sipendikum karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam keputusan menteri energi dan sumberdaya...

22
SIPENDIKUM 2018 451 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PEMERINTAH YANG TIDAK SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DI KECAMATAN PANGKALAN KABUPATEN KARAWANG Siti Hamimah 1 Email : [email protected] Abstrak Belakangan ini konflik di kawasan Karst semakin menjadi perhatian publik. Konflik paling spektakuler terjadi di kawasan Karst sekitar Kecamatan Pangkalan Kabupaten Karawang yang mendorong masyarakat, mahasiswa dan LSM penggiat alam mempertahankan kawasan lindung geologi karst pangkalan sesuai luas yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan hanya 375,60 hektar. Dalam hal terebuat akademisi di kebupaten karawang melakukan kajian bahwa adanya ketidak sesuaian dari asas umum pemerintah, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintah yang adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan wewenang bagi pejabat pemerintahan dalam mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintah. Bahwa dalam pasal 10, UU no. 30 tahun 2014, diantara asas umum pemerintah adalah kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan wewenang, dan kepentingan umum. Dari hasil kajian tersebut maka banyak aksi penolakan dengan melakukan demo di depan Pemkab Kawarang agar pemerintah bertindak tegas dalam pemberian izin pertambangan ataupun rencana pembangunan pariwisata yang disosialisasikan dengan melakukan cut and field di kawasan karst pangkalan serta memindahkan dan menjual hasil dari cut and field tersebut. Maka dari itu penulis melakukan penelitian dengan metode yuridis normatif merupakan penelitian hukum (normatif). Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian hukum ini yakni meliputi Statute Approach (Pendekatan Perundang-undangan) dan Conceptual Approach (Pendekatan Konsep). yang di tinjau dari Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Kata kunci: Kawasan karst pangkalan, Wewenang Pemerintah, Penataan Ruang 1 Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang

Upload: trankhuong

Post on 28-Apr-2018

229 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

451

RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PEMERINTAH YANG

TIDAK SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007

TENTANG PENATAAN RUANG DI KECAMATAN PANGKALAN

KABUPATEN KARAWANG

Siti Hamimah1

Email : [email protected]

Abstrak

Belakangan ini konflik di kawasan Karst semakin menjadi perhatian publik.

Konflik paling spektakuler terjadi di kawasan Karst sekitar Kecamatan

Pangkalan Kabupaten Karawang yang mendorong masyarakat, mahasiswa

dan LSM penggiat alam mempertahankan kawasan lindung geologi karst

pangkalan sesuai luas yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda)

Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kabupaten karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan

Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606

K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK)

pangkalan hanya 375,60 hektar. Dalam hal terebuat akademisi di kebupaten

karawang melakukan kajian bahwa adanya ketidak sesuaian dari asas

umum pemerintah, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang nomor 30

tahun 2014 tentang administrasi pemerintah yang adalah prinsip yang

digunakan sebagai acuan penggunaan wewenang bagi pejabat

pemerintahan dalam mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam

penyelenggaraan pemerintah. Bahwa dalam pasal 10, UU no. 30 tahun

2014, diantara asas umum pemerintah adalah kemanfaatan,

ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan wewenang, dan

kepentingan umum. Dari hasil kajian tersebut maka banyak aksi penolakan

dengan melakukan demo di depan Pemkab Kawarang agar pemerintah

bertindak tegas dalam pemberian izin pertambangan ataupun rencana

pembangunan pariwisata yang disosialisasikan dengan melakukan cut and

field di kawasan karst pangkalan serta memindahkan dan menjual hasil dari

cut and field tersebut. Maka dari itu penulis melakukan penelitian dengan

metode yuridis normatif merupakan penelitian hukum (normatif).

Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian hukum ini yakni meliputi

Statute Approach (Pendekatan Perundang-undangan) dan Conceptual

Approach (Pendekatan Konsep). yang di tinjau dari Undang-undang nomor

26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Kata kunci: Kawasan karst pangkalan, Wewenang Pemerintah, Penataan

Ruang

1 Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang

Page 2: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

452

Pendahuluan

Indonesia memiliki kawasan karst yang potensi kekayaannya tak dapat

dibandingkan dengan penggalian oleh pertambangan. Kawasan Karst adalah salah satu

kekayaan sumber daya alam rakyat Indonesia yang semestinya dilindungi.

Pemanfaatannya harus benar-benar dapat dinikmati oleh rakyat kebanyakan secara

berkesinambungan. Sayangnya, justru kelemahan paling mendasar dalam upaya negara

untuk memnafaatkan sebesar-besarnya kekayaan sumber-sumber daya alam di sekitar

kawasan Karst bagi kemakmuran dan kesejahteraan sebesar-besarnya rakyat adalah

kurangnya regulasi (misregulasi) bagi perlindungan kawasan ini. Kelemahan regulasi,

baik di bidang hukum dan tatakelola admisitratif dan politik anggaran mengakibatkan

tidak tercapainya kawasan karst sebagai sumber daya alam yang kemanfaatannya

memenuhi amanah UUD Pasal 33, dikuasai negara yang dimanfaatkan sebesar-besarnya

bagi kesejahteraan rakyat.

Selain itu, di dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia, perihal hak hidup juga dijabarkan bahwa hak hidup menyangkut

didalamnya prasarat lingkungan yang sehat dan bersih (“Setiap orang berhak hidup di

lingkungan yang sehat dan bersih"). Hal ini berarti bahwa hak atas hidup mensyaratkan

kualitas lingkungan yang sehat dan bersih. Adanya jaminan lingkungan sehat dan bersih

mengharuskan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. UU No. 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur upaya perencanaan,

proses pemanfaatan, pengendalian dan monitoring yang harusnya dilakukan negara.

Sayangnya, undang-undang ini belum cukup memadai untuk menjamin hak atas

lingkungan hidup yang baik dan sehat khususnya bagi masyarakat sekitar ekosistem

karst. UU ini seharusnya dijabarkan ke dalam peraturan yang lebih teknis terkait

perlindungan kawasan karst. yang meliputi menjabaran aspek perencanaan,

pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, hingga pengawasan.2

Karst adalah suatu wilayah geografis di permukaan bumi yang dicirikan oleh

bentuk-bentuk yang khas, berupa bukit-bukit berbentuk kerucut atau kubah atau bahkan

menara dengan lembah-lembah membulat atau lonjong di antaranya. Ciri morfologi

yang paling spesifik adalah banyaknya gua, baik yang mempunyai bentuk mendatar

ataupun vertikal. Karst Pangkalan, sebagaimana Kawasan Karst Kelas I lainnya,

mempunyai nilai-nilai sos-ek-dik-bud yang tidak dapat dipisah sendiri-sendiri. Kawasan

ini yang tersebar luas di Desa Tamansari diketahui mempunyai banyak gua yang belum

banyak diteliti. Gua-gua yang merupakan gua vertikal dan berupa lubang di permukaan

tanah umumnya merupakan ladang panen sarang walet yang potensial untuk

peningkatan ekonomi masyarakat setempat. Selain itu, kawasan karst ini mempunyai

sedikitnya dua mata air potensial. Pertama adalah Ciburial yang mempunyai debit air

2 Menurut informasi KLHK, saat ini sedang digodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang

Ekosistem Karst. Prosesnya sudah dilakukan beberapa tahun yang lalu. RPP tersebut menjadi salah satu

kunci untuk mengurai benang kusut pengelolaan ekosistem karst. Adanya peraturan teknis untuk

perlindungan KBAK ini menjadi salah satu kewajiban negara untuk melindungi dan memenuhi hak asasi

manusia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dari tindakan pihak ketiga yaitu korporasi.

