pola pembiayaan usaha (lending model pembuatan gula merah …

26
6 POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL) PEMBUATAN GULA MERAH TEBU DI DESA SLUMBUNG KECAMATAN NGADILUWIH KABUPATEN KEDIRI Yudhi Anggoro Stie Indocakti Malang ABSTRAK, Tujuan penelitian,menyediakan rujukan bagi perbankan dalam rangka meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM, Menyediakan bahan masukan untuk microsite UMKM di website Bank Indonesia, dengan menu pola pembiayaan dan menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui survei di wilayah yang potensial dalam usaha pembuatan gula merah dari tebu yaitu di Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kab. Kediri, Propinsi Jawa Timur. Kesimpulannya adalah permintaan akan produk gula merah tebu pada UMKM gula merah tebu di Desa Slumbung Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Dalam 1 bulan rata-rata permintaan gula merah tebu mencapai 20 sampai 25 ton untuk setiap pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu. Permintaan tertinggi terjadi pada menjelang Ramadhan dan Idul Fitri serta pada pertengahan tahun. Sementara permintaan terendah terjadi pada saat musim penghujan dimana kadar air dalam tebu lebih tinggi sehingga air nira tebu yang dihasilkan menjadi lebih sedikit yang berpengaruh pada penurunan kapasitas produksi gula merah tebu. Kata kunci : Pola pembiayaan usaha (Lending Model) PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Gula merah sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu pemanis makanan dan minuman yang bisa menjadi substitusi gula pasir. Produk gula merah ini adalah gula merah cetak dan gula merah pasir/urai. Gula merah tebu selama ini menjadi sumber mata pencaharian penting bagi para pengrajin/pengusaha UMKM di sentra-sentra produksinya. Salah satu sentra produksi gula merah tebu di Kabupaten Kediri adalah di Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Sentra industri Gula Merah Tebu di Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri memiliki 34 (tiga puluh) empat pengusaha/pengrajin UMKM, dengan kapasitas produksi per tahun mencapai 5.729 ton per tahun dan menyerap 307 tenaga kerja belum termasuk untuk tenaga tebang dan angkut tebu. Gula merah tebu adalah hasil olahan nira yang berbentuk padat dan berwarna coklat kemerahan sampai dengan coklat tua. Nira yang digunakan berasal dari tanaman tebu yang merupakan campuran dari berbagai komponen. Komposisi nira tebu tidak akan selalu sama, tergantung pada jenis tebu, kondisi geografis, tingkat kematangan, serta cara penanganan sebelum penebangan dan pengangkutan (Soerjadi, 1983). Nira merupakan cairan hasil penggilingan tebu yang berwarna coklat kehijauan. Nira tebu dalam keadaan segar akan terasa manis, berwarna coklat kehijauan dengan pH antara 5,5 sampai dengan 6,0. Nira sangat mudah mengalami kerusakan sehingga nira menjadi asam, berbuih dan berlendir. Apabila nira terlambat dimasak biasanya warna nira akan berubah menjadi keruh kekuningan, rasanya asam dan baunya menyengat. Kondisi dan sifat- sifat nira iniakan menentukan mutu dan sifat produk yang dihasilkan (Supriyadi, 1992). Gula merah tebu, selain untuk konsumsi rumah tangga juga menjadi bahan baku berbagai industri pangan seperti industri kecap, tauco, produk cookies, dan berbagai macam panganan

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

6

POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL)

PEMBUATAN GULA MERAH TEBU DI DESA SLUMBUNG

KECAMATAN NGADILUWIH KABUPATEN KEDIRI

Yudhi Anggoro

Stie Indocakti Malang

ABSTRAK, Tujuan penelitian,menyediakan rujukan bagi perbankan dalam rangka meningkatkan

pembiayaan terhadap UMKM, Menyediakan bahan masukan untuk microsite UMKM di website Bank

Indonesia, dengan menu pola pembiayaan dan menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM

yang bermaksud mengembangkan usahanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan

melalui survei di wilayah yang potensial dalam usaha pembuatan gula merah dari tebu yaitu di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kab. Kediri, Propinsi Jawa Timur. Kesimpulannya adalah

permintaan akan produk gula merah tebu pada UMKM gula merah tebu di Desa Slumbung Kecamatan

Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Dalam 1 bulan rata-rata permintaan gula merah tebu mencapai 20

sampai 25 ton untuk setiap pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu. Permintaan tertinggi terjadi

pada menjelang Ramadhan dan Idul Fitri serta pada pertengahan tahun. Sementara permintaan

terendah terjadi pada saat musim penghujan dimana kadar air dalam tebu lebih tinggi sehingga air nira

tebu yang dihasilkan menjadi lebih sedikit yang berpengaruh pada penurunan kapasitas produksi gula

merah tebu.

Kata kunci : Pola pembiayaan usaha (Lending Model)

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Gula merah sudah dikenal oleh masyarakat

Indonesia sebagai salah satu pemanis makanan

dan minuman yang bisa menjadi substitusi gula

pasir. Produk gula merah ini adalah gula merah

cetak dan gula merah pasir/urai. Gula merah

tebu selama ini menjadi sumber mata

pencaharian penting bagi para

pengrajin/pengusaha UMKM di sentra-sentra

produksinya. Salah satu sentra produksi gula

merah tebu di Kabupaten Kediri adalah di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten

Kediri. Sentra industri Gula Merah Tebu di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten

Kediri memiliki 34 (tiga puluh) empat

pengusaha/pengrajin UMKM, dengan kapasitas

produksi per tahun mencapai 5.729 ton per

tahun dan menyerap 307 tenaga kerja belum

termasuk untuk tenaga tebang dan angkut tebu.

Gula merah tebu adalah hasil olahan nira

yang berbentuk padat dan berwarna coklat

kemerahan sampai dengan coklat tua. Nira yang

digunakan berasal dari tanaman tebu yang

merupakan campuran dari berbagai komponen.

Komposisi nira tebu tidak akan selalu sama,

tergantung pada jenis tebu, kondisi geografis,

tingkat kematangan, serta cara penanganan

sebelum penebangan dan pengangkutan

(Soerjadi, 1983).

Nira merupakan cairan hasil penggilingan

tebu yang berwarna coklat kehijauan. Nira tebu

dalam keadaan segar akan terasa manis,

berwarna coklat kehijauan dengan pH antara 5,5

sampai dengan 6,0. Nira sangat mudah

mengalami kerusakan sehingga nira menjadi

asam, berbuih dan berlendir. Apabila nira

terlambat dimasak biasanya warna nira akan

berubah menjadi keruh kekuningan, rasanya

asam dan baunya menyengat. Kondisi dan sifat-

sifat nira iniakan menentukan mutu dan sifat

produk yang dihasilkan (Supriyadi, 1992). Gula

merah tebu, selain untuk konsumsi rumah

tangga juga menjadi bahan baku berbagai

industri pangan seperti industri kecap, tauco,

produk cookies, dan berbagai macam panganan

Page 2: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

7

tradisional. Gula merah tebu juga mulai

dikonsumsi di berbagai negara baik sebagai

konsumsi akhir maupun sebagai bahan baku dan

bahan tambahan dalam suatu industri. Gula

merah tebu banyak diminati di Jerman dan

Jepang, industri perhotelan, supermarket, pabrik

kecap, ekspor hingga pabrik anggur (Pakpahan.

A, 2000).

Dilihat dari sisi kesehatan, gula merah

memiliki banyak keunggulan dibandingkan

dengan gula pasir (gula putih). Nilai gizi gula

merah ternyata lebih baik dibandingkan dengan

gula pasir yang dikonsumsi manusia saat ini.

Muchtadi, D (1992) menyatakan bahwa

mengkonsumsi gula kristal putih sama saja

dengan mengkonsumsi kalori kosong yang tidak

memiliki manfaat nutrisi, para ahli gizi

biasanya menyebutnya dengan “sumber kalori

kosong”. Departemen Kesehatan menyatakan

bahwa walaupun pada gula pasir nilai kalorinya

cukup tinggi, yaitu 364 per 100 mg, namun

sebenarnya sudah tidak mengandung gizi lagi.

Perbandingan nilai gizi yang terkandung pada

berbagai jenis gula dapat dilihat pada tabel

berikut : Tabel 1.1

Nilai Gizi yang terkandung dalam setiap 100g berbagai jenis

Gula

Nilai Gizi

(mg)

G.

Kelapa

G.

Aren

G

Merah

Tebu

Gula

Pasir

Madu

Kalori 386.0 386.0 356.0 364.0 294

Protein 3.0 0.0 0.4 0.0 0.3

Lemak 10.0 0.0 0.5 0.0 0.0

Hidrat

Arang

76.0 95.0 90.6 94.0 79.5

Kalsium 76.0 75.0 51.0 5.0 5.0

Fosfor 37.0 35.0 44.0 1.0 16.0

Besi 2.6 3.0 4.2 0.1 0.9

Vit A 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Vit B1 0.0 0.0 0.02 0.0 9.0

Vit B2 0.0 0.0 0.03 0.0 0.0

Vit C 0.0 0.0 0.0 0.0 4.0

Air 10.0 9.0 7.4 5.4 20.0

Sumber : Departemen Kesehatan RI (1995)

Bahan baku utama dalam industri gula

merah di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih, Kabupaten Kediri diperoleh dari

hasil tanam sendiri dan membeli. Tebu yang

berasal dari hasil tanam sendiri terbagi menjadi

2 (dua) kelompok, yaitu tebu yang ditanam di

lahan milik sendiri atau lahan sewa, sementara

tebu yang dibeli berasal dari perkebunan milik

rakyat yang ada di desa-desa sekitar wilayah

Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. Pembelian tebu

rakyat bebas umumnya dilakukan antara bulan

Februari sampai dengan Juni dimana tebu masih

berusia 8 sampai dengan 10 bulan. Tebu dipilih

berdasarkan bentuk batang, kondisi perkebunan

dan umur tanaman. Berdasarkan bentuk batang,

tebu yang baik adalah tebu yang memiliki

batang besar dan lurus. Tebu yang bengkok atau

ambruk, belum cukup umur, dan tidak

memenuhi teknis pemeliharaan tanaman tebu

akan menurunkan mutu produk gula merah tebu

yang dihasilkan.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukan penelitian pola pembiayaan

industri gula merah dari tebu ini adalah sebagai

berikut :

1. Menyediakan rujukan bagi perbankan dalam

rangka meningkatkan pembiayaan terhadap

UMKM.

2. Menyediakan bahan masukan untuk

microsite UMKM di website Bank Indonesia

menu pola pembiayaan

(www.bi.go.id/web/id/UMKMBI).

3. Menyediakan informasi dan pengetahuan

bagi UMKM yang bermaksud

mengembangkan usahanya.

RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah :

1. Penelitian tentang industri gula merah dari

tebu, mulai dari perolehan bahan baku,

proses produksi, pemasaran sampai

penanganan limbah sisa hasil produksi.

2. Melakukan penelitian pola pembiayaan

komoditi meliputi aspek-aspek :

a. Aspek pemasaran, antara lain kondisi

permintaan, penawaran, harga, proyeksi

permintaan pasar dan rantai pemasaran

produk.

b. Aspek produksi, meliputi gambaran

komoditi, persyaratan teknis produksi, lokasi

usaha, bahan baku, tahap proses produksi

serta tenaga kerja.

c. Aspek keuangan, meliputi penghitungan

kebutuhan biaya investasi dan kelayakan

keuangan menggunakan analisis yang

Page 3: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

8

disesuaikan dengan jenis usaha yang meliputi

laba rugi, cash flow, net present value,

payback period, benefit cost ratio dan

internal rate of return termasuk analisis

sensitivitas.

d. Aspek sosial ekonomi, meliputi pengaruh

industri gula merah tebu yang diteliti

terhadap perekonomian, penciptaan lapangan

kerja dan pengaruh terhadap sektor lain.

e. Aspek dampak lingkungan, meliputi efek

negatif limbah hasil produksi terhadap

lingkungan sekitarnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan melalui survei di

wilayah yang potensial dalam usaha pembuatan

gula merah dari tebu yaitu di Desa Slumbung,

Kecamatan Ngadiluwih, Kab. Kediri, Propinsi

Jawa Timur. Adapun data yang diperlukan

sebagai berikut :

1) Data primer hasil FGD yang diperoleh antara

lain dari : Para Pengusaha/pengrajin Gula

Merah, Pengepul (Tengkulak) Gula Merah,

Kelompok Pengusaha Gula Merah, Pedagang

Gula Merah, Konsumen Gula Merah, Bagian

Perekonomian Kabupaten Kediri, Dinas

Pertanian Kabupaten Kediri, Dinas Koperasi,

UKM & Indag Kabupaten Kediri, UMKM,

Bank yang telah membiayai usaha dimaksud

dan asosiasi Pengusaha/pengrajin Gula

Merah.

2) Data sekunder dari perbankan umum,

instansi yang terkait (Bagian Perekonomian,

Dinas Pertanian, Disperindag Kabupaten

Kediri, BPS Kabupaten Kediri).

3) Tokoh masyarakat setempat (tokoh formal

dan informal)

Dari hasil pengumpulan data tersebut di

atas selanjutnya dilakukan analisis sebagai

berikut :

1) Analisis usaha, dilakukan untuk mengetahui

bagaimana pengaruh komoditi yang diteliti

dilihat dari aspek-aspek pemasaran,

produksi, sosial ekonomi dan dampak

lingkungan

2) Analisis pembiayaan, dilakukan untuk

mengetahui bagaimana prospek dan

kelayakan usaha dilihat dari aspek

keuangannya dengan tiga skenario

sensitivitas, yaitu:

a) Skenario I : Pendapatan proyek mengalami

penurunan dan biaya operasional dianggap

tetap.

b) Skenario II : Biaya operasional mengalami

kenaikan namun penerimaan proyek tetap.

c) Skenario III : Skenario ini adalah gabungan

dari skenario I dan II yaitu diasumsikan

penerimaan proyek mengalami penurunan

dan biaya operasional mengalami kenaikan.

Untuk kepentingan pengumpulan dan analisis

data tersebut di atas, sampel responden diambil

secara purposive random sampling.

PROFIL USAHA DAN POLA

PEMBIAYAAN

Profil Usaha

Industri gula merah tebu di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten

Kediri telah berlangsung secara turun temurun.

Data yang diperoleh dari survey lapangan

menunjukkan saat ini terdapat 34 (tiga puluh

empat) pengrajin/pengusaha UMKM Gula

Merah Tebu di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih, Kabupaten Kediri.

