komposisi gula merah lengkap
TRANSCRIPT
1
STUDI PENGEMBANGAN USAHA
GULA MERAH TEBU DI KABUPATEN REMBANG
(Studi Kasus di Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang)
Oleh :
MILA FADILAH UTAMI
F 34103056
2008
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2
Mila Fadilah Utami. F34103056. Studi Pengembangan Usaha Gula Merah
Tebu di Kabupaten Rembang (Studi Kasus di Kecamatan Pamotan,
Kabupaten Rembang). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc.
St dan Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.Ing. 2008.
RINGKASAN
Pengembangan usaha gula merah tebu di Kabupaten Rembang memiliki
prospek baik yang didukung oleh ketersediaan bahan baku, sarana dan prasarana
pendukung, permodalan serta strategi pengembangan usaha. Usaha gula merah
tebu milik Ibu Arini merupakan salah satu usaha di Kabupaten Rembang, yang
dijadikan rujukan dalam pengembangan usaha gula merah tebu.
Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun strategi pengembangan usaha
gula merah tebu dengan menganalisis aspek-aspek yang berkaitan, seperti analisis
SWOT, aspek pemasaran, aspek teknis dan teknologis serta aspek finansial.
Kajian peluang pengembangan usaha gula merah tebu dimulai dengan
menentukan matriks internal eksternal. Berdasarkan hasil yang diperoleh, strategi
yang dapat digunakan untuk usaha gula merah tebu adalah strategi integratif
(integrasi horizontal). Strategi tersebut dilakukan dengan cara meningkatkan
kualitas produk, memperluas pasar, mengembangkan teknologi dan fasilitas
produksi melalui kerjasama dengan pihak lain.
Pada analisis SWOT melalui analisis faktor internal dan eksternal,
dihasilkan 4 alternatif strategi usaha yang dapat dilakukan, yaitu SO strategi, ST
strategi, WO strategi dan WT strategi. Beberapa alternatif strategi yang dihasilkan
antara lain meningkatkan kapasitas produksi dengan mutu yang baik, melakukan
pengawasan bahan baku dan produk, meningkatkan pangsa pasar, dan
menerapkan teknologi tepat guna. Keempat strategi tersebut dilakukan dengan
saling mendukung.
Kapasitas produksi dalam pengolahan nira tebu menjadi gula merah tebu
ditentukan oleh waktu produksi yang tersedia dan kemampuan mesin serta
peralatan yang digunakan. Teknologi yang diterapkan pada pengembangan usaha
3
gula merah disesuaikan dengan kebutuhan usaha, kondisi finansial dan
kemampuan pekerja dalam mengoperasikannya.
Kondisi kegiatan produksi perusahaan yang biasanya dilakukan selama
ini dianalisis dan dibandingkan dengan penerapan teknologi yang baru dalam
kegiatan produksi gula merah tebu. Penerapan teknologi dalam upaya
pengembangan usaha gula merah adalah penggunaan wajan uap dalam proses
pemasakan nira tebu, perlakuan terhadap bahan baku (tebu) dan nira hasil
penggilingan tebu. Dalam basis waktu operasi satu hari, kapasitas produksi saat
ini adalah 21 kwintal, sedangkan kapasitas produksi pada penerapan
pengembangan usaha gula merah tebu adalah 28 kwintal.
Kondisi saat ini membutuhkan total biaya investasi sebesar Rp
264,925,497,00 yang terdiri atas modal tetap Rp 218.025.000,00 dan modal kerja
Rp 46,900,497,00. Sedangkan untuk penerapan pengembangan usaha Rp
364,761,801,00 yang terdiri atas modal tetap Rp 308.285.000,00 dan modal kerja
Rp 56,476,801,00. Kriteria kelayakan investasi untuk masing-masing kondisi
secara berurutan yaitu, NPV sebesar Rp 257.968.831,00 dan Rp 854.471.865,00;
IRR sebesar 40,60 %. dan 51,12 %; Net B/C sebesar 1,97 dan 3,34; BEP sebesar
Rp 195.968.791,00 atau 59.384 Kg/tahun dan Rp 158.721.400,00 atau 45.349
Kg/tahun; PBP sebesar 2,96 dan 1,89 tahun. Berdasarkan hasil tersebut, usaha
gula merah tebu layak untuk dikembangkan dengan kedua kondisi, yaitu kondisi
yang dilakukan saat ini dan kondisi penerapan pengembangan. Namun jika
ditinjau dari indikator NPV, kondisi pengembangan usaha dengan menerapkan
alternatif yang ada memiliki nilai NPV jauh lebih besar dibandingkan nilai NPV
kondisi usaha saat ini. Sehingga pilihan terbaik untuk mengembangkan usaha gula
merah tebu adalah penerapan alternatif pengembangan yang ada, yang didukung
pula oleh kriteria investasi lainnya.
4
Mila Fadilah Utami. F3403056. The Development Study of Brown Cane
Sugar Industry on Rembang District (Study Case on Pamotan Subdistrict,
Rembang District). Supervised by Dr. Ir. Muhammad Romli, Msc. St. and Dr.
Ir. Suprihatin, Dipl. Ing. 2008.
SUMMARY
The development of Brown sugar industry in District of Rembang has a
good prospect supported by the availability of raw material resource, supporting
facility, capitalization, and the development strategy. Brown cane sugar industry
owned by Mrs. Arini is one of brown cane sugar industries in District of
Rembang, which was chosen to be the reference in developing brown cane sugar
industry.
The aim of this research was to plan the development strategy of brown
cane sugar industry by analyzing related aspects, such as SWOT analysis,
marketing aspect, technical and technological aspect, and also the financial aspect.
The study of brown cane sugar industry development prospect was started
with deciding internal external matrix. From the obtained result, applicable
strategy for brown cane sugar industry was Integrative strategy (Horizontal
integration). The strategy was done by increasing product quality, extending
market, developing technology and production facilities by cooperating with other
instances.
The SWOT analysis based on internal (Strengths and Weaknesses) and
external (Opportunities and Threats) factors, gave four alternative strategies (SO,
WO, ST and WT). Those strategies were increasing well-qualified production
capacity, supervising on raw materials and products, increasing market share, and
application effective technology. Those strategies were carried out supportively
one to another.
The company production activity which was used to be done was analyzed
and compared with the application of new technology in producing brown cane
sugar. The new technology application implied were the using of steam pan on
cane sap cooking process, raw material conditioning (cane), and the staged
5
filtering of cane sap from extraction. Production capacity for the present condition
was 2.1 tons per day and the development condition was 2.8 tons per day.
Total investment required for the present condition was Rp.
264.925.497,00 which divided into Rp. 218.025.000,00 fixed cost, and Rp.
46.900.497,00 production cost. While for the development condition total
investment required was Rp. 364.761.801,00, which divided into Rp.
308.285.000,00 fixed cost, and, Rp. 56.476.801,00 production cost. The criteria of
investment feasibility for each condition in order were, NPV of Rp.
257.968.831,00 and Rp. 854.471.865,00; IRR of 40,60 % and 51,12 %; Net B/C
of 1,97 and 3,34; BEP of Rp. 195.968.791,00 or 59.384 kgs/year and Rp.
158.721.400,00 or 45.349 kgs/year; PBP of 2,96 year and 1,89 year. Based on the
results, brown cane sugar industry was feasible on both conditions. But if viewed
from NPV indicator, the development condition had much better NPV than
present condition. So the best choice for the brown cane sugar industry
development was the development condition, which was supported by the other
investment criteria.
6
STUDI PENGEMBANGAN USAHA
GULA MERAH TEBU DI KABUPATEN REMBANG
(Studi Kasus di Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang)
Oleh :
MILA FADILAH UTAMI
F 34103056
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
7
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
STUDI PENGEMBANGAN USAHA
GULA MERAH TEBU DI KABUPATEN REMBANG
(Studi Kasus di Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
MILA FADILAH UTAMI
F 34103056
Dilahirkan pada tanggal 05 April 1985
Di Pandeglang
Tanggal lulus : Januari 2008
Disetujui,
Bogor, Januari 2008
Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc. St Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Ing.
Pembimbing Akademik I Pembimbing Akademik II
8
PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Studi
Pengembangan Usaha Gula Merah Tebu di Kabupaten Rembang (Studi
Kasus di Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang)” adalah hasil karya
sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas rujukannya.
Bogor, Januari 2008
Mila Fadilah Utami
F 34103056
9
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas
segala rahmat dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dalam rangka memenuhi tugas akhir di Departemen Teknologi Industri
Pertanian. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad
SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya.
Skripsi yang berjudul “Studi Pengembangan Usaha Gula Merah Tebu di
Kabupaten Rembang” disusun berdasarkan penelitian yang telah penulis
laksanakan di Kabupaten Rembang.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung
hingga terselesaikannya tugas akhir ini, yaitu kepada :
1. Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc. St., sebagai dosen pembimbing pertama yang
berkenan membimbing dan mengarahkan penulis hingga terselesaikannya
tugas akhir ini.
2. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Ing., sebagai dosen pembimbing kedua yang telah
memberikan bimbingan dan perhatiannya.
3. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M. Eng., sebagai dosen penguji yang telah
memberikan saran dan kritikan yang membangun dalam ujian dan penyusunan
skripsi.
4. Keluarga besar Bapak Abdussalam (Mbah Kakung) dan Ibu Arini sebagai
pemilik usaha gula merah tebu serta para pengusaha gula merah tebu yang
berada di Kabupaten Rembang atas bantuan dan dukungannya selama
melakukan penelitian.
5. Ayahanda tercinta H. Misri Ahmadi dan Ibunda tercinta (Alm) Hj. Lili Aliah,
serta kelima saudara penulis (Aa dan Teteh) yang telah memberi doa,
dukungan dan kasih sayang tanpa batas.
6. Sahabat sekaligus mitra selama penelitian di Rembang, Er-R yang telah
memberikan dukungan dan kerjasama yang amat berharga.
10
7. Sahabat-sahabat penulis, Endang, Endah, Idesh, Dika, Umi, Mamin, Mayang
wo, Ana, Bunda, Windi, Yuyu, Dita, Lucia, Naqoer, Mb Ida, Aa Ijey, Aa
Indra, Aa Bayu, Aa Dudi, Mas Umam, Om Ucup, Da Hendrick, Bang Affan,
Bung Amet, dan Bung Fardian. Terima kasih atas support yang amat berarti
dan telah menjadi teman terbaik dalam berbagi.
8. Teman-teman TIN 40, atas dukungan, pengalaman dan kebersamaan selama
ini.
9. Para Lawalata-Ers, atas dukungan, perhatian dan pengalaman yang begitu
berharga.
10. Bapak dan Ibu Laboran serta seluruh staf Departemen TIN.
11. Popo Iskandar, ST yang selalu memberikan dukungan, perhatian dan
ketegaran kepada penulis.
12. Seluruh pihak yang telah membantu penelitian ini.
Bogor, Januari 2008
Penulis
11
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG.......................................................................... 1
B. TUJUAN............................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
A. NIRA..................................................................................................... 3
B. GULA MERAH.................................................................................... 4
1. MUTU GULA MERAH................................................................. 6
2. PROSES PEMBUATAN GULA MERAH TEBU......................... 9
3. PERBAIKAN PROSES.................................................................. 11
C. USAHA KECIL.................................................................................... 12
D. KONSEP MANAJEMEN STRATEGIS.............................................. 13
1. PROSES MANAGEMEN STRATEGIS........................................ 14
2. SWOT............................................................................................. 15
3. ASPEK PEMASARAN.................................................................. 15
E. ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS............................................... 16
F. ASPEK FINANSIAL............................................................................ 17
III. METODOLOGI.......................................................................................... 18
A. KERANGKA PEMIKIRAN................................................................. 18
B. TATA LAKSANA................................................................................ 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 24
A. KARAKTERISTIK WILAYAH.......................................................... 24
1. KARAKTERISTIK INDUSTRI..................................................... 27
2. ASPEK LEGALITAS..................................................................... 30
12
B. PROFIL USAHA GULA MERAH TEBU........................................... 32
1. ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS.........................................32
2. ASPEK PEMASARAN..................................................................39
3. ASPEK FINANSIAL......................................................................41
C. ANALISIS PENGEMBANGAN GULA MERAH TEBU................... 46
1. ANALISIS SWOT.......................................................................... 46
2. ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS.........................................57
3. ASPEK PEMASARAN.................................................................. 68
4. ASPEK FINANSIAL......................................................................71
V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 80
A. KESIMPULAN......................................................................... 80
B. SARAN..................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 83
LAMPIRAN..................................................................................................... 86
13
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi Padatan dalam Nira Tebu ............................................ 4
Tabel 2. Nilai Gizi Yang Terkandung Setiap 100 g Berbagai Jenis Gula ... 5
Tabel 3. Perbandingan Gula Pasir dan Gula Merah .................................... 6
Tabel 4. Spesifikasi Persyaratan Mutu Gula Merah Tebu .......................... 7
Tabel 5. Jenis dan Sumber Data Untuk Penelitian ...................................... 19
Tabel 6. Sebaran Perkebunan Tebu dan Potensi Pengembangannya di
Kabupaten Rembang Taun 2005 .................................................... 24
Tabel 7. Luas Areal, Produksi, Produkstivitas dan Jumlah Petani
Komoditas Tebu di Kabupaten Rembang Tahun 2006 ................. 25
Tabel 8. Harga Rata-Rata Komoditas Perkebunan Tahun 2006 .................. 28
Tabel 9. Harga Jual Gula Tumbu dari Pengrajin ke Pedagang
Pengumpul Tahun 2006 ................................................................. 40
Tabel 10. Komposisi Modal Tetap untuk Industri Gula Merah
Tebu....................................................................................................42
Tabel 11. Komposisi Modal Kerja untuk Industri Gula Merah
Tebu....................................................................................................43
Tabel 12. Total Investasi untuk Industri Gula Merah
Tebu....................................................................................................43
Tabel 13. Struktur Pembiayaan Usaha Gula Merah Tebu..................................44
Tabel 14. Perincian Laba Bersih........................................................................44
Tabel 15. Tingkat Mutu Gula Merah Tebu Berdasarkan Penilaian
Objektif Pengusaha............................................................................ 47
Tabel 16. Matriks IFE Industri Gula Merah Tebu..............................................49
Tabel 17. Matriks EFE Industri Gula Merah Tebu.............................................51
Tabel 18. Matriks Internal Eksternal................................................................. 52
Tabel 19. Matriks Analisis SWOT.....................................................................53
Tabel 20. Tingkat Mutu Gula Merah Tebu Berdasarkan Penilaian
Objektif Pengusaha.............................................................................68
14
Tabel 21. Kapasitas Produksi pada Kondisi Saat Ini dan Kondisi
Pengembangan....................................................................................73
Tabel 22. Komposisi Modal Tetap Kondisi Pengembangan
Usaha..................................................................................................74
Tabel 23. Komposisi Modal Kerja Kondisi Pengembangan Usaha....................75
Tabel 24. Total Investasi Kondisi Pengembangan Usaha....................................75
Tabel 25. Struktur Pembiayaan Kondisi Pengembangan Usaha ......................... 76
Tabel 26. Penilaian Laba Bersih Kondisi Pengembangan Usaha........................ 76
Tabel 27. Ringkasan Kondisi Saat ini dan Pengembangan Usaha Gula
Merah................................................................................................. 79
15
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Gula merah Tebu.............................11
Gambar 2. Bahan Baku Usaha (Tebu)...................................................................25
Gambar 3. Proses Penggilingan.............................................................................33
Gambar 4. Proses Pemasakan Nira dengan Wajan Berundak................................35
Gambar 5. Nira Tebu Yang Mulai Mengental.......................................................35
Gambar 6. Gula Merah Tebu.................................................................................36
Gambar 7. Diagram Alir Proses Pembuatan Gula Merah Tumbu.........................37
Gambar 8. Diagram Alir Proses Pembuatan Gula Merah Awur...........................38
Gambar 9 Distribusi Produk Gula Merah Tebu....................................................40
Gambar 10. Alat Penyaringan Nira Tebu.............................................................. 59
Gambar 11. Boiler dan Wajan Uap....................................................................... 60
Gambar 12. Proses Penggilingan........................................................................... 63
Gambar 13. Proses Pemasakan Nira dengan Wajan Uap...................................... 64
Gambar 14. Pemasakan Nira dengan Wajan Uap................................................. 65
Gambar 15. Proses Penirisan Gula........................................................................ 66
Gambar 16. Diagram Alir Proses Pembuatan Gula Merah Awur
pada Skenario 2.................................................................................. 67
16
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Komposisi Modal Tetap Skenario 1..................................................86
Lampiran 2. Komposisi Modal Tetap Skenario 2..................................................87
Lampiran 3. Perhitungan Biaya Penyusutan dan Biaya Pemeliharaan
Skenario 1..........................................................................................88
Lampiran 4. Perhitungan Biaya Penyusutan dan Biaya Pemeliharaan
Skenario 2..........................................................................................89
Lampiran 5. Biaya Tenaga Kerja Langsung dan Tidak Langsung........................90
Lampiran 6. Perhitungan Biaya Bahan Baku........................................................91
Lampiran 7. Biaya Operasional pada Skenario 1..................................................92
Lampiran 8. Biaya Operasional pada Skenario 2..................................................94
Lampiran 9. Komposisi Modal Kerja dan Total Biaya Investasi
Pada Skenario 1 dan 2.......................................................................96
Lampiran 10. Struktur Pembiayaan Neraca Pembayaran Kredit..........................97
Lampiran 11. Penentuan Harga Pokok dan Harga Jual pada Skenario 1..............99
Lampiran 12. Penentuan Harga Pokok dan Harga Jual pada Skenario 2.............100
Lampiran 13. Proyeksi Laporan Laba Rugi pada Skenario 1.............................. 101
Lampiran 14. Proyeksi Laporan Laba Rugi pada Skenario 2.............................. 103
Lampiran 15. Proyeksi Arus Kas pada Skenario 1.............................................. 105
Lampiran 16. Proyeksi Arus Kas pada Skenario 2.............................................. 107
Lampiran 17. Kriteria Investasi Skenario 1......................................................... 109
Lampiran 18. Kriteria Investasi Skenario 2......................................................... 110
17
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan
masyarakat. Kebutuhan ini semakin meningkat setiap tahunnya, yang tidak dapat
diimbangi oleh tingkat produksi gula nasional. Data konsumsi gula nasional pada
tahun 2005 sebesar 3,6 juta ton/ tahun, sementara produksi hanya sekitar 2,0 juta
ton/ tahun (Tim Studi P3GI, 2005). Gula merah merupakan salah satu alternatif
untuk memenuhi kebutuhan gula di Indonesia.
Volume produksi tebu pada tahun 2006 di Kabupaten Rembang mencapai
23.127.555 ton. Jumlah luas tanaman tebu Kabupaten Rembang 6.140,86 hektar,
dengan luas potensi lahan kering sebesar 9.488 hektar. Hal ini menunjukkan usaha
gula merah tebu di Kabupaten Rembang memiliki potensi pengembangan yang
besar. Namun, pengembangan usaha gula merah tebu ini menghadapi beberapa
kendala antara lain keterbatasan modal dan aplikasi teknologi, serta rendahnya
sumber daya manusia dalam penguasaan teknologi.
Sebagian besar gula merah yang ditemui di pasar lokal cukup bervariasi,
terutama dalam hal penampakan dan sifat fisiknya, yaitu warna, kadar abu dan
kekerasannya. Keragaman mutu produk di pasaran dapat disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu rendahnya teknologi proses yang digunakan, variasi bahan
baku, dan kondisi proses pengolahan yang tidak konsisten. Menurut Rosby
(2004), proses produksi gula merah yang selama ini dikerjakan menggunakan
teknologi sederhana dan bersifat tradisional inilah yang menyebabkan hasil
produksi gula merah sangat bervariasi.
Gula merah di pasar Indonesia memiliki warna yang berbeda-beda, mulai
dari kuning, merah, coklat, dan bahkan ada yang cenderung hitam. Demikian juga
dengan kekerasan dan teksturnya, ada yang lembek dan ada pula yang sangat
keras (Nurlela, 2002). Kualitas yang bervariasi inilah yang menyebabkan industri
gula merah kurang berkembang dengan baik, bahkan kurang mampu bersaing
menghadapi industri lain yang memproduksi bahan substitusi gula merah.
18
Selain warna dan kekerasan, tingginya kadar abu dalam gula merah juga
menjadi kendala bagi perkembangan gula merah. Menurut Herman (1987),
sebagian besar kotoran dalam gula berasal dari pengotoran oleh lingkungan
(tanah, pasir, dan sebagainya) karena kurangnya perhatian terhadap kebersihan
ruang pengolahan maupun peralatan yang digunakan. Selain itu pengotoran dapat
terjadi secara alami dari bahan bakunya.
Berdasarkan permasalahan tersebut diperlukan kajian mengenai studi
pengembangan usaha gula merah tebu, dengan memperhatikan aspek-aspek yang
terkait.
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Menganalisis aspek-aspek yang berkaitan dengan pengembangan usaha
gula merah tebu, yang mencakup analisis SWOT, aspek pemasaran,
aspek teknis dan teknologis, serta aspek finansial.
b. Menyusun strategi pengembangan usaha gula merah tebu di Kabupaten
Rembang.
19
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. NIRA
Nira tebu merupakan campuran dari beberapa komponen. Komposisi nira
tebu tidak akan selalu sama, tergantung pada jenis tebu, kondisi geografis, tingkat
kematangan, serta cara penanganan sebelum penebangan dan pengangkutan
(Reece, 2003).
Menurut Puri (2005), Nira merupakan cairan hasil penggilingan tebu yang
berwarna coklat kehijauan. Nira tebu dalam keadaan segar terasa manis,
berwarna coklat kehijau-hijauan dengan pH 5.5-6.0. Santoso (1993) menyatakan
bahwa, nira sangat mudah mengalami kerusakan sehingga nira menjadi asam,
berbuih putih, dan berlendir. Apabila nira telambat dimasak biasanya warna nira
akan berubah menjadi keruh kekuningan, rasanya asam serta baunya menyengat.
Kondisi dan sifat-sifat nira ini akan menentukan sifat dan mutu produk yang
dihasilkan (Muchtadi,1992).
Kerusakan nira banyak sekali macamnya, namun pada umumnya nira
dikatakan rusak jika sukrosa dalam nira terinversi menjadi gula pereduksi yang
terdiri dari glukosa dan fruktosa dalam perbandingan yang sama (Indeswari,
1986). Inversi sukrosa ini dapat disebabkan oleh suhu yang terlalu tinggi, derajat
keasaman (pH) nira yang terlalu rendah atau tinggi dan aktivitas mikroorganisme
(Soerjadi, 1979).
Sebagian besar gula merah warnanya coklat sampai coklat kehitaman serta
mudah lembek. Hal ini mungkin akibat terjadinya kegosongan selama proses
pengolahan, disamping nira yang kurang baik (Herman, 1987). Pembentukan
warna gula merah dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kondisi bahan baku (nira)
dan proses pembuatannya. Kondisi nira yang dimaksud adalah kondisi nira (segar
atau asam) dan komposisi kimia nira (kadar air, protein, asam-asam organik, dan
lemak). Sedangkan tahapan prosesnya adalah suhu proses, pengadukan selama
pemasakan, serta kondisi kebersihan proses (sanitasi) dan alat-alat yang
digunakan (Nurlela, 2002).
20
Menurut Poel et al. (1998) dalam Reece (2003), komposisi padatan terlarut
yang terdapat di dalam nira tebu disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Padatan Dalam Nira Tebu
Komponen g/100g
basis kering
Bahan gula
� Sukrosa
� Glukosa
� Fruktosa
� Oligosakarida
75.0-94.0
70.0-90.0
2.0-4.0
2.0-4.0
0.001-0.05
Garam
� Dari asam organik
� Dari asam anorganik
3.0-4.5
1.5-4.5
1.0-3.0
Asam organik
� Asam karboksilat
� Asam amino
1.5-5.5
1.1-3.0
0.5-2.5
Bahan-bahan organik bukan gula lainnya
� Protein
� Pati
� Polisakarida terlarut
� Lilin, lemak dan fosfolipid
0.5-0.6
0.001-0.18
0.03-0.50
0.04-0.15
B. GULA MERAH
Gula merah adalah hasil olahan nira yang berbentuk padat dan berwarna
coklat kemerahan sampai dengan coklat tua. Nira yang digunakan biasanya
berasal dari tanaman kelapa, aren, lontar atau siwalan, dan tebu (Dachlan, 1984).
Selain untuk konsumsi di tingkat rumah tangga, gula merah juga menjadi bahan
baku untuk berbagai industri pangan seperti industri kecap, tauco, produk cookies,
dan berbagai produk makanan tradisional (Santoso, 1993). Gula merah juga mulai
dikonsumsi di berbagai negara baik sebagai konsumsi akhir maupun sebagai
bahan baku dan bahan tambahan dalam suatu industri. Gula merah banyak
21
diminati di Jerman dan Jepang, industri perhotelan, supermarket, pabrik kecap
ekspor, hingga pabrik anggur. (Warastri, 2006).
