sken 1 - meningitis tb
TRANSCRIPT
Meningitis Tuberculosa
Callista Fernanda
F8 / 102012166
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Pendahuluan
Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat, salah satunya adalah
peradangan pada selaput otak, yang sering disebut sebagai meningitis. Meningitis merupakan
penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua orang. Bayi, anak-anak, dan dewasa
muda merupakan golongan usia yang mempunyai resiko tinggi untuk terkena meningitis.
Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya meningitis, diantaranya infeksi virus, bakteri, dan
jamur. Pada makalah ini akan dibahas mengenai salah satu meningitis yang disebabkan oleh
bakteri, yakni meningitis tuberculosa.
Anamnesis
Hal yang perlu dilakukan terlebih dahulu sebagai dokter sebelum mendiagnosis suatu
penyakit terhadap temuan klinis yang ada pada pasien yaitu dengan anamnesis. Anamnesis ini
dapat dilakukan dalam 2 bentuk yaitu alloanamnesis dan autoanamnesis. Allonamnesis adalah
melakukan anamnesis dengan kerabat pasien yang terdekat. Hal ini dilakukan bila pasien dalam
kondisi tidak sadar atau terjadi penurunan kesadaran serta pasien anak-anak. Sedangkan
autoanamnesis adalah melakukan anamnesis langsung kepada pasien dengan keadaan yang
masih baik kesadarannya.1
Identitas pasien: Nama, tempat tanggal lahir, alamat, pekerjaan
Keluhan utama dan penyerta: Adakah demam, nyeri kepala, mual, muntah, anoreksia,
lemas, atau bahkan kelumpuhan?
Riwayat penyakit dahulu: Apakah pernah menderita penyakit ISPA atau TBC ? Apakah
pernah jatuh atau trauma kepala ? Pernahkah operasi daerah kepala?
1
Riwayat penyakit keluarga: Adakah dikeluarga yang menderita penyakit TBC atau batuk
lebih dari 3 minggu?
Riwayat sosial dan obat-obatan
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan kesadaran
2. Pengukuran tanda-tanda vital: suhu, tekanan darah, frekuensi napas, denyut nadi
3. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan pupil dan gerakan mata
Pemeriksaan tanda rangsang meningeal
Pemeriksaan kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak
dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan
rotasi kepala.
Pemeriksaan tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi pada sendi panggul kernudian
ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda
Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak
dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha, biasanya diikuti rasa
nyeri.
Pemeriksaan tanda Laseque
Pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai ekstensi. Kemudian angkat satu
tungkai pasien dengan fleksi di sendi panggul. Tungkai lain dalam keadaan yang
2
lurus. Tanda Laseque (+) bila timbul rasa nyeri atau adanya tahanan sebelum
mencapai 70°.
Pemeriksaan tanda Brudzinski I (Brudzinski leher)
Dilakukan dengan cara pasien berbaring dengan tungkai ekstensi, kemudian leher
difleksikan sampai dagu menyentuh dada seperti memeriksa kaku kuduk. Tanda
Brudzinski I (+) jika pasien memfleksikan kedua lututnya. Sebelum pemeriksaan,
harus dipastikan pasien tidak lumpuh.2
Pemeriksaan tanda Brudzinski II ( Brudzinski kontra lateral tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul
(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
Pemeriksaan saraf kranial
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan pungsi lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal. Pada meningitis bakterialis, tekanan meningkat, cairan keruh/ berkabut,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, dan kultur positif terhadap
beberapa jenis bakteri. Pada meningitis virus, tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih,
sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif.
Sedangkan meningitis tuberculosa, cairan kuning muda, jumlah sel darah putih dan protein
meningkat, glukosa menurun.
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED),
kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur. Pada meningitis serosa maupun purulenta
3
didapatkan peningkatan leukosit, pada meningitis tuberculosa disertai dengan peningkatan
LED.
3. Pemeriksaan radiologis
Periksaan radiologis dapat membantu dalam mendiagnosis meningitis tuberculosa. CT
scan atau MRI otak penderita meningitis tuberculosa mungkin normal selama stadium awal
penyakit. Ketika penyakit memburuk, pembesaran basilar dan hidrosefalus komunikan
dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia setempat merupakan temuan yang paling sering.
