case ileus nikita
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang
segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terbagi dua yaitu ileus obstruksi dan
ileus paralitik. Ileus obstruksi merupakan kegawatdarurataan abdomen dan merupakan 60-
70% dari seluruh kasus akut abdomen diluar appendisitis akut.
Ileus obstruksi adalah hilangnya atau adanya gangguan pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Obstruksi usus dapat disebabkan karena adanya lesi pada
bagian dinding usus, diluar usus, maupun di lumen usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut
maupun kronis, parsial maupun total. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering adalah
karsinoma, terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. Sebagian besar obstruksi
mengenai usus halus. Obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh strangulasi, invaginasi
atau sumbatan di dalam lumen usus. 75% dari kasus obstruksi usus halus disebabkan oleh
adhesi intraabdominal pasca operasi. Penyebab tersering lainnya adalah hernia inkarserata
dan penyakit Chron.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan
diagnosis dini dan tindakan pembadahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.(1,2,3)
1
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS ILMU PENYAKIT BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
LONG CASE
Nama Mahasiswa : Nikita Rizky Arimami
NIM : 030.08.180
Dokter Pembimbing : dr. Harinto Sp.B
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An.M Jenis kelamin :Laki-laki
Umur : 10 Tahun Suku bangsa : Betawi
Status perkawinan : Belum Menikah Agama :Islam
Pekerjaan : Pelajar SD Pendidikan : SD
Alamat : Jl. Kalibata Tengah Rt 03/05 Tanggal masuk RS : 25/04/13
II. ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis dengan ayah pasien pada tanggal 27 April 2013, jam
12.00.
Keluhan utama
Tidak bisa buang air besar dan buang angin sejak 5 hari SMRS
Keluhan tambahan
Nyeri perut , mual, muntah
2
Riwayat penyakit sekarang
6 hari SMRS pasien mengeluh tidak biasa buang air besar dan nyeri perut.
Nyeri perut melilit dan dirasakan disemua bagian perut. Orang tua pasien
membawa pasien ke Puskesmas, diberi obat sirup dan obat tablet (orangtua
pasien lupa nama obat). Setelah minum obat pasien bisa BAB, BAB keras,
warna kecoklatan, tidak ada lendir atau darah. Demam dan riwayat diare
sebelumnya disangkal
5 hari SMRS pasien mengeluh perutnya sakit lagi, kali ini pasien tidak bisa
BAB lagi, dan tidak bisa buang angin. Pasien mengeluh perutnya sakit,
terasa mual dan muntah setiap kali makan. Muntah berisi makanan yang
dimakan, namu kemudian menjadi hanya cairan kekuningan saja
2 hari SMRS, OS masih belum bisa BAB , tidak mau makan karena
perutnya sakit dan terasa mual. OS diantar ke IGD RSUD Budhi Asih oleh
orang tua pasien, diberi obat mikrolax dan obat mual . OS diminta kontrol
ke poli anak RSUD Budhi Asih.
1 hari SMRS OS datang ke poli anak RSUD Budhi Asih . OS tidak bisa
BAB, tidak bisa buang angin,muntah-muntahsetiap kali makan dan
perutnya terasa sangat sakit, kemudian OS disarankan untuk dirawat.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat menderita keluhan yang sama disangkal
Riwayat diare dan minum obat antidiare sebelumnya disangkal
Riwayat cacingan dan keluar cacing dari anus disangkal
Riwayat sulit BAB disangkal
Riwayat usus buntu dan operasi pada daerah perut disangkal
Riwayat terdapat benjolan pada pusar, lipat paha, dan kantung buah zakar
disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan sama seperti pasien.
Riwayat Persalinan dan Kehamilan
3
Anak laki - laki dari ibu G1P0A0, hamil 39 minggu, lahir spontan ditolong oleh bidan. Bayi langsung
menangis saat lahir. Berat badan lahir 3500 gram, panjang badan lahir 49 cm, lingkar dada dan lingkar
kepala ibu lupa.
Kesan: neonatus aterm, sesuai masa kehamilan, vigorous baby.
Riwayat Pemeliharaan Prenatal
Ibu rutin memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan terdekat. Pemeriksaan dilakukan sejak
ibu mengetahui kehamilan hingga usia kehamilan 7 bulan, 1 kali setiap bulan. Saat memasuki usia
kehamilan 8 bulan, pemeriksaan dilakukan 2 kali setiap bulan hingga lahir. Selama ibu hamil, ibu
mendapat suntikan TT 2 kali. Selama hamil, ibu tidak pernah menderita penyakit. Riwayat
perdarahan saat hamil disangkal. Riwayat trauma disangkal. Obat – obatan yang diminum selama
masa kehamilan adalah vitamin dan obat penambah darah.
Kesan: riwayat pemeliharaan prenatal baik
Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan postnatal dilakukan di Posyandu dan anak dalam keadaan sehat.
Kesan: riwayat pemeliharaan postnatal baik
Riwayat Makan dan Minum Anak
ASI eksklusif sampai usia 6 bulan.
Mulai usia 6 bulan, anak diberi ASI dan bubur susu
Mulai usia 8 bulan, anak diberi tim saring dan buah (pisang).
Mulai usia 1 tahun sampai sekarang, anak diberikan makananpadat seperti anggota keluarga yang lain.
Kesan: kualitas dan kuantitas makanan baik
Riwayat Imunisasi
BCG : 1x (usia 1 bulan), scar (+) di lengan kanan atas
Hep B : 4x (diberikan saat pasien usia 0, 2, 4, 6 bulan)
Polio : 4x (diberikan saat pasien usia 0, 2, 4, 6 bulan)
DPT : 3x (diberikan saat pasien usia 2, 4, 6 bulan)
Campak : pernah, 1x, usia 9 bulan
4
Riwayat imunisasi tambahan: tidak pernah dilakukan
Kesan: anak telah mendapat imunisasi dasar lengkap sesuai dengan usia anak.
Riwayat pengobatan
Pasien berobat ke Puskesmas 6 hari SMRS, diberi obat sirup dan tablet. Tetapi keluhan tidak
membaik. Kemudian pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih, diberi obat mikrolax dan obat
mual, tetapi keluhan belum membaik. Pasien datang ke poli anak RSUD Budhi Asih dan
disarankan untuk dirawat.
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan Rp. 3.500.000,- per bulan. Ibu
pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Menanggung 2 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung
KJS.
Kesan: keadaan sosial ekonomi kurang.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kesan gizi : Gizi cukup
Tanda vital
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,4°C
Frekuensi napas : 28x/menit
Status generalis
Kepala : Normocephali, rambut warna hitam , distribusi merata
Mata : Cekung (-/-), Konjuntiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, reflex cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+)
Hidung : deviasi septum (-), konkha oedem (-/-), hiperemis (-/-), sekret (-/-)
Telinga : Simetris, liang telinga lapang, reflex cahaya membrane timpani (+/+),
serumen (+/+), sekret (-/-)
5
Mulut : Bibir kering (+), anemis (-) ,tonsil dan faring dalam batas normal
Leher : Trakea terletak di tengah, KGB dan tiroid tidak tampak membesar
Thoraks
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V LMC sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I & II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
Inspeksi : Dinding dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus teraba simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Status Lokalis Regio Abdomen
Inspeksi : Cembung, hernia umbilikalis (-), sikatriks (-), bekas luka operasi (-)
Auskultasi : BU (+) , metallic sound (+)
Palpasi : Distended, nyeri tekan (+) diseluruh kuadran abdomen terutama
supraumbilikus, nyeri tekan epigastrium (+), Nyeri tekan titik Mc
Burney (+), Rovsing sign (+), Blumberg sign (+), defans muscular (-)
Perkusi : hipertimpani, nyeri ketuk (+)
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Capillary Refill Time < 2” < 2”
Pemeriksaan Rectal Toucher :
Tonus sfingter ani baik
Mukosa rektum licin
Feses (-), lendir (-), darah (-), massa (-), nyeri (+).
6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 26/4/2013
Hematologi Hasil Nilai normal Interpretasi
Leukosit 26.2 ribu/µL 3.8- 10.6 ↑
Hemoglobin 12.4 g/dL 13.2 – 17.3 ↓
Hematokrit 39 % 40 – 52 ↓
Trombosit 396 ribu/µL 150 – 440 dbn
Faal hemostasis Hasil Nilai normal Interpretasi
Waktu perdarahan 2.00 menit 1 – 6 dbn
Waktu pembekuan 12.00 menit 5 – 15 dbn
Hati Hasil Nilai normal Interpretasi
Albumin 3.6 g/dL 3.8 – 5.4 ↓
Hitung Jenis Hasil Nilai normal Interpretasi
Basofil 1 0-1 dbn
Eosinofil 1 1-5 dbn
Neutrofil Batang 1 3-6 ↓
Neutrofil segmen 62 25-60 ↑
Limfosit 19 25-50 ↓
Monosit 16 1-6 ↑
Ginjal Hasil Nilai normal Interpretasi
Ureum 12 mg/Dl 17 – 49 dbn
Kreatinin 0.36 mg/dL <1.2 dbn
Asam urat 6.7 mg/dL <7 dbn
7
Diperiksa tanggal 25/04/13
Elektrolit serum Hasil Nilai normal Interpretasi
Natrium (Na) 138 mmol/L 135 – 155 Dbn
Kalium (K) 4.7 mmol/L 3.6 – 5.5 Dbn
Klorida (Cl) 100 mmol/L 98 – 109 Dbn
Urinalisis Hasil Nilai normal Interpretasi
Warna Kuning tua Kuning
Kejernihan Agak Keruh Jernih
Glukosa Negatif Negatif Dbn
Bilirubin Negatif Negatif Dbn
Keton +3 Negatif Dbn
Ph 6 4.6 – 6 Dbn
Berat jenis 1.020 1.005 – 1.030 Dbn
Albumin urin +1 Negatif Dbn
Urobilinogen 0.2 EU/dL 0.1 – 1 Dbn
Nitrit Negatif Negatif Dbn
Darah Negatif Negatif
Esterase leukosit Negatif Negatif Dbn
Foto Abdomen 3 Posisi
1. Foto Supine
Didapatkan gambaran peningkatan udara pada usus, coiled spring appearance,
dan herring bone appearence
2. Foto AP ½ Duduk
Didapatkan gambaran air fluid level
3. Foto LLD
Didapatkan gambaran step ledder pattern, tidak tampak free air sickle.
