wrap up sk.2 respi

72
Skenario 2 BATUK DARAH Seorang laki-laki berumur 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk darah. Pada pemeriksaan di dapatkan habitus athenikus dan ronkhi basah halus yang nyaring pada apeks paru kanan. Hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan anemia, laju endap darah yang tinggi dan di temukan adanya infiltrate di apeks paru kanan. Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) dan menganjurkan keluarga serumah dengan beliau melakukan pemeriksaan serta menunjuk seorang keluarganya sebgai pengawas minum obat (PMO). Dan dokter juga mengajarkan etika batuk untuk mencegah penularan. 1

Upload: sarinur

Post on 27-May-2017

252 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Wrap Up Sk.2 Respi

Skenario 2

BATUK DARAH

Seorang laki-laki berumur 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk darah.

Pada pemeriksaan di dapatkan habitus athenikus dan ronkhi basah halus yang nyaring pada apeks

paru kanan.

Hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan anemia, laju endap darah yang tinggi dan di

temukan adanya infiltrate di apeks paru kanan.

Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) dan menganjurkan keluarga serumah

dengan beliau melakukan pemeriksaan serta menunjuk seorang keluarganya sebgai pengawas

minum obat (PMO). Dan dokter juga mengajarkan etika batuk untuk mencegah penularan.

1

Page 2: Wrap Up Sk.2 Respi

Kata-kata sulit

1. habitus asthenikus adalah bentuk tubuh tinggi, kurus dadanya rata/ cekung, angunus kostedan

otot-otot tidak bertumbuh dengan baik.

2. ronkhi adalah suara tambahan pada pemeriksaan paru (basah, kering).

3. bakteri tahan asam adalah bakteri yang tahan asam terhadap dekolorisasi dengan alkhol asam.

4. infiltrate adalah gambaran akibat adanya dahak di paru.

5. obat anti tuberculosis adalah obat untuk tuberculosis.

6. pengawas minum obat adalah seseorang yang mengawasi pasien untuk minum obat secara

teratur.

Pertanyaan

1.kenapa terjadi ronkhi pada pemeriksaan paru?

2. kenapa pada pemeriksaan laboratorium pasien terdapat LED meningkat dan anemia?

3. jenis bakteri apa yang menyebabkan tuberculosis?

4. kenapa terjadi batuk darah?

5. jenis obat anti tuberculosis apa yang di gunakan untuk penyakit tuberculosis?

6. faktor apa saja seseorang bisa terinfeksi tuberculosis?

7. kapan pemeriksaan sputum terbaik?

8. Apakah ada hubungannya penyakit tuberculosis dengan postur tubuh?

9. berapa lama pemberian obat tuberculosis?

10. apa penyebab munculnya infiltrat?

11. bagaimana pencegahan tuberculosis?

2

Page 3: Wrap Up Sk.2 Respi

Jawaban

1. karena adanya infiltrat pada pemeriksaan.

2. LED meningkat karena adanya infeksi bakteri dan terjadi anemia karena adanya batuk

berdarah.

3. mycobareterium tuberculosis.

4. karena batuk terus-menerus, sehingga terjadi kontraksi di saluran nafas kemudian pembuluh

darah pecah.

5. isoniazid, pirazinamid, streptromisin.

6. faktor- faktor tuberculosis:

-faktor lingkungan

- faktor social

- faktor ekonomi

- faktor kurangnya pengetahuan tentang tuberculosis

7. s= sewaktu kunjungan ke dokter.

P= pagi hari setelah bangun tidur, sebelum makan dan minum.

S= sewaktu datang kembali kedokter.

8. terinfeksi belum tentu habitus asthenikus tetapi jika terdiagnosis tuberculosis terdapat habitus

asthenikus.

9. selama 6 bulan dan tidak boleh berhenti.

10. karena adanya bakteri.

3

Page 4: Wrap Up Sk.2 Respi

11. - menjaga kebersihan.

- edukasi imunisasi BCG.

- penyuluhan tentang tuberculosis terutama di daerah endemis.

Hepotesis

Terinfeksi bakteri

gejala→berat badan menurun, batuk ≥ 3 minggu dan batuk darah.

Pemeriksaan fisik → habitus athenikus dan ronkhi basah halus

Pemeriksaan penunjang → LED ↑, anemia, foto toraks adanya infiltrat di apeks paru kanan.

Diagnosis → tuberculosis

Pengobatan → isoniazid, pirazinamid, streptromisin.

Pencegahan → menjaga kebersihan, penyuluhan tuberculosis, hindari faktor resiko.

4

Page 5: Wrap Up Sk.2 Respi

Sasaran belajar

LO1. Memahami dan menjelaskan anatomi saluran pernafasan bawah

1.1. makrokospis

2.2. mikrokospis

LO2. Memahami dan menjelaskan fisiologi pernafasan

1.1. mekanisme pernafasan

2.2. cara kerja nafas

3.3. pengaturan pernafasan

LO3. Memahami dan menjelaskan mycobacterium tuberculosis

1.1. klasifikasi mycobacterium tuberculosis

2.2. morfologi mycobacterium tuberculosis

3.3. sifat mycobacterium tuberculosis

4.4. replikasi atau daur hidup mycobacterium tuberculosis

LO4. Memahami dan menjelaskan tuberculosis

1.1. definisi tuberculosis

2.2. etiologi tuberculosis

3.3. epidemilogi tuberculosis

4.4. faktor resiko tuberculosis

5.5. klasifikasi tuberculosis

6.6. patofisiologi tuberculosis

7.7. manifestasi klinis tuberculosis

5

Page 6: Wrap Up Sk.2 Respi

8.8. diagnosis dan diagnosis banding tuberculosis

9.9. penatalaksanaan tuberculosis

10.10. komplikasi tuberculosis

11.11. prognosis tuberculosis

12.12 pencegahan tuberculosis

LO5. Memahami dan mejelaskan tindakan promotif, prefentif tuberculosis

5.1. faktor predisposisi

5.2. preventif dan promotif

5.3. sumber dan cara penularan

5.4. prinsip dasar program p2m

5.5. cara menemukan kasus TB paru

5.6. tujuan kunjungan petugas puskesmas

LO6. Memahami dan menjelaskan tugas dan peran pengawas minum obat (PMO)

LO7. Memahami dan menjelaskan etika batuk menurut kaidah islam

6

Page 7: Wrap Up Sk.2 Respi

LO1. Memahami dan menjelaskan anatomi saluran pernafasan bawah

1) TracheaTrachea adalah tabung yang dapat bergerak dengan panjang kurang lebih 13 cm dan berdiameter

2,5 cm. Trachea mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam di dalam balok-balok cartilago hialin yang berbentuk huruf C yang mempertahankan lumen trachea tetap terbuka. Trachea berpangkal di leher, di bawah cartilago cricoidea larynx setinggi corpus vertebrae cervicalis VI. Ujung bawah trachea terdapat di dalam thorax setinggi angulus sterni (pinggir bawah vertebra thoracica IV) membelah menjadi bronchus principalis dexter dan bronchus principales sinister. Bifurcatio tracheae ini disebut carina. Pada inspirasi dalam, carina turun sampai setinggi vertebra thoracica VI.