Usaha gula merah tebu pada umumnya tidak

dilaksanakan sepanjang tahun, mengingat bahan

baku usaha ini yaitu tebu tidak tersedia

sepanjang tahun. Hasil survey lapangan

menunjukkan rata-rata produksi gula merah tebu

di Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih,

Kabupaten Kediri oleh pengrajin/pengusaha

selama 6 sampai dengan 7 bulan dalam setahun.

Usia tanam tanaman tebu antara 8 sampai

dengan 10 bulan dengan ketersediaan bahan

baku tertinggi terjadi pada bulan Februari

sampai dengan Juni pada saat masa giling.

Ketidaktersediaan setiap tahun itulah yang

membuat harga gula merah tebu mempunyai

tingkat fluktuatif yang tinggi seperti terlihat

pada tabel berikut :

Tabel 2.1

Tren Harga Gula Merah Tebu

Harga/kg Keterangan

Rp 6.000,- s/d Rp

8.000,-

Pertengahan tahun,

dan menjelang puasa-

lebaran

Page 4: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

9

Rp 4.500,- s/d Rp

5.500,- Musim penghujan

Rp 6.500,- s/d Rp

7.000,- Pasar ekspor

Untuk memenuhi kebutuhan ekspor, salah satu

pengrajin/pengusaha UMKM di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri

sudah ada yang memproduksi untuk memenuhi

permintaan dari Jepang dengan kapasitas

produksi pesanan tahun ini mencapai 240 ton.

Untuk memenuhi pesanan ekspor ini, gula

merah tebu produksi pengrajin/pengusaha

UMKM di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih telah memenuhi standar mutu

produksi yang ditetapkan. Produk gula merah

tebu untuk memenuhi pasar ekspor telah

memiliki sertifikat SNI (Standar Nasional

Indonesia) dan telah memiliki merk.

Pemasaran gula merah tebu dari hasil produksi

para

pengrajin/pengusaha

UMKM di Desa

Slumbung,

Kecamatan

Ngadiluwih biasanya

langsung dijual pada

pedagang pengumpul

(pedagang perantara)

yang datang pada waktu-waktu tertentu.

Sebagian besar pengrajin/pengusaha gula merah

tebu (50%) memproduksi gula merah tebu

dalam bentuk gula merah pasir/urai. Sementara

untuk produksi gula merah cetak, sebagian besar

pengrajin/pengusaha (28%) memproduksi gula

merah cetak dalam bentuk gula merah

tempurung. Oleh Para pedagang

pengepul/perantara produk gula merah tebu/urai

dipergunakan untuk memasok industri seperti

industri kecap, industri cookies atau industri

makanan lainnya, sementara untuk pesanan

ekspor, gula merah cetak yang diproduksi adalah

gula merah bata atau gula merah kubus.

Produk yang memiliki kualitas baik

berdasarkan wawancara lapangan adalah produk

gula dengan rasa sangat manis dan berwarna

kekuning-kuningan. Hasil tersebut dapat

diperoleh apabila pH nira berkisar antara 6

sampai dengan 6.5, suhu nira dalam pengolahan

tidak lebih dari 1100 derajat Celcius, tingkat

kemasakan dan kekentalan gula untuk siap

dikeluarkan dari wajan harus mencapai derajat

Brix di atas 85 persen dan untuk mencapai lama

daya tahan tertentu harus memiliki kadar air

tertentu (Purnomo, Edi. 1997).

Proses produksi gula merah tebu di

tingkatan pengrajin/pengusaha UMKM sebagian

besar masih dilakukan dengan peralatan yang

sederhana (manual), hanya sebagian kecil

pengrajin/pengusaha UMKM yang sudah

menggunakan peralatan mekanik. Peralatan

produksi terdiri atas sebuah mesin penggiling

tebu yang digerakkan oleh mesin diesel, sebuah

tungku pengapian yang diatasnya terdapat 7

(tujuh) buah wajan untuk memasak nira, sebuah

bak atau wadah untuk mendinginkan atau

mengkristalkan gula yang sudah masak dan alat

cetak (tempurung kelapa, cetakan batu merah,

bambu atau paralon).

Secara teknis, peralatan yang digunakan

kurang memadai untuk mendapatkan kualitas

produksi yang baik dan standar, peralatan ukur

yang diperlukan untuk pengendalian yang ketat

terhadap tingkat keasaman nira, tingginya suhu

pengapian, tingkat kemasakan gula dan kadar air

gula belum dimiliki oleh para pengrajin dan

perannya digantikan oleh manusia yaitu para

karyawan (pegawai bagian produksi).

Rata-rata jumlah karyawan yang dimiliki

setiap pengusaha/pengrajin UMKM gula merah

tebu adalah sebanyak 8 orang karyawan. Meski

tergolong usaha mikro, kecil dan menengah,

karyawan dari usaha gula merah tebu tersebut

sebagian besar bukan dari anggota keluarga. Hal

ini dikarenakan pengrajin/pengusaha UMKM

gula merah tebu sangat memerlukan tenaga

kerja yang berpengalaman yang memiliki

kemampuan menaksir suhu pengapian, derajat

kekentalan gula yang sudah masak dan kadar air

gula. Untuk pengrajin/pengusaha UMKM gula

merah tebu yang memenuhi pesanan pasar

ekspor jumlah karyawan yang dimiliki sekitar

20 orang, dimana sebagian besar adalah

karyawan tidak tetap di bagian produksi.

Kapasitas produksi setiap pengrajin/

pengusaha UMKM gula merah tebu di Desa

Grafik 2.1 Bentuk Produk Gula

Merah

Page 5: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

10

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri rata-

rata sekitar 700-1000 kg/hari (sekitar 62.4% dari

34 pengrajin/pengusaha UMKM) dengan jam

kerja selama 10 jam, sehingga total kapasitas

produksi per tahun mencapai 140-200 ton per

pengusaha/pengrajin gula merah tebu dengan

lama kerja selama 6 sampai 7 bulan. Untuk

tujuan ekspor, kapasitas produksi mencapai

1600 kg per hari atau 288 ton per tahun dengan

lama kerja 6 bulan.

Konsumen produk gula merah tebu

sebagian besar adalah pengumpul/tengkulak

(65%) dan pedagang gula merah besar (35%)

yang menyatakan akan membeli gula merah

tebu dari Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih pada semua tingkat produksi. Hasil

produksi gula merah tebu sebagian besar dijual

di Kediri dan sekitarnya, selebihnya di luar

Kediri (Jawa) dan pasar ekspor (Jepang).

Seperti umumnya daerah sentra usaha,

lokasi usaha gula merah tebu di lokasi penelitian

ini juga terkonsentrasi pada suatu daerah sentra

produksi yang dijalankan diatas tanah yang

cukup luas milik sendiri yang terletak di area

pemukiman pedesaan, hal ini memudahkan

pihak-pihak terkait untuk berkontribusi dalam

membantu dan mengembangkan pelaku usaha,

misalnya bantuan teknis dan peralatan dari

Dinas-Dinas terkait seperti Dinas Kehutanan dan

Perkebunan, Bagian Perekonomian maupun

Dinas Koperasi, Industri dan Perdagangan

Pemerintah Kabupaten Kediri.

PENGENALAN TERHADAP PRODUK

GULA MERAH TEBU

Produk Gula Merah Tebu

Gula adalah suatu istilah umum yang sering

diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan

sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan

biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa,

yaitu gula yang diperoleh dari bit atau tebu.

Salah satu jenis pemanis alami adalah gula

merah. Jenis gula merah ini mengandung

bermacam-macam gula selain sukrosa (Buckle.

KA, 1987).

Menurut asalnya bahan pemanis dapat

dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu bahan

pemanis alami dan bahan pemanis sintetis.

Jenis-jenis bahan pemanis alami di Indonesia

diperoleh dari berbagai tanaman yaitu tebu,

singkong, aren, kelapa, siwalan, jagung, nipah

dan stevia rebaudiana (Aini, 2002). Salah satu

bahan baku yang digunakan dalam industri gula

merah tebu adalah tanaman tebu. Tebu

(saccharum officinarum) merupakan tanaman

perkebunan atau industri berupa rumput

tahunan. Tebu membutuhkan musim dengan

keadaan iklim yang panas, cukup sinar matahari

dan lembab pada fase tumbuhnya. Temperatur

rata-rata adalah sekitar 200 C, intensitas cahaya

lebih dari 1.200 jam/tahun dan penyediaan air

yang cukup merupakan persyaratan tumbuh

yang optimal. Tebu membutuhkan curah hujan

sebanyak lebih dari 1.300 mm/musim

pertumbuhan, sehingga peramalan iklim sangat

penting dilakukan. (Tjokrodirdjo. HS, 1999).

Menurut Goutara dan Wijandi (1975) rendemen

dipengaruhi oleh teknik budidaya tanaman tebu.

Masa kemasakan tebu adalah suatu gejala bahwa

pada akhir dari pertumbuhannya terdapat

timbunan sakarosa di dalam tebu. Tebu masak

untuk dipanen dibutuhkan keadaan kering tanpa

hujan sehingga pertumbuhan terhenti, hujan

terus menerus turun menyebabkan kemasakan

tertunda sehingga rendemen menjadi rendah.

Nira adalah bahan baku dalam pembentukan

gula merah. Nira tebu berupa cairan hasil

ekstraksi batang tebu yang mengandung gula

antara 10 – 20% (b/v). Nira tebu inilah yang

diolah menjadi gula merah tebu dengan

komposisi terdiri dari karbohidrat, protein, air

dan pati. Nira mempunyai rasa manis, berbau

harum dan tidak berwarna (Supriyadi, 1992)

Gula merah merupakan hasil olahan nira dengan

cara menguapkan airnya kemudian dicetak. Gula

merah berbentuk padat dan warnanya bervariasi

dari coklat kemerahan sampai dengan coklat tua.

Mutu Gula Merah Tebu

Menurut Purnomo, Edi (1997) mutu gula merah

ditentukan dari rasa, bentuk, warna dan

kekerasan. Kekerasan dan warna gula merah

sangat ditentukan oleh mutu nira yang telah

terfermentasi. Gula merah memiliki tekstur dan

struktur yang kompak, serta tidak terlalu keras,

sehingga mudah dipatahkan dan memberi kesan

empuk. Namun apabila gula merah disimpan

Page 6: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

11

pada tempat yang lembab atau terkena air maka

teksturnya akan menjadi lembek.

a) Warna gula merah

Gula merah yang warnanya lebih cerah

dianggap memiliki kualitas yang baik. Warna

gula merah ditentukan oleh mutu nira yang

digunakan. Nira yang telah terfermentasi

mengandung asam dan gula pereduksi relatif

tinggi, kandungan gula pereduksi berperan

penting dalam pencoklatan pada gula merah. Hal

ini dikarenakan gula yang siap melakukan reaksi

pencoklatan adalah gula pereduksi, sedangkan

gula non pereduksi harus mengalami perubahan

menjadi gula pereduksi terlebih dahulu.

b) Kekerasan gula merah

Kekerasan gula merah dipengaruhi oleh

beberapa faktor, seperti mutu nira, kadar air dan

kadar lemak. Mutu nira berhubungan dengan

jumlah sukrosa yang terdapat di dalamnya.

Semakin baik mutu nira, jumlah sukrosanya

akan semakin tinggi dan gula merah yang

terbentuk akan memiliki tekstur yang baik.

Apabila sukrosa telah terinversi maka gula

merah akan sulit mengeras.

Air dan lemak merupakan komponen yang

berpengaruh terhadap keempukan gula. Semakin

tinggi kadar air maka kekerasan gula merah

akan semakin rendah. Sementara molekul-

molekul lemak di dalam gula merah membentuk

globula-globula yang menyebar diantara kristal

atau butiran gula sehingga kekerasan gula akan

berkurang atau keempukannya akan bertambah.

c) Rasa gula merah

Gula merah memiliki nilai kemanisan 100%

lebih manis dibandingkan dengan gula pasir.

Nilai kemanisan ini terutama disebabkan adanya

fruktosa dalam gula merah yang memiliki nilai

kemanisan lebih tinggi daripada sukrosanya.

Gula merah juga memiliki rasa sedikit asam

karena adanya kandungan asam-asam organik di

dalamnya. Adanya asam-asam ini menyebabkan

gula merah mempunyai aroma yang khas,

sedikit asam dan berbau karamel. Rasa karamel

pada gula merah diduga disebabkan adanya

reaksi karamelisasi akibat panas selama

pemasakan.

d) Adsorpsi Air

Gula merah memiliki sifat kering dan tidak

terlalu kering, karena kadar air mempengaruhi

keempukan gula merah. Kadar air yang terdapat

pada gula merah kurang dari 12%. Kadar air

yang terlalu tinggi menyebabkan gula merah

menjadi lembek dan cepak rusak.

Mutu gula merah tebu secara rinci dituangkan

dalam SNI 01-6237-2000 yang dikeluarkan oleh

Badan Standarisasi Nasional, dapat dilihat pada

tabel berikut: Tabel 2.2

Spesifikasi Persyaratan Mutu Gula Merah Tebu

No Jenis Uji Satua

n

Persyaratan

Mutu 1 Mutu 2

1 Keadaan

bau

rasa

warna

penampakan

-

-

-

-

Khas

Khas

Coklat muda sampai

tua

Tidak berjamur

Khas

Khas

Coklat muda

sampai tua

Tidak

berjamur

2 Bagian yang larut

dalam air, b/b

% Maksimum 1.0 Maksimum

5.0

3 Air, b/b % Maksimum 8.0 Maksimum

10.0

4 Gula (dihitung

sebagai sakarosa),

b/b

% Minimum 65 Minimum 60

5 Gula pereduksi

(dihitung sebagai

glukosa), b/b

% Maksimum 11 Maksimum 14

6 Bahan tambahan

makanan pengawet

residu

benzoat

mg/k

g

mg/k

g

Maksimum

20

Maksimum

200

Maksimum

20

Maksimum

200 7 Cemaran logam

timbal (Pb)

tembaga (Cu)

seng (Zn)

timah (Sn)

raksa (Hg)

mg/k

g

mg/k

g

mg/k

g

mg/k

g

mg/k

g

Maksimum 2.0

Maksimum 2.0

Maksimum 40.0

Maksimum 40.0

Maksimum 0.03

Maksimum

2.0

Maksimum

2.0

Maksimum

40.0

Maksimum

40.0

Maksimum

0.03

8 Cemaran arsen mg/k

g

Maksimum 0.1 Maksimum

0.1

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2000)

Hampir semua spesifikasi persyaratan mutu gula

merah tebu memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan Standart Nasional Indonesia kecuali

kadar abu yang masih belum memenuhi

persyaratan SNI.

