neelsen. Pewarnaan cairan hasil bilas lambung dan urine secara umum tidak direkomendasikan, karena mungkin terdapat mikobakterium saprotifik dan menunjukkan pewarnaan yang positif. Mikroskopi fluorosens dengan pewarnaan yang positif. Mikroskopi fluorosens dengan pewarnaan auramin-rodamin lebih snsitif daripada

Page 24: Skenario-2-Respi

pewarnaan tahan asama. Jika organisme tahan-asam ditemukan oada specimen yang sesuai, hal ini merupakan bukti presumtif adanya infeksi mikobakterium.

d. Biakan, identifikasidan uji sensitifitas

e. Deteksi DNA, serologi, dan deteksi antigen

Reaksi untai polymerase memberikan janji yang benar untuk deteksi cepat dan langsung M tuberculosis pada specimen klinis. Sensitivitasnya secara keseluruhan adalah 55-90% dengan spesifisitas sebesar 99%. Uji ini mempunyai sensitifitas paling tinggi ketika dipakai pada specimen yang positif pada sediaan apus untuk basil tahan asam; uji PCR disetujui untuk penggunaan ini pada specimen sputum yang bersifat positif pada pewarnaaan tahan-asam.

Imunoassay enzim telah digunakan untuk mendeteksi antigen mikobakteriumn tetapi sensitifitas dan spesifisitasnya lebih rendah daripada metode lainnya. Masalahg yang sama timbul pada aplikasi EIA untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen M tuberculosis. Tidak satupun metode-metode ini yang adekuat untuk penggunaan diagnostic rutin.

LI.4 Memahami dan menjelaskan Tuberkulosis paru berdasarkan program P2M di Puskesmas

LO4.1 Faktor predisposisi, prevalensi dan sebaran geografik

Faktor Predisposisi

4.1 Faktor Agent( Mycobacterium tuberculosis)

Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru.Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi congenital yang jarang terjadi.

4.2 Faktor Lingkungan

Page 25: Skenario-2-Respi

Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola se kuler tanpadipengaruhi musim dan letak geografis.Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi.Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitasperdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini. Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewanternak yang terinfeksi adalah berbahaya.

4.3 Faktor HostUmur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut. Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku padagolongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi.Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekananpsikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalamTBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi,kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksiprimer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.

4.4 Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent) Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansisepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikutseluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.

Prevalensi dan Sebaran geografik

Sebagian besar orang yang telah terinfeksi, 80-90% belum tentu menjadi sakittuberkulosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka

Page 26: Skenario-2-Respi

tersebut bisa berada dalam keadaan dorman atau tidur, dan keberadaan kuman dormantersebut dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Mereka yang menjadi sakit disebutsebagai “ penderita tuberkulosis “, biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-6 bulan setelah terjadi infeksi. Mereka yang tidak sakit, tetap mempunyai resiko untuk menderita tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka.

Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemic terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000- 400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%.

Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilanpengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB

BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.

LO4.2 Preventif dan promotif

a. Upaya Promotif

Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja melaluipendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja, penyuluhan,penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan kerja,peningkatan gizi kerja

b. Upaya preventif 

Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakitTBC.

Page 27: Skenario-2-Respi

Pencegahan Primer : Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakitpada populasi yang sehat.

Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control) :

Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja.

Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja

Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan

Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control):

Pesyaratan penerimaan tenaga kerja

Pencatatan pelaporan

Monitoring dan evaluasi

Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain :

Sistem ventilasi yang baik 

Pengendalian lingkungan keja

Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain : Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, caraminum obat dll.

Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik,pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test)-

Peningkatan gizi pekerja

Penelitian kesehatan

Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkinmencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya:

Page 28: Skenario-2-Respi

Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatanyang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang “Pengawas Obat” atau juru TBC

Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja-

Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai danrujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.

Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perluprioritas penanggulangan TBC bagi pekerja

Pengelolaan logisti

LO4.3 Sumber dan cara penularan

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman keudara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang  gelap  dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman  yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifanhasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkanseseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara danlamaya menghirup udara tersebut.

