sipendikum - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law...

20
SIPENDIKUM 2018 200 URGENSI PROGRAM LEGISLASI NASIONAL (PROLEGNAS) DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG: Evaluasi Capaian Program Legislasi Nasional Tahun 2005-2009 dan Tahun 2010- 2014 Jamaludin Ghafur, SH., M.H. 1 Email: [email protected] Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah negara yang menganut sistem hukum civil law, keberadaan peraturan perundang-undangan merupakan sesuatu yang esensial bagi Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum yang lebih banyak mengedapankan pembangunan hukumnya dengan membuat peraturan perundang-undangan. Hal ini berbeda dengan sistem hukum common law yang lebih banyak menitik beratkan pembangunan hukumnya melalui putusan hakim (yurisprudensi). 2 Memang, dalam kenyataan tidak lagi ditemukan negara yang murni hanya menganut civil law, atau hanya common law saja. Dalam perkembangannya, masing-masing negara mengkombinasi pembangunan hukumnya antara tipe civil law dan common law. Dengan mengutip pendapat E. Allan Farnsworth, Bagir Manan menyatakan bahwa: Walaupun tradisi hukum kontinental menempatkan peraturan perundang- undangan sebagai sendi utama sistem hukumnya, tetapi tidak berarti mengabaikan yurisprudensi. Yurisprudensi tetap mempunyai peranan penting, baik sebagai pengenal hukum maupun sebagai sumber hukum. Demikian pula sebaliknya pada negara-negara yang menggunakan tradisi hukum anglo saksis, tidak berarti sama sekali mengabaikan peraturan perundang-undangan. Baik didorong oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun kebutuhan bersama dalam pergaulan antar bangsa (pergaulan internasional), berbagai tradisi hukum dan system hukum tersebut berusaha untuk saling 1 Dosen Universitas Islam Indonesia 2 Tradisi Eropa Kontinental dengan civil law yang menekankan pada hukum tertulis dengan tekanan pada kepastian hukum. Negara hukumnya disebut sebagai Rechtsstaat. Tradisi anglo saxon dengan common law yang menekankan pada yurisprudensi guna mencapai penegakan rasa kedilan. Negara hukumnya disebut sebagai the rule of law. Di dalam tata hukum, terutama yang berorientasi pada Eropa Kontinental terdapat peraturan perundang-undangan yakni berbagai jenis peraturan tertulis yang dibentuk oleh berbagai lembaga tertentu yang tersusun secara hierarkis untuk menentukan derajadnya masing-masing, dengan konsekwensi bahwa jika ada dua peraturan yang bertentangan maka yang dinyatakan berlaku adalah yang derajadnya paling tinggi. Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, LP3ES, Jakarta, 2006, hlm. 126-127

Upload: dinhthuy

Post on 12-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

200

URGENSI PROGRAM LEGISLASI NASIONAL (PROLEGNAS) DALAM

PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG:

Evaluasi Capaian Program Legislasi Nasional Tahun 2005-2009 dan Tahun 2010-

2014

Jamaludin Ghafur, SH., M.H.1

Email: [email protected]

Latar Belakang Masalah

Sebagai sebuah negara yang menganut sistem hukum civil law, keberadaan

peraturan perundang-undangan merupakan sesuatu yang esensial bagi Indonesia. Hal ini

tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum

yang lebih banyak mengedapankan pembangunan hukumnya dengan membuat

peraturan perundang-undangan. Hal ini berbeda dengan sistem hukum common law

yang lebih banyak menitik beratkan pembangunan hukumnya melalui putusan hakim

(yurisprudensi).2 Memang, dalam kenyataan tidak lagi ditemukan negara yang murni

hanya menganut civil law, atau hanya common law saja. Dalam perkembangannya,

masing-masing negara mengkombinasi pembangunan hukumnya antara tipe civil law

dan common law. Dengan mengutip pendapat E. Allan Farnsworth, Bagir Manan

menyatakan bahwa:

Walaupun tradisi hukum kontinental menempatkan peraturan perundang-

undangan sebagai sendi utama sistem hukumnya, tetapi tidak berarti

mengabaikan yurisprudensi. Yurisprudensi tetap mempunyai peranan penting,

baik sebagai pengenal hukum maupun sebagai sumber hukum. Demikian pula

sebaliknya pada negara-negara yang menggunakan tradisi hukum anglo saksis,

tidak berarti sama sekali mengabaikan peraturan perundang-undangan. Baik

didorong oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun

kebutuhan bersama dalam pergaulan antar bangsa (pergaulan internasional),

berbagai tradisi hukum dan system hukum tersebut berusaha untuk saling

1 Dosen Universitas Islam Indonesia

2 Tradisi Eropa Kontinental dengan civil law yang menekankan pada hukum tertulis dengan tekanan pada

kepastian hukum. Negara hukumnya disebut sebagai Rechtsstaat. Tradisi anglo saxon dengan common

law yang menekankan pada yurisprudensi guna mencapai penegakan rasa kedilan. Negara hukumnya

disebut sebagai the rule of law. Di dalam tata hukum, terutama yang berorientasi pada Eropa Kontinental

terdapat peraturan perundang-undangan yakni berbagai jenis peraturan tertulis yang dibentuk oleh

berbagai lembaga tertentu yang tersusun secara hierarkis untuk menentukan derajadnya masing-masing,

dengan konsekwensi bahwa jika ada dua peraturan yang bertentangan maka yang dinyatakan berlaku

adalah yang derajadnya paling tinggi. Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan

Konstitusi, LP3ES, Jakarta, 2006, hlm. 126-127

Page 2: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

201

mendekatkan da melakukan penyesuaian-penyesuaian satu sama lain

(harmonisasi hukum).3

Bahkan Amerika Serikat yang menganut sistem hukum common law dan dikenal

sebagai negara dengan sistem hukum kasus (case law system) juga sudah mentradisikan

pembentukan peraturan yang bersifat tertulis. Sebagaimana di sampaikan oleh Friedman

bahwa, In the united state, increasing attention is now paid to subject matters regulated

by Statute, such as tax law or labor law. Yet the number of decision based on statutory

interpretation, in comparison with common law decision, increases from month to

month.4

Namun demikian, tetap saja prinsip dasar sistem hukum yang dianut oleh suatu

negara akan lebih mendominasi pembangunan hukumnya. Artinya, negara yang

karakter sistem hukumnya civil law, sekalipun putusan hakim turut mewarnai

pembangunan hukumnya, tetapi pembentukan peraturan tertulis akan tetap lebih

dominan. Begitu juga sebaliknya. Hal ini juga berlaku bagi Indonesia, dalam perjalanan

ketatanegaraannya, putusan-putusan hakim telah ikut mewarnai pembentukan negara

hukum Indonesia. Banyak keputusan-keputusan yang dibuat dan dilaksanakan oleh

eksekutif, dasarnya adalah putusan hakim terutama putusan dari Mahkamah Konstitusi.

Namun demikian, aktifitas pembentukan peraturan tetap jalan terus bahkan semakin

meningkat. Terlebih setelah UUD 1945 diamandemen di mana fungsi legislasi DPR

semakin diperkuat.

Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat

memegang kekuasaan membentuk undang-undang.5 Penjabaran fungsi legislasi DPR ini

terbagi dalam 4 (empat) hal: Pertama, Membentuk undang-undang yang dibahas

dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama; Kedua, Membahas dan

memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti undang-undang; Ketiga,

Menerima dan membahas usulan rancangan undang-undang yang diajukan DPD yang

berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan; dan

Keempat, Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN

dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

Meskipun sejak tahun 1993 bidang hukum telah dijadikan bidang pembangunan

tersendiri dan pada era reformasi pembangunan bidang hukum diberikan prioritas yang

tinggi, namun dalam kenyataannya masih dijumpai berbagai permasalahan di dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat sebagai berikut:6

3 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Peranan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Pembinaan

Hukum Nasional, Armico, Bandung, 1987, hlm. 15 4 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tatanegara Indonesia, Penerbit Alumni,

Bandung, 1993, hlm. 106-107 5 Selain memiliki fungsi legislasi, DPR juga memiliki fungsi pengawasan dan anggaran. Hal ini termuat

dalam Pasal 20A ayat (1) UUD 1945 bawa, Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi

anggaran, dan fungsi pengawasan. 6 Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia, Program Legislasi Nasional Tahun 2005 – 2009, hlm. 4-5

Page 3: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

202

1. Prolegnas sebagai bagian dari Program Pembangunan Nasional belum sepenuhnya

dilaksanakan karena lemahnya koordinasi dan sikap mengutamakan kepentingan

sektoral dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

2. Kemampuan lembaga pembentuk undang-undang dalam menyelesaikan

pembentukan undang-undang masih belum optimal karena belum dibakukannya

cara-cara dan metode perencanaan, penyusunan, dan pembahasan rancangan

undang-undang, dan masih kurangnya tenaga fungsional perancang peraturan

perundang-undangan.

3. Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan rancangan undang-undang dan

pembahasannya di Dewan Perwakilan Rakyat belum maksimal dan aspirasi

masyarakat terutama yang terkait dengan substansi suatu rancangan

undangundang seringkali tidak terakomodasi sehingga suatu rancangan undang-

undang ketika disahkan menjadi undang-undang mendapat reaksi keras dari

masyarakat.

4. Perubahan sistem ketatanegaraan yang terjadi pasca amandemen UndangUndang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 belum secara tuntas diikuti dengan

pembentukan undang-undang pelaksanaannya. Sementara itu, peraturan

perundang-undangan peninggalan kolonial masih merupakan hukum positif,

karena belum mampu diganti dengan peraturan perundang-undangan yang sesuai

dengan jiwa dan semangat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 sehingga cita-cita untuk mewujudkan sistem hukum nasional masih

jauh dari harapan.

5. Hukum positif masih banyak yang tumpang tindih, tidak konsisten, baik secara

vertikal maupun horizontal, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

6. Bahasa hukum yang digunakan belum baku dan sering tidak sesuai dengan kaidah

Bahasa Indonesia yang baik dan benar, sehingga rumusan suatu ketentuan dan

undang-undang tidak jelas dan multi tafsir.

7. Peraturan pelaksanaan undang-undang tidak segera diterbitkan atau terdapat jarak

waktu yang cukup lama antara berlakunya undang-undang dengan penerbitan

peraturan pelaksanaannya, sehingga undang-undang tidak terlaksana secara

efektif.

8. Masih terdapat peraturan perundang-undangan yang diskriminatif, bias gender,

dan kurang responsif terhadap perlindungan hak asasi manusia terutama hak-hak

kelompok yang lemah dan marginal.

9. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, perlu secara selektif diadopsi

konvensikonvensi internasional dalam rangka memasuki era perdagangan bebas

dan mendukung upaya perlindungan hak asasi manusia, pelestarian lingkungan

hidup, dan pemberantasan kejahatan transnasional dan extraordinary crime yang

mengancam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Banyaknya jumlah rancangan undang-undang (RUU) dalam daftar program

legislasi nasional membuktikan betapa bersemangatnya DPR dan Pemerintah untuk

Page 4: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

203

membuat UU. Jumal RUU dalam prolegnas tahun 2005-2009 (diluar daftar RUU

kumulatif terbuka) ditetapkan sebanyak 284 RUU.7 Sementara jumlah RUU dalam

prolegnas tahun 2010-2014 (diluar daftar RUU kumulatif terbuka) ditetapkan sebanyak

247 RUU.8 Namun demikian, semangat yang menggebu tersebut tidak diimbangi

dengan hasil yang maksimal. Realisasi dari pelaksanaan prolegnas selalu jauh di bawah

ekspektasi jika dibandingkan dengan rencana yang ada. Sebagai contoh, pada tahun

2006, jumlah Rancangan Undang-Undang yang menjadi prioritas Prolegnas adalah 43

RUU. Namun demikian, sampai akhir 2006 Presiden hanya mengesahkan 23 RUU.

Bahkan apabila diperhatikan dari daftar prioritas RUU yang ditetapkan dalam prolegnas

2006, dan jumlah UU yang telah disahkan pada tahun 2006, maka UU yang sesuai

dengan prolegnas hanya berjumlah tiga yaitu: (i) RUU tentang pengesahan konvensi

perserikatan bangsa-bangsa menentang korupsi, 2003 (United Nation Convention

Against Corruption, 2003); (ii) RUU tentang pengesahan konvensi internasional tentang

pemberantasan pengeboman oleh teroris ( International Convention For The

Suppression Of Terrorist Bombing); dan (iii) RUU tentang pengesahan konvensi

internasional tentang pemberantasan pendanaan terorisme (International Convention

For The Suppression Of The Financing Of Terrorism).9 Contoh lain, tahun 2013, DPR

dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU prolegnas dan 5 RUU

tambahan), namun capaian realisasi Prolegnas Tahun 2013 hanya berkisar 10,6%.

Hanya 8 RUU yang tercantum dalam Prolegnas Tahun 2013 kemudian dapat

diselesaikan dan disahkan menjadi UU. Jika melihat lebih detail, ternyata banyak UU

substansial yang disahkan merupakan luncuran dari Prolegnas Tahun 2012.10

Padahal, Program Legislasi Nasional (prolegnas) berfungsi sebagai landasan

operasional pembangunan hukum melalui pembentukan peraturan perundang-undangan

yang akan dapat memproyeksikan kebutuhan hukum atau undang-undang baik secara

kualitatif maupun kuantitatif dengan menetapkan visi dan misi, arah kebijakan, serta

indikator secara rational, sehingga Program Legislasi Nasional tidak sekedar himpunan

daftar judul RUU, melainkan mengandung kegiatan dalam kurun waktu lima tahun atau

satu tahun anggaran yang memiliki nilai strategis yang akan direalisasikan sebagai

bagian dari pembangunan nasional.11

Artinya, kegagalan dalam merealisasikan

prolegnas dapat diartikan sebagai kegagalan dalam membangun system hukum kita.