POLA PEMBIAYAAN

Sumber pembiayaan produksi gula merah tebu

pada pengrajin/pengusaha UMKM Gula Merah

Tebu sebagian besar berasal dari dana/modal

pribadi (79% dari total 34 pengrajin/pengusaha

UMKM), dan sisanya 21% berasal dari

pinjaman/kredit. Untuk sumber pembiayaan

dari kredit/pinjaman modal, 86% berasal dari

Page 7: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

12

pinjaman modal dari lembaga keuangan

(bank/koperasi), sementara sisanya 14% berasal

dari pinjaman pedagang perantara/ pedagang

pengepul.

Pembiayaan modal dari pinjaman/kredit

sebagian besar dipergunakan untuk membeli

bahan baku (54,5% dari total

pengrajin/pengusaha UMKM yang

menggunakan pinjaman/kredit). Sementara itu

36.4% pengrajin/pengusaha UMKM

menggunakan pinjaman/kredit untuk membeli

peralatan produksi dan sisanya 9.1%

menggunakan pinjaman modal/kredit untuk

keperluan konsumsi/kebutuhan sehari-hari.

Untuk pengusaha/pengrajin UMKM gula merah

tebu dengan kapasitas produksi skala kecil

sampai dengan menengah (600 sampai dengan

800 kg per hari) menggunakan pinjaman/kredit

untuk konsumsi/kebutuhan sehari-hari (20%)

dan membeli peralatan baru (80%). Sementara

itu untuk pengrajin/pengusaha UMKM gula

merah tebu dengan kapasitas produksi skala

besar (> 1000 kg per hari) menggunakan

pinjaman/kredit untuk membeli peralatan baru

(33.3%) dan membeli bahan baku (66.7%).

Berdasarkan hasil wawancara dilapangan dapat

diketahui bahwa pengembangian pinjaman

tersebut mempunyai sistem dan jangka waktu

pengembalian yang bervariasi sebagaimana

tergambar pada tabel berikut :

Tabel 2.3 Sistem Pengembalian pembiayaan Produksi Gula Merah Tebu

Sumber Besar Dana Lama

pengembali

an

Dana

Pribadi/perorangan

Rp 15.000.000 – Rp. 250.000.000,- 1 s/d 3 tahun

Kredit s/d Rp 50.000.000,- 1 tahun

Rp.100.000.000,- s/d Rp

300.000.000,-

3 s/d 6 tahun

Pengepul/pedagang

perantara

Sesuai kebutuhan dalam bentuk

hasil produksi

Hasil temuan dilapangan diketahui bahwa pola

pembiayaan UMKM gula merah tebu di Desa

Slumbung, Ngadiluwih, Kediri menunjukkan

penggunaan fasilitas kredit/permodalan dari

bank atau lembaga keuangan lainnya masih

minim, masih banyak UMKM gula merah tebu

di Desa Slumbung, Ngadiluwih, Kediri yang

belum mempergunakan fasilitas kredit dari bank

atau lembaga keuangan lainnya, baik kredit

investasi maupun kredit modal kerja. Dari hasil

wawancara juga diketahui bahwa pengusaha/

pengrajin UMKM gula merah tebu di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri,

sebagian besar (64% pengusaha/pengrajin

UMKM) menginginkan pola pembiayaan seperti

yang sudah ada saat ini, sementara 36%

pengusaha/pengrajin UMKM menginginkan

adanya perubahan dalam pola pembiayaan

UMKM di masa mendatang. Data survey juga

menunjukkan terdapat 25% pengusaha/pengrajin

UMKM Gula Merah Tebu yang sebelumnya

menggunakan modal sendiri/dana pribadi ke

depan menjajaki kemungkinan mengambil

sumber pembiayaan dari bank/lembaga

keuangan, bahkan pengusaha/pengrajin UMKM

Gula Merah Tebu yang sebelumnya mengambil

pinjaman dari pedagang pengepul/pedagang

perantara ke depan juga menjajaki kemungkinan

mengambil sumber pembiayaan dari

bank/lembaga keuangan dengan syarat mencari

suku bunga yang lebih rendah.

Dari hasil wawancara terhadap

perbankan/lembaga keuangan penyedia

modal/kredit yang ada, persepsi terhadap

UMKM di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih, Kabupaten Kediri cukup baik,

pihak perbankan menilai usaha gula merah tebu

yang diusahakan pengusaha/pengrajin UMKM

di desa tersebut memiliki prospek dan layak

memperoleh pinjaman modal baik dalam bentuk

kredit investasi maupun kredit modal kerja.

Namun pihak perbankan/lembaga keuangan

belum menunjukkan perannya yang optimal,

karena dari hasil wawancara menunjukkan

bahwa sebagian besar bank/lembaga keuangan

di sekitar wilayah penelitian belum pernah

menyalurkan modal/kredit bagi pengrajin atau

pengusaha UMKM gula merah tebu setempat.

Page 8: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

13

Hanya beberapa pengrajin/pengusaha UMKM

gula merah tebu setempat yang pernah

mengajukan kredit/pinjaman ke bank/lembaga

keuangan. Ada beberapa kendala terkait

keengganan pengrajin/pengusaha UMKM di

Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri

untuk mengajukan bantuan permodalan kepada

bank/lembaga keuangan antara lain sebagai

berikut: Beberapa bank/lembaga keuangan

belum bisa menerapkan skim kredit

pengembalian pinjaman dengan pola musiman,

sehingga jika ada pengusaha/pengrajin yang

mengajukan pinjaman/kredit dengan sistem

tersebut belum bisa diproses. Sebagian

pengusaha/ pengrajin UMKM lebih suka

meminjam dana dari pribadi dan pedagang

pengepul besar/pedagang perantara karena

prosesnya lebih mudah dan sistem

pengembaliannya sederhana (meminjam dana

dan mengembalikan dalam bentuk produk gula

merah tebu). Beberapa pengrajin/pengusaha

UMKM di Desa Slumbung membutuhkan

pinjaman/kredit dalam jumlah besar dimana

beberapa bank/lembaga keuangan menganggap

plafon yang diajukan melebihi kelayakan usaha.

Pihak perbankan menilai sistem administrasi

keuangan pengrajin/pengusaha UMKM gula

merah tebu di Desa Slumbung belum berjalan

dengan baik (masih sangat sederhana), sehingga

pihak bank/lembaga keuangan mengalami

kesulitan dalam kaitannya dengan penilaian

kelayakan investasi.

Padahal apabila dilihat dari kinerja

pengembalian pinjaman/kredit yang pernah

diajukan, pengrajin/pengusaha UMKM di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih selalu

mengembalikan sesuai dengan jangka waktu

yang ditetapkan bank yang bersangkutan serta

tidak pernah ada kendala dalam hal

pengembalian (selalu tepat waktu).

ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

ASPEK PASAR

Permintaan

Usaha gula merah tebu di Indonesia

memiliki potensi yang menjanjikan untuk

dikembangkan. Hal ini dapat diketahui dari

tingginya permintaan baik untuk pasar lokal

(dalam negeri) maupun konsumsi ekspor. Hasil

survey lapangan pada UMKM di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri

menunjukkan bahwa setiap UMKM dalam

sebulan dapat memperoleh pesanan 20 sampai

25 ton per bulan. Permintaan terendah

pengrajin/pengusaha UMKM mencapai 12 ton

dalam sebulan, sementara permintaan tertinggi

pengrajin/pengusaha UMKM mencapai 58 ton

dalam sebulan. Demikian halnya untuk pasar

ekspor dimana dalam 1 tahun ekspor gula merah

tebu dari salah satu pengrajin/pengusaha

UMKM di Desa Slumbung mencapai 240 ton.

Kapasitas produksi seluruh pengrajin/pengusaha

UMKM Desa Slumbung dalam 1 bulan yang

mencapai 894,8 ton ternyata belum mampu

memenuhi permintaan akan produk gula merah

tebu secara keseluruhan. Permintaan produk

gula merah tebu produksi UMKM Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih dalam 1

bulan diperkirakan mencapai lebih dari 1000

ton. Fakta penelitian yang didapat serta hasil

wawancara dengan pengusaha/pengrajin

UMKM di Desa Slumbung menyebutkan bahwa

berapa pun hasil produksi gula merah dari

UMKM di Desa Slumbung, Ngadiluwih selalu

terserap oleh pasar melalui pedagang gula

merah/pedagang pengumpul sebagai perantara.

Namun fakta dilapangan juga menunjukkan

bahwa konsumen gula merah tebu produksi

UMKM Desa Slumbung adalah pedagang

pengumpul besar dan pedagang perantara gula

merah tebu. Untuk konsumsi pasar lokal (dalam

negeri), area pemasaran pedagang perantara dan

pedagang pengumpul besar sebagian besar

adalah pedagang pasar/pracangan di sekitar

Ngadiluwih dan Kota/Kabupaten Kediri, serta

industri makanan/minuman di Surabaya dan

Jakarta. Selebihnya area pemasaran meliputi

beberapa Kabupaten di Jawa Timur seperti

Nganjuk, Tulungagung, Blitar, Mojokerto,

Sidoarjo dan Surabaya. Sedangkan untuk pasar

ekspor (luar negeri), produk gula merah tebu

salah satu pengrajin/pengusaha UMKM di Desa

Slumbung ditujukan ke pasar Jepang sebagai

bahan baku industri makanan dan minuman.

Permintaan gula merah tebu mengalami

peningkatan pada masa menjelang ramadhan

Page 9: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

14

dan Hari Raya Idul Fitri atau pada pertengahan

tahun menjelang tahun ajaran Baru. Permintaan

gula merah tebu pada setiap pengrajin/

pengusaha UMKM gula merah tebu di Desa

Slumbung pada periode peningkatan permintaan

antara 25 sampai 30 ton per bulan. Bahkan ada

beberapa pengrajin/pengusaha UMKM yang

mendapatkan permintaan gula merah tebu diatas

30 ton per bulan.

Sementara untuk pasar ekspor (luar negeri),

permintaan gula merah tebu relatif stabil

sepanjang tahun. Dalam 1 tahun permintaan

ekspor gula merah tebu dari UMKM Slumbung

ke Jepang mencapai 240 ton, atau dalam 1 bulan

rata-rata mencapai 40 ton gula merah tebu.

Penurunan permintaan gula merah tebu terjadi

saat musim penghujan, dimana kondisi

rendemen sangat rendah, sehingga

mengakibatkan produksi gula merah tebu saat

musim penghujan mengalami penurunan.

Permintaan gula merah tebu pada setiap

pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu di

Desa Slumbung pada periode penurunan

permintaan antara 15 sampai 20 ton per bulan.

Penawaran

Di Indonesia, usaha gula merah tebu

banyak dikembangkan di wilayah dataran

rendah, dimana tebu sebagai bahan baku produk

gula merah tebu dapat tumbuh dengan baik. Di

Pulau Jawa, tebu merupakan komoditas

musiman yang diusahakan dan dikelola dengan

baik. Salah satu pengelolaan tanaman tebu

sebagai komoditas perkebunan yang mempunyai

nilai tambah adalah melalui kegiatan musim

giling pada pabrik-pabrik gula yang mayoritas

tersebar di hampir semua kabupaten di Pulau

Jawa.

Tabel 3.1

Produksi gula di Indonesia tahun 2005-2009

No Tahun Produksi Gula Tebu (dalam ribu

ton)

1 2005 2.241,7

2 2006 2.307,0

3 2007 2.623,8

4 2008 2.668,4

5 2009 2.684,8

Sumber : Departemen Pertanian Indonesia, 2006

Berdasarkan Tabel 3.1 dapat diketahui

bahwa produksi gula tebu relatif meningkat dari

tahun ke tahun selama periode 2005 sampai

dengan 2009. Kondisi ini menunjukkan

produktifitas tanaman tebu sebagai bahan baku

pembuatan gula tebu juga cenderung meningkat

dari tahun ke tahun. Peningkatan produktifitas

tanaman tebu dari tahun ke tahun selama 5 tahun

terakhir mengindikasikan jaminan adanya

pasokan bahan baku. Jaminan pasokan bahan

baku juga ditunjukkan dengan adanya fakta

bahwa tanaman tebu merupakan tanaman

produktif yang selalu ada dari tahun ke tahun.

Hal ini ditunjukkan dengan beroperasinya

pabrik-pabrik gula di Indonesia dalam kurun 2

sampai 3 dekade terakhir ini.

Adapun untuk ketersediaan tanaman tebu

sebagai jaminan adanya pasokan bahan baku

yang dilihat dari luas panen tanaman tebu dan

produksi gula tebu di Kabupaten Kediri periode

2005 sampai dengan 2009, dapat dilihat pada

tabel berikut : Tabel 3.2

Luas Lahan Tebu Dan Produksi Gula Tebu Di Kabupaten

Kediri

No Tahun Luas lahan tebu

(Hektar/ha)

Produksi gula tebu

(ton)

1 2005 19.209,20 123.301,11

2 2006 15.418,01 112.698,36

3 2007 16.774,77 120.586,34

4 2008 15.273,93 109.051,84

5 2009 21.688,46 128.390,25

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab Kediri, 2010

Tabel 3.2 menunjukkan luas lahan tebu dan

produksi gula tebu di Kabupaten Kediri

cenderung stabil dalam 5 tahun terakhir. Bahkan

pada tahun 2009 luas lahan panen tebu dan

produksi gula tebu cenderung mengalami

peningkatan. Khusus untuk Kecamatan

Ngadiluwih pada tahun 2009, luas lahan panen

tebu mencapai 1.908,30 hektar dengan produksi

gula tebu mencapai 12.636,96 ton. Sehingga

jaminan pasokan bahan baku tebu ini berarti

bahwa usaha gula merah tebu dapat terus

berkelanjutan dan berpeluang untuk

meningkatkan kapasitas produksinya. Dengan

demikian, dari sisi penawaran berpotensi untuk

menaikkan produk gula merah tebu sebagai

upaya untuk memenuhi permintaan yang

cenderung makin tinggi dari tahun ke tahun.

Analisis persaingan dan peluang pasar

Page 10: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

15

Gula merah cetak atau gula merah

pasir/urai yang dihasilkan pengrajin/pengusaha

UMKM di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih, pada umumnya dipasarkan pada

pedagang/pedagang pengumpul yang datang

pada sentra-sentra industri gula merah tebu

tersebut. Oleh pedagang/pedagang pengumpul

gula merah produksi pengrajin/pengusaha di

Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri

dipasarkan pada industri-industri pengguna gula

merah. Industri-industri tersebut menggunakan

gula merah (gula merah cetak dan gula merah

pasir/urai) sebagai bahan baku produksinya.

Beberapa industri yang menggunakan gula

merah tebu sebagai bahan baku produksinya

antara lain adalah perusahaan roti atau cookies,

perusahaan kecap, perusahaan permen, industri

penghasil jenang

(dodol), dan

beberapa perusahaan

makanan dan

minuman lainnya.

