meningitis tb anak

39
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyakit penyebab kematian utama yang disebabkan oleh infeksi, adalah Tuberkulosis (TB). TB merupakan ancaman bagi penduduk Indonesia, pada tahun 2004, sebanyak seperempat juta orang bertambah penderita baru dan sekitar 140.000 kematian setiap tahunnya. Sebagian besar penderita TB adalah penduduk yang berusia produktif antara 15-55 tahun, dan penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia. 1 Pemerintah melalui Program Nasional Pengendalian TB telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi TB, yakni dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). World Health Organization (WHO) merekomendasikan 5 komponen strategi DOTS yakni : Tanggung jawab politis dari para pengambil keputusan (termasuk dukungan dana). Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

Upload: nanda-citra-hafina

Post on 27-Oct-2015

160 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Referat

TRANSCRIPT

Page 1: Meningitis TB Anak

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penyakit penyebab kematian utama yang disebabkan oleh

infeksi, adalah Tuberkulosis (TB). TB merupakan ancaman bagi penduduk

Indonesia, pada tahun 2004, sebanyak seperempat juta orang bertambah penderita

baru dan sekitar 140.000 kematian setiap tahunnya. Sebagian besar penderita TB

adalah penduduk yang berusia produktif antara 15-55 tahun, dan penyakit ini

merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit

pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.1

Pemerintah melalui Program Nasional Pengendalian TB telah melakukan

berbagai upaya untuk menanggulangi TB, yakni dengan strategi DOTS (Directly

Observed Treatment Shortcourse). World Health Organization (WHO)

merekomendasikan 5 komponen strategi DOTS yakni :

Tanggung jawab politis dari para pengambil keputusan (termasuk

dukungan dana).

Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek

dengan pengawasan langsung Pengawas Menelan Obat (PMO).

Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.

Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan

dan evaluasi program penanggulangan TB.

Walaupun di Indonesia telah banyak kemajuan yang diperoleh, yakni

pencapaian penemuan kasus baru 51,6 % dari target global 70 % dibandingkan

pencapaian 20 % pada tahun 2002 dan 37 % pada tahun 2003, juga penyediaan

obat-obat anti TB yang dijamin oleh pemerintah untuk sarana pelayanan

kesehatan pemerintah mencukupi kebutuhan prakiraan kasus di seluruh Indonesia,

TB tetap belum dapat diberantas, bahkan diperkirakan jumlah penderita TB terus

meningkat. Peningkatan jumlah penderita TB disebabkan oleh berbagai faktor,

Page 2: Meningitis TB Anak

2

yakni kurangnya tingkat kepatuhan penderita untuk berobat dan meminum obat,

harga obat yang mahal, timbulnya resistensi ganda, kurangnya daya tahan hospes

terhadap mikobakteria, berkurangnya daya bakterisid obat yang ada,

meningkatnya kasus HIV/AIDS dan krisis ekonomi. Meskipun berbagai upaya

dilakukan oleh pemerintah, namun tanpa peran serta masyarakat tentunya tidak

akan dicapai hasil yang optimal karena TB tidak hanya masalah kesehatan namun

juga merupakan masalah sosial. Keberhasilan penanggulangan TB sangat

bergantung pada tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu

perlu keterlibatan berbagai pihak dan sektor dalam masyarakat, kalangan swasta,

organisasi profesi dan organisasi sosial serta LSM, Instalasi Farmasi Rumah Sakit

maupun tempat lain yang melayani masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya

akan obat TB.1

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi meningen?

2. Apa definisi dari meningitis tuberkulosis?

3. Apa saja etiologi dari meningitis tuberkulosis?

4. Bagaimana epidemiologi dari meningitis tuberkulosis?

5. Bagaimana patofisiologi dari meningitis tuberkulosis?

6. Apa saja manifestasi klinis dari meningitis tuberkulosis?

7. Apa saja kriteria diagnosis dari meningitis tuberkulosis?

8. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk meningitis tuberkulosis?

9. Bagaimana pengobatan untuk kasus meningitis tuberkulosis?

10. Apa saja komplikasi dari meningitis tuberkulosis?

11. Bagaimana prognosis dari meningitis tuberkulosis?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui bagaimana anatomi dan fisiologi meningen.

