skbts

1
Abstrak: Menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, TB Paru merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi (Depkes, RI, 2002).Untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur, penyakit TB paru masih merupakan masalah yang cukup serius. Dimana tahun 2003 ditemukan 5.812 Penderita, pada tahun 2004 sebanyak 1.842. penderita, dan pada tahun 2005 lalu sebanyak 768 penderita.TB Paru positif ( 284 penderita tahun 2003,, 1.307 penderita tahun 2004, 701 penderita tahun 2005). Sedangkan pada wilayah kerja Puskesmas Baumata pada tahun 2005 ditemukan penderita sebanyak 9 penderita BTA positif dari 40 tersangka penderita yang berobat di Puskesmas dan menjalani pengobatan lengkap sebanyak 9 penderita. Anggota keluarga sebagai pengawas minum obat cukup efektif dan efisien dalam memaksimalkan peran dan fungsi PMO karena tidak mengedepankan reward berupa materi sebagai imbalan jasa tetapi dimotivasi oleh kedekatan keluarga yang disadari oleh pengabdian yang tulus, iklas, sabar, dan tanggung jawab sebagai implementasi nilai keyakinan. Rumusan masalah yang dikaji dalam penulisan ini bagaimanakah peran keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) dalam bentuk partisipasi, motivasi serta nilai dalam keluarga untuk mendukung proses serta keberhasilan pengobatan dan kesembuhan penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Baumata kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jenis atau rancang bangun penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran keluarga dalam bentuk partisipasi terhadap proses pengobatan penderita TB Paru yaitu merujuk penderita ke puskesmas, membawa penderita di tenaga kesehatan, membantu penderita pada pemeriksaan di laboratorium, pemenuhan kebutuhan penderita, mengingatkan penderita untuk minum obat dan memberi obat untuk diminum setiap malam dan melakukan pengambilan obat untuk pesediaan, serta mengantarkan penderita malakukan pengontrolan di puskesmas bila selesai minum obat fase intensif (2 bulan) sangatlah diperlukan, namun ada pembatasan yang dikhususkan pada anak-anak yang ada dalam keluarga mengingat penularan penyakit tersebut melalui pernapasan.

Upload: zoel-karnain

Post on 17-Sep-2015

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Abstrak

TRANSCRIPT

Abstrak: Menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, TB Paru merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi (Depkes, RI, 2002).Untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur, penyakit TB paru masih merupakan masalah yang cukup serius. Dimana tahun 2003 ditemukan 5.812 Penderita, pada tahun 2004 sebanyak 1.842. penderita, dan pada tahun 2005 lalu sebanyak 768 penderita.TB Paru positif ( 284 penderita tahun 2003,, 1.307 penderita tahun 2004, 701 penderita tahun 2005). Sedangkan pada wilayah kerja Puskesmas Baumata pada tahun 2005 ditemukan penderita sebanyak 9 penderita BTA positif dari 40 tersangka penderita yang berobat di Puskesmas dan menjalani pengobatan lengkap sebanyak 9 penderita. Anggota keluarga sebagai pengawas minum obat cukup efektif dan efisien dalam memaksimalkan peran dan fungsi PMO karena tidak mengedepankan reward berupa materi sebagai imbalan jasa tetapi dimotivasi oleh kedekatan keluarga yang disadari oleh pengabdian yang tulus, iklas, sabar, dan tanggung jawab sebagai implementasi nilai keyakinan. Rumusan masalah yang dikaji dalam penulisan ini bagaimanakah peran keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) dalam bentuk partisipasi, motivasi serta nilai dalam keluarga untuk mendukung proses serta keberhasilan pengobatan dan kesembuhan penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Baumata kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jenis atau rancang bangun penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran keluarga dalam bentuk partisipasi terhadap proses pengobatan penderita TB Paru yaitu merujuk penderita ke puskesmas, membawa penderita di tenaga kesehatan, membantu penderita pada pemeriksaan di laboratorium, pemenuhan kebutuhan penderita, mengingatkan penderita untuk minum obat dan memberi obat untuk diminum setiap malam dan melakukan pengambilan obat untuk pesediaan, serta mengantarkan penderita malakukan pengontrolan di puskesmas bila selesai minum obat fase intensif (2 bulan) sangatlah diperlukan, namun ada pembatasan yang dikhususkan pada anak-anak yang ada dalam keluarga mengingat penularan penyakit tersebut melalui pernapasan.