Persarafan trachea

Saraf-sarafnya adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus laryngeus recurrens, dan truncus symphaticus. Saraf-saraf ini mengurus otot trachea dan membrana mucosa yang melapisi trachea.

2. Bronchi Principalisronchus principalis (primer) dexter lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertikal dibandingkan dengan bronchus principalis sinister (Gambar 1-1). Panjangnya + 2,5 cm. Sebelum masuk ke dalam

hilum pulmonis dexter, bronchus principalis dexter mempercabangkan bronchus lobaris superior dexter. Saat masuk ke hilum, bronchus principalis dexter membelah menjadi bronchus lobaris medius dan bronchus lobaris inferior dexter.

BBronchus principalis sinister berjalan ke kiri di bawah arcus aorta dan di depan oesophagus. Pada masuk ke hilum pulmonis sinister, bronchus principalis sinister bercabang menjadi bronchus lobaris superior sinister dan bronchus lobaris inferior sinister (Gambar 1-1).

3. PulmoParu (pulmo) berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam cavitas pleuralisnya; hanya diletakkan pada mediastinum oleh radix pulmonis.Masing-masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula. Basis pulmonis yang konkaf merupakan tempat yang terdapat diaphragma. Facies costalis yang konveks disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf. Facies mediastinalis yang konkaf merupakan cetakan pericardium dan struktur mediastinum lainnya. Di sekitar pertengahan facies mediastinalis ini, terdapat hilum pulmonis, yaitu suatu cekungan tempat masuknya bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar dari paru.

Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung. Pada margo anterior pulmo sinister, terdapat incisura cardiaca pulmonis sinistri. Pinggir posterior lebih tebal dan terletak di samping columna vertebralis.Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dextri menjadi tiga lobus: lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior (Gambar 1-2). Fissura obliqua berjalan dari pinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar 6,25 cm di bawah apex pulmonis. Fissura horizontalis berjalan menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan fissura obliqua pada linea axillaris media. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua.Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yang sama menjadi dua lobus: lobus superior dan lobus inferior (Gambar 1-2). Pada pulmo sinister, tidak terdapat fissura horizontalis.

7

Page 8: Wrap Up Sk.2 Respi

SEGMENTA BRONCHIOPULMONALIASegmenta bronchiopulmonalia merupakan unit paru secara anatomi, fungsi, dan

pembedahan. Setiap bronchus lobaris (sekunder) yang berjalan ke lobus paru mempercabangkan bronchi segmentales (tertier). Setiap bronchus segmentalis masuk ke unit paru yang secara struktur dan fungsi adalah independen dan disebut segmenta bronchiopulmonalia, dan dikelilingi oleh jaringan ikat.

Setelah masuk segmenta bronchopulmonaris, bronchus segmentalis segera membelah. Pada saat bronchi menjadi lebih kecil, cartilago yang berbentuk huruf C yang ditemui mulai dari trachea perlahan-lahan diganti oleh cartilago ireguler yang lebih kecil dan lebih sedikit jumlahnya. Bronchi yang paling kecil membelah dua menjadi bronchioli, yang diameternya <1 mm. Bronchioli tidak mempunyai cartilago di dalam dindingnya dan dibatasi oleh epitel silindris bercilia. Jaringan submucosa mempunyai lapisan serabut otot polos melingkar yang utuh.

Bronchioli kemudian membelah menjadi bronchioli terminales yang mempunyai kantong-kantong lembut pada dindingnya. Pertukaran gas yang terjadi antara darah dan udara terjadi pada dinding kantong-kantong tersebut. Oleh karena itu, kantong-kantong lembut dinamakan bronchiolus respiratorius. Bronchioli respiratorius berakhir dengan cabang sebagai ductus alveolaris yang menuju ke arah pembuluh-pembuluh membentuk kantong dengan dinding yang tipis, yang disebut saccus alveolaris. Saccus alveolaris terdiri atas beberapa alveoli yang terbuka ke satu ruangan. Masing-masing alveolus dikelilingi oleh jaringan kapiler yang padat. Pertukaran gas terjadi antara udara yang terdapat di dalam lumen alveoli, melalui dinding alveoli ke dalam darah yang ada di dalam kapiler di sekitarnya.

Radix pulmonis dibentuk oleh alat-alat yang masuk dan keluar paru. Alat-alat tersebut adalah bronchi, arteriae dan venae pulmonalis, pembuluh limfatik, arteriae dan venae bronchialis, serta saraf-saraf. Radix pulmonis dikelilingi oleh pleura yang menghubungkan pleura parietalis pars mediastinalis dengan pleura visceralis yang membungkus paru.

Pendarahan ParuBronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae

bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos.

Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.

Persarafan ParuPada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan

aferen saraf otonom. Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus.

Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokonstriksi. Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.

Impuls aferen yang berasal dari mucosa bronchus dan dari reseptor regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan parasimpatis.

8

Page 9: Wrap Up Sk.2 Respi

1.2 Mikroskopik

a. Pulmo

Trachea akan bercabang dua menjadi bronchus primer kiri dan kanan. Sebelum memasuki

parenkim paru, bronchus primer bercabang menjadi bronchus sekunder (bronchus lobaris) yang

masuk kedalam lobus. Didalam lobus paru, bronchus lobaris bercabang menjadi bronchus tersier

dan turut menyusun segmen brochopulmonar. Bronchus tersier bercabang lagi, menjadi cabang

yang lebih kecil, dan setelah 9 – 11 percabangan terbentuk saluran dengan diameter lebih kurang

1mm, tanpa tulang rawan pada dindingnya. Saluran ini disebut bronchiolus. Bronchiolus turut

menyusun lobus paru. Setiap segmen bronchopulmonar mempunyai 30-60 lobuli. Didalam setiap

lobulus, bronchiolus bercabang membentuk 4-7 bronchioli terminalis. Setiap bronchioli

terminalis bercabang menjadi 2 bronchiolus respiratorius yang kemudian akan bercabang lagi

sekitar 3 kali manjadi ductus alveolaris. Ductus alveolaris akan bercanang dua sebelum bermuara

kedalam atria. Atria akan bermuara ke saccus alveolaris yang kemudian akan bermuara ke

alveoli. Makin kecil saluran nafas dindingnya semakin tipis dan lamina propianya tidak lagi

mengandung kelenjar, akan tetapi masih dilengkapi otot polos, sel epitel bersilia dan sel goblet.