Page 3: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

453

lebih dari 5 liter/detik. Mata air ini dikelola oleh PDAM untuk didistribusikan di

Kecamatan Pangkalan yang meliputi tiga desa besar, yaitu Ciptasari, Tamansari, dan

Jatilaksana. Mata air lain sekalipun tidak sebesar Ciburial, banyak dijumpai di kaki-kaki

perbukitan karst, misalnya Citaman, yang menjadi pemasok air bersih utama bagi

kampung-kampung di sekitarnya. Banyaknya mata air karst tidak lepas dari kondisi

lingkungan yang masih cukup berhutan di wilayah perbukitan. Tentu saja

keberlangsungan air bersih akan terjaga jika wilayah hutan dipertahankan. Maka

jelaslah bagaimana fungsi antara hutan, lubang-lubang, dan gua-gua di permukaan

tanah, serta gua-gua di dalam batuan menjadi satu sistem hidrologis yang kait-mengait.

Satu unsur terganggu, seluruhnya akan binasa.3

Air adalah sumber kehidupan, tanpa keberadaan air manusia tidak bisa hidup,

apalagi tumbuh dan berkembang dengan baik. Hilangnya hak atas air sama artinya

ancaman bagi hilangnya atas hak hidup warga. Itulah sebabnya, hak atas air oleh PBB

sejak 2010 dicanangkan sebagai bagian dari hak asasi manusia4

Dalam undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 5

ayat (2) berbunyikan penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas

kawasan lindung dan kawasan budi daya. PP nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana tata

ruang wilayah naional kawasan lindung nasional terdapat dalam pasal 51 (e), keunikan

bentang alam pasal 53 ayat (1), cagar alam geologi pasal 52 ayat 5 (a), kawasan resapan

air pasal 52 ayat 1 (c), kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan yang

ada di bawahnya pasal 52 ayat 5 (c), bentang alam karst dan bentang alam goa pasal 60

ayat 2 (c) dan (f).5

Kawasan karst pangkalan merupakan kawasan karst kelas 1 yang dimana

berfungsi sebagai penyimpanan air permanen dalam bentuk akuifer, telaga danau.

Mempunyai goa-goa sungai bawah tanah aktif yang kumpulannya membentuk jaringan

mendatar maupun tegak. Goa-goa tersebut mempunyai speolotem aktif dan atau

peninggalan sejarah. Memiliki kandungan flora dan fauna endemik di dalamnya.6

3 Budi Brahmantyo : Dosen Kelompok Keilmuan Geologi Terapan FITB, Anggota Ikatan Ahli Geologi

Indonesia (IGAI) ; Anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung-Tulisan tentang Karst Pangkalan

dipublikasikan harian Pikiran Rakyat tahun 2013

4 Pada 28 Juli 2010, Sidang Umum PBB mengeluarkan Resolusi No. 64/292 yang secara eksplisit

mengakui hak atas air dan sanitasi adalah hak asasi manusia. Resolusi tersebut menyerukan pada negara

anggota dan lembaga internasional untuk menyediakan sumber daya untuk membantu negara-negara

miskin untuk menyediakan air minum dan sanitasi yang aman, bersih, terakses, dan terjangkau untuk

setiap orang. Air bersih adalah komponen mendasar bagi terpenuhinya norma di dalam Konstitusi

tersebut yaitu hak untuk hidup secara layak dan hak untuk hidup sejahtera. Dengan demikian,

terpenuhinya hak atas air adalah mutlak bagi terpenuhinya hak untuk hidup yang merupakan non

derogable rights. Elemen bagi terpenuhinya hak atas air adalah sebagai berikut: Cukup. Aman.

Diterima.Secara fisik di akses. Terjangkau. Air, dan air fasilitas dan layanan, harus terjangkau bagi semua.

Ketersediaan (availability), Kualitas (quality), Mudah dicapai (accessibility), termasuk di dalamnya (1)

mudah dicapai secara fisik (physical accessibility); (2) mudah dicapai secara ekonomis (affordability) (or

economic accessibility); (3) non-diskriminasi (non-discrimination); dan (4) kemudahan informasi

(information accessibility). 5 A.B Rodhial Falah, Petrasa Wacana, Fredy Chandra, 2015

6 Keputusan menteri ESDM No. 1456 K/20/MEM/2000 tentang pedoman pengelolaan kawasan karst

Page 4: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

454

Pada hakekatnya jika dalam kawasan karst pangkalan di jadikan lokasi

pertambangan ataupun sebuah pariwisata dengan melakukan cut and field (pemerataan

dataran tinggi) maka akan banyaknya dapak lingkungan terjadi di lokasi terebut, baik

dari segi ekosistem, valuasi ekonomi masyarakat yang kebanyakan merupakan petani

maupun sumber cadangan air yang berada pada resapan kawasan karst sebagai daur

hidrologi.

Berdasarkan latar belakang dikemukakan diatas, maka yang menjadi permasalahan

dalam penulisan ini adalah bagaimana hak penguasaan rencana tata ruang wilayah

nasional pemerintah yang tidak sesuai dengan Undang-undang.

Metode Penelitian

Rancangan ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu jenis

pendekatan yang mengkaji atau menganalisis data sekunder seperti bahan pustaka atau

data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian

dibandingkan dan ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang

diteliti.7

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini yakni

meliputi Case Approach (Pendekatan Kasus) dan Statute Approach (Pendekatan

Perundang-undangan) dan Conceptual Approach (Pendekatan Konsep).

Pendekatan Konsep atau Conceptual Approach dilakukan untuk mempelajari

konsep-konsep terkait dengan eksistensi Penataan Ruang Kawasan esensial karst

Pangkalan yang juga menjadi fokus dalam isu hukum terkait tema penelitian.

Pendekatan Perundang-undangan atau Statute Approach ialah pendekatan

dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Dalam penelitian ini pendekatan dilakukan

dengan menelaah peraturan perundang undangan maupun hukum positif yang berlaku di

negara Indonesia khususnya yang berkaitan dengan eksistensi Penataan Ruang Kawasan

esensial karst Pangkalan yang juga menjadi fokus dalam isu hukum terkait tema

penelitian.

Pendekatan Kasus atau Case Approach dilakukan dengan cara kasus-kasus

terkait dengan isu hukum yang sedang diteliti, dan kasus yang akan diteliti ini berupa

kasus mengenai eksistensi Penataan Ruang Kawasan esensial karst Pangkalan sesuai

Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, yang juga menjadi

fokus dalam isu hukum terkait tema penelitian.

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer

yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, terdiri dari

perundang-undangan, risalah pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan

hakim.8 Bahan hukum primer dalam karya tulis ini meliputi: 1) Undang-undang Nomor

7 Johnny Ibrahim, (2007), Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia

Publishing, Hlm. 57 7Ibid, hlm 141.

