(sindonews.com) opini ekonomi 12 februari 2015-11 april 2015

164
1 DAFTAR ISI PENYALUR MOBIL TETANGGA? Hendrik Kawilarang Luntungan 4 BEBAN BARU DARI PENGUASA BARU Kusfiardi 8 PERSPEKTIF BARU KONFLIK KPK-POLRI Wahyu T Setyobudi 11 MENGAWAL NILAI TUKAR RUPIAH Firmanzah 14 4G LTE, TAK SEKADAR INTERNETAN CEPAT Hasnul Suhaimi 18 RIGIDITAS Rhenald Kasali 21 MEMADUKAN FISKAL DAN MONETER Ahmad Erani Yustika 24 PMN DAN KINERJA BUMN Ali Masykur Musa 27 UMKM DAN PEREKONOMIAN NASIONAL Jahja Setiaatmadja 30 KETIKA SAYAP SINGA UDARA TAK MENGEMBANG W Riawan Tjandra 33 CINTA PRODUK DALAM NEGERI Purbayu Budi Santosa 36 MENEBAK ARAH BI RATE Paul Sutaryono 39 GERTAK Rhenald Kasali 42 MENGEMBALIKAN KHITAH BULOG Toto Subandriyo 45 MISTERI MAFIA BERAS Khudori 48 INDONESIA SEBAGAI MINING COUNTRY Kusnowibowo 51

Upload: ekho109

Post on 17-Jul-2015

278 views

Category:

Economy & Finance


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

1

DAFTAR ISI

PENYALUR MOBIL TETANGGA?

Hendrik Kawilarang Luntungan 4

BEBAN BARU DARI PENGUASA BARU

Kusfiardi 8

PERSPEKTIF BARU KONFLIK KPK-POLRI

Wahyu T Setyobudi 11

MENGAWAL NILAI TUKAR RUPIAH

Firmanzah 14

4G LTE, TAK SEKADAR INTERNETAN CEPAT

Hasnul Suhaimi 18 RIGIDITAS

Rhenald Kasali 21

MEMADUKAN FISKAL DAN MONETER

Ahmad Erani Yustika 24

PMN DAN KINERJA BUMN

Ali Masykur Musa 27

UMKM DAN PEREKONOMIAN NASIONAL

Jahja Setiaatmadja 30

KETIKA SAYAP SINGA UDARA TAK MENGEMBANG

W Riawan Tjandra 33 CINTA PRODUK DALAM NEGERI

Purbayu Budi Santosa 36

MENEBAK ARAH BI RATE

Paul Sutaryono 39

GERTAK

Rhenald Kasali 42

MENGEMBALIKAN KHITAH BULOG

Toto Subandriyo 45

MISTERI MAFIA BERAS

Khudori 48 INDONESIA SEBAGAI MINING COUNTRY

Kusnowibowo 51

Page 2: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

2

ALI BABA PERSIA, HANGZHOU, DAN MEDAN

Rokhmin Dahuri 54

MAKROPRUDENSIAL DAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN

Firmanzah 57 SISI POLITIK BERAS

Anas Urbaningrum 60

POLITIK BERAS ALA JOKOWI

Atang Trisnanto 63

MENJADIKAN MAJALENGKA KAWASAN METROPOLITAN

Sutrisno 66

PENYERTAAN MODAL NEGARA

Rhenald Kasali 69

INVESTASI DAN PEMBIARAN KONFLIK

Hendrik Kawilarang Luntungan 74 REVISI UU TENTANG SUMBER DAYA AIR

Aunur Rofiq 78

NATIONAL DESIGN POLICY DAN DAYA SAING

Firmanzah 81

MENGUKUR PLUS-MINUS PELEMAHAN RUPIAH

Sunarsip 84

IMPLIKASI PEMBATALAN UU SDA

Dian Indrawati 87

WAJARKAH RUPIAH MELEMAH?

Enny Sri Hartati 90 TRADITIONAL MARKETING VS EVENT BASED MARKETING

Eddy Anthony 93

DEFLASI DAN NILAI TUKAR

Firmanzah 96

POLITIK BANTUAN CINA-AFRIKA

Dinna Wisnu 99

SISTEM PEMBAYARAN BARTER

Achmad Deni Daruri 102

MENYELAMATKAN PERTAMINA

Ari Pramono & Harryadin Mahardika 105

Page 3: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

3

MISFIT VS PROBLEM SOLVER

Rhenald Kasali 109

MEMPERKUKUH OTOT RUPIAH

Paul Sutaryono 113 ASIA-AFRIKA DAN POTENSI EKONOMI

Firmanzah 116

MENUJU POROS MARITIM DUNIA

Rokhmin Dahuri 119

DISTRIBUSI TERTUTUP LPG MELON

Ali Masykur Musa 124

WARISAN KEPEMIMPINAN MODEL SINGAPURA

Tirta N Mursitama 127

LEE

Rhenald Kasali 130 PELABUHAN CILAMAYA, UNTUK SIAPA?

Sj Arifin 133

MEMBANGUN SEKTOR PELAYARAN

Carmelita Hartoto 136

DEFISIT TRANSAKSI BERJALAN DAN STABILITAS EKONOMI

Aunur Rofiq 140

INFRASTRUKTUR DAN ARAH PEREKONOMIAN

Firmanzah 143

OBSTACLE INDUSTRI INDONESIA: BIROKRASI PERIZINAN

Hendrik Kawilarang Luntungan 146 PAK MENKO, MELAUTLAH!

M Riza Damanik 150

REFORMULASI KEBIJAKAN PERBERASAN

Khudori 153

KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN PUSAT-DAERAH

Firmanzah 156

MENGKRITISI PRAKTIK P&I

Siswanto Rusdi 159

SAMPAI KAPAN BERGANTUNG PADA RASKIN?

Posman Sibuea 162

Page 4: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

4

Penyalur Mobil Tetangga? Koran SINDO 12 Februari 2015

Entah apa yang salah dengan negeri ini. Belum selesai kisruh KPK-Polri, sepanjang pekan

lalu, publik dikejutkan lagi dengan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam kunjungan kerjanya ke Malaysia, Jumat (6/2), Jokowi bersama Perdana Menteri

Malaysia Najib Razak menyaksikan penandatanganan MoU pembuatan mobil nasional.

Setidaknya itu terlihat dari spanduk yang terpampang di belakang mereka. Yang kerja sama

adalah PT Proton Holding Berhad dengan PT Adiperkasa Citra Lestari.

Yang pertama, semua sudah tahu adalah produsen mobil Proton (kependekan dari Perusahaan

Otomotif Nasional). Tapi PT ACL milik orang dekat Jokowi, AM Hendropriyono, belum

sekali pun terdengar kiprahnya di bidang automotif. Sontak muncul kritik dan protes luas di

dalam negeri, terutama kepada Jokowi.

Tapi tak lama berselang, pemerintah ”meluruskan” bahwa itu bukan program mobil nasional.

Itu hanya kerja sama business to business seperti diungkap Menteri Perindustrian Saleh Husin

dan Menko Perekonomian Sofyan Djalil. Namun, tetap saja kontroversi berlanjut. Ingatan

rakyat kemudian mengarah kepada mobil Esemka, produk anak-anak sekolah menengah

kejuruan (SMK) asal Solo.

Soal Esemka ini sebenarnya Presiden tak boleh lupa. Ketika Jokowi masih menjabat wali

Kota Solo diarak menggunakan mobil Esemka dengan nopol AD 1 A. Bahkan saat jadi

gubernur DKI Jakarta, dia terus melempar mimpi akan menjadikan Esemka sebagai mobil

kebanggaan nasional. Dan, mimpi mobil nasional ini juga yang membawa Pak Jokowi kini

menjabat RI 1.

Namun yang terjadi kemudian, impian itu tinggal mimpi belaka. Setidaknya hingga kini

belum ada kebijakan pemerintah mengembangkan industri mobil nasional. Kucuran keringat

dan semangat anak-anak bangsa (baca: SMK) rupanya hanya dijadikan kendaraan politik

untuk mengangkat citra. Bukan untuk benar-benar membangun industri mobil nasional.

***

Kesepakatan itu menyatakan pada tahap awal Malaysia akan mengekspor kendaraan utuh ke

Indonesia. Berikutnya kedua perusahaan akan merakit mobil dan membuat pabrik komponen

di Indonesia. ”Nantinya akan menjadi mobil buatan Indonesia,” kata Mahathir seperti dikutip

Bernama.

Page 5: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

5

Proton Berhad dipimpin bekas orang kuat Malaysia, bekas Perdana Menteri Mahathir

Mohammad. Berdiri sejak 1983, Proton awalnya menggandeng Mitsubishi (Jepang). Kini

perusahaan ini menggandeng Lotus (Inggris). Mitsubishi dan Lotus memasok mesin. Rangka

bodi dan desain dikerjakan Proton.

Proton memang sempat meraih angka produksi satu juta unit pada 1996 dan mengakuisisi

mayoritas saham dari Grup Lotus. Bahkan pada 2001, dia menguasai pasar automotif

Malaysia hingga mencapai 53%. Tapi sejak Januari 2012, perusahaan kebanggaan Malaysia

ini di-take over satu konglomerasi sana, DRB-Hicom Berhad, milik Tan Sri Syed Mokhtar

Albukhary. Musababnya sederhana: kesulitan keuangan. Mengapa bisa? Rupanya Proton tak

lagi berjaya di tanah airnya. Nama besarnya tergerus kendaraan lokal Malaysia lainnya,

Perodua. Berdasarkan data Malaysian Automotive Institute (MAI) Review and Insight 2014-

2015, pangsa pasar Perodua mencapai 29% sementara Proton 17,4%.

Selama ini Proton memiliki tempat istimewa di industri automotif Malaysia. Mungkin karena

peran Mahathir Mohammad. Selain disubsidi negara, harga jual Proton jauh lebih murah

dibandingkan kendaraan bermerek non-nasional. Tapi tetap saja proteksi itu tak membuat

Proton tambah bersinar. Proton juga bisa dibilang gagal meraih pasar di beberapa negara,

seperti Australia, Turki, dan Indonesia. Singkat cerita, Proton tengah meredup.

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dijadwalkan berjalan akhir 2015 ini. Dari sekitar 600

juta penduduk ASEAN, Indonesia masih menjadi pasar yang menggiurkan. Jumlahnya

mencapai 50%. Lebih dari setengah populasi ASEAN adalah penduduk negeri ini. Jadi wajar

di balik itu semua Proton mengincar pasar Indonesia dengan bantuan pemerintah Jokowi.

***

Sementara itu, soal PT ACL dan Hendropriyono masih menyimpan tanda tanya. PT ACL tak

tercatat sebagai perusahaan automotif. Alamatnya pun tidak jelas.

Tentang Hendropriyono agaknya semua sudah paham. Dia sempat menjadi komisaris utama

PT KIA Motor Indonesia (KMI), penyalur 12 jenis produk KIA, perusahaan Korea Selatan.

KIA adalah singkatan dari Korean International Automotive atau Korea Industrial Autocar.

Atau dalam bahasa Korea-nya adalah ”Terbit di Asia”. Menurut catatan George Junus

Aditjondro, di perusahaan (PT KMI) ini bergabung anaknya dan anak mantan Menteri

Sekretaris Negara Muladi.

Aditjondro mengulas sebelumnya KIA dibawa Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto)

untuk menggarap mobil nasional. Sedangkan Tommy Soeharto melansir nama Timor

(Teknologi Industri Mobil Rakyat) dengan melibatkan insinyur-insinyur tanah air. Padahal

mobil Timor yang digadang-gadang sebagai mobil nasional waktu itu sebenarnya hanyalah

produk KIA Sephia rakitan 1995. Entah apa alasannya.

Page 6: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

6

Waktu itu sempat turun peraturan pemerintah yang memberi kelonggaran bisnis putra

kesayangan Presiden Soeharto itu, namun tak berlanjut menyusul krisis ekonomi yang

berlanjut pergantian kekuasaan. Nah, di tengah ketidakpastian itu, Hendropriyono mencari

jalan keluar. Dia mendirikan PT KMI.

Upaya ini, menurut Aditjondro, merupakan langkah strategis Hendro mendekat ke Presiden

Megawati Soekarnoputri. Hendro memang dikenal dekat dengan Mega sejak sebelum

Reformasi.

Seusai masa kepresidenan Megawati, nasib PT KMI tak terdengar. Distribusi mobil KIA

kemudian diambil alih pusatnya, KIA Motor Company di Korea Selatan.

***

Definisi mobil nasional sederhana: 100% sahamnya harus dimiliki dalam negeri, dirakit

sepenuhnya oleh insinyur dalam negeri. Apakah sudah ada? Rupanya belum. Kementerian

Perindustrian mengaku belum memiliki roadmap pembangunan mobil nasional tapi baru

roadmap pembinaan automotif nasional.

Membuat—apa yang bisa disebut—mobil nasional sebenarnya mudah. Mungkin hanya butuh

beberapa hari saja. Mengingat di sini banyak tenaga ahli, desainer, mekanik, teknisi motor,

dan lainnya. Tercatat sudah banyak model mobil nasional yang sudah diciptakan anak negeri

kita.

Mobnas kita sudah banyak. Sebut saja Toyota Kijang, Maleo, MR 90, Kalla Motor, Bakrie

Beta 97 MPV, Timor, Bimantara, Kancil, Texmaco Macan, Gang Car, Marlip, Arina, Tawon,

Komodo, GEA, Esemka (yang dipakai sebagai kendaraan dinas Jokowi saat jadi wali Kota

Solo), Texmaco Perkasa, Nuri, Wakaba, Mobil Listrik Ahmadi, Tucuxi (promotor Dahlan

Iskan), dan Mobnas Tenaga Listrik. Toyota Kijang mulai diproduksi 1974. Desain dan

mayoritas komponennya produksi lokal. Bayangkan Kijang sudah ada sebelum Proton berdiri

(1983).

Tapi membangun industri mobil nasional jelas lain masalah. Membuat satu mobil tidak

identik dengan membangun industri mobil. Membangun pabrik tak sama dengan membangun

industri. Dalam industri, ada mata rantai pasokan dan mata rantai nilai tambah.

Membuat ratusan mobil tidak sama dengan membuat ribuan atau jutaan mobil. Satu mobil

saja pada umumnya terdiri atas 20.000-30.000 parts. Tidak ada sebuah negara atau sebuah

industri automotif membuat 20.000 parts itu sendirian. Pasti ada mata rantai pemasok atau

supply chain.

Di situ diperlukan value chain, mata rantai nilai tambah secara berjenjang dan bertahap. Tiap

industri membangun mata rantai itu. Muncul istilah ‘mata rantai pasokan’. Dalam konteks ini

jelas diperlukan pasokan beragam jenis industri raw material yang berkaitan dengan mata

Page 7: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

7

rantai pasokan. Yang paling utama adalah industri baja dasar. Apakah kita sudah

memilikinya?

Semua industri mobil raksasa sudah membangun mata rantai Global Value Chain yang

menggurita. Mereka bersaing sekaligus saling bekerjasama. Jepang bekerja sama dengan

Amerika, Jepang dengan Eropa, dan Jepang dengan China. Juga dengan negara-negara

ASEAN. Filipina dan Thailand jadi basis produksi mobil Ford. Bahkan, Hyundai dan KIA

(Korea Selatan) pun berkongsi dengan India.

Dengan peta kekuatan industri mobil global seperti di atas menjadi mengherankan jika

mengapa untuk membuat mobil nasional kita harus bekerja sama dengan Malaysia. Jika

lemah beraliansi dengan lemah, apa bisa kuat? Belajar dari sejarah selalu saja pihak Indonesia

dijadikan agen penyalur produk asing, termasuk dalam kasus Proton-PT ACL ini.

HENDRIK KAWILARANG LUNTUNGAN

Wakil Sekjen Bidang Ekonomi DPP Partai Perindo

Page 8: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

8

Beban Baru dari Penguasa Baru Koran SINDO 13 Februari 2015

Hari ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dijadwalkan akan mengesahkan Rancangan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) Tahun Anggaran 2015

menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran

2015.

Mengiringi pengesahan RAPBN-P 2015 menjadi APBN-P 2015, perlu rasanya

mengemukakan beberapa hal penting menyangkut arah kebijakan pemerintah. Dalam Nota

Keuangan (NK) RAPBN-P Tahun Anggaran 2015 pemerintah membatasi diri dalam

mengoptimalkan upaya penerimaan pajak. Alasan pembatasan itu agar tidak mengganggu

perkembangan investasi dan dunia usaha.

Bahkan pemerintah tak segan memberikan insentif perpajakan dan bea masuk yang

ditanggung pemerintah bagi sektor-sektor usaha tertentu. Pemerintah sendiri tidak

menjelaskan lebih jauh mengenai sektor tertentu yang dimaksud.

Pada alokasi pendapatan negara, pemerintah justru menggenjot kenaikan penerimaan dari

pajak pertambahan nilai (PPn), pajak bumi dan bangunan (PBB), serta cukai. Penerimaan

PPn dalam APBN 2015 dipatok Rp524,97 triliun, sementara di RAPBN-P 2015 angka itu

melonjak menjadi Rp576,47 triliun. Angka itu sudah disepakati dalam postur sementara

RAPBN-P 2015. Kemudian penerimaan PBB dalam APBN 2015 sebesar Rp26,68 triliun juga

digenjot menjadi Rp26,69 triliun di RAPBN-P 2015 dan sudah disepakati dalam postur

sementara RAPBN-P 2015.

Lalu penerimaan cukai dalam APBN 2015 sebesar Rp26,68 triliun juga dinaikkan menjadi

Rp26,69 triliun dalam RAPBN-P 2015 dan disepakati dalam postur sementara RAPBN-P

2015.

Kenaikan target penerimaan dari PPn, PBB, dan cukai bukan saja berdampak menekan daya

beli, tapi juga bisa menambah berat beban rakyat. Hal inilah yang harus juga mendapat

perhatian pemerintah.

Beban rakyat masih akan bertambah seiring dengan keputusan pemerintah melakukan

penghapusan subsidi BBM jenis premium pada sisi belanja negara. Bersamaan dengan itu

pemerintah mengurangi subsidi untuk BBM jenis solar melalui alokasi subsidi tetap.

Alokasi belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM), liquefied petroleum gas (LPG), dan

bahan bakar nabati (BBN) yang di APBN 2015 berjumlah Rp276 triliun dibabat habis

Page 9: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

9

menjadi hanya Rp81,8 triliun dalam RAPBN-P2015. Angka itu masih dipangkas lagi

sehingga dalam postur sementara RAPBN 2015 menjadi RP64,7 triliun.

Kebijakan menghapuskan subsidi tersebut berpotensi menimbulkan rentetan ketidakstabilan

ekonomi yang dipicu volatilitas harga BBM. Bahkan lebih jauh hal itu sangat berpotensi

mendorong kenaikan harga barang dan jasa. Secara akumulatif kondisi tersebut akan

berpengaruh buruk pada kesejahteraan rakyat dan dapat memicu naiknya angka kemiskinan

dan pengangguran.

Tampaknya pemerintah tidak peduli bahwa BBM adalah faktor produksi penting bagi negara

dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Pemerintah juga seolah tak peduli keputusan

Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa kebijakan menyerahkan harga BBM

mengikuti mekanisme pasar bertentangan dengan konstitusi.

Menambah Utang

Meskipun sudah menghapus subsidi premium dan memangkas subsidi BBM lainnya dengan

alasan efisiensi, ternyata kebijakan itu tak berpengaruh banyak pada defisit anggaran. Defisit

dalam APBN 2015 tercatat mencapai Rp245,9 triliun, pada RAPBN-P 2015 menjadi Rp225,9

triliun, dan di postur sementara RAPBN-P 2015 menjadi Rp224,1 triliun.

Pada sisi pembiayaan untuk menutupi defisit, pemerintah menegaskan masih akan setia

menggunakan pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri. Dalam APBN 2015

penarikan pinjaman luar negeri (bruto) sebesar Rp47 triliun, kemudian dalam RAPBN-P

2105 naik menjadi Rp49,2 triliun. Dalam postur sementara RAPBN-P 2015 disepakati

menjadi Rp48,6 triliun.

Pemerintah juga melakukan komitmen pinjaman siaga sebesar Rp61 triliun yang bersumber

dari Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), Japan Bank for Internationa l Cooperation

(JBIC), dan Pemerintah Australia. Pemerintah juga menerbitkan surat utang negara (SUN).

Penerbitan SUN oleh pemerintah tidak hanya dengan denominasi rupiah, tetapi juga dalam

denominasi valuta asing.

Pemerintah menambah penerbitan surat berharga negara (SBN). Pemerintah berencana

mendapatkan pembiayaan melalui penjualan SBN denominasi rupiah dan dolar AS sebesar

Rp38 triliun. Penambahan utang tersebut dilakukan pemerintah untuk membiayai penyertaan

modal negara (PMN). Dalam APBN 2015 alokasi PMN hanya Rp5,1 triliun. Namun angka

itu melonjak drastis dalam RAPBN-P 2015 menjadi Rp72,9 triliun. Kemudian dalam postur

sementara RAPBN-P 2015 menjadi Rp64,8 triliun.

Jauh dari Harapan Rakyat

Potret kebijakan anggaran yang tecermin dalam NK RAPBN- P 2015 menunjukkan bahwa

pemerintahan baru belum mengakomodasi perubahan sesuai harapan rakyat. Tentu rakyat

Page 10: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

10

berharap agar pemerintahan baru bisa menjalankan kebijakan yang dapat membuat kehidupan

masyarakat menjadi lebih baik. Harapan tersebut bukan saja wajar, tetapi juga mendapatkan

legitimasi dari konstitusi UUD 1945.

Pasal-pasal dalam konstitusi negara secara jelas mengamanatkan kepada pemerintahan untuk

senantiasa melindungi segenap tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa,

memajukan kesejahteraan umum, dan ikut serta dalam menciptakan perdamaian dunia.

Namun, sayang, pemerintahan baru yang saat ini berkuasa masih berwatak sama dengan

rezim terdahulu. Tampak tak hendak bersungguh-sungguh menjalankan amanat konstitusi.

Sebaliknya kuat sekali kesan patuh pada investor dan pengusaha walaupun harus melanggar

konstitusi.

KUSFIARDI

Analis Ekonomi Politik

Page 11: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

11

Perspektif Baru Konflik Polri-KPK Koran SINDO 13 Februari 2015

Roller coaster, tampaknya analogi yang sempurna untuk menggambarkan hubungan antara

Polri dan KPK beberapa pekan ke belakang ini.

Naik-turun, menikung dengan curam, melandai, namun tiba-tiba menanjak untuk kemudian

menukik tajam. Dimulai dari penetapan yang mengejutkan Komjen Budi Gunawan (BG)

sebagai tersangka oleh KPK di tengah-tengah euforia pencalonan tunggalnya sebagai kepala

Polri, serentetan peristiwa saling sambung terkait.

Hingga saat ini seluruh petinggi KPK telah dilaporkan dan menjadi tersangka atau akan

segera menjadi tersangka. Tanpa mengecilkan peran Kompolnas, Tim Sembilan dan berbagai

pihak lain yang ikut riuh-rendah meramaikan situasi sepertinya harapan akan berakhirnya

konflik ini masih belum jelas adanya.

Masyarakat berbeda pendapat mengenai hubungan panas tersebut. Ada yang secara terang-

terangan mendukung pihak tertentu, lengkap dengan urat leher yang ditarik kencang untuk

membela. Ada pula yang bersedih atas situasi tegang ini dan mengambil posisi plegmatis

dengan hashtag save KPK dan save Polri. Sebagian besar lainnya, antara jenuh dan tidak

terlalu peduli. Bagi mereka, konflik ini tak lebih dari satu di antara pengisi berita. Apa pun

yang terjadi, asalkan bisnis masih berjalan, pekerjaan masih dapat dikerjakan, life must go on.

Saya tak hendak ikut-ikutan membahas keadaan ini dengan kacamata politik atau sosial, yang

memang bukan bidang keahlian saya. Namun, fakta konflik ini justru sangat menggelitik jika

dipandang sebagai kasus umum yang terjadi di sebuah organisasi.

Jika negara adalah suatu organisasi raksasa, konflik Polri-KPK dapat dipandang dalam suatu

perspektif dinamika organisasi. KPK dan Polri merupakan organ vital dalam kehidupan

berbangsa. Bagaikan organ-organ tubuh yang saling bersaing menunjukkan siapa paling

penting fungsinya, akhirnya akan sadar, bahwa sekecil apa pun peran organ itu pasti memiliki

keutamaan untuk menjaga napas kehidupan.

Tanpa KPK atau Polri, rasanya para penjahat korupsi akan merajalela. Dengan demikian,

harmoni dan keselarasan gerak keduanya sangat dibutuhkan tanpa mengutamakan satu di atas

yang lain.

Setidaknya ada empat tahapan utama dalam dinamika suatu organisasi yaitu forming

(pembentukan), storming (munculnya konflik), norming (penetapan aturan baru), dan

performing (tahap menunjukkan kinerja).

Page 12: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

12

Sesaat setelah terbentuk, organisasi akan mencari cara terbaik mencapai tujuan melalui kerja

dari sub-sub organisasinya. Dengan rentang tugas dan wewenang serta cara pandang yang

berbeda-beda, tak jarang muncullah gesekan antarsub organisasi. Di sinilah muncul konflik.

Beberapa hal yang perlu diingat adalah konflik muncul karena kedua pihak memiliki cara

yang berbeda untuk mencapai tujuan. Tujuannya sama, caranya berbeda. Jika kita memaknai

konflik dengan cara ini, sedikit-banyak ketegangan dapat dikurangi. Dua pihak yang

berkonflik dalam organisasi pada dasarnya menginginkan kebaikan di level visi, namun

berbeda dalam menentukan pelaksanaannya.

Selain daripada hal tersebut, forming adalah tahap penting sebelum munculnya

performing. Tak ada perbaikan kinerja tanpa konflik. Organisasi yang adem ayem,

menghindari konflik, dan selalu setuju dengan pendapat bagian lain niscaya akan mengalami

kemandekan pertumbuhan dan inovasi yang terbonsai. Dinamika seperti ini tidak akan

mampu menandingi dinamika industri dan lingkungan bisnis yang berubah demikian cepat.

Michael Porter, seorang pemikir tersohor di bidang manajemen, malah mengatakan dengan

singkat, “chaos is now the new normality“, untuk menggambarkan turbulensi perubahan di

lingkungan bisnis.

Memaknai negara sebagai organisasi raksasa, dapat menawarkan perspektif baru dalam

memandang konflik Polri-KPK ini. Pertama, kedua lembaga diciptakan oleh karsa manusia,

seluruh rakyat Indonesia, untuk mengemban amanat penegakan hukum. Dengan demikian,

keduanya memegang mimpi bersama untuk mewujudkan negara bebas korupsi. Di titik ini

keduanya memiliki persamaan.

Konflik yang saat ini terjadi tentunya membuka peluang untuk melakukan perbaikan di

masing-masing institusi dan pembenahan pola hubungan antarinstitusi tersebut. Tidak ada

yang paling baik meneliti kelemahan suatu lembaga selain pihak yang sedang

berseteru. Konflik ini hendaknya menjadi upaya untuk menginventarisasi seluruh kelemahan

sistem dan pola hubungan antarlembaga agar digunakan sebagai alat berbenah.

Kedua, konflik ini dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja jika—dan hanya jika—konflik

memiliki sifat fungsional dan bukan konflik yang disfungsional. Konflik yang bersifat

fungsional berorientasi pada data, fakta, alat bukti, dan fokus pada masalah. Sebaliknya,

konflik yang bersifat disfungsional bertumpu pada emosi, dendam pribadi, prasangka, dan

fokus pada personal. Jika konflik fungsional bisa kita harapkan membawa peningkatan

kinerja, konflik disfungsional justru mendorong pada tersungkurnya kinerja.

Seluruh pemain yang kali ini berada di panggung publik sedang memainkan peran masing-

masing. Dengan memperhatikan statement, gerakan, dan manuvernya, masyarakat dan

penyelenggara kekuasaan akan menilai, mana yang memiliki kedewasaan untuk menjaga

konflik fungsional atau mana yang justru menunjukkan koreng-koreng kepribadian sehingga

membakar konflik disfungsional. Jika seluruh tokoh telah bermain, terang-benderanglah siapa

Page 13: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

13

saja yang harus tereliminasi demi kelangsungan kenegaraan.

Jika demikian, peran pemegang kekuasaan tertinggi, pimpinan sekaligus konduktor dalam

orkestrasi negara yaitu Presiden, sangatlah berat. Kemampuan Presiden untuk menjadi

katalisator bagi transformasi dua lembaga penting ini sepanjang jalannya dari proses storming

ke performing sedang diuji. Proses ini memerlukan pandangan yang tajam dan keberpihakan

pada objektivitas fakta dan data sehingga perlu dilakukan penyaringan terhadap para pelaku

konflik di masing-masing institusi.

Paling tidak, para pelaku di dalam institusi itu dapat dibedakan dalam dua dimensi utama.

Dimensi pertama adalah kemampuannya untuk tetap fokus pada konflik fungsional. Sifatnya

objektif dan berbasis data. Dimensi kedua adalah pengaruh dan kemampuan transformasinya.

Mereka yang masuk dalam kuadran pertama yakni memiliki kemampuan transformasi dan

fokus pada konflik fungsional adalah calon-calon pemimpin yang diharapkan mampu

mengambil peran lebih besar. Sedangkan mereka yang lemah di dua dimensi ini perlu

diisolasi melalui sistem yang ada. Proses filterisasi pelaku seperti ini akan membawa

perubahan besar dalam pola konflik.

Masyarakat yang harap-harap cemas dengan perkembangan ini tentu menanti tindakan nyata

dari pemimpin tertinggi. Jika dikaitkan dengan revolusi mental, mentalitas memandang

konflik Polri-KPK sebagai hal positif yang membuka peluang untuk mencapai level kinerja

baru yang lebih tinggi. Hanya dengan cara itu, kita menghiasi perbedaan dengan harapan dan

bisa mengharap jalan di depan lebih terang. Maju terus bangsaku.

WAHYU T SETYOBUDI

Pengajar dan Peneliti PPM School of Management

Page 14: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

14

Mengawal Nilai Tukar Rupiah Koran SINDO 16 Februari 2015

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan minggu lalu

menghadapi tekanan.

Pada Jumat (13/2), nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp12.798 per dolar AS dan sempat

mencapai level Rp12.851 per dolar AS di hari sebelumnya. Tekanan terhadap nilai tukar

rupiah ini juga kita rasakan sepanjang 2014, di mana rupiah terdepresiasi sebesar 1,74% (year

on year).

Pelemahan nilai tukar rupiah dimulai menjelang berakhirnya tahun 2012 atau awal 2013

ketika The Fed mulai menyampaikan rencana percepatan penghentian program stimulus

quantitative easing (QE III) hingga rencana kenaikan suku bunga The Fed. Secara umum

kebijakan The Fed ini memicu pelemahan nilai tukar rupiah dan hampir sebagian besar nilai

tukar negara berkembang (soft currency).

Di saat bersamaan negara-negara di kawasan Eropa, China, dan Jepang, mengalami

perlambatan ekonomi. Hal ini memperbesar bobot tekanan bagi nilai tukar rupiah mengingat

kawasan Eropa, China, dan Jepang merupakan mitra strategis Indonesia. Pada Jumat (13/2),

Bank Indonesia merilis neraca pembayaran triwulan IV 2014 surplus sebesar USD2,4 miliar

akibat surplus transaksi modal dan finansial sebesar USD7,8 miliar yang melampaui defisit

transaksi berjalan sebesar USD6,2 miliar (2,81% produk domestik bruto/PDB).

Dengan demikian, neraca pembayaran tahun 2014 mencatatkan surplus USD15,2 miliar

setelah pada 2013 defisit USD7,3 miliar. Perbaikan tersebut ditopang oleh menyusutnya

defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial. Surplus ini

juga memberi efek pada peningkatan cadangan devisa yang hingga akhir Januari telah

mencapai USD114,2 miliar.

Selain itu Bank Indonesia juga merilis kinerja transaksi berjalan, di mana defisit transaksi

berjalan triwulan IV 2014 sebesar USD6,18 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan

defisit USD7 miliar (2,99% PDB) pada triwulan III 2014. Dengan demikian, sepanjang 2014,

defisit transaksi berjalan tercatat USD26,2 miliar (2,95% PDB) atau lebih kecil dibanding

tahun 2013 yang mencapai USD29,1 miliar (3,18% PDB).

Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) merilis kinerja neraca perdagangan 2014 masih

defisit sebesar USD1,88 miliar dengan nilai total ekspor tercatat USD 176,29 miliar,

sementara impor USD178,18 miliar.

Page 15: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

15

Jika kita amati, surplus neraca pembayaran yang lebih banyak ditopang oleh transaksi

finansial pada 2014, di mana nilainya mencapai USD43,6 miliar atau meningkat dua kali lipat

dari 2013 yang sebesar USD21,9 miliar. Sementara transaksi modal relatif stabil dari tahun

ke tahun. Transaksi finansial pada periode 2014 banyak disumbangkan oleh investasi

portofolio baik swasta maupun sektor publik. Di sisi lain neraca transaksi berjalan sejak

triwulan IV 2011 hingga saat ini terus negatif (defisit) menunjukkan bahwa kinerja transaksi

baik barang maupun jasa masih relatif kurang menggembirakan.

Defisit transaksi berjalan tercatat terus defisit sepanjang triwulan IV 2011-2014 atau telah

berlangsung selama 13 triwulan berturut-turut. Ini merupakan catatan penting bagi

perekonomian nasional mengingat ekonomi Indonesia baru periode tersebut mengalami

defisit berturut-turut. Memang argumentasi di belakang realita tersebut adalah perlambatan

ekonomi dunia yang juga menekan permintaan secara global. Belum lagi dinamika ekonomi

kawasan dan domestik yang juga memberi sentimen terhadap perekonomian nasional.

Dari gambaran ini, pemerintah perlu mencermati dua hal. Pertama, potensi pembalikan modal

(reverse) yang sewaktu-waktu dapat terjadi dan menekan transaksi finansial yang sebagian

besar didominasi oleh investasi portofolio. Hal ini tentunya bukan hal yang mustahil

mengingat The Fed telah memberi sinyal kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (cepat atau

lambat).

Kenaikan suku bunga The Fed tentunya akan berdampak pada realokasi investasi dan

pelarian modal keluar dari negara-negara berkembang ke Amerika Serikat. Termasuk

investasi dan modal derivatif yang saat ini parkir di Indonesia.

Kedua, dari sisi transaksi berjalan akan relatif sulit diharapkan terlalu banyak mengingat

tekanan melemahnya permintaan komoditas dunia sementara sebagian besar kegiatan ekspor

masih mengandalkan ekspor komoditas. Defisit yang terjadi sepanjang 13 triwulan sejak

akhir 2011 mencerminkan masih perlunya dorongan bagi produksi-produksi barang/jasa yang

bernilai tambah tinggi mengingat tekanan melemahnya permintaan komoditas terus

meningkat seiring dengan anjloknya harga komoditas.

Asumsi bahwa anjloknya nilai tukar rupiah akan memberi peluang bagi ekspor juga sulit

dipertahankan lantaran eksportasi yang dilakukan masih didominasi sektor

komoditas. Artinya untuk dapat keluar dari persoalan defisit transaksi berjalan, maka

produksi barang/jasa bernilai tambah tinggi mutlak harus dilakukan

Ketiga, stabilitas politik memerlukan kehati-hatian mengingat contagion effect-nya cukup

signifikan terhadap stabilitas perekonomian nasional. Walaupun sentimen eksternal yang

datang dari krisis Yunani pada pekan lalu ditengarai sebagai sebab dari pelemahan rupiah,

tetapi pemerintah juga perlu menyadari situasi dan dinamika domestik yang kini berlaku di

Indonesia. Potensi tergerusnya kepercayaan investor, melemahnya animo pasar akan

berdampak pada kinerja neraca pembayaran di masa mendatang.

Page 16: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

16

Persoalan-persoalan di atas tentunya sangat membutuhkan respons kebijakan agar tekanan

baik eksternal maupun internal dapat dimitigasi sehingga ekonomi nasional dapat terus

membaik. Proyeksi ekonomi global sepanjang 2015 masih berputar sekitar kenaikan suku

bunga The Fed, tertekannya ekonomi Eropa, China, dan Jepang, konflik di sejumlah

kawasan, akan berdampak sepanjang tahun 2015.

Pertama, permintaan komoditas masih terus melemah sepanjang 2015. Kedua, harga minyak

dunia juga tetap berada pada level yang rendah akibat pasokan yang berlimpah setelah

Amerika mengumumkan surplus minyak serpih. Ketiga, perbaikan ekonomi Amerika akan

mendorong penguatan mata uang dolar AS terhadap sebagian besar mata uang negara-negara

di dunia termasuk Indonesia. Keempat, konflik Ukraina, Timur Tengah, dan persoalan-

persoalan di perbatasan negara juga akan memberi kontribusi signifikan terhadap

perlambatan ekonomi global sekaligus mendorong pelemahan permintaan dunia.

Dengan berbagai proyeksi tersebut, pemerintah tetap perlu mencermati dan mewaspadai

pelemahan nilai tukar rupiah mengingat dampak pelemahan ini dapat mengakibatkan

tertahannya pertumbuhan ekonomi.

Pertama, kebutuhan bahan baku yang sebagian besar impor akan menghadapi masalah serius.

Kedua, karena biaya bahan baku naik, harga-harga barang industri juga berpotensi meningkat

pada harga akhir. Ketiga, daya beli masyarakat akan tergerus akibat kenaikan harga-harga

tersebut padahal sebelumnya sudah dihadapkan pada kenaikan harga listrik dan elpiji.

Keempat, potensi pelarian modal dalam beberapa waktu ke depan memiliki nilai probabilitas

cukup tinggi yang dapat sewaktu-waktu menekan kinerja neraca pembayaran. Kelima,

kenaikan suku bunga The Fed dan potensi pelarian modal berdampak pada kebijakan otoritas

moneter yang salah satu opsinya menaikkan suku bunga. Kenaikan suku bunga ini tentunya

akan berdampak pada tertekannya sektor riil yang langsung atau tidak langsung juga

menekan daya beli masyarakat.

Dari kelima potensi itu, hal paling mendasar bagi pemerintah saat ini adalah mempertahankan

dan memastikan daya beli masyarakat tidak tergerus. Ini dapat ditempuh melalui koordinasi

kebijakan lintas sektoral untuk tetap menjaga baik melalui instrumen harga di tingkat akhir,

maupun instrumen fiskal lain yang dapat menjaga daya beli masyarakat, khususnya terhadap

sejumlah barang kebutuhan pokok dan barang penting lainnya.

Setelah itu kinerja perdagangan perlu diarahkan pada produksi barang-barang bernilai tinggi

sekaligus digunakan untuk memperkuat orientasi ekspor barang-barang bernilai tambah

tinggi. Dan yang tak kalah pentingnya adalah memastikan stabilitas politik dan keamanan

domestik untuk menjaga citra sebagai salah satu destinasi investasi yang atraktif saat ini.

Dengan mencermati hal ini, kita berharap tekanan pelemahan rupiah dapat diantisipasi

khususnya terkait dampaknya terhadap ekonomi sektor riil dan rumah tangga.

Page 17: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

17

PROF FIRMANZAH PhD

Rektor Paramadina dan Guru Besar FEUI

Page 18: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

18

4G LTE, Tak Sekadar Internetan Cepat

Koran SINDO 17 Februari 2015

Akhirnya masyarakat Indonesia bisa memanfaatkan layanan 4G LTE (Long Term Evolution),

sama seperti masyarakat di 107 negara lainnya.

Ya, kita memang cukup terlambat dalam menerapkan teknologi jaringan tercanggih ini, yang

pertama kali diterapkan pada 2009. Bahkan, negara-negara tetangga di Asia Tenggara sudah

menerapkannya lebih dulu. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, mengingat

manfaat yang mampu dihadirkan oleh teknologi 4G LTE. Melalui tulisan ini, saya akan coba

menunjukkan sejumlah hal mengapa kita perlu menerapkannya.

Bicara keunggulan 4G LTE tidak terlepas dari internet cepat yang bisa dihadirkannya.

Namun, bukan berarti ini sekadar masalah bagaimana operator berbisnis layanan internet

yang lebih cepat agar bisa mendapatkan keuntungan lebih banyak. Manfaat bisnis hanyalah

salah satunya. Ada banyak manfaat yang lebih besar dari sekadar bisnis.

Internet cepat dan stabil menjadi pendorong bagi lahirnya berbagai inovasi yang akan

menjadi solusi atas berbagai persoalan, terutama terkait dengan problem keterbatasan ruang

dan waktu. Berbagai bidang kehidupan bisa ikut mengambil manfaat dengan hadirnya

internet cepat, termasuk bidang-bidang yang erat dengan upaya peningkatan kualitas hidup

manusia.

Secara teknis, 4G LTE memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan teknologi generasi

sebelumnya, HSPA dan 3G. Sebut saja antara lain kecepatan hingga lebih dari 100 Mbps,

yang memungkinkan mengunduh data 3–10 kali lebih cepat dibandingkan HSPA, dan 4–9

kali lebih cepat untuk unggah data.

Untuk unduh aplikasi sebesar 25 MB cukup dalam dua detik, sedangkan dengan 3G

setidaknya perlu semenit. Kita bisa menggunakan analogi jalan tol untuk jaringan 4G LTE

ini. Ketika jalan tol yang mulus dan punya 6 lajur terbentang ke seluruh negeri, lalu lintas

kendaraan menjadi sangat lancar. Transportasi orang dan barang antardesa, desa dengan kota,

kota dengan kota di seluruh penjuru negeri, juga hampir-hampir tak akan menemui kendala.

Kelancaran transportasi akan berkontribusi langsung pada teratasinya problem ekonomi dan

sekaligus mendorong kemajuan suatu daerah. Begitu juga dengan internet cepat. Ketika

teknologi yang ada sudah mampu menghadirkan koneksi internet secara cepat dan stabil,

berbagai bidang akan bisa ikut memanfaatkannya.

Page 19: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

19

Pengalaman di negara-negara yang telah menerapkan teknologi 4G LTE sebelumnya

menunjukkan hasil yang sangat positif dalam upaya memperbaiki kualitas hidup masyarakat.

Sebagai contoh, di bidang kesehatan, seperti yang dikutip dari www.pcworld.com, Cisco dan

penyedia layanan AT & T di Amerika Serikat telah mengembangkan perangkat dan layanan

khusus untuk operasi kesehatan, dengan memanfaatkan kemampuan jaringan 4G untuk

mentransfer file besar (seperti antara lain sinar-X) secara cepat. Dengan demikian, melalui

layanan canggih ini, seorang dokter bisa melakukan video interaktif guna melakukan

pemantauan secara jarak jauh dengan koleganya yang melakukan tindakan medis di tempat

lain.

Jaringan 4G LTE juga akan memudahkan bagi masyarakat perdesaan untuk mendirikan pusat

kesehatan di daerah terpencil, di mana dokter dapat ”mengunjungi” pasien melalui fasilitas

teleconference. Tentu saja layanan ini akan mampu menjadi solusi atas keinginan pemerintah

dalam memeratakan layanan kesehatan yang berkualitas hingga ke pelosok daerah.

Fasilitas yang hampir sama juga bisa dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan. Dengan

kemampuan jaringan internet yang cepat dan stabil, penyediaan beragam materi edukasi akan

bisa diwujudkan oleh pemerintah bagi warganya hingga di pelosok daerah.

Termasuk juga dalam hal ini penyediaan sistem kuliah jarak jauh, di mana seorang profesor

bisa memberikan kuliah secara interaktif dengan siswa didiknya di tempat yang berjauhan.

Jaringan internet cepat akan mampu menghubungkan siapa saja dengan perpustakaan-

perpustakaan terbaik, bahkan mengakses koleksi buku dan materi multimedia secara digital.

Internet supercepat juga akan membuka peluang bagi bisnis rumahan, yang sebelumnya

memang sudah mulai berkembang. Orang akan mudah menawarkan dagangan dan

melakukan transaksi jual beli secara online. Bahkan, transaksi perbankan juga akan sangat

terdukung. Akan semakin banyak unit bisnis yang bisa dijalankan secara lebih efisien dari

luar kantor atau pabrik tanpa mengurangi produktivitasnya.

Lompatan Pembangunan

Generasi keempat teknologi jaringan mobile ini terutama dibangun untuk menjawab

kebutuhan atas layanan internet mobile dan data yang lebih efisien, yang memungkinkan

konektivitas layanan seluler lebih cepat dan lebih dapat diandalkan, di mana penggunaan data

meningkat 250% dari tahun ke tahun (www.bbc.com).

Sampai saat ini, berbagai negara di lima benua telah meluncurkan 4G dan sudah menuai

manfaatnya. Di antara mereka termasuk kekuatan ekonomi seperti Amerika Serikat, Rusia,

China, dan Jepang. Juga negara-negara lebih kecil di Asia seperti Malaysia, Thailand,

Filipina, dan Bangladesh, hingga negara Afrika seperti Angola, Rwanda, Nigeria, dan

Tanzania. Alasan mereka berinvestasi dalam 4G sangat logis. Sepenuhnya mereka menyadari

bahwa teknologi adalah faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.

Page 20: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

20

Bagi negara-negara berkembang, dengan menerapkan teknologi jaringan terbaru ini maka

mereka berharap akan mampu melakukan lompatan pembangunan, serta mendorong dunia

bisnis untuk tumbuh berkembang, serta mendorong masuknya investasi asing.

Bagi pelaku bisnis, di mana konektivitas telah menjadi salah satu kebutuhan utama, seperti di

bidang hiburan, media, serta e-commerce, maka dipastikan akan mendapatkan

keuntungan. Mereka akan mendapatkan layanan data yang lebih cepat dan lebih dapat

diandalkan sehingga akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Hal ini sekaligus akan

membantu mereka bersaing dalam skala global.

Capital Economics pada 2012 memperkirakan kontribusi atas penerapan teknologi 4G LTE

dalam perekonomian Inggris antara lain memacu peningkatan investasi swasta hingga 5,5

miliar poundsterling. Penelitian ini juga menemukan 4G membuka tidak kurang dari 125.000

pekerjaan dan akhirnya memberikan dorongan 0,5% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Padahal, ini di negara yang sudah maju. Manfaat yang sama besar setidaknya juga akan bisa

diraih oleh negara-negara berkembang yang menerapkan teknologi yang sama. Akhirnya,

mari kita syukuri kehadiran jaringan 4G LTE di Indonesia ini dengan memanfaatkannya

sebaik-baiknya untuk kemajuan bangsa dan negara.

HASNUL SUHAIMI

Presiden Direktur/CEO XL Axiata

Page 21: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

21

Rigiditas Koran SINDO 19 Februari 2015

Kita yang membaca berita ini tentu gemas. Menjelang pertengahan Desember 2014, Provinsi

DKI Jakarta mendapat lima bus tingkat dari seorang pengusaha. Busnya bagus, buatan

perusahaan automotif asal Jerman.

Rencananya bus itu bakal digunakan sebagai angkutan gratis. Anda tahu bukan, sejak 17

Januari 2015 berlaku larangan bagi pengendara sepeda motor untuk melintas mulai Bundaran

Hotel Indonesia (HI) sampai Jalan Medan Merdeka Barat. Pengendara yang melintas akan

kena tilang. Peraturan itu menuai pro dan kontra. Mereka yang kontra jelas geram.

”Buat larangan memang mudah. Sekarang apa solusinya bagi para pengendara sepeda

motor?” Di antaranya lima bus tingkat tadi. Kelak, berbarengan dengan lima bus tingkat

lainnya yang sudah dioperasikan, bus tingkat itu akan hilir mudik sepanjang Bundaran HI

hingga Medan Merdeka Barat. Pengendara sepeda motor dipersilakan naik bus tingkat

tersebut. Gratis.

Tapi, apa yang terjadi? Lima bus sumbangan tadi tak bisa beroperasi lantaran tak sesuai

dengan PP No. 55/2012 tentang Kendaraan. Bus itu memakai kerangka yang lebih kecil,

bukan kerangka bus tingkat. Akibatnya bus menjadi lebih ringan. Maklumlah, perusahaan

pembuatnya kelas dunia yang mempunyai tradisi inovasi. Jadi selalu ada pembaruan yang

didasarkan riset. Maka, kendaraan ini beratnya hanya 18 ton. Padahal, sesuai PP tersebut, bus

boleh beroperasi kalau beratnya 21-24 ton.

Kita sebagai masyarakat awam tentu bertanya-tanya. Bukankah kalau lebih ringan, usia pakai

jalan-jalan di Jakarta bisa lebih lama. Lalu, bus gandeng Transjakarta buatan Tiongkok

beratnya lebih dari itu, sekitar 31 ton. Mengapa Transjakarta boleh beroperasi?

Kacamata Kuda

Bus tingkat tadi adalah satu dari sejumlah kasus yang menggambarkan betapa tingginya

rigiditas birokrasi di negara kita. Tapi, sesungguhnya di banyak negara, birokrasi memang

terkenal rigid.

Saya melihat hal-hal semacam ini tidak dikomunikasikan secara jelas oleh para penegak

hukum. Mungkin karena mereka merasa itu bukan urusan kejaksaan atau kepolisian. Urusan

mereka hanya sebatas bagaimana mengembalikan Labora ke penjara. Titik. Kalau cara

pandang ala kacamata kuda seperti ini terus dipertahankan, saya khawatir upaya paksa

kejaksaan dan kepolisian bakal terus menghadapi perlawanan dari masyarakat.

Page 22: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

22

Di dunia bisnis, kasus rigiditas juga berlimpah. Misalnya menyangkut ketenagakerjaan

kita. Para pengusaha menilai pasar tenaga kerja kita terkenal sangat rigid. Masih banyak

tenaga kerja kita yang under qualified. Produktivitasnya rendah, banyak menuntut, dan

sukanya bikin ribut sampai kampus-kampus yang dikuasai pembuat aturan yang lebih suka

membuat lulusannya menjadi ribet dan kompleks ketimbang agile dan dinamis.

Namun, coba Anda cek betapa sulitnya perusahaan kalau mau mem-PHK karyawan yang

semacam itu. Sudah harus menghadapi serikat pekerja, perusahaan masih harus berurusan

dengan dinas-dinas ketenagakerjaan yang ada di kotanya. Selain itu, prosesnya juga

memakan waktu yang sangat lama. Itu sebabnya, menurut survei Bank Dunia, biaya PHK di

Indonesia termasuk yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara, bahkan di Asia Timur. Di sini

biaya yang saya maksud bukan hanya soal pesangon, melainkan juga biaya lain-lain yang

mesti dikeluarkan untuk memenuhi prosedur PHK.

Kondisi semacam ini pada gilirannya membuat kita kesulitan sendiri. Banyak investor enggan

menanamkan modalnya. Bahkan, mereka yang sudah membuka usaha di sini pun ada yang

memilih angkat kaki, memindahkan pabriknya ke luar Indonesia.

