sistem informasi pola pembiayaan/ lending model usaha kecil fileyoughurt, ice cream, jam, jelly,...
TRANSCRIPT
Sistem Informasi Pola Pembiayaan/
Lending Model Usaha Kecil
BUDIDAYA MARKISA
BANK INDONESIA Jl. MH. Thamrin No 2, Jakarta 10350
Telp. (6221) 3817317, 3501867 E-mail : [email protected], Website : www.bi.go.id
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan (hal 1) a. Latar Belakang
b. Tujuan
2. Kemitraan Terpadu (hal 4) a. Organisasi
b. Pola Kerjasama c. Penyiapan Proyek
d. Mekanisme Proyek e. Perjanjian Kerjasama
3. Aspek Pemasaran (hal 13) a. Peluang Pasar
b. Situasi Persaingan c. Komoditas Markisa
4. Aspek Produksi (hal 18) a. Budidaya
b. Hama dan Penyakit
c. Panen
5. Aspek Keuangan (hal 24) a. Asumsi
b. Kebutuhan Dana
c. Proyeksi Laba Rugi d. Proyeksi Arus Kas
e. Kelayakan Finansial f. Analisis Sensitivitas
6. Aspek Sosial Ekonomi (hal 32)
7. Aspek Dampak Lingkungan (hal 33)
8. Kesimpulan (hal 34)
LAMPIRAN
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 1
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Derasnya buah-buahan impor yang masuk ke Indonesia akhir-akhir ini cukup memprihatinkan, sebab selain merupakan saingan buah-buahan
asli Indonesia, juga akan banyak menyedot devisa negara. Diperkirakan impor buah-buahan ini akan terus meningkat dari tahun
ke tahun, mengingat bahwa konsumsi buah-buahan penduduk Indonesia masih relatif rendah, sehingga tingkat pendapatan mereka
cenderung meningkat.
Dari data BPS pada tahun 1983 didapatkan bahwa pada tahun 1991
konsumsi buah buahan penduduk Indonesia adalah 32,5 kg per kapita per tahun dan meningkat menjadi 35 kg per kapita per tahun pada
tahun 1995. Walaupun terjadi peningkatan, ternyata bahwa konsumsi buah-buahan tersebut masih jauh dari yang direkomendasikan FAO,
yaitu 60 kg per kapita per tahun. Hal ini tentunya merupakan peluang yang baik untuk meningkatkan produksi buah-buahan lokal,
khususnya yang mempunyai kualitas tinggi sehingga mampu bersaing dengan buah impor.
Salah satu buah lokal yang diharapkan dapat dikembangkan menjadi
buah ekspor adalah buah markisa (passion fruit atau gradilla). Buah
markisa yang ada di Indonesia ada beberapa jenis, antara lain adalah markisa sayur atau erbis (Passiflora quadrangularis), konyal (Passiflora
lingularis), markisa ungu atau siuh (Passiflora edulis f. edulis) dan markisa kuning (Passifora edulis f. flavicarpa). Erbis tidak
dibudidayakan secara komersial dan hanya dikonsumsi lokal, sedangkan konyal yang berwarna kuning banyak dijual belikan sebagai
buah segar di tempat-tempat tertentu karena rasanya cukup manis walaupun aromanya relatif tidak ada. Markisa ungu merupakan salah
satu jenis markisa yang paling banyak dibudidayakan untuk diambil sari buahnya, sedangkan markisa kuning, yang juga untuk diambil sari
buahnya, sedang dalam pengembangan di daerah-daerah tertentu, khususnya di Lampung. Sari buah markisa ungu mempunyai cita rasa
manis-asam dengan aromanya yang khas. Diperdagangan dunia, sebagian besar sari buah markisa yang diperdagangkan berasal dari
sari buah markisa ungu. Di Indonesia, sari buah markisa yang dijual
dipasaran hanya berasal dari sari buah markisa ungu. Di luar negeri selain dimanfaatkan sari buahnya sebagai bahan campuran untuk
youghurt, ice cream, jam, jelly, kue-kue atau dicampur dengan sari
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 2
buah lain (panache), markisa ungu juga banyak dijual dalam bentuk
buah segar.
Tanaman markisa dikembangkan di beberapa tempat di Indonesia antara lain di Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan
Lampung. Jenis markisa yang dikembangkan di Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara adalah markisa ungu (Passiflora edulis), sedangkan di
Sumetera Barat pada umumnya adalah yang dibudidayakan adalah markisa kuning (konyal) dengan rasa manis untuk dikonsumsi
langsung.
Di Sulawesi Selatan dari 25.399 ha lahan yang berpotensi untuk
pengembangan markisa, baru 4.411 ha yang ditanami dengan produksi 34.226 ton pada tahun 1997, sedangkan di Sumatera Barat
pada tahun yang sama terdapat 2.710 ha tanaman markisa dengan produksi 12.710 ton. Rendahnya lahan pertanaman markisa
disebabkan antara lain karena tanaman tersebut membutuhkan tempat dengan ketinggian minimal 800 m dpl. Walaupun demikian, di
Sulawesi Selatan produksi tanaman ini telah diekspor sejak tahun 1992 dengan nilai US$ 361.911,18 yang kemudian cenderung
berkurang setiap tahunnya, sehingga pada tahun 1998, nilai ekspornya hanya mencapai US$ 115.890,29. Penurunan nilai ekspor
tersebut disebabkan antara lain oleh jenis produk yang diekspor. Jika
pada tahun 1992, produk yang diekspor adalah sari buah (concentrate juice), maka pada tahun 1998 yang diekspor pada umumnya adalah
dalam bentuk pulp (sari buah markisa yang masih tercampur dengan biji buahnya), yang mana harga pulp jauh lebih rendah dari pada sari
buah.
Faktor lain yang menyebabkan penurunan ekspor tersebut adalah berkurangnya produksi buah markisa akibat banyaknya tanaman yang
sudah tua dan meningkatkan permintaan sari buah markisa dari dalam negeri sendiri. Pemerintah telah memperhatikan pengembangan
markisa, hal ini antara lain dengan adanya bantuan dana OECF di
sentra-sentra pengembangan markisa untuk pengembangan tanaman baru. Selain itu markisa juga termasuk salah satu tanaman
holtikultura yang dapat dibiayai dengan skim KUT untuk pembiayaan modal kerja usaha tani. Namun demikian itu dalam model kelayakan
usaha ini, hendak dibahas tentang pengembangan budidaya markisa yang dilakukan dengan pola kemitraan terpadu antara industri
pengolahan buah dengan petani dan sumber pembiayaan diharapkan dari bantuan kredit perbankan dengan skim yang ada.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 3
Dalam laporan ini selain akan dibahas tentang pola kemitraan yang
saling menguntungkan antara petani, mitra usaha ( industri pengolahan sari buah) dan bank pemberi kredit, juga dibahas tentang
aspek pemasaran, produksi dan finansial serta dampak proyek ini terhadab aspek sosial-ekonomi dan lingkungan.
b. Tujuan
Tujuan penulisan Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu Budidaya Markisa ini adalah untuk :
1. Memberikan informasi kepada perbankan tentang model
kemitraan terpadu yang sesuai dan layak dibiayai dengan kredit perbankan untuk komoditas markisa.
