pbl respi skenario 1_2

Upload: abu-sunda

Post on 02-Mar-2016

252 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fhf

TRANSCRIPT

Nama: BERTHARIYANTI

NPM: 1102010047

TUGAS MANDIRI PBL SKENARIO 1 BLOK RESPIRASI

1. MM anatomi saluran pernapasan atas

1.1. Makroskopis

Anatomi Saluran Nafas

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx, trachea, bronkus, dan bronkiolus.

Hidung

Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa.

Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang membuka kedalam cavum nasi :1. Lubang hidung

2. Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior

3. Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara concha media dan inferior

4. Sinus frontalis, diantara concha media dan superior

5. Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior.Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui appertura nasalis posterior.

Faring (tekak)

adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring merrupakan gabungan sistem respirasi dan pencernaan.

Laring (tenggorok)

Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:1. cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago arytenoidea2. Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum, membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalisCartilago tyroidea berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea.Membrana Tyroide mengubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum.Membrana cricothyroideum menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.

Epiglottis

Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum.Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring

Cartilago cricoidea

Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I

Cartilago arytenoidea

Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan

Membrana mukosa

Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.

Plica vokalis

Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang.Plica vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.

Otot

Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus).

Respirasi

Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar.

Fonasi

Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.

Gambaran klinis

Laring dapat tersumbat oleh:(a) benda asing, misalnya gumpalan makanan, mainan kecil(b) pembengkakan membrana mukosa, misalnya setelah mengisap uap atau pada reaksi alergi,(c) infeksi, misalnya difteri,(d) tumor, misalnya kanker pita suara.

Trachea atau batang tenggorok

Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

Bronchus

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.Paru-Paru

Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru memilki :1. Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula2. permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada3. permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.4. dan basis. Terletak pada diafragmaparu-paru juga Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.Suplai Darah

1. arteri pulmonalis2. arteri bronkialis

Innervasi

1. Parasimpatis melalui nervus vagus2. Simpatis mellaui truncus simpaticus

Sirkulasi Pulmonal

Paru-paru mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis. Darah di atrium kanan mengair keventrikel kanan melalui katup AV lainnya, yang disebut katup semilunaris (trikuspidalis). Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir melewati katup keempat, katup pulmonalis, kedalam arteri pulmonais. Arteri pulmonais bercabang-cabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang masing-masing mengalir keparu kanan dan kiri. Di paru arteri pulmonalis bercabang-cabang berkali-kali menjadi erteriol dan kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada saluan pernapasan, melalui sebuah alveolus, semua kapiler menyatu kembali untuk menjadi venula, dan venula menjadi vena. Vena-vena menyatu untuk membentuk vena pulmonalis yang besar.Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali keatrium kiri untuk menyelesaikan siklus aliran darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan sirkulasi paru. Tekanan darah pulmoner sekitar 15 mmHg. Fungsi sirkulasi paru adalah karbondioksida dikeluarkan dari darah dan oksigen diserap, melalui siklus darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi sistemik dan par, maka suplai oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat berlangsung bagi semua sel.

1.2. Mikroskopis

Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah.

Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:

1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis

2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

epitel respiratorik, berupa epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet

Rongga hidungRongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

epitel olfaktori, khas pada konka superior

Sinus paranasalisTerdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

FaringNasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.LaringLaring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa epitel respiratori

TrakeaPermukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.

epitel trakea dipotong memanjang epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-shaped")

BronkusMukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.

epitel bronkus

BronkiolusBronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.

epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur pada lamina propria

Bronkiolus respiratoriusMukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.

Duktus alveolarisSemakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.

bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoliAlveolusAlveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat. Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara.

Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan tegangan alveolus paru.

Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan, fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.

alveolus

Sawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina basalis, dan sitoplasma sel endothel.

sawar udara-kapiler

PleuraPleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri atas dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang berada di atas serat kolagen dan elastin.

2. MM fisiologi pernapasan

Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.

Hanya satu lapisan membran , yaitu membran alveoli-kapiler, memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini, dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.

Di dalam paru-paru, karbon dioksida adalah salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkhial dan trakhea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna :

1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.

2. Arus darah melalui paru-paru

3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari setiapnya dapat mencapai semua bagian tubuh

4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah berdifusi daripada oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2. Jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi yang dengan demikian terjadi pengeluaran CO2 dan memungut lebih banyak O2.

PERNAPASAN JARINGAN ATAU PERNAPASAN INTERNA

Darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan mencapai kapiler, dimana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung dan darah menerima sebagai gantinya hasil buangan oksidasi yaitu karbondioksida.