LO4.4 Prinsip dasar program P2M

a) Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS). Diagnosis hanya dilakukan di PRM, PS hanya membuat slide serta memfiksasi saja.

b) Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. Diagnosis BTA secara mikroskopis bila ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2 kali  positif disebut kasus BTA(+).

Page 29: Skenario-2-Respi

c) Kasus BTA(–) bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada pemeriksaan Röntgen terdapat tanda TB aktif di parunya.

d) Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan mikroskop binokuler.

e) Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA(–) tapiRontgen

f) Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up pemeriksaan dahak dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi).

g) Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat (3 bulan sekali).

h) Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly ObservedTreatment Short- Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya.

LO4.5 Cara menemukan kasus Tb paru

Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan penderita TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.

Penjaringan tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita TB. Pemeriksaan terhadap kontak penderita TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektiftahun terakhir. Probabilitas terjadinya resistensi obat TB lebih tinggi di rumah sakit dan sektor swasta yang belum terlibat dalam program pengendalian TB nasional sebagai akibat dari tingginya ketidakpatuhan dan tingkat drop out pengobatan karena tidak diterapkannya strategi DOTS yang tinggi. Data dari penyedia pelayanan swasta belum termasuk dalam data di program pengendalian TB nasional. Sedangkan untuk rumah sakit, data yang tersedia baru berasal dari sekitar 30% rumah sakit yang telah melaksanakan strategi DOTS. Proporsi kasus TB dengan BTA negatif sedikit

Page 30: Skenario-2-Respi

meningkat dari 56% pada tahun 2008 menjadi 59% pada tahun 2009. Peningkatan jumlah kasus TB BTA negatif yang terjadi selama beberapa tahun terakhir sangat mungkin disebabkan oleh karena meningkatnya pelaporan kasus TB dari rumah sakit yang telah terlibat dalam program TB nasional.

Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai 30.806 termasuk 1,865 kasus BTA positif. Proposi kasus TB anak dari semua kasus TB mencapai 10.45%. Angka-angka ini merupakan gambaran parsial dari keseluruhan kasus TB anak yang sesungguhnya mengingat tingginya kasus overdiagnosis di fasilitas pelayanan kesehatan yang diiringi dengan rendahnya pelaporan dari fasilitas pelayanan kesehatan.

LO4.6 Tugas dan peran Pengawas Minum Obat (PMO)

Peran seorang PMO adalah mengawasi pasien tuberkulosis agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, dan member penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan.

Menurut Nuraini (2003) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah :

a) Mengetahui tanda-tanda tersangka tuberkulosis paru.

b) Mengawasi penderita agar minum obat setiap hari.

c) Mengambil obat bagi penderita seminggu sekali

d) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak :

1. Seminggu sebelum akhir bulan ke dua pengobatan, pemeriksa ulang dahak dilakukan untuk menentukan obat tambahan.

2. Seminggu sebelum akhir bulan ke lima pengobatan, pemeriksaan

ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kegagalan.

3. Seminggu sebelum akhir bulan ke enam pengobatan, pemeriksaan

ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kesembuhan.

e) Memberikan penyuluhan

f) Memberitahukan jika terjadi suspek pada keluarga penderita.

Page 31: Skenario-2-Respi

g) Menujuk kalau ada efek samping dari penggunaan obat

Menurut Hapsari (2010) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah :

a) Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik.

b) Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.

c) Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditentukan.

d) Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai.

e) Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan obat.

f) Merujuk pasien bila efek samping semakin berat.

g) Melakukan kunjungan rumah

h) Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita tuberculosis yang mempunyai gejala-gejala tersangka tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan.

LO4.7 Tujuan kunjungan petugas Puskesmas

Kunjungan  Rumah (Home Visit) kepada  pasien TB yang tidak memeriksakan diri pada waktu yang telah ditentukan. Tujuannya adalah untuk memantau keberadaan pasien D.O (Drop-Out/putus pengobatan), melihat kelanjutan pengobatan dan mengetahui kendala pasien menghentikan pengobatan.