2. Dipergunakan oleh para mitra usaha petani atau industri yang berminat dalam pengembangan kemitraan usaha komoditi
markisa. 3. Mendorong pengembangan usaha komoditas markisa sebagai
komoditas penghasil devisa negara.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 4
2. Kemitraan Terpadu
a. Organisasi
Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan
terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan
kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma,
meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan
kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.
Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti
(Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan
dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil
produksi.
Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani
atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.
Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok
petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di
dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti.
Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan
usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan
diantara semua pihak yang bermitra.
1.Petani Plasma
Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri
atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 5
/usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang
perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.
Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b),
kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan
perbaikan pada aspek usaha.
Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala
yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris
merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus
dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu,
sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya
ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.
2. Koperasi
Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya
menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam
pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang
mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan
pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika
menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan
3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir
Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin
kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus
memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk
selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan
membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 6
Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk
mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki
fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun
demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti.
Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis,
kegiatan pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya
yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan
tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan
bantuan biaya yang diperlukan.
Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk
membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa
kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi
produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor
yang diterimanya.
4. Bank
Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan
Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri
untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun.
Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek
budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan
bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim
kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk
usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan
bersih petani yang paling besar.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 7
Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma
akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan membayar
angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan
inti, berdasarkan kesepakatan pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani
plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan
dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan
inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada
Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani
plasma dengan bank.
b. Pola Kerjasama
Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan
mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu :
a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan
Perkebunan/Pengolahan Eksportir.
Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa
KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani
oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 8
b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui
koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/
pengolahan/eksportir.
Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani
plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing
Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra,
akan menjadi tanggung jawab koperasi.
c. Penyiapan Proyek
Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan
keberhasilan, minimal dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma,
perintisannya dimulai dari :
a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat
usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan
ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25
petani/kelompok usaha. Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui pertemuan anggota kelompok, mereka
bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/pengolahan/eksportir dan bersedia
mengajukan permohonan kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;
b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 9
memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses
pemasarannya;
c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha
perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra.
Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak yang akan membantu sebagai
mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil
yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang diperlukan oleh
pihak petani/usaha kecil;
d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para
anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola
administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila
keterampilan koperasi kurang, untuk peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan
mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam
kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan dari para anggotanya, apakah akan
beritndak sebagai badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling agent);
e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas
Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);
f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau
akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang
masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan
Pertanahan dan pihak Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
d. Mekanisme Proyek
Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 10
Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu
dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang
bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan
dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana
pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah
sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau
koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU.
Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan
sisanya dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 11
e. Perjanjian Kerjasama
Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka.
Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban dan hak dari masing-masing pihak yang
menjalin kerja sama kemitraan itu. Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti)
dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut :
1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai
mitra (inti)
a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil;
b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan
sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi;
d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan
kredit bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.
2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma
a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;; b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani
tetangganya yang lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan
pasca-panen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan; d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang
disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit;
e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 12
yang tidak termasuk di dalam rencana waktu mengajukan
permintaan kredit; f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan
perawatan sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan
g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan
terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 13
3. Aspek Pemasaran
a. Peluang Pasar
Sari buah markisa termasuk salah satu sari buah tropis yang semakin meningkat popularitasnya di negara-negara barat karena rasa dan
aromanya yang khas. Pada umumnya sari buah markisa digunakan sebagai bahan campuran dengan sari buah lainnya. Hanya dikonsumsi
buah segar langsung yang masih belum banyak dikenal oleh konsumen di negara-negara tersebut.
Negara produsen markisa adalah negara-negara di Amerika Selatan
seperti Kolombia, Ekuador, Brazil, Argentina dan Peru, kemudian ada
juga beberapa negara dari benua Afrika seperti Kenya, Zimbabwe, Burundi dan Afrika Selatan. Sedangkan dari benua Asia dan Australia,
produsen markisa adalah Australia, New Zealand, India, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Philipina. Pemasaran utama dari produk ini
adalah ke Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada), Eropa (Belanda, Jerman dan Inggris), Amerika Selatan (Brasil, Chile dan
Argentina), Australia dan beberapa negara Asia (Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Bahrain dan Kuwait).
Pemasaran markisa pada umumnya dalam bentuk sari buah, baik
dalam bentuk single strengh maupun frozen concentrate, selain itu
sejak tahun 1994 dari Sulawesi Selatan telah diekspor ke Australia dalam bentuk pulp. Sedangkan untuk Sumatera Selatan, ekspor ke
Malaysia dan Singapore dalam bentuk juice. Pemasaran buah markisa segar belum banyak berkembang karena kondisi kulit buah markisa
yang mudah mengeriput sehingga penampakkannya kurang menarik.
Pasar sari buah markisa cenderung tidak stabil. Jika pada tahun 1991 harganya mencapai US$ 6.000 per ton, maka pada tahun 1992, harga
tersebut turun mencapai US$ 2.000 per ton. Hal ini disebabkan karena adanya kelebihan produksi di pasaran. Sejak itu banyak produsen
yang meninggalkan usahanya, sehingga pada tahun 1994, harga
pasaran sari buah meningkat kembali akibat berkurangnya produksi sampai US$ 6.000 dan bahkan pada bulan Juli 1995, harga sari buah
markisa dari Ekuador yang dijual di Brasil mencapai US$ 10.500 per ton. Namu demikian, pada tahun-tahun berikutnya harga sari buah
markisa cenderung turun pada tahun 1996, harganya berkisar antara US$ 4.000 - US$ 5.000 per ton. Dari salah satu eksportir di Ujung
Pandang didapatkan keterangan bahwa harga FOB pulp markisa yang
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 14
diekspor ke Australia untuk pengiriman bulan Pebruari 1999 mencapai
US$ 1.250 per ton atau equivalent dengan US$ 5.000 per ton dalam bentuk concentrated juice.
Negara-negara pengimpor buah dan sari buah antara lain adalah
Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Perancis, Inggeris, Brasil, Chilli, Argentina, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Australia, Arab Saudi,
Kuwait dan Bahrain.