Sel goblet tidak terdapat lagi pada bronchiolus respiratorius.

b. Bronchus

Bronchus extra pulmonal sangat mirio dengan trachea, hanya diameternya lebih kecil. Gambaran

bronchus intra pulmonal berbeda karena tidak terdapat rangka tulang rawan yang berbentuk

huruf C, melainkan berupa lempeng tulang rawan hialin yang bentuknya tidak beraturan

melingkari lumen. Pada potongan melintang rangka ini akan terlihat seperti potongan-potongan

tulang rawan pada dinding bronchus. Mucosa tidak rata, terdapat lipatan-lipatan longitudinal

karena kontraksi oto polos. Mucosa dilapisi oleh epitel bertingkat thorak dengan silia dan sel

goblet. Pada lamina propia terdapat berkas-berkas otot polos. Dibawah lapisan otot polos ini

terdapat kelenjar campur. Pada dinding bronchus yang terkecil kerangka tulang rawannya sedikit

dan tidak lagi membentuk lingkaran penuh mengelilingi lumen.

9

Page 10: Wrap Up Sk.2 Respi

c. Bronchiolus

Dinding bronchilus tidak lagi mempunyai kerangka tulang rawan dan pada lamina propia tidak

lagi terdapat kelenjar. Lamina propia terutama diisi oleh serat otot polos dan serat elastin. Pada

bronchiolus besar, mucosa dilapisi oleh epitel bertingkat torak dengan silia dan sel goblet. Makin

keujung sel bersilia makin jarang, sejalan dengan itu sel goblet pun menghilang. Sel epitel

semakin rendah. Pada bronchiolus kecil, mucosa dilapisi oleh sel-sel kuboid atau torak rendah,

terdapat sel tanpa silia, tidak terdapat sel goblet. Diantara sel epitel terdapat sel torak tidak

bersilia, berbentuk kubah. Sel-sel ini adalah sel clara.

d. Bronchiolus Terminalis

Pendek, sehingga hanya dapat dikenali pada potongan melintang ditempat percabangannya

menjadi bronchiolus respiratorius. Mucosa dilapisi oleh selapis sel kuboid, pada dinding tidak

terdapat alveolus. Pada lamina dapat dilihat serat-serat otot polos.

e. Bronchiolus respiratorius

10

Page 11: Wrap Up Sk.2 Respi

Cabang dari bronchiolus terminalis, epitel terdiri dari sel torak rendah atau kuboid. Epitel

terputus-putus, karena pada dinding terdapat alveolus. Sel epitel bersilia kadang-kadang masih

ada, yang akan menghilang semakin keujung saluran. Tidak terdapat sel goblet. Pada lamina

propia dapat terlihat serat otot polos, kolagen dan elastin.

f. Ductus Alveolaris

Cabang dari bronciolus repiratorius, berupa saluran dengan dinding terdiri dari alveolus. Pada

setiap pintu ke alveolus terdapat sel-sel epitel berbentuk gepeng. Didalam lamina propia masih

dapat terlihat serat-serat otot polos, biasanya terpotong melintang.

g. Atria, Saccus alveolaris, dan alveoli

Ductus alveolaris bermuara ke atria, berupa ruang tidak beraturan yang berhubungan dengan

alveolus dan saccus alveolaris. Dari tiap atria muncul 2 atau lebih saccus alveolaris. Dari saccus

alveolaris terbuka pintu yang menuju ke setiap alveolus. Alveolus berupa kantung dilapisi epitel

selapis gepeng yang sangat tipis. Pada septum inter alveolare terdapat serat retikuler dan serat

elastin. Disini terlihat 3 macam sel, yaitu sel gepeng pada permukaan disebut pneumosit tipe I,

sel alveolar besar, sel septal (pneumosit tipe II) berbentuk kuboid menonjol kedalam ruang

alveolus. Selain kedua sel tersebut terdapat sel endothelial kapiler.

11

Page 12: Wrap Up Sk.2 Respi

LO2.Memahami dan menjelaskan fisiologi pernafasan

2.1. Mekanisme Inspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot – otot ,inspirasi akan

meningkatkan volume intratorakal,tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari normal sekitar -2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi menjadi – 6 mm Hg.jaringan paru semangkin tegang ,tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara mengalir kedalam paru.pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi ,sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada.tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit positif dan udara mengalir meninggalkan paru,selama pernapasan tenang,ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume inratorakal,namun pada awal ekspirasi masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi,kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.

2.2. Kerja Nafas (Spirometri)Sistem respirasi secara fisiologis meliputi : pernafasan luar dan pernafasan dalam.

a. Pernafasan luar (eksternal) : pertukaran O2 – CO2 antar sel-sel tubuh dengan udara luar.b.Pernafasan dalam (internal) : respirasi sel didalam mitokondria intrasel, dimana

metabolisme ini membutuhkan O2 dari kapiler jaringan dan menyuplai metabolit CO2 ke kapiler.

Proses pernafasan luar meliputi beberapa tahapan :

1. Ventilasi : pertukaran udara luar dengan alveol paru. Terdiri dari inspirasi dan ekspirasi.2. Difusi : pertukaran O2 – CO2 antara udara alveol dengan kapiler paru.

- Fase gas : pertukaran gas antara udara luar dengan udara alveol. Semakin berat molekul gas, semakin cepat proses difusinya. (O2 > CO2)

- Fase membran : pertukaran O2 – CO2 antara alveol dengan darah dalam kapiler paru melewati membran kapiler. Semakin tipis membran, semakin cepat difusinya.

- Fase cairan : pertukaran O2 – CO2 dalam sirkulasi darah dengan hemoglobin dalam eritrosit. Semakin mudah larut, difusi semakin cepat. (CO2 > O2 , karena daya larut CO2 24,3x > O2)

3. Perfusi : pengangkutan O2 dan CO2 oleh pembuluh darah paru ke kapiler jaringan atau sebaliknya.

4. Pertukaran O2 – CO2 antara darah di kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan.Pengaturan pernafasan

12

Page 13: Wrap Up Sk.2 Respi

2.3. Pengaturan PernafasanTiga pusat pengaturan pernapasan normal yaitu:1) Pusat RespirasiTerletak pada formatio retikularis medula oblongata sebelah kaudal. Pusat respirasi ini terdiri atas pusat inspirasi dan pusat ekspirasi.2) Pusat ApneustikTerletak pada pons bagian bawah. Mempunyai pengaruh tonik terhadap pusat inspirasi. Pusat apneustik ini dihambat oleh pusat pneumotaksis dan impuls aferen vagus dari reseptor paru-paru. Bila pengaruh pneumotaksis dan vagus dihilangkan, maka terjadi apneustik.3) Pusat PneumotaksisTerletak pada pons bagian atas. Bersama-sama vagus menghambat pusat apneustik secara periodik. Pada hiperpnea, pusat pneumostaksis ini merangsang pusat respirasi.

Aktivitas pernapasan diatur secara kimia dan non-kimia. penurunan PO2 , peningkatan PCO2 atau konsentrasi ion H darah akan meningkatkan aktivitas pusat respirasi. Perubahan yang berlawanan mempunyai efek hambatan terhadap aktivitas respirasi.Secara non-kimia, pengaturan aktivitas pernapasan adalah melalui suhu tubuh dan aktivitas fisik. Peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan aktivitas pernafasan.

