geomorfo-karst dwi partini

20
PEMANFAATAN BAMBU DALAM PENGELOLAAN KARST DI KAWASAN WEDIOMBO GEOPARK Disusun Guna Memenuhi Tugas Geologi dan Geomorfologi Terapan Dosen Pengampu: Prof. Dr. Kuswaji, M.Si Disusun Oleh: DWI PARTINI / S881408004 PROGRAM STUDI PENDIDIKANKEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP MINAT UTAMA PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN& ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 i

Upload: chuwiee-wie

Post on 13-Apr-2016

221 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

karst

TRANSCRIPT

Page 1: Geomorfo-karst Dwi Partini

PEMANFAATAN BAMBU DALAM PENGELOLAAN KARST DI KAWASAN

WEDIOMBO GEOPARK

Disusun Guna Memenuhi Tugas Geologi dan Geomorfologi Terapan

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Kuswaji, M.Si

Disusun Oleh:

DWI PARTINI / S881408004

PROGRAM STUDI PENDIDIKANKEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN

HIDUP MINAT UTAMA PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN& ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015

i

Page 2: Geomorfo-karst Dwi Partini

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah Kecamatan Girisubo, Gunung Kidul merupakan ekosistem

perbukitan karst yang secara geomorfologis memiliki permasalahan terbanyak.

Secara alami, lahan karst sangat berpotensi untuk mengalami kekeringan, hal ini

diperparah dengan banyaknya penambangan liar serta penebangan pohon tanpa

reboisasi. Suryatmojo (2006) menyebutkan bahwa ekosistem karst dengan

kemiringan lahan yang cukup tinggi semakin memicu potensi terjadinya longsor.

Proses longsor yang tidak terkendali mengakibatkan berkurangnya solum tanah

yang akan berdampak pada menurunnya produktivitas dan kualitas lahan.

Dari total 93.59 Km2 wilayah Kecamatan Girisubo 8.709 Km2 berupa

lahan krtis dan 84.883 Km2 berupa lahan sangat kritis. Keseluruhan area tersebut

masuk ke dalam katergori kerawanan longsor sedang (Bappeda, 2005). Bahaya

longsor pada umumnya terjadi pada daerah berbukit dengan lereng curam (>15

%), pada lahan-lahan bekas penambangan yang ditinggalkan, atau akibat lahan

kritis. Oleh karena itu dibutuhkan upaya pencegahan terjadinya longsor, salah

satu caranya adalah dengan penanaman vegetasi yang akarnya mampu menahan

tanah. Penanaman vegetasi ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk

menghijaukan kembali lahan kritis sekaligus mendukung ekonomi wilayah,

ekowisata, serta pusat pendidikan.

1

Page 3: Geomorfo-karst Dwi Partini

2

Berdasarkan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah)

Gunung Kidul 2010-2015, area Kecamatan Girisubo merupakan Kota Hirarki III,

diarahkan sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) dengan fungsi sebagai sentra

produksi dan penghasil bahan baku, pusat perdagangan dan jasa skala kawasan,

serta penyedia tenaga kerja.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Karakteristik Karst?

2. Bagaimana upaya mengatasi dan mengantisipasi permasalahan lingkungan di

daerah karst Girisubo?

Page 4: Geomorfo-karst Dwi Partini

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Longsor

Longsor adalah proses berpindahnya tanah atau batuan dari satu tempat

yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat dorongan air, angin, atau

gaya gravitasi. Kemiringan lahan menjadi salah satu penyebab terjadinya

longsor. Semakin curam kemiringan lahan maka peluang terjadinya longsor

semakin besar (Kementerian Pertanian, 2006)

Gambar 1. Tingkat Potensi Longsor

(Sumber: Penanganan Khusus Kawasan Puncak “Kriteria Lokasi & Standar Teknik”,

Dept. Kimpraswil dalam Kementerian PU, 2007)

3

Page 5: Geomorfo-karst Dwi Partini

4

Selain faktor kemiringan lahan, jenis tanah pun mempengaruhi tingkat

potensi terjadinya longsor. Longsor sering terjadi di wilayah berbukit dan

bergunung, terutama pada tanah berpasir (Regosol atau Psamment), Andosol

(Andisols), tanah dangkal berbatu (Litosol atau Entisols), dan tanah dangkal

berkapur (Renzina atau Mollisols) (Permentan, 2006). Tanah pada area

perancangan berjenis Litosol yang sangat peka terhadap longsor.

Secara alami, hutan (baik hutan heterogen maupun hutan homogen)

merupakan cara menutup lahan yang paling efektif dalam mengurangi

kemungkinan terjadinya erosi (Saribun, 2007).

