simulator material balance sederhana · pdf filesimulator material balance sederhana untuk...
TRANSCRIPT
SIMULATOR MATERIAL BALANCE SEDERHANA UNTUK PREDIKSI PROFIL
PRODUKSI SUMUR COALBED METHANE
TUGAS AKHIR
Oleh:
MAXIMILLIAN EUREKA STEF DONDO
NIM 12205039
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar
SARJANA TEKNIK
pada Program Studi Teknik Perminyakan
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2010
SIMULATOR MATERIAL BALANCE SEDERHANA UNTUK PREDIKSI PROFIL
PRODUKSI SUMUR COALBED METHANE
TUGAS AKHIR
Oleh:
MAXIMILLIAN EUREKA STEF DONDO
NIM 12205039
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar
SARJANA TEKNIK
pada Program Studi Teknik Perminyakan
Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan
Institut Teknologi Bandung
Disetujui oleh:
Dosen Pembimbing Tugas Akhir,
Tanggal.......................................
______________________________
(Prof. Dr. Ir. Doddy Abdassah)
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 1
SIMULATOR MATERIAL BALANCE SEDERHANA UNTUK
PREDIKSI PROFIL PRODUKSI SUMUR COALBED METHANE
Oleh:
Maximillian Eureka Stef Dondo*
Pembimbing:
Prof. Dr. Ir. Doddy Abdassah
Sari
Coalbed Methane (CBM) sebagai salah satu bentuk energi unconventional gas merupakan cadangan energi yang
sangat prospektif di Indonesia. Hidrokarbon berupa gas metana yang ditemukan pada lapisan batubara ini
dikategorikan sebagai unconventional gas dilihat dari bagaimana gas tersebut tersimpan di reservoir serta
bagaimana memproduksikannya. Perbedaan dibandingkan dengan conventional gas yang dilihat dari kedua
aspek tersebut disebabkan karena molekul gas metana tersimpan secara adsorpsi, yaitu menempel pada
permukaan butir batubara, dan proses pengurasannya melibatkan aliran difusi dari mikropori ke makropori
(cleat), yang menyebabkan perbedaan profil produksi dibandingkan pada pengurasan conventional gas. Pada
paper ini, penulis mengembangkan simulator material balance sederhana yang dapat digunakan untuk
memprediksi profil produksi CBM dari suatu sumur dengan data reservoir, data permeabilitas relatif, dan data
sejarah produksi, sebagai data masukan.
Kata kunci: coalbed methane, simulator material balance, profil produksi
Abstract
Coalbed Methane (CBM), an energy in form of unconventional gas, is a prospective energy resource in
Indonesia. This methane gaseous hydrocarbon found at coal formation is categorized as unconventional gas by
how it is stored in the reservoir and how it is produced from. The differences compared with conventional gas in
those two aspects are caused by adsorption gas storage that methane molecules are stick to the coal grain
surface, and recovery processes which involve diffusion flow from micropore to macropore (cleat), and because
of that the production profile is different from conventional gas. In this paper, author developes a simple
material balance simulator that can be used to predict the production profile of a CBM well with reservoir data,
relative-permeability data, and production history data, as input data.
Keywords: coalbed methane, material balance simulator, production profile
*Mahasiswa Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung tahun 2005
1. PENDAHULUAN
CBM tersimpan di lapisan batubara dalam
wujud gas bebas di cleat maupun dalam wujud
lapisan mono-molekul yang teradsoprsi pada
permukaan butir batubara. Matriks batubara tersusun
atas struktur mikropori yang sangat seragam (5-10 Å)
sehingga memiliki kapasitas penyimpanan secara
adsorpsi yang sangat besar dimana molekul metana
secara fisik mengalami adhesi dengan dinding
mikropori. Karena porositas sekunder batubara sangat
kecil (<5%) dan saturasi gas bebas mula-mula juga
rendah (<10%), maka mayoritas gas di tempat
tersimpan secara adsorpsi, sehingga gas bebas yang
tersimpan di cleat sangat kecil atau dapat diabaikan3.
Karena gas tersimpan secara adsorpsi, maka
untuk memproduksikannya dibutuhkan penurunan
tekanan dari reservoir agar terjadi proses desorpsi
sesuai dengan kurva Langmuir Isotherm dibawah.
Kurva Langmuir Isotherm adalah kurva yang
menunjukkan hubungan konsentrasi gas teradsorpsi
pada kondisi kesetimbangan (SCF/ton atau SCF/ft3
jika densitas batubara diketahui) dengan tekanan,
dimana dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa
penurunan tekanan pada reservoir CBM berdampak
pada pengurangan konsentrasi gas teradsorpsi pada
kondisi kesetimbangan.
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 2
Gambar 1
6
Konsentrasi gas teradsorpsi pada kondisi
kesetimbangan dipengaruhi oleh tekanan menurut
persamaan:
𝑉𝐸 =𝑉𝐿 ∙𝑃
𝑃𝐿+𝑃 ..........(1)
Dari persamaan tersebut nampak bahwa pada
tekanan tinggi konsentrasi gas teradsorpsi asimtot
terhadap tekanan sebesar VL, yaitu konstanta volume
Langmuir Isotherm. Sedangkan pada tekanan rendah,
sedikit penurunan tekanan akan membuat sejumlah
besar gas terdesorpsi. Maka dari itu besarnya faktor
perolehan CBM sangat dipengaruhi oleh seberapa
jauh penurunan tekanan yang telah dialami reservoir
sejak diproduksikan. Adapun PL adalah konstanta
tekanan Langmuir Isotherm yang menunjukkan
besarnya tekanan saat konsentrasi gas teradsorpsi
adalah sebesar setengah nilai VL, sehingga besarnya
nilai PL akan mempengaruhi kurva Langmuir
Isotherm seperti pada gambar 2.
Gambar 2
14
Penurunan tekanan pada proses produksi
sumur CBM dilakukan dengan cara dewatering /
produksi air yang terdapat di makropori. Proses
dewatering ini juga dimaksudkan agar saturasi air
dalam makropori berkurang sehingga permeabilitas
relatif gas akan meningkat. Kenaikan permeabilitas
relatif gas inilah yang menyebabkan laju alir gas
meningkat atau mengalami negative decline10
pada
saat dewatering hingga mencapai puncak dan
kemudian menurun seperti pada conventional gas
karena kenaikan permeabilitas relatif tidak cukup
signifikan dibandingkan dengan penurunan tekanan
reservoir. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3
14
Karena profil produksi yang unik inilah maka
dibutuhkan suatu simulator yang dapat
menerjemahkan sejarah produksi sebagai data awal
untuk meprediksi profil produksi mendatang dengan
mengolah data reservoir dan hubungan permeabilitas
relatif air dan gas dalam reservoir batubara. Sebuah
simulator material balance sederhana dikembangkan
oleh penulis berdasarkan hubungan laju alir terhadap
tekanan (IPR), hubungan tekanan terhadap
konsentrasi gas teradsorpsi dalam Langmuir Isotherm,
serta hubungan antara konsentrasi gas teradsorpsi
terhadap waktu dengan integrasi hukum Fick tentang
difusi. Simulator yang merupakan program berbasis
Excel ini diuji coba pada pengolahan data dari paper
King6.
2. ALIRAN FLUIDA PADA RESERVOIR
COALBED METHANE
Aliran fluida pada reservoir coalbed methane
setelah gas mengalami desorpsi karena penurunan
tekanan terbagi menjadi dua, yaitu aliran difusi pada
struktur mikropori (matriks) dan aliran Darcy pada
struktur makropori (cleat), seperti pada gambar
berikut.
Gambar 4
3
2.1. Aliran di Matriks
Aliran yang terjadi di matriks hanya aliran gas
dimana air tidak dapat mengalir di matriks karena
ukuran pori batubara yang sangat kecil. Aliran gas
yang terjadi pun bukan merupakan aliran Darcy
melainkan secara difusi yaitu aliran molekul metana
berukuran 6.1 Å pada mikropori berukuran 5 – 10 Å.
Aliran metana dari matriks ke cleat ini mengikuti
hukum Fick, dimana persamaan tersebut lalu
dikembangkan oleh King dan Ertekin10
menjadi:
𝑑𝑉 𝑖
𝑑𝑡= −𝐷𝑖𝑎 𝑉𝑖 − 𝑉𝐸 ..........(2)
Untuk 𝜏 =1
𝐷𝑖𝑎 sebagai konstanta waktu,
persamaan (2) menjadi:
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 3
𝑑𝑉 𝑖
𝑑𝑡= −
1
𝜏 𝑉𝑖 − 𝑉𝐸 ..........(3)
Dan melalui proses integrasi (selengkapnya
pada lampiran A), didapatkan persamaan konsentrasi
gas teradsorpsi pada waktu tertentu:
𝑉 𝑡 = 𝑉𝐸 + 𝑉0 − 𝑉𝐸 𝑒−𝑡
𝜏 ..........(4)
2.2. Aliran di Cleat
Air dapat mengalir di cleat karena ukuran
makropori yang memungkinkan air dan gas mengalir
bersama-sama dalam aliran Darcy, yaitu lebih besar
dari 500 Å. Persamaan aliran tersebut sama seperti
persamaan pada conventional gas pada periode aliran
pseudo-steady state yang merupakan persamaan
inflow performance relationship6:
𝑞𝑔 =𝑘𝑟𝑔 𝑘
50301 ln 𝑟𝑒𝑟𝑤
−0.75+S
𝑧𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
𝑇𝑃𝑠𝑐 𝑚 𝑃 − 𝑚(𝑃𝑤𝑓 )
..........(5)
𝑞𝑤 =𝑘𝑟𝑤 𝑘
141.2 ln 𝑟𝑒𝑟𝑤
−0.75+S 𝜇𝑤 𝐵𝑤(𝑃 − 𝑃𝑤𝑓 ) ..........(6)
Persamaan (5) adalah persamaan aliran dengan
pendekatan pseudo-pressure (ψ). Namun karena pada
reservoir CBM umumnya tekanan lebih kecil dari
2000 psia, maka persamaan tersebut dapat
diselesaikan dengan pendekatan P2:1
𝑞𝑔 =𝑘𝑟𝑔 𝑘
50301 ln 𝑟𝑒𝑟𝑤
−0.75+S
𝑧𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
𝑇𝑃𝑠𝑐
(𝑃2−𝑃𝑤𝑓2)
𝜇𝑔 𝑍 ..........(7)
Persamaan (6) dan (7) memerlukan parameter
permeabilitas relatif dalam penyelesaiannya, sehingga
dalam simulator yang dikembangkan oleh penulis,
hubungan permeabilitas relatif sebagai fungsi dari
saturasi air rata-rata dibutuhkan sebagai salah satu
data masukan (input).