Page 5: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

455

26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang ; 2) PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional; 3) Peraturan Menteri ESDM No 17 Tahun 2012 tentang

Penetapan Bentang Alam Karst 4) Keputusan Menteri ESDM Nomor 3606

K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Pangkalan 5)

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Adminitrasi Pemerintah.

Bahan hukum sekunder, yaitu buku teks karena buku teks berisi prinsip-prinsip

dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai

kualifikasi tinggi.9 Literatur-literatur yang terkait permasalahan inilah yang masuk

kualifikasi bahan hukum sekunder yang terkait permasalahan yang dikaji, antara lain: 1)

Buku-buku hasil penelitian dan makalah; 2) Pendapat dan doktrin para sarjana; 3)

Literatur yang terkait yang diperoleh dari Perpustakaan Universitas Singaperbangsa

Karawang; 4) Artikel Internet

Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan

hukum primer dan sekunder terutama mengenai istilah-istilah, yang terdiri dari :1)

Kamus Hukum; 2) Kamus Besar Bahasa Indonesia; 3) Kamus Terjemahan Inggris-

Indonesia.

Hasil dan Pembahasan

Karst adalah istilah dalam bahasa Jerman yang diambil dari istilah Slovenian

kuno yang berarti topografi hasil pelarutan (solution topography) (Blomm,1979).

Menurut Jenning (1971, dalam Blomm 197), topografi karst didefinisikan sebagai lahan

dengan relief dan pola penyaluran yang aneh, berkembang pada batuan yang mudah

larut (memiliki derajat kelarutan yang tinggi) pada air alam dan dijumpai pada semua

tempat pada lahan tersebut. Flint dan Skinner (1977) mendefinisikan topography karst

sebagai daerah yang berbatuan yang mudah larut dengan surupan (sink) dan gua yang

berkombinasi membentukk topografi yang aneh (peculiar topography) dan dicirikan

oleh adanya lembah kecil, penyaluran tidak teratur, aliran sungai secara tiba-tiba masuk

kedalam tanah meninggalkan lembah kering dan muncul sebagai mata air yang besar.

Berdasarkan kedua definisi diatas maka dapat ditetapkan suatu pengertian

tentang topografi karst yaitu: “Suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan

litologi berupa batuan yang mudah larut, menunjukkan relief yang khas, penyaluran

yang tidak teratur, aliran sungainya secara tiba-tiba masuk kedalam tanah dan

meninggalkan lembah kering untuk kemudian keluar ditempat lain sebagai mata air

yang besar”10

Seiring perkembangan karst di tanah air dan dunia, maka terbitlah peraturan

tentang pengelolaan karst di Indonesia. Peraturan yang pertama adalah Surat Keputusan

Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1518 K/20/MPE/1999 tanggal 29 September

1999, yang selanjutnya disempurnakan dalam Surat Keputusan Menteri Energi dan

8Ibid, hlm 142.

10 http://documents.tips/documents/dasar-teori-bentang-alam-karst.html diakses pada tanggal 16

Februari 2018 pukul 17.56 WIB

Page 6: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

456

Sumber Daya Mineral Nomor 1456 K/20/MEM/2000 tanggal 3 November 2000 tentang

Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst (Kepmen ESDM 1456/2000).

Kepmen tersebut membagi kawasan karst ke dalam tiga kelas. Kelas 1 adalah

kawasan karst yang singkatnya mempunyai sumber air bersih (sungai bawah tanah), gua

aktif, dsb., sehingga menjadi kawasan lindung. Kelas 2 adalah karst yang mempunyai

gua-gua tetapi tidak aktif dan tidak mempunyai sumber air, sehingga boleh dieksploitasi

atau tambang asal melalui kajian Amdal. Adapun Kelas 3 adalah kawasan karst yang

boleh ditambang karena tidak mempunyai kriteria seperti karst Kelas 1 dan Kelas 2.

Sejalan dengan berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang (selanjutnya UU 26/2007).11

Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606

K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Kars (KBAK) Pangkalan,

tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk mengeluarkan perijinan dan atau kebijakan

apapun, selain kegiatan yang diperbolehkan dalam kawasan kars. Sebab terindikasi

kuat cacat hukum. Apalagi belum terakomodir dalam Perda Tata Ruang, baik Provinsi

maupun Kabupaten.

Kegiatan apapun yang akan dilaksanakan pada Bentang Alam Kars Pangkalan,

harus mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat Nomor 22 tahun

2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat tahun 2009 – 2029 dan

Perda Kabupaten Karawang Nomor 2 tahun 2013 tentang Rencana tata Ruang Wilayah

Kabupaten Karawang Tahun 2011 – 2031.

Hak Penguasaan dalam PP nomor 8 Tahun 1953 tentang Hak penguasaan Tanah-

tanah Negara

Hak penguasaan yang di atur dalam PP nomor 8 tahun 1953, ditindak lanjuti

oleh surat keputusan menteri Agraria Nomor SK VI/5/KA tanggal 20 Januari 1962,

yang menyebutkan12

:

Menetapkan sebagai hak-hak yang di samping hak milik, hak guna usaha

dan guna bangunan harus di daftarkan menurut ketentuan-ketentuan PP

nomor 10 tahun 1961 (LN tahun 1961 nomor 28). (1) hak penguasaan

(Beheer) oleh suatu departemen, jawatan atau daerah swatantra atas

tanah yang dikuasai langsung oleh negara, berdasarkan PP nomor 8

tahun 1953 (LN tahun 1953 nomor 14) atau peraturan perundang-

undangan lainnya sebelum berlakunya PP tersebut. (2) Hak pakai yang

jangka waktunya lebih dari 5 tahun, dengan pengertian, behwa jika

jangka waktunya tidak di tentukan, maka dianggap sebagai lebih dari 5

tahun.

11

http://prokum.esdm.go.id/permen/2012/Permen%20ESDM%2017%202012.PDF diakses pada tanggal 16 Februari 2018 pukul 17.58 WIB 12 A.P. Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, Mandar Maju, Bandung, 1994, halaman 7

Page 7: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

457

Sejalan dengan ulasan di atas Menteri Agraria melalui Kepala Biro Perencanaan

dan Perundang-undangan, yang ditunjukan kepada Kepala Inspeksi Agraria Jawa Barat

tanggal 1 Maret 1962 nomor Ka.3/1/1 menyatakan bahwa:

1. Mengenai tanah-tanah yang sebelum berlakunya UUPA dipunyai oleh

kotapraja/kabupaten-kabupaten dengan hak Eigendom: (a) kalau hak

eigendom itu terkena oleh Undang-undang penghapusan tanah-tanah

partikelir, maka tanah yang bersangkutan akan diberikan dengan surat

keputusan Menteri Agraria dengan hak penguasaan (Beheer) kepada

kotapraja yang dahulu mempunyai hal eigendom tersebut; (b) jika mengenai

tanah-tanah eigendom yang kecil-kecil yang tidak terkena oleh undang-

undang tentang penghapusan tanah-tanah partikelir, maka sebagaimana

diketahui berdasarkan ketentuan-ketentuan konversi UUPA, hak eigendom

itu telah di konversi menjadi Hak Guna Bangunan. Oleh karena tanah-tanah

yang demikian itu umumnya sudah di bebani pula dengan hak erpacht atau

osptaal, maka seyogyanya di ubah menjadi hak penguasaan yang

penegasannya di selenggarakan dengan Keputusan Menteri Agraria

(ketentuan Konversi UUPA pasal 1 ayat (5)).