Hasil wawancara

dengan pedagang

gula merah tebu

sebagai konsumen

langsung UMKM

gula merah tebu di Desa Slumbung,

Ngadiluwih, Kediri menunjukkan bahwa

konsumen utama mereka adalah pedagang

pasar/pracangan (51%), selanjutnya industri

makanan dan minuman (27%) dan rumah

tangga (22%).

Area pasar lokal bagi pedagang gula merah

tebu produksi UMKM Desa Slumbung adalah

Kabupaten/Kota Kediri (57%), sekitar

Kecamatan Ngadiluwih saja (22%) dan

Kabupaten-Kabupaten lain di Jawa Timur

(21%).

Selain kepada pedagang gula merah tebu

sebagai perantara distribusi gula merah tebu,

pengrajin/pengusaha UMKM di Desa Slumbung

menjual produk gula merah tebu kepada

pedagang pengumpul besar. Hasil wawancara

dengan pedagang pengumpul besar

menunjukkan bahwa mereka menjual produk

gula merah tebu produksi UMKM Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri

kepada pedagang pasar/pracangan dan industri

makanan dan minuman. Sementara untuk area

distribusi pedagang pengumpul besar adalah

sekitar Ngadiluwih dan Kediri untuk konsumen

pedagang pasar/pracangan dan Surabaya/Jakarta

untuk konsumen industri makanan dan

minuman. Selain untuk pasar lokal, UMKM

Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri

juga menjual produknya untuk pasar ekspor

(luar negeri). Salah satu pengusaha/pengrajin

UMKM di Desa Slumbung dalam beberapa

tahun sudah memenuhi pasar ekspor di Jepang.

Volume ekspor gula merah tebu untuk pasar

Jepang mencapai 240 ton setiap tahunnya.

Persaingan antar usaha gula merah tebu di lokasi

penelitian cenderung tidak terlalu tinggi

mengingat jumlah pengrajin/pengusaha UMKM

gula merah tebu tidak terlalu banyak. Dengan

demikian jumlah penawaran masih di bawah

permintaan pasar, terutama menjelang bulan

Ramadhan dan Idul Fitri serta pertengahan

tahun. Pada bagian sebelumnya juga telah

diuraikan bahwa pengusaha/pengrajin UMKM

gula merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih seringkali tidak mampu memenuhi

permintaan pasar. Hal ini ditunjukkan dengan

berapa pun kapasitas produksi gula merah tebu

yang dihasilkan semuanya dapat terserap oleh

pasar.

ASPEK PEMASARAN

Produk

Konsep Pemasaran yang paling mendasar adalah

konsep 4P, yaitu Product, Price, Placement dan

Promotion. Agar bisa kompetitif dari sisi

produk, maka ada 3 point penting yang sangat

berpengaruh, yaitu Product Quality (Kualitas

Produk), Product Innovation (Inovasi Produk)

dan Product Design and Packaging (Desain dan

Kemasan Produk). Apabila ketiga point tersebut

dapat dipenuhi, maka akan meningkatkan

Product Added Value (Nilai Tambah Produk).

Berbicara tentang kualitas produk, maka

berdasarkan informasi dari Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Kediri yang pernah

bekerjasama dengan peneliti IPB menyebutkan

bahwa produk gula merah tebu produksi

pengrajin Desa Slumbung Kecamatan

Ngadiluwih Kabupaten Kediri secara umum

Page 11: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

16

sudah memenuhi standard kualitas hanya kadar

abu dalam produk yang masih tinggi. Hal ini

yang harus didalami dan diperbaiki oleh

pengrajin gula merah tebu setempat. Selanjutnya

berbicara tentang inovasi produk, terlihat bahwa

sebenarnya sebagian besar pengrajin gula merah

tebu setempat hanya membuat produk

berdasarkan permintaan pedagang atau

pengumpul besar yang menampung produk

mereka dan merasa cukup bisa bertahan dengan

kondisi tersebut sehingga inovasi produkpun

relatif tidak terjadi. Akibatnya dengan relatif

rendahnya inovasi produk yang ada, maka nilai

tambah terhadap produkpun menjadi rendah

sehingga akan sulit meningkatkan harga jual

produk.

Salah satu contoh kongkrit terhadap inovasi

produk ini adalah pembuatan Gula Merah

Semut, dimana produk ini bisa dijual dengan

harga hingga Rp11.000,00 per kilogram hanya

dengan sedikit pengolahan tambahan

dibandingkan dengan produk-produk yang

sekarang sudah ada yang tertinggi hanya bisa

dijual dengan harga Rp8.000,00 perkg. Inovasi

produk seperti ini yang bisa menjadi motivasi

bagi pengrajin gula merah tebu yang ada dan

perlu dikembangkan bersama-sama oleh

pengrajin gula merah tebu di Desa Slumbung

Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri. Satu

lagi yang sering terlupakan atau tidak

diperhatikan oleh UKM secara umum adalah

Desain dan Kemasan Produk.

Pengrajin UKM biasanya menjual

produknya apa adanya tanpa diberi merek dan

dikemas apa adanya bahkan tanpa dikemas,

padahal nilai tambah dengan adanya pemberian

merek dan pengemasan yang baik akan sangat

tinggi. Contoh nyata adalah produk-produk

UKM yang dijual di pasar-pasar modern baik

Minimarket maupun Supermarket, dimana

dengan kualitas produk yang sama dengan

produk yang dijual di pasar tradisional tetapi

harganya bisa sampai 2 (dua) kali lipat

dibanding dengan produk yang ada di pasar

tradisional. Terkait dengan pengembangan

Desain dan Kemasan Produk ini salah satu

Dinas di luar jawa sampai pernah mengadakan

pelatihan khusus tentang Design and Packaging

ini untuk UKM di daerahnya, mungkin Dinas

Perindustrian dan Perdagangan atau Dinas

Koperasi dan UKM di Kabupaten Kediri bisa

memfasilitasi pelatihan seperti ini di Kabupaten

Kediri.

Harga

Secara umum dapat dikatakan bahwa harga

jual produk gula merah tebu di pasar,khususnya

pasar lokal, sangat fluktuatif. Pengrajin gula

merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih, Kabupaten Kediri cenderung lemah

posisi tawarnya di hadapan pedagang gula

merah tebu maupun pedagang pengumpul besar.

Lemahnya posisi tawar ini disebabkan 2

penyebab utama, yaitu keterbatasan akses pasar

dan informasi, serta yang kedua adalah karena

keterbatasan kemampuan keuangan pengrajin

atau pengusaha, apalagi para pengrajin tersebut

cenderung bergerak sendiri-sendiri dan tidak

memiliki asosiasi atau perkumpulan usaha.

Harga jual produk gula merah tebu rata-

rata antara Rp 5.500,00 – Rp 6.500,00 per

kilogram. Pada musim penghujan saat

permintaan gula merah tebu mengalami

penurunan harga jual gula merah tebu di tingkat

pengrajin/pengusaha UMKM turun menjadi Rp

4.500,00 – Rp 5.500,00 per kilogram. Sementara

itu pada saat puncak permintaan (pertengahan

tahun dan menjelang hari raya Idul Fitri) harga

jual gula merah tebu pada kisaran Rp6.000,00-

Rp8.000,00 per kilogram. Sedangkan Harga

gula merah tebu di pasar ekspor (luar negeri)

relatif stabil pada kisaran Rp6.500,00-

Rp7.000,00 per kilogram. Fluktuasi harga jual

gula merah tebu pada umumnya hanya

mengikuti fluktuasi nilai tukar mata uang asing

khususnya USD. Walaupun penetapan harga

gula merah tebu di tingkatan pengrajin atau

pengusaha UMKM ditentukan melalui

mekanisme tawar menawar, namun mengingat

hampir seluruh produksi gula merah tebu dijual

kepada pedagang perantara (pedagang gula

merah tebu) dan pedagang pengumpul besar

serta tidak tersedianya akses pemasaran baru

bagi pengrajin/pengusaha UMKM maka

penetapan harga jual gula merah tebu tetap

berada di tangan pedagang gula merah tebu

maupun pedagang pengumpul besar. Monopoli

Page 12: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

17

pedagang perantara dan pedagang pengumpul

besar dalam penetapan harga diperkuat dengan

perilaku para pengrajin/pengusaha UMKM gula

merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih yang cenderung bergerak sendiri-

sendiri dan tidak memiliki asosiasi atau

perkumpulan usaha. Lemahnya posisi tawar

pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu

dalam menetapkan harga jual produk juga

disebabkan oleh keterbatasan kemampuan

keuangan pengrajin/pengusaha. Kemampuan

modal kerja yang hanya mampu beroperasi 1

hingga 1,5 bulan tidak memungkinkan

pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu

menyimpan produknya lebih lama menunggu

harga jual gula merah tebu naik. Hasil

wawancara dengan pedagang perantara

(pedagang gula merah tebu) dan pedagang

pengumpul besar menunjukkan bahwa periode

kulakan (pembelian) gula merah tebu pada

pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu

sebagian besar adalah harian. Dengan demikian,

setiap sore ketika kegiatan produksi hari itu

sudah berakhir, produk gula merah tebu

langsung diambil oleh pedagang gula merah

tebu atau pedagang pengumpul besar. Praktek

seperti ini dianggap lebih menguntungkan

pengrajin karena adanya kepastian pasar. Untuk

meningkatkan harga, selain point-point di atas

juga perlu dipikirkan untuk meningkatkan

Added Value terhadap produk dengan berbagai

macam cara, mulai sekedar memperbaiki Desain

dan Kemasan Produk hingga melakukan Inovasi

Produk.

Jalur Pemasaran Produk

Peran pedagang perantara dalam hal

pedagang gula merah tebu dan pedagang

pengumpul besar dalam jalur pemasaran produk

sangatlah dominan karena mereka mampu

menyerap seluruh hasil produksi pengrajin.

Selanjutnya mereka akan mendistribusikan

produk gula merah tebu kepada konsumen akhir

baik konsumen rumah tangga, pedagang

pasar/pracangan sampai dengan industri.

Secara umum jalur distribusi pemasaran untuk

gula merah cetak maupun gula merah pasir/urai

hampir sama. Jalur distribusi gula merah tebu di

Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih,

Kabupaten Kediri dapat dilihat pada gambar

berikut ini :

Dominasi pedagang gula merah tebu dan

pedagang pengumpul besar dalam jalur

distribusi juga diperkuat dengan kemampuan

mereka sebagai penyedia modal kerja bagi

pengusaha/pengrajin UMKM gula merah tebu di

Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih ketika

para pengrajin mengalami kesulitan permodalan

dalam melanjutkan produksi.

Pedagang perantara awalnya memberikan

uang muka untuk memastikan mendapat

pasokan gula merah tebu dari

pengrajin/pengusaha UMKM. Pinjaman tersebut

selanjutnya dikembalikan dalam bentuk produk

gula merah tebu jadi setelah proses produksi.

Kondisi demikian menyebabkan posisi tawar

pengrajin/pengusaha UMKM lemah di depan

pedagang perantara khususnya dalam penetapan

harga. Konsep Wide Distribution (Distribusi

Luas) tidak berkembang disini sehingga para

pengrajin tidak mengembangkan jalur

distribusinya dan hal ini sangat berbahaya

karena ketergantungan yang tinggi terhadap para

pedagang atau pengumpul besar yang ada

sekarang. Selanjutnya dengan tidak

berkembangnya konsep Wide Distribution ini,

maka rangkaian selanjutnya yaitu konsep Depth

Distribustion (Distribusi Dalam) juga tidak

terjadi karena pengrajin sendiri tidak mengenal

lebih jauh pasarnya sehingga kebutuhan pasar

terhadap produk yang seperti apa juga tidak

terbaca. Hal ini perlu menjadi concern dari para

pengrajin dan perlu support informasi dari Dinas

terkait tentang potensi pasar diluar sana.

Kendala Pemasaran

Kendala pemasaran yang dihadapi oleh

pengrajin/pengusaha gula merah tebu dalam

pemasaran gula merah tebu, antara lain:

Kurangnya concern terhadap pengembangan

produk, baik dalam hal Product Quality

(Kualitas Produk), Product Innovation (Inovasi

Konsumen

Pen

graji

n/P

eng

usah

a

Gula

Mer

ah

Teb

u

Eksport

ir

Pedaga

ng

Retail Industri

/Pabrik

Ped

aga

ng

Pen

gep

ul

Ped

agan

g

Besa

r

Page 13: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

18

Produk), hingga Product Design and Packaging

(Desain dan Kemasan Produk).

Kurangnya akses terhadap informasi pasar,

terutama informasi harga dan kebutuhan produk-

produk inovasi yang bisa menaikkan harga,

sehingga pengrajin/pengusaha UMKM sangat

tergantung kepada permintaan dan patokan

harga yang diberikan pedagang pengumpul.

Kurangnya akses pemasaran langsung selain

melalui pedagang pengumpul besar/pedagang

gula merah tebu. Produk gula merah tebu

memiliki pangsa pasar yang potensial dan masih

terbuka lebar, khususnya sebagai bahan baku

industri obat dan makanan. Oleh karena itu, jika

diperoleh akses pemasaran langsung akan

mengurangi ketergantungan kepada pedagang

pengumpul/pedagang gula merah tebu. Selain

itu dengan ketersediaan akses pemasaran

langsung, maka para pengrajin gula merah tebu

dapat membaca peluang dengan lebih cepat dan

tepat.

Pengenalan masyarakat terhadap produk

gula merah tebu sebagai substitusi gula pasir

masih rendah. Selama ini, gula merah tebu lebih

banyak dikenal untuk keperluan industri

dibandingkan untuk keperluan konsumsi rumah

tangga. Padahal, peluang pasar untuk

memenuhi kebutuhan pemanis pada pasar

konsumsi relatif besar. Ditambah produk gula

merah tebu cenderung memiliki keunggulan

dibandingkan dengan produk gula pasir/gula

putih, yakni memiliki kandungan nilai gizi lebih

tinggi dibandingkan dengan gula pasir atau gula

putih.

ASPEK TEKNIK PRODUKSI

LOKASI USAHA

Dalam menjalankan usaha, efisiensi

produksi juga dipengaruhi oleh kedekatan

dengan sumber bahan baku. Pengrajin gula

merah tebu di Desa Slumbung memperoleh

bahan baku utama tanaman tebu dari beberapa

wilayah sekitar di Kecamatan Ngadiluwih.

Sebagian pengrajin memperoleh bahan baku dari

petani sekitar, sebagian lagi memiliki lahan

tanaman tebu tersendiri, meskipun masih belum

mencukupi kebutuhan produksi. Untuk

memenuhi kekurangan pasokan, para pengrajin

juga mendatangkan bahan baku dari Kabupaten

Tulungagung dan Malang yang berjarak lebih

dari 100km sehingga biaya transportasi

meningkat lebih dari 100%.