Kita semua sudah merasakan kesulitan ini. Lapangan kerja baru kian terbatas, dan anak-anak

kita kesulitan mencari pekerjaan. Pengangguran terus meningkat, dan kriminalitas kian

menjadi-jadi. Dampak negatifnya sudah kita rasakan. Tapi betapa sulitnya kita untuk

mendobrak rigiditas di pasar tenaga kerja.

Comfort Zone

Jangan salah, rigiditas bukan hanya monopoli instansi pemerintah atau penegak hukum. Di

BUMN atau perusahaan swasta, rigiditas pun terjadi. Saya mendengar langsung ceritanya.

Ada sebuah BUMN yang ingin menerapkan solusi yang berbasis teknologi informasi (TI).

Dialog pun terjadi antara vendor dan para penggunanya, yakni bagian-bagian yang ada di

perusahaan tersebut.

Masing-masing menganggap perlu memiliki aplikasi yang khusus untuk mereka, karena

merasa bagiannya berbeda dengan bagian yang lain. Celakanya, sang vendor tak punya

keberanian untuk menolak beragam permintaan tersebut. Alhasil, setiap bagian memiliki

sistem TI yang berbeda-beda. Data dari bagian pengadaan tak bisa langsung dipakai oleh

bagian distribusi. Data bagian sales & marketing tak bisa langsung dipakai oleh bagian

keuangan.

Sinkronisasi data menjadi pekerjaan yang melelahkan. Setiap rapat soal ini isinya

pertengkaran. Masing-masing merasa bagiannya lebih penting ketimbang bagian yang lain.

Mereka lalu tidak saling bicara. Dan, terciptalah silo-silo tadi.

Apakah rigiditas di swasta hanya terjadi karena silo antarunit? Ternyata juga tidak. Sikap

mental passenger yang hanya menunggu dan tak mau susah banyak ditemui di semua lini.

Page 23: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

23

Kita makin banyak menemui orang yang harus selalu diingatkan, diperintah, diawasi, ditagih,

bahkan diberi peringatan kendati pakaiannya selama bekerja mirip eksekutif hebat dan

pendidikannya tinggi. Kata seorang CEO, ilmu kebatinan banyak dipakai: banyak masalah

hanya disimpan di dalam batin karena mereka tak mau susah.

Rigiditas semacam ini punya dampak yang sangat serius. Kinerja babak belur. Negara

menjadi tidak bisa melayani dengan baik, kesejahteraan bangsa tidak meningkat. Perusahaan

merugi, bahkan terancam ditutup.

Beruntung kalau pemimpin berani melakukan mutasi dan menunjuk pejabat baru. Oleh

pejabat atau CEO baru itu, silo-silo tadi dibongkar habis. Setiap bagian dipaksa untuk

berbicara dengan bagian lainnya. Upaya mendobrak rigiditas semacam ini memakan waktu

yang tidak sedikit. Berbulan-bulan, namun hasilnya kelihatan. Kerugian terus berkurang,

bahkan akhirnya perusahaan mulai membukukan keuntungan.

Baiklah, kita sudah punya sejumlah kasus soal rigiditas yang punya dampak negatif. Saya

ingin memberi catatan akhir. Sejatinya rigiditas hanya selangkah sebelum kita masuk dalam

perangkap comfort zone. Dan, hidup kita akan berakhir begitu kita masuk perangkap tersebut.

Maka saya setuju dengan kata Neale Donald Walsch, penulis buku Conversations with God ,

”Life begins at the end of your comfort zone.”

RHENALD KASALI

Pendiri Rumah Perubahan

@Rhenald_Kasali

Page 24: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

24

Memadukan Fiskal dan Moneter Koran SINDO

Senin, 23 Februari 2015

Kebijakan moneter dan fiskal ibarat dua jajaran besi rel yang lurus mengarah pada tujuan

yang sama. Meski kedua lajur besi itu tak pernah bersentuhan, mereka memastikan lokomotif

dan gerbong kereta yang berjalan di atasnya akan tiba pada tujuan.

Deskripsi itu menunjukkan peran kebijakan moneter dan fiskal dalam perekonomian.

Kebijakan moneter memakai instrumen tingkat suku bunga, nilai tukar, jumlah uang beredar,

dan lain-lain untuk memengaruhi kegiatan ekonomi. Jika ekonomi ingin digenjot, tingkat

suku bunga diturunkan; demikian sebaliknya.

Kebijakan fiskal menggunakan instrumen anggaran negara (APBN) untuk mengelola

stabilitas ekonomi. Bila ekonomi hendak dipacu, anggaran didesain defisit; demikian

sebaliknya. Tentu saja, irama kebijakan fiskal dan moneter itu diharapkan sama agar tujuan

pembangunan bisa dicapai.

Beban Kebijakan Moneter

Beberapa saat lalu pemerintah dan DPR telah menyepakati APBN-P 2015 dengan postur

yang dianggap lebih kuat dan sehat ketimbang rencana anggaran sebelumnya. Alokasi

anggaran dipakai berdasarkan prioritas sesuai janji presiden terpilih. Demikian pula belanja

infrastruktur digenjot untuk memastikan target pembangunan ekonomi terpenuhi.

Salah satu asumsi makroekonomi yang berat untuk dicapai adalah pertumbuhan ekonomi

sebesar 5,7% pada tahun ini. Target itu amat berat karena situasi ekonomi global yang masih

muram dan keadaan ekonomi domestik yang rentan. Pembangunan infrastruktur dan

perizinan yang efisien tentu akan membantu terwujudnya target itu. Tapi, itu saja tidak

cukup.

Oleh karena itu, pengumuman Bank Indonesia yang menurunkan BI Rate (suku bunga

panduan) ke level 7,5% pekan lalu laik disambut gembira. Sekurangnya dua hal yang

menyebabkan kebijakan itu layak diberikan apresiasi. Pertama, penurunan BI Rate membuat

harmoni kebijakan moneter dan fiskal menjadi lebih mungkin dijalankan.

Penurunan BI Rate menyodorkan sinyal bahwa BI hendak melonggarkan kegiatan ekonomi

sehingga diharapkan target pertumbuhan ekonomi terwujud. Logika sederhananya: apabila Bi

Rate turun, tingkat bunga perbankan (deposito dan kredit) juga turun, yang kemudian

berpotensi meningkatkan investasi. Investasi merupakan salah satu sumber penting

Page 25: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

25

pertumbuhan ekonomi.

Kedua, kebijakan penurunan BI Rate ”mengakhiri” episode penggunaan kebijakan moneter

untuk mengatasi seluruh beban persoalan ekonomi, yang semestinya sebagian dipanggul

pemerintah (via kebijakan fiskal). Kinerja pemerintah yang buruk selama ini sebagian

terselamatkan oleh kebijakan moneter tersebut.

Kinerja pemerintah yang kurang bagus itu antara lain tecermin dari pembangunan

infrastruktur yang macet, iklim investasi yang tak memadai, biaya logistik yang mahal,

efisiensi birokrasi yang parah, aturan main yang tak pasti, kelembagaan yang tak komplet,

dan sebagainya. Seluruh problem ini membuat sendi ekonomi terganggu sehingga

mengakibatkan komplikasi ekonomi seperti defisit neraca perdagangan, inflasi mudah

melesat, nilai tukar melemah, dan seterusnya.

Selama ini, persoalan itu sebagian harus ditutup dengan kebijakan moneter tersebut. Dengan

begitu, kebijakan penurunan BI Rate ini membuat selaras antara kebijakan fiskal dan

moneter. Kebijakan fiskal sudah disusun cukup ekspansif, bukan semata ditunjukkan oleh

defisit fiskal, tetapi juga alokasi anggaran yang menohok jantung pergerakan ekonomi,

khususnya pembangunan infrastruktur.

Masa Ketidaknormalan

Tentu saja penurunan BI Rate tidak otomatis membuat ekonomi bekerja sesuai dengan

harapan. Teramat banyak instrumen kebijakan lain yang perlu diperkuat untuk memastikan

kebijakan itu berjalan cepat. Salah satu yang krusial adalah mempercepat sektor perbankan

merespons kebijakan itu dengan menurunkan suku bunga. BI Rate hanyalah suku bunga

panduan yang tak memiliki otoritas instruktif sehingga kesadaran dunia perbankan sangat

diharapkan. Meskipun tak memiliki kekuatan mengikat, diharapkan BI dan OJK terus

menjalin komunikasi dengan perbankan.

Sekurangnya pemerintah bisa membantu dengan memerintahkan bank BUMN memelopori

penurunan suku bunga. Ruang ini sangat mungkin dilakukan, tidak saja karena inflasi yang

relatif mereda, tetapi juga pemerintah tak lagi meminta deviden yang besar, termasuk kepada

bank BUMN.

Berikutnya, sampai saat ini terdapat kurang lebih Rp1.000 triliun kredit yang tak terserap

(undisbursed loan) di perbankan. Maksudnya, kredit itu sebetulnya sudah disetujui oleh

perbankan, tapi tak dieksekusi oleh debitor karena aneka sebab. Salah satunya, sebagian

investasi yang direncanakan terganjal oleh keterbatasan infrastruktur (misalnya perizinan dan

listrik) dan pembebasan lahan. Kredit itu sebagian juga terjadi pada proyek infrastruktur.

Oleh karena itu, pemerintah, BI, dan OJK mesti bahu-membahu mengidentifikasi persoalan

kredit yang tak terserap tersebut ( sekitar 30% dari total kredit) dan sigap membenahinya.

Apabila ikhtiar ini jalan, dampaknya sangat besar bagi pergerakan kegiatan ekonomi.

Page 26: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

26

Kombinasi dari penurunan tingkat suku bunga dan jaminan pemerintah bakal menghidupkan

kembali kredit yang tak terserap tersebut.

Di luar itu, ruang penurunan BI Rate ke depan masih terbuka lebar karena kondisi ekonomi

yang mulai membaik. Neraca perdagangan 2014 masih defisit (USD 1,8 miliar) tapi lebih

kecil ketimbang 2013 (sekitar USD4 miliar), neraca pembayaran sudah surplus, dan prospek

inflasi bagus karena ditopang oleh penurunan harga minyak. Bahkan, neraca perdagangan

Januari 2015 telah surplus. Meski data-data tersebut dinamis, secara umum prospek ke depan

diharapkan membaik. Apabila itu diikuti dengan selesainya pekerjaan rumah yang menjadi

portofolio pemerintah (seperti yang telah disebutkan di atas), ruang bagi otoritas moneter

menurunkan BI Rate makin besar.

Di atas segalanya, baik pemerintah maupun BI mesti terus hati-hati karena tak selamanya

yang diprediksi selalu menjadi kenyataan. Sekarang adalah masa di mana ketidaknormalan

dianggap kelaziman.

AHMAD ERANI YUSTIKA

Guru Besar FEB Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef

Page 27: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

27

PMN dan Kinerja BUMN Koran SINDO

Selasa, 24 Februari 2015

Tak bisa dimungkiri, keberadaan perusahaan negara atau badan usaha milik negara (BUMN)

adalah salah satu pilar perekonomian bangsa.

Dengan posisi Indonesia sebagai negara yang menganut paham ekonomi semiterbuka,

perekonomian nasional tidak terlepas dari pengaruh perekonomian dunia yang berkembang

sangat pesat. Konsekuensinya adalah kebijakan pembinaan BUMN senantiasa mengalami

penyesuaian mengikuti kondisi dan perkembangan perekonomian nasional.

Berpijak pada rencana untuk memperluas dan memperkuat jaringan infrastruktur serta

mewujudkan swasembada pangan, pemerintah memberikan penyertaan modal negara (PMN)

kepada 30 BUMN terpilih. Ini terjadi setelah Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

pada dua pekan lalu akhirnya menyetujui pemberian PMN sebesar Rp37,276 triliun kepada

27 BUMN pada tahap pertama.

Tahap kedua, tiga BUMN yakni PT PLN (Persero), Perum Jamkrindo, dan Askrindo akhirnya

mendapatkan juga dana PMN sejumlah Rp6 triliun. Dengan persetujuan itu, total PMN yang

akan diberikan kepada BUMN pada APBN-P 2015 sebesar Rp43,2 triliun kepada 30 BUMN.

Dalam tanggapannya, Menteri BUMN Rini Soemarno berjanji, dana sebesar itu di antaranya

akan digunakan untuk membangun infrastruktur jalan tol, selain ada juga proyek

pembangunan terminal di pelabuhan.

Dalam keputusan itu, Komisi VI DPR RI juga memberi sepuluh catatan, baik bagi

Kementerian BUMN maupun BUMN penerima PMN. Dari sepuluh catatan, ada tiga poin

utama yang pantas untuk digarisbawahi yakni 1) PMN tidak digunakan untuk membayar

utang perusahaan penerima PMN; 2) BUMN penerima PMN harus menerapkan good

corporate governance (GCG); 3) Dalam hal pengadaan barang dan jasa dalam menggunakan

dana PMN meminta kepada Kementerian BUMN untuk mengutamakan produk dalam negeri

dan sinergi antar BUMN.

Pertanyaannya, apakah kebijakan PMN BUMN pada 2015 ini strategi pemerintah dalam

meningkatkan kinerja BUMN?

Sudut Positif PMN

Banyak beredar pandangan miring terkait PMN ini. Itulah yang akhirnya menimbulkan

prasangka negatif ketika pemerintah hendak melakukan PMN. Pertama, PMN selalu

Page 28: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

28

dikaitkan dengan BUMN merugi. Munculnya anggapan ini karena dalam praktiknya kita

sendiri (pemerintah dan DPR) yang melanggengkan kebiasaan untuk memberikan PMN

kepada BUMN merugi. Seolah-olah PMN memang untuk BUMN merugi. Padahal,

seharusnya tidak demikian. Bagi BUMN merugi justru seharusnya dilikuidasi atau diambil

tindakan lain agar tidak membebani negara.

Kedua, seringkali PMN disamakan dengan subsidi. Artinya, bila pemerintah memberikan

PMN itu, berarti pemerintah menyubsidi BUMN. Dalam situasi seperti saat ini, di mana

pemerintah baru saja menaikkan harga BBM pada November 2014 (meskipun akhirnya

diturunkan lagi), PMN ini akhirnya menjadi isu yang dapat dipolitisasi: pemerintah cabut

subsidi untuk rakyat, tetapi menyubsidi BUMN. Politisasi seperti ini tidak sepenuhnya salah

karena dalam praktiknya masa lalu, PMN terbukti kurang efektif mendongkrak kinerja

BUMN terkait.

Karena itu, untuk mengikis berbagai anggapan negatif tentang PMN, kita membutuhkan

paradigma baru dalam kebijakan PMN. Pertama, PMN jangan diberikan kepada BUMN

merugi. BUMN merugi dapat diberikan PMN sepanjang ada urgensi strategisnya bagi

negara.

Kedua, PMN hanya diberikan kepada BUMN yang sehat dan memiliki prospek bagus agar

PMN dapat kembali melalui pembayaran dividen dan pajak yang lebih tinggi. PMN akan

semakin bermakna manakala diberikan kepada BUMN yang tidak hanya sehat, tetapi juga

memiliki urgensi strategisnya bagi negara.

Selain dua syarat di atas, sedikitnya ada juga lima alasan kenapa PMN perlu diberikan kepada

BUMN; 1) Dengan penyertaan modal, diharapkan BUMN dapat meningkatkan leverage

(daya ungkit) pendanaan; 2) Pemerintah ingin ada optimalisasi peran BUMN dalam

berproduksi dan memberikan layanan publik terbaik untuk mendukung pencapaian sasaran

RPJMN 2015-2019; 3) Meningkatkan peran BUMN sebagai pelaku ekonomi yang akan

membayar pajak dan memberikan setoran dividen kepada negara; 4) Memperkuat posisi

pemerintah melalui Kementerian BUMN dalam membina dan mengarahkan BUMN sebagai

agen pembangunan; dan 5) Peningkatan peran BUMN, strategis untuk membantu kehadiran

negara dan tegaknya kewibawaan negara. Dengan paradigma ini, sebenarnya tidak ada yang

keliru bila PMN diberikan kepada BUMN, termasuk kepada BUMN terbuka.

Menggenjot Kinerja BUMN

Penguatan eksistensi BUMN adalah konsekuensi dan amanah dari konstitusi di mana ihwal

yang penting atau cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang

banyak dikuasai oleh negara.

BUMN dilahirkan dengan dua misi penting. Misi pertama BUMN adalah sebagai pemilik

profitabilitas yaitu sebagai dividen atau penerimaan bagi negara untuk dana pembangunan

selanjutnya. Misi kedua, BUMN berfungsi sebagai pemilik pelayanan atau kemanfaatan

Page 29: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

29

publik yang mencerminkan tugas utama negara.

Dengan dua misi tersebut, jelas sudah bahwa BUMN salah satu pilar ekonomi bangsa yang

harus ditingkatkan profesionalisme kinerjanya. PMN bisa kita pandang sebagai komitmen

pemerintah untuk menggenjot kinerja BUMN. Karena itu, negara juga tidak boleh sekadar

menyuntikkan dana, melainkan juga harus mendorong ada perbaikan birokrasi dan perbaikan

pengelolaan keuangan.

PMN itu wajib dibarengi dengan peningkatan dalam sisi kinerja. Sebanyak 142 BUMN wajib

dikelola secara profesional sehingga mampu menjadi pilar dan pendorong perekonomian

nasional. Apalagi dengan jumlah total aset BUMN kurang lebih Rp4200 triliun, seharusnya

mampu menghasilkan laba dalam jumlah yang memadai, minimal 5% dari total aset, atau

kurang lebih Rp210 triliun.

Dengan modal tersebut, BUMN juga diharapkan mampu meringankan beban negara dengan

mencapai usulan target setoran dividen sebesar Rp43,73 triliun untuk RAPBN 2015.

Ditambah lagi pendapatan dari pajak dan program divestasi secara selektif dan transparan

sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada RAPBN dan penciptaan

lapangan kerja baru.

PMN memiliki urgensi untuk dilakukan. Dengan kemampuan pendanaan BUMN yang

meningkat, terutama perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur dan pangan, akan

menjadi roda penggerak pembangunan seiring fokus kerja pemerintah untuk membenahi

kedaulatan pangan dan membangun infrastruktur.

Dari titik ini bisa kita lihat bahwa pemerintah sangat berharap BUMN mempunyai kinerja

yang maksimal. Seiring pembangunan infrastruktur, BUMN dapat mendorong tercapai target

pertumbuhan ekonomi sebesar 7% dalam tiga tahun ke depan. Dengan pertumbuhan ekonomi

tersebut, dunia usaha akan lebih banyak menyerap tenaga kerja, mengurangi pengangguran

dan kemiskinan demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Terlebih, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berjalan akhir tahun ini,

jangan biarkan BUMN bertarung tanpa pertolongan negara. Bukankah uang BUMN itu juga

uang rakyat?

ALI MASYKUR MUSA

Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)

Page 30: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

30

UMKM dan Perekonomian Nasional Koran SINDO

Selasa, 24 Februari 2015

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, diketahui

definisi usaha skala mikro, kecil, dan menengah maksimal memiliki kekayaan Rp10 miliar

dengan hasil penjualan Rp50 miliar.

Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, UMKM di Indonesia jumlahnya

lebih dari 90% total pengusaha. Kendati secara persentase jumlah UMKM di Indonesia besar,

jika dilihat dari peredaran uangnya relatif tidak besar. Tidak heran kalau persaingan bank

dalam memperebutkan ”kue” di sektor ini sudah cukup ketat.

Perkembangan usaha sektor UMKM cenderung berkaitan dengan pasang-surut ekonomi

nasional. Jika kondisi ekonomi sedang booming, perkembangan UMKM juga seperti itu.

Begitu pula sebaliknya.

Berdasarkan pengamatan saya, saat ini ada dua bentuk UMKM. Pertama, UMKM dalam

bentuk stand alone. Kedua, UMKM yang memiliki linkage dengan korporasi.

Kedua bentuk UMKM itu memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pada bentuk

pertama, pelaku usaha bergerak sendiri sesuai dengan pengalaman, passion, dan keinginan

berdasarkan peluang tanpa memiliki kaitan dengan korporasi. Kelebihannya, pelaku usaha

bisa berusaha dengan bebas. Hanya, UMKM bentuk ini cenderung rawan konflik

internal. Banyak terjadi kegagalan bisnis bermula dari masalah keluarga, seperti perbedaan

kepentingan, di samping memang karena adanya kegagalan dari bisnis itu sendiri.

Adapun UMKM bentuk linkage biasanya memiliki keterkaitan dengan korporasi, seperti

sebagai agen, subagen, retailer, dan sebagainya. Jika dilihat dari historis, UMKM yang

linkage cenderung lebih mapan dan mempunyai kepastian. Ini karena bila bisnis sedang sulit

ada kecenderungan ditolong oleh korporasi. Biasanya langkah tersebut dilakukan korporasi

untuk menjamin keberlangsungan usaha di masa mendatang.

Tapi sayangnya, kedua jenis UMKM itu terkadang tidak bisa diukur kinerjanya. Artinya

belum ada jaminan dalam beberapa tahun ke depan perusahaannya tetap eksis. Padahal, hal

itu menjadi salah satu keharusan bagi UMKM agar mendapatkan pinjaman dari perbankan.

Sebagian besar perbankan memberikan kredit dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan.

Perkembangan UMKM tidak bisa jika hanya dilakukan sendiri. UMKM jangan hanya dilihat

dari sudut pandang UMKM-nya. UMKM itu merupakan kepanjangan tangan induknya.

Harus ada induknya, yakni korporasi yang berfungsi sebagai manufaktur.

Page 31: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

31

Nah, intinya itu. Harus ada investor-investor yang mulai masuk ke dunia bisnis menciptakan

suatu produksi tertentu. Apakah itu kebutuhan sehari-hari, makanan, hiburan, atau jasa. Lalu,

dikembangkan oleh UMKM.

Perkembangan UMKM dan daya beli itu seperti ayam dan telur. UMKM tidak akan

berkembang cepat jika daya beli tidak ada. Itulah sebabnya, peran pemerintah untuk

mengeluarkan berbagai kebijakan yang bisa menciptakan daya beli, sangat dibutuhkan. Kalau

daya beli tidak ada, siapa yang mau membeli barang atau jasa UMKM?

Situasi dan kondisi itu biasanya terjadi di suatu daerah terpencil yang income masyarakatnya

relatif kecil. Masyarakat cenderung kesulitan memulai suatu usaha karena usaha yang akan

dijalankan tidak memiliki pasar yang jelas. Pertanyaannya, bagaimana memiliki pasar kalau

income masyarakatnya tidak besar?

Masuknya investor di suatu daerah, baik itu membangun pabrik maupun membuka

perkebunan, akan menciptakan lapangan pekerjaan sehingga masyarakat memiliki

kesempatan untuk menaikkan pendapatannya. Ujung-ujungnya, spending money yang

diciptakan bisa menciptakan demand. Istilahnya, kalau ada permintaan harus ada supply.

UMKM-lah yang akan menjalankan fungsi supply tersebut.

Jadi tidak bisa tiba-tiba ada UMKM yang berkembang hanya dengan memberikan modal.

Kalau dikasih modal terus tidak ada yang membeli bagaimana? Kemudian apa yang mau

dijual? Itulah sebabnya harus dimulai dengan menciptakan pendapatan masyarakat.

Di daerah yang sudah matang seperti DKI Jakarta, mungkin pelaku usaha tidak lagi

memikirkan permintaan karena demand-nya sudah ada. Tinggal bagaimana menciptakan

pengusaha-pengusaha atau entrepreneur-entrepreneur baru dan tangguh. Di DKI Jakarta

perlu menciptakan pengusaha atau entrepreneur yang tangguh karena di Jakarta sudah

banyak terdapat sentra usaha.

Jika menciptakan pengusaha baru, ibarat anak kecil melawan raksasa. Misalnya di Tanah

Abang. Di sana pedagang-pedagangnya sudah hebat. Kalau pedagang masuk ke Tanah Abang

sebagai pendatang baru, mungkin akan cukup kesulitan untuk dapat bersaing dengan

pedagang yang sudah ada.

Menciptakan wirausaha baru di Jakarta tidak semudah teori. Perlu pendalaman. Misalkan

bagaimana menarik pelanggan, menciptakan produk yang lebih menarik dan sebagainya. Itu

kan tidak mudah, sehingga yang berperan bukan hanya memiliki modal, lalu usaha jalan.

Sewaktu saya menjadi pembicara di Munas Hipmi di Bandung, beberapa waktu lalu, saya

sampaikan bahwa menjadi pelaku usaha bukanlah impian utama pelajar ketika kelak dewasa.

Sebagian besar pelajar di Indonesia berharap kelak ketika dewasa menjadi guru, PNS,

pegawai swasta ataupun anggota TNI dan Polri.

Page 32: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

32

Sebagian dari mereka mengubah haluan menjadi wirausaha karena tidak diterima setelah

melamar kerja di mana-mana. Bukan karena kebanggaan menjadi wirausaha. Mungkin perlu

dipikirkan untuk mulai meningkatkan peran sektor pendidikan demi mengubah mindset

generasi muda terhadap wirausaha. Menjadi pelaku wirausaha jauh membanggakan daripada

bekerja dengan orang dan tentunya memiliki prospek luar biasa jika ditekuni dengan baik.

Jika itu bisa dilakukan, pastilah akan semakin banyak penduduk Indonesia yang menjadi

wirausaha dan memiliki UMKM. Hal itu bisa membawa perekonomian Indonesia jauh lebih

baik daripada saat ini.

JAHJA SETIAATMADJA

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA)

Page 33: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

33

Ketika Sayap Singa Udara Tak Mengembang Koran SINDO

Selasa, 24 Februari 2015

Di tengah masa libur Tahun Baru Imlek, puluhan pesawat Lion Air mengalami keterlambatan

penerbangan di berbagai tujuan penerbangan. Sampai Jumat (20/02) pukul 20.00 WIB saja

kisruh Lion Air disinggung lebih dari 170.000 kali di Twitter, sebagian besar mengangkat

cerita penumpang yang terdampar.

Berbagai spekulasi berkembang seputar keterlambatan Lion Air, termasuk isu mengenai aksi

mogok kru pesawat. Namun, pihak Lion Air melalui Direktur Humas-nya, Edward Sirait,

menepis spekulasi tersebut. Menurutnya, penundaan terjadi karena kerusakan pada pesawat.

Tiga pesawat rusak di Semarang karena mesinnya kena burung dan di Jakarta juga ada

permasalahan operasional yaitu pesawat tidak fit.

Lion Air merupakan maskapai yang mengusai tak kurang dari 40% rute penerbangan Tanah

Air. Sisanya baru dibagi di antara pesawat-pesawat maskapai lain. Maka itu, kekacauan luar

biasa terjadi di berbagai tempat pada saat siklus penerbangan maskapai yang berlogo singa

udara itu bermasalah.

Lambatnya manajemen Lion Air dalam merespons kepanikan para pengguna jasa

penerbangan akibat kekacauan jadwal penerbangan pesawat itu di berbagai tujuan telah

menorehkan citra buruk untuk yang kesekian kalinya bagi manajemen pelayanan publik

maskapai penerbangan tersebut.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung

Jawab Pengangkut Angkutan Udara, Lion Air harus memberikan pendanaan ganti rugi

kepada penumpang yang pesawatnya mengalami keterlambatan. Namun, respons manajemen

Lion Air terlihat sangat lambat dalam menangani implementasi regulasi tersebut.

Di sisi lain, pihak Kementerian Perhubungan selaku regulator juga terkesan hanya

memberikan sanksi yang relatif ringan terhadap maskapai Lion Air. Dalam hukum

administrasi negara sektoral di bidang penerbangan, pemerintah diberikan otoritas penuh

untuk menjatuhkan sanksi administratif yang bersifat condemnation reparation jika terjadi

pelanggaran norma hukum administrasi. Namun, pilihan sanksi administratif yang dijatuhkan

Kementerian Perhubungan dalam kasus Lion Air baru berupa penghentian rute baru untuk

Lion Air sebagai sanksi awal yang diterapkan sampai ada komitmen SOP pelayanan

penumpang dengan baik. Sanksi tersebut terhitung ringan jika dibandingkan banyak keluhan

konsumen atas pelayanan maskapai Lion Air selama ini baik yang dilakukan melalui YLKI

maupun kepada pihak otoritas bandara.

Page 34: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

34

Lion Air memang tak pernah lepas dari pemberitaan. Mulai dari aksi-aksi ekspansinya di

sektor bisnis penerbangan domestik dan internasional, persaingannya dengan maskapai

penerbangan nasional lainnya, termasuk dengan AirAsia, hingga masalah pelayanan terhadap

konsumen. Untuk persoalan yang terakhir yakni buruknya kinerja pelayanan terhadap

konsumen, Lion Air punya segudang catatan “hitam”.

Jika berkaca pada hukum administrasi sektoral di bidang penerbangan, sejatinya

negara/pemerintah diberikan kewenangan yang sangat besar dalam mengatur industri

penerbangan di negeri ini. Rute penerbangan yang dikuasai oleh maskapai Lion air yang tak

kurang dari 40% dari seluruh rute penerbangan di Tanah Air selama ini memperlihatkan

kurang kompetitifnya persaingan di kalangan maskapai pemberi jasa

penerbangan. Pemerintah sebenarnya bisa saja mendorong agar persaingan dalam bisnis jasa

penerbangan lebih kompetitif dengan menerapkan stimulus bagi penguatan maskapai-

maskapai yang ada.

Dalam UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ditegaskan bahwa penerbangan dikuasai

oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Pembinaan penerbangan tersebut

meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Pengaturan tersebut diwujudkan

dalam bentuk penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas penentuan norma,

standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur, termasuk persyaratan keselamatan dan

keamanan penerbangan serta perizinan.

Instrumen-instrumen hukum administrasi dalam melaksanakan fungsi pengaturan tersebut

sejatinya bisa lebih diefektifkan pemerintah sehingga semakin selaras dengan salah satu

slogan utama dalam Nawacita Kabinet Jokowi-JK untuk menghadirkan negara dalam

kehidupan masyarakat.

Selama ini sistem manajemen penerbangan masih jauh panggang dari api dalam memberikan

indeks kebahagiaan bagi para penumpang. Sejak dari manajemen pelayanan sampai pada

manajemen keselamatan penerbangan masih terlihat belum ditangani secara serius oleh

berbagai maskapai penerbangan.

Sebagai contoh, dalam kisruh jadwal penerbangan maskapai Lion Air beberapa waktu lalu,

negara tak terlihat hadir untuk berperan secara strategis dan taktis dalam membantu

memberikan solusi bagi terlantarnya ribuan penumpang di berbagai bandara. Akibat itu,

sampai sekarang juga tak ada penjelasan yang memadai dari maskapai tersebut maupun

pemerintah selaku regulator apa penyebab terjadi kekisruhan jadwal penerbangan Lion Air

dan langkah- langkah strategis-sistematis untuk mengatasi itu serta mencegah terulang

kekisruhan manajemen penerbangan yang paling dahsyat saat ini.

Padahal pemerintah selaku regulator memiliki otoritas penuh dalam perspektif hak mengusai

negara atas penerbangan untuk melaksanakan fungsi pengendalian sebagaimana diamanatkan

dalam UU Penerbangan yang meliputi pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, perizinan,

sertifikasi, serta bantuan teknis di bidang pembangunan dan pengoperasian.

Page 35: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

35

Selain itu, dalam hal terjadi pelanggaran serius dalam manajemen pelayanan penerbangan,

pemerintah juga diberikan kewenangan selaku regulator untuk melakukan tindakan korektif

dan penegakan hukum. Pemerintah tak boleh terkesan lepas tangan atau sungkan untuk

menjatuhkan sanksi bagi sebuah maskapai penerbangan meski maskapai tersebut menguasai

persentase rute penerbangan yang besar di negeri ini.

Terjadi kekisruhan manajemen penerbangan yang dilakukan maskapai Lion Air tersebut

terjadi tak lama sejak kekisruhan izin pesawat yang terungkap pascajatuh pesawat AirAsia

QZ 8501. Penerbangan yang seharusnya menjadi moda transportasi paling aman dengan

sejumlah persyaratan yang wajib dipenuhi kini justru semakin terpuruk dengan rendahnya

kualitas pelayanan dan manajemen keselamatan penerbangan yang seharusnya menjadi acuan

utama dari pihak-pihak yang berkaitan dengan manajemen penerbangan.

Berkaca pada hal tersebut, pembenahan terhadap manajemen penerbangan tak boleh sekadar

menyentuh sisi teknis operasional seperti menghilangkan loket pelayanan dan mengganti

dengan sistem e-ticketing, integrasi airport tax ke dalam tiket pesawat, sistem izin terbang,

dan sejenisnya. Namun, pemerintah perlu mengembangkan desain strategis jangka panjang

manajemen pelayanan dan keselamatan penerbangan yang mengintegrasikan standar

operasional prosedur internasional manajemen penerbangan.

Standard operating procedure (SOP) internasional oleh Civil Aviation Safety Regulation

(CASR) dan peraturan internasional dari International Air Transport Association (IATA)

harus sungguh-sungguh dijadikan pedoman oleh regulator dalam mengembangkan kebijakan

strategis manajemen pelayanan dan keselamatan penerbangan tersebut.

Esensi yang harus benar-benar dijabarkan dalam manajemen penerbangan di negeri ini

sebagai diatur dalam kedua regulasi internasional tersebut pada intinya mencakup persoalan

safety, security, dan public services. Kerentanan pesawat terbang dari berbagai faktor potensi

gangguan eksternal seperti anomali cuaca, kondisi alam, dan sejenisnya harus diimbangi

dengan kokohnya peran negara dalam mengimplementasikan kedudukannya yang memiliki

hak menguasai negara atas penerbangan.

Baik dan buruk pelayanan publik di suatu negara, termasuk di bidang penerbangan,

memberikan gambaran terhadap kualitas pengelolaan suatu negara. Manajemen penerbangan

adalah etalase Tanah Air karena menjadi salah satu pintu masuk pertama bagi wisatawan di

suatu negara.

DR W RIAWAN TJANDRA SH MHUM

Pengajar Hukum Administrasi pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Page 36: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

36

Cinta Produk Dalam Negeri Koran SINDO

Kamis, 26 Februari 2015

Impor apel yang berasal dari negara Amerika Serikat (AS), dengan jenis Granny Smith dan

Gala (dari California) sekarang ini tidak diperkenankan. Keadaan ini terjadi karena adanya

kasus keracunan akibat mengonsumsi kedua jenis apel tersebut. Diduga keracunan terjadi

karena bakteri Listeria monocytogenes yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Pencegahan impor kedua jenis apel tersebut menindaklanjuti informasi dan surat peringatan

dari Emergency Contact Point International Food Safety Authorities Network (Infosan) yang

dikirimkan pada 17 Januari 2015. Selain itu, pemerintah telah menerima surat dari Kedutaan

Besar AS di Jakarta terkait hal serupa pada 21 Januari 2015. Sekiranya telah telanjur diimpor,

maka harus dilakukan penarikan pada apel yang diduga dapat membahayakan kesehatan

manusia.

Lewat media massa, baik elektronik maupun cetak pada berbagai daerah, kita bisa melihat

masih ada penjualan kedua apel tersebut baik pada pasar modern maupun lapak-lapak yang

dipunyai pedagang kecil. Oleh karena sangat membahayakan bagi kesehatan, sudah

selayaknya peredaran apel tersebut untuk sementara waktu ditiadakan. Kerugian ekonomi

yang terjadi baik pada importir maupun pedagang memang merupakan suatu risiko usaha,

dari pada kesehatan masyarakat umum dipertaruhkan.

Pelarangan impor apel tersebut dapat merupakan berkah tersembunyi bagi usaha substitusi

produk dalam negeri, baik pada buah apel, buah lain, maupun pada komoditas

lainnya. Alasannya, entah disengaja atau tidak, kayanya advertensi produk luar negeri begitu

masifnya dalam mengarahkan konsumsi domestik. Efek demonstrasi (demonstration effect)

yang menuju kepada pengunggulan produk luar sangatlah kentara di negara yang agraris,

yang sebenarnya mengandung potensi buah, sayuran, pangan, dan komoditas pertanian

lainnya.

Komoditas buah yang banyak diimpor adalah apel, pir, jeruk hingga buah naga. Sekiranya

komoditas buah yang diimpor tidak ada di Indonesia, tidaklah mengapa, tetapi akan menjadi

problema kalau buah tersebut ada di Indonesia. Apel yang diimpor jelas merupakan pesaing

bagi buah apel malang, demikian juga jeruk banyak diproduksi di Indonesia. Perbandingan

buah impor dan domestik paling menonjol pada pasar modern (swalayan) dibandingkan

dengan penjual buah pinggir jalan.

Di tengah menjamurnya pasar modern di Indonesia yang minimarketnya sampai menjangkau

daerah pedesaan, perubahan selera masyarakat akan mudah berubah mengikuti tren zaman,

Page 37: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

37

yang disebut ‘modern’ tersebut. Pengenalan komoditas ke gerai-gerai minimarket, termasuk

buah impor, akan mengubah kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi.

Kalau tidak direspons segera oleh pihak berwajib, maka kemandirian dan kedaulatan buah di

Indonesia dalam bahaya besar. Kondisi buah yang ada di Indonesia kalau tidak segera

diperbaiki, masalahnya seperti halnya pangan yang kondisi impornya makin memprihatinkan.

Mafia pangan telah ditengarai adanya, sehingga jenis dan volume impor terus mengalami

kenaikan. Data impor pangan hingga pertengahan 2014 tetap tinggi, misal beras 152.000 ton,

jagung 1,45 juta ton, dan kedelai 1,3 juta ton.

Khusus untuk kedelai yang diimpor mayoritas dari AS, jenisnya transgenetik, yang sampai

sekarang dari unsur kesehatan juga masih menimbulkan perdebatan. Di negara asalnya,

kedelai tersebut mayoritas diperuntukkan bagi pakan ternak, tetapi mengapa di Indonesia

justru untuk makanan tahu dan tempe khususnya?

Kearifan Lokal

Di tengah suasana globalisasi dan liberalisme yang sedang terjadi, sebenarnya Tuhan

Mahaadil, Pemurah dan Penyayang. Kearifan lokal yang sebenarnya ada, mestinya harus

terus dijaga sebagai anugerah tak terbatas dari Ilahi.

Buah-buahan di Indonesia sebagai negara tropis, tentunya rasanya tidak semanis buah

impor. Keadaan ini disebabkan bagi tubuh di daerah tropis lebih memerlukan vitamin C

untuk kesehatan tubuh dibandingkan yang terlalu banyak mengandung gula, yang justru kalau

kebanyakan dapat menyebabkan penyakit diabetes.

Glokalisasi sangatlah diperlukan dalam arena globalisasi sekarang ini. Persaingan yang tanpa

pandang bulu, mestinya bagi Pemerintah harus tetap menjunjung tinggi dan menjaga kearifan

lokal, termasuk pada buah dan komoditas lainnya.

Sosialisasi keunggulan buah lokal mesti terus digaungkan baik melalui pertemuan formal dan

informal pada berbagai segmen masyarakat. Demikian juga melalui media masa baik cetak

dan elektronik dapat juga dikampanyekan dan diadvertensikan. Para pemimpin sebagai

cerminan dan anutan masyarakat harus gemar memberikan contoh dalam mengonsumsi

produk lokal, termasuk buah lokal.

Pernah penulis naik kereta jurusan Semarang-Tegal beberapa waktu lalu, di mana segerbong

dengan para elite, dan disediakan buah-buahan, ternyata mayoritas buah impor. Demikian

juga pada rapat-rapat resmi sekarang ini lebih banyak disajikan buah impor, karena sajian dan

bentuknya lebih menarik. Keadaan ini bisa disebabkan unsur kepatutan, di mana secara jujur

tampilan barang impor, termasuk buah impor sering lebih menarik, karena ranum dan

bentuknya besar-besar.

Konsep Agrobisnis

Page 38: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

38

Di tengah area Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sebentar lagi akan giat-giatnya

dijalankan, Indonesia harus berbenah diri pada berbagai komoditas yang dihasilkan termasuk

buah-buahan. Konsep agrobisnis mestinya bisa diaplikasikan.

Pertama, penyediaan input untuk produksi. Benihnya harus unggul, demikian juga sarana dan

prasarana lainnya harus tersedia memadai, misal pupuk dan mesin traktor jika diperlukan.

Demikian juga jalan dan saluran irigasi. Pengalaman Bob Sadino (almarhum) yang sukses

dengan produk agrobisnis organik bisa dijadikan contoh untuk berguru. Pupuk sering jadi

masalah, di mana dibutuhkan justru menghilang, maka peran Pemerintah dengan aparatnya

sangatlah diperlukan.

Kedua, teknologi produksi haruslah mengikuti perkembangan jaman. Penggunaan mesin jika

diperlukan dapat dilakukan supaya produknya unggul. Teknologi pengolahan (agroindustri)

sangatlah diperlukan untuk mengolah produk primer menjadi produk olahan karena ada nilai

tambah. Aneka apel olahan dan ketela olahan sebagai misal, sebagai hasil usaha kreatif dan

inovatif begitu dibutuhkan dalam menyerap tenaga kerja yang jumlahnya kelebihan.

Ketiga, aspek pemasaran menjadi begitu penting, di mana tidak ada artinya sesuatu produk

kalau tidak bisa dipasarkan. Kita begitu iri kepada pemerintah Thailand di mana khusus untuk

pemasaran produk agrobisnis disediakan pelabuhan khusus, dengan pelayanan prima dalam

arti waktu dan dana pengurusan izin minimum.

Keempat, lembaga penunjang seperti perbankan, asuransi, penyuluhan, penelitian dan lain-

lainnya. Indonesia dengan penduduk keempat terbesar di dunia, dengan jumlahnya sekitar

250 juta orang, merupakan pasar yang potensial untuk berbagai produk, termasuk produk

buah. Sekiranya mayoritas kebutuhan buah dapat dipenuhi dari produk dalam negeri, maka

efek pengganda kenaikan pendapatan dan kesempatan kerja akan meningkat. Yang lebih

penting lagi, rasa memiliki kecintaan produk dalam negeri akan dapat membendung

masuknya berbagai produk impor.

Kiranya larangan impor suatu komoditas merupakan berkah tersembunyi bagi Indonesia. Kita

tunggu saja bagaimana Indonesia akan menyikapinya, apakah akan berpihak ke kearifan

lokal, atau justru lupa akan peluang yang penting.

PURBAYU BUDI SANTOSA

Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang

Page 39: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

39

Menebak Arah BI Rate Koran SINDO

Kamis, 26 Februari 2015

Pada 17 Februari 2015, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin

(BP) atau 0,25% dari 7,75% menjadi 7,50%. Nah, ketika kelak suku bunga acuan Amerika

Serikat (The Fed Funds Rate) jadi naik dari 0,25% menjadi minimal 1–2%, apakah BI Rate

bakal kembali naik?

Selama ini, inflasi menjadi salah satu faktor yang mendorong BI untuk mengubah BI Rate.

Ini buktinya. BI Rate mulai mendaki dari 7,25% per Oktober 2013 menjadi 7,50% per

November 2013 pada saat inflasi 8,37%. Level BI Rate itu bertahan selama 13 bulan hingga

November 2014. Padahal, inflasi telah menipis hingga menyentuh level terendah 3,99% per

Agustus 2014.

Sebaliknya, BI Rate justru mendaki lagi menjadi 7,75% pada 18 November 2014 segera

setelah pemerintah mengumumkan kenaikan BBM bersubsidi. Kenaikan itu sempat membuat

pelaku bisnis dan perbankan terpana. Meskipun jauh sebelumnya BI sudah memberikan

sinyal kenaikan BI Rate mengingat inflasi bakal mencapai kisaran 7,7% pada akhir Desember

2014. Eh, inflasi malah lebih tinggi lagi mencapai 8,36%.

Apakah penurunan BI Rate itu dan ketika inflasi menjinak menjadi 6,96% per Januari 2015

akan menyetrum suku bunga kredit untuk ikut menurun? Jawabannya amat mudah: tidak

secepat seperti yang diharapkan BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Formulanya, ketika BI Rate naik, suku bunga deposito akan segera naik pula. Namun

sebaliknya, tatkala BI Rate turun, suku bunga deposito tidak akan otomatis segera turun.

Mengapa? Lantaran sebelumnya bank nasional telah mengeluarkan biaya lebih besar berupa

kenaikan suku bunga deposito yang lebih tinggi daripada biasanya. Dengan bahasa lebih

lugas, suku bunga deposito akan menurun pelan-pelan (gradually). Nah, manakala suku

bunga deposito mulai menguncup, maka suku bunga kredit akan mengempis pelan-pelan

pula.

Sejauh mana tingkat suku bunga rata-rata kredit bank umum? Statistik Perbankan Indonesia,

November 2014 yang terbit medio Januari 2015 menunjukkan suku bunga rata-rata (dalam

rupiah) untuk kredit modal kerja mekar 2 BP (0,02%) dari 12,83% per Oktober 2014 menjadi

12,85% per November 2014.

Suku bunga rata-rata kredit konsumsi juga tumbuh mekar 10 BP (0,10%) dari 13,43%

menjadi 13,53%. Sebaliknya, suku bunga rata-rata kredit investasi justru menipis 2 BP

Page 40: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

40

(0,02%) dari 12,40% menjadi 12,38% pada periode yang sama.

Opsi Utama

Pertanyaan berikutnya, apakah BI Rate bakal melonjak lagi pascakenaikan suku bunga The

Fed minimal menjadi 1–2% yang diprediksi pada semester I/2015?

Ada dua opsi utama yang dapat dipertimbangkan. Pertama, BI Rate akan naik minimal 25 BP

(0,25%) kembali menjadi 7,75%. Kalau BI memilih opsi ini, perang suku bunga deposito

akan pecah lagi. Untunglah, OJK sudah menetapkan batas atas suku bunga deposito di atas

Rp2 miliar efektif 1 Oktober 2014.

Namun, intervensi itu tetap tak mampu menahan kenaikan suku bunga kredit karena kenaikan

suku bunga deposito berarti kenaikan pula biaya dana (cost of fund). Likuiditas akan kian

ketat. Ujungnya, tingkat efisiensi yang tecermin pada rasio beban operasional terhadap

pendapatan operasional (BOPO) akan menebal. Lirik saja, BOPO bank umum yang

merupakan representasi enam kelompok bank sudah mendaki dari 73,95% per November

2013 menjadi 76,16% per November 2014. Bagaimana bank nasional mampu bersaing

dengan bank negara ASEAN dengan BOPO 40–60%? Daya saing bank nasional menjadi kian

rendah. Padahal peningkatan daya saing itu amat dibutuhkan dalam era Masyarakat Ekonomi

ASEAN.

Kedua, apakah BI perlu menahan BI Rate sebesar 7,50%? Ya! Mengapa? Karena level itu

masih cukup memadai dalam mencegah pelarian dana (capital flight). Coba bandingkan

dengan suku bunga acuan negara ASEAN seperti Singapura 0,39%, Thailand 2%, Malaysia

3,25%, Filipina 4%, dan Vietnam 6,50%. Sementara suku bunga acuan negara berkembang

(emerging markets) lainnya, Korea Selatan 2%, Meksiko 3%, Cile 3%, dan Afrika Selatan

5,75%.

Dengan bahasa lebih bening, BI Rate masih memadai untuk menarik minat investor asing

agar tidak lari ke lain hati. Apalagi, Fitch Rating menyatakan sovereign Indonesia BBB––

dengan prospek stabil. Tegasnya, peringkat layak investasi (investment grade) Indonesia

sejak 2011 masih tetap tidak berubah. Tegasnya, Indonesia tetap menjadi salah satu tujuan

investasi asing yang menarik lagi aman.

Sebelum menanamkan investasi, investor asing pasti akan mencermati risiko negara (country

risk) suatu negara misalnya Indonesia. Country risk adalah suatu cara pengukuran mengenai

tingkat ketidakpastian politik dan ekonomi dalam suatu negara yang dapat berdampak pada

nilai pinjaman dan investasi di negara tersebut (Alan C Shapiro, 1998).

Salah satu lembaga pemeringkat country risk yang terkemuka adalah The PRS Group yang

menerbitkan International Country Risk Guide (ICRG), yang memuat country risk semua

negara. ICRG mengelompokkan komponen risiko negara ke dalam tiga risiko politik,

ekonomi dan finansial. Tingkat risiko negara meliputi risiko amat rendah, rendah, moderat,

Page 41: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

41

tinggi dan amat tinggi.

Kini Indonesia berisiko negara moderat (moderate country risk). Hal ini menjadi

pertimbangan investor dalam berinvestasi. Maka, pemerintahan Joko Widodo wajib

menggenjot tingkat risiko Indonesia menjadi risiko rendah (low risk) seperti Singapura dan

Malaysia. Ingat, kian rendah risiko suatu negara, akan kian tinggi investasi sebagai salah satu

tulang punggung dalam menyuburkan pertumbuhan ekonomi nasional yang ditargetkan 5,7%

pada 2015.

Saat ini defisit transaksi berjalan mencapai 2,81% terhadap produk domestik bruto (PDB)

pada triwulan IV/2014. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan periode yang sama

pada 2013 sebesar 2,50%. Oleh karena itu, di sisi fiskal, pemerintah perlu menjaga tingkat

defisit transaksi berjalan serendah mungkin. Lantaran makin rendah defisit transaksi berjalan,

makin rendah pula kebutuhan dolar AS bagi para importir untuk melakukan transaksi impor.

Hal ini tentu saja akan mendorong penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Ringkas tutur, hendaknya BI Rate bukan satu-satunya alat moneter dalam menanggapi

kenaikan The Fed Funds Rate.

PAUL SUTARYONO

Pengamat Perbankan dan Mantan Assistant Vice President BNI

Page 42: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

42

Gertak Koran SINDO

Kamis, 26 Februari 2015

Pekan-pekan belakangan ini hubungan Indonesia dengan dua negara lain, Australia dan

Brasil, bak cerita silat karya Asmaraman S Kho Ping Hoo (alm.).

Memanas dan masing-masing saling mengeluarkan jurusnya. Sekilas, Australia dan Brasil

terlihat mengeluarkan jurus-jurus serangan, sementara Indonesia dengan ligat bertahan,

menangkis atau berkelit. Penyebabnya tentu kita sudah sama-sama tahu. Australia panas

karena ada dua warga negaranya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, yang terancam

dihukum mati oleh Indonesia.

Keduanya dihukum karena tertangkap saat menyelundupkan heroin sebanyak 8,2 kg pada 17

April 2005. Kasusnya populer dengan sebutan ‘Bali Nine’. Itu karena Chan dan Sukumaran

melakukan aksinya bersama tujuh rekannya.

Akan halnya Brasil, seorang warga negaranya, Marco Archer Cardoso Moreira, sudah

dieksekusi mati pada Januari lalu. Kini masih ada seorang warga negara Brasil lainnya yang

menanti dieksekusi, yakni Rodrigo Gularte. Jika tak ada halangan, eksekusi Rodrigo bakal

dilakukan pada Maret 2015. Persiapan ke arah sana terus dilakukan pihak Kejaksaan Agung.

