sk minor sar nikita

32
LAPORAN STUDI KASUS MINOR ILMU PENYAKIT MULUT STOMATITIS APHTOUS REKUREN Disusun oleh : Nikita Irzana Utami 1601 1209 038 Pembimbing: Dewi Zakiawati, drg UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI BANDUNG 2010

Upload: nikita-iu

Post on 05-Aug-2015

323 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: SK Minor SAR Nikita

LAPORAN STUDI KASUS MINOR

ILMU PENYAKIT MULUT

STOMATITIS APHTOUS REKUREN

Disusun oleh :

Nikita Irzana Utami

1601 1209 038

Pembimbing:

Dewi Zakiawati, drg

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

BANDUNG

2010

BAB I

Page 2: SK Minor SAR Nikita

PENDAHULUAN

Stomatitis Aphtous Recurrent merupakan lesi yang umum atau sering terjadi pada

mukosa oral. SAR adalah suatu penyakit ulser yang bersifat rekuren pada mukosa oral tanpa

disertai adanya gejala dari penyakit lain. Banyak peneliti dan spesialis di bidang penyakit

mulut tidak lagi menganggap SAR sebagai penyakit tunggal, tetapi lebih kepada beberapa

keadaan patologis dengan manifestasi klinis yang hampir sama.

Melanosis fisiologis merupakan pigmentasi oleh melanin secara generalisata dan

konstan karena adanya deposit melanin di lapisan basal. Keadaan ini disebut pula

melanoplakia. Sering terjadi pada individu berkulit gelap. Paling sering ditemukan di gingiva

cekat. Kondisi ini muncul difus, ribon-like, garis gelap. Biasanya simetris dan asimptomatik.

Ankyloglossia terjadi akibat frenulum lingualis yang melekat pada dasar mulut

sehingga sering menyebabkan keterbatasan pergerakan pada lidah. Kondisi ini merupakan

keadaan fisiologis bukan patologis. Frekuensi terjadinya yaitu 1 kasus setiap 1000 kelahiran.

Pada kasus ini seorang perempuan, usia 23 tahun datang dengan ulser pada mukosa

labial. Pada ujung lidah pasien terbelah dua dengan frenulum lingualis yang rendah. Terdapat

pula pewarnaan kecokelatan difus pada gingiva regio 33-43. Dari hasil pemeriksaan ulser di

labial adalah Stomatitis Aphtous Recurrent, frenulum lingualis yang rendah melekat sampai

ujung lidah sehingga ujung lidah terbelah dua dikenal dengan ankyloglossia, sedangkan

pewarnaan pada gingiva merupakan melanosis fisiologis.

Terapi yang dilakukan untuk kasus Stomatitis Aphtous Recurrent adalah dengan

memberikan Minosep gargle sebagai antiseptik. Untuk ankyloglossia, dan melanosis

fisiologis tidak dilakukan terapi apapun.

BAB II

Page 3: SK Minor SAR Nikita

STATUS KLINIK & KONTROL

ILMU PENYAKIT MULUT

2.1 Status Klinik Ilmu Penyakit Mulut

Tanggal : 4 September 2010

2.1.1 Data Umum Pasien

Nama : Nn. Anne

Umur : 23 tahun

Alamat : Sekeloa Selatan, Pondok Cinta Karya 125 a/ 135 c

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum menikah

Agama : Islam

No. Rekam Medis : 2010-08692

Pekerjaan : Mahasiswi

2.1.2 Anamnesa

Pasien datang dengan keluhan sariawan pada bibir bawah bagian dalam 3 hari yang

lalu. Pasien suka menggigiti bagian dalam bibir bawah sehingga menonjol dari permukaan

sekitar. Pada saat dipakai makan, daerah tersebut tergigit sehingga lama-kelamaan terasa

perih. Terasa sakit saat makan makanan asam, pedas dan bila sikat gigi sering berdarah, serta

sakit tergesek-gesek gigi. Pasien jarang mengalami sariawan. Rasa perih berkurang saat

minum air dingin. Pasien belum pernah melakukan pengobatan apapun terhadap sariawan

tersebut. Tidak ada gejala lain yang menyertai. Pasien mengaku kurang mengkonsumsi

sayuran dan buah-buahan serta sering makan makanan pedas. Pasien sering mengkonsumsi

multivitamin, namun selama satu bulan terakhir belum mengkonsumsi lagi. Terdapat riwayat

keluarga (adik dan ibu pasien) yang pernah mengalami keluhan serupa. Saat ini pasien ingin

dirawat.