Efek negatif lainnya adalah Jumlah rencana legislasi yang diajukan dari tahun ke tahun

7 Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 01/DPR-RI/III/2004-2005 Tentang

Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional Tahun 2005-2009. 8Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 41 A/DPR RI/ I/2009-2010 Tentang

Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional Tahun 2010 – 2014. 9 Maria Farida Indrati. S, Ilmu Perundang-Undangan: Proses dan Teknik Pembentukannya, Kanisius,

Yogyakarta, 2007, hlm. 75 10

Asrul Ibrahim Nur, Produktivitas Legislasi: Realisasi Prolegnas Tahun 2013, The Indonesian Institute,

Center for Public Research, Volume VIII, No. 05 - Desember 2013, hlm. 4-5 11

Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia, Membanguan Keterpaduan Program Legislasi

Nasional dan Daerah, makalah, disampaikan dalam Workshop dan Focus Group Discussion dengan tema

“Program Legislasi Nasional Sebagai Politik Pembangunan Hukum Nasional" yang diselenggarakan oleh

Badan Legislasi DPR RI, Rabu, 21 Mei 2008, hlm. 1

Page 5: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

204

semakin menumpuk karena harus antri menunggu realisasi. Karena keadaan ini, pola

“carry over” rencana legislasi tahun dari sebelumnya ke tahun berikutnya menjadi hal

yang lazim, mengingat begitu banyaknya tunggakan (back log) rencana legislasi yang

tidak mampu tertangani dan terselesaikan.12

Memotret kinerja DPR dan Pemerintah dalam merealisasikan seluruh rencana

legislasi yang ada dalam prolegnas baru sekedar bicara pada aspek kuantitas

pembentukan UU. Dari aspek ini saja DPR dan pemerintah sangat buruk kierjanya

karena selalu meninggalkan daftar RUU yang tidak selesai di buat dan disahkan. Rapor

merah bagi DPR dan pemerintah di bidang legislasi akan semakin bertambah bila

pembentukan UU tidak hanya dilihat dari berapa banyak UU yang telah dihasilkan oleh

DPR dan Pemerintah, tetapi lebih luas dari itu bicara tentang seberapa kualitas UU yang

telah di sahkan. Pada aspek inipun nampaknya kinerja pemerintah dan DPR juga tidak

begitu bagus. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya UU yang diajukan judicial review

(JR) ke Mahkamah Konstitusi. Pada umumnya, kualitas produk legislasi dapat dilihat

dari berapa banyak undang-undang yang sudah dibentuk kemudian dibatalkan oleh MK.

Semakin banyak undang-undang yang dibatalkan, secara umum diartikan bahwa produk

legislasi oleh para legislator kurang berkualitas. Data yang dirilis oleh Mahkamah

Konstitusi menunjukkan bahwa, Perkara pengujian undang-undang (PUU) yang

diregistrasi MK cenderung mengalami peningkatan yang fluktuatif dari tahun ke tahun.

Kenaikan signifkan terjadi dalam empat tahun terakhir. Jika pada 2003-2010 perkara

PUU masih pada kisaran angka 24-86 perkara, pada 2012 perkara PUU yang diregistrasi

meningkat yaitu sebanyak 118, kemudian pada 2013 menurun sebanyak 109, pada 2014

sebanyak 140, dan pada 2015 sebanyak 140 perkara.13

Total perkara PUU yang ditangani MK sejak 2003 hingga 2015 sebanyak 921

perkara dan telah diputus sebanyak 858 perkara. Adapun rincian perkara yang diputus

jika diklasifkasikan berdasarkan amar putusan, sebanyak 203 perkara dikabulkan, 297

perkara ditolak, 251 perkara tidak diterima, 13 perkara gugur, 89 perkara ditarik

kembali, dan terhadap 5 perkara MK menyatakan tidak berwenang. Sedangkan sisanya,

sebanyak 63 perkara PUU masih dilanjutkan proses pemeriksaannya pada 2016.14

Penting untuk segera dilakukan evaluasi terhadap perencanaan prolegnas dan

upaya realisasinya agar persoalan-persoalan yang ada dapat diselesaikan dengan baik.

Jika prolegnas diposisikan sebagai pintu awal dalam penyusunan RUU di mana RUU

tersebut akan menjadi system hukum bagi Indonesia, maka membenahi perencanaan di

level proleganas menjadi prasyarat bagi keberhasilan kita di dalam membangun system

hukum. Prolegnas harus diprogram semakin rasional dan realistik diperkirakan dapat

dilaksanakan.

12

Andi Irman Putra, Penulisan Kerangka Ilmiah Tentang Peran Prolegnas Dalam Perencanaan

Pembentukan Hukum Nasional Berdasarkan UUD 1945 (Pasca Amandemen), Badan Pembinaan Hukum

Nasional Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 2008, hlm. 33 13

Dinamika Pembangunan Budaya Hukum dan Demokrasi Lokal, Laporan Tahunan 2015 Mahkamah

Konstitusi RI, Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi, hlm. 12 14

Ibid, hlm. 13

Page 6: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

205

Program Legislasi Nasional (Prolegnas) merupakan proses penting dalam

perencanaan penyusunan undang-undang. Sebab sebagai perangkat pengaturan

legalformal dalam bernegara, undang-undang seharusnya dapat merespon kebutuhan

masyarakat yang mendesak. Terlebih lagi dalam konteks perbaikan kondisi kehidupan

berbangsa dan bernegara yang tengah dilakukan oleh Indonesia. Undang-undang

seharusnya dapat secara jeli membidik persoalan-persoalan penting dalam masyarakat.15

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pokok permasalahan yang

akan diteliti dalam penelitian ini adalah: Pertama, Apa arti penting program legislasi

nasional dalam pembentukan undang-undang? Kedua, Mengapa pembentukan undang-

undang tidak pernah mencapai target sebagaimana tercantum dalam program legislasi

nasional? Ketiga, Berapa jumlah RUU yang rasional dalam program legislasi nasional?

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif atau penelitian

kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder.16

Dalam penelitian ini akan

menggunakan bahan hukum primer (primary sources of authorities) yaitu seluruh

hukum perundang-undangan yang berlaku dan/atau pernah berlaku17

yang berkaitan

dengan penelitian ini, diantaranya adalah: Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang

Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional, Keputusan Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 01/DPR-RI/III/2004-2005 Tentang

Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional Tahun 2005-2009, dan Keputusan

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 41 A/DPR RI/ I/2009-2010

Tentang Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional Tahun 2010 – 2014. Selain

itu, juga digunakan bahan hukum sekunder yaitu hasil penelitian (hukum), hasil karya

(ilmiah) dari kalangan hukum, dan sebagainya. Pengumpulan bahan hukum dilakukan

dengan studi kepustakaan yaitu mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan dan

literatur-literatur atau dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.18

Adapun pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang

(statute approach) dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

bersangkut paut dengan isu hukum dengan penelitian ini19

Prosedur analisis bahan

hukum ditempuh melalui dua cara, pertama, pemilahan bahan hukum, dan kedua,

15

Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia, Op., Cit, hlm. 6 16

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, ctk. ketiga, Ghalia Indonesia,

1988, hlm. 11-12 17

Soetandyo Wignjosoebroto, Penelitian Hukum dan Hakikatnya sebagai Penelitian Ilmiah, dalam

Sulityowati Irianto dan Shidarta (edt), Metode Penelitia Hukum: Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Obor

Indonesia, Jakarta, 2009, hlm. 90 18

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 33. 19

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Ctk. Kelima, Kencana Prenada Media,

Jakarta, 2009, hlm. 93.