3. PENGGUNAAN MATERIAL BALANCE
3.1. Perbandingan Metode King, Seidle, dan
Jensen & Smith
Persamaan kesetimbangan materi (material
balance) adalah hal yang sangat penting dalam
penentuan Original Gas In Place (OGIP) dan
performa produksi. Persamaan kesetimbangan materi
pada conventional gas adalah:6
𝐺𝑝 =𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
𝑝𝑠𝑐𝑇 1 − 𝑆𝑤𝑖 𝑉𝑏2𝜙𝑖
𝑃𝑖
𝑍𝑖− 1 − 𝑆𝑤𝑖 𝑉𝑏2𝜙𝑖 −
5.615(𝑊𝑒−𝑊𝑝𝐵𝑤)𝑃𝑍 ..........(8)
Dimana persamaan tersebut memiliki beberapa
asumsi yang salah satunya adalah gas dan batuan
formasi tidak bereaksi. Asumsi ini tidak dapat
diterapkan pada reservoir CBM karena justru
mayoritas gas tersimpan di reservoir secara adsorpsi.
Oleh karena itu, King6 mengembangkan persamaan
kesetimbangan materi untuk reservoir gas pada
lapisan batubara atau devonian shale (penurunan
selengkapnya pada lampiran B):
𝐺𝑝 =𝑉𝑏2𝜙𝑖𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
𝑝𝑠𝑐𝑇
𝑃𝑖
𝑍𝑖∗ −
𝑃
𝑍∗ ..........(9)
dimana 𝑍∗ =𝑍
1−𝑐𝑓 𝑃𝑖−𝑃 1−𝑆𝑤 +𝑍𝑇 𝑃𝑠𝑐𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
∙𝑉𝐿
𝜙𝑖(𝑃𝐿+𝑃)
..........(10)
dan 𝑆𝑤 =
𝑆𝑤𝑖 1−𝑐𝑤 𝑃𝑖−𝑃 +5.615 (𝑊𝑒−𝐵𝑤 𝑊𝑝 )
𝜙𝑖𝑉𝑏2
1−𝑐𝑓 𝑃𝑖−𝑃
..........(11)
Dari persamaan (9), kita dapat menentukan
OGIP dengan memasukkan nilai P = 0. Dalam
papernya, King juga mengusulkan prosedur iteratif
untuk menentukan nilai Vb2 dari data sejarah produksi
yang selain diperlukan dalam penentuan OGIP juga
diperlukan dalam peramalan profil produksi, dimana
parameter Vb2 ini digunakan dalam perhitungan
saturasi air rata-rata untuk penentuan permeabilitas
relatif air dan gas. Prosedur iteratif tersebut telah
disempurnakan oleh Purba8 menjadi:
1. Asumsi sebuah nilai dari Vb2.
2. Hitung nilai dari 𝑆𝑤 menggunakan
persamaan (11).
3. Hitung nilai dari Z* dengan menggunakan
persamaan (10).
4. Plot antara Gp pada sumbu X dan P/Z* pada
sumbu Y.
5. Dari hasil plot poin ke-4, ambil nilai dari
kemiringan yang terjadi sebagai m.
6. Dengan demikian, nilai dari kemiringan
digunakan untuk menghitung nilai Vb2
𝑉𝑏2 =𝑇𝑃𝑠𝑐
−𝑚𝜙 𝑖𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐 ..........(12)
7. Kembali ke poin dua dan ulangi prosedur
sampai terjadi kekonvergenan.
Seidle11
dalam observasinya tentang
penggunaan metode King dalam pengolahan data
lapangan menemukan bahwa meskipun nilai Vb2
dibutuhkan dalam penentuan nilai 𝑆𝑤 , variasi nilai 𝑆𝑤
itu sendiri tidak begitu berpengaruh dalam penentuan
nilai Z* (nilai Z* tidak sensitif terhadap variasi nilai
𝑆𝑤 ). Sehingga prosedur iteratif King dapat
dihilangkan dan penentuan Vb2 dapat langsung
dilakukan melalui persamaan berikut:
𝑃
𝑍∗ =𝑃𝑖
𝑍𝑖∗ −
𝑃𝑖
𝑍𝑖∗𝑂𝐺𝐼𝑃
𝐺𝑝 ..........(13)
dimana 𝑉𝑏2 =𝑇𝑃𝑠𝑐𝑍𝑖
∗𝑂𝐺𝐼𝑃
𝜙𝑖𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐𝑃𝑖 ..........(14)
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 4
Dapat dilihat bahwa substitusi persamaan (14)
ke persamaan (13) menghasilkan persamaan (9) yang
merupakan persamaan dasar kesetimbangan materi
yang dikembangkan oleh King. Perlu dicatat bahwa
dalam observasinya, Seidle mengasumsikan bahwa
kompresibilitas air dan formasi dapat diabaikan, serta
tidak ada water influx.
Jansen dan Smith5 melakukan pendekatan yang
berbeda dalam penentuan OGIP sebuah reservoir
CBM dari data sejarah produksi, dimana mereka
mengasumsikan bahwa gas yang tersimpan di
makropori sangat kecil jumlahnya (1 – 2%) sehingga
persamaan kesetimbangan materi King dapat
direduksi menjadi (penurunan selengkapnya pada
lampiran B):
𝑃
𝑃𝐿+𝑃=
−1
𝑉𝐿𝑉𝑏2 𝐺𝑝 +
𝑃𝑖
𝑃𝐿+ 𝑃𝑖 ..........(15)
Maka jika kita membuat plot antara Gp pada
sumbu X dan 𝑃
𝑃𝐿+𝑃 pada sumbu Y, dari perpotongan
antara garis yang tebentuk dan sumbu Y kita dapat
menentukan besarnya Pi. Selain itu kita juga dapat
menentukan besarnya nilai Vb2 dengan melihat nilai
kemiringan garis serta OGIP dari reservoir dari
perpotongan antara garis yang terbentuk dan sumbu
X.
Simulator ini dikembangkan berdasarkan
metode King, karena prosedur iteratif King yang
dihilangkan dalam metode Seidle ternyata bukan
algoritma yang rumit dalam pemrograman serta
konvergensinya relatif cepat tercapai, yaitu saat
iterasi ke-5 pada pengolahan data dari paper King.
Adapun metode Jensen & Smith digunakan dalam
memvalidasi hasil penentuan OGIP dan Vb2 dalam
simulator.
4. ALGORITMA PROGRAM
Algoritma yang dikembangkan meliputi 4 sub-
algoritma yaitu (bagan algoritma dapat dilihat pada
lampiran C):
1. Prosedur iteratif King untuk menentukan
besar OGIP dan Vb2 yang divalidasi
dengan metode Jansen & Smith.
2. Penentuan tekanan reservoir sebagai
fungsi dari waktu.
3. Penentuan permeabilitas relatif air dan gas
sebagai fungsi dari saturasi air rata-rata.
4. Prediksi profil produksi.
4.1. Prosedur Iteratif King yang Divalidasi dengan
Metode Jansen & Smith
Prosedur iteratif King yang telah
disempurnakan oleh Purba melibatkan penggunaan
regresi linier yang harus dihitung secara numerik.
Untuk plot antara Gp pada sumbu X dan P/Z* pada
sumbu Y, penyelesaian dari persamaan normal2 dalam
penentuan kemiringan persamaan garis (m) untuk
jumlah set data sebanyak c adalah:
𝑚 =𝑐∙ 𝐺𝑝
𝑗
𝑃
𝑍∗ 𝑗 − 𝐺𝑝
𝑗∙
𝑃
𝑍∗ 𝑗
𝑐𝑗 =1
𝑐𝑗 =1
𝑐𝑗=1
𝑐∙ 𝐺𝑝2
𝑗𝑐𝑗=1 − 𝐺𝑝
𝑗𝑐𝑗 =1
2 ..........(16)
Maka jika 𝑆𝑤 = 𝑓(𝑃, 𝑉𝑏2) menurut persamaan
(11), 𝑍∗ = 𝑓(𝑃, 𝑉𝑏2) menurut persamaan (10), dan
𝑉𝑏2 = 𝑓(𝑚) menurut persamaan (12), algoritma
untuk prosedur iteratif King adalah:
ε = 1
Vb2 = 108
Untuk ε > 10-7
:
(Sum_Gp ∙ P/Z*) = 0
(Sum_Gp) = 0
(Sum_P/Z*) = 0
(Sum_Gp2) = 0
Untuk j=1 hingga c:
𝑆𝑤 = 𝑓 𝑃, 𝑉𝑏2
𝑍∗ = 𝑓(𝑃, 𝑉𝑏2)
(Sum_Gp ∙ P/Z*) = (Sum_Gp ∙ P/Z*) +
𝐺𝑝𝑃
𝑍∗ 𝑗
(Sum_Gp) = (Sum_Gp) + 𝐺𝑝 𝑗
(Sum_P/Z*) = (Sum_P/Z*) + 𝑃
𝑍∗ 𝑗
(Sum_Gp2) = (Sum_Gp
2) + 𝐺𝑝
2 𝑗
𝑚 =𝑐∙(𝑆𝑢𝑚 _𝐺𝑝 ∙ 𝑃/𝑍∗)−(𝑆𝑢𝑚 _𝐺𝑝)∙(𝑆𝑢𝑚 _𝑃/𝑍∗)
𝑐∙(𝑆𝑢𝑚 _𝐺𝑝2)−(𝑆𝑢𝑚 _𝐺𝑝)2
𝑉𝑏2𝑛𝑒𝑤 = 𝑓(𝑚)
𝜀 = 𝑉𝑏2𝑛𝑒𝑤 −𝑉𝑏2
𝑉𝑏2𝑛𝑒𝑤
Vb2 = Vb2new
Validasi dengan metode Jensen & Smith juga
melibatkan penggunaan regresi linier, dimana untuk
plot antara Gp pada sumbu X dan 𝑃
𝑃𝐿+𝑃 pada sumbu Y,
penyelesaian persamaan normal dalam penentuan
kemiringan persamaan garis (slope) serta perpotongan
dengan sumbu Y (intercept) untuk jumlah set data
sebanyak c adalah:
𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 =𝑐∙ 𝐺𝑝
𝑗
𝑃
𝑃𝐿+𝑃 𝑗 − 𝐺𝑝
𝑗∙
𝑃
𝑃𝐿+𝑃 𝑗
𝑐𝑗 =1
𝑐𝑗=1
𝑐𝑗 =1
𝑐∙ 𝐺𝑝2
𝑗𝑐𝑗 =1 − 𝐺𝑝
𝑗𝑐𝑗 =1
2
..........(17)
𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡 =
𝑃
𝑃𝐿+𝑃 𝑗∙ 𝐺𝑝
2 𝑗
𝑐𝑗 =1 − 𝐺𝑝
𝑗∙ 𝐺𝑝
𝑗
𝑃
𝑃𝐿+𝑃 𝑗 𝑐
𝑗 =1𝑐𝑗 =1
𝑐𝑗 =1
𝑐∙ 𝐺𝑝2
𝑗𝑐𝑗 =1 − 𝐺𝑝
𝑗𝑐𝑗 =1
2
..........(18)
Maka algoritma untuk prosedur validasi
dengan metode Jensen & Smith adalah:
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 5
JS = 0
GpJS = 0
Gp = 0
Gp2 = 0
Untuk j=1 hingga c:
JS = JS + 𝑃
𝑃𝐿+𝑃
𝑗
GpJS = GpJS + 𝐺𝑝 𝑃
𝑃𝐿+𝑃
𝑗
Gp = Gp + 𝐺𝑝 𝑗
Gp2 = Gp
2 + 𝐺𝑝
2 𝑗
𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 =𝑐∙𝐺𝑝𝐽𝑆 −𝐺𝑝∙𝐽𝑆
𝑐∙𝐺𝑝2− 𝐺𝑝 2
𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡 =𝐽𝑆 ∙𝐺𝑝2−𝐺𝑝∙𝐺𝑝𝐽𝑆
𝑐∙𝐺𝑝2− 𝐺𝑝 2
𝑃𝑖 =𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡 ∙𝑃𝐿
1−𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡
𝑂𝐺𝐼𝑃 =𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡
−𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒
𝑉𝑏2 =−1
𝑉𝐿 ∙𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒
4.2. Penentuan Tekanan Reservoir sebagai Fungsi
dari Waktu
Karena tujuan akhir dari simulator ini adalah
untuk memprediksi profil produksi, yaitu laju alir air
dan gas terhadap waktu, maka penentuan tekanan
reservoir sebagai fungsi dari waktu mutlak diperlukan
agar persamaan (6) dan (7) dapat diselesaikan.