LI.5 Memahami dan menjelaskan Patogenesis

A.  TUBERKULOSIS PRIMER

  Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar

Page 32: Skenario-2-Respi

getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :

  1.Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

  2.Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

  3. Menyebar dengan cara :

   

a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnyaSalah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

   b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru

bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan

   

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :

      - Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat

Page 33: Skenario-2-Respi

ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau

     - Meninggal. Semua kejadian diatas adalah

perjalanan tuberkulosis primer.

       

B. TUBERKULOSIS POSTPRIMER

 

   Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

  1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

 

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

 

3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:

   - meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni

baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas

    - memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali,

Page 34: Skenario-2-Respi

mencair lagi dan menjadi kaviti lagi

   

- bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

LI.6 Memahami dan menjelaskan Diagnosis dan pemeriksaan, komplikasi dan prognosis

A. Gambaran Klinis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya

Gejala klinik 

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah  paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)

a. Gejala respiratorik

1. batuk > 2  minggu

2. batuk darah

3. sesak napas

4. nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

b. Gejala sistemik

1. Demam

2. Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun

Page 35: Skenario-2-Respi

c. Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.  Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan.  Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6).  Pada pemeriksaan Fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

Pemeriksaan bakteriologik

a. Bahan Pemeriksaan

Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.  Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

1. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi

2. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

3. Pagi ( keesokan harinya )

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan  dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitias, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk

Page 36: Skenario-2-Respi

kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:

1.  Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya

2. Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring sebanyak +  1 ml

3. Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak

4. Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus

5. Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil

6. Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi

7. Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak

8. Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.

c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.

Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :

1. Mikroskopik

2. Biakan

Mikroskopik biasa        :    pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens:     pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)

Page 37: Skenario-2-Respi

Pemeriksaan mikroskopik:

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif  : BTA positif

1 kali positif, 2 kali negatif  : ulang BTA 3 kali, kemudian

bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif

bila 3 kali negatif : BTA negatif

1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, jumlah actual

3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

    Pemeriksaan biakan kuman:

   

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :  - Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh  - Agar base media : Middle brookMelakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide  serta melihat pigmen yang timbul

    Pemeriksaan  Radiologik

   

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).  Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

        - Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan

Page 38: Skenario-2-Respi

posterior  lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah  - Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular  - Bayangan bercak milier  - Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

   

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif  - Fibrotik

  - Kalsifikasi

  - Schwarte atau penebalan pleura

    Luluh paru  (destroyed Lung ) :

   

- Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut.

   - Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan

aktiviti proses penyakit

   Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan

dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :

   

- Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti

   - Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

    Pemeriksaan khusus

   

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.

Page 39: Skenario-2-Respi

    1. Pemeriksaan  BACTEC

     

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya  oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan (dikutip dari 13)Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan  Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT).

    2. Polymerase chain reaction (PCR):

     

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar  internasional.Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TBPada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstraparu sesuai dengan  organ yang terlibat.

    3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1: 

      a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

   Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama. b. ICT   Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan

Page 40: Skenario-2-Respi

dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.c. Mycodot   Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudahd. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

   Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.e. Uji serologi yang baru / IgG TB   Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik  untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa  dan kombinasi lainnya akan menberikan tingkat  sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis  TB pada anak.   Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.

    Pemeriksaan Penunjang lain

    1. Analisis Cairan Pleura

      Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung

Page 41: Skenario-2-Respi

diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah

   2

.Pemeriksaan histopatologi jaringan

     

Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :  · Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)  · Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman)  · Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).  · Otopsi   Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.

    3. Pemeriksaan darah

     

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis.  Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

    4. Uji tuberkulin

      Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa.  Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat

Page 42: Skenario-2-Respi

memberikan hasil negatif.

 

Komplikasi

Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :

1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.

2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.

3. Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.

4. Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.

Page 43: Skenario-2-Respi

5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.

6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.

Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.