Page 7: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

206

pengelompokan bahan hukum. Bahan-bahan hukum yang telah diklasifikasikan tersebut

diinterpretasikan dengan suatu alur berfikir logis, yaitu; tesa (teori) - anti tesa (data)

dan - sintesa (analisis).20

Hasil dan Pembahasan

Urgensi Program Legislasi Nasional

Indonesia sebagai penganut sistem hukum Eropa Kontinental memandang

penting keberadaan peraturan perundang-undangan. Keberadaan peraturan perundang-

undangan sangat penting untuk mengatur kehidupan bersama agar tercipta ketertiban di

dalam masyarakat. Namun demikian, apabila derasnya aliran usulan-usulan atau

rencana pembentukan peraturan perundang-undangan (rencana legislasi) yang diajukan

tidak disertai dengan adanya suatu mekanisme yang efektif yang mampu menjamin

ketertiban, maka yang terjadi bukan perbaikan kondisi hukum malah justru akan

memperburuk kondisi hukum.21

Hal ini bisa terjadi apabila para pihak pemrakarsa yang mengajukan usulan atau

rencana secara subjektif berpendapat bahwa usulannya benar-benar mempunyai tingkat

urgensi yang tinggi sehingga perlu diprioritaskan untuk segera direalisasikan dalam

waktu singkat. Dengan alasan urgensi inilah, sering “pemilik” rencana tidak segan-

segan menempuh segala upaya agar programnya segera terealisasi, tanpa

mempertimbangkan bahwa pihak lain pun mempunyai kepentingan yang sama. Sikap

yang sering disebut “egoisme sectoral” inilah yang kerap menjadi penyakit dalam

proses legislasi di negara kita. Setiap pemrakarsa berlomba mengajukan rencana

legislasinya masing-masing, dengan target terbentuknya peraturan perundang-undangan.

Karena begitu banyaknya rencana legislasi yang diajukan, sementara lembaga yang

mempunyai wewenang untuk menyelesaikannya sagat terbatas kemampuannya maka

akibatnya muncul kemudian kondisi “bottle-neck” yang lebih memperumit keadaan.22

Dengan demikian, pembangunan hukum dalam bentuk pembentukan peraturan

perundang-undangan harus dilakukan secara sistematis dan terencana agar tercipta

harmonisasi dan menghindari tumpang tindih atau bahkan pertentangan antar peraturan

yang ada. Dalam konteks ini, UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa perencanaan pembentukan UU

harus disusun melalui Program Legislasi Nasional (prolegnas)23

sebagai instrumen

perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara terencana,

terpadu, dan sistematis.24

20

Suparman Marzuki, Politik Hukum Hak Asas Manusia (HAM) di Indonesia di Era Reformasi: Studi

Tentang Penegakan Hukum HAM dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa Lalu, Ringkasan

Disertasi, Program Doktor (S3) Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,

Yogyakarta, 2010, hlm. 32 21

Ajarotni Nasution dan Omon (editor), Evaluasi Program Legislasi Nasional Dalam Rangka

Pembangunan Hukum Yang Demokratis, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan

HAM RI, Jakarta, 2010, hlm. 5 22

Ibid 23

Pasal 16 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 24

Pasal 1 angka (9) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Page 8: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

207

Prolegnas secara sempit dapat diartikan sebagai penyusunan suatu daftar materi

perundang-undangan atau daftar judul RUU yang telah disepakati. Daftar urutan

tersebut dibuat oleh DPR/Pemerintah berdasarkan urgensi dan prioritas

pembentukannya. Prolegnas dalam arti luas mencakup program pembinaan hukum,

pengembangan yurisprudensi, pembinaan program perjanjian (termasuk ratifkasi

konvensi internasional).25

Usulan RUU Prolegnas dapat berasal dari legislatif (DPR dan

DPD) dan Pemerintah di mana usulan tersebut minimal harus memuat: (1) judul

Rancangan Undang-Undang, (2) materi yang diatur, dan (3) keterkaitannya dengan

Peraturan Perundang-undangan lainnya.26

Adapun menyangkut materi yang akan diatur

dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya harus telah melalui

pengkajian dan penyelarasan yang dituangkan dalam Naskah Akademik27

yang isinya

meliputi: (a) latar belakang dan tujuan penyusunan; (b) sasaran yang ingin diwujudkan;

dan (c) jangkauan dan arah pengaturan.28

Dengan demikian, munculnya sejumlah RUU

dalam Prolegnas harus atas identifikasi masalah hukum yang hendak dipecahkan

sehingga judul RUU dalam Prolegnas tidak hanya sekedar menjadi daftar kumpulan

keinginan semata.

Secara garis besar, mekanisme prolegnas mencakup 5 (lima) tahapan, yaitu: (1)

tahap kompilasi, (2) tahap klasifikasi dan singkronisasi, (3) tahap konsultasi,

komunikasi, dan sosialisasi, (4) tahap penyusunan naskah prolegnas; dan (5) tahap

pengesahan.29

Menurut Bivitri Susanti, proses perencanaan legislasi melalui prolegnas

tampaknya diarahkan untuk menghasilkan legislasi yang terencana dengan jelas dan

terpola. Politik hukum yang dimaksud di sini adalah politik hukum yang

mengedepankan hukum sebagai alat pembangunan, yaitu untuk mengelola stabilitas

politik dan ekonomi agar pertumbuhan ekonomi stabil dan pembangunan berjalan

lancar. Hukum sebagaimana juga bidang-bidang kemasyarakatan lainnya, perlu

diarahkan sedemikian rupa agar masyarakat stabil tanpa gejolak dan sesuai dengan

rencana pembangunan pemerintah.30

Prolegnas dengan demikian merupakan tahapan paling awal dari proses dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan, yakni pada tahapan perencanaan.

Sebagaimana dikatakan dalam pasal 1 ayat (1) UU tentang pembentukan peraturan

perundang-undangan, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan

Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,

pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Meskipun prolegnas

merupakan rencana awal dan baru setingkat dengan rencana atau keinginan, namun

semua kalangan menganggap bahwa hal ini penting dan pengelolaannya harus

25

J.E. Sahetapy, dkk, Pemantauan Dan Pengkajian Legislasi Serta Permasalahan Aktual Di Bidang

Hukum (Suatu Rekomendasi), Komisi Hukum Nasional RI, Jakarta, 2011, hlm.5 26

Pasal 19 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 27

Pasal 19 ayat (3) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 28

Pasal 19 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 29

Ajarotni Nasution dan Omon (editor), Op., Cit, hlm. 8-13 30

Bivitri Susanti, Catatan Pelaksanaan Prolegnas 2005-2009, Makalah, disampaikan dalam Rapat

Pembahasan Tahunan Prolegnas Tahun 2008, yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum

Nasional departemen Hukum dan HAM, di Bogor, 26 Agustus 2008

Page 9: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

208

dilaksanakan dengan baik. Dan, hal mendasar yang menjadi catatan umum menyebut

bahwa kelemahan dalam aspek perencanaan merupakan salah satu faktor yang

memberikan kontribusi cukup besar atas tersendatnya pembangunan hukum di negara

kita.31

Prolegnas menjadi sedemikian penting karena melalui instrumen ini,

pembangunan hukum di Indonesia dapat berkesinambungan. Pembangunan hukum

membutuhkan waktu yang panjang dan upaya berkesinambungan.

