skenario 3 respi -fadli- pdf

21
M.FADLI ILHAM AKBARI 1102013159 LI.1.Memahami dan Menjelaskan Asma Anak LO 1.1 Definisi Asma adalah serangan berulang dyspnea paroksismal, disertai dengan peradangan jalan napas dan mengi akibat kontraksi spasmodik bronkus dengan beberapa kasus adalah manifestasi alergi pada orang-orang yang telah tersensitisasi (allergic asthma), yang lain dicetuskan oleh berbagai faktor seperti latihan fisik berat, partikel-partikel iritan, stress psikologis, dan lain sebagainya. Disebut juga bronchial asthma dan spasmodic asthma. LO 1.2 Etiologi Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu. Asma dapat disebabkan oleh kelainan fungsi reseptor adenilat siklase adrenergik-β dengan penurunan respons adrenergik. Faktor imunologis. Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik atau alergik, eksaserbasi terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepungsari, dan ketombe. Seringkali, tapi tidak selalu, kadar IgE total maupun spesifik penderita seperti ini meningkat terhadap antigen yang terlibat. Asma instrinsik ditemukan paling sering pada usia 2 tahun pertama dan orang dewasa (asma yang timbul lambat) dengan penelitian klinis, tidak ditemukan keterlibatan IgE, uji kulit negatif dan kadar IgE rendah. Asma ekstrinsik mungkin dihubungkan dengan lebih mudahnya mengenali rangsang pelepasan mediator daripada asma intrinsik. Penderita asma dari semua umur biasanya mempunyai kadar serum IgE yang meningkat, pada kebanyakan penderita memberi kesan komponen alergik-ekstrinsik. Walaupun kenaikan kadar IgE dapat karena atopi, rangsangan non-spesifik kronis, yaitu reaksi imun fase lambat akibat alergen pada sel mast menciptakan hiperreaktivitas jalan napas non-spesifik yang lama, yang dapat menghasilkan bronkospasme tanpa adanya faktor ekstrinsik yang dapat diketahui. Agen virus adalah pemicu infeksi asma paling penting. RSV (Respiratory Syncytial Virus) dan virus parainfluenzae adalah yang paling sering terlibat. Infeksi parainfluenzae diduga berperan penting pada umur yang semakin tua.

Upload: fadli-ilham

Post on 02-Oct-2015

69 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

gg

TRANSCRIPT

  • M.FADLI ILHAM AKBARI

    1102013159

    LI.1.Memahami dan Menjelaskan Asma Anak

    LO 1.1 Definisi

    Asma adalah serangan berulang dyspnea paroksismal, disertai dengan peradangan

    jalan napas dan mengi akibat kontraksi spasmodik bronkus dengan beberapa kasus adalah

    manifestasi alergi pada orang-orang yang telah tersensitisasi (allergic asthma), yang lain

    dicetuskan oleh berbagai faktor seperti latihan fisik berat, partikel-partikel iritan, stress

    psikologis, dan lain sebagainya. Disebut juga bronchial asthma dan spasmodic asthma.

    LO 1.2 Etiologi

    Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis,

    infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu. Asma

    dapat disebabkan oleh kelainan fungsi reseptor adenilat siklase adrenergik- dengan

    penurunan respons adrenergik.

    Faktor imunologis. Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik atau

    alergik, eksaserbasi terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu

    rumah, tepungsari, dan ketombe. Seringkali, tapi tidak selalu, kadar IgE total maupun

    spesifik penderita seperti ini meningkat terhadap antigen yang terlibat. Asma instrinsik

    ditemukan paling sering pada usia 2 tahun pertama dan orang dewasa (asma yang timbul

    lambat) dengan penelitian klinis, tidak ditemukan keterlibatan IgE, uji kulit negatif dan

    kadar IgE rendah. Asma ekstrinsik mungkin dihubungkan dengan lebih mudahnya

    mengenali rangsang pelepasan mediator daripada asma intrinsik. Penderita asma dari

    semua umur biasanya mempunyai kadar serum IgE yang meningkat, pada kebanyakan

    penderita memberi kesan komponen alergik-ekstrinsik. Walaupun kenaikan kadar IgE

    dapat karena atopi, rangsangan non-spesifik kronis, yaitu reaksi imun fase lambat akibat

    alergen pada sel mast menciptakan hiperreaktivitas jalan napas non-spesifik yang lama,

    yang dapat menghasilkan bronkospasme tanpa adanya faktor ekstrinsik yang dapat

    diketahui. Agen virus adalah pemicu infeksi asma paling penting. RSV (Respiratory

    Syncytial Virus) dan virus parainfluenzae adalah yang paling sering terlibat. Infeksi

    parainfluenzae diduga berperan penting pada umur yang semakin tua.