Mengingat daerah Ngadiluwih dan sekitarnya

merupakan salah satu daerah penghasil tebu

maka kondisi ini sangat mendukung bagi

pertumbuhan sentra gula merah tebu. Salah satu

sentra produksi gula merah tebu yang relatif

berkembang adalah di Desa Slumbung,

Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Di

wilayah tersebut terdapat 34

pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu

dengan kapasitas produksi 5.729 ton per tahun

gula merah.

FASILITAS PRODUKSI DAN

PERALATAN

Fasilitas Produksi

Bangunan yang disesuaikan dengan skala

usaha, di mana bangunan ini memiliki beberapa

kegunaan seperti tempat penampungan bahan

baku tebu, tempat (gudang) menyimpan hasil

produksi gula merah tebu, tempat menyimpan

bahan bakar (ampas tebu, kayu), dan merupakan

tempat aktivitas produksi meliputi proses

penggilingan tebu, proses pemasakan tebu,

proses pengadukan, proses pencetakan tebu.

• Cerobong asap : Tempat pembuangan sisa-

sisa bahan bakar.

• Pipa besi : Untuk menyalurkan air/sari-sari

tebu ke tempat proses pemasakan

PERALATAN

Peralatan yang dibutuhkan dalam usaha

gula merah tebu relatif sederhana, antara lain

adalah:

• Gilingan : untuk menggiling tanaman tebu

sehingga air/sari-sarinya keluar.

• Tungku

• Wajan/ Kawah : Untuk memasak air/sari-

sari tebu.

• Pengaduk dari kayu

• Tempat adukan/puteran

• Saringan kotoran sari tebu

• Tempurung kelapa : Untuk cetakan gula

tebu bentuk tempurung.

• Pipa paralon : Untuk cetakan gula tebu

bentuk silinder.

Page 14: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

19

• Cetakan Kayu (bentuk ceplik, bata)

BAHAN BAKU

Bahan baku utama

Bahan baku utama untuk pengrajin usaha

gula merah tebu adalah tanaman tebu. Di daerah

Slumbung jenis tebu yang umumnya ditanam

masyarakat sekitar ada 3 jenis yaitu Tebu PS

862, BR Merah dan Tebu PSBM. Tanaman tebu

sangat bagus ditanam pada lahan yang memiliki

unsur pasir. Masing-masing jenis tebu diatas

memiliki kualitas yang cukup baik sebagai

bahan baku gula merah tebu. Tebu jenis PS 862

dan PSBM memiliki kualitas yang baik sebagai

bahan baku gula merah tebu karena memiliki

kadar air yang rendah dan kadar gula yang

cukup tinggi, sehingga jika diproses menjadi

gula merah tebu akan menghasilkan kuantitas

gula merah tebu yang lebih banyak. Sementara

itu tebu jenis BR Merah jika dipergunakan

sebagai bahan baku akan menghasilkan kualitas

gula merah yang paling baik. Namun tebu jenis

BR Merah memiliki masa tanam lebih panjang.

Jika tebu jenis PS 862 dan PSBM memiliki

masa tanam rata-rata 8 (delapan) bulan maka

tebu jenis BR Merah memiliki masa tanam

antara 9 sampai dengan 10 bulan. Gambar 4.1

sampai dengan 4.3 menunjukkan varietas jenis

tebu yang menjadi bahan baku produk gula

merah tebu.

a. Bahan baku pendukung

Agar sari-sari tebu yang telah dimasak

dapat keras perlu ditambahkan air

kapur/gamping cair untuk mempercepat proses

pengkristalan (semakin banyak kandungan tetes

semakin lama prosese pengkristalan) dan untuk

menyaring/mengendapkan kotoran tebu

ditambahkan soda.

TENAGA KERJA

Tenaga kerja pada usaha gula merah tebu

umumnya berasal dari anggota keluarga dan

masyarakat di sekitar lokasi usaha. Rata-rata

jumlah tenaga kerja pada setiap

pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu

adalah 8 orang. Tenaga kerja tersebut dapat

dikategorikan ke dalam tenaga kerja tetap dan

tenaga kerja tidak tetap. Untuk skala menengah,

jumlah tenaga kerja antara 11 sampai dengan 20

orang. Tenaga kerja tetap merupakan tenaga

administratif sementara tenaga kerja tidak tetap

adalah tenaga kerja pengolah atau bagian

produksi gula merah tebu serta tenaga untuk

tebang dan angkut tebu. Tenaga kerja tidak tetap

dibayar harian berdasarkan jumlah produksi gula

merah tebu yang dihasilkan (Rp/kuintal). Dalam

1 hari, produksi gula merah tebu setiap

pengrajin rata-rata mencapai 800 kuintal. Rata-

rata upah pekerja tidak tetap per hari Rp

32.000,00. Rata-rata upah pekerja tidak tetap per

kuintal antara Rp 4.000,00.

TEKNOLOGI

Teknologi usaha gula merah tebu dibagi

menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Teknologi tradisional

Teknologi tradisional ini pada umumnya

digunakan pada skala mikro/kecil dengan

menggunakan peralatan yang sangat sederhana.

Penggunaan alat yang sederhana berpengaruh

pada kapasitas produksi dan mutu yang relatif

rendah

2. Teknologi mekanik/modern

Teknologi ini pada umumnya digunakan

pada skala menengah. Teknologi mekanisasi

yang biasanya dipakai adalah pada mesin

penggiling tebu dan teknologi pada proses

pengadukan. Letak perbedaan kedua teknologi

tersebut pada proses pengadukan adalah untuk

teknologi tradisional menggunakan tenaga

manual/manusia, sedangkan teknologi

mekanisasi/modern menggunakan mesin

PROSES PRODUKSI

Secara umum tidak terdapat perbedaan

dalam proses produksi untuk berbagai jenis gula

merah tebu seperti gula merah bata, tempurung,

silinder, urai/pasir dan ceplik. Produk akhir

tersebut hanya bergantung pada cetakan yang

dipergunakan.

Alur proses produksi gula merah tebu secara

garis besar dapat dilihat pada diagram di bawah

ini: Adapun penjelasan dari masing-masing

tahap proses produksi gula merah tebu adalah

sebagai berikut:

Penggilingan tebu

Langkah pertama dalam proses produksi

gula merah tebu adalah proses penggilingan

tebu. Tebu digiling menggunakan mesin giling

sehingga menghasilkan sar-sari tebu.

Page 15: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

20

Pengg

ilinga

n

Baha

n

Baku

Pengend

apan

Kotoran

Sari Tebu

Pemasakan

Sari Tebu

menjadi Gula

Merah kental

Pengadu

kan Gula

Merah

Kental

Pencetakan

dan

Pendingina

n Gula

Merah

Gula

Merah

Tebu

Siap

Kemas

Pengendapan Kotoran

Sari-sari tebu hasil penggilingan disalurkan

melalui pipa besi menuju tempat pengendapan

sari-sari tebu tersebut. Di tempat pengendapan

ini kotoran/tanah akan mengendap di bagian

atas.

Proses Pemasakan

Sari-sari tebu setelah proses pengendapan

kotoran kemudian masuk ke tahap utama

pengolahan yaitu proses pemasakan. Sari-sari

tebu dari tempat pengendapan sari tebu

kemudian disalurkan ke tempat proses

pemasakan.

Ada 3 tahap dalam proses pemasakan gula

merah tebu sebagai berikut :

Pembersihan : dari tempat pengendapan

kotoran disalurkan ke wajan pembersihan untuk

dicampur soda.

Pengangkatan kotoran

Dari wajan sari-sari tebu disalurkan ke

wajan dan dicampur air kapur agar kotoran

dapat naik.

Penuaan

Dari wajan yang dicampur air kapur, sari-

sari tebu disalurkan menuju wajan untuk proses

penuaan, di sini juga bisa ditambahkan air kapur

lagi apabila hasil dari wajan sebelumnya kurang

maksimal, selain untuk membersihkan kotoran

air kapur juga berfungsi untuk mempercepat

pengkristalan.

Proses Pengadukan

Setelah proses pemasakan sari-sari tebu

diangkat/dipindahkan ke tempat pengadukan

(cecekan). Dalam proses pengadukan juga

mempengaruhi warna gula hasil produksi.

Proses Pencetakan

Setelah proses pengadukan gula yang masih

kental dicetak sesuai bentuk yang diiginkan

(bata, tempurung, silinder). Setelah dicetak gula

dibiarkan selama 5 s/d 10 menit, kemudian

cetakan dilepas dan siap dikemas.

JENIS, JUMLAH DAN MUTU PRODUKSI

Produksi gula merah tebu pada umumnya

terdiri atas dua jenis produk utama yaitu gula

merah cetak dan gula merah pasir/urai. Gula

merah cetak terdiri atas beberapa jenis yaitu gula

merah bata, tempurung, silinder dan ceplik.

Di bawah ini adalah gambar beberapa bentuk

gula merah cetak mulai dari gula merah bata,

gula merah tempurung, gula merah silinder dan

gula merah ceplik.

Kapasitas produksi gula merah untuk gula

merah cetak dan pasir/urai relatif sama. Rata-

rata kapasitas produksi per hari untuk setiap

pengrajin/pengusaha gula merah tebu mencapai

800 kg. Untuk skala pengrajin mikro, kapasitas

produksi per hari kurang dari 500 kg. Untuk

skala kecil kapasitas produksi per hari antara

500 kg/hari-1.500 kg per hari. Sementara untuk

skala menengah kapasitas produksi lebih dari

1.500 kg per hari. Gula merah pasir/urai

merupakan gula merah yang diproduksi secara

massal karena lebih mudah dijual kepada

pedagang atau pedagang perantara (pengepul)

berapapun kapasitas produksi yang dihasilkan

oleh UMKM di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Sementara gula

merah cetak bisa diproduksi secara massal tetapi

juga dapat diproduksi berdasarkan pesanan

pedagang/pedagang perantara.

Kapasitas produksi gula merah tebu juga

tergantung pada musim. Pada musim penghujan

kapasitas produksi lebih rendah dibandingkan

dengan musim kemarau disebabkan peningkatan

kadar air dalam bahan baku tebu, sehingga

produksi gula merah tebu hanya mencapai 5.000

s/d 6.000 kg per hari. Apabila musim kemarau

jumlah produksi gula merah tebu rata-rata dapat

mencapai 800 kg sampai dengan 1.000 kg per

hari. Bahkan ada beberapa pengusaha/pengrajin

yang memiliki kapasitas produksi lebih dari

1.000 kg per hari. Mutu gula merah tebu cetak

ditentukan oleh tekstur, aroma dan warna.

Namun untuk gula merah tebu cetak, tidak

ada perbedaan harga untuk perbedaan mutu

produksi berdasarkan ketiga variabel tersebut.

Sedangkan gula merah tebu bentuk pasir/urai

mutu produksi didasarkan pada warna dan

Page 16: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

21

kehalusan serbuk gula merah tebu jenis

pasir/urai. Gula merah pasir/urai dengan

kualitaspaling tinggi pada umumnya memiliki

warna kuning cerah dan serbuk paling halus.

Sementara mutu sedang biasanya memiliki

warna agak kemerah-merahan dengan serbuk

sedikit agak kasar. Sementara untuk tingkatan

kualitas paling rendah biasanya berwarna

kehitaman dan serbuk kasar. Kualitas gula

merah pasir/urai menentukan harga dari

pengrajin/pengusaha UMKM kepada

pembeli/pedagang atau pedagang perantara.

Gula merah pasir/urai dengan warna kuning dan

serbuk paling halus merupakan gula merah

pasir/urai yang paling mahal.

PRODUKSI OPIMUM

Harga gula merah tebu di tingkatan

pengrajin/pengusaha UMKM ditentukan oleh

musim atau ketersediaan bahan baku (tebu).

Pada musim penghujan kapasitas produksi

mengalami penurunan, yakni antara 500-

600kg/hari untuk setiap pengrajin/pengusaha

UMKM gula merah tebu. Sementara pada

musim kemarau, kapasitas produksi rata-rata

antara 800 - 1.000 kg untuk setiap

pengrajin/pengusaha UMKM. Kapasitas

produksi optimum dapat mencapai 1.000 - 2.000

kg (1 sampai dengan 2 ton) per hari untuk setiap

pengrajin atau pengusaha UMKM gula merah

tebu (detail kapasitas produksi gula merah tebu

masing-masing pengraji dapat dilihat pada

lampiran I). Kapasitas produksi optimum

tercapai pada saat permintaan tertinggi yakni

pada pertengahan tahun (bulan Juni atau Juli)

serta saat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.

KENDALA PRODUKSI

Kendala produksi yang paling sering

dihadapi adalah keterbatasan modal (keuangan)

yang dihadapi oleh pengrajin/pengusaha

UMKM (31,3%). Kendala tersebut biasanya

terjadi seiring meningkatnya permintaan

sehingga mereka harus menyediakan bahan baku

dan bahan pendukung lebih besar daripada

biasanya. Kendala yang kedua yang dihadapi

adalah kurangnya tenaga kerja (28,1%). Saat

permintaan mengalami kenaikan pada umumnya

seluruh pengusaha/pengrajin UMKM di Desa

Slumbung secara keseluruhan juga akan

mengalami peningkatan kebutuhan tenaga kerja.

Kendala lainnya yang muncul adalah

sulitnya mencari bahan baku tebu (21,9%).

Kondisi ini pada umumnya terjadi pada awal

masa tanam tebu sehingga pengusaha/pengrajin

UMKM harus mencari alternatif lain dalam

mencari bahan baku (tebu). Kendala umum yang

dihadapi oleh semua pengusaha/pengrajin

UMKM disebabkan karena musim. Pada musim

penghujan, kadar air dalam tebu mengalami

peningkatan sehingga produksi gula merah yang

dihasilkan lebih rendah. Mengingat kadar air

yang tinggi pada bahan baku (tebu) pada musim

penghujan maka proses pengolahan gula merah

tebu menjadi lebih lama khususnya dalam

proses pemasakan gula merah tebu. Kondisi ini

menyebabkan menurunnya kapasitas produksi

pada musim penghujan dibandingkan dengan

musim kemarau serta penghasilan tenaga kerja

tidak tetap (harian) pada produksi gula merah

tebu menjadi lebih rendah dibandingkan dengan

biasanya.Kendala lainnya yang muncul adalah

kendala dalam pemasaran khususnya dalam

perluasan akses pasar (9,4%) sehingga kebijakan

harga jual produk gula merah tebu ditetapkan

oleh pedagang pengepul/pedagang perantara.

