semnas sipendikum fh unikama · leluhur sehingga patut dilestarikan dan dikembangkan dalam...

15
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017 271 PERLINDUNGAN PENGETAHUAN TRADISIONAL (TRADITIONAL KNOWLEDGE) OBAT HERBAL DALAM UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN SEBAGAI KEKAYAAN INTELEKTUAL Galuh Kartiko 1 E-mail: [email protected] Abstrak Potensi kekayaan alam serta tanaman obat telah dimanfaatkan oleh para leluhur sehingga patut dilestarikan dan dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari.Pengetahuan mengenai pengobatan tradisional dengan menggunakan tanaman obat yang dihasilkan dari tanah Indonesia merupakan pengetahuan tradisional yang dapat diistilahkan sebagai traditional knowledge (TK). WIPO menggunakan terminologi TK untuk merujuk pada ciptaan-ciptaan yang didasarkan pada pengetahuan, pertunjukan-pertunjukan, invensi-invensi, invensi-invensi ilmiah, desain, merek, nama-nama dan simbol; informasi yang bersifat rahasia; dan semua inovasi lainnya berbasis pada tradisi dan ciptaan-ciptaan yang dihasilkan dari kegiatan intelektual di bidang industri, ilmu pengetahuan, sastra atau seni. Proteksi herbal berbasis TK dalam Hukum Paten dapat dilakukan dengan cara yaitu melindunginya dapat UU Paten atau dengan melakukan pengecualian dari invensi yang dapat dipatenkan (memasukkan TK ke dalam prior art dengan menggunakan dokumentasi TK). Secara teknis proteksi terhadap herbal berbasis TK yaitu Inventarisasi/dokumentasi/data base herbal berbasis TK; Melakukan merevisi UUP; Herbal berbasis TK dapat dilindungi dengan perundang-undangan sistem sui generis atau mandiri di luar HKI; Mekanisme Benefit Sharing yang tepat antar masyarakat lokal dengan pihak asing. Kata Kunci : Pengetahuan Tradisional, Obat Herbal, Hak Kekayaan Intelektual. PENDAHULUAN Obat tradisional selalu memainkan peran penting dalam kesehatan dunia dan terus digunakan untuk mengobati berbagai macam keluhan. Obat tradisional digunakan di setiap negara di dunia, dan telah menjadi andalan dengan mendukung, mempromosikan, mempertahankan dan memulihkan kesehatan manusia. WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk obat herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk kronis, penyakit 1 Penulis adalah Dosen Politeknik Negeri Malang

Upload: duongthuy

Post on 08-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

271

PERLINDUNGAN PENGETAHUAN TRADISIONAL (TRADITIONAL

KNOWLEDGE) OBAT HERBAL DALAM UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN

2016 TENTANG PATEN SEBAGAI KEKAYAAN INTELEKTUAL

Galuh Kartiko1

E-mail: [email protected]

Abstrak

Potensi kekayaan alam serta tanaman obat telah dimanfaatkan oleh para

leluhur sehingga patut dilestarikan dan dikembangkan dalam kehidupan

sehari-hari.Pengetahuan mengenai pengobatan tradisional dengan

menggunakan tanaman obat yang dihasilkan dari tanah Indonesia

merupakan pengetahuan tradisional yang dapat diistilahkan sebagai

traditional knowledge (TK). WIPO menggunakan terminologi TK untuk

merujuk pada ciptaan-ciptaan yang didasarkan pada pengetahuan,

pertunjukan-pertunjukan, invensi-invensi, invensi-invensi ilmiah, desain,

merek, nama-nama dan simbol; informasi yang bersifat rahasia; dan

semua inovasi lainnya berbasis pada tradisi dan ciptaan-ciptaan yang

dihasilkan dari kegiatan intelektual di bidang industri, ilmu

pengetahuan, sastra atau seni. Proteksi herbal berbasis TK dalam

Hukum Paten dapat dilakukan dengan cara yaitu melindunginya dapat

UU Paten atau dengan melakukan pengecualian dari invensi yang dapat

dipatenkan (memasukkan TK ke dalam prior art dengan menggunakan

dokumentasi TK). Secara teknis proteksi terhadap herbal berbasis TK

yaitu Inventarisasi/dokumentasi/data base herbal berbasis TK;

Melakukan merevisi UUP; Herbal berbasis TK dapat dilindungi dengan

perundang-undangan sistem sui generis atau mandiri di luar HKI;

Mekanisme Benefit Sharing yang tepat antar masyarakat lokal dengan

pihak asing.