Maksud diadakannya prolegnas adalah: (1) Untuk memberikan gambaran

objektif tentang kondisi umum di bidang peraturan perundang-undangan di tingkat

pusat. (2) Menyusun skala prioritas penyusunan rancangan undang-undang sebagai

suatu program yang berkesinambungan dan terpadu sebagai pedoman bersama dalam

pembentukan undang-undang oleh lembaga yang berwenang dalam rangka mewujudkan

sistem hukum nasional, dan (3) Sebagai sarana untuk mewujudkan sinergi antar

lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan di tingkat pusat.32

Menurut Ignatius Mulyono, Prolegnas dihajatkan untuk dapat mewujudkan konsistensi

undang-undang, serta meniadakan pertentangan antar undangundang (vertikal maupun

horizontal) yang bermuara pada terciptanya hukum nasional yang adil, berdaya guna,

dan demokratis.33

Selain itu dapat mempercepat proses penggantian materi hukum yang

merupakan peninggalan masa kolonial yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan

hukum masyarakat.34

Evaluasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas)

Selama ini, realisasi atas rencana penyusunan RUU dalam prolegnas tidak

pernah berhasil 100 persen. Sebagian kalangan menyebut bahwa hal ini disebabkan oleh

tidak rasionalnya jumlah daftar RUU dengan kemampuan yang ada. Mengapa jumlah

RUU nya terlalu banyak melebihi kapasitas kemampuan dan ketersediaan waktu? Salah

satunya karena adanya pasal terbuka yang memungkinkan DPR dan Pemerintah

semaunya membuat daftar usulan RUU dan bahkan mengabaikan begitu saja RUU yang

sudah ada dalam prolegnas. Pasal dimaksud adalah Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 12

tahun 2011, bahwa, Dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan

Rancangan Undang Undang di luar Prolegnas mencakup: (a) Untuk mengatasi

keadaan luar biasa, keadaan konflik atau bencana alam; dan (b) Keadaan tertentu

lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Undang

Undang yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus

menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

di bidang hukum". Ketentuan pasal ini ditengarai justru menjadi pemicu semakin liarnya

pengajuan RUU baik oleh lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif tanpa

mengindahkan daftar RUU Prioritas yang telah ada dalam Prolegnas.

31

Ajarotni Nasution dan Omon (editor), Op., Cit, hlm. 1-2 32

Ibid 33

Muh. Risnain, Konsep Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Program Legislasi Nasional, Jurnal

Rechtsvinding, Volume 4, Nomor 3, Desember 2015, hlm. 403 34

Jimly Assidiqie, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta, 2006, hlm. 50

Page 10: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

209

Dari sisi yuridis, munculnya berbagai RUU diluar daftar Prolegnas memang

dimungkinkan, namun ketentuan ini justru melemahkan posisi dan tujuan penyusunan

Prolegnas sebagai “kontrak” antara DPR dan Pemerintah untuk menyelesaikan kerja-

kerja legislasi yang dicanangkan bersama selama periode tertentu. Prolegnas sebagai

instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara

terencana, terpadu dan sistemamatis tidak lagi terlihat signifikansinya manakala terdapat

ketentuan yang memberi peluang untuk menafikan instrumen dimaksud. Sementara

Prolegnas digambarkan sebagai wajah politik perundang-undangan Indonesia untuk

periode lima tahun.35

Tidak fokusnya pembentukan UU sebagaimana sudah

diprogramkan dalam prolegnas karena terlalu banyaknya pembentukan UU yang justru

berasal dari non-prolegnas tergambar dalam data berikut: Selama masa DPR Tahun

2004/2009, RUU yang berasal dari kumulatif terbuka jumlahnya lebih besar dari RUU

yang masuk dalam daftar prolegnas. Tahun 2007, sebanyak 62 % RUU kumulatif

terbuka diajukan untuk dibahas dan disahkan DPR. Tahun 2008, sebanyak 62% RUU,

dan tahun 2009 sebanyak 51%.36

Oleh karena itu, untuk menghindari semakin menumpuknya jumlah RUU yang

harus diselesaikan oleh DPR dan Pemerintah akibat tidak terkontrolnya jumlah RUU

yang berasal dari non-prolegnas, maka tahapan-tahapan dan kriteria suatu RUU

diusulkan menjadi prioritas tahunan perlu ditaati. Adapun rencana legislasi baru non

prolegnas harus didasarkan pada kebutuhan mendesak yang apabila tidak segera dibuat

aturannya akan menganggu kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Jumlah

RUU yang diusulkan dalam suatu periode harus lebih realistis sesuai dengan

kemampuan DPR dan Pemerintah menyelesaikannya.

Prolegnas periode 2005-2009 terdiri dari 284 RUU Prolegnas dan beberapa

RUU Non Prolegnas. Penetapan Prolegnas pada tahun 2005 dilakukan untuk satu masa

keanggotaan DPR periode 2004-2009 yang secara politis berkeinginan menyelesaikan

284 RUU. Dari 284 RUU apabila dibagi 5 tahun, berarti rata-rata tiap tahun harus

diselesaikan 56 RUU. Adapun susunan Prolegnas RUU Prioritas Tahun Anggaran

(pertahun) berturut-turut adalah sebagai berikut: Tahun 2005 ditetapkan sebanyak 55

RUU, tahun 2006 sebanyak 43 RUU, tahun 2007 sebanyak 32 RUU, tahun 2008

sebanyak 31 RUU dan tahun 2009 sebanyak 36 RUU.

Di luar Prolegnas yang telah ditetapkan, tentu masih dimungkinkan pengajuan

RUU di luar Prolegnas sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 17 ayat (3) UU

Nomor 10 Tahun 2004. Dengan demikian, jumlah keseluruhan RUU prolegnas dan non

prolegnas tahun 2005-2009 berjumlah 366 RUU. Sehingga jumlah keseluruhan (RUU

prolegnas dan RUU non prolegnas) untuk setiap tahunnya adalah sebagai berikut:

Tahun 2005 ditetapkan sebanyak 55 RUU, tahun 2006 sebanyak 76 RUU, tahun 2007

sebanyak 78 RUU, tahun 2008 sebanyak 81 RUU dan tahun 2009 sebanyak 76 RUU.

35

Khopiatuziadah, “Menanti Realisasi Prolegnas Prioritas 2010” diunduh dari

http://www.djpp.depkumham.go.id/index.php/artikel/336-menanti-realisasi-prolegnas-prioritas- 2010,

hlm. 131 36

J.E. Sahetapy, dkk, Op., Cit, hlm. 7

Page 11: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

210

Adapun tingkat keberhasilan dalam DPR dan Pemerintah dalam menyelesaikan

keseluruhan RUU yang sudah diprogramkan, masing-masing sebagai berikut: Tahun

2005 sebanyak 14 RUU, tahun 2006 sebanyak 39 RUU, tahun 2007 sebanyak 40 TUU,

tahun 2008 sebanyak 61 RUU, dan tahun 2009 sebanyak 39 RUU.

Tabel 1

Produk Legislasi 2004-2009

No Tahun Target Disahkan

1 2005 55 14

2 2006 76 39

3 2007 78 40

4 2008 81 61

5 2009 76 39

366 193

Sumber: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)

Sementara itu, RUU Prolegnas periode 2010-2014 ditetapkan sebanyak 247

Rancangan Undang-Undang dan 5 (lima) Rancangan Undang-Undang Kumulatif

Terbuka.37

Selain itu juga ada beberapa RUU Non Prolegnas. Penetapan Prolegnas pada

tahun 2010 dilakukan untuk satu masa keanggotaan DPR periode 2010-2014. Dari 247

RUU apabila dibagi 5 tahun, berarti rata-rata tiap tahun harus diselesaikan 50 RUU.