Penurunan tekanan reservoir sebagai akibat dari
produksi fluida reservoir dimodelkan sebagai pseudo-
steady state, dimana tekanan berkurang mengikuti
kurva Langmuir Isotherm selama gas metana dalam
proses desorpsi. Dengan memodifikasi persamaan (1)
didapat:
𝑃 =𝑃𝐿 ∙𝑉𝐸
𝑉𝐿−𝑉𝐸 ..........(19)
Adapun Firanda4 mencoba solusi lain untuk
menyelesaikan persamaan (4) yaitu:
𝑉 𝑡 = 𝑉𝑒 + 𝑉0 − 𝑉𝑒 ∙ 𝑒−𝑛∙𝑡
𝜏 ..........(20a)
dimana 𝑉𝑒 =𝑉𝐿 ∙𝑃𝑠𝑐
𝑃𝐿+𝑃𝑠𝑐 ..........(21)
Sehingga dengan substitusi persamaan (20) ke
persamaan (4) didapatkan:
𝑉𝐸 =𝑉𝑒+ 𝑉0−𝑉𝑒 ∙exp
−𝑛∙𝑡
𝜏 −𝑉0∙exp
−𝑡
𝜏
1−exp −𝑡
𝜏
..........(22)
Jika persamaan (22) disubstitusi ke persamaan
(19), maka akan didapatkan persamaan tekanan
reservoir sebagai fungsi dari waktu, namun untuk
menyelesaikannya dibutuhkan nilai variabel V0 dan n.
Karena V0 adalah besarnya konsentrasi gas
teradsorpsi mula-mula, maka nilai V0 dapat
ditentukan dengan:
𝑉0 =𝑂𝐺𝐼𝑃
𝑉𝑏2 ..........(23)
Sebagai catatan, persamaan (23) tersebut
diselesaikan dengan hasil simulasi dengan metode
Jensen & Smith yang penjelasannya terdapat pada
bagian pembahasan paper ini. Untuk mendapatkan
nilai n harus digunakan data sejarah produksi, sesuai
yang dinyatakan Firanda dalam papernya bahwa n
adalah konstanta yang berbeda (khas) untuk data
lapangan yang berbeda. Jika persamaan (20a) dirubah
bentuknya menjadi:
𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 = 𝑉0 − 𝑉𝑒 ∙ 𝑒−𝑛 ∙𝑡
𝜏 ..........(20b)
maka kita dapat mengenali persamaan (20b) tersebut
sebagai persamaan eksponensial 𝑦 = 𝑎 ∙ exp(𝑏 ∙ 𝑥).
Sehingga dengan mengetahui nilai V0 dari persamaan
(23), nilai V(t) dari persamaan (1) dan (4), serta nilai
Ve dari persamaan (21), dapat diselesaikan persamaan
normal regresi eksponensial dari plot antara t pada
sumbu X dan 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 pada sumbu Y, dimana
untuk jumlah set data sebanyak c, besarnya nilai b
pada persamaan eksponensial adalah:
𝐴 = 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 𝑗𝑐𝑗 =1 ..........(24)
𝐵 = 𝑡 ∙ 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 ∙ ln 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 𝑗𝑐𝑗 =1 ..........(25)
𝐶 = 𝑡 ∙ 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 𝑗𝑐𝑗 =1 ..........(26)
𝐷 = 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 ∙ ln 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 𝑗𝑐𝑗 =1 ..........(27)
𝐸 = 𝑡2 ∙ 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 𝑗𝑐𝑗 =1 ..........(28)
𝑏 =𝐴∙𝐵−𝐶∙𝐷
𝐴∙𝐸−𝐶2 ..........(29)
dimana 𝑛 = −𝑏 ∙ 𝜏 ..........(30)
Maka algoritma untuk penentuan tekanan
resevoir sebagai fungsi dari waktu, jika 𝑃 = 𝑓(𝑉𝐸)
menurut persamaan (19) dan 𝑉𝐸 = 𝑓(𝑡, 𝑛) menurut
persamaan (22), adalah:
A=0
B=0
C=0
D=0
E=0
Untuk j=1 hingga c:
𝐴 = 𝐴 + 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 𝑗
𝐵 = 𝐵 + 𝑡 ∙ 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 ∙ ln 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 𝑗
𝐶 = 𝐶 + 𝑡 ∙ 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 𝑗
𝐷 = 𝐷 + 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 ∙ ln 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 𝑗
𝐸 = 𝐸 + 𝑡2 ∙ 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 𝑗
𝑏 =𝐴∙𝐵−𝐶∙𝐷
𝐴∙𝐸−𝐶2
𝑛 = −𝑏 ∙ 𝜏
𝑉𝐸 = 𝑓(𝑡, 𝑛)
𝑃 = 𝑓 𝑉𝐸 = 𝑓 𝑓(𝑡, 𝑛) = 𝑓(𝑡, 𝑛)
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 6
4.3. Penentuan Permeabilitas Relatif Air dan Gas
sebagai Fungsi dari Saturasi Air Rata-rata
Seiring dengan diproduksikannya air, maka
saturasi air di makropori akan semakin berkurang
sesuai dengan persamaan (11), sedangkan saturasi gas
akan semakin bertambah seiring dengan makin
banyaknya gas yang berdifusi dari matriks. Dalam
simulator ini user dapat memasukkan data
permeabilitas relatif lalu simulator akan membangun
persamaan 𝑘𝑟 = 𝑓(𝑆𝑤 ) untuk air dan gas dengan
regresi polinom derajat 9 (atau lebih kecil jika jumlah
set data kurang dari 10).
Algoritma yang diperlukan cukup panjang
(selengkapnya lampiran C) karena menggunakan
matrix2 dalam penyelesaian aljabar persamaan normal
polinom derajat 9 yang meliputi:
1. Deklarasi persamaan normal dengan
matrix filling.
2. Partial pivoting.
3. Scaling untuk meningkatkan ketelitian
penyelesaian persamaan normal.
4. Gauss elimination untuk menyelesaikan
persamaan normal dan mendapatkan
konstanta-konstanta polinom derajat 9.
Sehingga hasil akhir dari penyelesaian
persamaan normal polinom derajat 9 untuk penentuan
permeabilitas relatif air dan gas sebagai fungsi dari
saturasi air rata-rata adalah:
𝑘𝑟𝑤 = 𝑤0 + 𝑤1 ∙ 𝑆𝑤 + 𝑤2 ∙ 𝑆𝑤
2+ 𝑤3 ∙ 𝑆𝑤
3+ 𝑤4 ∙
𝑆𝑤 4
+ 𝑤5 ∙ 𝑆𝑤 5
+ 𝑤6 ∙ 𝑆𝑤 6
+ 𝑤7 ∙ 𝑆𝑤 7
+ 𝑤8 ∙
𝑆𝑤 8
+ 𝑤9 ∙ 𝑆𝑤 9
..........(31)
𝑘𝑟𝑔 = 𝑔0 + 𝑔1 ∙ 𝑆𝑤 + 𝑔2 ∙ 𝑆𝑤
2+ 𝑔3 ∙ 𝑆𝑤
3+ 𝑔4 ∙
𝑆𝑤 4
+ 𝑔5 ∙ 𝑆𝑤 5
+ 𝑔6 ∙ 𝑆𝑤 6
+ 𝑔7 ∙ 𝑆𝑤 7
+ 𝑔8 ∙
𝑆𝑤 8
+ 𝑔9 ∙ 𝑆𝑤 9
..........(32)
4.4. Prediksi Profil Produksi
Sub-algoritma yang terakhir ini
mengintegrasikan hasil dari 3 sub-algoritma
sebelumnya untuk mendapatkan hubungan laju alir air
dan gas terhadap waktu, dimana kita telah memiliki
fungsi 𝑃 = 𝑓(𝑡) dari persamaan (19) dan (22), fungsi
𝑘𝑟𝑤 = 𝑓(𝑆𝑤 ) dari persamaan (31), serta fungsi
𝑘𝑟𝑔 = 𝑓(𝑆𝑤 ) dari persamaan (32). Namun dari
persamaan (11) dapat dilihat bahwa untuk
mendapatkan nilai 𝑆𝑤 pada suatu waktu tertentu, kita
perlu mengetahui besarnya produksi air kumulatif
pada waktu tersebut (Wp) yang justru merupakan
salah satu hasil akhir prediksi yang dilakukan
simulator, dimana:
𝑊𝑝 = 𝑞𝑤 𝑡𝑛 − 𝑡𝑛−1 𝑖𝑛𝑖=0 ..........(33)
Oleh karena itu perlu dilakukan iterasi
terhadap nilai Wp yang prosedurnya adalah sebagai
berikut:
1. Asumsi sebuah nilai dari Wp pada waktu
tertentu (simulator akan secara otomatis
mengambil nilai Wp dari selang waktu
sebelumnya).