  • 2

    Faktor endokrin. Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan

    dan menstruasi, terutama prementruasi atau dapat timbul pada saat wanita menopause.

    Asma membaik pada beberapa anak saat pubertas.

    Faktor psikologis. Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan

    dewasa yang berpenyakit asma, tetapi penyimpangan emosional atau sifat-sifat perilaku

    yang dijumpai pada anak asma tidak lebih sering daripada anak dengan penyakit cacat

    kronis lain. Sebaliknya, pengaruh penyakit kronis berat seperti asma pada pandangan

    anaknya sendiri, pandangan orangtua padanya, atau kehidupan pada umumnya, dapat

    merusak.

    LO.1.3. Faktor Resiko

    Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus,

    dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma dini

    (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR).

    Faktor Risiko Asma

    Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor lingkungan.

    1. Faktor Genetik

    a. Atopi/alergi

    Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara

    penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang

    juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma

    bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.

    b. Hipereaktivitas bronkus

    Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.

    c. Jenis kelamin

    Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada

    anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa

    perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih

    banyak.

  • 3

    d. Ras/etnik

    e. Obesitas

    Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor risiko asma. Mediator

    tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan

    kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan

    penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status

    kesehatan.

    2. Faktor lain

    a. Alergen makanan

    Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan

    penyedap pengawet, dan pewarna makanan.

    b. Alergen obat-obatan tertentu

    Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik,

    antipiretik, dan lain lain.

    c. Bahan yang mengiritasi

    Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.

    d. Ekspresi emosi berlebih

    Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat

    memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus

    segera diobati, penderita asma yang mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat

    untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala

    asmanya lebih sulit diobati.

    e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif

    Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan

    sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti

    meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.

    f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan

    g. Exercise-induced asthma

  • 4

    Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga tertentu. Sebagian

    besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga

    yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena

    aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.

    h. Perubahan cuaca

    Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang

    mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-

    kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga

    (serbuk sari beterbangan).

    i. Status ekonomi

    beban sosial dan ekonomi yang berhubungan dengan peningkatan prevalens dan kematian

    akibat asma merupakan dasar pemikiran penting bagi pelaksanaan manajemen asma yang

    strategis.

    LO 1.4 Klasifikasi

    PNAA (Pedoman Nasional Asma Anak) membagi asma anak menjadi 3 derajat penyakit,

    dengan kriteria lebih lengkap dibandingkan Konsensus International, seperti dapat dilihat

    dalam tabel berikut ini.

    Tabel 1. Klasifikasi derajat penyakit asma anak

    Parameter klinis,

    kebutuhan obat,

    dan faal paru

    Asma episodik

    jarang

    Asma episodik

    sering

    Asma Persisten

    1.Frekuensi

    serangan

    < 1x/ bulan >1x/ bulan sering

    2. Lama serangan < 1 minggu >1 minggu Hampir sepanjang

    tahun, tidak ada

    remisi

    3.Intensitas

    serangan

    Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat

    4.Diantara

    serangan

    Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan

    malam

  • 5

    5.Tidur dan

    aktivitas

    Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

    6.Pemeriksaan

    fisik di luar

    serangan

    Normal (tidak

    ditemukan

    kelainan)

    Mungkin

    terganggu

    (ditemukan

    kelainan)

    Tidak pernah

    normal

    7.Obat pengendali

    (anti-inflamasi)

    Tidak perlu Perlu

    Perlu

    8. Uji faal paru

    (di luar serangan)

    PEF/FEV1>80% PEF/FEV1 60-

    80%

    PEF/FEV1 15% Variabilitas >30% Variabilitas >50%

    Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari,

    asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma

    (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji

    fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan

    diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan

    asma serangan berat.