Perubahan- perubahan berikut terjadi dalam komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan pernapasan eksterna dan pernapasan interna atau penapasan jaringan.

Udara (atmosfer) yang dihirup :

Nitrogen : 79 %

Oksigen : 20 %

Karbondioksida : 0-0,4 %

Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer.

Udara yang dihembuskan

Nitrogen : 79 %

Oksigen : 16 %

Karbon dioksida : 4-0,4

Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan udara yang dikeluarkan)

Daya Muat Udara oleh Paru-paru

Besarnya daya muat udara oleh paru-paru ialah 4.500 ml sampai 5.000 ml atau 4,5 sampai 5 liter udara. Hanya sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 1/10nya atau 500 ml adalah udara pasang surut (tidal air), yaitu yang dihirup masuk dan dihembuskan ke luar pada pernapasan biasa dengan tenang.

Kapasitas tidal. Volume udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas dan pengeluaran napas paling kuat, disebut kapasitas vital paru-paru. Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seorang laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan 3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-paru , pada penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru) dan pada kelemahan otot pernapasan.

KECEPATAN DAN PENGENDALIAN PERNAPASAN

Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor utama. (a) kimiawi, dan (b) pengendalian oleh saraf. Beberapa faktor tertentu merangsang pusat pernapasan yang terletak di dalam medula oblongata. Dan kalau dirangsang maka pusat itu mengeluarkan impuls yang disalurkan oleh saraf spinalis ke otot pernapasan- yaitu otot diafragma dan otot interkostalis.

Pengendalian oleh saraf. Pusat pernapasan ialah suatu pusat otomatik di dalam medula oblongata yang mengeluarkan impuls eferen ke otot pernapasan. Melalui beberapa radix saraf servikalis impuls ini diantarkan ke diafragma oleh saraf frenikus: dan di bagian yang lebih rendah pada sumsum belakang, impulsnya berjalan dari daerah torax melalui saraf interkostalis untuk merangsang otot interkostalis. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan interkostal yang kecepatan kira-kira lima belas kali setiap menit.

Impuls aferen yang dirangsang oleh pemekaran gelembung udara, diantarkan oleh saraf vagus ke pusat pernapasan di dalam medula.

Pengendalian secara kimiawi

Faktor kimiawi ini ialah faktor utama dalam pengendalian dan pengaturan frekuensi, kecepatan dan dalamnya gerakan pernapasan. Pusat pernapasan di dalam sumsum sangat peka pada reaksi : kadar alkali darah harus dipertahankan. Karbondioksida adalah produk asam dari metabolisme, dan bahan kimia yang asam ini merangsang pusat pernapasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas otot pernapasan.

Kedua, pengendalian, melalui saraf dan secara kimiawi adalah penting. Tanpa salah satunya orang tak dapat bernafas terus. Dalam hal paralisa otot pernapasan (interkostal, dan diafragma), digunakan ventilasi paru-paru atau suatu alat pernapasan buatan lainnya untuk melanjutkan pernapasan, sebab dada harus bergerak supaya udara dapat dikeluarmasukkan paru-paru.

Faktor tertentu lainnya menyebabkan penambahan kecepatan dan dalamnya pernapasan. Gerakan badan yang kuat yang memakai banyak oksigen dalam otot untuk memberi energi yang diperlukan untuk pekerjaan, akan menimbulkan kenaikan pada jumlah karbon dioksida di dalam darah dan akibatnya pembesaran ventilasi paru-paru.

Emosi, rasa takut dan sakit misalnya, menyebabkan impuls yang merangsang pusat pernapasan dan menimbulkan penghirupan udara secara kuat. Hal yang kita ketahui semua.

Impuls aferen dari kulit menghasilkan efek serupa- bila badan dicelup dalam air dingin atau menerima guyuran air dingin, maka penarikan napas kuat menyusul.

Pengendalian secara sadar atas gerakan pernapasan mungkin, tetapi tidak dapat dijalankan lama. Oleh sebab gerakannya adalah otomatik. Suatu usaha untuk menahan napas untuk waktu lama akan gagal karena pertambahan karbondioksida yang melebihi normal di dalam darah akan menimbulkan rasa tak enak.

Kecepatan pernapasan pada wanita lebih tinggi daripada pria. Kalau bernapas secara normal maka ekspirasi akan menyusul inspirasi, dan kemudian ada istirahat sebentar. Inspirasi-ekspirasi-istirahat. Pada bayi yang sakit urutan ini ada kalanya terbalik dan urutannya menjadi : innspirasi-istirahat-ekspirasi. Hal ini disebut pernapasan terbalik.