Untuk lebih menunjang diagnosa, dapat juga dilakukan foto thoraks.
Working Diagnosis
Meningitis tuberculosa merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk
komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberculosis paru. Infeksi primer muncul di paru-
paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru,
seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. Diagnosis dapat ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan juga pemeriksaan penunjang berupa analisa cairan
serebrospinal serta melalui kultur ataupun pewarnaan dari spesimen yang umumnya dilakukan.3
Differential Diagnosis
Meningitis bakterial (piogenik)
Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan meningitis bakterialis yaitu Neisseria
meningitides (meningokokus), Haemophilus influenza tipe b (jarang terjadi setelah vaksinasi),
dan Streptococcus pneumoniae (pneumokokus). Gambaran klinis yang dapat ditemukan yaitu
nyeri kepala hebat disertai nyeri dan kekakuan pada leher dan punggung, muntah, serta fotofobia.
Kecepatan onset nyeri kepala cukup cepat (menit hingga jam). Pasien dapat mengalami
penurunan kesadaran dan kejang.
4
Meningitis virus
Disebut juga meningitis aseptik karena tidak ditemukan adanya bakteri dalam darah
pasien. Meningitis jenis ini umumnya ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu
7-10 hari, dengan memperkuat daya tahan tubuh. Gejala klinisnya mirip dengan meningitis
bakterial. Ada beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan meningitis viral, antara lain
enterovirus, virus cacar, herpes virus, virus campak, dan virus influenza. Untuk mengetahui
apakah meningitis disebabkan oleh virus atau bakteri, dilakukan uji kultur yang berasal dari
cairan cerebrospinal pasien. Pasien dengan meningitis viral umumnya tidak perlu pengobatan
khusus dan disarankan untuk istirahat total, minum banyak cairan, dan pengobatan untuk
mengatasi gejala saja, seperti analgesik untuk mengilangkan rasa sakit kepala dan antipiretik
untuk menurunkan demam.
Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran
panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan
terhadap asam dan pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi secara mikroskopis sehingga
disebut basil tahan asam (BTA). Sebagian besar komponen Mycobacterium tuberculosis berupa
lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan
faktor fisik. Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Kuman ini dapat dorman atau tertidur
sampai beberapa tahun dalam jaringan tubuh dan bersifat aerob sehingga menyukai daerah yang
banyak oksigen. Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat intracellular
pathogen pada hewan dan manusia. Selain Mycobacterium tuberculosis, spesies lainnya yang
juga dapat menimbulkan tuberkulosis adalah Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum,
dan Mycobacterium microti.4
Epidemiologi
Meningitis tuberculosa merupakan penyakit yang paling sering ditemukan di negara yang
sedang berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Meningitis tuberculosa merupakan penyakit
5
yang mengancam jiwa dan memerlukan penanganan tepat karena mortalitas mencapai 30%,
sekitar 5:10 dari pasien bebas meningitis tuberculosa memiliki gangguan neurologis walaupun
telah diberikan antibiotik yang adekuat.
Meningitis tuberculosa merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan
mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis tuberculosis terjadi
setiap 300 kasus TB primer yang tidak diobati. Insidennya sebanding dengan TB primer,
umumnya bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan
faktor genetik yang menentukan respon imun seseorang. Penyakit ini dapat menyerang semua
umur termasuk orang lanjut usia yang kekebalan tubuhnya mulai menurun. Anak-anak lebih
sering dibanding dengan dewasa terutama pada 5 tahun pertama kehidupan. Jarang ditemukan
pada usia dibawah 6 bulan dan hampir tidak pernah ditemukan pada usia dibawah 3 bulan.5
Patogenesis
Meningitis tuberculosa terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer,
biasanya dari paru-paru. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak
langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan
tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang/ vertebra yang kemudian pecah ke
dalam rongga arachnoid. Kadang-kadang dapat juga terjadi perkontinuitatum dari mastoiditis/
spondilitis.
Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberculosa ternyata merupakan
meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada batang
otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat
menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrosefalus serta kelainan pada
saraf otak. Tampak juga kelainan pada pembuluh darah seperti arteritis dan phleibitis yang
menimbulkan penyumbatan. Akibat penyumbatan ini dapat terjadi infark otak yang kemudian
akan mengakibatkan pelunakan otak.