Adapun susunan Prolegnas RUU Prioritas Tahun Anggaran (pertahun) berturut-turut

adalah sebagai berikut: Tahun 2010 ditetapkan sebanyak 58 RUU, tahun 2011 sebanyak

70 RUU, tahun 2012 sebanyak 64 RUU, tahun 2013 sebanyak 70 RUU dan tahun 2014

sebanyak 66 RUU.

Di luar Prolegnas yang telah ditetapkan, tentu masih dimungkinkan pengajuan

RUU di luar Prolegnas sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 23 ayat (1) dan 92)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Dengan demikian, jumlah keseluruhan RUU

prolegnas dan non prolegnas tahun 2010-2014 berjumlah 371 RUU. Sehingga jumlah

keseluruhan (RUU prolegnas dan RUU non prolegnas) untuk setiap tahunnya adalah

sebagai berikut: Tahun 2010 ditetapkan sebanyak 70 RUU, tahun 2011 sebanyak 93

RUU, tahun 2012 sebanyak 69 RUU, tahun 2013 sebanyak 70 RUU dan tahun 2014

sebanyak 69 RUU.

Adapun tingkat keberhasilan dalam DPR dan Pemerintah dalam menyelesaikan

kesleuruhan RUU yang sudah diprogramkan, masing-masing sebagai berikut: Tahun

2010 sebanyak 16 RUU, tahun 2011 sebanyak 24 RUU, tahun 2012 sebanyak 30 TUU,

tahun 2013 sebanyak 22 RUU, dan tahun 2014 sebanyak 31 RUU.

Tabel 2

Produk Legislasi 20010-2014

No Tahun Target Disahkan

37

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/prolegnas-2010-2014.html,

Page 12: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

211

1 2010 70 16

2 2011 93 24

3 2012 69 30

4 2013 70 22

5 2014 69 31

371 123

Sumber: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)

Hasil evaluasi dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)

menyatakan bahwa target RUU yang tercantum dalam Prolegnas selalu tidak rasional

sehingga tidak pernah tercapai secara maksimal, bahkan capaiannya pun tidak murni

dari RUU yang sedari awal sudah direncanakan. Dari awal penggunaannya, tahun 2005,

Prolegnas selalu berjalan dengan pola yang sama, yaitu diawali dengan target yang

ambisius dan diakhiri dengan capaian yang tidak bagus.38

Tidak pernah tercapainya

target prolegnas dari sejak 2005 ini dapat disimpulkan bahwa lembaga legislatif dan

eksekutif tidak saja gagal dalam memperjuangkan aspirasi rakyat, bahkan sekedar untuk

merealisasikan apa yang mereka rencanakan sendiri saja mereka tidak mampu. Berikut

grafik realisasi prolegnas dari tahun 2005 sampai dengan 2014.

Grafik capaian legislasi periode 2005-2014

Sumber: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)

Dari grafik di atas terlihat bahwa tingginya target Prolegnas dari tahun 2005-

2014 selalu dijawab dengan capaian RUU yang selalu jauh lebih rendah. Rata-rata

capaian pembentukan UU setiap tahunnya hanya 32 UU, angka itu jauh lebih kecil

dibandingkan dengan target rata-rata pengesahan RUU yang mencapai 74 RUU.

Apabila melihat pada periode waktu, dalam tahun 2005-2014 Indonesia memiliki dua

kepengurusan DPR yang berbeda, yaitu periode 2004-2009 dan 2009-2014. Hal itu

38

Fajri Nursyamsi, Menggagas Prolegnas Berkualitas, http://www.pshk.or.id/id/blog-id/menggagas-

prolegnas-berkualitas/

Page 13: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

212

tidak membuat prestasi capaian Prolegnas berubah, karena tidak ada evaluasi yang

mampu memberikan hasil yang signifikan.39

Tidak tercapainya target legislasi sebagaimana telah diprogramkan dalam

prolegnas menurut ketua Badan Legislasi DPR RI tahun 2004-2009 disebabkan oleh

beberapa faktor, di antaranya:40

1) Penentuan jumlah RUU belum sepenuhnya menggunakan kriteria yang jelas dan

tepat, dikaitkan dengan kebutuhan hukum yang ada. Penentuan judul yang masuk

tidak disertai alasan mengenai urgensi RUU bahkan ada beberapa RUU yang

memiliki kesamaan atau kedekatan substansi materi yang akan diatur.

2) Penentuan prioritas tahunan belum sepenuhnya memperhitungkan kapasitas dan

ketersediaan waktu legislasi DPR. DPR menjadwalkan hari legislasi 2 hari kerja

dalam setiap minggu pada setiap Masa Persidangan.

3) Parameter yang digunakan untuk menentukan RUU yang akan dimasukan dalam

Prolegnas sering kalah oleh kepentingan politik.

4) Komitmen terhadap Prolegnas sebagai satu-satunya instrumen perencanaan

pembentukan undang-undang, belum sepenuhnya ditaati baik oleh Pemerintah

maupun DPR, masih sering terjadi masuknya RUU yang sebelumnya tidak

tercantum dalam daftar Prolegnas.

5) Mekanisme pembahasan RUU di lingkungan DPR membutuhkan waktu yang

panjang, karena keharusan adanya DIM lebih dulu dan harus mendapatkan

persetujuan semua fraksi dan Pemerintah.

Berkaca pada evaluasi realisasi prolegnas di dua periode tersebut di atas,

menunjukkan bahwa tidak tercapainya target prolegnas bukan disebabkan oleh faktor

tunggal. Namun demikian, jumlah RUU prolegnas yang terlalu banyak dengan

kemampuan dan waktu yang terbatas merupakan faktor paling penting yang

menyebabkan target tersebut tidak tercapai. Terlebih, kemampuan anggota DPR dalam

penguasaan substansi dan teknis perancangan undang-undang juga tidak cukup

memadai. Oleh karenanya, sudah sepatutnya DPR, DPD, dan Pemerintah benar-benar

menetapkan usulan RUU dalam prolegnas untuk hal-hal yang sangat penting dan

mendesak sehingga sejumlah RUU tersebut memang merupakan sesuatu yang urgen

untuk diprioritaskan. Dengan kata lain, tidak perlu memaksakan untuk memasukkan

daftar RUU yang begitu banyak dalam Prolegnas yang pada akhrinya menyebabkan

makna prioritas menjadi sumir dan memberi kesan bahwa RUU prioritas tahunan hanya

bersifat menampung usulan saja tanpa ada parameter yang jelas tentang prioritas

kebutuhan bangsa dalam bidang legislasi.

Jumlah Ideal RUU Prolegnas

Antara berbagai jenis peraturan perundang-undangan yang ada, menurut Bagir

Manan, undang-undanglah yang mempunyai jangkauan yang paling luas untuk

mengatur berbagai hal. Undang-undang pada dasarnya dapat mengatur segala hal.

Pengaturan oleh undang-undang hanya dibatasi oleh kaidah-kaidah yang termuat dalam

39

ibid 40

Muh. Risnain, Op., Cit, hlm. 406-407

Page 14: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

213

UUD 1945 dan Tap MPR.41

Bisa jadi, faktor keluwasan materi muatan yang dapat

diatur dalam undang-undang inilah yang kemudian menjadi salah satu sebab

perencanaan RUU dalam prolegnas tidak pernah realistis karena selalu melampaui

ketersediaan waktu dan keterbatasan kemampuan DPR dan Pemerintah untuk

merealisasikannya.