Kata Kunci : Pengetahuan Tradisional, Obat Herbal, Hak Kekayaan

Intelektual.

PENDAHULUAN

Obat tradisional selalu memainkan peran penting dalam kesehatan dunia dan terus

digunakan untuk mengobati berbagai macam keluhan. Obat tradisional digunakan di

setiap negara di dunia, dan telah menjadi andalan dengan mendukung, mempromosikan,

mempertahankan dan memulihkan kesehatan manusia. WHO merekomendasi

penggunaan obat tradisional termasuk obat herbal dalam pemeliharaan kesehatan

masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk kronis, penyakit

1Penulis adalah Dosen Politeknik Negeri Malang

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

272

degeneratif dan kanker. Dukungan WHO tersebut lebih menguntungkan bagi Indonesia

dalammengembangkan produk herbalnya. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)2

tahun 2014 menunjukkan bahwa 55,3% penduduk Indonesia menggunakan ramuan

tradisional (jamu) untuk memelihara kesehatannya dan 95,6% mengakui ramuan

tradisional yang digunakan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Berbagai produk herbal

merupakan hasil olahan dan pengetahuan tradisional masyarakat Indonesia. Produk obat

herbaldan jenis obat-obatan tradisional lainnya dibuat dengan menggunakan

pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia secara turun temurun.

Pengetahuan tradisional tersebut merupakan suatu pengetahuan yang digunakan dan

dikembangkan oleh masyarakat Indonesia di masa lalu, sekarang, dan masa yang akan

datang.

Konsep hak paten dalam obat tradisional

Konsep Hak Paten tidak lain memberikan hak monopoli didasarkan atas

kemampuan individu dalam melakukan kegiatan untuk menghasilkan suatu invensi.

Invensi yang dimintakan Hak Paten merupakan invensi yang pada umumnya memiliki

potensi menghasilkan secara ekonomi.

Pada prinsipnya tidak ada yang menyukai dengan monopoli kecuali orang yang

memiliki hak monopoli tersebut. Suatu wilayah yang memperbolehkan adanya

monopoli adalah hak kekayaan intelektual dan hak monopoli yang paling kuat dalam

hak kekayaan intelektual adalah paten. Bagian dari kekuatan paten adalah kemurnian

monopoli, dimana tidak memperbolehkan orang lain menggunakan paten yang bukan

miliknya tanpa seijin dari pemilik paten tersebut. Inilah kekuatan dari monopoli hak

paten.

Paten memberikan hak monopoli atas kepemilikan suatu hasil invensi di bidang

teknologi. Hasil invensi di bidang teknologi yang dapat diberikan hak paten yaitu

invensi yang memiliki kebaruan (novelty)memiliki langkah inventif (inventive step), dan

dapat diterapkan dalam bidang industry (industrially applicable). Persyaratan tersebut

mutlak secara tersurat dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten.

Undang-undang Paten di Indonesia bahwa invensi yang dilindungi Paten adalah invensi

baru dibidang teknologi yang dapat berupa proses atau hasil produksi atau

2Profil Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2015, halaman 53.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

273

penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi. Invensi tersebut dapat

dalam bentuk mesin atau hasil produksi makanan, minuman, bahkan obat-obatan.

Obat-obatan dapat dilindungi oleh Undang-undang Paten apabila telah memenuhi

syarat novelty, inventif step, dan industrially applicable. Ketiga syarat tersebut dapat

diterapkan terhadap obat modern (kimia) dan tidak menutup kemungkinan akan obat

tradisional. Persyaratan tersebut merupakan suatu tantangan tersendiri bagi obat

tradisional untuk mendapatkan hak paten. Unsur kebaruan dan unsur inventif step sulit

untuk diperoleh bagi obat tradisional karena sulitnya dalam melakukan riset dan

pengembangan bagi obat tradisional. Kesulitan ini dihadapkan pada alasan klasik yang

masih tetap bertahan yaitu kurangnya tenaga ahli dibidangnya, kurangnya dana dan

permodalan, serta kesadaran dan minat masyarakat terhadap riset dan pengembangan

obat tradisional. Tantangan lain bagi Indonesia yaitu obat tradisional sulit untuk

mendapatkan hak paten karena obat tradisional masih didasarkan pada pengetahuan

tradisional (traditional knowledge).