Kecepatan normal setiap menit :

Bayi baru lahir 30-40

Dua belas bulan 30

Dari dua sampai lima tahun 24

Orang dewasa 10-20

Gerakan pernapasan. Dua saat terjadi sewaktu pernapasan: (a) inspirasi dan (b) ekspirasi.

Inspirasi atau menarik nafas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai bawah, yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum yang ditimbulkan oleh kontraksi otot interkostalis, meluaskan rongga dada ke dua sisi dan dari belakang ke depan. Paru-paru yang bersifat elastik mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan udara ditarik masuk ke dalam saluran udara. Otot interkostal eksterna diberi peran sebagai otot tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar.

Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena paru-paru kempes kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakan ini adalah proses pasif.

Ketika pernapasan sangat kuat, gerakan dada bertambah. Otot leher dan bahu membantu menarik iga-iga dan sternum ke atas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga dibawa bergerak dan alae nasi (cuping atau sayap hidung) dapat kembang kempis.

Kebutuhan tubuh akan oksigen

Dalam banyak keadaan, termasuk yang telah disebut, oksigen dapat diatur menurut keperluan. Orang tergantung pada oksigen untuk hidupnya, kalau tidak mendapatkannya selama lebih dari empat menit akan menyebabkan kerusakan pada otak yang tak dapt diperbaiki dan biasanya pasien meninggal. Keadaan genting timbul bila misalnya seorang anak menudungi kepala dan mukanya dengan kantong plastik dan menjadi mati lemas. Tetapi bila penyediaan oksigen hanya berkurang, maka pasien menjadi kacau pikiran (menderita anoxia serebralis) Hal ini terjadi pada orang yang bekerja dalam ruangan sempit tertutup seperti dalam ruang kapal, di dalam tank atau ruang ketel uap: oksigen yang ada mereka habiskan dan kalau mereka tidak diberi oksigen untuk bernapas atau tidak dipindahkan ke udara yang normal, maka mereka akan meninggal karena anoxemia atau disingkat anoxia. Istilah lain adalah hipoxemia atau hipoxia.

Bila oksigen di dalam darah tidak mencukupi maka warna merahnya hilang dan berubah menjadi kebiru-biruan, bibir, telinga, lengan dan kaki pasien menjadi kebiru-biruan dan ia disebut menderita sianosis.

Orang yang berusaha bunuh diri dengan memasukkan kepalanya ke dalam oven gas, bukan saja terkena anoxia tetapi ia juga menghirup karbon monoksida yang bersifat racun dan yang segera bergabung dengan hemoglobin sel darah merah, menyingkirkan isi normal oksigen. Dalam hal ini, bibir tidak kebiru-biruan, melainkan merah ceri ayng khas. Pengobatan yang diperlukan adalah pengisapan dan pemberian oksigen dalam konsentrasi sampai lima kali jumlah oksigen udara atmosfer atau lima atmosfer.

3. MM tentang rinitis alergi

3.1. Definisi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet,1986).Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

3.2. Etiologi

Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peranpenting. Pada 20 30 % semua populasi dan pada 10 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi. Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udarapernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari,dan lain-lain.

3.3. Klasifikasi

Berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA tahun 2000, menurut sifatberlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi:

Intermiten (kadang-kadang), yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.

Persisten / menetap, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:

Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas.

3.4. Patofisiologi

Sensitisasi

Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses sensitisasi terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan tertumpuk di mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyebabkan sel Antigen Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen yang menempel tersebut. Kemudian antigen tersebut akan bergabung dengan HLA kelas II membentuk suatu kompleks molekul MHC (Major Histocompability Complex) kelas II. Kompleks molekul ini akan dipresentasikan terhadap sel T helper (Th 0). Th 0 ini akan diaktifkan oleh sitokin yang dilepaskan oleh APC menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9,IL10, IL13 dan lainnya. IL4 dan IL13 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan terikat dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupakan sel mediator. Adanya IgE yang terikat ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel tersebut.

Reaksi Alergi Fase Cepat

Reaksi cepat terjadi dalam beberapa menit, dapat berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator yang berperan pada fase ini yaitu histamin, tiptase dan mediator lain seperti leukotrien, prostaglandin (PGD2) dan bradikinin. Mediator-mediatortersebut menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh darah dan dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang menyebabkan terjadinya edema, berkumpulnya darah padakavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari saluranhidung. Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel goblet menyebabkan hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Rangsangan pada ujung sarafsensoris (vidianus) menyebabkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.