2. Mengetahui apa definisi dari meningitis tuberkulosis.

3. Mengetahui apa saja etiologi dari meningitis tuberkulosis.

4. Mengetahui bagaimana epidemiologi dari meningitis tuberkulosis.

5. Mengetahui bagaimana patofisiologi dari meningitis tuberkulosis.

Page 3: Meningitis TB Anak

3

6. Mengetahui apa saja manifestasi klinis dari meningitis tuberkulosis.

7. Mengetahui apa saja kriteria diagnosis dari meningitis tuberkulosis.

8. Mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang untuk meningitis

tuberkulosis.

9. Mengetahui bagaimana pengobatan untuk kasus meningitis tuberkulosis.

10. Mengetahui apa saja komplikasi dari meningitis tuberkulosis.

11. Mengetahui bagaimana prognosis dari meningitis tuberkulosis.

1.4 Manfaat

Sebagai tambahan literatur mengenai tuberkulosis dan meningitis

tuberkulosis sebagai jenis lain dari manifestasi penyakit tuberkulosi pada anak.

Page 4: Meningitis TB Anak

4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Meningen

Meningen adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang

belakang, melindungi struktur halus yang membawa pembuluh darah dan cairan

sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil benturan atau getaran. Meningen

terdiri dari 3 lapisan, yaitu durameter, arakhnoid, dan piameter. 2

Gambar 2.1. Anatomi Meningen 2

1. Durameter

Lapisan paling luar, menutup otak dan medula spinalis. Sifat dari

durameter yaitu tebal, tidak elastis, berupa serabut, dan berwarna abu-abu. Bagian

pemisah dura : falx serebri yang memisahkan kedua hemisfer dibagian

longitudinal dan tentorium yang merupakan lipatan dari dura yang membentuk

jaring- jaring membran yang kuat. Jaring ini mendukung hemisfer dan

memisahkan hemisfer dengan bagian bawah otak (fossa posterir). 2

2. Arakhnoid

Merupakan membran bagian tengah, yaitu membran yang bersifat tipis dan

lembut yang menyerupai sarang laba-laba, oleh karena itu disebut arakhnoid.

Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada dinding arakhnoid

terdapat flexus khoroid yang bertanggung jawab memproduksi cairan

Page 5: Meningitis TB Anak

5

serebrospinal (CSS). Membran ini mempunyai bentuk seperti jari tangan yang

disebut arakhnoid vili, yang mengabsorbsi CSS. Pada usia dewasa normal CSS

diproduksi 500 cc dan diabsorbsi oleh vili 150 cc. 2

3. Piameter

Merupakan membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis,

transparan, yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.

Piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur jaringan ikat yang

disebut trabekel. Piameter merupakn selaput tipis yang melekat pada permukaan

otak yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura- fisura,

juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal

sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. 2

2.2 Definisi Meningitis Tuberkulosis

Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya

adalah peradangan pada selaput otak, yang sering disebut meningitis. Meningitis

merupakan penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua orang.

Bayi, anak-anak, dan dewasa muda merupakan golongan usia yang mempunyai

resiko tinggi untuk terkena meningitis. 3

Pengetahuan yang benar mengenai meningitis tuberkulosis dapat

membantu untuk mengurangi angka kematian penderita akibat meningitis,

mengingat bahwa insiden kematian akibat meningitis masih cukup tinggi. 4

Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak

(meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit

ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit

tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara

limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru-paru, seperti

perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. 3

2.3 Etiologi Meningitis Tuberkulosis

Mycobacterium tuberkulosis merupakan bakteri berbentuk batang

pleomorfik gram positif, berukuran 0,4-3µm mempunyai sifat tahan asam, dapat

hidup selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, serta lambat

Page 6: Meningitis TB Anak

6

bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis

bakteri yang bersifat intracellular pathogen pada hewan dan manusia. Selain

Mycobacterium tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan

tuberkulosis adalah Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum,

Mycobacterium microti. 4

Gambar 2.2. Mycobacterium tuberculosis secara mikroskopis 4

2.4 Epidemiologi Meningitis Tuberkulosis

Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam

tiga bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya

sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa

meningitis tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara

endemis tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua kasus

tuberkulosis. 5

Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena

morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja

menyerang semua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah

yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan

sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan,

hampir tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3 bulan. Meningitis

tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak

diobati. Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%.

Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali

normal secara neurologis dan intelektual. 6

Page 7: Meningitis TB Anak

7

2.5 Patofisiologi Meningitis Tuberkulosis

Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran

tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat

juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak

ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke

sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat

menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan

beberapa fokus metastase yang biasanya tenang. 7

Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun

1951. Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di

otak, selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara

hematogen selama masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan

tuberkulosis kronik walaupun jarang. 6 Bila penyebaran hematogen terjadi dalam

jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer

seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat

merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu

pencetus proses reaktivasi tersebut adalah trauma kepala. 6

Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel.

Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang

reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi

radang yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang

menyeluruh akan berkembang.

Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis

tuberkulosis:

1. Araknoiditis proliferatif

Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan

massa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus

pembuluh darah. Reaksi radang akut di leptomening ini ditandai dengan

adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis otak. Secara

mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis

perkijuan.

Page 8: Meningitis TB Anak

8

Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan

mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis

yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling sering terkena

adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala

diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma

optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa

buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial

VIII akan menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya permanen. 6,7

2. Vaskulitis

Vaskulitis yang terjadi disertai dengan dengan trombosis dan infark

pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi membran basalis atau

berada di dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang

obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang

meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark

terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis interna,

maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan terjadi

quadriparesis.

Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena, ditemukan adanya

perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia ditemukan

adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis

perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel

yang ringan dan kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima

berupa infiltrasi subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi, dan

perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior

serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat

mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan

trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis

tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel

mononuklear dan perubahan fibrin. 6,7

Page 9: Meningitis TB Anak

9

3. Hidrosefalus Komunikans

Hidrosefalus komunikans terjadi akibat perluasan inflamasi ke

sisterna basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan

serebrospinalis. 6,7

Adapun perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla spinalis

akan menyebabkan spinal block dan paraplegia. 4 Gambaran patologi yang terjadi

pada meningitis tuberkulosis ada 4 tipe, yaitu:

1. Disseminated milliary tubercles, seperti pada tuberkulosis milier.

2. Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering menyebabkan

meningitis yang difus.

3. Acute inflammatory caseous meningitis.

Terlokalisasi, disertai perkijuan dari tuberkel, biasanya di korteks.

Difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subarakhnoid.

4. Meningitis proliferatif.

Terlokalisasi, pada selaput otak.

Difus dengan gambaran tidak jelas.

Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan

pada setiap pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu umur, berat dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon

pengobatan yang diberikan, virulensi dan jumlah kuman juga merupakan faktor

yang mempengaruhi. 6,7

Patogenesis terjadinya meningitis tuberkulosis secara skematis, dapat

diamati sebagai berikut:

BTA masuk tubuh

Tersering melalui inhalasi

Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / fokus infeksi lain

Page 10: Meningitis TB Anak

10

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif / dormain

Bila daya tahan tubuh menurun

Rupture tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS TUBERKULOSA

2.6 Manifestasi Klinis Meningitis Tuberkulosis

Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberkulosis dapat

dikelompokkan dalam tiga stadium, yaitu:

1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)

Prodromal berlangsung 1 - 3 minggu.

Biasanya gejalanya tidak khas.

Timbul perlahan-lahan.

Tanpa kelainan neurologis.

Gejala yang biasa muncul:

o Demam (tidak terlalu tinggi).

o Rasa lemah.

o Nafsu makan menurun (anorexia).

o Nyeri perut.

o Sakit kepala.

o Tidur terganggu.

o Mual.

Page 11: Meningitis TB Anak

11

o Muntah.

o Konstipasi.

o Apatis.

o Irritable.

Pada bayi, irritable dan ubun-ubun menonjol merupakan manifestasi yang

sering ditemukan, sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan perubahan

suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin

saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat umum

dan didapatkan sekitar 10-15%.

Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I

akan berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke

stadium III.

2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)

Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen. Ditandai

oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung

serebri. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali

pada bayi.