PEMILIHAN POLA USAHA

Analisis keuangan ini diharapkan dapat

memberikan gambaran mengenai aspek

keuangan pengrajin/pengusaha UMKM gula

merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih, Kediri. Analisis keuangan ini dapat

dimanfaatkan oleh berbagai pihak, mulai dari

pengusaha/pengrajin UMKM untuk mengetahui

gambaran mengenai kondisi keuangan bisnis

yang sedang dijalankan serta bagi pihak

bank/lembaga keuangan untuk mengetahui

potensi bisnis gula merah tebu di Desa

Grafik 4.1 Kendala Produksi UMKM

Gula Merah Tebu

Page 17: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

22

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih sebagai

dasar kebijakan pemberian kredit investasi dan

kredit modal kerja bagi UMKM Gula Merah

Tebu. Melalui analisis keuangan ini

pengusaha/pengrajin UMKM dipacu agar

mampu mengembalikan kredit yang diberikan

bank/lembaga keuangan lainnya dalam jangka

waktu yang wajar (3 sampai dengan 5 tahun).

Pola pembiayaan yang dianalisis adalah usaha

gula merah tebu skala industri kecil yang

merupakan skala industri rata-rata

pengusaha/pengrajin UMKM gula merah tebu di

Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih,

Kediri. Industri gula merah tebu yang menjadi

contoh adalah usaha gula merah tebu di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri.

Produk utama yang dihasilkan adalah gula

merah tebu yang diperuntukkan untuk konsumsi

pasar lokal, dimana sebagian besar

pengrajin/pengusaha UMKM di lokasi

penelitian lebih banyak memenuhi konsumsi

pasar lokal (Kediri dan sekitarnya). Kapasitas

produksi per hari rata-rata 800 kg atau 24.000 kg

per bulan. Total hari kerja dalam 1 bulan adalah

30 hari dengan periode produksi rata-rata per

tahun adalah 7 bulan.

ASUMSI DAN PARAMETER TEKNIS

Asumsi dan parameter untuk analisis

keuangan gula merah tebu menjelaskan

gambaran umum variabel-variabel yang

dipergunakan dalam perhitungan analisis

keuangan. Asumsi tersebut diambil berdasarkan

hasil survey lapangan yang dilakukan pada

industri gula merah tebu di Desa Slumbung,

Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. Periode proyek

adalah 5 (lima) tahun dimana tahun ke nol

sebagai dasar perhitungan nilai sekarang

(present value) adalah tahun ketika biaya

investasi awal dikeluarkan. Dengan

menggunakan mesin/peralatan, bahan

baku/bahan pendukung serta jumlah tenaga kerja

yang tercantum dalam tabel asumsi, seorang

pengusaha/pengrajin UMKM gula merah tebu

setiap bulan mampu memproduksi 24.000 kg

gula merah tebu (jenis gula merah dianggap

sama karena perbedaan bentuk/cetakan gula

merah tidak mempengaruhi harga jual di

pasaran). Harga gula merah tebu rata-rata di

tingkatan pengrajin/pengusaha UMKM sebesar

Rp. 6.000,- per kilogram. Hari kerja

diasumsikan 30 (tiga puluh) hari per bulan

dengan bulan produksi selama 7 (tujuh) bulan.

Asumsi dan parameter untuk analisis keuangan

gula merah tebu ditabel berikut:

Tabel 5.1

Asumsi dan Parameter Teknis untuk Analisis

Keuangan

No Asumsi Jumlah

(Nilai) Satuan Keterangan

1 Periode Proyek 5 tahun Periode 5

tahun

2 Jumlah hari kerja

per bulan

30 hari

3 Jumlah bulan

kerja per tahun

7 bulan

4 Skala Usaha Untuk 1 hari

a. Bahan baku *) 8.000 kg

b. Output

produksi

800 kg

5 Harga produk **) 6.000 Rp/kg

6 Harga bahan baku

**)

400 Rp/kg

7 Penggunaan bahan

pendukung

Untuk 1 bulan

a. Solar 280 liter

b Kantung

plastik

50 kg

c. Karung 250 buah

d. Gamping 60 kg

e.

Berambut/Sekam

4 rit

8 Penggunaan

tenaga kerja

Untuk 1 bulan

a. Tenaga kerja

administrasi

1 orang

b. Tenaga kerja

tidak tetap

8 orang

(produksi)

9 Biaya

pemeliharaan

5% %/tahu

n

dari nilai

peralatan dan

mobil

10 Discount Factor

(suku bunga)

18% % Tingkat suku

bunga

pinjaman

*) Tanaman Tebu

**) Harga rata-rata sepanjang tahun

KOMPONEN DAN STRUKTUR BIAYA

Biaya Investasi

Biaya investasi adalah biaya tetap yang

besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk

yang dihasilkan. Biaya investasi secara garis

besar terdiri dari 4 (empat) komponen, yaitu:

biaya perizinan, tanah dan bangunan, peralatan

Page 18: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

23

produksi dan kendaraan. Biaya perijinan

meliputi pengurusan ijin SIUP, SITU, ijin usaha

industri, wajib daftar perusahaan, ijin

Departemen Kesehatan dan NPWP. Untuk

SIUP, SITU, ijin usaha industri dan wajib daftar

perusahaan berlakunya adalah 5 tahun,

sementara untuk ijin Departemen Kesehatan dan

NPWP berlaku selamanya. Jumlah total biaya

perijinan sebesar Rp. 5.300.000,-. Tanah dan

bangunan adalah milik sendiri dan ditaksir

memiliki harga sebesar Rp. 100.000.000,-. Pada

tahun-tahun tertentu dilakukan reinvestasi untuk

pembelian mesin atau peralatan produksi yang

umur ekonomisnya kurang dari 5 tahun. Jumlah

biaya investasi keseluruhan pada tahun ke nol

adalah Rp. 257.935.000,-. Komponen biaya

investasi secara berturutan dari yang terbesar

adalah tanah dan bangunan yaitu 38,8% dari

total biaya investasi pada awal usaha, kemudian

diikuti oleh biaya peralatan produksi yaitu 30%,

biaya kendaraan truk yaitu 27.1% dan sisanya

masing-masing 2% untuk biaya perijinan dan

biaya fasilitas penunjang. Kebutuhan biaya

investasi dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Sedangkan rincian biaya investasi dapat dilihat

pada lampiran 2.

Tabel 5.2

Kebutuhan Biaya Investasi

No Jenis Biaya Nilai (Rp) Penyusutan/th

(Rp)

1 Perizinan

5.300.000

800.000

2 Tanah dan

bangunan

100.000.000

-

3 Peralatan produksi

77.435.000

16.217.500

4 Fasilitas penunjang

5.200.000

540.000

5 Kendaraan

70.000.000

7.000.000

Jumlah biaya

investasi

257.935.000

24.557.500

6 Sumber Investasi dari :

Kredit

150.000.000

Dana sendiri

107.935.000

Biaya Operasional

Biaya operasional adalah biaya variabel

yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah

produksi. Beberapa komponen biaya operasional

antara lain bahan baku, bahan pendukung,

pemasaran, biaya tenaga kerja langsung, biaya

overhead serta biaya administrasi umum dan

umum. Biaya operasional selama 1 tahun

dihitung berdasarkan jumlah hari untuk produksi

gula merah tebu. Jumlah hari kerja dalam 1

tahun adalah 210 hari dengan asumsi 30 hari per

bulan dan 7 bulan kerja selama 1 tahun. Hasil

perhitungan biaya operasional untuk produksi

gula merah tebu dalam 1 tahun mencapai Rp

819.301.750,. Komponen biaya operasional

terbesar adalah bahan baku sebesar Rp

672.000.000,- atau sebesar 82,02% dari total

biaya operasional per tahun. Komponen biaya

operasional tahunan selanjutnya adalah biaya

bahan pendukung sebesar Rp 60.970.000,- atau

7,44%, dan biaya tenaga kerja produksi sebesar

Rp 53.760.000,- atau 6,56%. Sisanya 4% adalah

biaya overhead serta biaya administrasi dan

umum. Tenaga kerja yang termasuk dalam biaya

operasional tahunan (biaya variabel) adalah

tenaga kerja tidak tetap dan tenaga kerja tetap.

Tenaga kerja tetap adalah seorang pegawai

administrasi dengan gaji Rp 750.000,- sebulan.

Sedangkan tenaga kerja tidak tetap adalah

tenaga kerja produksi yang dibayar harian.

Tenaga kerja produksi dibayar berdasarkan

jumlah produk gula merah tebu yang dihasilkan

per hari. Rata-rata setiap pengrajin/pengusaha

gula merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih memiliki 8 (delapan) orang pekerja

di bagian produksi.

Setiap 100 kg produksi gula merah tebu

yang dihasilkan, setiap pekerja produksi gula

merah tebu memperoleh upah Rp 4.000,-. Dalam

1 hari produksi gula merah tebu rata-rata

mencapai 800 kg, sehingga rata-rata upah harian

pekerja tidak tetap sebesar Rp. 32.000,- per

orang. Jumlah biaya operasional tahunan untuk

usaha gula merah tebu disajikan pada Tabel 5.3,

sementara secara lengkap dapat dilihat pada

lampiran 3.

Tabel 5.3

Kebutuhan Biaya Operasional Tahunan

No Jenis Biaya Nilai (Rp)

1 Bahan Baku 672.000.000

2 Bahan pendukung 60.970.000

3 Pemasaran -

4 Biaya tenaga kerja 53.760.000

Page 19: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

24

5 Biaya Overhead 31.871.750

6 Biaya Administrasi dan

Umum

. 700.000

JUMLAH 819.301.750

Kebutuhan dana investasi dan modal kerja

Besarnya dana modal kerja ditentukan

berdasarkan kebutuhan dana awal dalam 1 siklus

produksi. Usaha gula merah tebu di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten

Kediri memiliki siklus produksi (dari

pembuatan sampai memperoleh penerimaan dari

penjualan) kurang lebih selama 30 hari atau 1

bulan. Sehingga kebutuhan dana modal kerja

awal adalah sebesar :

Kebutuhan dana modal kerja = {siklus

produksi/hari kerja 1 tahun} X biaya operasional

setahun

= (30/210) X Rp. 819.301.750,-

= (1/7) X Rp. 819.301.750,-

= Rp. 117.043.107

Dengan demikian total kebutuhan biaya

untuk modal awal usaha gula merah tebu sebesar

Rp. 374.978.107,- yang terdiri atas biaya

investasi sebesar Rp. 257.935.000,- dan modal

kerja untuk 1 siklus produksi gula merah tebu (1

bulan) sebesar 117.043.107,-. Kebutuhan dana

investasi maupun modal kerja tidak harus

dipenuhi sendiri. Salah satu sumber dana yang

dapat dimanfaatkan adalah dana kredit dari

perbankan atau lembaga keuangan lainnya.

Diproyeksikan sebesar Rp. 210.000.000,-

kebutuhan biaya tersebut diperoleh dari kredit

bank/lembaga keuangan lainnya sedangkan

sisanya dari modal sendiri. Kredit bank/lembaga

keuangan tersebut dialokasikan untuk biaya

investasi sebesar Rp. 150.000.000,- dan biaya

modal kerja sebesar Rp. 60.000.000,-. Jangka

waktu kredit untuk kredit investasi adalah 3

tahun, sedangkan kredit modal kerja adalah 1

tahun. Tingkat suku bunga yang diberlakukan

sama sesuai dengan bunga pasar/komersial

sebesar 18% per tahun tanpa masa tenggang.

Sistem perhitungan bunga secara efektif

menurun. Kebutuhan dana usaha gula merah

tebu selengkapnya dapat ditampilkan pada tabel

berikut ini :

Tabel 5.4

Kebutuhan dana investasi dan modal kerja usaha

gula merah tebu

No Rincian Biaya Proyek Total Biaya (Rp)

1 Dana yang bersumber dari

a. Kredit 150.000.000

b. Dana sendiri 107.935.000

Jumlah dana investasi 257.935.000

2 Dana modal kerja yang

bersumber dari

a. Kredit 60.000.000

b. Dana sendiri 57.043.107

Jumlah dana modal kerja 117.043.107

3 Total dana yang bersumber

dari

a. Kredit 210.000.000

b. Dana sendiri 164.978.107

Jumlah dana proyek 374.978.107

Penjelasan tentang kumulatif angsuran

(angsuran pokok dan angsuran bunga) untuk

pembayaran angsuran baik untuk kredit investasi

dan kredit modal kerja dilakukan setiap tahun

dapat dilihat pada lampiran 4.

PRODUKSI DAN PENDAPATAN

Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, maka

kapasitas produksi gula merah tebu selama satu

tahun adalah 240.000 kg. Harga jual gula merah

tebu di tingkatan pengrajin/pengusaha UMKM

sebesar Rp 6.000,- per kilogram. Proyeksi

pendapatan 1 tahun dari penjualan gula merah

tebu sebesar Rp 1.008.000.000,-. Perhitungan

produksi dan pendapatan dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 5.5

Proyeksi produksi dan Penjualan Gula Merah Tebu

No

Uraian Produksi

(kg/bulan)

Prod

uksi

(kg/t

ahun

)

Harga

(Rp/kg

)

Nilai

Rp/ta

hun

1 Gula merah

tebu

24.000 168.

000

6.000 1.008

.000

2 Total

pendapatan

kotor per

tahun

1.008

.000

5PROYEKSI LABA RUGI DAN BREAK

EVENT POINT (BEP)

Tingkat keuntungan dan profitabilitas dari

usaha yang dilakukan merupakan bagian penting

dalam analisis keuangan dari rencana kegiatan

Page 20: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

25

investasi dimana keuntungan dihitung dari

selisih antara penerimaan dan pengeluaran tiap

tahunnya. Adapun proyeksi laba rugi selama

periode proyek dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.6

Proyeksi Laba Rugi

No Uraian Rata-Rata (Rp)

1 Pendapatan 1.008.000.000

2 Biaya Operasional Produksi 819.301.750

3 Laba Kotor 188.698.250

Bunga Kredit 9.495.000

4 Laba sebelum pajak 179.203.250

Biaya penyusutan 24.557.500

5 Laba kena pajak 154.645.750

Pajak 21.650.405

6 Laba bersih 132.995.345

7 Profit Margin (%) 13.19

Dari detail perhitungan laba rugi (lampiran

5) menunjukkan bahwa pada tahun pertama

usaha telah menghasilkan keuntungan sebesar

Rp 116.457.545,-. Berkurangnya beban

angsuran bunga kredit/pinjaman baik kredit

investasi maupun kredit modal kerja membuat

laba bersih meningkat pada tahun kedua

mencapai Rp 129.228.545,-. Ketika kredit lunas

pada tahun ketiga, laba bersih perusahaan

kembali meningkat menjadi Rp 136.968.545,-.