2.1.3 Riwayat Penyakit Sistemik

Penyakit jantung : YA/TIDAK

Hipertensi : YA/TIDAK

Diabetes Melitus : YA/TIDAK

Asma/Alergi : YA/TIDAK

Page 4: SK Minor SAR Nikita

Penyakit Hepar : YA/TIDAK

Kelainan GIT : YA/TIDAK

Penyakit Ginjal : YA/TIDAK

Kelainan Darah : YA/TIDAK

Hamil : YA/TIDAK

Kontrasepsi : YA/TIDAK

Lain-lain : YA/TIDAK

2.1.4 Riwayat Penyakit Terdahulu

Disangkal

2.1.5 Kondisi Umum

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Suhu : Afebris

Tensi : 110/70 mmHg

Pernafasan : 17 x / menit

Nadi : 82 x / menit

2.1.6 Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe

Submandibula kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Submental kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Servikal kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Lain-lain -

Bibir TAK

Wajah Simetri/Asimetri

Sirkum Oral TAK

Lain-lain -

2.1.7 Pemeriksaan Intra Oral

Page 5: SK Minor SAR Nikita

Kebersihan Mulut baik/sedang/buruk plak +/ -

Kalkulus + / - stain +/-

Gingiva terdapat pewarnaan kecokelatan difus pada gusi a/r 33-43

Mukosa Bukal TAK

Mukosa Labial Ulser ovoid berwarna putih dengan tepi kemerahan, diameter ± 2,5 mm

Palatum Durum TAK

Palatum mole TAK

Frenulum frenulum lingualis rendah

Lidah ujung lidah terbelah dua sepanjang ± 2 mm

Dasar Mulut TAK

2.1.8 Status geligi

PE PE

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

UE UE

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

Radiologi tidak dilakukan

Darah tidak dilakukan

Patologi Anatomi tidak dilakukan

Mikrobiologi tidak dilakukan

2.1.10 Diagnosis

D/ - Stomatitits Aphthous Recurrent minor a/r mukosa labial dextra

- Melanosis fisiologis a/r gingiva 33-43

- Ankyloglossia

2.1.12 Rencana Perawatan dan Perawatan

- Pro R/ Minosep gargle, fls No. 1

ʃ col oris

- Pro vitamin B complex 400 mg No. VII

ʃ 1 dd 1

- Pro diet sehat (anjuran untuk mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan)

Page 6: SK Minor SAR Nikita

- Pro kontrol 1 minggu

Gambar 2.1 Ulser mukosa labial Gambar 2.2 Melanosis fisiologis

Gambar 2.3 Ankyloglossia

2.2 STATUS KONTROL IPM

Page 7: SK Minor SAR Nikita

Tanggal : 25 September 2010

2.2.1 Anamnesa

Tiga minggu lalu pasien datang dengan keluhan sariawan pada bibir bawah bagian

dalam. Sekarang pasien sudah tidak merasa sakit dan tidak terdapat bekas luka pada bibir

pasien. Saat ini pasien datang untuk kontrol.

2.2.2 Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe

Submandibula kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Submental kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Servikal kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

Bibir TAK

Wajah Simetri/Asimetri

Sirkum Oral TAK

Lain-lain TAK

2.2.3 Pemeriksaan Intra Oral

Kebersihan Mulut

Debris Indeks Kalkulus Indeks OHI-S16 0

11 0

26 0

16 0

11 0

26 0

Baik/ sedang/ buruk

46 1

31 1

36 1

46 0

31 1

36 0

Stain +/-

DI = 3/6

CI = 1/6 OHI-S = DI + CI = 4/6 = 0,66 baik

Gingiva pewarnaan kecokelatan difus pada gingiva a/r 33-43

Mukosa Bukal TAK

Mukosa Labial TAK

Palatum Durum TAK

Palatum mole TAK

Page 8: SK Minor SAR Nikita

Frenulum frenulum lingualis rendah

Lidah ujung lidah terbelah dua sepanjang ± 2 mm

Dasar Mulut TAK

2.2.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang

TDL

2.2.5 Diagnosis

- Post Stomatitits Aphthous Recurrent minor a/r mukosa labial dextra

- Melanosis fisiologis a/r gingiva 33-43

- Ankyloglossia

2.2.6 Rencana Perawatan

- Pro OHI

Gambar 2.5 Ulser mukosa labial (sembuh)

