sistem informasi pola pembiayaan/ lending model usaha kecil · sistem informasi pola pembiayaan/...

35
Sistem Informasi Pola Pembiayaan/ Lending Model Usaha Kecil BUDIDAYA DAN INDUSTRI MINYAK NILAM BANK INDONESIA Jl. MH. Thamrin No 2, Jakarta 10350 Telp. (6221) 3817317, 3501867 E-mail : [email protected] , Website : www.bi.go.id

Upload: ngominh

Post on 22-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Sistem Informasi Pola Pembiayaan/

Lending Model Usaha Kecil

BUDIDAYA DAN INDUSTRI

MINYAK NILAM

BANK INDONESIA

Jl. MH. Thamrin No 2, Jakarta 10350 Telp. (6221) 3817317, 3501867

E-mail : [email protected], Website : www.bi.go.id

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan (hal 1) a. Latar Belakang

b. Tujuan

2. Kemitraan Terpadu (hal 3) a. Organisasi

b. Pola Kerjasama c. Penyiapan Proyek

d. Mekanisme Proyek e. Perjanjian Kerjasama

3. Aspek Pemasaran (hal 12) a. Peluang Pasar

b. Produksi c. Kompetisi

d. Jaring Pemasaran

4. Aspek Produksi (hal 18) a. Spesifikasi Produk

b. Pembukaan Lahan c. Pembibitan

d. Pemeliharaan e. Panen

5. Aspek Keuangan (hal 24)

a. Biaya Investasi

b. Sumber Dana c. Kelayakan Finansial

6. Aspek Sosial Ekonomi (hal 29)

7. Aspek Dampak Lingkungan (hal 30)

8. Kesimpulan (hal 32)

LAMPIRAN

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 1

1. Pendahuluan

a. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak atsiri yang cukup penting di dunia, bahkan untuk beberapa komoditas menguasai

pangsa pasar dunia. Pentingnya komoditi ini bagi Indonesia, kendatipun menyumbang devisa relatif kecil di bandingkan dengan

total nilai ekspor, karena peranannya dalam meningkatkan pendapatan masyarakat cukup besar. Bahkan akhir-akhir ini harga jual

minyak atsiri meningkat tajam yang diiringi dengan meningkatnya penerimaan petani produsen minyak atsiri tersebut. Minyak atsiri

dapat dihasilkan dari berbagai bagian tanaman seperti akar, batang, ranting, daun, bunga atau buah. Jenis tanaman yang dapat

menghasilkan minyak atsiri sekitar 150 - 200 species.

Minyak atsiri yang beredar di pasaran dunia sekitar 70 macam. Di

Indonesia terdapat sekitar 40 species tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri, namun telah di kembangkan sekitar 12

macam dan yang ekspornya telah mantap baru sembilan macam. Di antara minyat atsiri yang cukup terkenal adalah minyak nilam. Di

pasaran minyak atsiri dunia, mutu minyak nilam Indonesia di kenal paling baik dan menguasai pangsa pasar 80 - 90%. Minyak nilam

(patchouli oil) merupakan salah satu minyak atsiri yang banyak diperlukan untuk bahan industri parfum dan kosmetik, yang dihasilkan

dari destilasi daun tanaman nilam (Pogostemon patchouli). Bahkan minyak nilam dapat pula di buat menjadi minyak rambut dan saus

tembakau. Parfum yang dicampuri minyak yang komponen utamanya

patchouli alcohol (C15H26) ini, aroma harumnya akan bertahan lebih lama.

Sentra produksi minyak nilam di Indonesia adalah Daerah Istimewa

Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Daerah lain yang sedang mengembangkan komoditi ini di antaranya adalah Bengkulu, Lampung

dan beberapa daerah di Jawa. Lebih dari 80% minyak nilam Indonesia dihasilkan dari Daerah Istemewa Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera

Barat, yang sebagian besar produksinya di ekspor ke negara-negara industri.

Kendati kontribusi ekspor minyak nilam relatif kecil terhadap devisa total Indonesia, namun perkembangan volume dan nilai ekspor

komoditi ini meningkat cukup tajam setiap tahunnya. Bahkan akhir-

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 2

akhir ini harga jual ekspor di pasaran dunia mencapai US $ 1.000 per

kg. Prospek ekspor komoditi ini pada masa yang akan datang juga masih cukup besar, seiring dengan semakin tingginya permintaan

terhadap parfum/kosmetika, trend mode dan belum berkembangnya barang subsitusi essential oil yang bersifat pengikat (fiksasi) dalam

industri parfum/kosmetika. Prospek ekspor yang cukup besar ini seharusnya mampu diiringi oleh pengembangan budidaya dan industri

minyak nilam di dalam negeri. Usaha pengembangan ini akan lebih berdaya guna bila usaha kecil yang selama ini di kelola secara

tradisional bermitra dengan usaha besar yang pada umumnya lebih mengusai pasar ekspor dan telah memiliki kemampuan teknologi

budidaya dan industri minyak nilam. Kemitraan yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan merupakan landasan utama

bagi pengembangan komoditi ini. Dalam rangka menunjang pengembangan budidaya dan industri minyak nilam ini di perlukan

acuan yang dapat dimanfaatkan baik oleh pengusaha kecil dan

pengusaha besar serta perbankan, sehingga memudahkan semua pihak untuk mengimplementasikan proyek ini. Laporan lending model

ini disusun untuk memenuhi tuntutan pihak-pihak yang akan bermitra dalam mengembangkan komoditi minyak nilam.

b. Tujuan

Tujuan penulisan Lending Model Proyek Kemitraan Terpadu Budidaya dan Industri Minyak Nilam ini adalah :

a. memberikan informasi kepada perbankan tentang model

kemitraan terpadu yang sesuai dan layak di biayai dengan kredit perbankan, khususnya komoditas minyak nilam;

b. memberikan informasi dan acuan yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh mitra pengusaha kecil dan pengusaha besar

yang berminat mengembangkan budidaya dan industri minyak nilam dengan pendekatan kemitraan terpadu.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 3

2. Kemitraan Terpadu

a. Organisasi

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan

terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan

kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma,

meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan

kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.

Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti

(Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan

dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil

produksi.

Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani

atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.

Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok

petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di

dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti.

Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan

usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan

diantara semua pihak yang bermitra.

1.Petani Plasma

Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri

atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 4

/usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang

perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.

Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b),

kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan

perbaikan pada aspek usaha.

Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala

yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris

merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus

dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu,

sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya

ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.

2. Koperasi

Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya

menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam

pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang

mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan

pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika

menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan

3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir

Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin

kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus

memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk

selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan

membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 5

Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk

mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki

fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun

demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti.

Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis,

kegiatan pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya

yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan

tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan

bantuan biaya yang diperlukan.

Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk

membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa

kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi

produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor

yang diterimanya.

4. Bank

Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan

Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri

untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun.

Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek

budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan

bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim

kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk

usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan

bersih petani yang paling besar.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 6

Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma

akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan membayar

angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan

inti, berdasarkan kesepakatan pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani

plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan

dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan

inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada

Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani

plasma dengan bank.

b. Pola Kerjasama

Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan

mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu :

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan

Perkebunan/Pengolahan Eksportir.

Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa

KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani

oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 7

b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui

koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan

perkebunan/pengolahan/eksportir.

Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani

plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing

Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra,

akan menjadi tanggung jawab koperasi.

c. Penyiapan Proyek

Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan

keberhasilan, minimal dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma,

perintisannya dimulai dari :

a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat

usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan

ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25

petani/kelompok usaha. Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui pertemuan anggota kelompok, mereka

bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/pengolahan/eksportir dan bersedia

mengajukan permohonan kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;

b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 8

memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses

pemasarannya;

c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha

perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra.

Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak yang akan membantu sebagai

mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil

yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang diperlukan oleh

pihak petani/usaha kecil;

d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para

anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola

administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila

keterampilan koperasi kurang, untuk peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan

mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam

kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan dari para anggotanya, apakah akan

beritndak sebagai badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling agent);

e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas

Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);

f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau

akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang

masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan

Pertanahan dan pihak Departemen Kehutanan dan Perkebunan.

d. Mekanisme Proyek

Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 9

Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu

dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang

bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan

dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana

pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah

sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau

koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU.

Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan

sisanya dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 10

e. Perjanjian Kerjasama

Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka.

Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban dan hak dari masing-masing pihak yang

menjalin kerja sama kemitraan itu. Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti)

dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut :

1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai

mitra (inti)

a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil;

b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan

sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha;

c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi;

d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan

kredit bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.

2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma

a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;; b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani

tetangganya yang lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami;

c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca-panen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan;

d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan

kredit; e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi

budidaya oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat

yang tidak termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit;

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 11

f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan

perawatan sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan

g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan

terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 12

3. Aspek Pemasaran

a. Peluang Pasar

1). Pasaran International

Ekspor minyak nilam ke berbagai negara

Sebagai bahan baku minyak wewangian pasaran minyak nilam

sebagian besar pasaran ke luar negeri. Pada periode 1951 - 1960 Indonesia mengekspor minyak nilam sekitar 24 - 108 ton/tahun dan

daun nilam kering sekitar 24 - 54 ton/tahun atau setara 1260 kg minyak/tahun. Pada periode 1979 - 1983 ekspor minyak nila Indonesia

meningkat dengan rata-rata 522,80 ton minyak/tahun. Data ekspor minyak nilam Indonesia perioden 1070 - 1983 adalah sebagai berikut.

Tabel 1.

Ekspor Minyak Nilam & Minyak Atsiri Indonesia dan Prosentase dan Harga Rata-rata

Minyak Nilam Minyak Atsiri % Terhadap

Atsiri

Tahun Volume

(Ton)

Nilai FOB

(000

US$)

Volume

(Ton)

Nilai FOB

(000

US$)

Volume Nilai

1979 383 3.239 2.406 13.446 15,91 24,04

1980 690 11.606 2.717 21.126 25,39 54,94

1981 529 8.491 2.259 14.826 23,41 57,27

1982 515 7.735 2.337 18.139 22,04 42,64

1983 497 7.461 2.314 18.559 21,48 41,27

1984 t.a t.a t..a t.a t. a t. a

1985 580,0 9.876,38 3.607,65 43.596,76 16,08 22,65

1986 736,13 13.477,51 3.019,43 39.334,19 24,38 34,26

1987 876,45 14.721,80 3.252,28 34.873,06 29,86 42,21

1988 770.90 13.561,70 2.767,56 34.530,04 27,85 39,27

1989 684.54 11.662,37 3.416,60 38.077,09 20,03 30,62

1990 872.52 13.262,17 4.072,77 72.854,57 21,42 18,27

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 13

Dari tabel di atas terlihat bahwa pada periode 1980 s/d 1983 volume

ekspor maupun harganya mengalami penurunan. Dari data tersebut terlihat pula bahwa segmen ekspor minyak nilam terhadap minyak

atsiri rata-rata sebesar 44,96% per tahun.

Sekalipun belum ada data akurat namun secara kasar pangsa pasar minyak nilam Indonesia mengambil porsi sekitar 90% dari ekspor

minyak nilam dunia. Kebutuhan minyak nilam akan terus bertambah selaras dengan kenaikkan konsumsi dunia atas produk komestik,

parfum, sabun wangi bahkan telah berkembang untuk produk tembakau dan minyak rambut.

Berdasarkan data-data yang diberikan oleh seorang eksportir minyak nilam kebutuhan minyak nilam dunia berkisar antara 1.100 - 1.200

ton/tahun. Sedangkan pasokan minyak nilam saat ini kurang lebih 900 ton/tahun sehingga ada peluang pasar sebesar 200 ton/tahun.