2. Hitung nilai dari 𝑆𝑤 melalui persamaan (11).
3. Hitung nilai dari krw dari persamaan (31).
4. Hitung nilai dari 𝑃 = 𝑓(𝑡) dari persamaan
(19) dan (22).
5. Hitung nilai dari qw dari persamaan (6).
6. Hitung Wp dari persamaan (33).
7. Kembali ke poin dua dan ulangi prosedur
sampai terjadi kekonvergenan.
Prosedur iteratif tersebut akan diulang pada
tiap selang waktu (time-step) yang besarnya
merupakan masukan dari user.
Persamaan (33) merupakan integrasi numerik
dari 𝑊𝑝 = 𝑞𝑤𝑑𝑡𝑡
0 yang mengasumsikan besarnya
laju alir air adalah konstan pada satu time-step,
sehingga jika diinginkan hasil prediksi yang teliti,
time-step harus diatur sekecil mungkin. Nampak
bahwa simulator ini adalah tipikal simulator pada
umumnya yaitu makin teliti dalam simulasi jika time-
step makin kecil, namun makin lambat (makin banyak
iterasi). Algoritma untuk prediksi profil produksi jika
𝑆𝑤 = 𝑓(𝑊𝑝) menurut persamaan (11), 𝑞𝑤 =
𝑓(𝑃, 𝑘𝑟𝑤 ) menurut persamaan (6), dan 𝑞𝑔 =
𝑓(𝑃, 𝑘𝑟𝑔 ) menurut persamaan (7), adalah:
𝑐 = roundup 𝑒𝑛𝑑 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 −𝑠𝑡𝑎𝑟𝑡 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑠𝑡𝑒𝑝
Untuk j=1 hingga c:
𝑊𝑝 𝑗
= 𝑊𝑝 𝑗 −1
Untuk ε > 10-7
:
𝑆𝑤 = 𝑓(𝑊𝑝)
𝑘𝑟𝑤 = 𝑓(𝑆𝑤 )
𝑃 = 𝑓(𝑡) 𝑞𝑤 𝑗 = 𝑓(𝑃, 𝑘𝑟𝑤 )
𝑊𝑝 𝑛𝑒𝑤
= 𝑊𝑝 𝑗−1
+ 𝑞𝑤 𝑗 ∙ 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑠𝑡𝑒𝑝
𝜀 = 𝑊𝑝
𝑛𝑒𝑤− 𝑊𝑝
𝑗
𝑊𝑝 𝑛𝑒𝑤
𝑊𝑝 𝑗
= 𝑊𝑝 𝑛𝑒𝑤
𝑘𝑟𝑔 = 𝑓(𝑆𝑤 )
𝑞𝑔 𝑗
= 𝑓(𝑃, 𝑘𝑟𝑔 )
𝐺𝑝 𝑗
= 𝐺𝑝 𝑗−1
+ 𝑞𝑔 𝑗∙ 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑠𝑡𝑒𝑝
5. DATA DAN KORELASI
Data yang digunakan untuk menguji simulator
ini adalah data dalam paper King6 dari sebuah lapisan
batubara yang telah berproduksi selama 10 tahun,
dimana King menggunakan data 3 tahun pertama
sebagai sebuah data sejarah produksi yang digunakan
untuk memprediksi produksi selama 7 tahun
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 7
berikutnya. Sumur yang distimulasi dengan hydraulic
fracturing (oleh King dan juga dalam simulator ini
dimodelkan sebagai skin negatif) berproduksi setelah
proses dewatering selama 3 bulan dengan laju air
konstan 50 STBD. Tidak dijelaskan apakah selama
proses dewatering tersebut gas telah berproduksi,
namun karena asumsi Pi=Pd, maka penulis
menganggap bahwa gas telah berproduksi sejak
sumur dibuka.
Data sejarah produksi tidak ditampilkan dalam
tabel oleh King (kecuali untuk 4 set data laju alir gas),
melainkan hanya dalam grafik. Oleh karena itu
penulis membaca secara manual grafik yang
disajikan, dan mendapatkan harga produksi kumulatif
Wp dan Gp dengan integrasi Simpson ⅜ dari laju alir
air dan gas. Dalam Tabel 1 disajikan data reservoir,
properti adsorpsi, dan properti gas. Sedangkan dalam
Tabel 2 disajikan data sejarah produksi hingga hari ke
-1090.
Tabel 1 – Data Reservoir
Parameter dan Satuan Harga
Tekanan Awal (psia) Pi 479.7
Saturasi Awal Swi 1
Porositas Awal ϕi 0.01
Kompresibilitas Batuan (psi-1
) cf 0.0000075
Kompresibilitas Air (psi-1
) cw 0.0000032
Temperatur Reservoir (°R) T 530
Faktor Volume Formasi Air
(bbl/STB) Bw 1*
Viskositas Air (cp) μw 0.9517**
Permeabilitas (mD) k 26
Ketebalan (ft) h 6
Jari-jari Sumur (ft) rw 0.5
Jari-jari Pengurasan (ft) re 1050
Skin S -4.24
PARAMETER ADSORPSI:
Konstanta Volume Langmuir
(SCF/ft3) VL 18.6
Konstanta Tekanan Langmuir
(psia) PL 167.5
Tekanan Desorpsi (psia) Pd 479.7
Konstanta Waktu (days) τ 231.4
PROPERTI GAS:
Faktor Deviasi Gas Awal Zi 0.9365***
Tekanan Kondisi Standar (psia) Psc 14.7
Temperatur Kondisi Standar
(°R) Tsc 520
Faktor Deviasi Gas Standar Zsc 0.998***
Tekanan Pseudo-kritik (psia) Ppc 673.1
Temperatur Pseudo-kritik (°R) Tpc 344.22
Specific Gravity γg 0.5537
* asumsi
** korelasi Chesnut7
*** korelasi DAK7
Tabel 2 – Data Sejarah Produksi
Time=
90 days
Pres (psia) 419.5
Wp (STB) 4500
Gp (SCF) 4103693.13
Time=
360
days
Pres (psia) 322.8
Wp (STB) 11812.78586
Gp (SCF) 22593720
Time=
725
days
Pres (psia) 263.7
Wp (STB) 13441.01978
Gp (SCF) 43631651.5
Time=
1090
days
Pres (psia) 235.3
Wp (STB) 14319.98425
Gp (SCF) 56286343.15
Dalam paper King tersebut tidak ditampilkan
data permeabilitas relatif, sehingga data permeabilitas
relatif yang mula-mula digunakan dalam simulasi
adalah data dari dari Basin Warior pada lapisan
Jagger9:
Gambar 5
Selain data-data di atas, dibutuhkan juga data
faktor deviasi gas yang diperoleh dari korelasi
Dranchuk Abou-Kassem7, serta data viskositas gas
dari korelasi CKB-Dempsey12
, dimana simulator ini
telah diprogram untuk memakai kedua korelasi
tersebut. Adapun viskositas air dihitung dengan
korelasi Chesnut7 dan diasumsikan konstan pada
kondisi awal reservoir. Korelasi yang juga mungkin
dibutuhkan adalah korelasi Corey15
untuk
menentukan permeabilitas relatif sebagai fungsi dari
saturasi. Namun simulator ini tidak diprogram untuk
memakai korelasi tersebut karena pada akhirnya bagi
kebanyakan pemodelan dan studi keteknikan dari
pengurasan CBM, data permeabilitas relatif diperoleh
lewat history-matching13
(akan dibahas lebih rinci
pada bahasan berikutnya).
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 8
6. SIMULASI AWAL
Tabel 3 – Hasil Simulasi Awal
KING
Vb2 (ft3) 21,912,827.13
OGIP (SCF) 302,094,324.79
V0 (SCF/ft
3) 13.4021
n 0.0537
JENSEN & SMITH
Vb2 (ft3) 21,718,182.12
OGIP (SCF) 291,069,057.59
Pi 431.88
Dari tabel 3 tersebut, dapat dilihat perbedaan
hasil simulasi antara metode King dan metode Jensen
& Smith. Analisis perbedaan tersebut akan dilakukan
pada bagian pembahasan paper ini. Prosedur iteratif
King mencapai konvergensi pada iterasi ke-5 dengan
galat nol yang artinya Vb2 hasil iterasi ke-4 dan ke-5
sudah identik. Plot Gp vs P/Z* pada iterasi ke-5
metode King dapat dilihat pada gambar 6, sedangkan
plot Gp vs 𝑃
𝑃𝐿+𝑃 dalam metode Jensen & Smith dapat
dilihat pada gambar 7. Selain itu plot 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 vs t
dalam penentuan bilangan n dapat dilihat pada
gambar 8.
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Hasil simulasi ini berbeda dengan yang
dilakukan King dalam papernya dimana King
mendapatkan nilai OGIP sebesar 356 MMSCF
dengan menggunakan metode yang sama dengan
simulator ini. Selain itu ternyata King juga
menghitung ulang nilai jari-jari pengurasan dengan
prosedur iteratifnya dan mendapatkan nilai sebesar
1007 ft. Oleh karena itu simulasi profil produksi yang
penulis lakukan juga menggunakan data jari-jari
pengurasan dari prosedur iteratif King melalui
persamaan:
𝑟𝑒 = 𝑉𝑏2
𝜋 ..........(34)
dan mendapatkan nilai re sebesar 1078.207 ft.