Komplikasi terbagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut:

1. Komplikasi dini :pleuriti, efusi pleura, emfiema, laryngitis, usus, Poncet’s arthropathy

2. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas → SOFT (Sindrom Pasca Tuberkulosis), kerusakan perenkim berat → SOPT/ fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis karsinoma paru sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB

(Aru W. Sudoyo, dkk, 2006)

Prognosis :

Bila tidak menerima pengobatan spesifik

25 % akan meninggal dalam 18 bulan

50 % akan meninggal dalam 5 tahun

8-12,5% akan menjadi chronis execetors akan mengeluarkan basil TB dalam sputumnya. Mereka ini adalah sumber penularan.

Sisanya akan mengalami penyembuhan spontan dengan bekas berupa fibrotik dan perkapuran, dapat pula kesembuhan dengan resolusi sempuran tanpa meninggalkan bekas.

Bila diberikan pengobatan spesifik

Pengobatan spesifik hanya bekerja membunuh basil TB saja. Namun kelainan paru yang sudah ada pada saat pengobatan spesifik dimulai (kavitas,fibrotik,dll) tak akan hilang.

Bila pengobatan spesifik tak memenuhi syarat

Page 44: Skenario-2-Respi

Dapat berkenaan dengan dosis, ritme maupun lamanya pengobatan. Basil TB yang tadinya sensitif akan menjadi resisten.penderita akan lebih sukar disembuhkan dan akan dapat menularkan basil basil resiten pada sekelilingnya.

LI.7 Memahami dan menjelaskan terapi

Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.

1. Pencegahan (profilaksis) primer

Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.

2. Pencegahan (profilaksis) sekunder

Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian (mg/kgbb/hari)

Dosis 2x/minggu (mg/kgbb/hari)

Dosis 3x/minggu(mg/kgbb/hari)

INH5-15 (maks 300

mg)15-40 (maks.

900 mg)15-40 (maks.

900 mg)

Rifampisin10-20 (maks.

600 mg)10-20 (maks.

600 mg)15-20 (maks.

600 mg)

Page 45: Skenario-2-Respi

Pirazinamid15-40 (maks. 2

g)50-70 (maks. 4

g)15-30 (maks. 3

g)

Etambutol15-25 (maks. 2,5

g)50 (maks. 2,5 g)

15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin15-40 (maks. 1

g)25-40 (maks.

1,5 g)25-40 (maks. 1,5

g)

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjutiIndonesia – WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program in Indonesiapada April 1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.

Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR(Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).

Pengobatan TBC pada orang dewasa

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Page 46: Skenario-2-Respi

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).

Diberikan kepada:

o Penderita baru TBC paru BTA positif.

o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada:

o Penderita kambuh.

o Penderita gagal terapi.

o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada:

o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:

1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

TB tidak berat

  INH : 5 mg/kgbb/hari

Page 47: Skenario-2-Respi

  Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC)

  INH : 10 mg/kgbb/hari

  Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari

 Dosis

prednison: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

Isonoazid (INH)

Farmakokinetika

Absorbsi: oral & parenteral mudah, kadar max 1-2 jam setelah P.O

Metab: asetilasi di hepar kecepatannya ditentukan oleh genetik

Asetilator cepat eskimo, jepang

T ½ 70 menit, kadar obat 30-50% asetilator lambat

Asetilator lambat: skandinavia, yahudi, kaukasia, afrika utara

T ½ 2-5 jam, masa paruh memanjang pd insuff hati

Kecepatan asetilasi tdk mempengaruhi aktivitas / toksisitas INH bila diberikan setiap hari kec asetilator cepat bila mendapat obat seminggu sx penyembuhan kurang baik

Efek Samping

Reaksi hipersensitivitas :

Demam, morbiliform, makulopapular, urtikaria

Reaksi hematologik: agranulositopenia, anemia

Neuritis perifer

Byk terjadi pd dosis 5mg/kgbb/hr

Neuropatologis: vesikel sinap hilang, mitokondria bengkak & pecahnya akson terminal spt defisiensi piridoksin

Page 48: Skenario-2-Respi

INH ekskresi piridoksin meningkat Terapi ajuvan: piridoksin 10mg/hari

Dapat mencetus kejang pd pasien riwayat kejang

Neurotoksik lain: vertigo, ataksia, parestesia, stupor, eforia, daya ingat berkurang sementara