BAB III

Page 9: SK Minor SAR Nikita

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Stomatitis Apthous Recurrent

3.1.1 Definisi

Stomatitis Apthous Recurrent (SAR) adalah lesi mukosa rongga mulut yang paling

sering terjadi, ditandai dengan ulser yang timbul berulang di mukosa mulut pasien dengan

tanpa adanya gejala dari penyakit lain (Greenberg and Glick, 2003).

3.1.2 Klasifikasi

Berdasarkan gambaran klinisnya, SAR diklasifikasikan menjadi 3 tipe:

1. Ulkus aphtosa minor, 80 % kasus SAR, tampak sebagai ulkus oval atau bulat, dengan

diameter kurang dari 1 cm. Seringkali terjadi pada mukosa bibir dan pipi. Ulkus tipe

ini biasanya sembuh dengan spontan tanpa terbentuk jaringan parut, dalam waktu ±14

hari.

Gambar 3.1 Ulser aphtosa minor

2. Ulkus aphtosa mayor (Sutton’s disease), suatu varian besar dari aphtosa minor,

mengakibatkan ulkus yang lebih besar dan lebih merusak, berlangsung lebih lama.

Diameternya lebih dari 1 cm. Ulkus ini lebih lama sembuh dan sering mengakibatkan

jaringan parut.

Page 10: SK Minor SAR Nikita

Gambar 3.2 ulser aphtousa mayor

3. Ulkus herpetiform, gambaran klinis yang jelas pada mukosa mulut, bermanifestasi

sebagai ulser-ulser kecil dengan diamater 1-3 mm, jumlahnya banyak, bentuk bulat,

sakit, hampir mengenai seluruh mukosa mulut. Ø : 1-3 mm

Gambar 3.3 ulser herpetiformis

3.1.3 Etiologi

Penyebab pasti dari Stomatitis Apthous Recurrent masih belum diketahui, tetapi

kemungkinan bersifat multifaktor karena kejadiannya tidak dipastikan rekuren oleh faktor

yang sama. Stomatitis Apthous Recurrent timbul karena pengaruh dari faktor seperti faktor

genetik, defisiensi hematologis, abnormalitas imun, stress psikis, hormonal, trauma, alergi

pada makanan. Pemeriksaan intra oral diperlukan untuk mengetahui sumber trauma.

Miller, dkk menemukan 1.303 anak-anak dari 530 keluarga memiliki kemungkinan

tinggi SAR dengan orang tuan yang positif SAR. Penelitian oleh Ship menemukan 90%

kemungkinan pada anak-anak yang memiliki orang tua yang positif SAR. Pada anak dengan

orang tua yang tidak positif SAR memiliki kemungkinan 20%. Bukti lanjutan menunjukkan

turunan penyakit ini berhubungan dengan HLAs spesifik yang diidentifikasi pada pasien

positif SAR, terutama pada grup etnik tertentu.

Defisiensi hematologis, terutama serum besi, asam folat, dan vitamin B12 dapat

menyebabkan SAR pada pasien. Faktor lain yang diduga dapat menjadi etiologi SAR

Page 11: SK Minor SAR Nikita

termasuk trauma, stress dan kecemasan, alergi pada makanan. Telah ditemukan juga bahwa

merokok dapat meningkatkan frekuensi dan keparahan dari SAR. Hay dan Reade melaporkan

alergi pada makanan, seperti susu, keju, gandum, dan tepung.

3.3.4 Gambaran Klinis

Ulser Stomatitis Apthous Recurrent terjadi secara tunggal atau multiple, dangkal,

berbentuk ovoid, sakit, terjadi dalam hitungan minggu. Penyembuhan tanpa jaringan

parut biasanya terjadi antara 10 sampai 14 hari.