Setelah data permeabilitas relatif lapisan
Jagger dimasukkan dalam simulator, profil produksi
yang dihasilkan untuk 3 tahun pertama ternyata tidak
cocok dengan profil sejarah produksi selama 3 tahun
tersebut. Ketidakcocokan ini dapat dilihat pada
gambar 9a untuk laju produksi air dan gambar 9b
untuk laju produksi gas.
Gambar 9a
y = -7E-05x + 20184R² = 0,9948
0
5000
10000
15000
20000
25000
0E+00 2E+07 4E+07 6E+07
P/Z
* (p
sia)
Gp (SCF)
y = -2E-09x + 0,7205R² = 0,9932
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0E+00 2E+07 4E+07 6E+07
P/(
PL+
P)
Gp (SCF)
y = 11,964335e-0,000231x
R² = 0,988417
0
2
4
6
8
10
12
14
0 500 1000 1500
V(t
)-V
e (
SCF/
ft3
)
t (days)
0
20
40
60
80
100
0 200 400 600 800 1000 1200
qw
(ST
BD
)
t (days)
Simulator
Sejarah Produksi
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 9
Gambar 9b
6.1. Relative Permeability Construction
Melihat ketidakcocokan tersebut, penulis
melakukan history-matching dengan parameter yang
diubah-ubah adalah data permeabilitas relatif air dan
gas dimana pengubahan data permeabilitas relatif
yang dipakai masih dalam batasan krg =1@Swirr =0.25
dan krw =1@Sgc =0.03 yang terdapat pada paper King.
Kurva permeabilitas relatif yang menghasilkan profil
produksi yang paling mendekati data sejarah produksi
ditampilkan pada gambar 10, dimana data
permeabilitas relatif inilah yang digunakan pada
prediksi profil produksi. Kecocokan antara hasil
history-matching dan data sejarah produksi
ditampilkan pada gambar 11a untuk laju produksi air
dan gambar 11b untuk laju produksi gas.
Gambar 10
Gambar 11a
Gambar 11b
Adapun grafik pada gambar 11b terdiri dari 4
titik, dan ketidakcocokan yang masih terlihat ada
pada titik ke-3 (t = 725days). Kecocokan (match)
susah dicapai pada titik ini sebab nilai 𝑆𝑤 pada titik
ke-2 (t = 360days) terlalu dekat dengan titik ke-3,
dimana pada titik ke-2 nilai 𝑆𝑤 dari metode King
adalah sebesar 0.699 sedangkan pada titik ke-3
sebesar 0.657. Pengubahan data permeabilitas relatif
untuk mencocokan titik ke-3 akan membuat titik ke-2
tidak cocok (laju alir gas terlalu besar), sedangkan
pengubahan data permeabilitas relatif untuk
mencocokan titik ke-2 akan membuat titik ke-3 tidak
cocok (laju alir gas terlalu kecil).
7. PREDIKSI
Setelah melewati history-matching maka
pengolahan data berikutnya adalah prediksi profil
produksi. Pada paper King CBM diproduksikan
dengan tekanan dasar sumur 185 psia pada 3 tahun
pertama, lalu pada 7 tahun selanjutnya CBM
diproduksikan dengan tekanan dasar sumur 125 psia.
Oleh karena itu pada prediksi profil produksi ini juga
digunakan tekanan dasar sumur 125 psia. Hasil
prediksi (kasus ke-1) untuk laju produksi gas
ditampilkan pada gambar 12a dan untuk laju produksi
air pada gambar 12b dan masing-masing
0
10
20
30
40
50
60
70
0 200 400 600 800 1000 1200
qg
(MSC
FD)
t (days)
Simulator
Sejarah Produksi
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
kr
Sw
krw
krg
0
10
20
30
40
50
60
0 200 400 600 800 1000 1200
qw
(ST
BD
)
t (days)
Simulator
Sejarah Produksi
0
10
20
30
40
50
60
70
0 200 400 600 800 1000 1200
qg
(MSC
FD)
t (days)
Simulator
Sejarah Produksi
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 10
dibandingkan dengan prediksi oleh King (prediksi
simulator garis hitam, prediksi King garis merah).
Gambar 12a
Gambar 12b
Ternyata walaupun sejarah produksi sudah
cukup match, hasil prediksi simulator ini sangat
berbeda dengan prediksi yang dilakukan oleh King
yang setelah diselidiki ternyata disebabkan oleh
perbedaan profil tekanan. Algoritma untuk penentuan
tekanan resevoir sebagai fungsi dari waktu yang
dimiliki oleh simulator ini ternyata menghasilkan
profil tekanan yang menurun lebih cepat dari profil
tekanan yang digunakan oleh King, yang
perbandingannya dapat dilihat pada gambar 13 (profil
tekanan simulator garis hitam, profil tekanan King
garis merah).
Gambar 13
Penulis mengajukan hipotesis bahwa
perbedaan prediksi ini hanya disebabkan oleh
perbedaan profil tekanan. Untuk mengecek hipotesis
ini, penulis membuat dummy simulator yang
menggunakan profil tekanan King dalam prediksi
profil produksi. Hasil prediksi dummy simulator
tersebut (sebagai kasus ke-2) untuk laju produksi gas
dapat dilihat pada gambar 14a dan untuk laju
produksi air pada gambar 14b, dimana masing-
masing dibandingkan dengan prediksi oleh King
(prediksi simulator garis hitam, prediksi King garis
merah).
Gambar 14a
Gambar 14b
Ternyata walaupun sudah menggunakan profil
tekanan dari King, hasil prediksi masih berbeda.
Maka dari itu menurut penulis hal yang paling
mungkin menjadi akar permasalahan adalah bahwa
data permeabilitas relatif yang ada masih belum valid
untuk digunakan dalam prediksi. Meyakini hal ini,
penulis mengambil langkah ekstrim yaitu
menggunakan data 10 tahun simulasi King untuk
memperkirakan permeabilitas air dan gas yang
kurvanya dapat dilihat pada gambar 15. Selanjutnya
data permeabilitas relatif pada gambar 10 disebut
sebagai tipe 1, dan pada gambar 15 disebut tipe 2.
Profil produksi selama 10 tahun dengan
menggunakan data permeabilitas relatif tipe 2 dan
profil tekanan King (menggunakan dummy simulator,
sebagai kasus ke-3) untuk laju produksi gas
ditampilkan pada gambar 16a dan untuk laju produksi
air pada gambar 16b, dimana masing-masing
0
20
40
60
80
0 1000 2000 3000 4000
qg
(MSC
FD)
t (days)
0
10
20
30
40
50
60
0 1000 2000 3000
qw
(STB
D)
t (days)
0
50
100
150
200
250
0 1000 2000 3000 4000
P r
es
(psi
a)
t (days)
0
20
40
60
80
0 1000 2000 3000 4000
qg
(MSC
FD)
t (days)
0
10
20
30
40
50
60
0 1000 2000 3000 4000
qw
(STB
D)
t (days)
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 11
dibandingkan dengan prediksi oleh King (prediksi
simulator garis hitam, prediksi King garis merah).
Gambar 15
Gambar 16a
Gambar 16b
Ketidakcocokan masih terjadi namun kali ini
terjadi di 3 tahun pertama. Menurut penulis hal ini
justru lebih masuk akal dari kasus ke-2 mengingat
data sejarah produksi yang ada jauh lebih minim dari
data 7 tahun berikutnya yang notabene adalah data
hasil simulasi, yaitu hanya 4 set data dibandingkan
dengan hampir 250 set data untuk 7 tahun berikutnya.
8. PEMBAHASAN
Dalam papernya, King mendapatkan nilai
OGIP yang berbeda dengan hasil simulasi yaitu
sebesar 356 MMSCF, dimana simulasi ini
memberikan hasil 302.1 MMSCF untuk metode King
dan 291.1 MMSCF untuk metode Jensen & Smith.
Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh data
sejarah produksi kumulatif air dan gas yang kurang
dapat diandalkan karena bukan diperoleh dari data
mentah yang disediakan oleh sumber, melainkan
diperoleh penulis dari integrasi numerik data laju
produksi air dan gas. Selain itu perbedaan antara hasil
dari metode King dan metode Jensen & Smith yang
ditunjukkan dalam tabel 3 juga cukup signifikan
dimana metode Jensen & Smith menunjukkan hasil
yang lebih kecil bahkan dalam penentuan tekanan
awal resevoir. Penulis telah melakukan perhitungan
bahwa jika nilai Vb2 dan OGIP dari metode King
disubstitusi pada persamaan (15), didapatkan tekanan
awal reservoir yang sesuai dengan data masukan yaitu
sebesar 479.7 psia.
Metode Jensen & Smith mengabaikan gas yang
tersimpan dalam makropore dalam perhitungan
OGIP, yang berarti bahwa asumsi ini menyatakan
bahwa besarnya saturasi air rata-rata tidak
mempengaruhi produksi kumulatif gas (lebih jelasnya
pada lampiran B). Jika demikian maka produksi
kumulatif air (seperti ditunjukkan pada persamaan
(11) akan mempengaruhi saturasi air rata-rata) tidak
mempengaruhi produksi kumulatif gas, yang artinya
penurunan tekanan reservoir murni disebabkan oleh
proses desorpsi gas. Inilah perbedaan fundamental
dengan metode King dimana pada metode King,
seperti konsep produksi CBM umumnya,
menunjukkan bahwa penurunan tekanan reservoir
disebabkan oleh proses dewatering. Maka jika
tekanan awal reservoir lebih besar dari tekanan
desorpsi gas, metode Jensen & Smith akan mencatat
tekanan desorpsi sebagai tekanan awal reservoir.
Penulis mengilustrasikannya dalam gambar 17.