Gambar 2.3. Kaku kuduk pada penderita meningitis

Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu)

di dasar otak menyebabkan gangguan otak / batang otak. Pada fase ini, eksudat

yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan

hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di

Page 12: Meningitis TB Anak

12

koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang

medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/ iskemia,

quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat.

Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala

utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang

lebih besar, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin

menurun.

Gejala yang dapat muncul, yaitu antara lain:

Akibat rangsang meningen sakit kepala berat dan muntah (keluhan

utama).

Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak, antara lain:

o disorientasi

o bingung

o kejang

o tremor

o hemibalismus / hemikorea

o hemiparesis / quadriparesis

o penurunan kesadaran

o Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial: saraf kranial

yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII

- strabismus

- diplopia

- ptosis

- reaksi pupil lambat

- gangguan penglihatan kabur

3. Stadium III (koma / fase paralitik)

Terjadi percepatan penyakit, berlangsung selama ± 2-3 minggu. Pada

stadium ini gangguan fungsi otak semakin tampak jelas. Hal ini terjadi akibat

infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat yang

mengalami organisasi. Gejala-gejala yang dapat timbul, antara lain:

pernapasan irregular

demam tinggi

Page 13: Meningitis TB Anak

13

edema papil

hiperglikemia

kesadaran makin menurun

irritable dan apatik

mengantuk

stupor

koma

otot ekstensor menjadi kaku dan spasme

opistotonus

pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali

nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur

hiperpireksia

Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu

dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu

sebelum pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebut berlangsung

selama 1 minggu.

Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang

penyakitnya telah berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila

pengobatan terlambat atau tidak adekuat. 6,7,8

2.7 Kriteria Diagnosis Meningitis Tuberkulosis

Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat kejang atau penurunan

kesadaran (tergantung stadium penyakit), adanya riwayat kontak dengan pasien

tuberkulosis (baik yang menunjukkan gejala, maupun yang asimptomatik), adanya

gambaran klinis yang ditemukan pada penderita (sesuai dengan stadium

meningitis tuberkulosis). Pada neonatus, gejalanya mungkin minimalis dan dapat

menyerupai sepsis, berupa bayi malas minum, letargi, distress pernafasan, ikterus,

muntah, diare, hipotermia, kejang (pada 40% kasus), dan ubun-ubun besar

menonjol (pada 33,3% kasus).9

Dari pemeriksaan fisik dilihat berdasarkan stadium penyakit. Tanda

rangsang meningen seperti kaku kuduk biasanya tidak ditemukan pada anak

berusia kurang dari 2 tahun. 9

Page 14: Meningitis TB Anak

14

Tabel 2.1. Sistem skoring gejala dan pemeriksaan TB

Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat negatif. Pada

anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan screening tuberkulosis yang paling

bermanfaat. Penelitian menunjukkan bahwa efektivitas uji tuberkulin pada anak

dapat mencapai 90%. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, tetapi hingga

saat ini cara mantoux lebih sering dilakukan. Pada uji mantoux, dilakukan

penyuntikan PPD (Purified Protein Derivative) dari kuman Mycobacterium

tuberculosis. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas

lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian

uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari

pembengkakan (indurasi) yang terjadi. 9

Berikut ini adalah interpretasi hasil uji mantoux :

1. Pembengkakan (indurasi) : 0-4 mm uji mantoux negatif.

Page 15: Meningitis TB Anak

15

Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosa.

2. Pembengkakan (indurasi) : 3-9 mm uji mantoux meragukan.

Arti klinis : hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan

Mycobacterium atypic atau setelah vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan (indurasi) : ≥ 10 mm uji mantoux positif.

Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosa.

Bila dalam penyuntikan vaksin BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari)

berupa kemerahan dan indurasi ≥ 5 mm, maka anak dicurigai telah terinfeksi

Mycobacterium tuberculosis.

Dari pemeriksaan laboratorium biasa disapatkan anemia ringan dan

peningkatan laju endap darah pada 80% kasus.

Pada pemeriksaan cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis

(dengan cara pungsi lumbal) didapatkan:

Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batang-

batang. Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah

berlangsung lama dan ada hambatan di medulla spinalis.