Permintaan sari buah markisa untuk concentrated juice di Amerika
Serikat dan Puerto Rico diperkirakan 1.000 ton per tahun. Untuk negara-negara Eropa permintaan buah markisa diperkirakan 100 - 150
ton per tahun dan permintaan tersebut cenderung meningkat pada bulan Desember, sedangkan permintaan sari buah markisa belum ada
data. Negara pengekspor sari buah markisa terbesar di Eropa adalah Belanda dan Jerman. Pasar markisa di negara-negara Asia belum
berkembang, namun demikian untuk Jepang, Taiwan dan Korea Selatan, pasar produk ini mulai berkembang. Arab Saudi, Kuwait dan
Bahrain mengimpor buah markisa dari Kenya dan Australia, namun data tentang volume impornya tidak tersedia. Harga buah markisa di
Bahrain berkisar antara 2,00 - 2,50 dinar per kg, sedangkan di Arab Saudi harganya berkisar antara 20,00 - 30,00 riyal per kg. Di Amerika
Selatan, Brasil, Chille dan Argentina merupakan pasar sari buah
markisa yang sedang berkembang. Brasil dari negara pengekspor markisa telah menjadi negara pengimpor sari buah markisa dengan
kebutuhan antara 500 - 1.000 ton per tahun, dan saat ini Brasil merupakan negara konsumen buah dan sari buah markisa terbesar di
dunia.
Tabel 1. Perkembangan Ekspor Sari Buah (Juice) Markisa dari Propinsi Sulawesi
Selatan
Tahun Volume (Ton) Nilai (US$
FOB)
1994 144.283 100.762,90
1995 198.195 186.253,87
1996 162.915 174.198,23
1997 161.810 147.482,29
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 15
1998 139.725 115.890,29
Sumber : Kanwil Deperindang Sulsel, 1999
Di Indonesia markisa lebih banyak di konsumsi sebagai sari buah dari pada dimakan dalam bentuk buah segar. Permintaan konsumen dalam
negeri cenderung meningkat setiap tahunnya, walaupun dalam hal ini belum ada data yang menunjang. Permintaan ekspor sari buah atau
pulp dari luar negeri, khususnya Australia, belum banyak terpenuhi. Hal ini disebabkan antara lain oleh semakin meningkatnya permintaan
konsumen dalam negeri, adanya bulan-bulan tertentu dimana tidak ada produksi buah, tanaman markisa hanya dapat ditanam di daerah -
daerah tertentu yang mempunyai ketinggian di atas 800 m dpl dan akibat semakin banyaknya tanaman yang sudah tua belum
diremajakan serta adanya penggantian tanaman markisa dengan tanaman lain, misalnya diganti dengan tanaman sayuran atau
tanaman sayuran atau tanaman jeruk, seperti yang dilakukan di Sumatera Utara. Dengan kondisi tersebut, ekspor sari buah markisa,
khususnya dari Sulawesi Selatan, cenderung berkurang setiap tahunnya, hal ini seperti yang terlihat pada Tabel 1 di atas. Kondisi
tersebut tentunya merupakan peluang yang baik untuk
mengembangkan perkebunan markisa di daerah-daerah sentra produksi seperti di Sulawesi Selatan (Malino dan Tana Toraja ),
Sumatera Utara (Kabupaten Karo), Sumatera Barat (Solok), Jawa Barat (Cibodas), Bali dan Lampung.
b. Situasi Persaingan
Negara-negara penghasil utama markisa adalah Brasil, Kolombia,
Ekuador, Peru, Australia, New Zealand, Kenya dan India. Sedangkan Amerika Serikat, Zimbabwe, Afrika Selatan, Burundi, Malaysia,
Thailand dan Filipina juga menghasil markisa.
Brasil, Kolumbia, Ekuador dan Peru pada umumnya menghasilkan sari buah markisa dari varietas flavicarpa. Pasar dunia sari buah markisa
sebagian besar dikuasai oleh negara-negara tersebut. Produksi sari
buah yang dihasilkan oleh negara-negara tersebut diperkirakan sekitar 12,000 ton per tahun. Di Brasil luas tanaman markisa diperkirakan
mencapai 40,000 ha dengan produksi 450,000 ton buah markisa.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 16
Di Afrika produksi markisa selain di ekspor juga dikonsumsi lokal.
Produsen terbesar buah markisa adalah Kenya yang pada tahun 1994 telah mengekspor 948 ton buah markisa ke Eropa dan Asia. Lebih dari
95% buah markisa Kenya di ekspor ke Eropa. Negara-negara pengekspornya adalah Belanda, Inggris, Belanda dan Perancis. Di
Kenya, produksi buah markisa berlangsung sepanjang tahun, tetapi produksi terendah terjadi pada bulan Juni dan Juli.
Dinegara-negara Asia, selain Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina
juga membudidayakan markisa, tetapi di negara-negara tersebut, seperti juga di Indonesia pemasaran markisa lebih banyak untuk
konsumen dalam negeri. Di New Zealand, panen buah markisa terjadi
pada bulan Februari sampai dengan Juli dengan puncaknya pada bulan Maret-April. Sekitar 23 - 30% produksinya dalam bentuk buah segar
diekspor, khususnya ke Amerika Selatan sekitar 80% dan Kanada 15%, sedangkan sisanya diekspor ke negara-negara di Pasifik dan
Australia.
c. Komoditas Markisa
KOMODITAS MARKISA DI INDONESIA
Tanaman markisa bukan tanaman asli Indonesia, tetapi berasal dari Amerika Selatan. Untuk pertumbuhan yang optimum, tanaman
markisa harus ditanam di daerah-daerah dataran tinggi dengan ketinggian minimum 800 m dpl. Dengan persyaratan lingkungan
tersebut, tidak banyak di daerah Indonesia yang membudidayakan
markisa secara komersial. Beberapa daerah yang membudidayakan tanaman markisa secara komersial adalah di Propinsi Sulawesi Selatan
(Gowa, Sinjai, Tana Toraja dan Polewali Mamasa), Sumatera Utara (Kabupaten Karo), Sumatera Barat (Solok) dan Lampung. Selain itu
ada juga beberapa daerah yang menghasilkan markisa, walaupun tidak banyak. Pada Tabel 2. Dapat dilihat perkembangan produksi dan
luas areal pertanaman markisa di Indonesia.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 17
Tabel 2.
Luas Tanam Dan Produksi Tanaman Markisa Di Beberapa Propinsi Di Indonesia
Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Provinsi
1994 1995 1996 1997 1994 1995 1996 1997
Sulawesi
Selatan 1.272 1.405 3.738 3.489 30.332 38.824 42.391 9.600
Sumatera
Barat 1.251 1.342 1.700 2.710 3.272 5.961 6.046 12.710
Sumatera
Utara 1.117 1.469 1.422 N.A. 7.662 15.730 16.533 N.A.
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tingkat I ,
Propinsi Sulawesi Selatan, Propinsi Sumatera Barat dan Propinsi Sumatera Utara.
Sebagian besar tanaman markisa di Indonesia adalah dari varietas markisa ungu (edulis). Varietas ini sangat rentan terhadap nematoda, perakarannya dangkal dan musim buahnya pada bulan-bulan tertentu.