2. Mengenai tanah-tanah yang dikuasai oleh daerah, yang belum ada sesuatu

haknya, yang berasal dari pembebasan hak rakyat, maka tanah itupun akan

diberikan kepada daerah yang bersangkutan dengan hak penguasaan.

Berkaitan dengan pengaturan hak penguasaan tanah-tanah negara yang

dilakukan oleh kotapraja/kabupaten, maka pemerintah mengeluarkan peraturan Menteri

Agraria Nomer 9 tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas

Tanah Negara dan ketentuan-ketentuan kebijaksanaan selanjutnya. Dalam pasal 1

Kepmen Agraria pada prinsipnya dinyatakan bahwa:

Hak penguasaan (vide PP nomor 8 tahun 1953) yang dipergunakan untuk

keperluan sendiri dari departemen-departemen, direktorat-direktorat dan

daerah swantantra di konversi menjadi hak pakai. Pada prinsipnya selain

untuk instansi sendiri, tanah tersebut juga dimaksudkan untuk dapat

diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan

itu dikonversi menjadi hak pengelolaan dan berlangsung selama tanah

tersebut dipergunakan untuk keperluan instansi yang bersangkutan.

Dengan berpatokan pada ketentuan yang termuat dalam PP nomor 9 tahun 1965

di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa pertama kali istilah hak pengelolaan tersebut

pergunakan oleh PP nomor 9 tahun 1965 tersebut. Dalam pasal 6 PP nomor 9 tahun

1965 dinyatakan hak pengelolaan memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk:

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya

c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga

dengan hak pakai berjangka waktu 6 tahun

Page 8: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

458

d. Menerima uang pemasukan/ganti kerugian dan/atau uang wajib tahunan.

Peraturan nomor 9 tahun 1969, pemberian bidang usaha yang terdapat dalam

peraturan Menteri Agraria mempergunakan hak pengelolaan diatur dalam pasal 2 ayat

(1) dinyatakan bahwa:

Dengan mengingat bidang usaha, keperluan dan persyaratannya yang

ditentukan dalam peraturan perundangan yang bersangkutan, kepada

perusahaan dapat diberikan sesuatu hak atas tanah negara sebagai berikut:

(a) jika perusahaannya berbentuk badan hukum:Hak Pengelolaan, Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai; (b) jika perusahaannya

merupakan usaha perorangan dan pengusaha berkewarganegaraan

Indonesia: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak

Pakai.

Sementara itu, Subjek yang dapat diberikan hak pengelolaan adalah lembaga-

lembaga pemerintah baik yang berada di pusat, yaitu kantor-kantor departemen dan

pemerintah daerah Khusus Ibu Kota, dan di daerah baik Provinsi maupun

Kabupaten/Kota termaksud di dalamnya kantor-kantor yang terdapat di daerah tersebut

serta Otorita Batam dan Perum Pelabuhan. Berkaitan dengan pemberian hak atas tanah

untuk hak pengelolaan, maka pemberian penggunaan tersebut harus memenuhi

persyaratan tertentu. Peryaratan untuk pemberian hak pengelolaan yang berasal dari hak

pakai, tetap mengacu kepada ketentuan dalam UUPA.13

Proses Penetapan Bentang Alam Kars 1. Proses Penetapan KBAK

Proses penetapan KBAK diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 17

tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Kars (KBAK). Dalam Permen

ESDM No. 17 tahun 2012 tersebut, bahwa penetapan KBAK didahului dengan

kegiatan penyelidikan yang dilakukan pada kawasan batu gamping berdasarkan

ketetapan oleh Kepala Badan, Bupati, atau gubernur sesuai kewenangannya. Artinya,

jika kawasan tersebut hanya ada di satu wilayah kabupaten, maka Bupati yang

menetapkan kawasan batu gamping tersebut untuk dilakukan penyelidikan. Setelah

dilakukan penyelidikan, lalu Kepala Badan, Bupati, atau Gubernur, sesuai

kewenangannya menyampaikan usulan penetapan kawasan bentang alam kars kepada

menteri berdasarkan laporan hasil penyelidikan.

Setalah usulan yang disampaikan itu masuk ke kementrian ESDM, kemudian

Kepala Badan melakukan evaluasi atas usulan penetapan bentang alam kars yang

diajukan oleh bupati atau gubernur tersebut.

Setelah evaluasi selesai dilakukan oleh Kepala Badan dan disampaikan kembali

kepada pihak kementrian ESDM, selanjutnya Menteri menetapkan kawasan bentang

alam kars berdasarkan usulan Bupati atau gubernur hasil evaluasi Kepala Badan

13

Ibid., halaman 30

Page 9: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

459

tersebut. Kemudian, bagaimana jika ternyata keputusan menteri tentang KBAK

tersebut wilayah yang ditetapkannya lebih kecil dari yang ditetapkan oleh gubernur

atau bupati.

Dalam Ketentuan Peralihan Permen 17 tahun 2012 menyebutkan, kawasan

perbukitan Batu Gamping yang telah diklasifikasikan dan/atau ditetapkan oleh

Gubernur atau Bupati/Walikota sebagai kawasan kars Kelas I tetap berlaku dan wajib

disesuaikan menjadi Kawasan Bentang Alam Kars sesuai dengan Peraturan Menteri ini.

Artinya, kawasan lindung geologi kars yang dilarang untuk dilakukan kegiatan selain

yang diperbolehkan dalam Perda RTRW, adalah kawasan yang ditetapkan dalam Perda

RTRW Kabupaten Karawang.14

Kronologis Penetapan KBAK Karawang 15

a. Bahwa tanggal 20 Juni 2012, Menteri ESDM menandatangani Permen

ESDM nomor 17 tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam

Kars;

b. Bahwa pada tanggal 15 Pebruari 2013, ditetapkan Perda Karawang No.

Perda No. 2 tahun 2013 tentang RTRW Kab. Karawang Tahun 2011 – 2031

yang menetapkan bahwa kawasan gelologi kars pangkalan seluas 1.012,9 Ha

dinyatakan sebagai kawasan lindung geologi.

c. Bahwa dalam Lampiran Perda No. 2 tahun 2013 tentang RTRW Kab.

Karawang, matrik indikasi program yang tercantum dalam Perda RTRW,

halaman 219 – 220 dituliskan bahwa kajian kars dilakukan oleh Badan

Perencanaan Daerah pada tahun 2013, sementara untuk pembatasan dan

pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan geologi kars dilakukan oleh

Bapeda, Dinas Cipta Karya, dan Badan Perlindungan Lingkungan Hidup

mulai tahun 2013.

d. Bahwa tanggal 28 Nopember 2014, dilaksanakan rapat tertutup yang dihadiri

oleh dinas tekhis, Bidang ESDM Provinsi Jawa Barat, dan unsur Muspida

Karawang. Rapat ini membahas peta lokasi KBAK yang akan diajukan ke

pihak Kementrian untuk ditetapkan sebagai KBAK. Hanafi sebagai

Kadisperindagtamben menjelaskan bahwa dia sudah melakukan pemetaan

KBAK dan akan mengajukan floating wilayah seluas 2.087 hektar.