Gambar 17
Oleh karena itu untuk kasus reservoir under-
saturated yaitu Pi > Pd pada metode King, komponen
desorpsi pada persamaan (10) untuk menghitung Zi*
harus dievaluasi pada tekanan desorpsi, sehingga
persamaan tersebut menjadi:
𝑍𝑖∗ =
𝑍𝑖
1−𝑆𝑤𝑖 +𝑍𝑖𝑇𝑃𝑠𝑐𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
∙𝑉𝐿
𝜙𝑖(𝑃𝐿+𝑃𝑑 )
..........(35)
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
kr
Sw
krw
krg
0
20
40
60
80
100
0 1000 2000 3000 4000
qg
(MSC
FD)
t (days)
0
10
20
30
40
50
60
0 1000 2000 3000 4000
qw
(ST
BD
)
t (days)
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 12
Penulis menghitung ulang nilai OGIP dengan
persamaan baru tersebut dan hasil yang didapatkan
mirip dengan hasil yang didapatkan oleh metode
Jensen & Smith. Karena metode Jensen & Smith
menggunakan hubungan tekanan terhadap adsorpi gas
maka penentuan konsentrasi gas mula-mula (V0) lebih
cocok menggunakan metode ini daripada metode
King. Inilah alasan penggunaan OGIP dan Vb2 dari
metode Jensen & Smith untuk menyelesaikan
persamaan (23).
Pada ketiga kasus simulasi yang penulis
lakukan, didapat matching yang berbeda-beda jika
dibandingkan denga metode King. Pada kasus
pertama, kecocokan didapat semata-mata karena
history-matching terhadap data sejarah produksi 3
tahun pertama, namun prediksi tidak dapat menyamai
prediksi yang dilakukan King karena profil tekanan
yang lebih cepat turun. Dengan hipotesis kesalahan
hanya pada profil tekanan, dilakukan simulasi kasus
kedua yang menunjukkan bahwa dengan profil
tekanan yang identik masih didapat ketidakcocokan.
Oleh karena itu dilakukan simulasi kasus ketiga
dimana penulis mencari hubungan permeabilitas
relatif terhadap saturasi air rata-rata dengan memakai
seluruh data simulasi King selama 10 tahun. Hasilnya
menjadi lebih baik dengan hanya 4 set data yang tidak
match. Walaupun 4 set data ini terdapat pada 3 tahun
pertama sehingga ketidakcocokannya nampak jelas
pada grafik, namun secara numerik ketidakcocokan
ini dapat dikatakan kecil sebab hampir 250 set data
pada 7 tahun terakhir sudah match. Perlu dicatat
bahwa hasil simulasi kasus kedua dan ketiga tidak
dapat digunakan untuk menghitung perolehan gas,
sebab dalam kedua kasus tersebut digunakan dummy
simulator yang algoritmanya tidak konsisten. Penulis
semata-mata menggunakan kedua kasus tersebut
untuk menguji hipotesis yang penulis cetuskan di
akhir simulasi kasus pertama.
Dari ketiga kasus simulasi tersebut, penulis
mengambil kesimpulan bahwa profil tekanan yang
kurang baik menjadi alasan utama belum
sempurnanya simulator ini. Selain itu, simulator ini
telah dapat mensimulasikan profil produksi yang
menjadi ciri khas sumur CBM seperti pada gambar 3,
dan dapat menerjemahkan sejarah produksi sebagai
data awal untuk meprediksi profil produksi
mendatang dengan mengolah data reservoir dan
hubungan permeabilitas relatif air dan gas dalam
reservoir batubara, seperti yang menjadi tujuan awal
pembuatan simulator sederhana ini. Data sejarah
produksi sebagai data awal merupakan data yang
sangat penting dalam menjalankan simulator ini,
sehingga kualitas dan kuantitas data sejarah produksi
yang baik akan menghasilkan prediksi yang baik pula.
Simulasi kasus ketiga telah berhasil
menentukan data permeabilitas relatif yang dapat
digunakan untuk memprediksi profil produksi sumur
dengan hasil yang sama dengan simulasi King. Maka
dengan data permeabilitas relatif tipe 2 ini (gambar
15), penulis mencoba membandingkan hasil simulasi
penulis dengan hasil simulasi King jika tekanan dasar
sumur tetap 185 psia hingga akhir hari ke-3500.
Hasilnya ditampilkan pada gambar 18a dan untuk laju
produksi air pada gambar 18b, dimana masing-
masing dibandingkan dengan prediksi oleh King
(prediksi simulator garis hitam, prediksi King garis
merah).
Gambar 18a
Gambar 18b
Pada kedua grafik tersebut terlihat bahwa
kedua profil produksi match dengan hasil simulasi
King yang padahal memiliki profil tekanan yang
berbeda. Sebenarnya hal ini disebabkan karena
perbedaan profil tekanan antara simulator ini dan
simulasi King baru terjadi sekitar hari ke-1600
dimana pada jika digunakan tekanan dasar sumur 185
psia, baik simulator ini maupun simulasi King
menunjukkan tekanan reservoir telah jatuh di bawah
185 psia pada saat itu, sehingga tidak terjadi aliran.
Dalam hasil simulasi penulis, produksi kumulatif gas
dan air masing-masing ditampilkan pada gambar 19
dengan profil saturasi pada gambar 20.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 500 1000 1500 2000
qg
(MSC
FD)
t (days)
0
10
20
30
40
50
60
0 500 1000 1500 2000
qw
(STB
D)
t (days)
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 13
Gambar 19
Gambar 20
Dengan membandingkan grafik pada gambar
20 dan gambar 18a, kita dapat melihat bahwa setelah
produksi gas mencapai puncak (pada hari ke-360)
saturasi air menurun dengan sangat lambat. Hal ini
sesuai dengan yang diperkirakan Seidle11
dalam
papernya.
9. KESIMPULAN
1. Simulator material balance yang
dikembangkan dengan metode King dapat
memprediksi profil produksi pada sumur
CBM dan menunjukkan sifat negative
decline pada fase dewatering, serta mampu
melewati prosedur history-matching dengan
baik.
2. Permeabilitas relatif sebagai data masukan
simulator merupakan parameter yang
sensitif, sehingga bagus digunakan dalam
history-matching.
3. Penggunaan metode King dan metode Jensen
& Smith secara komprehensif dapat
menunjukkan apakah tekanan awal reservoir
adalah tekanan desorpsi atau bukan,
sekaligus memperkirakan besarnya tekanan
desorpsi tersebut.
4. Perhitungan OGIP pada metode King harus
dikoreksi dengan persamaan (35) jika
tekanan awal reservoir lebih besar dari
tekanan desorpsi gas metana dari permukaan
butir batubara.
5. Penentuan tekanan reservoir sebagai fungsi
dari waktu yang diperoleh dari persamaan
eksponensial konsentrasi gas teradsorpsi
pada waktu tertentu kurang sempurna untuk
memprediksi penurunan tekanan reservoir
dalam jangka panjang.
6. Dibutuhkan data sejarah produksi dengan
kualitas dan kuantitas yang baik dalam
mensimulasikan profil produksi sumur
CBM.
10. REKOMENDASI
Setelah mengembangkan simulator material
balance yang menggunakan metode King dan
divalidasi dengan Jensen & Smith ini, penulis
memiliki beberapa rekomendasi baik untuk
menyempurnakan simulator ini maupun untuk studi-
studi sejenis. Yang pertama adalah perlu
dikembangkannya persamaan profil tekanan khusus
untuk sumur CBM, dimana pada simulator ini penulis
mengembangkan persamaan profil tekanan sebagai
fungsi dari konsentrasi gas teradsorpsi pada kondisi
kesetimbangan yang ternyata kurang sempurna.
Penulis memberi saran untuk mengembangkan profil
tekanan terhadap waktu dengan mempertimbangkan
proses dewatering dan model unsteady state. Hal ini
penulis sadari dengan melihat bahwa penurunan
tekanan reservoir melambat seiring dengan
menurunannya laju dewatering, sehingga harus
ditemukan keterkaitan antara kedua hal ini.
Rekomendasi kedua adalah agar dilakukannya
studi sensitivitas untuk menentukan kuantitas data
sejarah produksi yang optimal dalam prediksi profil
produksi, sekaligus untuk memvalidasi simulator ini.
Hal ini mengingat simulator ini dikembangkan
dengan referensi data lapangan yang minim.
Dan rekomendasi terakhir adalah agar
dilakukannya studi untuk mengembangkan simulator
material balance dalam kasus-kasus yang lebih
kompleks seperti terdapatnya water influx, efek
matrix shrinkage batubara, atau injeksi CO2.
11. DAFTAR SIMBOL
a = Warren and Root shape factor, ft -2
b = slope pada plot 𝑉 𝑡 − 𝑉𝑒 Bw = Faktor Volume Formasi air, bbl/STB
cf = kompresibilitas batuan, psi-1
cw = kompresibilitas air, psi-1
Di = koefisien difusi, ft2/day
Gp = produksi gas kumulatif, SCF [MMSCF]
h = ketebalan lapisan, ft
k = permeabilitas, mD
krg = permeabilitas relatif gas
krw = permeabilitas relatif air
m = slope pada plot P/Z*, psi/SCF
m(P) = pseudo-pressure tekanan reservoir, psi2/cp
m(Pwf) = pesudo-pressure tekanan dasar sumur,
psi2/cp
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
0 500 1000 1500 2000
Wp
(ST
B)
Gp
(M
SCF)
t (days)GpWp
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
0 500 1000 1500 2000t (days)
Sw(avg)
Sg(avg)
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 14
n = eksponen difusi
OGIP = Original Gas In Place, SCF [MMSCF]
P = tekanan reservoir, psia
Pd = tekanan adsorbsi, psia
Pi = tekanan awal reservoir, psia
PL = konstanta tekanan Langmuir, psia
Psc = tekanan kondisi standar, psia
Pwf = tekanan dasar sumur
qg = laju alir gas, MSCFD
qw = laju alir air, STBD
re = jari-jari pengurasan, ft
rw = jari-jari lubang sumur, ft
S = faktor skin
Sg = saturasi gas
Sgc = saturasi gas kritik
Sw = saturasi air
Swirr = saturasi air irreducible
Swi = saturasi air awal
𝑆𝑤 = saturasi air rata-rata
t = waktu, days
T = temperatur reservoir, °R
T = temperatur, °R
V0 = konsentrasi gas teradsorpsi mula-mula,
SCF/ft3
Vb2 = volume bulk porositas sekunder, ft3
Ve = konsentrasi gas teradsorpsi pada tekanan
standar, SCF/ft3
VE = konsentrasi gas teradsorpsi pada kondisi
kesetimbangan, SCF/ft3
Vi = konsentrasi gas teradsorpsi, SCF/ft3
VL = konstanta volume Langmuir, SCF/ft3
V(t) = konsentrasi gas pada waktu tertentu, SCF/ft3
We = water influx, bbl
Wp = produksi air kumulatif, STB
Z = faktor deviasi gas
𝑍 = faktor deviasi gas rata-rata
Zsc = fator deviasi gas pada kondisi standar
Zi = faktor deviasi gas pada kondisi awal
reservoir
Z* = faktor deviasi gas untuk uncoventional gas
Zi* = faktor deviasi gas untuk uncoventional gas
pada kondisi awal reservoir
μg = viskositas dinamik gas, cp
𝜇𝑔 = viskositas dinamik gas rata-rata, cp
μw = viskositas dinamik air, cp
τ = kontanta waktu, days
ϕi = porositas awal
12. UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Tuhanku Yesus Kristus
atas selesainya tugas akhir ini. Ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Doddy
Abdassah yang telah meluangkan pemikiran dan
waktu sebagai pembimbing tugas akhir saya ini.