Kondisi tersebut merupakan salah satu penyebab rendahnya
produktivitas markisa. Musim panen buah markisa pada umumnya dari bulan November sampai dengan bulan April tahun berikutnya, dengan
puncaknya pada bulan Desember- Januari, kemudian sesudah bulan April, praktis tidak ada buah. Namun demikian di Sulawesi Selatan
telah dikembangkan sambung batang antara tanaman markisa varietas edulis sebagai batang atas dan varietas flavicarpa sebagai
batang bawah. Keunggulan dari sistem penyambungan tersebut adalah bahwa varietas flavicarpa mempunyai perakaran dalam, batang lebih
besar dan tahan terhadap nematoda. Dengan kondisi tersebut, tanaman markisa dapat berbuah sepanjang tahun, sehingga
produktivitasnya meningkat 20 - 30 ton buah/ha per tahun, sementara itu, jika hanya dari varietas edulis saja, maka produktivitas hanya 5 -
10 ton buah/ha per tahun. Dengan teknik penyambungan tersebut diharapkan produksi markisa di Indonesia akan meningkat dan
tersedia sepanjang tahun.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 18
4. Aspek Produksi
a. Budidaya
BUDIDAYA TANAMANPASCA PANEN
Tanaman markisa (passifloraceae) berasal dari Amerika Selatan yang beriklim tropis. Saat ini terdapat lebih dari 400 spesies yang mana dari
jumlah tersebut sekurang-kurangnya 50 diantaranya dapat dikonsumsi buahnya. Diantara spesies tersebut yang banyak dibudidayakan secara
komersial adalah markisa ungu (Passiflora edulis f. edulis Sims) dan markisa kuning (Passiflora edulis f. flavicarpa Degner). Nama
lain buah markisa di luar negeri adalah passion fruit, granadilla, purple
granadilla, yellow granadilla fruit atau meracuja.
Jenis tanaman markisa yang dimaksud dalam lending model ini adalah markisa asam untuk industri yaitu markisa ungu (Passiflora edulis f.
edulis Sims)
1. Lokasi
Tanaman markisa merupakan tanaman subtropis, sehingga jika
ditanam di Indonesia harus di daerah-daerah yang mempunyai ketinggian antara 800 - 1.500 m dpl dengan curah hujan
minimal 1.200 mm per tahun, kelembaban nisbi antara 80 - 90%, suhu lingkungan antara 20 - 30oC, tidak banyak angin.
2. Tanah
Tanaman markisa dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, terutama pada yang gembur, mempunyai cukup bahan organik,
mempunyai pH antara 6,5 - 7,5 dan berdrainase baik. Jika tanah tersebut masam, maka perlu ditambahkan kapur pertanian
(dolomit). Pada umumnya lokasi yang sesuai untuk tanaman markisa adalah dataran tinggi, sehingga kondisi lahannya
banyak yang berlereng. Sebaiknya kemiringan lahan tidak lebih dari 15%, jika lebih harus dibuat terasering untuk memudahkan
pemeliharaan tanaman.
3. Pembibitan
Tanaman jenis tanaman yang umum dibudidayakan oleh petani
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 19
adalah jenis markisa ungu (edulis), tetapi jenis ini mempunyai
batang yang kecil, perakaran yang dangkal dan tidak tahan terhadap nematoda. Kemudian ada jenis lain, markisa kuning
(flavicarpa) yang mempunyai batang yang cukup besar, perakaran yang dalam, tahan terhadap nematoda, tetapi
buahnya kurang disukai karena rasanya lebih asam dan sari buahnya sedikit. Oleh karena itu telah dikembangkan teknik
sambungan antara markisa ungu sebagai batang atas dan markisa kuning sebagai batang bawah. Teknik sambungan
tersebut telah dikembangkan di Sulawesi Selatan dan ternyata hasilnya cukup memuaskan.
Dalam model kelayakan usaha budidaya markisa ini disarankan
agar plasma menanam markisa dengan bibit sambungan dan
untuk semua besaran teknis yang diberikan berikut ini, ditunjukkan untuk budidaya tanaman markisa.
4. Pengolahan Tanah
Sebelum dilakukan penanaman, dilakukan pengolahan tanah,
yaitu kegiatan mulai dari land clearing sampai lahan siap tanam.
Untuk kegiatan tersebut diperlukan tenaga kerja sekitar 95 HOK per ha. Selanjutnya di buat lubang tanaman dengan ukuran 50 x
50 x 50 cm. Untuk pembuatan lubang tersebut 1 HOK dapat menyelesaikan 30 lubang perhari.
5. Penanaman
Jarak tanam yang digunakan adalah 2 x 5 m, yaitu 2 m jarak antara baris tanaman dan 5 m jarak antar tanaman. Dengan
demikian jumlah tanamannya adalah 1.000 pohon per ha.
Tanaman markisa adalah tanaman merambat, untuk itu perlu
dibuatkan tiang rambatan. Tiang rambatan dapat dibuat dari pohon hidup, misalnya lamtoro, tonggak kayu atau bambu. Cara
rambatan lain dengan menggunakan kawat yaitu diantara dua tiang disambungkan sebuah kawat rambatan yang berdiameter
berkisar 3 mm.
Sesuai hasil penellitian yang dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Hortikultura Berastagi, penggunaan tiang rambatan dengan
pucuk bambu (tanpa kawat) memberikan pengaruh yang baik
terhadap pertumbuhan tanaman markisa serta jumlah buah dan berat buah per pohon dibandingkan dengan tiang rambatan
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 20
dengan penggunaan kawat (sistem para-para tiang jemuran dan
sistem memakai kawat).
6. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan interval 3 kali per tahun pada
bulan November s/d Mei. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk makro, yaitu urea dengan dosis 800 - 900
gram/pohon/tahun, TSP yaitu 60 - 120 gram/pohon/tahun dan KCl dengan dosis 800 - 1.200 gram/pohon per tahun, tergantung
dari umur tanaman. Untuk tanah yang masam sebaiknya diberi dolomit dengan dosis 200 - 500 gram per pohon per tahun.
Selain itu diperlukan juga pupuk organik yang diberikan dengan
dosis 40 kg per pohon per tahun. Pupuk organik biasanya di berikan sebagai pupuk dasar diberikan sebagai pupuk dasar.
Kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan tersebut adalah 8 - 12
HOK per ha per tahun, untuk pemupukan.
7. Plant Maintenance
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan adalah kegiatan penyiangan, pengairan dan pemangkasan tanaman. Penyiangan
tanaman dilakukan secara berkala untuk menggemburkan tanah dan mencabut rumput yang ada disekitar tanaman.
Pembersihan air secara teratur pada tanaman sangat dianjurkan, terutama pada saat tanaman berbunga dan berbuah. Kebutuhan
air akan meningkat pada saat mendekati pemasakan buah. Jika pada saat buah itu tanaman kekurangan air, buah akan berkerut
dan jatuh sebelum masak.
Pemangkasan tanaman diperlukan untuk menumbuhkan tunas-tunas baru tempat dimana bunga akan muncul. Kegiatan ini
dilakukan segera setelah selesai panen.
