sipendikum - semnas.unikama.ac.id · sebagai pelengkap ijtihad. muncul dibenak peneliti, bahwa...

13
SIPENDIKUM 2018 473 FIKIH KEMASYARAKATAN BANJAR (Dialektika Fikih dengan Realitas Empirik Masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan) Oleh: H. Anwar Hafidzi, Lc.,MA.Hk 1 E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini diawali dengan adanya beberapa praktek kepercayaan masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan yang masih dianggap bersifat animisme dan dinamisme. Melalui penelitian ini penulis ingin mengetahui beberapa adat-istiadat masyarakat Banjar yang ada di Kalimantan Selatan melalui pendekatan Maqasid Shariah untuk mengetahui hukumnya. Penelitian ini menggunakan disiplin humanities research method, dengan pendekatan mix method, field research untuk mencari fakta budaya Banjar di kota Banjarmasin dan dianalisa melalui basic library research untuk mengetahui dasar hukumnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelaah budaya kemasyarakatan Banjar tentang munakahat, mu‟amalat, ma‟kulat, „amaliyat dan kepercayaannya melalui pendekatan hukum Islam. Hasil penelitian ini menemukan bahwa adat istiadat masyarakat Banjar pada dasarnya berlatar animisme, seiring berjalannya waktu, agama Islam menjadi bagian dalam praktek budaya Banjar, tanpa menghilangkan esensi dari tradisi tersebut. Penelitian ini membuktikan bahwa teori maslahat dan Urf melalui telaah ijtihadi dapat digunakan untuk menyelesaikan hukum yang tidak ada dalil mutlaknya dalam al-Qur‟an dan hadits di beberapa kasus Budaya Banjar. Kata kunci: Kepercayaan, ritual, masyarakat, banjar, fikih. Pendahuluan Perkembangan fikih sesuai dengan ijtihad yang berkembang dan telah memberikan pengaruh yang efektif dalam kehidupan di masyarakat. Perkembangan fikih dengan sistem yang bersifat tekstualistik-formulistik menjadikan fikih sangat harfiyah dalam syariah Islam. 2 Tekstual ini membuat keterpakuan dalam permasalahan tertentu yang tidak 1 Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia. 2 Kajian ini menjadi menarik ketika fikih diartikan secara tekstual saja. Lihat Asriaty Asriaty, ―Tekstualisme Pemikiran Hukum Islam (Sebuah Kritik),‖ Mazahib 11, No. 1 (2013), Accessed May 20, 2017, Http://Journal.Iain-Samarinda.Ac.Id/Index.Php/Mazahib /Article/View/112. sementara menurut Sahal Mahfuz, bahwa fikih akan bersifat formulistik dalam kehidupan sosial, bandingkan Jamal Ma‘mur, ―Implikasi Fiqh Sosial Kyai Sahal Mahfudh Terhadap Pembaharuan Fiqh Pesantren Di Kajen Pati,‖ Yudisia: Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam 5, No. 1 (2016), Accessed May 20, 2017, Http://Journal.Stainkudus.Ac.Id/Index. Php/Yudisia/Article/View/694. Lihat juga N. I. M. Zubaedi and others, ―Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh (Perubahan Nilai Pesantren Dalam Pengembanga n Masyarakat Di Pesantren Maslakul Huda Kajen)‖ (Pasca Sarjana, 2006), accessed May 20, 2017, http://digilib.uin- suka.ac.id/14354/.

Upload: dinhliem

Post on 17-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SIPENDIKUM 2018

473

FIKIH KEMASYARAKATAN BANJAR

(Dialektika Fikih dengan Realitas Empirik Masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan)

Oleh:

H. Anwar Hafidzi, Lc.,MA.Hk1

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini diawali dengan adanya beberapa praktek kepercayaan

masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan yang masih dianggap bersifat

animisme dan dinamisme. Melalui penelitian ini penulis ingin mengetahui

beberapa adat-istiadat masyarakat Banjar yang ada di Kalimantan Selatan

melalui pendekatan Maqasid Shariah untuk mengetahui hukumnya. Penelitian

ini menggunakan disiplin humanities research method, dengan pendekatan mix

method, field research untuk mencari fakta budaya Banjar di kota Banjarmasin

dan dianalisa melalui basic library research untuk mengetahui dasar

hukumnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelaah budaya

kemasyarakatan Banjar tentang munakahat, mu‟amalat, ma‟kulat, „amaliyat

dan kepercayaannya melalui pendekatan hukum Islam. Hasil penelitian ini

menemukan bahwa adat istiadat masyarakat Banjar pada dasarnya berlatar

animisme, seiring berjalannya waktu, agama Islam menjadi bagian dalam

praktek budaya Banjar, tanpa menghilangkan esensi dari tradisi tersebut.

Penelitian ini membuktikan bahwa teori maslahat dan „Urf melalui telaah

ijtihadi dapat digunakan untuk menyelesaikan hukum yang tidak ada dalil

mutlaknya dalam al-Qur‟an dan hadits di beberapa kasus Budaya Banjar.

Kata kunci: Kepercayaan, ritual, masyarakat, banjar, fikih.

Pendahuluan

Perkembangan fikih sesuai dengan ijtihad yang berkembang dan telah memberikan

pengaruh yang efektif dalam kehidupan di masyarakat. Perkembangan fikih dengan sistem

yang bersifat tekstualistik-formulistik menjadikan fikih sangat harfiyah dalam syariah

Islam.2 Tekstual ini membuat keterpakuan dalam permasalahan tertentu yang tidak

1 Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin,

Kalimantan Selatan, Indonesia. 2 Kajian ini menjadi menarik ketika fikih diartikan secara tekstual saja. Lihat Asriaty Asriaty,

―Tekstualisme Pemikiran Hukum Islam (Sebuah Kritik),‖ Mazahib 11, No. 1 (2013), Accessed May 20,

2017, Http://Journal.Iain-Samarinda.Ac.Id/Index.Php/Mazahib /Article/View/112. sementara menurut

Sahal Mahfuz, bahwa fikih akan bersifat formulistik dalam kehidupan sosial, bandingkan Jamal Ma‘mur,

―Implikasi Fiqh Sosial Kyai Sahal Mahfudh Terhadap Pembaharuan Fiqh Pesantren Di Kajen Pati,‖

Yudisia: Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam 5, No. 1 (2016), Accessed May 20, 2017,

Http://Journal.Stainkudus.Ac.Id/Index. Php/Yudisia/Article/View/694. Lihat juga N. I. M. Zubaedi and

others, ―Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh (Perubahan Nilai Pesantren Dalam Pengembangan Masyarakat

Di Pesantren Maslakul Huda Kajen)‖ (Pasca Sarjana, 2006), accessed May 20, 2017, http://digilib.uin-

suka.ac.id/14354/.