Dilihat dari segi kesehatan, gula merah memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan gula putih (gula pasir). Nilai gizi gula merah ternyata lebih baik
dibandingkan dengan gula pasir yang banyak dikonsumsi manusia saat ini. Utami
(1996) menyatakan bahwa mengkonsumsi gula kristal putih sama saja dengan
mengkonsumsi kalori kosong yang tidak memiliki manfaat nutrisi, para ahli gizi
biasa menyebutnya dengan ”sumber kalori kosong”. Pada gula pasir nilai
kalorinya memang cukup tinggi, yaitu 364 per 100 gram, namun sebenarnya
sudah tidak mengandung gizi lagi (Sarengat et al., 1981). Perbandingan nilai gizi
yang terkandung dalam berbagai jenis gula dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Gizi yang Terkandung Setiap 100 g Berbagai Jenis Gula
G.Kelapa
(mg)
G.Aren
(mg)
G.Merah
Tebu (mg)
G. Pasir
(mg)
Madu
(mg)
Kalori 386.0 386.0 356.0 364.0 294
Protein 3.0 0.0 0.4 0.0 0.3
Lemak 10.0 0.0 0.5 0.0 0.0
Hidrat arang 76.0 95.0 90.6 94.0 79.5
Kalsium 76.0 75.0 51.0 5.0 5.0
Fosfor 37.0 35.0 44.0 1.0 16.0
Besi 2.6 3.0 4.2 0.1 0.9
Vit. A 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Vit. B1 0.0 0.0 0.02 0.0 9.0
Vit. B2 0.0 0.0 0.03 0.0 0.0
Vit. C 0.0 0.0 0.0 0.0 04.0
Air 10.0 9.0 7.4 5.4 20.0
Sumber: Tan, 1980
Nilai kalori satu sendok makan gula merah dianggap sama dengan nilai
kalori satu sendok makan gula putih, walaupun sebenarnya ada sedikit perbedaan.
Seratus gram gula merah mengandung 373 kalori, sedangkan gula putih
mengandung 396 kalori. Meskipun penampakan gula merah lebih padat
dibandingkan gula putih, namun butirannya lebih kecil dan kalorinya lebih besar
jika diukur berdasarkan volumenya. Gula merah dapat membantu mengurangi
kram perut pada saat menstruasi, walaupun manfaat ini belum dapat dipercaya
sepenuhnya (Pinder, 2006). Perbandingan antara gula pasir dan gula merah
mengenai kandungan dan manfaatnya disajikan pada Tabel 3.
22
Tabel 3. Perbandingan Gula Pasir dan Gula Jawa (Gula Merah)
VARIABEL Gula Pasir Gula
Jawa
Rasa Manis Ada Ada
Glukosa Ada Ada
Galaktomanan (berfungsi untuk kesehatan) Tidak ada Ada
Energi spontan (energi bisa langsung digunakan oleh
tubuh) Tidak ada Ada
Antioksidan Tidak ada Ada
Lebih bermanfaat untuk diabetes Tidak ada Ada
Mengandung senyawa non-gizi yg bermanfaat untuk
diabetes (penelitian terbaru yang belum dipublikasikan) Tidak ada Ada
Aroma khas nira Tidak ada Ada
Mengandung senyawa yg bermanfaat untuk kesehatan
seperti yg ada dalam kelapa muda (peneliti Depkes RI,
non publikasi)
Tidak ada Ada
Aman dikonsumsi setiap hari sampai beberapa kali
penyajian, karena bebas bahan pengkristal dan bahan
pengawet
Tidak ada Ada
Sumber: Nirasari, 2007
1. Mutu Gula Merah
Mutu gula merah ditentukan terutama dari rasa dan penampilannya,
yaitu bentuk, warna, kekeringan, dan kekerasannya. Gula yang berwarna lebih
cerah dan agak keras lebih disukai serta memiliki harga jual lebih tinggi. Gula
merah memiliki struktur dan tekstur yang kompak, tidak keras sehingga
mudah dipatahkan, dan sekaligus terdapat kesan empuk (Santoso, 1993). Mutu
gula merah tebu secara rinci dituangkan dalam SNI 01-6237-2000 yang
dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Syarat mutu tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.
Gula merah hasil produksi pengrajin maupun yang didapatkan di
pasaran pada umumnya dalam bentuk gula cetak dan mutunya beragam,
ditinjau dari segi keawetan (daya simpan), warna, maupun kadar kotoran.
Adanya keragaman warna dan kekerasan pada produk-produk gula merah di
pasaran Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu rendahnya
teknologi pengolahan, adanya variasi bahan baku (kondisi nira) maupun
proses pengolahan yang tidak konsisten (Santoso, 1993).
23
Tabel 4. Spesifikasi Persyaratan Mutu Gula Merah Tebu
No. Jenis uji Satuan Persyaratan
Mutu I Mutu II
1 Keadaan
- bau
- rasa
- warna
- penampakan
-
-
-
Khas
Khas
Coklat muda
sampai tua
Tidak berjamur
Khas
Khas
Coklat muda
sampai tua
Tidak
berjamur
2 Bagian yang tak larut dalam
air, b/b %
Maks 1.0 Maks 5.0
3 Air, b/b % Maks 8.0 Maks 10.0
4 Gula (dihitung sebagai
sakarosa), b/b %
Min 65 Min 60
5 Gula pereduksi (dihitung
sebagai glukosa), b/b %
Maks 11 Maks 14
6 Bahan tambahan makanan
pengawet
- residu
- benzoat
mg/kg
mg/kg
Maks 20
Maks 200
Maks 20
Maks 200
7 Cemaran logam
- timbal (Pb)
- tembaga (Cu)
- seng (Zn)
- timah (Sn)
- raksa (Hg)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks 2.0
Maks 2.0
Maks 40.0
Maks 40.0
Maks 0.03
Maks 2.0
Maks 2.0
Maks 40.0
Maks 40.0
Maks 0.03
8 Cemaran arsen mg/kg Maks 0.1 Maks 0.1
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2000)
Wirioatmodjo (1984) menyatakan bahwa sebagai komoditi pertanian,
gula merah memiliki ciri daya simpannya relatif singkat karena mudah
menyerap air sehingga mudah lembek. Mengenai warna, Herman (1987)
mengungkapkan bahwa sebagian besar gula kelapa warnanya coklat sampai
coklat kehitaman serta mudah lembek. Hal ini mungkin akibat terjadinya
kegosongan selama proses pengolahan, disamping nira yang diolah kurang
baik.
a. Warna Gula Merah
Gula merah yang warnanya lebih cerah dianggap memiliki kualitas
yang lebih baik (Nurlela, 2002). Warna gula merah ditentukan oleh mutu nira
yang digunakan. Nira yang telah terfermentasi mengandung asam dan gula
pereduksi relatif tinggi. Menurut Shallenberg et al. dalam Nurlela (2002),
24
kandungan gula pereduksi berperan penting dalam proses pencoklatan pada
gula merah. Hal ini dikarenakan gula yang siap melakukan reaksi pencoklatan
adalah gula pereduksi, sedangkan gula nonpereduksi harus mengalami
perubahan menjadi gula pereduksi terlebih dahulu.
Reaksi pencoklatan nonenzimatis yang diduga terjadi pada proses
pembuatan gula merah adalah reaksi maillard dan karamelisasi, yang
disebabkan oleh keberadaan gula pereduksi, protein, dan lemak dalam nira.
Reaksi maillard adalah reaksi yang terjadi antara asam amino dengan gula
pereduksi apabila dipanaskan bersama-sama. Sedangkan reaksi karamelisasi
adalah reaksi yang terjadi pada pemanasan gula dalam asam, basa, dan
pemanasan tanpa air (Ozdemir, 1997).
b. Kekerasan Gula Merah
Kekerasan gula merah dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti mutu
nira, kadar air, dan kadar lemak. Mutu nira berhubungan dengan jumlah
sukrosa yang terdapat di dalamnya. Semakin baik mutu nira, jumlah sukrosa
akan semakin tinggi dan gula merah yang terbentuk akan memiliki tekstur
yang baik. Apabila sukrosa telah terinversi maka gula merah akan sulit
mengeras.
Air merupakan salah satu komponen yang berpengaruh terhadap
keempukan gula. Semakin tinggi air maka kekerasan gula merah akan
semakin rendah, sebaliknya keempukan gula akan semakin meningkat dengan
meningkatnya kadar air dalam gula merah (Sudarmadji et al., 1989).
Lemak juga berperan dalam menentukan keempukan gula merah.
Molekul-molekul lemak di dalam gula merah membentuk globula-globula
yang menyebar diantara kristal atau butiran gula sehingga kekerasan gula akan
berkurang atau keempukannya akan bertambah (Santoso, 1993).
c. Rasa Gula Merah
Gula merah mempunyai nilai kemanisan mempunyai nilai kemanisan
10% lebih manis daripada gula pasir (Santoso, 1993). Nilai kemanisan ini
terutama disebabkan oleh adanya fruktosa dalam gula merah yang memiliki
nilai kemanisan lebih tinggi daripada sukrosa. Gula merah juga memiliki rasa
sedikit asam karena adanya kandungan asam-asam organik di dalamnya.
25
Adanya asam-asam ini menyebabkan gula merah mempunyai aroma yang
khas, sedikit asam, dan berbau karamel. Rasa karamel pada gula merah diduga
disebabkan adanya reaksi karamelisasi akibat panas selama pemasakan
(Nengah, 1990).
d. Adsorpsi Air
Gula merah memiliki sifat kering dan tidak terlalu kering, karena
kadar air mempengaruhi keempukan gula merah. Kadar air yang terdapat pada
gula merah adalah kurang dari 12%. Kadar air yang terlalu tinggi
menyebabkan gula merah menjadi lembek dan cepat rusak (Dachlan, 1984).
Penguraian sukrosa menjadi gula pereduksi disebabkan adanya
aktivitas enzim invertase yang dihasilkan mikroba kontaminan atau akibat
pemanasan dalam suasana asam yang terjadi selama pengolahan. Dikaitkan
dengan sifat higroskopisnya, gula pereduksi akan menyebabkan peningkatan
kadar air sehingga kekerasan gula menurun (Santoso, 1993).
2. Proses Pembuatan Gula Merah Tebu
Definisi gula merah tebu menurut SNI 01-6237-2000 adalah gula yang
dihasilkan dari pengolahan air atau sari tebu (Saccharum officinarum) melalui
pemasakan dengan atau tanpa penambahan bahan makanan yang
diperbolehkan dan berwarna kecoklatan. Proses pembuatan gula merah tebu
pada prinsipnya sama dengan pembuatan gula merah pada umumnya.
Prinsipnya adalah proses penguapan nira dengan cara pemanasan sampai nira
mencapai kekentalan tertentu kemudian mencetaknya menjadi bentuk yang
diinginkan.
Tahap awal pembuatan gula merah adalah proses penggilingan batang
tebu untuk mengekstraksi nira semaksimal mungkin. Proses ini dilakukan
dengan menggunakan mesin giling yang digerakkan oleh diesel yang
dihubungkan dengan sabuk transmisi atau belt. Peralatan giling ini dibuat dari
besi yang terdiri dari dua silinder bergerigi yang bergerak berlawanan arah
sehingga batang tebu hancur karena terjepit diantara dua silinder. Dengan
demikian nira tebu dapat terekstrak (Lesthari, 2006).
26
Nira yang telah terekstrak kemudian disaring dengan menggunakan
kain penyaring untuk memisahkan kotoran-kotoran seperti potongan ranting,
daun kering, dan serangga. Nira hasil penyaringan dimasukkan ke dalam
wajan kemudian dipanaskan pada suhu sekitar 110 0
C selama tiga sampai
empat jam sambil dilakukan pengadukan. Suhu yang optimal untuk
pemanasan nira adalah 110-1200C. Apabila suhunya terlalu tinggi, maka akan
terjadi karamelisasi berlebihan sehingga gula yang dihasilkan dapat menjadi
gosong. Pengadukan perlu dilakukan untuk mempercepat penguapan air dari
nira dan untuk membentuk kristal gula yang kompak serta menghasilkan
warna gula yang seragam (Sagala dalam Lesthari, 2006).
Pada pemasakan dengan suhu tinggi ini kotoran-kotoran halus akan
terapung bersama dengan buih nira. Kotoran tersebut dibuang dengan
menggunakan serok (Santoso, 1993). Buih-buih yang timbul selama proses
dapat dikurangi dengan melakukan pengadukan terus menerus serta dapat
ditambahkan parutan kelapa, minyak kelapa, atau kemiri yang dihaluskan.
Bahan-bahan ini ditambahkan untuk menurunkan tegangan permukaan antara
buih dan cairan nira (Palungkun, 1993).
Pemanasan nira dihentikan jika nira sudah mulai pekat dan berwarna
kecoklatan serta buih-buih nira sudah menurun. Kecukupan pemanasan sangat
mempengaruhi mutu gula merah yang dihasilkan. Apabila waktu pemanasan
terlalu cepat maka gula merah yang dihasilkan akan lembek dan mudah
meleleh (Sardjono, 1986). Nira pekat yang telah masak kemudian dituangkan
ke dalam cetakan yang telah dibasahi air untuk mempermudah pelepasan gula
merah. Alat pencetakan gula merah umumnya adalah tempurung kelapa atau
batang bambu (Dyanti, 2002). Proses pembuatan gula merah tebu secara
ringkas disajikan pada Gambar 1.
27
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Gula Merah Tebu
3. Perbaikan Proses
Untuk memperoleh produk dengan mutu yang baik perlu diperhatikan
mutu bahan baku, proses produksi, dan pengemasan produk (Sardjono, 1986).
Menurut penelitian Nurlela (2002), pembentukan warna gula merah pada
dasarnya sangat tergantung pada dua hal, yaitu kondisi bahan baku (nira) dan
proses pembuatan gula merah. Kondisi bahan baku atau nira yang
menghasilkan gula merah dengan warna coklat kekuningan, keras, dan kering
adalah nira segar dengan kisaran pH antara 5.5 – 5.6.
Batang tebu
Nira
Penggilingan
Penjernihan dengan
pemanasan awal 70 0C
Pencetakan
Pemanasan 100-110 0C
Penggumpalan
Gula merah
tebu
Minyak
kelapa
Bagase
Larutan
kapur
Nira jernih
Buih dan
kotoran
28
Tahap-tahap proses yang mempengaruhi adalah suhu proses,
pengadukan selama pemasakan, serta kondisi kebersihan proses (sanitasi) dan
alat-alat yang digunakan. Warna produk (gula merah) memang sangat
berpengaruh dalam persepsi konsumen tentang gula merah. Beberapa hal yang
harus diperhatikan untuk meningkatkan mutu dan mengurangi variasi mutu
gula merah adalah perlu adanya cara pengolahan gula merah yang lebih baik,
meliputi suhu dan waktu pengolahan; intensitas pengadukan; serta kebersihan
alat.
Menurut penelitian Yustiningsih (2006), proses penjernihan nira
optimum dengan metode defekasi mampu menurunkan nilai kadar air sebesar
2.84%, kadar abu 37.43%, total kotoran 50.69%, kadar glukosa 76.58%, kadar
protein 64.18%, dan kadar lemak 67.13%, serta meningkatkan kadar sukrosa
sebesar 52.10%. Pada penelitian tersebut proses defekasi pada semua
kombinasi suhu nira dan dosis kapur yang digunakan ternyata tidak berbeda
nyata. Kombinasi suhu dan dosis kapur yang digunakan adalah 750C-0.033%,
290C-0.067%, 29
0C-0.100%, 75
0C-0.100%, 75
0C-0.067%. Yustiningsih
menyarankan bahwa untuk aplikasi di Industri Gula Merah Tebu (IGMT),
kombinasi yang digunakan adalah 29 0C-0.067% dengan alasan praktis dan
efisien.
C. Usaha Kecil
Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil,
definisi industri kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan
atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang
ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang mempunyai kekayaan
bersih paling banyak Rp. 200 juta, dan mempunyai nilai penjualan per tahun
sebesar Rp. 1 milyar atau kurang.
Batasan mengenai skala usaha menurut BPS dilakukan berdasarkan
kriteria jumlah tenaga kerja, yaitu :
1. Industri dan Dagang Mikro (ID Mikro) : 1-4 orang
2. Industri dan Dagang Kecil (ID Kecil) : 5-19 orang
3. Industri dan Dagang Menengah (ID Menengah) : 20-99 orang
29
4. Industri dan Dagang Besar (ID Besar) : 100 orang ke atas
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tersebut, Departemen
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah membuat empat kelompok bidang usaha
yang ada pada usaha kecil dan menengah (UKM), yaitu :
1. Bidang usaha perdagangan
2. Bidang usaha industri pertanian
3. Bidang usaha industri non pertanian
4. Bidang usaha aneka jasa
Menurut Adiningsih (2004) permasalahan utama UKM, yaitu masalah
finansial dan masalah manajemen. Masalah yang termasuk dalam masalah
finansial diantaranya adalah :
1. Kurangnya akses ke sumber dana yang formal baik disebabkan oleh ketiadaan
bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai.
2. Bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi.
3. Banyak UKM yang belum bankable baik disebabkan belum adanya
manajemen keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan
manajerial dan finansial.
Masalah organisasi manajemen (non-finansial) antara lain :
1. Kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang
disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan
teknologi serta kurangnya pendidikan dan pelatihan.
2. Kurangnya pengetahuan atas pemasaran yang disebabkan oleh terbatasnya
informasi yang dapat dijangkau oleh UKM mengenai pasar, selain karena
keterbatasan kemampuan UKM untuk menyediakan produk atau jasa yang
sesuai dengan keinginan pasar.
3. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) serta kurangnya sumber daya
untuk mengembangkan SDM.
4. Kurangnya pemahaman mengenai keuangan dan akuntansi.
D. Konsep Manajemen Strategis
Manajemen strategis didefinisikan sebagai seni dan ilmu pengetahuan
untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas
30
fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai tujuan-tujuannya (David,
2004). Menurut Jauch (1998), manajemen strategis merupakan arus keputusan dan
tindakan yang mengarah pada perkembangan suatu strategi atau strategi-strategi
yang efektif untuk membantu mencapai sasaran perusahaan.
Manajemen strategis sangat penting bagi perkembangan perusahaan, baik
besar maupun kecil. Pelaksanaan proses manajemen strategis secara signifikan
dapat memperkuat pertumbuhan dan kemakmuran. Hal tersebut dikarenakan
manajemen strategis dapat membantu perusahaan dalam melihat ancaman dan
peluang di masa yang akan datang sehingga memungkinkan perusahaan untuk
dapat mengantisipasi kondisi yang selalu berubah-ubah. Selain itu, manajemen
strategis juga menyediakan sasaran serta arah yang jelas bagi masa depan
perusahaan sehingga perusahaan yang mengembangkan sistem manajemen
strategi mempunyai kemungkinan tingkat keberhasilan lebih besar daripada yang
tidak menggunakan sistem manajemen strategi (Jauch, 1998).
1. Proses Manajemen Strategis
Proses manajemen strategis adalah alur dimana penyusunan strategi
menentukan sasaran dan menyusun keputusan strategi. Sesuai dengan
pendapat David (2004), manajemen strategi terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Perumusan atau Formulasi Strategi
Perumusan strategi termasuk mengembangkan misi bisnis, mengenali
peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menetapkan kekuatan dan
kelemahan internal, menetapkan sasaran jangka panjang, menghasilkan
strategi alternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan.
2. Implementasi Strategi
Tahap implementasi strategi yaitu mengimplementasikan pilihan dengan
maksud mengalokasikan sumberdaya dan mengorganisirnya sesuai dengan
strategi (Jauch, 1998).
3. Evaluasi Strategi
Tahap evaluasi strategi berarti mengevaluasi hasil implementasi dan
memastikan bahwa strategi yang telah disesuaikan dapat mencapai tujuan
perusahaan (Jauch, 1998).
31
2. SWOT
SWOT merupakan singkatan dari lingkungan internal Strengths dan
Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats. Analisis
SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis
dalam rangka merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada
logika dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities),
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan
ancaman (threats) (Rangkuti, 1998). Salah satu keuntungan dari penggunaan
analisis SWOT adalah kemudahan menganalisis kondisi yang mempengaruhi
perusahaan dalam menentukan strategi untuk mencapai tujuannya (Rangkuti,
2000).
Analisis SWOT didahului dengan mengidentifikasi faktor-faktor dari
lingkungan eksternal dan internal yang dihadapi oleh suatu usaha. Analisa
lingkungan eksternal meliputi peluang dan ancaman yang harus dihadapi
perusahaan (Kotler, 1997). Peluang adalah potensi minat dan kebutuhan
konsumen dimana perusahaan dapat menggarapnya secara menguntungkan.
Ancaman adalah tantangan yang dapat mengakibatkan perusahaan sulit atau tidak
dapat mencapai tujuannya (Kotler, 2005).
Analisa lingkungan internal meliputi kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki oleh perusahaan tersebut. Kekuatan adalah suatu kelebihan daya saing
yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam merebut pasar. Sedangkan
kelemahan merupakan faktor yang dapat membatasi pilihan perusahaan untuk
mengembangkan strategi (Kotler, 1997).
Faktor-faktor yang teridentifikasi tersebut disusun dalam suatu matriks
internal eksternal. Matriks ini bertujuan untuk memperoleh strategi bisnis di
tingkat korporat yang lebih detil. Parameter yang digunakan meliputi parameter
kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi (Rangkuti,
2000).
3. Aspek Pemasaran
Pemasaran adalah proses sosial dimana individu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,
32
menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai
dengan pihak lain (Kotler, 2005).
Bagi pemasaran produk barang, manajemen pemasaran akan dipecah
atas 4 kebijakan pemasaran yang lazim disebut sebagai bauran pemasaran
(marketing-mix) yang terdiri dari 4 komponen, yaitu produk, harga, distribusi, dan
promosi (Umar, 2003).
Menurut Kotler (2005), alat bauran pemasaran yang paling mendasar
adalah produk yaitu tawaran berwujud dari perusahaan kepada pasar, yang
mencakup mutu, rancangan, fitur, pemberian merek, dan pengemasan produk.
Alat bauran pemasaran yang menentukan keberhasilan adalah harga. Tempat
(distribusi) mencakup berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan agar produk
dapat diperoleh dan tersedia bagi para pelanggan sasaran. Sedangkan promosi
mencakup semua kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan
dan mempromosikan produknya ke pasar sasaran (Kotler, 2005).
Sebagian besar produsen tidak menjual barang mereka secara langsung
ke pemakai akhir. Antara peodusen dan pemakai akhir terdapat satu atau beberapa
saluran pemasaran, serangkaian pemasaran yang melaksanakan berbagai fungsi
(Kotler, 2004).
E. Aspek Teknis dan Teknologis
Aspek teknis bertujuan untuk meyakini apakah secara teknis dan
teknologis, perencanaan yang telah dilakukan dapat dilaksanakan secara layak
atau tidak, baik pada saat pembangunan proyek atau operasional sacara rutin
(Husnan dan Muhammad, 2000).
Pada aspek teknis dan teknologis dipaparkan beberapa faktor
diantaranya yaitu penentuan kapasitas produksi, serta pemilihan mesin, peralatan,
dan teknologi untuk produksi. Kapasitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan
pembatas dari unit produksi untuk berproduksi dalam waktu tertentu. Beberapa
kriteria pemilihan teknologi yang digunakan, yaitu kesesuaian dengan bahan baku
yang digunakan untuk proses produksi, keberhasilan penggunaan teknologi di
tempat lain, kemampuan tenaga kerja dalam mengimplementasikan teknologi, dan
kemampuan mengantisipasi terhadap teknologi lanjutan (Umar, 2003).
33
F. Aspek Finansial
Aspek finansial membicarakan tentang bagaimana menghitung
kebutuhan dana, baik kebutuhan dana untuk aktiva tetap maupun dana untuk
modal kerja. Beberapa hal yang dibahas dalam analisis aspek finansial antara lain
yaitu penentuan kebutuhan dan pengalokasian dana, sumber dana dan biaya
modal, estimasi aliran kas proyek, serta kriteria penilaian investasi (Husnan dan
Muhammad, 2000).
Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk
dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi, yaitu metode Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C),
Break Event Point (BEP), Pay Back Period (PBP), dan analisis sensitivitas (Gray
et al., 1992).
34
III. METODOLOGI
A. KERANGKA PEMIKIRAN
Gula merah merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan
gula di Indonesia yang semakin meningkat setiap tahunnya. Upaya
pengembangan terhadap usaha gula merah didukung pula oleh tingkat
kebutuhan gula merah tebu bagi industri maupun konsumsi rumah tangga,
ketersediaan bahan baku dan potensi lahan, volume produksi tebu, dan harga
gula merah tebu lebih murah. Namun, pengembangan usaha gula merah tebu
ini menghadapi beberapa kendala antara lain keterbatasan modal dan aplikasi
teknologi, serta rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam penguasaan
teknologi.
Pengembangan usaha gula merah tebu ini dilakukan dengan mengkaji
aspek-aspek yang berkaitan, antara lain analisis SWOT, aspek pemasaran,
aspek teknis dan teknologis, serta aspek finansial.
Kualitas gula merah tebu yang bervariasi menyebabkan industri gula
merah kurang berkembang dengan baik, bahkan kurang mampu bersaing
menghadapi industri lain yang memproduksi bahan substitusi gula merah.
Mutu gula merah tebu saat ini masih tergolong rendah dan bervariasi akibat
dari teknologi dan kondisi proses produksi yang diterapkan tidak optimum.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu gula merah tebu diperlukan
langkah-langkah sebagai berikut:
� Identifikasi faktor-faktor penyebab mutu gula merah tebu yang rendah dan
bervariasi
� Verifikasi teknologi proses melalui kajian eksperimental untuk memperbaiki
kualitas produk.
� Formulasi strategi pengembangan usaha gula tebu.