Metabolit INH asetilhidrazin dpt sebabkan kerusakan hati, terutama pd pasien gangguan fungsi hati

Jarang pd pasien < 35 tahun

Peningkatan enzim SGOT-SGPT s/d 4 x nilai normal asimptomatik, obat tidak perlu dihentikan

Pasien risiko tinggi (peminum alkohol, insuff hati) cek SGOT-SGPt sebulan sx bila meningkat >5x nilai normal, INH distop

Terjadi 4-8 minggu pengobatan dimulai

Rifampizin

Farmakokinetik

Kadar max 2-4 jam setelah P.O

Absorbsi dihambat oleh makanan & asam paraamino salisilat (selang waktu 8-12jam)

Metabolisme: termasuk drug inducer eliminasi meningkat pd pemberian berulang

T ½ eliminasi 1,5 -5 jam

o Memanjang pd kelainan fungsi hati

o Memendek pd pemberian berulang 40% dlm 14 hari

o Memendek pd asetilator cepat bila diberikan bersama INH

Obat berdifusi baik ke berbagai jaringan termasuk ke cairan otak

Luas distribusi warna oranye / merah pd urin, tinja, sputum, air mata, saliva, keringat Pasien harus diberitahu

Ekskresi melalui urin 30% setengahnya merupakan rifampisin utuh pasien gangguan ginjal tdk perlu penyesuian dosis

Page 49: Skenario-2-Respi

Efek samping

Jarang ES yg tidak diinginkan

Sering: ruam kulit, demam, mual & muntah

Hepatitis jarang terjd pd pasien dg fungsi hepar normal

Lansia, gangguan fs hepar, alkoholisme insiden ikterus bertambah

Keluhan SSP: lelah, mengantuk, sakit kepala, ataxia, bingung, melemahnya otot

Hindari pd kehamilan dpt melewati sawar plasenta

Interaksi obat

Krn mrpkan drug inducer meningkatkan metabolisme obat lain: hipoglikemik oral, kirtikosteroid, kontrasepsi oral efektifitasnya berkurang bila diberikan bersama rifampisin

Mengganggu metabolisme vitamin D

Ekskresi rifampisin dihambat oleh disulfiram & probenesid

Obat yg sangat efektif utk pengobatan TB bersama INH

Etambutol

Mek kerja: hambat sintesis metabolit sel Metabolisme terhambat sel mati

Absorbsi: 70-80% stlh P.O, kadar max 2-4 jam, T ½ eliminasi 3-4 jam

Kadar pd eritrosit 1-2x > kadar plasma depot etambutol release sedikit demi sedikit

Dlm 24 jam 50% diekskresikan dlm bentuk asal melalui urin

Tidak dpt menembus sawar darah otak, namun pd meningitis TB dpt ditemukan etambutol pd kadar terapi di CSS

Jarang menimbulkan ES pd dosis 15mg/kgBB/hr

<2%; penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit, demam.

ES lain: pruritus, nyeri sendi, gangguan GIT, malaise, sakit kepala, pening, bingung, disorientasi, kaku & kesemutan pd jari

Page 50: Skenario-2-Respi

ES penting: gangguan penglihatan (neuritis retrobulbar), bilateral: turunnya tajam penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, lapangan pandang menyempit, skotoma sentral / lateral

Intensitas meningkat ~ dosis & lama terapi reversibel

Pasien diingatkan utk lapor bila tjd gangguan pd mata

Pasien dg keluhan mata sebelumnya periksa cermat sebelum mdpt etambutol

Etambutol menyebabkan peningkatan asam urat pd 50% pasien Penurunan ekskresi asam urat

Manfaat pd terapi TB: mencegah resistensi thdp OAT yg lain

Pd pasien gangguan fs ginjal dosis perlu disesuaikan krn etambutol terakumulasi dlm tubuh

Pirazinamid

Enz pirazinamidase as pirazinoat aktif sbg tuberkulostatik

In vitro: menghambat pertumbuhan kuman M.tb dlm monosit bakterisid kuat utk mikobakteria dlm makrofag