B. Bambu

Tanah yang bersifat basa pada area karst membuat banyak tanaman tidak

dapat tumbuh dengan baik, sehingga perlu memperhatikan kesesuaian tanaman

dengan lingkungannya. Salah satu tanaman yang cocok adalah Bambu (Pieter,

2010). Bambu mampu menjaga sistem hidrologis air dan tanah. Tanaman

bambu yang berumpun rapat dapat mengikat tanah pada daerah lereng sehingga

cocok untuk mengurangi potensi erosi (Asaad, 2012).

Selain itu, tanaman bambu juga mampu menyerap air hujan hingga 90%

(pohon lain hanya 35-40%). Environment Bamboo Foundation melaporkan

bahwa setelah menanam bambu selama beberapa tahun, debit air meningkat dan

pada beberapa kasus muncul mata air baru, ini menunjukkan bahwa tanaman

bambu juga sangat baik dalam upaya konservasi air (Kaleka, 2011).

Page 6: Geomorfo-karst Dwi Partini

5

Dari ratusan jenis bambu di Indonesia, beberapa yang dapat tumbuh

dengan optimal di daerah karst adalah bambu petung (Dendrocalamus asper

(Schult. f.) Backer ex Heyne), bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea Widj.),

bambu ater (Gigantochloa atter (Hassk) Kurz ex Munro), bambu tali

(Gigantochloa apus J.A. & J.H. Schult. Kurz), dan bambu mayan

(Gigantochloa robusta). Selain dapat tumbuh di tanah basa dengan baik,

bambu-bambu tersebut juga memiliki nilai ekonomis yang dapat membantu

meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. bambu dapat diolah menjadi

produk yang memiliki nilai jual tinggi hingga ke pasar internasional (Gambar

2).

Gambar 2. Contoh Produk Bambu

Sumber: Alvarado, 2006

Page 7: Geomorfo-karst Dwi Partini

BAB III

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Karst di Girisubo

Berdasarkan data dari Rencana Induk Pengelolaan Sumber Daya Alam

dan Lingkungan Hidup Kabupaten Gunung Kidul (2005), pola pemanfaatan

ruang wilayah pembangunan di Kabupaten Gunung Kidul diarahkan ke

dalam tiga kelompok kawasan pengembangan, yaitu wilayah pengembangan

utara (Perbukitan Baturagung), wilayah pengembangan tengah (Basin

Wonosari), dan wilayah pembangunan selatan (Perbukitan Karst Gunung

Sewu). Di area Selatan Gunung Kidul, sekitar Pantai Wediombo, merupakan

salah satu lokasi yang diajukan menjadi Geopark (gunungkidulonline.com,

2013), dimana pada zona ini diarahkan sebagai kawasan lindung setempat,

ekosistem karst, dan pariwisata pantai. Salah satu kegiatan yang diarahkan

oleh pemerintah adalah pelestarian kawasan dengan mengembalikan hutan

yang rusak.

6

Page 8: Geomorfo-karst Dwi Partini

7

Gambar 3. Lokasi Perancangan Penanaman Bambu

Sebagian besar wilayah ini didominasi oleh kontur perbukitan yang

difungsikan sebagai lahan pertanian. Di lahan seluas 62,9 Ha ini 80% nya

berupa lahan pertanian dan 20% berupa hutan. Daerah berwarna merah

(Gambar 4) menunjukkan area dengan kemiringan lahan >20%, sebagian

besar area tersebut saat ini difungsikan sebagai lahan pertanian dimana akar

dari tanaman pertanian tersebut tidak mampu mencengkram tanah dengan

kuat, sehingga area tersebut sangat berpotensi terjadi longsor.

Page 9: Geomorfo-karst Dwi Partini

8

Gambar 4. Peta penggunaan lahan eksisting

Berdasarkan penjelasan di atas, untuk mengkonservasi lahan dari erosi,

maka perlu adanya pergantian fungsi lahan dari pertanian menjadi hutan

karena area ini memerlukan tanaman yang akarnya mampu mengikat tanah

dan air tanah.

B. Pemanfaatan Bambu Dan Penerapan Amdal Dalam Pengelolaan Karst

di Girisubo

Untuk mengkonservasi lahan dari erosi, maka perlu ada pergantian

fungsi lahan dari pertanian menjadi lahan dengan tanaman keras yang

akarnya mampu mencengram tanah dengan kuat, terutama pada lahan yang

curam (>20%). Maka dari itu, 40% lahan pertanian yang ada dialih fungsikan

menjadi lahan hutan bambu. Para petani yang lahan pertaniannya dialih

Page 10: Geomorfo-karst Dwi Partini

9

fungsikan menjadi hutan bambu pun akan beralih pada industri bambu.

Bambu yang diproduksi dapat digunakan penduduk lokal sebagai bahan baku

utama material bangunan, kebutuhan furniture dalam Geopark, pembuatan

kerajinan, ataupun produk olahan bambu lainnya yang memiliki nilai jual

tinggi.