Tabel 3.1 Gambaran Klinis Stomatitis Apthous Recurrent (Tyldesley,2003)

Gambaran Tipe Minor Tipe Mayor Tipe Herpetiform

Usia onset 20-an 10 atau 20-an 30a-n

Jumlah Ulser 1-5 1-3 Mencapai lusinan

Ukuran Ulser (mm) <10 >10 1-3

Durasi 7-14 hari 2 minggu-3 bulan 7-14 hari

Meninggalkan

Jaringan Parut

Tidak Iya Tidak

Lokasi Mukosa tidak

berkeratin,

terutama mukosa

labial & bukal serta

lidah

Mukosa berkeratin

dan tidak

berkeratin, seperti

palatum lunak

Mukosa tidak

berkeratin dan

dasar mulut serta

lidah

3.3.5 Patofisiologis

Stomatitis aphtous dimulai dari masa prodromal selama 2-48 jam, berupa panas atau

nyeri setempat. Pada periode initial ini, terbentuk area eritem yang terlokalisasi. Kemudian

48-72 jam berikutnya, papul putih kecil terbentuk, terjadi ulserasi dan membesar. Lesi

individual berbentuk bulat, simetris, dan dangkal. Mukosa bukal dan labial paling sering

terlibat. Lesi terasa sakit, dan dapat mengganggu bicara dan pada saat makan.

3.3.6 Diagnosis

Page 12: SK Minor SAR Nikita

Penegakkan diagnosis dapat diambil dari data riwayat dan pemeriksaan sistematis

pasien yang dapat membedakan Stomatitis Apthous Recurrent dengan lesi akut primer atau

lesi multiple kronis. Harus diketahui etiologi jelasnya apakah dari kelainan darah, gejala

sistemik, stress, atau hormonal. Selain itu sebaiknya dihubungkan juga dengan penyakit

connective-tissue, dan perubahan kadar Fe, folat, dan Vitamin B12.

Pemeriksaan secara visual, palpasi, dan tanda-tanda klinis efektif dalam menegakkan

diagnosis. Dan pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan apabila diagnosis masih

meragukan, ulser bertambah parah, dan mengarah kepada keganasan.

3.3.7 Diferensial Diagnosis

1. Bechet’s disease

2. Herpes Simplex Virus

3.3.8 Terapi

Pertama-tama, praktisi kesehatan sebaiknya menghilangkan faktor predisposisi yang

diduga mengakibatkan lesi. Jenis pengobatan yang diberikan terhadap Stomatitis Apthous

Recurrent adalah berdasarkan tingkat keparahan dari ulser itu sendiri. Pada kasus ringan

dapat dipakai obat topikal seperti penggunaan Orabase. Rasa sakit pada lesi minor dapat

diredakan dengan pemberian agen topikal anastesi atau topikal diclofenac. Sedangkan pada

kasus berat penggunaan topikal steroid seperti dexametason 0,05 mg/5 mL, dikumur-kumur 3

kali sehari. Penggunaan salep tetrasiklin topikal 3% juga dapat digunakan untuk kasus berat,

dioleskan 1-3 kali sehari. Pemberian analgesik dan antiseptik secara sekaligus dapat

digunakan gargle yang mengandung Benzydamine HCl 15 mL dikumur selama 60 detik, 2-3x

perhari, maksimum 7 hari (Greenberg and Glick, 2003).

Tabel 3.1 Pilihan Therapeutik untuk SAR (Field & Longman, 2003)

Tipe TerapiTopikal antiseptik Chlorhexidine gluconate (Obat kumur)Topikal analgesik Benzydamine hydrochloride (Obat kumur)

Obat kumur LignocaineTopikal kortikosteroid Hydrocortisone hemisuccinate (pellets)

Triamcinolone acetonide (dalam pasta adhesif)Betamethasone valerate (Obat kumur)Beclomethasone dipropionate (spray)

Page 13: SK Minor SAR Nikita

Budesonide (spray)Obat kumur Triamcinolone (dengan/ tanpa chlortetracycline)