Marco dan Rodrigo divonis hukuman mati oleh pengadilan karena terbukti menyelundupkan

narkoba ke Indonesia. Marco terbukti menyelundupkan narkoba sebanyak 13,4 kg ke

Indonesia pada 2004. Sementara Rodrigo terbukti menyelundupkan kokain seberat 6 kg.

Melihat banyaknya narkoba yang diselundupkan, baik pada kasus Bali Nine maupun oleh dua

warga negara Brasil, jelas bahwa barang haram itu tidak untuk mereka konsumsi sendiri. Itu

pasti untuk diperjualbelikan.

Indonesia selama beberapa tahun belakangan memang terkenal sebagai surga penjaja

narkoba. Pasarnya sangat menjanjikan. Konsumennya berlimpah– terutama anak-anak

muda—, aparat penegak hukumnya bisa dibeli, atau kalau tertangkap pun hukumannya

ringan. Bahkan kalau sudah kepepet pun masih bisa minta grasi.

Melihat banyaknya narkoba yang mereka selundupkan, mulanya saya agak heran dengan

”manuver pembelaan” yang dilakukan baik oleh PM Australia Tony Abbott maupun Presiden

Brasil Dilma Rousseff. Penyelundupan narkoba sebanyak itu pasti tidak akan dilakukan oleh

pemain kelas teri. Pasti kelas kakap.

Page 43: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

43

Penyelundup narkoba kelas kakap seperti mereka pasti tak hanya membuat repot Indonesia,

tetapi tentu menimbulkan banyak masalah bagi negara asalnya. Mana ada negara yang mau

warga negaranya menjadi bandar narkoba?

Kalau saja media kita mau sedikit melakukan investigasi, bukan tak mungkin empat orang

tadi sebetulnya juga sudah menjadi incaran aparat hukum di negaranya. Pada kasus Bali

Nine, misalnya, mereka ditangkap oleh aparat keamanan kita berdasarkan info dari

Kepolisian Federal Australia (AFP, Australia Federal Police).

Jadi, satu-satunya alasan mengapa PM Abbott dan Presiden Rousseff begitu keras menentang

hukuman mati tersebut mungkin tak lebih untuk alasan popularitas semata. Mereka tentu

tidak ingin dianggap sebagai pemimpin yang tidak melakukan upaya apa pun guna

menyelamatkan warga negaranya yang terancam hukuman mati.

Kalau berpegang dengan logika tadi, meski gertakan PM Abbott dan Presiden Rousseff

terkesan garang dan agak tak patut (Australia menagih sumbangannya saat tsunami melanda

Indonesia dan Brasil menolak surat kredensial dari Indonesia yang dibawa oleh Dubes

Indonesia untuk Brasil) dan kita membalasnya dengan gertakan pula, menjadi agak jelas

siapa sebetulnya yang tengah menolong siapa.

Bukankah dengan cara seperti ini, tangan PM Abbott dan Presiden Rousseff tetap bersih?

Namun demikianlah tugas kepala negara, ia wajib membela warga negaranya. Bukankah

sikap kita juga demikian terhadap WNI yang akan dihukum gantung, dipancung atau

dihukum mati dalam bentuk apa pun oleh negara lain, apa jua kesalahan mereka?

Hal Biasa

Dalam dunia bisnis, aksi gertak-menggertak adalah hal biasa. Sepanjang tahun 2014,

misalnya, kita menyaksikannya. Saling gertak itu terjadi antara pemerintah dengan

perusahaan tambang multinasional, terutama PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa

Tenggara.

Aksi saling ancam dan gertak itu bermula ketika pemerintah memutuskan untuk menerapkan

aturan mengenai larangan ekspor mineral mentah yang mulai berlaku pada 12 Januari 2014.

Untuk tetap bisa mengekspor produk mineralnya, perusahaan-perusahaan itu mesti

membangun smelter atau pabrik pengolahan. Aturan itu jelas menuai pro dan kontra.

Newmont menggertak dengan menghentikan ekspor. Alasannya, telah terjadi force majeure

yang diakibatkan adanya aturan baru tersebut.

Bersama dengan Freeport, Newmont menguasai 97% produksi tembaga nasional. Dengan

penguasaan produksi tembaga sebesar itu, dari sisi bisnis, posisi Freeport dan Newmont

memang terbilang kuat. Gertakan mereka jelas sangat berpengaruh. Bahkan Newmont

melanjutkan gertakannya dengan menyetop 90% kontraktornya yang bekerja di area

pertambangannya.

Page 44: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

44

Lalu, sekitar 80% dari 4.000 karyawan di area tersebut juga dinyatakan berstatus stand-by.

Para karyawan itu tidak bekerja, tetapi belum diberhentikan. Gaji mereka pun dipotong.

Ampuhkah gertakan mereka? Dalam kasus Freeport, perusahaan ini akhirnya setuju untuk

membangun smelter. Namun kontrak perusahaan ini yang mestinya habis pada 2021

diperpanjang hingga 2041.

Begitulah kalau kepentingannya sudah menyangkut fulus, biasanya jalan keluarnya agak

lebih mudah dan terselewengkanlah sesuatu yang sudah kita targetkan. Itu karena, ”A wise

man should have money in his head, but not in his heart,” kata Jonathan Swift, politikus dan

penulis esai satire asal Irlandia.

Jangan Kebakaran Jenggot

Dalam kasus Indonesia vs Brasil, aksi gertak-menggertak kini sudah memasuki urusan fulus.

Indonesia sudah mengancam bakal membatalkan pembelian alutsista. Kata Wakil Presiden

Jusuf Kalla, Indonesia tengah mempertimbangkan untuk mengurangi impor alutsista dari

Brasil dan siap mengalihkan pembeliannya ke Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan atau

negara-negara Eropa.

Saat ini negara kita sudah memesan 16 pesawat Tucano yang diproduksi perusahaan

penerbangan Brasil, Embraer. Kemudian, TNI juga akan memesan sistem peluncur roket

paling mutakhir dari produsen senjata Avibras yang bermarkas di Sao Jose dos Campos, Sao

Paulo, Brasil. Kesepakatan pembelian itu sudah ditandatangani di Jakarta. Nilainya mulai

USD400 juta hingga USD800 juta atau kalau dikonversi dalam rupiah antara Rp3,8 triliun

sampai Rp7,6 triliun. Angka tersebut tentu bukan jumlah yang sedikit bagi Brasil yang tengah

mati-matian mempertahankan tingkat penganggurannya tetap rendah, berkisar 5%.

Akankah semua ancaman dan gertakan tadi bakal menjadi kenyataan? Saya setuju dengan

Charles Caleb Colton, seorang ulama dan penulis asal Inggris, ”Those that are the loudest in

their threats are the weakest in their actions.” Mereka yang menggertak sangat keras

biasanya tak punya nyali dalam bertindak. Kita mestinya bisa membaca sinyal semacam ini.

Jadi jangan cepat kebakaran jenggot menghadapi gertakan entah dari PM Abbott atau

Presiden Rousseff. Kita buat santai saja.

RHENALD KASALI

Pendiri Rumah Perubahan

@Rhenald_Kasali

Page 45: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

45

Mengembalikan Khitah Bulog Koran SINDO Sabtu, 28 Februari 2015

Gonjang-ganjing harga beras yang telah berlangsung beberapa bulan terakhir mengingatkan

kita tentang arti penting mengembalikan Bulog kepada semangat awalnya (khitah).

Semangat awal dibentuk Bulog adalah mengemban dua misi besar. Misi pertama, melindungi

konsumen, utamanya warga miskin dan kaum marginal perkotaan dari melambungnya harga

kebutuhan pangan pokok. Misi kedua, melindungi petani dari keterpurukan harga jual

komoditas pangan hasil panen mereka.

Namun, dengan bergulirnya waktu, sejak 1998 pemerintah atas desakan Dana Moneter

Internasional (IMF) ”mempreteli” peran dan fungsi Bulog. Misi heroik yang harus diemban

Bulog tersebut semakin pudar ketika lembaga ini kemudian menjelma menjadi perusahaan

umum (perum) seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 tentang

Pendirian Perusahaan Umum (Perum) Bulog.

Sejujurnya kita akui, setelah Bulog menjelma menjadi perum, peran lembaga ini tak ubahnya

mesin ekonomi liberal lain. Layaknya mesin ekonomi liberal, jika suatu aktivitas menjanjikan

keuntungan secara ekonomi, mesin ini akan bergerak. Sebaliknya, jika aktivitas tersebut tidak

menjanjikan keuntungan secara ekonomi, mesin ekonomi ini akan memilih ”duduk manis”.

Kompleksitas masalah pangan saat ini dan ke depan akan semakin tinggi. Untuk itu, dituntut

keseriusan negara/pemerintah untuk menanganinya. Saatnya Bulog dikembalikan kepada

semangat awal saat lembaga ini dibentuk.

Sejarah panjang bangsa ini telah mencatat bahwa dalam sebutir beras tidak hanya terkandung

dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi kehidupan lain seperti dimensi sosial, keadilan,

nasionalisme, spiritual, juga politik. Jadi komoditas pangan tak sepantasnya diposisikan

sebatas komoditas perdagangan layaknya produk manufaktur. Hanya diserahkan kepada

mekanisme pasar.

Pemerintah/negara harus hadir dalam setiap permasalahan pangan yang membelit rakyat

seperti permasalahan meroketnya harga beras beberapa waktu terakhir. Menyerahkan

pengelolaan pangan pada swasta merupakan bentuk pengingkaran kewajiban negara dalam

memenuhi hak rakyat paling asasi tersebut.

Di Bawah Presiden

Semangat itu sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Page 46: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

46

Pasal 126 Undang-Undang Pangan menegaskan bahwa dalam hal mewujudkan Kedaulatan

Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan nasional, dibentuk lembaga pemerintah

yang menangani bidang pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Presiden.

Lembaga tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan produksi, pengadaan,

penyimpanan, dan/atau distribusi pangan pokok dan pangan lain yang ditetapkan pemerintah.

Pilihan paling realistis untuk mengemban tugas pokok dan fungsi tersebut tidak ada lain

selain Perum Bulog.

Bulog dengan tugas pokok dan fungsi baru tersebut harus menjalankan manajemen pangan

sebagaimana diformulakan Saleh Affif dan Leon Mears (1967). Terdapat lima prinsip dalam

formula tersebut. Pertama, ditetapkan harga dasar komoditas (floor price) yang memberikan

insentif harga jual bagi petani sehingga mereka tetap bergairah dalam melakukan usaha tani.

Untuk tujuan ini, pemerintah mengeluarkan peraturan yang dituangkan dalam instruksi

presiden (inpres) yang memuat mekanisme harga dasar komoditas dalam bentuk harga

pembelian pemerintah (HPP).

Kedua, perlu ada harga maksimum (ceiling price) yang bertujuan melindungi konsumen dari

kenaikan harga yang tak terkendali. Jika mekanisme harga maksimum dapat berfungsi

dengan baik, tak perlu terjadi gonjang-ganjing harga beras seperti kita alami beberapa bulan

terakhir.

Ketiga, perlu ada selisih yang memadai antara harga dasar dan harga maksimum. Selisih

harga yang memadai tersebut akan lebih merangsang aktivitas perdagangan oleh swasta.

Keempat, perlu diupayakan relasi harga antardaerah dan isolasi harga terhadap pasar dunia

dengan fluktuasi yang lebar.

Kelima, perlu ada stok penyangga (buffer stock) yang dikuasai pemerintah dalam jumlah

yang cukup. Stok penyangga ini sangat penting untuk melakukan penetrasi pasar dalam

rangka stabilisasi harga pada saat-saat tertentu misalnya pada musim paceklik, Lebaran, atau

Natal dan tahun baru. Hanya Buloglah yang memiliki 1.755 gudang tersebar di seluruh

wilayah Indonesia sehingga peran sebagai pengelola stok penyangga pangan tersebut sangat

mungkin diembannya.

Untuk itulah, Bulog perlu diberi kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan stok pangan,

termasuk di dalamnya kebijakan importasi. Dengan catatan, kebijakan importasi tetap harus

memprioritaskan penyerapan hasil panen petani domestik untuk kemandirian dan kedaulatan

pangan bangsa.

Profesional

Satu hal yang perlu diingat, track record Bulog masa lalu sangat kental dengan aroma

Page 47: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

47

korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Secara kasatmata Bulog pernah menjadi mesin uang

politik penguasa. Skandal Bulog yang berjilid-jilid menjadi bukti yang tak terbantahkan. Ke

depan semua itu harus dijadikan cermin bagi seluruh jajaran Bulog agar tidak terjerumus

pada kasus-kasus yang sama.

Dengan tugas pokok dan fungsi yang baru, Bulog harus mampu memerankan diri sebagai

lembaga penyangga dan stabilisator harga pangan yang profesional demi kepentingan rakyat.

Prinsip good corporate governance harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga akan

lebih efisien, efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Akhirnya, agar beban berat yang diamanatkan kepada Bulog dapat memenuhi harapan

masyarakat, Bulog harus mempunyai hak istimewa. Tanpa hak istimewa tersebut, Bulog tidak

akan mampu melawan sepak terjang para ”naga” dan ”samurai” yang sudah menguasai mata

rantai perdagangan pangan dari sentra produksi hingga pasar ritel.

Salah satu hak istimewa tersebut antara lain memberikan hak kepada Bulog untuk mengimpor

semua komoditas bahan pangan pokok dengan persentase yang besar dibanding pelaku pasar

lain. Hanya dengan hak-hak istimewa seperti inilah, Bulog akan mampu melawan kartel

pangan yang kini sudah menggurita. Di sinilah komitmen para penentu kebijakan pangan

negeri ini tengah diuji.

TOTO SUBANDRIYO

Praktisi Dunia Pertanian; Lulusan IPB; dan Magister Manajemen UNSOED

Page 48: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

48

Misteri Mafia Beras Koran SINDO Sabtu, 28 Februari 2015

Reformasi telah mengubah peran pemerintah di satu sisi serta peran swasta, warga sipil, dan

dunia internasional di sisi lain.

Perubahan terjadi di level politik, tetapi tidak pada sistem ekonomi. Ini ditandai dengan peran

negara yang kian ciut, sebaliknya swasta dan kaum kapitalis kian sulit diatur. Hasilnya,

kehadiran negara lewat pelbagai lembaga pengemban pelayanan publik kian lumpuh.

Hari-hari ini kita menjadi saksi negara yang lumpuh, tecermin dari ketidakberdayaan dalam

mengendalikan harga beras. Mengapa dari tahun ke tahun masalah ini tak pernah berubah? Di

manakah kehadiran negara?

Konstitusi mengamanatkan agar negara selalu hadir dalam setiap permasalahan warga. Dalam

UU Nomor 18/2012 tentang Pangan dan UU Nomor 7/2014 tentang Perdagangan diatur

kewajiban negara untuk menjadi stabilisator harga pangan. Bahkan, komitmen ”negara hadir”

juga dituangkan dalam Nawacita Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dalam

butir 1 Nawacita ditegaskan: ”Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap

bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara....” Adapun dalam butir 2:

”Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih,

efektif, demokratis, dan tepercaya....”

***

Seperti layang- layang putus, tiga minggu terakhir harga beras lepas tak terkendali. Jika

semula kenaikan harga beras hanya terjadi di Jakarta dan sekitarnya, kini menular ke

sejumlah daerah. Biasanya, saat musim paceklik terjadi kenaikan harga 10%. Tapi kenaikan

kali ini sudah mencapai 30%.

Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menuding ada mafia beras yang bermain mengeruk

keuntungan dari situasi ini. Ini bukan hal baru. Di pemerintahan lalu, tudingan ada mafia

beras berulang kali dilemparkan. Namun tak ada satu pun yang bisa membuktikan. Juga tak

ada satu pun yang diseret ke meja hijau. Benarkah ada mafia beras?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi IV, 2013), ‘mafia’ dimaknai sebagai

”perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan (kriminal)”. Merujuk pada definisi

itu, tidak tepat menyematkan kata ”mafia” pada beras. Lebih tepat kata ‘kartel’. Barangkali

ini yang dimaksud Menteri Gobel.

Page 49: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

49

Kartel– yang dimaknai sebagai “kerja sama sejumlah perusahaan yang bersaing untuk

mengoordinasi kegiatannya sehingga dapat mengendalikan jumlah produksi dan harga suatu

barang dan atau jasa untuk memperoleh keuntungan di atas tingkat keuntungan yang wajar”–

secara klasik dapat dilakukan melalui tiga hal, yakni harga, produksi, dan wilayah

pemasaran.

Mudah didefinisikan, tetapi kartel tidaklah mudah dibuktikan. Apalagi sebagian besar praktik

kartel dilakukan secara diam-diam. Inilah yang membuat otoritas pengawas sering kali

kesulitan mendapatkan bukti-bukti sahih guna menyeret pelaku kartel. Bahkan, sampai

sekarang otoritas Komisi Pengawas Persaingan Usaha belum berhasil mengendus pelaku

kartel.

Menurut Kadin dan Komite Ekonomi Nasional, nilai kartel pangan tahun 2013 mencapai

Rp11,3 triliun. Namun merujuk pada nilai impor pangan tahun 2013 sebesar USD14,3 miliar,

nilai kartel kemungkinan 2-3 kali dari perkiraan Kadin dan KEN. Itu terjadi pada beras,

kedelai, jagung, gula, susu, daging dan sapi bakalan serta gandum.

Barangkali, tudingan ”mafia beras” yang disampaikan Menteri Gobel sebagai bentuk warning

agar pedagang tidak main-main dengan pemerintah. Menurut Menteri Gobel, kenaikan harga

beras saat ini tidak wajar. Kenaikan harga beras di Jakarta dipicu motif bisnis. Para mafia

memainkan harga beras agar pemerintah terpaksa membuka keran impor sehingga bisa

mengeruk untung besar.

Gobel tentu punya alasan kuat karena bukan mustahil kenaikan harga sengaja dibuat atau

kelangkaan semua guna memburu rente. Sebab harga beras Thailand dan Vietnam setara

beras medium di pasar dunia hanya Rp4.000/ kg. Jika dijual di dalam negeri Rp7.400/kg,

untungnya luar biasa.

Gobel juga mencium kejanggalan dalam sistem distribusi beras di Jakarta. Sejak Desember

2014 hingga Januari 2015, Bulog menggelar operasi pasar 75.000 ton. Beras digelontorkan ke

pengelola Pasar Cipinang, PT Food Station, dengan harga gudang Rp6.800. Seharusnya

pedagang menjual kepada konsumen Rp7.400/kg. Namun nyatanya tidak ada pedagang yang

menjual beras sebesar itu. Padahal dengan menjual Rp7.400/kg, pedagang sudah untung

besar. Gobel menduga ada yang menimbun.

Di sisi lain, menurut pedagang, kenaikan harga yang anomali saat ini sesuatu yang wajar. Ini

terjadi lantaran suplai menyusut karena musim paceklik masih berlangsung. Jika iklim dan

cuaca normal, Februari mestinya mulai panen raya. Namun, karena hujan datang terlambat 1-

1,5 bulan, panen raya baru mulai akhir Maret.

Indikatornya bisa dideteksi dari jumlah beras yang masuk ke Pasar Beras Induk Cipinang.

Dalam keadaan normal, beras yang masuk berjumlah 3.000 ton, saat ini menyusut 50%

Page 50: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

50

(1.500 ton). Karena itu, tidak benar kelangkaan akibat ulah mafia beras, tapi karena pasokan

menipis.

***

Apa pun penyebabnya, tidak pada tempatnya terus berwacana. Negara harus hadir untuk

menstabilkan komoditas super penting itu. Ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama, jika

jatah beras untuk warga miskin (raskin) bulan Februari belum dibagikan, pemerintah mesti

segera membagikannya. Bila harga beras di pasaran masih ada tren naik, pemerintah harus

memperbesar volume raskin. Jatah raskin bulan-bulan berikutnya bisa dibagikan pada

Februari ini.

Musim paceklik merupakan saat tepat membagikan raskin. Jatah raskin 15 kg per keluarga

pada 15,5 juta keluarga akan mengurangi perburuan warga terhadap beras. Berkurangnya

perburuan beras akan menekan ekskalasi kenaikan harga.

Kedua, mengefektifkan operasi pasar. Caranya ada dua: menggandeng pedagang dan menjual

langsung di lokasi-lokasi sasaran. Pedagang perlu digandeng agar pasokan beras di pasar

tetap terjaga. Agar tidak dioplos dan dijual sesuai ketentuan, pedagang perlu diikat dengan

perjanjian dan diawasi ketat. Selain itu, Bulog bisa menggelar operasi pasar langsung di

kantong-kantong kemiskinan seperti pabrik dan permukiman kumuh. Dengan harga yang

menarik bisa dipastikan operasi pasar akan menarik mereka untuk membeli.

Agar tidak jadi misteri, pemerintah dan aparat harus bekerja sama menyeret mafia atau kartel

beras ke meja hijau. UU Nomor 7/2014 tentang Perdagangan memberikan wewenang penuh

kepada pemerintah untuk menindak perilaku culas seperti manipulasi informasi dan

penimbunan persediaan bahan pokok (Pasal 30 dan Pasal 29 ayat 1). Bahkan menghukum

perilaku itu dengan pidana berat: penjara 5 tahun atau denda Rp50 miliar bagi penimbun dan

penjara 4 tahun atau denda Rp10 miliar bagi pelaku manipulasi data dan informasi persediaan

bahan kebutuhan pokok.

Pada UU Nomor 18/2012 tentang Pangan, sanksinya lebih keras: penimbun bisa dipidana

penjara 7 tahun atau denda Rp100 miliar (Pasal 133). Kalau mereka bisa diseret ke meja

hijau, mafia beras tak lagi misteri.

KHUDORI

Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat; Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik

Indonesia (AEPI); Peminat Masalah Sosial-Ekonomi Pertanian dan Globalisasi

Page 51: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

51

Indonesia sebagai Mining Country Koran SINDO 28 Februari 2015

Sejak berlaku larangan ekspor produk mentah hasil tambang dengan berlakunya Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba),

masyarakat baru menyadari ada hal penting dan serius dalam pertambangan di Tanah Air.

UU Minerba seolah membangkitkan kesadaran bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam

yang harus dikelola dengan baik dan menjadi perhatian bersama. Dengan kata lain, UU

Minerba membawa hikmah, blessing in disguise, setelah ada larangan ekspor, isu

pertambangan mulai menarik perhatian publik dan pemangku kepentingan yang berkaitan

dengan pertambangan.

Sebagai suatu industri, pertambangan sudah lama ada dan dikenal masyarakat. Pertambangan

tidak saja menyangkut produk mineral dan batu bara, tetapi juga minyak dan gas (migas).

Pertambangan minyak dan gas jauh lebih dikenal oleh masyarakat dibandingkan dengan

mineral dan batu bara karena keberadaan Pertamina sebagai perusahaan pertambangan dan

eksportir minyak negara.

Minyak pernah membumbung tinggi sehingga membuat Indonesia dikenal di dunia

internasional sebagai produsen minyak dunia dan menjadi anggota Organisasi Negara-negara

Pengekspor Minyak (OPEC). Namun, kemudian keluar dari keanggotaan karena tidak dapat

lagi dikategorikan sebagai negara pengekspor minyak setelah menjadi pengimpor minyak

(net importer).

Data geologis penelitian lapangan yang dimiliki pemerintah, Direktorat Jenderal

Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (SDM)

menunjukkan, hampir setiap daerah/provinsi di Indonesia terdapat sumber daya mineral

seperti tembaga (copper), emas (gold), nikel, bauksit, dan uranium. Ini berarti Indonesia

memang memiliki kekayaan sumber daya alam (rich in natural resources) seperti yang

selama ini diketahui oleh dunia sehingga menjadi kekuatan daya saing ekonomi dan menarik

bagi investor asing. Perusahaan-perusahaan tambang kelas dunia seperti Freeport-McMoRan,

Newmont Mining, Rio Tinto, Shell, Exxon Mobil, Total Oil, dan Vale yang beroperasi di

berbagai belahan dunia juga ada di Indonesia.

Tetapi, meski perusahaan-perusahaan raksasa tersebut beroperasi di Indonesia, tampak

Indonesia belum menjadi negara tambang (mining country) yang terdepan dan disegani dalam

dunia pertambangan seperti Afrika Selatan, Australia, Chile, dan Peru. Ini dapat mengandung

arti bahwa Indonesia memang tidak mau disebut sebagai negara tambang atau Indonesia

memang belum memosisikan diri sebagai negara maju dan andal dalam pertambangan.

Page 52: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

52

Dengan kandungan sumber daya alam yang terbukti (proven natural resources) selayaknya

Indonesia mulai memosisikan diri menjadi negara tambang yang maju dan diperhitungkan.

Ini tidak saja bermanfaat secara ekonomis bagi negara karena mendapatkan penerimaan

(revenue) dari pajak dan royalti, tetapi juga akan membuka kesempatan bagi perusahaan dan

investor tambang melakukan operasi penambangan di berbagai daerah/provinsi di Indonesia.

Untuk membangun dan mewujudkan Indonesia sebagai negara tambang, terdapat beberapa

hal yang perlu dilakukan. Pertama, membangun brand image (branding) Indonesia sebagai

negara tambang yang responsible, sustainable, profitable and prosperous mining. Selama ini

terkesan urusan dan isu pertambangan hanya berkaitan dengan masalah administrasi dan

perizinan. Masalah pertambangan hanya berputar sekitar masalah konsesi luas wilayah

pertambangan, lama proses perizinan, dan kontrak pertambangan. Paradigma dan konsep

pertambangan yang bertanggung jawab, menguntungkan, dan memberikan kesejahteraan bagi

masyarakat di sekitarnya sepertinya kurang tersentuh dan mendapatkan porsi perhatian yang

cukup.

Selain itu, pertambangan juga menyangkut aspek teknologi, suplai peralatan (equipment),

manajemen bisnis, dan sumber daya manusia. Dalam peralatan, banyak equipment yang

digunakan merupakan produk impor. Jika Indonesia sungguh-sungguh, bukan mustahil

banyak peralatan dan sarana kebutuhan pertambangan yang dapat diproduksi oleh insinyur

dan tenaga ahli lokal.

Jika peralatan dan sarana tersebut dapat dibuat sendiri, industri pendukung sektor

pertambangan akan berkembang dan banyak menyerap tenaga kerja. Selain itu, Indonesia

juga dapat mengekspor produk tersebut ke negara lain dan pasar internasional. Jika semua

kebutuhan dapat dihasilkan oleh produsen dalam negeri, Indonesia dapat menghemat devisa

dan memenuhi sendiri rantai suplai (supply chain) industri.

Kedua, diperlukan ada badan/unit promosi tambang yang mempromosikan potensi kekayaan

sumber daya mineral dan kemampuan sumber daya manusia tambang Indonesia sehingga

perusahaan tambang atau investor asing tidak perlu kesulitan atau mencari tenaga ahli

tambang dari luar untuk bekerja dan mengoperasikan wilayah pertambangan yang

dikonsesikan. Jika memiliki institusi ini, akan mudah bagi Indonesia untuk mempromosikan

dan mengundang investor menanamkan modal di berbagai daerah/provinsi.

Unit promosi ini merupakan institusi tingkat pusat. Keberadaan lembaga ini akan jauh lebih

efisien dan memudahkan daripada harus dilakukan oleh daerah. Sebagai industri dan bisnis,

pertambangan harus dikemas dan ditempatkan dalam konsep pemasaran (marketing).

Ketiga, strategic plan dan transparansi. Perlu ada rencana strategis pengembangan industri

pertambangan sebagai guidance yang bersifat long term policy sehingga pertambangan

Indonesia memiliki keunggulan (competitive advantage) dibandingkan negara lain.

Sebagai bagian dari sistem pengelolaan tambang yang terbuka, otoritas pertambangan harus

Page 53: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

53

dapat memberikan informasi yang selalu up to date dan transparan sehingga dari waktu ke

waktu berbagai pihak dapat mengikuti perkembangan kemajuan dan perubahan yang terjadi.

Transparansi sebagai pilar dari good corporate governance harus menjadi elemen utama

dalam industri pertambangan.

Sebagai negara yang diberkahi dengan sumber daya alam yang demikian banyak, sudah

waktunya Indonesia membangun dan memosisikan diri sebagai negara tambang (mining

country) sehingga Indonesia tidak saja menjadi negara yang terdepan dalam pertambangan

dan tujuan investasi tambang, tetapi juga mampu menggerakkan industri pendukung dan

melahirkan perusahaan tambang yang andal di tingkat nasional dan internasional.

KUSNOWIBOWO

Diplomat; Tinggal di Peru

Page 54: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

54

Ali Baba Persia, Hangzhou, dan Medan

Koran SINDO

Senin, 2 Maret 2015

Hikayat Ali Baba sangat terkenal di Indonesia. Karya sastra asal Persia karangan Abu Nawas

(Abu Nuas) di zaman Khalifah Harun al-Rasyid itu menceritakan nasib kakak beradik anak

orang kaya, Kasim dan Ali Baba.

Setelah ayahnya yang kaya itu wafat, Kasim langsung merebut seluruh harta warisan tanpa

peduli terhadap adiknya, Ali Baba. Tak cukup dengan harta warisan ayahnya yang melimpah,

Kasim pun mengawini putri orang kaya. Jadilah Kasim dan istrinya hidup mewah di kota

dengan harta yang berlimpah. Sebaliknya Ali Baba. Tak mendapat warisan, dia pun menikah

dengan orang miskin.

Suami-istri miskin itu memutuskan untuk tinggal di tepi hutan di daerah pegunungan. Ali

Baba tak pernah minta bagian harta warisan ayahnya yang dikuasai Kasim.

Pada suatu hari, Ali Baba melihat 40 perampok menyembunyikan hasil jarahannya di sebuah

gua. Ali Baba menguntitnya dari belakang dan mendengar mantra untuk membuka dan

menutup gua itu. Sepeninggal gerombolan penyamun itu, Ali Baba pun mengucapkan mantra

”iftah ya simsim” dan berhasil membuka gua.

Betapa terkejutnya Ali Baba ketika melihat kepingan emas berkarung-karung di gua itu. Lalu,

ia pun mengambil sedikit emas tersebut dan meminjam dacin (alat timbang) kepada

kakaknya, Kasim. Sang Kakak curiga. Ia pun menempelkan bahan perekat di bawah alat

timbang itu agar tahu apa yang akan ditimbang Ali Baba. Ketika dacin itu dikembalikan,

beberapa keping emas menempel di dacin dan Kasim tahu bahwa Ali Baba mempunyai emas

yang banyak.

Walhasil, setelah dibujuk sang kakak, Ali Baba pun bercerita tentang gerombolan penyamun

itu. Seterusnya, tanpa sepengetahuan Ali Baba, Kasim pun datang ke gua dan mengambil

seluruh emas tersebut. Tapi celaka, karena keserakahannya, Kasim lupa mantra untuk

membuka gua itu. Akhirnya para perampok pun datang ke gua dan membunuh Kasim! Itulah

sekelumit kisah tentang Ali Baba yang amat terkenal di Indonesia.

Rupanya, kisah asal Persia ini cukup favorit di China. Seorang anak pendongeng dari

Hangzhou, Tiongkok, bernama Jack Ma belum lama ini (19 September 2014) mengejutkan

bursa saham Wall-Street, New York. Betapa tidak, ketika ia membuka initial public offering

(IPO)–menawarkan saham perusahaan online-nya yang diberi nama ‘Ali Baba’ untuk

pertama kali—, hanya beberapa jam terkumpul uang USD25 miliar.

Page 55: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

55

Hanya sekejap, tulis Times, Jack Ma menjadi miliuner baru di jagat ini mengalahkan Mark

Zuckerberg (Facebook) dan Jeff Bezos (Amazon.com). Padahal, situs e-commerce Ali Baba

yang dibuat Jack Ma hanya bermodalkan nekat!

Jack Ma, tidak seperti Ali Baba Persia yang anak saudagar kaya (meski disingkirkan

kakaknya, Kasim), ia adalah anak pendongeng. Masa kecilnya miskin. Hiburannya pun cukup

dengan dongeng-dongeng dari ayahnya. Hanya bermodalkan bahasa Inggris China yang

compang-camping yang diajarkan sang ayah, Jack Ma nekat ke Amerika belajar membuat

web. Lalu, jadilah Alibaba.com–sebuah situs e-commerce yang pengunjungnya jauh melebihi

situs serupa yang ada seperti eBay, Amazon, dan PayPal.

Bayangkan, lebih dari 8,5 juta toko yang menjual segala macam barang di China bergabung

di Ali Baba. Fantastis! Itulah sebabnya, ketika Jack Ma ”melantai” di bursa Wall Street untuk

pertama kali (IPO), orang-orang di seluruh dunia berebut membeli sahamnya. Hasilnya, Jack

Ma pun menjadi orang kaya-raya! Sebuah perjuangan yang berhasil karena kerja keras,

kreatif, dan jujur.

***

Jika Ali Baba versi Persia menjadi kaya-raya karena kesabaran dan kejujurannya dan Ali

Baba versi Hangzhou kaya-raya karena pengembangan bisnis on-line-nya, maka Ali Baba

versi Medan kaya-raya karena kongkalikong dengan mafia illegal fishing di perairan

Indonesia. Medan dan pelabuhan-pelabuhan ikan di Sumatera–seperti dilaporkan majalah

Detik.com— ibarat persembunyian gerombolan penyamun emas dalam kisah Ali Baba tadi.

Di kota inilah beragam mafia hidup nyaman.

Orang-orang dari Ditjen Pajak tahu betul –siapa pun yang akan bertugas di Medan– siap-

siaplah berlatih revolusi mental. Jika tidak, niscaya akan masuk sarang mafia. Ali Baba–

julukan mafia illegal fishing versi majalah Detik.com ini–memang luar biasa. Coba

tangkaplah kapal pencuri ikan dari Thailand, Tiongkok, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.

Lalu tunggu beberapa hari. Kapal itu sudah kembali ke pemiliknya, lapor wartawan

Detik.com.

Siapa pelakunya? Mafia Ali Baba! Mafia ini yang terlihat adalah orang setempat. Tapi

jaringannya luas sekali, mulai dari pengusaha besar, pejabat tinggi sipil, pejabat tinggi militer

hingga pejabat tinggi politik. Ali Baba rajin membeli kapal pencuri ikan yang dilelang aparat

keamanan, lalu kapal itu dikembalikan ke pemiliknya di luar negeri.

Hanya mengubah cat kapal, menempelkan bendera merah putih, memberi nama kapal dengan

bahasa Indonesia, kapal-kapal itu pun kembali mencuri ikan. Jika kapal itu mencuri ikan lagi,

ketahuan aparat lagi, ditangkap lagi, diadili lagi, kapalnya dilelang lagi, tak lama kemudian

kapal itu pun kembali lagi ke pemiliknya dan dipakai untuk mencuri ikan lagi. Sebuah

lingkaran setan!

Page 56: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

56

Jokowi dan Susi yang hendak menyelamatkan kekayaan negara senilai Rp300 triliun yang

dicuri kapal-kapal penangkap ikan ilegal tiap tahun memang harus meledakkan kapal-kapal

tersebut untuk memutus jaringan mafia Ali Baba. Sudah puluhan kapal pencuri ikan

dihancurkan. Mestinya lebih banyak lagi karena kapal pencuri ikan yang menjarah laut

Indonesia jumlahnya mencapai 5.000 buah. Itu pun data tahun 2003, kata Riza Damanik,

Ketua Dewan Penasihat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia.

Sekarang tahun 2014, menurut Riza, jumlah kapal pencuri ikan mencapai 5.400 kapal. Luar

biasa! Kapal-kapal itu seperti ditelusuri majalah Tempo di Thailand dan China baru-baru ini,

nama di lambungnya sangat Indonesia. Tapi sebetulnya milik asing atau kerja sama antara

pihak asing dan para mafioso pencuri ikan dalam negeri. Itulah tantangan Jokowi dan Susi ke

depan.

Tak ada lagi waktu untuk berdebat siapa yang salah (kepolisian, tentara, Kementerian

Kelautan, dan pemerintah pusat) sehingga pencuri leluasa menjarah ikan di perairan

Indonesia. Kini saatnya bangsa Indonesia harus bersatu padu mengamankan perairan

Nusantara.

Renungkan kata-kata Bung Karno, kalau Indonesia ingin jaya dan disegani, tunjukkan

ketegasan dan keberaniannya di laut! Ingat 75% wilayah Indonesia adalah lautan. Karena itu,

laut adalah kekuatan Indonesia, masa depan Indonesia.

ROKHMIN DAHURI

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor

Page 57: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

57

Makroprudensial dan Stabilitas Sistem Keuangan

Koran SINDO

2 Maret 2015

Otoritas moneter dan fiskal di banyak negara tengah diuji untuk merumuskan kebijakan yang

tepat menghadapi membanjirnya dana jangka pendek dan risiko ketika dana tersebut keluar

dalam tempo yang singkat dari negaranya.

Tuntutan untuk semakin menerapkan kebijakan makroprudensial sebagai langkah mitigasi

dampak mobilitas penempatan dana jangka pendek semakin penting bagi banyak negara. Di

pasar modal kita, aksi net-buy investor asing perlu kita waspadai mengingat dana ini bersifat

jangka pendek. Dana itu sewaktu-waktu bisa keluar mendadak (sudden reversal) dan berisiko

membahayakan stabilitas pasar keuangan Indonesia.

Terlebih investor asing sedang menunggu kepastian kapan The Fed akan mengumumkan

kenaikan suku bunga yang sempat tertunda sekian kali. Meskipun tertunda, hal tersebut telah

memicu kecemasan pelaku pasar sehingga rupiah kita pada perdagangan Jumat( 27/2) ditutup

menyentuh level terendah selama lima tahun di mana di pasar spot menyentuh angka

Rp12.932 per dolar Amerika Serikat (AS).

Divergensi antara pergerakan nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG)

sebenarnya telah terjadi pada pertengahan 2011 lalu. Anomali ini merupakan respons dari

perilaku pasar yang berbeda ketika sebelum krisis 2008 di mana nilai tukar dan indeks saham

suatu negara berhubungan secara positif dan linear. Situasi pasar pascakrisis 2008 relatif

berbeda ketika negara-negara maju secara hampir bersamaan mengalami perlambatan dan

kontraksi.

Situasi ini kemudian mendorong berbagai kebijakan fiskal dan moneter yang tidak lazim

digunakan oleh banyak negara maju untuk mengatasi kontraksi ekonomi di negaranya. Salah

satunya dengan menggunakan instrumen quantitative easing dan pemberlakuan suku bunga

ultrarendah. Keputusan The Fed untuk tetap memberlakukan suku bunga murah hingga April

2015 telah mendorong para investor global untuk memaksimalkan penempatan dananya di

negara-negara yang masih menjanjikan spread. Ini tentunya bersifat sangat sementara dan

jangka pendek sebelum The Fed mengakhiri rezim bunga murah.

Di lain sisi, Bank Sentral Eropa (ECB) telah mengumumkan program stimulus moneter

besar-besaran melalui kebijakan Expanded Asset Purchase Program (EAPP) mulai Maret

2015 hingga September 2016. Nilai stimulus moneter yang direncanakan mencapai sekitar 1

triliun euro (atau sekitar 60 miliar euro per bulan) selama periode tersebut.

Page 58: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

58

Hampir bersamaan dengan itu, Bank Sentral Jepang juga mengumumkan peningkatan

stimulus moneternya dari 60 triliun-70 triliun yen per tahun menjadi 80 triliun yen per tahun.

Pada saat yang sama Eropa dan Jepang juga mempertahankan suku bunga murah di level

0,05% (Eropa) dan 0,10% di Jepang.

Kebijakan stimulus dari Bank Sentral Eropa dan Jepang telah menyebabkan melimpahnya

likuiditas di pasar global dan berimbas pada pasar-pasar negara berkembang, termasuk

Indonesia. Melimpahnya likuiditas global akibat peningkatan stimulus moneter dan suku

bunga ultramurah ini kemudian mendorong tingginya permintaan terhadap obligasi baik yang

diterbitkan pemerintah maupun swasta. Selain itu investor akan terus berburu saham di pasar-

pasar yang masih menjanjikan dalam kurun waktu yang pendek ini sebelum The Fed

menaikkan suku bunga.

Hal ini termasuk yang sedang terjadi di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir di mana

IHSG terus meningkat dan neraca pembayaran mengalami surplus. Sebaliknya nilai tukar

rupiah tertekan akibat menguatnya nilai tukar dolar AS untuk hampir sebagian besar mata

uang di negara berkembang. Di saat bersamaan kebutuhan dolar AS di dalam negeri cukup

besar baik untuk investasi, pembelian bahan baku maupun pembayaran utang.

Lonjakan IHSG dan surplus neraca pembayaran merupakan imbas dari besarnya likuiditas

global yang mendorong permintaan yang tinggi pada instrumen investasi baik jangka pendek

maupun panjang. Jika diamati, surplus neraca pembayaran banyak dikontribusi portofolio

investasi di surat-surat berharga baik yang diterbitkan pemerintah maupun swasta.

Kementerian Keuangan mencatat hingga 24 Februari 2015, pembelian asing pada SBN terus

meningkat mencapai Rp 507 triliun atau 40,18% dari total SBN yang diperdagangkan.

Sementara di pasar saham, investor asing juga terus melakukan aksi beli yang sangat agresif

sehingga mendorong kenaikan IHSG yang begitu tinggi. BEI mencatat nilai transaksi beli

saham sepanjang Februari mencapai Rp10,6 triliun yang 60% di antaranya didominasi aksi

beli investor asing. Secara agregat hingga pertengahan Februari, Bank Indonesia mencatat

adanya aliran dana masuk ke pasar saham dan pasar obligasi mencapai Rp53 triliun atau

hampir dua kali lipat dari periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai Rp30 triliun.

Persoalan yang kemudian muncul dari realitas di atas adalah bagaimana antisipasi ketika

terjadi sudden reversal. Hal ini tentu tidak dapat dihindari sebagai siklus arus masuk-keluar

yang terjadi di pasar, terlebih ketika ekonomi Amerika Serikat menunjukkan kinerja yang

semakin baik (menjelang kenaikan suku bunga The Fed). Investor akan kembali melakukan

relokasi investasinya dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, kembali ke

Amerika. Dalam konteks ini, pemerintah dan Bank Indonesia perlu menyiapkan respons

kebijakan yang tepat untuk menghindari efek sudden reversal yang tentunya akan

menghambat target pertumbuhan sebesar 5,7% tahun ini.

Selain perlambatan ekonomi, efek yang paling penting untuk dicermati adalah dampaknya ke

sektor riil ketika terjadi inflasi yang tidak dapat dikendalikan dengan baik. Kebijakan

Page 59: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

59

makroprudensial yang telah diambil Bank Indonesia seperti loan to value (LTV) untuk kredit

rumah dan kebijakan DP untuk kredit kendaraan, giro wajib minimum (GWM) berdasarkan

LDR, dan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SDBK) sulit diharapkan dapat mengatasi

sudden reversal yang dapat meningkatkan eskalasi risiko.

Diskusi bersama dengan Prof Iwan Jaya Azis beberapa waktu lalu di Bimasena (Jakarta) juga

disarankan pentingnya otoritas moneter di Indonesia menerapkan kebijakan selain suku

bunga. Salah satu kebijakan makroprudensial yang perlu dipertimbangkan Bank Indonesia

adalah penggunaan levy on non-core liabilities (foreign exchange related measures) atau

pungutan atas dana asing. Hal ini ditujukan untuk meminimalkan efek pembalikan arus

modal keluar ketika terjadi perubahan kebijakan di negara-negara maju, khususnya Amerika

Serikat.

Kebijakan levy ini telah digunakan oleh banyak negara untuk memitigasi risiko sistemik dari

pembalikan arus modal keluar seperti Jerman, Prancis atau Korea. Ambil contoh Bank Korea

yang telah mengimplementasikan kebijakan levy on non-core liabilities ini sejak 2010 hingga

saat ini. Mereka dapat mengendalikan dan menjaga stabilitas di pasar saham, obligasi, dan

pasar uang sehingga ancaman keluarnya arus modal jangka pendek dapat diminimalkan untuk

menghindari risiko sistemik yang lebih besar.

Pertimbangan penggunaan kebijakan levy on non-core liabilities ini juga sangat membantu

untuk mendorong stabilitas tidak hanya di sektor keuangan, tetapi juga sebagai bantalan bagi

sektor riil, khususnya di tengah kerentanan kedua sektor ini. Instrumen levy sangat membantu

tidak hanya dalam konteks reaktif, tetapi juga proaktif sehingga membanjirnya dana asing

yang masuk ke Indonesia dapat dimanfaatkan dengan lebih optimal oleh pemerintah.

Hal ini juga akan bermanfaat untuk menghindari tekanan eksternal yang diperkirakan

dihadapi dalam waktu dekat ketika The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga.

PROF FIRMANZAH PhD

Rektor Universitas Paramadina dan Guru Besar FEUI

Page 60: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

60

Sisi Politik Beras

Koran SINDO

3 Maret 2015

Di tengah cuaca panas politik seputar relasi KPK dan Polri, pemerintah dikejutkan oleh

meloncatnya harga beras.

Kekagetan pemerintah ditunjukkan oleh pernyataan menteri pertanian dan menteri

perdagangan yang menuding mafia beras sebagai pihak yang bertanggung jawab. Sebaliknya,

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut tidak benar ada mafia beras. Apa pun sebabnya,

meroketnya harga beras telah memukul kehidupan rakyat.

Pemerintah yang merasa kecolongan lalu mengambil langkah untuk menekan harga

beras. Operasi pasar besar-besaran digelar di berbagai daerah, termasuk di Jawa Timur yang

dikenal sebagai lumbung beras nasional. Pemerintah juga menyalurkan beras untuk rakyat

miskin (raskin). Dikabarkan, Bulog telah menyiapkan 300.000 ton beras, terdiri atas 175.000

ton untuk program raskin dan 125.000 ton bagi program operasi pasar.

Bangun dan Jatuhnya Rezim

Adalah fakta tak terbantahkan bahwa meroketnya harga beras saat krisis 1998 tidak semata-

mata mengganggu ketahanan pangan. Ada implikasi yang jauh lebih serius yakni terjadi

kerawanan sosial, instabilitas politik, dan kemudian diikuti oleh jatuhnya rezim Orde Baru.

Meski bukan kenaikan harga beras yang menjadi faktor tunggal meledaknya ketidakpuasan

rakyat, tercekiknya leher rakyat akibat harga beras yang tidak terjangkau adalah faktor yang

tidak bisa diabaikan. Itulah ironi yang menyertai jatuhnya Pak Harto. Betapa tidak, Pak Harto

adalah presiden yang mempunyai perhatian dan prestasi besar di bidang pertanian. Boleh

dikata Pak Harto berhasil melakukan ”revolusi beras”.

Oleh berbagai program yang dijalankan pemerintah, wajah Indonesia berubah drastis dari

importir beras terbesar menjadi negara yang berswasembada, bahkan bisa melakukan ekspor

beras pada 1985. Dunia mengakui prestasi Indonesia. Pada 1985 itu pula Pak Harto menerima

penghargaan dari badan pangan dunia PBB (FAO) pada sidangnya di Roma. Saat itu Pak

Harto mengajak serta belasan perwakilan petani untuk hadir di sidang FAO dan menyatakan

bahwa penghargaan yang diterima Indonesia adalah untuk para petani yang telah bekerja

keras.

Wajah Indonesia menjadi cerah di mata dunia. Wajah pemerintah dan citra Pak Harto makin

menawan di mata rakyat. Legitimasi politik Pak Harto dikokohkan oleh prestasi di bidang

Page 61: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

61

pertanian sehingga secara politik Pak Harto menjadi legenda dalam urusan swasembada

beras. Citra politik demikian sangat kuat karena berakar tunjang ke dalam urusan perut

rakyat. Dalam kondisi perut rakyat kenyang, stabilitas politik pemerintahan lebih mudah

dirawat.

Sayangnya, akhir rezim Orde Baru disergap oleh krisis ekonomi yang berkembang menjadi

krisis multidimensi, di mana salah satu wajahnya adalah meroketnya harga beras. Beras telah

menjadikan Pak Harto sebagai legenda, beras pula yang turut menyumbang terjadi

kemerosotan kepercayaan rakyat yang berujung lengser keprabon.

Sejarah Bung Karno juga ditandai dengan menipisnya dukungan politik menjelang medio

tahun 60-an karena masalah kelaparan rakyat di berbagai daerah. Rakyat kesulitan

mendapatkan beras. Agaknya konsentrasi Bung Karno pada agenda ”revolusi belum selesai”

dan situasi politik nasional yang penuh jor-joran telah membuat urusan beras kurang

diutamakan.

Bung Karno memang jatuh karena krisis politik pasca-G30S-PKI. Tetapi, jelas ada pra-

kondisi kesulitan pangan rakyat yang turut mewarnai terjadi perubahan politik saat itu. Itu

juga ironi karena Bung Karno juga punya pengalaman penting tentang beras. Dalam buku

Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams diceritakan, Bung

Karno pernah dimintai tolong sambil diancam oleh pimpinan tentara Jepang Kapten

Sakaguchi di Padang karena tentaranya krisis pangan. Bung Karno lalu mengundang para

pedagang beras sehingga krisis beras tentara Jepang bisa diatasi. Pikiran Bung Karno saat itu

adalah agar rakyat Indonesia terhindar dari siksaan, sementara tentara Jepang terhindar dari

kelaparan.

Bung Karno juga pernah melakukan” diplomasi beras” kepada India. Saat terjadi kelaparan di

India pada 1946, Indonesia mengirim beras. Ternyata ini membuat India terkesan. Ketika

Belanda melakukan agresi militer pada 1947, Indonesia keteteran. Bung Karno meminta

Bung Hatta menemui Nehru untuk meminta bantuan. Meski Hatta tidak berhasil

mendapatkan bantuan senjata, India tampil menggalang protes internasional dan resolusi PBB

untuk mengutuk Belanda. Terbukti usaha India berhasil.

Jangan Disepelekan

Nah, karena itulah, narasi beras bukan hanya tentang makanan utama mayoritas rakyat. Beras

terlalu kompleks untuk dipahami dan dijelaskan sekadar sebagai bahan pangan. Beras jelas

berwajah ekonomi, sosial, dan bahkan politik. Memandang beras hanya sebagai urusan

pangan atau perut rakyat adalah ”sesat pikir” yang berbahaya. Karena itu pula, urusan

kenaikan harga beras tidak boleh disepelekan.

Sikap pemerintah untuk tidak impor patut diapresiasi. Sikap ini terkait janji kampanye

Presiden Jokowi untuk membela petani. Tetapi, impor beras sejatinya tidak perlu diharamkan

jika stok beras nasional rawan. Hajat hidup rakyat haruslah ditinggikan tempatnya di atas

Page 62: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

62

pilihan impor atau tidak impor. Jika terpaksa, impor tak boleh dianggap tabu. Yang penting

tujuannya benar-benar untuk memenuhi hajat rakyat dan bukan demi rent seeking.