35
B. TATA LAKSANA
1. Pengumpulan Data dan Informasi
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui eksperimen, pengamatan langsung,
dan wawancara atau pengisisan kuesioner. Wawancara dilaksanakan dengan
pengolah, pedagang (distributor), konsumen, dan aparat setempat. Data sekunder
diperoleh dari berbagai sumber yang mendukung, seperti Dinas Perindustrian
Kabupaten Rembang, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rembang,
Badan Pusat Statistik Kabupaten Rembang, dan Instansi-Instansi lain yang terkait,
Lembaga Swadaya Informasi IPB, internet, dan literatur lainnya. Data yang
diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Adapun gambaran mengenai
jenis dan sumber data yang akan digunakan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Jenis dan Sumber Data untuk Penelitian Pengembangan Industri Gula
Merah Tebu di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Tahun 2007.
Jenis Data Sumber Data
I. Data Primer
1. Aspek teknis teknologis (bahan
baku, bahan tambahan, alat, proses
produksi), aspek pemasaran,
kebutuhan finansial
Masyarakat pengolah gula merah tebu,
petani tebu, pedagang (distributor).
2. Konsumsi gula merah tebu Konsumen gula merah tebu
3. Kualitas gula merah tebu Analisa laboratorium dari hasil
eksperimen di lapangan
II. Data Sekunder
1. Kondisi wilayah Dinas Kehutanan dan Perkebunan
2. Statistik industri gula merah Dinas Perindustrian, BPS, Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Rembang
4. Informasi lain LSI, internet, jurnal, dan literatur lain
2. Analisis SWOT
Analisis SWOT dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara
sistematis dalam rangka merumuskan strategi yang sesuai bagi usaha gula merah
tebu. Analisis diawali dengan mengidentifikasi berbagai faktor internal maupun
eksternal yang terdapat pada usaha gula merah tebu. Dalam kasus ini usaha gula
merah milik Ibu Arini yang berlokasi di Kecamatan Pamotan, Kabupaten
36
Rembang digunakan sebagai rujukan. Setiap unsur dari masing-masing faktor
diberi bobot faktor (BF) sesuai tingkat kepentingannya dengan nilai total dari
setiap faktor adalah satu.
3. Aspek Pasar dan Pemasaran
Data dan informasi yang berkaitan dengan aspek pasar dan pemasaran
diperoleh melalui wawancara dengan pengusaha gula merah tebu serta observasi
lapang. Berdasarkan hal tersebut secara rinci ditentukan strategi pemasaran dan
bauran pemasaran dalam pengembangan usaha gula merah tebu.
4. Aspek Teknis dan Teknologis
Aspek teknis dan teknologis menganalisis data dan informasi yang
diperoleh untuk kapasitas produksi dan tingkat aplikasi teknologi, pengadaan
bahan baku, proses produksi.
5. Aspek Finansial
Analisis aspek finansial bertujuan untuk menilai biaya-biaya yang
dibutuhkan untuk pengembangan usaha dan berapa besar keuntungan yang akan
diperoleh dari pengembangan usaha tersebut. Analisis aspek finansial juga
membicarakan mengenai permodalan yang akan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan jumlah dana. Kriteria kelayakan dalam analisis finansial antara lain
NPV, IRR, Net B/C, BEP, dan PBP.
a. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) digunkan untuk mengetahui apakah suatu
usulan proyek investasi layak dilaksanakan atau tidak dengan cara menghitung
selisih antara nilai sekarang dari investasi dengan nilai sekarang dari
penerimaan-penerimaan kas bersih (Gray et al., 1992). Perhitungan NPV perlu
ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan.
NPV dihitung dengan rumus :
( )∑
+
−=
t
tt
i
CBNVP
1
37
Dimana :
Bt = penerimaan kotor pada tahun ke-t
Ct = total biaya pada tahun ke-t
i = tingkat suku bunga
t = periode investasi (t = 0, 1, 2, 3,..., n)
n = umur ekonomi proyek
Berdasarkan nilai tersebut, terdapat tiga kriteria untuk menilai
kelayakan investasi, yaitu :
1. Jika nilai NPV lebih besar dari nol, maka proyek atau industri tersebut
menguntungkan atau layak dilaksanakan.
2. Jika nilai NPV sama dengan nol, maka proyek atau industri tersebut tidak
untung tetapi juga tidak rugi, oleh karena itu keputusan yang diambil
ditentukan secara subyektivitas.
3. Jika nilai NPV lebih kecil dari nol, maka proyek atau industri tersebut
dianggap rugi karena penerimaan lebih kecil daripada biaya, sehingga
lebih baik tidak dilaksanakan.
b. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat bunga yang
menyamakan present value dari aliran kas keluar dengan present value dari
aliran kas masuk (Husnan dan Muhammad, 2000). Menurut Gray et al.
(1992) menambahkan bahwa IRR adalah nilai discount rate sosial yang
membuat NPV proyek sama dengan nol.
Formulasi IRR secara sistematis (Gray et al., 1992) adalah :
( )∑ =
+
−0
1t
tt
i
CB atau
( ) ( )∑∑
+=
+t
t
t
t
i
C
i
B
11
dimana :
Bt = penerimaan kotor pada tahun ke-t
Ct = total biaya sehubungan dengan proyek pada tahun ke-t
i = tingkat suku bunga
t = periode investasi (t = 0, 1, 2, 3,..., n)
38
Pembanding IRR dalah tingkat suku bunga yang berlaku, sehingga
kriteria IRR adalah :
� Jika nilai IRR lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga yang
berlaku, maka proyek layak untuk dilaksanakan.
� Jika nilai IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku, maka
proyek masih layak untuk dilaksanakan namun tidak
menguntungkan.
� Jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku,
maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
c. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Gray et al. (1992) menjelaskan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
adalah angka perbandingan antara jumlah present value dari keuntungan-
keuntungan suatu proyek dibagi dengan biaya investasi pada awal
dilaksanakannya suatu proyek. Nilai Net B/C dihitung dengan rumus :
( )awalinvestasi
i
CBCNetB
t
tt _/1
/
+
−= ∑
dimana :
Bt = penerimaan kotor pada tahun ke-t
Ct = total biaya pada tahun ke-t
i = tingkat suku bunga
t = periode investasi (t = 0, 1, 2, 3,..., n)
n = umur ekonomi proyek
Tiga kriteria Net B/C untuk menilai kelayakan investasi adalah :
a. Jika nilai Net B/C lebih besar dari satu, maka proyek dinyatakan layak
secara finansial sehingga dapat dilanjutkan.
b. Jika nilai Net B/C sama dengan satu, maka proyek boleh dilaksanakan
atau tidak.
c. Jika nilai Net B/C kurang dari satu, maka proyek dinyatakan tidak layak
secara finansial sehingga tidak dapat dilanjutkan.
39
d. Break Event Point (BEP)
Weston dan Copeland (1992) menjelaskan bahwa hubungan antara
besarnya pengeluaran investasi dan volume yang diperlukan untuk
mencapai profitabilitas disebut sebagai analisis impas (break event
analysis). Analisis impas merupakan sarana untuk menentukan keadaan
dimana penjualan akan impas menutup biaya-biaya.
BEP dirumuskan sebagai berikut :
%100% xBVR
BTBEP
−=
( )RBV
BTRpBEP
/1.)(
−=
dimana :
BT = jumlah biaya tetap tiap periode operasi
R = hasil penjualan
BV = jumlah biaya variabel
e. Pay Back Period (PBP)
Pay Back Period (PBP) adalah suatu periode yang diperlukan
untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran
kas yang hasilnya merupakan satuan waktu (Umar, 2003). Apabila PBP ini
lebih pendek daripada yang disyaratkan maka proyek dikatakan
menguntungkan, sedangkan jika lebih lama maka proyek ditolak (Husnan
dan Muhmmad, 2000).
Rumus yang digunakan untuk menghitung PBP menurut Umar
(2003) adalah sebagai berikut :
tahunxbersihKas
awalinvestasiNilaiPBP 1
_
__=
40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK WILAYAH
Tanaman tebu merupakan tanaman perkebunan yang telah lama
dibudidayakan di Kabupaten Rembang. Pengusahaan areal tebu rakyat di
Kabupaten Rembang sampai akhir tahun 2005 seluas 4.398 ha yang tersebar di 12
wilayah kecamatan dengan sentra produksi di Kecamatan Pamotan, Sulang,
Sumber dan Pancur yang ditinjau secara teknis relatif mempunyai kesesuaian
lahan dan agroklimat.
Luas lahan tebu dan potensi pengembangannya di Kabupaten Rembang
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Sebaran Perkebunan Tebu dan Potensi Pengembangannya di Kabupaten
Rembang Tahun 2005
No Kecamatan Luas (Ha) Potensi Lahan
Pengembangan (Ha)
1 Rembang 117 673
2 Sulang 968 1.127
3 Sumber 459 686
4 Bulu 108 462
5 Gunem 113 397
6 Pamotan 1.859 2.250
7 Pancur 353 720
8 Kaliori 75 421
9 Sedan 185 640
10 Kragan 57 695
11 Sarang 40 450
12 Lasem 64 317
13 Sluke - 200
14 Sale - 450
Jumlah 4.398 9.488 Sumber : Data Statistik Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rembang Tahun 2005
Volume produksi tebu pada tahun 2006 di Kabupaten Rembang mencapai
23.127.555 ton dengan rata-rata rendemen 10 %. Luas areal tanaman tebu
Kabupaten Rembang 6.140,86 hektar, dengan luas potensi lahan kering sebesar
41
9.488 hektar. Luas areal, Produksi, Produktifitas dan Jumlah Petani Komoditas
Tebu di Kabupaten Rembang Tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Luas areal, Produksi, Produktifitas dan Jumlah Petani Komoditas Tebu di
Kabupaten Rembang Tahun 2006
No Kecamatan Luas
Areal (Ha)
Produksi Jumlah
Petani
(KK) Ton Rata-rata
Produksi
Kg/Ha
1 Sumber 341 1.221,462 3.582 92
2 Bulu 167 566,130 3.390 61
3 Gunem 213 722,070 3.390 189
4 Sale - - - -
5 Sarang 19 62,700 3.300 6
6 Sedan 90 322,380 3.582 38
7 Pamotan 3.015 12.050,955 3.997 1.235
8 Sulang 1.305 4.791,960 3.672 503
9 Kaliori 109 369,510 3.390 29
10 Rembang 181 619,020 3.420 52
11 Pancur 554 1.917,948 3.462 439
12 Kragan 27 90,720 3.360 10
13 Sluke - - - -
14 Lasem 119 392,700 3.300 47
Jumlah 6.140 23.127,555 3.767 2.701
Tahun 2005 4.398 16.353,697 3.718 1.994
Tahun 2004 3.871 11.951,000 3.087 1.984 Sumber : Data Statistik Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rembang Tahun 2006
Berdasarkan data statistik di atas, diperoleh kesimpulan bahwa perkebunan tebu
rakyat cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Berdasarkan Tabel 6 dan 7 mengenai sebaran perkebunan tebu dan potensi
pengembangannya tahun 2005 serta luas areal produksi, produktivitas dan jumlah
petani komoditas tebu di Kabupaten Rembang tahun 2006, Kecamatan Pamotan
memiliki tingkat produktifitas, potensi pengembangan dan kontribusi sebagai
penghasil tebu yang paling besar di Kabupaten Rembang dibandingkan dengan
Kecamatan lainnya.
Pada umumnya varietas tebu yang digunakan dalam usaha tani tebu di
Kabupaten Rembang adalah P5 851, P5 864 dan BZ 148. Jenis tebu yang ditanam
disesuaikan dengan kondisi lahan di masing-masing daerah. Pada umumnya
42
kondisi lahan di Kabupaten Rembang merupakan lahan kering, termasuk lahan
perkebunan tebu di Kecamatan Pamotan. Menurut Soentoro et al., (1999)
produktifitas tebu lahan kering jauh lebih rendah dibandingkan dengan
produktifitas tebu lahan sawah.
Gambar 2. Bahan Baku Usaha (Tebu)
Kecamatan Pamotan dilewati jalur alternatif menuju Surabaya, sehingga
sering dilalui oleh kendaraan-kendaraan besar seperti truk barang. Kondisi jalan
raya di Kecamatan Pamotan adalah jalan aspal yang dilalui angkutan Desa.
Namun, kondisi jalan penghubung antar desa masih kurang memadai meskipun
sudah diaspal. Akses transportasi menuju Kecamatan Pamotan (terutama menuju
desa-desa penghasil gula merah tebu) agak sulit. Karena rata-rata frekuensi
angkutan desa yang melintas kurang lebih 15-30 menit sekali dengan waktu
operasi terbatas dari pagi hari hingga siang hari. Bus hanya melintasi desa yang
berada di sepanjang jalan raya menuju Kecamatan Pamotan. Untuk memudahkan
mobilitas penduduk di Kecamatan Pamotan, pada umumnya menggunakan sepeda
motor milik pribadi. Bagi para pengusaha gula merah tebu, pada umumnya
mereka menggunakan mobil untuk mengangkut bahan baku dan hasil produksi
berupa gula merah tebu, baik gula merah tumbu maupun gula awur yang akan
dijual.
Perkembangan sarana komunikasi di Kecamatan Pamotan sudah cukup
memadai. Televisi dan radio merupakan sumber informasi utama petani dan
pengusaha gula merah tebu dalam mengetahui perkembangan dunia usaha.
Penduduknya sudah banyak yang menggunakan alat komunikasi berupa telepon
dan handphone, sebagai media komunikasi.
43
B. KARAKTERISTIK INDUSTRI
1. Sejarah dan Perkembangan
Industri gula merah tebu di Kecamatan Pamotan sudah dimulai sejak tahun
1980-an. Menurut Soentoro et al., (1999), salah satu upaya para petani tebu untuk
mempertahankan dan meningkatkan pendapatannya dalam menghadapi depresi
ekonomi, yang menyebabkan penurunan harga gula yang drastis pada awal tahun
tiga puluhan adalah dengan mengolah sendiri tebu menjadi gula merah tebu. Pada
saat itu banyak pabrik gula yang tutup sehingga produksi gula sangat merosot.
Hingga saat ini industri gula merah tebu terus tumbuh dan berkembang. Bahkan
gula merah tebu mulai dijadikan bahan substitusi gula pasir.
Pada awalnya, proses penggilingan tebu menggunakan tenaga sapi,
sehingga waktu yang diperlukan untuk menghasilkan gula merah tebu lebih
banyak. Namun, pada akhir tahun 1980-an mulai terjadi alih teknologi. Salah
satunya yaitu penggunaan mesin penggiling tebu yang digerakkan oleh mesin
diesel berbahan bakar solar.
Selain gula tumbu, terdapat beberapa PGT yang memproduksi gula awur
(gula semut). Di Kabupaten Rembang, pengolahan nira tebu menjadi gula tumbu
dan gula semut pada umumnya masih dilakukan dengan cara tradisional, yaitu
dengan menggunakan wajan bertahap yang dipanaskan di atas tungku pembakaran
berbahan bakar bagase.
Proses pengolahan gula awur sedikit berbeda dengan pembuatan gula
tumbu. Prosesnya memerlukan waktu lebih lama dan membutuhkan keuletan
dalam membuatnya. Selain itu biaya produksinya sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan gula tumbu. Namun di sisi lain harga jual gula awur lebih
mahal dibandingkan dengan gula tumbu. Komoditas gula awur ini sebenarnya
memberikan harga yang menjanjikan. Namun sedikit PGT yang melirik peluang
tersebut, karena beberapa pertimbangan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya.
Daftar harga rata-rata komoditas perkebunan (gula merah dan gula putih)
pada setiap bulan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan dapat dilihat pada Tabel 8.
44
Tabel 8. Harga Rata-rata Komoditas Perkebunan (Gula Merah dan Gula Putih)
pada Setiap Bulan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Komoditas Mutu Harga (Rp) Pada Bulan ke-
1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Rata-
rata
Gula Merah Campuran 3300 3300 3300 3300 3400 3400 3300 3300 3200 3200 3200 3400 3300
Gula SHS1 1 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000
Sumber : Data Statistik Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rembang
Tahun 2006
Sedangkan menurut data primer yang diperoleh di lapangan, rentang harga gula
awur tahun 2007 adalah Rp. 3.550,00-Rp. 4.200,00.
Terdapat suatu fenomena yang seringkali terjadi pada PGT di Kabupaten
Rembang, yaitu para pengusaha gula tumbu akan memproduksi gula tumbu bila
harga gula pasir sedang mengalami penurunan. Sebaliknya, para pengusaha gula
tumbu akan beralih menjual hasil tebunya ke PG, bila harga gula pasir sedang
naik dan harga gula tumbu jauh di bawah harga gula pasir. Hal itu terjadi karena
para pengusaha gula menganggap, jika tebunya dijual ke PG maka ia tidak perlu
mengeluarkan biaya produksi (biaya giling dan upah tenaga kerja).
Hasil panen tebu yang diperoleh selanjutnya akan digiling di Pabrik Gula
(PG) menjadi gula pasir dan gula merah tebu. Terdapat sekitar 2-3 PG yang
menjadi tujuan penjualan hasil panen petani tebu di Kabupaten Rembang,
diantaranya yaitu PG Rendeng di Kudus, PG Trangkil di Pati dan PG lain di
sekitarnya. Dengan perkiraan distribusi lahan pada tahun 2005 adalah PG
Rendeng 1200 ha, PG Trangkil 800 ha, usaha gula tumbu (gula merah tebu) 2000
ha dan sisanya masuk ke PG lain.
Sekitar tahun 1990-an pemerintah melalui Dinas Perkebunan melakukan
kegiatan penyuluhan kepada petani tebu. Pada umumnya materi yang disampaikan
adalah materi mengenai pengelolaan, perawatan, pengendalian, serta upaya
meningkatkan produktifitas tanaman tebu. Namun, usaha gula merah tebu di
Kabupaten Rembang ini kurang mendapat perhatian dan pemantauan dari
pemerintah daerah. Sehingga perkembangannya tidak tercatat secara rutin dan
rinci. Para pengolah dan pengusaha gula merah tebu melakukan kegiatan
usahanya masing-masing, berdiri dan berkembang sendiri.
45
Diantara Pengusaha Gula Merah Tumbu (PGT) yang tersebar di beberapa
kecamatan di Rembang, jumlah PGT yang paling banyak berada di Kecamatan
Pamotan yaitu sebanyak 96 PGT. Masing-masing PGT memiliki 1-3 unit gilingan,
bahan baku yang digunakan merupakan tebu yang berasal dari lahan milik pribadi
dan menyewa lahan. Namun tidak sedikit pula yang menggunakan sistem beli
tebu dari petani lain yang pada umumnya tidak memiliki unit gilingan.
Pada tahun 2006 Pemerintah Kabupaten Rembang melakukan program
pembangunan daerah, yaitu pembagian 4 kluster kawasan penghasil komoditas
penting di Kabupaten Rembang. Salah satunya yaitu komoditas gula merah
tumbu. Hal yang dilakukan dalam program tersebut adalah kegiatan
pendampingan terhadap usaha gula tumbu, yang dilakukan oleh suatu LSM.
Dalam kegiatan pendampingan tersebut terdapat beberapa subprogram yang
dilakukan, diantaranya yaitu :
1. Pembentukkan Paguyuban, berupa Asosiasi Pengusaha Gula Tumbu di
Kabupaten Rembang dan Koperasi bersama
2. Revitalisasi Alat
3. Sosialisasi Sanitasi Lingkungan
4. Membentuk Network (Jejaring Pemasaran)
5. Mempromosikan Produk Gula Tumbu yang dihasilkan oleh para PGT lokal
6. Peningkatan Kualitas
Kegiatan pendampingan ini baru berlangsung selama 1 tahun dan
subprogram yang telah dilaksanakan yaitu pembentukan paguyuban. Rangkaian
program ini diharapkan dapat mengangkat dan mengembvangkan usaha gula
tumbu yang ada di Kabupaten Rembang.
Data terakhir diperoleh, di Kabupaten Rembang terdapat kurang lebih 161
unit PGT, dimana setiap 1 unit mengolah minimal 10 ha bahan baku. Produk yang
dihasilkan berupa gula merah tumbu, yang kemudian akan dijual ke berbagai
industri yang berada di sekitar Rembang. Terdapat beberapa industri (pabrik)
yang menggunakan gula tumbu sebagai bahan baku produksinya, misalnya
industri makanan dan minuman (PT. Indofood, PT. ABC dan PT. Cap Orang
Tua).
46
2. Aspek Legalitas
Para pengusaha gula merah tebu di Kabupaten Rembang lebih dikenal
dengan istilah PGT (Pengusaha Gula Tumbu). Berdasarkan kriteria jumlah tenaga
kerja, industri gula merah tebu di Kecamatan Pamotan tergolong ke dalam industri
kecil. Karena dalam pengelolaannya melibatkan 7-10 orang tenaga kerja. Usaha
ini dilakukan secara perorangan yang bertujuan untuk memproduksi gula merah
tebu sehingga termasuk ke dalam kelompok bidang usaha industri pertanian.
Pada umumnya industri gula merah tebu di Kecamatan Pamotan masih
belum memiliki badan hukum dan belum memiliki surat izin usaha dari Dinas
Perindustrian Kabupaten Rembang, sehingga termasuk ke dalam perusahaan non
direktori. Menurut BPS (2003), perusahaan non direktori adalah perusahaan atau
usaha yang tidak memiliki status atau badan hukum dimana kegiatannya
dilakukan di suatu bangunan dan tempat perlengkapannya tidak dipindah-
pindahkan. Pada umumnya kelompok usaha ini hanya memiliki SIUP (Surat izin
Usaha Perdagangan) bahkan ada yang tidak mempunyai izin sama sekali.
Permasalahan dalam perizinan bagi pengusaha adalah sulitnya pengurusan
izin usaha dan membutuhkan biaya. Di Kecamatan Pamotan tidak semua industri
gula merah tebu yang memiliki surat izin usaha, hanya beberapa industri saja yang
memiliki SIUP. Terdapat pengusaha yang menganggap izin usaha tidak
mempunyai fungsi yang nyata. Selain itu belum adanya sikap proaktif dari
pemerintahan terhadap industri gula merah tebu, seperti kegiatan penyuluhan bagi
para pengrajin gula merah tebu, dan lembaga khusus untuk industri ini serta
kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai prosedur pendirian perusahaan.
Surat izin usaha sangat penting jika seorang pengusaha ingin memperoleh
berbagai fasilitas dari pemerintah, misalnya dalam hal bantuan permodalan dan
jika terjadi persengketaan atau tuntutan. Dalam prakteknya, institusi permodalan
memerlukan legalitas usaha dan jaminan untuk mengevaluasi calon nasabah
dalam pemberian pinjaman kredit atau investasi. Oleh karena itu aspek legalitas
suatu industri (usaha) perlu diperhatikan untuk mempertahankan dan
mengembangkan usahanya.
47
C. PROFIL USAHA GULA MERAH TEBU YANG DIGUNAKAN
SEBAGAI RUJUKAN
Usaha gula merah tebu milik Ibu Arini merupakan salah satu usaha yang
memproduksi gula merah tebu di Kabupaten Rembang, yang terletak di Desa
Japerejo Kecamatan Pamotan. Pada tahun 1991, Ibu Arini mulai
membudidayakan tanaman tebu di lahan miliknya. Hingga saat ini luas lahan yang
ditanami tebu ± 10 ha. Jenis tebu yang ditanam ada dua jenis, yaitu tebu 864 dan
BZ 148. Usaha pembuatan gula merah tebu ini dimulai sejak tahun 1993.
Pada awal produksinya, Ibu Arini membuat gula tumbu. Disebut gula
tumbu karena gula yang dihasilkan dicetak dalam tumbu (wadah dari anyaman
bambu). Pada awal usahanya terdapat dua unit pengolahan tebu, dimana setiap
unit terdiri dari satu unit mesin penggiling tebu dan tungku pemasakan dengan
sembilan kawah (wajan). Setelah beberapa tahun usaha tersebut berjalan, akhirnya
Ibu Arini menambah satu unit pengolahan tebu. Mulai tahun 1998, Ibu Arini tidak
lagi memproduksi gula tumbu, tetapi mulai memproduksi gula merah awur (gula
semut).
Pada umumnya musim giling tebu berlangsung selama 4 – 6 bulan, mulai
bulan Juni/ Juli hingga September/ November. Produksi gula merah pada awal
musim panen (Juni–Juli) lebih rendah dibandingkan pada pertengahan atau akhir
musim panen (Agustus – September). Pada awal panen, rendemen tebu masih
relatif rendah, yaitu berkisar 7 – 8%, selanjutnya rendemen akan terus meningkat
dan rendemen pada puncak panen dapat mencapai 11 – 12%.
Sebagian besar tebu yang diolah di usaha milik Ibu Arini adalah tebu jenis
864 yang telah mencapai umur panen, yaitu 8 – 12 bulan. Tebu 864 adalah tebu
yang cocok ditanam di lahan sawah, namun juga mampu bertahan di lahan tadah
hujan. Karakteristik lainnya yaitu memiliki anakan yang cukup banyak serta gula
yang dihasilkan baik. Selama satu periode panen, penggilingan tebu milik Ibu
Arini mampu mengolah 2000 ton tebu, yang berasal dari hasil panen 10 ha lahan
tebu milik sendiri, 10 ha lahan sewa, dan sisanya membeli dari para petani lain.