Topikal antibiotik Obat kumur ChlortetracyclineImmunomodulator sistemik Prednisolone

AzathioprineColchicineCiclosporinThalidomide

Lain – lain CimetedineCarbenoxolone (Obat kumur dan sistemik)5 amino-salicylic acidDapsonePentoxphyllineLow-energy laserLevamisole

3.2 Pigmentasi Fisiologis (Melanin)

Gingiva cekat dan marginal pada umumnya berwarna coral pink dan dihasilkan oleh

suplai vascular, ketebalan dan tingkat keratinisasi epitelium, serta adanya sel yang

mengandung pigmen. Warnanya bervariasi pada setiap individu.

Melanin, pigmen non-hemoglobin berwarna cokelat, merupakan pigmen normal yang

terdapat pada kulit, gingiva, dan membran mukosa oral lain. Melanin disintesis oleh

melanosit yang mendistribusi granula melanin pada lapisan basal sekitarnya. Pigmentasi

melanin pada rongga mulut sering pada individu berkulit gelap.

Pigmentasi ini juga disebut melanoplakia, yaitu pigmentasi berwarna gelap

generalisata dan konstan. Kondisi ini bersifat fisiologis, bukan patologis. Paling sering

terdapat pada gingiva cekat.

Distribusi pigmentasi oral pada individu berkulit gelap meliputi 60% pada gingiva,

61% pada palatum keras, 22% pada membran mukosa, dan 15% pada lidah. Hal ini dapat

muncul pada gingiva 3 jam setelah lahir (Carranza, 2002)

Pigmentasi gingival terlihat difus, ribbon-like, garis gelap, diskolorisasi keunguan

atau cokelat berbentuk ireguler dan patches berwarna cokelat muda. Biasanya simetris dan

asimptomatik. Tingkat pigmentasi dapat bervariasi dari cokelat muda sampai cokelat tua,

mungkin juga dapat berwarna biru-hitam.

Page 14: SK Minor SAR Nikita

Gambar 3.4 Melanoplakia

3.3 Ankyloglossia

Frenulum lingualis normalnya terikat pada ventral lidah dan genial tubercles pada

mandibula. Apabila frenulum tidak terikat pada lidah dan genial tubercle, tapi malah menyatu

ke dasar mulut atau gingiva lingual dan ujung ventral lidah, kondisi ini dikenal dengan

ankyloglossia atau disebut juga “tongue tie”.

Kondisi kongenital ini dikarakterisasi dengan frenulum lingualis yang pendek abnormal

dan malposisi, serta lidah tidak bisa dijulurkan atau diretraksi. Fusi ini dapat bersifat parsial,

yang lebih sering terjadi, dan dapat bersifat komplit. Pada kasus ankyglossia komplit,

kadang-kadang frenulum melebar dan melekat sampai ujung lidah dan membelah di ujungnya

Jika kondisinya parah, dapat mengganggu bicara. Koreksi bedah dan terapi bicara

diperlukan apabila bicara terganggu atau pada saat pembuatan gigi tiruan penuh maupun

parsial lepasan.. Ankyloglossia muncul dengan frekuensi 1 kasus setiap 1000 kelahiran.

Gambar 3.5 Ankyloglossia

Page 15: SK Minor SAR Nikita

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kunjungan pertama tanggal 4 September 2010, pasien datang dengan keluhan

sariawan pada bibir bawah bagian dalam 3 hari yang lalu. Pasien suka menggigiti bagian

dalam bibir bawah sehingga menonjol dari permukaan sekitar. Pada saat dipakai makan,

daerah tersebut tergigit sehingga lama-kelamaan terasa perih. Terasa sakit saat makan

makanan asam, pedas dan bila sikat gigi sering berdarah, serta sakit tergesek-gesek gigi.

Pasien jarang mengalami sariawan. Rasa perih berkurang saat minum air dingin. Pasien

belum pernah melakukan pengobatan apapun terhadap sariawan tersebut. Tidak ada gejala

lain yang menyertai. Pasien mengaku kurang mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan serta

sering makan makanan pedas. Pasien sering mengkonsumsi multivitamin, namun selama satu

bulan terakhir belum mengkonsumsi lagi. Terdapat riwayat keluarga (adik dan ibu pasien)

yang pernah mengalami keluhan serupa.