Perlindungan terhadap pengetahuan tradisional dibutuhkan oleh negara-negara

berkembang seperti Indonesia, setidaknya berdasarkan alasan3: (1) Potensi pengetahuan

tradisional Indonesia yang memiliki keuntungan ekonomis yang secara faktual banyak

dimanfaatkan oleh negara-negara maju antara lain Amerika Serikat dan Jepang untuk

industri obat-obatan dan kosmetika tanpa adanya pembagian keuntungan (benefit

sharing) dengan Indonesia; (2) Ketidakadilan yang dialami oleh Indonesia sebagai

negara berkembang atas kepemilikan pengetahuan tradisional yang tidak dilindungi

sebagai HKI, sementara negara-negara-negara maju melakukan tindakan pencurian

(biopiracy) danpenyalahgunaan (missappropriation)4terhadap pengetahuan tradisional

milik Indonesia; dan (3) Masyarakat lokal tidak mengetahui bahwa pengetahuan

tradisional yang dimilikinya secara turun temurun memiliki manfaat ekonomis terutama

pengetahuan tradisional mengenai obat-obatan sehingga pemerintah harus memberikan

perlindungan kepada hak masyarakat lokal tersebut.

3Ibid, hal. 3.

4Missappropriation didefinisikan sebagai penggunaan oleh pihak asing dengan mengabaikan hak-hak

masyarakat lokal atas pengetahuan tradisional dan sumber daya hayati yang terkait, yang menjadi milik

masyarakat yang bersangkutan. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi dimana

Peneliti yang melakukan penelitian atas pengetahuan tradisional masyarakat lokal di negara-negara

berkembang dan kemudian mengambil pengetahuan tradisional tersebut untuk diakui sebagai hasil

invensinya dan didaftarkan di negaranya sebagai hak paten. Agus Sardjono, Hak Kekayaan Intelektual &

Pengetahuan Tradisional, PT. Alumni, Bandung 2010.,hal. 11dan hal. 36.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

274

Namun demikian pemanfaatan pengetahuan tradisional juga harusnya menjadi

bagian yang tidak terpisahkan dari upaya perlindungan pengetahuan tradisional. Hal ini

mengingat Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki khasanah

kebudayaan dan pengetahuan tradisional yang sangat beragam.5Dari hasil inventarisasi

dan penamaan pulau yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2010, Indonesia

terdiri atas lebih dari 13.487 (tiga belas ribu empat ratus delapan puluh tujuh) pulau.

Pulau yang satu dan yang lain dipisahkan oleh lautan sehingga membuahkan 47 (empat

puluh tujuh) ekosistem yang sangat berbeda.6Potensi ini merupakan sumber kekayaan

yang melimpah dan akan mendatangkan keuntungan ekonomis apabila dimanfaatkan

secara tepat dan benar oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

Oleh karenanya, meskipun upaya untuk melindungi pengetahuan tradisional

tersebut penting dan telah dilakukan dalam konteks internasional melalui mekanisme

WIPO dan dalam konteks nasional pun mulai dilakukan yaitu dengan membentuk UU

No. 11 Tahun 2013 Tentang Pengesahan NagoyaProtocol On Access To Genetic

Resources And The Fair And EquitableSharing Of Benefits Arising From Their

Utilization To The Convention OnBiological Diversity (Protokol Nagoya Tentang Akses

Pada Sumber Daya Genetik Dan Pembagian Keuntungan Yang Adil Dan Seimbang

Yang Timbul Dari Pemanfaatannya Atas Konvensi Keanekaragaman Hayati)7yang di

dalamnya mengatur pula pengetahuan tradisional yang terkait dengan sumber daya

genetik, namun pemanfaatan pengetahuan tradisional pun perlu dilakukan mengingat

banyaknya pengetahuan tradisional milik bangsa Indonesia yang dibajak oleh negara-

negara maju tanpa adanya pembagian manfaat secara adil bagi Indonesia. Di sisi lain,

pemanfaatan pengetahuan tradisional sendiri masih terbatas yaitu dilakukan secara

sederhana oleh masyarakat lokal, antara lain jamu gendong dan obat-obatan tradisional.

Pemanfaatan secara lebih modern hanya dilakukan oleh perusahaan besar yang juga

5Agus Sardjono, Op. Cit., hal. 143.

6Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Nagoya Protocol On

Access To Genetic Resources And The Fair And Equitable Sharing Of Benefits Arising From Their

Utilization To The Convention On Biological Diversity (Protokol Nagoya Tentang Akses Pada Sumber

Daya Genetik Dan Pembagian Keuntungan Yang Adil Dan Seimbang Yang Timbul Dari Pemanfaatannya

Atas Konvensi Keanekaragaman Hayati), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013, Nomor 73,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5412, Penjelasan Umum. 7Republik Indonesia. Loc. Cit.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

275

tidak memberikan pembagian manfaat yang adil kepada masyarakat lokal yang

memiliki pengetahuan tradisional tersebut.

Dengan mempertimbangkan karakteristik dan kondisi geografis Indonesia yang

beragam, maka antara daerah di Indonesia memiliki potensi pengetahuan tradisional

yang beragam pula. Potensi keberagaman yang dimiliki tiap daerah ini dapat

dimanfaatkan dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan yang

dikembangkan oleh Indonesia. Pemanfaatan pengetahuan tradisional yang tepat dengan

menilik pada kondisi Indonesia tersebut adalah jelas dapat menguntungkan daerah dan

pusat, serta memiliki potensi keuntungan ekonomis. Pemanfaatan ini antara lain dapat

dilakukan dengan memberdayakan potensi setiap daerah yang beragam tersebut dengan

melibatkan partisipasi masyarakat lokal.

Perlindungan Hukum Terhadap Obat-Obatan Tradisional di Indonesia

berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten

Teori-teori hukum dari para pakar pemikir hukum terkemuka yang berkembang di

dunia Barat terutama Eropa sejak abad pertengahan sampai sekarang tidak dapat

dipungkiri telah berpengaruh terhadap pembentukan dan perkembangan sistem hukum

di Indonesia. Teori-teori tersebut tidak dapat diadopsi atau digunakan sepenuhnya

namun banyak aspek yang harus disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan dalam

masyarakat Indonesia.

Hukum dalam bentuknya peraturan perundang-undangan bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat, dan tidak lepas dari kehidupan masyarakat, sehingga

kebutuhan masyarakat akan perlindungan hukum dapat terpenuhi. Sangat penting untuk

membuat hukum yang berkarakter masyarakat Indonesia sebagai identitas dan

kepribadian bangsa. Ada tiga tujuan hukum salah satunyaadalah keadilan di samping

kepastian hukum dan kemanfaatan. Kaitannya dengan pembentukan hukum di

Indonesia, setidaknya hukum dibentuk karenapertimbangan keadilan (gerechtigjkeit)

disamping sebagai kepastian hukum(rechtssicherheit) dan kemanfaatan

(zweckmassigkeit).8

Proses pembentukan peraturan perundangundangan yang baik merupakan satu

langkah menuju cita hukum, dimana perencanaan, partisipasi masyarakat, dan proses

8Darji Darmodihardjo dan Sidharta, (2006), Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat

Hukum Indonesia), Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,. Hal. 154

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

276

pembahasan yang terbuka saat pembentukan hukum. Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup

tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan

pengundangan. Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam Prolegnas.

Peraturan berkaitan dengan produk herbal hasil traditional knowledge, tersebar,

tidak taat asas, dan tidak konsisten sehingga perlu diatur untuk kepentingan banyak

pihak baik bagi produsen maupun konsumen, sehingga dibutuhkan peraturan yang

harmonis satu sama lain agar terciptanya proteksi bagi produk herbal hasil traditional

knowledge di Indonesia. Indonesia dalam rangka adopsi hukum nasional seakan-akan

kalah dengan internasional, maka dalam hal ini dibutuhkan harmonisasi yang akan

melindungi masyarakat dan kepentingan nasional negara Indonesia.

Beranjak dari pemahaman sistem hukum nasional, dalam rangka mencermati

harmonisasi hukum yang intinya penyesuaian asas dan sistem hukum untuk tujuan

kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan, diperlukan kerangka teori sebagai yang

diuraikan di bawah ini. Teori ‗stufenbau„ dari Kelsen untuk mengkaji segi kepastian

hukum dalam kaitannya dengan keberlakuan hukum secara yuridis, karena kepastian

hukum ditentukan oleh validitas atau kesesuaian hukum dalam tatanan hirarki

peraturan-perundang-undangan.9

Digunakannya teori stufenbau ini karena dengan melalui teori stufenbau hirarki

atau pertingkatan norma-norma hukum mudah dipahami, mudah untuk menerangkan

tempat suatu nilai atau implikasi suatu nilai. Hal tersebut memudahkan upaya untuk

menemukan keseimbangan hukum yang selaras dan serasi, serta kesesuaian diantara

norma-norma hukum dalam peraturan perundang-undangan, baik vertikal maupun

horisontal. Teori stufenbau ini digunakan untuk membantu menganalisis keterkaitan

antara norma hukum, penekanananya mengacu baik pada nilai filosofis yang berintikan

rasa keadilan dan kebenaran, nilai sosiologis yang sesuai dengan tata nilai budaya yang

berlaku di masyarakat, nilai ekonomis yang menjamin efisiensi dengan pertimbangan

dan disesuaikan dengan kebutuhan, maupun nilai yuridis yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembahasan mengenai membentuk hukum paten yang dapat melindungi produk

herbal berbasis TK agar dapat memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat

9Kelsen Hans, General Theory of Law and State, (1961), New York: Russel & Russel, Hal. 112-115

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

277

banyak dapat dianalisis dengan menggunakan teori HKI (teori dari William Fisher) dan

pembentukan hukum dalam perspektif William Chambliss & Robert B. Seidman.

Dalam setiap pembuatan UU, terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan sebagai dasar

keberlakuan kaedah hukum yaitu: (1) yuridis, (2) sosiologis, dan (3) filosofis.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

278

Tidak diragukan setiap UU berlaku secara yuridis, tetapi tidak otomatis berlaku

secara sosiologisdan filosofis. Kerangka pemikiran dalam penulisan ini dapat di lihat

dalam skema di bawah ini :

Pancasila

UUD NRI Tahun 1945

Pasal 33 UUD NRI

Obat Herbal

Regulasi

Nasional Internasional Ratifikasi

Persoalan Analisis UU Paten

Tujuan

Kaidah

Asas

Ranah Teori Ranah Praktik

Yang terumus dalam

pertimbangan

Kaidah Primer

Kaidah Sekunder

Asas Umum : Keadilan

Proteksi

Herbal

berbasis TK

Tujuan

Negara

Hukum yang

Progresif

Teori yang

menjelaskanten

tang transfer

merumuskan

mengenai

pengaturan TK

Bagaimana

merumuskan

yang ajeg

(tetap)

Dihasilkan Perlindungan

pengetahuan tradisional

dalam bidang produk obat

herbal

Membentuk

hukum

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

279

Perlindungan Hukum TerhadapObat-obatan Tradisional Di

Indonesia Berdasarkan Asas Keadilan Melalui Hak KekayaanIntelektual

Banyaknya kasus “pencurian” terhadap pengetahuan tradisional negara berkembang

oleh negara maju tidak bisa serta-merta diarahkan pada adanya celah dalam sistem

hukum Hak KekayaanIntelektual yang ada. Pemerintah sebagai pengatur (regulator)

harus menjalankan fungsinya dalam memberikanperlindungan hukum

terhadappengetahuan tradisional di Indonesia. UU

Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Pengesahan International Treaty on Plant Genetic

Resources For Food and Agriculture(Perjanjian Mengenai Sumber Daya

Genetik Tanaman Untuk Pangan DanPertanian), didasarkan atas pertimbangan,

diantaranya adalah Negara RepublikIndonesia sebagaimana dicantumkan

dalam Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darahIndonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskankehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial.Kebijakan perlindungan terhadappengetahuan tradisional ini

akantercermin dalam peraturan perundang-undangan tentang Hak Kekayaan

Intelektual yang di dalamnya mengatur tentang hal ini secara terpisah. Bahkan

telah ada wacana tentang akan disusunnya Rancangan UU tentang Perlindungan atas

Pengetahuan Tradisional untukmemberikan kejelasan tentang hakekat

pengetahuan tradisional dan upayaperlindungannya, sehingga tidak hanya

melindungi potensi ekonomi semata,tetapi juga aspek sosialnya.

Benefit sharing merupakan isu yang cukup kuat dibicarakan dalam forum

internasional menyangkut perlindungan pengetahuan tradisional di bidang

keanekaragaman hayati.

1. Indonesia sebagai negara yang kaya dengan sumber daya hayati dan

pengetahuan tradisional seperti di bidang obat-obatan yang terkait dengannya sudah

selayaknya mengambil peran aktif dalam proses peningkatan pembagian manfaat

sumber daya tersebut bagi masyarakat

lokalnya. Beberapa langkah dapat dilakukan antara lain: (1) mengupayakan

sistem yang telah dibicarakan dalam forum internasional, (2) meningkatkan

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

280

peranaparatur pusat ataupun daerah dalam proses itu ataupun (3)meningkatkanperan

LSM sebagai representasi masyarakat lokal.