8
Kesan: Terdapat obstruksi pada usus, tidak tampak adanya perforasi
V. RESUME
Seorang anak laki-laki 10 tahun datang diantar orangtuanya dengan keluhan
utama tidak bisa BAB dan buang angindisertai nyeri perut dan muntah-muntah. 6 hari
SMRS pasien mengeluh tidak biasa buang air besar dan nyeri perut. Nyeri perut
melilit dan dirasakan disemua bagian perut. Pasien dibawa ke Puskesmas, diberi obat
sirup dan obat tablet. Setelah minum obat pasien bisa BAB, BAB keras, warna
kecoklatan, tidak ada lendir atau darah. Demam dan riwayat diare sebelumnya
disangkal. 5 hari SMRS pasien mengeluh perutnya sakit lagi, kali ini pasien tidak bisa
BAB lagi, dan tidak bisa buang angin. Pasien mengeluh perutnya sakit, terasa mual
dan muntah setiap kali makan. Muntah berisi makanan yang dimakan, namu
kemudian menjadi hanya cairan kekuningan saja 2 hari SMRS, OS masih belum bisa
BAB , tidak mau makan karena perutnya sakit dan terasa mual. OS diantar ke IGD
RSUD Budhi Asih oleh orang tua pasien, diberi obat mikrolax dan obat mual . OS
diminta kontrol ke poli anak RSUD Budhi Asih.1 hari SMRS OS datang ke poli anak
RSUD Budhi Asih . OS tidak bisa BAB, tidak bisa buang angin,muntah-muntahsetiap
kali makan dan perutnya terasa sangat sakit, kemudian OS disarankan untuk dirawat.
Dari pemeriksaan fisik tanggal 27 April 2013 ditemukan :
Kesan umum : Tampak sakit sedang, compos mentis, gizi baik, tampak lemas
Tanda vital :
Tekanan darah : 90/70 mmHg
HR : 88x/menit
Suhu : 36,4°C
Frekuensi napas : 28x/menit
Nadi : Isi dan tegangan cukup
Status internus ditemukan:
Mulut : bibir kering (+)
Status lokalis ditemukan:
Status Lokalis Regio Abdomen
9
Inspeksi : Cembung, hernia umbilikalis (-), sikatriks (-), bekas luka operasi (-)
Auskultasi : BU (+) , metallic sound (+)
Palpasi : Distended, nyeri tekan (+) diseluruh kuadran abdomen terutama
supraumbilikus, nyeri tekan epigastrium (+), defans muscular (-)
Perkusi : hipertimpani, nyeri ketuk (+)
Pemeriksaan Rectal Toucher ditemukan: Spincther ani tonus baik, feses (-), darah (-),
lendir (-), massa (-), nyeri (+)
Pemeriksaan penunjang ditemukan:
1. Laboratorium darah rutin: Leukositosis, anemia, hipoalbuminemia, hitung jenis
shift to the left
2. Urinlisis ditemukan: warna urin kuning tua, agak keruh , ketonuria dan
albuminuria
3. Pemeriksaan foto BNO: Didapatkan tanda obstruksi usus tanpa perforasi.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Ileus Obstruktif Total
VII. DIAGNOSIS BANDING
Ileus Obstruktif Total
o Et causa fekalit
o Et causa adhesi
o Et causa bolus Ascaris
o Et causa hernia inkarserata
o Et causa massa
Ileus Paralitik
Appendicitis akut
Gastroenteritis Akut
VIII. PENATALAKSANAAN
UGD
10
IVFD Asering 2cc/kg bb/jam
Injeksi Ranitidin 2x25 mg
Pasang NGT
Pasang DC
Pasien dipuasakan
Ruang Perawatan
IVFD KaEn Mg 3 2cc/kgbb/jam
IVFD Aminofusin Paed 500cc/24 jam
Injeksi Ceftriakson 2 x 1 gr
Injeksi Metronidazol 2x 500 mg
Injeksi Tradoksic 2x 50 mg
Injeksi Alinamin F 2x ½ ampul
Injeksi Neurobion 2x ½ ampul
Operatif
Dilakukan operasi laparotomi eksplorasi cito tanggal 26 April 2013
karena terapi konservatif tidak berhasil
Laporan Operasi
Operator : dr. Harinto,Sp.B
Diagnosis pra bedah : Ileus Obstruksi
Diagnosis pasca bedah : Ileus Obstruksi dan Appendicitis akut et causa
Ductus Omphaloentericus Persisten Meradang
Jenis operasi : Laparotomi Eksplorasi, Appendictomy
Laporan Operasi:
- Pasien terlentang dengan anestesi umum
- Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik
- Insisi kutis dan subkutis
- Tampak DO:
Ductus omphaloentericus persisten meradang ileum + caecum (vital)
Appendix 5 cm x1 cm
11
- Dilakukan pembebasan band dan appendictomy
- Perdarahan dirawat,luka operasi ditutup
- Operasi selesai
Instruksi post operasi:
Infus D5:NaCl 2:1 /24 jam
Injeksi Fosmycin 2 x 1 gr
Injeksi Metronidazol 2x500 mg
Injeksi Tradoksic 2x50 mg
Injeksi Neurobion 2x ½ ampul
Injeksi Alinamin f 2x1/2 ampul
Rawat ICU
Puasa sampai BU (+)
Follow up
27 April 2013 ( Ruang HCU)
S : Nyeri luka operasi, BAB (+), buang angin (+)
O : TD: 90/70 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,7 ºC
BU + 1x/menit
Tampak luka tertutup perban kering, rembesan (-), nyeri (+)
12
A : Post op Laparotomi H+1
P : Infus D5:NaCl 2:1 /24 jam
Injeksi Fosmycin 2 x 1 gr
Injeksi Metronidazol 2x500 mg
Injeksi Tradoksic 2x50 mg
Injeksi Neurobion 2x ½ ampul
Injeksi Alinamin f 2x1/2 ampul
Puasa
28 April 2013 (Ruang Perwatan VI Timur)
S : Nyeri luka operasi, BAB (+), buang angin (+)
O : TD: 90/70 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,7 ºC
BU + 1x/menit
Tampak luka tertutup perban kering, rembesan (-), nyeri (+)
A : Post op Laparotomi H+2
P : Infus D5:NaCl 2:1 /24 jam
Injeksi Fosmycin 2 x 1 gr
Injeksi Metronidazol 2x500 mg
Injeksi Tradoksic 2x50 mg
Injeksi Neurobion 2x ½ ampul
13
Injeksi Alinamin f 2x1/2 ampul
Puasa
29 April 2013 (Ruang Perawatan VI Timur)
S : Nyeri luka operasi, BAB (+), buang angin (+)
O : TD: 110/70 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 36,4 ºC
BU + 2x/menit
Tampak luka tertutup perban kering, rembesan (-), nyeri (+)
A : Post op Laparotomi H+3
P : Infus KaEn Mg3 + Kcl 10 Meq 46 cc/jam
Injeksi Fosmycin 2 x 1 gr
Injeksi Metronidazol 2x500 mg
Injeksi vit K 2x ½ ampul
Injeksi transamin 2x ½ ampul
Injeksi Dycinone 2x ½ ampul
Injeksi Adona 2x ½ ampul
Injeksi Ranitidin 2x 25 mg
Propiretik supp 2x 240 mg
Diet Ensure via NGT
30 April 2013 (Ruang Perawatan VI Timur)
14
S : Nyeri luka operasi, BAB (+), buang angin (+), batuk
O : TD: 110/70 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 30 x/menit
S : 36,4 ºC
BU + 2x/menit
Tampak luka tertutup perban kering, rembesan (-), nyeri (+)
A : Post op Laparotomi H+4
P : Infus KaEn Mg3 + Kcl 10 Meq 46 cc/jam
Injeksi Fosmycin 2 x 1 gr
Injeksi Metronidazol 2x500 mg
Injeksi vit K 2x ½ ampul
Injeksi transamin 2x ½ ampul
Injeksi Dycinone 2x ½ ampul
Injeksi Adona 2x ½ ampul
Injeksi Ranitidin 2x 25 mg
Propiretik supp 2x 240 mg
Aff NGT
Diet ML
1 Mei 2013 (Ruang Perawatan VI Timur)
S : Nyeri luka operasi, BAB (+), buang angin (+), batuk
O : TD: 110/70 mmHg
15
N : 120 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 36 ºC
BU + 2x/menit
Tampak luka tertutup perban kering, rembesan (-), nyeri (+)
A : Post op Laparotomi H+ 5
P : Infus KaEn Mg3 + Kcl 10 Meq 46 cc/jam
Injeksi Fosmycin 2 x 1 gr
Injeksi Metronidazol 2x500 mg
Injeksi Ranitidin 2x 25 mg
Propiretik supp 2x 240 mg
Boleh Pulang (Bedah)
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
16
BAB III
ANALISIS KASUS
1. Dari anamnesis
Keluhan Utama : Tidak bisa BAB dan buang angin sejak 5 hari SMRS Gejala ini
merupakan manifestasi dari obstruksi. Hasil – hasil pencernaan dan gas-gas yang tertelan
tidak dapat disalurkan ke bagian distal usus dan rectum.