Pada pemeriksaan ekstraoral, tidak ditemukan kelainan pada pasien tersebut. Pada

pemeriksaan intra oral di mukosa labial kanan ditemukan sebuah ulser ovoid berwarna putih

dengan tepi kemerahan, diameter ± 2,5 mm.

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis secara intra oral dapat ditegakkan

diagnosa Stomatitis Aphthous Recurrent (SAR) minor et causa traumatic et regio mukosa

labial kanan. SAR minor adalah yang paling umum dari ulser ini. Terjadi lebih sering pada

pada dekade ke-dua. Secara klinis, ulkus aphtosa minor, 80 % kasus SAR, tampak sebagai

ulkus oval atau bulat, dengan diameter kurang dari 1 cm. Seringkali terjadi pada mukosa bibir

dan pipi. Ulkus tipe ini biasanya sembuh dengan spontan tanpa terbentuk jaringan parut,

dalam waktu ±14 hari. Mukosa bukal dan mukosa lingual paling sering terjadi ulser.

Perawatan yang diberikan untuk Stomatitis Aphthous Recurrent Minor adalah dengan

minosep gargle yang mengandung Klorheksidin Glukonat 2% sebagai antiseptik untuk

mencegah infeksi pada lesi dan mempercepat proses penyembuhan. Pasien juga

diinstruksikan untuk menjaga oral hygiene (OHI) dan meningkatkan intake nutrisinya supaya

daya tahan tubuh baik.

Pasien memiliki kebiasaan menggigiti bibir bagian dalam. Walaupun jarang mengalami

sariawan di tempat tersebut, tapi terdapat kemungkinan untuk ulser muncul kembali. Oleh

karena itu, pasien diinstruksikan untuk menghindari kebiasaan tersebut.

Page 16: SK Minor SAR Nikita

Pasien didiagnosa memiliki ankyloglossia yang komplit karena frenulum lingualisnya

terikat di dasar mulut sampai pada ujung lidah dan membelah di ujungnya sehingga terlihat

seperti bifid tongue. Dalam kasus ini diagnosis bandingnya adalah bifid tongue. Pasien

mengaku terdapat riwayat keluarga yang memiliki keadaan yang sama.

Tidak ada terapi yang diberikan karena merupakan kondisi anatomis pasien. Tidak ada

gangguan ataupun kesulitan dalam bicara yang biasanya diakibatkan oleh frenulum lingualis

yang rendah, sehingga intervensi bedah bersifat optional.

Selain itu, terdapat pewarnaan/pigmentasi fisiologis karena melanin atau disebut pula

melanoplakia pada gingiva cekat regio 33-43 yang difus dan berwarna kecokelatan. Kondisi

ini bersifat fisiologis, bukan patologis. Paling sering terdapat pada gingiva cekat. Pigmentasi

gingival terlihat difus, ribbon-like, garis gelap, diskolorisasi keunguan atau cokelat berbentuk

ireguler dan patches berwarna cokelat muda. Biasanya simetris dan asimptomatik. Tingkat

pigmentasi dapat bervariasi dari cokelat muda sampai cokelat tua, mungkin juga dapat

berwarna biru-hitam. Oleh karena merupakan variasi normal, maka tidak dilakukan terapi

untuk pigmentasi pada gingiva tersebut.

Kemudian pada tanggal 25 September 2010 pasien datang untuk kontrol. Sekarang

pasien sudah tidak merasa sakit dan tidak terdapat bekas luka pada bibir pasien. Pasien

diinstruksikan untuk tetap menjaga oral hygiene (OHI) dan mengkonsumsi diet sehat

(sayuran dan buah-buahan) untuk menjada imun tubuh yang baik. Melanosis fisiologis pada

gingiva regoi 33-43 dan ankyloglossia pada pasien masih terlihat.

Page 17: SK Minor SAR Nikita

BAB V

KESIMPULAN

Stomatitis Apthous Recurrent (SAR) adalah lesi mukosa rongga mulut yang paling

sering terjadi, ditandai dengan ulser yang timbul berulang di mukosa mulut pasien dengan

tanpa adanya gejala dari penyakit lain. Faktor predisposisi dapat berupa trauma, defisiensi

nutrisi, stres, gaya hidup dan alergi.