Berdasarkan informasi dari para eksportir adalah agak sulit untuk

membuat prediksi proyeksi kebutuhan minyak nilam dunia karena

cenderung fluktuatif. Pembuatan proyeksi kenaikan berdasar pertumbuhan ekspor tahun sebelumnya dapat berbahaya bagi

eksportir karena para eksportir tidak dapat memperkirakan stok yang ada pada para buyer sehingga apabila para eksportir berupaya

menggenjot ekspor akan memungkinkan terjadi over supply dan menyebabkan harga jatuh dan hal ini sudah terjadi pada beberapa

periode (1987 - 1989).

Negara pengimpor minyak nilam terutama adalah Amerika Serikat, Perancis, Inggeris, Jerman, Singapura dll. Porsi impor dari masing-

masing negara (1989) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 14

Tabel 2.

Negara pengimpor minyak nilam (1989)

Negara

Pengimpor

Volume (kg) Nilai (US$

FOB)

Amerika Serikat

Perancis

Belanda

Swiss

Jerman

Singapura

Inggeris

Jepang

India

Spanyol

Hongkong

Malaysia

Italia

Argentina

171.000

166.393

72.000

53.000

49.250

46.600

42.200

29.673

23.915

18.110

7.100

3.800

1.000

300

2.928.311

2.965.612

1.232.462

870.709

845.161

720.120

764.792

572.286

375.606

201.413

124.901

37.325

16.550

6.124

2). Pasaran nasional dan impor minyak nilam

Sekalipun ada konsumsi minyak nilam dalam negeri namun

diperkirakan masih kecil karena masih sangat terbatasnya datanya.

Berkembangnya produk kosmetik, parfum dan peralatan kecantikan dalam negeri akan memacu pertumbuhan pemakaian minyak nilam

dalam negeri seperti Mustika Ratu, Ratu Ayu, Viva Cosmetics, dll. Di samping sebagai pengekspor ternyata Indonesia juga mengimpor

sekalipun jumlahnya terbatas dan ini terjadi periode 1986/1987 saja setelah itu kegiatan impor berhenti.

Apabila diteliti impor minyak nilam dari luar negeri bukan untuk di

gunakan untuk diolah sebagai produk jadi lainnya, tetapi semata untuk dicampur dengan produk lokal dan diekspor kembali (reekspor). Hal ini

disebabkan mutu minyak nilam Indonesia sudah sangat dikenal di luar

negeri sebagai minyak yang mutunya sangat baik, sehingga tujuan reekspor tersebut merupakan strategi dagang para pengekspor minyak

nilam Indonesia untuk memperoleh keuntungan bahwa dengan mengimpor minyak nilam yang harganya lebih murah dan

mencantumkan "Made in Indonesia" dan menjual dengan harga lebih

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 15

tinggi. Namun impor minyak nilam hanya tercatat untuk tahun periode

1986/1987 setelah itu tidak terjadi lagi. Hal itu disebabkan karena berbagai sebab antara lain dapat terjadi antara lain adalah :

• Harga minyak nilam jatuh pada titik terendah sehingga kegiatan

produksi dalam negeri pun mengalami penurunan sehingga imporpun terhenti;

• Perbedaan harga satuan ekspor karena antara minyak nilam Indonesia dengan minyak nilam luar negeri makin kecil karena

menurunnya aspirasi pembeli luar negeri terhadap mutu minyak nilam Indonesia karena sekalipun kualitas bagus tetapi banyak di

campur.

Tabel 3.

Data impor minyak nilam dan minyak atsiri Indonesia

Tahun Volume (ton) Nilai FOB ( 000 US $)

1986 6,156 67,862

1987 26,320 369,617

b. Produksi

Areal produksi tanaman nilam di Indonesia tersebar secara terbatas pada beberapa wilayah yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,

Jawa Barat dan Jawa Tengah. Dari seluruh hasil produksinya. Perkembangan luas tanam nilam dan produksi minyak nilam Indonesia

terlihat pada tabel di bawah

Tabel 4. Perkembangan luas tanam nilam dan produksi minyak nilam Indonesia

Tahun 1975 - 1989

Tahun Luas Panen Produksi

Minyak

1975 5.304 530,4

1976 4.399 439,9

1977 3.760 376,0

1978 5.444 544,4

1979 3.907 390,7

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 16

1980 7.047 704,7

1981 t.a

1982 t.a

1983 t,a

1984 11.868 688 *)

1985 13.390 669*)

1986 15.160 879*)

1987 10.391 760

1988 10.631 925

1989 16.322 821

c. Kompetisi

Dipasaran minyak atsiri dunia, mutu minyak nilam Indonesia sudah

sangat di percaya oleh para konsumen di luar negeri. Hal itu terlihat bahwa porsi minyak nilam Indonesia dipasaran dunia mencapai 89-

90% dari pasaran minyak nilam dunia. Disamping itu keunggulan minyak nilam Indonesia di pasaran di tandai dengan tingginya

apresiasi harga minyak nilam dari negara lain seperti RRC. Harga minyak nilam Indonesia di pasaran luar negeri berkisar antara US$

18,75 - 20,00 per Kg CF (Agustus 1988) dibandingkan dengan yang berkisar antara US$ 17,00/Kg CF. Dan pada bulan Februari 1989

selisih harga itu semakin tinggi yaitu minyak nilam Indonesia terjual

US$ 18,50 - 18, 75 Kg/CF sedangkan harga jual nilam ex RRC jauh dibawah yaitu US$ 15 - 16,00 per kg CF. Berdasarkan informasi dari

kalangan eksportir dari Medan Sumatera Utara tahun tahun terakhir ini RRC tidak melakukan ekspor lagi karena kebutuhan minyak nilam

dalam negeri mangalami peningkatan seiring dengan perkembangan industri parfum dan kosmetik dalam negerinya sehingga porsi ekspor

minyak nilam Indonesia dapat mencapai lebih 90% dari perdagangan luar negeri minyak nilam dunia. Hal ini berarti space market minyak

nilam Indonesia makin membesar karena makin kecilnya peranan dari kompetitor.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 17

d. Jaring Pemasaran

Kegiatan distribusi pemasaran nilam dapat dibagi menjadi 3 tingkatan.