Jumlah sel: 100 – 500 sel / μl. Mula-mula, sel polimorfonuklear dan

limfosit sama banyak jumlahnya, atau kadang-kadang sel

polimorfonuklear lebih banyak (pleositosis mononuklear). Kadang-

kadang, jumlah sel pada fase akut dapat mencapai 1000 / mm3.

Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm3). Hal ini

menyebabkan liquor cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan

pada permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun bekuan yang

menunjukkan tingginya kadar fibrinogen.

Kadar glukosa: biasanya menurun (liquor cerebrospinalis dikenal sebagai

hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada liquor cerebrospinalis

adalah ±60% dari kadar glukosa darah.

Kadar klorida normal pada stadium awal, kemudian menurun.

Pada pewarnaan Gram dan kultur liquor cerebrospinalis dapat ditemukan

kuman.

Page 16: Meningitis TB Anak

16

Untuk mendapatkan hasil positif, dianjurkan untuk melakukan pungsi

lumbal selama 3 hari berturut-turut. Terapi dapat langsung diberikan tanpa

menunggu hasil pemeriksaan pungsi lumbal kedua dan ketiga.

Dari pemeriksaan radiologi:

Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis.

Pemeriksaan EEG (electroencephalography) menunjukkan

kelainan kira-kira pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal.

CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di

daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus.

Gambaran dari pemeriksaan CT-scan dan MRI (Magnetic

Resonance Imaging) kepala pada pasien meningitis tuberkulosis

adalah normal pada awal penyakit. Seiring berkembangnya

penyakit, gambaran yang sering ditemukan adalah enhancement di

daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai

dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang masih dini.

Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang silent, biasanya

di daerah korteks serebri atau talamus.

2.8 Pemeriksaan Penunjang Meningitis Tuberkulosis

Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:

Darah lengkap

Uji tuberculin

Radiologi

Pungsi cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis (dengan

cara pungsi lumbal)

2.9 Pengobatan Meningitis Tuberkulosis

Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, termasuk

kemoterapi yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan

tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada

kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis. 6,7,8,9 Terapi diberikan sesuai

dengan konsep baku tuberkulosis yakni:

Page 17: Meningitis TB Anak

17

Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis,

yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Terapi

dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin hingga

12 bulan.

Terapi untuk meningitis terbagi menjadi terapi umum dan terapi khusus,

yaitu:

Terapi Umum

Istirahat mutlak, bila perlu diberikan perawatan intensif

Pemberian gizi tinggi kalori tinggi protein

Posisi penderita dijaga agar tidak terjadi dekubitus.

Keseimbangan cairan tubuh

Perawatan kandung kemih dan defekasi

Mengatasi gejala demam, kejang.

Terapi Khusus

a. Penatalaksanaan meningitis serosa meliputi:

Rejimen terapi : 2RHZE - 7RH

Untuk 2 bulan pertama.

INH : 1 x 400 mg/hari, oral

Rifampisin : 1 x 600 mg/hari, oral

Pirazinamid : 15-30 mg/kgBB/hari, oral

Etambutol :15-20 mg/kgBB/hari, oral

Untuk 7-12 bulan selanjutnya.

INH : 1 x 400 mg/hari, oral

Rifampisin : 1 x 600 mg/hari, oral

Steroid, diberikan untuk :

Menghambat reaksi inflamasi

Mencegah komplikasi infeksi

Menurunkan edem cerebri

Mencegah perlengketan arachnoid dan otak

Mencegah arteritis/ infark otak

Indikasi :

Kesadaran menurun

Page 18: Meningitis TB Anak

18

Defisit neurologi fokal

Dosis : Dosis Dexametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4-5 mg

intravena selama 2-3 minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1

bulan.

b. Penatalaksanaan meningitis Purulenta

Pemberian antibiotika harus cepat dan tepat sesuai dengan bakteri

penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil

biakan sebaiknya diberikan antibiotika dengan spektrum luas. Antibiotika

diberikan selama 10-14 hari atau sekurang-kurangnya 7 hari setelah bebas

demam.

Penisilin G dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam untuk infeksi Pneumococcus,

Streptococcus, Meningiococcus.