Laba bersih rata-rata selama periode proyek (5

tahun) mencapai Rp 132.995.345,- dengan profit

margin rata-rata per tahun mencapai 13.19%.

Dengan memperhitungkan biaya tetap,

biaya variabel dan hasil penjualan gula merah

tebu maka diperoleh BEP rata-rata selama 5

tahun untuk usaha gula merah tebu di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri

adalah sebesar Rp. 336.029.818,-. Nilai ini sama

dengan BEP rata-rata produksi sebesar 56.005

kg gula merah tebu tiap tahunnya (detail pada

lampiran 6).

PROYEKSI ARUS KAS DAN

KELAYAKAN PROYEK

Untuk aliran kas (cashflow) dalam

perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu

arus kas masuk (cash inflow) dan arus kas

keluar (cash outflow). Arus kas masuk diperoleh

dari nilai penjualan gula merah tebu selama 1

tahun, dimana diperoleh berdasarkan asumsi

kapasitas produksi setiap pengusaha/pengrajin

UMKM dalam 1 tahun dan harga rata-rata

produk gula merah tebu dalam 1 tahun. Untuk

arus keluar meliputi biaya investasi, biaya

modal kerja, biaya operasional termasuk

angsuran pokok dan angsuran bunga

pinjaman/kredit dan besarnya pajak penghasilan

yang harus dibayar oleh pengusaha/pengrajin

UMKM gula merah tebu.

Untuk perhitungan kelayakan rencana

investasi dapat menggunakan beberapa metode

diantaranya adalah penilaian B/C ratio, net B/C

ratio, net present value (NPV), internal rate of

return (IRR) dan payback period (PBP). Sebuah

usaha gula merah tebu berdasarkan kriteria di

atas dikatakan layak jika B/C ratio atau net B/C

ratio > 1, NPV >0, IRR > discount rate dan

payback period lebih pendek dari asumsi waktu

periode proyek yang ditentukan. Perhitungan

kelayakan dapat dilihat pada tabel berikut, yang

secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 7. Tabel 5.7

Analisis Kelayakan Usaha

Indikator Nilai

IRR (%) 38,50

PBP usaha (tahun) 3,13

DF (%) 18,00

PV Benefit (Rp) 3.211.730.263

PV Cost (Rp) 3.006.722.456

B/C Ratio 1,07

NPV (Rp) 205.007.807

Net B/C Ratio

Cashflow (+)

(Rp)

579.985.914

Cashflow (-)

(Rp)

-374.978.107

Net B/C Ratio 1,55

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa B/C

ratio sebesar 1,07 dan net B/C ratio sebesar 1,55

lebih besar dari 1, IRR sebesar 38,5% lebih

besar dari discount rate (18%). Sementara itu

nilai NPV sebesar 205.007.807 > 0. Indikator-

indikator di atas menunjukkan bahwa usaha gula

merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih ini menguntungkan. Dengan IRR

sebesar 38,5% menunjukkan usaha gula merah

tebu di Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih

masih layak dilaksanakan sampai dengan tingkat

bunga 38,5%. Periode pengembalian modal

(payback period) selama 3,13 tahun atau 3 tahun

2 bulan juga menunjukkan tingkat pengembalian

investasi pada bisnis gula merah tebu di lokasi

Page 21: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

26

penelitian masih berada di dalam asumsi waktu

periode proyek yang ditetapkan yaitu 5 tahun.

Berdasarkan indikator-indikator kelayakan

investasi di atas dapat disimpulkan bahwa usaha

gula merah tebu di Desa Slumbung layak dan

menguntungkan.

ANALISIS SENSITIVITAS KELAYAKAN

USAHA

Dalam suatu analisis kelayakan

bisnis/usaha, ada 2 indikator utama yang

biasanya menjadi patokan utama untuk

menentukan apakah suatu bisnis/usaha memiliki

kelayakan usaha yang memadai. Kedua

indikator tersebut adalah pendapatan (penjualan)

dan biaya. Kedua hal tersebut merupakan

komponen inti dalam suatu kegiatan usaha.

Dalam penelitian ini kedua komponen tersebut

(biaya dan penjualan/pendapatan dihitung

berdasarkan asumsi teknis yang telah

ditetapkan). Walaupun asumsi teknis yang

ditetapkan untuk biaya (cost) dan

penjualan/pendapatan didasarkan pada data

survey lapangan di lokasi penelitian namun

tingkat ketidakpastiannya juga cukup tinggi.

Untuk mengurangi risiko ini maka diperlukan

analisis sensitivitas yang dipergunakan untuk

menguji tingkat sensitivitas bisnis/usaha gula

merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih terhadap perubahan harga input

maupun output. Dalam pola pembiayaan ini

digunakan tiga skenario sensitivitas, yaitu:

Skenario I : Pendapatan proyek mengalami

penurunan, namun biaya investasi dan biaya

operasional tetap. Penurunan pendapatan bisa

diakibatkan oleh penurunan harga gula merah

tebu, jumlah permintaan yang menurun ataupun

kapasitas produksi/jumlah produksi mengalami

penurunan.

Skenario II : Biaya operasional mengalami

kenaikan, namun biaya investasi dan

penerimaan proyek tetap. Kenaikan biaya

operasional bisa terjadi karena kenaikan harga

input untuk operasional seperti bahan baku,

peralatan produksi dan lain-lain

Skenario III : Skenario ini adalah gabungan

dari skenario I dan II yaitu diasumsikan

pendapatan proyek mengalami penurunan dan

biaya operasional mengalami kenaikan, namun

biaya investasi tetap. (Perhitungan hasil analisis

sensitivitas disajikan secara lengkap dalam

lampiran 8 sampai dengan lampiran 12) Pada

skenario I, dengan penurunan pendapatan

sebesar 6%, usaha gula merah tebu di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten

Kediri masih layak untuk dilaksanakan. Hal ini

didasarkan pada hasil perhitungan sejumlah

kriteria kelayakan investasi (pada discount rate

18%) sebagai berikut: net B/C sebesar 1,24

(>1), NPV sebesar Rp. 75.876.505,- (>0), nilai

IRR sebesar 27,04% (>18%, discount rate),

periode pengembalian proyek (payback period)

selama 4,28 tahun atau 4 tahun 3 bulan (berada

di bawah periode proyek 5 tahun yang

ditetapkan). Analisis kelayakan usaha saat

pendapatan menurun 6% dapat dilihat pada

Tabel 5.8 berikut ini :

Tabel 5.8

Analisis kelayakan usaha saat pendapatan turun 6%

Indikator Nilai

IRR (%) 27,04

PBP usaha

(tahun)

4,28

DF (%) 18,00

PV Benefit (Rp) 3.022.598.961

PV Cost (Rp) 2.946.722.456

B/C Ratio 1,03

NPV (Rp) 75.876.505

Net B/C Ratio

Cashflow (+)

(Rp)

390.854.612

Cashflow (-)

(Rp)

-314.978.107

Net B/C Ratio 1,24

Saat pendapatan usaha mengalami

penurunan sebesar 7%, usaha gula merah tebu di

Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih,

Kabupaten Kediri masih layak untuk

dilaksanakan. Hal ini didasarkan pada hasil

perhitungan sejumlah kriteria kelayakan

investasi (pada discount rate 18%) sebagai

berikut: net B/C sebesar 1,14 (>1), NPV sebesar

Rp. 44.354.622,- (>0), nilai IRR sebesar 23,32%

(>18%, discount rate), periode pengembalian

proyek (payback period) selama 4,56 tahun atau

4 tahun 7 bulan (berada di bawah periode

proyek 5 tahun yang ditetapkan). Analisis

Page 22: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

27

kelayakan usaha saat pendapatan menurun 7%

dapat dilihat pada Tabel 5.9 berikut ini :

Tabel 5.9

Analisis kelayakan usaha saat pendapatan turun 7%

Indikator Nilai

IRR (%) 23,32

PBP usaha

(tahun)

4,56

DF (%) 18,00

PV Benefit (Rp) 2.991.077.007

PV Cost (Rp) 2.946.722.456

B/C Ratio 1,02

NPV (Rp) 44.354.622

Net B/C Ratio

Cashflow (+)

(Rp)

359.322.729

Cashflow (-)

(Rp)

-314.978.107

Net B/C Ratio 1,14

Pada skenario II, dengan kenaikan biaya

operasional sebesar 7%, usaha gula merah tebu

di Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih,

Kabupaten Kediri masih layak dilaksanakan.

Hal ini didasarkan pada hasil perhitungan

sejumlah kriteria kelayakan investasi (pada

discount rate 18%) sebagai berikut: net B/C

sebesar 1,27 (>1), NPV sebesar Rp.

85.661.039,- (>0), nilai IRR sebesar 28,9%

(>18%, discount rate), periode pengembalian

proyek (payback period) selama 4,2 tahun atau 4

tahun 2 bulan (berada di bawah periode proyek

5 tahun yang ditetapkan). Analisis kelayakan

usaha saat biaya operasional naik 7% dapat

dilihat pada Tabel 5.10 berikut ini :

Tabel 5.10

Analisis Kelayakan Usaha

Saat Biaya Operasional Naik 7%

Indikator Nilai

IRR (%) 28,19

PBP usaha

(tahun)

4,20

DF (%) 18,00

PV Benefit (Rp) 3.211.730.263

PV Cost (Rp) 3.126.069.224

B/C Ratio 1,03

NPV (Rp) 85.661.039

Net B/C Ratio

Cashflow (+)

(Rp)

400.639.146

Cashflow (-)

(Rp)

-314.978.107

Net B/C Ratio 1,27

Ketika kenaikan biaya operasional

mencapai 9%, usaha gula merah tebu di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten

Kediri juga masih layak dilaksanakan dan

memberikan keuntungan. Hal ini didasarkan

pada hasil perhitungan sejumlah kriteria

kelayakan investasi (pada discount rate 18%)

sebagai berikut: B/C ratio 1,01 (>1), net B/C

sebesar 1,11 (>1), NPV sebesar Rp.

34.419.107,- (>0), nilai IRR sebesar 22,14%

(>18%, discount rate), periode pengembalian

proyek (payback period) selama 4,65 tahun atau

4 tahun 8 bulan (berada di bawah periode

proyek 5 tahun yang ditetapkan). Analisis

kelayakan usaha saat biaya operasional naik 9%

dapat dilihat pada Tabel 5.11 berikut ini :

Tabel 5.11

Analisis Kelayakan Usaha Saat Biaya Operasional Naik

9%

Indikator Nilai

IRR (%) 22,14

PBP usaha

(tahun)

4,65

DF (%) 18,00

PV Benefit (Rp) 3.211.730.263

PV Cost (Rp) 3.177.311.156

B/C Ratio 1,01

NPV (Rp) 34.419.107

Net B/C Ratio

Cashflow (+)

(Rp)

349.397.214

Cashflow (-)

(Rp)

-314.978.107

Net B/C Ratio 1,11

Pada skenario III, pada saat terjadi

penurunan pendapatan sekaligus kenaikan biaya

operasional masing-masing sebesar 3%, usaha

gula merah tebu di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih, Kabupaten Kediri masih juga layak

dilaksanakan dan memberikan keuntungan. Hal

ini didasarkan pada hasil perhitungan sejumlah

kriteria kelayakan investasi (pada discount rate

18%) sebagai berikut: B/C ratio 1,03 (>1), net

B/C sebesar 1,30 (>1), NPV sebesar Rp.

93.579.255,- (>0), nilai IRR sebesar 29,11%

(>18%, discount rate), periode pengembalian

proyek (payback period) selama 4,13 tahun atau

4 tahun 2 bulan (berada di bawah periode

proyek 5 tahun yang ditetapkan). Analisis

kelayakan usaha saat terjadi penurunan

Page 23: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

28

pendapatan 3% bersamaan dengan kenaikan

biaya operasional sebesar 3% dapat dilihat pada

Tabel 5.12

Tabel 5.12

Analisis kelayakan usaha saatpendapatan turun 3%

dan biaya operasional naik 3%

Indikator Nilai

IRR (%) 29,11

PBP usaha

(tahun)

4,13

DF (%) 18,00

PV Benefit (Rp) 3.117.164.612

PV Cost (Rp) 3.023.585.357

B/C Ratio 1,03

NPV (Rp) 93.579.255

Net B/C Ratio

Cashflow (+)

(Rp)

408.557.362

Cashflow (-)

(Rp)

-314.978.107

Net B/C Ratio 1,30

Hasil analisis sensitivitas di atas

menunjukkan bahwa usaha gula merah tebu di

Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih,

Kabupaten Kediri layak (feasible) dilakukan

pada berbagai kondisi yang memungkinkan

terjadi baik karena penurunan pendapatan

pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu

(6% sampai 7%) maupun jika terjadi kenaikan

biaya operasional pada tingkatan tertentu (7%

sampai 9%). Usaha gula merah tebu di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten

Kediri juga menunjukkan bisnis/usaha ini layak

(feasible) dan memberikan keuntungan saat

terjadi penurunan pendapatan dan kenaikan

biaya operasional secara bersamaan dalam

tingkatan tertentu (masing-masing sebesar 3%).

ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN

DAMPAK LINGKUNGAN

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL

Usaha atau bisnis gula merah tebu di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten

Kediri telah banyak memberikan manfaat bagi

masyarakat sekitar khususnya dari sisi sosial

ekonomi. Pengaruh yang paling utama adalah

penyerapan lapangan kerja. Kebutuhan industri

kecil gula merah tebu di Desa Slumbung,

Kecamatan Ngadiluwih Kediri yang saat ini

berjumlah 34 (tiga puluh empat) pengrajin atau

pengusaha UMKM sedikitnya menyerap lebih

dari 300 (tiga ratus) tenaga kerja baik tenaga

kerja tetap maupun tenaga kerja tidak tetap di

bidang produksi. Tenaga kerja tidak hanya

berasal dari masyarakat Desa Slumbung,

Kecamatan Ngadiluwih saja tetapi juga berasal

dari desa-desa di sekitarnya.

Hasil wawancara dengan dinas-dinas terkait

menyatakan bahwa penyerapan tenaga kerja

pada UMKM gula merah tebu di Desa

Slumbung cukup signifikan. Hal ini dibuktikan

penyerapan jumlah tenaga kerja yang cukup

besar pada sektor ini terutama terjadi pada masa

giling dan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri

dimana terjadi peningkatan permintaan gula

merah tebu yang cukup signifikan.

Dampak lainnya yang cukup terlihat adalah

meningkatnya kesejahteraan dan peningkatan

pendapatan (penghasilan) ekonomi masyarakat

Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih. Para

pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu di

Desa Slumbung secara umum memiliki taraf

hidup dan kesejahteraan yang cukup baik.