6
Gambaran Klinis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi, muntah
dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairanserebrospinal (CSS) melalui
pungsi lumbal.
Meningitis tuberculosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium prodormal
selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa. Ditemukan
adanya demam yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia,
nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan gejala penyakit
lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai kejang.
Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat
tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat.
Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran
sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila
tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.
Penatalaksanaan
Meningitis tuberculosa merupakan penyakit yang paling mengancam nyawa pasien
dibandingkan dengan bentuk TB lainnya. Terutama karena meningitis tuberculosa paling sering
meninggalkan gejala-gejala serius secara permanen. Oleh karena itu, pengobatan perlu diberikan
setuntas dan selengkap mungkin dan perlu dimulai sedini mungkin. Pengobatannya terdiri dari
isoniazid 10 mg/kgBB/hari, rifampisin 10 mg/kgBB/hari dan pirazinamid 25 mg/kgBB/hari,
yang ditambah dengan etambutol 15 mg/kgBB/hari atau streptomisin 10 mg/kgBB/hari pada
awal pengobatan. Apabila keadaan pasien membaik, etambutol (atau streptomisin) dan
pirazinamid dapat dihentikan setelah 2-3 bulan. Kemudian dosis isoniazid dapat dikurangi
menjadi 5 mg/kg. Isoniazid dan rifampisin dilanjutkan setidaknya selama 9 bulan.5
Meningitis tuberculosa juga merupakan indikasi penggunaan kortikosteroid, yang biasa
digunakan adalah prednisone oral yang diberikan dosis 2 mg/ kg/ hari (maksimum 60 mg/ hari)
selama empat minggu sebagai tambahan obat TB dan penghentian obat dilakukan dengan
7
tappering off. Tujuan pemberian steroid adalah untuk menghambat reaksi inflamasi, mencegah
komplikasi infeksi, menurunkan edema serebri, mencegah perlekatan, dan cegah infark otak.
Jika tersedia fasilitas, tindakan bedah mungkin bisa diperlukan untuk mengurangi
tekanan intrakranial atau untuk mencegah pengurangan penglihatan dengan cepat.6
Pencegahan
Penularan perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan–tindakan pencegahan
selayaknya untuk menghindarkan droplet infection dari penderita ke orang lain. Salah satu cara
adalah batuk dan bersin sambil menutup mulut atau hidung dengan sapu tangan atau kertas tissue
yang kemudian didesinfeksi dengan Lysol atau dibakar. Bila penderita berbicara dianjurkan
untuk tidak terlalu dekat dengan lawan bicaranya. Ventilasi yang baik dari ruangan juga
memperkecil bahaya penularan.
Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang
terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa paresis, paralisis sampai deserebrasi,
hidrosefalus akibat sumbatan, resorpsi berkurang atau produksi berlebihan dari liquor
serebrospinalis.
Prognosis
Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis dan
diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya. Apabila tidak diobati
sama sekali, pasien meningitis tuberculosa dapat meninggal. Oleh karena akibat dari penyakit ini
sangat fatal bila tidak terdiagnosis, segera diberikan pengobatan saat diagnosa sudah ditegakkan.2
Penutup
Meningitis merupakan salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang mengenai selaput
otak. Meningitis tuberculosa terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer
yang biasanya berasal dari paru. Terjadinya meningitis tuberculosa bukanlah karena
terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder
8
melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra
yang kemudian pecah kedalam rongga arachnoid. Meningitis tuberculosa adalah penyulit dari
tuberkulosa yang mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi bila tidak diobati. Oleh
karena itu, penyakit ini memerlukan penanganan yang cepat, tepat dan rasional.
Daftar Pustaka
1. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2009. h. 25-6.
2. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis klinis. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika, 2002.
h.180-6.
3. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: Kedokteran klinis. Edisi 6. Jakarta:
Erlangga, 2007. h.121-5.
4. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobiologi medis dan infeksi. Edisi 3. Jakarta:
Erlangga, 2009. h.101.
5. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2008. h. 319-
20.
6. Ginsberg L. Lecture notes neurologi. Edisi 8. Jakarta: Erlangga; 2007. h.122-76.
9