Kloramphenicol dosis 4 x 1 g/hari atau ampisilin 4 x 3 g/hari untuk infeksi

Haemophilus.

Gentamisin untuk infeksi E.coli. Klebsiella, Proteus, dan kuman-kuman

gram negatif.

Karakteristik Obat

Isoniazid

Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel

dan ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh,

termasuk liquor cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan

memiliki adverse reaction yang rendah. Isoniazid diberikan secara oral. Dosis

Page 19: Meningitis TB Anak

19

harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg

/ hari dan diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya

dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml.

Konsentrasi puncak di darah, sputum, dan liquor cerebrospinalis dapat dicapai

dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8 jam. Isoniazid

terdapat dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar

darah plasenta. Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik

dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak

terjadi pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan

bertambahnya usia. Untuk mencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan

piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap

100 mg isoniazid.7

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki

semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat

dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem

gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan) dan kadar serum

puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral, dengan

dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per hari dengan dosis

satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis

rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari dan dosis isoniazid 10 mg/

kgBB / hari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh,

termasuk liquor cerebrospinalis. Distribusi rifampisin ke dalam liquor

cerebrospinalis lebih baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami

peradangan daripada keadaan normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan

warna urin, ludah, keringat, sputum, dan air mata menjadi warma oranye

kemerahan. Efek samping lainnya adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan

trombositopenia. Rifampisin umumya tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300

mg, dan 450 mg.

Page 20: Meningitis TB Anak

20

Pirazinamid

Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada

jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Obat ini bersifat

bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan diresorbsi baik pada saluran

cerna. Dosis pirazinamid 15-30 mg / kgBB / hari dengan dosis maksimal 2 gram /

hari. Kadar serum puncak 45 μg / ml tercapai dalam waktu 2 jam. Pirazinamid

diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat

suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Efek

samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna, dan

hiperurisemia (jarang pada anak-anak). Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg. 7

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman

ekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk

membunuh kuman intraselular. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam

pengobatan tuberkulosis, tetapi penggunaannya penting pada pengobatan fase

intensif meningitis tuberkulosis dan MDR-TB (multi drug resistent-tuberculosis).

Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40 mg / kgBB / hari,

maksimal 1 gram / hari, dan kadar puncak 45-50 μg /ml dalam waktu 1-2 jam.

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi dengan baik

pada jaringan dan cairan pleura dan diekskresi melalui ginjal. Penggunaan

utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap

isoniazid atau jika anak menderita tuberkulosis berat. Toksisitas utama

streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan

dan pendengaran, dengan gejala berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing.

Streptomisin dapat menembus plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam

menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merudak saraf pendengaran

janin, yaitu 30% bayi akan menderita tuli berat. 7

Page 21: Meningitis TB Anak

21

Steroid

Bukti klinis mendukung penggunaan steroid pada meningitis tuberkulosis

sebagai terapi ajuvan. Penggunaan steroid selain sebagai anti inflamasi, juga dapat

menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak. Steroid yang dipakai

adalah prednison dengan dosis 1-2 mg / kgBB / hari selama 4-6 minggu, setelah

itu dilakukan penurunan dosis secara bertahap (tappering off) selama 4-6 minggu

sesuai dengan lamanya pemberian regimen.

Pada bulan pertama pengobatan, pasien harus tirah baring total.

Steroid diberikan untuk:

Menghambat reaksi inflamasi

Mencegah komplikasi infeksi

Menurunkan edema serebri

Mencegah perlekatan

Mencegah arteritis/infark otak

Indikasi Steroid :

Kesadaran menurun

Defisit neurologist fokal

Ethambutol

Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterid

jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu,

berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap

obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25

gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 μg dalam waktu 24 jam.

Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi

dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu

atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada

keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah neuritis

optik dan buta warna merah-hijau, sehingga seringkali penggunaannya dihindari

pada anak yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya. Penelitian di FKUI

menunjukkan bahwa pemberian etambutol dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari

tidak menimbulkan kejadian neuritis optika pada pasien yang dipantau hingga 10

Page 22: Meningitis TB Anak

22

tahun pasca pengobatan. Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan

tuberkulosis pada anak, etambutol dianjurkan penggunaannya pada anak dengan

dosis 15-25 mg / kgBB / hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB

berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau

tidak dapat digunakan. 7

Tabel 2.2. Efek samping ringan obat dan penatalaksanaannya.