Sebagai gambaran, jumlah regulasi yang telah ditetapkan berdasarkan data dari

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM sejak tahun 2005

sampai bulan Juni 2013 adalah sebagai berikut:42

Tabel 3

Jumlah Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 2005-2013

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

Gambar di atas memperlihatkan bahwa eksekutif maupun legislatif rata-rata

hanya mampu membentuk 29 undang undang setiap tahun, atau sekitar 145 undang

undang dalam lima tahun. Oleh karena itu, jumlah RUU Daftar Prioritas Prolegnas

2005-2009 dan 2010-2014 yang jumlahnya diatas 200 RUU dapat dikatakan tidak

realistis.

Hal yang sama disampaikan oleh Muhammad Amirulloh. Menurut hasil

penelitiannya, jumlah ideal RUU yang dibahas dalam satu periode keanggotaan DPR

adalah antara 100 (sertaus) sampai dengan 125 RUU di luar pembentukan daerah dan

41

Bagir Manan, Pertumbuhan Dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, CV Mandar Maju, Bandung,

1995, hlm. 38 42

Background Study: Pengintegrasian Kerangka Regulasi Dalam RPJMN 2015 – 2019, Direktorat

Analisa Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta, 31 Desember 2013, hlm. 5

Page 15: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

214

ratifikasi perjanjian internasional. Hal ini didasarkan pada data empirik jumlah rata-rata

UU yang berhasil ditetapkan pada setiap tahunnya adalah antara 20 s.d 30 UU.43

Membludaknya jumlah RUU dalam prolegnas di setiap periode kepemimpinan

DPR RI menunjukkan bahwa DPR dan Pemerintah tidak memiliki indikator yang jelas

dalam menetapkan RUU prolegnas. Hal ini kemudian berdampak pada tidak

terkontrolnya jumlah rencana RUU yang pada akhirnya prolegnas hanya

merepresentasikan daftar keinginan dari masing-masing anggota DPR dan Pemerintah

itu sendiri tanpa di dasari oleh kajian yang mendalam. Oleh karenanya, sangat penting

bagi DPR dan Pemerintah sebelum menetapkan RUU prolegnas untuk memiliki

parameter-parameter tertentu tentang RUU apa saja yang dianggap penting dan urgen.44

Ada banyak indikator yang dapat digunakan untuk mengukur skala prioritas

pembentukan undang-undang. Misalnya dengan mengguakan metode ROCCIPI (Rules,

Opportunity, Capacity, Communication, Interest, Procces dan Ideology) atau RIA

(Regulatory Impact Assessment), dll. Namun demikian, yang perlu dicatat adalah bahwa

kriteria-kriteria tersebut dalam konteks sumber hukum tata negara masuk pada kategori

sebagai sumber HTN materiil. DPR, DPD, dan Pemerintah sebagai penyelenggara

negara wajib untuk pertama-tama merujuk pada sumber HTN yang formil dalam setiap

memecahkan suatu persoalan hukum. Namun demikian, apabila sumber HTN formil

dianggap tidak memadai dalam menjawab persoalan, maka dapat merujuk pada sumber

HTN yang materiil. Berdasarkan hal ini, sumber HTN formil sebenarnya telah

menetapkan beberapa kriteria dalam menyusun prolegnas baik untuk jangka menengah

(5 tahun) atau jangka pendek (1 tahun) yaitu UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 18 UU 12 Tahun 2011 telah secara

tegas mengatur bahwa penyusunan Prolegnas didasarkan pada:

a. Perintah UUD 1945;

b. Perintah Ketetapan MPR

c. perintah undang-undang lainnya;

d. Sistem perencanaan pembangunan nasional;

e. Rencana pembangunan jangka panjang nasional;

f. Rencana pembangunan jangka menengah; 43

Muhammad Amirulloh, Kajian Hukum Tentang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Sebagai

Sarana Pembangunan Hukum Yang Demokratis Dan Evaluasi Prolegnas Tahun 2008, Fakultas Hukum

Universitas Padjadjaran, Bandung, 2009, hlm. 45 44

Tidak adanya parameter yang digunakan oleh DPR dan pemerintah dalam menetapkan RUU prolegnas

salah satunya tergambar dari tidak singkronnya antara jumlah RUU Prolegnas dengan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Padahal, salah satu hal yang harus

diperhatikan dalam penyusunan Prolegnas adalah kesesuaiannya dengan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN). Bukti tidak singkronnya antara RUU prolegnas dengan kebutuhan RUU

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tergambar dari data yang dirilis oleh

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(Bappenas), bahwa: Prolegnas 2010-2014 menetapkan 258 Rancangan Undang-undang untuk

diselesaikan, namun RPJMN 2010-2014 hanya merencanakan 29 RUU. RUU yang sejalan antara RPJMN

2010-2014 dan Prolegnas 2010-2014 adalah sejumlah 20 RUU. Kondisi demikian memperlihatkan tidak

sinerginya antara perencanaan kebijakan pembangunan regulasi dengan perencanaan pembentukan

regulasi yang seharusnya memperlihatkan sinergi antara peran Negara sebagai regulator dan peran Negara

sebagai operator. Background Study, Op., Cit, hlm. 3-4

Page 16: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

215

g. Rencana kerja pemerintah, rencana strategis DPR, (dan rencana strategis DPD);

dan

h. Aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat.

Kriteria nomor 1 s.d 8 di atas harus dimaknai sebagai hierarkhi sehingga

penentuan prioritas RUU prolegnas menjadi lebih jelas dan fokus serta menghindari

munculnya RUU-RUU pesanan politik tertentu. Kriteria dalam hierarki yang lebih

tinggi harus diprioritaskan dibandingkan kriteria dalam hierarki yang lebih rendah.

Selain itu, 4 (empat) indikator dapat dijadikan landasan dalam menentukan arah dan

kebijakan Prolegnas yaitu: Pertama, pengaturan lebih lanjut atas peraturan yang lebih

tinggi atau sederajad (termasuk didalamnya adalah tindak lanjut putusan MK dan

ratifikasi perjanjian internasional). Hal ini penting untuk diprioritaskan karena

pengaturan lebih lanjut dibutuhkan agar peraturan yang lebih tinggi dapat

dioperasionalkan. Kedua, pelaksanaan sisa RUU prolegnas tahun sebelumnya. Dengan

dasar pertimbangan bahwa sisa prolegnas tahun sebelumnya yang belum selesai penting

untuk didahulukan karena hal tersebut sudah pasti telah terdapat kajian yang matang

sehingga periode 2018 perlu untuk menindaklanjutinya. Ketiga, Rencana kerja

pemerintah, rencana strategis DPR, dan rencana strategis DPD. Hal ini dapat dilakukan

dengan membangun visi bersama sehingga akan tercipta kesepakatan antara DPR,

Pemerintah, dan DPD akan satu tolak ukur penentuan RUU mana yang dapat

mendukung visi bersama tersebut, dan, Keempat, kebutuhan hukum masyarakat. Untuk

poin nomor empat ini perlu diberikan rambu-rambu mengenai kriteria RUU berdasarkan

kebutuhan hukum masyarakat dan juga RUU yang diajukan di luar Prolegnas agar hal

ini tidak digunakan secara gampang yang kemudian dapat merusak rencana prolegnas

yang sudah baku.45

Pada akhirnya, pemilihan sebuah RUU untuk dijadikan skala

prioritas prolegnas juga harus mempertimbangkan 3 (tiga) hal yaitu: (1) ketersediaan

naskah akademik, (2) naskah Rancangan Undang-Undang, dan (3) telah dilakukan

harmonisasi.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan

yaitu: Pertama, perencanaan legislasi melalui prolegnas dimaksudkan untuk

menghasilkan legislasi yang terencana dengan jelas dan terpola. Prolegnas merupakan

arahan atau garis resmi yang dijadikan dasar pijak untuk membuat dan melaksanakan

pembentukan hukum dalam rangka mencapai tujuan negara. Kedua, beberapa faktor

45

Rambu-rambu yang dapat digunakan misalnya dengan mengacu pada Putusan MK Nomor 138/PUU-