Bambu dipilih karena :

1. Tanaman bambu yang rapat dapat mengikat tanah pada daerah-daerah

lereng, sehingga mampu mengurangi erosi;

2. Tanaman bambu mampu menyerap 90% air hujan, sehingga sangat baik

dalam mengatasi permasalahan kurangnya air tanah;

3. Bambu merupakan tanaman yang memproduksi oksigen 35 % lebih

banyak daripada tanaman berkayu, sehingga kawasan ini memiliki

oksigen yang melimpah yang sangat diperlukan oleh masyarakat

perkotaan terutama untuk berlibur/wisata (di mana banyak daerah

terutama di perkotaan yang udaranya telah tercemar);

4. Pertumbuhan bambu lebih cepat dibandingkan kayu.

Bambu yang ditanam pun memiliki manfaat bagi 40% lahan pertanian

yang ada masih dipertahankan (pertanian yang dipertahankan adalah

pertanian yang berlokasi di lahan yang landai (<20 derajat). Daun bambu

mengandung banyak unsur fosfor dan kalium (sama seperti yang terkandung

dalam pupuk P dan K yang sangat berguna bagi perbaikan struktur tanah dan

Page 11: Geomorfo-karst Dwi Partini

10

bagi pertumbuhan tanaman, sehingga para petani tidak perlu mengeluarkan

dana untuk membeli pupuk P dan K

Rumpun bambu yang ditanam pada sekeliling area pertanian berfungsi

sebagai penahan angin (wind barier) dan spons air, sehingga mampu

meminimalisir kerusakan lahan pertanian yang disebabkan angin sekaligus

sebagai penyedia air tanah untuk tanaman pertanian.

Page 12: Geomorfo-karst Dwi Partini

BAB IV

KESIMPULAN

Karst merupakan daerah yang memiliki beberapa problematika namun

sekaligus ekosistem yang khas yang perlu dilestarikan keberadaannya.

Penanaman bambu di area karst ini adalah salah satu upaya pemecahan masalah

yang ada seperti longsor dan lahan kritis sekaligus mampu meningkatkan

perekonomian masyarakat setempat. Hal tersebut mengacu pada tujuan Geopark

yaitu konservasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam usulan ini, terdapat pengubahan fungsi lahan pertanian menjadi

lahan hutan bambu yang mengakibatkan adanya jenis mata pencaharian baru

yaitu industri kerajinan bambu. Masyarakat yang awalnya bekerja sebagai petani,

sebagiannya akan dihadapkan pada kegiatan pembuatan kerajinan bambu,

sehingga dibutuhkan adanya pelatihan dan pembimbingan dalam

mengembangkan desain, pembuatan, hingga pemasaran produk olahan bambu

tersebut.

11

Page 13: Geomorfo-karst Dwi Partini

12

DAFTAR PUSTAKA

Admin (2013). Inilah Sepuluh Objek Wisata Geopark Gunung Kidul. Gunung Kidul Online, pada http://gunungkidulonline.com/inilah-sepuluh-objek-wisata-geopark-gunungkidul/

Alvarado, Paula (2006). Brazilian Feito Fibra Bamboo and Threads Accessories, pada http://www.treehugger.com/interior-design/brazilian-feito-fibra-bamboo-and-threads-accesories.html

Asaad, Ilyas (2012). Gerakan Masyarakat Bambu Pertiwi dan Deklarasi Persaudaraan Pencinta Bambu Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup, pada http://www.menlh.go.id/gerakan-masyarakat-bambu-pertiwi-dan-deklarasi-persaudaraan-pecinta-bambu-indonesia/

Bappeda Gunung Kidul (2010). RPJMD Gunung Kidul 2010-2015

Bappeda Gunung Kidul. 2005. Rencana Induk Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kabupaten Gunung Kidul. Wonosari

Kaleka, Norbertus (2011). Hijau dengan Bambu. Suara Merdeka. 9 Agustus 2011, pada http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2011/08/09/155489

Kementerian Pertanian (2006). Peraturan Menteri Pertanian No. 47/Permentan/OT.140/10/2006, pada http://www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/BAB-II.pdf

Kementerian PU (2007). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 41/PRT/M/2007, pada http://www.bkprn.org/peraturan/the_file/permen41.pdf

Pieter, Levina Augusta Geraldine (2010). Potensi Pengembangan Hutan Rakyat pada Daerah Karst. Seminar Hasil-hasil Penelitian.20 Oktober 2010. 193-198, pada http://bptaciamis.dephut.go.id/publikasi/file/13.%20Levina.pdf

Saribun, Daud S. 2007. Pengaruh Jenis Penggunaan Lahan dan Kelas Kemiringan Lereng terhadap Bobot Isi, Porositas Total, dan Kadar Air Tanah pada Sub-DAS Cikapundung Hulu. Jatinangor: UNPAD

Suryatmojo, Hatma (2006). Strategi Pengelolaan Ekosistem Karst di Kabupaten Gunung Kidul. Seminar Nasional Strategi Rehabilitasi Kawasan Konservasi Di Daerah Padat Penduduk.9 juni 2015