Terapi yang diberikan operator adalah memberikan minosep gargle yang mengandung

Klorheksidin Glukonat 2% sebagai antiseptik untuk mencegah infeksi pada lesi dan

mempercepat proses penyembuhan. Tiga minggu kemudian pasien datang untuk kontrol,

sariawan telah sembuh dan tidak ada keluhan lain dari pasien.

Page 18: SK Minor SAR Nikita

DAFTAR PUSTAKA

Greenberg and Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine. AS: BC Decker Inc.

Langlais and Miller. 2000. Colour Atlas of Common Oral Dissease.

Carranza; Newman; Takei. 2002. Carranza’s Clinical Periodontology 9th ed. USA : W.B. Saunders Co.

Page 19: SK Minor SAR Nikita

TUGAS DISKUSI

A. Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

B. Tingkatan Hipertensi

Kategori SBP dan/atau DBP (mmHg)

Optimal <120 dan <80

Normal <130 dan <85

Normal-tinggi 130-139 atau 85-89

Hipertensi

Stage 1 140-159 atau 90-99

Stage 2 160-179 atau 100-109

Stage 3 ≥ 180 atau ≥ 110

Page 20: SK Minor SAR Nikita

C. Kelainan Sistemik yang Mempengaruhi SAR

Penyakit Jantung dan Hipertensi

Obat-obatan hipertensi dan penyakit jantung dapat menyebabkan dry mouth ( mulut

kering ), sehingga produksi saliva berkurang. Saliva berfungsi sebagai pembilas

makanan, menetralkan asam dari bakteri, dan melumasi mulut. Apabila saliva

berkurang maka dapat meningkatkan resiko terjadinya iritasi pada mukosa mulut,

sehingga terjadinya resiko SAR dapat meningkat pula.

Diabetes Melitus

Pada pasien dengan DM, salah satu gejalanya adalah neuropathy, yaitu terganggunya

saraf simpatis dan parasimpatis. Gangguan ini dapat menyebabkan mulut kering.

Sama halnya pada efek obat-obatan pada hipertensi/penyakit jantung. Mulut kering

juga meningkatkan resiko terjadinya iritasi pada rongga mulut.

Kelainan GIT

Pada pasien dengan celiac disease, kelainan kadar komponen imun yang rendah

menunjukkan produksi yang menurun atau katabolisme (“hilangnya” komponen

imun) yang dipercepat. Hilangnya protein yang sampai menyebabkan

hipogamaglobulinemia dan hipoproteinemia terjadi terutama melalui ginjal (sindrom

nefrotik) atau melalui saluran cerna (protein-losing enteropathy). Hilangnya

imunoglobulin melalui renal setidaknya bersifat selektif parsial, sehingga kadar IgM

masih dapat normal meskipun kadar IgG serum dan albumin menurun. Protein juga

dapat hilang dari saluran cerna melalui penyakit inflamatorius aktif seperti penyakit

Crohn, kolitis ulseratif dan penyakit seliak. Kerusakan sintesis paling nampak pada

malnutrisi. Defisiensi protein menyebabkan perubahan yang mendalam pada banyak

organ, termasuk sistem imun. Kerusakan produksi antibodi spesifik setelah imunisasi,

dan defek pada imunitas seluler, fungsi fagosit dan aktivitas komplemen dihubungkan

dengan nutrisi yang buruk, dan membaik setelah suplementasi diet protein dan kalori

yang cukup. Defisiensi imun tersebut memegang peranan penting dalam patogenesis

SAR. Mengingat defisiensi tersebut menyebabkan menurunnya kualitas mukosa

sehingga bakteri mudah melekat

Hamil

Salah satu faktor predisposisi dari SAR adalah hormonal yang dalam hal ini

kehamilan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya ketidakseimbangan hormon

progesteron dan estrogen yang terjadi pada saat hamil. Setelah kehamilan biasanya

Page 21: SK Minor SAR Nikita

stomatitis aphtous ini akan hilang dengan sendirinya seiring dengan kembalinya

keseimbangan hormon pada pasien tersebut. Begitu pula pada pemakaian kontrasepsi

yang menyebabkan ketidakseimbangan hormon.