48
1. Aspek Teknis dan Teknologis
Satu unit pengolahan tebu membutuhkan 4-5 orang pekerja dengan waktu
kerja 12 jam per hari. Pembagian kerjanya adalah sebagai berikut, dua orang di
bagian penggilingan, dua orang di bagian pemasakan, dan satu orang menjemur
ampas tebu (bagase). Dalam satu hari kerja, satu unit pengolahan mampu
mengolah 7–8 ton tebu (setara dengan luasan panen 0.12–0.13 ha). Pemasakan
nira dari 7–8 ton tebu tersebut tidak dilakukan sekaligus, tetapi 4–5 kali
pemasakan. Jika diambil asumsi rendemen rata-rata 10% maka pengrajin akan
menghasilkan 7–8 kwintal gula merah tebu setiap harinya. Pada umumnya,
pengrajin gula merah akan menjual hasil produksinya setelah gula mencapai 40
tumbu (± 5 ton), biasanya disebut dengan satu kali gulingan. Untuk memenuhi 40
tumbu tersebut diperlukan waktu sekitar 7–10 hari pengolahan.
Proses pembuatan gula merah tumbu secara ringkas dapat dilihat pada
Gambar 7. Sedikit berbeda dengan tahapan pembuatan gula tumbu, tahapan proses
produksi gula merah awur milik Ibu Arini terdiri atas beberapa tahap. Seperti
yang diuraikan dalam diagram alir pada Gambar 8. Tahapan pembuatan gula
merah awur adalah sebagai berikut :
a. Penggilingan tebu
Tahap awal pembuatan gula merah adalah proses penggilingan batang
tebu untuk mengekstraksi nira. Proses penggilingan tebu dilakukan dengan
menggunakan mesin giling yang digerakkan oleh diesel yang dihubungkan
dengan sabuk transmisi atau belt. Batang tebu hancur karena terjepit diantara
dua silinder bergerigi, sehingga nira tebu dapat terekstrak.
Nira yang keluar dari mesin giling ditampung di bak berbentuk segi
empat yang dilengkapi dengan saringan kasar yang terbuat dari kawat.
Kemudian nira hasil penyaringan awal tadi dialirkan ke sebuah wajan (yang
digunakan untuk pemasakan namun tidak digunakan lagi) dengan posisi
berada lebih rendah dari bak penyaringan pertama. Selanjutnya, nira yang
ditampung dalam wajan dipindahkan ke dalam sebuah drum yang dilengkapi
dengan kain penyaring dan terletak di atas bak penyaringan pertama.
49
Pemindahan nira dari wajan jke drum tadi dilakukan oleh pekerja di bagian
penggilingan dengan menggunakan ember.
Pada proses penampungan dan penyaringan nira dalam bak pertama
kurang optimal karena pekerja seringkali tidak memasang kain penyaring dan
kurang telaten membersihkan kotoran-kotoran yang tersaring. Sehingga
kotoran-kotoran tersebut ikut mengalir dalam nira yang akan ditampung dalam
wajan penampung ke dua. Karena wajan penampung tersebut berada di paling
bawah tepatnya di atas permukaan tanah, maka debu dan kotoran (daun,
ampas tebu) di sekitarnya masuk ke dalam wajan dan bercampur dengan nira.
Gambar 4. Proses Penggilingan
b. Pemasakan nira
Nira hasil penyaringan dimasukkan ke dalam wajan kemudian
dipanaskan pada suhu sekitar 100-110 0
C selama tiga sampai empat jam. Pada
prinsipnya, proses pembuatan gula merah adalah proses penguapan nira
dengan cara pemanasan sampai nira mencapai kekentalan tertentu (Ashari,
2003).
Bahan bakar yang digunakan yaitu ampas tebu (bagas), yang diatur
oleh seorang pekerja di bagian pemasakan. Pengaturan suhu pemasakan
dilakukan berdasarkan intuisi dan kebiasaan pekerja. Dalam hal ini tidak bisa
dilakukan pengecekan suhu pemasakan, sehingga kondisi pemasakan tidak
dapat konsisten. Suhu pemasakan dapat meningkat dan menurun tanpa adanya
pengecekan.
Apabila suhunya terlalu tinggi, maka akan terjadi karamelisasi
berlebihan sehingga gula yang dihasilkan dapat menjadi gosong (Sagala
dalam Lesthari, 2006).
50
Pemasakan nira dilakukan di atas tungku yang terdiri dari sembilan
wajan dengan diameter 90 cm. Kapasitas satu wajan pemasakan kurang lebih
70 liter nira, yang akan menghasilkan 150 kg gula merah tebu. Posisi wajan
didesain miring (berundak-undak), agar uap panas merata sesuai dengan
kebutuhan pemasakan nira di masing-masing wajan, selain itu agar
pemindahan nira dari satu wajan ke wajan yang lain (dari wajan paling
belakang ke wajan paling depan) menjadi lebih mudah. Penambahan kapur
dilakukan pada saat nira berada dalam wajan, ketika nira mulai dipanaskan.
Sedangkan minyak kelapa ditambahkan pada saat nira sudah mulai mendidih.
Selama pemasakan tidak dilakukan pengadukan secara intensif, nira hanya
mengalami pengadukan ketika dipindahkan dari wajan satu ke wajan yang
berada di depannya.
Pengadukan perlu dilakukan untuk mempercepat penguapan air dari
nira dan untuk membentuk kristal gula yang kompak serta menghasilkan
warna gula yang seragam (Sagala dalam Lesthari, 2006). Buih-buih yang
timbul selama proses dapat dikurangi dengan melakukan pengadukan terus
menerus (Palungkun, 1993).
Pada awal pemasakan kotoran-kotoran halus akan terapung bersama
dengan buih nira. Kotoran tersebut dibuang dengan menggunakan serok yang
terbuat dari kain kawat nyamuk. Penyaringan kotoran bersama buih di
permukaan wajan tersebut dilakukan berkali-kali. Karena jika tidak dibuang
gula merah yang dihasilkan menjadi berwarna hitam. Untuk menghindari
bercampurnya buih nira dari wajan yang satu ke wajan yang lain, maka wajan
ditutup dengan suatu penahan berbentuk silinder yang terbuat dari anyaman
bambu. Proses pemasakan nira dihentikan jika nira sudah mulai pekat dan
berwarna kecoklatan serta buih-buih nira sudah menurun. Untuk melihat
apakah nira sudah matang, biasanya pekerja mengambil nira yang sudah mulai
mengental (gulali) tadi dengan menggunakan serokan, kemudian
mengangkatnya. Jika gulali tersebut membentuk benang-benang gula, maka
gulali tersebut sudah matang.
51
Gambar 5. Proses Pemasakan Nira dengan Wajan Berundak
c. Pengentalan
Nira yang sudah mulai mengental tersebut masih tetap dipanaskan
hingga nira yang telah menjadi gulali tersebut kental dan pekat, serta
membentuk benang-benang gula. Kecukupan pemanasan sangat
mempengaruhi mutu gula merah yang dihasilkan. Apabila waktu pemanasan
terlalu cepat maka gula merah yang dihasilkan akan lembek dan mudah
meleleh (Sardjono, 1985).
Gambar 6. Nira Tebu yang Mulai Mengental
d. Penirisan
Nira kental yang sudah matang dipindahkan ke dalam suatu bak
berukuran besar berbentuk silinder, biasa disebut dengan meja. Sebelum gula
dipindahkan, permukaan meja diberi Natrium Benzoat terlebih dahulu. Tujuan
dari pemberian bahan kimia ini adalah untuk memperpanjang umur simpan
gula awur (pengawetan). Cairan gula tersebut kemudian diaduk menggunakan
serokan yang terbuat dari kayu. Pemindahan gula ke atas meja bertujuan untuk
meniriskan gula sehingga menjadi padat. Kegiatan pengadukan tersebut
52
bertujuan untuk meratakan panas dalam bahan, sehingga dapat menghasilkan
warna gula coklat kekuningan dan membentuk kristal gula yang halus.
Pengadukan untuk meratakan panas, baik yang berasal dari bahan
maupun wadah pengolahan. Sehingga reaksi Maillard dan Karamelisasi yang
masih berlangsung dapat segera terhenti. Selain itu juga untuk mencegah
pembentukan kristal gula yang berukuran besar dan kasar (Nurlela, 2002).
e. Penyusukan
Gula yang sudah padat dan mengkristal di atas meja, selanjutnya di
susuk dengan alat penyusuk. Sehingga gula menjadi butiran-butiran halus
(awur).
f. Pengemasan
Setelah proses penyusukan selesai, butiran-butiran gula tersebut di
masukkan ke dalam karung plastik sebagai kemasan sekunder yang
sebelumnya dilapisi kantung plastik sebagai kemasan primer. Selanjutnya
karung-karung gula disimpan di brak dengan cara ditumpuk.
Gambar 7. Gula Merah Tebu
53
Gambar 7. Diagram Alir Proses Pembuatan Gula Merah Tumbu Berbahan Baku
Tebu
Batang tebu
Nira
Penggilingan
Penjernihan dengan
pemanasan awal 70 0C
Pencetakan pada Tumbu
Pemanasan 100-110 0C
Penggumpalan
Gula merah
tebu
Minyak
kelapa
Bagase
Larutan
kapur
Nira jernih
Buih dan
kotoran
54
Gambar 8. Diagram Alir Pembuatan Gula Merah Awur Tebu
Batang tebu
Nira
Penggilingan
Penjernihan dengan
pemanasan awal 70 0C
Penirisan
Pemanasan 100-110 0C
Pengentalan
Gula merah
awur
Minyak
kelapa
Bagase
Larutan
kapur
Nira jernih
Buih dan
kotoran
Penyusukan
Pengemasan
Natrium
Benzoat
55
2. Aspek Pemasaran
Gula tumbu dan gula awur yang dihasilkan oleh para pengrajin gula merah
tebu di Kabupaten Rembang, pada umumnya dipasarkan ke industri-industri
pengguna gula merah. Industri tersebut menggunakan gula merah (gula awur dan
tumbu) sebagai bahan baku produksinya. Oleh karena itu, gula merah yang
dihasilkan tidak dicetak berukuran kecil seperti gula merah untuk konsumsi rumah
tangga. Jadi, dalam pendistribusiannya sedikit terdapat perbedaan dengan gula
merah untuk konsumsi rumah tangga. Dalam pendistribusian gula merah tumbu
dan awur, tidak terdapat pedagang pengecer yang menjual produk ke tangan
konsumen.
Kisaran harga jual gula merah tebu dari pengrajin ke pengumpul adalah
untuk gula awur Rp. 3.550,00-Rp. 4.200,00 dan gula merah tumbu Rp.2.600,00-
Rp. 3.600,00. Selisih harga antara gula awur dan gula tumbu adalah Rp.100,00-
Rp. 200,00. Sedangkan selisih harga antar kualitas gula merah adalah Rp. 100,00-
Rp. 150,00.
Pada umumnya para pengusaha gula merah di Kecamatan Pamotan
menjual produknya ke industri-industri besar melalui pengumpul besar, sebagai
pihak ketiga. Meskipun terdapat pula PGT yang mencoba menjual langsung hasil
produksinya ke luar kota, antara lain Rembang, Kudus, Pati, Semarang, Pasuruan,
dan Yogyakarta. Mutu gula merah yang dihasilkan dari pengolahan milik Ibu
Arini beragam, diantaranya gula dengan mutu baik, sedang dan jelek. Gula mutu
baik dan mutu sedang dijual langsung ke PT. Remaja sebagai pengumpul besar,
yang dipimpin oleh Pak Isyono atau yang lebih dikenal dengan nama Segyang.
Sedangkan gula dengan mutu jelek biasanya dimasak kembali bersama dengan
gulali baru yang sedang dimasak. Gula merah tersebut akhirnya akan dijual ke
industri-industri besar yang menggunakan gula merah sebagai bahan baku
produksinya. Gula mutu baik dan sedang biasanya dijual ke PT. ABC, PT.
Indofood, PT. Cap Orang Tua, industri penghasil jenang (dodol), perusahaan
kecap dan permen. Dimana setiap perusahaan memiliki standar mutu yang
berbeda-beda.
56
Selain sebagai pengusaha gula merah yang menjual produknya ke PT.
Remaja, Ibu Arini juga sebagai pengumpul menengah yang dipercaya oleh PT.
Remaja sebagai tangan kanan perusahaan di wilayah Kecamatan Pamotan. Beliau
bertugas mengumpulkan gula merah dari para pengrajin yang berada di wilayah
Kecamatan Pamotan dan menyetorkan hasilnya ke PT. Remaja. Perusahaan yang
bertindak sebagai salah satu pengumpul terbesar di Kabupaten Rembang dan
penyuplai gula merah untuk berbagai industri ini memiliki gudang penyimpanan
gula merah, yang terletak di Desa Japerejo, Kecamatan Pamotan. Gambaran
distribusi gula merah tebu di Kabupaten Rembang dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Distribusi Produk Gula Merah Tebu (Gula Tumbu dan Awur)
Harga jual gula tumbu dari pengrajin ke pedagang pengumpul dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9. Harga Jual Gula Tumbu dari Pengrajin ke Pedagang Pengumpul (Tahun
Giling 2006)
Bulan Gula tumbu (Rp/kg)
Awal Juni 3000
Pertengahan Juni 2900
Awal Juli 2800
Pertengahan Juli 2750
Akhir Juli 2700
Awal Agustus 2650
Pertengahan Agustus 2600
Awal September 2650
Pertengahan September 2700
Akhir Oktober 3000
Pertengahan Desember 3550
Sumber: Komunikasi Personal dengan Pengusaha Gula Merah Tebu
Pengrajin
Pedagang pengumpul besar
Pedagang pengumpul menengah
Industri
Industri
Industri
Pedagang pengumpul besar
Industri
57
3. Aspek finansial
Aspek finansial membicarakan tentang bagaimana menghitung
kebutuhan dana, baik kebutuhan dana untuk aktiva tetap maupun dana untuk
modal kerja. Beberapa hal yang dibahas dalam analisis aspek finansial antara lain
yaitu penentuan kebutuhan dan pengalokasian dana, sumber dana dan biaya
modal, estimasi aliran kas proyek, serta kriteria penilaian investasi (Husnan dan
Muhammad, 2000).
a. Permodalan
Penyediaan permodalan dalam kegiatan dunia usaha bergerak melalui
sejumlah tahapan pembiayaan. Pada tahapan awal, sumber pembiayaan
umumnya berasal dari uang pribadi pemilik usaha serta berbagai sumber lain
yang diupayakan oleh pemilik. Tahapan selanjutnya apabila perusahaan mulai
tumbuh dan berkembang melampaui kemampuan pembiayaan pemilik, maka
perusahaan mencari sumber pembiayaan lain seperti memanfaatkan bank
sebagai sumber pembiayaan (Widi, 1997).
Sumber modal usaha gula merah tebu di Kabupaten Rembang yaitu
uang pribadi pemilik usaha dan pinjaman dari pihak lain, seperti bank, kerabat
ataupun pihak lain yang dapat memberikan pinjaman modal usaha.
b. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan besarnya biaya yang diperlukan untuk
membangun industri gula merah tebu. Biaya investasi dalam pendirian industri
gula merah tebu terdiri atas modal tetap dan modal kerja. Modal tetap adalah
semua biaya yang diperlukan dari tahap pra investasi sampai pabrik siap
beroperasi. Modal tetap industri ini meliputi biaya perizinan dan pengadaan
lahan, pendirian bangunan, pembelian mesin-mesin dan peralatan serta fasilitas
penunjang. Modal tetap yang diperlukan untuk pendirian industri ini adalah Rp
218.025,000,00. Dengan komposisi biaya seperti terdapat pada Tabel 10.
Komposisi modal tetap secara lengkap disajikan pada Lampiran 1.
58
Tabel 10. Komposisi Modal Tetap untuk Industri Gula Merah Tebu
Komponen Jumlah Nilai (Rp.)
Lahan (m2) 1100 110.000.000
Bangunan 50.000.000
Perizinan 2.000.000
Fasilitas Penunjang 6.200.000
Mesin dan Peralatan 49.825.000
Total Modal Tetap 218.025.000
Modal kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi gula
merah tebu pada waktu beroperasi pertama kali. Modal kerja merupakan
gabungan dari biaya tetap (biaya tenaga kerja tidak langsung, depresiasi,
pemeliharaan, administrasi dan telepon), biaya variabel (biaya bahan baku,
kemasan, tenaga kerja langsung, bahan bakar dan listrik) dan persediaan kas.
Persediaan kas dimaksudkan untuk menghindari kesulitan liquiditas yang
disebabkan perubahan kondisi yang sudah diprediksikan sebelumnya.
Besarnya modal kerja sangat tergantung pada biaya operasional pabrik,
karena modal kerja akan dipergunakan untuk pembiayaan awal hingga pabrik
bisa berproduksi. Dalam hal ini produk diasumsikan habis terjual setelah 10
hari produksi, sehingga biaya minimum yang diperlukan pada saat awal pabrik
beroperasi setara dengan 10 hari biaya operasional. Komposisi modal kerja
untuk industri gula merah tebu dapat dilihat pada Tabel 11.
59
Tabel 11. Komposisi Modal Kerja untuk Industri Gula Merah Tebu
No Komponen Nilai (Rp)
Saat Ini
A. Biaya Tetap
TK Tidak Langsung 700.000
Depresiasi 498.604
Pemeliharaan 600.472
Administrasi dan Telepon 2.500.000
Sub Total 4.299.076
B. Biaya Variabel
Bahan Baku 31.835.921
Kemasan 737.100
Tenaga Kerja Langsung 4.693.000
Bahan Bakar dan Listrik 335.400
Sub Total 37.601.421
C. Persediaan Kas 5.000.000
Total 46.900.497
Total biaya investasi untuk industri gula merah tebu adalah Rp
264.925.497,00, seperti terlihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Total Investasi untuk Industri Gula Merah Tebu
Komponen Sub Total (Rp.)
Modal Tetap 218.025.000
Modal Kerja 46.900.497
Total Investasi 264.925.497
c. Sumber dan Struktur Pembiayaan
Biaya Investasi untuk pengembangan industri gula merah tebu berasal
dari modal sendiri dan kredit perbankan. Debt to Equity Ratio (DER) keduanya
adalah 50:50 yaitu 50 % modal sendiri dan 50 % berasal dari pinjaman bank.
Bunga bank yang digunakan sebesar 18 %. Jangka waktu pengembalian modal
tetap adalah sesuai dengan umur proyek yaitu sebesar 10 tahun. Sedangkan
pengembalian modal kerja adalah selama 3 tahun. Struktur pembiayaan usaha
gula merah tebu disajikan pada Tabel 13.
60
Tabel 13. Struktur Pembiayaan Usaha Gula Merah Tebu
Jenis Kredit Pinjaman (Rp) Modal Sendiri (Rp)
Modal Tetap 109.012.500 109.012.500
Modal Kerja 23.450.249 23.450.249
Jumlah 132.462.749 132.462.749
Pembayaran pinjaman terhadap bank dilakukan dengan cara membayar
angsuran pinjaman pokok dan bunga mulai tahun pertama. Perhitungan lengkap
disajikan pada Lampiran 7.
d. Proyeksi Laba Rugi
Proyeksi laba rugi merupakan perhitungan penerimaan dan penjualan
produk serta keseluruhan biaya yang dikeluarkan setiakp tahunnya selama
jangka waktu tertentu. Perincian proyeksi laba rugi dapat dilihat pada Lampiran
13. Perincian laba bersih terdapat pada Tabel 14.
Tabel 14. Perincian Laba Bersih
Tahun ke- Nilai (Rp.)
1 78.212.839
2 109.429.490
3 133.431.596
4 135.790.064
5 137.163.621
6 138.537.179
7 139.910.736
8 141.284.294
9 142.657.851
10 144.031.409
e. Kriteria Kelayakan Investasi
Kriteria kelayakan investasi meliputi Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Event Point
61
(BEP), dan Pay Back Period (PBP). Hasil penilaian dari kriteria-kriteria
tersebut menentukan kelayakan pengembangan usaha gula merah tebu.
� Net Present Value (NPV)
Pada perhitungan NPV dengan Discount Factor (DF) 18 %,
diperoleh NPV Rp 257.968.831,00. Nilai tersebut menunjukkan angka
yang positif (lebih besar dari nol).
� Internal Rate of Return (IRR)
IRR merupakan suatu nilai suku bunga yang membuat NPV proyek
sama dengan nol atau tingkat suku bunga yang menunjukkan jumlah nilai
sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah ongkos investasi proyek. Nilai
IRR yang diperoleh adalah 40,60 %. Nilai ini lebih tinggi dari tingkat suku
bunga yang berlaku yaitu 18 %.
� Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara
keuntungan yang diperoleh terhadap biaya yang dikeluarkan. Net Benefit
Cost Ratio yang diperoleh bernilai lebih dari 1 yaitu 1,97.
� Break Event Point (BEP)
Break Event Point (BEP) merupakan titik dimana total biaya
produksi sama dengan pendapatan. BEP yang diperoleh yaitu Rp
195.968.791,00 atau 59.384 Kg/tahun. Titik impas tercapai pada saat
produksi 63.969 Kg/tahun.
� Pay Back Period (PBP)
Pay Back Period (PBP) merupakan jangka waktu pengembalian
investasi suatu proyek. Hasil perhitungan menunjukkan nilai PBP sebesar
2,96 tahun.
62
D. ANALISIS PENGEMBANGAN USAHA GULA MERAH TEBU
1. Analisis SWOT
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan usaha diidentifikasi
dengan menyusun matriks internal dan eksternal. Matriks internal merupakan
suatu metode untuk mengidentifikasi serta mengevaluasi kondisi internal suatu
perusahaan. Faktor internal yang diamati yaitu kekuatan serta kelemahan dari
perusahaan yang meliputi sumber daya manusia, teknologi proses yang akan
digunakan, kegiatan operasional, lokasi pabrik, legalitas perusahaan, kegiatan
pemasaran, kondisi keuangan, serta kebersihan dan kesehatan produk.
Mariks eksternal digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
kondisi eksternal perusahaan yang terdiri dari peluang dan ancaman yang
dihadapi. Lingkungan eksternal berhubungan secara tidak langsung dan di luar
kendali perusahaan, yang meliputi kebijakan pemerintah, pesaing, pemasok bahan
baku, pasar, ekonomi, sosial, dan teknologi.
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dan
pengamatan langsung di pabrik gula merah tebu milik Ibu Arini, dapat dihasilkan
beberapa faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan untuk kondisi internal
serta beberapa faktor peluang dan ancaman untuk matriks eksternal perusahaan.
Hasil identifikasi faktor dapat dilihat pada Tabel 15.
63
Tabel 15. Faktor Internal dan Eksternal Pengembangan Usaha Gula Merah Tebu
Faktor
A. Internal
Kekuatan (Strengths)
1. Harga gula merah tebu lebih murah dibandingkan produk gula lainnya
2. Proses produksi sederhana
3. Memanfaatkan tenaga kerja lokal
4. Memiliki langganan pengumpul yang tetap dan pasar yang jelas
5. Kandungan gizi gula merah lebih tinggi dibandingkan produk sejenis
6. Gula merah dapat digunakan sebagai bahan substitusi gula pasir
Kelemahan (Weaknesses)
1. Teknologi manual dan sederhana
2. Kondisi proses produksi tidak konsisten
3. Sanitasi pabrik dan produk tidak terjamin
4. Kesadaran terhadap keamanan produk rendah
5. Belum berbadan hukum
6. Ketersediaan modal terbatas
7. Kualitas SDM yang rendah
8. Tidak ada inovasi dan aplikasi teknologi kemasan
9. Bangunan pabrik tidak permanen
10. Produk belum distandarkan
11. Penanganan bahan baku dan produk kurang diperhatikan
B. Eksternal
Peluang (Opportunities)
1. Kebutuhan gula merah semakin meningkat
2. Ketersediaan lahan dan bahan baku
3. Bahan baku mudah
4. Diversifikasi produk
5. Potensi pengembangan
6. Pasar terbuka lebar (berkembangnya industri makanan dan minuman)
7. Popularitas gula merah masih dapat meningkat
Ancaman (Threats)
1. Harga produk ditentukan oleh pasar
2. Beralihnya penyaluran tebu ke Pabrik gula (PG)
3. Harga bahan baku di PG lebih tinggi
4. Harga BBM naik
5. Tidak adanya perhatian pemerintah terhadap usaha gula merah
64
a. Matriks Evaluasi Faktor Internal (Matriks IFE)
Evaluasi terhadap faktor internal industri gula merah tebu dilakukan
dengan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan. Faktor kekuatan yang
dimiliki industri gula merah tebu antara lain harga gula merah tebu lebih murah
dibandingkan produk sejenis, proses produksi dan peralatan yang digunakan
sederhana, memanfaatkan tenaga kerja lokal, memiliki langganan pengumpul
yang tetap dan pasar yang jelas, kandungan gizi gula merah lebih tinggi
dibandingkan produk sejenis, lokasi pabrik cukup strategis, dan gula merah
sebagai bahan substitusi gula pasir. Kelemahan yang dimiliki oleh industri gula
merah tebu antara lain teknologi manual dan sederhana, proses produksi tidak
konsisten, sanitasi kondisi pabrik dan produk tidak terjamin, kesadaran
terhadap keamanan produk rendah, belum berbadan hukum, ketersediaan modal
terbatas, kualitas SDM yang rendah, tidak ada inovasi dan aplikasi teknologi
kemasan, bangunan pabrik tidak permanen, produk belum sesuai dengan SNI,
dan penanganan bahan baku dan produk kurang diperhatikan. Berdasarkan
identifikasi faktor internal diperoleh total skor sebesar 2,816. Perhitungan
secara kuantitatif terhadap identifikasi faktor internal dapat dilihat pada Tabel
16.