    Klasifikasi asma menurut derajat serangan

    Parameter klinis, fungsi

    faal paru, laboratorium

    Ringan Sedang Berat Ancaman henti

    napas

    Sesak (breathless)

    Berjalan

    Berbicara

    Istirahat

    Bayi :

    Menangis keras

    Bayi :

    -Tangis pendek

    dan lemah

    -Kesulitan

    menetek/makan

    Bayi :

    Tidakmau

    makan/minum

  • 6

    Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang

    lengan

    Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata

    Kesadaran Mungkin iritabel Biasanya iritabel Biasanya iritabel Kebingungan

    Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata

    Wheezing Sedang, sering

    hanya pada akhir

    ekspirasi

    Nyaring,

    sepanjang

    ekspirasi

    inspirasi

    Sangat nyaring,

    terdengar tanpa

    stetoskop

    Sulit/tidak

    terdengar

    Penggunaan otot bantu

    respiratorik

    Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradok

    torako-abdominal

    Retraksi Dangkal, retraksi

    interkostal

    Sedang, ditambah

    retraksi

    suprasternal

    Dalam, ditambah

    napas cuping

    hidung

    Dangkal / hilang

    Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu

    Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar :

    Usia Frekuensi napas normal per menit

    < 2 bulan 20mmHg)

    Tidak ada, tanda

    kelelahan otot

    respiratorik

  • 7

    praktis)

    PEFR atau FEV1

    (%nilai dugaan/%nilai

    terbaik)

    Pra bonkodilator

    Pasca bronkodilator

    >60%

    >80%

    40-60%

    60-80%

  • 8

    - Gejala terjadi setiap hari

    - Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur

    - Gejala nokturnal > 1 kali dalam seminggu

    - Menggunakan agonis - 2 kerja pendek setiap hari

    o FEV1 60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu

    o Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%

    4. Persisten berat

    - Gejala terjadi setiap hari

    - Serangan sering terjadi

    - Gejala asma nokturnal sering terjadi

    o FEV1 60% predicted atau PEF 60% nilai terbaik untuk individu

    o Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%

    o

    LO 1.5 Patofisiologi

    Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus,

    dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur,

    yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE,

    merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.

    Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi

    IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE

    terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat

    dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorangmenghirup alergen, terjadi fase

    sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan

    antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi

    mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah

    histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan

    efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen

    bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran

    napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit

    setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator

    sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat,

    reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama 16- 24 jam, bahkan

    kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast

    dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma.

  • 9

    Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,

    makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal

    menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel

    mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan

    alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi.

    Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi

    asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara

    dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks

    saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya

    neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide

    (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema

    bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.

    Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus

    tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektif. Beratnya

    hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus

    tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi

    antigen, maupun inhalasi zat nonspesifik (Rengganis, 2008).

  • 10

    Serangan asma terjadi apabila terpajan alergen sebagai pencetus. Pajanan alergen tersebut

    menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema dan hipersekresi saluran napas dengan

    hasil akhir berupa obstruksi saluran napas bawah sehingga terjadi gangguan ventilasi

    berupa kesulitan napas pada saat ekspirasi (air trapping). Terperangkapnya udara saat

    ekspirasi mengakibatkan peningkatan tekanan CO2 dan pada akhirnya menyebabkan

    penurunan tekanan O2 dengan akibat penimbunan asam laktat atau asidosis metabolik.

    Adanya obstruksi juga akan menyebabkan terjadinya hiperinflasi paru yang

    mengakibatkan tahanan paru meningkat sehingga usaha napas meningkat. Usaha napas

    terlihat nyata pada saat ekspirasi sehingga dapat terlihat ekspirasi yang memanjang atau

    wheezing. Adanya peningkatan tekanan CO2 dan penurunan tekanan O2 serta asidosis

    dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonar yang berakibat pada penurunan surfaktan.