LO.3.Memahami dan menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis

3.1 Klasifikasi

Kingdom: bacteria, Phylum: Actinobcteria, Ordo: Actinobacteria, SubOrdo: Corynebacterineae,

Family:Mycobacteriaceae, Genus: Mycobacterium, Species: Mycobacterium Tuberculosis,

Binomial name: Mycobacterium Tuberculosis Zopf 1883

3.2 Struktur/ Morfologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman batang lurus atau agak bengkok, berukuran

panjang 1 sampai 4 µ dan lebar 0,2 sampai 0,8 µ, dapat ditemukan bentuk sendiri maupun

berkelompok. Kuman ini merupakan bakteri tahan asam (BTA) yang bersifat tidak bergerak,

tidak berspora, dan tidak bersimpai. Pada pewarnaannya M. tuberculosis tampak seperti manik-

manik atau tidak terwarnai secara merata.

13

Page 14: Wrap Up Sk.2 Respi

3.3 sifat mycobacterium tuberculosis

M. tuberculosa cenderung lebih resistan terhadap bahan-bahan kimia daripada bakteri lainnya

karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang berkelompok. Bahan celup

( misalnya Malakit hijau) atau zat antibakteri (misalnya penisilin) yang bersifat bakteriostatik

terhadap bakteri lain dapat dimasukkan ke medium tanpa mengganggu pertumbuhan

M.tuberculosis . M.tuberculosis juga tahan pengeringan dan dapat hidup di waktu yang lama

dalam sputum yang dikeringkan.

Pada jaringan, basil tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4x3

µm. pada medium atifisial, bentuk kokoid dan filament terlihat dengan bentuk morfologi yang

bervariasi dari satu spesies ke spesies yang lainnya. Basil tuberculosis sejati ditandai dengan

“tahan asam” yaitu 95% etil alcohol mengandung 3% asam hidroklorat (asam-alkohol) dengan

cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. Sifat tahan sam ini

tergantung pada integritas selubung yang terbuat dari lilin. Tekhnik pewarnaan Ziehl-neelsen

digunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam. Pada sediaan apus seputum atau potongan

jaringan, mikobakterium dapat ditunjukkan dengan fluorosensi kuning-orange setelah pewarnaan

dengan fluorokom (misalnya : auramin, rodamin).

Uji laboratorium Diagnostik :

Uji tuberculin yang positif bukan merupakan bukti adanya penyakit yang aktif akibat basil

tuberkel. Isolasi basi tuberkel dapat dijadikan sebagai bukti.

a. Specimen

Specimen terdiri dari sputum segar, hasil bilas lambung, urine, cairan pleura, cairan

serebrospinal, cairan sendi, material biopsy, darah atau material lainnya yang dicurigai.

b. Dekontaminasi dan konsentrasi specimen

Specimen dari sputum dan tempat nonsteril lainnya harus dicairkan dengan N-asetil-L-sistein,

didekontaminasai dengan NaOH (membunuh banyak bakteri dengan fungsi lainnya), dinetralisir

dengan buffer, dan dikonsentrasi dengan sentrifugasi. Specimen yang diproses dengan cara ini

14

Page 15: Wrap Up Sk.2 Respi

dapat digunakan untuk pewarnaan tahan asam dan untuk biakan. Specimen dari tempat yang

steril, seperti cairan serebrospinal, tidak memerlukan prosedur dekontaminasi tetapi dapat

langsung disentrifugasi, diperiksa, dan dibiakkan.

c. Sediaan apus

Sputum,cairan eksudasi, atau material lain diperiksa untuk basil tahan-asam dengan pewarnaan

zielh_neelsen. Pewarnaan cairan hasil bilas lambung dan urine secara umum tidak

direkomendasikan, karena mungkin terdapat mikobakterium saprotifik dan menunjukkan

pewarnaan yang positif. Mikroskopi fluorosens dengan pewarnaan yang positif. Mikroskopi

fluorosens dengan pewarnaan auramin-rodamin lebih snsitif daripada pewarnaan tahan asama.

Jika organisme tahan-asam ditemukan oada specimen yang sesuai, hal ini merupakan bukti

presumtif adanya infeksi mikobakterium.

d. Biakan, identifikasidan uji sensitifitas

e. Deteksi DNA, serologi, dan deteksi antigen

Imunoassay enzim telah digunakan untuk mendeteksi antigen mikobakteriumn tetapi sensitifitas

dan spesifisitasnya lebih rendah daripada metode lainnya. Masalahg yang sama timbul pada

aplikasi EIA untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen M tuberculosis. Tidak satupun

metode-metode ini yang adekuat untuk penggunaan diagnostic rutin.

3.4.Daur Hidup

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, oleh karena itu pada kasus TBC

biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya. Mikobakteria mendapat energi

dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju

pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain karena sifatnya yang cukup kompleks

dan dinding selnya yang impermeable, sehingga penggandaannya hanya berlangsung setiap

kurang lebih 18 jam. Karena pertumbuhannya yang lamban, seringkali sulit untuk mendiagnostik

tuberculosis dengan cepat. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berkembangbiak

dengan baik pada suhu 22-23oC, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari

15

Page 16: Wrap Up Sk.2 Respi

pada bentuk yang pathogen. Mikobakteria cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi

dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.Bakteri ini biasanya

berpindah dari tubuh manusia ke manusia lainnya melalui saluran pernafasan, keluar melalui

udara yang dihembuskan pada proses respirasi dan terhisap masuk saat seseorang menarik nafas.

Habitat asli bakteri Mycobacterium tuberculosis sendiri adalah paru-paru manusia. Droplet yang

terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus,

dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman

tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di dalam paru-paru.

LO4.Memahami dan menjelaskan tuberculosis

4.1. Definisi tuberculosis

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni

kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang

mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet,

karena itu penularannya terjadipada malam hari. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur,

baik di paru maupun diluar paru.

Sedangkan tuberculosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman

Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu pneumonia

yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan

kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberculosis

ekstrapulmonal. Diperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia pernah terinfeksi kuman

M.tuberculosis

16

Page 17: Wrap Up Sk.2 Respi

4.2.Etiologi

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh

Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang

terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di

paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi.

Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh

bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10

minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena

gangguan atau ketidakefektifan respon imun. TB paru disebabkan oleh Mycobakterium

tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive

terhadap panas dan sinar UV.Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah

M. Bovis dan M.Avium.

4.3 Epidemiologi

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap

menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan

TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang

penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis.

Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh dunia.

Indonesia adalah negri dengan prevalensi TB ke 3 tertinggi di dunia setelah cina dan india. Pada

tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan Indonesia berturut turut 1.828.000, 1.414.000,

591.000 kasus. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatan nasional

2001, TB menempati rangking no 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi

nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24 %. Berikut survey mengenai prevalensi TB yang

dilaksanakan di 15 provinsi Indonesia tahun 1979-1982.