Secara khusus saya juga mengucapkan terima kasih
kepada saudara Richard Tymotheus Purba dan Eric
Firanda yang telah meluangkan waktu untuk
berdiskusi dalam pengerjaan tugas akhir ini.
Terima kasih yang sangat tulus kepada kedua
orangtua dan saudara-saudaraku serta rekan-rekan
mahasiswa yang telah mendukung secara moral
pengerjaan tugas akhir ini.
13. DAFTAR PUSTAKA
1. Abdassah, Doddy, “Teknik Gas Bumi”,
Institut Teknologi Bandung, Bandung, 1998.
2. Chapra, S. C., and Canale, R. P., “Numerical
Methods for Engineers”, McGraw-Hill, New
York, 1985.
3. Ertekin, Turgay, “Engineering of Coalbed
Methane Reservoir.ppt”, Bandung.
4. Firanda, E. “Perhitungan Profil Produksi Gas
pada Reservoir Coalbed Methane
Menggunakan Metode Semi Analitik”,
Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2009.
5. Jensen, D and Smith, L.K., “A Practical
Approach to Coalbed Methane Reserve
Prediction Using a Modified Material
Balance Technique”, International Coalbed
Methane Symposium, Tusaloosa, Alabama,
May 1997.
6. King, G.R., “Material Balance Techniques
for Coal Seam and Devonian Shale Gas
Reservoirs”, SPE 20730, 1990.
7. McCain, William D., “Petroleum Fluids”,
PennWell Books, Tulsa, 1990.
8. Purba, R. T., “Peramalan Produksi Gas dan
Air pada Reservoir Gas Metana Batubara
(CBM) Menggunakan Metode
Kesetimbangan Materi”, Institut Teknologi
Bandung, 2009.
9. Puri, R., “Measurement of Coal Cleat
Porosity and Relative Permeability
Characteristics”, SPE 21491, 1991.
10. Rogers, R.E., “Coalbed Methane Principles
and Practice”, Prentice-Hall, Englewood
Cliffs, 1994.
11. Seidle, John P., "A Modified p/Z Method for
Coal Wells", SPE 55605, 1999.
12. Tiab, Djebbar, “Gas Reservoir Engineering”,
The University of Oklahoma, Oklahoma,
2000.
13. Wicks, D.E., “A Strategy for Coalbed
Methane Production Development Part II:
Reservoir Characterization”, Coalbed
Methane Symposium: April 1989.
14. Zulkarnain, Ismail, “Simulation Study of the
Effect of Well Spacing, Effect of
Permeability Anisotropy, and Effect of
Palmer and Mansoori Model on Coalbed
Methane Production”, Texas A&M
University, 2005.
15. www.jgmaas.com/scores/facts.html
“Relative Permeability Analysis”
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 15
LAMPIRAN A – PENURUNAN PERSAMAAN DIFUSI
Persamaan (3): 𝑑𝑉 𝑖
𝑑𝑡= −
1
𝜏 𝑉𝑖 − 𝑉𝐸 ...................................................................................................................(A-1)
𝑑𝑉 𝑖
𝑉𝑖−𝑉𝐸 = −
𝑑𝑡
𝜏 ................................................................................................................................................... (A-2)
ln 𝑉𝑖 − 𝑉𝐸 0𝑡 = −
𝑡
𝜏
0
𝑡
...................................................................................................................................... (A-3)
ln 𝑉(𝑡)−𝑉𝐸
𝑉0−𝑉𝐸 = −
𝑡
𝜏 .............................................................................................................................................(A-4)
𝑉𝑖 − 𝑉𝐸 = 𝑉0 − 𝑉𝐸 ∙ 𝑒−𝑡
𝜏 ................................................................................................................................ (A-5)
Persamaan di atas adalah persamaan (4). Untuk mendefinisikan pengertian τ, maka diturunkan persamaan (A-5)
tersebut untuk t=τ dan VE=Ve (dimana Ve mengikuti persamaan (21)), sehingga:
𝑉(𝜏) − 𝑉𝑒 = 𝑉0 − 𝑉𝑒 ∙ 𝑒−1 .............................................................................................................................(A-6)
𝑉(𝜏)−𝑉𝑒
𝑉0−𝑉𝑒= 𝑒−1 .................................................................................................................................................... (A-7)
𝑉0−𝑉𝑒
𝑉0−𝑉𝑒−
𝑉(𝜏)−𝑉𝑒
𝑉0−𝑉𝑒= 1 − 𝑒−1 ...............................................................................................................................(A-10)
𝑉0−𝑉(𝜏)
𝑉0−𝑉𝑒= 1 −
1
𝑒≈ 0.63 ...................................................................................................................................(A-11)
Dari sini maka pengertian konstanta waktu untuk adsorpsi (τ) adalah lamanya waktu yang dibutuhkan gas untuk
terdesorpsi sebanyak 63% dari kondisi mula-mula ke kondisi tekanan standar, yaitu 14.7 psia.
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 16
LAMPIRAN B – PENURUNAN PERSAMAAN MATERIAL BALANCE
Persamaan kesetimbangan materi untuk conventional gas ditunjukkan dengan persamaan (8):
𝐺𝑝 =𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
𝑃𝑠𝑐𝑇 1 − 𝑆𝑤𝑖 𝑉𝑏2𝜙𝑖
𝑃𝑖
𝑍𝑖− 1 − 𝑆𝑤𝑖 𝑉𝑏2𝜙𝑖 − 5.615(𝑊𝑒 − 𝑊𝑝𝐵𝑤 )
𝑃
𝑍 ................................................(B-1)
𝐺𝑝 =𝑉𝑏2𝜙𝑖𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
𝑃𝑠𝑐𝑇 1 − 𝑆𝑤𝑖
𝑃𝑖
𝑍𝑖− 𝟏 − 𝑺𝒘𝒊 −
5.615(𝑊𝑒−𝑊𝑝 𝐵𝑤 )
𝑉𝑏2𝜙𝑖
𝑃
𝑍 ...................................................................(B-2)
Dengan penurunan tekanan, nilai (1 – Swi) pada tekanan P akan dipengaruhi kompresibilitas menjadi:
1 − 𝑆𝑤𝑖 𝑃 = 1 − 𝑐𝑓 𝑃𝑖 − 𝑃 − 𝑆𝑤𝑖 1 − 𝑐𝑤 𝑃𝑖 − 𝑃 ..................................................................................(B-3)
Sehingga jika persamaan (B-3) disubstitusikan ke persamaan (B-2), maka akan didapat:
𝐺𝑝 =𝑉𝑏2𝜙𝑖𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
𝑃𝑠𝑐𝑇 1 − 𝑆𝑤𝑖
𝑃𝑖
𝑍𝑖− 1 − 𝑐𝑓 𝑃𝑖 − 𝑃 − 𝑆𝑤𝑖 1 − 𝑐𝑤 𝑃𝑖 − 𝑃 −
5.615(𝑊𝑒−𝑊𝑝 𝐵𝑤 )
𝑉𝑏2𝜙𝑖
𝑃
𝑍 .................(B-4)
𝐺𝑝 =𝑉𝑏2𝜙𝑖𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
𝑃𝑠𝑐𝑇 1 − 𝑆𝑤𝑖
𝑃𝑖
𝑍𝑖− 1 − 𝑐𝑓 𝑃𝑖 − 𝑃 1 −
𝑺𝒘𝒊 𝟏−𝒄𝒘 𝑷𝒊−𝑷 −𝟓.𝟔𝟏𝟓(𝑾𝒆−𝑾𝒑𝑩𝒘)
𝑽𝒃𝟐𝝓𝒊
𝟏−𝒄𝒇 𝑷𝒊−𝑷
𝑃
𝑍 ..............................(B-5)
Agar persamaan tidak terlalu panjang nilai komponen yang berwarna merah tersebut disederhanakan menjadi:
𝑆𝑤 =
𝑆𝑤𝑖 1−𝑐𝑤 𝑃𝑖−𝑃 −5.615 (𝑊𝑒−𝑊𝑝 𝐵𝑤 )
𝑉𝑏2𝜙𝑖
1−𝑐𝑓 𝑃𝑖−𝑃 ................................................................................................................. (B-6)
Persamaan (B-6) ini adalah persamaan saturasi air rata-rata yang dikembangkan oleh King6 dalam metode
kesetimbangan materinya, yang dapat dilihat juga dalam persamaan (11). Jika persamaan (B-6) ini disubstitusi
ke persamaan (B-5), maka akan didapat:
𝐺𝑝 =𝑉𝑏2𝜙𝑖𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
𝑃𝑠𝑐𝑇 1 − 𝑆𝑤𝑖
𝑃𝑖
𝑍𝑖− 1 − 𝑐𝑓 𝑃𝑖 − 𝑃 1 − 𝑆𝑤
𝑃
𝑍 ........................................................................(B-7)
Pada unconventional gas, dalam kasus ini adalah CBM, persamaan kesetimbangan materi tersebut perlu
ditambahkan komponen adsorpsi, dimana konsentrasi gas teradsorpsi pada kesetimbangan pada tekanan tertentu
adalah seperti yang dapat dilihat pada persamaan (1), yaitu:
𝑉𝐸 =𝑉𝐿 ∙𝑃
𝑃𝐿+𝑃 ..........................................................................................................................................................(B-8)