    Penurunan surfaktan tersebut dapat menyebabkan keadaan atelektasis. Selain itu,

    hipersekresi akan menyebabkan terjadinya sumbatan akibat sekret yang banyak (mucous

    plug) dengan akibat atelectasis

    Penyempitan saluran respiratorik pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab

    utama penyempitan saluran respiratorik adalah kontraksi otot polos bronkus yang

    diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Yang termasuk agonis adalah

    histamine, triptase, prostaglandin D2 dan leukotriene C4 dari sel mast, neuropeptida dari

    dari saraf afferent setempat, dan asetilkolon dari saraf eferen postganglionik. Kontraksi

    otot polos saluran respiratorik diperkuat oleh penebalan dinding saluran napas akibat

    edema akut, infiltrasi sel-sel inflamasi dan remodelling, hyperplasia dan hipertropi kronis

    otot polos, vaskuler dan sel-sel sekretori serta deposisi matriks pada dinding saluran

    respiratorik. Selain itu, hambatan saluran respiratorik juga bertambah akibat produksi

    sekret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar submucosa, protein

    plasma yang keluar mikrovaskular bronkus dan debris selular.

  • 11

    LO 1.6 Manifestasi klinik

    Gejala dan tanda klinis sangat dipengaruhi oleh berat ringannya asma yang diderita. Bisa saja

    seorang penderita asma hampir-hampir tidak menunjukkan gejala yang spesifik sama sekali,

    di lain pihak ada juga yang sangat jelas gejalanya. Gejaladan tanda tersebut antara lain:

    1. Batuk

    2. Nafas sesak (dispnea) terlebih pada saat mengeluarkan nafas (ekspirasi)

    3. Wheezing (mengi)

    4. Nafas dangkal dan cepat

    5. Ronkhi

    6. Retraksi dinding dada

    7. Pernafasan cuping hidung (menunjukkan telah digunakannya semua otot-otot bantu

    pernafasan dalam usaha mengatasi sesak yang terjadi)

    8. Hiperinflasi toraks (dada seperti gentong)

    Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejalaklinis, tapi

    pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah,duduk dengan

    menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerjadengan keras.Gejala

    klasik dari asma ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan padasebagian

  • 12

    penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selaludijumpai

    bersamaan.

    Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak,antara lain

    : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, takikardidan pernafasan

    cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.Penderita asma dapat

    dikategorikan menjadi sebagai berikut:

    1. Asma intermiten ringan, gejala terjadi kurang dari seminggu sekali denganfungsi paru

    normal atau mendekati normal diantara episode serangan.

    2. Asma persisten ringan, gejala muncul lebih dari sekali dalam seminggudengan fungsi

    paru normal atau mendekati normal diantara episodeserangan.

    3. Asma persisten moderat, gejala muncul setiap hari dengan keterbatasan jalan napas

    ringan hingga moderat.

    4. Asma persisten berat, gejala muncul tiap hari dan mengganggu aktivitasharian.

    Terdapat gangguan tidur karena terbangun malam hari, danketerbatasan jalan napas

    moderat hingga berat.

    5. Asma berat, gejala distress berat hingga tidak bisa tidur. Keterbatasan jalan napas

    yang kurang respon terhadap bronkodilator inhalasi dan dapatmengancam nyawa.

    LO.1.7. diagnosis dan diagnosis banding

    1. Anamnesis

    Riwayat penyakit/ gejala :

    Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan

    Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak

    Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari

    diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu

    Respons terhadap pemberian bronkodilator

    Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :

    Riwayat keluarga (atopi)

    Riwayat alergi/ atopi

    Penyakit lain yang memberatkan

    Perkembangan penyakit dan pengobatan

    2. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman

    dalam posisi duduk

    Jantung : Pekak jantung mengecil, takikardi

    Paru

    o Inspeksi : Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong kebawah o Auskultasi : Terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang

  • 13

    o Perkusi : Hipersonor o Palpasi : Fremitus vokal kanan sama dengan kiri

    3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Sputum

    Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

    o Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil o Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang

    bronkhus

    o Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus o Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid

    dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug

    Pemeriksaan Darah o Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi

    hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis

    o Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH o Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana

    menandakan terdapatnya suatu infeksi

    o Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari IgE pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

    Pemeriksaan Penunjang Lain

    1) Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan

    gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan

    rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,

    maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

    Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD), maka gambaran radiolusen

    akan semakin bertambah

    Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan

    pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada

    paru-paru

    2) Pemeriksaan Tes Kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan

    reaksi yang positif pada asma.

    3) Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,

    dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada emfisema paru, yaitu:

    Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation

    Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block)

    Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative

    4) Scanning Paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama

    serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

  • 14

    5) Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan

    sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.

    Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol

    (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih

    dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari

    20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga

    penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan

    tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

    Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat atau

    bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan.

    Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan

    waktu pengamatan antara satu sampai dua jam.

    Gambaran Klinis Status Asmatikus

    Penderita tampak sakit berat dan sianosis Sesak nafas, bicara terputus-putus Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah

    jatuh dalam dehidrasi berat

    6) Faal Paru

    Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai asmanya,

    demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dyspnea dan mengi; sehingga butuh

    pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan

    penderita, dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk

    menilai :

    Obstruksi jalan napas

    Reversibiliti kelainan paru

    Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas.

    Diagnosis banding:

    1. Bronkitis Kronis

    2. Emfisema Paru

    3. Gagal Jantung Kiri

    4. Emboli Paru

    Diagnosis banding lainnya :

    Rinosinusitis,PJB

    Refluks gastroesofageal

    Infeksi respiratorik bawah viral berulang

    Displasia bronkopulmoner

    Tuberkulosis

    Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan

    saluran respiratorik intratorakal

    Aspirasi benda asing

    Sindrom diskinesia silier primer

    Defisiensi imun

  • 15

    LO 1.8.Penatalaksanaan

    Farmako Terapi Obat yang digunakan adalah bronkodilator seperti agonis 2 adrenergik.adapun obat nya sebagai berikut

    1. Adrenegik

    Epinefrin - Sangat bermanfaat untuk status asma tikus dan asma akut - Farmako dinamik : mempunyai aktifitas terhadap , 1 dan 2 sebagai

    bronkodilator stimulasi jantung

    - Farmako kinetik : oral mudah dirusak enzim COMT dan MAO, subkutan absorpsi lebih lambat karena vasokonstriksi lokal, IM ,absopsi lebih cepat,

    semprotan hidung efeknya lokal tapi dapat sistemik

    - Efek samping : rasa takut, gelisah, sakit kepala berdenyut, tremor, palpitasi, sukar bernafas

    - Indikasi : bronkospasme, syok anafilaktik vasokonstriksi lokal

  • 16

    Efedrin

    - Masih banyak dipakai karna murah dan dapat per oral. - Farmako donamik : merupakan adrenergik bekerja tidak langsung, efeknya

    mirip epinefrin tapi labih lambat, efek sentralnya lebih kuat. Efek

    bronkodilatornya lebih kecil dibanding epinefrin, merupakan stimulan ringan

    - Farmako kinetik : absorpsi baik melalui peroral, serta dapat melewati BBB. - Efek samping : takikardi, sakit kepala, tremor, rasa melayang, peningkatan

    tekanan darah.

    - Indikasi : asma bronkial, dan COP

    Isoproterenol

    - Nama lain : isopropilnorepinefrin, isoprenalin - Farmako dinamik : merupakan agonis reseptor paling kuat. Serta sebagai

    bronkodilatasi pada reseptor tersebut, juga mecegah pelepasan histamin dan

    mediator lain.

    - Farmako kinetik : bekerja mulanya cepat tapi lama kerjanya pendek ( 1 - 2 jam ) .biasanya dipakai sebagai inhalasi.

    - Indikasi : untuk asma bronkial, COPD - Kontra indikasi : penyakit jantung.

    Agonis 2 selektif

    - Yang termasuk golongan ini adalah : salbutamol, terbutalin, fenoterol, ritodrin. - Farmako dinamik : pada dosis keCil mempengaruhi reseptor 2 dan pada dosis

    besar juga 1, perangsangan 2 bronkodilatasi. - Farmako kinetik : selektifitas obat tidak sama contoh salbutamol >

    metaproterenol.

    - Efek samping : mual muntah takikardi, palpitasi, hipertensi, sakit kepalan dan tremor.

    - Indikasi : asma bronkiale dan COPD

    2. Xantin

    Efek bronkodilatasi bekerja malalui penghambatan fosfodiesterase.

    Teofilin

    - Farmakokinetik : Absorbsi cepat pada pemberian oral, parenteral, dan rectal. Distribusi keseluruh tubuh.

    - Di metabolism dihati dengan T jam. Inotropik positif. - Mempunyai efek eksresi air dan elektrolit seperti tiazid. - Efek samping : sakit kepala, gugup, mual, muntah, nyeri epigastrium.

    Aritmian, hipotensi.

    - Interaksi obat :metabolism meningkat pada pemberian bersama Barbiturat, Fenitonin dan perokok.