17

Page 18: Wrap Up Sk.2 Respi

4.4. Faktor resiko

Terdapatnya beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi tb maupun timbulnya

tb pada anak. Faktor tsb dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan resiko penyakit.

1. Resiko Infeksi tb

antara lain adalah anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan tb aktif,

daerah endemis, penggunaan obat-obatan intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang

tidak sehat ( tempat penampungan atau panti perawatan)

Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak-anak lebih tinggi jika

pasien dewasa memiliki BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas

atau kavitas, produksi sputum yang banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta

terdapat faktor lingkungan yang tidak sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik.

Pasien tb anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya.

Hal ini disebabkan karena kuman tb sangat jarang ditemukan dalam sekret endobrokial

dan jarang terdapat batuk.

2. Resiko Penyakit tb.

Orang yang telah terinfeksi kuman tb, tidak selalu akan mengalami sakit tb.

18

Page 19: Wrap Up Sk.2 Respi

Faktor resiko yang pertama adalah usia. Anak <5 tahun mempunyai lebih besar

mengalami progresi infeksi menjadi sakit tb, mungkin karena imunitas selulernya belum

berkembang sempurna.

Faktor resiko yang lain adalah konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun terakhir,

malnutrisi, keadaan imunokompromais ( misal pada infeksi HIV, keganasan, transplantasi

organ , pengobatan imunosupresi), diabetes mellitus, gagal ginjal kronik dan silikosis.

Faktor yang tidak kalah penting pada epidomiologi tb adalah status sosioekonomi yang

rendah, penghasilan yang kurang . kepadatan hunian , pengangguran, dan pendidikan

yang rendah, kurangnya dana untuk pelayanan masyarakat. Keadaan imunokompramais

merupakan salah satu faktor ressiko penyakit tuberculosis.

4.5. Klasifikasi

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan

suatu

“definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:

1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;

2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA

negatif;

3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.

4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:

1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai

2.Registrasi kasus secara benar

3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif

4. Analisis kohort hasil pengobatan

19

Page 20: Wrap Up Sk.2 Respi

A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:

1) Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yangmenyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak

termasuk pleura (selaputparu) dan kelenjar pada hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuhlain selain

paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,

persendian,kulit, usus, ginjal,saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada TB Paru:

1) Tuberkulosis paru BTA positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTApositif.

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran

tuberkulosis.

c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TBpositif.

d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negative. Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru

BTA positif.Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a. Minimal3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative

b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis

c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

C. Klasifikasi berdasarkan tingkat kePARAHan penyakit.

1) TB paru BTA negatif foto toraks positifdibagi berdasarkan tingkatkeparahan

penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk beratbila gambaran foto toraks

20

Page 21: Wrap Up Sk.2 Respi

memperlihatkan gambaran kerusakan paruyang luas (misalnya proses “far advanced”),

dan atau keadaan umum pasien buruk.

2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang

(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis

eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TBusus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

Catatan:

• Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk kepentingan

pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TBparu.

•Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB

ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat

D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien,

yaitu:

1) Kasus Baru

Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan

OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kasus Kambuh (Relaps)

Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah

dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif

(apusan atau kultur).

3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)

Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA

positif.

4) Kasus Gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi

positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5) Kasus Pindahan (Transfer In)

21

Page 22: Wrap Up Sk.2 Respi

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk

melanjutkan pengobatannya.

6) Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini

termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif

setelah selesai pengobatan ulangan.

Catatan:

TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh,gagal, default maupun

menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang,harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik

(biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.

4.6. Patofisiologi

Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar

menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama

1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.

Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan.

Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-

paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.

Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel

efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya.

Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi

oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang

terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus

dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya

22

Page 23: Wrap Up Sk.2 Respi

dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini

membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan

memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit

akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul

gejala  pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada

sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak

didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional.

Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga

membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20

hari.

Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut

nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang

terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi

menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul

yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening

regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah

nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.

Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan

trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring,

telinga tengah atau usus.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan

jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh

jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat

mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh

dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat

dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge

menjadi peradangan aktif.

23

Page 24: Wrap Up Sk.2 Respi

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari

kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat

menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya

sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat

menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah

sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ

lainnya.

4.7. Manifestasi klinis

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul

sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada

kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

1. Gejala sistemik/umum

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan

malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam

seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

Penurunan nafsu makan dan berat badan.

Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

2. Gejala khusus

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan

sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah

bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang

disertai sesak.

Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai

dengan keluhan sakit dada.

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang

pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya,

pada muara ini akan keluar cairan nanah.

24

Page 25: Wrap Up Sk.2 Respi

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut

sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,

adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau

diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak

yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji

tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah

dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30%

terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

4.8. Diagnosis dan diagnosis banding

Diagnosis tuberculosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan

untuk menegakkan diagnosis adalah:

a.Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

25

Page 26: Wrap Up Sk.2 Respi

Hal pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras,

status pernikahan, agama dan pekerjaan.

1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)

2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)

3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)

4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)

5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.

6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.

7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama (keluhan yang menyertai)

2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

4. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan

pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok,

obatobatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan).

b. Pemeriksaan fisik.

c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

e. Rontgen dada (thorax photo).

f. Uji tuberkulin.

Diagnosis TB Paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu ataulebih. Batuk

dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,

badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari

tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.Gejala-gejala tersebut diatas dapat

26

Page 27: Wrap Up Sk.2 Respi

dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker

paru dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiaporang yang

datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)

pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien

remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilaikeberhasilan

pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak untukpenegakan diagnosis

pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan

dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu- Pagi - Sewaktu (SPS):

• S (sewaktu):

Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang,

suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

• P (Pagi):

Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun

tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

• S (sewaktu):

Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya

kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak

mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji

kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.

Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi

over diagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

Indikasi Pemeriksaan Foto

27

Page 28: Wrap Up Sk.2 Respi

Toraks pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan

dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.Namun pada kondisi tertentu

pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan

foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.

Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT (non fluoroquinolon).

Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan

penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau

efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan

bronkiektasis atau aspergiloma).

Uji Tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk

menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosisdan sering digunakan dalam

“Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih

dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin

positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%.

Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji

tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai

sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada

½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian

uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan

(indurasi) yang terjadi:

28

Page 29: Wrap Up Sk.2 Respi

1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm,uji mantoux negatif.

Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.

2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm,uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena

kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi

BCG.

3. Pembengkakan (Indurasi) : >=10mm, uji mantoux positif.

Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

Pemeriksaan Bakteriologik

a. Bahan pemeriksasan

Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat

penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal

dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi

jarum halus/BJH)

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

- Pagi ( keesokan harinya )

- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang

bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak

bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek

(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan

apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan

NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika

pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus

29

Page 30: Wrap Up Sk.2 Respi

dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan

laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien,

spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.

Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:

- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya

- Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas

saring sebanyak + 1 ml

- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang

tidak mengandung bahandahak

- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di

dalam dus

- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil

- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong

yang terbuka denganmenggunakan lidi

- Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak

- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-

lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran

bermacam-macam bentuk (multiform).

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen

superior lobus bawah

- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular

- Bayangan bercak milier

- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

30

Page 31: Wrap Up Sk.2 Respi

- Fibrotik

- Kalsifikasi

- Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung ) :

- Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya

secara klinis disebut luluhparu . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,

ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulituntuk menilai aktiviti lesi atau

penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.

- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses

penyakitLuas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat

dinyatakan sbb (terutama pada kasusBTA negatif) :

Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak

lebih dari sela iga 2depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari

iga kedua depan dan prosesus spinosusdari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra

torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti

Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

Pemeriksaan khusus

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang

dibutuhkan untukpembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini

ada beberapa teknik yang lebihbaru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih

cepat.

1. Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M

tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi

growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan

biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.

31

Page 32: Wrap Up Sk.2 Respi

2. Polymerase chain reaction (PCR):

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA

M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan

kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan

ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan

diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar

internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang

menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk

diagnosis TB Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan

dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan organ yang terlibat.

3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa

proses antigen antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah

kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.

b. ICT

Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk

mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang

menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis,

diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis

melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis)

disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan

warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung

antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan

membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis

kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.

c. Mycodot

32

Page 33: Wrap Up Sk.2 Respi

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan

antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik.

Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut

terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti

penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi dalam

menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena

banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.

4.9.Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pada TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian,

mencegah kekambuhan atau resistensi terhadapOAT serta memutuskan mata rantai penularan.

Pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sbb:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat. Tidak OAT tunggal

(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan

sangat dianjurkan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukanpengawasan langsung (DOT =

Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (2-3bulan) dan lanjutan (4-7 bulan)

- Tahap intensif: obat diberikan setiap hari, dan diawasi langsung untuk mencegah resistensi obat.

Jika diberikan secara tepat, yang awalnya menular bisa men jadi tidak menular dalam kurun

waktu2 minggu. Sebagian besar TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan

33

Page 34: Wrap Up Sk.2 Respi

- Tahap lanjutan: diberikan obat lebih sedikit dengan jangka waktuyang lama. Tahap ini penting

untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah kekambuhan.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:

a. Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,Streptomisin, Pirazinamid.

Memperlihatkan efektifitas yang tinggidengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian

besar dapatdipisahkan dengan obat-obatan ini.

b. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,Amikasin, Kapreomisin,

Kanamisin

1. Isoniazid (INH)

a. Efek antibakteri

bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang

sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah.

Mekanisme kerja

menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid)yang merupakan unsur penting dinding sel

mikobakterium.

b. Farmakokinetik

mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah berdifusi ke dalam sel dan

semua cairan tubuh. Antar75-95% diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir

seluruhnya dalam bentuk metabolit.

c. Efek samping

reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit. Neuritis perifer paling

banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati, methemoglobinemia, tinnitus,

dan retensiurin.

d.Sediaan dan posologi

terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400mg serta sirup 10 mg/mL. Dalam tablet

kadang-kadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap

hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan

10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti bahwa dosis demikian besar lbih

34

Page 35: Wrap Up Sk.2 Respi

efektif. Anak < 4 tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara

intermiten 2 kali seminggu dengandosis 15 mg/kgBB/hari.

2. Rifampisin

a. Aktivitas antibakteri

menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan gram-negatif.

b. Mekanisme kerja

terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA dependent RNA

polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mulai terbentuknya

(bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA.

c.Farmakokinetik

pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalamplasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap

dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi

enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan. Didistribusi keseluruh tubuh. Kadar

efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin

dengan warna merah jingga pada urin, tinja, ludah, sputum, air mata, dan keringat.

d. Efek samping: jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang palingsering ialah ruam

kulit, demam, mual, dan muntah.

Sediaan dan posologi: tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Terdapat pula tablet

450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5mL rifampisin. Beberapa sediaan

telah dikombinasi dengan isoniazid. Biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam sebelum

makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari

50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-

anak dosisnya 10-20mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari.

3. Etambutol

a. Aktivitas antibakteri

menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Hanya aktif

terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.

b. Farmakokinetik

35

Page 36: Wrap Up Sk.2 Respi

pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak dapat ditembus sawar

darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.

c. Efek samping

jarang Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan, biasanya bilateral, yang

merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman penglihatan, hilangnya

kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan skotom sentral maupun

lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah pada50% pasien.

d. Sediaan dan posologi

tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur dengan isoniazid dalam bentuk

kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan sekali sehari, ada pula yang

menggunakan dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama, kemudian turun menjadi 15 mg/kgBB.

4. Pirazinamid

a. Aktivitas antibakteri

mekanisme kerja belum diketahui.

b.Farmakokinetik

mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi

glomerulus.

c. Efek samping

yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi asam urat. Efek

samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga disuria, malaise, dan demam.

d.Sediaan dan posologi

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35mg/kgBB sehari (maksimum 3 g), diberikan

dalam satu atau beberapa kal isehari.

5. Streptomisin

a. Aktivitas antibakteri

bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah masuk kavitas, tetapi relatif

sukar berdifusi ke cairan intrasel.

b.Farmakokinetik

36

Page 37: Wrap Up Sk.2 Respi

setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Hanya

sedikit sekali yang masuk kedalam eritrosit. Kemudian menyebar ke seluruh cairan ekstrasel.

Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.

c. Efek samping

umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala sebentar atau

malaise. Bersifat nefrotoksik.Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien yang fungsi ginjalnya

terganggu.

d. Sediaan dan posologi

bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20mg/kgBB secara IM, maksimum 1 gr/hari

selama 2 sampai 3 minggu.Kemudian frekuensi berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.

6. Etionamid

a.Aktivitas antibakteri

in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human pada kadar 0.9-2.5 g/mL.

Farmakokinetik : pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar terapi

bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan meratake cairan dan jaringan. Ekskresi cepat dalam

bentuk utama metabolit 1%aktif.

b.Efek samping

paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural, depresi mental,

mengantuk dan asthenia

c.Sediaan dan posologi

dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mgsehari, lalu dinaikan setiap 5 hari dengan dosis

125 mg – 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk mengurangi iritasi lambung.

7. Paraaminosalisilat

a. Aktivitas bakteri

in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1 g/mL.

Farmakokinetik : mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80% di

ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi.

37

Page 38: Wrap Up Sk.2 Respi

b.Efek samping

gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelainan darah antara lain

leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom mononukleosis atipik,

trombositopenia.

c.Sediaan dan posologi

dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12g sehari.