Sementara untuk Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), diajukan 353 hektar.

Jika mengacu ke Permen ESDM nomor 17 tahun 2012, artinya penyelidikan

terhadap kawasan kars sudah dilakukan dan sedang dipersiapkan untuk

diajukan ke pihak kementrian ESDM yang selanjutnya akan dilakukan

evaluasi oleh pihak Badan Geologi.

e. Bahwa pada tanggal 2 Maret 2015, dalam laman

http://www.aktual.com/lindungikawasan-kars-karawang-sk-menteri-esdm

14

Peraturan Menteri ESDM No. 17 Tahun 2012 15

Kajian hukum atas Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606

K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Kars (KBAK) Pangkalan pada 26 Desember

2016 oleh Asep Toha Direktur Poslogis

Page 10: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

460

ditunggu/Maret 2, 2015 23:38, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan

Pertambangan dan Energi, Hanafi, mengatakan awalnya kawasan bentang

alam kars memiliki luas 3.100 hektare. Setelah Pemkab Karawang

melakukan pemetaan kembali, luasnya menyusut tinggal 2.800 hektare.

Sebanyak 300 hektare rusak akibat penambangan ilegal. Untuk mencegah

semakin meluasnya kerusakan, kawasan kars itu akan disurvei pemerintah

pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),

sebagai salah satu tahapan menjelang diterbitkannya SK Menteri ESDM

tentang Kawasan Bentang Alam Kars Pangkalan. Setelah tahapan yang

sudah dimulai dalam setahun terakhir, kini pihaknya menunggu terbitnya SK

Menteri ESDM. Kajian-kajian mengenai Kawasan Bentang Alam Kars di

Pangkalan atau sekitar Karawang selatan, juga sudah dilakukan. Mengacu ke

Permen ESDM no. 17 tahun 2012, artinya antara Bulan Januari sampai

Maret 2015, terjadi penyerahan Surat dari Bupati Karawang cq

Disperindagtamben kepada pihak kementrian ESDM yang selanjutnya

tinggal Badan Geologi melakukan evaluasi atas surat pengajuan tersebut.

Namun ada sedikit catatan mencurigakan dalam pernyataan Kadistamben

tersebut, yang menyebutkan bahwa adanya penyusutan seluas 300 ha akibat

pertambangan. Dari 3.100 ha menjadi 2.800 ha. Apakah yang pengurangan

luas KBAK sebagaimana tertuang dalam Kepmen ESDM No. 3606

tahun 2015 karena adanya pengurangan tersebut?

f. Bahwa pada tanggal 18 Maret 2015, Badan Geologi Provinsi Jawa Barat

mendatangi Pemda Karawang untuk melakukan pembahasan terkait bentang

alam kars di Kabupaten Karawang. Pertemuan yang dilaksanakan di Ruang

Rapat Bupati tersebut dipimpin oleh Asda II, Ramon Wibawa Laksana.

Sementara pihak Geologi diwakili Andriani. Pihak Geologi menyampaikan

bahwa Kars Pangkalan sebagaimana Kawasan Kars Kelas I lainnya,

mempunyai nilai-nilai sosial, ekonomi, pendidikan dan budaya yang tidak

dapat dipisah sendiri-sendiri. Kawasan ini yang tersebar luas di Desa

Tamansari, diketahui mempunyai banyak gua yang belum banyak diteliti.

Gua-gua yang merupakan gua vertikal dan berupa lubang di permukaan

tanah umumnya merupakan ladang panen sarang walet yang potensial untuk

peningkatan ekonomi masyarakat setempat. Namun pada saat ini menurut

penelitian kondisi Bentang Alam Kars Karawang sangat memperihatinkan

karena adanya penambangan liar yang ada di Kawasan Kars yang telah

merusaknya. Rapat ini, jika menilik Permen ESDM No. 17 tahun 2015,

artinya rapat evaluasi Badan Geologi Jawa Barat, atas pengajuan KBAK dari

Kabupaten Karawang ke pihak Kementrian ESDM.

g. Bahawa pada tanggal 21 Agustus 2015, Sudirman Said sebagai Menteri

Energi dan Sumber Dan Sumber Daya Mineral menandatangani Surat

Keputusan Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang penetapan Kawasan

bentang Alam Kars Pangkalan.

Page 11: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

461

Dalam Kempen ini, luas KBAK Pangkalan hanya 375,60 hektar saja. Atau

berkurang 63% dari luas yang ditetapkan oleh Perda RTRW Karawang yaitu

seluas 1012,9 hektar.

NO TANGGAL KEJADIAN

1 20 Juni 2012 Menteri ESDM menandatangani Permen ESDM

nomor 17 tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan

Bentang Alam Kars.

2 15 Pebruari 2013 ditetapkan Perda Karawang No. Perda No. 2 tahun

2013 tentang RTRW Kab. Karawang Tahun 2011 –

2031.

3 28 Nopember 2014 Rapat tertutup yang dihadiri oleh dinas tekhis,

Bidang ESDM Provinsi Jawa Barat, dan unsur

Muspida Karawang membahas pengajuan KBAK

Pangkalan.

4 18 Maret 2015 Badan Geologi Provinsi Jawa Barat mendatangi

Pemda Karawang untuk melakukan pembahasan

terkait bentang alam kars di Kabupaten Karawang.

(Evaluasi pengajuan KBAK Pangkalan)

5 21 Agustus 2015 Menteri ESDM, Sudirman Said, menandatangani

SK No. 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan

Kawasan Bentang Alam Kars Pangkalan.

Kejanggalan Proses

Jika memperhatikan kronologis keluarnya SK Menteri ESDM No. 3606

K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Kars Pangkalan dan

disandingkan dengan Permen ESDM nomor 17 tahun 2012, ada kejanggalan dan

terindikasi kuat ada kecacatan prosedur yang mengarah kepada kecacatan hukum atas

SK Menteri ESDM No. No. 3606 K/40/MEM/2015, yaitu :

a. Dalam Permen ESDM Nomor 12 tahun 2012 menyebutkan :

1) Pasal 6 ayat 1, kegiatan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

5 huruf a, dilakukan berdasarkan pada sebaran batu gamping yang

ditetapkan oleh Kepala Badan. Bahwa Kepala Badan, telah menetapkan

sebaran batu gamping di Kabupaten Karawang, sebagaimana tercantum

dalam Perda No. 2 tahun 2013 tentang RTRW Kabupaten Karawang

yaitu seluas 1012,9 hektar.

Page 12: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

462

2) Pasal 6 ayat 3 menyebutkan, Kegiatan penyelidikan sebagaimana

dimaksud ayat (2) dapat dilakukan oleh Kepala Badan, gubernur, atau

Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Jika melihat wilayah

yang dilakukan penyelidikan yang hanya ada di Wilayah Kabupaten

Karawang, berarti Bupati yang dapat melakukan penyelidikan tersebut.