65
Tabel 16. Matriks IFE Industri Gula Merah Tebu
Faktor Bobot Faktor
(BF)
Rating Bobot *
Rating
A. Internal
Kekuatan (Strengths)
1. Harga gula merah tebu lebih murah dibandingkan
produk gula lainnya 0.042 1 0.042 2. Proses produksi sederhana 0.057 3 0.172 3. Memanfaatkan tenaga kerja lokal 0.050 2 0.100 4. Memiliki langganan pengumpul yang tetap dan pasar
yang jelas 0.069 3 0.207 5. Kandungan gizi gula merah lebih tinggi dibandingkan
produk sejenis 0.054 2 0.107 6. Gula merah dapat digunakan sebagai bahan substitusi
gula pasir 0.054 3 0.161
Kelemahan (Weaknesses)
1. Teknologi manual dan sederhana 0.061 3 0.184 2. Kondisi proses produksi tidak konsisten 0.057 3 0.172 3. Sanitasi kondisi pabrik dan produk tidak terjamin 0.054 4 0.215 4. Kesadaran terhadap keamanan produk rendah 0.061 3 0.184 5. Belum berbadan hukum 0.069 2 0.138 6. Ketersediaan modal terbatas 0.054 4 0.215 7. Kualitas SDM yang rendah 0.054 3 0.161 8. Tidak ada inovasi dan aplikasi teknologi kemasan 0.069 3 0.207 9. Bangunan pabrik tidak permanen 0.084 2 0.169 10. Produk belum distandarkan 0.061 3 0.184 11.Penanganan bahan baku dan produk kurang
diperhatikan 0.050 4 0.199
Total 1.000
2.816
66
b. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (Matriks EFE)
Evaluasi terhadap faktor eksternal industri gula merah tebu dilakukan
dengan mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh industri gula
merah tebu. Peluang yang dapat dimanfaatkan oleh industri gula merah tebu
adalah kebutuhan gula merah semakin meningkat, ketersediaan lahan dan bahan
baku, bahan baku mudah, diversifikasi produk, memiliki langganan, pasar
terbuka lebar (berkembangnya industri makanan dan minuman), dan gula
merah telah populer di masyarakat. Faktor ancaman yang dihadapi oleh industri
gula merah tebu antara lain harga produk ditentukan oleh pasar, beralihnya
penyaluran tebu ke Pabrik gula (PG), harga bahan baku di PG lebih tinggi,
penampakkan produk yang kurang menarik, harga BBM naik, pajak dan ijin
usaha, serta rendahnya perhatian pemerintah terhadap usaha gula merah.
Berdasarkan identifikasi faktor eksternal industri gula merah tebu, didapatkan
total skor sebesar 2,686. Perhitungan secara kuantitatif terhadap identifikasi
faktor eksternal dapat dilihat pada Tabel 17.
67
Tabel 17. Matriks EFE Industri Gula Merah Tebu
B. Eksternal Bobot Faktor
(BF)
Rating Bobot*
Rating
Peluang (Opportunities)
1. Kebutuhan gula merah semakin meningkat 0.080 3 0.240 2. Ketersediaan lahan dan bahan baku 0.077 2 0.154 3. Bahan baku mudah 0.080 3 0.240 4. Diversifikasi produk 0.093 3 0.279 5. Potensi pengembangan 0.083 4 0.333 6. Pasar terbuka lebar (berkembangnya industri makanan
dan minuman) 0.099 3 0.298 7. Popularitas gula merah masih dapat meningkat 0.080 1 0.080
Ancaman (Threats)
1. Harga produk ditentukan oleh pasar 0.090 3 0.269 2. Beralihnya penyaluran tebu ke Pabrik gula (PG) 0.083 2 0.167 3. Harga bahan baku di PG lebih tinggi 0.077 2 0.154 4. Harga BBM naik 0.083 3 0.250 5. Tidak adanya perhatian pemerintah terhadap usaha
gula merah 0.074 3 0.221
Total 1.000
2.686
68
Tabel 18. Matriks Internal-Eksternal (IE)
TOTAL SKOR IFE
4,0 Kuat 3,0 Rata-rata 2,0 Lemah 1,0
Tinggi
3,0
TOTAL
SKOR
EFE Sedang
2,0
Rendah
1,0
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari matriks IFE dan EFE, dapat disusun
matriks IE. Nilai yang didapat dari matriks IFE sebesar 2,816 dan hasil yang
didapat dari matriks EFE sebesar 2,686 sehingga mendapatkan posisi pada sel V.
Posisi ini menggambarkan bahwa industri gula merah tebu mengalami konsentrasi
melalui integrasi horizontal dan mengalami stabilitas. Tujuannya yaitu
menghindari kehilangan penjualan dan profit.
Posisi industri gula merah tebu yang berada pada kuadran V dapat dikelola
dengan menggunakan strategi pengembangan. Strategi pengembangan adalah
kondisi dimana perusahaan melakukan upaya pengembangan produk yang telah
ada. Strategi yang dapat digunakan pada kuadran ini adalah stability strategy atau
integrasi horizontal. Perusahaan yang berada pada sel ini dapat melakukan
peningkatan kualitas produk, perluasan pasar, pengembangan teknologi dan
fasilitas produksi, melalui kerjasama dengan pihak lain.
69
Tabel 19. Matriks Analisis SWOT
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Strengths (S) 1. Harga gula merah tebu
lebih murah
2. Proses produksi sederhana
3. Tenaga kerja lokal
4. Langganan pengumpul
yang tetap dan pasar yang
jelas
5. Kandungan gizi gula merah
lebih tinggi
6. Gula merah dapat
digunakan sebagai bahan
substitusi gula pasir
Weaknesses (W) 1.Teknologi manual dan
sederhana
2. Kondisi proses produksi
tidak konsisten
3. Sanitasi kondisi pabrik
dan produk tidak terjamin
4. Kesadaran terhadap
keamanan produk rendah
5. Belum berbadan hukum
6. Ketersediaan modal
terbatas
7. Kualitas SDM yang
rendah
8. Tidak ada inovasi dan
aplikasi teknologi
kemasan
9. Bangunan pabrik tidak
permanen
10. Produk belum
distandarkan
11. Penanganan bahan baku
dan produk kurang
diperhatikan
Opportunities (O) 1. Kebutuhan gula merah
semakin meningkat
2. Ketersediaan lahan dan
bahan baku
3. Bahan baku mudah
4. Diversifikasi tebu
5. Potensi pengembangan
6. Pasar terbuka lebar
(berkembangnya industri
makanan dan minuman)
7. Popularitas gula merah
masih dapat meningkat
Strategi SO 1. Meningkatkan kapasitas
produksi
2. Memperluas daerah
pemasaran
3. Meningkatkan nilai tambah
dari produk yang
dihasilkan
4. Meningkatkan hubungan
baik dengan pemasok
bahan baku, pengumpul
dan industri pengguna gula
merah
Srategi WO 1. Menerapkan teknologi
tepat guna dengan
memperhatikan sanitasi
dan keamanan produk
2. Melakukan perencanaan
dan pengendalian produksi
3. Menerapkan tata cara
kerja dan penanganan
produk serta pemilihan
bahan baku yang baik
4. Menerapkan goodhouse
keeping
5. Membina SDM yang
dimiliki
6. Meningkatkan kualitas
produk 7. Memanfaatkan KUK
Threats (T) 1. Harga produk ditentukan
oleh pasar
2. Beralihnya penyaluran
tebu ke Pabrik gula (PG)
3. Harga bahan baku di PG
lebih tinggi
4. Harga BBM (bahan
penunjang produksi) naik
5. Tidak adanya perhatian
pemerintah
Strategi ST 1.Mengatur pemasokan bahan
baku dan jadwal produksi
2. Menerapkan sistem
penjadwalan
3. Menbentuk kelompok
usaha bersama
Strategi WT 1. Mengurus perizinan
usaha yang jelas
2. Menjalin dan
meningkatkan
kerjasama dalam hal
permodalan dan
pemasaran
70
Berdasarkan analisis SWOT yang dihasilkan dari Tabel 19, terdapat empat
skenario strategi yang dapat dilakukan. Keempat skenario strategi tersebut adalah
strategi kekuatan dan peluang (strategi SO), strategi kekuatan dan ancaman
(strategi ST), strategi kelemahan dan peluang (strategi WO), serta strategi
kelemahan dan ancaman (strategi WT).
1. Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan yaitu dengan
menggunakan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-
besarnya (Rangkuti, 2000). Strategi SO meliputi :
� Meningkatkan kapasitas produksi. Upaya peningkatan volume produksi
dapat dilakukan, karena ketersediaan bahan baku dan harga tebu yang
murah. Tujuan dari peningkatan kapasitas produksi untuk
mengembangkan perusahaan dan memenuhi kebutuhan pasar. Dapat
dilakukan dengan menambah fasillitas dan peralatan produksi.
� Memperluas daerah pemasaran. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan
menambah langganan pengumpul, industri pengguna gula merah, serta
pedagang eceran. Daerah pemasarannya dapat diperluas ke kota-kota besar
di Pulau Jawa, selain ke daerah di sekitar Rembang (Pati, Kudus, dan
Semarang). Pemasaran produk gula awur dapat dilakukan secara langsung,
untuk konsumsi rumah tangga.
� Meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Upaya tersebut
dapat dilakukan dengan menambah produksi gula awur yang harganya
lebih mahal serta mengolah kembali produk yang tidak sesuai dengan
standar kualitas. Misalnya dengan memanfaatkan gula merah awur sebagai
bahan baku pembuatan kecap. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
keuntungan dan meminimalkan limbah yang dihasilkan.
� Meningkatkan hubungan kerjasama yang baik dengan pemasok bahan
baku, pengumpul dan industri pengguna gula merah. Tujuannya yaitu
untuk mengoptimalkan berjalannya sistem dalam suatu industri, mulai dari
pemasokan bahan baku hingga pendistribusian ke industri maupun
konsumen.
71
2. Strategi ST
Strategi ini menggunakan kekuatan perusahaan untuk mengatasi
ancaman yang mungkin terjadi. Strategi SO meliputi :
� Mengatur pemasokan bahan baku dan jadwal produksi. Usaha ini
dilakukan agar tidak terjadi kelangkaaan bahan baku dan mendukung
kelancaran proses produksi. Selain itu, sebagai salah satu cara untuk
mengatasi perubahan harga gula merah akibat perubahan permintaan
pasar. Pengaturan pemasokan bahan baku dilakukan dengan cara
menetapkan jadwal pengiriman bahan baku, sehingga tidak ada waktu
yang terbuang selama pengangkutan bahan baku. Pengaturan jadwal
produksi dilakukan dengan cara menetapkan target produksi per harinya,
mengoptimalkan pembagian kerja, dan mengefisienkan waktu kerja untuk
mengurangi idle dalam kegiatan produksi.
� Menerapkan sistem penjadwalan distribusi produk. Upaya penerapan
sistem penjadwalan dalam melakukan aktifitas perusahaan dapat dilakukan
dengan menyusun rencana produksi, mulai dari produk telah dihasilkan
kemudian didistribusikan, hingga penyimpanan dan pemasaran produk.
� Membentuk kelompok usaha bersama. Hal ini dilakukan untuk
memperkuat posisi industri dalam segi penetapan harga, mempermudah
akses pemasaran, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan para
pengrajin gula merah tebu.
3. Strategi WO
Strategi ini memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan yang
dimiliki oleh perusahaan. Strategi WO meliputi :
� Menerapkan teknologi tepat guna dengan memperhatikan sanitasi dan
keamanan produk. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan alat dan
mesin produksi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan.
Tujuan dari upaya ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
produk yang dihasilkan. Di samping itu untuk menjaga kontinyuitas
produksi dan membuka kesempatan bagi perusahaan untuk dapat diterima
oleh pasar.
72
� Melakukan perencanaan dan pengendalian produksi. Salah satu tujuan
dilakukannya usaha ini adalah untuk menjaga kelancaran kegiatan
produksi dan tercapainya tujuan perusahaan. Dapat dilakukan dengan
menyusun perencanaan kegiatan produksi yang akan dilakukan oleh
perusahaan, pengontrolan dan pemantauan, serta pengendalian kegiatan
produksi yang disesuaikan dengan target dan rencana yang telah
ditetapkan dalam suatu perusahaan.
� Menerapkan tata cara kerja dan penanganan produk serta pemilihan bahan
baku yang baik. Tujuan dari usaha ini antara lain memberikan kemudahan,
kelancaran dan keamanan bagi para pekerja dalam melakukan aktifitas
kerjanya, sehingga kegiatan produksi dapat berjalan lebih efisien dan
kerusakan bahan baku maupun produk dapat dihindari serta diperoleh
produk yang baik. Dapat dilakukan dengan cara menetapkan jadwal tebang
disesuaikan dengan sifat tanaman tebu dan kandungan nira yang optimal,
karena selama ini semua tebu yang ditebang dan masuk, langsung diterima
untuk dilakukan penggilingan. Selain itu, kegiatan pengemasan dan
penyimpanan produk yang baik, serta kegiatan pengolahan (pemasakan)
yang optimal.
� Menerapkan goodhouse keeping. Penerapan goodhouse keeping dilakukan
untuk mendukung terciptanya lingkungan pabrik yang nyaman dan aman,
terjaganya kebersihan dan sanitasi lingkungan pabrik dan produk, serta
kegiatan produksi dapat berjalan lebih efisien.
� Membina SDM yang dimiliki. Upaya ini diperlukan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan, agar menjadi
lebih terampil, ulet, dan dapat bekerja efektif serta efisien. Menurut
Syamsul dan Hendri (2003), menyatakan canggihnya dan rapinya sistem
operasi sangat ditentukan oleh kemampuan SDM untuk memikirkannya,
mengorganisasikannya, dan mewujudkannya dalam bentuk implementasi
nyata.
� Meningkatkan kualitas produk. Peningkatan kualitas produk dapat
dilakukan mulai dari penggunaan bahan baku yang berkualitas, proses
pengolahan yang optimal, dan penggunaan teknologi yang sesuai. Tujuan
73
dari strategi ini adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan
konsumen, memperkuat posisi produk dan perusahaan, dan memperluas
pangsa pasar.
� Memanfaatkan Kredit Usaha Kecil (KUK) yang disediakan oleh bank
untuk modal dalam pengembangan usaha. Tahap awal yang dapat
dilakukan adalah mengurus perijinan usaha, memperbaiki sistem
manajerial dan keuangan, sehingga usaha tersebut memperoleh pinjaman
modal untuk pengembangan usaha.
4. Strategi WT
Strategi ini dilakukan untuk meminimalkan kelemahan yang dimiliki
dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan. Strategi WT meliputi :
� Mengurus perizinan usaha yang jelas (legalisasi). Hal ini bertujuan untuk
mempermudah kegiatan usaha, mempertahankan dan mengembangkan
usaha, memperoleh berbagai fasilitas dari pemerintah, misalnya dalam hal
bantuan permodalan dan jika terjadi persengketaan atau tuntutan.
� Menjalin dan meningkatkan kerjasama dalam hal permodalan dan
pemasaran. Dilakukan dengan menarik investor untuk menambah bantuan
permodalan dan akses pemasaran. Karena permasalahan yang seringkali
terjadi pada pengusaha gula merah tebu adalah kekurangan modal.
2. Aspek Teknis dan Teknologis
Kapasitas produksi dalam pengolahan nira tebu menjadi gula merah
tebu ditentukan oleh waktu produksi yang tersedia dan kemampuan mesin serta
peralatan yang digunakan. Teknologi yang akan diterapkan pada
pengembangan usaha gula merah ini disesuaikan dengan kebutuhan usaha,
kondisi finansial dan kemampuan pekerja dalam mengoperasikannya.
Penerapan teknologi yang dimaksud adalah penggunaan wajan uap
dalam proses pemasakan nira tebu, perlakuan terhadap bahan baku (tebu) dan
nira hasil penggilingan tebu. Hal ini sebagai alternatif upaya pengembangan
usaha gula merah tebu, terutama dalam peningkatan kualitas dan kuantitas.
74
a. Alternatif Upaya Pengembangan
Penggunaan bahan baku yang bersih, perlakuan proses penyaringan
bertahap pada nira yang akan dimasak dan penggantian peralatan proses
pengolahan wajan berundak dengan wajan uap bertujuan untuk meningkatkan
kualitas produk dan kapasitas produksi gula merah tebu. Hal itu menyebabkan
produktifitas usaha gula merah tebu dapat meningkat. Peralatan dan mesin yang
dibutuhkan seperti wajan uap dan boiler dapat dipesan dari bengkel, sedangkan
peralatan penunjang lainnya dapat diperoleh di toko-toko peralatan.
a.1. Penggunaan Bahan Baku Yang Bersih
Penggunaan bahan baku yang bersih bertujuan untuk meningkatkan
kebersihan (kualitas) gula yang dihasilkan. Bahan baku bersih yang
dimaksud adalah tebu yang bersih dari daun-daun kering yang masih
menempel di batang tebu, dibersihkan dengan arit atau pisau. Daun-daunan
kering yang ikut tergiling dapat menyerap nira yang keluar, sehingga dapat
menurunkan rendemen yang diperoleh. Selain itu ampas yang dihasilkan
lebih banyak, yang dapat mengotori nira hasil gilingan.
a.2. Penyaringan Nira Secara Bertahap
Penyaringan nira dilakukan untuk meningkatkan kualitas gula merah
yang dihasilkan. Penyaringan nira dilakukan untuk memisahkan dan
membersihkan nira dari padatan-padatan dan kotoran yang ada pada nira
hasil giling. Sebelum di masukkan ke dalam wajan, nira yang keluar dari
mesin giling akan melalui beberapa kali proses penyaringan. Penyaringan
pertama dilakukan dengan menggunakan saringan yang terbuat dari kawat
besi, penyaringan yang kedua menggunakan kain saringan biasa,
penyaringan yang ketiga dan keempat berupa papan (flat) terbuat dari kawat
besi yang dipasang di bak penampungan nira setelah keluar dari mesin giling
(berbentuk segi empat). Untuk penyaringan kelima digunakan kain saringan
biasa yang dipasang di atas drum penampung nira yang akan dialirkan ke
wajan. Dan penyaringan keenam menggunakan saringan kawat besi, yang
akan menyaring kotoran dan padatan dalam nira yang akan dimasak.
75
Gambar 10. Alat Penyaringan Nira Tebu
a.3. Wajan dengan Pemanasan Uap
Wajan yang dipergunakan untuk memanaskan dan memasak nira tebu
menjadi gula merah berbentuk silinder dengan dasar melengkung (cembung).
Wajan ini mampu menampung 700 liter nira tebu yang ditempatkan kira-kira
setengah meter di atas permukaan tanah dengan tiga kaki sebagai penopang.
Bagian dinding dan dasar wajan terdiri dari dua lapisan, diantara kedua
lapisan itulah uap panas akan menyebar, menyelimuti dan memanaskan
wajan. Selain itu, di bagian tengah wajan terdapat pipa stainless berbentuk
spiral, yang memiliki fungsi sebagai saluran uap panas untuk memanaskan
bahan.
Di bagian bawah wajan terdapat klep (kran) yang berfungsi sebagai
saluran output gula cair yang telah dimasak. Di samping wajan terdapat kran
pengatur jumlah uap yang akan didistribusikan ke dalam da keluar wajan. Di
bagian samping kiri wajan dilengkapi dengan termometer untuk mengecek
suhu uap yang masuk ke wajan, dan alat pengukur tekanan dalam wajan
(barometer). Uap panas yang keluar atau dibuang dari dalam wajan,
selanjutnya dikondensasi oleh suatu alat pendingin (kondensor)
menghasilkan uap dan tetesan air. Air hasil kondensasi tersebut kemudian
akan di reuse untuk memanaskan boiler kembali untuk proses pemasakan
selanjutnya.
Uap panas yang disuplai ke wajan diperoleh dari air dalam boiler yang
dipanaskan dengan menggunakan bahan bakar ampas tebu (bagas). Air
76
tersebut berasal dari air sumur dengan bantuan mesin pompa air. Di bagian
dinding luar boiler terdapat termometer, barometer dan alat pengukur volume
air dalam boiler. Pada bagian belakang boiler terdapat kran yang berfungsi
untuk mengatur masuknya air ke dalam boiler. Selain itu, di bagian atas
boiler dipasang saluran keluar uap panas yang berlebih dan dapat berfungsi
otomatis.
Gambar 11. Boiler dan Wajan Uap
a.4. Fasilitas Penunjang
Fasilitas penunjang lain yang digunakan dalam proses produksi gula
merah tebu adalah tenaga listrik, bahan bakar solar dan oli, dan air sumur.
Tenaga listrik yang dibutuhkan adalah untuk pengoperasian mesin pompa
(tiga buah) dan penerangan pabrik. Bahan bakar solar dipergunakan untuk
mengoperasikan mesin diesel (20 PK) sebagai penggerak mesin giling tebu.
Kebutuhan solar adalah sebanyak 20 liter/ satu ton gula, dengan harga solar
Rp. 4.500,00/ liter. Sedangkan oli dipergunakan sebagai pelumas mesin
giling, dengan kebutuhan sebanyak 4 liter/ 6 ton gula. Air dipergunakan
untuk menghasilkan uap panas dari dalam boiler. Karena menggunakan air
sumur, maka tidak ada biaya khusus untuk penggunaan air. Kecuali air dalam
sumur sedang tidak tersedia.
b. Bahan Baku
Bahan baku utama dalam industri gula merah di Kecamatan Pamotan
adalah tanaman tebu. Varietas tebu yang digunakan dalam usaha tani tebu di
Kabupaten Rembang adalah PS 851, PS 864 dan BZ 148. Bahan baku yang
77
digunakan merupakan tebu yang berasal dari lahan milik pribadi dan tebu yang
berasal dari lahan sewa. Namun tidak sedikit pula yang menggunakan sistem beli
tebu dari petani lain yang pada umumnya tidak memiliki unit gilingan. Tebu
dipilih berdasarkan jenis tebu, kondisi batang, kondisi perkebunan, dan umur
tanaman. Bahan baku yang belum cukup umur dan tidak memenuhi teknis
pemeliharaan tanaman tebu akan menurunkan rendemen dan mutu produk gula
merah tebu yang dihasilkan. Terdapat juga pengolah yang memilih bahan baku
berdasarkan daerah penanaman tebu. Karena setiap daerah memiliki kondisi lahan
yang berbeda-beda, misalnya jenis tanah dan kondisi pengairan.
Sistem pembelian tebu yang dilakukan pengusaha industri gula merah tebu
di Kecamatan Pamotan adalah berdasarkan bobot tebu yang dihitung dalam satuan
Ton. Namun ada pula yang menggunakan sistem borongan dimana tebu dijual
tidak berdasarkan bobot melainkan per luas areal. Kisaran harga tebu di
Kecamatan Pamotan adalah Rp. 130.000,00-Rp. 150.000,00/ ton tebu.
Produktivitas tebu per hektar lahan adalah sekitar 60-100 ton tebu, berdasarkan
tabel 2 produksi tebu di Kecamatan Pamotan adalah sebesar 12.050,955 ton
dengan rata-rata produksi per hektar 3.997 kg. Penebangan tebu dilakukan antara
bulan Juni-November, dengan umur tebu 8-10 bulan.
c. Bahan Tambahan Pangan dan Penunjang Produksi
Bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara
alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke
dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan (Himpunan
Alumni Fateta, 2005). Pada umumnya bahan tambahan yang digunakan dalam
industri gula merah tebu di Kecamatan Pamotan adalah kapur (Ca(OH)2) baik
berupa serbuk maupun larutan, minyak kelapa dan Natrium Benzoat. Pemberian
dosis kapur, minyak kelapa dan Natium Benzoat dilakukan menurut perkiraan
pembuat gula merah. Dosis kapur yang ditambahkan sekitar 250 gram yang
dibagi-bagi ke dalam 9 wajan yang berisi nira, minyak kelapa yang ditambahkan
kira-kira 40-50 ml /wajan.Sedangkan serbuk Natrium Benzoat sebanyak 50-100
gram.
78
Menurut Goutara dan Wijandi (1985), larutan kapur telah digunakan
sebagai pengendap kotoran atau pemurnian nira. Selain itu penambahan kapur ke
dalam nira dapat menetralkan pH nira.
Minyak kelapa merupakan senyawa anti buih. Penambahan minyak kelapa
dapat menurunkan tegangan permukaan larutan nira, sehingga memperlambat
pembentukan buih yang dapat menyebabkan nira meluap dari wajan (Dachlan,
1984). Natrium Benzoat berguna sebagai bahan pengawet makanan.
d. Proses Produksi
d.1. Penggilingan tebu
Batang tebu yang telah dipilih dan dibersihkan dimasukkan ke dalam
mesin penggiling untuk mengekstraksi nira semaksimal mungkin. Proses
penggilingan tebu dilakukan dengan menggunakan mesin giling yang
digerakkan oleh diesel yang dihubungkan dengan sabuk transmisi atau belt.
Mesin giling yang digunakan memiliki daya 20 pk, yang disesuaikan dengan
jenis tebu berkulit keras.
Nira yang keluar dari mesin giling ditampung di bak berbentuk segi
empat yang dilengkapi dengan saringan kasar yang terbuat dari kawat.
Selanjutnya nira akan melalui penyaringan kedua. penyaringan yang ketiga
dan keempat berupa papan (flat) terbuat dari kawat besi yang dipasang di bak
penampungan nira setelah keluar dari mesin giling (berbentuk segi empat).