8.Sikloserin

a. Aktifitas bakteri

in vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 g/mL dengan menghambat sintesis dinding sel.

b. Farmakokinetik

baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelahpemberian obat 4-8 jam. Ditribusi dan difusi ke

seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal dalam 2-6 jam, 50% melalui urin dalam

bentuk utuh.

c. Efek samping

SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit kepala, tremor, vertigo,

konvulsi, dll.

d. Sediaan dan posologi

bentu kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling baik dalam plasma 25-30 g/mL.

Kanamisin dan Amikasin Menghambat sintesis protein bakteri. Efek pada M. tb hanya bersifat

supresif.

e. Farmakokinetik

melalui suntikan intramuskular dosis 500 mg/12 jam (15mg/kgBB/hr, atau dengan intravena

selama 5 hr/mgg selama 2bulan,dan dilanjutkan dengan 1-1.5 mg 2 atau 3 kali/mgg selama 4

bulan.

38

Page 39: Wrap Up Sk.2 Respi

9. Kapreomisin

a. Efek samping

nefrotoksisitas dengan tanda nnaiknya BUN, menurunnya klirens kreatinin dan albuminuria.

Selain itu bisa terjadi hipokalemia, ujifungsi hati buruk, eosinogilia, leukositosis, leukopenia, dan

trombositopenia.

Pengobatan kombinasi

Kategori I 2RHZE/ 4R3H3

TB paru BTA (+) kasus baru

TB paru BTA(-), foto thorax (+), Kasus baru

TB ekstra paru ringan dan berat

Kategori II (2RHZES/1RHZE)/ 5R3H3E3

Pasien kambuh

Pasien default

Pasien gagal pengobatan

Kategori IV TB MDR (TB multidrug resistant)

2.Non-Farmako

POM (pengawas minum obat)

WHO telah memperkenalkan srategi DOTS (Directly Observed Treatment Short

Course) sebagai pendekatan terbaik untuk penanggulangan TB.Sistem DOTS terdiri dari 5

komponen, yaitu perlunya komitmen politik penentu kebijakan, diagnosis dengan

mikroskopi yang baik, pemberian obat yang dan diawasi secara baik, jaminan ketersediaan

obat serta pencatatan dan pelaporan yang akurat.

Komponen ketiga, yakni pemberian obat yang dan diawasi secara baik, untuk

menjamin seseorang menyelesaikan pengobatannya, maka perlu ditunjuk seorang pengawas

minum obat (PMO). PMO ini dari masyarakat atau petuga kesehatan yang sudah dilatih.

39

Page 40: Wrap Up Sk.2 Respi

4.10. Komplikasi

Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :

1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.

2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.

3. Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.

4. Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.

5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan

sebagainya.

6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.

Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif)

masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus

kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup

diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit

spesialistik.

Komplikasi terbagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut:

1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, emfiema, laryngitis, usus, Poncet’s

arthropathy

2. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas → SOFT (Sindrom Pasca Tuberkulosis),

kerusakan perenkim berat → SOPT/ fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis

karsinoma paru sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB

milier dan kavitas TB

4.11. Prognosis

Bila tidak menerima pengobatan spesifik (Grzybowsky, 1976) :

40

Page 41: Wrap Up Sk.2 Respi

- 25% meninggal dunia dalam 18 bulan

- 50% meninggal dalam 5 tahun

- 8-12.5 % menjadi chronic exeretors, yakni terus-menerus mengeluarkan basil TB dalam

sputumnya (sumber penularan)

Sisanya mengalami kesembuhan dengan spontan dengan bekas berupa proses fibrotik dan

perkapuran

Bila diberikan pengobatan spesifik (sesuai aturan sebenarnya) :

Pengobatan spesifik hanya membunuh basil TB saja, namun kelainan paru yang sudah ada pada

saat pengobatan spesifik dimulai tidak akan hilang sehingga keluhan-keluhan yang

disebabkannya belum tentu hilang secara sempurna saat terapi spesifik selesai, bahkan dapat

bertahan selama hidup. Bila diberikan pengobatan spesifik (tidak memenuhi syarat) penderita

tidak akan sembuh, dan basil TB yang tadinya resisten terhadap obat-obatan yang dipakai akan

menjadi resisten. Akibatnya penderita sukar disembuhkan dan menularkan basil-basil resisten

pada sekelilingnya.

4.12. Pencegahan

A. Pencegahan TB pada orang dewasa

TB pada orang dewasa lebih sering ditemukan oleh reinfeksi endogen (80%) dari pada eksogen

(20%). Sistem pertahanan tubuh terhadap TB didasarkan atas fungsi imunitas seluler. Untuk

mencegah TB pada orang dewasa ialah mempertahankan sistem imunitas seluler dalam keadaan

optimal ,dengan sedapat dapatnya menghindari faktoryang dapat melemahkannya seperti

kortikosteroid dan kurang gizi.

B. Pencegahan TB pada anak anak

Yang terbaik adalah mencegah infeksi basil TB. Mencegah kontak dengan penderita TB yang

menular. Gizi juga (terutama protein dan Fe yang cukup) akan memegang peranan penting dan

juga kortikoterapi yang berperan dama sistem imunitas seluler.

41

Page 42: Wrap Up Sk.2 Respi

LO5.Memahami dan menjelaskanProgram P2M TB Paru di Puskesmas

5.1. Faktor Predisposisi

1. Faktor Agent ( Mycobacterium tuberculosis)

Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia

atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang

lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis

sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan

kondisi Host.

2. Faktor Lingkungan

Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar

dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa

dipengaruhi musim dan letak geografis.Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada

kasus TBC. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya

pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan

epidemi penyakit ini.

3. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent) 

Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan

pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian

berdormansisepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi

berikutseluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.

4.Prevalensi dan Sebaran geografik

Sebagian besar orang yang telah terinfeksi, 80-90% belum tentu menjadi sakit

tuberkulosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka

42

Page 43: Wrap Up Sk.2 Respi

tersebut bisa berada dalam keadaan dorman atau tidur, dan keberadaan kuman dormantersebut

dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Mereka yang menjadi sakit disebutsebagai “ penderita

tuberkulosis “, biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-6 bulan

setelah terjadi infeksi. Mereka yang tidak sakit, tetap mempunyai resiko untuk menderita

tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka.

Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di

dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi

insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan

61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan

epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemic

terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi

HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi

prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan

sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di

Indonesia sekitar 190.000- 400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru

adalah 2.8%.

Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari

estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang.

Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban

penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama diantara High Burden Country

(HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi

kasus dan keberhasilanpengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah

sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari

169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB

BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka

keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008

mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program

pengendalian TB nasional yang utama.

5.2. Preventif dan promotif

43

Page 44: Wrap Up Sk.2 Respi

a. Upaya Promotif

Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja

melaluipendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja,

penyuluhan,penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan

kerja,peningkatan gizi kerja

b. Upaya preventif 

Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit TB.