Kata dapat dalam klausul ini, memang mengandung ketidakpastian,

artinya tidak tegas harus dilakukan oleh Kepala Badan, gubernur, atau

Bupati/Walikota. Namun, mencermati kronologis di atas, yang

menyatakan bahwa Disperindagtamben melakukan pembahasan usulan

KBAK Pangkalan, artinya Disperindagtamben telah mendapatkan tugas

dari Bupati untuk melakukan kajian dan lainnya terkait ditetapkannya

KBAK oleh menteri ESDM.

3) Bahwa apa yang dilakukan oleh Disperindagtamben telah sesuai dengan

Pasal 7 ayat 2 yang menyebutkan, Bupati/Walikota sesuai dengan

kewenangannya menugaskan dinas tekhnis kabupaten/kota yang

membidangi geologi untuk melakukan kegiatan penyelidikan. Namun,

apakah Bupati membuat Surat Tugas Khusus kepada

Disperindagtamben dalam melaksanakan penyelidikan tersebut?

4) Bahwa berdasarkan Pasal 10 ayat 3, Bupati/Walikota sesuai dengan

kewenangannya menyampaikan usulan penetapan Kawasan Bentang

Alam Kars kepada Menteri c.q Kepala Badan berdasarkan laporan

kegiatan penyelidikan dan peta Kawasan Bentang Alam Kars dengan

tembusan kepada gubernur terkait. Jika memperhatikan Pasal 10 ayat 3

ini, artinya Bupati lah yang menyampaikan surat usulan ke Menteri

ESDM melalui Kepala Badan atas hasil penyelidikan yang dilakukan

oleh Disperindagtamben dan Kepala Badan menyampaikan kepada

Menteri untuk ditetapkan sebagai kawasan KBAK, sebagaimana isi Pasal

10 ayat 1, yaitu Kepala Badan sesuai dengan kewenangannya

menyampaikan usulan penetapan Kawasan Bentang Alam Kars kepada

Menteri berdasarkan laporan kegiatan penyelidikan dan peta Kawasan

Bentang Alam Kars. Namun, sampai saat ini Bupati Karawang mengaku

tidak pernah mengirim surat usulan kepada Menteri ESDM melalui

Kepala Badan Geologi Jawa Barat untuk dikeluarkannya Kepmen ESDM

tentang KBAK Pangkalan. Pertanyaan besarnya adalah, apakah ada

surat palsu Bupati Karawang yang isinya adalah usulan penetapan KBAK

yang disampaikan ke Menteri ESDM melalui Badan Geologi Provinsi

Jawa Barat?

Atau Bupati Karawang memang mengelak membuat surat usulan

tersebut sebab adanya desakan publik terkait penutupan pertambangan?

5) Pasal 11 ayat 1, Menteri menetapkan Kawasan bentang Alam Kars yang

diusulkan oleh Kepala Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat

1. Pasal ini jelas menyebutkan bahwa KBAK tersebut ditetapkannya

Page 13: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

463

berdasarkan usulan Kepala Badan, dan kepala badan berdasarkan surat

dari Bupati.

6) Memang jika memperhatikan proses sebagaimana disebutkan dalam

kronologis di atas, tidak adanya peran Bupati dalam proses penetapan

KBAK oleh Menteri ESDM, apalagi sampai saat ini Bupati Karawang

tidak mengakui bahwa dia telah mengirimkan surat kepada Menteri

ESDM melalui Badan Geologi Provinsi Jawa Barat. Maka dengan tidak

adanya surat Bupati Karawang tersebut, ada kecacatan proses dan atau

prosedur dalam penerbitan Surat Keputusan Menteri ESDM No. 3606

K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Kars

Pangkalan.

7) Bahwa dalam Surat Keputusan Menteri ESDM No. 3606

K/40/MEM/2015, potensi geologi yang dicantumkan hanya Gua lele,

Gua Citamiyang, Gua Cinyurup. Sementara mata air hanya tercantum

Mata Air Citaman, Mata Air Ciburial, dan Mata Air Cijalengka. Padahal

di Wilayah Kars terdapat 17 gua dengan potensi sarang walet, yaitu

Luweng Pangambuh, Cibunut, Cimiring, Sempit, Surat Keputusan

Menteri ESDM No. 3606 K/40/MEM/2015Keman, Cisumur, Sitela,

Gede, Sipeleng, Cileuwi, Haji, Situmeja, Silonong, Cibenda, Ja`in,

Cikandil, dan Cimandor. Ada empat gua sebagai sarang lalay, yaitu di

Luweng Bahu, Sikondang, Gua Lumpang, dan Masigit. Ada empat gua

tempat masukan air dan sungai bawah tanah, yaitu di Luweng Gede,

Cibadak, Baucinyusup, dan Sitamyang. Sebuah gua dikeramatkan oleh

penduduk setempat yaitu di gua berbentuk ceruk Song Paseban.

Keputusan Menteri ESDM No. 3606 K/40/MEM/2015 tidak tercapainya Prinsip

Hukum The Rule of Law 16

1. Bahwa asas umum pemerintahan, sebagaimana tertuang dalam Undang

undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah

prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat

Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam

penyelenggaraan pemerintahan.

2. Bahwa dalam Pasal 10, UU 30 tahun 2014, diantara asas umum pemeritahan

adalah kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak

menyalahgunakan wewenang, dan kepentingan umum.

16

The Oxford English Dictonary has Defined “rule of law” this way: the authority and influence of law

society,esp. When viewed as a constraint on individual and institutional behaviour; (hence) the principle

whereby all members of a society (including those in goverment) are considered equally subject to

publicly disclosed legal codes and processes. See “Civil affairs and rule of law”, Dudley Knox Library,

Naval Postgraduate School (Accessed October 18, 2013) (quoting the OED). The phrase “rule of law”

is also sometimes used in other senses. See Garner, Bryan A (Editor in Chief). Black’s Law Dictionary,

9th Edition, p. 1448. (Thomson Reuters, 2009). ISBN 978-0-314-26578-4. The lead definition given by

Black’s is this: “A substantive legal principle”, and the second definition is the “supremacy of regular as

opposed to arbitrary power”. Black’s provides a total of five definitions of “rule of law”.

Page 14: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

464

3. Bahwa yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah manfaat yang

harus diperhatikan secara seimbang antara kepentingan individu yang satu

dengan kepentingan individu yang lain, kepentingan kelompok masyarakat

yang satu dan kepentingan kelompok masyarakat yang lain, kepentingan

pemerintah dengan Warga Masyarakat, kepentingan generasi yang sekarang

dan kepentingan generasi mendatang, dan kepentingan manusia dan

ekosistemnya. SK Menteri ESDM No. 3606 K/40/MEM/2015, sama sekali

tidak mencerminkan asas manfaat, terutama asas manfaat untuk

kepentingan generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang,

dan manfaat untuk kepentingan manusia dan ekosistemnya. Sebab dengan

adanya pengurangan luas wilayah yang mengerucut sampai 63% dari yang

ditetapkan oleh Perda RTRW Karawang, menjadikan ganyak Wilayah

Lindung Geologi Kars Pangkalan jelas akan merugikan generasi mendatang

dan merusak ekosistem wilayah yang tidak terakomodir dalam surat

keputusan tersebut;

4. Bahwa maksud dari “asas ketidakberpihakan” adalah asas yang mewajibkan

Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau

melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan mempertimbangkan

kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif. SK

Menteri ESDM No. 3606 K/40/MEM/2015 sangat tercermin

keberpihakan pada salah satu kelompok tertentu, yaitu perusahaan

pertambangan. Hal ini terlihat dari wilayah yang tidak dimasukan dalam

SK tersebut, ternyata adalah wilayah yang sedang diajukan perizinannya

oleh salah satu perusahaan pertambangan batu gamping untuk bahan baku

semen.