Tabel 2.3. Efek samping berat obat dan penatalaksanaanya.

Page 23: Meningitis TB Anak

23

2.10 Komplikasi Meningitis Tuberkulosis

Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah

gejala sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang,

paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa

kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan

spastisitas. Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi optik dan kebutaan.

Gangguan pendengaran dan keseimbangan disebabkan oleh obat streptomisin atau

oleh penyakitnya sendiri. Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3 pasien

yang hidup. Pada pasien ini biasanya mempunyai kelainan EEG yang

berhubungan dengan kelainan neurologis menetap seperti kejang dan mental

subnormal. Kalsifikasi intrakranial terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh.

Seperlima pasien yang sembuh mempunyai kelainan kelenjar pituitari dan

hipotalamus, dan akan terjadi prekoks seksual, hiperprolaktinemia, dan defisiensi

ADH, hormon pertumbuhan, kortikotropin dan gonadotropin. 6

2.11 Prognosis Meningitis Tuberkulosis

Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien

didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk

prognosisnya. Apabila tidak diobati sama sekali, pasien meningitis tuberkulosis

dapat meninggal dunia. Prognosis juga tergantung pada umur pasien. Pasien yang

berumur kurang dari 3 tahun mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada

pasien yang lebih tua usianya. 6

Page 24: Meningitis TB Anak

24

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan

Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak

(meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit

ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit

tuberkulosis paru. Tuberkulosis yang menyerang SSP (sistem saraf pusat)

ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis

spinalis. Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus

terbanyak adalah meningitis tuberkulosis.

Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena

morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja

menyerang semua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah

yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan

sampai 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, dan hampir

tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3 bulan.

Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke

meningen. Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula

terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen

selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB

kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat

terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak)

akibat trauma atau proses imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid.

Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, termasuk

kemoterapi yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan

tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada

kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis. Komplikasi yang paling

menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah gejala sisa neurologis (sekuele).

Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan

Page 25: Meningitis TB Anak

25

sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus,

ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas.

Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien

didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk

prognosisnya. Apabila tidak diobati sama sekali, pasien meningitis tuberkulosis

dapat meninggal dunia. Prognosis juga tergantung pada umur pasien. Pasien yang

berumur kurang dari 3 tahun mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada

pasien yang lebih tua usianya.

3.2 Saran

Saran yang diberikan dalam makalah ini terkait dengan kasus adalah:

Pemberian pengobatan antituberkulosis dapat diberikan secara teratur dan

tanpa terputus untuk menghilangkan bakteri-bakteri penyebabnya.

Selalu memperhatikan adanya efek samping obat yang diberikan, dan

meminimalisir keadaan yang dapat memperoarah kondisi efek samping

obat tersebut.

Pemberian steroid harus diperhitungkan pada anak-anak, dalam indikasi

tertentu yang diperbolehkan baru bisa diberikan.

Gejala sisa dari meningitis harus dapat diminimalisir dengan pemberian

terapi OAT yang adekuat.

Page 26: Meningitis TB Anak

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB. 2005. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI. Jakarta. P. 54-56.

2. Koppel BS. 2009. Bacterial, Fungal, and Parasitic Infections of the Nervous System in Current Diagnosis and Treatment Neurology. USA; The McGraw-Hill Companies. p403-408, p421-423.

3. Azhali, MS., Garna, Herry., Chaerulfatah, Alex., Setiabudi, Djatnika. 2008. Infeksi Penyakit Tropik. Dalam : Garna, Herry., Nataprawira, Heda Melinda. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. p. 221-229.

4. Amin, Z., Bahar, A. 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.

5. Kemenkes RI. 2009. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 364/Menkes/SK/V/2009.

6. Depkes RI. 2006. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

7. Depkes RI. 2009. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

8. Scheld, M. 2009. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot William and Wilkins. p. 443.

9. Crofton, J., Horne, N., Miller, F et all. 2008. Clinical Tuberculosis 2th edition. IUATLD. MacMillan Education Ltd. London. p. 160.