1. Pemasaran pada tingkat petani ke pengumpul atau pengusaha

pemilik kilang minyak nilam

Para petani menjual produknya dalam bentuk 2 produk.

• Penjualan daun kering dari petani kepada para pemilik kilang

dengan harga penjualan sekitar Rp. 3.000,00 std Rp. 3.500/kg dan selanjutnya pemasaran minyak dilakukan oleh pemilik

kilang;

• Penjualan minyak nilam oleh petani setelah diolah di kilang kepada para pengumpul lokal.

2. Pemasaran minyak nilam dari pengumpul lokal atau pemilik kilang

ke pengumpul besar/ekspor;

3. Pemasaran minyak nilam oleh eksportir ke importir/konsumen di

luar negeri.

Harga jual pada masing-masing tingkatan tersebut satu sama lain namun harga pada masing-masing tingkatan ditentukan oleh harga

pada tingkatan ke-3 yaitu harga penjualan ekspor. Para pengumpul/lokal biasanya memperoleh informasi harga dengan

mengadakan penawaran kepada beberapa eksportir dan menjual kepada penawaran yang tertinggi. Pola pemasaran yang terbuka ini

akan menguntungkan para pemasok lokal namun belum tentu menguntungkan bagi petani karena informasi harga ekspor ke petani

tidak sampai kepada mereka.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 18

4. Aspek Produksi

a. Spesifikasi Produk

Minyak nilam

Nama : Patchouli Oil

Kandungan unsur kimianya : patchouli alcohol, patchouli campur,

eugneno, benzaldehyde, cinnamic aldehide, cadinene.

Syarat mutu :

Karakteristik Karakteristik Metode

Warna Kuning muda sampai

coklat tua

Visual

Berat Jenis 0,943 - 0,938 ISO R 279 - 1962 E

Indeks Bias (nD25) 1,504 - 1,514 ISO R 280 - 1962 E

Kelarutan dalam

etanol 90% pada

suhu 25oC/30oC

Larutan jernih atau

opelansi ringan dlm

perbangingan vol

1/10

SP - SMP - 19 -1975

BS 2073 - 1962

Bilangan asam max 5,00 SP-SMP-26-1975

ISO R 1242 - 11975

E)

Bilangan ester max 10,00 SP-SMP-27-1975

Zat asing

Fat Negatif SP-SMP-24-1075

Minyak Kruing Tidak nyata Chromatography Gas

Alkohol Negatif SP -SMP - 23 - 1975

Minyak Mineral Negatif SP-SMP-41-1982

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 19

SI No.25151/73

1. Keadaan Tanah

Tanaman pnilam dapat tumbuh subur pada tanah yang subur, gembur

dan banyak mengandung bahan organis. Jenis tanah yang baik dapat

ditumbuhi adalah regosol, latosol dan aluvial. Tekstur tanahnya adalah tanah lempung berpasir, atau lempung berdebu dan keasaman tanah

antara pH = 6 - 7 dan mempunyai daya resapan tanah yang baik dan tidak menyebabkan genangan air pada musim hujan.

2. Iklim

Untuk menghasilkan pdaun nilam dengan konsentrasi minyak yang tinggi diperlukan sinar matahari yang jatuh secara langsung sekalipun

daun nilam menjadi lebih kecil dan tebal sehingga seakan berfungsi sebagai pelindung akan menghasilkan tanaman nilam yang berdaun

hijau, lebar tipis namun kadar minyaknya lebih rendah. Persyaratan agroklimat nilam adalah sebagai berikut:

• Tanah : Gembur banyak mengandung bahan organik , tidak

tergenang dan pH tanah antara 6 - 7 • Temperatur : 18 - 27oC

• Ketinggian : 100 - 400 m

• Curah Hujan : 2300 - 3000 mm/year • Kelembaban : 60 - 70%

b. Pembukaan Lahan

Pengolahan lahan dapat dimulai 1 - 2 bulan sebelum tanam dengan

pencangkulan tanah sedalam 30 cm. Tujuan pencangkulan selain untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur dan remah, sekaligus

pembersihan tumbuhan penganggu (gulma). Setelah tanah dicangkul

kemudian dibuat bedengan-bedengan untuk ditanami nilam. Ukuran bedengan tinggi 20 - 30cm, lebar 1 - 1,5 meter dan panjang

disesuaikan dengan kondisi lapangan. Jarak antara bedengan satu dengan lainnya berkisar antara 40 - 50 cm untuk memudahahkan

perawatan. Tanah bedengan tersebut dibiarkan seminggu kemudian dicangkul untuk meremahkan tanah yang sekaligus dapat dilakukan

pemberian pupuk organik (pupuk kandang) yang sudah dimatangkan.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 20

Kebutuhan pupuk sebanyak 10 -20 ton per hektar tergantung dari

tingkat kesuburan tanah. Setelah diberi pupuk kandang kemudian didiamkan selama 2 minggu. Menjelang waktu tanam dibuat lubang

tanam ukuran 15 cm panjang x 15 cm tinggi x 15 cm lebar. Jarak antara lubang satu dengan lainnya antara 40 cm x 50 cm atau 50 cm x

50 cm.

c. Pembibitan

PEMBIBITAN DAN PENANAMAN

Untuk memperoleh bibit yang baik pn diambil dari cabang yang muda

dan sudah berkayu serta mempunyai ruas yang pendek. Panjang stek antara 20 - 30 cm dan mempunyai 3 - 4 mata ruas.