Kemudian nira hasil penyaringan tadi dialirkan ke sebuah wajan (yang
digunakan untuk pemasakan namun tidak digunakan lagi) dengan posisi
berada lebih rendah dari bak penyaringan pertama. Selanjutnya, nira yang
ditampung dalam wajan dipindahkan ke dalam sebuah drum yang dilengkapi
dengan kain penyaring, letak drum di atas bak penyaringan pertama.
Pengangkutan nira dilakukan oleh pekerja di bagian penggilingan dengan
menggunakan ember. Nira akhirnya memasuki penyaringan yang terakhir,
yaitu sebelum masuk ke wajan.
79
Kotoran-kotoran dan padatan yang tersaring dalam setiap bak dan alat
penyaring dibuang, sehingga tidak menumpuk dan akhirnya masuk ke bak
selanjutnya serta diperoleh nira bersih.
Gambar 12. Proses Penggilingan
d.2. Pemasakan nira
Nira hasil penyaringan dimasukkan ke dalam wajan kemudian
dipanaskan pada suhu sekitar 110 0
C selama kurang lebih tiga jam. Kapasitas
satu wajan pemasakan kurang lebih 70 liter nira, yang akan menghasilkan 150
kg gula merah tebu. Hal pertama yang dilakukan adalah memasukkan air ke
dalam boiler, setelah mencapai jumlah tertentu boiler pun mulai dipanaskan.
Bahan bakar yang digunakan untuk memanaskan boiler adalah ampas hasil
penggilingan tebu (bagas). Uap panas yang dihasilkan dari boiler tersebut
yang digunakan untuk memanaskan wajan.
Pemasakan nira dilakukan di atas wajan stainless yang berbentuk
silinder dengan bentuk bagian dasar cembung. Wajan terdiri dari dua lapisan
dinding, lapisan bagian luar dan bagian dalam. Uap panas akan menyebar
dalam ruang diantara kedua lapisan tersebut. Di bagian tengah wajan terdapat
pipa stainless berbentuk spiral, yang berguna untuk mengalirkan uap panas ke
bahan dalam wajan. Wajan dilengkapi dengan alat pengukur temperatur dan
tekanan, sehingga pekerja mengetahui dan mempermudah pengecekan suhu
dan tekanan uap yang dialirkan dalam wajan. Uap panas yang didistribusikan
ke dalam dan yang dikeluarkan dari wajan diatur dengan menggunakan kran
yang ditempatkan di bagian belakang wajan. Pada aliran uap panas yang
keluar dipasang kondensor, yang berguna untuk mengubah uap panas menjadi
uap dan tetesan air. Kemudian air yang dihasilkan akan digunakan lagi (reuse)
80
untuk proses pemasakan berikutnya. Di bagian dasar wajan terdapat kran
untuk mengeluarkan nira kental (gula) yang sudah matang.
Air yang digunakan untuk menghasilkan uap panas dalam boiler
berasal dari air sumur yang berada di dekat brak, dengan menggunakan mesin
pompa air. Untuk mengatur air yang masuk ke dalam boiler digunakan kran.
Boiler dilengkapi dengan alat pengukur tekanan, temperatur dan jumlah air
dalam boiler. Selain itu dilengkapi pula dengan alat pembuang uap berlebih
yang dipasang secara otomatis.
Penambahan kapur dilakukan pada saat nira berada dalam wajan,
ketika nira mulai dipanaskan. Minyak kelapa ditambahkan pada saat nira
sudah mulai mendidih. Penambahan Natrium Metabisulfit dilakukan ketika
nira sudah mulai matang.
Pada awal pemasakan kotoran-kotoran halus akan terapung bersama
dengan buih nira. Kotoran tersebut dibuang dengan menggunakan serok yang
terbuat dari kain kawat nyamuk. Penyaringan kotoran bersama buih tersebut
dilakukan berkali-kali hingga bersih. Karena jika tidak dibuang, gula merah
yang dihasilkan menjadi berwarna hitam. Untuk menghindari keluarnya buih
nira dari wajan, maka wajan ditutup dengan suatu penahan berbentuk silinder
yang terbuat dari bahan seng. Proses pemasakan nira dihentikan jika nira
sudah mulai pekat dan berwarna kecoklatan serta buih-buih nira sudah
menurun. Untuk melihat apakah nira sudah matang, biasanya pekerja
mengambil nira yang sudah mulai mengental (gulali) tadi dengan
menggunakan serokan, kemudian mengangkatnya. Jika gulali tersebut
membentuk benang-benang gula maka gulali tersebut sudah matang.
Gambar 13. Proses Pemasakan Nira dengan Wajan Uap
81
d.3. Pengentalan
Nira yang sudah mulai mengental tersebut masih tetap dipanaskan
hingga nira yang telah menjadi gulali tersebut kental dan pekat, serta
membentuk benang-benang gula. Setelah nira mencapai tingkat kekentalan
tertentu, pemanasan air dalam boiler dihentikan dan nira dalam wajan
dikeluarkan. Kemudian dipindahkan ke sebuah meja kayu berbentuk silinder.
Penyuplaian bahan bakar untuk menghasilkan uap panas harus terus dicek dan
dikendalikan.
Kecukupan pemanasan sangat mempengaruhi mutu gula merah yang
dihasilkan. Apabila waktu pemanasan terlalu cepat maka gula merah yang
dihasilkan akan lembek dan mudah meleleh (Sardjono, 1985).
Gambar 14. Pemasakan Nira dengan Wajan Uap
d.4. Penirisan
Nira kental yang sudah matang dipindahkan ke dalam meja. Sebelum
gula dipindahkan, permukaan meja diberi Natrium Benzoat terlebih dahulu.
Tujuan dari pemberian bahan kimika ini adalah untuk memperpanjang umur
simpan gula awur (pengawetan). Cairan gula tersebut kemudian diaduk
menggunakan serokan yang terbuat dari kayu. Pemindahan gula ke atas meja
bertujuan untuk meniriskan gula sehingga menjadi padat. Kegiatan
pengadukan tersebut bertujuan untuk meratakan panas dalam bahan, sehingga
dapat menghasilkan warna gula coklat kekuningan dan membentuk kristal
gula yang halus.
Pengadukan untuk meratakan panas, baik yang berasal dari bahan
maupun wadah pengolahan. Sehingga reaksi Maillard dan Karamelisasi yang
82
masih berlangsung dapat segera terhenti. Selain itu juga untuk mencegah
pembentukan kristal gula yang berukuran besar dan kasar (Nurlela, 2002).
Gambar 15. Proses Penirisan Gula
d.5. Penyusukan
Gula yang sudah padat dan mengkristal di atas meja, selanjutnya di
susuk dengan alat penyusuk. Kegiatan penyusukan dilakukan dengan telaten,
sehingga dihasilkan butiran-butiran gula yang halus dan kering (awur).
d.6. Pengemasan
Setelah proses penyusukan selesai, gula dimasukkan ke dalam karung
plastik sebagai kemasan sekunder yang sebelumnya dilapisi kantung plastik
sebagai kemasan primer. Setiap karung berisi 50 kg gula merah awur, ukuran
seperti ini didistribusikan ke industri-industri pengguna gula merah.
Selanjutnya karung yang telah diisi gula, bagian atasnya dijahit dengan
menggunakan tali plastik untuk menutup kemasan. Karung-karung gula
tersebut disimpan di suatu tempat (gudang) yang aman dan tertutup.
Sedangkan, gula awur yang akan ditujukan untuk konsumsi rumah tangga,
dapat dikemas dengan menggunakan kemasan berbahan polietilen (plastik)
yang diseal berisi 250-1000 gram gula atau dikemas dengan toples plastik
berlabel.
83
Gambar 16. Diagram Alir Proses Pembuatan Gula Merah Awur Tebu
Menggunakan Wajan Uap dan Boiler
Batang tebu
yang telah
dibersihkan
Nira
Penggilingan
Penjernihan dengan
pemanasan awal 70 0C
Penirisan
Pemanasan 100-110 0C
Pengentalan
Gula merah
awur
Minyak
kelapa
Bagase
Larutan
kapur
Nira jernih
Buih dan
kotoran
Penyusukan
Pengemasan
Natrium
Benzoat
Penyaringan nira secara
bertahap
84
3. Aspek Pemasaran
Bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran
yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan
pemasarannya di pasar sasaran. McCarthy mengklasifikasikan alat-alat itu
menjadi empat kelompok yang luas yang disebut 4P pemasaran : produk
(product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion).
Menurut Kotler (2005), alat bauran pemasaran yang paling mendasar
adalah produk yaitu tawaran berwujud dari perusahaan kepada pasar, yang
mencakup mutu, rancangan, fitur, pemberian merek, dan pengemasan produk.
Tingkatan mutu produk gula merah tebu dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu mutu baik, sedang dan jelek. Penentuannya berdasarkan penilaian
subjektif terhadap warna, rasa dan kekerasan oleh pengusaha. Tingkatan mutu
tersebut dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Tingkatan Mutu Gula Merah Tebu Berdasarkan Penilaian Objektif
Pengusaha
Mutu Warna Rasa Kekerasan
Baik Cerah (kuning) Manis Tekstur yang keras
Sedang Kemerahan Manis Tekstur agak lunak
Jelek Gelap (hitam) Manis sedikit
pahit
Tekstur yang lebih
lunak
Sumber : Data Primer
Harga jual gula merah sangat ditentukan oleh mutu dan kualitas gula
merah yang dihasilkan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa kisaran
harga jual gula merah tebu dari pengrajin ke pengumpul adalah untuk gula awur
Rp 3.550,00-Rp 4.200,00 dan gula merah tumbu Rp 2.600,00-Rp 3.600,00.
Selisih harga antara gula awur dan gula tumbu adalah Rp 100,00-Rp 200,00.
Sedangkan selisih harga antar kualitas gula merah adalah Rp 100,00-Rp 150,00.
Penerapan pengembangan teknologi di atas, diantaranya penggunaan
wajan uap dan boiler dapat meningkatkan mutu gula merah yang dihasilkan.
Hal ini akan mempengaruhi harga jual gula merah tebu menjadi lebih tinggi.
Gula merah bermutu jelek dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kecap,
85
karena wajan uap yang digunakan dalam pemasakan nira juga dapat digunakan
untuk pembuatan kecap.
Harga jual gula merah pada awal panen cenderung naik, terjadi sekitar
bulan Mei-Juni. Namun pada saat awal panen, rendemen dan tingkat
produksinya masih rendah. Sedangkan pada masa puncak panen, harga
cenderung turun. Puncak panen tebu terjadi pada bulan Juli-September, pada
saat itu tingkat produksi gula merah tinggi. Ketika harga jual gula merah
rendah, para pengusaha dan pengumpul besar biasanya melakukan
penyimpanan (penimbunan). Hal ini dilakukan dengan tujuan agar terhindar
dari resiko kerugian akibat rendahnya harga produk dan untuk mendapatkan
keuntungan. Biasanya gula merah yang disimpan tersebut akan di keluarkan/
dijual bila musim giling sudah lewat, atau ketika harga jual gula merah sedang
naik dan diperkirakan menguntungkan.
Harga gula merah tebu ditentukan oleh tingkat permintaan dan
penawaran. Sehingga pada saat tidak musim panen sampai awal musim giling,
harga gula merah tebu lebih tinggi dibandingkan pada saat musim panen raya
tebu. Ketika adanya permintaan terhadap produk gula merah, pada saat
penawaran produk gula merah sedikit atau karena belum musim panen tebu,
harga gula merah tinggi. Sedangkan ketika tingkat penawaran tinggi dengan
permintaan yang tetap, maka menyebabkan terjadinya penurunan harga gula
merah.
Distribusi gula merah relatif sederhana, pada umumnya para pengumpul
mendatangi langsung ke pabrik-pabrik pengolahan gula merah tebu. Mereka
akan membeli dan mengangkut produk setelah mencapai suatu terget tertentu.
Biasanya gula merah akan diangkut bila telah mencapai 6 ton atau sekitar 40
tumbu. Sistem distribusi gula merah tebu dapat dilakukan pemutusan, yaitu
para pengusaha gula merah tebu dapat langsung mendistribusikan produknya ke
industri pengguna gula merah maupun konsumen tingkat rumah tangga melaui
pedagang pengecer maupun koperasi. Hal ini dilakukan untuk memperkuat
posisi perusahaan dan meningkatkan pendapatan para pengusaha.
Secara umum pemanfaatan gula merah sebagai bahan pemanis dapat
digolongkan menjadi dua bagian besar, yaitu permintaan langsung dan
86
permintaan antara. Permintaan langsung adalah permintaan yang berasal dari
sektor rumah tangga, sedangkan permintaan antara adalah permintaan yang
sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan industri (Syukur et al., 1999).
Menurut Rachmat (1992), bahwa peranan pedagang pengumpul dalam
seluruh mata rantai pemasaran gula merah sangat dominan. Bahkan dominasi
pedagang pengumpul pada pasar gula merah telah mengarah pada struktur pasar
monopsonistik. Seorang monopsonistik dalam pasar produk adalah pembeli
tungga dari suatu produk (Bellante dan Jackson, 1990).
Sebagian besar produsen tidak menjual barang mereka secara langsung
ke pemakai akhir. Antara peodusen dan pemakai akhir terdapat satu atau
beberapa saluran pemasaran, serangkaian pemasaran yang melaksanakan
berbagai fungsi (Kotler, 2004).
Struktur pasar yang terjadi adalah akibat skala usaha industri gula merah
tebu yang kecil dan modal yang terbatas serta belum adanya koordinasi
(kelompok atau koperasi). Sehingga posisi tawar menawar para pengusaha gula
merah tebu menjadi lemah.
Perusahaan dapat melakukan perluasan pasar, dengan mendistribusikan
produknya ke wilayah di Pulau Jawa. Karena sebagian besar industri pengguna
gula merah berada di Pulau Jawa.
Kegiatan promosi selama ini jarang dilakukan oleh industri kecil,
mereka melakukan kegiatan usahanya berdasarkan kebiasaan dan naluri.
Promosi mencakup semua kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya ke pasar, serta
mendorong pembelian produk agar lebih cepat dan meningkat.
Kegiatan promosi below the line dapat dilakukan untuk
mengkomunikasikan dan mempromosikan produk gula merah tebu. Kegiatan
promosi ini tidak dilakukan secara terang-terangan, namun contohnya dengan
menggunakan merek dan atribut yang diperlukan sebagai identitas produk,
memajang produk, dan menggunakan kemasan yang menarik.
87
4. Aspek Finansial
Tujuan menganalisis finansial aspek keuangan suatu usaha adalah untuk
menentukan rencana investasi atau usaha melalui perhitungan biaya dan manfaat
yang diharapkan dengan membandingkan pengeluaran dan pendapatan seperti
ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan untuk membayar kembali dana
tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah usaha akan
berkembang terus (Umar, 2003).
a. Permodalan
Penyediaan permodalan dalam kegiatan dunia usaha bergerak melalui
sejumlah tahapan pembiayaan. Pada tahapan awal, sumber pembiayaan
umumnya berasal dari uang pribadi pemilik usaha serta berbagai sumber lain
yang diupayakan oleh pemilik. Tahapan selanjutnya apabila perusahaan mulai
tumbuh dan berkembang melampaui kemampuan pembiayaan pemilik, maka
perusahaan mencari sumber pembiayaan lain seperti memanfaatkan bank
sebagai sumber pembiayaan (Widi, 1997).
Terdapat beberapa kendala dalam penyaluran KUK, baik dari sisi
pengusaha kecil maupun perbankan. Biasanya pengusaha kecil belum mampu
memenuhi persyaratan teknis dari bank yang berkaitan dengan penyediaan
jaminan dan perijinan. Sedangkan kendala dari sisi perbankan adalah tingginya
resiko, terbatasnya sumber daya manusia dan jaringan kantor cabang bank.
Kredit Usaha Kecil (KUK) adalah jenis pembiayaan dari bank untuk
investasi dan atau modal kerja yang diberikan kepada nasabah untuk
membiayai usaha yang produktif. Penerima KUK adalah perusahaan
perseorangan, kelompok, koperasi, dan bentuk usaha lain seperti PT dan CV
(Widi, 1997).
88
b. Asumsi-Asumsi
Asumsi-asumsi yang menjadi dasar perhitungan dalam analisis finansial
antara lain :
� Analisis finansial ini dilakukan dengan biaya investasi untuk pendirian
usaha baru.
� Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 10 tahun.
� Proyek dimuulai pada tahun ke-0. Tingkat produksi untuk tahun pertama 65
persen, tahun kedua 85 persen, tahun ketiga hingga kesepuluh 100 persen.
� Nilai sisa mesin dan peralatan 10 % dari nilai awal.
� Nilai sisa bangunan pada masa akhir proyek 50 % dari nilai awal.
� Nilai tanah diasumsikan tetap (tidak menyusut).
� Depresiasi dihitung dengan metode garis lurus.
� Tingkat suku bunga 18 % per tahun.
� Persentase kredit terhadap modal sendiri (debt equity ratio) adalah sebesar
50 : 50.
� Pembayaran angsuran kredit investasi dan kredit modal kerja dimulai pada
tahun ke 1, dengan jangka waktu pembayaran untuk kredit investasi selama
10 tahun dan kresit modal kerja selama 3 tahun.
� Biaya pemeliharaan 2 % dari harga awal.
� Biaya bahan baku sudah termasuk biaya kebun.
� Kapasitas produksi dengan basis 1 hari disajikan pada Tabel 21.
89
Tabel 21. Kapasitas Produksi pada Kondisi Saat Ini dan Kondisi
Pengembangan
Komponen Saat ini Pengembangan
a. Hari beroperasi 180 hari/ tahun 180 hari/ tahun
b.. Lama operasi 12 jam/ hari 12 jam/ hari
c. Produk akhir 2.100 kg/ hari x
Rp 3.300,00 = Rp
6.930.000,00
2.800 kg/ hari x
Rp 3.500,00 = Rp
9.800.000,00
d. Kebutuhan bahan penunjang
- Kapur
- Minyak kelapa
- Natrium Benzoat
- BBM diesel
- Oli
- BBM kendaraan
3 kg/ hari
960 ml/ hari
2,4 kg/ hari
12 liter/ hari
0,45 liter/ hari
8 liter/ hari
4 kg/ hari
1.280 ml/ hari
3,2 kg/ hari
14 liter/ hari
0,45 liter/ hari
10 liter/ hari
e. Kebutuhan bahan baku
Tebu
(3 unit x 7.000
kg/ hari/ unit) =
21.000 kg/ hari
21.000 kg/ hari x
Rp 230,00 = Rp
4.830.000,00
(4 unit x 7.000 kg/
hari/ unit) =
28.000 kg/ hari
28.000 kg/ hari x
Rp 230,00 = Rp
6.440.000,00
f. Harga jual produk Rp 3.300, 00/ kg Rp 3.500,00/ kg
g. Jumlah unit operasi 3 wajan 4 wajan
� Besarnya pajak ditentukan berdasarkan UU no. 17 tahun 2000, yaitu
sebagai berikut :
� Jika pendapatan < 50.000.000 maka 10 % x pendapatan
� 50.000.000 < pendapatan < 100.000.000 maka (10 % x 50.000.000) +
(15 % x pendapatan – 50.000.000)
� Jika pendapatan lebih dari 100.000.000 maka (10%x 50.000.000) +
(15%x 50.000.000) + (30%xpendapatan – 100.000.000)
90
c. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan besarnya biaya yang diperlukan untuk
membangun industri gula merah tebu. Biaya investasi dalam pendirian industri
gula merah tebu terdiri atas modal tetap dan modal kerja. Modal tetap adalah
semua biaya yang diperlukan dari tahap pra investasi sampai pabrik siap
beroperasi. Modal tetap industri ini meliputi biaya perizinan dan pengadaan
lahan, pendirian bangunan, pembelian mesin-mesin dan peralatan serta fasilitas
penunjang. Modal tetap yang diperlukan dalam penerapan alternatif
pengembangan usaha gula merah tebu ini adalah Rp 308.285.000,00. Dengan
komposisi biaya seperti terdapat pada Tabel 22. Komposisi modal tetap secara
lengkap disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 22. Komposisi Modal Tetap untuk Industri Gula Merah Tebu
Komponen Jumlah Nilai (Rp.)
Lahan (m2) 1100 110.000.000
Bangunan 70.000.000
Perizinan 2.000.000
Fasilitas Penunjang 6.200.000
Mesin dan Peralatan 120.085.000
Total Modal Tetap 308.285.000
Modal kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi gula
merah tebu pada waktu beroperasi pertama kali. Modal kerja merupakan
gabungan dari biaya tetap (biaya tenaga kerja tidak langsung, depresiasi,
pemeliharaan, administrasi dan telepon), biaya variabel (biaya bahan baku,
kemasan, tenaga kerja langsung, bahan bakar dan listrik) dan persediaan kas.
Persediaan kas dimaksudkan untuk menghindari kesulitan liquiditas yang
disebabkan perubahan kondisi yang sudah diprediksikan sebelumnya.
Besarnya modal kerja sangat tergantung pada biaya operasional pabrik,
karena modal kerja akan dipergunakan untuk pembiayaan awal hingga pabrik
bisa berproduksi. Dalam hal ini produk diasumsikan habis terjual setelah 10
hari produksi, sehingga biaya minimum yang diperlukan pada saat awal pabrik
91
beroperasi setara dengan 10 hari biaya operasional. Komposisi modal kerja
untuk industri gula merah tebu dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Komposisi Modal Kerja untuk Industri Gula Merah Tebu
Komponen Nilai (Rp)
Biaya Tetap
TK Tidak Langsung 700,000
Depresiasi 826,522
Pemeliharaan 839,039
Administrasi dan Telepon 2,500,000
Sub Total 4,865,561
Biaya Variabel
Bahan Baku 42,429,140
Kemasan 982,800
Tenaga Kerja Langsung 2,808,000
Bahan Bakar dan Listrik 391,300
Sub Total 46,611,240
Persediaan Kas 5,000,000
Total 56,476,801
Total biaya investasi industri gula merah tebu untuk penerapan alternatif
upaya pengembangan adalah sebesar Rp 362.400.690,00 seperti terlihat pada
Tabel 24.
Tabel 24. Total Investasi untuk Industri Gula Merah Tebu
Komponen Sub Total (Rp.)
Pada Skenario 2
Modal Tetap 308.285.000
Modal Kerja 56,476,801
Total Investasi 364,761,801
d. Sumber dan Struktur Pembiayaan
Biaya Investasi untuk pengembangan industri gula merah tebu berasal
dari modal sendiri dan kredit perbankan. Debt to Equity Ratio (DER) keduanya
adalah 50:50 yaitu 50 % modal sendiri dan 50 % berasal dari pinjaman bank.
Bunga bank yang digunakan sebesar 18 %. Jangka waktu pengembalian modal
92
tetap adalah sesuai dengan umur proyek yaitu sebesar 10 tahun. Sedangkan
pengembalian modal kerja adalah selama 3 tahun. Struktur pembiayaan usaha
gula merah tebu disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25. Struktur Pembiayaan Usaha Gula Merah Tebu
Jenis Kredit Pinjaman (Rp) Modal Sendiri (Rp)
Modal Tetap 154,142,500 154,142,500
Modal Kerja 28,238,400 28,238,400
Jumlah 182,380,900 182,380,900
Pembayaran pinjaman terhadap bank dilakukan dengan cara membayar
angsuran pinjaman pokok dan bunga mulai tahun pertama. Perhitungan lengkap
disajikan pada Lampiran 7.
e. Proyeksi Laba Rugi
Proyeksi laba rugi merupakan perhitungan penerimaan dan penjualan
produk serta keseluruhan biaya yang dikeluarkan setiap tahunnya selama
jangka waktu tertentu. Perincian proyeksi laba rugi dapat dilihat pada Lampiran
14. Perincian laba bersih terdapat pada Tabel 26.
Tabel 26. Perincian Laba Bersih untuk Penerapan Pengembangan Usaha
Tahun ke- Nilai (Rp. )
1 190,446,493
2 259,826,509
3 312,643,573
4 315,771,782
5 317,713,977
6 319,656,173
7 321,598,368
8 323,540,564
9 325,482,759
10 327,424,955
93
f. Kriteria Kelayakan Investasi
Kriteria kelayakan investasi meliputi Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Event Point
(BEP), dan Pay Back Period (PBP). Hasil penilaian dari kriteria-kriteria
tersebut menentukan kelayakan pengembangan usaha gula merah tebu.
� Net Present Value (NPV)
Pada perhitungan NPV dengan Discount Factor (DF) 18 %
diperoleh Rp 854.471.865,00 menunjukkan nilai yang positif (lebih besar
dari nol), yang menandakan pengembangan tersebut layak untuk
dilaksanakan.
� Internal Rate of Return (IRR)
IRR merupakan suatu nilai suku bunga yang membuat NPV proyek
sama dengan nol atau tingkat suku bunga yang menunjukkan jumlah nilai
sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah ongkos investasi proyek. Nilai
IRR-nya adalah 51,12 %. Nilai ini lebih tinggi dari tingkat suku bunga
yang berlaku yaitu 18 %, sehingga layak dilaksanakan.
� Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara
keuntungan yang diperoleh terhadap biaya yang dikeluarkan. Nilai yang
diperoleh yaitu 3,34 memiliki nilai lebih dari 1. Maka layak untuk
dilaksanakan.