5. Bahwa maksud “asas kecermatan” adalah asas yang mengandung arti bahwa

suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan

dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau

pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau

Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum

Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan.

Menteri ESDM dalam mengeluarkan SK Menteri ESDM No. 3606

K/40/MEM/2015 tidak berdasarkan informasi dan dokumen yang

lengkap, hal ini terlihat dari banyaknya potensi geologi yang tidak

tercantum dalam keputusan tersebut. Padahal, informasi dan dokumen

tentang potensi di Wilayah Pangkalan sudah sangat banyak bahkan tertuang

dalam berbagai peraturan, seperti Perda RTRW Provinsi Jawa Barat, dan

Perda RTRW Kabupaten Karawang.

6. Bahwa maksud “asas tidak menyalahgunakan kewenangan” adalah asas

yang mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak

menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan

yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut,

Page 15: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

465

tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak

mencampuradukkan kewenangan. Bahwa Menteri ESDM dalam

mengeluarkan SK Menteri ESDM No. 3606 K/40/MEM/2015 terindikasi

kuat telah menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya. Sebab, SK

tersebut dimanfaatkan oleh salah satu kelompok usaha dalam memproses

berbagai perijinan pertambangannya. Bahwa SK tersebut dinyatakan bahwa

wilayah seluas 375,6 hektar sebagai legalitas wilayah yang tidak boleh

dilakukan penambangan. Padahal, terdapat 1012,9 hektar wilayah yang

tidak boleh ditambang, sesuai dengan Perda RTRW Kabupaten Karawang

sebab termasuk kawasan lindung geologi.

7. Bahwa maksud “asas kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan

kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif,

akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif. Bahwa Menteri ESDM

dalam mengeluarkan SK Menteri ESDM No. 3606 K/40/MEM/2015 jelas

jelas tidak aspiratif, sebab sama sekali tidak mengindahkan aspirasi

masyarakat Karawang yang menginginkan bahwa Wilayah Pangkalan

seluas 1012,9 hektar adalah kawasan lindung geologi. Tidak akomodatif,

sebab dalam SK tersebut sama sekali tidak mencantumkan atau

mengakomodasi keinginan mayoritas masyarakat Karawang dalam

pelestarian ekosistem di Kawasan Kars Pangkalan. Tidak selektif, bahwa

berdasarkan informasi yang dihimpun dalam rapat tertutup pada 28

Nopember 2014 yang dihadiri oleh dinas tekhis, Bidang ESDM, dan unsur

Muspida Karawang yang membahas peta lokasi KBAK terlontar kalimat

dari pihak ESDM bahwa wilayah yang sudah rusak tidak akan lagi

dimasukan dalam KBAK Pangkalan. Ini jelas sangat tidak selektif, justru

yang sudah rusak, seharusnya dilakukan rehabilitasi lingkungan hidup,

bukan justru dihilangkan dari wilayah yang harus dilindungi. Terkesan

diskriminatif, yaitu keputusan yang tidak adil terhadap individu atau

kelompok tertentu yaitu masyarakat Karawang yang sangat dirugikan

dengan keluarnya SK tersebut dan menguntungkan kelompok tertentu,

yaitu pengusaha pertambangan yang wilayah tidak lagi dimasukan dalam

KBAK dalam SK tersebut.

8. Bahwa menurut Pasal 55, setiap Keputusan harus diberi alasan

pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis yang menjadi dasar

penetapan Keputusan. Sementara dalam SK Menteri ESDM No. 3606

K/40/MEM/2015 sama sekali tidak mencantumkan pertimbangan

sosiologis dan filosofis. Hanya mencantumkan pertimbangann yuridis, yaitu

Permen ESDM Nomor 17 tahun 2012. Bahkan, justru terdapat kecacatan

prosedur jika didasarkan pada Permen ESDM Nomor 17 tahun 2012, yaitu

tidak adanya surat pengajuan yang ditandatangani oleh Bupati Karawang.

Page 16: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

466

9. Bahwa SK Menteri ESDM No. 3606 K/40/MEM/2015, sama sekali tidak

mempertimbangkan Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 Tentang

RTRWN. Dalam Peraturan itu disebutkan :

a. Pasal 52 point 5 menyebutkan, Kawasan lindung geologi terdiri atas

kawasan cagar alam geologi, Kawasan rawan bencana alam geologi, dan

kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.

b. Pasal 53, Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 52 ayat 5 huruf a, terdiri atas Kawasan keunikan batuan dan fosil,

kawasan keunikan bentang alam, dan Kawasan keunikan proses geologi.

c. Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 52 ayat 5 huruf b, terdiri atas kawasan rawan letusan gunung

berapi; kawasan rawan gempa bumi; kawasan rawan gerakan tanah;

kawasan yang terletak di zona patahan aktif; kawasan rawan tsunami;

kawasan rawan abrasi; dan kawasan rawan bahaya gas beracun.

d. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat 5 huruf c terdiri atas

kawasan imbuhan air tanah dan sempadan mata air.

e. Pasal 60, Kawasan keunikan batuan dan fosil sebagaimana dimaksud

dalam pasal 53 ayat 1 huruf a ditetapkan dengan kriteria, memiliki

keragaman batuan dan dapat berfungsi sebagai laboratorium alam,

memiliki batuan yang mengandung jejak atau sisa kehidupan di masa

lampau (fosil), memiliki nilai paleo-antropologi dan arkeologi, memiliki

tipe geologi unik atau memiliki satu-satunya batuan dan/atau jejak

struktur geologi masa lalu.

f. Kawasan keunikan bentang alam sebagaimana dimaksud dalam pasal 53

ayat 1 huruf b ditetapkan dengan kriteria, memiliki bentang alam gumuk

pasir pantai, memiliki bentang alam berupa kawah, kaldera, maar, leher

vulkanik, dan gumuk vulkanik; memiliki bentang alam goa; memiliki

bentang alam ngarai/lembah; memiliki bentang alam kubah; atau

memiliki bentang alam kars.

g. Kawasan keunikan proses geologi sebagaimana dimaksud dalam pasal

53 ayat 1 huruf c, ditetapkan dengan kriteria : kawasan poton atau

lumpur vulkanik; kawasan dengan kemunculan sumber api alami, atau

kawasan dengan kemunculan solfatara, fumarola, dan/atau geyser.