Keluhan tambahan : Nyeri perut, mual, muntah akibat dari usaha peristaltic usus untuk
melewati sumbatan. Muntah merupakan manifestasi dari obstruksi usus halus, makanan yang
dimakan tidak dapat di cerna, isi muntahan berupa cairan kekuningan yang juga merupakan
tanda dari obstruksi usus halus
Riwayat Penyakit Sekarang :
Tidak bisa BAB, setelah diberi obat dari puskesmas BAB satu kali
menunjukkan gejala obstipasi karena obstruksi, namun baru sebagian (parsial)
karena masih bisa BAB
Tidak bisa BAB dan buang angin sudah menunjukkan gejala obstruksi total
Muntah-muntah cairan berwarna kuning menunjukkan gejala obstruksi dari
usus halus
Nyeri perut akibat dari usaha peristaltik usus untuk melewati sumbatan
2. Dari pemeriksaan fisik :
Tanda vital :
Tekanan darah : 90/70 mmHg
HR : 88x/menit
Suhu : 36,4°C Afebris, menunjukkan tidak ada tanda perforasi
Frekuensi napas : 28x/menit
Nadi : Isi dan tegangan cukup
Status internus ditemukan:
17
Mulut : bibir kering (+)menunjukkan tanda kekurangan cairan akibat muntah-
muntah
Status lokalis ditemukan:
Status Lokalis Regio Abdomen
Inspeksi : Cembung perut cembung karena gas dan sisa makanan pada usus
tidak dapat dikeluarkan
tidak ada bekas luka operasi menyingkirkan diagnosis banding
ileus obstruktif et causa adhesi post operatif
Auskultasi : BU (+) , metallic sound (+) menunjukkan gejala ileus obstruktif,
menyingkirkan diagnosis banding ileus paralitik
Palpasi : - Distended karena gas dan sisa makanan tidak dapat dikeluarkan
- nyeri tekan (+) terutama supraumbilikus, nyeri tekan epigastrium (+)
menunjukkan obstruksi berada di usus halus
Perkusi : hipertimpani, nyeri ketuk (+)karena banyak udara di dalam
abdomen dan nyeri kolik menyebabkan nyeri saat perkusi
Pemeriksaan Rectal Toucher ditemukan:
Spincther ani tonus baik, feses (-), darah (-), lendir (-), massa (-), nyeri arah jam 7
tidak ditemukan feses berarti obstruksi letak tinggi (ileum), tidak ada massa pada
rectum, nyeri menunjukkan belum dapat disingkirkan diagnosis appendicitis
3. Dari pemeriksaan penunjang di dapatkan :
Leukositosis menunjukkan tanda-tanda infeksi
Anemia bisa disebabkan karena OS tidak dapat makan, sehingga asupan
nutrisi kuran dan terjadi anemia.
Hipoalbuminemia karena tidak ada asupan protein dan terdapat albumin
dalam urin (+1)
Hitung jenis, shift to the left menunjukan keadaan patologis akut
Warna urin kuning tua, agak keruh karena pasien kurang minum (puasa)
Ketonuria hasil lipolisis karena tidak ada makanan yang dicerna
18
Albuminuria gangguan sementara pada sirkulasi ginjal (pasien puasa dan
kehilangan cairan lewat muntah)
4. Dari pemeriksaan Foto Abdomen 3 Posisi didapatkan:
Gambaran obstruksi tanpa tanda perforasi
DIAGNOSA KERJA
Ileus Obstruktif Total
DIAGNOSA BANDING
Ileus Obstruktif Total
o Et causa fekalit tidak ditemukan fekalit pada pemeriksaan
rectal toucher sehingga dapat disingkirkan
o Et causa adhesi
o Et causa bolus Ascaris riwayat cacingan atau keluar cacind
dari anus disangkal, hasil laboratorium tidak ditemukan
peningkatan eosinofil
o Et causa hernia inkarserata pada pemeriksaan fisik tidak
ditemukan adanya benjolan, sehingga dapat disingkirkan
o Et causa massapada pemeriksaan rectal toucher tidak teraba
adanya massa, namun perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
seperti foto BNO dengan kontras atau USG abdomen untuk
menyingkirkan kemungkinan massa
Ileus Paralitik pada pemeriksaan fisik masih didapatkan bising usus,
dan oemeriksaan elektrolit darah normal, pada foto BNO 3 posisi
didapatkan gambaran obstruksi
Appendicitis akut belum dapat disingkirkan karena pada pemeriksaan
fisik nyeri perut samar karena nyeri terdapat di seluruh kuadran abdomen,
belum dapat dilakukan appendicogram
Gastroenteritis Akut karena terdapat mual dan muntah-muntah, tetapi
dapat disingkirkan karena mual dan muntah diakibatkan oleh obstruksi
usus halus.
DIAGNOSIS POST OPERATIF
19
1. Ileus Obstruksi et causa Ductus Omphaloentericus Persisten Meradang
2. Appendicitis Akut
PENATALAKSANAAN
KONSERVATIF
IVFD KaEn Mg 3 2cc/kgbb/jam
IVFD Aminofusin Paed 500cc/24 jam
Injeksi Ceftriakson 2 x 1 gr
Injeksi Metronidazol 2x 500 mg
Injeksi Tradoksic 2x 50 mg
Injeksi Alinamin F 2x ½ ampul
Injeksi Neurobion 2x ½ ampul
Pasien dipuasakan
Pasang NGT
Pasang DC
OPERATIF Laparotomi eksplorasi
Karena terapi konservatif tidak berhasil, maka dilakukan operasi laparotomi
eksplorasi cito untuk menentukan diagnosis dan terapi pada pasien.
Hasil operasi ditemukan ductus omphaloentericus persisten yang meradang sehingga
mengakibatkan onstruksi pada ileum dan mengakibatkan peradangan pada appendix.
PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam dengan tatalaksana yang sudah dilakukan menghindari
bahaya kematian
Ad fungsionam : Bonam tidak ada gangguan fungsi, fungsi kembali seperti
semula
Ad sanationam : Dubia ad bonam dapat berulang jika gaya hidup pasien tidak
sehat; kurang makan makanan berserat, jika terjadi adhesi post
operasi
20
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
ILEUS OBSTRUKSI
Definisi
Ileus obstruksi merupakan gangguan mekanik baik parsial maupun total dari
pasase isi usus. Ileus obstuktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal ini menyebabkan pasase lumen usus
tergangggu.(8)
Ileus obstruksi disebut juga obstruksi lumen usus, disebut demikian apabila
disebabkan oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen usus. Pada
obstruksi harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dari obstruksi strangulasi. Obstruksi
sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada
strangulasi ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat, yang
disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan
kombinasi gejala obstruksi dengan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis.
Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin
sekali disertai strangulasi. Sedangkan obstruksi oleh tumor atau obstruksi oleh cacing
askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi. (9)
Epidemiologi
Ileus obstruksi merupakan kelainan bedah yang paling sering ditemui pada
usus halus. Adhesi intraabdominal pasca operasi merupakan etiologi yang paling sering
yaitu 75% dari seluruh kasus. Etiologi yang sering lainnya adalah hernia dan penyakit
Crohn. Pada kolon, kanker merupakan penyebab tersering darri ileus obstruksi.
Penyebab lainnya meliputi menyempitnya lumen usus karena diverkulitis atau penyakit
infeksi usus.(3,10)
Di Indonesia, perlekatan usus merupakan penyebab yang menempati ururtan
pertama saat ini. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari ileus adalah
21
perlekatan. Survey Ileus Obstruksi RSUD dr Soetomo tahun 2001 mendapatkan 50%
dari penyebabnya adalah perlekatan usus, kemudian diikuti hernia 33,3%, keganasan
15%, volvulus 1,7%.
Klasifikasi
1. Secara umum(9)
- Ileus obstruksi sederhana : obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah
- Ileus obstruksi strangulata: ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi
iskemia yang akan menyebabkan nekrosis atau gangren.
2. Berdasarkan letak obstruksi
Letak tinggi : duodenum – jejenum
Letak tengah : ileum terminal
Letak rendah : colon sigmoid – rektum
Gambar 3.1. Klasifikasi ileus berdasarkan letak obstruksi
3. Berdasarkan stadium
Parsial : menyumbat sebagian lumen usus. Sebagian sisa makanan dan udara
masih dapat melewati tempat obstruksi.
Komplit : menyumbat total lumen usus.
22
Strangulasi : sumbatan kecil tapi dengan jepitan pembuluh darah.