Semoga benar harapan pemerintah bahwa hasil panen raya sejalan dengan pilihan sikap untuk

tidak impor beras. Tetapi, perlu senantiasa dicatat bahwa besarnya jumlah penduduk dan

konsumsi beras per kapita tertinggi di dunia adalah problem yang selalu hadir. Itu tanda

bahwa urusan beras sangat serius. Kapan Indonesia swasembada lagi?

ANAS URBANINGRUM

Ketua Presidium Nasional Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI)

Page 63: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

63

Politik Beras ala Jokowi

Koran SINDO

3 Maret 2015

Berbicara mengenai beras, berbicara mengenai kebutuhan perut hampir seluruh rakyat di

negeri ini. Dengan segala ceritanya, beras kini menjadi pangan utama nasional.

Satu waktu beras hanya menjadi barang biasa, namun di waktu yang lain menjelma menjadi

barang yang cukup istimewa. Beras seharusnya bisa terjangkau oleh seluruh rakyat di negeri

ini. Tak boleh ada yang lapar, tak boleh ada yang tidak bisa makan.

Sejarah telah mencatat bahwa hampir semua negara menempatkan ketersediaan pangan

sebagai kebijakan strategis. Jika rakyat lapar, ancaman terhadap stabilitas nasional akan

semakin besar. Maka itu, tidaklah berlebihan jika Perdana Menteri India periode 1947-1964

Jawaharlal Nehru mengatakan, ”Segala sesuatu dapat menunggu, tapi tidak untuk pertanian.

Apa pun, yang paling utama adalah harus cukup pangan. Berikutnya, baru yang lain.”

Sebaliknya, jika kebutuhan pangan terpenuhi, urusan yang lain akan lebih mudah

diselesaikan. Henry Kissinger, menlu AS era 1973-1976, menyampaikan, ”Siapa pun yang

punya akses terhadap minyak, mereka akan dapat mengontrol banyak negara. Siapa pun yang

memiliki akses terhadap pangan, mereka akan mampu mengontrol masyarakat.”

Betapa pentingnya ketersediaan pangan membuat hampir seluruh presiden Indonesia cukup

disibukkan dengan masalah beras. Lantas, bagaimana dengan kebijakan pangan era Jokowi?

Gebrakan awal mengenai prioritas perbaikan infrastruktur irigasi, sarana-prasarana pertanian,

dan percepatan sistem penyaluran benih unggul cukup menumbuhkan harapan yang tinggi.

Namun, target ekspor beras 1 juta ton akhir 2015 cukup membingungkan.

Pentingkah ekspor beras saat ini? Perlukah bagi kemandirian pangan? Adakah efeknya

terhadap pasar beras dalam negeri?

Fenomena Kenaikan Harga Beras

Akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan persentase kenaikan harga beras yang cukup fantastis.

Kenaikan harga hingga 30% merupakan yang terbesar sepanjang 15 tahun terakhir. Kenaikan

harga beras pada masa-masa sebelum panen raya biasanya hanya berada pada kisaran angka

maksimal 10%. Beras kualitas sedang di pasaran saat ini rata-rata seharga Rp12.000 dari

sebelumnya Rp9.000. Beras premium bahkan bisa tembus di atas angka Rp15.000 sampai

Rp18.000 per kg.

Page 64: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

64

Dalam teori ekonomi, kenaikan harga barang disebabkan oleh hukum supply and demand

yaitu rendahnya supply, tingginya demand, atau kedua faktor tersebut sekaligus. Lantas,

apakah hukum ekonomi ini berlaku juga pada kenaikan harga beras saat ini?

Jika bicara demand, permintaan terhadap beras relatif stabil dari waktu ke waktu. Kalaupun

ada permintaan yang melonjak, biasanya terjadi pada bulan-bulan hari raya keagamaan

seperti Ramadan dan Lebaran. Kalaulah permintaan naik akibat raskin tidak dibagikan pada

November-Desember 2014, hal tersebut hanya berdampak maksimal sampai awal Februari

2015. Kenapa? Akhir 2014 Bulog telah melakukan operasi pasar. Raskin juga kembali

dibagikan pada akhir Januari. Dengan demikian, bulan permintaan terhadap beras pada

Februari ini kembali normal. Namun, harga terus melambung sampai akhir Februari.

Dari sisi produksi, belum ada faktor ekstrem seperti banjir, hama padi, bencana alam ataupun

kegagalan panen masif yang menyebabkan turunnya produksi padi dalam skala besar

dibanding tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, dari data BPS (2015), produksi padi

turun 1.07% pada 2011 dan saat itu tidak terjadi kenaikan harga seperti sekarang. Bandingkan

dengan penurunan produksi padi 2014 yang hanya 0.94%. Lantas, ke mana perginya produksi

padi tersebut sehingga harga beras di pasaran jadi naik?

Selain produksi, faktor supply juga dipengaruhi oleh masalah distribusi, cadangan beras di

gudang, dan motif ekonomi dalam rantai perdagangan. Jika menilik produksi dan konsumsi

beras (BPS, 2015), terdapat surplus produksi hingga 5 juta ton lebih pada 2014.

Di luar masalah valid dan tidak data produksi dan konsumsi, seharusnya pasar tidak perlu

panik dengan kondisi beras nasional. Yang menjadi masalah kemudian adalah, kita sulit

mendeteksi secara akurat tentang seberapa besar gangguan distribusi dan motif ekonomi

terhadap harga beras.

Solusi Jangka Pendek

Melihat peta permasalahan, pemerintah harus segera menyelesaikan masalah distribusi dan

kemungkinan adanya rent seeking. Kementerian Pertanian mesti cepat berkoordinasi dengan

daerah dalam memetakan sebaran panen. Data ini penting bagi Kemenhub dan Kemendag

untuk memperbaiki distribusi beras ke sentra konsumen. Satuan khusus Polri yang

seharusnya selevel Densus 88 melakukan operasi terkait kemungkinan ada penimbunan

beras.

Bulog harus segera melakukan operasi pasar di wilayah sentra konsumsi yang strategis.

Operasi pasar ditujukan langsung ke konsumen di pasar, bukan melalui pedagang yang

selama ini dilakukan Bulog. Dalam jangka panjang, pemerintah perlu mengembalikan Bulog

pada fungsinya semula sebagai penyangga dan stabilisator harga pangan. Untuk itu, Bulog

dikembalikan ke dalam bentuk lembaga pemerintah non-departemen (LPND), bukan sebagai

BUMN yang ditarget mendapatkan profit.

Page 65: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

65

Untuk jalur distribusi, pemerintah harus memperbaiki sistem angkutan khusus pangan

strategis. Sistem gudang dan supply chain harus benar-benar menjadi fokus Kemendag.

Terakhir, kontrol terhadap pemerintah daerah dalam masalah pertanian perlu dikuatkan,

terutama dalam pencegahan konversi lahan.

Sekali lagi, pemerintahan Jokowi jangan dulu terobsesi dengan ekspor beras. Politik pangan

utama adalah ketahanan pangan dalam negeri. Banyak hal mendasar lain yang masih perlu

diselesaikan. Saya yakin, rakyat dengan sendirinya akan memberikan standing applause atas

kerja-kerja serius pemerintah. Yang terpenting adalah citra abadi. Citra yang abadi akan

muncul tatkala kepuasan rakyat memang terpenuhi, bukan citra palsu yang hanya muncul

sesaat dengan sedikit polesan di sana-sini.

ATANG TRISNANTO MSi

Direktur Eksekutif National Food Security Studies (Nafis)

Page 66: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

66

Menjadikan Majalengka Kawasan Metropolitan

Koran SINDO

4 Maret 2015

Belum lama ini penulis bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama ratusan para kepala

daerah lain dalam rapat koordinasi nasional (rakornas) di Istana Bogor.

Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi meminta kepada seluruh pemerintah daerah agar

berupaya keras melaksanakan program prioritas dalam menangkal dampak pertumbuhan

ekonomi dunia yang tengah lesu. Kondisi ini sebagai dampak negatif dari krisis keuangan

global di Yunani. Namun di satu sisi, Pemerintah Indonesia tetap optimistis pertumbuhan

ekonomi ditargetkan mengalami kenaikan mencapai 5,7% pada 2015.

Untuk mewujudkan semua itu, pemerintah pusat tak akan mampu berjalan sendiri tanpa ada

keterlibatan pemerintah daerah di dalamnya. Ada beberapa poin penting yang harus

dilaksanakan setiap pemerintah daerah dalam menindaklanjuti hasil rakornas tersebut.

Pemerintah daerah (pemda) diwajibkan mendorong terjadi pertumbuhan ekonomi secara

nasional. Presiden Jokowi juga meminta setiap pemerintah daerah dapat mencegah tindak

pidana korupsi yang mulai marak terjadi baik di pusat maupun di daerah. Presiden meminta

pemda memberikan kemudahan dalam memberikan izin bagi para investor yang akan

menanamkan usahanya. Bila bisa satu detik pun, izin yang berhubungan dengan produk

ekspor agar segera direalisasikan karena itu berkaitan dengan neraca perdagangan.

Di Kabupaten Majalengka berkaitan dengan perizinan, pada empat tahun lalu telah terbentuk

instansi yang bertujuan seperti diharapkan Presiden Jokowi. Ke depan penulis akan berupaya

memangkas waktu izin yang selama ini dikeluarkan biasa memakan waktu 14 hari,

diupayakan lebih cepat lagi tanpa melanggar ketentuan dan persyaratan yang berlaku.

Berkaitan dengan kabar tak sedap yang menyebutkan jika perizinan di Majalengka sulit dan

berbelit-belit, kabar itu tidak dapat dipertanggungjawabkan. Menurut penulis, penyebab izin

tidak keluar karena investor dalam menanamkan usahanya berbenturan dengan rencana detail

tata ruang (RDTR).

Majalengka Inovatif

Guna mewujudkan pesan Presiden Jokowi dalam rakornas tersebut, tentunya penulis selaku

orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan roda pemerintahan akan berupaya

Page 67: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

67

menjadikan Kota Angin ini sebagai daerah inovasi. Realitas dibuktikan dengan lahirnya

memorandum of understanding (MoU) antara Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan

Pemkab Majalengka.

Kerja sama ini diharapkan agar pembangunan Majalengka semakin terarah, terukur, dan tepat

sasaran. Laboratorium inovasi itu diharapkan agar ada peranan aktif dari semua organisasi

perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Majalengka. Itu bahkan diharapkan dapat

menular sampai tingkat kecamatan maupun kelurahan atau pemerintah desa.

Majalengka Metropolitan

Mimpi besar penulis sebagai putera daerah dan di sisa masa jabatan yang ada saat ini adalah

ingin memberikan yang terbaik bagi rakyat Majalengka pada khususnya, umumnya bagi

bangsa dan negara. Penulis memiliki ambisi besar dalam mewujudkan Majalengka menjadi

kawasan Metropolitan di masa mendatang. Terutama dalam menyongsong Bandara

Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kecamatan Kertajati. Dioperasikannya dua jalan tol

Cikampek-Palimanan (Cikapa) dan Cileunyi-Sumedang-Kertajati (Cisumjati) yang melintasi

wilayah Kabupaten Majalengka.

Di antara kebijakan yang tengah didesain, akan memplot kawasan-kawasan di Majalengka

diprioritaskan untuk membangun seperti kawasan industri, pariwisata, dan pusat

perekonomian. Konsep itu sesuai RDTR Kabupaten Majalengka.

Rinciannya wilayah utara sebagai daerah penyangga bandara internasional ditetapkan sebagai

pusat industri, bisnis, jasa, dan perdagangan. Di kawasan area bandara juga akan dibangun

rest area seluas 500 hektare, disertai taman buah, taman safari, dan arena hiburan seperti

dunia fantasi. Semua ini bertujuan agar kehadiran bandara bagi rakyat Majalengka tidak

hanya menikmati gemuruhnya suara pesawat, tapi bisa memberikan manfaat dan maslahat

dari pembangunan tersebut.

Sedangkan wilayah selatan yang kondisi daerahnya berbukit-bukit dan sejuk, sebagai tempat

hotel, pengembangan pariwisata, dan permukiman eksklusif dan lain-lain. Di selatan

Majalengka, flora dan fauna kawasan pegunungan Ciremai yang terkenal indah dan menawan

akan dibangun kawasan rekreasi dan andalan objek wisata Situ Sangiang.

Kawasan itu akan ditata kembali dan dikembangkan menjadi kebun binatang serta menjadi

pusat wisata lain. Salah satu langkahnya dengan cara melakukan kerja sama (MoU) dengan

Pemkab Kuningan untuk membuka jalur transportasi perbatasan agar dapat terkoneksi dengan

objek wisata yang ada di Kabupaten Kuningan. Ke depan dua daerah ini memiliki objek

wisata terpadu. Di Kuningan ada kebun raya, di Majalengka ada kebun binatang. Dengan

memperluas infrastruktur.

Di wilayah perkotaan Majalengka, penulis sedang dan akan terus melakukan penataan

kembali menjadi kota yang maju dan lebih baik lagi. Seperti membangun kerja sama dengan

Page 68: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

68

Grage Grup dalam membangun mal disertai hotel dan tempat rekreasi keluarga. Dengan

terjalinnya kerja sama, diharapkan dapat mendongkrak peningkatan pendapatan asli daerah

(PAD) yang mencapai miliaran rupiah setiap tahun. Bukan hanya itu, pembangunan mal itu

juga dapat menyerap 3.000 orang tenaga kerja yang diprioritaskan putera daerah Majalengka.

Selain itu pula, di Kota Majalengka akan dibangun hotel bintang tiga berbasis syariah,

bernama Fitra Hotel yang sudah diresmikan peletakan batu pertamanya. Selanjutnya

pembangunan Hotel Amaris di Kecamatan Panyingkiran yang akan segera menyusul. Dengan

pembangunan sebuah hotel, dapat memberikan multiplier effect bagi masyarakat maupun

pembangunan lainnya. Seperti dapat mengungkit PAD, meningkatkan pertumbuhan ekonomi

masyarakat, dan membuka lapangan pekerjaan guna meminimalisasi angka pengangguran.

Pembangunan hotel yang tengah dibangun di Majalengka juga sekaligus menjawab kritikan

dari berbagai kepala daerah di Jawa Barat, yang dulu mengolok-olok Majalengka sebagai The

Big Village atau desa yang besar.

Terakhir, penulis berharap berbagai elemen masyarakat jangan mengganggu kenyamanan

investor ketika menanamkan usahanya di Majalengka. Jika ada kekurangan, pun harap bisa

dimaklumi. Perlu diketahui, proses perizinan itu ada yang menjadi kewenangan pemerintah

daerah, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat. Penulis mengajak mari kita bahu

membahu dan bergandengan tangan bangun Majalengka sesuai profesi dan kompetensi

masing-masing. Bila investor terus diusik atau dicari-cari kesalahannya, Majalengka tidak

akan maju-maju.

Semoga dengan kehadiran tulisan ini, setidaknya dapat memberikan pemahaman dan manfaat

bagi kita semua. Amin.

SUTRISNO

Bupati Majalengka

Page 69: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

69

Penyertaan Modal Negara

Koran SINDO

5 Maret 2015

Persetujuan DPR tentang penyertaan modal negara (PMN) dalam APBN Perubahan 2015

menyisakan banyak cerita.

Namun, sebuah proses melalui parlemen telah kita lalui dan semoga ini menjadi era baru bagi

peremajaan BUMN Indonesia yang sudah lama kita tunggu. Di tangan mantan CEO Astra

International yang sukses mengawal transformasi di masa sulit, saya yakin BUMN Indonesia

bisa mengimbangi BUMN asing yang semakin bertaji.

Sebagai profesional, Rini M Soemarno bisa saja dimusuhi para politisi seperti yang pernah

dialami Sri Mulyani di era SBY. Harap maklum, BUMN memang menarik untuk

diperebutkan. Tetapi, spirit profesionalismenya saya kira tak perlu kita ragukan. Maka,

menarik melihat bagaimana PMN kali ini bergulir untuk memperkuat pembangunan melalui

BUMN.

Geliat BUMN ASEAN

Bukannya apa-apa, menyangkut soal daya saing bangsa kita ini termasuk yang paling lama

merespons perubahan, bahkan paling kurang gebrakan. Bayangkan, Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) sudah di ujung mata. Ingat ya, ini masyarakat ekonomi konsepnya, bukan

sekadar AFTA atau kawasan perdagangan bebas. Artinya dibutuhkan sinkronisasi

kelembagaan. Nah, berkaitan dengan itulah BUMN di ASEAN pun berubah. Itu bahkan

sudah dilakukan tetangga kita sejak 1990-an.

Bayangkan Kementerian Keuangan Malaysia sudah dibentuk menjadi semacam PT sejak

1993. Ini berarti dari segi akuntansi keuangan negara, aset-aset yang dilimpahkan ke BUMN

di sana menjadi tak serumit seperti di sini. Ini semua tentu amat tergantung pada wawasan

dan kepentingan yang diemban para politisi: apakah rela membuat BUMN negerinya tumbuh

besar dan lepas dari campur tangannya, atau masih ingin mencari celah untuk ”bermain”.

Kedewasaan berpolitik, integritas, ditambah kemampuan berpikir strategis sangat

menentukan pilihan yang diambil. Dengan bekal itu para politisi Malaysia sepakat melepas

badan-badan usaha yang tidak strategis dan menjadikan usaha-usaha strategis benar-benar

profesional dengan aturan yang jelas. Mereka juga mengawal konsistensi dan tabu

membiarkan birokrasi mengelola BUMN. Hasilnya Anda lihat sendiri. Betapa powerful-nya

Khazanah. Maka saya senang ketika mendengar salah satu program yang serius dikerjakan

menteri BUMN saat ini adalah merampungkan RUU BUMN agar benar-benar mampu

Page 70: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

70

menjawab tantangan zaman.

Perkuat BUMN Keuangan

Ada tiga BUMN yang sama sekali tidak dapat jatah PMN, yakni PT Djakarta Lloyd, PT

Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), dan PT Bank Mandiri Tbk. Kalau Djakarta Lloyd saya

bisa paham. BUMN itu sedang menghadapi masalah hukum akibat utangnya yang bertimbun

di sana-sini.

Saat ini status hukum Djakarta Lloyd dalam masa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU). Saham pemerintah di sana sudah berkurang hingga 29%. Jadi pemberian PMN

untuk perusahaan bermasalah sangat berisiko. Akan halnya RNI, Komisi VI DPR menilai

usulan bisnisnya masih kurang jelas. Perlu lebih dipertajam.

Mungkin yang agak menarik adalah Bank Mandiri. Ini karena pengajuan dana PMN untuk

bank itu lumayan jumbo, mencapai Rp5,6 triliun. Tapi, anggota DPR menilai PMN bagi

Bank Mandiri belum menjadi prioritas. Setidak-tidaknya untuk tahun ini. Dengan penolakan

tersebut perjalanan perbankan Indonesia untuk menjadi agent of change dalam pembangunan

ekonomi Indonesia jadi semakin panjang.

Sejatinya penambahan modal itu menjadi penting agar Bank Mandiri semakin powerful

dalam menghadapi era MEA. Di Indonesia, Bank Mandiri memang bank yang terbesar dari

sisi modal. Namun, ketika dijajarkan dengan bank-bank asal negara tetangga, Bank Mandiri

belum ada apa-apanya. Coba saja Anda lihat daftarnya. Peringkat pertama bank dengan

modal terbesar di ASEAN adalah Bank DBS (Singapura, USD26,3 miliar), lalu OCBC

(Singapura, USD20,2 miliar), UOB (Singapura, USD18,4 miliar), Maybank (Malaysia,

USD10,5 miliar), CIMB (Malaysia, USD8,7 miliar), Bangkok Bank (Thailand, USD7,8

miliar), dan baru Bank Mandiri (Indonesia, USD6,7 miliar).

Bagi perbankan, modal adalah otot. Makin besar modalnya, makin berotot bank tersebut,

makin kuat pula tenaga yang dimiliki suatu bank untuk bertarung, berperan dalam perputaran

ekonomi nasional. Dengan ditolaknya PMN oleh DPR, rasio kecukupan modal Bank Mandiri

kini hanya sekitar 16,22% atau di bawah persyaratan kelayakan perbankan ASEAN

(Qualified ASEAN Bank, QAB) yang pada tahun 2019 nilainya dipatok minimal 17,5%.

Jika dana PMN tadi masuk, modal Bank Mandiri akan mencapai lebih dari Rp100 triliun dan

nilai QAB-nya menjadi lebih dari 17%. Ini membuat Bank Mandiri cukup leluasa untuk

mengejar target QAB 17,5% pada 2019. Kini, dengan ditolaknya PMN oleh DPR, agar bisa

bersaing dengan bank-bank se-ASEAN, Bank Mandiri mesti putar otak untuk memperbesar

modalnya.

Tapi bagi saya, kalau Indonesia mau maju dan menolong pengusaha domestik menjadi

pemain yang kuat di dalam negeri dan berperan serta dalam industrialisasi yang dicanangkan

pemerintahan baru, sektor keuangan harus diperkuat. Mungkin kita juga tak cukup

Page 71: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

71

menyatukan semua bank BUMN dalam satu wadah, melainkan semua lembaga keuangan.

Bukankah bank dan asuransi sudah banyak yang berjalan bersama-sama? Belum lagi modal

ventura, dan sebagainya. Bayangkan kalau semua urusan regulasi bisa kita sederhanakan dan

kekuatannya bisa kita padukan.

Kekuatan Ekonomi Yahudi

Saya ajak Anda sedikit keluar dari konteks. Kebetulan minggu lalu saya diminta berbicara di

depan Dewan Analis Strategis Badan Intelijen Negara tentang kiprah multinational

corporations (MNC). Ketika menelisik MNC, di situ mau tak mau saya menarik dua

kekuatan, yaitu GAFA (MNC terbarukan yang terdiri atas Google, Apple, Facebook, dan

Amazon) serta peran penting sektor keuangan.

Tapi baiklah kita pelajari bagaimana bangsa-bangsa besar tumbuh menjadi penguasa ekonomi

global. Jawaban dari semua itu, perkuat lembaga keuangan dengan modal yang terus

diperbesar. Karena lembaga keuangannya kuatlah maka GAFA juga tumbuh. Bayangkan

dengan hanya total 252.000 pegawai, keempat perusahaan besar GAFA berhasil meraih

revenue setara dengan GDP Denmark (USD330 miliar). Padahal GDP sebesar itu hasil dari

penduduk yang jumlahnya 10 kali lipat karyawan GAFA.

Sekarang saya ajak Anda menelisik gurita ekonomi keuangan keluarga besar Yahudi.

Mudahnya kita ambil saja jaringan usaha keluarga Rothschilds yang namanya populer belum

lama ini. Bisnis keuangan keluarga Rothschilds dimulai abad pada ke-18 di Frankfurt, dan

diteruskan oleh kelima penerusnya di lima kota keuangan penting di Eropa: Frankfurt,

London, Viena, Paris, dan Naples.

Dari industri keuangan itu mereka menguasai jaringan perbankan di Swiss, asuransi dunia,

pertambangan (Rio Tinto dan de Beers) dan industri- industri ternama dunia. Sektor keuangan

yang kuat menjadikan jejak langkah keluarga Rothschilds sulit dihindari dari berbagai

peristiwa penting dunia. Kekaisaran Jepang pun, misalnya, mendapatkan pembiayaan perang

di awal abad 20 dari jaringan perbankan keluarga Rothschilds. Mereka juga memiliki

hubungan yang erat dengan tycoon minyak, Rockefeller yang juga menguasai sejumlah

jaringan keuangan dunia.

Singkat cerita, keluarga-keluarga ternama dunia adalah keluarga yang didukung oleh industri

keuangan yang canggih dan modern. Anda mungkin masih ingat hampir semua konglomerat

dunia apakah di Jepang, Korea, maupun di sini menjadi besar berkat dukungan industri

keuangan.

Maka dari itu, wajar saja kalau ASEAN pun meraih pertumbuhan melalui dukungan sektor

keuangan yang kuat. Sekali lagi, bukan industri yang dimulai, melainkan prudential banking

industry. Ya, banking diperkuat untuk memperkuat industri. Ini tampaknya masih

berkebalikan dengan cara berpikir sebagian besar politisi kita.

Page 72: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

72

Jangan Ulang Masa Lalu

Buat saya, penolakan DPR untuk PMN bagi Bank Mandiri memang agak mengherankan.

Apalagi dengan alasan itu belum menjadi prioritas. Bukankah sejak dulu kita sudah

mewacanakan perlunya memiliki bank yang besar—termasuk modalnya. Bayangan saya

begini. Kalau Bank Mandiri dan bank BUMN lain mendapatkan kucuran dana PMN, modal

mereka akan bertambah. Itu artinya mereka akan mempunyai modal yang cukup untuk me-

leverage kredit dalam jumlah besar.

Buat saya, dalam masa sekarang, hal ini menjadi penting karena di era pemerintahan SBY

kita lihat kerja pemerintah boleh dibilang lambat. Itu setidak-tidaknya tecermin dari serapan

dana APBN. Untuk tahun lalu, misalnya, sampai kuartal I-2014, serapan anggarannya baru

mencapai Rp7,8 triliun dari total yang tersedia Rp184,2 triliun. Jumlah tersebut tak sampai

5%-nya. Kinerja tersebut malah lebih buruk dibandingkan dengan serapan anggaran untuk

tahun 2013 yang masih bisa hampir mencapai 6%.

Jadi, alokasi PMN ke bank-bank BUMN bisa menjadi alternatif lain dari seretnya penyerapan

dana melalui mesin birokrasi. Kalau dana tak mengucur ke bawah, dalam bentuk berbagai

proyek, bukankah itu sama saja tak ada lapangan pekerjaan di masyarakat. Kita tentu tak mau

kondisi semacam ini terjadi.

Kalau modal bank-bank kita bertambah berkat kucuran dana PMN, itu artinya bank-bank

tersebut akan semakin mampu membiayai proyek-proyek bersifat jangka panjang. Di

antaranya dalam bentuk proyek-proyek infrastruktur. Bagi saya, kemampuan semacam ini

menjadi penting. Saya tidak ingin kejadian di masa lalu berulang kembali. Dulu banyak

proyek infrastruktur kita didanai pihak asing.

Dalam banyak kasus, lembaga-lembaga keuangan asing yang bertindak sebagai kreditur

kemudian menetapkan sejumlah persyaratan. Misalnya kontraktornya harus dari negara asal

bank kreditur. Begitu pula dengan konsultan proyeknya. Bahkan bukan hanya itu. Mesin-

mesin dan berbagai produk teknologi yang terkait dengan pembangunan proyek tersebut juga

kerap kali ditentukan oleh pihak kreditur. Maka, jadilah kontraktor-kontraktor kita hanya

menjadi subkontraktor. Bahkan mungkin sub dari subkontraktor. Konsultan atau tenaga ahli

kita pun tidak kebagian peran. Kalaupun ada porsi kita, mungkin itu hanya untuk pekerjaan

kasar.

Kita tentu tak mau kondisi semacam itu berulang. Tapi, entah mengapa aspirasi kita kerap

kali tidak nyambung dengan keputusan wakil-wakil kita yang ada di DPR. Salah siapa ya?

Saya berharap di tahun mendatang putusan penting itu justru diberikan ke lembaga

perbankan, untuk menjadi motor bagi kemajuan ekonomi Indonesia.

Page 73: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

73

RHENALD KASALI

Pendiri Rumah Perubahan

@Rhenald_Kasali

Page 74: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

74

Investasi dan Pembiaran Konflik

Koran SINDO

5 Maret 2015

”Risk comes from not knowing what you’re doing.”

(Warren Buffett)

Sebulan lebih konflik antarpenegak hukum KPK-Polri seperti dibiarkan Presiden Joko

Widodo. Kondisi ini membuat banyak investor berpikir ulang akan rencana mereka. Dari

bisik-bisik dan obrolan, mereka jelas waswas. Situasi ini mempertegas ada ketidakpastian

hukum di negara ini.

Kisruh KPK-Polri membuat optimisme berinvestasi di Indonesia menjadi rusak. Walau

akhirnya Presiden Jokowi menyatakan membatalkan pencalonan Komjen Pol Budi Gunawan

sebagai kepala Polri dan diganti calon lain, Komjen Pol Badrodin Haiti, serta menunjuk tiga

pelaksana tugas pimpinan KPK yang baru, situasi politik dan kepastian hukum masih

berpotensi terjadi di negeri ini.

Investasi salah satu kekuatan otonom penting bagi pertumbuhan ekonomi. Faktor penentu

investasi moncer adalah stabilitas sosial-politik dan kepastian hukum. Sejarah mencatat, pada

masa pemerintahan Presiden BJ Habibie terjadi kerusuhan dan bentrokan berdarah di mana-

mana. Hukum dan aparatur penegaknya hanya berdiri diam. Tak ada transparansi hukum,

penegakan hukum jungkir balik.

Di bidang ini pemerintahan Habibie jelas-jelas gagal. Waktu itu investasi asing langsung

terhenti. Ekonomi terpuruk. Akibatnya di masa pemerintahan Habibie ini rating ekonomi

Indonesia mencapai titik terendah.

Di mata kalangan investor, baik asing maupun lokal, empat bulan kepemimpinan Jokowi-JK

belum memberi jaminan kepastian hukum. Ini melanjutkan rasa waswas iklim investasi

Indonesia yang masih belum kondusif. Sebenarnya sejak awal 2014 investor sudah khawatir

dengan konstelasi politik nasional. Ditambah lagi dengan hasil kemenangan Joko Widodo-

Jusuf Kalla yang sangat tipis atas rivalnya, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, ikut menambah

kekhawatiran tersebut.

Dalam sistem politik sekarang ini, Presiden hanyalah sebagian saja dari penguasa politik.

Masih banyak lembaga politik lain yang tidak dipimpin Presiden sebagai kepala

pemerintahan seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), Komisi

Page 75: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

75

Pemberantasan Korupsi (KPK), Bank Indonesia (BI), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga-lembaga ini notabene lebih banyak

tunduk kepada politik di parlemen. Sementara kekuatan politik pemerintah di parlemen kalah

jauh dibanding oposisi. Ini membuat program-program dan kebijakan pemerintah, terutama

terkait iklim investasi, bisa mendapat ganjalan.

Jika Senayan terus mengedepankan politik balas dendam, iklim investasi menjadi makin tidak

kondusif. Ini juga jadi bahan pertimbangan para investor. Akan lain jika koalisi penguasa bisa

bergandeng dengan oposisi.

Padahal dunia usaha awalnya optimistis dengan stabilitas politik di Tanah Air. Proyeksi dan

rencana kerja pemerintahan baru mendorong investasi dan pembangunan infrastruktur

mendapat apresiasi. Ada banyak terobosan yang digagas pemerintahan baru. Tapi, ”gesekan”

yang terus berkelanjutan antardua lembaga hukum (KPK-Polri) membuat dunia usaha

terhenyak. Dikhawatirkan lagi, situasi ini dapat berkembang ke ranah politik.

Kepastian dan kestabilan hukum dan politik menjadi kunci sukses pencapaian target

investasi. Pada 2015 pemerintah menargetkan investasi mencapai Rp519 triliun dengan

pertumbuhan sebesar 15%. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi

investasi pada 2013 sebesar Rp406 triliun dan target tahun 2014 sebesar Rp456 triliun.

Pemerintah juga harus mengejar daya saing investasi agar mampu merebut hati investor.

Indeks daya saing global versi World Economic Forum (WEF) 2014 menempatkan Indonesia

di peringkat ke-34 dari 58 negara. Pencapaian ini hanya bergeser sedikit dibandingkan posisi

ke-38 pada 2013.

***

Konflik antara KPK dan Polri jelas menciptakan sentimen negatif bagi pasar keuangan dan

saham di Tanah Air. Para investor pasang jurus ”wait and see” sebab mereka tidak mau ambil

risiko ketidakpastiaan hukum yang tengah terjadi. Investor pada dasarnya butuh jaminan

kepastian hukum, jaminan keamanan, dan kemudahan regulasi apabila menanamkan

modalnya di suatu daerah.

Kepercayaan investor pada Indonesia masih cukup tinggi. Namun, jika berlarut-larut,

kemudian ditunggangi permainan politik, Indonesia harus bersiap-siap mengantisipasi

kemungkinan keluarnya dana-dana asing dari pasar keuangan. Tak hanya di pasar keuangan,

para investor asing yang akan mendirikan pabrik juga akan berpikir ulang. Maklum saja,

seperti tadi di atas, salah satu pertimbangan investor masuk ke suatu negara adalah ada

kepastian hukum, politik, dan keamanan.

Sebagai informasi, sejak Oktober 2014 hingga Januari 2015 tercatat sudah 77 investor asing

yang berminat menanamkan modalnya di Indonesia, 46 di antaranya sudah meneken

komitmen senilai USD74 miliar. Nah, dengan kondisi hukum, politik, dan keamanan seperti

Page 76: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

76

saat ini dan diprediksi bakal lebih amburadul ke depan, bukan tak mungkin mereka

membatalkan rencana investasinya.

Faktor internal yang buruk itu dibarengi pula faktor eksternal yang bisa

mengancam. Pemerintah Amerika Serikat menginformasikan bahwa jumlah pengangguran di

negeri itu turun sebanyak 43.000 orang menjadi 265.000 orang, terendah sejak April 2000.

Ini menandakan perekonomian AS semakin membaik. The Fed menunggu hari menaikkan

suku bunga 0,25% yang sudah bertahan lebih dari tiga tahun. Ini sinyal The Fed

kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga acuan pada kuartal II atau III tahun ini.

Kalau ini sampai terjadi, hampir pasti banyak investor asing angkat koper dari bumi

Indonesia. Bukan apa-apa. Para pemilik uang itu melihat aset AS dan mata uangnya (dolar

AS) lebih menarik ketimbang saham dan mata uang di pasar negara berkembang. Hasil survei

yang dilakukan AT Kearney menunjukkan, saat ini AS menjadi pilihan utama tempat

berinvestasi yang menarik. AS menggeser China yang turun di posisi kedua.

Tahun lalu ketika The Fed mulai memangkas dana stimulus (tapering), pasar saham dan

pasar uang di dunia, termasuk Indonesia, panik. Mereka beramai-ramai melepas asetnya di

berbagai instrumen investasi yang dianggap berisiko tinggi. Mereka lebih aman dan nyaman

menggenggam dolar AS, lalu membawa dananya ke negara yang berisiko kecil. Aksi lepas

barang yang dilakukan para investor asing ini pun telah menekan nilai tukar rupiah dan

membuat indeks harga saham gabungan sempoyongan.

Dana-dana asing (investasi) yang masuk ke Indonesia, baik lewat obligasi maupun saham,

umumnya berjangka pendek. Dana ini uang panas (hot money) yang bisa check in dan check

out kapan saja. Sesuka empunya. Memang sudah kodratnya saat ini karena dana-dana itu

memang tak mengenal kewarganegaraan. Bisa saja pagi ini dana tersebut menclok di

Thailand, lalu siangnya terbang ke Indonesia dan akhirnya mendarat di Vietnam.

Pemerintah memang punya jaring pengaman berupa Bond Stabilization Framework (BSF)

yang merupakan kumpulan dana pemerintah, Bank Indonesia, dan sejumlah BUMN yang

dapat dipergunakan menyerap surat berharga negara (SBN) yang dilepas investor asing. Tapi

tetap saja, dana-dana asing itu mudah kabur. Perilaku ”liar” ini bisa mengganggu sistem

keuangan.

Banyak investor yang merasakan bahwa pemerintah kurang sungguh-sungguh. Selain

infrastruktur, yang sering dikeluhkan adalah masalah kepastian hukum dan birokrasi yang

berbelit serta masih maraknya permainan uang pelicin buat pejabat negara dan daerah. Ini

fakta.

***

Page 77: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

77

Seharusnya pemerintah mengambil pelajaran dari Thailand yang memiliki board of

investment yang bekerja sangat cepat dan sistematis, satu komando. Birokrasi di Thailand

lebih ke arah eksekutor, bukan planner. Di Indonesia, birokrasi perlu diperbaiki.

Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintahan Jokowi-JK. Masalah insentif

perpajakan untuk investor misalnya banyak yang belum merasakan. Apa yang dijanjikan

tidak sepenuhnya sesuai kenyataan di lapangan. Masalah perburuhan sudah berhasil ditangani

pemerintah dan ini cukup membantu dunia usaha.

Stabilitas hukum dan politik adalah fondasi bagi dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi

nasional. Jika kondisi politik stabil, tentu akan berdampak pada exchange rate dan suku

bunga yang turun. Perseteruan antarinstansi penegak hukum bukan sinyal yang baik untuk

menarik investor karena menyiratkan riak di bidang hukum. ”Gesekan” itu bisa berubah

menjadi gelombang ketidakpastian. Alih-alih menanamkan modal, investor malah akan

mencabut investasi yang sudah mereka tanam karena waswas bakal tergulung gelombang.

Pemerintahan Jokowi-JK harus segera menyudahi ketidakpastian di bidang hukum ini.

Jangan sampai dibiarkan berlarut-larut. Hanya menghabiskan waktu dan tenaga, percuma.

Semua pihak perlu menyadari kita berada di kapal yang sama. Bila tidak kompak, kapal akan

melenceng. Bahkan bisa jadi mogok. Tidak mungkin kita bisa meraih target pertumbuhan

tinggi tanpa menjaga minat dan semangat investor.

HENDRIK KAWILARANG LUNTUNGAN

Wakil Sekjen Bidang Ekonomi DPP Partai Perindo

Page 78: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

78

Revisi UU tentang Sumber Daya Air

Koran SINDO

9 Maret 2015

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan seluruh isi Undang-Undang (UU)

Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) patut kita simak, terutama terkait

penguasaan sumber daya air dan swastanisasi.

Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) dianggap telah

membuka peluang privatisasi dan komersialisasi pengelolaan air yang merugikan rakyat.

Masalah pengelolaan air telah diatur dalam konstitusi yakni UUD 1945 pada Pasal 33 Ayat

(3) yang berbunyi, ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai

oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Kata ”dikuasai” memberi makna penafsiran bahwa negara berhak melakukan penguasaan

yang mencakup kekuasaan untuk mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasi cabang-

cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau yang menguasai hajat hidup orang

banyak untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menerbitkan buku berjudul The Right To Water

menempatkan tugas pemerintah setiap negara untuk hak atas air. Ada tiga tugas utama

pemerintah setiap negara mengenai hak atas air yakni duty to respect, duty to protect, dan

duty to fulfill.

Seiring bertambah penduduk dan eskalasi pembangunan ekonomi, fungsi ekonomi dan sosial

air sering terganggu karena semakin kritisnya suplai air, sementara permintaan terus

meningkat. Melihat kekhawatiran inilah, sumber daya air kemudian tidak lagi diperlukan

sebagai barang publik murni (pure public good) sehingga pemanfaatannya pun kemudian

diatur dalam berbagai bentuk aturan main. Didorong pemahaman air bakal menjadi

komoditas langka pada masa datang, kini berkembang pola pembangunan berkelanjutan yang

memperhitungkan dampaknya pada ”keberlanjutan air” pada masa depan.

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA),

membuka peluang untuk penguasaan swasta atas air melalui hak guna usaha. Artinya, hak

guna usaha air dapat diberikan kepada perorangan atau badan usaha guna tujuan komersial

dan atau untuk memenuhi kebutuhan usahanya berdasarkan izin dari pejabat yang berwenang.

Komersialisasi inilah yang dikhawatirkan akan mendorong pihak-pihak swasta atau investor

menguasai sumber daya air. Sementara air adalah sumber daya yang semakin langka.

Page 79: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

79

Ketahanan sumber daya air jika kita maknai sebagai produksi, distribusi, dan aksesibilitas,

termasuk ketersediaan, sesungguhnya ketahanan air di wilayah Indonesia sudah minim.

Untuk penyediaan air bersih, khusus Jakarta sudah dalam kategori rawan karena bergantung

97% sumber air bakunya dari luar Jakarta.

Tidak mengherankan jika Indonesia juga diperkirakan akan menderita krisis air pada tahun-

tahun mendatang. Ramalan ini didasarkan laju pertambahan penduduk yang mendorong

kenaikan permintaan air tawar untuk pertanian, industri, hotel, dan perumahan di satu pihak

yang berhadapan dengan merosotnya kemampuan lingkungan menyerap dan menahan air

hujan di pihak lain. Karena itu, pola pembangunan perlu memasyarakatkan penggunaan air

secara efisien dan bebas polusi.

Para ahli memprediksi air akan menjadi sumber konflik di abad ke-21. Bocoran laporan dari

Pentagon yang pernah dikutip harian The Observer menyebutkan bahwa akan terjadi

catastrophic shortage (kekurangan air yang dahsyat) terhadap air pada masa mendatang yang

akan mengarah pada menyebarnya perang di sekitar 2020.

Dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan

kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan

memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi secara selaras. Kontribusi air

terhadap pembangunan ekonomi dan sosial sangat vital. Awal peradaban manusia dan

lahirnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dimulai dari sumber-sumber air seperti sungai

dan mata air. Namun, kini kontribusi ekonomi dari sumber daya air semakin menurun akibat

produktivitas air yang menurun, pemanfaatan yang tidak efisien, pengelolaan yang buruk, dan

tingginya biaya eksternalitas akibat degradasi lingkungan.

Berdasarkan pengalaman Bank Dunia, manajemen air yang dilakukan di Indonesia selama ini

memiliki beberapa kelemahan. Adapun kelemahan tersebut di antaranya, pertama, bersifat

fragmented baik dalam program investasi maupun dalam manajemen sektor. Kedua, terlalu

berlebihan menggantungkan diri pada institusi- institusi pemerintah. Ketiga, investasi dan

regulasi publik masih mengabaikan kualitas air, kesehatan, dan masalah lingkungan. Bank

Dunia menilai institusi tersebut mengabaikan pentingnya penetapan harga ekonomis,

akuntabilitas finansial, partisipasi pengguna, dan belum menyediakan pelayanan yang

memadai bagi kaum miskin.

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan seluruh isi Undang-Undang (UU)

Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) memberi peluang untuk melakukan

revisi kerangka kebijakan secara komprehensif dan perlakuan air sebagai barang yang”

dikuasai negara”. Untuk itu, pemerintah perlu segera mengajukan revisi UU Nomor 7 Tahun

2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) ke DPR untuk menjadi program legislasi nasional.

Pencabutan Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA)

pada satu sisi memberikan ketidakpastian bagi investor dalam pengelolaan sumber daya air.

Pada sisi lain, mengharuskan air sebagai barang yang ”dikuasai negara”. Dengan demikian,

Page 80: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

80

memberikan ruang yang lebih besar kepada pemerintah baik pusat maupun daerah dalam

menjalankan amanat konstitusi. Sesuai dengan amanat konstitusi, mengharuskan PDAM

diposisikan sebagai unit operasional negara dalam merealisasikan air sebagai barang yang

”dikuasai negara”. PDAM juga bukan sebagai perusahaan yang berorientasi pada keuntungan

secara ekonomis, tetapi harus memperhatikan fungsi sosial dan keadilan.

Komersialisasi air memerlukan persyaratan pengusahaan sumber daya air yang harus diatur

ketat yakni perlunya keterbukaan informasi dan konsultasi publik atas rencana pengusahaan

sumber daya air. Keterbukaan informasi diperlukan dalam pengelolaan sumber daya air

karena selama ini ada kesan bahwa pelayanan PDAM di berbagai daerah sangat buruk.

Praktis masyarakat tidak mengetahui berapa sebenarnya biaya operasional PDAM sehingga

harga yang dijual bukanlah untuk kepentingan komersial tetapi juga ada tujuan sosial dan

keadilan.

Ini sesuai amanat Pasal 26 ayat 7, UU tentang SDA yang berbunyi, ”Pendayagunaan sumber

daya air dilakukan dengan mengutamakan fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan dengan

memperhatikan prinsip pemanfaat air membayar biaya jasa pengelolaan sumber daya air

dan dengan melibatkan peran masyarakat”.

Di sisi lain, perlu ada sebuah kelembagaan yang kuat dalam mengelola sumber daya air.

Terjadinya kegagalan pengelolaan sumber daya air di beberapa negara adalah akibat

terabaikannya aspek kelembagaan.Pengelolaan sumber daya air dalam konteks ekonomi

kelembagaan harus mempertimbangkan aspek keseimbangan (stability), ketahanan

(resiliency), dan kesetaraan (equity).

AUNUR ROFIQ

Sekjen DPP PPP

Page 81: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

81

National Design Policy dan Daya Saing

Koran SINDO

9 Maret 2015

Pertemuan sejumlah profesional dan akademisi desain produk di Universitas Paramadina,

Jumat (27/2), salah satunya merekomendasikan pentingnya Indonesia memiliki kebijakan

nasional tentang desain atau national design policy. Kebijakan nasional tentang desain saat

ini mendesak karena Indonesia semakin dituntut untuk meningkatkan daya saing nasional di

tengah kompetisi, baik di tingkat regional maupun internasional.

Melalui penguasaan desain produk atau desain industri, Indonesia akan terlepas dari bangsa

yang perekonomiannya hanya mengandalkan fasilitas manufacturing dan perakitan

(assembly) serta berpotensi mendapatkan margin industri yang cukup besar dalam rantai nilai

produksi global. Termasuk dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN yang bertujuan membentuk

basis produksi regional.

Pemerintah Amerika Serikat, misalnya, menyadari daya saing produk mereka sangat

ditentukan oleh penguasaan desain produk. Memang pada akhirnya banyak produk Amerika

Serikat, baik iPhone maupun MP3 player, diproduksi di sejumlah negara seperti Meksiko,

China, India, dan negara berkembang lain. Industri desain di Amerika Serikat baik dalam

bidang arsitektur, jasa tata ruang (landscape), desain interior, desain grafis, desain industri,

pemograman komputer, advertising agencies maupun jasa desain lainnya telah menciptakan

pasar tidak kurang USD251 miliar.

Apabila saat ini Amerika Serikat menjadi salah satu pusat desain dunia, hal itu tidaklah

mengherankan. Sejak 1970, Pemerintah Amerika Serikat meluncurkan The Federal Design

Improvement Program. Lebih dari 1.000 desainer dan administrator pemerintahan

dipertemukan untuk membahas serta merumuskan inkorporasi kegiatan desain dalam

aktivitas perekonomian.

Sementara itu di Asia, sejumlah negara seperti India juga telah memiliki national design

policy. Pada 2007, India meluncurkan kebijakan nasional tentang desain yang meliputi

aktivitas seperti penyusunan platform desain kreatif, promosi desain, dan kerja sama lintas

kementerian/lembaga, mendorong kerja sama desainer India di tingkat internasional,

positioning di tingkat global, dan pembuatan roadmap design in India bersamaan dengan

made in India dan served from India, promosi desain India melalui sejumlah kebijakan, serta

mendorong dunia pendidikan untuk menghasilkan desainer-desainer andal.

Melalui kebijakan ini, India menjadi salah satu negara di Asia yang memiliki national

branding unik dan kuat di sejumlah industri seperti perfilman. Industri perfilman Bollywood

Page 82: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

82

memiliki positioning khusus dan mampu melakukan positioning strategis, bahkan dengan

industri perfilman Hollywood.

Menarik pula kasus Korea Selatan yang menempatkan design policy sebagai instrumen

penting dalam kebijakan industri nasional untuk memajukan perekonomian mereka.

Kebijakan nasional desain Korea Selatan diarahkan untuk membangun basis yang kita sebut

sebagai design-based industry. Industri Korea Selatan diarahkan tidak hanya menjadi fasilitas

pabrikasi saja, tetapi juga mampu menguasai desain produk yang kompetitif dan unggul.

Mereka memiliki keunggulan bersaing dengan desain produk negara maju seperti Amerika

Serikat, Eropa, Jepang. Melalui desain produk yang unggul, industri Korea Selatan

melangkah ke hal yang lebih kompleks dan rumit. Ini membuat keunggulan mereka sulit

untuk ditiru negara lain. Selain itu, melalui hal ini, Korea Selatan telah mampu keluar dari

negara yang hanya mengandalkan keunggulan tenaga kerja murah menjadi negara yang

mampu menghasilkan desain produk yang canggih dan berdaya saing tinggi.

Bagi Indonesia, sekarang saatnya kita memiliki kebijakan nasional akan desain yang

memberikan arah serta roadmap inkorporasi desain produk dalam penguatan industri

nasional. Selama ini desain produk sering kali hanya diasosiasikan pada produk-produk

keluaran UMKM baik di bidang kerajinan, handycraft, makanan maupun minuman. Namun

jarang sekali kita membahas wacana tentang desain produk di tingkat sistem rantai nilai

produksi nasional.

Padahal sejumlah perusahaan nasional, baik swasta maupun BUMN nasional, telah mampu

membuat rancang bangun produk industri yang memiliki tingkat kerumitan dan spesifikasi

teknis yang sangat kompleks. Perusahaan seperti PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad, PT

PAL, PT INKA, dan PT Wika telah mampu menghasilkan produk rancang bangun yang

memiliki spesifikasi teknis yang unggul dan juga nilai ekonomis yang tinggi.

Saat ini kita telah memiliki Badan Ekonomi Kreatif Nasional. Kita tentunya berharap badan

ini pada akhirnya akan dapat menghasilkan rumusan national design policy yang sangat kita

perlukan saat ini. Sebuah kebijakan nasional yang tidak hanya membatasi dirinya pada aspek-

aspek teknis desain produk, tetapi juga melingkupi pola kerja sama dan koordinasi lintas

kementerian/lembaga serta dunia usaha dan dunia pendidikan.

Selain itu peran serta kontribusi dari pemerintah daerah dalam mengembangkan sinergi

antara desain produk dengan industri lokal juga mendapatkan porsi yang sangat besar. Sebab

peran dari kepala daerah dalam memajukan industri daerah tidak dapat dilepaskan dengan

pembangunan desain produk baik bagi industri kecil dan menengah maupun industri besar.

Dengan adanya Indonesia National Design Policy-INDP, diharapkan Indonesia akan menjadi

salah satu kekuatan ekonomi terkemuka tidak hanya di kawasan Asia-Pasifik, tetapi juga

dunia dalam beberapa waktu ke depan.

Page 83: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

83

Melimpahnya sumber daya alam terpadu dengan kebijakan nasional yang komprehensif baik

dari sisi industri maupun fiskal serta dengan adanya sumber daya manusia yang kreatif dan

inovatif akan menjadikan industri nasional semakin kompetitif. Proses produksi nasional

akan ditopang kekuatan kreatif dan inovatif yang menghasilkan produk dan jasa yang tidak

hanya berstandar internasional, tetapi juga memiliki spesifikasi unik dan unggul di pasar

internasional.