Maka jumlah gas yang dilepaskan secara desorpsi sejak tekanan Pi hingga tekanan P adalah:
𝐺𝑝 𝑑𝑒𝑠𝑜𝑟𝑝𝑡𝑖𝑜𝑛
= 𝑉𝑏2 𝑉𝐿 ∙𝑃𝑖
𝑃𝐿+𝑃𝑖−
𝑉𝐿 ∙𝑃
𝑃𝐿+𝑃 .................................................................................................................(B-9)
Jika persamaan (B-9) digabungkan dengan persamaan (B-7) maka akan didapat persamaan kesetimbangan
materi untuk unconventional gas:
𝐺𝑝 =𝑉𝑏2𝜙𝑖𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
𝑃𝑠𝑐𝑇 1 − 𝑆𝑤𝑖
𝑃𝑖
𝑍𝑖− 1 − 𝑐𝑓 𝑃𝑖 − 𝑃 1 − 𝑆𝑤
𝑃
𝑍 + 𝑉𝑏2
𝑉𝐿 ∙𝑃𝑖
𝑃𝐿+𝑃𝑖−
𝑉𝐿 ∙𝑃
𝑃𝐿+𝑃 ....................................(B-10)
𝐺𝑝 =𝑉𝑏2𝜙𝑖𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
𝑃𝑠𝑐𝑇 1 − 𝑆𝑤𝑖
𝑃𝑖
𝑍𝑖− 1 − 𝑐𝑓 𝑃𝑖 − 𝑃 1 − 𝑆𝑤
𝑃
𝑍+
𝑇𝑃𝑠𝑐
𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐𝜙 𝑖
∙𝑉𝐿 ∙𝑃𝑖
𝑃𝐿+𝑃𝑖−
𝑇𝑃𝑠𝑐
𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐𝜙 𝑖
∙𝑉𝐿 ∙𝑃
𝑃𝐿+𝑃 .............(B-11)
𝐺𝑝 =𝑉𝑏2𝜙𝑖𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
𝑃𝑠𝑐𝑇 𝟏 − 𝑺𝒘𝒊 +
𝒁𝒊𝑻𝑷𝒔𝒄
𝒁𝒔𝒄𝑻𝒔𝒄𝝓𝒊
∙𝑽𝑳
𝑷𝑳+𝑷𝒊
𝟏
𝒁𝒊𝑃𝑖 − 𝟏 − 𝒄𝒇 𝑷𝒊 − 𝑷 𝟏 − 𝑺𝒘
+𝒁𝑻𝑷𝒔𝒄
𝒁𝒔𝒄𝑻𝒔𝒄𝝓𝒊
∙𝑽𝑳
𝑷𝑳+𝑷
𝟏
𝒁𝑃 (B-12)
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 17
Persamaan (B-12) tersebut adalah persamaan final untuk unconventional gas. Agar persamaan tersebut dapat
digunakan dalam bentuk yang familiar, maka komponen yang berwarna biru perlu disederhanakan menjadi:
1
𝑍𝑖∗ = 1 − 𝑆𝑤𝑖 +
𝑍𝑖𝑇𝑃𝑠𝑐
𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐𝜙 𝑖
∙𝑉𝐿
𝑃𝐿+𝑃𝑖
1
𝑍𝑖 .............................................................................................................. (B-13)
𝑍𝑖∗ =
𝑍𝑖
1−𝑆𝑤𝑖 +𝑍𝑖𝑇𝑃𝑠𝑐𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
∙𝑉𝐿
𝜙𝑖(𝑃𝐿+𝑃𝑖)
........................................................................................................................... (B-14)
Sedangkan komponen yang berwarna merah perlu disederhanakan menjadi:
1
𝑍∗ = 1 − 𝑐𝑓 𝑃𝑖 − 𝑃 1 − 𝑆𝑤 +
𝑍𝑇𝑃𝑠𝑐
𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐𝜙 𝑖
∙𝑉𝐿
𝑃𝐿+𝑃
1
𝑍 ......................................................................................(B-15)
𝑍∗ =𝑍
1−𝑐𝑓 𝑃𝑖−𝑃 1−𝑆𝑤 +𝑍𝑇 𝑃𝑠𝑐𝑍𝑠𝑐 𝑇𝑠𝑐
∙𝑉𝐿
𝜙𝑖(𝑃𝐿+𝑃)
.............................................................................................................(B-16)
Persamaan (B-16) ini adalah persamaan faktor deviasi gas untuk unconventional gas yang dikembangkan oleh
King, yang dapat dilihat juga pada persamaan (10). Sehingga jika persamaan (B-15) dan (B-16) disubstitusi ke
persamaan (B-12), maka didapat persamaan dasar kesetimbangan materi yang dikembangkan oleh King, yang
dapat dilihat juga pada persamaan (9):
𝐺𝑝 =𝑉𝑏2𝜙𝑖𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
𝑝𝑠𝑐𝑇
𝑃𝑖
𝑍𝑖∗ −
𝑃
𝑍∗ ............................................................................................................................... (B-17)
Adapun seperti yang dikemukakan pada pembahasan, persamaan (B-14) harus dievaluasi pada tekanan desorpsi
untuk kasus Pi > Pd pada metode King, sehingga persamaan tersebut menjadi persamaan (35):
𝑍𝑖∗ =
𝑍𝑖
1−𝑆𝑤𝑖 +𝑍𝑖𝑇𝑃𝑠𝑐𝑍𝑠𝑐𝑇𝑠𝑐
∙𝑉𝐿
𝜙𝑖(𝑃𝐿+𝑃𝑑 )
...........................................................................................................................(B-18)
Jika digunakan metode Jensen & Smith5 maka diasumsikan bahwa gas yang tersimpan di makropori sangat kecil
jumlahnya (1 – 2%) dibandingkan gas yang tersimpan di mikropori. Oleh karena itu jika gas yang tersimpan di
makropori dihitung dengan persamaan (B-7) dan gas yang tersimpan di mikropori dihitung dengan persamaan
(B-9), maka persamaan perolehan gas dapat dihitung dengan persamaan (B-9) saja dengan mengasumsikan hasil
dari persamaan (B-7) adalah nol. Persamaan (B-9) dapat dimodifikasi menjadi persamaan linier 𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
menjadi:
𝑃
𝑃𝐿+𝑃=
−1
𝑉𝐿𝑉𝑏2 𝐺𝑝 +
𝑃𝑖
𝑃𝐿+ 𝑃𝑖 ................................................................................................................................ (B-19)
Dimana persamaan tersebut adalah persamaan kesetimbangan materi metode Jensen & Smith.
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 18
LAMPIRAN C – BAGAN ALGORITMA PROGRAM
START
Vb2=108 ft3 Sw(avg) = f(P, Vb2)
Z* = f(P, Sw(avg))
plot P/Z* vs Gp
Vb2 = T ∙ Psc / (-m ∙ pori ∙ Zsc ∙ Tsc)
konvergen?
no
yes OGIP
Vb2
1a
plot [P / PL+P] vs Gp
[P / PL+P]=a∙Gp+b
dimana:
a= –1/(VL∙Vb2)
b= Pi / PL+Pi
Pi
Vb2
OGIP= –b/a
V0=OGIP/Vb2
1b
kr = f(Sw)
q= f(P, Sw)
Sw= f(P, Vb2)
Vb2
konstan
3
V(t)=VE+(V0-VE)∙exp(-t/τ)
Ve=VL∙Psc / (PL+Psc)
plot [V(t)-Ve] vs t
[V(t)-Ve]=a∙exp(b∙t)
dimana:
a= [V0-Ve]
b=(-n/τ)
V0
n
VE=f(t,n)
P=PL∙VE / (VL-VE)
P=f(t)
VE=VL∙P / (PL+P)
2 Wpj=Wpj-1
Sw(avg)=f(Wpj)
qw=f(P, Sw(avg))
Wpj=Wpj-1+qw
yes
konvergen? no
Gpj=Gpj-1+qg
qg=f(P, Sw(avg))
4
Maximillian Eureka Stef Dondo, 12205039, Semester 2 – 2009/2010 19
Indeks [1a] pada bagan algoritma di atas adalah algoritma untuk prosedur iteratif King, indeks [1b] adalah
algoritma untuk metode Jensen & Smith, indeks [2] adalah penentuan tekanan reservoir sebagai fungsi dari
waktu, indeks [3] adalah penentuan permeabilitas relatif air dan gas sebagai fungsi saturasi air, sedangkan
indeks [4] adalah algoritma untuk prediksi profil produksi. Sebagai catatan, algoritma yang ditampilkan untuk
prediksi profil produksi, indeks [4], adalah untuk satu time-step, sehingga dalam simulator algoritma tersebut
diulang sejumlah time-step yang diinginkan oleh user. Berikut ini adalah algoritma untuk penyelesaian
persamaan normal polinom pangkat 9 (atau lebih kecil jika jumlah set data kurang dari 10) yang diperlukan
untuk menentukan permeabilitas relatif air dan gas sebagai fungsi saturasi air, jika m adalah pangkat dari
polinom dan n adalah jumlah set data.
1. Deklarasi persamaan normal dengan matrix filling.
Untuk i=1 hingga (m+1):
Untuk j=1 hingga i:
k = i + j – 2
Sum=0
Untuk l=1 hingga n:
Sum = Sum + Swk
ai,j = Sum
aj,i = Sum
Sum =0
Untuk l=1 hingga n:
Sum = Sum + kr ∙ Swi –1
ai,(m+2) = Sum
2. Partial pivoting.
p = 1
big = |a1,1|
Untuk i=2 hingga (m+1):
dummy = |ai,1|
Jika dummy > big maka:
big = dummy
p = 1
Jika p ≠ 1 maka:
Untuk i=1 hingga (m+2):
dummy = ap,i
ap,i = a1,i
a1,i = dummy
3. Scaling untuk meningkatkan ketelitian penyelesaian persamaan normal.
Untuk i=1 hingga (m+1):
Untuk j=1 hingga (m+2):
ai,j = ai,j ∙ 100
4. Gauss elimination untuk menyelesaikan persamaan normal dan mendapatkan konstanta-konstanta polinom
derajat 9, yaitu b1 hingga b10.
Untuk k=1 hingga m:
Untuk i=(k+1) hingga (m+1):
factor = ai,k / ak,k
Untuk j=(k+1) hingga (m+1):
ai,j = ai,j – factor ∙ ak,j
ai,(m+2) = ai,(m+2) – factor ∙ ak,(m+2)
b(m+1) = a(m+1),(m+2) / a(m+1),(m+1)
Untuk i=m hingga 1, -1:
Sum=0
Untuk j=(i+1) hingga (m+1):
Sum = Sum + ai,j ∙ bj
bi = (ai,(m+2) – Sum) / ai,i