Potongan stek disemaikan pada lahan persemaian yang subur dan

gembur dan dekat sumber air. Apabila perlu diberikan sedikit

pelindung dari anyaman daun nipah atau daun kelapa. Tanah persemaian adalah campuran tanah dan pasir dengan perbandingan 2

: 1. Tanah persemaian diberi pupuk kandang atau pupuk kompos secara merata. Penanaman stek pada bedengapersemaian dengan

jarak 10 cm x 10 cm dengan posisi miring 450. Sebelum stek tumbuh perlu dilakukan penyiangan dan penyiraman. Setelah 2 - 3 minggu

akan nampak tunas muda yang tumbuh. Untuk mempercepat pertumbuhan akar sebelum ditanam stek dicelup dalam cairan hormon

perangsang tumbuhnya akar. Pada umur 4 - 5 minggu tunas dan akar akan tumbuh secara merata dan siap dipindahkan ke kebun.

Karena faktor musim sangat berpengaruh pada tanaman nilam peka terhadap kebutuhan air, oleh karena itu waktu tanam diusahakan pada

permulaan musim hujan. Penanaman nilam dilakukan dengan memasukkan stek kedalam lubang dan ditutup dan dipadatkan. Dalam

penanaman stek diatur agar 2- 3 buku masuk dalam lubang tanah agar jaringan akar cukup kuat.

Untuk dapat memberikan hasil panen secara terus menerus maka

perlu ada jadwal penanaman per kelompok petani. Apabila diasumsikan untuk memenuhi kapasitas penyulingan dengan kapasitas

pasu pemasak 100 kg per sekali masak maka apabila dalam satu hari

direncanakan 2 kali pemasakan maka akan dibutuhkan 200 kg daun kering dan lahan yang siap panen perhari 400 kg daun kering yang

ekivalen dengan 0,125 hektar lahan. Apabila dalam satu bulan

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 21

dilakukan 25 hari kerja maka akan diperlukan 3,125 hektar lahan siap

panen.

d. Pemeliharaan

Setelah 3 minggu kita perlu mengecek apakah stek tumbuh dengan

baik dan pada stok yang kurang baik pertumbuhan tunasnya diperlukan penyisipan dengan mengambil stock berasal dari

persemaian yang sama agar pertumbuhan merata. Pada masa pertumbuhan tanaman nilam membutuhkan air untuk kelembaban

tanah terutama pada musim kemarau. Penyiraman dapat dilakukan dengan mengalirkan air pada parit-parit antara bedengan atau dengan

menggunakan sprinkle shower. Pemberian air diatur sesuai dengan umur tanaman nilam pada awal fase pertumbuhan memerlukan

banyak air namun jumlah itu akan terus berkurang.

Penyiangan diperlukan untuk menjaga kemampuan akar tanaman

dalam menyerap unsur sara berjalan secara optimal. Penyiangan gulma akan m pemupukan digunakan 2 jenis pupuk yaitu pupuk

organik dan pupuk buatan. Pupuk organik diperoleh daril limbah kotoran hewan, pupuk hijau. Pemberian pupuk berdasarkan pada

umur tanaman seperti terlihat pada tabel dibawah.

Umur

Tanaman Pupuk Urea Pupuk ZA Pupuk TSP Pupuk KCl

1 - 2 Bulan 50 - 70 50 - 75 50 - 75 25 - 50

3 - 5 25 -50 25 - 50 - 12,5 - 25

5 - 8 25 25 - 12,50

Pasca Panen

8 -12

12 - 16

16 - 20

50 - 75 50 -75 50 -75 50 -75

Untuk melangsungkan pertumbuhan daun perlu diberikan pupuk daun

yakni pada saat tanaman berumur 1 bulan, 3 bulan dan setelah panen.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 22

Merek pupuk yang banyak dipakai seperti Bayfolan, Gandasil D, PPC,

Silozin dll yang ada dijual di depot-depot KUD.

Dari hasil pengamatan lapangan gejala awal penyakit terjadi pada umur 30 hari untuk penyakit layu dan 125 hari untuk penyakit budog.

Timbulnya penyakit layu adalah bekas tanaman nilam yang terkena penyakit layu dan budog yang berarti tanah sudah terkontaminasi oleh

patogen penyakit layu dan budog. Selain adanya penyakit karena penggulungan daun, walang sangit.

Penanggulan hama dapat ditanggulangi dengan racun kontak atau jaringan. Tindakan preventif dapat dilakukan dengan perbaikan kultur

tehnis.

e. Panen

PANEN DAN PENGELOLAAN HASIL

Seluruh bagian tanaman nilam pada dasarnya mengandung minyak

nilam namun dengan kadar yang berbeda. Kadar terbesar ada pada daunnya namun dalam proses penyulingan daun dan batang disuling

secara bersama-sama. Pemanenan dilakukan pada umur 7 - 9 bulan setelah tanam dan panen berikutnya dapat dilakukan 3 - 4 bulan sekali

hingga umur produktif 3 tahun setelah itu tanaman diremajakan.

Pemanenan dilakukan pada sore hari atau pagi hari dan menghindarkan pemanenan pada siang hari karena akan mengurangi

kandungan minyak yang diperoleh. Dahan dipanen dengan gunting dan menyisakan 1 cabang tetap tumbuh untuk meransang tumbuhnya

tunas baru.

Tahap pengel lantai jemur dan tumpukan rajangan diratakan dan pada waktu tertentu tumpukan di balik-balik. Lama penjemuran 5 - 8 jam

atau sampai daun menjadi layu. Daun layu tersebut kemudian diangin-anginkan dengan cara dihamparkan di atas rak bambu di tempat yang

teduh dengan ketebalan lapisan ± 30 cm dan dibolak balik 2 - 3 kali.