Selain itu, dengan adanya INDP juga dapat dilakukan promosi tentang kebanggaan

menggunakan produk dan jasa hasil desainer putera-puteri Indonesia. Maka tidak hanya

supply-side yang dibentuk, tetapi juga demand-side dan pasar domestik juga akan tercipta.

Semakin membesarnya kelas menengah nasional merupakan potensi pasar yang perlu

dibentuk untuk memasarkan produk dan jasa hasil desainer putera-puteri Indonesia.

Sudah saatnya Badan Ekonomi Kreatif menjadi leading-sector untuk mengumpulkan

desainer-desainer Indonesia dari berbagai subindustri seperti kerajinan, fashion, produk

industrial, furnitur, arsitektur, perfilman, dan sektor lain untuk merumuskan draf kebijakan

nasional akan desain produk.

Sinergi dengan kementerian lain seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian

Perdagangan, Kementerian Keuangan, KementerianPariwisata, Kementerian Komunikasi dan

Informatika, Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset, Bappenas, dan Kementerian

Pertanian perlu dilakukan segera. Dengan demikian kebijakan nasional ini akan bersifat

menyeluruh dan menjadi panduan bersama untuk memajukan industri nasional di berbagai

bidang. Melalui benchmarking dengan sejumlah negara seperti Inggris, Amerika Serikat,

India, China, Korea Selatan, dan Jepang tentang perlunya national design policy, kita

optimistis Indonesia akan mampu mengatasi ketertinggalan dalam penguatan struktur industri

nasional.

Desain sudah saatnya mendapatkan tempat yang lebih strategis dalam struktur industri

nasional agar produk dan jasa nasional memiliki daya saing inovatif-kreatif di tengah

persaingan regional dan global yang semakin tinggi. Selain margin ekonomi industri yang

lebih besar dibandingkan hanya dengan made in Indonesia, konsep design in Indonesia juga

memiliki unsur kebanggaan nasional yang selama ini semakin kita perlukan untuk

memperkuat identitas keindonesiaan di tengah globalisasi.

PROF FIRMANZAH PhD

Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEB Universitas Indonesia

Page 84: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

84

Mengukur Plus-Minus Pelemahan Rupiah

Koran SINDO

10 Maret 2015

Sejak pertengahan 2011 lalu, nilai tukar rupiah cenderung melemah dengan tren pelemahan

yang semakin kuat.

Melemahnya rupiah ini pada awalnya disebabkan faktor internal berupa penurunan kinerja

neraca perdagangan kita. Penurunan kinerja neraca perdagangan tersebut terutama

disebabkan dua hal: jatuhnya harga komoditas ekspor dan tingginya harga minyak mentah

saat itu. Harga-harga komoditas unggulan ekspor kita jatuh akibat lesunya perekonomian

negara-negara tujuan ekspor seperti China, India, danJepang. Akibatnya, surplus neraca

perdagangan ekspor non-migas menurun.

Di sisi lain, tingginya harga minyak waktu itu menyebabkan neraca perdagangan migas

mengalami defisit. Puncaknya, pada 2012 lalu, neraca perdagangan kita mengalami defisit

untuk pertama kalinya sejak Orde Baru. Kondisi inilah yang menyebabkan kepercayaan pasar

terhadap kemampuan kita dalam menghasilkan devisa mulai berkurang.

Pekan lalu (5 Maret), rupiah berada di level terendah terbarunya, yaitu Rp13.000 per dolar

Amerika Serikat (AS). Pelemahan ini boleh dibilang sebagai suatu yang given. Karakteristik

rupiah sebagai soft-currency atau high volatile yang merupakan ciri khas mata uang emerging

market cenderung lebih terpengaruh oleh dinamika eksternal dibandingkan dengan

perkembangan internal yang positif. Terlebih lagi, faktor penguat secara internal belum

terlalu kuat.

Kinerja neraca perdagangan kita saat ini memang mulai membaik. Tahun 2014 lalu, neraca

perdagangan kita mengalami defisit USD1,88 miliar turun dibandingkan 2013 yang defisit

USD4,08 miliar. Pada Januari 2015 lalu, neraca perdagangan surplus USD710 juta. Namun

membaiknya neraca perdagangan ini dinilai belum kuat karena lebih ditopang melemahnya

harga minyak.

Sementara itu, kinerja neraca perdagangan non-migas belum pulih akibat masih berlanjutnya

penurunan ekonomi negara tujuan ekspor. Bahkan, di 2015 ini, China justru menurunkan

target pertumbuhan ekonominya hanya 7%, turun dibandingkan realisasi 2014 sebesar 7,4%.

Rupiah melemah juga akibat sentimen positif terhadap mata uang counterparty-nya, yaitu

dolar AS, lebih kuat dibandingkan sentimen positif yang muncul dari faktor internal. Dolar

AS dalam beberapa bulan terakhir trennya memang menguat terhadap sebagian besar mata

Page 85: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

85

uang di dunia. Kinerja perekonomian AS yang membaik menjadi faktor penyebab munculnya

sentimen positif terhadap dolar AS. Tingkat pengangguran tinggal 5,7%. Pertumbuhan

ekonomi di2015 ini diperkirakan sekitar 3-4%. Konsumsi rumah tangga meningkat

sehubungan dengan jatuhnya harga minyak.

Beberapa kalangan berpendapat, pelemahan rupiah positif bagi peningkatan ekspor.

Pelemahan rupiah dinilai akan meningkatkan daya saing produk kita sehingga ekspor naik.

Sayangnya, saat ini kenyataannya tidak demikian. Peningkatan kinerja ekspor kita masih

terbatas. Pelemahan rupiah tidak dapat dimanfaatkan oleh eksportir kita secara maksimal

karena permintaannya berkurang dan harganya jatuh. Akibatnya, pengaruh positif dari

pelemahan rupiah ini tidak terlalu kuat dibanding dengan turunnya permintaan dan jatuhnya

harga komoditas. Terbukti, rata-rata total ekspor pada 2010-2014 Indonesia hanya tumbuh

tipis 1,14% dengan pertumbuhan non-migasnya 1,59%.

Di sisi lain, pelemahan rupiah ini memberikan dampak negatif yang harus ditanggung

berbagai pihak. Pelemahan rupiah berakibat pada meningkatnya biaya yang dikeluarkan

manufacturing. Sekitar 80% impor kita merupakan bahan baku dan barang modal yang

dibutuhkan oleh industri manufaktur. Pelemahan rupiah menyebabkan biaya impor menjadi

lebih mahal. Akibatnya, produk ekspor hasil manufaktur tidak terlalu menunjukkan

pertumbuhan ekspor yang positif. Padahal, pengusaha manufaktur masih terbebani biaya

lainnya seperti infrastruktur yang belum memadai, suku bunga yang relatif tinggi, perburuhan

hingga energi yang belum dapat dipenuhi.

Pelemahan rupiah juga menyebabkan biaya yang dikeluarkan untuk membayar utang luar

negeri menjadi lebih besar. Tingginya biaya pembayaran utang luar negeri ini tidak hanya

ditanggung dunia usaha, tetapi juga oleh pemerintah. Berdasarkan hasil audit BPK atas utang

luar negeri pemerintah tahun 2013, BPK mencatat adanya kenaikan akumulasi utang dari

Rp1.981 triliun pada 2012 menjadi Rp2.375 triliun pada 2013, naik Rp393 triliun. Dari

jumlah tersebut, Rp163,24 triliun disebabkan selisih kurs.

Pelemahan rupiah juga menyulitkan dunia usaha. Tekanan dunia usaha terhadap pembayaran

utang luar negeri semakin meningkat. Per Desember 2014, utang luar negeri yang jatuh

tempo satu tahun mencapai USD58,37 miliar atau sekitar 20% dari total utang luar negeri

Indonesia dan 52% terhadap cadangan devisa. Dari jumlah tersebut, komponen utang luar

negeri korporasi mencapai USD48,17 miliar.

Tekanan pembayaran utang luar negeri yang tinggi di tengah pelemahan rupiah, bila tidak

diantisipasi, berpotensi mendorong berlanjutnya pelemahan rupiah. Terlebih, sebagian besar

utang luar negeri Indonesia belum dipagari dengan mekanisme lindung nilai (hedging).

Satu lagi, hal yang belum terlalu disadari banyak orang terkait dengan dampak pelemahan

rupiah ini, bahwa pelemahan rupiah ternyata bisa menghambat masyarakat menikmati harga

BBM yang lebih murah. Bagaimana penjelasannya? Saat ini, harga minyak memang

menurun. Sayangnya, penurunan harga minyak tersebut tidak diiringi dengan penurunan

Page 86: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

86

harga BBM yang setara dengan penurunan harga minyak.

Studi yang dilakukan WoodMackenzei menyebutkan, penurunan harga minyak hingga 60%

sejak Juni 2014 ini ternyata hanya diikuti dengan penurunan harga BBM sekitar 40%. Salah

satu penyebabnya adalah pelemahan nilai mata uang yang dialami negara pengimpor minyak

(termasuk Indonesia) menyebabkan biaya pengadaan BBM menjadi lebih mahal.

Di sisi lain, BBM tersebut dijual di dalam negeri dalam mata uang domestik (rupiah).

Akibatnya, pelemahan rupiah ini menghilangkan (meng-offset) sebagian keuntungan yang

didapat dari penurunan harga minyak.

Dengan level rupiah terbaru ini, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) perlu lebih berhati-hati

dalam mengelola kebijakan dan ekspektasi pasar. Sebab, salah sedikit saja, dampaknya

terhadap pelemahan rupiah bisa berlanjut.

Pemerintah juga perlu lebih hati-hati dalam mengelola isu-isu non-teknis yang kini

berkembang seperti politik dan hukum karena juga dapat memberikan dampak cukup besar

bagi pelemahan rupiah. Dari sisi teknis, pemerintah dan BI perlu segera memagari rupiah

dengan melakukan hedging terkait dengan transaksi luar negerinya. Kegiatan hedging ini

perlu dilakukan pemerintah, BUMN, dan korporasi swasta yang memiliki kebutuhan dolar

AS tinggi.

SUNARSIP

Komisaris Bank BRI Syariah; Ekonom The Indonesia Economic Intelligence

Page 87: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

87

Implikasi Pembatalan UU SDA

Koran SINDO

10 Maret 2015

Keluarnya putusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 tentang Pembatalan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) akan mengakibatkan banyak

konsekuensi bagi pelaksanaan pengelolaan SDA di Indonesia.

Semangat pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945 serta antipati terhadap swastanisasi secara

membabi buta telah menyebabkan selain tidak berlakunya keseluruhan isi dari UU Nomor

7/2004, puluhan turunan regulasi di bawahnya, juga berbagai rencana pengelolaan SDA yang

telah dilaksanakan, disetujui, maupun disusun yang mana arahnya sudah lebih terfokus dan

sistematis.

Tulisan ini dibuat bukan karena pro swastanisasi atau pembela intervensi asing terhadap

pengelolaan sumber daya alam khususnya air di wilayah Negara Republik Indonesia, namun

seharusnya putusan MK harus lebih jernih melihat UU No. 7/2004 ini dari segi historis

hingga aplikasinya saat ini.

Tidak dapat dimungkiri bahwa UU SDA 2004 merupakan salah satu syarat peminjaman

dalam kesepakatan pemerintah dan Dana Moneter Internasional (IMF). Saat itu salah satu

syarat pinjamannya adalah mengikuti program penyesuaian struktural (structural adjustment

programs), salah satunya langsung berkaitan dengan pengelolaan hutan dan sumber daya

alam lain.

UU ini juga secara langsung hampir merupakan duplikasi dari regulasi serupa di Amerika

Serikat yang bahkan hingga kini masih menjadi perdebatan. Namun, keberatan akan beberapa

pasal tentang keterlibatan swasta dalam proses pengelolaannya melalui hak guna usaha air

yang terdapat dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), dan Pasal 14 dengan membatalkan

secara keseluruhan undang-undang yang berjumlah 100 pasal tampaknya merupakan

keputusan yang tergesa-gesa. Apalagi dengan dibatalkannya UU ini, pengelolaan SDA akan

kembali pada UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, yang secara kelengkapan

pengaturan belum selengkap UU No. 7/2004, sehingga akan menimbulkan banyak masalah

terkait pengelolaan SDA di wilayah sungai di Indonesia.

Terlepas anggapan ada beberapa pasal ”titipan” kapitalisme, ada salah satu hal penting yang

diatur dalam UU ini, yaitu terkait pelayanan air bersih. Pelayanan air bersih yang sepenuhnya

dilakukan oleh PDAM sebelum UU ini dapat dikatakan belum sebaik pelayanan saat ini.

Solusi yang paling mudah saat itu adalah pelibatan peran swasta dalam penyediaan air bersih,

Page 88: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

88

yang kemudian berdampak pada pembebanan biaya pengelolaan air kepada pengguna air.

Sebenarnya tidak ada masalah dengan kebijakan tersebut selama dalam pelaksanaan

pemberian izin hak guna usaha air oleh stakeholders daerah dilekatkan pada asas keadilan

sosial sesuai Pasal 33 UUD 1945. Namun pada kenyataannya, sejalan dengan arus

desentralisasi, kebijakan pemerintah daerah sangat beragam. Apabila dilihat dari kasus

PDAM Bandarmasih, Kota Banjarmasin, tentunya akan kita dapatkan success story. Namun

apabila dilihat dari rekam jejak PAM Jaya, tentunya akan ada beberapa catatan. Apalagi bila

menengok ke beberapa kasus pemberian izin eksploitasi sumber air akuifer untuk beberapa

perusahaan air minum, tentunya kita akan makin miris lagi.

Dengan situasi yang beragam, sudah selayaknya kita tidak serta-merta gegabah menganggap

bahwa secara keseluruhan UU SDA pro terhadap kapitalis dan harus dibatalkan seluruhnya

demi rasa keadilan.

Kondisi ketidakbenaran akan pelaksanaan hak guna usaha menurut hemat kami lebih

disebabkan karena kurangnya instrumen pengaturan hak guna usaha yang akhirnya

”dimanfaatkan” oleh pihak-pihak tertentu untuk mengeksploitasi sumber daya air secara

berlebihan untuk kepentingan industrialisasi dan komersialisasi air.

Ada kondisi lain yang harus dipertimbangkan UU SDA, yaitu bahwa adanya

ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang

semakin meningkat. Berdasarkan berbagai studi yang telah dilakukan terkait kondisi neraca

air di beberapa wilayah sungai, rata-rata daerah perkotaan akan mengalami defisit

(kekurangan) air mulai tahun 2020 untuk irigasi, air minum, industri, pertambangan,

perikanan dan peternakan apabila pembangunan berbagai sarana maupun prasarana sumber

daya air tidak segera dilaksanakan.

Selain itu, ada masalah tidak berjalannya mekanisme pengelolaan air limbah yang dibuang ke

sungai menjadikan kondisi air sungai sebagai sumber utama air baku mengalami pencemaran

yang cukup parah sehingga pengelolaannya semakin mahal. Situasi tersebut ditambah dengan

makin tidak menentunya siklus musim penghujan dan kemarau di Indonesia akibat dari

perubahan iklim.

Hal ini menjadikan investasi di bidang SDA sangat mahal dan mendesak sementara kondisi

keuangan negara kurang memungkinkan. Sebagai contoh, untuk pembangunan waduk

penyedia air baku rata-rata sumber anggarannya merupakan pinjaman luar negeri. Dan

apabila ditilik lebih dalam, anggaran operasional dan pemeliharaan bangunan-bangunan SDA

sangat terbatas.

Kembali ke UU No. 11/1974 tentunya bukan pilihan yang baik bagi dunia sumber daya air

Indonesia. Banyak hal yang belum tercakup dalam UU yang berumur 40 tahun lebih itu. UU

ini hanya memuat 12 bab dan 17 pasal, sementara UU No. 7/2004 terdiri dari 18 bab dan 100.

Ada beberapa hal penting yang belum diatur UU No. 11/1974, contohnya asas pengelolaan

Page 89: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

89

dan hak guna air; detail wewenang dan tanggung jawab untuk masing-masing WS, lima misi

pengelolaan SDA: konservasi, pendayagunaan SDA, pengendalian daya rusak air, sistem

informasi SDA, peran serta masyarakat; pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan;

koordinasi; penyelesaian sengketa; gugatan masyarakat dan organisasi serta pidana yang

lebih logis untuk pelanggaran yang ada.

Maka, menurut hemat penulis, seharusnya yang dibatalkan hanya pasal-pasal tertentu saja

sehingga tidak keseluruhan isi dari UU tersebut tidak berlaku, mengingat tidak semua dalam

UU No. 7/2004 bermasalah. Langkah yang harus ditempuh adalah memasukkan kembali UU

SDA untuk kembali dilakukan judicial review untuk dua kemungkinan, yaitu membatalkan

pasal-pasal yang terkait dengan hak guna air atau menunggu sampai permasalahan tersebut

dianggap tidak bertentangan dengan konstitusi. Sementara itu praktisi bidang SDA harus

menyiapkan berbagai infrastruktur hukum SDA sehingga UU tersebut akan dapat diterima

karena masyarakat sudah menganggap hak guna usaha tersebut dapat dilaksanakan.

DIAN INDRAWATI

Praktisi Sumber Daya Air; Dosen Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Bandung

Page 90: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

90

Wajarkah Rupiah Melemah?

Koran SINDO

13 Maret 2015

Sepanjang minggu pertama Maret 2015, nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan, bahkan

telah melampaui angka psikologis berada di atas Rp13.200 per dolar AS. Meski demikian,

hampir semua menteri di jajaran menko perekonomian meresponsnya dengan adem-ayem.

Pada konferensi pers Rabu petang 11 Maret 2015, pemerintah dan otoritas moneter kompak

menyampaikan bahwa rupiah masih bergerak dalam kondisi yang wajar. Menteri keuangan

justru menganggap pelemahan rupiah menjadi berkah sebagai sumber surplus APBN.

Pernyataan pemerintah dan keyakinan dari otoritas moneter tersebut dapat berfungsi untuk

menenangkan psikologis pasar agar para pelaku pasar tidak panik dan tidak memicu aksi

spekulasi. Di samping ada kenyataan bahwa tren pelemahan nilai tukar terhadap dolar

memang terjadi pada hampir semua mata uang dunia. Namun, yang terus menjadi pertanyaan

publik dan kekhawatiran para pelaku usaha adalah benarkah pelemahan rupiah kali ini suatu

hal yang wajar dan apakah hanya bersifat temporer?

Semua mafhum bahwa pelemahan rupiah tidak hanya dipicu dari faktor eksternal, namun

juga tidak terlepas dari faktor fundamental internal. Faktor eksternal pelemahan rupiah tidak

dimungkiri karena dolar AS menguat terhadap seluruh mata uang dunia akibat penguatan

ekonomi dan penurunan angka pengangguran serta ada rencana kenaikan suku bunga acuan

bank sentral Amerika Serikat. Perbaikan ekonomi AS ini dikhawatirkan akan menjadi magnet

bagi investor untuk pulang kampungnya portofolio AS.

Di samping itu juga dipicu kebijakan Bank Sentral Eropa yang akan melakukan quantitative

easing, penurunan suku bunga China, dan turunnya harga komoditas andalan

Indonesia. Pelonggaran moneter Bank Sentral Eropa (ECB) dan bank sentral Jepang (BoJ)

berakibat memperlemah mata uang euro dan yen terhadap dolar AS.

Selain dipicu oleh faktor eksternal, penyebab utama pelemahan rupiah tentu saja adalah

persoalan fundamental yaitu defisit transaksi berjalan atau current account deficit. Defisit

transaksi berjalan sepanjang 2014 mencapai USD26,2 miliar atau 2,95% dari GDP.

Sekalipun neraca barang dan neraca penerimaan sekunder masih surplus, tidak mampu

mengompensasi defisit neraca jasa dan neraca pendapatan primer. Neraca barang hanya

surplus USD6,9 miliar dan neraca pendapatan sekunder (sumbangan dari remitansi TKI)

sebesar USD5,2 miliar. Sementara itu, defisit neraca jasa mencapai USD10,5 miliar dan

Page 91: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

91

defisit neraca pendapatan primer (pembayaran bunga pinjaman luar negeri, dividen investasi

portofolio, dan bunga surat utang) mencapai USD27,8 miliar. Dengan tingginya defisit neraca

pendapatan primer tersebut, alangkah naifnya jika pemerintah menganggap bahwa depresiasi

nilai tukar justru akan menguntungkan Indonesia.

Secara parsial dana kuntansi bisa jadi benar, penerimaan negara dari sumber daya migas akan

meningkat dan dengan pengeluaran subsidi sudah dipatok sehingga APBN akan mengalami

surplus. Namun, tugas pemerintah tidak hanya mengurus APBN, tapi juga menciptakan

stabilitas perekonomian secara keseluruhan.

Secara teoritis pelemahan rupiah memang bisa mendorong ekspor dan mengurangi impor

khususnya yang bersifat konsumtif. Persolannya, komposisi ekspor Indonesia masih

didominasi oleh ekspor komoditas yang mengalami kemerosotan harga di pasar global.

Demikian juga ekspor produk industri menghadapi simalakama yaitu masih tersandera oleh

besarnya komponen bahan baku impor.

Sementara itu, harapan surplus dari remitansi TKI masih sangat terbatas. Tentu tidak akan

sebanding dengan membengkaknya tekanan defisit yang diakibatkan oleh membengkaknya

kewajiban pembayaran bunga utang dan dividen dalam denominasi dolar yang terdapat dalam

neraca pendapatan primer. Apalagi masih tingginya pinjaman luar negeri swasta yang belum

menggunakan fasilitas lindung nilai.

Sekalipun pelemahan rupiah belum menyebabkan capital flight atau larinya modal asing,

bukan berarti Indonesia sudah dalam kondisi aman. Dana yang masuk ke Indonesia dari

pembelian surat utang negara di pasar modal sejak Desember 2014 hingga Februari 2015

masih mencapai Rp57 triliun. Jumlah ini lebih tinggi dibanding periode yang sama pada 2013

yang hanya sekitar Rp30 triliun. Namun, bagaimanapun hot money ini masih sangat rentan

sekalipun angka credit default swap Indonesia sudah menurun menjadi 136, turun dari 157

pada 2014 dan dari 240 pada 2013.

Belum lagi, pelemahan rupiah juga akan mengancam daya beli masyarakat dan melonjaknya

inflasi yang diakibatkan dorongan biaya (cost push inflation). Ketergantungan perekonomian

Indonesia terhadap impor masih cukup besar. Tidak hanya pada sebagian besar bahan baku

untuk industri, namun juga yang terkait langsung dengan masyarakat secara umum yaitu

ketergantungan pada beberapa impor pangan strategis. Sebut saja impor kedelai, gula, daging,

dan sebagainya. Artinya, pelemahan rupiah tidak hanya berimplikasi terhadap meningkatkan

harga barang-barang industri, namun juga akan merembet pada harga pangan. Jika pelemahan

rupiah terus berlangsung, bukan tidak mungkin krisis tempe akan kembali mencuat dan bisa

menjadi sasaran komoditas politik.

Berdasarkan perhitungan Bank Indonesia, setiap 1% pelemahan nilai tukar rupiah memang

hanya akan meningkatkan inflasi sebesar 0,07%. Namun, yang perlu diingat, juga harus

diperhitungkan dampak multiplier effect dan masih tingginya inflasi tahunan di Indonesia

(inflasi yoy).

Page 92: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

92

Dengan demikian, jika pemerintah tetap yakin bahwa kondisi pelemahan rupiah saat ini

merupakan hal yang wajar, tentu pemerintah juga sudah siap dengan berbagai langkah

antisipasi dan terobosan strategi untuk menjawab berbagai permasalahan tersebut. Utamanya

strategi yang konkret guna pengendalian impor dan berbagai fasilitasi dan insentif untuk

mendorong ekspor dan mendorong industri substitusi impor.

ENNY SRI HARTATI

Direktur Indef

Page 93: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

93

Traditional Marketing vs Event Based Marketing

Koran SINDO

14 Maret 2015

Pemasaran dengan cara tradisional ”marketing/product driven campaigns” di perbankan

adalah bagian dari integrated marketing communication. Pada perbankan, pemasaran

tradisional dimulai dengan manajemen memutuskan sesuatu produk baru yang mau

diluncurkan.

Setelah itu ditentukanlah target ke semua pelanggan melalui data pelanggan yang tersedia.

Lalu, seterusnya dilakukan promosi besar-besaran melalui flyer, stand di berbagai lokasi,

media cetak, maupun media elektronik hanya untuk satu produk yang mau diluncurkan.

Dengan berkembangnya teknologi informasi yang memungkinkan komputer mampu

menampung dan mengolah semua data nasabah, pemasaran dengan marketing/product driven

campaigns akan susah bersaing pemasaran dengan customer driven campaigns berbasis

peristiwa (event based marketing/EBM).

Bank percaya bahwa sulit menjual produk dan layanan kepada nasabah jika bank sendiri

tidak mengetahui kebutuhan nasabah secara perorangan, sedangkan kebutuhan utama nasabah

akan berubah dari waktu ke waktu. Dibutuhkan analytic driven marketing agar bank mampu

bereaksi cepat terhadap perubahan perilaku nasabah individu dan bank mampu secara

proaktif menghubungi nasabah pada waktu yang tepat (timely) dengan produk (bisa lebih dari

satu) atau layanan (bisa lebih dari satu) yang relevan dengan kebutuhan nasabah saat ini

(maksimum 48 jam terakhir). Pendekatan ini disebut event based marketing (EBM).

Event based marketing disebut juga event driven marketing atau trigger based marketing.

EBM pertama kali diimplementasikan di National Australian Bank (NAB) pada 1995-1996

atas prakarsa Ray O’Brien (Teradata) dan Fernando Riccardo (NAB). Gagasan mereka

didasarkan pada kenyataan bahwa pendekatan pemasaran tradisional yaitu mengelola data

dengan variabel dan kualitas terbatas hanya menghasilkan respons 1- 4%.

Mereka mendalilkan bahwa, kalau saja mereka bisa memantau aktivitas pelanggan dengan

cara yang lebih tepat waktu (timely), relevan, dan signifikan, mereka secara akurat dapat

menentukan kebutuhan terkini dari nasabah. Gagasan di atas dapat diwujudkan karena

Teradata mempunyai kemampuan yang tak tertandingi dalam mengelola dan memproses data

dalam jumlah besar, dan NAB menyediakan jumlah transaksi nasabah yang signifikan. Hasil

Page 94: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

94

kerja sama antara Teradata dan NAB sangat spektakuler, respons nasabah bisa mencapai 40-

50%.

NAB memutuskan untuk menjaga kerahasiaan atas pendekatan baru ini (EBM) karena takut

direplikasi oleh saingan mereka. Namun, pada 1999- 2000 NAB mengubah kebijakan dan

memutuskan untuk memublikasikan EBM hasil kerja sama NAB dengan Teradata. Sejak saat

itu NAB telah menjadi presenter utama EBM di seluruh dunia dan saat itulah EBM mulai

berkembang pesat di kalangan akademis maupun di kalangan praktisi.

Cara kerja EBM dilakukan berbagai tahapan dimulai dengan; pertama, analisis dan modeling

yaitu model dan aturan apa yang akan digunakan untuk menentukan (a) kebutuhan nasabah,

(b) penawaran yang paling relevan berdasarkan profil nasabah, (c) peristiwa atau kegiatan

terkini dari nasabah yang terdeteksi dari sistem di bank, dan (d) prioritas ulang jika terdapat

perilaku nasabah yang berubah mendadak.

Kedua, event detection yaitu mesin pencari yang secara terus menerus mendeteksi data

transaksi dan interaksi nasabah individu mana yang (a) perilakunya berubah sangat

signifikan, (b) produk atau layanan yang sedang dibutuhkan, (c) rencana nasabah mendatang,

dan (d) kegiatan eksternal nasabah.

Ketiga, fatigue and optimization yaitu untuk memastikan bahwa kapasitas bank yang

digunakan adalah optimal (untuk nasabah yang paling prospektif). Fatigue adalah aturan

yang diterapkan untuk memastikan agar kita tidak terlalu banyak berkomunikasi dengan

nasabah individu karena nasabah akan lelah dan akhirnya merespons negatif. Respons cepat

dibutuhkan untuk permintaan sensitif dari nasabah.

Keempat, campaign management adalah berbagai sarana yang dapat kita gunakan untuk

berkomunikasi dengan nasabah dapat berupa telepon, SMS, e-mail, serta social media. Bank

merespons nasabah sesuai kanal komunikasi yang digunakan oleh nasabah. Dengan

mengetahui kebutuhan terkini dari nasabah, nasabah tidak akan merasa terganggu jika

mendapat telepon, SMS, atau e-mail dari bank, malah sebaliknya nasabah menganggap bank

tanggap akan kebutuhan nasabah.

Harapan dari nasabah adalah bank memberikan layanan secara personal, mengetahui

kebutuhan nasabah secara individu, berkomunikasi dengan nasabah pada waktu yang tepat,

dan menawarkan sesuatu produk atau layanan yang sesuai kebutuhan terkini. Jika semua itu

terpenuhi, nasabah akan puas dengan pelayanan bank. Sedangkan harapan bank dengan

mengimplementasikan EBM adalah penjualan produk dan layanan akan bertambah, retensi

nasabah, efektivitas, dan efisiensi karena respons mencapai 40-50% dibandingkan dengan

cara tradisional (1- 4%). Risk and compliance juga sangat mendukung karena tepat sasaran

kepada nasabah yang benar-benar membutuhkan dan mempunyai rekam jejak yang bagus dan

akhirnya akan memberikan keuntungan kepada bank.

Page 95: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

95

Saat ini beberapa bank besar di Indonesia telah menggunakan EBM dan hasilnya sangat

menakjubkan yang berakhir dengan penambahan keuntungan bagi bank dan EBM juga akan

memperkaya ilmu pengetahuan khususnya dari segi integrated marketing communication.

EDDY ANTHONY

Pengamat Teknologi Informasi Perbankan

Page 96: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

96

Deflasi dan Nilai Tukar

Koran SINDO

16 Maret 2015

Bagi sejumlah negara, baik di Eropa maupun di Asia, saat ini menghadapi fenomena spiral

ekonomi yang menarik untuk kita cermati bersama yaitu kondisi di mana tren deflasi atau

inflasi rendah dan tekanan terhadap nilai tukar mata uang terjadi secara simultan.

Meski memiliki faktor penyebab yang berbeda, tren kedua hal ini mengandung konsekuensi

yang hampir sama dalam jangka menengah. Kombinasi dari kedua hal tersebut dikhawatirkan

mengakibatkan pelemahan pertumbuhan ekonomi, terbatasnya penyerapan lapangan kerja,

menurunnya kinerja industri manufaktur, dan desinsentif bagi investasi.

Bagi sejumlah negara, utamanya Eropa dan Jepang, instrumen suku bunga ultrarendah,

mendekati 0%, tidak lagi memadai untuk meningkatkan angka inflasi. Sementara kebijakan

stimulus moneter non-konvensional untuk keluar dari deflation-trap menyebabkan

melemahnya nilai tukar mata uang.

Secara teoritis, dalam makroekonomi, tidak semua deflasi atau inflasi sangat rendah berakibat

buruk bagi perekonomian. Misalnya penurunan harga akibat meningkatnya efisiensi dan

produktivitas merupakan indikasi positif bagi perekonomian suatu negara. Namun, ketika

penurunan harga disebabkan oleh pelemahan sisi permintaan secara tajam dan mendadak

(negative demand shock), seperti yang sekarang terjadi di banyak negara, berpotensi

berakibat buruk bagi perekonomian.

Sementara itu, gelombang deflasi atau inflasi sangat rendah di banyak negara, utamanya

disebabkan oleh menurunnya harga minyak mentah dunia lebih dari 60% dari posisi tertinggi

Juni 2014 sebesar USD115/barel menjadi di bawah USD50/barel.

Dalam jangka pendek, penurunan tajam harga minyak mentah dunia menjadi windfall bagi

konsumen, di mana dengan pendapatan yang sama, konsumen mendapatkan barang dan jasa

yang lebih murah (consumer surplus). Namun, dalam jangka menengah dan panjang, di

kawasan Eropa misalnya konsumen mulai berhati-hati dan bahkan menunda pembelian akibat

ketidakpastian dari sektor ketenagakerjaan. Melemahnya permintaan membuat banyak

perusahaan menunda, membatalkan, atau bahkan mengalami kesulitan keuangan yang

berpotensi pengurangan tenaga kerja.

Kondisi di atas terjadi bersamaan dengan tren pelemahan nilai tukar mata uang di banyak

negara. Meskipun memiliki faktor penyebab yang berbeda-beda, pelemahan nilai tukar mata

uang terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sangat merepotkan, baik otoritas moneter maupun

Page 97: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

97

fiskal di banyak negara, termasuk Indonesia.

Fenomena depresiasi nilai tukar disebabkan mulai dari ketidakseimbangan antara demand-

supply valas di pasar domestik sampai akibat membanjirnya likuiditas mata uang tertentu

setelah penerapan kebijakan stimulus moneter (quantitative easing) seperti yang dilakukan

European Central Bank (ECB) maupun Bank of Japan (BoJ) saat ini. Di satu sisi, pelemahan

mata uang dapat berakibat positif bagi kinerja ekspor, namun di sisi lain berakibat buruk bagi

perekonomian yang memiliki eksposur impor tinggi dan utang dalam mata uang asing,

utamanya dolar AS, sangat tinggi.

Beberapa negara atau kawasan yang memiliki tren deflasi dan pelemahan nilai tukar mata

uang dapat kita temui di sejumlah negara Eropa dan Jepang. Kawasan Eropa secara rata-rata

mencatatkan inflasi sangat rendah sejak Desember 2014 sebesar -0,2%, Januari 2015 -0,6%,

dan Februari 2015 -0,3%. Sementara itu, target inflasi dari ECB untuk sepanjang 2015

ditetapkan di Zona Eropa sebesar 0%.

Sementara Jepang melihat tren inflasi rendah akan terjadi sepanjang 2015. Gubernur BoJ

Haruhiko Kuroda juga telah memberikan sinyal untuk memperpanjang penerapan moneter

longgar non-konvensional (quantitative easing) yang selama ini berjalan sebesar 80 triliun

yen sebagai respons terhadap inflasi yang sangat rendah di Jepang.

Diharapkan, dengan ada kebijakan ini, Jepang dapat keluar dari jebakan inflasi sangat rendah

sehingga proses pemulihan ekonomi (recovery) dapat terakselerasi. Inflasi yang moderat

sangat dibutuhkan oleh sejumlah negara untuk menjamin perekonomian terus bergerak.

Bagi Indonesia, kedua tren tersebut juga terjadi meski dengan latar belakang yang agak

berbeda dibandingkan dengan apa yang terjadi di Eropa dan Jepang. Setelah inflasi pada

Desember 2014 yang cukup tinggi akibat kebijakan penyesuaian BBM bersubsidi, sebesar

2,46%, inflasi bulan berikutnya tercatat sangat rendah setelah pemerintah menurunkan harga

BBM akibat menurunnya harga minyak mentah dunia. Di mana inflasi pada Januari 2015

tercatat sebesar -0,24% dan Februari 2015 tercatat sebesar -0,36%. Diproyeksikan, tren

inflasi rendah bertahan sampai meningkatnya permintaan jelang liburan sekolah dan Hari

Raya Idul Fitri 2015.

Namun, yang perlu diwaspadai adalah data BPS menunjukkan indeks pertumbuhan

perusahaan menengah dan besar pada Januari 2015 tumbuh -0.35%. Sementara indeks

manufaktur dari sejumlah analis juga menunjukkan pelemahan. Misalnya, indeks manufaktur

dari Markit Economics dan HSBC menunjukkan indeks manufaktur Februari 2015 jatuh

menjadi 47,50 lebih rendah dari posisi Januari sebesar 48,50 dan Desember 2014 sebesar

47,60.

Meski masih memerlukan analisis lebih dalam, tren deflasi dan inflasi sangat rendah di

Indonesia diiringi dengan pelemahan kinerja industri manufaktur nasional. Kemungkinan

pelemahan indeks manufaktur industri nasional juga disebabkan oleh terdepresiasinya nilai

Page 98: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

98

tukar mata uang rupiah. Mengingat komponen impor dalam industri nasional cukup tinggi,

melemahnya rupiah juga berdampak pada meningkatnya biaya produksi.

Nilai tukar rupiah terus menunjukkan tren pelemahan terhadap dolar AS. Pada penutupan

pasar Jumat (13/3), nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup melemah 37 poin menjadi

Rp13.187 dan kurs tengah Bank Indonesia juga melemah menjadi Rp13.191 per dolar AS.

Koordinasi yang dilakukan oleh Pemerintah-BIOJK-LPS yang secara intens dilakukan dalam

beberapa hari terakhir masih belum mampu menahan tren pelemahan rupiah. Beberapa

kalangan dan pelaku pasar bahkan memprediksi tren pelemahan rupiah masih akan terus

berlanjut sampai The Fed mengumumkan secara pasti kenaikan suku bunga pascaberakhir

kebijakan quantitative easing III.

Sampai saat ini kita semua masih belum dapat memastikan secara persis bagaimana

perekonomian dunia akan menemukan keseimbangan baru. Namun, paket kebijakan yang

tepat, efektif, dan terukur sangat dibutuhkan untuk mengelola volatilitas nilai tukar rupiah,

menjaga daya beli masyarakat, mendorong terus tumbuhnya industri nasional, serta

memperkuat struktur industri nasional. Tren inflasi rendah bahkan deflasi perlu terus

dimonitor untuk menghindarkan dari pelemahan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah juga perlu terus diwaspadai seiring

pelemahan permintaan produk ekspor nasional di pasar global. Penciptaan lapangan kerja dan

pertumbuhan ekonomi juga perlu terus didorong dengan tetap menjaga makroprudensial dan

stabilitas sistem keuangan.

Memastikan harga-harga kebutuhan pokok tersedia dan terjangkau juga akan sangat

membantu menurunkan potensi gejolak akibat tidak menentunya situasi perekonomian global

dan kawasan.

PROF FIRMANZAH PhD

Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEB Universitas Indonesia

Page 99: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

99

Politik Bantuan Cina-Afrika

Koran SINDO

18 Maret 2015

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan dalam laman resmi Sekretariat Kabinet

bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengadakan kunjungan ke Cina dan Jepang

dalam waktu dekat.

Apabila terlaksana, kunjungan tersebut adalah kedua kalinya bagi Presiden Jokowi dalam 149

hari masa kerjanya. Masyarakat internasional dapat menginterpretasikan kunjungan tersebut

sebagai tanda semakin mesranya hubungan Indonesia dengan Cina. Namun, apakah

hubungan mesra itu merupakan tanda semakin menjauhnya hubungan Indonesia dengan

Amerika Serikat (AS) dan Eropa adalah tanda tanya besar yang dapat dijawab hanya lewat

aksi-aksi diplomatik ke depan.

Ada kemungkinan, menurut Andi Widjajanto, Presiden Jokowi akan mengunjungi AS setelah

kunjungannya ke Cina dan Jepang. Kunjungan ke AS mungkin dapat mengimbangi

kekhawatiran dunia Barat yang semakin galau menghadapi meluasnya pengaruh Cina di

berbagai kawasan.

Semakin rapatnya Indonesia ke Cina dapat dilihat dari program Nawa Cita Presiden Jokowi

tentang Poros Maritim. Juga kebutuhan Indonesia untuk mendapatkan bantuan keuangan

demi mendanai pembangunan infrastruktur yang diperlukan, terutama pembangunan

pelabuhan, jalan raya, kereta api, bandar udara, dan yang paling penting adalah pembangkit

listrik.

Cina adalah salah satu lumbung dolar terbesar di dunia dan hampir seluruh negara yang butuh

utang akan datang ke Cina. Cadangan devisa mereka dalam mata uang dolar, merujuk pada

data September 2014, mencapai USD4 triliun (Bloomberg, 10/6/ 2014). Bandingkan dengan

cadangan dolar Indonesia yang hanya mencapai USD111,2 milia r atau kurang dari 2,8%

cadangan dolar Cina.

Posisi keuangan yang signifikan itu membuat posisi Cina dalam politik luar negeri pun sangat

berpengaruh. Posisi tersebut terutama untuk mengamankan dua prinsip ”Kebijakan Satu

Cina” dan ”Kebijakan Non-intervensi”. Beberapa negara yang menerima bantuan dari Cina

memberikan timbal balik dukungan politik seperti di dalam Dewan Hak Asasi Manusia

(HAM) PBB atau dalam World Trade Organization (WTO).

Dalam meluaskan pengaruh Cina mendirikan lembaga-lembaga keuangan untuk menyalurkan

bantuan. Misalnya, New Development Bank BRICS yang didirikan bersama Rusia, Brasil,

Page 100: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

100

Afrika Selatan, dan India; kemudian China-Africa Development Fund. Atau yang terakhir

dan menyedot perhatian setelah Inggris bergabung adalah Bank Infrastruktur yang akan

mendanai proyek di kawasan Asia.

Dampak nyata dari pengaruh Cina dan kekuatan keuangannya adalah menguatnya politik

non-intervensi. Hal ini yang membedakan antara bantuan dari lembaga keuangan

”tradisional” seperti Bank Dunia atau IMF dengan bantuan yang disalurkan oleh lembaga

keuangan yang didukung oleh Cina. Lembaga-lembaga bantuan keuangan ”tradisional” sudah

terkenal selalu memberikan syarat mulai dari perlindungan lingkungan hidup, transparansi

anggaran, hingga HAM–sebelum, sesaat, dan setelah bantuan disalurkan.

Hal ini yang tidak terjadi pada bantuan yang diberikan oleh Cina. Negara yang menerima

bantuan dari Cina relatif tenang karena tidak khawatir bantuannya akan diputus ketika terjadi

gejolak politik di dalam atau luar negeri mereka. Negara-negara yang diuntungkan dengan

model politik bantuan Cina adalah praktis negara-negara yang saat ini menjadi ”musuh”

Barat. Negara tersebut terutama negara-negara Afrika seperti Angola, Sudan, Etiopia, Ghana,

Zimbabwe, atau negara-negara yang masuk dalam kategori ”negara gagal” menurut standar

masyarakat Barat.

Dalam White Paper Foreign Aid yang ditulis oleh Pemerintah Cina, bantuan ke Afrika

menempati prioritas pertama selama tahun 2010-2014. Dari total bantuan USD14,41 miliar

sepanjang periode tersebut, 51,8 % tersalur ke negara-negara kawasan Afrika dan 30,5

persennya ke kawasan Asia. Jumlah yang diterima oleh negara-negara Afrika bertambah 6%

sejak 2006.

Bantuan kepada negara-negara di kawasan Afrika tidak semata- mata untuk mengisi

kekosongan bantuan akibat ditinggalkan oleh lembaga keuangan ”tradisional” atau demi

”membeli pengaruh” dari negara-negara Afrika. Tetapi juga untuk mengamankan pasokan

energi dan sumber daya alam yang menyokong pertumbuhan ekonomi Cina yang

pesat. Negara-negara di Afrika memiliki cadangan energi berupa minyak dan gas bumi dalam

jumlah besar, juga sumber daya alam yang kaya seperti emas, platinum, mangan, tembaga,

dan lainnya.

Cina melakukan hubungan jual-beli langsung dengan negara-negara tersebut. Salah satu

tujuannya adalah mengurangi ketergantungan dari harga di pasar dunia yang biasanya sangat

dinamis terpengaruh oleh faktor-faktor politik luar negeri yang sensitif. Pendekatan ini

berhasil untuk kedua belah pihak. Perdagangan negara-negara Afrika dan Cina meningkat

pesat dalam sepuluh tahun terakhir.

Sebagai perbandingan, pada tahun 2013 perdagangan Afrika dengan AS untuk barang dan

jasa masing-masing USD85 miliar dan USD11 miliar. Bersama masyarakat Uni-Eropa, nilai

total perdagangan Afrika mencapai USD137 miliar, sementara nilai perdagangan Afrika-Cina

mencapai USD200 miliar.

Page 101: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

101

Hubungan positif antara bantuan yang diberikan dan perdagangan yang meningkat di antara

Cina dan Afrika tentu menggiurkan bagi Indonesia yang sedang giat-giatnya menjual proyek-

proyek infrastruktur ke beberapa negara. Indonesia telah menjadi anggota Bank Infrastruktur

Asia tahun lalu yang dipelopori oleh Cina dan berharap segera mendapatkan dana

segar. Harapan tersebut mungkin akan semakin nyata dengan rencana kunjungan Presiden

Jokowi dalam waktu dekat ke Beijing.

Meski demikian, Indonesia juga perlu waspada terhadap konsekuensi politik atas pilihan

untuk mendekat ke Cina. Negara-negara Afrika melihat ke Cina karena posisi tawar mereka

relatif rendah ke lembaga-lembaga keuangan ”tradisional”. Selain itu, negara-negara tersebut

menganut sistem politiknya non-demokrasi sehingga cocok dengan model politik luar negeri

Cina. Sebaliknya, kondisi Indonesia bertolak belakang dengan Afrika. Kedekatan dengan

Cina perlu dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sipil dan parlemen.

DINNA WISNU, PhD

Co-Founder & Direktur Program Pascasarjana Bidang Diplomasi, Universitas Paramadina

@dinnawisnu

Page 102: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

102

Sistem Pembayaran Barter

Koran SINDO

18 Maret 2015

Kisruh Yunani yang ingin keluar dari Uni Eropa jika terjadi akan memperbesar sistem

pembayaran barter. Dengan atau tanpa Euro, Yunani akan semakin tergantung kepada barter.

Asmudson dan Oner (2012) mengatakan: ”If there were no money, we would be reduced to a

barter economy. Every item someone wanted to purchase would have to be exchanged for

something that person could provide ”. Sementara itu, keluarnya Yunani akan membuat

kepercayaan terhadap euro menurun. Di pihak lain, gejolak ekonomi yang ditimbulkannya

juga akan berdampak negatif kepada dolar.

Sistem pembayaran barter adalah cikal bakal dari sistem pembayaran dengan uang virtual

seperti Bitcoin dan dolar Itex. Sistem pembayaran dengan uang virtual akan semakin banyak

digunakan pada masa depan akibat krisis sistem pembayaran di Eropa jika Yunani keluar dari

euro.

Pada dasarnya, barter adalah kegiatan tukar-menukar barang atau jasa yang terjadi tanpa

perantaraan uang. Tahap selanjutnya menghadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa

yang diproduksi sendiri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari dari

orang yang mau menukarkan barang yang dimilikinya dengan barang lain yang

dibutuhkannya. Akibatnya barter yaitu barang ditukar dengan barang. Pada masa ini timbul

benda-benda yang selalu dipakai dalam pertukaran.

Kesulitan yang dialami oleh manusia dalam barter adalah kesulitan mempertemukan orang-

orang yang saling membutuhkan dalam waktu bersamaan. Kesulitan itu telah mendorong

manusia untuk menciptakan kemudahan dalam pertukaran dengan menetapkan benda-benda

tertentu sebagai alat tukar.

Sampai sekarang barter masih dipergunakan saat terjadi krisis ekonomi di mana nilai mata

uang mengalami devaluasi akibat hiperinflasi. Devaluasi tersebut biasanya dilakukan apabila

rezim yang mengadopsi sistem nilai tukar tetap tersebut menilai bahwa harga mata uangnya

dinilai terlalu tinggi dibandingkan nilai mata uang negara lain di mana nilai mata uang

tersebut tidak didukung oleh kekuatan ekonomi negara yang bersangkutan.

Mata uang suatu negara dikatakan mengalami kelebihan nilai dapat dilihat dari perbedaan

inflasi kedua negara. Negara yang inflasinya tinggi seharusnya akan segera mengalami

Page 103: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

103

penurunan nilai, namun dalam sistem nilai tukar tetap proses penyesuaian tersebut tidak

berlaku secara otomatis karena penyesuaian nilai tukar tersebut harus melalui penetapan

pemerintah.

Tanda-tanda suatu mata uang yang mengalami kenaikan nilai antara lain ekspor yang terus

menurun dan industri manufaktur mulai mengalami penurunan kinerja. Intinya produktivitas

nasional kalah dibandingkan dengan negara lain.

Secara formal hiperinflasi terjadi jika tingkat inflasi lebih dari 50% dalam satu bulan. Sebagai

sebuah rule of thumb, inflasi biasanya dilaporkan setahun sekali, namun dalam kondisi

hiperinflasi tingkat inflasi dilaporkan dalam interval yang lebih singkat, biasanya satu bulan

sekali. Hiperinflasi biasanya muncul ketika ada peningkatan persediaan uang yang tidak

diketahui atau perubahan sistem mata uang secara drastis. Hiperinflasi biasanya dikaitkan

dengan perang, depresi ekonomi, dan memanasnya kondisi politik atau sosial suatu negara.

Dalam konteks menghadapi inflasi yang semakin tinggi di Amerika Serikat, American

Express (Amex) melakukan restrukturisasi usaha dalam rangka memfokuskan usaha mereka

tetapi juga memainkan peran pembayaran dengan uang virtual. Perancang strategi Amex

berpikiran bahwa perekonomian Amerika Serikat akan menghadapi hiperinflasi masa depan

akibat program quantitative easing yang dilakukan hingga saat ini. Mereka sangat percaya

bahwa hantu inflasi sudah terbit di horizon perekonomian Amerika Serikat.

Kebijakan moneter di Amerika Serikat pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang

bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi,

stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan

neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro yakni menjaga stabilisasi

ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga, serta neraca

pembayaran internasional yang seimbang.

Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, kebijakan moneter dapat dipakai

untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan

dirasakan oleh sektor perbankan yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

Dengan demikian, tekanan dari rendahnya produktivitas akan menyebabkan devaluas i

kemudian hiperinflasi dan muncul sistem pembayaran barter yang pada zaman teknologi

maju saat ini berbentuk uang virtual seperti Bitcoin yang merupakan uang virtual (elektronik)

yang dibuat pada 2009 oleh Satoshi Nakamoto.

Nama tersebut juga dikaitkan dengan perangkat lunak sumber terbuka yang dia rancang dan

menggunakan jaringan peer-to-peer tanpa penyimpanan terpusat atau administrator tunggal.

Departemen Keuangan Amerika Serikat menyebut Bitcoin sebuah mata uang yang

terdesentralisasi.

Tidak seperti mata uang pada umumnya, Bitcoin tidak tergantung dengan mempercayai

Page 104: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

104

penerbit utama. Bitcoin menggunakan sebuah database yang didistribusikan dan menyebar

ke berbagai node dari sebuah jaringan peer-to-peer ke jurnal transaksi dan menggunakan

kriptografi untuk menyediakan fungsi- fungsi keamanan dasar seperti memastikan bahwa

Bitcoin hanya dapat dihabiskan oleh orang yang memilikinya dan tidak pernah boleh

dilakukan lebih dari satu kali.

Jelas sekali bahwa sistem pembayaran barter tidak akan mati, tetapi hanya berubah bentuk

menjadi sistem pembayaran virtual berkat ada teknologi!