� Break Event Point (BEP)
Break Event Point (BEP) merupakan titik dimana total biaya
produksi sama dengan pendapatan. BEP yang diperoleh yaitu Rp
158.721.400,00 atau 45.349 Kg/tahun. Titik impas tercapai pada saat
produksi 45.349 Kg/tahun.
94
� Pay Back Period (PBP)
Pay Back Period (PBP) jangka waktu pengembalian investasi suatu
proyek. Hasil perhitungan menunjukkan nilai PBP untuk penerapan
alternatif pengembangan usaha gula merah tebu adalah 1,89 tahun. Hal ini
berarti layak untuk dilaksanakan.
Eksistensi usaha di suatu daerah tertentu dapat mempengaruhi sisi sosial
masyarakat di sekitarnya, pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pola
kehidupan masyarakat. Salah satunya yaitu terciptanya lapangan pekerjaan,
sehingga dapat mengangkat perekonomian masyarakat (terutama masyarakat
kecil) di sekitar perusahaan. Hal itu merupakan Intangible benefit bagi
perusahaan, termasuk usaha gula merah tebu di Kabupaten Rembang ini.
Intangible benefit adalah keuntungan yang tidak dapat dinilai dengan uang atau
suatu nilai. Selain itu, terdapat pula Intangible cost merupakan suatu biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan diluar biaya produksi sebagai suatu perwujudan
tanggung jawab perusahaan kepada lingkungan sekitarnya, untuk memperkuat
keberadaan suatu usaha. Salah satu contoh intangible cost dalam usaha gula
merah tebu ini yaitu pemberian santunan kepada masyarakat kurang mampu yang
berada di sekitar perusahaan dan kepada keluarga pekerja di usaha gula merah
tebu.
Aspek usaha yang dikaji yaitu aspek pemasaran, aspek teknis dan
teknologis serta aspek finansial. Tabel 27 menunjukkan ringkasan perbedaan
kondisi saat ini dan kondisi pengembangan usaha gula merah.
95
Tabel 27. Ringkasan Kondisi Saat ini dan Pengembangan Usaha Gula Merah
No. Aspek Kondisi saat ini
(Skenario 1)
Pengembangan
(Skenario 2)
1. Pemasaran
- Produk
- Harga
- Distribusi
- Promosi
- Mutu gula yang diproduksi bervariasi (baik, sedang, dan jelek)
- Harga produk lebih rendah (Rp 3.300,00)
- Distribusi ke daerah Rembang, Pati, Kudus, Semarang,
Pasuruan, dan Yogyakarta
- Penjualan produk melalui pengumpul menengah dan besar
- Konsumen industri
- Tidak dilakukan promosi
- Mutu gula yang diproduksi menjadi lebih baik dan seragam (baik dan sedang)
- Harga produk lebih tinggi (Rp 3.500,00)
- Distribusi ke daerah di Pulau Jawa
-Penjualan produk langsung ke industri
- Konsumen industri dan rumah tangga
- Promosi Below the line (pemberian atribut pada produk, pemajangan produk
dan kemasan menarik)
2. Teknis dan
teknologis
- Bahan baku
- Proses pengolahan
- Penyimpanan produk
- Sanitasi pabrik
- Tidak ada pengawasan mutu bahan baku (tebu tidak bersih)
- Kebersihan nira masih rendah
-Proses pengolahan dilakukan secara tradisional (wajan
berundak), pemasakan gula tidak konsisten
- Bahan bakar bagas
- Penyimpanan produk di tempat terbuka
- Sanitasi pabrik dan produk masih rendah
- Dilakukan pemilihan dan pembersihan bahan baku
- Dilakukan penyaringan nira secara bertahap
- Proses pengolahan menggunakan wajan uap dan boiler
- Bahan bakar bagas
- Penyimpanan produk di gudang (tempat tertutup)
- Sanitasi pabrik dan produk diperhatikan
3. Finansial (Kriteria
kelayakan investasi)
NPV : Rp 257.968.831,00; IRR : 40,60 %; Net B/C : 1,97; BEP :
Rp 195.968.791,00 (59.384 Kg/tahun); PBP : 2,96 tahun
Modal : Rp 264.925.497,00; Produksi : 2.100 kg/hari
NPV : Rp 854.471.865,00; IRR : 51,12 %; Net B/C : 3,34; BEP : Rp
158.721.400,00 (45.349 Kg/tahun); PBP : 1,89 tahun
Modal : Rp 364,761,801,00; Produksi : 2.800 kg/hari
96
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa kondisi karakterisik wilayah, Kecamatan
Pamotan merupakan salah satu daerah sentra produksi tebu yang memiliki luas
areal perkebunan tebu terbesar di Kabupaten Rembang yaitu 3.015 Ha.
Volume produksi tebu pada tahun 2006 di Kecamatan Pamotan mencapai
12.050,955 ton. Kecamatan Pamotan memiliki tingkat produktifitas, potensi
pengembangan dan kontribusi sebagai penghasil tebu yang paling besar di
Kabupaten Rembang. Industri gula merah tebu di daerah tersebut tidak
mengalami kendala ketersediaan bahan baku. Selain itu, industri gula merah
tebu di Kecamatan Pamotan didukung pula dengan ketersediaan tenaga kerja
(penduduk lokal), serta sarana dan prasarana lainnya.
Mutu produk yang dihasilkan tidak seragam. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya variasi bahan baku, rendahnya teknologi
pengolahan, pengawasan bahan baku dan produk, serta sanitasi dalam proses
pengolahan. Penentuan tingkatan mutu produk gula merah tebu dengan
klasifikasi baik, sedang dan jelek, dilakukan berdasarkan penilaian subjektif
para pengusaha, yang meliputi warna, rasa dan kekerasan.
Pengembangan usaha gula merah tebu dimulai dengan menentukan
matriks internal eksternal. Berdasarkan hasil yang diperoleh, strategi yang
dapat digunakan untuk usaha gula merah tebu ini adalah stability strategy atau
integrasi horizontal. Strategi tersebut dilakukan dengan cara meningkatkan
kualitas produk, memperluas pasar, pengembangan teknologi dan fasilitas
produksi, melalui kerjasama dengan pihak lain.
Pada analisis SWOT melalui analisis faktor internal dan eksternal,
dihasilkan 4 alternatif strategi usaha yang dapat dilakukan, yaitu SO strategi,
ST strategi, WO strategi dan WT strategi. Beberapa alternatif strategi yang
dihasilkan antara lain meningkatkan kapasitas produksi dengan mutu yang
baik, melakukan pengawasan bahan baku dan produk, meningkatkan pangsa
97
pasar, dan menerapkan teknologi tepat guna. Keempat strategi tersebut
dilakukan dengan saling mendukung.
Kapasitas produksi dalam pengolahan nira tebu menjadi gula merah
tebu ditentukan oleh waktu produksi yang tersedia dan kemampuan mesin
serta peralatan yang digunakan. Teknologi yang diterapkan pada
pengembangan usaha gula merah disesuaikan dengan kebutuhan usaha,
kondisi finansial dan kemampuan pekerja dalam mengoperasikannya.
Kondisi kegiatan produksi perusahaan yang biasanya dilakukan
selama ini dianalisis dan dibandingkan sedangkan penerapan teknologi yang
baru dalam kegiatan produksi gula merah tebu. Penerapan teknologi dalam
upaya pengembangan usaha gula merah adalah penggunaan wajan uap dalam
proses pemasakan nira tebu, perlakuan terhadap bahan baku (tebu) dan nira
hasil penggilingan tebu. Dalam basis waktu operasi satu hari, kapasitas
produksi saat ini adalah 21 kwintal, sedangkan kapasitas produksi pada
penerapan pengembangan usaha gula merah tebu adalah 28 kwintal.
Kondisi saat ini membutuhkan total biaya investasi sebesar Rp
264,925,497,00 yang terdiri atas modal tetap Rp 218.025.000,00 dan modal
kerja Rp 46,900,497,00. Sedangkan untuk penerapan pengembangan usaha Rp
364,761,801,00 yang terdiri atas modal tetap Rp 308.285.000,00 dan modal
kerja Rp 56,476,801,00. Kriteria kelayakan investasi untuk masing-masing
kondisi secara berurutan yaitu, NPV sebesar Rp 257.968.831,00 dan Rp
854.471.865,00; IRR sebesar 40,60 %. dan 51,12 %; Net B/C sebesar 1,97 dan
3,34; BEP sebesar Rp 195.968.791,00 atau 59.384 Kg/tahun dan Rp
158.721.400,00 atau 45.349 Kg/tahun; PBP sebesar 2,96 dan 1,89 tahun.
Berdasarkan hasil tersebut, usaha gula merah tebu layak untuk dikembangkan
dengan kedua kondisi, yaitu kondisi yang dilakukan saat ini dan kondisi
penerapan pengembangan. Namun jika ditinjau dari indikator NPV, kondisi
pengembangan usaha dengan menerapkan alternatif yang ada memiliki nilai
NPV jauh lebih besar dibandingkan nilai NPV kondisi usaha saat ini.
Sehingga pilihan terbaik untuk mengembangkan usaha gula merah tebu adalah
penerapan alternatif pengembangan yang ada, yang didukung pula oleh
kriteria investasi lainnya.
98
B. SARAN
1. Melakukan kerjasama terutama dalam hal investasi antara pengusaha
dengan pemilik modal/ perbankan.
2. Melakukan investasi untuk penggunaan teknologi, seperti mesin dan alat
penunjang produksi (skenario 2).
3. Perlu dilakukan kajian secara khusus mengenai penanganan dan
pemanfaatan limbah yang dihasilkan oleh industri gula merah tebu.
99
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, S. 2004. Regulasi Dalam Revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah di
Indonesia. Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Jakarta.
Ashari. 2005. Industri Gula Merah, Aternatif Usaha Petani Tebu di Kediri. Artikel.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi.
Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 01-6237-2000. Gula Merah Tebu. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Bellante, D dan M. Jackson. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. LPFE UI, Jakarta.
Dachlan, M. A. 1984. Proses Pembuatan Gula Merah. Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri, BBHIP, Bogor.
David, F. 2006. Manajemen Strategis, edisi 10. Salemba Empat. Jakarta.
Dyanti. 2002. Studi Komparatif Gula Merah Kelapa dan Gula merah Aren.
Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi
Pertanian. IPB. Bogor.
Goutara dan S. Wijandi. 1985. Dasar Pengolahan Gula 1. Agro Industri Press.
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. FATEMETA. IPB. Bogor.
Gray, C., P. Simanjuntak. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Husnan, S., dan Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Unit Penerbit dan
Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta.
Indeswari, S. N. 1987. Penentuan Dosis Kapur dan Belerang pada Proses
Pemurnian Nira Tebu di Pabrik Gula Mini Lawang. Laporan Penelitian.
Universitas Andalas. Padang.
Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran Jilid 1. PT. Indeks Kelompok Gramedia.
Jakarta.
Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran Jilid 1. PT. Indeks Kelompok Gramedia.
Jakarta.
Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran Jilid 1. PT. Indeks Kelompok Gramedia.
Jakarta.
Ma’arif , S dan Hendri. 2003. Manajemen Operasi. Grasindo. Jakarta.
100
Muchtadi, T. R., dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahiuan Bahan Pangan. PAU
Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Nengah, I. K. P. 1990. Kajian Reaksi Pencoklatan Termal pada Proses Pembuatan
Gula Merah dari Aren. Tesis. Program Studi Ilmu Pangan. Fakultas
Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Nurlela, E. 2002. Kajian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Warna
Gula Merah. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ozdemir, M. 1997. Foods Browning and Its Control. Okyanus Danismanlik.
http:/www.okyanusbigiambari.com/Bilim/Okyanus-BrowningInFoods.
Pdf.
Palungkun, R. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Swadaya. Jakarta.
Puri, B. A. 2005. Kajian Pemurnian Nira Tebu dengan Membran Filtrasi dengan
Sistem Aliran Silang (Crossflow). Skripsi. Departemen Teknologi
Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Rachmat, M. 1992. Pengusahaan Gula Kelapa Sebagai Suatu Alternatif
Pendayagunaan Kelapa. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat
Penelitikan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor.
Reece, N. N. 2003 Optimizing Aconitate Removal During Clarification. Thesis.
Lousiana State University. USA. http:/etd.lsu.sde/docs/available
Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT, Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
1998. Analisis SWOT, Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Santoso, H. B. 1993. Pembuatan Gula Kelapa. Kanisius, Jakarta.
Sardjono. 1986. Pengembangan Peralatan untuk Pengembangan Serbuk Gula
Merah. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian,
Bogor.
Soejardi. 1979. Peranan Komponen Batang Tebu dalam Pabrikasi Gula.
Lembaga Pendidikan Perkebunan Yogyakarta. Yogyakarta.
101
Sudarmadji, S., Bambang H., Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Syukur. 1999. Industri Gula merah dan Pemanis Lainnya. Di dalam Ekonomi
Gula Indonesia. Bibliografi. IPB. Bogor.
Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Utami, S dan Sumarno. 1996. Peranan Bahan Baku untuk Menghasilkan Gula
Mutu Tinggi. Gula Indonesia Vol. XXI/2:22-25.
Wirioadmodjo, B. 1984. Pergulaan di Indonesia dan Prospeknya di Masa
Mendatang. Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula, Pasuruan.
102
Lampiran 1. Komposisi Modal Tetap Kondisi Saat Ini
No. Komponen Jumlah
Harga/unit
(Rp)
Sub Total
(Rp)
1 Lahan (m2) 1,100 100,000 110,000,000
Perizinan 2,000,000
2 Bangunan 50,000,000 50,000,000
3 Fasilitas Penunjang
Telepon 1 500,000 500,000
Listrik 1 2,000,000 2,000,000
Instalasi Air/Pompa 2 500,000 1,000,000
Perlengkapan Kantor
Meja 3 200,000 600,000
Kursi 6 100,000 600,000
Lemari 3 500,000 1,500,000
4 Mesin dan Peralatan
Mesin Giling 3 5,000,000 15,000,000
Timbangan 250 Kg 1 1,000,000 1,000,000
Drum 6 100,000 600,000
Bumbung ( Penahan )
Bambu 27 25,000 675,000
Meja Penirisan 6 250,000 1,500,000
Serok 6 30,000 180,000
Ember 6 50,000 300,000
Sodet 6 35,000 210,000
Selang 3 100,000 300,000
Tungku 3 10,000,000 30,000,000
Alat Penyaring 3 20,000 60,000
Total Modal Tetap 218,025,000
103
Lampiran 2. Komposisi Modal Tetap Kondisi Pengembangan
No. Komponen Jumlah
Harga/unit
(Rp)
Sub Total
(Rp)
1 Lahan (m2) 1100 100,000 110,000,000
Perizinan 2,000,000
2 Bangunan 70,000,000 70,000,000
3 Fasilitas Penunjang
Telepon 1 500,000 500,000
Listrik 1 2,000,000 2,000,000
Instalasi Air/Pompa 2 500,000 1,000,000
Perlengkapan
Kantor
Meja 3 200,000 600,000
Kursi 6 100,000 600,000
Lemari 3 500,000 1,500,000
4 Mesin dan Peralatan
Mesin Giling 2 5,000,000 10,000,000
Timbangan 250 Kg 1 1,000,000 1,000,000
Drum 7 100,000 700,000
Bumbung Penahan 4 45,000 180,000
Meja Penirisan 4 250,000 1,000,000
Boiler 1 25,000,000 25,000,000
Wajan Uap 4 20,000,000 80,000,000
Alat Penyaring 4 20,000 80,000
Ember 4 50,000 200,000
Pipanisasi 7 275,000 1,925,000
Total Modal Tetap 308,285,000
104
Lampiran 3. Perhitungan Biaya Penyusutan dan Biaya Pemeliharaan Kondisi Saat Ini
No Komponen Nilai Umur Nilai Sisa Biaya Penyusutan
(Rp)
Ekonomi
(Tahun) (Rp) Pemeliharaan
/ Tahun
(Rp)
1 Lahan 110,000,000 110,000,000
2 Bangunan 50,000,000 10 25,000,000 10,000,000 2,500,000
3 Fasilitas Penunjang
Telepon 500,000 6 50,000 10,000 75,000
Listrik 2,000,000 6 1,500,000 20,000 83,333
Instalasi Air/Pompa 1,000,000 6 100,000 140,000 150,000
Perlengkapan
Kantor
Meja 600,000 10 60,000 2,400 54,000
Kursi 600,000 6 60,000 2,400 90,000
Lemari 1,500,000 10 150,000 8,000 135,000
Sub Total 6,200,000 1,920,000 182,800 587,333
4
Mesin dan
Peralatan
Mesin Giling 15,000,000 10 1,500,000 204,000 1,350,000
Drum 600,000 6 60,000 8,400 90,000
Bumbung Penahan 675,000 3 67,500 5,400 202,500
Meja Penirisan 1,500,000 10 150,000 18,000 135,000
Serok 180,000 3 18,000 1,800 54,000
Ember Stainless 300,000 10 30,000 3,000 27,000
Sodet 210,000 10 21,000 1,800 18,900
Selang 300,000 6 30,000 2,700 45,000
Tungku 30,000,000 7 3,000,000 360,000 3,857,143
Alat Penyaring 60,000 3 6,000 600 18,000
Timbangan 1,000,000 10 100,000 20,000 90,000
Sub Total 49,825,000 4,982,500 625,700 5,887,543
Total 216,025,000 141,902,500 10,808,500 8,974,876
105
Lampiran 4. Perhitungan Biaya Penyusutan dan Biaya Pemeliharaan Kondisi Pengembangan
No. Komponen Nilai Umur Nilai Biaya Penyusutan
( Rp )
Ekonomi
(Tahun) Sisa ( Rp ) Pemeliharaan /Thn ( Rp )
1 Lahan 110,000,000 110,000,000
2 Bangunan 70,000,000 10 35,000,000 14,000,000 3,500,000
3 Fasilitas Penunjang
Telepon 500,000 6 50,000 10,000 75,000
Listrik 2,000,000 6 2,000,000 20,000 0
Instalasi Air/Pompa 1,000,000 6 100,000 140,000 150,000
Perlengkapan
Kantor
Meja 600,000 10 60,000 2,400 54,000
Kursi 600,000 6 60,000 2,400 90,000
Lemari 1,500,000 10 150,000 8,000 135,000
Sub Total 6,200,000 2,420,000 504,000
4
Mesin dan
Peralatan
Mesin Giling 10,000,000 10 1,000,000 136,000 900,000
Drum 700,000 6 70,000 9,800 105,000
Bumbung Penahan 180,000 7 18,000 800 23,143
Meja Penirisan 1,000,000 10 100,000 12,000 90,000
Boiler 25,000,000 10 2,500,000 400,000 2,250,000
Wajan Uap 80,000,000 10 8,000,000 300,000 7,200,000
Alat Penyaring 80,000 3 8,000 800 24,000
Ember Stainless 200,000 10 20,000 2,000 18,000
Pipanisasi 1,925,000 10 192,500 38,500 173,250
Timbangan 250 Kg 1,000,000 10 100,000 20,000 90,000
Sub Total 120,085,000 12,008,500 10,873,393
Total 159,428,500 15,102,700 14,877,393
106
Lampiran 5. Biaya Tenaga Kerja Langsung dan Tidak Langsung Kondisi Saat Ini dan
Kondisi Pengembangan
Biaya Tenaga Kerja Langsung dan Tidak Langsung Kondisi Saat Ini
Jabatan Jumlah Gaji/Orang/Hari Gaji/Bulan
Gaji 6 Bulan
Operasi
( Rp ) ( Rp )
Tenaga Kerja Langsung
Pekerja Produksi
Borongan 12 26,000 9,360,000 56,160,000
Harian 3 20,000 1,800,000 10,800,000
Supir 2 25,000 1,500,000 9,000,000
Penebang 15 20,000 9,000,000 54,000,000 129,960,000
Tenaga Kerja Tdk
Langsung
Pimpinan Perusahaan 1 70,000 2,100,000 12,600,000
Total 142,560,000
Biaya Tenaga Kerja Langsung dan Tidak Langsung Kondisi Pengembangan
Jabatan Jumlah Gaji/Orang/Hari Gaji/Bulan
Gaji 6 Bulan
Operasi
( Rp ) ( Rp )
Tenaga Kerja Langsung
Pekerja Produksi 7 26,000 5,460,000 32,760,000
Supir 2 25,000 1,500,000 9,000,000
Penebang 10 20,000 6,000,000 36,000,000 77,760,000
Tenaga Kerja Tidak
Langsung
Pimpinan Perusahaan 1 70,000 2,100,000 12,600,000
Total 90,360,000
107
Lampiran 6. Perhitungan Biaya Bahan Baku pada Kondisi Saat Ini dan Kondisi Pegembangan
No Komponen Kbthn/Bln Kbthn/Bln Biaya Biaya/Bln Biaya/Bln Biaya/6 Bln Biaya/6 Bln
Kondisi 1 Kondisi 2 /Unit(Rp) Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 1 Kondisi 2
A. Bahan Baku
1 Tebu ( Kg ) 630,000 840,000 230 144,900,000 193,200,000 869,400,000 1,159,200,000
2 Bahan Penunjang
Kapur ( Kg ) 90 120 2,500 225,000 300,000 1,350,000 1,800,000
Minyak Kelapa (L) 29 38 7,000 202,020 268,800 1,212,120 1,612,800
Na Benzoat Metabisulfit 72 96 8,000 576,000 768,000 3,456,000 4,608,000
3 Transportasi Bahan Baku 1,032,000 1,290,000 6,192,000 7,740,000
Sub Total 881,610,120 1,174,960,800
B. Bahan Kemasan
1 Kemasan Plastik 1,260 1,680 700 882,000 1,176,000 5,292,000 7,056,000
2 Kemasan Karung 1,260 1,680 2,000 2,520,000 3,360,000 15,120,000 20,160,000
Sub Total 20,412,000 27,216,000
C. Lain - Lain
Bahan Bakar dan Listrik 1,548,000 1,806,000 9,288,000 10,836,000
Sub Total 9,288,000 10,836,000
Total 911,310,120 1,213,012,800
Keterangan :
Kondisi 1 adalah kondisi usaha saat ini
Kondisi 2 adalah kondisi penerapan pengembangan usaha
108
Lampiran 7. Biaya Operasional pada Kondisi Usaha Saat Ini
No Komponen Tahun Ke- (Rp)
1 2 3 4 5
A Biaya Tetap
TK Tidak Langsung 12,600,000 12,600,000 12,600,000 12,600,000 12,600,000
Depresiasi 8,974,876 8,974,876 8,974,876 8,974,876 8,974,876
Pemeliharaan 10,808,500 10,808,500 10,808,500 10,808,500 10,808,500
Sub Total 32,383,376 32,383,376 32,383,376 32,383,376 32,383,376
B Variabel
Bahan Baku 573,046,578 749,368,602 881,610,120 881,610,120 881,610,120
Kemasan 13,267,800 17,350,200 20,412,000 20,412,000 20,412,000
TK Langsung 84,474,000 110,466,000 129,960,000 129,960,000 129,960,000
Bahan Bakar dan Listrik 6,037,200 7,894,800 9,288,000 9,288,000 9,288,000
Sub Total 676,825,578 885,079,602 1,041,270,120 1,041,270,120 1,041,270,120
C Over Head 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000
Sub Total 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000
Total 711,708,954 919,962,978 1,076,153,496 1,076,153,496 1,076,153,496
109
Lanjutan Lampiran 7.