Indonesia belum memiliki pengalaman untuk merancang sebuah

mekanismebenefit sharing yang tepat berkenaandengan pemanfaatan sumber daya

genetik dan pengetahuan tradisional yang terkait dengannya. Dengan demikian,

menjadipenting untuk melihat sistem yangdikembangkan olehUNEP dalam

Convention on Biological Diversity (CBD).

Pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah penting yang

berhubungan dengan access and benefit sharing sebagai berikut :

Pertama,membangun kemampuannasional (capacity building) agar Indonesia

sebagai negara yang kaya dengan sumber daya hayati danpengetahuan

tradisionalmempunyai kesiapan yang memadai dalamhubungan nya dengan

pemanfaatansumber daya tersebut oleh pihak-pihak, baik lokal maupun asing. Hal

utamasebagai prasyarat dalam membangunkemampuan nasional itu adalah

adanyakepedulian (awareness) dari semuakomponen bangsa, mulai dari

Pemerintah,baik Pusat maupun Daerah, sampai ke masyarakat lokal.

Kepedulian yang dimaksud adalahbahwa kekayaan sumber daya hayati dan

pengetahuan tradisional (biodiversity,genetic resources and traditional knowledge)

Indonesia perlu mendapatkan perlindungan yang memadai, dan memanfaatkannya

untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.

Kesesuaian Secara Vertikal Regulasi Paten

UUD NRI Tahun 1945

UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten

Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan

Patent Cooperation Treaty and Regulation Under the PCT.

Permenkes No. 6 Tahun 2012 tentang Industri

dan usaha Obat Tradisional

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No :

HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat

Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

281

Kerberlakuan dalam teori hukum menurut Kansil ada 3 macam, yaitu10

kelakuan

Juridisch, kelakuan sociologisch, dan kelakuan philosopisch. Kelsen menyatakan bahwa

dalam kelakuan Juridisch dimana kaedah hukum mempunyai kelakuan “Juridisch”jika

penentuannya berdasarkan kaidah yang lebih tinggi (ini berhubung dengan Stufenbau

theorie dari Kelsen), sedangkan Zevenbergen berpandangan bahwa kaedah hukum

mempunyai kelakuan Juridisch jika kaedah itu“op de vereischte wijze is tot stand

gekomen”misalnya Undang-undang di Indonesia harus dengan persetujuan DPR atau

disahkan oleh Presiden. Pandangan Logemann(De logische Kenvorm des rechts”)bahwa

kaedah hukum itu Juridisch mengikat (mempunyai kekuatan juridis) jika menunjukkan

hubungan keharusan antara satu“condition”dan Result. Kelakuan “Sociologisch”, dalam

hal ini ada dua teori yaitu teori “Machtstheorie”dan teori “Anerkennungstheorie”.

“Machtstheorie” dimana kaidah mempunyai kelakuan sociologis jika oleh yangberwajib

dipaksakan berlakunya, diterima atau tidak oleh warga.Anerkennungstheorie dimana

kaidah mempunyai kelakuan sosiologis jika diterima/diakui oleh mereka untuk siapa

kaedah itu berlaku. Kelakuan “Philosophisch” merupakan kaedah hukum yang

sesuaidengan “Rechtsidee”(menurut versi Radbruch) dalam hidup bersama di mana

kaedah hukum ituberlaku. Kaedah hukum yang sesuai dengan cita-cita hukum,

masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Hukum Paten di Indonesia sepatutnya memenuhi ketiga keberlakuan tersebut

yaitu kelakuan Juridisch dan Sociologisch dan Phylosophisch. Konsekuensi

darikelakuan tersebut yaitu kaidah akan hanya merupakan “dode regel”jika hanya

mempunyai kelakuan jurids dan kaidah tanpa adanya kelakuan philosophis (hanya

memiliki kelakuan Juridisch dan kelakuan Sociologisch) maka kaidah itu menjadi

“dwangmaatregel” sertajika hanya mempunyai kelakuan philosophis saja maka kaedah

itu hanya boleh disebut “Ius Constituendum”atau “Ideal Norm” atau kaedah hukum

yang diharapkan11

. Pengingkaran dalam keberlakuan hukum maka dapat mengakibatkan

Chaos-nya pemberlakuan hukum paten di Indonesia saat ini seharusnya memaksa

bangsa ini untuk membenahi konstruksi hukumnya termasuk hukum paten Indonesia.