ACHMAD DENI DARURI

President Director Center for Banking Crisis

Page 105: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

105

Menyelamatkan Pertamina

Koran SINDO

19 Maret 2015

Hiruk-pikuk diskusi tentang pencabutan subsidi BBM dan turunnya harga minyak dunia

melupakan satu hal yang sangat kritikal, yaitu efeknya terhadap daya saing Pertamina. Nasib

Pertamina menjadi penting karena BUMN strategis ini seolah dilupakan dalam berbagai

akrobat kebijakan yang dilakukan pemerintah terkait BBM.

Jokowi dikenal sangat ringan tangan dalam mengambil kebijakan. Hari ini mikir, besok bisa

langsung keluar kebijakan. Tentu saja ini bagus, tapi kadang juga menimbulkan apa yang

disebut dengan “miopia kebijakan”, yaitu tidak terlihatnya implikasi terdekat dari sebuah

kebijakan akibat proses pengambilannya yang terlalu terburu-buru.

Tendensi miopia kebijakan ala Jokowi ini cukup terasa pada kebijakannya yang terkait

dengan pencabutan subsidi BBM. Jokowi memutuskan untuk menghapus subsidi bagi BBM

jenis premium, Benar bahwa ini merupakan salah satu milestone penting dalam sejarah

panjang kebijakan migas Indonesia. Namun, diskusi tentang kebijakan ini melupakan

Pertamina, pihak yang “paling segera” menerima konsekuensi dari kebijakan tersebut selain

konsumen.

***

Sebagai BUMN yang sedari awal didirikan sebagai tangan dan kaki pemerintah di bidang

migas, mau tidak mau jatuh bangunnya Pertamina sangat bergantung pada hitam-putih

dinamika sosio-politik yang mewarnainya. Sebagai penyegar ingatan, pascareformasi

monopoli Pertamina sedikit demi sedikit terlucuti. Pertama, saat manajemen sektor hulu

diserahkan ke BP Migas (kini SKK Migas). Kedua, saat dibukanya keran liberalisasi untuk

sektor hilir. Satu-satunya yang masih belum “dilucuti”, setidaknya sampai beberapa saat yang

lalu adalah peran Pertamina dalam mengelola suplai dan ritel BBM bersubsidi.

Kebijakan Jokowi menghapuskan subsidi produk BBM dengan mengubah spesifikasi produk

premium ke RON 92 telah melucuti benteng terakhir monopoli Pertamina. Kini, kita dengan

“aman” bisa mengatakan bahwa pasar BBM telah secara sempurna terliberalkan.

Satu-satunya proteksi yang tersisa bagi Pertamina saat ini adalah adanya disparitas harga

dalam negeri (yang ditetapkan pemerintah secara reguler) dengan harga spot di pasar dunia.

Namun, kondisi harga minyak dunia saat ini yang rendah dan diprediksi akan terus menurun

menyebabkan semakin menipisnya perbedaan ini. Bukan mustahil jika dalam waktu dekat

harga BBM dalam negeri menjadi sama atau lebih tinggi dibanding harga pasar dunia. Bila

Page 106: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

106

itu terjadi maka secara resmi kita bisa memberi selamat kepada Pertamina, selamat

berkompetisi tanpa proteksi.

Pertanyaan yang tentu saja muncul di benak semua orang adalah mampukah Pertamina

bersaing? Dalam presentasi di depan investor pada akhir tahun 2013 lalu, manajemen

Pertamina menyampaikan optimismenya bahwa mereka mempunyai kunci keunggulan (key

advantage) di bidang ritel, yaitu integrasi infrastruktur supply chain dengan 6 kilang, 107

depot, dan lebih dari 5.000 SPBU yang tersebar merata di seluruh pelosok Tanah Air. Suatu

kekuatan yang kelihatannya sangat sulit disamai oleh kompetitor mana pun yang ingin masuk

dan menguasai pasar BBM Indonesia.

Tetapi pertanyaannya, apakah “kekuatan” jaringan ini akan menjamin kelanggengan

dominasi pasar Pertamina di pasar yang kini liberal? Menurut kami, belum tentu! Ini karena

“kekuatan” kuantitatif tersebut, dalam banyak hal, tidak dibarengi oleh keunggulan dari segi

kualitatif.

Segi kualitatif yang dimaksud khususnya adalah dua masalah utama Pertamina saat ini yaitu:

tingginya “stranded cost” pada aset distribusi dan lemahnya “strategic control” di jaringan

SPBU. Dalam pengertian ekonomi, stranded cost adalah biaya yang harus ditanggung oleh

petahana pada saat terjadinya deregulasi akibat adanya aset yang menjadi redundant (tidak

ekonomis lagi) pada saat pasar berubah menjadi kompetitif.

Biaya inilah sebenarnya yang menjadi alasan mengapa harga produksi BBM Pertamina,

seperti ditemukan oleh Tim Reformasi Tata Kelola Migas, menjadi lebih mahal dibanding

harga impor. Kelebihan biaya ini muncul dari tingginya biaya overhead dari aset-aset yang

mempunyai yield (komposisi hasil) dan tingkat utilisasi yang kurang optimal. Rendahnya

yield kilang Pertamina sebagian besar diakibatkan dari ketidakcocokan input dengan desain

awalnya dahulu, akibat dari perubahan dalam komposisi ketersediaan suplai minyak mentah

saat ini.

Sementara rendahnya utilitas diakibatkan oleh adanya overcapacity depot penyimpan dan

sarana transportasi maritim yang dulunya dibangun Pertamina untuk menjalankan kewajiban

menyuplai dan menjaga tingkat ketersediaan BBM di daerah-daerah yang sebenarnya

“kurang ekonomis”, khususnya di luar Jawa dan Indonesia bagian timur. Kondisi itu

diperparah lagi dengan tingkat kesulitan geografis yang tinggi di daerah-daerah tersebut yang

membuat meroketnya biaya operasi dan pemeliharaan.

Stranded cost ini menjadi handicap Pertamina saat bersaing di tingkat harga dengan para

kompetitornya (khususnya multinational company) yang memiliki supply chain yang lebih

efisien dan ketahanan finansial yang tinggi.

***

Page 107: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

107

Sementara itu di tingkat retail outlet, Pertamina menghadapi masalah yang tidak kalah

beratnya, yaitu rendahnya tingkat strategic control mereka terhadap jaringan SPBU yang ada.

Dari total sekitar 5.027 titik SPBU berlogo Pertamina saat ini, hanya 2% yang dimiliki dan

dikelola secara langsung oleh Pertamina (company owned-company operated). Sementara

98% sisanya dimiliki dan dioperasikan oleh pihak swasta dengan skema dealer owned-dealer

operated (DODO).

Dalam pasar yang terbuka, SPBU DODO ini akan sangat rentan sekali untuk diakuisisi

(secara langsung atau tidak langsung) oleh kompetitor yang mampu menawarkan skema

franchise yang lebih menarik untuk para pemiliknya. Hal ini tentunya bukan hal yang terlalu

sulit dilakukan oleh kompetitor multinasional dengan semua kekuatan finansial, manajemen

dan brand equity yang dimilikinya.

Berdasarkan pemodelan yang dilakukan oleh penulis, ketika terjadi kondisi “spatial parity“,

di mana jumlah dan lokasi SPBU kompetitor sudah mencapai critical mass dan mudah

dijangkau oleh konsumen, maka Pertamina berpotensi kehilangan paling tidak 40% dari

pangsa pasarnya. Bahkan untuk segmen pengguna oktan tinggi (pertamax plus) pangsa pasar

yang hilang ini bisa lebih dari 50%.

Critical mass ini untuk kota besar, terjadi bila jumlah SPBU kompetitor sudah mencapai

sekitar 10-15% dari jumlah SPBU Pertamina. Dari simulasi data pertumbuhan yang ada,

kondisi tersebut tercapai dalam kurun waktu 1-5 tahun ke depan.

Mengacu pada parameter pasar dan struktur keuangan Pertamina saat ini, kehilangan 40%

pangsa pasar BBM akan senilai dengan turunnya pendapatan korporasi sebesar kurang lebih

20% per tahunnya. Ini adalah jumlah yang sangat besar, dan tentu saja akan sangat

melemahkan daya saing Pertamina.

***

Kebijakan yang diambil pemerintahan Jokowi terkait BBM perlu mempertimbangkan aspek

daya saing Pertamina. Mencegah kebocoran dan menghancurkan mafia migas penting, namun

yang tidak kalah penting adalah membuat road map deregulasi industri hilir migas secara

lebih terarah. Jangan sampai kekalahan daya saing kita di industri hulu migas terulang di

hilir.

Tanpa adanya upaya restrukturisasi yang signifikan di Pertamina, baik dalam hal peningkatan

efisiensi jaringan maupun pengurangan biaya, maka tidak tertutup kemungkinan periode 10

tahun ke depan merupakan era di mana kita semua akan menjadi saksi beralih wujudnya

ribuan pom bensin di seluruh Indonesia, dari tadinya berwarna merah, menjadi berwarna

kuning, hijau, atau warna lainnya.

Page 108: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

108

ARI PRAMONO

Peneliti dan Dosen di Monash University

&

HARRYADIN MAHARDIKA

Wakil Direktur Magister Manajemen, Universitas Indonesia

Page 109: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

109

Misfit vs Problem Solver

Koran SINDO

19 Maret 2015

”Jika Anda mengambil 20 karyawan terbaik Microsoft, saya pastikan Microsoft (dengan sisa

karyawannya) akan menjadi perusahaan yang sama sekali tidak penting.” Kalimat tersebut

sejatinya keluar dari mulut Bill Gates, pendiri yang juga pemilik Microsoft, tetapi kini pantas

diucapkan oleh hampir semua taipan papan atas Indonesia. Nasib mereka ada di tangan

orang-orang penting yang loyal, gesit, dan berdedikasi.

Bagi sebagian kita, ucapan Bill Gates tadi mungkin terdengar mengejutkan. Bagaimana

mungkin perusahaan sebesar Microsoft, yang pada tahun 2014 mampu membukukan

pendapatan USD77,85 miliar, profit USD21,86 miliar, dan memiliki 122.935 karyawan yang

tersebar di seluruh dunia, hanya bergantung kepada segelintir orang? Nyatanya begitu.

Setidak-tidaknya jika kita percaya pada pengakuan Bill Gates.

Namun sejatinya fenomena semacam itu tak hanya terjadi di Microsoft, tetapi juga pada

hampir semua perusahaan. Baik perusahaan multinasional sekelas Microsoft maupun yang

hanya berskala nasional.

Lalu, siapakah kelompok 20 orang terbaik tersebut? Kita pakai saja formula Jack Welch.

Menurut mantan CEO General Electric tersebut, dari seluruh karyawan perusahaan, sebanyak

20% merupakan top performer (bahkan dalam banyak hal, hukum Pareto ini dapat

difokuskan lagi menjadi hanya 0,1%), lalu 70% akan menjadi middle performer, dan 10%

sisanya adalah low performer.

Agak mirip dengan ucapan George Barnard Shaw yang menyebutkan hanya 2% manusia

yang benar-benar mau berpikir dalam hidup ini. Nah mereka yang berpikir itulah yang

mencari jalan, memimpin perubahan, mengambil inisiatif dan risiko, serta menemukan masa

depan.

Banyak perusahaan menyebut kelompok top performer dengan istilah yang berbeda-beda.

Ada yang menyebutnya winning team, key persons, champion team, atau

superkeepers. Adapun saya menyebutnya sebagai great drivers (lihat buku Self Driving,

2014). Apa pun sebutannya dan berapa pun persentasenya (yang jelas mereka adalah bagian

yang amat kecil), orang-orang pilihan itu adalah harta tak kelihatan yang menjadi kekayaan

perusahaan. Mereka mempunyai kinerja prima dan mampu menginspirasi koleganya. Inilah

sosok-sosok yang dinilai mampu membangun kompetensi utama perusahaan.

Dalam kasus Microsoft, mereka adalah orang-orang yang tahu betul software yang kelak

Page 110: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

110

menjadi kebutuhan masyarakat. Lalu, tahu bagaimana menciptakan kebutuhan, kapan mesti

diluncurkan, perusahaan mana yang mesti diakuisisi untuk mewujudkan gagasan tersebut,

dan memastikan bahwa software tersebut tak memiliki pesaing. Jadi, mereka bukan sekadar

sekelompok orang yang mengantisipasi datangnya masa depan, melainkan menciptakan masa

depan itu sendiri. Mereka bukan mengantisipasi permintaan, tetapi justru menciptakan

permintaan.

Bagi banyak perusahaan, ternyata gampang-gampang susah mengenali orang-orang unggulan

yang seperti ini. Sebab selain jumlahnya tidak banyak, mereka biasanya kurang suka

menonjolkan diri. Mereka kurang suka banyak bicara karena terlalu asyik bekerja. Jadi

bekerja adalah passion mereka.

Mereka biasanya juga memiliki mindset sebagai problem solvers. Kalau ada masalah,

orientasinya bukan mencari siapa yang salah, tetapi apa yang salah dan yang lebih penting

lagi bagaimana memperbaikinya. Apa yang mereka lakukan ini mirip dengan ungkapan Betty

Williams, pemenang hadiah Nobel Perdamaian tahun1976, ”There’s no use talking about the

problem unless you talk about the solution.”

Suka Mencari Kesalahan

Di dunia ini kita hidup berpasang-pasangan. Jika ada siang, tentu ada malam. Jika ada putih,

ada pula warna hitam. Ada pro, ada pula yang kontra. Begitu pula untuk the winning team

atau para great driver, mereka juga memiliki pasangannya. Oleh sebagian perusahaan

pasangannya itu disebut sebagai the fatalist, the losser, trouble maker atau kalau Lance

Berger & Dorothy Berger biasa mengistilahkan mereka dengan sebutan misfit.

Saya menyebutnya sebagai bad passengers dan bad drivers. Ada yang bermental driver,

tetapi perilakunya merusak, hanya menggosok orang lain agar menentang atau melakukan

tindakan tak produktif, banyak mengeluh dan mengambil energi orang lain. Adapun bad

passengers, sudah cuma menumpang, merusak yang lain pula.

Sama seperti tipe top performer, agak gampang-gampang susah mengidentifikasi tipe-tipe

orang yang termasuk dalam kelompok misfit atau bad passengers (dan bad drivers) itu. Kita

butuh waktu yang cukup untuk membaca mereka. Di Rumah Perubahan kami perlu waktu

tiga hari untuk mengajak mereka membuka diri dan merestorasi kembali mental itu. Itu pun

sebaiknya diikat dengan program recoding DNA yang menjadi tugas para atasan begitu

mereka kembali.

Para misfit ini biasanya lebih suka mencari siapa yang salah dan sibuk membesar-besarkan

masalah. Mereka gampang mengeluh, selalu tidak puas. Komplain melulu. Mereka juga lebih

suka melihat kelemahan orang lain ketimbang kelebihannya dan tak suka melihat orang

sukses. Mereka ini biasanya juga kritikus ulung.

Page 111: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

111

Setelah kami pelajari, ternyata mereka sejatinya terdiri atas orang-orang yang butuh kasih

sayang kita dengan segudang masalah batiniah. Adapun perilaku buruknya yang diungkapkan

secara terbuka ternyata hanyalah sebuah bentuk pengalihan saja dari rasa ”sakit”-nya yang

tak terperikan. Bagi yang mengikuti ribut-ribut antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja

Purnama dan DPRD, yang benar-benar tak ikut-ikutan secara ideologis atau bisnis, tentu kita

bisa dengan mudah menemukan siapa misfit-nya.

Bagi Anda yang pernah menonton film In Good Company, mungkin bisa menemukannya

dalam sosok Dan Foreman, seorang head of executive sales & advertising berusia 51 tahun.

Itu dimulai ketika perusahaan Foreman diakuisisi dan dia dimutasi. Foreman ditempatkan

sebagai bawahan dari seorang eksekutif bau kencur yang baru lulus sekolah yang usianya

baru 26 tahun.

Coba bayangkan kalau Anda ditempatkan pada posisi Foreman: dulunya eksekutif andal,

karena suasana berubah, segala kenikmatannya diambil orang lain, heroismenya pun beralih,

membuatnya ia berbalik menjadi pembuat ulah. Menghadapi orang-orang yang seperti

Foreman kini menjadi pengalaman yang biasa bagi saya. Itulah sebabnya mudah bagi saya

mengidentifikasinya, seberapa pun mereka memasang topeng atau tipu muslihat.

Dalam membantu proses transformasi, hal seperti ini pun bisa kita atasi asalkan pemimpinnya

teguh, tak buru-buru diganti, dan tentu saja bukan kompromi yang diambil. Bukannya apa-

apa, banyak orang yang membacanya seakan-akan ini adalah konflik besar yang butuh juru

damai. Padahal solusinya bukan kompromi, tetapi sebuah perubahan mendasar.

70-20-10

Sebetulnya tidak sulit-sulit amat menghadapi para misfit. Dalam beberapa segi, beberapa di

antara mereka dapat kita ubah menjadi sumber daya. Para misfit ini tidak terbentuk dengan

sendirinya. Juga tidak terbentuk seketika. Membutuhkan proses yang panjang dan waktu

yang lama sampai akhirnya mereka terbentuk menjadi seperti itu.

Menurut Dave Ulrich & Norm Smallwood (2004), sekitar 70% proses pembelajaran

sebenarnya terjadi dalam aktivitas sehari-hari, dalam pekerjaan sehari-hari. Lalu, 20%-nya

diperoleh lewat sharing pengalaman dan observasi, belajar dari para role model atau melalui

proses mentoring. Sementara yang 10% sisanya belajar dalam kelas-kelas formal, training,

workshop atau seminar.

Melihat besarnya porsi pembelajaran dari pekerjaan sehari-hari, penting bagi kita untuk

sesegera mungkin mengoreksi kekeliruan. Membiarkan kekeliruan berlarut-larut akan

membuat kita terbiasa, lalu membudaya dan akhirnya tertanam menjadi mindset. Kalau sudah

begini, susah mengubahnya.

Page 112: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

112

RHENALD KASALI

Pendiri Rumah Perubahan

@Rhenald_Kasali

Page 113: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

113

Memperkukuh Otot Rupiah

Koran SINDO

21 Maret 2015

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih tampak loyo hingga mencapai

level Rp13.000. Padahal pemerintah telah memainkan aneka jurus ampuh untuk meredam

pelemahan rupiah. Apa saja implikasi pelemahan rupiah? Bagaimana alternatif solusinya?

Bukan hanya rupiah yang tak berdaya. Ambil contoh, dolar Australia melemah 6,95%, dolar

Hong Kong 0,13%, rupiah Indonesia 5,75%, yen Jepang 1,42%, ringgit Malaysia 5,96%,

dolar Selandia Baru 6,17%, dolar Singapura 5,21%, won Korea Selatan 4,08% dan euro

Eropa 15,27%.

Untuk memperbaiki nilai tukar rupiah yang terpuruk itu, pemerintah telah menerbitkan paket

kebijakan ekonomi. Satu, fasilitas keringanan pajak (tax allowances) untuk perusahaan yang

melakukan reinvestasi dividennya di Indonesia, perusahaan yang menciptakan lapangan

kerja, perusahaan berorientasi ekspor dan perusahaan yang melakukan penelitian dan

pengembangan. Pemerintah juga akan memberikan insentif pajak pertambahan nilai (PPN)

terhadap industri galangan kapal dan beberapa industri produk pertanian.

Dua, menerapkan kebijakan tentang antidumping, mengenakan bea masuk antidumping

sementara dan bea masuk tindak pengamanan sementara terhadap produk-produk industri

nasional, terhadap produk impor yang unfair trade karena ada dumping.

Tiga, memberikan bebas visa kunjungan singkat untuk wisatawan kepada 30 negara baru

sehingga terdapat 45 negara. Empat, kewajiban untuk menggunakan biofuel hingga 15%.

Lima, memberlakukan letter of credit (L/C) untuk produk-produk sumber daya alam yakni

produk batubara, migas dan crude palm oil (CPO). Enam, melakukan restrukturisasi dan

revitalisasi industri asuransi domestik.

Namun boleh dikatakan sebagian besar paket kebijakan ekonomi tersebut baru akan berbuah

minimal enam bulan ke depan kecuali pemberlakuan wajib L/C.

Implikasi

Lagi-lagi, implikasi apa saja yang akan muncul? Pertama, menekan kredit valuta asing

(valas). Ingat, sumber dana valas antara lain dari pinjaman luar negeri. Lantaran suku bunga

valas dari luar negeri lebih rendah daripada pinjaman valas domestik.

Tengok saja, suku bunga acuan Jepang 0,00%, AS 0,25%, Jerman, Prancis, Italia, dan

Page 114: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

114

Belanda 0,05%, Singapura 0,39%, Australia, Hong Kong dan Inggris 0,50%, Kanada 0,60%,

Meksiko dan Spanyol 0,70%, Thailand 1,75%, Malaysia dan Korea Selatan 2,00%, Filipina

4,00%, China 5,35%. Bandingkan dengan BI Rate yang mencapai 7,50%.

Oleh karena itu, bank nasional yang banyak bermain valas dan memiliki kredit valas mulai

deg-degan. Mengapa? Karena makin tinggi pelemahan nilai tukar rupiah, makin tinggi pula

potensi risiko bagi bank nasional.

Begini ilustrasinya. Kalau bank mempunyai kredit valas Rp1 miliar maka kredit valas itu

akan langsung terbang tinggi menjadi Rp1 triliun ketika nilai tukar rupiah melemah dari

Rp12.000 naik menjadi Rp13.000 per USD. Artinya, bank nasional terpaksa merogoh

kantongnya lebih dalam manakala nilai tukar rupiah terus melemah.

Potensi risiko lainnya akan muncul ketika nasabah kredit valas mulai kurang mampu

membayar kewajiban mereka setiap bulan. Kewajiban nasabah yang mulai melambat itu akan

menjadi potensi risiko kenaikan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).

Bagaimana posisi NPL? Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang terbit pada 20 Februari

2015 menunjukkan NPL bank umum naik 0,39% dari Rp58,28 triliun (1,77%) dari total

kredit Rp3.292,87 triliun per Desember 2013 menjadi Rp79,39 triliun (2,16%) dari total

kredit Rp3.674,31 triliun per Desember 2014.

Menurut penggunaan kredit, NPL Rp79,39 triliun (2,16%) tersebut didorong oleh NPL kredit

modal kerja Rp43,84 triliun (55,22%), kredit investasi Rp21,22 triliun (26,73%) dan kredit

konsumsi Rp14,33 triliun (18,05%) per Desember 2014. Hal itu wajib menjadi perhatian

serius bagi bank nasional untuk lebih berhati-hati.

Kedua, mengurangi gerak importir. Bukan berhenti di situ. Pelemahan nilai tukar rupiah pasti

akan menekan gurihnya transaksi impor. Kok bisa? Lantaran, importir harus mengeluarkan

biaya lebih tinggi untuk membayar kewajiban transaksi impor dari luar negeri. Sebaliknya,

eksportir gembira karena transaksi ekspor melesat jauh lebih tinggi. Defisit transaksi berjalan

akan makin rendah. Ini segi positifnya!

Ketiga, menggerogoti daya beli masyarakat. Pelemahan nilai tukar rupiah itu pun akan

memperlemah daya beli (purchasing power) masyarakat. Daya beli masyarakat mulai goyang

manakala inflasi melonjak gara-gara kenaikan harga BBM. Akibatnya, hampir semua bahan

pokok ikut terdorong naik karena biaya transportasi naik.

Meskipun harga BBM kemudian menurun sejalan dengan laju harga minyak dunia, harga

bahan pokok enggan untuk turun. Dengan bahasa lebih bening, daya beli masyarakat lapis

menengah ke bawah akan menipis. Apa akibat lebih lanjut? Pelan namun pasti, kredit

konsumsi yang merupakan kredit individual akan tertekan. Sebut saja, kredit pemilikan

rumah (KPR) tipe kecil akan tersendat. Juga kredit kendaraan bermotor (mobil dan sepeda

motor) bisa tertekan. Hal ini akan menekan pertumbuhan kredit konsumsi.

Page 115: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

115

Bagaimana pertumbuhan kredit konsumsi? Data SPI mencatat kredit konsumsi hanya tumbuh

9,11% (year on year) dari Rp929,06 triliun per Desember 2013 menjadi Rp1.013,67 triliun

per Desember 2014. Pertumbuhan kredit konsumsi itu masih lebih rendah daripada kredit

modal kerja10,83% dari Rp1.585,67 menjadi Rp1.757,45 triliun. Kredit investasi justru

tumbuh lebih tinggi 13,16% dari Rp798,16 triliun menjadi Rp903,19 triliun pada periode

yang sama.

Alternatif Solusi

Lantas, bagaimana alternatif solusinya? Pertama, pemerintah terus memperbaiki defisit

transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sampai di bawah 3% dari produk domestik

bruto (PDB). Sayangnya, pembangunan infrastruktur akan mendatangkan banyak barang

modal yang dapat mengancam kenaikan CAD.

Kedua, sebaliknya BI menekan inflasi sedemikian rendah sehingga BI Rate juga tertekan

rendah. Ini penting untuk mencegah timbulnya perang suku bunga deposito yang berujung

kenaikan suku bunga kredit.

Ketiga, pemerintah memperbaiki iklim investasi. Hal ini bagai memberikan jalan tol bagi

investor global untuk lebih banyak berinvestasi di Indonesia. Makin banyak investasi, makin

banyak dolar AS masuk pasar keuangan. Ujungnya, cadangan devisa yang mencapai

USD115,5 miliar akan terkerek naik.

Keempat, pemerintah meningkatkan pembangunan infrastruktur. Pemerintah selain

menggunakan sebagian ruang fiskal Rp250 triliun juga dapat memanfaatkan peran Bank

Infrastruktur Asia (Asian Infrastructure Investment Bank/ AIIB). Ini jalan pintas yang jitu

daripada membentuk bank infrastruktur yang memerlukan dana amat besar dan waktu yang

relatif lama. Sarinya, terdapat harmonisasi antara kebijakan pemerintah dan BI. Alhasil, otot

rupiah kian perkasa.

PAUL SUTARYONO

Pengamat Perbankan & Mantan Assistant Vice President BNI

Page 116: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

116

Asia-Afrika dan Potensi Ekonomi

Koran SINDO

23 Maret 2015

Tanggal 18-24 April 1955 di Bandung menjadi sejarah penting bagi Indonesia. Saat itu

Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA).

Deklarasi KAA sekaligus menjadi tonggak kelahiran kekuatan baru di dunia baik di bidang

politik, promosi kerja sama ekonomi, keamanan maupun sosial budaya dan diplomasi.

Kehadiran kekuatan poros Asia-Afrika ini pada dasarnya merupakan bentuk solidaritas dan

perlawanan atas kolonialisme saat itu.

Sebentar lagi, 18-24 April 2015, atau 60 tahun setelah KAA, Indonesia kembali didaulat

menjadi tuan rumah penyelenggaraan perhelatan tersebut. Penyelenggaraan KAA kali ini

akan fokus pada dialog atas berbagai masalah yang kini dihadapi dunia sekaligus

merumuskan solusi yang perlu dilakukan negara-negara anggotanya. Pada penyelenggaraan

KAA kali ini, sebanyak 109 undangan telah disampaikan ke negara-negara Asia dan Afrika,

sedangkan 19 negara lain menjadi peninjau, di antaranya Rusia, Venezuela, Cile, Norwegia.

Sebanyak 24 kepala negara telah melakukan konfirmasi kehadirannya menurut rilis

Kementerian Luar Negeri.

Peringatan ke-60 KAA yang mengusung tema penguatan kerja sama negara Selatan-Selatan

memuat tiga agenda besar yang dirumuskan dalam tiga dokumen, yakni Bandung Message,

Declaration on Reinvigorating the New Asian-African Strategic Partnership, dan Declaration

of Palestine. Agenda Bandung Message akan fokus pada dialog dan diskusi seputar isu di

bidang politik, kerja sama ekonomi, dan hubungan sosial budaya.

Agenda Declaration on Reinvigorating the New Asian-African Strategic Partnership

(Deklarasi Kemitraan Strategis Asia-Afrika) akan membahas isu-isu seperti terorisme,

organisasi kriminal transnasional, ketahanan nasional, ketahanan energi, pariwisata, gender,

dan pemberdayaan perempuan. Agenda kedua ini merupakan reviu atas kerja sama New

Asian-African Strategic Partnership (NAASP) yang pertama dideklarasikan tahun

2005. Agenda kedua sekaligus mengevaluasi 10 tahun pasca-kesepakatan kerja sama strategis

Asia-Afrika.

Sementara agenda ketiga, yakni Declaration of Palestine, akan membahas perihal dukungan

negara Asia-Afrika terhadap pendirian negara Palestina dan pengembalian hak-hak dasar

warga Palestina.

Jika pada tahun 1955 KAA banyak menekankan isu kemerdekaan dan pembebasan dari

Page 117: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

117

penjajahan kolonialisme, pada 2015 KAA lebih mendorong kualitas kesejahteraan negara-

negara Asia-Afrika. Salah satu strateginya adalah mendorong kerja sama ekonomi strategis

negara-negara di Asia-Afrika. Kerja sama kemitraan strategis Selatan-Selatan ini diharapkan

tidak hanya dapat meningkatkan kesejahteraan negara kawasan Asia-Afrika, tetapi juga

mampu menjadi kekuatan ekonomi dunia yang signifikan.

Sebagai catatan, Asia-Afrika mewakili 75% penduduk di dunia dengan produk domestik

bruto (PDB) sebesar USD21 triliun atau sekitar sepertiga dari PDB dunia sehingga dipandang

perlu untuk terus didorong menjadi kekuatan ekonomi dunia yang berperan besar. Besarnya

pasar Asia-Afrika belum seimbang dengan perkembangan ukuran ekonominya saat ini

walaupun beberapa anggotanya tercatat dalam 10 negara dengan PDB tertinggi seperti China,

Rusia, Jepang, India, dan Indonesia.

Mengingat arti penting dan strategis Asia-Afrika sebagai salah satu poros kekuatan ekonomi

dunia yang memiliki potensi besar, isu kerja sama ekonomi dan kemitraan strategis negara

Asia-Afrika menjadi sangat relevan di tengah ekonomi dunia yang masih melambat. Asia-

Afrika perlu dipandang sebagai kawasan yang memiliki peluang besar menjadi mesin

ekonomi dunia mengingat kekuatan ekonomi beberapa negara Asia-Afrika saat ini mulai

menunjukkan kinerja yang menggembirakan.

Dari sisi besaran PDB, 5 dari 10 negara dengan PDB tertinggi tahun 2013 adalah negara-

negara Asia-Afrika (China, Rusia, Jepang, India, dan Indonesia). Atau bagaimana industri

manufaktur China, Korea Selatan atau India kini menjadi pusat basis produksi tidak hanya

regional, melainkan juga global yang mampu berkompetisi dengan produk Amerika dan

Eropa.

***

Bagi Indonesia, peningkatan kerja sama ekonomi Asia-Afrika merupakan peluang yang

menjanjikan dalam mendorong berbagai program pembangunan ekonomi, antara lain

pembangunan infrastruktur, kerja sama perdagangan, kerja sama industri, atau pembangunan

ekonomi pariwisata. Di sektor infrastruktur, tentunya pertemuan KAA kali ini dapat menjadi

salah satu media tidak hanya diplomasi, tetapi juga ekonomi untuk membangun kemitraan

strategis. Terutama ketika saat ini Indonesia tengah gencar-gencarnya membangun

infrastruktur dan penguatan industri nasional.

Walaupun daya saing infrastruktur saat ini menunjukkan peringkat yang membaik

dibandingkan tahun sebelumnya (peringkat ke-92 tahun 2012 menjadi peringkat ke-72 di

2014), tetapi kebutuhan pembangunan infrastruktur untuk mencapai titik optimal masih

sangatlah besar. Di sisi lain, anggaran belanja negara relatif terbatas sehingga sumber-sumber

pembiayaan pembangunan infrastruktur yang lain menjadi kemutlakan untuk mendorong

agresivitas pembangunan infrastruktur.

Page 118: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

118

Dari aspek kerja sama perdagangan, Asia-Afrika yang merefleksikan 75% populasi dunia

merupakan peluang pasar yang menjanjikan bagi produk-produk Indonesia. Pasar Asia-

Afrika dapat menjadi pilar kekuatan perdagangan Indonesia mengingat adanya penurunan

permintaan dari negara-negara pasar tradisional saat ini. Menggarap pasar Asia-Afrika

tentunya sekaligus menopang target kerja sama dan kemitraan strategis di bidang ekonomi.

Contoh ekspor industri furnitur atau mebel tujuan negara-negara Asia-Afrika yang dalam

beberapa tahun ini terus menunjukkan pertumbuhan. Bahkan menurut catatan Kementerian

Perdagangan, ekspor Indonesia ke Afrika meningkat 40-50%.

Di sisi kerja sama industri, negara-negara seperti Jepang, China, Rusia, India, Korea Selatan

merupakan mitra strategis untuk mendorong produktivitas industri dalam negeri. Banyak hal

yang perlu dipelajari dari negara-negara tersebut, khususnya dalam pengembangan industri

dalam negeri, terutama aspek penataan rantai nilai industri dalam negeri. Sektor industri

merupakan manifestasi sektor ekonomi bernilai tambah yang menjadi salah satu solusi untuk

mendorong kinerja pembangunan ekonomi nasional yang selama ini masih sangat tergantung

pada sektor komoditas.

Di sektor pariwisata, kawasan Asia-Afrika yang mewakili 75% penduduk dunia dengan 1

miliar orang di antaranya merupakan kelas menengah adalah peluang bagi sektor pariwisata

nasional. Tentunya pasar potensial ini diharapkan dapat memberi peran yang besar bagi

pengembangan kepariwisataan Indonesia sekaligus mendorong sektor ini menjadi salah satu

mesin ekonomi nasional.

Dengan penyelenggaraan KAA di Bandung dan Jakarta ini, Indonesia perlu mengoptimalkan

semua peluang pengembangan kerja sama ekonomi yang strategis untuk mewujudkan cita-

cita pembangunan nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

PROF FIRMANZAH PhD

Rektor Paramadina dan Guru Besar FEUI

Page 119: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

119

Menuju Poros Maritim Dunia

Koran SINDO

24 Maret 2015

Salah satu gagasan cemerlang Presiden Jokowi yang mendapat dukungan publik dengan

penuh antusiasme adalah tekadnya untuk mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim

Dunia (PMD). Yakni, Indonesia yang maju, sejahtera, dan berdaulat berbasis pada ekonomi

kelautan, hankam, dan budaya maritim. Lebih dari itu, Indonesia kelak diharapkan menjadi

rujukan bagi bangsa-bangsa lain di dunia dalam berbagai bidang kelautan, mulai dari

ekonomi, iptek, hankam, sampai cara menata pembangunan kelautan (ocean governance).

Visi Presiden ke-7 RI itu sangat tepat dan beralasan. Pasalnya, Indonesia merupakan negara

kepulauan terbesar di dunia yang tersusun atas lebih dari 17.000 pulau, dirangkai oleh 95.181

km garis pantai (terpanjang kedua setelah Kanada), dan sekitar 70% wilayahnya berupa laut.

Selain itu, posisi geoekonomi dan geopolitik Indonesia juga sangat strategis, di mana 45%

dari seluruh komoditas dan produk yang diperdagangkan di dunia dengan nilai USD1.500

triliun/tahun dikapalkan melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia/ALKI (UNCTAD, 2012).

Konstruksi PMD

Mengacu pada visi Presiden Jokowi tentang PMD di atas, pada dasarnya ada lima kelompok

kebijakan dan program utama yang mesti dikerjakan: (1) penegakan kedaulatan NKRI,

termasuk penuntasan batas wilayah laut, pemberantasan illegal fishing, dan berbagai kegiatan

ilegal lainnya; (2) pembangunan ekonomi (pemanfaatan SDA dan Jasling) kelautan; (3)

memelihara kelestarian sumber daya kelautan; (4) pengembangan kapasitas iptek kelautan;

dan (5) peningkatan budaya maritim bangsa.

Untuk mengakselerasi pembangunan kelautan secara lebih produktif, efisien, inklusif, dan

ramah lingkungan, selain Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang sudah ada sejak

awal pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid (September 1999) dan dibesarkan oleh

Presiden Megawati Soekarnoputri melalui program Gerbang Mina Bahari (Gerakan Nasional

Pembangunan Kelautan), Presiden Jokowi juga membentuk Kementerian Koordinator

Maritim.

Dalam hal penegakan kedaulatan dan pelestarian, pemerintah telah melaksanakan sejumlah

kebijakan yang cukup bagus antara lain pemberantasan illegal fishing, moratorium kapal ikan

eks asing, larangan alih muatan ikan di laut (transshipment), larangan penggunaan alat

penangkapan ikan yang digunakan oleh mayoritas nelayan kita, dan larangan menangkap

lobster, rajungan, dan kepiting ukuran tertentu.

Page 120: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

120

Sayangnya, tidak didahului dengan sosialisasi dan penyiapan alternatif solusinya sehingga

kebijakan tersebut justru menyulut demonstrasi nelayan dan pembudi daya ikan di mana-

mana, mengakibatkan puluhan ribu nelayan dan pembudi daya menganggur, sentra-sentra

industri pengolahan ikan (seperti Belawan, Muara Baru, Benoa, dan Bitung) mengalami mati

suri, ribuan ton kerapu dan kepiting soka tidak terjual dan mati membusuk, dan sejumlah

dampak negatif lain.

Sementara potensi ekonomi kelautan yang luar biasa besar antara lain perikanan budi daya,

industri bioteknologi kelautan, garam, pariwisata bahari, energi terbarukan dari laut (seperti

arus, gelombang, dan ocean thermal energy conversion/OTEC), industri dan jasa maritim,

dan sumber daya wilayah pulau-pulau kecil belum mendapat perhatian memadai.

Program ekonomi kelautan yang sekarang dikerjakan pemerintah baru pembangunan

pelabuhan dan infrastruktur maritim lainnya, yang sifatnya mengeluarkan uang (APBN),

bukan menghasilkan pendapatan negara. Padahal, membangun pelabuhan tanpa dibarengi

dengan mengembangkan perekonomian wilayah hanya akan mengakibatkan pelabuhan itu

mubazir alias mangkrak.

Program Ekonomi Biru

Sebab itu, mulai sekarang pemerintah bersinergi dengan swasta dan masyarakat harus

mengembangkan ekonomi kelautan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi

(di atas 7%/tahun), berkualitas (menyerap banyak tenaga kerja dan menyejahterakan rakyat),

dan ramah lingkungan secara berkelanjutan (sustainable).

Dengan kata lain, program pelestarian dan penegakan kedaulatan tidak seharusnya

mematikan ekonomi atau dipertentangkan dengan upaya kita untuk memacu pertumbuhan

ekonomi berkualitas, perluasan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing bangsa.

Keduanya bisa disinergikan, saling melengkapi melalui aplikasi ekonomi biru (blue

economy). Sebuah sistem ekonomi berbasis inovasi yang memanfaatkan SDA secara

produktif dan efisien, tidak menghasilkan limbah dan emisi; dan pada saat yang sama mampu

menciptakan lapangan kerja, menghasilkan pertumbuhan ekonomi berkualitas, dan tidak

memerlukan biaya tinggi (Pauli, 2010).

Pada tataran praksis, paradigma ekonomi biru dalam konteks pembangunan kelautan

Indonesia meliputi sejumlah kebijakan dan program berikut. Pertama, penyusunan dan

implementasi rencana tata ruang wilayah (RTRW) darat-pesisir-laut secara terpadu, yang

mengalokasikan sedikitnya 30% dari total ruang wilayah pesisir dan laut untuk kawasan

lindung, dan maksimal 70% sisanya untuk kawasan pembangunan. Di dalam kawasan

pembangunan inilah kita boleh mengembangkan kawasan pertambakan udang, industri,

pariwisata, pertambangan, permukiman, pelabuhan, dan sektor pembangunan lainnya sesuai

daya dukung wilayah.

Kedua, revitalisasi (peningkatan produktivitas, efisiensi, dan sustainability) seluruh usaha

Page 121: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

121

ekonomi kelautan yang sudah berjalan (existing marine economic sectors), mulai dari usaha

perikanan tangkap, perikanan budi daya, pariwisata bahari, perhubungan laut, sampai

galangan kapal. Selain itu, kita mesti mengembangkan usaha-usaha ekonomi kelautan di

kawasan pesisir, pulau kecil, dan laut yang belum terbangun.

Ketiga, memperbaiki dan mengembangkan konektivitas maritim yang meliputi: (1) akselerasi

pembangunan tol laut (pelabuhan dan kapal laut), dan (2) jaringan informasi dan

telekomunikasi.

Keempat, rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut yang telah rusak, pengendalian pencemaran,

konservasi keanekaragaman hayati, dan pengayaan stok ikan dan biota laut lainnya untuk

memelihara dan meningkatkan daya dukung serta kelestarian SDA dan lingkungan pesisir

dan lautan.

Kelima, mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim global, tsunami, dan bencana alam

lainnya. Keenam, peningkatan kualitas dan jumlah SDM berbagai bidang kelautan sesuai

kebutuhan, baik melalui pendidikan formal maupun non-formal (pelatihan dan penyuluhan).

Ketujuh, peningkatan penelitian dan pengembangan (R&D) supaya kita mampu menguasai,

menghasilkan, dan menerapkan inovasi teknologi dan non-teknologi (seperti business models

dan strategi pemasaran) untuk meningkatkan produktivitas, daya saing, dan keuntungan

ekonomi kelautan nasional secara berkelanjutan.

Program Quick Wins

Tujuh kebijakan dan program di atas bersifat jangka panjang, yang harus dikerjakan sejak

sekarang dan berkesinambungan. Namun, hasilnya baru bisa dinikmati setelah beberapa

tahun ke depan. Sebab itu, kita mesti mengembangkan program-program pembangunan

ekonomi kelautan yang hasilnya dapat kita rasakan dalam satu atau paling lambat lima tahun

mendatang (quick wins).

Pertama, pengembangan 5.000 unit armada kapal ikan nasional berukuran di atas 50 GT

dengan alat tangkap yang efisien dan ramah lingkungan untuk memanfaatkan sumber ikan di

wilayah-wilayah laut yang selama ini menjadi ajang pencurian ikan (illegal fishing) oleh

nelayan asing atau yang masih underfishing seperti Laut Arafura, Laut Banda, Laut Sulawesi,

Teluk Tomini, Laut Natuna, dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Samudera Hindia dan

Pasifik.

Kapal-kapal ikan dan nelayan yang selama ini beroperasi di wilayah laut yang telah

overfishing seperti perairan pantura dan perairan pantai lainnya harus dilatih supaya mampu

beroperasi di wilayah-wilayah laut yang masih underfishing atau laut lepas (oceangoing

fisheries). Pemerintah juga harus menjamin pasar bagi seluruh ikan hasil tangkapan nelayan

dengan harga sesuai nilai keekonomian (”Bulog Perikanan”). Revitalisasi semua pelabuhan

perikanan yang ada, dan pembangunan pelabuhan perikanan baru sesuai kebutuhan.

Page 122: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

122

Kedua, revitalisasi dan pengembangan empat kluster yaitu: budi daya laut (mariculture),

tambak udang Vanammei, budi daya tambak ikan bandeng, kakap, nila salin, kepiting soka,

dan lainnya dan budi daya rumput laut (Gracillaria spp). Saat ini total luas perairan laut

Indonesia yang potensial (cocok) untuk usaha budi daya laut sekitar 24 juta ha. Sedangkan

total luas lahan pesisir yang potensial untuk usaha budi daya tambak (perairan payau) adalah

3 juta ha. Dengan empat kluster usaha budi daya laut dan tambak tersebut, setiap tahunnya

akan dihasilkan rata-rata sekitar 20 juta ton produk perikanan, USD80 miliar nilai ekonomi,

dan lapangan kerja untuk 9 juta orang.

Ketiga, dengan bahan baku dari usaha perikanan tangkap dan perikanan budi daya di atas,

kita akan mampu merevitalisasi industri pengolahan hasil perikanan yang saat ini hanya

sekitar 50% yang masih beroperasi dari total kapasitas terpasang nasional. Lebih dari itu,

dengan bahan baku yang besar itu, kita pun bisa mengembangkan industri pengolahan hasil

perikanan di banyak lokasi, terutama di luar Jawa dan Bali.

Keempat, pengembangan industri bioteknologi kelautan yang meliputi: (1) genetic

engineering ramah lingkungan untuk menghasilkan bibit dan benih unggul; (2) industri pakan

ikan dan ternak berbasis micro algae; (3) ekstraksi senyawa bioaktif dari biota laut untuk

bahan baku industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetika, dan lainnya; dan (4) industri

biofuel dari micro algae. Potensi ekonomi industri ini diperkirakan empat kali nilai ekonomi

industri teknologi informasi (Ministry of Maritime Affairs and Fisheries, Korsel, 2002).

Kelima, revitalisasi dan pengembangan pariwisata bahari dengan cara: (1) pembenahan objek

(destinasi) wisata yang ada dan mengembangkan destinasi yang baru; (2) pengembangan

jenis-jenis wisata bahari baru secara inovatif (product development); (3) peningkatan

aksesibilitas dari dan ke objek wisata melalui transportasi laut, darat maupun udara; (4)

pembenahan dan pembangunan infrastruktur dan sarana di dan sekitar lokasi wisata; (5)

peningkatan promosi dan pemasaran melalui berbagai media dan ekshibisi baik di dalam

maupun luar negeri; dan (6) peningkatan kualitas SDM pariwisata bahari dan kesadaran serta

perilaku masyarakat lokal supaya lebih kondusif dan menyenangkan para wisatawan

domestik dan mancanegara.

Keenam, revitalisasi dan pengembangan industri dan jasa maritim, khususnya: (1) industri

galangan kapal; (2) peralatan dan mesin perikanan (seperti jaring dan alat penangkapan ikan

lain, kincir air tambak, dan mesin pabrik industri pengolahan ikan); (3) peralatan dan mesin

untuk industri migas serta pertambangan mineral; (4) fibre optics dan kabel laut; (5)

perangkat lunak untuk manajemen pelabuhan dan transportasi laut; dan (6) perangkat lunak

untuk prediksi lokasi fishing grounds, cuaca, dan kondisi oseanografi.

Ketujuh, pembangunan 21 kawasan industri terpadu berkelas dunia (world class) dengan pola

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang inovatif, inklusif, dan ramah lingkungan di wilayah

pesisir bagian barat (Sabang, Kuala Tanjung, Teluk Bayur, Bengkulu, Batam, dan Lampung);

bagian tengah (Kalbar, Kalsel, Kaltim, dan Kaltara); dan bagian timur NKRI (NTB, NTT,

Sulsel, Sulbar, Sulteng, Sultra, Sulut, Maluku, Malut, Papua, dan Papua Barat).

Page 123: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

123

Supaya segenap program pembangunan kelautan jangka panjang maupun quick wins di atas

dapat terealisir, pemerintah harus menyediakan skema kredit perbankan khusus dengan bunga

yang relatif murah dan persyaratan relatif lunak (bank maritim) seperti yang berlaku di sektor

industri kelapa sawit sejak Pemerintahan Orba sampai sekarang dan di negara-negara

lain. Selain itu, iklim investasi (seperti perizinan, pajak, ketenagakerjaan, dan keamanan

berusaha) serta kebijakan politik-ekonomi harus kondusif bagi tumbuh-kembangnya ekonomi

kelautan.

Dengan peta jalan pembangunan kelautan seperti di atas, dari saat ini sebagai negara

berpendapatan menengah bawah (GNP/kapita sebesar USD 5.000), insya Allah pada 2020

Indonesia akan menjadi negara berpendapatan menengah atas (GNP/ kapita sekitar

USD10.000), dan pada 2025 menjadi negara maritim yang besar, maju, adil-makmur,

berdaulat, serta sebagai Poros Maritim Dunia dengan GNP/ kapita di atas USD14.000.

PROF DR IR ROKHMIN DAHURI MS

Guru Besar Manajemen Pembangunan Pesisir dan Lautan IPB; Ketua DPP PDI Perjuangan

Bidang Maritim dan Perikanan

Page 124: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

124

Distribusi Tertutup LPG Melon

Koran SINDO

25 Maret 2015

Sejak 1968 masyarakat Indonesia mulai mengenal liquefied petroleum gas (LPG) dengan

brand Elpiji yang dikeluarkan oleh Pertamina.

Awalnya LPG dipasarkan perusahaan pelat merah itu untuk memanfaatkan produk samping

dari hasil pengolahan minyak di kilang, sekaligus sebagai bahan bakar alternatif yang lebih

bersih untuk memasak selain minyak tanah. Seiring berjalannya waktu, LPG semakin disukai

karena sifatnya yang lebih praktis dan bersih. Selain itu jauh lebih cepat pemanasannya jika

dibandingkan dengan bahan bakar lainnya.

Dengan harga yang lebih tinggi dari minyak tanah, LPG merupakan bahan bakar yang

populer di kalangan masyarakat menengah ke atas. Sejak 2007 pemerintah menggulirkan

program Konversi Minyak Tanah ke LPG, dengan tujuan untuk mengubah pengguna minyak

tanah bersubsidi yang mayoritas merupakan kalangan masyarakat ekonomi lemah menjadi

pengguna LPG.

Dengan mengubah penggunaan minyak tanah bersubsidi menjadi LPG bersubsidi, pemerintah

memperhitungkan akan mendapatkan penghematan dari sisi subsidi, selain juga memberikan

akses kepada masyarakat ekonomi lemah terhadap bahan bakar yang lebih bersih. Hasil

pemeriksaan BPK RI, kebijakan pemerintah ini bisa menghemat hingga Rp16,2 triliun.

Agar lebih bisa menjangkau daya beli masyarakat kelas bawah, LPG untuk rumah tangga

yang selama ini dikemas dalam kemasan 12 kg dibuat dalam kemasan yang lebih kecil yaitu

3 kg. Dengan pemberian subsidi, harga jual dapat ditekan lebih rendah dan masyarakat

ekonomi lemah dapat memperolehnya dengan relatif mudah.

Kini, setelah delapan tahun program ini digulirkan, LPG subsidi 3 kg yang harusnya

diperuntukkan hanya oleh masyarakat kecil masih dijual bebas dengan harga yang terpaut

jauh lebih murah dari yang bobot 12 kg. Akibat lemahnya pengawasan distribusi dan

disparitas harga tersebut, migrasi penggunaan LPG 12 kg ke LPG subsidi 3 kg menjadi

meningkat tajam. LPG ”melon” 3 kg bisa dinikmati siapa saja, termasuk golongan kaya.

Dilema Subsidi

Pemberian subsidi merupakan kelanjutan strategi pembangunan yang mencakup tiga aspek.

Pertama, peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro-growth budget). Kedua, perluasan

kesempatan kerja (pro-job budget). Ketiga, mempercepat penanggulangan kemiskinan (pro-

Page 125: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

125

poor budget). Subsidi merupakan kebijakan yang dinilai efektif dalam meringankan beban

rakyat.