Pengeringan dihentikan bila kadar air 12 - 15% dan daun mulai mengeluarkan aroma yang menyengat. Lama pengeringan tahap ini

membutuhkan waktu 3 - 4 hari. Proses pengeringan ini memerlukan perhatian karena apabila proses pengeringan terlalu cepat akan

menyebabkan kadar minyak menurun sedangkan apabila pengeringan terlalu lambat akan mengundang timbulnya cendawan sehingga

kualitas minyak nilam rendah.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 23

Destilasi

Peralatan penyulingan terdiri atas :

• Ketel uap

• Pasu penguapan dengan tungku pemanasan dengan bahan baku kayu atau batu bara

• Pipa pendingin

• Bak air pendingan • Gelas penampung

Proses yang dilakukan dalam penyulingan minyak nilam adalah : Daun

nilam kering dimasukkan dalam pasu pendidih/pasu penguap airnya diperoleh dari ketel penguap. Uap mengalir kedalam daun nilam dan

membawa minyak nilam dan pada proses pendinginan di pipa pendingin campuran air dan minyak mengembun kemudian ditampung

pasu. Dalam pasu campuran air dan minyak dipisahkan dengan alat pemisah atau secara sederhana disendok. Hasil minyak disimpan

dalam drum yang dilapisi seng (zinc coated).

Kapasitas pasu penguap 100 kg daun kering per sekali masak, waktu

penguapan 8 jam dan hasil minyak nilam antara 2,50 - 3,0 kg. Kebutuhan bahan bakar persekali pemasakan 0,25 m3.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 24

5. Aspek Keuangan

a. Biaya Investasi

Aspek keuangan untuk budidaya dan industri minyak nilam (yang merupakan satu kesatuan usaha) di hitung dengan asumsi :

a. Setiap pengusaha kecil memiliki satu hektar lahan;

b. Kapasitas unit pengelolaan minyak nilam adalah 100 kg daun nilam kering per batch (8 jam). Jika dalam satu hari unit

pengolahan ini bekerja sama sampai 2 batch, ini berarti akan menampung daun nilam kering 200 kg. Bila produksi rata-rata

per hektar lahan budi daya nlam mencapai 15.000 kg daun

nilam basah per tahun atau 3.000 daun nilam kering, maka dalam 3 bulan harus dipanen sebesar 750 kg daun nilam kering.

Pekerjaan ini membutuhkan 10 hari kerja. Dalam 3 bulan satu unit penyulingan akan mengolah sekitar 20 ha lahan budidaya

nilam; c. Unit pengolahan minyak nilam ini di miliki bersama oleh petani

(kelompok) 20 ha; d. Biaya investasi dan operasi unit pengolahan di bebankan kepada

setiap satu hektar lahan; e. Skim kredit yang digunakan di bedakan atas skim kredit KKPA

dengan tingkat suku bunga 16% per tahun dan skim umum dengan tingkat suku bunga 32% per tahun;

f. Graceperiodselama satu tahun, tidak termasuk masa konstruksi selama satu triwulan.

Biaya investasi dalam analisis ini dibedakan atas baya pra-operasi (pra-survey, survey, kesesuaian lahan, dan sertifikasi lahan), investasi

tanaman (pembukaan lahan, penanaman nilam dan pemilharaan tanaman belum menghasilkan), dan investasi non tanaman (unit

pengolahan minyak nilam), oleh karena proyek yang akan di kembangkan ini akan memanfaatkan pendekatan Proyek Kemitraan

Terpadu (PKT), maka perhitungan management fee sebesar 5% di kalkulasikan dalam analisis biaya investasi. Rincian biaya investasi ini

diuraikan sebagai berikut :

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 25

a. Biaya Pra-operasi

�Pra survey Rp 5.000

�Survey kesusaian lahan Rp 8.000

�Sertifikasi tanah Rp 300.000

b. Biaya Investasi Tanaman

�Pembukaan lahan Rp 670.000

�Penanaman

�Pemeliharaan TBMI Rp 2.907.900

c. Biaya Investasi Non

Tanaman

�Pengadaan Unit

Pengolahan

�Minyak nilam

(pembebanan)

Rp

1.501.250

d. Management Fee Rp 491.955

Jumlah investasi efektif Rp10.331.055

b. Sumber Dana

Sumber dana untuk membiayai proyek ini seluruhnya berasal dari kredit perbankan. Petani pengusaha kecil dalam hal ini hanya memiliki

tanah yang digunakan tanpa memperhitungkan sebagai salah satu komponen modal, tetapi dalam analisis kriteria investasi di

kalkulasikan dengan nilai sebesar Rp. 5 juta per hektar. Skim kredit yang digunakan adalah skim KKPA dengan tingkat suku bunga 16%

per tahun dan skim kredit umum dengan tingkat suku bunga 32% per tahun. Masa tenggang (grace period) selama satu tahun, tidak

termasuk masa konstruksi selama satu triwulan, diperlukan selama tanaman belum menghasilkan (TBM). Bunga selama tenggang (IDC) di

kapitalisasikan sebagai pokok pinjaman dengan tingkat suku bunga

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 26

yang sama dengan pokok pinjaman, kecuali skim KKPA yakni 14% per

tahun.

a. Skim KKPA Pokok Pinjaman Rp 10.331.055 IDC Rp 1.663.101

Total Rp 11.994.156 b. Skim Kredit Umum

Pokok Pinjaman Rp 10.331.055 IDC Rp 4.203.392

Total Rp 14.534.446

c. Kelayakan Finansial

Analisa kelayakan finansial merupakan suatu pendekatan yang umum di pakai untuk melihat suatu proyek dapat dilaksanakan. Pendekatan

yang umum di gunakan untuk melihat kelayakan proyek dari segi finansial adalah dengan menggunakan kriteria investasi yang meliputi

arus kas, proyeksi rugi laba, Net Present Value (NPV), Internal Rate of

Return (IRR), dan Benefif Cost Rate B/C)

a. Proyeksi Arus Kas

Proyeksi arus kas (cash flow) merupakan perhitungan jumlah dana yang masuk dan keluar selama umur proyek. Rincian proyeksi arus

kas ini disajikan dalam Lampiran 11, 11a, 12, dan 12a. Berdasarkan

Lampiran-lampiran tersebut dapat diketahui bahwa sejak tahun pertama tanaman menghasilkan tidak terdapat saldo kas yang defisit,

kecuali pada tahun ke-4, ke-7 dan ke-10 karena pada tahun tersebut di lakukan penanaman ulang tanam nilam. Kendatipun demikian,

secara keseluruhan saldo kas kumulatif selalu surplus. Kredit dar proyek ini dapat di lunasi selama tiga tahun setelah berproduksi.