Kebutuhan tenaga kerja untuk perawatan tanaman diperkirakan
antara 15 - 18 HOK per ha per tahun tergantung dari umur tanaman.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 21
b. Hama dan Penyakit
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
Tanaman markisa sangat rentan terhadap nematoda, khususnya yang
jenis ungu (edulis), sedangkan yang kuning (flavicarpa) cukup
resisten. Serangan nemotoda akan mempercepat kematian tanaman. Selain nematoda, beberapa jenis penyakit seperti Fusarium Wilt
(Fisarium oxysporum f. sp. Passiflrae). Phytophthora Blight (Phytopthora nicotianae) dan bercak coklat (Alternaria passiflorse)
serta hama bekicot yang dapat berkembang baik di daerah dingin, juga menyerang tanaman ini. Beberapa jenis pestisida yang banyak
digunakan antara lain adalah insektisida : Perfekthion 400 EC, Tiodan 35 EC dan Rhocap 10 G, fungisida : Dithane M 45 dan Vitigran Blue
serta nemotocida : Nemacur 400 R. Kebutuhan tenaga kerja disesuaikan dengan kondisi serangan hama penyakit, namun demikian
secara normal diperkirakan antara 20 - 25 HOK per ha per tahun
c. Panen
1. Panen Tanaman markisa yang berasal dari buah mulai berbuah setelah
berumur 9 - 10 bulan, sedangkan yang berasal dari stek, mulai berbuah lebih awal, yaitu sekitar 7 bulan. Warna buah yang
pada mulanya berwarna hijau muda, akan berubah menjadi
ungu tua (edulis) atau kuning (flavicarpa) ketika masak. Sejak pembungaan diperlukan waktu 70 - 80 hari untuk menjadi buah
masak. Buah yang masak akan terlepas dengan sendirinya dari tangkainya dan jatuh di atas tanah. Untuk mendapatkan kualitas
sari buah yang baik, buah markisa harus dipanen minimal 75% tingkat kematangan Sari buah markisa ungu mempunyai rasa
lebih manis dan beraroma lebih kuat dari pada markisa kuning. Kandungan karbohidrat dan asam-asam organik kedua jenis
markisa tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Produksi markisa ungu dari perkebunan rakyat bervariasi antara
5 - 10 ton ha per tahun, padahal produksi tersebut dapat ditingkatkan sampai 15 ton per ha per tahun. Dengan
menggunakan sambung pucuk antara markisa kuning sebagai
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 22
batang bawah dan markisa ungu sebagai batang atas, produksi
markisa diharapkan akan meningkat antara 20 - 30 ton per ha per tahun
Tabel 3.
Kandungan Karbohidrat Dan Asam-Asam Organik Markisa Ungu dan Kuning.
Markisa Component
Ungu Kuning
A. Karbohidrat (%)
- Fructosa 33,5 29,4
- Glucosa 37,1 38,1
- Sucrosa 29,4 32,4
B. Asam Organik(meq/100
gr)
- Asam Sitrat (citrit) 13,1 55,0
- Asam Malam (malic) 3,86 10,55
- Asam Laktat (Lactic) 7,49 0,58
- Asam Malonat (Malonic) 4,95 0,13
- Asam Susinat (Succinic) 2,42 Trace
- Asam Askorbat (Ascorbic) 0,05 0,06
Sumber :
1. Jagtiani, J H.T Chan Jr and W.S Sakai 1988. Tropical Fruit
Processing. Academic Press. Inc San Diego, California, USA.
2. Ashurst, P. R 1995 Food Flavourings Blackie Academic &
Professional. Bishopbriggs, Glascow, UK.
2. Pasca Panen
Perlakuan pasca panen buah markisa yang akan dijual sebagai buah segar atau sari buah berbeda. Buah markisa termasuk
buah klimaterik, untuk itu jika buah tersebut akan dijual sebagai
buah segar, sebaiknya buah panen pada saat persentase warna
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 23
ungu mencapai 50 - 70% dan disisakan tangkai buah ± 3 cm.
Buah tersebut harus dijaga kenampakan kulit buahnya, yaitu tetap mulus, tidak berkeriput. Buah markisa dapat disimpan
selama 4 - 5 minggu pada suhu 70C dan kelembaban nisbi 85 - 95% tanpa merusak kualitasnya. Pada umumnya dalam 1kg
markisa terdapat 20 - 25 buah.
Untuk mengekspor buah segar, grading buah didasarkan pada diameter buah, yaitu :
• Ukuran kecil : 48 buah per 3,5 kg dengan diameter ± 50 mm
• Ukuran sedang : 36 buah per 3,5 kg dengan diameter ± 65 mm
• Ukuran besar : 24 buah per 3,5 kg dengan diameter ± 80 mm
Ukuran menghasilkan sari buah markisa yang berkualitas baik,
buah harus dipanen masak. Buah sebaiknya dipanen minimal
pada saat kematangan mencapai 75% akan lebih baik jika buah dipanen masak, tetapi buah yang dipanen masak yaitu tang
telah jatuh dari tangkainya akan cepat mengalami penurunan kadar air, sehingga kulitnya menjadi keriput. Namun demikian
kondisi sari buahnya tetap tidak berubah. Dari 100 kg buah dapat dihasilkan sekitar 40 kg sari buah yang masih berbiji
(pulp) atau 30 kg sari buah.
Pengolahan sari buah markisa cukup sederhana, sehingga dapat dilakukan oleh home industry. Tetapi untuk tujuan ekspor,
industri markisa harus dapat menjaga kualitas dan hiegenis
bahan. Hal ini belum dapat dilakukan oleh home industry. Ekspor yang dilakukan di Sulawesi Selatan adalah dalam bentuk sari
buah yang masih tercampur buahnya (pulp). Proses ini cukup sederhana, yaitu buah markisa di belah dua, disendok pulp nya
kemudian dimasukkan ke dalam plastik atau wadah tertentu dan langsung dibekukan (block quick freeze), kemudian di simpan di
dalam cold storage selama menunggu pengapalan untuk diekspor.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 24
5. Aspek Keuangan
a. Asumsi
Dalam bab ini akan membahas tentang kelayakan usaha yang ditinjau dari aspek finansialnya. Pembahasan akan dilakukan pada usaha tani
perkebunan markisa, baik untuk proyek ekstensifikasi (pembukaan perkebunan baru) maupun untuk proyek insentifikasi (usaha
peningkatan produksi tanaman untuk tanaman sudah menghasilkan).
Asumsi yang Digunakan
1. Ekstensifikasi Kebun
Ekstensifikasi perkebunan markisa dilakukan di lahan milik petani sendiri. Luas kebun untuk ekstensifikasi tersebut maksimal 2 ha per
petani. Hal ini didasarkan atas kemampuan petani dan keluarganya untuk mengusahakan kebun tersebut secara intensif. Namun dalam
analisa finansial ini, satuan luas kebun yang dijadikan sebagai dasar
perhitungan adalah 2 ha per petani.
Jenis tanaman yang diusahakan adalah varietas ungu (edulis) yang batang bawahnya berasal dari sambungan varietas kuning (flavicarpa.