SIPENDIKUM 2018

474

ditemukan pada konteks al-Qur‘an dan Hadits secara jelas,3 tentu diperlukan formulasi

yang dapat menyelesaikan permasalahan fenomena sosial. 4

Faktor Arabisme5 sebagai acuan dalam hadits dan al-Qur‘an menjadikan fikih

sebagai pola untuk memformulasikan antara teks dan konteks. Hal ini dapat dilihat dari

berbagai permasalahan fikih, diantaranya kajian tentang mua‘malah dengan objek akad

yang mengharuskan ija>b dan qabu>l dengan lafaz-lafaz tertentu untuk menyatakan sah

atau tidaknya jual beli di masyarakat tertentu.

Formulasi yang disebutkan tadi tentu tidak terlepas dengan faktor masyarakat dan

budaya yang berkembang disekelilingnya sebagai manhaj objek masalah. Maka, ada

beberapa kasus hukum yang tetap berpegang pada nas} ada pula yang memerlukan dalil

sebagai pelengkap ijtihad.

Muncul dibenak peneliti, bahwa fikih berdasarkan dalil empirik di masyarakat

masih ramai dan banyak yang mempertanyakan hukum menjalankannya,6 mengamalkan-

nya, serta bagaimana budaya menjelaskannya. Pada dasarnya memang tidak ada dalil yang

menghubungkan bahwa hukum mengikuti budaya lokal atau kepercayaan nenek moyang,

akan tetapi budayalah yang menjadi bagian dari pengembangan hukum Islam.

Melalui pendekatan budaya yang ada di Banjar, Kalimantan Selatan, Indonesia,

peneliti mencoba melihat struktur sosial budaya lokal dalam pendekatan fikih budaya yang

ada di masyarakat.7 Pendekatan ini dilakukan agar dapat melihat praktek budaya Banjar

dalam kaca mata syariah Islam. Tujuannya adalah agar budaya yang ada tetap berkembang

3 Ovamir Anjum, ―Salafis and Democracy: Doctrine and Context,‖ Muslim World 106, no. 3 (July 2016):

448–473. Lihat juga pandangan dari tekstualitas doktrin fikih dalam penyelesaian hukum Islam, Aria

Nakissa, ―The Fiqh of Revolution and the Arab Spring: Secondary Segmentation as a Trend in Islamic

Legal Doctrine,‖ Muslim World 105, no. 3 (July 2015): 398–421. 4 Pendekatan Filsafat dalam menyelesaikan permasalah sosial dapat dijadikan rujukan dalam menelaah

fikih sosial masyarakat. Lihat Mohammad Alfunim And Others, ―Filsafat Sosial Al-Mawardi‖

(Perpustakaan Uin Sunan Kalijaga, 2003), Accessed November 15, 2016, Http://Digilib.Uin-

Suka.Ac.Id/9761/. 5 Mochamad Sodik, ―Sosiologi Pemberdayaan Fikih: Meneguhkan Perspektif Interkoneksitas,‖

/Jurnal/Sosiologi Reflektif/Volume 1, No. 2, April 2007/ (2009), Accessed May 20, 2017,

Http://Digilib.Uin-Suka.Ac.Id/657/. Sementara menurut Mansur, bahwa faktor ke Arab menjadi acuan

dalam menyelesaikan konflik sosial fikih di masyarakat. Bandingkan Mansur Mansur, ―Kontekstualisasi

Gagasan Fiqh Indonesia TM Hasbi Ash-Shiddieqy (Telaah Atas Pemikiran Kritis Yudian Wahyudi),‖

Asy-Syir‟ah: Jurnal Ilmu Syari‟ah dan Hukum 46, no. 1 (2012), accessed May 20, 2017, http://www.asy-

syirah.uin-suka.com/index.php/AS/article/view/30. Adapun menurut Sunaryo, munculnya kecenderungan

ushul fikih terhadap realitas masyarakat dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan kontekstual fikih

masyarakat. Lihat juga Agus Sunaryo, ―Dinamika Epistemologi Fikih: Studi Terhadap Beberapa

Kecenderungan Usul Fikih Kontemporer,‖ Al-Manahij 8, No. 2 (2014): 181–198. 6 Zubaedi juga memiliki orientasi yang sama ketika banyaknya masalah yang ada di masyarakat dan harus

dilihat secara empirik, diperlukan fikih dengan orientasi sosial masyarkat. Lihat Z. Zubaedi,

―Membangun Fikih Yang Berorientasi Sosial: Dialektika Fikih Dengan Realitas Empirik Masyarakat,‖

Al-Jami‟ah: Journal of Islamic Studies 44, no. 2 (2006): 430–452. Bandingkan dengan H. Idri,

―Pendekatan Filosofis Dalam Kajian Fikih Budaya Dan Sosial‖ (n.d.), accessed May 20, 2017,

http://www.academia.edu/

download/49389325/Pendekatan_Filosofis_dalam_Kajian_Fikih_Budaya_dan_Sosial..docx. 7 Kajian tentang kepercayaan Banjar dimulai oleh Alfani Daud dengan melihat realitas empirik di daerah

Dalam Pagar Martapura sebagai bagian bahan acuan, kepercayaan itu dipandang Alfani sudah memiliki

literatur Islami dalam pengamalanannya. Hal ini dibuktikan dengan syair-syair lantunan budaya dengan

nada asma Allah. Lihat Alfani Daud, Islam dan masyarakat Banjar (RajaGrafindo Persada, 1997). Lihat

juga dalam H. Abu Yasid, Fiqh Today 1: Fatwa Tradisional untuk Orang Modern Fikih Kontroversial

(Erlangga, 2007).

SIPENDIKUM 2018

475

dengan tuntunan syariat Islam demi merealisasikan dan melindungi maslahat dan

menghindari mudarat pada masyarakat Banjar.

Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Untuk mengetahui dan mampu menganalisa tentang fikih kemasyarakatan Banjar,

diperlukan metode penelitian guna tercapai tujuan dari penelitian ini. Adapun metode yang

digunakan adalah basic library research8 untuk mengetahui latarbelakang dan akar

permasalahan sehingga dapat ditarik kesimpulannya dari nas} shari‟i. Sementara untuk

mengetahui permasalahan dari kepercayaan budaya Banjar ini digunakan metode field

research9 dengan lokasi penelitian adalah Kota Banjarmasin secara purposive sampling

10

untuk mengetahui kepercayaan yang biasa digunakan dalam kehidupan masyarakat Banjar.

Penelitian ini menggunakan disiplin humanities research method11

sebagai

pendekatannya, adapun hasil yang akan diteliti menggunakan metode deskriptif analytic

kualitatif dari beberapa kajian fikih Islam.