Hukum paten Indonesia harus dapat menyesuaikan diri dengan nilai filosofis, sosiologis,

dan yuridis Bangsa Indonesia.

10

Kansil, (1989), Pengantar Ilmu hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, halaman 499 11

Kansil, Op.cit., halaman 500

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

282

Secara teoritis, berlakunya hukum dibedakan menjadi tiga macam hal, yaitu:

1. Berlakunya secara yuridis. Undang-undang mempunyai kekuatan berlakuyuridis

apabila persyaratan formal terbentuknya undang-undang itu telahdipenuhi. Hans

Kelsen berppendapat bahwa kaedah hukum mempunyai kekuatanberlaku apabila

penetapanya didasarkan atas kaedah yang lebih tinggi tingkatanya.

2. Berlakunya secara sosiologis, yang berintikan pada keefektivitas hukum. Disini

artinya adalah efektivitas atau hasil guna kaedah hukum didalam kehidupan bersama.

Maksudnya, berlakunya atau diterimanya kaedah hukum di dalam masyarakat itu

lepas dari kenyataan apakah peraturan itu terbentuk menurut persyaratan formal atau

tidak. Jadi disini berlakunya hukum merupakan kenyataan di dalam masyarakat.

3. Berlakunya secara filosofis, artinya bahwa hukum itu sesuai dengan cita-cita hukum

sebagai nilai positif yang tertinggi.12

Agar hukum dapat berfungsi dengan baik maka harus memenuhi tiga hal tersebut.

Apabila terpenuhi secara yuridis saja maka akan menjadi kaedah yang mati, apabila

dipenuhi secara sosiologis maka hanya akan tampak menjadi aturan-aturan pemaksa dan

apabila berlaku secara filosofis saja maka hukum sebagai suatukaidah yang di cita-

citakan saja. Lebih jelas lagi pengkajian secara filosofis, yuridis, dan sosiologis sebagai

berikut.

Filosofis, yaitu pandangan hidup bangsa Indonesia dalam berbangsa dan

bernegara, yaitu Pancasila. Penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam hukum

mencerminkan suatu keadilan, ketertiban dan kesejahteraan yang diinginkan oleh

masyarakat Indonesia. Hukum Paten Indonesia seyogyanya mencerminkan keadilan

bagi Bangsa Indonesia terutama sebagai pemilik TK dan pemilik keanekaragaman

hayati yang melimpah di bidang obat-obatan. Modal dasar tersebut semestinya dapat

memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Hak paten yang menggunakan TK

dan keanekaragaman hayati Indonesia tidak boleh melupakan kontribusinya baik secara

moral maupun ekonomis kepada Bangsa Indonesia selaku pemilik TK dan

keanekaragaman hayati tersebut.

Sosiologis, yaitu budaya bangsa Indonesia yang tumbuh dan berkembang sesuai

dengan kesadaran hukum masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika yang

berwawasan nusantara. Tumbuhnya kesadaran bagi para pelaku usaha atau inventor

12

Soerjono Soekanto. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : CV. Rajawali Press, hal. 324

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

283

untuk mengembangkan TK yang didukung dengan bahan baku yang melimpah.

Pengembangan dengan melakukan penelitian dan inovasi serta kesadaran untuk

mendaftarkan hasil dari invensinya. Yuridis, yaitu nilai-nilai dasar UUD 1945, yaitu

dijiwai oleh nilai-nilai keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat yang tidak memihak

kepentingan orang-orang saja, melainkan kepentingan orang banyak. Hukum paten

meskipun secara historis bukanlah berasal dari nilai-nilai kemasyarakatan bangsa

Indonesia, namun secara yuridis hukum paten harus sesuai dengan Pancasila dan UUD

NRI Tahun 1945 yang merupakan nilai dasar negara Indonesia.

KESIMPULAN

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di bidang pengetahuantradisional

khususnya obat-obatan tradisional perlu mendapatkan perhatianyang lebih dari

pemerintah bersama-sama masyarakat. Mengingat banyaknyapengetahuan tradisional

yang secara sengaja atau tidak sengaja diadopsi, diambil alih dan dikembangkan oleh

negara maju selanjutnya dipatentan menjadi invention (penemuan) baru bagi para

inventor.

Prosedur pendaftaran paten pengetahuan tradisional dari para inventor di negara

maju tersebut berakibat bagi keuntungan ekonomis yang hanya dinikmati oleh individu

serta negara dimana inventor itu berada. Sebaliknya masyarakat tradisional yang justru

mengembangkannya pertama kali tidak mendapatkan apa-apa.