VII/2009 yang mengatur tiga syarat sebagai parameter adanya “kegentingan yang memaksa” bagi

Presiden untuk menetapkan PERPU, yaitu: (i) Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk

menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang; (ii) Undang-Undang yang

dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak

memadai; (iii) Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang

secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang

mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan (Kekosongan hukum tersebut harus segera diatasi

dengan membentuk UU).

Page 17: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

216

yang menyebabkan RUU prolegnas tidak pernah dapat diselesaikan seluruhnya karena:

(1) Penentuan jumlah RUU belum sepenuhnya menggunakan kriteria yang jelas dan

tepat, dikaitkan dengan kebutuhan hukum yang ada. (2) Penentuan prioritas tahunan

belum sepenuhnya memperhitungkan kapasitas dan ketersediaan waktu legislasi DPR.

(3) Parameter yang digunakan untuk menentukan RUU yang akan dimasukan dalam

Prolegnas sering kalah oleh kepentingan politik. (4) masih sering terjadi masuknya

RUU yang sebelumnya tidak tercantum dalam daftar Prolegnas. (5) Mekanisme

pembahasan RUU di lingkungan DPR membutuhkan waktu yang panjang. Ketiga,

jumlah ideal RUU prolegnas harus menyesuaikan ketersediaan waktu dan kapasitas

DPR dan Presiden. Kemampuan DPR dan Presiden rata-rata hanya mampu membentuk

29 undang undang setiap tahun, atau sekitar 145 undang undang dalam lima tahun.

Daftar Pustaka

Andi Irman Putra, 2008, Penulisan Kerangka Ilmiah Tentang Peran Prolegnas Dalam

Perencanaan Pembentukan Hukum Nasional Berdasarkan UUD 1945 (Pasca

Amandemen), Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum Dan Hak

Asasi Manusia, Jakarta.

Ajarotni Nasution dan Omon (editor), 2010, Evaluasi Program Legislasi Nasional

Dalam Rangka Pembangunan Hukum Yang Demokratis, Badan Pembinaan

Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta

Bagir Manan dan Kuntana Magnar, 1987, Peranan Peraturan Perundang-Undangan

Dalam Pembinaan Hukum Nasional, Armico, Bandung

Bagir Manan dan Kuntana Magnar, 1993, Beberapa Masalah Hukum Tatanegara

Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung

Bagir Manan, 1995.Pertumbuhan Dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, CV

Mandar Maju, Bandung

Dinamika Pembangunan Budaya Hukum dan Demokrasi Lokal, Laporan Tahunan 2015

Mahkamah Konstitusi RI, Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah

Konstitusi

J.E. Sahetapy, dkk, 2011, Pemantauan Dan Pengkajian Legislasi Serta Permasalahan

Aktual Di Bidang Hukum (Suatu Rekomendasi), Komisi Hukum Nasional RI,

Jakarta

Jimly Assidiqie, 2006, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta

Maria Farida Indrati. S, 2007, Ilmu Perundang-Undangan: Proses dan Teknik

Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta

Page 18: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

217

Moh. Mahfud MD, 2006, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, LP3ES,

Jakarta

Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Ctk. Kelima, Kencana

Prenada Media, Jakarta

Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, ctk.

ketiga, Ghalia Indonesia

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Sulityowati Irianto dan Shidarta (edt), 2009, Metode Penelitia Hukum: Konstelasi dan

Refleksi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Suparman Marzuki, Politik Hukum Hak Asas Manusia (HAM) di Indonesia di Era

Reformasi: Studi Tentang Penegakan Hukum HAM dalam Penyelesaian

Pelanggaran HAM Masa Lalu, Ringkasan Disertasi, Program Doktor (S3)

Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,

Yogyakarta, 2010

Peraturan Perundang-undangan, Makalah, Jurnal dan Website

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan

Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang Penyusunan dan Pengelolaan

Program Legislasi Nasional

Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 01/DPR-RI/III/2004-

2005 Tentang Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional Tahun 2005-

2009.

Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 41 A/DPR RI/

I/2009-2010 Tentang Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional Tahun

2010 – 2014.

Page 19: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

218

Asrul Ibrahim Nur, Produktivitas Legislasi: Realisasi Prolegnas Tahun 2013, The

Indonesian Institute, Center for Public Research, Volume VIII, No. 05 -

Desember 2013.

Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia, Membanguan Keterpaduan Program

Legislasi Nasional dan Daerah, makalah, disampaikan dalam Workshop dan

Focus Group Discussion dengan tema “Program Legislasi Nasional Sebagai

Politik Pembangunan Hukum Nasional" yang diselenggarakan oleh Badan

Legislasi DPR RI, Rabu, 21 Mei 2008.

UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Bivitri Susanti, Catatan Pelaksanaan Prolegnas 2005-2009, Makalah, disampaikan

dalam Rapat Pembahasan Tahunan Prolegnas Tahun 2008, yang

diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional departemen Hukum

dan HAM, di Bogor, 26 Agustus 2008

FX. Soekarno, Arah Kebijakan Penyusunan Prolegnas 2010 – 2014, Makalah,

disampaiakan pada Lokakarya Prolegnas Tahun 2009, yang diselenggarakan

oleh BPHN, Departemen Hukum dan HAM, tanggal 10 Juni 2009, di Bandung,

Jawa Barat.

Muh. Risnain, Konsep Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Program Legislasi Nasional,

Jurnal Rechtsvinding, Volume 4, Nomor 3, Desember 2015.

Background Study: Pengintegrasian Kerangka Regulasi Dalam RPJMN 2015 – 2019,

Direktorat Analisa Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(Bappenas), Jakarta, 31 Desember 2013.

Muhammad Amirulloh, Kajian Hukum Tentang Program Legislasi Nasional (Prolegnas)

Sebagai Sarana Pembangunan Hukum Yang Demokratis dan Evaluasi Prolegnas

Tahun 2008, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 2009.

Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia, Program Legislasi Nasional Tahun 2005 –

2009.

Khopiatuziadah, “Menanti Realisasi Prolegnas Prioritas 2010” diunduh dari

http://www.djpp.depkumham.go.id/index.php/artikel/336-menanti-realisasi-

prolegnas-prioritas- 2010.

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/prolegnas-2010-2014.html,

Page 20: SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · tidak terlepas dari suatu prinsip bahwa sistem hukum civil law merupakan sistem hukum ... dan Presiden menargetkan penyelesaian 75 RUU (70 RUU

SIPENDIKUM 2018

219

Fajri Nursyamsi, Menggagas Prolegnas Berkualitas, http://www.pshk.or.id/id/blog-

id/menggagas-prolegnas-berkualitas/