    Aminofilin

    - Merupakan teofilin dalam bentuk garam. - Berisi 80 % teofilin

  • 17

    - Bila diberikan dalam bentuk aminofilin, dinaikan 20 %. - Indikasi : asmabronkial, COPD.

    3. Kortikosteroid

    Merupakan anti asma yang kuat, sangat bermanfaat untuk status asmatikus dan asma

    berat. Sesuai pemahaman patogenesis asma, kortikosteroid juga merupakan obat utama

    dalam pengobatan dan pencegahan asma. Menghambat proses radang di saluran nafas,

    namun penggunaannya dibatasi karena efeksamping sistematiknya dan penghentian

    pengobatan harus secara bertahap agar tidak mempengaruhi aktifitas hipofisis adrenal

    maka kortokosteroid diberikan pada pagi hari.

    Efek sampingnya apabila pengobatan dihentikan tiba tiba :dapat mengakibatkan insufisiensi adrenal dengan gejala yang mirip reaktifasi atritis reumatoid. Penggunaan

    jangka panjang dapat mengakibatkan sindroma caushing yaiti: moon face, miopati,

    osteoporosis hipertensi serta gangguamn metabolisme karbohidrat dan lipid.

    4. Kortikosteroid selektif ( beklometason aerosol )

    Bekerja lokal pada mukosa saluran nafas untuk mengurangi inflamasi. Tersedia

    aerosol dengan dosis terukur (metered doses), digunakan sebagai substitusi kotikosteroid

    oral pada ketergantungan steroid.absorpsi sitemik kecil dan di metabolisme cepat, tidakk

    berefek pada aksis hipotalamus dan hipofisis adrenal.

    Efek samping berupa efek iritasi seperti suara parau, sakit tenggorokan dan mulut

    terasa kering.dapat menyebabkan infeksi kandida pada orofaring. Obat ini di indikasikan

    untuk Asma Bronkiale dan COPD.

    1. Antihistamin

    - Mekanisme kerja : menghambat reseptor H-1 - Efek : menghambat bronkokontrisi oleh histamine, menghambat sekresi

    kelenjar bronkus.

    - Farmakokinetik : absorbsi oral baik. Efek timbul 15-30 menit dan maksimal setelah 1-2 jam, durasi 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat di paru-paru.

    Metabolism di hati. Eksresi melalui urin.

    Tabel 1. : Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasi

    Cairan , Obat, Waktu Nebulisasi jet Nebulisasi ultrasonik

    Garam faali (NaCl 0,9%) 5 ml 10 ml

    -agonis/antikolinergik/steroid Lihat tabel 2

    Waktu 10-15 menit 3-5 menit

    Tabel 2. : Obat untuk nebulisasi, jenis dan dosis

    Nama generik Nama dagang Sediaan Dosis nebulisasi

    Golongan -agonis

    Fenoterol Berotec Solution 0,1% 5-10 tetes

  • 18

    Salbutamol Ventolin Nebule 2,5 mg 1 nebule (0,1-0,15

    mg/kg)

    Terbutalin Bricasma Respule 2,5 mg 1 repsule

    Golongan antikolinergik

    Ipratropium

    bromide

    Atroven Solution 0,025% > 6 thn : 8-20 tetes

    > 6 thn : 4-10 tetes

    Golongan steroid

    Budesonide

    Fluticasone

    Pulmicort

    Flixotide

    Respule

    Nebule

    Tabel 3. : Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma

    Steroid Oral :

    Nama

    Generik Nama Dagang Sediaan Dosis

    Prednisolon Medrol, Medixon

    Lameson, Urbason

    Tablet

    4 mg

    1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

    Prednison Hostacortin,

    Pehacort, Dellacorta

    Tablet

    5 mg

    1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

    Triamsinolon Kenacort Tablet

    4 mg

    1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

    Steroid Injeksi :

    Nama Generik Nama Dagang Sediaan Jalur Dosis

    M. prednisolon

    Suksinat

    Solu-Medrol

    Medixon

    Vial 125 mg

    Vial 500 mg

    IV / IM 1-2 mg/kg

    tiap 6 jam

    Hidrokortison-

    Suksinat

    Solu-Cortef

    Silacort

    Vial 100 mg

    Vial 100 mg

    IV / IM 4 mg/kgBB/x

    tiap 6 jam

    Deksametason Oradexon

    Kalmetason

    Fortecortin

    Corsona

    Ampul 5 mg

    Ampul 4 mg

    Ampul 4 mg

    Ampul 5 mg

    IV / IM 0,5-1mg/kgBB

    bolus, dilanjutkan 1

    mg/kgBB/hari

    diberikan tiap 6-8

    jam

  • 19

    Betametason Celestone Ampul 4 mg IV / IM 0,05-0,1 mg/kgBB

    tiap 6 jam

    LO 1.9 Komplikasi

    Asma yang tidak dikendalikan dengan baik dapat berujung pada komplikasi-komplikasi yang

    terjadi pada organ-organ pada saluran pernapasan termasuk:

    1. Pneumonia (infeksi pada paru-paru).

    Pneumonia adalah peradangan (pembengkakan) pada jaringan yang ada pada salah satu atau

    kedua paru-paru yang biasanya disebabkan oleh infeksi.

    2. Lumpuhnya sebagian atau keseluruhan paru-paru

    3. Kegagalan pernapasan.

    Kegagalan pernapasan terjadi ketika tingkat oksigen dalam darah berkurang ke tingkat yang

    membahayakan, atau tingkat karbon dioksida yang meninggi ke tingkat yang membahayakan.

    4. Status asthmaticus (serangan asma yang parah yang tidak dapat merespon pada perawatan

    tertentu)

    Adapun komplikasi nya :

    a. Pneumothorax

    Keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura, sehingga paru paru kesulitan

    untuk mengembang.

    b. Pneumodiastinum

    Adanya udara atau gas bebas yang ditemukan pada mediastinum.

    c. Emfisema

    Pembesaran permanen abnormal ruang udara distal ke bronkiolus terminal, disertai dengan

    kerusakan dinding alveolar dan tanpa fibrosis yang jelas.

    d. Atelektasis

    pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paruakibat penyumbatan saluran udara (bronkus

    maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

    e. Bronchitis

    Peradangan pada cabang tenggorokan/ bronkus.

    f. Gagal nafas g. Perubahan bentuk thorax

  • 20

    LO 1.10 Prognosis

    Beberapa studi kohort menemukan bahwa banyak bayi dengan wheezing tidak

    berlanjut menjadi asma pada masa anak dan remajanya. Proporsi kelompok tersebut

    berkisar antara 45-85%, tergantung besarnya sampel studi, tipe studi kohort, dan

    lamanya pemantauan. Adanya asma pada orangtua dan dermatitis atopik pada anak

    dengan wheezing merupakan salah satu indikator penting untuk terjadinya asma di

    kemudian hari. Apabila terdapat kedua hal tersebut maka kemungkinan menjadi asma

    lebih besar atau terdapat salah satu di atas disertai dengan 2 dari 3 keadaan berikut

    yaitu eosinophilia, rhinitis alergika, dan wheezing yang menetap pada keadaan bukan

    flu.

    LO.11 pencegahan

    a) Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat membuat anak lelah, berikan istirahat yang cukup. Berikan istirahat cukup dan tidur 8 10 jam tiap malam. Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress dan meningkatkan kenyamanan

    anak

    b) Ajarkan anak teknik manajemen stress c) Bronkospasme mungkin disebabkan oleh emosional dan stress d) Hindari makanan yang menyebabkan alergi e) Kontrol secara rutin ke petugas kesehatan f) Edukasi pasien

    Asma merupakan suatu penyakit kronis. Pasien dan keluarganya harus diberi edukasi

    mengenai asma yang diderita pasien dan perawatan lanjutan atau follow-up. Informasi

    mengenai perawatan atau pengobatan maintenance, monitoring dan kontrol terhadap

    lingkungan pasien sangat penting, terutama untuk mencegah eksaserbasi dari asma.

    DAFTAR PUSTAKA

    Dorland, WA Newman 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC

    Rahajoe N, dkk. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit

    IDAI.

    Sherwood. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sel. Jakarta: EGC.

    Rahajoe N, dkk. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP IDAI, 2004

    Gunawan,Sulistia Gan,DKK.2007. Farmakologi dan Terapi edisi 5.Jakarta : Departemen

  • 21

    Farmakologi dan Terapeutik FKUI

    PDPI, Asma. Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, 2004