b. Proyeksi Rugi Laba

Proyeksi rugi laba di hitung dari selisih penerimaan yang bersumber dari proyeksi hasil penjualan minyak nilam dengan biaya yang

dikeluarkan (termasuk penyusutan) amortisasi dan bunga bank) per tahun. Rincian proyeksi rugi laba di sajikan dalam Lampiran 12b dan

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 27

12c. Berdasarkan data proyeksi rugi laba dapat di ketahui bahwa

selama tanaman menghasilkan proyek ini tidak mengalami rugi.

c. NPV, IRR dan B/C

Net Present Value (PV)di hitung berdasarkan selisih antara nilai sekarang atas penerimaan benefit yang telah didiskonto) yang akan di

terima di kurangi dengan nilai sekarang atas biaya pengeluaran (cost

yang telah didiskonto) yang akan dikeluarkan selama umur proyek. Nilai NPV dari proyek ini untuk skim KKPA adalah 29,83 juta.

Sedangkan jika memanfaatkan skim kredit umum, nilai NPV lebih kecil, yakni Rp. 23,46 juta.

Internal Caset of Return (IRR)adalah tingkat bunga/ discounted factor

rate yang mempersamakan nilai sekarang (present value) penerimaan dengan nilai sekarang jumlah biaya yang dikeluarkan selama umur

proyek. Hasil perhitungan nilai IRR untuk proyek ini adalah 69,37% untuk skim KKPA dan 52,11% untuk skim kredit umum.

Benefit Cost Ratio (B/C) adalah nilai perbandingan antara benefit pada tingkat bunga yang berlaku (discount factor) dengan cost yang

didiskonto dengan tingkat bunga yang sama selama umur proyek. Hasil perhitungan B/C proyek ini dengan memanfaatkan skim KKPA,

adalah 7,1 dan skim kredit umum adalah 5,1.

Berdasarkan hasil perhitungan NPV, dan B/C di atas dapat disimpulkan

bahwa budidaya dan pengolahan minyak nilam pola kemitraan (PKT) baik dengan memanfaatkan skim KKPA maupun skim kredit umum

layak untuk dilaksanakan.

Untuk mengkaji apakah proyek ini masih layak untuk dibiayai oleh bank jika terjadi perubahan harga input dan penurunan harga output

maka dilakukakan analisis sensitivitas. Dengan asumsi cost naik 10% untuk skim KKPA di peroleh nilai NPV sebesar Rp. 25,65 juta. IRR

sebesar 59% dan Net B/C sebesar 5,97. Jika menggunakan skim kredit umum, kenaikan cost sebesar 10% akan menyebabkan

turunnya NPV, IRR dan B/C menjadi masing-masing Rp. 18,63 juta,

IRR 43,32% dan net B/C 4,17.

Sementara itu dengan asumsi benefit turun 10% untuk skim KKPA di peroleh nilai NPV sebesar Rp. 22,33 juta, IRR sebesar 57,36% dan net

B/C sebesar 5,8. Untuk skim kredit umum di peroleh NPV sebesar Rp. 15,94 juta, IRR 41,96% dan net B/C 4,03.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 28

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa kendatipun ada kenaikkan harga

input sampai 10% dan penurunan harga output sampai dengan 10%, proyek budidaya dan pengolahan minyak nilam masih layak dibiayai

oleh bank, baik untuk skim KKPA maupun skim kredit umum.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 29

6. Aspek Sosial Ekonomi

Manfaat Sosial Ekonomi

Proyek Kemitraan Terpadu budidaya dan industri minyak nilam ini akan membutuhkan tenaga kerja setidaknya 87 HOK untuk pekerjaan

pembukaan lahan, 77 HOK untuk pekerjaan penanaman nilam, dan masing-masing 161 HOK untuk pekerjaan pemeliharaan tanaman

belum menghasilkan dan pemeliharaan tanaman menghasilkan per hektar budidaya tanaman nilam. Disamping itu, untuk industri minyak

nilam membutuhkan tenaga kerja sedikitnya 4 orang dengan kapasitas unit pengolahan minyak nilam 100 kg daun nilam kering per batch.

Keberadaan Proyek Kemitraan Terpadu budidaya dan industri minyak nilam di harapkan akan merangsang masyarakat untuk menciptakan

bidang usaha lainnya sebagai pengaruh ganda (multiplier effect).

Manfaat Regional

Dari sudut pengembangan wilayah keberadaan proyek akan menjadi salah satu pusat kegiatan perekonomian subsektor perkebunan yang

tentunya akan memberikan dampak positif bagi pengembangan kegiatan pembangunan wilayah.

Keberhasilan usaha budidaya dan industri minyak nilam akan

meningkat pendapatan daerah. Pajak yang diperoleh dari hasil usaha

setiap tahunnya merupakan kontribusi yang cukup besar bagi usaha menunjang pembangunan daerah umumnya.

Minyak nilam merupakan komoditas untuk ekspor, sehingga dengan

demikian akan memberikan kontribusi bagi penghematan devisa negara.

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 30

7. Aspek Dampak Lingkungan

Pembahasan dampak kegiatan proyek terhadap komponen lingkungan dalam laporan ini, hanya menyajikan dampak negatif secara umum

yang diprakirakan akan terjadi. Analisis yang ditampilkan hanya secara deskriptif, karena data kuantitatif tidak tersedia.