Etiologi
Penyebab ileus obstruksi secara umum dapat dibagi menjadi tiga mekanisme,
yaitu blokade intralumen,intramural atau lesi instrinsik dari dinding usus, kompresi
lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari usus (Thompson 2005). Lesi intraluminal
seperti fekalit, batu empedu, lesi intramural misalnya malignansi atau inflamasi, lesi
ektralumisal misalnya adhesi, hernia, volulus atau intususepsi.(3)
Ileus obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh:
1. Adhesi
Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis lokal
atau umum, atau pascaoperasi. Adhesi dapat berupa perlengketan dalam bentuk
tunggal maupun multipel, dan dapat setempat maupun luas.Sering juga ditemukan
adhesi yang bentuknya pita. Pada operasi, perlengketan dilepaskan, dan pita dipotong
agar pasase usus pulih kembali. Ileus akibat adhesi umumnya tiak disertai strangulasi.(9)
2. Hernia inkarserata
Hernia disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit cincin hernia sehingga isi
kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut, sehingga terjadi
gangguan pasase atau gangguan vaskularisasi. Hernia merupakan penyebab kedua
terbanyak setelah adhesi dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat operasi abdomen. (9)
3. Askariasis
Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena
higiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Obstruksi umunya
disebabkan oleh gumpalan padat yang terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor
cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
23
Diagnosis obstruksi cacing didukung oleh riwayat pemberian obat cacing atau
pencahar, demam, serangan kolik, muntah, dan cacing keluar dari mulut atau anus. (9)
4. Invaginasi
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada
dewasa muda. Invaginasi adalah masukya bagian usus proksimal (intussuseptum)
kedalam bagian yang lebih distal dari usus (intussupien). Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk dan naik ke kolon asenden serta mungkin keluar
dari rektum. Invaginasi dapat mengakibatkan obstruksi ataupun nekrosis iskemik pada
bagian usus yang masuk dengan kompikasi perforasi dan peritonitis. (9)
5. Volvulus
Volvulus merupakan proses memutarnya usus sehingga menyebabkan
obstruksi usus dan gangguan vaskularisasi. Volvulus jarang terjadi di usus halus.
Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum. (9)
6. Kelainan congenital
Dapat berupa stenosis atau atresia. Kelaianan bawaan ni akan menyebabkan
obstruksi setelah bayi mulai menyusui. (9)
7. Radang kronik
Morbus Chron dapat menyebabkan obstruksi karena udem, hipertrofi, dan
fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik ini. (9)
8. Tumor
Lebih dari separuh tumor jinak ditemukan di ileum, sisanya di duodenum dan
yeyenum. Tumor jinak usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali
jika menimbulkan invaginasi (penyebab tidak langsung) atau karena tumornya sendiri
(penyebab langsung).
24
Separuh kasus tumor ganas terdapat di ileum. Keluhannya samar, seperti
penurunan berat badan dan sakit perut. Sama halnya dengan tumor jinak usus halus,
tumor ganas juga jarang menyebabkan obstruksi. (9)
9. Batu empedu yang masuk ke ileus
Inflamasi yang berat dari kantung empedu menyebabkan fistul dari saluran
empedu ke duodenum yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada
ileum terminal atau katup ileosekal yang menyebabkan obstruksi. (9)
Ileus obstruksi pada kolon disebabkan 60% oleh malignansi, 20% oleh divertikulosis dan 5%
oleh volvulus sigmoid. (11)
1. Karsinoma kolon
Obstruksi kolon yang akut dan mendadak kadang-kadang disebabkan oleh
karsinoma. Sekitar 70-75% kasinoma kolon dan rektum terletak pada rektum dan
sigmoid. Karsinoma colon merupakan penyebab angka kematian yang tertinggi dari
pada bentuk kanker yang lain. Faktor predisposisi yang dikenal adalah poliposis
multiple, biasanya terdapat tanda-tanda yang mendahului antara lain penyimpangan
buang kotoran, keluarnya darah perektal dan colon akan mengalami distensi hebat
dalam waktu yang cepat. (9)
2. Volvulus
Volvulus terajadi akibar memutarnya usus (biasanya pada sekum ata sigmoid)
pada mesokolonnya sehingga menyebabkan obstruksi lumen dan gangguan sirkulasi
vena maupun arteri.
Volvulus sigmoid ditemukan jauh lebih banyak daripada volvulus sekum,
yaitu sekitar 90%.Kelainan ini terutama ditemukan pada orang yang lebih tua, orang
dengan riwayat kronik konstipasi. Volvulus sigmoid sering mengalami strangulasi
bila tidak dilakukan dekompresi.(9)
Volvulus sekum terjadi karena kelainan bawaan kolon kanan yang tidak
terletak retroperitoneal, jadi terdapat mesenterium yang panjang dan sekum yang yang
25
mobile karena tidak terfiksasi. Kelainan ini biasanya menyerang pada usia 60 tahunan.
Volvulus sigmoid terjadi karena mesenterium yang panjang dengan basis yang
sempit.( 9,11)
3. Divertikel
Divertikel kolon paling sering ditemui di sigmoid. Divertikel kolon adalah
divertikel palsu karena terdiri atas mukosa yang menonjol melalui lapisan otot seperti
hernia kecil. Komplikasi dapat berupa perforaasi, abses terbuka, fistel, obstruksi
parsial, dan perdarahan.
4. Intususepsi/invaginasi
Merupakan suatu keadaan masuknya suatu segmen proksimal usus ke segmen
bagian distal yang akhirnya terjadi obstruksi usus strangulasi. Invaginasi diduga oleh
karena perubahan dinding usus khususnya ileum yang disebabkan oleh hiperplasia
jaringan lymphoid submukosa ileum terminal akibat peradangan, dengan abdominal
kolik.
Intususepsi sering terjadi pada anak anak. Namun, sekitar 5-15% dari kasus
intususepsi di belahan bumi bagian Barat terjadi di orang dewasa, yang mana dua per
tiga kasusnya disebabkan oleh tumor atau polip di usus halus(9,11).
5. Penyakit Hirschsprung
Penyakit Hirschprung atau yang disebut juga megacolon dapat digambarkan
sebagai suatu usus besar yang dilatasi, membesar dan hipertrofi yang berjalan kronik.
Penyakit ini dapat kongenital ataupun didapat dan biasanya berhubungan dengan ileus
obstruksi. (12)
Penyebab kongenital dari penyakit ini diakibatkan dari kegagalan migrasi dari
neural crest ke kolon bagian distal. Sedangkan megakolon yang didapat merupakan
hasil dari adanya infeksi ataupun konstipasi kronis. Infeksi Trypanosoma cruzi
menyerang sel ganglion dan menyebabkan megakolon. (12)
26
Patofisiologi
Patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi itu disebabkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utama terletak pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat sejak
awal, sedangkan pada obstruksi mekanik, awalnya peristaltik diperkuat, kemudian
intermitten, dan akhirnya menghilang.(1)
Pada ileus obstruksi usus halus terjadi dilatasi pada usus proksimal secara
progresif akibat akumulasi dari sekresi pencernaan dan udara yang tertelan (70% dari
udara yang tertelan) dalam lumen. Dilatasi dari usus halus menstimulasi aktivitas sel
sekretori, yang berakibat bertambahnya akumulasi cairan. Hal ini mengakibatkan
peristaltik meningkat pada bagian atas dan bawah dari obstruksi, dengan buang air
besar yang jarang dan flatus pada awal perjalanan. (13)
Distensi berat pada dinding usus akan mengurangi pengaliran air dan natrium
dari lumen usus ke darah. Sekitar 8 liter cairan disekresi ke dalam saluran cerna setiap
hari, sehingga tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen
dengan cepat. Hal ini akan mengompresi saluran limfe mukosa dan menyebabkan
limfedema pada dinding usus. Dengan meningkatnya tekanan hidrostatik intraluminal,
meningkatnya tekanan hidrostatik pada capiler akan menyebabkan cairan yang
banyak, elektrolit dan protein ke dalam lumen usus. Kehilangan cairan dan dehidrasi
27
Causes of Intestinal ObstructionLocation Cause
Colon Tumors (usually in left colon), diverticulitis (usually in sigmoid), volvulus of sigmoid or cecum, fecal impaction, Hirschsprung's disease, Crohn's disease
Duodenum
Adults Cancer of the duodenum or head of pancreas, ulcer disease
Neonates Atresia, volvulus, bands, annular pancreas
Jejunum and ileum
Adults Hernias, adhesions (common), tumors, foreign body, Meckel's diverticulum, Crohn's disease (uncommon), Ascaris infestation, midgut volvulus, intussusception by tumor (rare)
Neonates Meconium ileus, volvulus of a malrotated gut, atresia, intussusception
yang disebabkan oleh hal akan sangat parah dan dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. (13)
Muntah dan pengosongan isi usus merupakan penyebab utama kehilangan
cairan dan elektrolit. Akibat muntah tadi akan terjadi dehidrasi, hipovolemik. Pada
obstruksi proksimal, kehilangan cairan disertai oleh kehilangan ion hidrogen (H+),
kalium dan korida, sehingga terjadi alkalosis metabolik. Peregangan usus yang terjadi
secara terus menerus mengakibatkan timbulnya lingkaran setan penurunan absorpsi
carian dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus
adalah iskemia akibar peregangan dan peningkatan permeabilitas yang disebabkan
oleh nekrosis, disertai dengan absorpsi toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan
sirkulasi sistemik.(1)
Pada obstruksi intestinal simpel, obstruksti terjadi tanpa gangguan
vaskularisasi. Makananan dan cairan yang masuk, sekresi getah pencernaan, dan gas
terkumpul di proksimal obstruksi. Bagian proksimal usus distensi, sedangkan bagian
distalnya colaps.Fungsi absorpsi dan sekresi dari mukosa usus berkurang, dan dinding
usus menjadi edema dan terbendung. Distensi usus yang parah akan semakin
progresif, menambah peristaltik, dan meningkatkan risiko dehidrasi dan progresi ke
arah strangulasi. (8)
Obstruksi intestinal strangulasi merupakan obstruksi dengan gangguan aliran
pembuluh darah, terjadi pada 25% dari pasien dengan ileus obstruksi. Biasanya
berhubungan dengan hernia, volvulus, dan intususepsi. Obstruksi strangulasi bisa
menjadi infark dan gangren dalam waktu 6 jam. Awalnya akan terjadi obstruksi vena,
kemudia oklusi arteri dan akhirnya iskemi cepat dari dinding usus. Usus yang iskemi
akan menjadi edema dan infark, yang berujung gangren dan perforasi. Bila tidak
ditangani akan menjadi perforasi, peritonitis, dan kematian. Pada ileus obstruksi
kolon, strangulasi jarang terjadi (kecuali pasien dengan volvulus).(8,13)
Perforasi dapat terjadi pada bagian yang iskemik (usus halus). Risiko akan
meningkat bila sekum dilatasi dengan diameter > 13 cm.
Pada ileus obstruksi kolon, terjadi dilatasi pada usus yang letaknya diatas
obstruksi, yang akan menyebabkan edema mukosa, gangguan aliran vena dan arteri ke
usus. Edema dan iskemi yang terjadi meningkatkan permeabilitas mukosa, yang
28
mengakibatkan translokasi bakteri (termasuk bakteri anaerob Bacteoides) , toksik
sistemi, dehidrasi, dan gangguan elektrolit. Iskemi pada kolon dapat mengakibatkan
perforasi. (11)
III.6 Manifestasi Klinik
a. Obstruksi usus halus
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai
dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik di dalam lumen usus
bagian oral dari obstruksi maupun oleh munrah. Keadaan umum akan
memburuk dalam waktu yang relatif singkat.(9)
Gejala yang timbul biasanya : kolik pada daerah umbilikus atau di
epigastrium, mual, muntah pada obstruksi letak tinggi, dan konstipasi (pada
pasien dengan obstruksi total). Pasien dengan obstruksi simpel/parsial
biasanya menderita diare pada awal obstruksi. Konstipasi dengan tidak dapat
flatus dirasakan oleh pasien pada fase lanjut..Gerakan peristaltik yang high
pitched dan meningkat yang bersamaan dengan adanya kolik merupakan tanda
yang khas. (8)
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi
bersifat kolik.Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang
muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruksi usus halus, setiap 15
sampai 20 menit pada ileus obstruksi usus besar. Nyeri dari ileus obstruksi
usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen.
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang
memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti
oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu. Pada ileus obstruksi
usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan
jernih, hijau atau kuning. Muntah fekulen dapat terjadi pada obstruksi usus
halus yang lama yang terjadi karena bakteri yang tumbuh banyak dan
merupakan tanda patognomonik dari ileus obstruksi usus halus bagian distal
komplit.(15)
29
Pada obstruksi strangulasi, gejalanya biasanya takikardi, demam, asidosis,
leukosistosi, dinding perut yang lemas. Apabila telah terjadi infark, dinding
perut akan lemas dan pada auskultasi didapatkan peristaltik yang minimal.(3,8)
b. Obstruksi kolon
Gejalanya biasanya lebih ringan dan terjadi lebih perlahan dibandingkan
obstruksi pada usus halus. Gejala awalnya adalah peubahan kebiasaan buang
air besar, terutama berupa obstipasi dan kembung, yang kadang disertai kolik
pada perut bagian bawah (suprapubik). Akhirnya,penderita mengeluh
konstipasi menyebabkan adanya distensi abdomen. Muntah mungkin terjadi
namun tidak sering. muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi.
Muntahannya kental dan berbau busuk sebagai hasil pertumbuuhan bakteri
berlebihan karena adanya renggang waktu yang lama.(3,8)
Small-intestinal
obstruction
Large Intestinal
obstruction
Penyebab paing sering Adhesi dan hernia Kanker
Gejala Kolik abdomen dan
muntah dengan interval
yang reguler
Kolik abdomen dan
muntah yang jarang
Pemeriksaan fisik Distensi abdomen mild-
moderate
Distensi abdomen
moderate
Foto polos abdomen Dilatasi lumen usus
halus dengan air fluid
level ; udara dan kotoran
yang sedikit pada distal
Dilatasi kolon dengan
atau tanpa distensi usus
halus dan air fluid level
Tabel 3.2 Tabel Perbedaan Klinis Obstruksi Usus Halus dan Kolon(15)
Diagnosis
30
Diagnosis ileus obstruksi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis mengenai
gejala klinis yang timbul, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan juga
pemeriksaan penunjang
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruksi tinggi, sering dapat ditemukan
penyebab, misalnya berupa adhesi dalam perut karena dioperasi atau terdapat
hernia. Gejala yang timbul umumya berupa syok, oligouri,dan gangguan
elektrolit.Kemudian ditemukan adanya serangan kolik perut, di sekitar
umbilikus pada ileus obstruksi usus halus dan disuprapubik pada ileus
obstruksi usus besar. Pada anamnesis, didapatkan adaya mual dan
muntah,tidak bisa BAB (buang air besaar), tidak dapat flatus, perut kembung.
Pada strangulasi, terdapat jepitan yang menyebabkan gangguan
peredaran darah sehinggga terjadi iskemia, nekrosi atau gangren. Gangren
menyebabkan tanda toksis seperti, demam, takikardi, syok septik, dengan
leukosistosis.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pada inspeksi secara umum, terlihat adanya tanda tanda
dehidrasi, dilihat dari turgor kulit, mulut kering. Penderita tampak
gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik. Pada inspeksi
abdomen, terlihat distensi, darm countour (gambaran kontur usus),
darm steifung (gambaran gerakan usus), terutama pada penderita yang
kurus.
Adanya adhesi dapat dilihat dengan adanya bekas luka operasi
pada abdomen. Adanya bejolan di perut, inguinal, dan femoral yang
menandakan adanya hernia.
b. Auskultasi
31
Pada auskultasi, terdengar hiperperistaltik yang kemudian suara
usus meninggi (metallic sound) terutama pada permulaan terjadinya
obstruksi dan borborygmi sound terdengar sangat jelas pada saat
serangan kolik. Kalau obstruksi berlangsung lama dan telah terjadi
strangulasi serta peritonitis, maka bising usus akan menghilang(15).
c. Palpasi
Pada palpasi, diraba adanya defans muskular, ataupun adanya
tanda peritonitis seperti nyeri tekan, nyeri lepas, teraba massa seperti
pada tumor, invaginasi, dan hernia.
d. Perkusi
Pada perkusi didapatkan bunyi hipertimpani.
Rectal Toucher
Untuk mengetahui apakah adanya massa dalam rectum. Apakah
ada darah samar, adanya feses harus diperhatikan. Tidak adanya feses
menunjukan obstruksi pada usus halus. Apabila terdapat darah berarti
penyebab ileus obstruksi adalah lesi intrinsik di dalam usus seperti
malignansi. .(11,15)
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak dapat dijadikan pedoman
untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan ialah
darah lengkap, elektrolit, BUN (blood urea nitrogen), ureum amilase, dan
kreatinin.
Pada ileus obstruksi sederhana, hasi pemeriksaan larobarotiumnya dalam batas
normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis, dan
nliai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan
pada semua jenis ileus obstruksi, terutama strangulasi. Penurunan dalam kadar
32
serum natrium, klorida dan kalium merupaan manifestasi lebih lanjut, dapat
juga terjadi alkalosis akibat muntah. Bila BUN didapatkan meningkat,
menunjukkan hipovolemia dengan azotemia prerenal.(15)
Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis ileus obstruksi biasanya dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan
radiologi.
a. Foto polos abdomen
Diperlukan foto abdomen 3 posisi yaitu foto posisi supine, foto posisi
setengah duduk, dan foto left lateral decubitus. Pada posisi supine dapat
ditemukan gambaran distensi usus dan herring bone appearance, posisi
lateral dekubitus ataupun setengah duduk dapat ditemukan gambaran step
ladder pattern,
Hal yang paling spesifik dari obstruksi usus halus ialah distensi usus
halus (diamater > 3 cm), adanya air fliud level pada foto posisi setengah
duduk, dan kekurangan udara pada kolon. Negatif palsu dapat ditemukan
pada pemeriksaan radiologi ketika letak obstruksi berada di proksimal usus
halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak adanya
udara. Hal ini dapat mengakibatkan tidak adanya gambaran air fluid level
ataupun distensi usus.(3)
Pada ileus obstruksi kolon, pemeriksaan foto abdomen menunjukan
adanya distensi pada bagian proksimal dari obstruksi. Selain itu, tampak
gambaran air fluid level yang berbentuk seperti tangga yang disebut juga
step ladder pattern karena cairan transudasi.
b. Foto Thorax
Foto thorax dapat menggambarkan adanya free air sickle yang terletak
dibawah difaragma kanan yang menunjukkan adanya perforasi usus.(11)
c.CT scan
33
CT scan berguna untuk menentukan diagnosa dini dari obstruksi
strangulasi dan untuk menyingkirkan penyebab akut abdominal lain, terlebih
jika klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT scan juga dapat
membedakan penyebab dari ileus obstrusi usus halus,yaitu penyebab
ekstrinsik (seperti adhesi dan hernia) dengan penyebab instrinsik (seperti
malignansi dan penyakit Chron). Obtruksi pada CT scan ditandai dengan
diameter usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian
yang kolaps dengan diameter kurang dari 1 cm.(11)
Temuan lain pada obstruksi usus yaitu zona transisi dengan dilatasi usus
proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tidak
dapat melewati bagian obstruksi, dan pada bagian kolon terdapat gas ataupun
cairan. Strangulasi ditandai dengan menebalnya dinding usus, pneumatosis
intestinalis (udara pada dinding usus), udara pada vena porta, dan
berkurangnya kontras intravena ke dalam usus yang terkena.(3)
Penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas CT 80-90%, spesifisitas 70-
90% dalam mendeteksi obstruksi.(3)
d. Enteroclysis
Enteroclysis berguna untuk mendeketsi adanya obstruksi dan berguna
membedakan antara obstruksi parsial atau total. Metode ini berguna jika
foto polos abdomen mempelihatkan gambaran normal namun gambaran
klinis menunjukan adanya obstruksi atau jika foto polos abdomen tidak
spesifik. Pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi karena metastase,
tumor yang rekuren, dan kerusakan akibat radiologi. Enteroclysis dapat
dilakukan dengan dua jenis kontras. Barium merupakan kontras yang sering
digunakan dalam pemeriksaan ini. Barium aman digunakan dan berguna
mendiagnosa obstruksi bila tidak terdapat iskemia usus ataupun perforasi.
Namun, penggunaan barium sering dihubungkan dengan terjadinya
peritonitis, dan harus dihindari bila diduga adanya perforasi.(11)
Enteroclysis jarang digunakan pada keadaan akut. Pada pemeriksaan
ini, digunakan 200-250 mL barium dan diikuti 1-2 L larutan
34
methylcellulose dalam air yang dimasukan melalui proksimal jejenum
melalu kateter nasoenteric.
e.USG abdomen
USG merupakan pemeriksaan yang tidak invasif dan murah
dibandingnkan CT scan, dan spefisitas dari USG dilaporkan mencapai 100%.
Pemeriksaan ini dapat menunjukan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus.
Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari ileus obstruksi adalah :
a. Ileus paralitik
Pada ileus paralitik terdapat distensi yang hebat namun nyeri yang dirasakan
lebih ringan dan cenderung konstan, mual, muntah, bising usus yang
menghilang, pada pemeriksaan fisik tidak adanya defans muskular dan pada
gambaran foto polos didapatkan gambaran udara pada usus.
b. Appendisitis akut
Pada appendisitis akut, didapatkan gejala nyeri tumpul pada epigastrium yang
kemudian berpindah pada kuadran kanan bawah, demam, mual, dan muntah.
c. Pankreatitis akut
Nyeri pada pankreatitis akut biasanya dirasakan sampai ke punggung. Gejala
ini dapat juga berhubungan dengan ileus paralitik. Pada pankreatitis akut, amilase
kadarnya akan sangat tinggi bbila dibandingkan ileus obstruksi.
d. Gastroenteritis akut
Pada gastoenteritis akut juga terdapat nyeri perut dan muntah. Diare pada
penyakit ini juga menyebabkan adanya hiperperistaltik pada auskultasi.Namun
dapat dipikirkan adanya ileus bila abdomen distensi dan hilangnya suara atau
sedikitnya aktifitas usus.
35
e. Torsio ovarium, dysmenorrhea, endometriosis
Penatalaksanaan
Ileus obstruksi di usus harus dihilangkan segera setelah keadaan umum
diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tatalaksana
dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit, dan dekompresi pipa lambung. Pada
strangulasi, tidak ada waktu untuk memperbaiki keadaan umum, sehingga strangulasi
harus segera diatasi.(9)
1. Terapi konservatif
Pasien dengan ileus obstruksi bisanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan elektrolit (Natrium, kalium, dan klorida) akibat
berkuranganya intake makanan, muntah, sehingga membutuhkan
penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer
Laktat. Koreksi melalu cairan ini dapat dimonitor melalui urin dengan
menggunakan kateter , tanda tanda vital, pemeriksaan laboratorium,
tekanan vena sentral. (3,11)
Pemberian antibiotik broadspectrum dapat diberikan sebagai profilaksis
atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ileus obstruksi. Injeksi
Ceftriakson 1 gram 1 kali dalam 24 jam dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat juga diberikan untuk mengatasi muntah.(3,11)
Dekompresi traktus gastrointestinal dengan menggunakan nasogastric
tube (NGT) dan pasien dipuasakan. Hal ini berguna untuk mengeluarkan
udara dan cairan dan untuk mengurangi mual, distensi, dan resiko
aspirasi pulmonal karena muntah.
Pada ileus obstruksi parsial, biasanya dilakukan tindakan konservatif dan
pemantauan selama 3 hari. Penelitian menunjukkan adanya perbaikan
dalam pasien dengan keadaan tersebut dalam waktu 72 jam. Namun jika
keadaan pasien tidak juga membaik dalam 48 jam setelah diberi terapi
cairan dan sebagainya, makan terapi operatif segera dilakukan.(3,11)
2. Operatif
36
Secara umum, pasien dengan ileus obstruksi total memerlukan tindakan
operatif segera, meskipun operasi dapat ditunda untuk memperbaiki keadaan
umum pasien bila sangat buruk. Operasi dapat dilakukan bila rehidrasi dan
dekompresi nasogastrik telah dilakukan. (3,8)
Tindakan operatif dilakukan apabila terjadi :
- Strangulasi
- Obstruksi total
- Hernia inkarserata
- Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif (pemasangat NGT,
infus, dan kateter).(9)
Tindakan operatif pada ileus obstruksi ini tergantung dari
penyebabnya. Misalnya pada adhesi dilakukan pelepasan adhesi tersebut,
tumor dilakukan reseksi, dan pada hernia dapat dilakukan herniorapi dan
herniotomi. Usus yang terkena obstruksi juga harus dinilai apakah masih
bagus atau tidak, jika sudah tidak viabel maka dilakukan reseksi. Kriteria
dari usus yang masih viabel dapat dilihat dari warna yang normal, dan
adanya peristaltik, dan pulsasi arteri.(3)
Kanker kolon yang meyebabkan obstruksi kadang dilakukan reseksi dan
anastomosis, dengan atau tanpa colostomi atau ileostomy sementara. Jika
tidak dapat dilakukan, maka tumor diangkat dan kolostomi atau ileostomi
dibuat. Diverkulitis yang menyebabkan obstruksi, biasanya sering terjadi
perforasi. Reseksi bagian yang terkena devertikel mungkin agak sulit tapi
merupakan indikasi jika terjadi perforasi ataupun peritonitis umum.
Biasanya dilakukan reseksi dan kolostomi, namun anastomosis ditunda
sampai rongga abdomen bebas radang (cara Hartman).Vovulus sekal
biasanya dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus yang
terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang
juga berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Pada volvuus
sigmoid, dapat dilakukan reposisi dengan sigmoidoskopi, dan reseksi dan
37
anastomosis dapat dilakukan beberapa hari kemudian. Tanpa dilakukan
reseksi, kemungkinan rekuren dapat terjadi.(8)
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi
ileus :
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh adhesi atau pada volvulus ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi,misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
ususuntuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon,invaginasi strangulata dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya,misalnya pada Ca sigmoid obstruksi, mula-mula dilakukan kolostomi
saja, kemudiani dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
Tindakan dekompresi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
kesimbangan asam basa darah tetap dilaksanakan pasca tindakan operasi.
Pada obstruksi lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca
bedah saangat penting sampai 6-7 hari pasca bedah. Bahaya pada pasca
bedah ialah toksinemia dan sepsis. Gambaran klinisnya biasanya tampak
pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas
dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.
Komplikasi
Komplikasi dari ileus obstruksi dapat berupa nekrosis usus, perforasi usus
yang dapat menyebabkan peritonitis, syok septik, dan kematian. Usus yang strangulasi
38
mungkin mengalami perforasi yang mengakibatkan materi dalam usus keluar ke
peritoneum dan mengakibatkan peritonitis. Meskipun tidak mengalami perforasi,
bakteri dapat melintasi usus yang permeabel dan masuk ke sirkulasi darah yang
mengakibatkan syok septik.(14)
Prognosis
Angka kematian pada ileus obstruksi usus non-strangulasi adalah < 5 %,
dengan banyaknya kematian terjadi pada pasien usia lanjut dengan komorbid. Angka
kematian pada operasi ileus obstruksi usus strangulasi berkisar 8-25%. (3)
Pada ileus obstruksi kolon, biasanya angka kematian berkisar antara 15 – 30 %. Perforasi
sekum merupakan penyebab utama kematian. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan
diakukan dengan cepat.
39
DUCTUS OMPHALOMESENTERICUS PERSISTEN (DUCTUS
VITELLINUS PERSISTENT)
DEFINISI
Yolk sac berhubungan dgn usus primitif oleh duktus omphalomesentericus (vitellinus) yang
akan mengalami regresi pd minggu 5-7 (8-10) gestasi. Kegagalan regresi akan menyebabkan
timbulnya berbagai anomali.
EMBRIOLOGI
Dalam permulaan perkembangannya, saluran cerna hanya berupa suatu tabung
sederhana dengan beberapa benjolan. Bakal lambung, pada saat ini, berupa suatu pelebaran
berbentuk kerucut, sedangkan bakal sekum ditandai oleh suatu pelebaran yang asimetris.
Duktus vitellinus masih berhubungan dengan saluran kolon usus ini.
Usus menjadi matang relatif awal pada masa kehidupan janin. Pada embrio 3 mm yaitu di
minggu keempat, usus depan primitif dan usus belakang hanya berbentuk seperti pipa ketika
lambung dan sekum menjadi jelas terpisah. Pipa ini kemudian memanjang dengan cepat,
menonjol ke tali pusat dan memutar berlawanan jarum jam mengelilingi arteri mesenterika
superior. Pada minggu kedelapan, ujung kaudal bersambung dengan rectum yang
berkembang dari kloaka. Pada minggu kesepuluh, usus cepat masuk kembali ke dalam perut,
kemudian kolon mencapai bentuk yang sempurna. Kebanyakan anomali struktur lambung
dan usus adalah akibat keterlambatan atau penyimpangan pada rangkaian yang kompleks ini.
Pembentukan otot pylorus lambung terlihat pada umur kehamilan 3 bulan dan sel parietal
serta sel utama muncul pada 14 minggu. Sel-sel tipe intestinal yang ditemukan pada mukosa
lambung berangsur-angsur menghilang selama masa kehidupan janin. Villi yang relatif
matang terlihat di sepanjang usus pada umur 12 minggu. Pada umur 20 minggu, kriptenya
sudah dalam dan sel-sel usus berbentuk kolumner dengan beberapa mikrovili. Pembuluh
darah yang memasok usus berkembang sempurna pada umur 12 – 13 minggu. Peristaltik
40
telah dapat dikenali pada awal minggu kedelapan, tapi biasanya gerakannya belum
terkoordinasi sempurna sampai mendekati lahir. Jaringan limfoid telah berkembang pada
umur 20 minggu.
Gangguan perkembangan selama minggu kesepuluh atau kesebelas akan
mengakibatkan kelainan yang ditandai dengan misalnya, tidak terbentangnya mesenterium
pada dinding belakang atau sekum tidak berada di kanan bawah perut melainkan lebih jauh
ke kranial atau sekum ada di tempat yang normal tetapi tidak stabil dan terpancang
Fungsi usus halus sudah matang pada masa prenatal dan pascalahir.
Pengangkutan glukosa di epitel dapat dideteksi pada jejunum embrio manusia sebelum umur
20 minggu. Penyerapan lemak kurang efisien pada bayi cukup bulan dibanding pada anak
yang lebih tua, bahkan lebih tidak efisien lagi pada bayi prematur daripada bayi cukup bulan.
Penentu penting untuk perbedaan-perbedaan yang terkait umur ini adalah kecepatan sintesis
dan pengangkutan garam empedu yang relatif lambat pada awal kehidupan dan berkurangnya
sekresi kelenjar pankreas. Usus manusia mampu menyerap protein utuh yang secara antigenik
cukup berarti terutama selama minggu-minggu awal kehidupan.
Pada tahap awal kehidupan janin, duktus vitellinus berhubungan dengan kantung
telur dan midgut. Midgut merupakan asal dari sebagian besar duodenum, usus halus, sekum,
appendiks veriformis, colon ascendes, 2/3 colon transversum dextra. Kemudian pada umur 3
minggu, kantung telur membentuk bagian ventral dari usus dan melebar, duktus vitellinus
memendek kemudian berangsur-angsur memanjang dan menyempit. Sejak umur 5 minggu,
midgut normalnya menutup sempurna oleh karena atrofi duktus vitellinus membentuk tali
fibrosa yang kemudian diabsorpsi. Suplai darah bagi duktus vitellinus diperoleh dari sebagian
cabang ventral aorta abdominal, arteri vitellinus. Normalnya, arteri sinistra mengalami
involusi ketika arteri dextra membentuk arteri mesenterika superior. Divertikulum Meckel
mendapat suplai darah dari sisa arteri vitellinus dextra, biasanya cabang akhir mesenterika
superior.
KELAINAN DUCTUS VITELLINUS
I. Divertikel Meckel
a) Epidemiologi
Divertikulum meckel terjadi pada sekitar 2% populasi. Walaupun kebanyakan ditemukan
tidak sengaja pada laparotomi atau laparoskopi, tetapi divertikulum meckel juga dapat
41
berbahaya dan mengancam jiwa. Studi restrospektif menunjukkan bahwa onset dan frekuensi
komplikasi menurun seiring usia. Total resiko komplikasi berkisar 4-25% pada berbagai
studi.Rasio pria:wanita pada kasus divertikulum yang simtomatik adalah 3:1, tetapi pada
kasus divertikulum yang asimtomatik 1:1.
b) Definisi
Divertikulum Meckel adalah abnormalitas embriologik bagian dari anomali yg dikenal sbg
sisa (duktus) yolk stalk atau sisa duktus omphalomesentericus. Yolk sac berhubungan dgn
usus primitif oleh duktus omphalomesentericus (vitellinus) yang akan mengalami regresi pd
minggu 5-7 (8-10) gestasi. Kegagalan regresi akan menyebabkan timbulnya berbagai
anomali. Yang tersering adalah divertikulum Meckel.
Divertikulum Meckel terletak pada sisi anti mesenteric, tetapi suplai darah dari pembuluh
darah mesenterium ileum (a.vitelina), berasal dari mesenterium yang menyeberangi usus ke
divertikulum. Sebagai suatu kelainan anomali, divertikulum Meckel juga terdiri dari 3 lapisan
usus halus sehingga disebut sebagai true diverticulum.
Dalam divertikulum Meckel, dianut "rule of two":
2% dari Populasi
2 Kaki (60-70cm) dari valve ileocaecal/Bauhini.
2 Type Heterotopic Mucosa.
Usia < 2th.
Panjang ± 2 inchi.
c) Patofisiologi
Mekanisme yang bertanggung jawab bagi anomali ini adalah adalah kegagalan duktus
omfalomesenterikus (vitelinus), yang menghubungkan yolk sac dengan foregut selama
kehidupan embrionik dini untuk menjadi terobliterasi lengkap. Normalnya obliterasi terjadi
pada minggu kelima sampai ketujuh kehamilan kemudian mengalami atrofi. Bila sebagian
atau seluruh duktus omfalomesenterikus dan pembuluh darah penyertanya gagal berobliterasi
(Persistensi duktus vitelinus), maka Kedaan yang terjadi antara lain:
a. Fistel enteroumbilikalis ( ileo-umbilikalis)
b. Fibreus band ( jaringan fibreus) yang menghubungkan antara illeum dengan inner surface
dari umbilikus.
c. Paten sinus vitelino-umbilicalis
d. Penutupan sebagian dari lumen usus
42
e. Kista duktus vitelinus
d) Presentasi klinis
Presentasi klinis tersering adalah temuan secara kebetulan divertikulum Meckel pada
laparotomi. Divertikulum Meckel dapat juga tampil sebagai kasus terkomplikasi. Komplikasi
yang tersering adalah ulserasi, perdarahan, obstruksi usus halus, diverticulitis dan perforasi.
Berdasarkan studi selama 42 tahun oleh Cullen dkk, resiko seumur hidup untuk terjadi
komplikasi adalah sekitar 6,4%.
Perdarahan
Perdarahan adalah komplikasi paling sering, dengan insidensi 20-30% dari semua
komplikasi. Terjadi lebih sering pd anak <2 tahun dan pada laki. Pasien mengalami BAB
43
berdarah, yang dapat berupa hematoskezia berulang hingga perdarahan masif yg
menyebabkan syok. Jika perdarahan yang terjadi berlangsung cepat pasien akan mengeluhkan
BAB dengan feces bercampur darah berwarna merah terang. Jika perdarahan yang terjadi
adalah perdarahan minor dengan transit intestinal lambat, feces akan hitam seperti ter. Pasien
dapat juga datang dengan kelemahan dan anemia akibat perdarahan yang berlangsung lama.
Pada 50% kasus, ditemukan mukosa gastrik ektopik yang memproduksi asam yang merusak
mukosa ileum disekitarnya sehingga terjadi ulkus kronik. Ulkus ini dapat menjadi perforasi
dan menyebabkan peritonitis. Pada 5% kasus, ditemukan mukosa pancreas pada
divertikulum.
Obstruksi intestinal
Terdapat pada 20-25% kasus yg simtomatik. Obstruksi yang terjadi sering baru diketahui
disebabkan oleh divertikulum Meckel saat operasi telah dilakukan. Terdapat beberapa
mekanisme terjadinya obstruksi, salah satunya adalah duktus omphalomesenterikus yang
dihubungkan oleh pita fibrotik ke dinding abdomen, dapat menjadi tempat volvulus usus
halus pada pita fibrotik tersebut yang menyebabkan obstruksi. Divertikulum dapat juga
menjadi lead point intususepsi dan menjadi penyebab obstruksi. Ketika terjadi inkarserata
dengan hernia inguinal, divertikulum Meckel kemudian disebut Littré hernia.
Pasien dengan obstruksi intestinal karena divertikulum Meckel akan mengeluhkan nyeri
abdomen, muntah dan obstipasi.
Divertikulitis
Kondisi ini terjadi pada 10-20% pasien yg simtomatik, terutama pd usia lanjut. Pasien
mengeluhkan kolik abdomen dan nyeri di area periumbilikal. Perforasi yang terjadi dapat
menyebabkan peritonitis. Stasis di divertikulum (terutama divertikulum dgn leher/pangkal yg
sempit) menyebabkan inflamasi dan infeksi sekunder yang menjadi diverticulitis. Sedangkan
inflamasi yang menjadi adhesi dapat menjadi penyebab obstruksi intestinal. 1
Anomali Umbilikus
Terjadi pada hampir 10% kasus. Anomali yang terjadi berupa fistula, sinus, kista dan pita
fibrotik. Pasien dapat datang dengan discharge kronik dari sinus umbilicus yang disertai
infeksi dan ekskoriasi kulit periumbilikal. Kanulasi dan injeksi dgn kontras radiograf utk
menggambarkan anomali bermanfaat untuk merencanakan tindakan operasi yang akan
dilakukan.
Neoplasma
44
Merupakan komplikasi yang paling jarang, dilaporkan pada 4-5% kasus. Tipe tumor yang
dilaporkan yaitu paling sering leiomioma, diikuti leiomiosarkoma, carcinoid dan fibroma. 1
Komplikasi lain
Berupa fistula vesicodiverticular, daughter diverticula (pembentukan divertikulum di dalam
divertikulum Meckel).
e) Diagnosis
Pertimbangkan divertikulum Meckel sebagai diferensial diagnosis pada kasus obstruksi atau
perdarahan intestinal, terutama pada hematokezia yang tidak disertai nyeri, terutama pada
anak-anak. Sehingga, diferensial diagnosis nyeri abdomen kuadran kanan bwh pada anak2:
apendisitis, limfadenitis mesenterik, intususepsi dan divertikulitis Meckel.
a. Foto polos abdomen: kasus obstruksidilatasi, air fluid levels. Perforasigambaran
udara bebas.
b. USG: melihat fistula dan kista, melihat divertikulitis (struktur tubular yg menebal)
c. CT scan: divertikulitis massa dengan pita peridiverticular
d. Meckel Scan
Diagnosis dari diverticulum yang mengalami perdarahan dapat dilakukan dengan technetium
Tc 99m-pertechnate radioisotope scanning atau Meckel scan. Prinsipnya adalah
mengkonsentrasikan isotop, yang dimasukkan secara intravena, di mukosa gaster ektopik.
Hasil positif bila terdapat mukosa gaster ektopik 1,8cm2. Sensitivitas pemeriksaan ini 85%
dengan spesifitas 95%. Premedikasi: pentagastrin dan antagonis reseptor H2. Pentagastrin
untuk meningkatkan produksi asam dan antagonis reseptor H2 untuk menghambat sekresi
intraluminal sehingga produksi asam dapat terkonsentrasi di mukosa gaster.
Angka kejadian hasil negatif palsu cukup tinggi, sehingga hasil negatif tidak mengeksklusi
Divertikulum Meckel. Hasil positif palsu didapatkan pada pasien dengan intususepsi,
volvulus, obstruksi usus halus, apendisitis akut dan karsinoma caecum.
f) Terapi
Terapi yang diberikan disesuaikan klinis. Pada kasus dengan perdarahan dilakukan resusitasi
cairan dan tranfusi PRC, sedangkan pada kasus obstruksi dilakukan laparotomi sito. Pada
pasien asimtomatik, yang secara tidak sengaja ditemukan divertikulum Meckel, harus
dilakukan eksisi bila leher divertikulum sempit atau ada stasis. Sedangkan pada kasus
terkomplikasi, harus direseksi.
Terdapat 4 kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan:
– Divertikulektomi dgn penjahitan bagian dasar
45
– Reseksi tepi di dinding usus, dijahit
– Reseksi segmental, dihubungkan
– Melepaskan pita fibrosa, dengan atau tanpa divertikulektomi
Pada kasus dengan perdarahan, dilakukan reseksi segmental atau reseksi tepi untuk
membuang mukosa gaster ektopik atau mukosa ileus yg ulserasi. Reseksi segmental
dilakukan pada anak-anak dengan divertikel yang dasarnya lebar dimana resiko stenosis
ileum lebih besar bila di divertikulektomi. Tatalaksana untuk sinus atau fistula umbilicus
adalah eksisi umbilikus. 2
Indikasi operasi
Perdarahan ulcus peptikum
Ileus obstruksi
Degenerasi maligna
divertikulitis
Kontra indikasi
Keadaan umum yang jelek
Diagnosis Banding
Appendisitis akut
Crahn’s disease
Pemeriksaan penunjang
Tes spesifik :sidik abdomen (Sodium Tc-Pertechnetate)
Sensitivitas pada anak 85% dan spesifitas 95%, pada dewasa kurang akurat
Bila sidikan pada orang dewasa negative: kontras usus halus
Indikasi arteriografi : perdarahan akut rectum
BOF :jarang membantu, kecuali obstruksi
e. Teknik Operasi
1. Penderita dalam posisi terlentang dalam general anestesi
46
2. laparotomi gaaris median dari atas pusat sampai dibawah pusat
3. isolasi ileum 15 cm proksimal dan distal divertikel dengan klem usus
4. reseksi ileum 5 cm proksimal dan distal divertikel
5. reanastomosis ujung-ujung dengan benang absorbable jangka panjang no. 000 secara
delujur sero-submukosa
6. periksa potenso sambungan
7. penutupan luka laparotomi
f. Komplikasi Operasi
Perdarahan
Kebocoran anastomosis
Infeksi lika operasi
47
g. Mortalitas
Tergantung kondisi klinis pasien pada pasien dengan divertikulum asiptomatis, tidak
didapatkan mortalitas pada reseksi elektif
h. Perawatan pasca Bedah
Pada prinsipnya sama dengan operasi yang melibatkan reseksi usus halus lainnya.
i. Follow-up
Kondisi umum pasien, kondisi abdomen dan fungsi usus, kondisi luka operasi
II. Fistula Vitellina
Kadang-kadang duktus vitellinus tetap bertahan seluruhnya, sehingga membentuk
hubungan langsung antara umbilikus dengan traktus intestinalis. Kelainan ini dikenal
sebagai fistula umbilikalis atau fistula vitellina. Tinja dapat keluar melalui umbilikus.
III. Tali Fibrosa
Pada bentuk lainnya, kedua ujung duktus vitellinus berubah menjadi tali-tali fibrosa,
sementara bagian tengahnya membentuk sebuah kista yang besar yang dikenal sebagai
enterokistoma atau kista vitellina. Karena tali-tali fibrosa tersebut menyeberangi rongga
peritoneum, gelung usus dapat menekuk mengelilingi tali fibrosa tersebut dan tersumbat,
sehingga menyebabkan stangulasi ataupun volvulus.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Lindseth Glenda. Gangguan Usus Halus. In : Price Slyvia, Wilson Lorraine,editors.
Patofisiologi Konsep Kinis Proses – Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC ; 2006. p
437-52
2. Sjamsuhidajat R,Dahlan M, Jusi Djang. Gawat Abdomen. Dalam : Sjamsuhidajat R,
Karnadiharja W, Rudiman R, Prasetyono Theddeus, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Ed 3. Jakarta : EGC ; 2012. P 237-45
3. Whang E E, Ashley Stanley, Zinner J Michael. Small Intestine. In :Charles F
Brunicardi. Schwartz’s Manual of Surgery. Ed 8. USA : McGraw-Hill. 2006. P 702-
11
4. Sherwood Lauralee. Sistem Pencernaan. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. D 2.
Jakarta ; EGC ; 2001. p 570-88
5. Kumar Vinay Kapoor. Small Intestine Anatomy. 2011. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1948951-overview#showall. Accesed
September 29, 2012
6. Kumar Vinay Kapoor. Large Intestine Anatomy. 2011. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1948929-overview#showal l . Accesed
September 29, 2012
7. Lindseth Glenda. Gangguan Usus Besar. In : Price Slyvia, Wilson Lorraine,editors.
Patofisiologi Konsep Kinis Proses – Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC ; 2006. p
456-59
8. Ansari Parswa. Intestinal Obstruction. 2012. Available at :
http://www.merckmanuals.com/professional/gastrointestinal_disorders/
acute_abdomen_and_surgical_gastroenterology/intestinal_obstruction.html#v890928.
Accesed September 29, 2012
9. Riwanto Ign. Hidayat A H, Pieter J, Tjambolang T, Ahmadsyah I. Usus Halus,
Apendiks, Kolon, dan Anorektum. Dalam : Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W,
Rudiman R, Prasetyono Theddeus, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta :
EGC ; 2012. p 731- 72
49
10. Anonim. Bowel Obstruction. 2011. Available at : http://www.webmd.com/digestive-
disorders/tc/bowel-obstruction-topic-overview. Accesed September 29, 2012
11. Hopkins Christy. Large Bowel Obstruction. 2011. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/774045-treatment#showall. Accesed September
29, 2012
12. Bullard Kelli, Rothenberger David. Colon, Rectum, and Anus. In : Charles F
Brunicardi. Schwartz’s Manual of Surgery. Ed 8. USA : McGraw-Hill. 2006. P 770
13. Nobie Brian. Small Bowel Obstruction. 2011. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview#showall. Accesed September
29, 2012
14. Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih
Bahasa: Adji Dharma, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1993; 239 – 42
15. Hodin Richard, Matthews Jeffrey. Small Intestine. Dalam : Norton Jeffey, Bolinger
Randal, Chang Alfred, Lowry Stephen, et all. Surgery Basic Science and Clinical
Evidence. New Yoek : Springer. 2000. P 617-26
16. Kahn E, Daum F. Anatomy, histology, embryology, and developmental anomalies of the small and large intestine. In: Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ, eds. Sleisenger & Fordtran's Gastrointestinal and Liver Disease. 9th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2010:chap 96
50