DefisiensiNutrisi

Defisiensi besi, asam folat, vitamin B1, B2,B6, B12 kemungkinan 2 kali lebih

besar terkena SAR dibandingkan orang yang sehat. Defisiensi vitamin B1, B2, dan B6

telah ditemukan pada 28% pasien yang menderita SAR akan tetapi alasan mengapa

defisiensi vitamin tersebut menyebabkan SAR masih belum diketahui pasti. Namun

diduga defisiensi vitamin tersebut memegang peranan penting dalam patogenesis

SAR. Mengingat defisiensi vitamin tersebut menyebabkan menurunnya kualitas

mukosa sehingga bakteri mudah melekat

D. Lapisan Epitel Rongga Mulut, Berkeratin dan Tidak Berkeratin

Struktur epitel pada rongga mulut adalah Stratified Squamous Epithelium yang terdiri

dari perlekatan sel-sel yang kuat dan tersusun atas lapisan-lapisan.

Sel-sel epitel rongga mulut:

a. Keratinocyte:

Sel epitel mukosa rongga mulut (stratified epithelial cells) yang mengalami diferensiasi.

b. Non-keratinocyte:

Sel pigmen dendritik atau sel tipe lain dalam epitel secara kolektif.

Stratifikasi epitel rongga mulut (dari arah luar ke dalam):

1. Stratum Korneum = Keratinized Layer

2. Stratum Lusidum

3. Stratum Granulosum = Granular Layer

4. Stratum Spinosum = Prickle Cells Layer

5. Stratum Basalis = Basal Cells Layer

Lamina propia

Komponen lamina propia terdiri dari:

1. Serabut

2. Saraf, pembuluh darah, dan pembuluh limfe

Page 22: SK Minor SAR Nikita

3. Papillary layer

4. Retikuler layer

Pembagian mukosa berdasarkan struktur histologi epitel mukosa rongga mulut dibagi

menjadi 3, yaitu: Masticatory Mucosa, Lining Mucosa, dan Specialized Mucosa.

1. Mastikatori mukosa

• Sering untuk mengunyah

• Pada epitel yang sering mengalami keratinisasi

• Lamina propia padat dan terikat erat pada tulang

• Terdiri dari:

a. Gingiva dan ephitelial attachment (free dan attached gingiva)

b. Interdental papil dan palatum durum

• Sub mukosa bervariasi:

a. Gingiva → submukosa (-)

b. Palatum → submukosa (+)

• Palatum Durum:

a. Atap rongga mulut dilapisi dengan keratinized stratified squamous epithelium

b. Pada daerah midline tidak ada submukosa

c. Pada raphe mediana → terdapat papilla insisivus

d. Pada sisi-sisi raphe mediana terdapat ridge yang disebut rugea

e. Pada daerah anterolateral terdapat daerah berlemak yaitu daerah submukosa

2. Lining mukosa

• Lapisan epitel tebal

• Umumnya tidak berkeratin

• Lamina propia tipis dan elastis

• Ikatan lamina propia dengan submukosa bervariasi (elastisitas tinggi dan terikat erat),

tergantung regio. Misalnya:

a. Mukosa pipi

b. Mukosa bibir

c. Ventral lidah

d. Pallatum molle

e. Vestibulum

Page 23: SK Minor SAR Nikita

f. Mukosa alveolar

g. Dasar mulut

• Submukosa terikat pada otot (sering bergerak) → sering terkena trauma

• Lining mukosa terdapat pada:

a. Bibir

b. Pallatum Molle

c. Pipi

d. Permukaan lidah

e. Dasar mulut

Perbedaan kulit dan mukosa adalah pada kulit terdapat dua lapisan, yaitu epidermis

dan dermis, terdapat pula kelenjar sebacea (keringat) dan rambut, kecuali pada telapak tangan

dan kaki. Sedangkan pada mukosa hanya terdiri dari lapisan epitel gepeng, tanpa disertai

dengan kelenjar keringat maupun rambut.