Reaksi Alergi Fase Lambat

Reaksi alergi fase cepat terjadi setelah 4 8 jam setelah fase cepat. Reaksi ini disebabkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel endotel postkapiler yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion Mollecule (VCAM) dimana molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofil menempel pada sel endotel.Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan infiltrasi sel-sel eosinofil, sel mast, limfosit,basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam mukosa hidung. Sel-sel ini kemudian menjadi teraktivasi dan menghasilkan mediator lain seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan EosinophilicPeroxidase (EPO) yang menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan hiperresponsif hidung. Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi oleh sumbatan hidung.

3.5. Manifestasi

Bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat.3.6. Diagnosis dan pemeriksaan penunjangDiagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis

Perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti hidungtersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang timbul, menetap)beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi, respon terhadappengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Karena rinitis alergi seringkaliberhubungan dengan konjungtivitis alergi, maka adanya gatal pada mata dan lakrimasimendukung diagnosis rinitis alergi. Riwayat keluarga merupakan petunjuk yang cukuppenting dalam menegakkan diagnosis pada anak.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitubayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksihidung. Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang padadorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute).Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau lividdengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubunganlainnya seperti sinusitis dan otitis media.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan sitologi hidung tidak memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagaipemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (5 sel/lapangpandang) menunjukkan kemungkinan alergi. Hitung jenis eosinofil dalam darah tepidapat normal atau meningkat. Pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan cara RAST (Radioimmuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Test). Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo.Ada dua macam tes kulit yaitu teskulit epidermal dan tes kulit intradermal. Tes epidermal berupa tes kulit gores (scratch)dengan menggunakan alat penggores dan tes kulit tusuk (skin prick test). Tes intradermal yaitu tes dengan pengenceran tunggal (single dilution) dan pengenceran ganda (SkinEndpoint Titration SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk imunoterapi. Selain itu, dapatpula dilakukan tes provokasi hidung dengan memberikan alergen langsung ke mukosahidung. Untuk alergi makanan, dapat pula dilakukan diet eliminasi dan provokasi atauIntracutaneous Provocative Food Test (IPFT).3.7. Diagnosis bandingrhinitis vasomotor, sinusitis, rhinitis medikamentosa.3.8. Tatalaksana

Terapi rinitis alergi umumnya berdasarkan tahap-tahap reaksi alergi, yaitu:

Tahap terjadinya kontak antara alergen dengan kulit atau mukosa hidung. Tahapan iniditerapi dengan penghindaran terhadap alergen penyebab.

Tahap penetrasi alergen ke dalam jaringan subkutan/submukosa menuju IgE padapermukaan sel mast atau basofil. Tahapan ini diterapi secara kompetitif denganimunoterapi.

Tahapan ikatan Ag-IgE di permukaan mastosit/basofil, sebagai akibat lebih lanjutreaksi Ag-IgE dimana dilepaskan histamin sebagai mediator. Tahapan ini dinetralisirdengan obat obatan antihistamin yang secara kompetitif memperebutkan reseptor H1dengan histamin.

Tahap manifestasi klinis dalam organ target, dimana ditandai dengan timbulnyagejala. Tahapan ini dapat diterapi dengan obat-obatan dekongestan sistematik atau lokal.

Secara garis besar penatalaksanaan rinitis terdiri dari 3 cara, yaitu:

Menghindari atau eliminasi alergen dengan cara edukasi, farmakoterapi, dan imunoterapi, sedangkan tindakan operasi kadang diperlukan untuk mengatasi komplikasi seperti sinusitis dan polip hidung.3.9. PencegahanPada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:1. Pencegahan primer untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadapalergen. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai risiko atopi.Pada ibu hamil diberikan diet restriksi (tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai trimester3 dan selama menyusui, dan bayi mendapat ASI eksklusif selama 5-6 bulan. Selain itukontrol lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan terhadap alergen dan polutan.

2. Pencegahan sekunder untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupaasma dan pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal berupaalergi makanan dan kulit. Tindakan yang dilakukan dengan penghindaran terhadappajanan alergen inhalan dan makanan yang dapat diketahui dengan uji kulit.

3. Pencegahan tersier untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakitalergi dengan penghindaran alergen dan pengobatan.

3.10. Prognosis4. Anatomi pernapasan menurut agama islam

1