1.Pencegahan Primer : Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah

timbulnya penyakitpada populasi yang sehat.

Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control) :

Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja.

Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja

Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan

Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control):

Pesyaratan penerimaan tenaga kerja

Pencatatan pelaporan

Monitoring dan evaluasi

Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain :

Sistem ventilasi yang baik 

Pengendalian lingkungan keja

Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain : Pendidikan

kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, caraminum obat

dll.

44

Page 45: Wrap Up Sk.2 Respi

Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan

fisik,pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test)-

Peningkatan gizi pekerja

2.Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini

mungkinmencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit,

diantaranya:

Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada

pengobatanyang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang “Pengawas Obat”

atau juru TBC

Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja-

Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai

danrujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.

Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perluprioritas

penanggulangan TBC bagi pekerja

Pengelolaan logistic

5.3. Sumber dan cara penularan

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,

pasien menyebarkan kuman keudara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali

batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan

terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.Ventilasi dapat

mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh

kuman.Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang  gelap  dan  lembab.

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman  yang  dikeluarkan

dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifanhasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien

tersebut. Faktor yang memungkinkanseseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi

percikan dalam udara danlamaya meng

hirup udara tersebut.

45

Page 46: Wrap Up Sk.2 Respi

5.4 Prinsip dasar program P2M

a) Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri dari Puskesmas

Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS). Diagnosis hanya dilakukan di PRM,

PS hanya membuat slide serta memfiksasi saja.

b) Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. Diagnosis BTA secara

mikroskopis bila ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan

dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2 kali  positif disebut

kasus BTA(+).

c) Kasus BTA(–) bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada

pemeriksaan Röntgen terdapat tanda TB aktif di parunya.

d) Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan mikroskop binokuler.

e) Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA(–) tapiRontgen

f) Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan

dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up pemeriksaan dahak

dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi).

g) Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat (3 bulan

sekali).

h) Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly ObservedTreatment Short-

Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya.

5.5. Cara menemukan kasus Tb paru

Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,

penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan

langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB.

46

Page 47: Wrap Up Sk.2 Respi

Penjaringan tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung dengan

penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan

cakupan penemuan tersangka penderita TB. Pemeriksaan terhadap kontak penderita TB,

terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang

menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Probabilitas terjadinya resistensi obat TB

lebih tinggi di rumah sakit dan sektor swasta yang belum terlibat dalam program pengendalian

TB nasional sebagai akibat dari tingginya ketidakpatuhan dan tingkat drop out pengobatan

karena tidak diterapkannya strategi DOTS yang tinggi.

5.6. Tujuan kunjungan petugas Puskesmas

Kunjungan  Rumah (Home Visit) kepada  pasien TB yang tidak memeriksakan diri pada waktu

yang telah ditentukan. Tujuannya adalah untuk memantau keberadaan pasien D.O (Drop-

Out/putus pengobatan), melihat kelanjutan pengobatan dan mengetahui kendala pasien

menghentikan pengobatan.

LO 6.Tugas dan Peran Pengawas Minum Obat (PMO)

Peran seorang PMO adalah mengawasi pasien tuberkulosis agar menelan obat secara teratur

sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara teratur,

mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, dan member

penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis yang mempunyai gejala-gejala

mencurigakan tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit atau unit pelayanan

kesehatan.

Menurut Nuraini (2003) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah :

a) Mengetahui tanda-tanda tersangka tuberkulosis paru.

b) Mengawasi penderita agar minum obat setiap hari.

c) Mengambil obat bagi penderita seminggu sekali

47

Page 48: Wrap Up Sk.2 Respi

d) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak :

1. Seminggu sebelum akhir bulan ke dua pengobatan, pemeriksa ulang dahak

dilakukan untuk menentukan obat tambahan.

2. Seminggu sebelum akhir bulan ke lima pengobatan, pemeriksaan

ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kegagalan.

3. Seminggu sebelum akhir bulan ke enam pengobatan, pemeriksaan

ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kesembuhan.

e) Memberikan penyuluhan

f) Memberitahukan jika terjadi suspek pada keluarga penderita.

g) Menujuk kalau ada efek samping dari penggunaan obat

Menurut Hapsari (2010) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah :

a) Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik.

b) Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.

c) Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah

ditentukan.

d) Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai.

e) Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan

obat.

f) Merujuk pasien bila efek samping semakin berat.

g) Melakukan kunjungan rumah

h) Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita tuberculosis yang mempunyai

gejala-gejala tersangka tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan.

48

Page 49: Wrap Up Sk.2 Respi

LO7. Memahami dan menjelaskan etika batuk menurut kaidah islam

Cara batuk yang benar Langkah 1 Sedikit berpaling dari orang yang ada disekitar anda dan tutup hidung dan mulut anda dengan menggunakan tissue atau saputangan atau lengan dalam baju anda setiap kali anda merasakan dorongan untuk batuk atau bersin.atau saputangan atau lengan dalam baju anda setiap kali anda merasakan dorongan untuk batuk atau bersin.Langkah 2 Segera buang tissue yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah.Langkah 3 Tinggalkan ruangan/tempat anda berada dengan sopan dan mengambil kesempatan untuk pergi cuci tangan di kamar kecil terdekat atau menggunakan gel pembersih tangan.

Langkah 4 - Gunakan masker - Bersin pada lengan baju bagian dalam adalah cara penting untuk membantu mengurangi

penyebaran penyakit udara di seluruh dunia. - Jika menggunakan tissue, itu hanya boleh digunakan sekali dan diikuti segera dengan mencuci

tangan dan membuang tissue pada tempat sampah.

Dalam Al-Quran ditegaskan bahwa Islam

“..menyuruh mengerjakan ma’ruf dan melarang perbuatan mungkar, dan menghalalkan segala cara yang baik dan mengharamkan segala yang buruk…” (QS. 7:157).

49

Page 50: Wrap Up Sk.2 Respi

Daftar pustaka

Gunawan SG, Setiabudi R, Nafraldi. 2008. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.

Raden, Inmar. Anatomi Kedokteran Sistem Respiratorius. Jakarta : Universitas Yarsi

Brooks, Geo F, Janet S. Butel, Stephen A Morse. 2008. Jawetz, Melnick,& Adelberg

Mikrobiologi Kedokteran ed.23, ab. Huriawati Hartanto, dll. Jakarta: EGC

Eroschenko, VP. 2010. Atlas Histologi diFiore. Ed. 11.Jakarta : EGC

Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 335-54.

Kuehnel. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy. 4th ed Stuttgart:

Thieme; 2003. p. 340-51.

Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. 2007. Departemen Kesehatan Republic

Indonenesia. Bakti Husada.

Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC.

Sudoyo W, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : FKUI

Snell. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran

Ethel, Sloane. Anatomi dan Fisiologi Pemula. EGC. Jakarta

50