Peningkatan kesejahteraan dan pendapatan

secara ekonomi juga diperoleh para pekerja atau

karyawan yang bekerja di UMKM di lokasi

penelitian. Hasil wawancara dengan Kepala

Desa Slumbung menyebutkan bahwa UMKM

gula merah tebu di Desa Slumbung telah

memberikan manfaat dari sisi sosial dan

ekonomi masyarakat Desa Slumbung dan

sekitarnya dalam bentuk peningkatan

kemampuan ekonomi, peningkatan kebutuhan

tenaga kerja sehingga menyerap tenaga kerja

dari desa-desa sekitar.

Kepala Desa Slumbung juga menyebutkan

bahwa saat ini pengrajin/pengusaha UMKM

gula merah tebu di Desa Slumbung sudah

banyak yang melakukan ekspansi dan mencari

lahan-lahan di luar Desa Slumbung mengingat

lahan yang ada saat ini di Desa Slumbung sudah

terbatas. Kondisi ini menunjukkan

berkembangnya UMKM gula merah tebu pada

lokasi penelitian dari waktu ke waktu. Manfaat

sosial ekonomi lainnya dari UMKM gula merah

tebu di Desa Slumbung adalah meningkatnya

Page 24: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

29

nilai tambah yang dihasilkan dan diperoleh oleh

pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu.

Prospek usaha yang demikian baik dari

UMKM gula merah tebu ini telah menarik

berbagai pihak untuk ikut mempelajari

bagaimana pengelolaan usaha gula merah tebu

di lokasi penelitian. Menurut Kepala Desa

Slumbung tempat tersebut banyak didatangi oleh

UMKM dari daerah lainnya, pemerintah daerah

baik setempat maupun luar Kabupaten Kediri

dan Perguruan Tinggi untuk melakukan studi

banding. Beberapa mahasiswa dari Perguruan

Tinggi baik negeri maupun swasta di Jawa

Timur maupun luar Jawa Timur sering

mengambil obyek UMKM gula merah tebu di

Desa Slumbung sebagai bahan penelitian.

Penelitian dan pengembangan teknologi

produksi yang dilakukan beberapa Perguruan

Tinggi di Desa Slumbung, Kecamatan

Ngadiluwih sedikit banyak akan memberikan

kontribusi bagi pengrajin/pengusaha UMKM

dalam meningkatkan kualitas produksi dan

teknik produksi gula merah tebu di masa

mendatang. Hasil lain dicapai dari salah satu

pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu di

Desa Slumbung telah memenuhi pasar luar

negeri (ekspor) yaitu memenuhi permintaan

pasar di Jepang yang secara tidak langsung akan

meningkatkan devisa bagi negara melalui ekspor

gula merah tebu ke luar negeri.

Kebutuhan atas keberadaan Organisasi

dalam bentuk Koperasi maupun Asosiasi mutlak

dibutuhkan agar pencarian informasi lebih luas

dan penyebaran informasi lebih merata. Selain

itu yang lebih penting adalah bahwa dengan

keberadaan Koperasi atau Asosiasi, maka proses

pemberdayaan sosial dan ekonomi masyarakat

pengrajin gula merah tebu di Desa Slumbung

Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri akan

lebih tepat sasaran dan mudah dilaksanakan,

kerjasama dengan Dinas-Dinas Terkait maupun

dengan Dunia Perbankan akan dapat dikelola

dengan baik.

DAMPAK LINGKUNGAN

Usaha produk gula merah tebu tidak

menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan,

bahkan menciptakan manfaat bagi lingkungan

karena tidak ada limbah berbahaya yang

dihasilkan gula merah tebu. Limbah yang

dihasilkan dari proses pengolahan gula merah

tebu adalah daun tebu, ampas tebu (bagase),

kotoran hasil pemasakan (untuk), abu dan asap

hasil pembakaran bahan bakar bagase dan

sekam. Ampas tebu (bagase) yang dihasilkan

dari proses penggilingan dapat dimanfaatkan

sebagai bahan bakar tungku pemasakan selain

daun tebu kering dan sekam. Ampas tebu

(bagase) yang masih basah disimpan 1-2 hari di

ruang pembakaran sehingga tidak terlalu basah,

kemudian ampas tebu (bagase) tersebut dijemur

lalu dipisahkan dan disimpan dekat tungku

pemasakan untuk dipergunakan sebagai bahan

bakar. Limbah dalam bentuk abu dan untuk

yang dihasilkan pada proses pemasakan gula

merah tebu belum dikelola dan dimanfaatkan

oleh pengusaha/pengrajin UMKM gula merah

tebu. Selama ini limbah abu hanya digunakan

untuk menimbun tanah, sedangkan limbah

hanya dibuang di sekitar lokasi pemasakan.

Keterbatasan pengetahuan dan alasan praktis

menyebabkan pengusaha/pengrajin UMKM gula

merah tebu tidak memanfaatkan limbah abu dan

untuk yang dihasilkan. Peran Aktif dari peneliti

dari Perguruan Tinggi maupun masukan dari

Dinas-Dinas Terkait akan sangat dibutuhkan dan

bermanfaat dalam hal ini.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN

a. UMKM gula merah tebu di Desa Slumbung

Kecamatan Ngadiluwih merupakan usaha yang

telah dilakukan sejak lama dan turun temurun.

UMKM gula merah tebu merupakan sumber

penghasilan utama masyarakat di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten

Kediri.

b. Jumlah UMKM gula merah tebu di Desa

Slumbung Kecamatan Ngadiluwih berjumlah

34 (tiga puluh empat) UMKM. Kapasitas

produksi mencapai 5.729 ton per tahun, dengan

rata-rata kapasitas produksi per hari untuk setiap

pengrajin/pengusaha UMKM gula merah tebu

mencapai 800 kg - 1.000 kg.

c. Permintaan akan produk gula merah tebu

pada UMKM gula merah tebu di Desa

Page 25: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

30

Slumbung Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten

Kediri. Dalam 1 bulan rata-rata permintaan gula

merah tebu mencapai 20 sampai 25 ton untuk

setiap pengrajin/pengusaha UMKM gula merah

tebu. Permintaan tertinggi terjadi pada

menjelang Ramadhan dan Idul Fitri serta pada

pertengahan tahun. Sementara permintaan

terendah terjadi pada saat musim penghujan

dimana kadar air dalam tebu lebih tinggi

sehingga air nira tebu yang dihasilkan menjadi

lebih sedikit yang berpengaruh pada penurunan

kapasitas produksi gula merah tebu. Permintaan

akan UMKM gula merah tebu di Desa

Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih dalam 1

bulan mencapai lebih dari 1000 ton dan saat ini

UMKM di lokasi penelitian belum mampu

memenuhi permintaan tersebut, terbukti dari

berapa pun kapasitas produksi UMKM gula

merah tebu di lokasi penelitian selalu terserap

oleh pasar.

d. Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih,

Kabupaten Kediri merupakan lokasi yang ideal

bagi pengembangan UMKM gula merah tebu

karena pasokan bahan baku dalam hal ini tebu

cukup baik. Keberadaan beberapa pabrik gula di

sekitar lokasi UMKM gula merah tebu

menjamin ketersediaan dan pasokan bahan baku.

e. UMKM gula merah tebu di Desa Slumbung

mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah

yang cukup besar. Hasil penelitian mencatat

penyerapan tenaga kerja pada UMKM gula

merah tebu di lokasi penelitian mencapai lebih

dari 300 orang tenaga kerja.

f. Terkait dengan pola pembiayaan UMKM

gula merah tebu saat ini masih mengandalkan

dana milik pribadi atau pinjaman dari pedagang

pengepul besar atau pedagang perantara gula

merah tebu. Keterlibatan pihak bank/lembaga

keuangan dalam menyediakan kredit/pinjaman

baik kredit investasi maupun kredit modal kerja

masih sangat minim.

g. Jalur distribusi produk gula merah tebu masih

didominasi oleh peran pengepul besar atau

pedagang perantara. Pengusaha/pengrajin

UMKM gula merah tebu di lokasi penelitian

menjual sebagian besar produknya kepada

pedagang pengepul besar dan pedagang

perantara gula merah tebu dengan alasan

kepraktisan mekanisme jual beli. Pedagang

pengepul besar dan pedagang perantara gula

merah tebu juga kadang berperan sebagai

lembaga keuangan dengan meminjamkan modal

kerja kepada pengrajin/pengusaha UMKM

untuk menjamin pasokan produk gula merah

tebu kepada mereka. Pengembalian pinjaman

kepada pedagang pengepul besar dan pedagang

perantara gula merah tebu biasanya dalam

bentuk produk.

h. Berdasarkan hasil analisis kelayakan

finansial terhadap UMKM gula merah tebu di

lokasi penelitian menunjukkan bahwa UMKM

gula merah tebu di lokasi penelitian layak

dilaksanakan dan memberikan kontribusi

keuntungan yang signifikan. Hasil analisis

finansial pada discount rate 18% diperoleh NPV

sebesar RP.205.007.807 (>0), IRR sebesar

38.5% (>18%), B/C ratio 1,07 (>1), net B/C

ratio 1,55 (>1) dengan masa pengembalian

investasi (payback period) selama 3,12 tahun

atau 3 tahun 2 bulan (lebih rendah dari masa

periode proyek = 5 tahun)

i. Analisis sensitivitas terhadap perubahan

penerimaan/penghasilan pada tingkatan sebesar

6% dan 7% serta perubahan yang terjadi pada

kenaikan biaya operasional sebesar 7% dan 9%,

dan perubahan yang terjadi sekaligus bersamaan

antara penurunan penghasilan sebesar 3% dan

peningkatan biaya operasional sebesar 3% tidak

berpengaruh terhadap kelayakan UMKM gula

merah tebu di lokasi penelitian.

j. UMKM gula merah tebu di lokasi penelitian

memberikan dampak sosial ekonomi bagi

masyarakat setempat dalam bentuk peningkatan

penyerapan tenaga kerja, peningkatan

kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat

setempat, meningkatkan nilai tambah bagi

pengrajin/pengusaha UMKM setempat,

meningkatkan optimalisasi potensi daerah

melalui usaha gula merah tebu, meningkatkan

devisa negara serta mendorong adanya

penelitian dan pengembangan teknologi

produksi

k. Usaha produk gula merah tebu tidaklah

memberikan dampak negatif bagi lingkungan

sekitar

Page 26: POLA PEMBIAYAAN USAHA (LENDING MODEL PEMBUATAN GULA MERAH …

31

REKOMENDASI

KEN

DALA

LANGKAH

OPERASION

AL

INDIKATOR

KEBERHASI

LAN

PELAKSANA

Keterbat

asan

kapasitas

produksi.

• Investasi

peralatan

produksi

sebagai

upaya

peningkata

n kapasitas

produksi

• Terjadi

peningkata

n produksi

gula merah

tebu.

• Penambaha

n jumlah

mesin

produksi.

• Dinas

KOPERIND

AG,

DiisHutBun

dan Bappeda

Permoda

la

n.

• Kredit

investasi

yang

diperuntuk

kan pada

perbaikan

mesin atau

pembelian

mesin

produksi

baru.

• Kredit

modal kerja

dibutuhkan

untuk

menambah

luasan

sewa lahan

bahan baku

tebu.

• Semakin

banyaknya

pengrajin

yang

mendapatk

an kredit.

• Penambaha

n jumlah

sewa lahan.

• Jangka

waktu

produksi

gula merah

lebih lama.

• Pinjaman

ke

pengepul

berkurang.

• Bappeda,

DisHutBun

dan

Perbankan

(difasilitasi

BI).

Ketergan

tungan

petani

terhadap

pedagan

g.

• Penguatan

petani atau

kelembagaa

n petani

agar

mampu

bernegosias

i dengan

pedagang.

• Membuka

peluang

akses

pemasaran

baru.

• Harga jual

produk

gula merah

meningkat.

• Terjalinya

kemitraan

atau adanya

aktivitas

jual beli

langsung

dengan

pabrikan.

• Assosiasi

Tani,

DisHutBun,

Koperindag

dan Pabrik

Gula.

Rendahn

ya

Kualitas

produk

Gula

Merah

Tebu.

• Pelatihan

standarisasi

mutu gula

merah.

• Pelatihan

teknik

produksi

pengolahan

gula merah.

• Hasil

produk

gula merah

tebu lebih

bersih dan

sesuai

standar

mutu

produk.

• Koperindag

dan Pabrik

Gula

Inovasi. • Pelatihan

entreprene

ur bagi

pengrajin.

• Diversifik

asi

kemasan

• Model

pengemas

an produk

lebih

bervariasi.

• Koperindag,

DisHutBun

(difasilitasi

BI).

hasil

produk.

DAFTAR RUJUKAN

Aini, 2002 “Manis dan Kaya Kalori” Jawa Pos

Minggu 20 April, pp 24. Badan

Standarisasi Nasional - SNI 01-6237-2000

“Gula Merah Tebu”

http://www.bsn.go.id/sni/sni_detail.php?s

ni_id=6387

Buckle, K.A., R.A. Edward, E.H. Fleets and M.

Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah

Purnomo, H dan Adiono. Penerbit UI

Press. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Daftar

Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia.

Jakarta. Departemen Kesehatan RI.

Departemen Pertanian RI. 2006. Rencana

Pembangunan Pertanian 2005 - 2009.

Jakarta. DepartemenPertanian RI.

Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kab. Kediri

(2010). Kabupaten Kediri dalam Angka

2010. Kediri

Goutara dan Wijandi. 1975. Dasar Pengolahan

Gula. Departemen Teknologi Hasil

Pertanian FATEMETA IPB. Bogor.

Muchtadi, D., M, Astawan dan N.S. Palupi.

1993. Metabolisme Zat Gizi, Sumber,

Fungsi dan Kebutuhan bagi Manusia.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Pakapahan, A, 2000. Membangun Kembali

Industri Gula Indonesia, Direktorat

Jenderal Perkebunan Jakarta

Purnomo, Edi, 1997, Pembuatan Gula Merah

Tebu yang Baik dan Efisien, Pasuruan :

P3GI

Soerjadi, 1982. Dasar-dasar Teknologi Gula.

Yogyakarta : Lembaga Pendidikan

Perkebunan.

Supriyadi, Achmad, 1992, Rendeman Tebu:

Liku-Liku Permasalahannya, Yogyakarta

: Kanisius

Tjokrodirdjo, H.S., L.M. Syafein, dan B.

Subroto. 1999. Industri gula di luar Jawa.

Dalam A.H. Sawit,

P. Suharno, dan A. Rachman (Ed.). Ekonomi

Gula Indonesia, Pusat Penelitian Sosial

Ekonomi Pertanian,