Secara umum, kebijakan subsidi mencakup dua jenis yaitu subsidi energi dan subsidi non-

energi. Subsidi energi terdiri atas: (1) subsidi bahan bakar minyak (BBM), (2) gas alam cair

(LPG), dan (3) bahan bakar nabati (BBN). Sedangkan subsidi non-energi cakupannya lebih

beragam yaitu terdiri atas: (1) subsidi pangan, (2) subsidi pupuk, (3) subsidi benih, (4) subsidi

untuk public service obligation (PSO), (5) subsidi bunga kredit program, dan subsidi pajak

ditanggung pemerintah (DTP).

Subsidi BBM adalah subsidi yang diberikan kepada masyarakat yang menggunakan

premium, minyak tanah, dan minyak solar. Subsidi LPG diberikan kepada masyarakat

pengguna kompor gas yang menggunakan LPG melon. Khusus subsidi LPG ini, Anggaran

Pendapatan Belanja Negara (APBN) akan mendapat postur beban baru sebesar 28 triliun.

Kini budget itu harus naik jadi Rp35 triliun dalam APBN Perubahan 2015. Padahal di sisi

lain, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah memotong drastis anggaran subsidi energi

dari Rp206,9 triliun menjadi Rp137,8 triliun dalam APBN-P 2015. Penurunan drastis

anggaran subsidi energi berasal dari anggaran subsidi BBM, LPG, dan bahan bakar nabati

(BBN) yang tercatat anjlok Rp211,3 triliun. Dari sebesar Rp276 triliun di RAPBN 2015

menjadi Rp64,7 triliun di APBN-P 2015.

Kondisi tersebut sebenarnya tidak baik untuk Indonesia. Saat ini di Jakarta harga LPG 3 kg

sebesar Rp16.000 per tabung atau sekitar Rp5.300 per kg. Sementara harga LPG 12 kg

mencapai Rp129.000 atau Rp10.750 per kg. Terdapat selisih harga yang tinggi di antara dua

produk tersebut. Akibat tingginya disparitas harga tersebut, tingkat konsumsi LPG 3 kg pun

terus meningkat. Pada 2014 konsumsi LPG melon mencapai 5,6 juta metrik ton. Jumlah ini

meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan pada 2009 yang konsumsinya hanya 1,76

metrik ton. Konsumsi LPG 12 kg relatif tidak berubah di kisaran 900.000 sampai 1 juta

metrik ton per tahun.

Bila migrasi LPG ini terus terjadi, subsidi yang seharusnya diberikan masyarakat kelas bawah

pengguna LPG 3 kg semakin melenceng dari sasaran. Subsidi LPG melon bisa menjadi

”ancaman” bagi keuangan Indonesia. Sudah saatnya pemerintah berupaya membatasi melalui

regulasi dan sistem distribusi yang jelas.

Distribusi Tertutup

Mengatasi dilema subsidi LPG melon tersebut, pemerintah sebaiknya mempersiapkan

program mekanisme distribusi tertutup. Tujuan dari penyaluran secara tertutup ini adalah

penyaluran LPG melon tepat sasaran kepada keluarga kurang mampu dan usaha mikro.

Pemerintah sebaiknya segera merealisasikan itu. Ini diperlukan untuk memberi kepastian

kepada masyarakat bahwa pengguna LPG melon tidak akan mengalami kelangkaan karena

Page 126: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

126

disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berhak.

Menurut Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2009,

Pendistribusian Tertutup adalah sebuah sistem pendistribusian LPG tertentu untuk rumah

tangga atau usaha mikro yang menggunakan LPG tertentu yang terdaftar menggunakan kartu

kendali.

Kartu kendali ini tanda pengenal resmi yang diberikan kepada rumah tangga dan usaha mikro

yang menggunakan LPG tertentu sebagai alat pengawasan dalam pendistribusian LPG

tertentu. Kartu pengendalian tersebut bisa menggunakan kartu tanda penduduk elektronik (e-

KTP) atau kartu keluarga sejahtera (KKS) yang diterbitkan pemerintah di bawah koordinasi

menko pembangunan manusia dan kebudayaan.

Untuk mengawal distribusi tertutup agar tidak dipermainkan oleh sekelompok pihak,

penegakan hukum (law enforcement) perlu dilengkapi melalui SK pemerintah daerah masing-

masing. Tanpa ada punishment yang kuat bagi yang melanggar mustahil sistem distribusi

tertutup bisa berjalan.

Sistem ini juga bisa beroperasi aman jika didukung kebijakan harga eceran tertinggi (HET)

yang kondusif untuk mendorong suasana bisnis yang sehat. Penentuan HET sebaiknya tidak

pada level agen, namun pada titik pengecer sehingga meminimalkan permainan harga dari

agen sampai konsumen akhir.

Disparitas harga adalah kunci kemelut LPG. Semakin lebar kesenjangan, para spekulan

makin berpesta dengan mempermainkan stok dan harga. Potensi kriminal lain adalah

pengoplosan isi LPG melon dengan tabung biru, lantas dijual dengan harga non-subsidi.

Pemerintah harus berani mengambil kebijakan seperti yang dilakukan pada bahan bakar

minyak. Subsidi BBM yang bertahun-tahun membebani anggaran negara menjadi lebih

longgar sejak diberlakukan mekanisme subsidi tetap. Kebijakan ini pula yang sekarang

diperlukan untuk komoditas LPG. Khusus terhadap LPG melon harus menggunakan

mekanisme distribusi tertutup. Kita tunggu.

ALI MASYKUR MUSA

Ketua Umum PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)

Page 127: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

127

Warisan Kepemimpinan Model Singapura

Koran SINDO

26 Maret 2015

Wafatnya Lee Kuan Yew (LKY), Bapak Singapura, Senin dini hari lalu mendapat perhatian

dunia. Paling tidak ada dua hal yang menyebabkannya.

Pertama, faktor pribadi LKY yang dinilai sangat luar biasa dalam mentransformasikan

Singapura dari negara seukuran sebuah kota yang hampir tidak dikenal dunia pada tahun

1960-an hingga masuk menjadi jajaran elite negara di percaturan internasional saat ini.

Kedua, menyangkut masa depan Singapura setelah wafatnya LKY dan relevansinya bagi

negara-negara lain yang sedang membangun, termasuk Indonesia.

Model Pembangunan

Dalam literatur tentang keberhasilan pembangunan di negara-negara Asia Timur dikenal

istilah Keajaiban Asia Timur (East Asian Miracle). Singapura menjadi satu dari empat naga

Asia yang sukses menggeliat selain Korea Selatan, Taiwan, dan Hong Kong.

Di antara berbagai pendekatan yang ada, konsep negara pembangunan (developmental state)

banyak disebut mampu menjelaskan keberhasilan empat naga Asia. Konsep negara

pembangunan ini pada intinya mengedepankan intervensi negara secara terstruktur dalam

sendi-sendi ekonomi, mengatur regulasi perekonomian, menentukan target industri unggulan,

termasuk mengeluarkan kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung (favorable) bagi

pelaku industri. Dampaknya, bisa ditebak, kinerja ekonomi yang luar biasa.

Namun, konsep ini juga menuai kritik. Kuatnya intervensi negara sering menyebabkan

masyarakat lemah tak berdaya menghadapi rezim yang berkuasa. Buku Ekonomi Politik Asia

Timur (Wan, 2008) menyebutkan Singapura menjadi satu-satunya negara Asia yang

berpendapatan tinggi (high income economies) yang masuk kategori demokrasi otoritarian

(authoritarian democracy).

Sementara empat negara lain, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan menjadi negara demokrasi

yang matang (consolidated democracy) serta Hong Kong yang di bawah pengaturan

administrasi khusus. Fakta ini menunjukkan bagaimana hubungan antara keberhasilan

pembangunan ekonomi dengan perubahan politik (rezim kekuasaan) di suatu negara. Hal

terakhir ini yang selalu menjadi perdebatan sejauh mana keefektifan konsep negara

pembangunan tersebut.

Warisan Kepemimpinan

Page 128: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

128

Dalam khazanah bisnis terdapat cara pandang tentang kepemimpinan yang popular dengan

sebutan Interactional Framework (Hughes, Ginnet, Curphy, 2005). Pemikiran ini merupakan

pengembangan dari pendekatan kepemimpinan yang dikemukakan oleh Hollander (1978).

Menurut pandangan ini, kepemimpinan merupakan hasil interaksi antara pemimpin (leader),

pengikut (follower) dan situasi (situation).

Kepemimpinan merupakan proses interaksi dinamis antara pemimpin dan pengikut yang

berlangsung dalam suatu situasi atau lingkungan tertentu. Dengan demikian, seorang

pemimpin yang berhasil tidak dapat ditentukan semata-mata oleh pemikiran visionernya,

karisma yang kuat, memiliki penampilan yang menarik, keahlian, dan faktor-faktor

ideosinkretik lain. Seorang pemimpin juga bergantung pada seberapa loyal, komitmen dan

kepercayaan (trust) pengikut kepada pemimpinnya.

Selain itu, situasi menempati peran yang tidak kalah penting. Situasi dapat diartikan dari

sebuah kondisi yang tercipta karena penugasan kelompok kecil dalam organisasi, situasi

dalam birokrasi, hingga konteks sosial, politik, ekonomi, dan keamanan dalam suatu negara.

Bila kita menggunakan pemikiran tersebut, kepemimpinan LKY memiliki karakteristiknya

sendiri yang unik, kontekstual dan mungkin sulit direplikasikan pada konteks negara lain.

LKY seorang pribadi yang memiliki kualitas pemimpin kelas dunia dan pekerja keras hingga

akhir hayatnya.

Para pengikutnya dalam hal ini rakyat Singapura pun secara umum dapat dikatakan cukup

loyal, memiliki komitmen mendukung dan memiliki tingkat kepercayaan tinggi pada

pemimpinnya. Kurun waktu 1960an hingga 1990an merupakan sebuah situasi dan kondisi di

mana terjadi perubahan yang dinamis dari tingkat domestik, regional, maupun global.

Bila dikaitkan dengan model pembangunan di atas, model Singapura ini dapat dikategorikan

sebagai rezim demokrasi otoritarian. Dalam rezim ini cengkeraman kekuasaan politik

menjadi panglima dan digunakan untuk mengedepankan kepentingan ekonomi yang telah

ditetapkan oleh negara. Salah satu dampaknya adalah mengorbankan kebebasan sipil seperti

kurang menghormati hak asasi manusia, termasuk nilai-nilai demokrasi. Penggunaan hak-hak

sipil itu diatur secara ketat oleh negara.

Model kepemimpinan LKY ini ternyata banyak menginspirasi bahkan menjadi rujukan para

pemimpin di beberapa negara seperti Ukraina, Georgia, hingga Rusia. Walaupun antara

Singapura dan negara-negara Eropa timur memiliki perbedaan konteks yang cukup besar.

Kepemimpinan LKY yang unik, berkarakter visioner dan pekerja keras direduksi menjadi

sekedar pemerintahan yang kuat sehingga cenderung memunculkan ciri kediktatoran.

Relevansi

Kesuksesan LKY membangun Singapura menjadi salah satu dari deretan negara maju di

Page 129: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

129

dunia menjadikannya sangat layak ditahbiskan sebagai Bapak Singapura. Setelah lengser

sebagai perdana menteri, kemudian menjabat menteri senior merupakan salah satu bukti

bahwa LKY berusaha menerapkan transisi yang smooth dan tidak menimbulkan riak-riak

yang berarti.

LKY sebagai figur yang menjadi panutan rakyat Singapura, bahkan memberikan inspirasi

bagi sebagian pemimpin dunia, saat ini sudah pergi. Tantangan Singapura saat ini adalah

apakah putera tertuanya, Lee Hsien Loong, mampu meneruskan leadership legacy LKY

ketika situasi pun telah berubah. Apalagi pengikut pun mulai berubah dengan semakin sadar

akan hak-hak sipil mereka.

Bagi Indonesia yang saat ini sedang mengedepankan kehadiran negara (intervensi negara) di

bidang-bidang kehidupan penting warga negara, tidak bisa begitu saja menggandakan model

Singapura. Indonesia memang memiliki pemimpin yang hebat dan dipuja oleh para

pengikutnya yang loyal. Namun, situasi di Indonesia saat ini sangat dinamis dan pengikutnya

pun kritis atas hak-hak sipil mereka. Sikap yang cenderung otoriter tentu tidak bisa

diterapkan begitu saja. Akankah muncul model kepemimpinan Jokowi?

TIRTA N MURSITAMA, PhD

Guru Besar Bisnis Internasional, Departemen Hubungan Internasional Binus University

Page 130: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

130

Lee

Koran SINDO

26 Maret 2015

”Bahkan dari ranjang saya, ketika Anda ingin memasukkan jasad ini ke liang lahad, tetapi

saya merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan Singapura, saya akan bangun. Mereka

yang percaya bahwa setelah saya meninggalkan pemerintahan, meninggalkan posisi saya

sebagai Perdana Menteri, saya akan pensiun secara permanen, harus benar-benar

memeriksakan kepalanya.”

Anda pasti tahu siapa yang mengucapkan kalimat itu. Dia adalah Lee Kuan Yew. Kalimat itu

ia ucapkan pada 1988, dua tahun sebelum Lee mengundurkan diri dari posisinya sebagai

Perdana Menteri Singapura dan menyerahkan ke Goh Chok Tong. Lalu Goh Chok Tong yang

orang bilang sebagai perdana menteri transisi, kemudian menyerahkan posisinya kepada anak

sulung Lee, Lee Hsien Loong atau BG Lee.

Senin dini hari, 23 Maret 2015, Lee meninggal dunia pada usia 91 tahun setelah sekian lama

dirawat akibat menderita menyakit pneumonia. Singapura, juga kita, ikut berduka.

Kendali Penuh

Lee adalah Singapura. Singapura adalah Lee. Dunia mengakuinya. Lee mampu membawa

Singapura, sebuah negara kecil menjadi negara yang bukan saja penting dalam kancah

perdagangan dunia, tetapi juga sangat strategis. Pelabuhan Singapura, menurut World

Shipping Council, saat ini menjadi pelabuhan tersibuk ke-2 di dunia dilihat dari volume

kargonya.

Kemudian saat ini sekitar 50% perdagangan minyak mentah dunia harus lewat Pelabuhan

Singapura dan ”memaksa” perusahaan-perusahaan minyak dunia membuka kantor

perwakilan di sana. Singapura saat ini menjadi pusat pertukaran mata uang asing terbesar ke-

4 di dunia setelah London, New York, dan Tokyo.

Badan-badan ekonomi dunia menilai Singapura, termasuk dalam peringkat 10 negara yang

perekonomiannya paling terbuka, paling kompetitif, dan paling inovatif di dunia. Ribuan

ekspatriat bekerja di sana. Untuk bersaing merebut pasar Asia, hampir semua perusahaan

multinasional membuka perwakilan di Singapura. Menurut catatan majalah bisnis Fortune,

ada 425 perusahaan Amerika Serikat beroperasi di sana. General Electric, salah satu yang

terbesar, bahkan punya tujuh pabrik perakitan di Singapura.

Page 131: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

131

Hadirnya perusahaan-perusahaan besar dari berbagai negara, selain membuka ribuan

lapangan kerja, juga menciptakan proteksi alamiah. Banyak negara di luar sana

berkepentingan melindungi Singapura dari berbagai ancaman yang bisa mengguncang roda

perekonomian negeri itu. Perusahaan-perusahaan itu juga membayar pajak dalam jumlah

tidak sedikit.

Kombinasi semua faktor itu yang membuat Singapura menjadi salah satu negara terkaya di

dunia. Produk domestik bruto (PDB) per kapita Singapura sampai tahun lalu menempati

peringkat ke-3 teratas, setelah Qatar dan Luksemburg.

Bagaimana Lee bisa membuat the little red dot menjadi negara seperti itu? Padahal Singapura

sama sekali tak memiliki sumber daya alam, seperti minyak atau mineral. Dulu sebagian

wilayah Singapura bahkan berupa rawa-rawa. Satu-satunya anugerah yang dimiliki Singapura

hanya pelabuhan.

Kuncinya, menurut saya, adalah kendali. Lee mengontrol semua yang ada di

Singapura. Birokrasi, BUMN, perusahaan swasta, bahkan rumah tangga dan perilaku setiap

warga negaranya. Lee mengelola negara seperti dia mengurus perusahaan. Sebagai Perdana

Menteri, Lee adalah Chairman sekaligus CEO Singapore Inc. Fortune menyebut Lee sebagai

Autocratic Chief Executive dari Singapore Inc.

Di dalam korporasi, Anda tahu tak ada demokrasi. Anda boleh bersuara dan menyampaikan

pendapat, tetapi keputusan sepenuhnya ada di tangan CEO. Sebagai CEO Singapura, Lee

sangat peduli dengan imbal hasil investasi (rate of return) dari setiap penanam modal, baik

yang dilakukan investor maupun negara. Filosofi ekonomi Lee sangat sederhana. ”We do not

expect something for nothing,” begitu katanya.

Lee juga mengendalikan penuh upah buruh. Semua itu ia lakukan untuk membuat produk-

produk Singapura kompetitif di pasar internasional. Sama sekali tak ada toleransi untuk aksi-

aksi yang berpotensi mengganggu perekonomian negara itu.

Meski begitu, Lee tak pelit memberi subsidi. Buruh-buruh berpenghasilan rendah hanya

menghabiskan 13% dari gajinya untuk membayar sewa apartemen. Bahkan, sebagian dari

mereka berani mencicil apartemen.

Sebagai kepala rumah tangga Singapura, ia bahkan merasa berkepentingan mengendalikan

perilaku setiap orang yang ada di dalamnya. Lee melarang anak-anak muda Singapura

berambut gondrong. Ia menilai itu sebagai simbol perlawanan ala budaya barat dan

menganggapnya bisa merusak etos kerja. Lee mengakui kebijakannya itu. Katanya, ”Saya

sering dituduh mencampuri kehidupan pribadi masyarakat. Iya, saya akui. Saya mengatur

cara mereka bersuara, bagaimana mereka meludah, atau bahasa yang mereka pakai. Saya

memutuskan apa yang saya anggap benar. Saya lakukan itu tanpa penyesalan.”

Page 132: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

132

Lee membela kebijakannya itu dengan mengatakan, ”Jika saya tidak melakukan itu, kita tak

akan berada di sini pada hari ini. Ekonomi kita tidak akan maju.” Sampai saat ini mungkin

Lee benar.

Beberapa Tanya

Singapura adalah Lee. Lee adalah Singapura. Kini pemegang penuh kendali atas Singapura

itu telah tiada. Sebagian orang mulai bertanya-tanya, seperti apa masa depan Singapura tanpa

Lee.

Dalam kolomnya di harian terbitan Malaysia, Tan Wah Piow menulis, ”With his dead, the

truth about the man will emerge.” Tan, kini pengacara, adalah mantan tokoh mahasiswa yang

pada 1976 diasingkan ke London. Pada 1987, Pemerintah Singapura menuduh Tan sebagai

dalang gerakan Marxist Conspiracy.

Lee juga memiliki banyak lawan politik. Dulu ia tak segan-segan memenjarakan

penentangnya tanpa prosedur hukum. Memang politik bukan menjadi isu penting di negara

itu. Saya pernah beberapa kali bertemu anak-anak muda Singapura. Mereka berujar dengan

mimik wajah jijik, ”Politics is rubbish.” Tapi, itu dulu ketika Lee masih sangat powerful

meski sudah bukan PM.

Kritik juga terarah pada keluarga Lee yang mengendalikan penuh bisnis-bisnis BUMN-nya.

Menantu Lee, Ho Ching yang juga istri PM Singapura saat ini, Lee Hsien Loong alias BG

Lee adalah CEO dan Direktur Eksekutif Temasek. Anda tahu, Temasek adalah holding

company dari semua BUMN Singapura.

Tapi bedanya, di Singapura mereka perform, negaranya maju, kendati semua individu tak

bisa hidup seenak hati seperti di sini. Semua orang dilarang bicara sembarangan, demo

sesuka hati, atau hidup bermalas-malasan. Semuanya produktif.

Selamat jalan Lee. Semoga Singapura baik-baik saja sehingga Anda tak perlu bangkit dari

kubur.

RHENALD KASALI

Pendiri Rumah Perubahan

@Rhenald_Kasali

Page 133: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

133

Pelabuhan Cilamaya, untuk Siapa?

Koran SINDO

27 Maret 2015

Kunjungan Presiden Jokowi ke negeri Jepang dan Tiongkok kali ini menimbulkan harap-

harap cemas sejumlah kalangan, terutama berbagai kalangan yang memiliki kepentingan di

Cilamaya, Karawang.

Banyak pihak menduga bahwa salah satu agenda pembicaraan Jokowi di dua negara tersebut

berkaitan erat dengan keputusan pemerintah mengenai keberlangsungan rencana

pembangunan Pelabuhan Cilamaya. Sebagaimana diketahui, pada pemerintahan lalu, melalui

proyek MP3EI-nya, telah memproyeksikan pembangunan Pelabuhan Cilamaya sebagai

bagian dari program Metropolitan Priority Area (MPA).

Salah satu pertimbangan utama tentang pentingnya pembangunan Pelabuhan Cilamaya

adalah Pelabuhan Tanjung Priok dinilai tidak mencukupi lagi kapasitasnya alias

overcrowded. Selain itu, pembangunan Pelabuhan Cilamaya dan semua infrastruktur

pendukungnya seperti jalan tol juga diperkirakan dapat memangkas kepadatan lalu lintas di

Jakarta hingga 30%.

Awalnya rencana ini seakan dapat bergulir dengan mulus. Terlebih, kebutuhan dana

pembangunan yang mencapai Rp43,5 triliun ini telah menemukan solusinya dengan tidak

menggunakan dana APBN. Jalan keluar ini berupa kesediaan Pemerintah Jepang yang

antusias menyanggupi membangun pelabuhan dengan sistem build operate transfer (BOT).

Dengan kata lain, perusahaan Jepang akan membangun dan mengelola pelabuhan tersebut

dalam jangka waktu tertentu sebelum menjadi aset Indonesia.

Antusiasme Jepang ini didorong oleh rencana sejumlah pengusaha automotif Jepang seperti

Mitsubishi dan Yamaha untuk merelokasi perusahaan secara besar-besaran dari Thailand ke

Indonesia. Adapun kawasan industri yang diincar di antaranya di Cibitung, Cikarang berjarak

dekat dengan Cilamaya.

Dilihat sekilas, megaproyek ini demikian menggiurkan. Pemerintah cukup duduk manis,

investor datang sendiri, membangun pelabuhan, merelokasi pabrik-pabriknya ke Indonesia,

ekonomi tumbuh, dan pemerintah tinggal menghitung keuntungannya. Tetapi, seiring dengan

waktu, kompleksitas persoalan yang mengiringi rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya

ini muncul satu demi satu. Ini seolah mengonfirmasi bahwa pemilihan lokasi dari rencana

tersebut kurang menyeluruh.

Kompleksitas

Page 134: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

134

Hingga kini pemerintahan Jokowi belum memberikan jawaban terang tentang kelanjutan

megaproyek ini meski memberikan isyarat akan melanjutkan. Pemerintah bahkan terkesan

tidak cukup terbuka menyosialisasikan rencananya. Untuk itu, selagi masih ada waktu, tepat

kiranya bila pemerintah menimbang ulang program warisan pemerintah terdahulu ini.

Sejak awal pemerintah sesungguhnya terlihat kurang memperhitungkan faktor-faktor lain

yang berpotensi menimbulkan kerugian yang lebih besar. Sekurangnya terdapat tiga faktor

yang saling terkait dan memiliki multiplier effect jika pembangunan Pelabuhan Cilamaya

dilanjutkan.

Pertama, keberadaan anjungan minyak Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java

(PHEONWJ) yang memiliki bentangan pipa-pipa minyak sepanjang 1.900 kilometer di lepas

pantai Karawang. Dengan jalur pipa berukuran 28 inci yang tergeletak di dasar laut dangkal,

kawasan ini jelas tidak mungkin dilewati kapal-kapal besar yang akan hilir mudik ke

Pelabuhan Cilamaya. Jika memaksa berlabuh, jangkar kapal bisa menghancurkan pipa-pipa

tersebut dengan risiko minyak bocor.

Bila fasilitas Pertamina ini dipindah, negara akan mengalami kerugian sebesar 40.000 barel

per hari dan pasokan gas 190 mmsfcd, selama proses pemindahan. Jumlah ini sangat

signifikan mengingat produksi minyak nasional hanya 840.000 barel per hari. Belum lagi,

bila PHE ONWJ terhenti, PLTGU Muara Karang akan ikut macet dan berdampak pada

pasokan listrik di Ibu Kota pun ikut macet. Opportunity lost dari PLN saja dapat mencapai

Rp5,5 miliar per hari.

Apalagi, bila pemerintah nekat menutup PHE ONWJ, kawasan yang memiliki cadangan

minyak terbukti sebesar 80 juta barel, P2 mencapai 80 juta barel, P3 mencapai 130 juta barel,

dan cadangan kontingensi 600 juta barel, memaksakan Pelabuhan Cilamaya dengan

mengorbankan PHE ONWJ sama dengan “air di tempayan dibuang, mengharap hujan dari

langit” (National Geographic Indonesia, Maret 2015).

Masih ada faktor ikutan lain yakni lenyapnya pasokan gas dari PHE ONWJ untuk Pupuk

Kujang yang menyuplai 600.000 ton pupuk urea subsidi setiap tahun untuk petani Jawa

Barat. Opportunity lost dari Pupuk Kujang saja dapat mencapai Rp6,1 miliar per hari.

Kedua, hancurnya ekonomi nelayan yang selama ini beroperasi di perairan utara Kabupaten

Karawang dan sekitarnya. Kawasan ini salah satu potensi terbesar rajungan yang hidup di

terumbu karang di lautan dangkal yang bisa dipastikan akan rusak diterjang kapal-kapal besar

yang menuju Pelabuhan Cilamaya. Ke manakah pemerintah hendak memindahkan belasan

ribu nelayan Karawang? Sebuah ironi dari semboyan Poros Maritim Dunia.

Ketiga, pertanian Karawang merupakan lumbung padi Jawa Barat. Bila Pelabuhan Cilamaya

dibangun, kita tidak bisa menghitungnya akan memengaruhi kawasan seluas 6 kilometer

persegi saja, tetapi akan segera diikuti konversi besar-besaran lahan pertanian menjadi

Page 135: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

135

kawasan industri. Menurut perkiraan Oxfam, Pelabuhan Cilamaya sekurangnya akan

menyebabkan alih fungsi lahan pertanian seluas 600 hektare.

Saat ini ratusan hektare lahan pertanian di Karawang bahkan telah berpindah tangan ke para

spekulan. Jika ini diteruskan, lenyaplah produksi 300 ton padi per musim yang selama ini

menyangga pangan nasional. Di tengah upaya pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan

nasional, apakah kerugian ini tidak dihitung?

Kepentingan Nasional

Mengacu pada kompleksitas persoalan di atas, terpampang dengan telanjang besarnya potensi

kerugian ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dapat ditimbulkan oleh Pelabuhan Cilamaya.

Untuk itu, pemerintahan Jokowi-JK sebaiknya mempertimbangkan secara serius dan sejak

dini untuk mencari solusi yang benar-benar berisiko minimal, tetapi memiliki tujuan lebih

panjang.

Tentu saja, ini tidak mudah karena akan ada desakan dan tekanan berbagai pihak agar proyek

ini segera direalisasikan. Terutama berbagai kalangan yang telanjur menaburkan dana

investasi dalam bentuk pembelian lahan, spekulan tanah, pengembang kawasan industri,

maupun kalangan industri yang telah mendesain business plan-nya di kawasan Karawang.

Tetapi, pemerintahan Jokowi wajib menimbang kepentingan nasional yang lebih besar

daripada keuntungan jangka pendek yang berisiko besar.

Beberapa kalangan telah mengusulkan alternatif pemindahan pelabuhan ke Subang,

Indramayu, atau Cirebon. Alasannya, lokasi-lokasi ini terkait pembangkit listrik yang sudah

ada atau sedang direncanakan sehingga daya dukungnya terhadap pelabuhan akan lebih

memadai. Daerah lain juga diusulkan yakni dengan memindahkannya ke Jawa Tengah

dengan pertimbangan strategis untuk pemerataan pembangunan nasional.

Tetapi, akan lebih baik dan lebih adil jika kiranya pemerintahan tidak terburu-buru

mengambil keputusan. Apalagi jika keputusan itu dipengaruhi kepentingan-kepentingan yang

bukan bersifat national interest.

Sj ARIFIN

Direktur Eksekutif Centrum Advisory Group

Page 136: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

136

Membangun Sektor Pelayaran

Koran SINDO

28 Maret 2015

Kita patut mengapresiasi Pemerintah Republik Indonesia di bawah pimpinan Presiden Joko

Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla yang memberikan perhatian kepada sektor maritim

melalui program-program dalam rangka Tol Laut maupun untuk mewujudkan Indonesia

sebagai Poros Maritim Dunia.

Terlepas dari ada pro dan kontra, program tersebut memberikan harapan bagi sektor-sektor

yang terkait kemaritiman, termasuk sektor pelayaran untuk lebih berkembang dan berdaya

saing tinggi. Konsep tersebut akan memperkuat pencapaian selama 10 tahun terakhir sejak

Indonesia mempertegas kembali pelaksanaan haknya untuk menerapkan asas cabotage bagi

angkutan dalam negerinya.

Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, sudah waktunya bagi bangsa

Indonesia untuk mengembalikan kejayaan maritim nasional. ”Samudera, laut, selat, dan teluk

adalah masa depan peradaban kita,” demikian kalimat yang disampaikan Presiden Joko

Widodo saat pidato pertama kali sebagai Presiden Republik Indonesia.

Memang masih perlu kajian sejarah kapan Indonesia pernah mencapai kejayaan sebagai

bangsa maritim sehingga kita tergerak dan berkeinginan untuk mengembalikan kejayaan

tersebut. Tetapi, di bidang transportasi laut, kita pernah memiliki catatan sejarah yang manis

di mana pada 1960-an hingga 1980-an, pelayaran niaga nasional menguasai kegiatan

angkutan laut dalam negeri dan konon menguasai lebih dari 70% muatan angkutan laut

ekspor-impor.

Karena itu, memberikan perhatian yang lebih besar kepada sektor kemaritiman, khususnya di

bidang angkutan laut, merupakan hal yang sangat fundamental menilik Indonesia sebagai

bangsa maritim yang memiliki potensi ekonomi strategis yang sangat besar untuk

mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Modal Penting

Kita mencatat bahwa memasuki medio tahun 1980-an, sektor pelayaran nasional mulai

mengalami kemunduran. Puncaknya pada 2005 saat Indonesia benar-benar menjadi penonton

di negerinya sendiri. Indikator kemunduran itu sebanyak 46% angkutan laut domestik dan

96% angkutan ekspor-impor Indonesia dikuasai perusahaan dan kapal-kapal luar negeri.

Entah berapa kerugian ekonomi yang harus ditanggung bangsa ini selama dua dasawarsa

Page 137: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

137

tersebut sebelum akhirnya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan

Industri Pelayaran Nasional terbit. Yang jelas, selama pelayaran terpuruk, biaya ekonomi dan

logistik menjadi sangat mahal, bahkan imbasnya masih dirasakan masyarakat Indonesia

hingga sekarang. Mahalnya biaya logistik yang saat ini mencapai 23,6% terhadap produk

domestik bruto (PDB) sehingga menjadi salah satu yang tertinggi di kawasan ASEAN serta

indeks logistic performance index (LPI) yang buruk dibandingkan 2007 merupakan sisa dari

masalah kondisi angkutan laut yang terpuruk sejak 1980-an tersebut.

Hanya, saat ini Indonesia telah memiliki modal untuk mengembalikan kejayaan maritim

nasional, khususnya di bidang angkutan laut. Modal utamanya adalah success story asas

cabotage yang berhasil dilaksanakan sejak 2005. Konsistensi Indonesia dalam menerapkan

asas cabotage selama ini mampu menarik investasi untuk pembelian kapal hingga lebih dari

USD18 miliar.

Tidak heran jika sekarang, pelayaran niaga nasional sudah mendekati sasaran utama untuk

menjadi tuan rumah di negerinya sendiri dengan kemampuan mengangkut seluruh kargo

domestik seperti yang pernah terjadi pada era 1960-an hingga 1980-an meski harus diakui,

kapal niaga nasional belum bisa banyak berbicara pada kegiatan angkutan ekspor-impor

Indonesia.

Kapal-kapal nasional juga sudah banyak ragam dan tipenya. Terdapat ratusan kapal-kapal

untuk kebutuhan angkutan domestik seperti kapal jenis general cargo, kapal curah kering,

kapal curah cair, kapal penumpang dan RORO, maupun kapal-kapal peti kemas yang

berkapasitas 1.500 TEUs. Populasi dan kapasitas kapal untuk angkutan antarpelabuhan dan

pulau ini akan terus meningkat sejalan pertumbuhan muatan dan ketersediaan infrastruktur

penunjangnya.

Di sisi lain, pelayaran nasional juga sudah membeli kapal-kapal yang memerlukan investasi

sangat mahal serta berteknologi mutakhir seperti kapal jenis platform service vessel, anchor

handling tug and supply di atas 12.000 horse power, very large crude carrier, very large gas

carrier, kapal-kapal untuk kegiatan pengeboran minyak dan gas di laut, kapal penunjang

kegiatan konstruksi lepas pantai maupun kapal untuk kegiatan survei minyak dan gas bumi.

Kemajuan ini seharusnya sudah dirasakan oleh masyarakat Indonesia melalui tarif angkutan

laut yang semakin kompetitif, jaringan pelayaran yang semakin luas, dan disparitas harga

bahan pokok yang dapat ditekan. Hingga kini tarif angkutan laut masih terkesan mahal,

banyak faktor pemicunya seperti tarif kepelabuhanan, biaya bongkar muat, waktu tunggu

kapal, pajak-pajak yang tidak lazim di dunia internasional hingga kesenjangan muatan

antarpelabuhan.

Langkah Cerdas

Apa yang sudah dicapai pelayaran saat ini bisa dikatakan sebagai satu langkah penting dalam

mewujudkan visi Indonesia sebagai bangsa maritim dalam perspektif angkutan laut. Langkah

Page 138: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

138

berikutnya bagaimana pelayaran nasional dapat berbicara banyak di kancah internasional

yakni memperbesar peran pada kegiatan angkutan ekspor-impor Indonesia.

Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019, Kabinet Kerja di

bawah pimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah menetapkan

target tinggi di bidang pelayaran seperti populasi kapal niaga nasional meningkat menjadi

21.111 unit pada 2019 dan jumlah perusahaan pelayaran mencapai 4.060 unit.

Jika merujuk pada data terakhir perkembangan populasi kapal nasional hingga Juli 2014,

selama lima tahun ke depan akan ada tambahan kapal nasional sebanyak 7.075 unit dan

perusahaan baru di bidang pelayaran sebanyak 980 unit perusahaan. Kondisi ini cukup

menggembirakan, tetapi juga mengkhawatirkan mengingat saat ini saja setidaknya 30%

armada niaga nasional menganggur karena kesulitan muatan.

Salah satu solusi agar RPJM di bidang perkapalan tercapai, bagaimana pemerintah dapat

mendorong meningkatkan pangsa pasar angkutan kapal niaga nasional pada kegiatan

angkutan ekspor-impor Indonesia mengingat tidak kurang dari 91% kegiatan ekspor-impor

komoditas Indonesia masih dikuasai kapal-kapal luar negeri.

Sejak 2010 organisasi pelayaran nasional INSA telah mendorong program angkutan ekspor-

impor Indonesia menggunakan kapal nasional. Program ini diusulkan sebagai bagian dari

strategi lanjutan pemberdayaan industri pelayaran nasional. Kementerian Perhubungan telah

memberikan dukungannya untuk mewujudkannya, tetapi program ini melibatkan kementerian

lain.

Pada 2013 Kementerian Perdagangan telah merespons program tersebut dengan

merencanakan untuk mengubah term of trade ekspor dari free on board (FOB) menjadi coast,

insurance, and freight (CIF) hingga sejak awal 2014 lahir dan diberlakukanlah kebijakan

ekspor dari Indonesia wajib menggunakan sistem pencatatan term CIF. Tetapi, pencapaian

tersebut belum mampu mendorong pemilik barang atau eksportir dan importir untuk beralih

dari menggunakan kapal-kapal asing menjadi kapal-kapal berbendera Merah Putih. Akibat

itu, hingga kini potensi ekonomi, devisa, dan penerimaan negara dari ongkos angkut mengalir

deras ke luar negeri, padahal nilainya berkisar Rp80 triliun hingga Rp120 triliun per tahun.

Kita tidak bisa memungkiri bahwa kemajuan industri pelayaran yang dicapai akan

memberikan multiplier effect yang sangat besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,

baik terhadap aspek ekonomi, kedaulatan, sosial budaya, politik maupun pertahanan dan

keamanan. Dengan sendirinya Indonesia telah kembali mencapai kejayaan di bidang maritim,

khususnya di bidang angkutan laut.

Karena itu, kita berharap kepada Kabinet Kerja yang memiliki program andalan Tol Laut dan

Poros Maritim dapat memelopori langkah cerdas dengan mempercepat penggunaan kapal

berbendera Merah Putih pada kegiatan angkutan ekspor-impor Indonesia. Langkah ini

Page 139: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

139

penting melihat besarnya potensi ekonomi, penerimaan negara dan devisa yang selama

bertahun-tahun lamanya dibiarkan menguap ke luar negeri.

CARMELITA HARTOTO

Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA); Wakil Ketua Umum

Kadin Indonesia Bidang Logistik/Bendahara

Page 140: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

140

Defisit Transaksi Berjalan dan Stabilitas Ekonomi

Koran SINDO

30 Maret 2015

Turbulensi nilai tukar rupiah kini mereda meski belum mengalami penguatan secara

signifikan.

Melemahnya nilai tukar rupiah memang tidak sendirian mengingat mata uang dolar AS

sedang menguat terhadap sejumlah mata uang dunia. Turbulensi rupiah di antaranya dipicu

rilis data oleh The Fed mengenai membaiknya data ekonomi Amerika Serikat hingga

spekulasi mengenai kenaikan suku bunga The Fed yang secara psikologis mendorong

investor mengamankan portofolionya dengan memegang dolar AS.

Dari sisi domestik, fondasi ekonomi kita sesungguhnya lebih baik dari kondisi rupiah.

Stabilitas ekonomi makro seperti inflasi turun secara signifikan dari 8,36% tahun lalu menuju

4% tahun ini. Pasar obligasi juga naik dan defisit transaksi berjalan cenderung mengecil.

Defisit transaksi berjalan pada 2014 menurun tipis dari sekitar 3,3% menjadi 3,02% dari

produk domestik bruto. Perbaikan ini karena dukungan kebijakan makro prudensial yang

ketat dan menahan laju pelemahan rupiah. Meski demikian, Bank Indonesia (BI)

memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dalam tahun

2015 ini masih tetap tinggi. Penurunan harga minyak dunia belum signifikan menekan defisit.

Namun defisit transaksi berjalan 2015 akan lebih sehat karena didorong sektor produktif

berupa pembangunan infrastruktur. Sementara aliran dana asing yang masuk ke Indonesia

juga naik, baik lewat portofolio maupun foreign direct investment (FDI).

Indeks BEI juga masih naik karena secara akumulasi terdapat pembelian bersih (net buy)

saham oleh asing. Capital inflow juga masih mengalir ke surat berharga negara maupun

komitmen investasi lainnya.

Meski demikian, kinerja perekonomian juga menghadapi tantangan eksternal seperti

pelemahan pertumbuhan ekonomi China yang dikhawatirkan akan memengaruhi kinerja

perekonomian domestik. Ekspor utama Indonesia ke negeri itu akan menurun dan harga-

harga komoditas utama ekspor kita di pasar dunia belum pulih.

Stabilitas ekonomi yang perlu dijaga adalah memperbaiki kualitas neraca transaksi berjalan.

Neraca transaksi berjalan masih menghadapi tantangan struktural sehingga sulit untuk

Page 141: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

141

dilakukan perbaikan dalam jangka pendek. Bahkan perekonomian masih bisa dibayangi

ancaman defisit yang melebar manakala kinerja ekspor kita merosot dan impornya naik.

***

Secara garis besar terdapat tiga faktor yang memengaruhi defisit transaksi berjalan pada

2015. Pertama, penurunan harga minyak dunia yang akan berdampak positif terhadap neraca

transaksi berjalan karena nilai impor minyak akan menurun.

Kedua, harga komoditas ekspor yang belum sepenuhnya membaik. Pada satu sisi terdapat

penurunan harga minyak dunia sehingga menurunkan beban impor, tetapi di sisi lain kinerja

harga komoditas ekspor menurun sehingga berdampak pelemahan kinerja ekspor.

Ketiga, ambisi pemerintah menggenjot proyek infrastruktur sehingga akan mendorong

peningkatan impor barang modal. Indonesia masih memiliki ketergantungan yang tinggi

terhadap barang modal karena kemandirian industri dalam negeri masih rendah.

Penurunan harga minyak dunia dan reformasi subsidi energi dari pemerintah dapat

memperbaiki defisit transaksi berjalan sektor migas, tetapi impor non-migas terkait proyek

pemerintah di bidang infrastruktur akan menahan perbaikan defisit transaksi berjalan secara

keseluruhan.

Meskipun demikian, defisit transaksi berjalan 2015 diperkirakan masih di sekitar level 3%

dari PDB. Namun struktur defisit lebih sehat ketimbang 2014. Sebab defisit pada 2014

didorong konsumsi minyak yang tinggi. Sementara defisit transaksi berjalan 2015 didorong

sektor yang lebih produktif, yakni pembangunan infrastruktur.

Untuk 2014, sektor non-migas diperkirakan membaik dari defisit USD10,6 miliar di 2013

menjadi defisit USD6,1 miliar. Sementara defisit current account dari sisi migas naik dari

defisit USD18,5 miliar menjadi USD19,7 miliar. Defisit transaksi berjalan tahun ini

diperkirakan masih di level di atas 3% dari PDB.

Penurunan harga minyak dunia tidak akan banyak menekan defisit karena ekspor migas juga

turun signifikan. Selama ini, komoditas migas mencakup 25% dari total ekspor, sedangkan

ekspor non-migas hampir 60%. Dari sisi impor, non-migas mencakup 70% dari total impor

dan sisanya adalah gas.

Kunci ketidakseimbangan neraca transaksi berjalan bersumber dari permasalahan di sektor

pangan, energi, rendahnya daya saing energi, ketergantungan terhadap ekspor komoditas,

serta ketergantungan terhadap impor bahan baku dan barang modal. Impor bahan bakar

minyak (BBM) dan minyak mentah serta impor pangan hortikultura adalah pemicu utama

terjadinya defisit neraca transaksi berjalan (current accounts) Indonesia. Mewujudkan

kemandirian energi dan pangan merupakan salah satu cara efektif untuk mengurangi defisit

transaksi berjalan.

Page 142: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

142

Sementara di industri keuangan seperti sektor asuransi, banyak digunakan perusahaan

reasuransi asing. Meski perusahaan asuransi di Indonesia banyak, banyak juga yang

mereasuransikan asuransinya dengan menggunakan perusahaan asuransi asing sehingga

devisanya tetap keluar.

Sektor jasa lainnya adalah devisa yang kita bayarkan terhadap tenaga kerja asing. Devisa

yang kita bayarkan terhadap tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia jauh lebih besar

daripada remitensi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

***

Terkait dengan upaya memperbaiki defisit transaksi berjalan, saat ini yang harus dilakukan

pemerintah adalah melakukan manajemen impor yang secara kuantitas terus meningkat.

Pemerintah harus serius memverifikasi berbagai komoditas impor yang volumenya bisa

dikurangi. Apalagi menggenjot ekspor di pasar baru juga tidak mudah di tengah kinerja

ekspor yang belum sepenuhnya membaik karena permintaan global turun dan harga

komoditas primer masih rendah.

Salah satu sektor yang perlu difokuskan oleh pemerintah agar defisit transaksi berjalan bisa

ditekan adalah mengembangkan sektor pertanian yang bertujuan mewujudkan kemandirian

pangan dan meningkatkan pasokan pangan domestik disertai perbaikan tata niaga dan

persaingan usaha.

Dari sisi energi juga sangat penting. Ketahanan energi kita sudah semakin merosot, sementara

kita masih menjadi bangsa yang boros energi. Indonesia memiliki sumber energi terbarukan

dan energi alternatif yang besar, tetapi tidak segera dikembangkan menjadi kekuatan energi

yang besar untuk memutus ketergantungan impor energi.

Untuk menekan defisit transaksi berjalan, pemerintah juga harus serius mengembangkan

industri manufaktur yang dapat mendongkrak kinerja ekspor sekaligus bisa menekan impor

barang modal. Akselerasi industri manufaktur ini dibutuhkan untuk menghasilkan perbaikan

kinerja ekspor sehingga dapat mengompensasi impor barang modal yang digunakan

pemerintah untuk membangun infrastruktur pada 2015.

Pemerintah telah menjanjikan fasilitas insentif pajak bagi investor yang serius

mengembangkan industri manufaktur, terutama yang berorientasi ekspor. Fasilitas tersebut

juga dijanjikan bagi investor yang serius membangun industri penunjang guna menyubstitusi

kebutuhan bahan baku impor. Meski demikian, pengembangan industri manufaktur dan

industri substitusi impor baru bisa dirasakan dampaknya dalam beberapa tahun mendatang.

AUNUR ROFIQ

Sekjen DPP PPP/Praktisi Bisnis Sektor Pertambangan dan Perkebunan

Page 143: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

143

Infrastruktur dan Arah Perekonomian

Koran SINDO

30 Maret 2015

Berbeda dengan China, yang saat ini sedang mencoba menggeser motor pertumbuhan

ekonomi dari investasi ke konsumsi domestik, Indonesia justru berupaya menyeimbangkan

sumber utama pertumbuhan ekonomi dari konsumsi ke investasi.

Alasan China memperkuat konsumsi domestik salah satunya karena pelemahan pasar ekspor

global, yang mengakibatkan turunnya kinerja manufaktur sehingga menggerus pertumbuhan

ekonomi negara itu. Selain itu, potensi siklus deflasi, anjloknya harga energi, over-supply

fasilitas produksi nasional, dan lambannya pertumbuhan permintaan domestik membuat

pengambil kebijakan di Negeri Tirai Bambu berusaha memperkuat konsumsi dan pasar

domestik mereka.

Pada 2014, pertumbuhan ekonomi China sebesar 7,4% dan meskipun pemerintah negara itu

optimistis pada 2015 dapat merealisasikan pertumbuhan ekonomi di atas 7%, namun banyak

kalangan yang memperkirakan perlambatan ekonomi masih berlanjut tahun ini.

Sementara itu, Indonesia memiliki tren yang berlawanan arah dalam mendesain penggerak

utama pertumbuhan ekonomi nasional bila dibandingkan dengan China. Selama ini, konsumsi

domestik merupakan sektor penyumbang terbesar pembentukan produk domestik bruto

(PDB). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sektor ini menyumbang 56% pembentukan

PDB nasional pada 2014. Sektor lain seperti belanja pemerintah menyumbang 9,54% PDB

dan pembentukan modal tetap bruto berkontribusi 32,57%. Seiring dengan semakin besarnya

alokasi belanja infrastruktur dalam APBNP 2015 yang mencapai lebih dari Rp290 triliun,

hampir dapat dipastikan kontribusi belanja pemerintah terhadap pembentukan PDB untuk

2015 dapat mencapai di atas 11%. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahuntahun

sebelumnya.

Sebenarnya komitmen untuk shifting arah perekonomian menuju perimbangan dari sisi

supply-side telah dilakukan juga di era sebelumnya. Pada 2011, pemerintah meluncurkan

program yang disebut sebagai MP3EI. MP3EI tidak hanya sebuah program nasional

percepatan dan perluasan pembangunan infrastruktur, tetapi dari perspektif ekonomi,

kebijakan ini juga menandai pergeseran orientasi arah pembangunan yang tidak hanya

mengandalkan sisi konsumsi. Infrastruktur dan sektor riil perlu didorong seiring dengan

semakin meningkat dan menguatnya konsumsi domestik.

Pada saat itu, bottlenecking, kenaikan laju impor dan antrean terjadi. Seiring dengan

meningkatnya aktivitas ekonomi domestik, antrean kerap terjadi baik di pelabuhan, bandara

Page 144: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

144

udara, jalan tol, pemenuhan kebutuhan listrik, maupun sarana-prasarana

lainnya. Konsekuensi dari komitmen ini, porsi belanja infrastruktur terhadap PDB meningkat

tajam dari 1,55% pada 2010 menjadi 2,07% pada 2011.

Saat ini pemerintah melakukan kebijakan politik semakin menegaskan pentingnya

membangun infrastruktur nasional. Melalui penetapan kebijakan penghematan subsidi BBM

dan kemudian dialokasikan ke pembangunan infrastruktur, diharapkan akan mendorong lebih

meningkatnya produktivitas nasional untuk memenuhi tingginya permintaan domestik.

Salah satu indikator dan target yang ingin dicapai adalah menekan biaya logistik dari 23,5%

pada 2014 menjadi 19,2% pada akhir 2019. Sejumlah target pembangunan dari mulai jalan,

bandara, pelabuhan, jalur kereta api, angkutan massal perkotaan, waduk dan irigasi,

pembangkit listrik, pita lebar/broadband, dan rusunawa juga telah disusun untuk jangka

waktu lima tahun ke depan.

Melalui arah baru kebijakan fiskal ini, porsi belanja infrastruktur terhadap PDB meningkat

tajam dari 2,08% pada 2014 menjadi 3,20% pada 2015. Seiring dengan serapan dan realisasi

belanja infrastruktur, pemerintah berharap dapat mendorong dan menggerakkan

perekonomian di tingkat daerah ataupun nasional.

Berdasarkan RPJMN 2015-2019, total kebutuhan anggaran infrastruktur lima tahun ke depan

sebesar Rp5.519,4 triliun. Dari jumlah tersebut, anggaran diharapkan bersumber dari APBN

sebesar 40,14% atau Rp2.215,6 triliun, BUMN 19,32% atau Rp1.066,2 triliun, swasta murni

atau dalam bentuk public private partnership (PPP) sebesar 30,66% atau Rp1.692,3 triliun

dan sisanya BUMD. Multiplier effect dari rencana pembangunan infrastruktur di atas

diharapkan dapat membantu penciptaan lapangan kerja, pemerataan pembangunan,

mengurangi kebergantungan impor, dan pengentasan kemiskinan.