Mudah diabsobsri & distribusi luas, ekskresi via filtrasi glomerulus, T ½ eliminasi 10-16jam, metabolit utama as hidropirazinoat

ES: serius: bila diberikan 3g/hari 15% pasien: kelainan hati peningkatan SGOT-SGPT

Pemantauan fs hati secara berkala

ES: hambat ekskresi as urat pirai, atralgia, anoreksia, mual & muntah, disuria, malaise & demam

Streptomisin

Bukan obat ideal sebagai obat tunggal pd terapi TB

Sifat bekteriostatik & bakteriosid thdp kuman TB

Resistensi meningkat ~ lama pemakaian, setelah 4 bulan 80% kuman mjd tdk sensitif lg

Hampir semua streptomisin berada dlm plasma stlh penyuntikan, hanya sedikit masuk dlm eritrosit

Diekskresi mll filtrasi glomerulus, 12 jam sejumlah besar obat diekskresi

Page 51: Skenario-2-Respi

T ½ 2-3 jam, memanjang pd gangguan fs ginjal

ES: sakit kepala, malaise, parestesi di wajah sekitar mulut, kesemutan di tangan

Reaksi hipersensitivitas pd minggu2 pertam

Neurotoksin pd saraf kranial VIII ototoksik dosis besar & lama, bbrp pasien pd dosis total 10-12 gram sdh mengalami gangguan tsb

Pemeriksaan audimetrik basal scr berkala

Ototoksik & nefrotoksik sering pd pasien >65 th

ES lain: rx anafilaktif, agranulositosis, anemia aplastik, demam obat

Tdk dianjurkan diberikan pd ibu hamil trimester I

Dosis total tidak boleh lebih dr 20g dlm 5 bln terakhir kehamilan utk mencegah ketulian pd janin

LI.8 Memahami dan menjelaskan Etika batuk dalam Islam

Batuk bukanlah suatu penyakit. Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernapasan dan merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan karena adanya lendir, makanan, debu, asap dan sebagainya.

Batuk terjadi karena rangsangan tertentu, misalnya debu di reseptor batuk (hidung, saluran pernapasan, bahkan telinga). Kemudian reseptor akan mengalirkan lewat syaraf ke pusat batuk yang berada di otak. Di sini akan memberi sinyal kepada otot-otot tubuh untuk mengeluarkan benda asing tadi, hingga terjadilah batuk.

Etika batuk :

Tutup hidung dan mulut dengan tisu,saputangan atau kain.

Jika tidak ada jangan tutup menggunakan tangan melainkan gunakan lengan dalam baju.

Segera buang tisu yang sudah dipakai kedalam tempat sampah

Cuci tangan dengan menggunakan sabun atau pencuci tangan berbasis alkohol

Gunakan masker jika sedang sakit atau ada yang sakit disekitar kita

Tidak sembarangan membuang dahak ataupun ludah setelah batuk

Page 52: Skenario-2-Respi

DAFTAR PUSTAKA

Page 53: Skenario-2-Respi

Snell. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran

Ethel, Sloane. Anatomi dan Fisiologi Pemula. EGC. Jakarta

Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC.

Ganong,William F.2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed 22, ab. Brahmn U.Pendit.Jakarta:EGC

Sudoyo W, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : FKUI

Guyton AC, Hall JE. 2007. Fisiologi kedokteran ed XI, ab. Irawati et al. Jakarta : EGC

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed II, ab. Brahmn U.Pendit. Jakarta: EGC

Price , Selvia A, Lorraine M. Wilson . 2006. Patofisiologi vol 1, ed VI, ab. Brahmn U.Pendit et al. Jakarta:EGC

Brooks, Geo F, Janet S. Butel, Stephen A Morse. 2008. Jawetz, Melnick,& Adelberg Mikrobiologi Kedokteran ed.23, ab. Huriawati Hartanto, dll. Jakarta: EGC

Gunawan SG, Setiabudi R, Nafraldi. 2008. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

http://www.medicastore.com

http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=427