Jenis sambungan ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain adalah bahwa tanaman lahan terhadap nematoda yang banyak
menyerang jenis ungu, produktivitasnya lebih tinggi dari varietas ungu dan berbuah sepanjang tahun. Perkiraan produktivitas tanaman sistem
sambungan tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 4.
Perkiraan Produktivitas Tanaman Markisa Sistem Sambungan
Produktivitas Tahun
Ke
Jumlah
Pohon per
ha Buah
kg/ph kg/ha
1
2
1.000
1.000
125
300
5,7
13,6
5.682
13.636
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 25
1.000
1.000
1.000
425
400
350
19,3
18,2
15,9
19.318
18.182
15.909
3
4
5
Rata-rata 320 14,5 14.545
Harga jual produk diasumsikan Rp.1.000 per kg buah. Skim kredit yang digunakan adalah Kredit Usaha Kecil (KUK) dengan bunga 24%
per tahun. Kredit tersebut digunakan untuk investasi pembangunan kebun dengan jangka waktu 4 tahun, termasuk 1 tahun grace period.
Selama grace period tersebut tidak ada pembayaran angsuran bunga kredit dari petani, karena pada waktu itu tanaman belum
menghasilkan secara penuh. Selama grace period fee untuk koperasi tidak ada sehingga bunga yang dibebankan kepada plasma hanya 14%
per tahun. Besaran teknis yang digunakan untuk analisa financial ini
dapat dilihat pada lampiran A -12 (lihat pada lampiran Proyek Ekstensifikasi).
2. Intesifikasi Kebun
Pembiayaan untuk intensifikasi kebun markisa lebih ditujukan untuk
modal kerja petani bagi perawatan tanamannya yang sudah
berproduksi. Skim KUT dengan bunga 10,5% per tahun telah disediakan untuk intensifikasi markisa. Besarnya nilai kredit untuk
musim tanam 1999 ini adalah Rp 3.917.000 per ha. Kredit tersebut mempunyai jangka waktu 1 tahun.
Untuk analisa finansial intensifikasi markisa, produktivitas kebun
diasumsikan sama dengan rata-rata produksi untuk pola ekstensifikasi kebun, yaitu 14.500 kg buah per ha dengan harga jual Rp. 1.000 per
kg buah. Skim kredit yang digunakan adalah skim KUT dengan bunga 10,5% per tahun untuk jangka waktu kredit 1 tahun.
b. Kebutuhan Dana
Untuk ekstensifikasi perkebunan markisa, dana investasi dipergunakan untuk pembiayaan-pembiayaan yang terkait dengan kegiatan tanaman
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 26
dan non-tanaman. Pembiayaan yang terkait dengan tanaman di
gunakan untuk biaya pembukaan lahan (land clearing), pembelian bibit tanaman, penanaman, pemeliharaan tanaman dari awal sampai
tanaman mulai menghasilkan dan pembelian peralatan pertanian lainnya.
Biaya investasi yang digunakan untuk kegiatan non-tanaman adalah
biaya-biaya yang diperlukan untuk pembuatan jalan produksi di dalam kebun dan management fee untuk perusahaan inti. Management fee
diperkirakan tidak lebih dari 5% biaya proyek dan dikelola oleh perusaan inti untuk biaya-biaya pembinaan petani plasma, penyediaan
sarana perkantoran dsb.
Biaya lain yang termasuk dalam biaya investasi tersebut adalah bunga
selama masa kontruksi (Interest During Construction atau IDC), yaitu beban bunga kredit yang tidak dibayar oleh plasma selama
tanaman belum berproduksi dan asuransi kredit. Jangka waktu IDC untuk perkebunan markisa adalah 1 (satu) tahun. Selama IDC fee
untuk koperasi tidak ada, sehingga bunga kredit berkurang 2%. Perincian tentang jumlah kebutuhan dana investasi untuk
ekstensifikasi perkebunan markisa dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.
Perincian Biaya Investasi Ekstensifikasi Perkebunan Markisa
Nilai Kebutuhan Biaya
(Rp/Ha) (Rp/2Ha)
INVESTASI TANAMAN
- Tahun 0
- TM Tahun 1
11,507,050
1,762,750
23,014,100
3,525,500
Jumlah Investasi Tanaman
INVESTASI NON - TANAMAN
- Prasarana
- Asuransi Kredit
13,269,800
462,500
300,000
26,539,600
925,000
600,000
Jumlah Investasi Non - Tanaman
TOTAL INVESTASI TANAMAN & NON
TANAMAN
762,500
14,032,300
450,000
1,525,000
28,064,600
900,000
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 27
MANAGEMENT FEE/OVER HEAD
JUMLAH INVESTASI
BUNGA MASA KONSTRUKSI (IDC)
14,482,300
4,764,867
28,964,600
9,529,735
JUMLAH KESELURUHAN 19,247,167 38,494,335
Untuk intensifikasi perkebunan Markisa, biaya yang diperlukan pada umumnya adalah untuk modal kerja pembelian sarana produksi atau
perawatan tanaman (lihat tabel 6). Skim KUT dengan plafon Rp.3.947.000 dan bunga 10,5% per tahun dapat digunakan untuk
biaya perawatan (intensifikasi) kebun markisa tersebut.
Tabel 6.
Perincian Biaya Intensifikasi Kebun Markisa
No Komponen Nilai (Rp/ha)
1
2.
Saprodi :
a. Pupuk
b. Pestisida
Biaya Tenaga Kerja
2.860.000
500.000
2.137.500
Jumlah 5.497.500
c. Proyeksi Laba Rugi
Proyeksi Laba/Rugi dari tahun 0 s/d tahun 5 untuk kegiatan investasi dapat dilihat pada Tabel Laba-Rugi (lampiran A-02, lihat lampiran
Proyek Ekstensifikasi). Proyeksi hasil penjualan berdasarkan pada asumsi harga jual markisa segar di tingkat petani sebesar Rp 1.000
per kg. Laba bersih tahun 2 adalah negatif karena beban bunga kredit, namun untuk tahun selanjutnya adalah positif. Rincian biaya
penyusutan pada laba rugi dapat dilihat pada lampiran A-07, lihat lampiran Proyek Ekstensifikasi). Penyusutan terdiri dari penyusutan
tanaman dan non tanaman. Untuk cadangan biaya replanting setiap petani di wajibkan menabung pada bank sebesar 10% dari laba bersih
setiap tahun. Laba rugi untuk intensifikasi perkebunan markisa mulai
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 28
(bulan 0 s/d bulan 12 dapat dilihat pada lampiran B-02, lihat lampiran
Proyek Intensifikasi)
d. Proyeksi Arus Kas
Proyeksi arus kas untuk kegiatan investasi dapat dilihat pada lampiran
A-03. Saldo akhir menunjukkan nilai positif yang cukup tinggi. Pada akhir tahun ke lima, saldo akhir dapat membiayai investasi siklus
produksi berikutnya. Rincian angsuran kredit dapat dilihat pada lampiran A-05, lihat lampiran Proyek Ekstensifikasi). Jangka waktu
kredit adalah 4 tahun termasuk grace period 1 tahun dengan suku bunga 24% per tahun. Bunga selama masa pembangunan (IDC)
adalah 22% per tahun (tidak bunga berbunga).