Memperhatikan isi PP No.26 Tahun 2008 di atas, SK Menteri ESDM No. 3606

tahun 2015 tersebut tidak mencantumkan secara utuh atas potensi kars di

Wilayah Pangkalan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian dari pembahasan penelitian ini, disimpulkan, SK

Menteri ESDM No. 3606 K/40/MEM/2015 tentang KBAK Pangkalan dapat

disimpulkan sebagai berikut :

Page 17: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

467

1. Terdapat kecacatan prosedur dalam proses keluarnya Keputusan Menteri

ESDM No. 3606 K/40/MEM/2015 tersebut, sehingga mengarah kepada

tidak tercapainya Prinsip Hukum The Rule of Law dan tidak dapat dijadikan

rujukan atas pengajuan legalisasi pemanfaatan wilayah tersebut geologi kars,

selain yang diperbolehkan oleh peraturan perundangan.

2. Tidak jelasnya siapa yang mengusulkan penetapan KBAK di Wilayah

Pangkalan;

3. Terdapat ketidaktaatan terhadap asas umum pemerintahan sebagaimana

amanat UU No. 30 tahun 2014;

4. Adanya kelompok usaha yang diuntungkan dengan berkurangnya wilayah

kars yang ditetapkan dalam SK menteri tersebut, sebab wilayah yang

dikurangi justru adalah wilayah yang diajukan untuk dilegalisasi sebagai

wilayah usaha pertambangan; Melabrak peraturan ketataruangan, baik tata

ruang nasional, provinsi, maupun kabupaten.

5. Ketidaktegasan dan kesesuaian Pemerintah dalam memberikan izin

pengelolaan baik pertambangan ataupun pembuatan pariwisata di kawasan

esensial karst pangkalan yang dapat merugikan lingkungan, dalam

pembangunan berkelanjutan. Sebagai mana di ketahui dalam UU nomor 26

tahun 2007 tentang penataan ruang bahwa kawasan karst pangkalan

merupakan kawasan lindung geologi yang masuk dalam klasifikasi kelas 1.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka, kami rekomendasikan sebagai berikut :

1. Presiden Republik Indonesia, agar memerintahkan Menteri ESDM untuk

mencabut SK Menteri ESDM No. 3606 K/40/MEM/2015 tentang KBAK

Pangkalan dan menggantinya dengan surat keputusan yang baru dengan

berlandaskan pada asas umum administrasi pemerintahan dan peraturan

perundangan lainnya;

2. Menteri ESDM agar secepatnya mencabut SK Menteri ESDM No. 3606

K/40/MEM/2015 tentang KBAK Pangkalan dan membuat SK baru mengacu

kepada asas umum pemerintahan dan peraturan perundangan lainnya,

terutama terkait kawasan lindung geologi.

3. Pemerintahan Provinsi Jawa Barat agar :

a. Tidak mempergunakan SK Menteri ESDM No. 3606 K/40/MEM/2015

tentang KBAK Pangkalan sebagai dasar penerbitan perizinan apapun,

selain yang diperbolehkan oleh perturan perundangan pada Kawasan

Lindung Geologi;

b. Dalam perubahan Perda RTRW Provinsi Jawa Barat, agar tetap

menjadikan Wilayah Pangkalan sebagai Kawasan Lindung Geologi;

4. Pemerintah Kabupaten Karawang agar :

a. Tidak mempergunakan SK Menteri ESDM No. 3606 K/40/MEM/2015

tentang KBAK Pangkalan sebagai dasar penerbitan perizinan apapun,

Page 18: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

468

selain yang diperbolehkan oleh perturan perundangan pada Kawasan

Lindung Geologi;

b. Secepatnya membuat regulasi tentang pembatasan Wilayah Kars

Pangkalan sebagai

Kawasan Lindung dalam bentuk Peraturan Daerah;

c. Dalam perubahan Perda RTRW Kabuaten Karawang, agar tetap

menjadikan Wilayah

Pangkalan sebagai Kawasan Lindung Geologi;

d. Bupati Karawang agar memerintahkan para kepala Dinas Tekhnis terkait

perizinan, lingkungan hidup, dan pertambangan, agar tidak

mengeluarkan perizinan atau rekomendasi apapun atas Kawasan Lindung

Geologi Kars Pangkalan yang luasnya dan petanya sebagaimana tertuang

dalam Perda RTRW Kabupaten Karawang, selain yang diperbolehkan

oleh peraturan perundangan atas pengelolaan kawasan lindung geologi.

Daftar Pustaka

Johnny Ibrahim, (2007), Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:

Bayumedia Publishing, Hlm. 57

A.P. Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, Mandar Maju, Bandung,

1994, halaman 7

Prosiding

Budi Brahmantyo : Dosen Kelompok Keilmuan Geologi Terapan FITB, Anggota Ikatan

Ahli Geologi Indonesia (IGAI) ; Anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung-

Tulisan tentang Karst Pangkalan dipublikasikan harian Pikiran Rakyat tahun 2013

Kajian hukum atas Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM)

Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Kars

(KBAK) Pangkalan pada 26 Desember 2016 oleh Asep Toha Direktur Poslogis

The Oxford English Dictonary has Defined “rule of law” this way: the authority and

influence of law society,esp. When viewed as a constraint on individual and

institutional behaviour; (hence) the principle whereby all members of a society

(including those in goverment) are considered equally subject to publicly

disclosed legal codes and processes. See “Civil affairs and rule of law”, Dudley

Knox Library, Naval Postgraduate School (Accessed October 18, 2013) (quoting

the OED). The phrase “rule of law” is also sometimes used in other senses. See

Garner, Bryan A (Editor in Chief). Black’s Law Dictionary, 9th Edition, p. 1448.

(Thomson Reuters, 2009). ISBN 978-0-314-26578-4. The lead definition given by

Black’s is this: “A substantive legal principle”, and the second definition is the

“supremacy of regular as opposed to arbitrary power”. Black’s provides a total

of five definitions of “rule of law”.

Page 19: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

469

Internet

http://documents.tips/documents/dasar-teori-bentang-alam-karst.html diakses pada

tanggal 16 Februari 2018 pukul 17.56 WIB

http://prokum.esdm.go.id/permen/2012/Permen%20ESDM%2017%202012.PDF

diakses pada tanggal 16 Februari 2018 pukul 17.58 WIB

Undang-undang

Keputusan menteri ESDM No. 1456 K/20/MEM/2000 tentang pedoman pengelolaan

kawasan karst

Peraturan Menteri ESDM No. 17 Tahun 2012

Tabel dan Gambar

Peta Kars Pangkalan Berdasarkan Perda Kabupaten Karawang Nomor 2

tahun 2013 tentang Rencana tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang

Tahun 2011 – 2031.

Page 20: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

470

Peta Kars Pangkalan berdasarkan SK Menteri ESDM No. 3606

K/40/MEM/2015 tentang KBAK Pangkalan

Perbandingan Peta Kasr pada Perda RTRW Karawang, Peta SK Menteri

ESDM dan yang dimohon untuk dijadikan pertambangan

Data yang di buat oleh Indonesia Sepeleologi society

Page 21: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

471

Data yang di peroleh dari Ekspedisi Pepeling atas kerusakan perbukitan

Karst Parigi karena pertambangan yang dilakukan

Penggunaan Alat berat yang menandakan pertambangan skala besar

Page 22: SIPENDIKUM karawang, yakni 1.012,9 hektar namun dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Bentang Alam Karst (KBAK) pangkalan

SIPENDIKUM 2018

472