2. Sumber dan Batasan Penelitian

Sumber utama dalam penelitian ini adalah al-Qur‘an, Hadits, dan buku Islam dan

Masyarakat Banjar karya Alfani Daud sebagai landasan dalam penentuan dalil melalui

pendekatan maqasid al-shari‟ah.12

Adapun sumber sekunder dari penelitian ini adalah para

ulama yang memiliki kemampuan dalam pemahaman kitab-kitab fikih dan realitas sosial.

Adapun sumber lokasi pengambilan sampel penelitian adalah kota Banjarmasin,

Kalimantan Selatan.

Penelitian ini memang sangat luas dan masalah budaya juga sangat banyak. Oleh

karena itu peneliti membatasi tentang kajian faham keagamaan yang berhubungan dengan

fikih, seperti masalah perkawinan, jual beli, ibadah sosial di masyarakat Banjar.

3. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini menjadi lebih fokus, peneliti hanya ingin mencari manhaj yang

digunakan dalam hal praktek adat kepercayaan Banjar dalam pandangan Hukum Islam

melalui pendekatan maqasid al-shari‟ah dan hukum pelaksanaannya dalam pandangan

Fikih.

8 Yaitu kegiatan penelitian yang dilaksanakan dalam rangka menemukan, menguji, dan mengembangkan

suatu teori dalam rangka pengembangan dalam bidang keilmuan. Lihat Lynn Silipigni Connaway and

Ronald R. Powell, Basic Research Methods for Librarians, Fifth Edition (ABC-CLIO, 2010), 23, 43-44.

Bandingkan John S. Spencer and Christopher Millson-Martula, Discovery Tools: The Next Generation of

Library Research (Routledge, 2016), 163-164. 9 Ellen lebih menekankan bahwa penggunaan field research dalam mencari data diperlukan agar data yang

ditemukan sesuai dengan fakta dan keilmuan yang berlaku. Lihat Ellen Perecman and Sara R. Curran, A

Handbook for Social Science Field Research: Essays & Bibliographic Sources on Research Design and

Methods (SAGE, 2006).h xix. 10

Pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang ditetili, hal ini melalui

pendekatan kajian keilmuan fikih dan realitas sosial yang dimiliki sampel. 11

Penelitian ini akan mencari dalam rumpun bidang ilmu kemasyarakatan 12

Ahmad Imam Mawardi, Fiqh minoritas: fiqh al-aqaliyat dan evolusi maqashid al-syariah dari konsep ke

pendekatan (LKiS, 2010). 12.

SIPENDIKUM 2018

476

4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a) Setidaknya dengan melakukan penelitian ini, masyarakat Banjar lebih peka terhadap

praktek-praktek budaya yang telah diajarkan turun temurun dari nenek moyang

masyarakat Banjar.

b) Mengetahui beberapa diantara praktek kepercayaan dari adat istiadat masyarakat

Banjar, Kalimantan Selatan

c) Melalui penelitian ini juga diharapkan para intelektual Muslim dapat bersifat

emansipatoris terhadap problem sosial-kemasyarakatan Banjar melalui dalil syar‘i.

d) Diharapkan juga melalui fikih kemasyarakatan Banjar dapat mengajarkan kepekaan

sosial masyarakat dengan membangun kerjasama, mengikis egoisme kelompok, dan

ta‟assub (fanatisme) golongan.

Hubungan Budaya dan Fikih Kemasyarakatan

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa kata fikih secara bahasa merupakan sebuah

pola pemahaman mendalam dalam suatu konsep. Sementara menurut terminologi bahwa

fikih menunjukkan suatu pengeahuan yang berisi tentang hukum-hukum syariat diambil

dari dalil-dalil yang tepat dan rinci. Pokok pembahasan ilmu fikih tidak hanya mencakup

pada perbuatan-perbuatan pribadi mukallaf, akan tetapi juga termasuk hukum-hukum

sosial kemasyarakatan. Seorang mukallaf tentu akan mengerjakan perbuatan yang sudah

ditentukan dalam hukum islam (fikih).13

Sebagian besar yang dilakukan muncul dalam

konteks masyarakat dengan hubungan individu dan sosialnya terhadap berbagai persoalan

serta masalah-masalah yang mana diperlukan pengetahuan hukum syari‘atnya.

Atas dasar itu, ilmu fikih mempunyai kewajiban untuk mengidentifikasi posisi

(taklif) perbuatan-perbuatan seperti ini yang muncul dalam konteks masyarakat.14

Ada

beberapa tema fikih yang ada di masyarakat, diantaranya:

1. Ba>b T}{aha>rah

2. Ba>b Iba>dah

3. Ba>b Munakah}a>t

4. Ba>b Mu‟amalat

Keberadaan budaya Banjar seperti yang disinggung pada sub-bab sebelumnya

menjelaskan bahwa setiap amal mukallaf yang berhubungan dengan ibadah, tentu ada

hukum fikih yang harus dijalankan. Oleh karena itu diperlukan fikih kemasyarakatan

Banjar yang dapat menjawab dikotomi hukum di budaya Arab dengan budaya Banjar.

Seperti contoh tema mu‘amalat yang merupakan tema tentang perbuatan-perbuatan,

yang dilakukan para mukallaf untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dalam

masyarakat.15

Hubungan fikih dan mu‘amalat tidak terbatas hanya pada hubungan-

hubungan ekonominya akan tetapi tetap berhubungan dengan konteks fikih sebagai hukum

13

Ahmad Thohari, ―Epistemologi Fikih Lingkungan: Revitalisasi Konsep Masalahah,‖ Az Zarqa‟ 5, no. 2

(2013). 14

Ahwan Fanani, ―Akar, Posisi, Dan Aplikasi Adat Dalam Hukum,‖ IJTIHAD Jurnal Wacana Hukum

Islam dan Kemanusiaan 14, no. 2 (2014): 231–250. 15

Sukarni, Fikih lingkungan hidup perspektif ulama Kalimantan Selatan (Kementerian Agama RI, 2011).

SIPENDIKUM 2018

477

Islam. Disana terjadi proses saling mengisi, saling mewarnai dan saling mempengaruhi

satu sama lain.16

Atas dasar ini, ilmu fikih berkewajiban untuk menentukan posisi (taklif) perbuatan-

perbuatan seperti yang muncul dalam konteks masyarakat tersebut dan membebaskan

orang-orang Muslim dari kebingungan tanpa memaksa manusia menerima dan mengakui

berbagai konsekuensi dari aturan dan norma-norma, dimana norma-norma ini harus

ditinjau dalam pandangan fikih Islam.

Fikih Tematik: Pola Ijtihad dalam Fikih Kemasyarakatan Banjar

Untuk mengenal metode ra‟yu al-ijtihadi sebagai pola pembentukan hukum dalam

menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat banjar. Ada beberapa pola yang

dapat dikaitkan dalam merumuskan hukum fikih nya yang diambil dari berbagai sudut ilmu

sebagai sumber hukum islam. Melalui pola al-qur‘an, hadits, qiyas, dan ijma ulama maka

akan ditemukan pola ijtihad dari fikih budaya banjar. Selain itu juga digunakan dalam

menganalisa berbagai macam kebudayaan banjar melalui metode istihsan, maslahah

mursalah, „Urf , qaul sahabi, istishab, sadd al-dzara‟i, dan syaru‟ min qablina, dan yang

lainnya yang dianggap bagian penting dalam perumusan hukum.17

Berdasarkan sumber-sumber hukum tersebut, maka pola hukum dapat didasarkan

pada, antara lain:18

(1) Sumber yang berupa nash dan bukan nash;

(2) Sumber naqli dan aqli;

(3) Sumber yang sudah disepakati dan yang belum disepakati;

(4) Sumber pokok dan tambahan; dan Sumber dari Syara‘

Sebenarnya apabila diringkas, sumber semua hukum Islam itu hanya satu saja, yaitu

al-Qur‘an karena al-Hadist tentunya sesuai dengan wahyu (al-Qur‘an). Di samping itu,

sumber hukum Islam lailnnya, seperti Ijma‘, Qiyas, dan sumber hukum lainnya itu tidak

boleh bertentangan dan tidak dapat terlepas sama sekali dari al-Qur‘an dan al-Sunnah, baik

mantuq maupun mafhumnya. Sebab rasio semata-mata tidaklah dapat menunjukkan

hukum-hukum syara‘.

Pola ijtihadi dalam mengetahui suatu hukum tentu yang pertama adalah apakah

terdapat dalam Al Quran terdapat nash tentang hukumnya? Jika tidak ditemukan, dicari

dalam Sunnah yang relevan dengan permasalahan. Jika tidak ada, maka dilanjutkan

dengan berbagai macam pola ijtihad dalam penyelesaiannya melalui ijma‘ dan qiyas.

Maslahah juga dapat dijadikan dasar dalam penyelesaian hukum, karena dalam Islam

terdapat hukum-hukum yang ditetapkan untuk melindungi agama Islam, jiwa manusia, akal

manusia, keturunan manusia dan harta kekayaan manusia.19

16

Hidayatulloh Hidayatulloh, ―REALASI ILMU PENGETAHUAN DAN AGAMA,‖ Proceedings of the

ICECRS 1, no. 1 (2017), accessed March 17, 2017, http://ojs.umsida.ac.id/index.php

/icecrs/article/view/627. 17

Rohidin, Pengantar Hukum Islam: Dari Semenanjung Arabia hingga Indonesia (Lintang Rasi Aksara

Books, n.d.), 99-101. 18

M. Noor Harisudin, ―‘Urf Sebagai Sumber Hukum Islam (Fiqh) Nusantara,‖ AL-Fikr 20, no. 1 (2017):

66–86. 19

Hamka Haq Al-Badry, Al-Syatibi (Erlangga, 2007), 91-92.

SIPENDIKUM 2018

478

Hal yang demikian dapat dicontohkan seperti, jihad dan hukuman mati atas orang

yang murtad diterapkan untuk melindungi agama Islam. Qishash ditetapkan untuk

melndungi jiwa manusia dari upaya menyakiti dan membunuhnya.20

Diizinkan tidak puasa

Ramadhan bagi orang musafir dan sakit untuk memberikan kemudahan bagi orang yang

musafir dalam menjalankan ibadah puasa.21

Adapun yang bertentangan dengan maslahat misalnya adalah seperti ketaatan

secara berlebih-lebihan kepada agama Islam.22

Sikap seperti itu pernah dilakukan sebagian

Sahabat Nabi di masanya, sampai-sampai mereka tidak makan untuk berpuasa secara terus

menerus, tidak kawin, tidak tidur di malam hari untuk mengerjakan shalat, akan tetapi hal

itu dilarang Nabi Saw.23

Pola ijtihad dalam fiqh Islam terdapat dua bidang hukum, yaitu ibadat dan

muamalat. Pertama, ibadat, seperti shalat, puasa dan lain-lain.24

Kedua, muamalat, seperti

akad (kontrak) jual beli. Bidang muamalat merupakan bidang yang luas bagi ijtihad, baik

melalui ijtihad dengan menggunakan metode qiyas, maslahah mursalah atau lainnya.

Namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai kemungkinan menjadikan maslahah

mursalah sebagai dalil tersendiri.25

Dasar pertimbangan tersebut, pada hakikatnya, adalah penerapan asas darurat

dalam keadaan yang tidak memungkinkan dalam permasalahan seperti kondisi tidak ada

yang dapat dimakan yang halal, akan tetapi ada yang haram, maka diperbolehkan dalam

hal darurat dan terbatas sekedar mengganjal perutnya saja.26

Maka diperlukan menerapkan

salah satu dari dua keburukan, dengan cara memilih keburukan yang paling ringan yaitu

mengambil pajak dalam kepentingan negara.27

Pola ijtihad selanjutnya adalah „Urf , yaitu kebiasaan masyarakat, baik perbuatan

maupun ucapan (bahasa). 28

Contoh ‗Urf perbuatan ialah kebiasaan masyarakat melakukan

jual beli mu‘athah yaitu kontrak jual beli tanpa ijab qabul dengan lisan, tetapi langsung

saling memberi. Artinya, penjual memberikan barang yang dijual kepada pembeli dan

pembeli menyerahkan uang kepada penjual dengan pendekatan „an tara>d}in atau saling

20

Muhammad Tahmid Nur, Menggapai Hukum Pidana Ideal Kemaslahatan Pidana Islam dan Pembaruan

Hukum Pidana Nasional (Deepublish, 2016), 288. 21

Ma‘mur, ―IMPLIKASI FIQH SOSIAL KYAI SAHAL MAHFUDH TERHADAP PEMBAHARUAN

FIQH PESANTREN DI KAJEN PATI.‖ 22

Aminudin Slamet Widodo, ―Konsep Maslahah Mursalah Wahbah Zuhaili Dan Relevansinya Dengan

Pernikahan Sirri Di Indonesia‖ (UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2011), 10. 23

Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh (Kencana, 2017), 92–93. 24

Muhammad Nadratuzzaman Hosen, ―Tinjauan Akad Murabahah Li Al-Amr Bi Ashira,‖ IJTIHAD Jurnal

Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan 12, no. 2 (2012): 165–178. 25

Hanafiah, ―AKAD JUAL BELI DALAM TRADISI PASAR TERAPUNG MASYARAKAT BANJAR,‖

Jurnal al-Tahrir. Vol. 15, No. 1 Mei (2015): 201–217. 26

Proses perubahan Darurat Hukum dilatarbelakangi oleh semangat membumikan keadilan dengan

menggunakan pendekatan analogis (qiyās) antara kasus makan barang terlarang, karena darurat dengan

kasus makan barang halal yang diperoleh dengan cara yang terlarang juga karena darurat. Keduanya

memiliki konsep yang sama, akan tetapi memiliki dua pola hukum yang berbeda dalam pelaksanaannya.

Lihat dalam M. Taufan B, Sosiologi Hukum Islam: Kajian Empirik Komunitas Sempalan (Deepublish,

2016), 55. 27

Ika Yunia Fauzia, ―Etika Bisnis Dalam Islam‖ (KENCANA, 2013). 28

Yusuf Qardhawi, Kebangkitan Islam dalam perbincangan para pakar (Gema Insani, 1998), 171.

SIPENDIKUM 2018

479

senang antara pembeli dan penjual.29

Sedangkan „Urf khusus (terbatas) ialah yang berlaku

pada kelompok tertentu dari penduduk suatu negeri. Dari segi lain „Urf terbagi kepada

„Urf yang benar dan „Urf tidak benar.30

‗Urf (adat) yang sohih ialah kebiasaan masyarakat yang tidak mengharamkan apa

yang menurut Islam adalah halal atau menghalalkan apa yang menurut Islam adalah haram.

Contohnya „Urf masyarakat memberikan „urbun (uang muka) dalam akad istishna‘.„Urf

yang tidak sohih ialah kebiasaan yang menghalalkan apa yang menurut Islam adalah haram

atau mengharamkan apa yang menurut Islam adalah halal, seperti kebiasaan makan riba,

menyajikan minuman memabukkan dalam jamuan tertentu, dan lain-lain.31

Pandangan ini

mereka simpulkan dalam sebuah asas yang berbunyi :

محكمة العادة

―Adat kebiasaan menjadi dasar penetapan hukum.‖32

Pandangan ini mereka ungkapkan pula dalam asas bahwa ―apa yang sudah berlaku

sebagai adat kebiasaan adalah sama dengan yang ditetapkan oleh dalil (argumen) dari

Syariat Islam.‖ seperti contoh juga bolehnya membeli barang seperti jam, radio, mesin

cuci, kulkas, dengan garansi hingga masa tertentu. 33

Pola dari sumber hukum ini muncul

dari perkembangan dari zaman yang menuntut untuk posisi hukum Islam.

Fikih Budaya Banjar: Telaah Konteks berdasarkan Teks Hukum Islam

Budaya memang tidak dapat terlepas peran serta masyarakat dan siklus lingkungan

yang membentuk suatu kegiatan. Kegiatan ini ada yang bersifat umum ada juga

berdasarkan ritual keagamaan. Berdasarkan sampel yang diambil secara purposive

sampling di kota Banjarmasin maka dilaporkan beberapa ritual keagamaan yang

berhubungan dengan perkawinan, ibadah dan mu‘amalat yang masih dipertahankan hingga

saat sekarang ini.

1. Fikih Perkawinan Banjar

Budaya Banjar sangat memperhatikan dengan perkawinan yang terjadi di

masyarakat, dimulai dari bertemu hingga prosesi melahirkan selalu ada nilai-nilai ibadah

dalam melaksanakan prosesinya. Meskipun masih ada beberapa kepercayaan animisme

maupun dinamisme yang muncul seiring berkembangnya budaya leluhur dalam

mempraktekkannya. Kesimpulannya bahwa budaya sangat menjunjung fikih perkawinan

yang sudah diajakan di kitab-kitab fikih dalam prosesinya, meskipun masih ada bebeapa

yang menggunakan kepercayaan dalam prakteknya.

2. Fikih Mu’amalat Banjar

29

Harisudin, ―‘Urf Sebagai Sumber Hukum Islam (Fiqh) Nusantara.‖ 30 Abd Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia (Kencana, 2017), 45–47. 31

Jamal Ma‘mur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh: Antara Konsep Dan Implementasi (Khalista,

2007), 348. 32 Umar Shihab, Beda Mazhab, Satu Islam (Elex Media Komputindo, 2017), 99–101. 33

Luqman Zakariyah, Legal Maxims in Islamic Criminal Law: Theory and Applications (BRILL, 2015).

SIPENDIKUM 2018

480

Di masyarakat Banjar, pola jual beli ini bersumber dari kajian fikih Syafi‘i yang

bersumber dari ajaran agama yang kebanyakan diwariskan dari mazhab as-Syafi‘i. Mazhab

ini menganjurkan untuk melafalkan akad dalam bentuk ―saling ridho‖ dalam setiap

transaksinya dengan istilah ―saya jual barang ini‖ dilanjutkan dengan ―saya beli‖ dan

dalam satu waktu majelis. Menurut ulama syafi‘iyah,

Menurut informasi bahwa istilah tersebut muncul karena pendidikan agama yang

diwaiskan dari tuan guru Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari dalam kitab Sabilal

Muhtadin mengenai konsep akad dengan istilah “aku jual lah” dan disambut dengan “aku

tukar lah”.34

Selain itu juga ditemukan sistema Syafi‘iyyah ini dengan “jual lah seadanya” dan

dijawab “tukarlah” biasanya konsep ini muncul karena keyakinan masyarakat Banjar

bahwa tidak sah jual beli suatu barang jika tidak dibarengi dengan akad jual dan beli dalam

satu majelis. Meskipun demikian, bukan berarti yang tidak mengikrarkan lafal tersebut

tidak sah, melainkan hanya mempertegas dengan asas kaidah dasar dalam mu‘amalah itu

adalah boleh selama tidak ada yang dikategorikan perbuatan haram.

3. Fikih Sholat Sunnah Banjar

Adapun mengenai kegiatan ibadah, khususnya dalam bidang sholat sunnah. Di

masyarakat Banjar ada beberapa kegiatan yang dilakukan diwaktu dan cara tertentu sesuai

dengan prosesi acara di masyarakat.

Diantaranya sholat hajat karena ada sesuatu keinginan yang ingin dicapai pada

Allah dan dikerjakan berjamaah. Sholat Hadiah dikerjakan untuk meminta kepada Allah

keampunan bagi yang sudah meninggal, dikerjakan dua raka‘at secara sendirian ataupun

berjamaah. Sholat Taubat dikerjakan pada malam jum‘at atau ketika seseorang ingin

kembali kejalan Allah yang dilakukan bisa berjamaah ataupun sendirian dikerjakan dengan

dua rakaat satu kali salam. Adapun Sholat Tasbih pada malam Nisfu Sya‘ban dikerjakan

secara berjamaah di malam yang mustajab doa di mesjid atau di surau ditambah dengan

ritual ibadah zikir bersama.

4. Fikih Ibadah Sosial Banjar

Adapun masalah ibadah sosial, penulis menemukan berbagai macam ritual ibadah

keagamaan yang dilihat di kota Banjarmasin melalui berbagai keadaan, seperti perayaan

malam tahun baru hijriyah, maulid dan burdah, salamatan, tahlil arwah, dan baayun

maulid.

Kajian di atas menunjukkan bolehnya melaksanakan ibadah tersebut selama tidak

ada dalil yang melarang atau mengharamkannya. Adapun ritual yang diluar dari anjuran al-

Qur‘an dan hadits pada dasarnya masih melekat dari kehidupan masyarakat Banjar sebagai

akulturasi nenek moyang yang mengajarkannya dalam bentuk keyakinan. Hal yang

demikian tentu tidak diperbolehkan dalam pola tauhid. Tujuan kesemuanya adalah berdoa

bersama dengan niat mendekatkan diri pada Allah Swt.

34

Abnan Pancasilwati, ―EPISTEMOLOGI FIQH SABILAL MUHTADIN,‖ Mazahib: Jurnal Pemikiran

Hukum Islam 14, no. 1 (2015). Lihat juga dalam Hanafiah, ―AKAD JUAL BELI DALAM TRADISI

PASAR TERAPUNG MASYARAKAT BANJAR.‖

SIPENDIKUM 2018

481

5. Fikih Kuliner Banjar

Kajian terakhir dari fikih kemasyarakatan Banjar adalah yang berhubungan dengan

kuliner yang ada di masyarakat Banjar yang mungkin dapat dilihat tinjauannya dari

pendekatan fikih Islam untuk mengetahui problematika yang terjadi di masyarakat Banjar.

Diantaranya seperti Sayur Haliling dan Rimis, Gangan Humbut, hidangan untuk acara

takziyah, haul, atau arwahan, Tapai Lakatan, Iwak Pakasam dan Wadi.

Temuan ini dapat difahami dengan sangat sederhana sekali untuk dapat

membedakan makanan yang haram atau yang tidak tinggal melihat dari berbagai sisi,

diantaranya:

a. Zat yang mengadung didalam makanan tersebut;

b. Cara pengolahan yang dikerjakan hingga selesai;

c. Bahan yang digunakan dalam campurannya;

d. Korelasi dalam al-Qur‘an atau hadits;

e. Dan bagaimana penggunannya.

Jadi, sederhana dan simpel untuk memutuskan manakah makanan yang haram

ataukah tidak karena tinggal melihat pada dalil Al Qur‘an dan As Sunnah yang shahih. Jika

kita menggunakan standar budaya Banjar atau budaya lainnya seperti bangsa Arab yang

mengatakan jijik jika makan ceker ayam karena bekas kotoran atau yang lainnya, ini akan

sulit. Itulah mudahnya agama tapi tidak dimudah-mudahkan dalam prakteknya.

Penutup

1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis terhadap pola budaya Banjar di

masyarakat Banjarmasin, ditemukan bahwa pola fikih masyarakat Banjar menggunakan

kajian Islam sebagai pola prakteknya, seperti prosesi perkawinan, bagian mu‘amalat,

bidang sosial, dan kuliner. Meskipun masyarkat Banjar masih mempercayai pola keturunan

sebagai bahan rujukan hukum, meskipun pada prakteknya masih ada pola keturunan dari

nenek moyang yang mengajarkannya yang berhubungan dengan animisme.

Pola pendidikan fikih kemasyarakatan merupakan kajian yang muncul dari berbagai

macam budaya dan masyarakat dalam lingkup keislaman. Manhaj dalam mengkaji budaya

di masyarakat Banjar dapat dilakukan melalui pendekatan maslahat dan menghindari

mudharat serta tidak bertentangan dengan al-Qur‘an dan hadits sebagai bagian yang

dilarang.

Adapun yang berhubungan dengan kepercayaan, hal yang demikian merupakan

pengaruh nenek moyang yang mengajarkannya tanpa ada dasar hukum dalam al-Qur‘an

maupun hadits Nabi, bahkan masih ada yang berhubungan dengan jin atau sesajen lainnya.

Pendidikan fikih kemasyarakatan dapat memberikan hal yang positif sebagai

mazhab jalan tengah untuk dapat menelaah dasar hukum tanpa ada perseteruan dan

perdebatan yang memunculkan permusuhan dalam agama Islam. Pola fikih ini

menghasilkan bahwa masyarakat sebagai subjek boleh saja mempertahankan budayanya

tapi tetap harus mencari jalan keluar melalui pendekatan fikih islam sebagai pola hukum

dalam prakteknya, diantaranya:

SIPENDIKUM 2018

482

a. Menghindari mudharat dan mengambil maslahat;

b. Mendahulukan dalil qat‘i dibanding zhanni;

c. Terpeliharanya diri, agama, keturunan, harta, dan akal dalam pelaksanaannya;

d. Menyatukan budaya dengan orientasi Sunnah sebagai pijakan hukum;

e. Memperhatikan kemaslahatan yang bersifat suplementer pada kehidupan dalam

estetika dan etiket.

Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana baru dalam fikih budaya

Banjar yang mungkin akan terus berkembang dimasyarakat nantinya.

2. Rekomendasi

Penelitian ini sebenarnya jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan yang penulis

rasakan selama meneliti di kota Banjarmasin dan berdasarkan naskah Islam dan Budaya

Banjar. Tentu perlu tinjauan lebih untuk telaah berbagai kasus dalam budaya Banjar yang

masih banyak ditemui di Kalimantan Selatan pada umumnya.

Kajian yang menarik untuk diteliti selanjutnya adalah mengenai fikih sosial Sungai

Banjar yang memunculkan berbagai kajian fikih dalam lingkup sungai yang menjadi mata

pencaharian, kehidupan, bahkan untuk ibadah.

Daftar Pustaka

Abdul ‘Al, Dr Abdul Hayy. Pengantar Ushul Fikih. Pustaka Al Kautsar, 2014.

Alfisyah, Alfisyah. ―Kearifan Religi Masyarakat Banjar Pahuluan.‖ PublikA 2, no. 1

(2009): 49–57.

———. ―Perempuan Banjar, Pengajian Dan Transformasi Sosio Kultural‖ (2016).

Accessed May 19, 2017. http://idr.iain-antasari.ac.id/6252/.

ALFUNIM, MOHAMMAD, and others. ―Filsafat Sosial Al-Mawardi.‖

PERPUSTAKAAN UIN SUNAN KALIJAGA, 2003. Accessed November 15,

2016. http://digilib.uin-suka.ac.id/9761/.

Al-Indunisi, DR Ahmad Nahrawi Abdus Salam. Ensiklopedia Imam Syafi‟i. Hikmah, 2008.

Al-Qadri, Al-Hamid Jakfar. Bijak Menyikapi Perbedaan Pendapat. Mizan, 2012.

Anjum, Ovamir. ―Salafis and Democracy: Doctrine and Context.‖ Muslim World 106, no.

3 (July 2016): 448–473.

Ardiansyah, Ardiansyah, Wiryanto Wiryanto, and Edwi Mahajoeno. ―Toksisitas Ekstrak

Daun Mimba (Azadirachta Indica A. Juss) Pada Anakan Siput Murbei (Pomacea

Canaliculata L.).‖ BioSMART: Journal of Biological Science 4, no. 1 (2002).

Arni, Arni. ―Kepercayaan Dan Perlakuan Masayarakat Banjar Terhadap Jimat-Jimat

Penolak Penyakit‖ (2015). Accessed May 19, 2017. http://idr.iain-

antasari.ac.id/id/eprint/5166.

Asmani, Jamal Ma‘mur. Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh: Antara Konsep Dan

Implementasi. Khalista, 2007.

Asriaty, Asriaty. ―TEKSTUALISME PEMIKIRAN HUKUM ISLAM (Sebuah Kritik).‖

MAZAHIB 11, no. 1 (2013). Accessed May 20, 2017. http://journal.iain-

samarinda.ac.id/index.php/mazahib/article/view/112.

Azhari, Fathurrahman. ―Pemikiran Hukum Kearifan Lokal Syekh Muhammad Arsyad Al-

Banjari Dalam Kitab Sabilal Muhtadin‖ (2016).

Buseri, Kamrani. ―Budaya Spiritual Kesultanan Banjar: Historisitas Dan Relevansinya Di

Masa Kini.‖ Al-Banjari: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman 10, no. 2 (2011).

Accessed May 19, 2017. http://jurnal.iain-antasari.ac.id/index.php/al-

banjari/article/view/1043.

SIPENDIKUM 2018

483

———. ―KESULTANAN BANJAR DAN KEPENTINGAN DAKWAH ISLAM.‖ Al-

Banjari; Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Keislaman 11, no. 2 (2012). Accessed May 19,

2017. http://jurnal.iain-antasari.ac.id/index.php/al-banjari/article/view/457.

Connaway, Lynn Silipigni, and Ronald R. Powell. Basic Research Methods for Librarians,

Fifth Edition. ABC-CLIO, 2010.

DAN, TEKSTUAL KE PEMAHAMAN FIKIH KONTEKSTUAL, ARIEF AULIA

RACHMAN, and MA SHI. ―METODOLOGI FIKIH SOSIAL MA SAHAL

MAHFUDH‖ (n.d.).

Daud, Alfani. Islam dan masyarakat Banjar. RajaGrafindo Persada, 1997.

dkk, Faizah S. Ag, M. A. Psikologi Dakwah. Prenada Media, 2015.

Effendi, Djohan. Pembaruan tanpa membongkar tradisi: wacana keagamaan di kalangan

generasi muda NU masa kepemimpinan Gus Dur. Penerbit Buku Kompas, 2010.

Fadhilah, Amir. ―Struktur Dan Pola Kepemimpinan Kyai Dalam Pesantren Di Jawa.‖

Hunafa: Jurnal Studia Islamika 8, no. 1 (2011): 101–120.

Fanani, Ahwan. ―Akar, Posisi, Dan Aplikasi Adat Dalam Hukum.‖ IJTIHAD Jurnal

Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan 14, no. 2 (2014): 231–250.

———. ―Usul Al-Fiqh versus Hermeneutika Tentang Pengembangan Pemikiran Hukum

Islam Kontemporer.‖ ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman 4, no. 2 (2010): 194–

209.

Fasa, Muhammad Iqbal. ―Reformasi Pemahaman Teori Maqasid Syariah (Analisis

Pendekatan Sistem Jasser Audah).‖ HUNAFA: Jurnal Studia Islamika 13, no. 2

(2016): 218–246.

Fauzia, Ika Yunia. ―Etika Bisnis Dalam Islam.‖ KENCANA, 2013.

Fuad, Mahsun. Hukum Islam Indonesia: dari nalar partisipatoris hingga emansipatoris.

PT LKiS Pelangi Aksara, 2005.

Gibtiah. Fikih Kontemporer. Prenada Media, 2016.

Hadi, Sumasno Hadi Sumasno. ―Studi Etika Tentang Ajaran-Ajaran Moral Masyarakat

Banjar.‖ Tashwir, Jurnal Penelitian Agama dan Sosial Budaya 3, no. 6 (2016).

Accessed May 19, 2017. http://jurnal.iain-

antasari.ac.id/index.php/tashwir/article/view/594.

Hanafiah. ―AKAD JUAL BELI DALAM TRADISI PASAR TERAPUNG

MASYARAKAT BANJAR.‖ Jurnal al-Tahrir. Vol. 15, No. 1 Mei (2015): 201–

217.

Harisudin, M. Noor. ―‘Urf Sebagai Sumber Hukum Islam (Fiqh) Nusantara.‖ AL-Fikr 20,

no. 1 (2017): 66–86.

Hasan, Hasan. ―ISLAM DAN BUDAYA BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN.‖

ITTIHAD 14, no. 25 (2016). Accessed May 19, 2017. http://jurnal.iain-

antasari.ac.id/index.php/ittihad/article/view/865.

Hidayatulloh, Hidayatulloh. ―REALASI ILMU PENGETAHUAN DAN AGAMA.‖

Proceedings of the ICECRS 1, no. 1 (2017). Accessed March 17, 2017.

http://ojs.umsida.ac.id/index.php/icecrs/article/view/627.

Hosen, Muhammad Nadratuzzaman. ―Tinjauan Akad Murabahah Li Al-Amr Bi Ashira.‖

IJTIHAD Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan 12, no. 2 (2012): 165–

178.

Ideham, M. Suriansyah. Urang Banjar Dan Kebudayaannya. Pemerintah Propinsi

Kalimantan Selatan, 2007.

Idri, H. ―Pendekatan Filosofis Dalam Kajian Fikih Budaya Dan Sosial‖ (n.d.). Accessed

May 20, 2017.

SIPENDIKUM 2018

484

http://www.academia.edu/download/49389325/Pendekatan_Filosofis_dalam_Kajia

n_Fikih_Budaya_dan_Sosial..docx.

Ilyas, Mukhlisuddin. Aceh & romantisme politik. PT LKiS Pelangi Aksara, 2008.

Jumadi, Jumadi, Rustam Effendi, M. Anis, and Mansyur Mansyur. RINGKASAN HASIL-

HASIL KAJIAN BUDAYA DAN SEJARAH BANJAR. Ombak Yogyakarta, 2016.

Accessed May 19, 2017. http://eprints.unlam.ac.id/1436/2/Ringkasan%20Hasil-

Hasil%20Kajian%20Budaya%20dan%20Sejarah%20Banjar%20%20-----baru.pdf.

MA, Prof DR H. Abuddin Nata. Studi Islam Komprehensif. Prenada Media, 2015.

Maarif, Ahmad Syafii. Islam dalam bingkai keindonesiaan dan kemanusiaan: sebuah

refleksi sejarah. PT Mizan Publika, 2009.

M.Ag, Dr Rohidin, S. H. BUKU AJAR PENGANTAR HUKUM ISLAM: Dari Semenanjung

Arabia hingga Indonesia. Lintang Rasi Aksara Books, n.d.

M.Ag, Muhammad Julijanto, S. Ag. Agama Agenda Demokrasi dan Perubahan Sosial.

Deepublish, 2015.

Mahmud, Ali Abdul Halim, Abdul Hayyie Al-Kattani, and M. Yusuf Wijaya. Fikih

Responsibilitas: Tanggung Jawab Muslim Dalam Islam. Gema Insani, 1998.

Accessed May 20, 2017.

Maknun, Moch Lukluil. ―TRADISI PERNIKAHAN ISLAM JAWA PESISIR.‖ IBDA‟:

Jurnal Kebudayaan Islam 11, no. 1 (2013): 119–130.

Ma‘mur, Jamal. ―IMPLIKASI FIQH SOSIAL KYAI SAHAL MAHFUDH TERHADAP

PEMBAHARUAN FIQH PESANTREN DI KAJEN PATI.‖ YUDISIA: Jurnal

Pemikiran Hukum dan Hukum Islam 5, no. 1 (2016). Accessed May 20, 2017.

http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Yudisia/article/view/694.

Mansur, Mansur. ―Kontekstualisasi Gagasan Fiqh Indonesia TM Hasbi Ash-Shiddieqy

(Telaah Atas Pemikiran Kritis Yudian Wahyudi).‖ Asy-Syir‟ah: Jurnal Ilmu

Syari‟ah dan Hukum 46, no. 1 (2012). Accessed May 20, 2017.

Mawardi, Ahmad Imam. Fiqh minoritas: fiqh al-aqaliyat dan evolusi maqashid al-syariah

dari konsep ke pendekatan. LKiS, 2010.

Mulyadi, Achmad. ―KONSTRUKSI BARU METODOLOGI STUDI HUKUM ISLAM:

Perpaduan Antara Inferensi Tektual Dan Historis (Sosial-Empirik-Kultural).‖

JURNAL KARSA (Terakreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012) 10, no. 2 (2012): 901–

909.

Mursalin, Mursalin. ―KEPERCAYAAN BUAYA GAIB DALAM PERSPEKTIF URANG

BANJAR BATANG BANYU DI SUNGAI TABALONG.‖ Jurnal Socius 4, no. 2

(2015). Accessed May 19, 2017.

http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/JS/article/view/3317.

Nakissa, Aria. ―The Fiqh of Revolution and the Arab Spring: Secondary Segmentation as a

Trend in Islamic Legal Doctrine.‖ Muslim World 105, no. 3 (July 2015): 398–421.

Nata, Abuddin. Studi Islam Komprehensif. Prenada Media, 2015.

Noorthaibah, Noorthaibah. ―Refleksi Budaya Muslim Pada Adat Perkawinan Budaya

Banjar Di Kota Samarinda.‖ FENOMENA 4, no. 1 (2012). Accessed May 19, 2017.

http://journal.iain-samarinda.ac.id/index.php/fenomena/article/view/214.

Online, N. U. ―Maulid Nabi Perspektif Al-Qur‘an Dan Sunnah | NU Online.‖ Nuonline.

Accessed December 19, 2017. http://www.nu.or.id/post/read/73506/maulid-nabi-

perspektif-al-quran-dan-sunnah.

———. ―Sembahyang Hadiyah Untuk Mayit | NU Online.‖ Nuonline. Accessed December

17, 2017. http://www.nu.or.id/post/read/37047/sembahyang-hadiyah-untuk-mayit.

Pancasilwati, Abnan. ―EPISTEMOLOGI FIQH SABILAL MUHTADIN.‖ Mazahib:

Jurnal Pemikiran Hukum Islam 14, no. 1 (2015).

SIPENDIKUM 2018

485

Perecman, Ellen, and Sara R. Curran. A Handbook for Social Science Field Research:

Essays & Bibliographic Sources on Research Design and Methods. SAGE, 2006.

Qardhawi, Yusuf. Kebangkitan Islam dalam perbincangan para pakar. Gema Insani, 1998.

Rohidin. Pengantar Hukum Islam: Dari Semenanjung Arabia hingga Indonesia. Lintang

Rasi Aksara Books, n.d.

Shidiq, Sapiudin. Ushul Fiqh. Kencana, 2017.

Sirajuddin, M. ―KECENDERUNGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN FIKIH DI

STAIN BENGKULU.‖ INFERENSI 6, no. 2 (2012): 301–324.

Sodik, Mochamad. ―SOSIOLOGI PEMBERDAYAAN FIKIH: MENEGUHKAN

PERSPEKTIF INTERKONEKSITAS.‖ /Jurnal/Sosiologi Reflektif/Volume 1, No.

2, April 2007/ (2009). Accessed May 20, 2017. http://digilib.uin-suka.ac.id/657/.

Spencer, John S., and Christopher Millson-Martula. Discovery Tools: The Next Generation

of Library Research. Routledge, 2016.

Sukarni. Fikih lingkungan hidup perspektif ulama Kalimantan Selatan. Kementerian

Agama RI, 2011.

Sunaryo, Agus. ―DINAMIKA EPISTEMOLOGI FIKIH: Studi Terhadap Beberapa

Kecenderungan Usul Fikih Kontemporer.‖ Al-Manahij 8, no. 2 (2014): 181–198.

Thohari, Ahmad. ―Epistemologi Fikih Lingkungan: Revitalisasi Konsep Masalahah.‖ Az

Zarqa‟ 5, no. 2 (2013).

Widodo, Aminudin Slamet. ―Konsep Maslahah Mursalah Wahbah Zuhaili Dan

Relevansinya Dengan Pernikahan Sirri Di Indonesia.‖ UIN Maulana Malik Ibrahim

Malang, 2011.

Yasid, H. Abu. Fiqh Today 1: Fatwa Tradisional untuk Orang Modern Fikih

Kontroversial. Erlangga, 2007.

YAZID, ABU. ISLAM MODERAT. Penerbit Erlangga, 2014.

Zahro, Ahmad. Tradisi intelektual NU: Lajnah Bahtsul Masa‟il, 1926-1999. PT LKiS

Pelangi Aksara, 2004.

Zakariyah, Luqman. Legal Maxims in Islamic Criminal Law: Theory and Applications.

BRILL, 2015.

Zubaedi, N. I. M., and others. ―Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh (Perubahan Nilai

Pesantren Dalam Pengembangan Masyarakat Di Pesantren Maslakul Huda Kajen).‖

Pasca Sarjana, 2006. Accessed May 20, 2017. http://digilib.uin-suka.ac.id/14354/.

Zubaedi, Z. ―Membangun Fikih Yang Berorientasi Sosial: Dialektika Fikih Dengan

Realitas Empirik Masyarakat.‖ Al-Jami‟ah: Journal of Islamic Studies 44, no. 2

(2006): 430–452.