Perhatian tersebut dapat dimulai dengan menginventarisir kembali seluruh

kekayaan pengetahuan tradisional di bidang obat-obatan yang tersebar di seluruh

nusantara ini dari berbagai daerah yang memiliki ciri khas masing-masing.

Selanjutnya perlu adanya kesepakatan apakah pengetahuan tradisional tersebut

dimasukkan pengaturannya di UU HKI yang sudah ada atau perlu dibuatkan UU khusus

yang secara spesifik mengatur tentang perlindungan HKI sebagai pengetahuan

tradisional khususnya dibidang obat tradisional.

Pendaftaran produk-produk herbal berbasis traditional knowledge dalam kerangka

hukum paten oleh masyarakat Indonesia sendiri bukan orang asing. Masyarakat di

Indonesia pada umumnya dan para pelaku usaha industri herbal pada khususnya, perlu

memiliki kesiapan dalam mengedepankan dan mengembangkan herbal berbasis

traditionalknowledge.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

284

Dibentuknya lembaga non pemerintah dibawah Ristek/ LIPI yang bertugas untuk

mengukur novelty sebagai syarat hak paten. Badan Pengembangan Ekonomi Kreatif

dapat mengintegrasikan program-program pengembangan ekonomi kreatif khususnya

pada industri herbal berbasis TK serta membuka ruang kreatif, lingkungan, fasilitas

yang memadai untuk mendorong pengembangan inovasi produk herbal berbasis TK

demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Antons, Christop (Edt.), (2009), Traditional Knowledge, Traditional Cultural

Expressions and Intellectual Property Law in The Asian – Pacipic

Region,Nedherlands : Kluwer Law International

Asshiddiqie, Jimly, (2011), Perihal Undang-undang, Jakarta: PT. RadjaGrafindo

Persada

Aulia,M. Zulfa,(2006), Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual atas Pengetahuan

Tradisional, Jakarta : FH UI.

Barutu, Christophorus, (2007), Ketentuan Antidumping, Subsidi, dan Tindakan

Pengamanan (Safeguard) Dalam GATT dan WTO, Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti

Bisri, Ilham, (2011), Sistem Hukum Indonesia, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada

Darmodihardjo,Darji dan Sidharta, (2006), Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan

Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia), Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,

Emmy Mustafa, Marni, (2007),Prinsip-Prinsip Beracara Dalam Pencegahan

Hukum Paten Di Indonesia Dikaitkan Dengan TRIPS–WTO, Bandung: Alumni

Erbisch, F.H., and K.M. Maredia, (2004), Intellectual Property Rights in

Agricultural Biotechnology (second edition), USA: CABI Publishing

Gautama, Sudargo, (1992), Masalah-masalah Perdagangan, Perjanjian, Hukum

Perdata Internasional, dan Hak Milik Intelektual, Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti

Hartiko, Hari, dkk.,(1995), Bioteknologi & Keselamatan Hayati (mengantisipasi

Dampak Bioteknologi Modern Terhadap Kehidupan Manusia dan Etika, Jakarta:

Kophalindo.

Hartono, Sri Redjeki, dkk.,(2007), Permasalahan Hukum Investasi di Era Global,

Lampung: UNLAM

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

285

Kansil, (1989), Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka.

Kelsen, Hans, (1961), General Theory of Law and State, New York: Russel & Russel.

Mahmud,Marzuki Peter dalam Mukti Fajar dan Yulianto Achmad,(2007), Penelitian

Hukum. Jakarta: Kencana.

Mikkelsen, Britha.(1999), Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya

Pemberdayaan, Sebuah Bukum Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan, Alih

bahasa Matheos Nalle, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Miles,Mattew B dan A Michael Huberman, (1992), Analisis Data Kualitatif, Jakarta: UI

Press.

Purba,Afrillyana dkk, (2005), TRIPs–WTO & Hukum HKI Indonesia (Kajian

Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia), Jakarta: Rineka

Cipta.

Sardjono,Agus, (2010), Hak Kekayaan Intelektual & Pengetahuan Tradisional,

Bandung: PT. Alumni.

Soekanto, Soerjono (1982),Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Rajawali Press.

Tomi Suryo Utomo, (2010), Hak Kekayaan Intelektual(HKI) di Era Global Sebuah

Kajian Kontemporer, Yogyakarta: Graha Ilmu.