Kita semua tentunya berharap, pergeseran orientasi pembangunan yang lebih

menyeimbangkan supply-demand side juga akan diikuti oleh kebijakan yang tetap

mempertahankan daya beli domestik. Hal ini menjadi semakin penting ketika kita semua

menyadari, sampai saat ini konsumsi domestiklah yang berkontribusi paling besar terhadap

pembentukan PDB. Menjaga daya beli masyarakat dapat dilakukan dari sisi menjaga

keterjangkauan harga domestik.

Salah satu faktor penting selain aspek dalam negeri dalam menjaga daya beli masyarakat,

adalah harga minyak mentah dunia. Kita bersyukur harga minyak mentah dunia saat ini masih

berada dalam kisaran USD50-58/barel, meskipun akhir-akhir ini harga minyak mentah dunia

mulai menunjukkan arah rebound seiring eskalasi konflik dan ketegangan baru di Timur

Tengah. Pada saat yang bersamaan, tren pelemahan rupiah saat ini juga masih terjadi yang

membuat biaya keekonomian BBM jenis premium dan solar semakin mahal. Akibatnya

pemerintah kembali menaikkan harga BBM jenis premium dan solar sebesar Rp500 per liter,

mengikuti perkembangan harga minyak mentah dunia dan pelemahan rupiah.

Page 145: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

145

Dengan skema penetapan harga BBM seperti saat ini, pemerintah perlu sangat mewaspadai

apabila harga minyak mentah dunia berada dalam posisi, katakanlah USD80/barel, dan nilai

tukar rupiah juga masih mengalami tekanan akibat ketidakpastian penyesuaian suku bunga di

Amerika Serikat. Kedua aspek ini dipastikan akan melambungkan harga jual BBM jenis

premium dan solar yang berakibat menurunkan daya beli masyarakat.

Memacu pembangunan infrastruktur dan sektor riil sepertinya tetap perlu menjaga

permintaan domestik. Apabila daya beli masyarakat tidak terjaga, target pertumbuhan

ekonomi yang ditetapkan dalam APBNP sebesar 5,7% dikhawatirkan sulit dicapai.

Selain itu, juga para pengambil kebijakan nasional perlu terus mewaspadai tren

perekonomian dunia mengingat ketidakpastian masih akan sangat tinggi sepanjang 2015.

Selain masih menunggu kepastian The Fed menyesuaikan suku bunga di Amerika Serikat,

munculnya eskalasi baru di Timur Tengah setelah Arab Saudi menggempur pemberontak di

Yaman akan berdampak pada perekonomian nasional.

Dua tren saat ini, yaitu kembali menguatnya harga minyak mentah dunia dan masih

tertekannya nilai tukar rupiah, perlu diwaspadai. Kedua hal tersebut berpotensi menurunkan

daya beli masyarakat melalui penyesuaian kembali harga BBM jenis premium dan solar di

kemudian hari.

Bagi Indonesia yang sedang melakukan pergeseran arah pembangunan ekonomi, menjaga

dan mengelola daya beli masyarakat juga sama pentingnya dengan memacu pembangunan

infrastruktur dan sektor riil di Tanah Air.

PROF FIRMANZAH PhD

Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEB Universitas Indonesia

Page 146: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

146

Obstacle Industri Indonesia: Birokrasi Perizinan

Koran SINDO

31 Maret 2015

Beberapa waktu lalu Wakil Presiden Jusuf Kalla mengintrodusir kembali gagasan pentingnya

Indonesia beralih menjadi negara industri. Modalnya sudah ada: kekayaan alam, bonus

demografi, dan letak strategis di peta ekonomi dunia mengingat pergerakan ekonomi global

kini berada di Asia-Pasifik.

Alam kita dahsyat. Diibaratkan JK, tanam tongkat saja bisa tumbuh. Mengingatkan lagu

“Nusantara” Koes Plus. Sayangnya, selama ini pembangunan hanya mengandalkan sektor

pertanian. Padahal sektor pertanian tidak mampu menyerap banyak tenaga kerja. Di Jawa

atau daerah lain misalnya rata-rata satu keluarga hanya punya 0,3 hektare. Itu pun hanya bisa

untuk kerja dua orang.

Tapi, itu terbukti belum mampu menghapus kemiskinan. Tingkat kemiskinan yang tinggi

justru terjadi di daerah pertanian. Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin

pada September 2013 sebanyak 28,55 juta orang atau 11,47%, meningkat 480.000 orang

dibandingkan Maret 2013. Sekitar 63% penduduk miskin negeri itu tinggal di perdesaan.

Mudah diduga, sebagian besar mereka adalah petani dan buruh tani.

Faktanya jelas, hingga kini sektor pertanian tetap menjadi kantong kemiskinan. Para saudara

kita itu sangat rentan dengan dinamika ekonomi makro. Jika ada gejolak sedikit seperti

kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) atau inflasi, mereka segera terkena dampaknya.

Seorang peneliti menggambarkan: ada desa-desa di mana posisi penduduk perdesaan ibarat

orang yang selamanya berdiri terendam dalam air sampai ke leher sehingga ombak yang kecil

sekalipun sudah cukup untuk menenggelamkan mereka.

Kalau mau dikurangi petani, harus ada alternatif. Satu-satunya alternatif adalah industri. Jika

hanya mengandalkan sektor pertanian tanpa disokong industri, kita akan sulit keluar dari

masalah itu. Bila ingin ada penyerapan tenaga kerja besar-besaran jawabannya adalah

industri. Sektor industri bisa menghasilkan multiplier effect tiga kali. Pabrik baja butuh

kontraktor, restoran, tempat hiburan, warteg, dan lain-lain.

Industri jelas butuh investasi karena tiap investasi akan menimbulkan kegiatan ekonomi tiga

kali lipatnya. Hasilnya sebenarnya sudah terasa. Pada 2014 industri pengolahan memberikan

kontribusi sebesar 24% terhadap produk domestik bruto nasional. Peningkatan pun terus

terjadi pada sektor pengolahan non-migas. Dari sini kita mulai menemukan solusi, namun

Page 147: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

147

bukan tanpa masalah.

Kendati Indonesia merupakan negara agraris, tetap diperlukan pembangunan industri untuk

memberi nilai tambah pada produk pertanian agar bisa meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, di samping penyediaan lapangan kerja. Negara maju seperti Amerika Serikat dan

Jepang sekalipun tetap mengembangkan pertaniannya untuk memenuhi kebutuhan pangan

dalam negerinya.

Pembangunan industri nasional ke depan harus mendapat perhatian yang serius dengan

keterlibatan pemerintah yang lebih intensif. Tidak hanya pada kebijakan, tapi juga

pembangunan sarana dan prasarana. Selama ini banyak pembangunan sarana dan prasarana

yang dibutuhkan industri dibangun oleh swasta. Pemerintah harus betul-betul berperan dalam

pembangunan industri, bukan hanya diserahkan pada mekanisme pasar.

Investasi adalah faktor penting di sektor industri. Peningkatan investasi harus berjalan di

segala lini dan sektor, khususnya di luar Pulau Jawa. Kementerian Perindustrian menargetkan

penyebaran industri di luar Pulau Jawa terus meningkat, dari yang saat ini hanya sekitar 29%

menjadi 45% pada 2035.

Namun, kita tidak bisa menutup mata. Masalah birokrasi perizinan masih jadi hambatan

utama investasi. Birokrasi pemerintahan kita sudah terkenal dengan deretan puluhan meja dan

berbelit-belit. Urusan di pusat tidak sama dengan di daerah. Masalah perizinan adalah satu

benang kusut dalam sektor ini, di antara masalah lain seperti ketenagakerjaan, pasokan

energi, dan insentif fiskal. Panjangnya proses birokrasi perizinan memang menjadi salah satu

minus Indonesia di mata investor.

Ini menjadi salah satu komponen yang menambah biaya produksi. Jika rantai perizinan bisa

dipangkas, bisa lebih bersaing. Walau perizinan sifatnya hanya one time, namun jika

Indonesia bisa melayani dengan lebih efisien, jadi dampaknya langsung ke daya saing.

Sudah jadi rahasia umum: berinvestasi di Indonesia tidak mudah. Banyak ranjau yang harus

dilalui sebelum sebuah proyek investasi dapat direalisasikan. Dengar saja keluhan berbagai

investor atas sulitnya berinvestasi di Indonesia. Salah satu masalah yang menjadi keluhan

mereka adalah ribet dan kompleksnya sistem dan prosedur untuk mendapatkan izin atau

permit.

Di sektor migas misalnya. Untuk satu proyek pengeboran minyak di daerah membutuhkan

sedikitnya 89 perizinan. Untuk memenuhi itu, semua memerlukan waktu bertahun-tahun.

Industri makanan-minuman butuh 27 izin. Dalam aturan resmi butuh waktu 730 hari. Tapi,

pemerintah pun belum bisa memastikan seberapa cepat: apakah lebih lama atau lebih cepat.

Di balik ketidakpastian perizinan dan investasi ini rupanya menyuburkan perilaku suap

kalangan swasta kepada pejabat publik atau birokrasi. Suap dilakukan untuk mendapatkan

kemudahan (fasilitas) dan keuntungan secara tidak fair, memenangkan persaingan secara

Page 148: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

148

tidak fair, mengamankan dan memproteksi investasi yang dilakukan. Akibat tradisi ini,

muncul oknum-oknum di lembaga publik (birokrasi) yang terbiasa melakukan

penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) demi keuntungan pribadi atau kelompok

antara lain melalui pemberian informasi yang bersifat rahasia (rencana tender, rencana

kebijakan/regulasi, data pesaing).

Pungutan liar dalam proses perizinan dan investasi juga memunculkan oknum-oknum pihak

ketiga (rent seekers) yang menjembatani pihak investor dan pejabat publik dalam rangka

kemudahan perizinan dan investasi yang dilakukan secara tidak fair. Buktinya, banyak

pengusaha yang hanya bermodalkan kedekatan dengan pejabat di daerah mendapatkan izin

saja di bidang pertambangan mineral dan batu bara, namun tidak bermaksud melakukan

kegiatan eksplorasi dan produksi, melainkan hanya untuk mendapatkan pendanaan atau dijual

ke pihak lain. Itu antara lain kenyataan di balik rumit dan berbelit-belitnya perizinan di negeri

ini.

Masalah birokrasi perizinan ini tampaknya menjadi masalah abadi bersama abadinya

persoalan korupsi di Indonesia. Seperti sengaja dipelihara. Ada ungkapan sindiran yang

sering kita dengar di kalangan birokrasi: ”kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah”. Di

sinilah ruang bagi para birokrat untuk bermain. Bila investor mau mempermudah,

mempercepat proses perizinan, ada ”harga” yang harus dikeluarkan pelaku bisnis yaitu fulus

(uang).

Praktik-praktik seperti ini kita bisa dengar, lihat, dan baca dan bahkan mungkin mengalami

sendiri. Kondisi ini yang membuat investor dan pelaku bisnis terkadang hanya geleng-geleng

kepala dan membuat mereka dilema. Ada yang sabar mengambil jalan lurus sesuai aturan dan

permainan birokrasi, tapi lama. Dampaknya, mereka kehilangan momentum. Ada yang

terpaksa mengambil jalan pintas dengan berbagai cara asalkan apa yang diinginkan dapat

diperoleh (perizinan).

Sejumlah pelaku usaha menilai, pemerintah terkesan lambat merespons hasil-hasil survei

pemeringkatan kemudahan berusaha atau ”Doing Business” di Indonesia. Jika pada 2013

peringkat Indonesia berada pada posisi ke-128, kini hanya naik delapan peringkat pada

”Doing Business 2014”, menempati peringkat ke-120 dari 189 negara yang disurvei. Di level

ASEAN peringkat Indonesia berada di posisi ketujuh, di bawah Singapura (peringkat 1

dunia), Malaysia (6), Thailand (18), Brunei Darussalam (59), Vietnam (99), dan Filipina

(108).

Semua obstacle harus dihilangkan, dimulai dari birokrasi perizinan. Kalau industri tidak

tumbuh, hanya ada sektor, yang didagangkan di dalam negeri nanti adalah barang

impor. Rakyat Indonesia hanya dijadikan konsumen dan buruh atau kuli. Padahal pendiri

bangsa Bung Karno tidak pernah menginginkan bangsa Indonesia menjadi bangsa koeli: ”een

natie van koelis en een koeli van naties”, bangsa yang terdiri atas kuli-kuli dan menjadi kuli

di antara bangsa-bangsa.

Page 149: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

149

HENDRIK KAWILARANG LUNTUNGAN

Wakil Sekjen Bidang Ekonomi DPP Partai Perindo

Page 150: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

150

Pak Menko, Melautlah!

Koran SINDO

1 April 2015

Tidak terasa, Kabinet Kerja yang prioritas kemaritiman sebagai salah satu cirinya telah

menghabiskan empat bulan pertama periode pemerintahannya. Meski telah membentuk

kementerian koordinator khusus di bidang kemaritiman, persoalan klasik seputar

”koordinasi” masih terus menghadang.

Merujuk pada Pasal 2 Peraturan Presiden RI No 10 Tahun 2015 tentang Kementerian

Koordinator Bidang Kemaritiman, Kemenko ini memiliki tugas pokok menyelenggarakan

koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan

pemerintahan di bidang kemaritiman. Sedangkan di Pasal 4 disebutkan, lingkup

koordinasinya meliputi: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian

Perhubungan, Kementeriaan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata, dan instansi

lain yang dianggap perlu.

Mengapa tidak? Nyatanya, urusan laut dan kelautan nyaris tak pernah berdiri sendiri. Selalu

beririsan dengan dinamika ekonomi, sosial, budaya, politik, lingkungan hidup, termasuk

pertahanan dan keamanan, baik di tingkat lokal, nasional, bahkan (tidak jarang)

internasional.

Minus Koordinasi

Kasus paling aktual terkait efektivitas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 2 Tahun

2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat

Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI; beserta gejolak ikutannya. Terdapat

beberapa indikasi lemahnya kinerja koordinasi tersebut. Pertama, gagal menyegerakan sinergi

antara KKP dan Kementerian Perhubungan terkait pemantapan ukuran gross akte sejumlah

kapal ikan cantrang.

Hasil pemantauan acak Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP di tiga pelabuhan

perikanan pantai masing-masing Tasik Agung, Tegalsari, dan Bajomulyo, Provinsi Jawa

Tengah ditemukan selisih gross akte kapal ikan cantrang bervariasi, mulai dari 11 hingga 102

GT. Celakanya, nyaris tiga bulan sejak temuan ini diungkap ke publik, belum ada strategi

komprehensif yang ditawarkan pemerintah untuk menyegerakan pengukuran ulang sederet

kapal ikan tersebut. Padahal, tanpa akurasi gross akte, mustahil KKP (maupun Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah) dapat mengeluarkan izin baru.

Page 151: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

151

Kedua, terkait sinergi dengan sektor perbankan. Pada medio Maret 2015, seorang ibu pemilik

kapal cantrang asal Kabupaten Rembang menemui saya. Ibu ini (bersama enam orang

anggota kelompoknya) menamakan diri sebagai kelompok cantrang pemula. Mereka beralih

menggunakan cantrang baru empat bulan sebelum Menteri Susi Pudjiastuti mengeluarkan

Permen 2/2015. Motivasinya pun sangat sederhana, sebatas keinginan untuk membenahi

perekonomian keluarga dan mempersiapkan biaya sekolah anak masuk perguruan tinggi

tahun depan.

Celakanya lagi, untuk beralih ke cantrang, mereka (baca: si ibu bersama enam orang anggota

kelompoknya) tidak cukup hanya dengan menjual kapal-kapal ikan milik mereka yang

berukuran kecil. Juga, harus ditambah dengan mengagunkan sejumlah surat tanah dan rumah

ke bank untuk mendapatkan pinjaman modal pada kisaran Rp1,1-1,5 miliar. Nah, kini

cantrang berhenti beroperasi! Mereka pun kesulitan untuk membayar cicilan utang ke bank

sebesar Rp49 juta setiap bulannya.

Terdapat ratusan atau bahkan ribuan keluarga pengguna cantrang tengah menghadapi

persoalan pelik serupa. Saya percaya, apa pun alasannya, tidaklah adil membiarkan pemilik

cantrang pemula sendirian menghadapi beban ini. Apalagi ketidakmampuannya membayar

utang lebih disebabkan ketidaktegasan pemerintah masa lalu maupun keputusan

pemerintahan hari ini yang mengeluarkan PermenKP 2/2015.

Begitu juga halnya keterlibatan pihak perbankan. Baik langsung ataupun tidak langsung,

bank telah mengabaikan prinsip kehati-hatian dengan membiarkan nasabahnya (secara

jamak) menggunakan dana kredit untuk melakukan aktivitas yang dilarang pemerintah. Di

sinilah peran koordinasi antara kementerian teknis dan pihak perbankan menjadi sangat

strategis guna melindungi dan menyelamatkan masa depan perikanan rakyat.

Terakhir, koordinasi juga diperlukan dalam rangka pengawalan masa transisi. Pasal 6

PermenKP 2/2015 menyatakan surat izin penangkapan ikan (SIPI) dengan pukat hela dan

tarik yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015

masih tetap berlaku hingga habis masanya. Tanpa ada koordinasi dengan aparat penegak

hukum, kepastian dan kenyamanan dalam berusaha semakin sulit dinikmati para nelayan dan

pemilik kapal.

Solusi Cepat

Selain membutuhkan visi untuk (kembali) melaut, bangsa ini juga membutuhkan safety untuk

melaut dengan selamat. Begitu pun strategi pemerintah memastikan keberlanjutan

pengelolaan perikanan Indonesia: membutuhkan pertimbangan sosiologis dan antropologis

guna mengefektifkan strategi konservasi sumber daya perairan Indonesia.

Secara lebih operasional, Kemenko Maritim seharusnya dapat memfasilitasi KKP dan

Kementerian Perhubungan untuk menuntaskan rencana aksi pemantapan akurasi gross akte

kapal ikan di seluruh Indonesia, termasuk dengan skema perizinan mudah, murah, dan

Page 152: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

152

transparan. Menko maritim bahkan dapat ikut mengawal efektivitas nota kesepahaman

bersama (NKB) antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan seluruh Kementerian dan

Lembaga Tinggi Negara, khususnya yang di bawah koordinasi langsung menko maritim

(baca: KKP dan Kementerian Perhubungan) untuk mencegah kebocoran dari sektor perizinan

kapal ikan. Apalagi, Plt. Wakil Ketua KPK Johan Budi telah mengatakan, saat ini sekitar

70% dari 1.444 perusahaan pemilik kapal di atas 30 GT belum memiliki NPWP.

Selanjutnya menko maritim juga dapat berkoordinasi dengan menko perekonomian untuk

memfasilitasi KKP dan (setidak-tidaknya) dengan sejumlah bank ”plat merah” seperti BRI

dan Mandiri terkait upaya restrukturisasi utang pemilik kapal cantrang. Harapannya, sembari

menunggu proses peralihan alat tangkap dan pemulihan ekonomi nelayan, pada periode enam

bulan hingga satu tahun ke depan, pemilik cantrang diharapkan boleh menunda pembayaran

utangnya tanpa dikenakan denda. Jika substansi ini dapat disepakati oleh bank milik

pemerintah, di kemudian hari akan memudahkan pemerintah mengajak bank swasta

merestrukturisasi utang nelayan cantrang lainnya.

Terakhir, bersama-sama menteri koordinator bidang politik, hukum, dan HAM, memfasilitasi

KKP, aparat keamanan dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk bersama-sama

memastikan tidak terjadi diskriminasi dan kriminalisasi selama masa transisi. Dengan begitu,

ada kepastian atas izin yang telah didapatkan oleh para pemilik kapal cantrang sebelum

PermenKP 2/2015 ditanda tangani menteri.

Sulit membayangkan peran strategis Kemenko Maritim dapat mendukung tekad Presiden

Jokowi menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia bila gagal menyinergikan

penyelesaian polemik cantrang secara adil dan tuntas. Kita tidak boleh lagi mundur meski

maju pun akan selalu mendapati masalah klasik: koordinasi. Pak Menko, melautlah!

M RIZA DAMANIK

Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia

Page 153: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

153

Reformulasi Kebijakan Perberasan

Koran SINDO

4 April 2015

Presiden Jokowi menerbitkan Inpres Perberasan. Pada 17 Maret lalu, inpres yang ditunggu-

tunggu itu keluar. Inpres No. 5/2015 menggantikan Inpres No. 3/2012 tentang Kebijakan

Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.

Substansi isi tidak berbeda. Inpres itu merupakan kebijakan Presiden yang ditujukan kepada

menteri terkait (delapan kementerian) dan para gubernur/bupati/wali kota untuk mengatur

koordinasi dan pelaksanaan di setiap kementerian dalam rangka kebijakan perberasan

nasional. Inpres No. 5/2015 mengatur harga pembelian, menunjuk pelaksananya, mengatur

hasil pembelian untuk keperluan apa, serta menunjuk siapa yang melakukan koordinasi dan

evaluasi.

Yang tak diatur adalah pola pembiayaan dan siapa yang bertanggung jawab bila terjadi

kerugian. Harga gabah kering panen di petani Rp3.700/kg (sebelumnya Rp3.300/kg), gabah

kering giling di gudang Bulog Rp4.650/kg (sebelumnya Rp4.200/kg), dan beras di gudang

Bulog Rp7.300/ kg (sebelumnya Rp6.600/kg). Rata-rata naik 11%.

***

Kebijakan perberasan, terutama kebijakan harga tunggal atau harga beras medium (satu

kualitas), tidak mengalami perubahan sejak beleid ini diberlakukan 46 tahun lalu. Padahal,

selama lebih empat dekade pelbagai aspek perberasan dan lingkungan berubah signifikan.

Harga pembelian pemerintah (HPP) tunggal yang tidak mempertimbangkan aspek musim dan

kualitas beras tidak lagi relevan. Kebijakan itu hanya akan mempersulit pemerintah dalam

mengintervensi ketika terjadi kegagalan pasar: harga naik atau turun.

Tanam padi yang serentak telah menghasilkan irama panen ajek, hampir tidak mengalami

perubahan dari tahun ke tahun: musim panen raya (Februari-Mei dengan 60-65% dari total

produksi padi nasional), panen gadu (Juni-September dengan 25-30% dari total produksi),

dan musim paceklik (Oktober-Januari). Pergerakan harga gabah/beras berfluktuasi mengikuti

irama panen: harga rendah saat panen raya (Februari-Mei), naik di musim gadu (Juni-

September), dan melambung tinggi saat paceklik (Oktober-Januari).

Pergerakan harga gabah/beras itu terjadi bukan semata-mata lantaran berlakunya hukum

supply-demand, tetapi juga terkait dengan kualitas gabah/beras: kualitas gabah/beras rendah

saat panen raya, membaik pada panen gadu, dan baik saat paceklik. Saat panen raya, petani

tidak bisa mengandalkan panas matahari untuk mengeringkan gabah. Akibatnya, kualitas

Page 154: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

154

gabah menurun. Petani menjual hasil panen dengan kualitas seadanya. Kondisi sebaliknya

terjadi pada saat panen gadu dan di musim paceklik. Kenyataan di atas menunjukkan kualitas

gabah/beras bervariasi mengikuti irama panen. Artinya, ada lebih satu kualitas gabah/beras.

Inpres Perberasan yang selalu direvisi secara ajek dengan harga HPP gabah/beras hanya satu

kualitas alias kualitas tunggal tidak hanya ”melawan” pergerakan harga gabah/beras musiman

(Sawit, 2009), tetapi juga mengingkari kenyataan yang ada di lapangan. Untuk beras, di kios-

kios kelontong misalnya, ada 4-5 jenis beras, tidak hanya kualitas medium seperti diatur

Inpres Perberasan. Di Pasar Induk Beras Cipinang misalnya ada 17 jenis (kualitas) beras.

Jenis-jenis beras itu mencerminkan perbedaan kualitas, yang harganya juga berbeda-beda.

Kebijakan harga tunggal juga telah mengingkari kenyataan ada segmentasi pasar beras sesuai

preferensi konsumen: segmen menengah-atas yang mengonsumsi beras premium, dan

segmen bawah yang mengonsumsi beras medium. Lebih dari itu, mempertahankan kebijakan

harga tunggal semakin menyulitkan pemerintah dalam menjalankan berbagai kebijakan salah

satunya intervensi harga melalui operasi pasar. Dengan hanya satu jenis beras (kualitas

medium), apalagi stok lama, mustahil operasi pasar bisa meredam instabilitas harga semua

jenis beras yang ada di pasar.

Selain sejumlah faktor lain, inilah salah satu penyebab operasi pasar akhir-akhir ini tak

efektif. Karena itu, sudah saatnya kebijakan harga tunggal, baik untuk gabah maupun beras

medium, diakhiri. Opsinya: mengganti dengan HPP multikualitas, multilokasi, dan

multivarietas.

Kebijakan HPP multikualitas pada gabah diperkirakan meningkatkan pendapatan

petani. Kebijakan ini diperkirakan bakal mendorong petani meningkatkan produksi gabah

dengan kualitas yang lebih baik melalui input produksi (bibit unggul, pemupukan) maupun

teknik budi daya yang baik (pengairan, pemberantasan hama dan penyakit, serta teknik budi

daya selaras alam). Kebijakan HPP multikualitas pada beras diyakini akan mendorong

pedagang/penggiling untuk meningkatkan produksi beras berkualitas lewat proses

penggilingan yang lebih baik, dan perbaikan mesin dan operator.

HPP multikualitas dapat dirancang lewat kombinasi kriteria: kualitas gabah/beras, musim

panen, dan varietas (Sawit dan Halid, 2010). Pada tahap awal cukup dwikualitas: medium dan

premium. Setelah cukup berpengalaman, berikutnya bisa dikembangkan menjadi lebih dari

dua kualitas.

Kebijakan HPP gabah dan beras multilokasi sebaiknya dihindari. Meski biaya produksi padi

bervariasi antarlokasi, menerapkan HPP gabah dan beras multilokasi bakal menciptakan

diskriminasi. Akan lebih baik dan adil bila faktor lokasi itu diakomodasi dalam kriteria

varietas. Hampir di semua daerah sentra produksi padi, sebagian petani masih menanam

varietas-varietas lokal (Winarto, 2011; Soedjito, 1996). Varietas lokal bisa diakomodasi

dalam kebijakan HPP yang lebih tinggi. Kebijakan ini diperkirakan akan menjamin lestarinya

plasma nutfah padi lokal.

Page 155: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

155

Pengalaman selama puluhan tahun menunjukkan, penyerapan beras atau gabah setara beras

oleh Bulog sebesar 60% terjadi di musim panen raya, 30% di musim gadu, dan 4% saat

paceklik. Besar-kecil penyerapan ini mengikuti irama panen dan pola produksi padi, dengan

demikian juga mengikuti pergerakan harga dan kualitas. Dengan HPP gabah dan beras

multikualitas, pola penyerapan bisa disesuaikan dengan irama panen: menyerap gabah dan

beras secara besar-besaran pada panen raya untuk memenuhi kuota beras kualitas medium.

Pada saat panen gadu dan musim paceklik, penyerapan gabah dan beras ditujukan untuk

memenuhi kuota beras kualitas premium. Sebagian beras kualitas medium masih bisa diserap

pada saat panen gadu. Dengan pola seperti ini, penyerapan gabah dan beras bisa

dimungkinkan akan berlangsung sepanjang tahun. Cara ini akan membantu pemerintah dalam

mengendalikan harga gabah/beras, dan inflasi.

Penyerapan beras kualitas medium ditujukan untuk memenuhi kebutuhan program Raskin.

Sebaliknya, beras kualitas premium untuk penyaluran non-Raskin, khususnya untuk mengisi

cadangan beras pemerintah (CBP).

Besaran beras medium dan premium harus dijaga seimbang, terutama terkait stok akhir Bulog

agar lembaga penyangga harga ini tidak terbebani beban bunga komersial yang besar.

Sebagai perusahaan umum, Bulog juga harus efisien dan mampu menyetorkan keuntungan

kepada negara. Ketika Bulog merugi karena beban bunga komersial dalam menjalankan

fungsi- fungsi sosial (public service obligation/PSO), seperti menyangga harga gabah/beras,

menyerap gabah/beras domestik, mengelola CBP, dan menyalurkan Raskin, direksi bisa

dinilai tidak perform dan setiap saat kursinya terancam tergusur. Ini membuat direksi

gamang. Output-nya, kinerja Bulog dalam menjalankan tugas-tugas sosial menjadi tidak

optimal.

Dengan serangkaian reformulasi ini dimungkinkan beleid pemerintah lebih operasional.

KHUDORI

Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat; Penulis Buku ”Ironi Negeri Beras”;

Peminat Masalah Sosial-Ekonomi Pertanian dan Globalisasi

Page 156: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

156

Keseimbangan Pembangunan Pusat-Daerah

Koran SINDO

6 April 2015

Sejumlah daerah sedang merampungkan pelaksanaan musyawarah rencana pembangunan

(musrenbang) untuk menentukan rencana kerja 2016 menjelang pelaksanaan Musrenbang

Nasional pada April ini. Sesuai jadwal, saat ini pelaksanaan musrenbang telah berada pada

tingkatan provinsi.

Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional mewajibkan pemerintah daerah menyusun rencana kerja pemerintah daerah (RKPD)

yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan daerah untuk periode satu tahun

mendatang. UU ini merefleksikan semangat perencanaan pembangunan dengan pendekatan

perimbangan antara bottom up dan integrasi di tingkat pusat beserta program

prioritasnya. Artinya, rencana pembangunan nasional merupakan proses agregasi dari

sejumlah rencana pembangunan yang diusulkan daerah ke pemerintah pusat sesuai tujuan dan

orientasi RPJMN 2015-2019 yang ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Presiden Nomor 2

Tahun 2015.

RPJMN 2015-2019 merupakan visi, misi, dan agenda Presiden Joko Widodo dan Wakil

Presiden Jusuf Kalla yang diinterpretasikan dalam rancangan teknokratik yang telah disusun

Bappenas dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

(RPJPN) 2005- 2025. Dalam RPJMN 2015-2019, pemerintah memprioritaskan pembangunan

nasional di bidang kedaulatan pangan, ketersediaan energi, dan pengelolaan sumber daya

maritim serta kelautan dalam lima tahun ke depan.

Melalui RPJMN 2015-2019, pemerintah mendorong pertumbuhan berkualitas yang bersifat

inklusif, berbasis luas, dan berlandaskan keunggulan sumber daya manusia (SDM) dan

penguasaan iptek. Dengan strategi pertumbuhan berkualitas dan inklusif, pemerintah

berharap keseimbangan pembangunan antarsektor ekonomi dan antarwilayah dapat

diwujudkan.

Pemerintah kini perlu terus mengawal proses pembangunan nasional dengan mengedepankan

keseimbangan antarwilayah dan antardaerah. Pembangunan daerah dan kewilayahan tentunya

tidak hanya membutuhkan politik anggaran yang tepat, tetapi juga membutuhkan dukungan

politik yang kuat sehingga janji politik yang tertuang dalam Nawacita Presiden Jokowi dapat

tercapai.

Page 157: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

157

Dengan pendekatan integrasi antara bottom up dan program prioritas nasional, akan

terfasilitasi tema-tema pembangunan daerah berbeda-beda sesuai kekhasan, potensi, dan isu

yang berkembang di daerah masing-masing.

Keseimbangan pembangunan nasional dengan memberi perhatian yang proporsional kepada

pembangunan daerah akan sangat membantu proses pembangunan secara inklusif sesuai

semangat otonomi daerah tanpa mengabaikan arah pembangunan nasional. Difusi

pembangunan juga akan mudah diakselerasi ketika proses pembangunan daerah berjalan

lebih agresif dan kondusif.

Memang sinkronisasi pembangunan antarwilayah dan antardaerah menjadi tantangan bagi

pemerintah pusat agar agenda pembangunan tidak tumpang-tindih, double posting, atau

bahkan tidak memiliki keserasian antarwilayah, khususnya yang memiliki keterikatan

ekonomi yang erat.

Dalam APBNP-2015, pemerintah dan DPR setuju untuk mengalokasikan dana transfer ke

daerah dan dana desa sebesar Rp643,8 triliun (lebih besar dari APBN 2015 yang sebesar

Rp638 triliun). Sebanyak Rp521,8 triliun di antaranya dialokasikan untuk dana perimbangan

yang terdiri atas dana bagi hasil (DBH) sebesar Rp110,05 triliun, dana alokasi umum (DAU)

sebesar Rp352, 9 triliun, dan dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp58,8 triliun. Komitmen

pemerintah pusat dalam memastikan proses pembangunan melalui politik anggaran ini wujud

dari semangat nasional dalam mencapai kesejahteraan yang berkeadilan. Postur anggaran dan

politik anggaran pada 2015 ini dialokasikan pada sektor-sektor produktif yang dapat

mendorong pertumbuhan berkualitas.

Dalam beberapa waktu terakhir, hampir sebagian media dipenuhi oleh berita-berita konflik

baik konflik kelembagaan, konflik partai politik, dan konflik elite yang tentunya sangat

menguras energi. Namun, terlepas dari itu, proses pembangunan harus tetap berjalan.

Keseimbangan antara agenda pusat dan daerah perlu terus dikedepankan untuk mencapai

target yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019. Pengalokasian anggaran transfer

daerah juga perlu diikuti dengan dukungan pusat dalam mengawal kesiapan daerah dalam

menyerap anggaran belanja yang menopang tujuan pembangunan nasional.

Sinkronisasi pembangunan pusat-daerah tidak hanya berhenti pada pelaksanaan musrenbang

dan RKPD, tetapi juga dibutuhkan aksi promote and campaign agenda kerja pusat-daerah.

Promosi dan kampanye ini tentu dapat bersifat motivasi sekaligus media sosialisasi bagi

seluruh agenda kerja pemerintah pusat dan daerah. Saya percaya dengan promosi dan

kampanye kegiatan/agenda kerja pusat-daerah dapat sekaligus digunakan sebagai agenda

publik untuk mewujudkan kepentingan nasional yang lebih besar yakni mewujudkan

masyarakat Indonesia yang sejahtera.

Kebijakan pembangunan antarpusat dan daerah perlu ditempatkan pada ruang-ruang publik

yang memadai sehingga dapat diakses oleh masyarakat luas. Penempatan ini juga sekaligus

Page 158: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

158

sebagai media kontrol atas sejumlah proses pembangunan yang berjalan baik pada tataran

pusat maupun daerah. Koordinasi antarkebijakan pembangunan yang ditempuh pemerintah

pusat-daerah memerlukan ruang yang lebih, khususnya dalam mencapai titik keseimbangan

yang ideal dan proporsional. Sinkronisasi kebijakan pembangunan pusat-daerah merupakan

titik kritikal bagi proses pembangunan nasional.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, agenda kerja daerah menjadi ujung tombak proses

pembangunan nasional karena tidak hanya persoalan penguasaan sumber daya ekonomi,

tetapi aglomerasi ekonomi dari proses pembangunan daerah berdampak besar bagi

pembangunan nasional secara keseluruhan. Taruhlah misalnya bagaimana sistem logistik

antarpulau yang diwujudkan melalui infrastruktur daerah akan mendorong penguatan daya

saing logistik nasional. Contoh lain penguatan sentra-sentra ekonomi produktif di daerah

akan membantu proses pembangunan dalam pemerataan distribusi ekonomi ke daerah-

daerah. Atau, misalnya pemberdayaan sektor pendidikan dan kesehatan di daerah-daerah

terbelakang akan membantu pasokan sumber daya manusia yang andal di daerah dan

sebagainya.

Komitmen ini tentu pekerjaan besar yang tidak hanya membutuhkan kerja keras pemerintah,

tapi juga membutuhkan dukungan seluruh pemangku kepentingan termasuk media. Media

dapat membantu dalam aspek-aspek promosi dan kampanye pemberitaan pembangunan

daerah dengan lebih memadai sebagai ajang sosialisasi pembangunan nasional. Di sisi lain

pemerintah pusat dapat menempatkan kebijakan pembangunan daerah pada porsi yang tepat

untuk dapat mendorong tingkat keyakinan publik atas proses pembangunan yang sedang

berjalan.

Dengan upaya ini, kita berharap keselarasan pembangunan pusat-daerah dapat memberikan

daya dorong ekonomi yang lebih besar lagi bagi daya saing nasional dan terutama bagi

distribusi kesejahteraan.

PROF FIRMANZAH PhD

Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEB Universitas Indonesia

Page 159: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

159

Mengkritisi Praktik P&I

Koran SINDO

8 April 2015

Praktik protection and indemnity (P&I) di Indonesia memasuki babak baru dengan

terbentuknya konsorsium asuransi yang memberikan pelindungan pandi—istilah yang lazim

dipergunakan oleh kalangan maritim mondial untuk P&I—beberapa waktu lalu.

Disebut babak baru karena sebelumnya pandi dilakukan secara oleh penyedia jasa asing

maupun lokal kepada shipowner Indonesia. Penyedia pandi asing misalnya TT Club, Thomas

Miller, dan sebagainya. Sementara pemain lokal terdiri atas berbagai pihak: perorangan atau

badan hukum. Menariknya, mereka pada putaran akhirnya terhubung dengan pandi asing

juga.

Data yang ada pada penulis mengungkapkan, perusahaan yang aktif dalam bisnis pandi lokal

adalah mereka yang bergerak dalam sektor offshore. Saat ini keanggotaannya mencakup 10

perusahaan yang terdiri atas dua perusahaan minyak yaitu JOB Pertamina-Petrochina East

Java dan Star Energy (Kakap) Ltd. Dua perusahaan ini memiliki masing-masing unit floating

storage and offloading alias FSO, Cinta Natomas, dan Kakap Natuna.

Ada pemain dari perusahaan pelayaran nasional adalah PT Baruna Raya Logistics (memiliki

45 unit kapal), PT Bahtera Niaga International (10 unit kapal), PT Supraco Lines/PT Radiant

Utama Interinsco (6 unit kapal), PT Putrajaya Offshore Lines (6 unit kapal), PT Kanaka

Dwimitra Manunggal (3 unit kapal), dan PT Muara Kaltim Perkasa (14 unit kapal).

Bisnis pandi menggeliat setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perusahaan

asuransi kerugian di Indonesia membentuk konsorsium asuransi pandi. Konsorsium ini akan

menjadi penanggung untuk aktivitas asuransi penyingkiran kerangka kapal dan asuransi

perlindungan serta ganti rugi bagi 13.000 kapal di Indonesia. Ini terkait kewajiban bagi

pemilik kapal sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 71 Tahun 2013 tentang

Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air.

Pelaksanaan aturan ini berlaku 1 Maret 2015. Hanya, praktik baru pandi nasional jika

dibenturkan dengan praktik yang berlaku di dunia internasional menjadi sedikit tidak lazim.

Kondisi ini terjadi sepertinya karena konsepsi pandi yang dipahami oleh pihak-pihak di

dalam negeri juga sedikit berbeda dengan pandangan global. Jika ia tidak diluruskan, bisa

jadi akan menimbulkan fraud dalam bisnis pandi lokal khususnya dan asuransi nasional

umumnya.

Mencermati apa yang diberitakan oleh media terkait P&I, terkesan bahwa pandi digolongkan

Page 160: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

160

sebagai asuransi. Padahal, sesungguhnya P&I bukanlah asuransi. Pandi berbeda dengan

asuransi karena beberapa hal. Pertama, pada asuransi dana yang dibayarkan oleh klien kepada

perusahaan asuransi diistilahkan dengan “premi”. Sementara pada P&I ini disebut dengan

“call”.

Kedua, perusahaan asuransi didirikan dan bertanggung jawab hanya kepada pemegang

sahamnya, sedangkan P&I dibentuk dan bertanggung jawab kepada anggotanya. Maksudnya,

dana yang dikumpulkan dari anggota akan dibayarkan kembali kepada mereka manakala

terjadi insiden (mirip dengan arisan).

Ketiga, jika uang pertanggungan yang akan dibayarkan kepada anggota P&I yang terkena

insiden tidak cukup, semua anggota akan diminta menambah kontribusi mereka. Namun,

ketika dana surplus akan dikembalikan kepada anggota dalam bentuk penurunan pembayaran

call atau dikembalikan. Di sisi lain, perusahaan asuransi biasanya akan mereasuransikan

risiko yang mereka tanggung.

Keempat, P&I biasanya menanggung risiko yang melibatkan kerugian pihak ketiga.

Misalnya, kerusakan dermaga akibat olah gerak kapal, kerusakan lingkungan maritim akibat

pencemaran yang dilakukan oleh kapal, dan sebagainya. Sementara asuransi mengurusi

perlindungan yang bersifat lebih terkuantifikasi seperti lambung dan permesinan kapal (hull

and machinery) dan asuransi barang yang diangkut kapal.

Ancaman Fraud

Kalangan pelayaran nasional sudah lama mengenal P&I; ada yang mengatakan sejak

Indonesia merdeka. Hanya, mereka bergabung dengan klub-klub pandi luar negeri.

Jika kita asumsikan jumlah tonase kapal nasional saat ini 20-an juta ton dengan iuran USD2

per ton, ada triliunan rupiah devisa yang melayang ke luar negeri sejak merdeka. Menariknya,

dari triliunan dana tadi hanya 30% yang dicadangkan oleh klub-klub pengurus P&I Eropa

(terutama Inggris) untuk membayar kerugian yang dibayarkan kepada pihak ketiga akibat

kesalahan yang dilakukan anggotanya. Sebesar 70% sisanya diinvestasikan entah di mana dan

Indonesia tidak mendapat manfaat sedikit pun dari investasi itu.

Dengan pembentukan konsorsium asuransi yang memberikan perlindungan, pandi bisa jadi

fenomena larinya devisa ke luar negeri dapat ditekan. Namun, merujuk kepada pemahaman

para pihak di dalam negeri terkait praktik pandi ancaman terjadi fraud juga muncul.

Penjelasannya begini. Karena yang mengelola dana adalah asuransi di mana mereka

bertanggung jawab kepada pemegang sahamnya, bukan kepada anggota seperti pada model

klub, jika tidak terjadi klaim, dana tidak akan dikembalikan kepada shipowner, melainkan

dikuasai oleh asuransi.

Menurut informasi dari rekan penulis seorang pengusaha pelayaran di Jakarta, besar dana

Page 161: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

161

asuransi P&I yang akan dibayarkan Maret ini Rp90 juta per kapal. Jika kapal berbendera

Indonesia yang layak mendapat perlindungan pandi berjumlah sekitar 2.000 unit, manakala

tidak ada klaim, akan terhimpun dana Rp180 miliar di tangan asuransi. Seperti asuransi hull

and machinery, pengurus klub P&I juga menyaratkan kapal-kapal yang akan ditanggung

haruslah sesuai standar yang berlaku dalam dunia pelayaran yaitu Safety of Life at Sea

(SOLAS) 1974.

Tentu kita harus berbaik sangka terhadap asuransi yang mengelola pandi di Indonesia. Tetapi,

kita tetap harus meminta mereka terbuka terkait pengelolaan dana pandi. Bisa jadi dana yang

tidak dikembalikan kepada shipowner itu akan menjadi bancakan pihak-pihak yang memiliki

niat tidak baik. Kita semua tidak ingin ada skandal nanti.

Sebab itu, mumpung masih baru, barangkali ada baiknya mewacanakan pengelolaan dana

pandi diserahkan kepada ”tuan”-nya yakni para klub pandi, bukan asuransi. Pengalihan itu

haruslah dengan mengedepankan nilai dasar pengelolaan pandi: ia musti mutual alias

kebersamaan. Kebersamaan antara shipowner dan pengurus pandi.

SISWANTO RUSDI

Direktur The National Maritime Institute (Namarin)

Page 162: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

162

Sampai Kapan Bergantung pada Raskin?

Koran SINDO

11 April 2015

Ketika pola konsumsi anak bangsa ini berhasil digiring seragam dalam bingkai berasisasi,

Raskin (beras untuk masyarakat miskin) semakin sakti meredam inflasi.

Raskin yang tidak disalurkan pada November dan Desember 2014, tetapi diberi subsidi dalam

bentuk BLSM mendorong harga eceran beras naik sekitar Rp2.000-3.000/kg. Inflasi pun

membuih menjadi 1,5% dan 2,46% masing-masing pada November dan Desember 2014.

Kelompok makanan menyumbang inflasi sebesar 0,64% dan beras menempati posisi

penyumbang terbesar, diikuti cabai merah, cabai rawit, ikan segar, dan telur ayam ras. Warga

miskin yang menerima uang pengganti Raskin membeli beras ke pasar dan telah mengatrol

harga eceran beras.

Program Raskin dapat meningkatkan akses pangan keluarga miskin sekaligus memperkuat

ketahanan pangan di tingkat individu. Kegiatan perlindungan sosial yang dianggarkan

pemerintah sebesar Rp18,8 triliun pada APBN-P 2015 dibagikan kepada keluarga miskin

selama 12 bulan. Setiap RTS-PM yang terdaftar dan memiliki kartu Raskin dapat membeli

Raskin seharga Rp1.600/kg sebanyak 15 kg per RTS-PM.

Namun, setelah lebih 15 tahun berjalan program ini, ternyata tidak memenuhi syarat “6T”,

yang dijadikan sebagai indikator efektivitas program yakni tepat sasaran, tepat jumlah, tepat

mutu, tepat waktu, tepat harga, dan tepat administrasi. Meski demikian, program Raskin

dinilai masih efektif memperkuat ketahanan pangan. Sekitar 8-10% dari total beras yang

dikonsumsi secara nasional didistribusikan melalui program Raskin. Lantas, pertanyaannya,

sampai kapan kita bergantung pada Raskin?

Sejak enam tahun lalu pemerintah sudah mengeluarkan Perpres No 22 Tahun 2009 tentang

Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal. Lewat

perpres ini, pemerintah seharusnya lebih serius mendorong masyarakat melakukan

diversifikasi konsumsi pangan untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan Raskin.

Namun, sebaliknya, pemerintah justru melakukan pembonsaian diversifikasi konsumsi

pangan dengan tetap mempertahankan program Raskin meski biayanya sangat mahal.

Untuk 2015, jumlah rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM) sebanyak 15,5 juta,

yang artinya sekitar 60 juta jiwa penduduk Indonesia tetap dikondisikan untuk tergantung

pada beras. Masyarakat Indonesia menjadi pengonsumsi beras tertinggi di dunia, mencapai

139 kg/kapita/tahun. Supaya seluruh rakyat Indonesia dapat makan nasi (beras), pemerintah

Page 163: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

163

setiap tahun melakukan impor beras. Pangsa pasar beras impor amat jelas! Sekitar 95%

penduduk bergantung pada beras mulai dari ujung timur hingga ujung barat Indonesia.

Sebagai kebutuhan pokok, rakyat menganggap beras menjadikan hidup lebih hidup sehingga

beras harus selalu tersedia sepanjang segala abad. “No rice no glory“. Fenomena ini pun telah

mendarah-daging dalam kehidupan. Suka atau tidak suka, masyarakat sudah terhipnotis oleh

sihir beras yang demikian kuat memengaruhi pola konsumsi pangan nasional.

Sumber Daya Lokal

Penghuni negeri ini terus bertambah 3,5 juta jiwa setiap tahun. Pertumbuhan penduduk yang

tinggi jika tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan berbasis lokal akan mendorong harga

pangan makin mahal.

Kenaikan harga pangan akan dapat dicegah dengan melakukan penganekaragaman konsumsi

pangan berbasis sumber daya lokal. Pangan berbasis sumber daya lokal makin tergerus

karena kian cepatnya alih fungsi lahan pertanian belakangan ini. Saat ini lahan perkebunan

kelapa sawit sudah lebih luas dari lahan tanaman pangan.

Tidak tertutup kemungkinan hamparan luas sawah yang ada sekarang akan terus mengalami

konversi dan pertanian pangan akan mengalami degradasi sumber daya lahan. Untuk itu,

langkah solusi berikut diusulkan untuk dilakukan yakni mengonkretkan pemanfaatan

pekarangan untuk mengurangi ketergantungan yang tinggi pada Raskin.

Dalam berbagai diskusi yang dilaksanakan di Dewan Ketahanan Pangan terungkap bahwa

berbagai upaya diversifikasi, salah satunya pemanfaatan pekarangan, telah dilaksanakan sejak

awal 1960-an. Sejak itu telah dicanangkan program perbaikan gizi keluarga, bekerja sama

dengan lembaga asing seperti Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture

Organization, FAO), Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO), dan

Organisasi untuk Kesejahteraan Anak (United Nation Children’s Fund, UNICEF). Program

ini mencakup peningkatan kesadaran gizi dengan pemanfaatan pekarangan untuk

menghasilkan pangan hasil ternak dan ikan sebagai sumber protein; sayuran dan buah sebagai

sumber mineral.

Pada saat pemerintah mulai mengkhawatirkan pertumbuhan produksi beras yang tidak bisa

mengikuti pertambahan penduduk mulailah digagasi pengembangan pekarangan dalam

bentuk baru yakni kawasan rumah pangan lestari (KRPL) untuk meracik informasi dan

pengetahuan bahwa beras dapat disubstitusi dengan bahan pangan lokal non-beras dengan

nilai gizi yang sama.

Jika pemerintah pada era 1970- an melakukan kampanye “Bukan Hanya Beras” yang disertai

dengan introduksi beras ketela, kedelai, jagung (tekad), pada Era Reformasi ini diperkenalkan

revolusi pangan lewat kampanye “One Day No Rice“ yang disertai dengan pengembangan

beras tiruan.

Page 164: (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

164

Namun, setelah program diversifikasi pangan berjalan lebih dari lima puluh tahun,

keberagaman produk pangan yang kita inginkan belum terwujud dengan baik. Bila diukur

menurut standar Pola Pangan Harapan (PPH) dengan nilai ideal 100, keragaman pangan

nasional baru mencapai nilai sekitar 83.

Pola konsumsi pangan warga sekitar 60% berbasis padi-padian yang sebagian besar beras;

lalu diikuti minyak dan lemak terutama bahan nabati, pangan hewani terutama ikan, daging

unggas dan telur; sayur dan buah; kacang-kacangan seperti kedelai, kacang hijau, dan kacang

tanah. Dengan proporsi beras yang masih tinggi dan pangan hewani dan buah yang masih

rendah, tidak mengherankan bila pasokan beras kerap kurang yang mudah memicu keresahan

sosial.

Untuk itu, program-program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan untuk

mengatrol kesadaran gizi lewat produk pangan beragam bergizi seimbang dan aman (B2SA)

harus tetap dilanjutkan, dengan bentuk dan intensitas yang bervariasi dari waktu ke waktu.

Di samping itu, untuk mencari pengganti Raskin patut dilakukan upaya pengembangan

berbagai produk pangan baru berbasis sumber daya lokal. Pengembangannya ke arah sumber

karbohidrat khas daerah seperti beras analog bebilar yang diproduksi Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian Unika Santo Thomas Medan untuk memberi alternatif pangan pilihan dalam rangka

memperkenalkan kearifan lokal “manggadong“ dari Sumatera Utara.

POSMAN SIBUEA

Guru Besar Tetap di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Unika Santo Thomas SU dan Ketua

Persatuan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Cabang Sumatera Utara