Dampak Terhadap Lingkungan Fisik

Dampak kegiatan budidaya dan industri minyak nilam terhadap

lingkungan fisik di sebabkan oleh dua kegiatan utama, yakni kegiatan budidaya tanaman nlam dan kegiatan pengolahan daun nilam menjadi

minyak nilam. Dampak budidaya tanaman nilam yang berskala besar terhadap lingkungan fisik di antaranya adalah meningkatkan laju erosi

tanah (terutama pada tahap konstruksi/land clearing) dan menurunnya tingkat kesuburan tanah pada tahap pasca konstruksi

sebagai akibat dari pembudidayaan yang kurang intensif. Penurunan kesuburan tanah terutama disebabkan oleh rakusnya tanaman ini

terhadap unsur hara tanah jika di bandingkan dengan tanaman lainnya. Besarnya dampak penurunan kesuburan tanah ini masih di

golongkan tidak penting, karena skala usaha proyek ini hanya 200 ha untuk satu unit penyulingan minyak nilam.

Kegiatan industri minyak nilam dapat menyebabkan turunnya kualitas air di sekitar lokasi proyek pabrik yang akan menerima limbah cair

kegiatan industri ini. Oleh karena jumlah limbah cair yang dibuang relatif kecil, maka besarnya dampak masih tergolong tidak penting.

Kendatipun dampak kegiatan budidaya dan pengolahan min yak nilam

ini berdampak tidak penting terhadap komponen lingkungan fisik,

namun untuk menghindari terjadi akumulasi dampak (bahkan jika di kembangkan dalam skala besar) perlu diupayakan pengelolaan

lingkungannya seperti sistem pembukaan lahan yang baik, pemupukan yang tepat, pengembalian limbah padat hasil penyulingan ke tanaman

(pupuk) dan pengelolaan limbah cair dari unit penyulingan yang tidak langsung ke badan air.

Dampak Terhadap Komponen Flora

Dampak kegiatan budidaya dan penyulingan minyak nilam terhadap komponen flora hanya terjadi sebagai akibat dari kegiatan pembukaan

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 31

lahan. Hilangnya ekosistem flora, terutama pada lahan hutan

primer/sekunder sebagai akibat pembukaan lahan berskala besar, oleh karena proyek ini berskala kecil (200 ha), maka dampak terhadap

komponen flora tergolong tidak penting.

Berdasarkan skala usaha yang dikembangkan dan prakiraan dampak yang mungkin terjadi, sebagaimana diuraikan diatas, pengembangan

budidaya dan industri minyak nilam pola PKT untuk usaha kecil dan menengah tidak perlu mempersyarakatkan Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL).

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 32

8. Kesimpulan

1. Hingga saat ini Indonesia masih merupakan pemasok komoditas minyak nilam yang terpenting di dunia dimana posisi pasokan

mencapai diatas 90%. Posisi ini kelihatannya akan terus di pegang Indonesia karena tidak ada negara kompetitor lain yang

mengurangi dominasi Indonesia. Minyak nilam merupakan bahan

nabati yang tidak dapat dibuat bahan tiruan secara buatan (sintetis) sehingga tidak memungkinkan di hasilkan produk

sintetsi atau produk suplemen sehingga pasokan ini sifatnya akan lestari. Perkiraan kebutuhan nilam dunia saat ini sekitar

1000 - 2000 ton/tahun dengan tingkat pasokan sekitar 900 ton/tahun. Upaya untuk memacu pertumbuhan produksi ini pada

tingkat tertentu akan sangat riskan pada sisi permintaannya. Upaya pengembangan ini perlu dilakukan adalah menata dan

rekasaya teknis budidaya dan pengolahan pasca panen agar diciptakan pola usaha yang substansial dengan sasaran

tercapainya tingkat efisiennya tingkat efisiensi dan peningkatan mutu.

2. Pola pengembangan yang akan di lakukan adalah mengembangkan pola kemitraan antara kelompok petani 25

orang dengan luasan lahan masing-masing 1 hektar dan total

perkebunan 20 ha dan penyediaan alat penyulingan 1 unit yang dibiayai secara bersama. Posisi bapak angkat adalah

menampung hasil minyak nilam dari kelompok petani dan membeli pada tingkat harga yang disetujui bersama dan apabila

diperlukan menjadi avalist dalam pengajuan kredit.

3. Biaya proyek per petani untuk biaya modal budidaya dan

pengadaan peralatan 1 unit penyulingan yang dibiayai bersama Rp. 10.331.055 sedangkan IDC untuk masa tenggang 1 tahun

sebesar Rp. 1.663.101 untuk skim kredit KKPA dengan tingkat suku bunga 16% tahun dan Rp. 4.203.391 dengan skim KUK

dengan tingkat bunga 32%.

4. Umur tanaman di asumsikan sepanjang 3 tahun dan dilakukan

reinvestasi pada tahun ke-4.

5. Dari aliran kas terlihat bahwa para petani dapat melunasi

pinjaman pada tahun ke-6 dengan masa tenggang 1 tahun.

Defisit akan terjadi pada tahun ke-4 dan ke-8 dimana reinvestasi di lakukan namun karena ada akumulasi modal tahun ke-1 s/d

ke-3 maka defisit di tutup dari akumulasi aliran kas dari tahun ke-1 s/d tahun ke-3 dan ke-4 s/d tahun ke-7 . Disinilah peranan

Bank Indonesia – Budidaya dan Industri Minyak Nilam 33

bapak angkat di perlukan untuk mengatur agar petani

melakukan tabungan dari penyisihan keuntungan.

6. Analisa keuangan menyimpulkan dengan skim pembiayaan KKPA

dan KUK diperoleh NPV positif dan IRR sebesar 77,28%. Analisa sensitivitas menunjukkan bahwa apabila pendapatan turun 10%

,IRR turun menjadi 64,74% dan kalau biaya naik 10% IRR menjadi 65,92%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembiayaan

dengan kredit KKPA usaha ini layak di biayai sekalipun terjadi penurunan pendapatan 10% atau kenaikan biaya 10%.

7. Pengembangan usaha budidaya nilam akan memberikan dampak positif kepada perekonomian nasional maupun regional karena

komoditi ini menyumbang devisa negara dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya.