sgd lbm iii kelompok 3

14
Rontgen Jenis gangguan sendi Kapan harus di rujuk Berbagai jenis dislokasi dan fraktur beserta tata laksana Cara analisa trauma sendi Jawab 1 . Kondisi baik à Jelas beda tulang dengan jaringan lunak 2. Struktur tulang bagus à jelas beda corteks dengan medula 3. Jaraknya Simetris 4. Foto Tulang masuk 2 sendi 2. 1. Keseleo / Terkilir / Sprained Terkilir atau keseleo adalah gangguan sendi akibat gerakan pada sendi yang tidak biasa, dipaksakan atau bergerak secara tiba-tiba. Umumnya kesleo bisa menyebabkan rasa yang sangat sakit dan bengkak pada bagian yang keseleo. Penatalaksanaan : REST Mengistirahatkan area yang cedera, dengan meminimalisasi gerakan pada area yang cedera dan bila perlu menggunakan brace/tapping pada saat melakukan aktivitas. ICE Melakukan kompres es di lokasi cedera selama 15-20 menit tiap 2-3 jam sekali. Kompres es ini sebaiknya dilakukan 48-72 jam pertama setelah cedera.

Upload: for-document

Post on 08-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Sgd Lbm III Kelompok 3

TRANSCRIPT

Page 1: Sgd Lbm III Kelompok 3

Rontgen

Jenis gangguan sendi

Kapan harus di rujuk

Berbagai jenis dislokasi dan fraktur beserta tata laksana

Cara analisa trauma sendi

Jawab

1 . Kondisi baik à Jelas beda tulang

dengan jaringan lunak

2. Struktur tulang bagus à jelas beda

corteks dengan medula

3. Jaraknya Simetris

4. Foto Tulang masuk 2 sendi

2.

1. Keseleo / Terkilir / Sprained

Terkilir atau keseleo adalah gangguan sendi akibat gerakan pada sendi yang tidak biasa, dipaksakan atau bergerak secara tiba-tiba. Umumnya kesleo bisa menyebabkan rasa yang sangat sakit dan bengkak pada bagian yang keseleo.

Penatalaksanaan :

REST

Mengistirahatkan area yang cedera, dengan meminimalisasi gerakan pada area yang cedera dan bila perlu menggunakan brace/tapping pada saat melakukan aktivitas.

ICE

Melakukan kompres es di lokasi cedera selama 15-20 menit tiap 2-3 jam sekali. Kompres es ini sebaiknya dilakukan 48-72 jam pertama setelah cedera.

COMPRESSION

Melakukan kompresi dengan menggunakan bebat elastik atau non adhesive bandage di lokasi cedera. Fungsi dari bebat ini adalah untuk menurangi bengkakk dan perdarahan di area cedera.

ELEVATION

Page 2: Sgd Lbm III Kelompok 3

Mengelevasikan area yang cedera lebih tinggi dari level jantung untuk mengurangi perdarahan dan bengkak.

2. Dislokasi / Dislocation

Dislokasi adalah gangguan pada sendi seseorang di mana terjadi pergeseran dari kedudukan awal.

1.Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah melakukan reduksi ringan dengan cara menarik persendian yang bersangkutan pada sumbu memanjang. Tindakan reposisi ini dapat dilakukan  ditempat kejadian tanpa anasthesi, misalnya dislokasi siku, dislokasi bahu dan dislokasi jari.

2. Jika tindakan reposisi tidak bisa dilakukan dengan reduksi ringan, maka diperlukan reposisi dengan anasthesi lokal dan obat – obat penenang misalnya Valium.

3. Jangan memaksa melakukan reposisi jika penderita mengalami rasa nyeri yang hebat, disamping tindakan tersebut tidak nyaman terhadap penderita, dapat menyebabkan syok neurogenik, bahkan dapat menimbulkan fraktur.

4. Dislokasi sendi dasar misalnya dislokasi sendi panggul memerlukan anasthesi umum. Dislokasi setelah reposisi, sendi diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil, beberapa hari beberapa minggu setelah reduksi gerakan aktif lembut tiga sampai empat kali sehari dapat mengembalikan kisaran sendi,  sendi tetap disangga saat latihan.

3. Artritis / Arthritis

Artritis adalah radang sendi yang memberikan rasa sakit dan terkadang terjadi perubahan posisi tulang. Salah satu contoh artritis yang terkenal adalah rematik

Page 3: Sgd Lbm III Kelompok 3

4. Ankilosis / Ankylosis

Ankilosis adalah gangguan pada sendi di menyababkan sendi tidak dapat digerakkan di mana ujung-ujung antar tulang serasa bersatu.

Pemeriksaan klinisi (ankilosis TMJ)

Page 4: Sgd Lbm III Kelompok 3

______________________

a.       Dislokasi sendi bahu

Klasifikasi : Dislokasi anterior, posterior, inferior dan dislokasi disertai dengan fraktur

1.      1.Dislokasi anterior (preglenoid, subkorakoid, subklavikuler)

Mekanisme trauma

Paling sering, Jatuh dalam posisi out strechted atau trauma pada skapula sendiri dan anggota gerak dalam posisi rotasi lateral sehingga kaput humerus menembus kapsul anterior sendi. Pada dislokasi anterior kaput humerus berada dibawah glenoid, subkorakoid dan subklavikuler.

Gambaran Klinis

Nyeri hebat, gangguan gerakan sendi bahu, kontur sendi bahu rata karena kaput humerus bergeser kedepan.

Pengobatan

1.      Dengan pembiusan umum

·         Metode hipocrates : penderita dibaringkan dilantai, anggota gerak ditarik keatas dan kaput humerus ditekan dengan kaki agar kembali ke tempatnya.

Page 5: Sgd Lbm III Kelompok 3

·         Metode kocher : penderita dibaringkan ditempat tidur dan ahli bedah berdir disamping penderita

Cara : sendi siku fleksi 900 dan dilakukan traksi sesuai garis humerus, rotasi kearah lateral, lengan diadduksi dan sendi siku dibawa mendekati tubuh kearah garis tengah, lengan dirotasi ke medial sehingga tangan jatuh didaerah dada.

2.      Tanpa pembiusan umum

·         Teknik menggantung lengan Penderita diberi petidin atau diazepam agar tercapai relaksasi maksimal, biarkan tidur tengkurap dan membiarkan lengan tergantung dipingggir tempat tidur. Setelah beberapa waktu dapat terjadi reduksi secara spontan. Setelah reposisi difiksasi didaerah thoraks selama 3-6 minggu agar tak terjadi dislokasi rekuren Komplikasi Kerusakan nervus aksilaris, kerusakan pembuluh darah, tidak dapat direposisi, kaku sendi, dislokasi rekuren.

2.      Dislokasi posterior

Biasanya akibat trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna. Ditemukan adanya nyeri tekan serta benjolan dibagian belakang sendi. Pengobatan dilakukan dengan cara menarik lengan kedepan secara hati-hati dan rotasi eksterna serta imobilisasi selam 3-6 minggu.

3.      Dislokasi inferior

Akibat kaput humerus mengalami jepitan dibawah glenoid dimana lengan mengarah keatas sehingga terjadi dislokasi inferior. Ditangani dengan reposisi tertutup seperti pada dislokasi anterior, bila tidak berhasil dengan reposisi terbuka secara operasi.

4.      Dislokasi disertai dengan fraktur tuberositas mayor humerus

Biasanya tipe dislokasi anterior disertai dengan fraktur. Bila reposisi dilakukan pada daerah dislokasi maka fraktur akan tereposisi dan melekat kembali pada humerus.

b.      Dislokasi sendi siku

Biasanya penderita jatuh dengan posisi tangan out strechted dimana bagian distal humerus terdorong kedepan melalui kapsul anterior sedangkan radius dan ulna mengalami dislokasi ke posterior. Dislokasi umumnya posterior atau posterolateral. Terdapat nyeri disertai pembengkakan yang hebat disekitar sendi siku ketika siku dalam posisi semi fleksi, olecranon dapat teraba pada bagian belakang. Pengobatan dengan reposisi, pada jam-jam pertama dapat tanpa pembiusan umum, setelah reposisi lengan difleksikan >900 dan dipertahankan dengan gips selama 3 minggu. Komplikasi : kekakuan sendi, trauma nervus medianus, trauma a.brakhialis.

c.       Dislokasi sendi lutut

Page 6: Sgd Lbm III Kelompok 3

Dislokasi ini sangat jarang terjadi, biasanya terjadi apabila penderita mendapat trauma dari depan dengan lutut dalam keadaan fleksi. Dislokasi dapat bersifat anterior, posterior, lateral, medial atau rotasi. Dislokasi anterior lebih sering ditemukan dimana tibia bergerak kedepan terhadap femur, trauma ini menimbulkan kerusakan pada kapsul, ligamen, yang besar dan sendi. Trauma juga dapat menyebabkan dislokasi yang terjadi disertai dengan kerusakan pada nervus peroneus dan arteri poplitea. Gambaran klinis dijumpai adanya trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan hemartrosis serta deformitas. Pengobatan, tindakan reposisi dengan pembiusan harus dilakukan sesegera mungkin dan dilakukan aspirasi hamartrosis dan setelahnya dipasang bidai gips posisi 10o-lSoselama 1 minggu kemudian dipasang gips sirkuler iatas lutut selama 7-8 minggu, bila ternyata lutut tetap tak stabil (varus ataupun valgus) maka harus dilakukan operasi untuk erbaikan pada ligamen.

d.      Dislokasi sendi panggul

Klasifikasi meliputi : dislokasi posterior,anterior dan sentral

1.      Dislokasi posterior

Trauma biasanya terjadi akibat kecelakaan laulintas dimana lutut dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras yang berada dibagian depan lutut, dapat juga terjadi pada saat mengendarai sepeda motor. Klasifikasi, untuk rencana pengobatan (Thompson Epstein) :

·         Tipe I : dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil

·         Tipe II : dislokasi dengan fragmen tunggal yang besar pada bagian posterior acetabulum

·         Tipe III : dislokasi dengan fraktur bibir acetabulum yang komunitif

·         Tipe IV : dislokasi dengan fraktur dasar acetabulum

·         Tipe V : dislokasi dengan fraktur kaput femur

Penderita biasanya datang setelah suatu trauma yang hebat dengan keluhan nyeri dan deformitas pada daerah sendi panggul. Sendi panggul teraba menonjol kebelakang dalam posisi adduksi, fleksi dan rotasi interna. Terdapat pemendekan anggota gerak bawah. Pengobatan dengan reposisi secepatnya dengan pembiusan umum disertai relaksasi secukupnya, Penderita dibaringkan dilantai dan pembantu menahan panggul. Sendi panggul difleksikan serta lutut difleksi 900 dan kemudian dilakukan tarikan pada paha secara vertical. Setelah direposisi, stabilitas sendi diperiksa apakah sendi panggul dapat didislokasi dengn cara menggerakkan secara vertical pada sendi panggul. untuk kasus yang melibatkan penanganan fragmen tulang membutuhkan tindakan operatif. Traksi kulit 4-6 minggu, setelah itu tak menginjakkan kaki dan menggunakan tongkat selama 3 bulan.

Komplikasi dini berupa kerusakan nervus skiatik, kerusakan kaput femur, dan fraktur diafisis femur. Komplikasi lanjut berupa nekrosis avaskuler, osteoarthritis, dan dislokasi yang tak dapat direduksi.

Page 7: Sgd Lbm III Kelompok 3

2.      Dislokasi anterior

Lebih jarang dibanding anterior dapat akibat kecelakaan lalulintas, jatuh dari ketinggian atau trauma dari belakang saat berjongkok dan posisi penderita dalam keadaan abduksi yang dipaksakan, leher femur atau throkanter menabrak acetabulum dan terjungkir keluar melalui robekan kapsul anterior. Gambaran klinis, tungkai bawah dalam keadaan rotasi eksterna, abduksi dan sedikit fleksi, tungkai tak mengalami pemendekan karena perlekatan otot rectus femur mencegah kaput femur bergeser ke proximal, terdapat benjolan didepan daerah inguinal dimana kaput femur dapat diraba dengan mudah, sendi panggul sulit digerakkan. Pengobatan dilakukan dengan reposisi seperti pada dislokasi posterior, dilakukan adduksi pada dislokasi anterior. Komplikasi tersering adalah nekrosis avaskuler.

3.      Dislokasi sentral

Terjadi apabila kaput femur terdorong ke dinding medial acetabulum pada rongga panggul, kapsul tetap utuh. Terdapat perdarahan dan pembengkakan didaerah tungkai proximal tetapi posisi tetap normal, nyeri tekan pada daerah throchanter, dan gerakan sendi panggul terbatas. Pengobatan dengan melakukan reposisi dan traksi selama 4-6 minggu, setelah itu diperbolehkan berjalan dengan penopang berat badan.

1.       Dislokasi sendi rahang

Dislokasi sendi rahang terjadi karena : menguap atau tertawa terlalu lebar atau karena

pukulan keras ketika mulut sedang terbuka akibatnya penderita tidak dapat menutup

mulutnya kembali. PERTOLONGAN NYA : cukup dengan menggunakan ibu jari yang

sudah dibalut untuk menekan rahang tersebut. Ibu jari dibalut karena ketika rahang itu

ditekan, rahang itu akan mengatup dengan keras dan cepat. CARANYA : rahang ditekan

kebawah dengan kedua ibu jari yang sudah dibalut tadi, ibu jaaari itu diletakkan di geraham

paling belakang, tekanan itu harus mantap tapi pelan – pelan, bersamaan dengan itu jari – jari

yang lain mengangkat dagu penderita ke atas, apabila berhasil rahng itu akan mengatup

dengan cepat dan keras. Setelah selesai untuk beberapa saat pasien tidak diperbolehkan

terlalu sering membuka mulutnya.

2.       Dislokasi sendi jari

Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan apabila tidak ditolong dengan segera jari itu akan

kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke aarah telapak atau punggung tangan.

PERTOLONGANNYA : tariklah ujung jari yang cedera dengan tarikan yang cukup kuat tapi

tidak disentakkan. Sambil menarik, sendi yang terpeleset ditekan dengan ibu jari dan

telunjuk. Akan terasa bahwa sendi itu kembali ke tempat asalnya. Setelah diperbaiki

Page 8: Sgd Lbm III Kelompok 3

sebaiknya untuk sementara waktu ibu jari yang sakit itu di bidai. Untuk membidai dalam

kedudukan setemgah melngkar seolah – olah membentuk huruf O dengan ibu jari.

3.       Dislokasi sendi bahu

 Dislokasi sendi bahu : kepala lengan atas terpeleset ke arah dada. tetapi kemampuan arah

dislokasi tersebut ia akan menyebabkan gerakan yang terbatas dan rasa nyeri yang hebat bila

bahu digerakkan. TANDANYA : lengan menjadi kaku, ujung tulang bahu menonjol.

PERTOLONGAN : ketiak yang cedera ditekan perlahan dengan kaki tanpa sepatu secara

perlahan. Sementara itu lengan penderita ditarik sesuai dengan arah letak kedudukannya

ketiak itu. Tarikan itu harus dilakukan dengan pelan dan semakin lama semakin kuat, hal itu

untuk menghindarkan rasa nyeri yang hebat yang ddapat mengakibatkan shock. Selain tarikan

yang medadak merusak jaringan – jaringan yang ada di sekitar sendi. Setelah ditarik dengan

kekuatan yang tetap beberapa menit, dengan hati-hati lenga atas diputar ke luar (arah

menjauhi tubuh) . hal ini sebaiknnya dilakukan dengan siku terlipat, dengan cara ini

diharapkan ujung tulanng lengan atas menggeser ke tempat semula.

4.       Dislokasi sendi siku

Penyebab Dislokasi sendi siku adalah mengalami Jatuh pada tangan.

Pemulihannya : tidak boleh banyak bergerak dalam gips selama tiga minggu untuk

memberikan kesembuhan pada sumpai sendi.

5.       Dislokasi sendi pangkal paha

Umumnya dislokasi ini terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (kecelakaan mobil) . dalam posisi

duduk benturan dashboard pada lutut pengemudi diteruskan sepanjang tulangfemur dan

mendorong caput femuris kea rah posterior keluaar dari acetabulum yaitu bagian yang paling

dalam. PERTOLONGANNYA : Tindakannya adalah reposisi dengan anestesi umum dan

pemasangan gips selama enam minggu untuk mengistirahatkan persendian dan memberikan

kesembuhan.__________________________________

Langkah 1: Inspeksi

Perhatikan sendi dengan baik, terutama pada poin berikut ini:

Apakah terdapat swelling? Jika ada, apakah difus atau terlokalisir? Jika swelling yang terjadi difus, apakah bengkak tersebut hanya terbatas pada sendi atau meluas? Adanya pembengkakan yang terbatas pada sendi menunjukkan adanya distensi sendi dengan: (a) kelebihan cairan sinovial (efusi) misalnya, karena trauma atau proses inflamasi non-piogenik

Page 9: Sgd Lbm III Kelompok 3

(misalnya RA atau OA); (b) darah (hemarthrosis), misalnya dari cedera yang baru saja terjadi atau defek koagulasi darah; atau (c) pus (pyarthrosis) misalnya dari infeksi piogenik akut. Pembengkakan yang meluas dari sendi dapat terjadi dengan infeksi mayor pada tungkai, tumor, dan gangguan pada sistem drainase limfatik dan vena. Jika ada bengkak lokal, perhatikan posisi bengkak tersebut dan hubungannya dengan struktur anatomi yang berhubungan, karena hal ini dapat menunjukkan kemungkinan penyebab atau identitas.

Apakah terdapat bruising (memar)? Hal ini dapat menunjukkan adanya kemungkinan trauma, dengan titik gravitasi atau penyebarannya.

Apakah terdapat discolorization, atau edema? Hal ini dapat terjadi sebagai respon lokal terhadap trauma atau infeksi.

Apakah terdapat muscle wasting? Hal ini biasanya terjadi sebagaai hasil dari otot yang terkena yang tidak digunakan, karena nyeri atau ketidakmampuan gerak, atau karena gangguan persarafan pada otot yang terkena.

Apakah terdapat gangguan pada bentuk, postur, atau apakah ada bukti pemendekan? Terdapat banyak kemungkinan penyebab dari abnormalitas (termasuk abnormalitas kongenital, riwayat trauma, gangguan mineralisasi tulang, dan penyakit sendi destruktif); adanya hal-hal tersebut harus diperhatikan, dan digali lagi secara lebih detail dalam pemeriksaan.

Langkah 2: Palpasi

Beberapa sendi harus diperhatikan hal-hal berikut:

Apakah sendi tersebut hangat? Jika demikian, perhatikan apakah peningkatan temperatur yang terjadi difus ataukah lokal, selalu dipikirkan apakah hal tersebut mungkin dapat disebabkan oleh pembebatan. Jika peningkatan suhu terjadi secara difus, hal ini biasanya terjadi bila massa jaringan substansial terlibat, dan biasanya terjadi pada proses inflamasi sendi yang piogenik dan non-piogenik, dan pada kasus dimana terjadi dilatasi anastomosis di proksimal dari blok arterial. Jauh dari sendi, adanya infeksi dan tumor perlu dipikirkan. Peningkatan temperatur secara lokal dapat mengarah kepada proses inflamasi pada struktur yang terkait. Asymmetrical coldness dari tungkai biasanya terjadi jika ada gangguan sirkulasi tungkai, misalnya dari atherosclerosis.

Apakah terdapat nyeri? Jika ada, apakah nyeri tersebut difus atau terlokalisir. Pada nyeri difus, penyebabnya biasanya sama dengan penyebab peningkatan panas lokal. Jika nyeri terlokalisir, perlu dicari tempat yang dirasakan paling nyeri dengan sangat teliti, karena hal ini dapat mengidentifikasi dengan jelas struktur anatomis yang terlibat.

Langkah 3: Movement

Hampir semua kondisi ortopedik berhubungan dengan keterbatasan gerak pada sendi yang terlibat. Hilangnya gerakan sama sekali yang terjadi pada ablasi bedah pada sendi (artrodesis) atau dapat terjadi pada proses patologis lain (seperti infeksi) dimana jaringan fibrous atau tulang mengikat permukaan artikuler bersama-sama (ankylosis fibrous atau tulang): sendi

Page 10: Sgd Lbm III Kelompok 3

tidak dapat bergerak baik secara pasif maupun aktif. Sering terjadi keterbatasan ROM dimana sendi tidak dapat kembali ke posisi netralnya. Pada tipe ini, biasanya sendi tidak dapat diekstensikan secara penuh, hal ini disebut dengan fixed flexion deformity. Fixed deformities dapat disebabkan, misalnya oleh kontraksi kapsul sendi, otot dan tendon, atau oleh karena interposisi dari jaringan lunak atau tulang diantara permukaan artikuler (misalnya meniskus yang robek, bagian yang hilang). Perkiraan ROM sendi adalah hal yang penting dalam pemeriksaan ortopedik. Untuk mengetahui adanya deviasi dari normal, sisi yang sehat dapat dibandingkan dengan sisi yang sakit.; jika hal ini tidak memungkinkan (misalnya jika keduanya sakit) perlu digunakan perkiraan. Keterbatasan ROM pada sebuah sendi biasanya terjadi karena penyebab mekanis dan merupakan penanda adanya proses patologi. Jika otot yang mengatur sebuah sendi mengalami paralisis, maka perlu diperiksa ROM pasif; nyeri yang terkadang muncul atau faktor lain dapat membatasi ROM aktif yang lebih sempit daripada ROM pasif. Terkadang sendi yang mengalami paralisis parsial maupun total dapat digerakkan dengan melibatkan gravitasi atau gerakan (trick movement), dan konfirmasi paralisis dapat menentukan penyebabnya.

Langkah 4: Pemeriksaan Khusus

Pada kebanyakan sendi terdapat pemeriksaan khusus untuk memeriksa fungsi sendi secara khusus. Pemeriksaan tersebut termasuk diantaranya pemeriksaan integritas ligamen sendi, dan untuk pemeriksaan struktur yang berhubungan dengan sendi (misalnya meniskus pada lutut). Pemeriksaan lain yang dilakukan secara khusus adalah pemeriksaan neurologis yang sesuai (misalnya pemeriksaan kelompok otot tertentu dan pemeriksaan jika ada penurunan sensorik). Jika memungkinkan, hasil MRC dicatat.

S0    : Hilangnya semua sensasi pada area yang dipersarafi oleh nervus yang terkena

S1    : Adanya sensasi nyeri tajam

S2    : Adanya sensasi protektif (sentuhan kulit, nyeri dan panas)

S3    : Adanya sensasi protektif dengan lokalisasi akurat. Sensitivitas (dan hipersensitivitas) terhadap dingin biasanya muncul.

S3+    : Adanya kemampuan mengenali obyek dan tekstur; terdapat sensitivitas dan hipersensitivitas terhadap dingin yang masih muncul namun minimal.

S4    : Sensasi normal

Langkah 5: Pemeriksaan Radiografi

Pemeriksaan radiografi biasanya dilakukan dengan proyeksi anteroposterior (AP) dan lateral. Penting diperhatikan bentuk, ukuran, kontur dari tulang, apakah lebih tebal atau lebih tipis dari normal, lebih pendek atau lebih panjang daripada biasanya, atau melekuk atau menyudut secara abnormal. Pada sendi, apakah komponen tulang dalam susunan yang normal, atau terjadi displace atau melekuk.

Langkah 6: Pemeriksaan Lanjutan

Page 11: Sgd Lbm III Kelompok 3

Pemeriksaan fisik dan radiologi dapat memunculkan diagnosis banding yang memerlukan pemeriksaan tambahan untuk menetapkan diagnosis; umumnya digunakan untuk memastikan diagnosis. Pemeriksaan yang biasanya dilakukan meliputi:

Pemeriksaan sedimentasi eritrosit, dan pada kasus tertentu, C-reactive protein.

Hitung darah lengkap dengan hitung jenis

Estimasi faktor rheumatoid

Kalsium, fosfat, dan alkaline fosfatase serum

Ureum

Foto thoraks