No Komponen Tahun Ke- (Rp)
6 7 8 9 10
A Biaya Tetap
TK Tidak Langsung 12,600,000 12,600,000 12,600,000 12,600,000 12,600,000
Depresiasi 8,974,876 8,974,876 8,974,876 8,974,876 8,974,876
Pemeliharaan 10,808,500 10,808,500 10,808,500 10,808,500 10,808,500
Sub Total 32,383,376 32,383,376 32,383,376 32,383,376 32,383,376
B Variabel
Bahan Baku 881,610,120 881,610,120 881,610,120 881,610,120 881,610,120
Kemasan 20,412,000 20,412,000 20,412,000 20,412,000 20,412,000
TK Langsung 129,960,000 129,960,000 129,960,000 129,960,000 129,960,000
Bahan Bakar dan
Listrik 9,288,000 9,288,000 9,288,000 9,288,000 9,288,000
Sub Total 1,041,270,120 1,041,270,120 1,041,270,120 1,041,270,120 1,041,270,120
C Over Head 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000
Sub Total 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000
Total 1,076,153,496 1,076,153,496 1,076,153,496 1,076,153,496 1,076,153,496
110
Lampiran 8. Biaya Operasional pada
Kondisi Pengembangan
No. Komponen Tahun Ke- (Rp)
1 2 3 4 5
A Biaya Tetap
TK Tidak Langsung 12,600,000 12,600,000 12,600,000 12,600,000 12,600,000
Depresiasi 14,877,393 14,877,393 14,877,393 14,877,393 14,877,393
Pemeliharaan 15,102,700 15,102,700 15,102,700 15,102,700 15,102,700
Sub Total 42,580,093 42,580,093 42,580,093 42,580,093 42,580,093
B Variabel
Bahan Baku 763,724,520 998,716,680 1,174,960,800 1,174,960,800 1,174,960,800
Kemasan 17,690,400 23,133,600 27,216,000 27,216,000 27,216,000
TK Langsung 50,544,000 66,096,000 77,760,000 77,760,000 77,760,000
Bahan Bakar dan Listrik 7,043,400 9,210,600 10,836,000 10,836,000 10,836,000
Sub Total 839,002,320 1,097,156,880 1,290,772,800 1,290,772,800 1,290,772,800
C Over Head 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000
Sub Total 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000
Total 884,082,413 1,142,236,973 1,335,852,893 1,335,852,893 1,335,852,893
111
Lanjutan Lampiran 8
No. Komponen Tahun Ke- (Rp)
6 7 8 9 10
A Biaya Tetap
TK Tidak Langsung 12,600,000 12,600,000 12,600,000 12,600,000 12,600,000
Depresiasi 14,877,393 14,877,393 14,877,393 14,877,393 14,877,393
Pemeliharaan 15,102,700 15,102,700 15,102,700 15,102,700 15,102,700
Sub Total 42,580,093 42,580,093 42,580,093 42,580,093 42,580,093
B Variabel
Bahan Baku 1,174,960,800 1,174,960,800 1,174,960,800 1,174,960,800 1,174,960,800
Kemasan 27,216,000 27,216,000 27,216,000 27,216,000 27,216,000
TK Langsung 77,760,000 77,760,000 77,760,000 77,760,000 77,760,000
Bahan Bakar dan
Listrik 10,836,000 10,836,000 10,836,000 10,836,000 10,836,000
Sub Total 1,290,772,800 1,290,772,800 1,290,772,800 1,290,772,800 1,290,772,800
C Over Head 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000
Sub Total 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000
Total 1,335,852,893 1,335,852,893 1,335,852,893 1,335,852,893 1,335,852,893
112
Lampiran 9. Komposisi Modal Kerja dan Total Biaya Investasi pada
Kondisi Saat Ini dan Kondisi Pengembangan
Komposisi Modal Kerja Untuk 10 Hari ( 1X Operasi )
No Komponen Nilai (Rp) Nilai (Rp)
Saat Ini Penegembangan
A. Biaya Tetap
TK Tidak Langsung 700,000 700,000
Depresiasi 498,604 826,522
Pemeliharaan 600,472 839,039
Administrasi dan
Telepon 2,500,000 2,500,000
Sub Total 4,299,076 4,865,561
B. Biaya Variabel
Bahan Baku 31,835,921 42,429,140
Kemasan 737,100 982,800
Tenaga Kerja Langsung 4,693,000 2,808,000
Bahan Bakar dan
Listrik 335,400 391,300
Sub Total 37,601,421 46,611,240
C. Persediaan Kas 5,000,000 5,000,000
Total 46,900,497 56,476,801
Total Biaya Investasi Pada Skenario 1 dan 2
Komponen Jumlah
Harga/Unit
(Rp)
Sub Total
(Rp) Sub Total (Rp)
Saat Ini Pengembangan
Lahan (m2) 1,100 100,000 110,000,000 110,000,000
Bangunan (m2) 50,000,000 70,000,000
Perijinan 2,000,000 2,000,000
Fasilitas Penunjang 6,200,000 6,200,000
Mesin dan Peralatan 49,825,000 120,085,000
Modal Kerja 46,900,497 56,476,801
Total Investasi 264,925,497 364,761,801
113
Lampiran 10. Struktur Pembiayaan Neraca Pembayaran Kredit
Struktur Pembiayaan
Jenis
Kredit Pinjaman (Rp) Modal Sendiri (Rp)
Saat Ini Pengembangan Saat Ini Pengembangan
Modal
Tetap 109,012,500 154,142,500 109,012,500 154,142,500
Modal
Kerja 23,450,249 28,238,400 23,450,249 28,238,400
Jumlah 132,462,749 182,380,900 132,462,749 182,380,900
Angsuran Untuk Modal Tetap (Rp) Kondisi Usaha Saat Ini
Tahun
Jumlah
Kredit
Angsuran
Pokok Bunga Pembayaran Sisa Kredit
0 109,012,500 109,012,500
1 109,012,500 10,901,250 19,622,250 30,523,500 98,111,250
2 98,111,250 10,901,250 17,660,025 28,561,275 87,210,000
3 87,210,000 10,901,250 15,697,800 26,599,050 76,308,750
4 76,308,750 10,901,250 13,735,575 24,636,825 65,407,500
5 65,407,500 10,901,250 11,773,350 22,674,600 54,506,250
6 54,506,250 10,901,250 9,811,125 20,712,375 43,605,000
7 43,605,000 10,901,250 7,848,900 18,750,150 32,703,750
8 32,703,750 10,901,250 5,886,675 16,787,925 21,802,500
9 21,802,500 10,901,250 3,924,450 14,825,700 10,901,250
10 10,901,250 10,901,250 1,962,225 12,863,475 0
Angsuran Untuk Modal Kerja (Rp) Kondisi Usaha Saat Ini
Tahun
Jumlah
Kredit
Angsuran
Pokok Bunga Pembayaran Sisa Kredit
0 23,450,249 23,450,249
1 23,450,249 7,816,750 4,221,045 12,037,794 15,633,499
2 15,633,499 7,816,750 2,814,030 10,630,779 7,816,750
3 7,816,750 7,816,750 1,407,015 9,223,764 0
114
Lanjutan Lampiran 10
Angsuran Untuk Modal Tetap (Rp) pada Kondisi
Pengembangan
Tahun Jumlah Kredit
Angsuran
Pokok Bunga Pembayaran Sisa Kredit
0 154,142,500 154,142,500
1 154,142,500 15,414,250 27,745,650 43,159,900 138,728,250
2 138,728,250 15,414,250 24,971,085 40,385,335 123,314,000
3 123,314,000 15,414,250 22,196,520 37,610,770 107,899,750
4 107,899,750 15,414,250 19,421,955 34,836,205 92,485,500
5 92,485,500 15,414,250 16,647,390 32,061,640 77,071,250
6 77,071,250 15,414,250 13,872,825 29,287,075 61,657,000
7 61,657,000 15,414,250 11,098,260 26,512,510 46,242,750
8 46,242,750 15,414,250 8,323,695 23,737,945 30,828,500
9 30,828,500 15,414,250 5,549,130 20,963,380 15,414,250
10 15,414,250 15,414,250 2,774,565 18,188,815 0
Angsuran Untuk Modal Kerja (Rp) pada Kondisi
Pengembangan
Tahun Jumlah Kredit
Angsuran
Pokok Bunga Pembayaran Sisa Kredit
0 28,238,400 28,238,400
1 28,238,400 9,412,800 5,082,912 14,495,712 18,825,600
2 18,825,600 9,412,800 3,388,608 12,801,408 9,412,800
3 9,412,800 9,412,800 1,694,304 11,107,104 0
115
Lampiran 11. Penentuan Harga Pokok dan Harga Jual Kondisi Usaha Saat Ini
Tahun
Ke-
Biaya Tetap
(Rp)
Biaya Variabel
(Rp)
% Kapasitas
Prod
Kapasitas
Prod
Harga
Pokok/Kg
Harga Jual/Kg
(Rp) Keuntungan
1 34,883,376 676,825,578 65% 245,700 2,897 3,300 14%
2 34,883,376 885,079,602 85% 321,300 2,863 3,300 15%
3 34,883,376 1,041,270,120 100% 378,000 2,847 3,300 16%
4 34,883,376 1,041,270,120 100% 378,000 2,847 3,300 16%
5 34,883,376 1,041,270,120 100% 378,000 2,847 3,300 16%
6 34,883,376 1,041,270,120 100% 378,000 2,847 3,300 16%
7 34,883,376 1,041,270,120 100% 378,000 2,847 3,300 16%
8 34,883,376 1,041,270,120 100% 378,000 2,847 3,300 16%
9 34,883,376 1,041,270,120 100% 378,000 2,847 3,300 16%
10 34,883,376 1,041,270,120 100% 378,000 2,847 3,300 16%
Penentuan Harga Pokok dengan Metode Full Costing
Harga Pokok = Biaya Tetap + Biaya Variabel
Kapasitas Produksi
116
Lampiran 12. Penentuan Harga Pokok dan Harga Jual Pada Penerapan
Alternatif Pengembangan Usaha
Tahun
Ke-
Biaya Tetap
(Rp)
Biaya Variabel
(Rp)
% Kapasitas
Prod
Kapasitas
Prod
Harga
Pokok/Kg
Harga Jual/Kg
(Rp) Keuntungan
1 45,080,093 839,002,320 65% 327,600 2,699 3,500 30%
2 45,080,093 1,097,156,880 85% 428,400 2,666 3,500 31%
3 45,080,093 1,290,772,800 100% 504,000 2,651 3,500 32%
4 45,080,093 1,290,772,800 100% 504,000 2,651 3,500 32%
5 45,080,093 1,290,772,800 100% 504,000 2,651 3,500 32%
6 45,080,093 1,290,772,800 100% 504,000 2,651 3,500 32%
7 45,080,093 1,290,772,800 100% 504,000 2,651 3,500 32%
8 45,080,093 1,290,772,800 100% 504,000 2,651 3,500 32%
9 45,080,093 1,290,772,800 100% 504,000 2,651 3,500 32%
10 45,080,093 1,290,772,800 100% 504,000 2,651 3,500 32%
Penentuan Harga Pokok dengan Metode Full Costing
Harga Pokok = Biaya Tetap + Biaya Variabel
Kapasitas Produksi
117
Lampiran 13. Proyeksi Laporan Laba Rugi Kondisi Usaha Saat Ini
Uraian Tahun ke-
1 2 3 4 5
A. Penerimaan
Tingkat Produksi 65% 85% 100% 100% 100%
Jumlah Produksi 245,700 321,300 378,000 378,000 378,000
Penjualan Produk 810,810,000 1,060,290,000 1,247,400,000 1,247,400,000 1,247,400,000
Total Penerimaan 810,810,000 1,060,290,000 1,247,400,000 1,247,400,000 1,247,400,000
B. Pengeluaran
Biaya Tetap 32,383,376 32,383,376 32,383,376 32,383,376 32,383,376
Biaya Variabel 676,825,578 885,079,602 1,041,270,120 1,041,270,120 1,041,270,120
Total Pengeluaran 709,208,954 917,462,978 1,073,653,496 1,073,653,496 1,073,653,496
C. Pembayaran Bunga
Bunga Modal Tetap 19,622,250 17,660,025 15,697,800 13,735,575 11,773,350
Bunga Modal Kerja 4,221,045 2,814,030 1,407,015
Total Pembayaran Bunga 23,843,295 20,474,055 17,104,815 13,735,575 11,773,350
D. Laba Sebelum Pajak 77,757,751 122,352,967 156,641,689 160,010,929 161,973,154
Penyusutan 8,974,876 8,974,876 8,974,876 8,974,876 8,974,876
Laba Kena Pajak 86,732,627 131,327,843 165,616,565 168,985,805 170,948,030
Pajak Penghasilan 8,519,788 21,898,353 32,184,970 33,195,742 33,784,409
E. Laba Setelah Pajak 78,212,839 109,429,490 133,431,596 135,790,064 137,163,621
118
Lanjutan Lampiran 13.
Uraian Tahun ke-
6 7 8 9 10
A. Penerimaan
Tingkat Produksi 100% 100% 100% 100% 100%
Jumlah Produksi 378,000 378,000 378,000 378,000 378,000
Penjualan Produk 1,247,400,000 1,247,400,000 1,247,400,000 1,247,400,000 1,247,400,000
Total Penerimaan 1,247,400,000 1,247,400,000 1,247,400,000 1,247,400,000 1,247,400,000
B. Pengeluaran
Biaya Tetap 32,383,376 32,383,376 32,383,376 32,383,376 32,383,376
Biaya Variabel 1,041,270,120 1,041,270,120 1,041,270,120 1,041,270,120 1,041,270,120
Total Pengeluaran 1,073,653,496 1,073,653,496 1,073,653,496 1,073,653,496 1,073,653,496
C. Pembayaran Bunga
Bunga Modal Tetap 9,811,125 7,848,900 5,886,675 3,924,450 1,962,225
Bunga Modal Kerja
Total Pembayaran Bunga 9,811,125 7,848,900 5,886,675 3,924,450 1,962,225
D. Laba Sebelum Pajak 163,935,379 165,897,604 167,859,829 169,822,054 171,784,279
Penyusutan 8,974,876 8,974,876 8,974,876 8,974,876 8,974,876
Laba Kena Pajak 172,910,255 174,872,480 176,834,705 178,796,930 180,759,155
Pajak Penghasilan 34,373,077 34,961,744 35,550,412 36,139,079 36,727,747
E. Laba Setelah Pajak 138,537,179 139,910,736 141,284,294 142,657,851 144,031,409
119
Lampiran 14. Proyeksi Laporan Laba Rugi Penerapan
Alternatif Pengembangan Usaha
Uraian Tahun ke-
1 2 3 4 5
A. Penerimaan
Tingkat Produksi 65% 85% 100% 100% 100%
Jumlah Produksi 327,600 428,400 504,000 504,000 504,000
Penjualan Produk 1,146,600,000 1,499,400,000 1,764,000,000 1,764,000,000 1,764,000,000
Total Penerimaan 1,146,600,000 1,499,400,000 1,764,000,000 1,764,000,000 1,764,000,000
B. Pengeluaran
Biaya Tetap 42,580,093 42,580,093 42,580,093 42,580,093 42,580,093
Biaya Variabel 839,002,320 1,097,156,880 1,290,772,800 1,290,772,800 1,290,772,800
Total Pengeluaran 881,582,413 1,139,736,973 1,333,352,893 1,333,352,893 1,333,352,893
C. Pembayaran Bunga
Bunga Modal Tetap 27,745,650 24,971,085 22,196,520 19,421,955 16,647,390
Bunga Modal Kerja 5,082,912 3,388,608 1,694,304
Total Pembayaran Bunga 32,828,562 28,359,693 23,890,824 19,421,955 16,647,390
D. Laba Sebelum Pajak 232,189,025 331,303,334 406,756,283 411,225,152 413,999,717
Penyusutan 14,877,393 14,877,393 14,877,393 14,877,393 14,877,393
Laba Kena Pajak 247,066,418 346,180,727 421,633,676 426,102,545 428,877,110
Pajak Penghasilan 56,619,925 86,354,218 108,990,103 110,330,764 111,163,133
E. Laba Setelah Pajak 190,446,493 259,826,509 312,643,573 315,771,782 317,713,977
120
Lanjutan Lampiran 14.
Uraian Tahun ke-
6 7 8 9 10
A. Penerimaan
Tingkat Produksi 100% 100% 100% 100% 100%
Jumlah Produksi 504,000 504,000 504,000 504,000 504,000
Penjualan Produk 1,764,000,000 1,764,000,000 1,764,000,000 1,764,000,000 1,764,000,000
Total Penerimaan 1,764,000,000 1,764,000,000 1,764,000,000 1,764,000,000 1,764,000,000
B. Pengeluaran
Biaya Tetap 42,580,093 42,580,093 42,580,093 42,580,093 42,580,093
Biaya Variabel 1,290,772,800 1,290,772,800 1,290,772,800 1,290,772,800 1,290,772,800
Total Pengeluaran 1,333,352,893 1,333,352,893 1,333,352,893 1,333,352,893 1,333,352,893
C. Pembayaran Bunga
Bunga Modal Tetap 13,872,825 11,098,260 8,323,695 5,549,130 2,774,565
Bunga Modal Kerja
Total Pembayaran
Bunga 13,872,825 11,098,260 8,323,695 5,549,130 2,774,565
D. Laba Sebelum Pajak 416,774,282 419,548,847 422,323,412 425,097,977 427,872,542
Penyusutan 14,877,393 14,877,393 14,877,393 14,877,393 14,877,393
Laba Kena Pajak 431,651,675 434,426,240 437,200,805 439,975,370 442,749,935
Pajak Penghasilan 111,995,503 112,827,872 113,660,242 114,492,611 115,324,981
E. Laba Setelah Pajak 319,656,173 321,598,368 323,540,564 325,482,759 327,424,955
121
Lampiran 15. Proyeksi Arus Kas pada Kondisi Usaha Saat ini
Uraian
Tahun ke-
0 1 2 3 4 5
A. Kas masuk
1. Laba bersih 0 78,212,839 109,429,490 133,431,596 135,790,064 137,163,621
3. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0
4. Modal sendiri 132,462,749 0 0 0 0 0
5. Modal pinjaman 132,462,749 0 0 0 0 0
Total kas masuk 264,925,497 78,212,839 109,429,490 133,431,596 135,790,064 137,163,621
B. Kas keluar
1. Biaya modal tetap 218,025,000 0 0 0 0 0
2. Biaya modal kerja 46,900,497 0 0 0 0 0
3. Angsuran pinjaman 0 23,843,295 20,474,055 17,104,815 13,735,575 11,773,350
Total kas keluar 264,925,497 23,843,295 13,696,536 13,696,536 6,218,750 6,218,750
C. Arus kas bersih -264,925,497 54,369,544 95,732,954 119,735,060 129,571,314 130,944,871
D. Arus kas awal tahun 0 -264,925,497 -210,555,953 -114,822,999 4,912,061 134,483,374
E. Arus kas akhir tahun -264,925,497 -210,555,953 -114,822,999 4,912,061 134,483,374 265,428,245
122
Lanjutan Lampiran 15
Uraian
Tahun ke-
6 7 8 9 10
A. Kas masuk
1. Laba bersih 138,537,179 139,910,736 141,284,294 142,657,851 144,031,409
3. Nilai sisa 0 0 0 0 141,902,500
4. Modal sendiri 0 0 0 0 0
5. Modal pinjaman 0 0 0 0 0
Total kas masuk 138,537,179 139,910,736 141,284,294 142,657,851 285,933,909
B. Kas keluar
1. Biaya modal tetap 0 0 0 0 0
2. Biaya modal kerja 0 0 0 0 0
3. Angsuran pinjaman 9,811,125 7,848,900 5,886,675 3,924,450 1,962,225
Total kas keluar 6,218,750 6,218,750 6,218,750 6,218,750 6,218,750
C. Arus kas bersih 132,318,429 133,691,986 135,065,544 136,439,101 279,715,159
D. Arus kas awal tahun 265,428,245 397,746,674 531,438,660 666,504,203 802,943,304
E. Arus kas akhir tahun 397,746,674 531,438,660 666,504,203 802,943,304 1,082,658,463
123
Lampiran 16 Proyeksi Arus Kas pada Penerapan Alternatif
Pengembangan Usaha
Uraian
tahun ke-
0 1 2 3 4 5
A. Kas masuk
1. Laba bersih 0 190,446,493 259,826,509 312,643,573 315,771,782 317,713,977
3. Nilai sisa 0 0 0 0 0 0
4. Modal sendiri 182,380,900 0 0 0 0 0
5. Modal pinjaman 182,380,900 0 0 0 0 0
Total kas masuk 364,761,801 190,446,493 259,826,509 312,643,573 315,771,782 317,713,977
B. Kas keluar
1. Biaya modal tetap 308,285,000 0 0 0 0 0
2. Biaya modal kerja 56,476,801 0 0 0 0 0
3. Angsuran Pinjaman 0 32,828,562 28,359,693 23,890,824 19,421,955 16,647,390
Total kas keluar 364,761,801 32,828,562 28,359,693 23,890,824 19,421,955 16,647,390
C. Aliran kas bersih -364,761,801 157,617,930 231,466,816 288,752,749 296,349,827 301,066,587
D. Aliran kas awal tahun 0 -364,761,801 -207,143,870 24,322,946 313,075,695 609,425,521
E. Arus Kas Akhir Tahun -364,761,801 -207,143,870 24,322,946 313,075,695 609,425,521 910,492,108
124
Lanjutan Lampiran 16
Uraian
Tahun ke-
6 7 8 9 10
A. Kas masuk
1. Laba bersih 319,656,173 321,598,368 323,540,564 325,482,759 327,424,955
3. Nilai sisa 0 0 0 0 159,428,500
4. Modal sendiri 0 0 0 0 0
5. Modal pinjaman 0 0 0 0 0
Total kas masuk 319,656,173 321,598,368 323,540,564 325,482,759 486,853,455
B. Kas keluar
1. Biaya modal tetap 0 0 0 0 0
2. Biaya modal kerja 0 0 0 0 0
3. Angsuran Pinjaman 13,872,825 11,098,260 8,323,695 5,549,130 2,774,565
Total kas keluar 13,872,825 11,098,260 8,323,695 5,549,130 2,774,565
C. Aliran kas bersih 305,783,348 310,500,108 315,216,869 319,933,629 484,078,890
D. Aliran kas awal tahun 910,492,108 1,216,275,456 1,526,775,564 1,841,992,432 2,161,926,061
E. Arus Kas Akhir Tahun 1,216,275,456 1,526,775,564 1,841,992,432 2,161,926,061 2,646,004,951
125
Lampiran 17 Kriteria Investasi Kondisi Usaha Saat Ini
Tahun Bt-Ct Akumulasi
DF PV DF PV
i = 18% i = 45 %
0 -264,925,497 -264,925,497 1.000 -264,925,497 1.000 -264,925,497
1 54,369,544 -210,555,953 0.847 46,075,885 0.690 37,496,237
2 95,732,954 -114,822,999 0.718 68,753,917 0.476 45,532,915
3 119,735,060 4,912,061 0.609 72,874,454 0.328 39,275,103
4 129,571,314 134,483,374 0.516 66,831,442 0.226 29,311,420
5 130,944,871 265,428,245 0.437 57,237,210 0.156 20,429,065
6 132,318,429 397,746,674 0.370 49,014,919 0.108 14,236,798
7 133,691,986 531,438,660 0.314 41,969,261 0.074 9,920,404
8 135,065,544 666,504,203 0.266 35,932,589 0.051 6,911,949
9 136,439,101 802,943,304 0.225 30,761,024 0.035 4,815,339
10 279,715,159 1,082,658,463 0.191 53,443,628 0.024 6,808,258
NPV 257,968,831 -50,188,011
Kriteria Nilai BEP (Rp.) 195,968,791
NPV 257,968,831 Atau 59,384 Kg/tahun
IRR 40.60
NET B/C 1.97
PBP (Tahun) 2.96
126
Lampiran 18 Kriteria Investasi untuk Alternatif Pengembangan Usaha
Tahun Bt-Ct Akumulasi
DF PV DF PV
i = 18% i = 45 %
0 -364,761,801 -364,761,801 1.000 -364,761,801 1.000 -364,761,801
1 157,617,930 -207,143,870 0.847 133,574,517 0.690 108,702,021
2 231,466,816 24,322,946 0.718 166,235,863 0.476 110,091,232
3 288,752,749 313,075,695 0.609 175,743,838 0.328 94,715,732
4 296,349,827 609,425,521 0.516 152,853,944 0.226 67,039,794
5 301,066,587 910,492,108 0.437 131,598,980 0.156 46,970,215
6 305,783,348 1,216,275,456 0.370 113,271,796 0.108 32,900,751
7 310,500,108 1,526,775,564 0.314 97,473,757 0.074 23,040,173
8 315,216,869 1,841,992,432 0.266 83,859,717 0.051 16,131,154
9 319,933,629 2,161,926,061 0.225 72,130,979 0.035 11,291,402
10 484,078,890 2,646,004,951 0.191 92,490,275 0.024 11,782,464
NPV 854,471,865 157,903,138
Kriteria Nilai BEP (Rp) 158,721,400
NPV 854,471,865 atau 45,349 Kg/ tahun
IRR 51.12
NET B/C 3.34
PBP (Tahun) 1.89
127
Lampiran 19. Upaya yang Perlu Dilakukan Oleh Para Pengusaha Gula Merah
Tebu di Kabupaten Rembang
Upaya yang perlu dilakukan oleh para pengusaha Gula Merah Tebu di Kabupaten
Rembang, antara lain :
1. Menetapkan tujuan perusahaan.
2. Menyusun manajemen perusahaan dengan jelas dan sistematis.
3. Mengurus perijinan usaha (legalitas).
4. Memperkuat permodalan, dengan memanfaatkan KUK (Kredit Usaha Kecil)
dan melakukan kerja sama dengan investor.
5. Melakukan perencanaan produksi (target produksi/ hari, waktu kerja,
kapasitas produksi, jumlah tenaga kerja dan pembagian kerja, fasilitas
produksi, pemasokan bahan baku dan jadwal tebang tanaman tebu)
disesuaikan dengan modal yang dimiliki, perencanaan jadwal penyimpanan
dan pemasaran produk.
6. Melakukan pelatihan bagi pekerja, tentang proses pengolahan nira tebu
menjadi gula merah yang baik.
7. Menerapkan teknologi tepat guna dan aplikatif, misalnya menerapkan
alternatif pengembangan yang telah dijelaskan di atas.
8. Pemilihan dan pengawasan tebu yang akan digunakan dalam kegiatan
produksi (umur tebu, kandungan nira, dan kebersihan tebu).
9. Memperbaiki proses pengolahan, diantaranya melakukan pemisahan kotoran/
ampas dari nira dengan penyaringan nira secara bertahap, pembuangan
kotoran dalam buih nira saat pemasakan nira dan mengatur suhu pemasakan
agar konstan (suhu sekitar 110 0C).
10. Menjaga sanitasi dan kebersihan fasilitas dan peralatan produksi.
11. Melakukan pengawasan kegiatan produksi, terutama di bagian pemasakan.
12. Mengolah kembali gula dengan mutu rendah menjadi produk lain, misalnya
digunakan sebagai bahan baku kecap.
13. Mengemas produk dengan plastik dan karung atau toples (untuk konsumsi
rumah tangga) serta menyimpan produk di tempat tertutup (gudang).
128
14. Melakukan distribusi langsung ke industri pengguna gula merah dan
memasarkan produk bagi konsumen rumah tangga.
15. Membentuk KUB (Kelompok Usaha Bersama) atau koperasi pengusaha gula
merah tebu di Kabupaten Rembang.