Arus kas untuk kegiatan intensifikasi perkebunan markisa dapat dilihat pada lampiran B-03, lihat lampiran Proyek Intensifikasi. Jangka waktu
kredit adalah 1 tahun yang dibayar pada akhir tahun sekaligus. Suku
bunga kredit KUT adalah 10,5% per tahun.
e. Kelayakan Finansial
Kelayakan investasi perkebunan markisa dapat dilihat pada Tabel 7
berikut.
Kriteria Nilai
Net Present Value (NPV, df =
24%)
Internal Rate of Return (IRR)
Pay-Back Period
Break Even Point
- Rupiah
- Unit
Net B/C
Rp. 7,6 Juta
34,56%
6,6 Tahun
Rp. 93.451.428
93,45 Ton
1,03
Sesuai kreteria kelayakan investasi tersebut diatas, proyek layak
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 29
untuk dibiayai. Nilai NPV (Net Present Value) adalah positif. Dengan
suku bunga kredit 24% yang masih dibawah nilai IRR proyek layak untuk dibiayai dengan kredit.
f. Analisis Sensitivitas
Analisa sensitivitas untuk proyek ekstensifikasi yang memerlukan biaya investasi dan untuk proyek intensifakasi yang hanya
memerlukan modal kerja adalah sebagai berikut. Untuk proyek ekstensifikasi, analisa sensitivitas menggunakan kredit KUK dengan
suku bunga 24% dan variabel intensifikasi menggunakan kredit KUT dengan suku bunga 10,5% dan kredit KUK dengan suku bunga 24%
per tahun. Variabel yang diubah dalam proyek intensifikasi adalah harga jual.
Ekstensifikasi
Analisa sensitivitas berdasarkan perubahan harga jual danproduksi
buah rata-rata untuk proyek ekstensifikasi seperti pada Tabel 8 dan 9. Perubahan harga jual dari Rp. 1.000 per kg menjadi Rp. 900 per kg
dan seterusnya sampai dengan Rp. 825 per kg buah, proyek masih layak dibiayai sesuai dengan kreteria yang ada pada Tabel 8.
Penurunan harga dibawah Rp 865 per kg (15,6%), proyek tidak layak lagi. Demikian juga dengan penurunan rata-rata produksi dari 14.545
kg per ha per tahun sampai dengan 11.900 kg per hektar per tahun, proyek masih layak sesuai dengan kriteria pada Tabel 9. Dengan
penurunan produksi dibawah 11.900 kg per ha (18,2%) proyek tidak layak lagi.
Tabel 8.
Analisa Sensitivitas Berdasarkan Perubahan Harga Jual Proyek Ekstensifikasi Tanaman Markisa
Harga Jual Markisa Per Kg
Uraian Satuan Rp.1000
(normal)
Rp.
900 Rp 850
Rp.
825
Net Present Value (NPV)df
= 24%
Rp Juta 7,59 2,05 - 0,72 - 2,11
Internal Rate Of Return
(IRR)
% 34,56% 26,95% 22,94% 20,88%
Payback Period Tahun 43,5 37,6 35,5 34,6
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 30
Break Even Poin (BEP) Rp Juta 93,45 97,39 100,10 ?101,70
Ton 93,45 ton 108,21 117,76 123,28
Benefit Cost Ratio 1,03 0,83 0,74 0,70
Table 9. Sensitivity Analysis Based on Change of Average Fruit Production of
Passion
Passion selling price per kg
DESCRIPTION UNIT Rp. 1000
(Normal)
Rp.
900 Rp. 850
Rp.
825
Net Present Value
(df=24%)
Rp.
Million 7.59 9.12 4.90 2.37
Internal Rate of Return
(IRR)
% 34.56 41.11 33.34 28.56
Pay-back Period Months 43.5 247.4 58.7 45.4
Break Event Point :
- Rupiah Rp.
Million 93.45 93.25 96.77 99.45
- Unit Ton 93.45 93.25 96.77 99.45
Benefit Cost Ratio (B/C) 1.03 1.83 1.44 1.24
2. Intensification
Sensitivity analysis of intensification project based one the change of selling price can be seen in Table 10 and 11. The change of selling
price for an interest rate of 10.5% from Rp. 1,000 per kg to Rp. 900 and so on until it reaches Rp. 675 per kg making the project still
feasible to be funded based on criteria presented in Table 10. If the decrease of fruit price is below Rp. 672 per kg, the project is no longer
feasible. Similarly, if the decrease of selling price changes from Rp. 1,000 kg to Rp. 675 per kg with an interest rate of 24%, the project is
still feasible based on criteria stated in Table 11. If the decrease of selling price is below Rp. 665 per kg, the project is no longer feasible.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 31
Table 10. Sensitivity Analysis Based on Change of Selling Price
with an Interest Rate of 10.5% for Passion Fruit Intensification Project
Passion selling price per kg
Description Unit Rp. 1000
(Normal) Rp. 900 Rp. 750 Rp. 675
Net Present Value
(df=24%)
Rp. 4,517,904 3,140,566 1,074,559 41,555
Benefit Cost Ratio (B/C) % 2.47 1.93 1.26 0.98
Table 11. Sensitivity Analysis Based on Change of Selling Price with an Interest Rate of
24% for Passion Fruit Intensification Project
Passion selling price per kg
Description Unit Rp. 1000
(Normal) Rp. 900 Rp. 750 Rp. 675
Net Present Value
(df=24%)
Rp. 4,378,606 3,078,731 1,128,918 154,011
Benefit Cost Ratio (B/C) % 2.47 1.93 1.26 0.98
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 32
6. Aspek Sosial Ekonomi
Pembangunan perkebunan markisa dalam skala besar akan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, mulai dari tenaga kerja
tahap persiapan, konstruksi sampai pasca kontruksi. Dengan demikian, pembangunan perkebunan ini akan berdampak positif
terhadap penduduk di sekitar lokasi proyek maupun para petani peserta proyek.
Pengembangan usaha perkebunan ini akan memberikan contoh positif
bagi sistem usaha tani yang intensif dan lebih maju kepada masyarakat sekitar lokasi proyek, yang bersifat praktis yaitu melalui
learning by doing dan seeing is be leaving.
Sebagaimana di uraikan dalam analisis finansial, pengembangan
proyek markisa ini akan meningkatkan pendapatan petani, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan petani. Untuk
ekstensifikasi usaha perkebunan markisa seluas 2 (dua) hektar dengan kredit sebesar Rp.19,2 juta per ha, akan meningkatkan pendapatan
petani berkisar dari Rp. 7,54 juta per tahun (tahun ke 1) hingga Rp. 28,3 juta per tahun (tahun ke -5) atau selama periode tersebut rata-
rata pendapatan bersih petani adalah Rp.1, 98 juta per bulan. Sedangkan untuk intensifikasi usaha perkebunan markisa seluas 2
(dua) hektar dengan kredit sebesar Rp. 7,9 juta akan meningkatkan
pendapatan bersih petani rata-rata Rp. 2,8 juta per bulan.
Secara lebih luas proyek perkebunan ini akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan aktivitas perekonomian daerah setempat,
bagi pengusaha hulu dan hilir serta penduduk sekitarnya, antara lain usaha angkutan barang dan penumpang, pedagang pengumpul,
warung atau toko bahan makanan dan pakaian. Disamping itu adanya proyek ini juga akan meningkatkan perolehan devisa negara, karena
komoditas ini termasuk salah satu komoditas ekspor.
Terbukanya hutan atau termanfaatkan lahan "tidur" yang
dikembangkan menjadi areal produktif yang diiringi dengan berkembangnya pemukiman dan pusat perekonomian, serta semakin
baiknya aksebilitas akan berdampak positif terhadap pengembangan wilayah dan tata ruang wilayah tersebut
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 33
7. Aspek Dampak Lingkungan
Pembukaan kawasan untuk proyek perkebunan dengan pola kemitraan terpadu, dimanan plasmanya berasal dari masyarakat atau
petani setempat akan menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan setempat, baik lingkungan fisik, hayati maupun
sosial ekonomi.
Secara ekologis dampak dari proyek perkebunan ini akan berpengaruh
terhadap keseimbangan ekosistem hutan keterkaitannya dengan ekosistem atau sub ekosistem laiinya. Perubahan ini akan terus
berlanjut pada komponen-komponen lingkungan lainnya, antara lain satwa liar, hama dan penyakit tanaman, air, udara, transportasi dan
akhirnya berdampak pula pada komponen sosial, ekonomi, budaya serta meningkatkan kesehatan lingkungan.
Secara khusus, proyek markisa ini akan meningkatkan produktivitas
lahan di daerah tandus untuk penghijauan dan dapat mengubah ekosistem fisik (kesuburan tanah), hayati, maupun sosial ekonomi.
Untuk itu perlu di lakukan telaah lingkungan yang berguna
memberikan informasi lingkungan, mengidentifikasikan permasalahan lingkungan, kemudian mengevaluasi dampak penting yang timbul
untuk kemudian disusun suatu alternatif tindakan pengelolaannya untuk penanggulangan dampak negatif dan mengoptimalkan dampak
positif.
Telaah Amdal yang berkaitan dengan pembangunan proyek perkebunan ini, yang harus dilakukan antara lain, identifikasi masalah
lingkungan, yaitu telaah holistik terhadap seluruh komponen lingkungan yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar
akibat pengembangan proyek perkebunan ini, seperti perubahan tataguna lahan, iklim mikro, tanah, vegatasi, satwa, hama dan
penyakit tanaman, sosial ekonomi, sosial budaya, kesehatan lingkungan dan sebagainya.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 34
8. Kesimpulan
Berdasarkan uraiaan tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Buah markisa adalah suatu buah lokal yang dapat
dikembangkan menjadi buah ekspor dalam bentuk olahan (juice, dan bentuk lain)
2. Tanaman markisa telah dikembangkan di beberapa propinsi terutama di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung dan
Sulawesi Selatan.
3. Budidaya markisa dapat dikembangkan dalam pola kemitraan
terpadu antara petani baik yang tergabung dalam kelompok
tani atau koperasi dengan perusahaan pengolahan buah markisa sebagai perusahaan inti.
4. Peluang pasar buah markisa dan hasil olahannya sangat besar baik didalam negeri maupun luar negeri. Permintaan semakin
meningkat dan produksi tidak dapat mengimbanginya.
5. Markisa yang sesuai untuk bahan baku industri juice adalah
markisa ungu (Passiflora edulis) sedangkan markisa kuning hanya sesuai untuk konsumsi langsung dalam bentuk segar.
Markisa ungu ini banyak dikembangkan di Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Tanaman ini dapat tumbuh di
ketinggian 800 - 1500 m diatas permukaan laut.
6. Tanaman markisa di perbanyak dengan stek dan teknik
sambungan. Sistem rambatan yang dianjurkan adalah dengan tanaman hidup termasuk pucuk bambu tanpa menggunakan
kawat.
7. Usaha yang dibiayai adalah ekstensifikasi (investasi kebun baru) dan intensifikasi (pemeliharaan tanaman yang telah
menghasilkan). Pola kredit untuk ekstensifikasi adalah KUK dengan bunga kredit 24% per tahun, sedangkan untuk
intensifikasi adalah kredit program KUT dengan bunga 10,5%
8. Biaya investasi untuk ekstensifikasi kebun sebesar Rp.
14.482.300 per hektar. Bila dibiayai kredit KUK dengan bunga komersial sebesar 24% per tahun, jumlah kredit menjadi Rp.
19.247.167 termasuk IDC. Jangka waktu kredit adalah 4 tahun termasuk grace period 1 tahun.
Bank Indonesia – Budidaya Markisa 35
9. Biaya pemeliharaan untuk intensifikasi kebun sebesar Rp.
5.947.500 per hektar. Bila dibiayai kredit KUT dengan bunga 10,5% per tahun, jumlah kreditnya adalah sebesar Rp.
3.947.000 per hektar dengan jangka waktu 1 tahun.
10. Proyek ekstensifikasi secara finansial layak dibiayai dengan
kredit komersial sebesar 24%. Dengan asumsi harga jual markisa di tingkat petani sebesar Rp.1.000 per kg didapatkan
nilai IRR = 34,56% dan Net B/C = 1,03. Dari analisa sensitivitas didapatkan bahwa petani harus menjual buah
markisanya minimal Rp. 865 per kg (15,6%) agar proyek ini layak untuk dibiayai dengan kredit perbankan.
11. Proyek intensifikasi secara finansial layak untuk di biayai dengan kredit program dengan bunga 10,5% per tahun atau
dengan KUK yang berbunga 24% per tahun. Dengan KUT didapatkan B/C ratio = 2,47 sedangkan dengan dana KUK
didapatkan nilai B/C ratio yang sama (2,47), dengan asumsi
harga jual markisa di tingkat petani sebesar Rp.1.000 per kg. Dengan analisa sensitivitas didapatkan bahwa harga jual buah
markisa ditingkat petani minimal Rp. 675 per kg untuk skim KUT atau Rp 665 per kg untuk skim KUK.
12. Proyek Kemitraan Terpadu Markisa memberikan dampak sosial ekonomi yang cukup tinggi dalam hal penyerapan
tenaga kerja, peningkatan pendapatan petani, peningkatan kegiatan ekonomi daerah pada umumnya, peningkatan
devisa, dan pemanfaatan lahan tidur.